Selasa

BUYA HAMKA - KH. AHMAD DAHLAN TENTANG BELA ISLAM (SAAT AGAMA ALLAH DIHINA) IMAN, HIJRAH DAN JIHAD


NAUDZUBILLAH! Klaim Majelis dzikir dukung Ganjar - Dzikir yang Tambah Dosa

youtube.com/watch?v=gKwOrDi3RuE

GEMA PEKIK ZIKRULLAH

"... larangan berzikir keras ..." papar HAMKA. Ayat-ayat yang dimaksud, misalnya saja, al-A'raf (7) ayat 205 dan Maryam (19) ayat 3.

(Yusuf Maulana, Buya HAMKA Ulama Umat Teladan Rakyat, Penerbit Pro-U Media, 2018).

KITAB TAUHID

Bab ini mengandung suatu bukti tentang kebenaran pernyataan ulama salaf bahwa bid'ah adalah penyebab kekafiran.

(MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB, KITAB TAUHID).

Edan! Kuburan Jadi Tempat Prostitusi, Eksekusinya di Atas Makam

merdeka.com/trending/edan-kuburan-jadi-tempat-prostitusi-eksekusinya-di-atas-makam.html

BINATANG TERNAK

Yang lebih lucu lagi ialah jika orang yang datang ziarah dipungut bayaran dan bayaran itu masuk ke dalam kantong tukang-tukang jaga itu. Tuhan-Tuhan dipersewakan oleh orang-orang yang menyembahnya. Atau Tuhan-Tuhan itu diperbesar tuahnya oleh tukang jaga (juru kunci) untuk kepentingan dirinya sendiri.

SESAT DAN BINGUNG

Perhatikanlah orang-orang yang datang ziarah ke kuburan yang dipuja itu, kelihatan mereka lebih khusyuk memohonkan berbagai hajat, daripada di waktu mengerjakan shalat lima waktu yang difardhukan oleh Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

WAHABI KEPANASAN NIH!! SUASANA MEMBACA AL-QURAN DI MAKAM SUNAN AMPEL

youtube.com/watch?v=KUE75JBPJ5A

PERANG BADAR

Menurut riwayat Ibnul Ishaq, Abu Jahal sebagai pimpinan tertinggi kaum Quraisy di Perang Badar itu telah berdoa, "Ya Allah! Aku tidak tahu, siapa yang sebenarnya di antara kami yang telah memutuskan silaturahim. Berikanlah keputusan Engkau besok!" Menurut as-Suddi, pemuka-pemuka Quraisy sebelum pergi ke Badar telah berlutut di hadapan Ka'bah dan menyeru Allah, "Ya Allah, tolonglah mana yang lebih mulia di antara kedua tentara ini, mana yang lebih baik di antara dua golongan, dan mana yang lebih tinggi di antara dua kabilah."

KEMURKAAN-KU DAN KEMURKAANMU!

Kedatangan sekalian rasul ialah untuk mengajak orang kepada Tauhid. Tugas mereka ialah menyampaikan dakwah kepada manusia agar insaf bahwa Allah itu Esa adanya. Itulah yang kamu tolak, kamu kafir, kamu tidak mau menerima. Tetapi kalau ada disebut-sebut tuhan-tuhan lain, dewa-dewa lain, kalian gembira, kalian senang hati. Baru kalian mau percaya. Ditutup ujung ayat dengan ketegasan ini supaya jelas bagi kaum musyrikin bahwa keputusan terakhir tetap pulang kepada Allah jua, sebab Yang Maha Kuasa, Maha Tinggi hanya Allah, Yang Maha Besar hanya Allah, tidak ada berhala, tidak ada al-Laata, tidak ada al-Uzza, tidak ada Manaata dan yang lain. Jika di zaman sekarang tidak ada kubur keramat, wali anu dan keramat anu. Omong kosong!

MENUHANKAN GURU

Termasuk juga dalam rangka ini, yaitu menganggap ada kekuasaan lain di dalam menentukan ibadah selain daripada kekuasaan Allah, ialah menambah-nambah ibadah atau wirid, doa dan bacaan pada waktu-waktu tertentu yang tidak berasal dari ajaran Allah dan Rasul saw. Ibadah tidak boleh ditambah dari yang diajarkan Rasul saw. dan tidak boleh dikurangi. Menambah atau mengurangi, memaksa-maksa dan berlebih-lebihan dalam ibadah adalah ghuluw. Dan, ghuluw adalah tercela dalam syari'at. Sama pendapat (ijma) sekalian ulama mencela perbuatan itu. Inilah dia Bid'ah!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Syirik: Kezaliman Terbesar

web.suaramuhammadiyah.id/2023/05/30/syirik-kezaliman-terbesar

JANGAN MEMOHONKAN AMPUN UNTUK MUSYRIKIN

Tiada Dia bersekutu dalam keadaan-Nya dengan yang lain. Demikian juga tentang mengatur syari'at agama, tidak ada peraturan lain, melainkan dari Dia.

TEGUHKAN PRIBADIMU

Segala ibadah kepada Allah atau segala upacara yang ada sangkut-pautnya dengan ibadah, sedikit pun tidak boleh ditambahi atau dikurangi dari yang ditentukan oleh Allah dan Rasul.

BANGUN DAN BENTUK SUATU BANGSA

Dusta atas nama Allah, menambah agama dengan kehendak sendiri, lalu menyombong tidak mau menerima kebenaran ayat Allah, adalah zalim aniaya yang paling besar, puncak yang tidak ada puncak di atas itu lagi. Neraka tempatnya. Sampai di sana boleh salah menyalahkan, tetapi yang terang ialah masuk neraka. Disini terdapat dua keputusan. Pertama, pintu langit tidak terbuka bagi mereka. Kedua, tidak mungkin mereka masuk surga. Menurut Tafsir Ibnu Abbas, tidak ada amalan mereka yang diterima Allah. Dan dalam penafsiran yang lain Ibnu Abbas berkata, tidak terbuka pintu langit buat menerima amal mereka dan doa mereka. Dan dalam riwayat yang lain ditafsirkan lagi oleh Ibnu Abbas bahwa pintu langit tidak dibuka buat menerima ruh mereka setelah mereka mati. Suatu riwayat dari Ibnu Juraij mengumpulkan keduanya, amal tidak diterima dan ruh pun ditolak naik ke langit. Untuk menjadi peringatan bagi manusia agar jangan mereka sangka mudah-mudah saja masuk surga, setelah pokok kepercayaan kepada Allah itu yang telah dirusakkan dan puncak kezaliman yang telah ditempuh.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Negara-Negara Paling Religius di Dunia, Indonesia Ada di Nomor 1

viva.co.id/gaya-hidup/inspirasi-unik/1690543-negara-negara-paling-religius-di-dunia-indonesia-ada-di-nomor-1

SURAH AL-FAATIHAH (PEMBUKAAN)

Nasrani tersesat karena sangat cinta kepada Nabi Isa al-Masih. Mereka katakan Isa itu anak Allah, bahkan Allah sendiri menjelma menjadi anak, datang ke dunia menebus dosa manusia. Orang-orang yang telah mengaku beragama pun bisa juga tersesat. Kadang-kadang karena terlalu taat dalam beragama lalu ibadah ditambah-tambah dari yang telah ditentukan dalam syari'at sehingga timbul Bid'ah. Disangka masih dalam agama, padahal sudah terpesong ke luar.

MENUHANKAN MANUSIA

Manusia tiada berhak menambah-nambah apa yang telah diatur oleh Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KERAS! Momen Hakim MK Semprot Kuasa Hukum 'Ngakak' saat Puja Hasyim Asya'ri: Jangan Ditambah-tambah!

youtube.com/watch?v=XaJU6qJqqAo

NASEHAT HADRATISY-SYAIKH HASYIM ASY'ARI TENTANG KHILAFIYAH

"... Wahai kaum Muslimin! Taqwalah kepada Allah dan kembalilah semua kepada kitab Tuhan-mu, dan beramallah menurut sunnah Nabi-mu, dan ikutilah jejak salaf-mu yang saleh, supaya kamu beroleh kemenangan, sebagaimana kemenangan yang dahulu telah mereka capai. Taqwalah kepada Allah, perbaikilah hubungan di antara kamu, bantu-membantulah atas kebajikan dan taqwa; jangan berbantu-bantuan di atas dosa dan permusuhan. Semoga Tuhan Allah melimpahkan rahmat-Nya di atas kamu semuanya dan melimpahi kamu dengan ihsan anugerah-Nya. Dan janganlah kamu menyerupai orang yang berkata, "Kami dengar nasehat itu", padahal tidak didengarnya."

MUHAMMAD HASYIM ASY'ARI
Tebuireng, Jombang.

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Penerbit Galata Media, Cet. I, 2018).

SAAT WAHABI "MENGHARAMKAN" TAHLILAN, Warga NU Makin MANTAP & ISTIQOMAH

youtube.com/watch?v=ix8JKgt2DIk

SAMPAIKAH DOA KITA YANG HIDUP UNTUK ORANG YANG TELAH MENINGGAL?

Persoalannya sekarang adalah, "Apakah Nabi berbuat ibadah seperti itu atau tidak?" Kalau tidak, niscaya kita telah menambah-nambah.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

IKUT TAHLILAN STEVIE AGNECYA PENAMPILAN CELINE EVANGELISTA BERHIJAB DISOROT

youtube.com/shorts/Mwtb4i47vEk

AURAT PEREMPUAN

Ananda menanyakan tentang batas aurat perempuan, "Sampai batas-batas manakah seorang perempuan muslim harus berpakaian?" Oleh karena Ananda yang bertanya tampaknya memang seorang perempuan Muslimat yang ingin mengikuti Nabi saw., ingatlah sebuah hadits yang dirawikan oleh at-Tirmidzi, "Perempuan itu sendiri adalah aurat. Bila ia telah keluar, Setan terus mendekatinya. Tempat yang paling dekat untuknya dalam perlindungannya adalah terang-terang di bawah atap rumahnya." Oleh sebab itu kalau tidak perlu benar, janganlah keluar. Misalnya pergi belajar. Pergi ke Masjid tidaklah dilarang. Namun, shalat di rumah adalah lebih afdhal.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Hentikan Eksploitasi 'Ibadah sebagai Tempat Horor'! Apresiasi MUI, Ning Lia Sesalkan Film 'Kiblat'

duta.co/hentikan-eksploitasi-ibadah-sebagai-tempat-horor-apresiasi-mui-ning-lia-sesalkan-film-kiblat

DEMOKRASI BANCI DAN EMANSIPASI MUKHANNAS

Itulah yang dinamai emansipasi. Laki-laki dan perempuan sama-sama punya hak dan kewajiban. Itulah yang dihantam oleh Filosof Jerman, Nietzsche, yang dinamakannya sebagai demokrasi banci atau dalam bahasa Arabnya mukhannas. Mulanya dihilangkan ghirah laki-laki, akhirnya laki-laki mengikuti perintah perempuan, yang kemudian perempuanlah yang berkuasa di belakang layar. Apa macam! Islam dalam ajarannya yang asli dari Nabi Muhammad saw. tidak memingit perempuan. Perempuan boleh, bahkan dianjurkan turut mengambil bagian dalam pembangunan masyarakat. Dari mana ia mulai? Dari rumah tangga, melalui pendidikan anak-anak.

SIRI

Oleh sebab kerasnya penjagaan dan siri terhadap perempuan ini, ketika saya masuk ke Makassar pada Tahun 1931-1934, saya lihat pada tiap-tiap pagi dan sore beratus-ratus anak perempuan pergi bekerja ke gudang-gudang hasil hutan dekat pelabuhan (Kade). Mereka berjalan berbondong-bondong dengan memakai pakaian sarung yang menutupi seluruh tubuhnya hingga mukanya pun tidak kelihatan. Orang-orang yang bertemu di tengah jalan tidak ada pula yang berani melihat lama kepada perempuan yang akan bekerja tadi. Saya juga melihat di waktu itu bendi dan dokar yang dikendarai oleh perempuan-perempuan terhormat ditutup seluruhnya dengan kain sehingga perempuan-perempuan yang berada di dalam pun tidak kelihatan.

GHIRAH

Orang Madura pun demikian. Apabila seorang pemuda dibuang karena membunuh untuk menebus kehormatannya yang tersinggung, sampai dalam penjara ia merasa lebih mulia daripada teman sesama hukuman yang terbuang karena merampok dan menyamun. Setelah keluar dari penjara ia dibelikan pakaian baru oleh keluarganya dan merasa bangga sebab ia telah menyelesaikan tugasnya membela kehormatan diri dan keluarganya. Orang Banjar pun begitu. Suku ini terkenal "ganas" terhadap orang yang dibunuhnya karena malu dan syaraf-nya tersinggung. Sifat itu dimiliki oleh seluruh suku-suku bangsa kita.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KETUA MUI PERTAMA ANGKAT ANAK DARI SUKU TIONGHOA! MUALAF DAN KONGLOMERAT!

youtube.com/watch?v=SkRDW3lm7bQ

PANDANGAN ISLAM TERHADAP SIRI

Bangsa-bangsa lain juga tahu akan harga diri, hanya saja timbul kesalahan karena tidak ada pendidikan dan pemeliharaan yang baik. Saya katakan ada semua bangsa sebab tiap-tiap bangsa mempunyai siri. Bangsa Belanda pun ada siri. Mereka menyebutnya beleideging atau penghinaan, merusak nama baik. Zaman dahulu jika seseorang merasa nama baiknya dirusak, berhak meminta duel dengan orang yang dianggapnya merusakkan namanya itu, baik dengan main pistol maupun dengan pedang. Ia rela menerima mati atau kalah dari musuhnya dalam duel tersebut sebab dengan demikian ia telah membela harga dirinya.

GHIRAH

Di Tahun 1938 itu juga ada suatu kejadian lagi. Seorang ibu di Tapanuli Selatan (Mandailing) membawa anak perempuannya mandi di Sungai Batang Gadis. Setelah selesai mandi, dikeluarkannya pisau dari ikat pinggangnya, lalu ditikamnya anak itu dan disembelihnya. Ketika ditanya polisi ia menjawab terus terang. Lebih baik anak itu mati daripada hidup memberi malu. Anak itu telah berintaian (berpacaran) dengan seorang laki-laki. Ibu itu kemudian dihukum. Namun, tidak ada orang kampung yang menyalahkannya. Itulah yang dinamakan syaraf. Syaraf telah masuk ke dalam darah daging bangsa Indonesia. Inilah yang oleh pemuda Minangkabau sebut dengan "Arang tercoreng di kening. Malu tergaris di muka". Kalau rasa malu menimpa diri, tidak ada penebusnya kecuali nyawa.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Detik-detik Pedagang di Lampung Bacok Teman Gegara Istri Diajak Ngobrol

20.detik.com/detikupdate/20231112-231112056/detik-detik-pedagang-di-lampung-bacok-teman-gegara-istri-diajak-ngobrol

AGAMA DAN NEGARA

Tersebut di dalam kitab lama larangan berzina dan hukuman rajam bagi siapa yang melakukannya maka al-Masih mengajarkan bahwasanya tertarik melihat wajah perempuan saja, sudahlah zina. Beliau suruh korek mata yang bersalah itu.

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

KATA WAHABI ISTRI BEKERJA HARAM!!

youtube.com/shorts/54pG7PYw8Ao

KAUM PEREMPUAN DALAM PERSAMAAN

Masyarakat kapitalisme memang memajukan perempuan, membawanya ke dalam persamaan, tetapi di dalamnya terkandung niat busuk, niat hina. Dia telah dibawa kerja dalam kantor, di tempat perniagaan, perusahaan besar, di restauran, di kedutaan asing! Tuan tahu apa yang tersimpan di dalamnya? Itulah perbudakan model Abad ke-20! Memancing nafsu seks yang terpendam dalam bakat "langganan!" "Patah sikunya" kalau perempuan yang meladeni! Banyak keuntungan yang masuk kalau si "dia" yang menghadapi. Sedang bercakap terlihat dada, bentuk badan, bau wangi-wangian!

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

Wanita, Wani Ing Tata: Konstruksi Perempuan Jawa dalam Studi Poskolonialisme

Oleh: Jati, Wasisto Raharjo

"Konsep "wani ing tata" adalah konsep luhur yang menempatkan wanita sebagai makhluk yang memiliki posisi terhormat dan bermartabat ..."

lib.atmajaya.ac.id

ME"MUDA"KAN PENGERTIAN ISLAM

Perkataannya Sayid Amir Ali, bahwa hukum-hukum Islam dapat dipanjang-pendekkan zaman, perkataan yang demikian itu akan membuat orang Wahabi tertawa terbahak-bahak karena 'kegilaannya', atau... akan membuatlah ia sebagai kilat menghunus pedangnya dan sebagai kilat pula menebas batang leher si orang kurang ajar yang berani mengucapkan perkataan dosa yang demikian itu!

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Muhammadiyah dan Gerakan TBC

Selain tahayul, memberantas bid'ah adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam dalam perjalanan dakwah dan perjuangan Muhammadiyah yang sayangnya semangat mereduksi kejahatan dalam beragama ini sudah mulai pudar, bid'ah adalah musibah dan kejahatan dalam agama yang tidak bisa ditolerir. Bid'ah lebih keji dari pezina, jika sang pezina masih sadar kalau perbuatannya itu adalah dosa, sementara pelaku bid'ah meyakini kalau amalannya adalah bagian dari ibadah, padahal sejatinya ia telah menista agama.

hidayatullah.com/artikel/opini/2015/08/04/75158/muhammadiyah-dan-gerakan-tbc.html

PERLOMBAAN BERAGAMA

Kalau kaumnya dikhianati oleh masa, dahulu mulia sekarang hina; dahulu memerintah dunia, sekarang di bawah kuasa orang beragama lain. Dahulunya menjadi ahli budi, sekarang menjadi umat yang binasa. Maka hatinya tak senang lagi, hidupnya tak senang diam. Dia belum akan berhenti berusaha sebelum umatnya kembali kepada kemuliaannya sediakala. Dia akan berusaha sekuat tenaga sampai cita-citanya berhasil. Dan kalau belum berhasil, sedang dia lekas mati, akan dipesankannya kepada anak-cucunya, menyuruh menyambung pekerjaan itu. Dia hanya menuju satu tujuan, yaitu kemuliaan umatnya, di dalam menuju tujuan tersebut dua pula yang harus dilaluinya. Pertama, berhasil dan dia sendiri yang memegang bendera kemenangan. Kedua, mati dalam perjuangan dengan pedang di tangan. Mati dengan cara demikianlah yang semulia-mulia mati dalam pandangan seorang yang beragama.

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

PANGGILAN JIHAD

Merindukan kembali hadirnya ulama besar seperti beliau...

Semoga menjadi inspirasi semangat generasi muda Islam...

eramuslim.com/video/mengenang-panggilan-jihad-buya-hamka-setiap-kuliah-subuh-di-rri.htm

Buya Hamka Telah Tiada

Dr. T.B. Simatupang, Ketua Dewan Gereja-gereja di Indonesia, yang ketika diberitahu, sangat terkejut mendengar berita itu. "Ia memberikan pengabdian yang besar kepada bangsa dan negara," ujarnya. Pengabdian Hamka itu, tidak hanya dalam bidang keagamaan saja tetapi bahkan sampai bidang sastera. Sekarang, Hamka memberikan sumbangan besar dengan membangunkan kesadaran moral dan akhlak. "Ini sangat penting dalam masa pembangunan sekarang," kata Simatupang.

(PERJALANAN TERAKHIR BUYA HAMKA: Sebuah Biografi Kematian, JT Books PLT, 2021).

Masyarakat Indonesia: Malas Baca Tapi Cerewet di Medsos

kominfo.go.id/content/detail/10862/teknologi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_media

IMAN, HIJRAH DAN JIHAD

Sesampai di Madinah, mesti menyusun kekuatan, untuk terutama ialah memerdekakan negeri Mekah tempat Ka'bah berdiri daripada penyembahan kepada berhala. Dan, untuk membebaskan seluruh Jazirah Arab pada taraf pertama dari perbudakan makhluk. Perbudakan kepala-kepala agama dan raja-raja. Kemudian, untuk membebaskan seluruh dunia dari perhambaan benda. Sehingga tempat manusia berlindung hanya Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Hijrah adalah untuk menyusun masyarakat Islam. Hijrah adalah untuk menegakkan sesuatu kekuasaan, yang menjalankan undang-undang yang timbul dari syari'at, dari wahyu yang diturunkan Allah. Dan, hijrah itu habis sendirinya bila Mekah sudah dapat dibebaskan dari kekuasaan orang-orang yang mengambil keuntungan untuk diri sendiri, dengan membelokkan ajaran Allah dari aslinya.

HIJRAH

Kalau perlu jangan hijrah; melainkan menyusun kekuatan apa yang ada, dengan teman-teman yang sepaham, guna memperjuangkan terus cita-cita Islam di tempat kediaman sendiri. Karena kalau hendak mencari suatu negeri yang sunyi dari kemaksiatan dalam dunia yang sebagaimana sekarang, adalah suatu usaha yang sangat sukar. Mungkin hijrah yang hanya ke... Akhirat!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Bisnis Tahlilan Kuburiyyun Pemerasan Harta Mayit Berkedok Syar'i

youtube.com/watch?v=VMRhmyonL0A

KARENA CARI MAKAN

Atas rayuan Setan, orang berkeras mengatakan bahwa itu adalah agama. Siapa yang tidak mengatakan dari agama, dia akan dituduh memecah persatuan! Kalau kita katakan ini bukanlah agama, ini adalah menambah-nambah dan mengatakan atas Allah barang yang tidak diketahui, maka kitalah yang akan dituduh merusak agama.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PRESIDEN TERPILIH 2024? HIKMAH RIVALITAS BUNG KARNO VS BUYA HAMKA

youtube.com/watch?v=KoflvyZSIsY

SURAT-SURAT ISLAM DARI ENDEH

Dari Ir. Soekarno
Kepada Tuan A. Hasan, Guru "Persatuan Islam" di Bandung

Saudara telah cukuplah keluarkan alasan-alasan dalil Al-Qur'an dan Hadits. Saudara punya alasan-alasan itu, sangat sekali meyakinkan.

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Salafi Wahabi di Indonesia Mudah Mengkafirkan Orang Islam, Seharusnya Sibuk Mengislamkan Orang Kafir

youtube.com/watch?v=pUvh504scXE

SIAPAKAH YANG TAHAN DAN TEGUH HATI MENEMPUH JALAN YANG BENAR?

Dosa-dosa yang besar ialah mempersekutukan Allah dengan yang lain, berkata tentang Allah tetapi tidak dengan pengetahuan, lancang memperkatakan soal-soal agama, padahal ilmu tentang itu tidak ada. Itu semuanya adalah termasuk dosa yang besar. Adapun yang keji-keji adalah yang menyakiti orang lain dan merusakkan budi pekerti, sebagai mencuri harta kepunyaan orang lain, berzina, membunuh sesama manusia.

KARENA CARI MAKAN

Setan masuk ke segala pintu menurut tingkat orang yang dimasuki. Kebanyakannya karena mencari makanan pengisi perut. Paling akhir Setan berusaha supaya orang mengatakan terhadap Allah apa yang tidak mereka ketahui. Kalau orang yang dia sesatkan sampai tidak mengakui lagi adanya Allah karena telah mabuk dengan maksiat, Setan pun dapat menyelundup ke dalam suasana keagamaan sehingga lama-kelamaan orang berani menambah agama, mengatakan peraturan Allah, padahal bukan dari Allah, mengatakan agama, padahal bukan agama. Lama-lama orang pun telah merasa itulah dia agama. Asalnya soal makanan juga.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TAHLILAN - Kusambut Kematianmu & Dosa Bertahta Dalam Jiwaku

youtube.com/watch?v=ha6iuy3BjtA

KARENA CARI MAKAN

"Dan setengah dari manusia ada yang mengambil yang selain Allah menjadi tandingan-tandingan ... Dan sekali-kali tidaklah mereka akan keluar dari neraka ... Dan supaya kamu katakan terhadap Allah hal-hal yang tidak kamu ketahui." (al-Baqarah: 165-169).

Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah Setan. Janganlah kamu mencari tandingan-tandingan yang lain lagi bagi Allah. Janganlah kamu katakan terhadap Allah hal-hal yang kamu tidak tahu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ASTAGHFIRULLAH! DOSA-DOSA YANG MEMBUAT KITA KEKAL SELAMANYA DI NERAKA

youtube.com/shorts/uh0ZhTac29A

DOSA YANG LEBIH BESAR DARI DOSA SYIRIK

[4] Mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu). (Al A'raf: 33)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata menjelaskan ayat ini, "... Lalu terakhir Allah menyebutkan dosa yang lebih besar dari itu semua yaitu berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Larangan berbicara tentang Allah tanpa ilmu ini mencakup berbicara tentang nama dan shifat Allah, perbuatan-Nya, agama dan syari'at-Nya." [I'lamul muwaqqi'in hal. 31, Dar Kutubil 'Ilmiyah].

muslim.or.id/41186-dosa-yang-lebih-besar-dari-dosa-syirik.html

POKOK BERPIKIR

Peraturan Islam itu dari Allah dan Rasul, tidak dicampuri oleh pendapat umum manusia. Meskipun kadang-kadang ijtihad manusia masuk juga ke dalamnya, ijtihad itu tidak lebih tidak kurang daripada garis yang telah ditentukan. Hasil pendapat tidak boleh berubah dari maksud syari'at.

MUNAFIK

Imam Malik pernah mengatakan, "Ulama itu adalah pelita dari zamannya." Tandanya, selain dari mengetahui ilmu-ilmu agama yang mendalam, ulama hendaklah pula tahu keadaan makaan (ruang) dan zamaan (waktu) sehingga dia tidak membeku (jumud). Karena dengan jumud dan beku, mereka tidak akan dapat memberikan tahkim yang jitu sebagai penerima waris dari Rasulullah saw. kepada masyarakat yang selalu berkembang.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Apakah Walisongo Sesat!? Menjawab Tuduhan Wahabi Salafi | KH Idrus Ramli

youtube.com/watch?v=th-qqeC0uBY

SESAT DAN MENYESATKAN

Ibnul Qayyim mengingatkan, bahwa tradisi, motivasi, situasi, tempat dan waktu memengaruhi perubahan dan keragaman fatwa atau pemikiran hukum atau fikih. Ia mendeklarasikan adagiumnya (kaidah) yang berbunyi: "Perubahan dan keragaman fatwa (dimungkinkan terjadi) karena memperhatikan perubahan zaman, tempat, keadaan, niat dan adat-istiadat." Ibnul Qayyim al-Jauziyyah menegaskan bahwa melahirkan fatwa atau fikih tanpa memperhatikan lima faktor yang telah disebutkan merupakan keputusan yang sesat dan menyesatkan.

(Fikih Kebinekaan, Penerbit Mizan, Cet.1, 2015).

DOA ANTI WAHABI ANTI NERAKA!!

youtube.com/shorts/U7mC0eHDayc

DUKUN

Pembacaan surah Yasin untuk orang yang telah meninggal pun tidak ada ajaran yang sah dari Nabi. Ajaran yang ada hanyalah anjuran membacakan surah Yasin kepada orang yang hendak meninggal, agar terasa olehnya betapa perpindahan hidup dari alam fana ini ke dalam alam baqa', bahwasanya yang akan menyelamatkan kita di akhirat hanyalah amalan kita semasa hidup. Namun demikian, hadits anjuran membaca surah Yasin bagi orang yang akan meninggal itu pun termasuk hadits dha'if pula, tidak boleh dijadikan hujjah buat amal. Setelah nenek-moyang kita memeluk agama Islam, belumlah hilang sama sekali kepercayaan animisme itu, sehingga berkumpul-kumpullah orang di rumah orang kematian pada hari-hari yang tersebut itu, sebagai warisan zaman purbakala, cuma diganti mantra-mantra cara lama dengan membaca Al-Qur'an, terutama surah Yasin.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

PELAKU BID'AH HALAL DARAHNYA...!!! Semua BID'AH SESAT..??!!! | Habib Geys Assegaf

youtube.com/watch?v=V7Itvqg_jOM

ME"MUDA"KAN PENGERTIAN ISLAM

Kelaki-lakian, yang termaktub di dalam sumbernya seorang Ikhwan Ibn Saud pula, yang tatkala Germanus menanya kepadanya, apakah pedang saja sudah cukup buat menolak bom dan meriam, menjawab: "Di dalam pedang ini berdiam Allah. Kalau Dia mau, maka Dia akan membinasakan kaum kafir dengan meriam-meriamnya dan bom-bomnya itu."

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

WAHABI BERHUTANG NYAWA KEPADA KAUM MUSLIMIN SAMPAI HARI INI | HILANGNYA KHILAFAH

youtube.com/watch?v=SglPM_IfCws

GERAKAN WAHABI DI INDONESIA

Musuhnya dalam kalangan Islam sendiri. Pertama ialah Kerajaan Turki. Kedua Kerajaan Syarif di Mekah. Ketiga Kerajaan Mesir.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

Kitab Rujukan Teroris Salafi-Wahabi | Ad-Durar As-Saniyah Karya Muhammad bin Abdul Wahab

youtube.com/watch?v=DlVUcIksbL0

MUHAMMAD IBNU SA'UD

Pedang dan Al-Qur'an, yakni pedang dalam tangan Amir Muhammad ibnu Sa'ud dan Al-Qur'an dalam tangan Syekh Muhammad ibnu Abdul Wahab. Mulailah Muhammad ibnu Sa'ud menyiarkan ajaran itu, membongkar Syirik dan Bid'ah di kalangan kabilah yang dipimpinnya dalam kota kecil Dar'iyah.

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

SURAT-SURAT ISLAM DARI ENDEH

Dari Ir. Soekarno
Kepada Tuan A. Hasan, Guru "Persatuan Islam" di Bandung

Selagi menggoyangkan saya punya pena menerjemahkan biografi ini, ikutlah saya punya jiwa bergetar karena kagum kepada pribadinya orang yang digambarkan. What a man! Mudah-mudahan saya mendapat taufik menyelesaikan terjemahan ini dengan cara yang bagus dan tak kecewa. Dan mudah-mudahan nanti ini buku dibaca oleh banyak orang Indonesia, agar bisa mendapat inspiration darinya. Sebab, sesungguhnya ini buku, adalah penuh dengan inspiration. Inspiration bagi kita punya bangsa yang begitu muram dan kelam-hati, inspiration bagi kaum Muslimin yang belum mengerti betul-betul artinya perkataan "Sunnah Nabi", yang mengira, bahwa Sunnah Nabi saw. itu hanya makan korma di bulan puasa dan celak mata dan surban saja! Saudara, please, tolonglah. Terima kasih lahir batin, dunia akhirat.

1) Artinya: ialah bahwa Ibn Saud itu seorang laki-laki yang melebihi semua orang Muslim zaman sekarang, seorang raksasa yang mengikuti tauladannya, Nabi Muhammad saw.

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Mengenal Syarifah Mona, Istri Baru Habib Rizieq, Mahasiswi dan Keluarga Habib, Berawal dari Mimpi

youtube.com/watch?v=kZdAUCRWd0A

ENAM PERTANYAAN DARI PONTIANAK

Tradisi mempertahankan keturunan itu sudah goyah dan ada yang telah hancur karena dinding-dinding (hijab) yang lama telah rombak. Gadis-gadis keturunan Syarifah sudah selalu dilihat di tempat umum. Mereka dilihat orang dan melihat orang.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Sinopsis Tuhan Izinkan Aku Berdosa: Dari Muslimah Taat Jadi Pelacur

marketeers.com/sinopsis-tuhan-izinkan-aku-berdosa-dari-muslimah-taat-jadi-pelacur

TERUSIR

Diberinya gelaran yang buruk kepada perempuan itu, dinamainya "sampah masyarakat", dinamainya "bunga mengandung racun", "kupu-kupu malam" dan lain-lain nama yang hina dan buruk. Padahal dia sendiri yang menyuruh mereka sesat ke dalam lembah itu. Dikutuk perempuan itu, ditimpakan segala macam kesalahan kepadanya, dikatakan dia wakil iblis, perdayaan setan, padahal laki-laki itu yang lebih iblis.

(BUYA HAMKA, TERUSIR, JT Books PLT Malaysia, 2021).

Tradisi Pingitan di Indonesia dari Berbagai Suku, Pahami!

orami.co.id/magazine/pingitan

BOLEHKAH KITA MARAH?

Cemburu mesti ada pada laki-laki, supaya nasab dan turunannya jangan rusak. Tetapi laki-laki yang mengurung istrinya sampai tak boleh mendapat cahaya matahari, adalah cemburu yang tercela. Cemburu menurut aturan, yang kalau terjadi juga pelanggaran, tidak disesalkan laki-laki bersikap keras. Kerapkali hakim-hakim tidak menghukum seorang laki-laki yang membunuh istrinya yang sedang tidur dengan laki-laki lain. Inilah sebab-sebab yang menimbulkan adat pingit, hijab atau purdah. Mengurung perempuan, sehingga tidak mendapat cahaya matahari. Padahal tidak begitu peraturan agama Islam. Pingit atau mengurung itu tidaklah perlu. Tetapi berikanlah pendidikan yang baik kepada perempuan sehingga dia dapat menjaga kehormatan dirinya.

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Orang Nekat Berhubungan Mesum saat KKN? Ternyata ada Penjelasan Psikologisnya

mojok.co/kilas/sosial/orang-nekat-berhubungan-mesum-saat-kkn-ternyata-ada-penjelasan-psikologisnya

JANGAN MENDEKATI ZINA

Termasuk juga larangan bepergian jauh perempuan (musafir) tidak diantar oleh suaminya atau mahram-nya. Orang-orang modern kerap mencemoohkan orang-orang yang mempertahankan hukum agama ini. Katanya, perempuan-perempuan terpelajar tidak usah dikungkung dengan segala haram itu. Padahal, terpelajar atau tidak terpelajar namun asal bernama perempuan, dia tetap mempunyai syahwat seks.

CINTAKAN ALLAH

Maka, adalah orang-orang yang terpacul, tercampak ke luar dari rombongan. Ada yang mengaku cinta kepada Allah, tetapi bukan bimbingan Muhammad yang hendak diturutinya, dia pun tersingkir ke tepi. Dia maghdhub, dimurkai Allah. Ada yang mencoba-coba membuat rencana sendiri, memandai-mandai, maka dia pun terlempar ke luar, dia dhallin, dia pun tersesat. Orang-orang yang semuanya telah kafir.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KAUM HAWA WAJIB NONTON!!! MENUTUP AURAT MALAH NAMBAH DOSA?! KOK BISA??

youtube.com/watch?v=KbHRmznRoHc

TIMBUL, BERKEMBANG DAN HANCURNYA SUATU UMAT

Jangan sampai peraturan Allah yang jelas dan terang dihelah-helah dan diputar-putar karena menginginkan keuntungan yang sedikit. Sebab, kalau demikian, kita pun akan disumpah Allah menjadi monyet. Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah di dalam kitabnya Ightsatul Lahfan: "Setengah daripada tipu daya Setan untuk memperdayakan orang Islam ialah helah, kecoh dan tipu ... Dan, berkata setengah Imam, bahwasanya cerita ini adalah ancaman besar bagi orang-orang yang suka menghelah-helah dalam hal yang dilarang oleh syara', mengacau-balaukan fiqih, padahal mereka bekas ahli-ahli fiqih. Karena fiqih yang sejati adalah yang takut kepada Allah, dengan memelihara batas-batas yang telah ditentukan Allah dan menghormati larangan-Nya dan tidak mau melampauinya ... yang mereka pegang bukan lagi hakikat agama, hanyalah pada kulit saja, bukan pada hakikatnya, dibalikkan Allah-lah rupa mereka menjadi monyet. Serupa perangai mereka dengan monyet padahal mereka manusia. Suatu balasan yang sangat setimpal."

SURAH AL-FAATIHAH (PEMBUKAAN)

Siapakah yang dimurkai Allah? Ialah orang yang telah diberi kepadanya petunjuk, telah diutus kepadanya rasul-rasul telah diturunkan kepadanya kitab-kitab wahyu, tetapi dia masih saja memperturutkan hawa nafsunya. Telah ditegur berkali-kali, tetapi teguran itu, tidak juga dipedulikannya. Dia merasa lebih pintar dari Allah, rasul-rasul dicemoohkannya, petunjuk Allah diletakkannya ke samping, perdayaan Setan diperturutkannya. Orang yang dimurkai ialah yang sengaja keluar dari jalan yang benar karena memperturutkan hawa nafsu, padahal dia sudah tahu. Orang yang telah sampai kepadanya kebenaran agama lalu ditolak dan ditantangnya. Dia lebih berpegang pada pusaka nenek moyang, walaupun dia telah tahu bahwa itu tidak berat. Maka, siksaan adzablah yang akan dideritanya. Adapun orang yang sesat ialah orang yang berani-berani saja membuat jalan sendiri di luar yang digariskan Allah. Tidak mengenal kebenaran atau tidak dikenalnya menurut maksudnya yang sebenarnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Wahabi Akan Diusir Jika Tetap Mengkafir-kafirkan & Membid'ah-bid'ahkan Aswaja

youtube.com/watch?v=vDXMvy6oWeg

TEGUHKAN PRIBADIMU

"... Orang-orang kafirlah yang membuat-buat atas nama Allah akan kedustaan. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang tidak berakal. Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Marilah kepada apa yang diturunkan oleh Allah dan kepada Rasul.' Mereka pun menjawab, 'Cukuplah bagi kami apa-apa yang telah kami dapati atasnya bapak-bapak kami.' Apakah walaupun bapak-bapak mereka itu tidak mengetahui sesuatu dan tidak dapat petunjuk?" (al-Maa'idah: 103-104).

Inilah ayat yang berguna untuk segala zaman. Ayat yang bukan untuk orang jahiliyyah saja, melainkan untuk memperingatkan bahwa di dalam memegang suatu peraturan agama, sekali-kali tidaklah boleh menuruti begitu saja pada apa yang diterima dari guru atau nenek moyang. Sumber agama, sebagai yang diserukan pada ayat ini sudah tegas sekali, yaitu peraturan dari Allah dan Rasul. Di luar itu, Bid'ah namanya.

PENDIRIAN YANG TEGAS

"Katakanlah, 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah karena Allah, Tuhan sarwa sekalian alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan begitulah aku diperintah ... Dan tidaklah akan menanggung seorang penanggung akan tanggungan orang lain. Kemudian kepada Tuhan kamulah tempat kamu kembali. Maka Dialah yang akan memberitakan kepada kamu tentang apa yang telah pernah kamu perselisihkan.'" (al-An'aam: 162-164).

Dengan ayat ini, terutama yang menerangkan bahwa seorang tidak akan menanggung beban tanggungan orang lain, dapatlah dipahamkan, memberikan hadiah pahala bacaan al-Faatihah atau surah Yaasiin dan sebagainya untuk orang yang telah mati, menjadi percuma, tidak ada gunanya. Apalagi Salafush Shalihin pun tidak pula meninggalkan contoh yang dapat ditiru dalam amalan seperti ini. Sekarang kebiasaan tambahan itu telah merata di mana-mana. Dan kalau dicari dari mana asal mulanya menurut ilmiah, sebagaimana tuntutan kepada orang Quraisy tentang binatang larangan dan ladang larangan pada ayat 143 dan 144 di atas tadi, akan payah pula orang mencari dasarnya. Sunnah dan teladan dari Rasulullah saw. hanyalah mendoakan kepada Allah, semoga Muslimin dan Muslimat, yang hidup atau yang mati diberi rahmat, karunia dan kelapangan oleh Allah. Berdoa demikian memang berpahala dan pahalanya itu adalah untuk yang berdoa. Adapun doa itu dikabulkan atau tidak oleh Allah, terserah kepada Allah sendiri. Ini sangat jauh bedanya dengan membaca surah Yaasiin, lalu dapat pahala dan pahala itu dikirim kepada si mati, untuknya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kapolda Papua bersyahadat "buat Wahabi hati-hati jangan sembarang membid'ahkan Mualaf"

youtube.com/shorts/QnAPW00xq7Y

TAMBAHAN

Saya pernah mendapat surat teguran dua kali dari peminat Panjimas yang menyatakan kurang senang karena di dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan saya selalu membawa qaulul ulama. Sebagai ulama modern, katanya, Abuya harus tegas, langsung kepada Al-Qur'an dan Hadits saja. Dengan ini saya menyatakan bahwa kalau ada orang yang bertanya kepada saya mengenai persoalan agama dan meminta jawaban tegas dari saya, tandanya ia percaya bahwa saya seorang ulama tempat bertanya. Apa yang saya fatwakan akan diikutinya, yaitu fatwa saya yang berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits itu. Oleh karena itu, heranlah dengan "modernnya" orang zaman sekarang tentang agama. Dia percaya keterangan langsung dari HAMKA tentang Al-Qur'an dan Hadits, yang masanya sudah 14 abad jaraknya dengan Nabi, tetapi ia tidak mau terima jika diterangkan pendapat Imam Syafi'i, Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Ahmad bin Hanbal, dan lain-lain yang telah sepakat seluruh isi dunia menerima dan mempertimbangkan pendapat-pendapat beliau itu, sehingga beliau disebut "imam-imam madzhab". Memang tidak kenal maka tidak cinta, sehingga karena diajar guru jangan taklid kepada ulama, mendengar pendapat ulama-ulama itu pun tidak mau, dengan tidak disadari mereka taklid kepada ulama yang melarangnya itu.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Ketua Umum PBNU Sambut Baik Rencana Kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia

youtube.com/watch?v=m7q4M8I3RSU

SAMBUTAN SEBAGAI KETUA MAJELIS ULAMA INDONESIA 27 JULI 1975

Tidak Saudara! Ulama sejati tidaklah dapat dibeli, sebab sayang sekali ulama telah lama terjual, pembelinya ialah Allah, "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang yang beriman harta bendanya dan jiwa raganya dan akan dibayar dengan surga." Di sekeliling dirinya telah ditempelkan kertas putih bertuliskan: "Telah Terjual". Barang yang telah terjual, tidak dapat dijual dua kali.

(Rusydi Hamka, PRIBADI DAN MARTABAT BUYA HAMKA, Penerbit Noura, Cet.I, 2017).

Fenomena Islam KTP!

hariantemanggung.com/2021/04/fenomena-islam-ktp.html

MUBAHALAH

"Katakanlah, 'Wahai, Ahlul Kitab! Marilah kemari kepada kalimat yang sama di antara kami dan di antara kamu, yaitu bahwa janganlah kita menyembah melainkan kepada Allah dan jangan kita menyekutukan sesuatu dengan Dia dan jangan menjadikan sebagian dari kita akan sebagian menjadi Tuhan-Tuhan selain dari Allah.' Maka jika mereka berpaling, hendaklah kamu katakan, 'Saksikanlah olehmu bahwasanya kami ini adalah orang-orang yang Islam.'" (Aali 'Imraan: 64).

Kemudian diterangkan pula, janganlah hendaknya kita menjadikan sebagian dari kita menjadi Tuhan-Tuhan pula selain dari Allah, yaitu meskipun tidak diakui dengan mulut bahwa mereka yang lain itu adalah Tuhan, tetapi kalau perintahnya atau ketentuannya telah disamakan dengan ketentuan dan perintah Allah Yang Tunggal, samalah itu dengan menuhankan. Akan tetapi, karena zaman beredar juga dan waktu berjalan, haruslah kita umat Muslimin mengakui bahwa kadang-kadang kita dengan tidak sadar telah terlampau dipantang pula. Ada orang yang lebih mengutamakan kata ulama dari Kata Allah, sehingga satu waktu Al-Qur'an tidak lagi buat dipahamkan dan buat digali sumbernya, melainkan buat dibaca-baca saja, sedangkan dalam hal hukum halal dan haram, taklid saja kepada ulama. Lama-lama orang yang mengajak kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah Rasul menjadi celaan orang. Kita harus berani mengikut Rasulullah, berani berhadapan dengan pemeluk agama lain, dengan mengadakan mubahalah. Akan tetapi, keberanian ini tidak akan ada kalau kita tidak mengerti agama kita sendiri.

SESAT DAN BINGUNG

"Dan mereka sembah yang selain dari Allah, sesuatu yang tidak akan memudharatkan mereka dan tidak akan memanfaatkan dan mereka katakan: 'Mereka itu adalah pembela-pembela kami pada sisi Allah.' Katakanlah: 'Apakah kamu akan menerangkan kepada Allah, sesuatu yang tidak diketahui-Nya di semua langit dan tidak di bumi?' Maha Suci Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan itu." (Yuunus: 18).

"Selamat sejahtera bagi kamu, wahai ahli kampung-kampung ini dan orang-orang yang beriman. Dan kami pun, in syaa Allah, akan menyusuli kamu. Kami mohonkan kepada Allah, untuk kami dan untuk kamu 'afiat." Sederhana sekali doa yang diajarkan Rasul saw. bila ziarah ke kuburan, walaupun kuburan kaum Muslimin yang biasa ataupun kuburan ulama besar. Pengakuan bahwa kita pun akan menuruti mereka pula, bila datang masanya. Dan kita mohon supaya kita dan mereka sama-sama diberi 'afiat. 'Afiat, terlepas dari bahaya menurut alamnya masing-masing. Malahan ziarah pada kuburan Rasulullah saw. dan Abu Bakar dan Umar di Madinah sendiri pun tidak ada suatu doa yang ma'tsur yang menyuruh kita meminta-minta apa kepada Allah dengan perantaraan beliau-beliau. Sedangkan membaca al-Faatihah, lalu pahala membaca itu dihadiahkan kepada si mati, pun tidak ada dianjurkan oleh Rasulullah saw., apatah lagi kata-kata lain, selain dari doa yang beliau ajarkan ini.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Benarkah Ziarah Kubur Musyrik??? | WAHABI SALAFI KETERLALUAN!!! | KH. Luthfi Bashori

youtube.com/watch?v=rtzjlVsTXCo

KEMURKAAN-KU DAN KEMURKAANMU!

"Demikianlah kamu karena apabila diseru Allah sendiri saja, kamu kafir. Dan jika Dia dipersekutukan, kamu pun beriman. Maka keputusan hukum adalah pada Allah Yang Maha Tinggi, Maha Besar." (al-Mu'min: 12).

Jika dikatakan bahwa Allah itu adalah Esa, berdiri sendiri-Nya, tunggal, tiada bersekutu yang lain dengan Dia, kamu tolak seruan itu mentah-mentah, kamu musuhi orang yang menyerukan demikian, kamu tuduh gila lagi, bahkan hendak kamu bunuh, bahkan hendak kamu usir dari kampung halamannya. Lantaran itu maka jelaslah bahwa dosa ini bukan sembarang dosa. Yang kamu tolak dan kamu tidak mau percaya itu ialah pokok aqidah yang diserukan, yaitu Tauhid.

JANJI AHLI-AHLI PENGETAHUAN

"... Alangkah jahat tukaran yang mereka terima itu." (Aali 'Imraan: 187).

Teringatlah kita bila merenungkan ujung ayat ini kepada perkataan tabi'in yang besar, yaitu Qatadah. Beliau berkata, "Inilah perjanjian yang telah diambil Allah dengan ahli-ahli ilmu. Maka, barangsiapa mengetahui sesuatu ilmu, hendaklah diajarkannya kepada manusia. Sekali-kali jangan disembunyikannya ilmu itu, karena menyembunyikan ilmu adalah suatu kebinasaan."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

War Takjil Lintas Agama Selama Ramadan Kuatkan Nilai Keberagaman

youtube.com/watch?v=G54HKrlvT1s

QANA'AH SEBAB KEBAHAGIAAN UMAT DAHULU

Ketika pengajaran ini dipakai oleh balatentara "Ikhwan" dari Raja Ibnu Saud, dalam 20 tahun saja dapatlah mereka mengambil sebagian besar tanah Arab. Bagi mereka tiga butir buah korma buat sehari, cukuplah. Pada hari ini, baik tentara-tentara yang maju sekalipun, bukan ini lagi dasar kemiliterannya, tetapi pada kebanyakan senjata. Bagaimana kalau dasar itu dipakai oleh tentara-tentara kerajaan Islam, ditambah lagi dengan kekuatan persenjataan, tidakkah akan atas dari segala-galanya?

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

SALAFI WAHABI = TERORIS!! DENSUS88 WASPADA!!

youtube.com/watch?v=CwsjlGbGPxQ

ME"MUDA"KAN PENGERTIAN ISLAM

Murni dan asli sebagai hawa padang pasir, begitulah Islam musti menjadi. Dan bukan murni dan asli saja! Udara padang-pasir juga angker. Juga kering, juga tak kenal ampun, juga membakar, juga tak kenal puisi. Tidakkah Wahabisme begitu juga? Ia pun angker, tak mau mengetahui kompromi dan rekonsiliasi. Ia pun tak kenal ampun, leher manusia ia tebang kalau leher itu memikul kepala yang otaknya penuh dengan pikiran bid'ah dan kemusyrikan dan kemaksiatan.

SUKARNO

ISLAM SONTOLOYO,
SEBUAH OTOKRITIK YANG RELEVAN

Oleh: Edi AH Iyubenu

Tak usah memerah wajah dan mendidih hati bila dari perspektif Soekarno ini, ada sebagian gaya dan perilaku keislaman kita hari ini yang masih berkarakter sontoloyo ternyata. Cukup renungkan, renungkan, dan renungkan....

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

INDONESIA BUKAN NEGERI PARA KAUM WAHABI - 78TH INDONESIA MERDEKA!!!

youtube.com/watch?v=FT_G19ZbiX0

GEMA PEKIK ZIKRULLAH

"Zikir dengan suara keras sebagai penimbul semangat dalam hebatnya pertempuran perang, barangkali tidak terlarang dalam agama, meskipun dalam ayat-ayat yang lain terdapat larangan berzikir keras di luar perang," papar HAMKA. Ayat-ayat yang dimaksud, misalnya saja, al-A'raf (7) ayat 205 dan Maryam (19) ayat 3.

(Yusuf Maulana, Buya HAMKA Ulama Umat Teladan Rakyat, Penerbit Pro-U Media, 2018).

16 Hal-Hal yang Membatalkan Puasa dan Merusak Pahala, Jauhi!

orami.co.id/magazine/hal-hal-yang-membatalkan-puasa

AMAL YANG PERCUMA

Banyak kelihatan orang berbuat baik padahal dia tidak beriman. Jangankan orang lain, sedangkan Nabi Muhammad saw. sendiri pun ataupun nabi-nabi dan rasul yang sebelumnya, jika dia menyerikatkan Allah dengan yang lain, amalnya pun tertolak dan percuma juga.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

BAHAYA BICARA AGAMA TANPA ILMU

Syeikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baaz rohimahulloh berkata: "Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara terbesar yang diharamkan oleh Allah, bahkan hal itu disebutkan lebih tinggi daripada kedudukan syirik. Karena di dalam ayat tersebut Alloh mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi ..."

muslim.or.id/6442-bahaya-bicara-agama-tanpa-ilmu.html

KESIMPULAN

Sayyid Quthb akhirnya percaya bahwa kehidupan Islami sejati dan murni "sudah lama berakhir di seluruh dunia dan bahwa [keberadaan] Islam itu sendiri telah berhenti." Hamka jauh lebih positif, yang dia lihat di Indonesia adalah tumbuhnya komunitas umat lslam yang taat dan cerdas.

(James R. Rush, ADICERITA HAMKA: Visi Islam Sang Penulis Besar untuk Indonesia Modern, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Cet.1, 2017).

Walaupun Hidup 1000 Tahun Kalau Tidak Sholat Apa Gunanya? | Ustadz Abdul Somad

youtube.com/watch?v=5r7TZmxN6ms

KITAB TAUHID

Tauhid adalah yang harus didakwahkan pertama kali sebelum mendakwahkan kewajiban yang lain termasuk shalat.

(MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB, KITAB TAUHID).

Prabowo: Ilmu Islam Saya Kurang, tapi...

news.detik.com/berita/d-4137520/prabowo-ilmu-islam-saya-kurang-tapi

TIGA ULAMA PULANG DARI MEKAH

Kaum Wahabi memiliki ajaran agama yang keras, yaitu supaya umat Islam kembali pada ajaran Tauhid yang asli (murni) dari Rasulullah saw. Mereka (kaum Wahabi) berkeyakinan bahwa umat Islam sudah menyimpang terlalu jauh dari ajaran agama. Mereka melarang keras membesar-besarkan kuburan orang yang dipandang keramat. Mereka membatalkan beberapa amal yang telah berubah dari pokok ajaran Nabi saw.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Wujud Qidam Baqa' (Sifat Wajib ALLAH) - Nussa, Rarra, Fizi & Ehsan

youtube.com/watch?v=9CxqZWk7FhU

HAMKA BERBICARA TENTANG RUKUN IMAN

Beberapa tahun yang telah lalu (1938) Tuan Syekh Mahmoud Khayath di Medan mengeluarkan fatwa bahwasanya mengaji Sifat 20 adalah Bid'ah saja, tidak berasal dari agama dan tidak dikerjakan orang di zaman nabi dan sahabatnya dan ulama-ulama Salaf.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

Upin & Ipin Iqra' - Niat Solat 5 Waktu

youtube.com/watch?v=G4ZdBk6wm5o

ULAMA-ULAMA YANG MENENTANGNYA

Syekh Sa'ad Mungka dipandang sebagai pelopor dari pihak tua, mempertahankan pendirian yang telah diguncangkan oleh orang-orang yang "sesat", yaitu Syekh Ahmad Khatib dengan para pengikutnya, terutama Haji Rasul (Haji Abdul Karim Amrullah). Pertentangan ini baru kembali setelah ayahku menyatakan pula pendirian dan pendapatnya bahwa mengucapkan niat (talaffuzh atau ushalli) tidak berasal dari syari'at Nabi saw., tidak diperbuat oleh Nabi saw., sahabat-sahabat Nabi saw., ataupun ulama-ulama ikutan kita yang berempat (empat imam madzhab).

NIKAH SI KANI

Disinilah rahasia pertanggungjawaban seorang yang berani mengeluarkan fatwa (mufti) atau menjatuhkan hukum (hakim). Kemudian, beliau menyambung pula, "Kalian, ulama-ulama muda, haruslah berhati-hati, dalam masalah-masalah yang mengenai ushalli, talkin atau qunut, kalian boleh berkeruk arang (Berkeruk arang dalam bahasa Minangkabau bermakna berbesar mulut). Namun, yang berkenaan dengan fatwa terhadap susunan masyarakat, kalian harus hati-hati, karena banyak, malahan sebagian besar hukum agama itu, bertali-tali dengan kekuasaan."

PERTOLONGAN TUHAN

Beliau tidak segan memberikan nasihat yang terus terang kepada orang yang disangkanya mau menjunjung tinggi nasihatnya. Ketika diundang makan di rumah Bung Karno, di Pegangsaan Timur, dengan terus terang beliau memberikan nasihat kepada Bung Karno, "Janganlah terlalu mewah, Karno! Kalau hidup pemimpin terlalu mewah, segan rakyat mendekati."

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

SEJARAH PENGKHIANATAN WAHABI SALAFI KEPADA NEGARA INDONESIA

youtube.com/watch?v=1lEFMHXzYfA

GERAKAN WAHABI DI INDONESIA

Ir. Dr. Sukarno dalam surat-suratnya dari Endeh kelihatan bahwa pahamnya dalam agama Islam adalah banyak mengandung anasir Wahabi.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

Ziarah ke Makam Pencetus Nama NU, Anies Baswedan Baca Tahlil dan Pimpin Doa di Surabaya

suryamalang.tribunnews.com/2023/03/18/ziarah-ke-makam-pencetus-nama-nu-anies-baswedan-baca-tahlil-dan-pimpin-doa-di-surabaya

TIDAK PERCAYA BAHWA MIRZA GULAM AHMAD ADALAH NABI

Islam adalah satu agama yang luas yang menuju kepada persatuan manusia. Agama Islam hanya bisa kita pelajari sedalam-dalamnya, kalau kita bisa membukakan semua pintu-pintu budi akal kita bagi semua pikiran-pikiran yang berhubungan kepadanya dan yang harus kita saring dengan saringan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Jikalau benar-benar kita saring kita punya keagamaan itu dengan saringan pusaka ini dan tidak dengan saringan lain, walaupun dari Imam mana pun juga, maka dapatlah kita satu Islam yang tidak berkotoran bid'ah, yang tak bersifat takhayul sedikit jua pun, yang tiada keramat-keramatan, yang tiada kolot dan mesum, yang bukan 'hadramautisme', yang selamanya up to date, yang rationeel, yang mahagampang, yang cinta kemajuan dan kecerdasan, yang luas dan broadminded, yang hidup, yang levend.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Psikolog UI Teliti Penyebab Diamnya Mahasiswa yang Jadi Saksi Kecurangan Akademik

ui.ac.id/psikolog-ui-teliti-penyebab-diamnya-mahasiswa-yang-jadi-saksi-kecurangan-akademik

MENCARI LELAKI PEMBELA PEREMPUAN

Dalam menerangkan ghirah dan siri, Hamka memberikan contoh seorang lelaki yang membunuh lelaki lain karena telah mengganggu saudara perempuannya. Natijahnya, lelaki tersebut dihukum penjara bertahun-tahun lamanya. Namun begitu, tiadalah penyesalan dalam diri lelaki itu. Sebaliknya dia berbangga karena telah mempertahankan ghirah dan siri-nya. Baginya, dipenjara karena hal tersebut adalah lebih baik daripada hidup bebas dalam keadaan hina karena membiarkan orang lain memijak harga diri dan kehormatan keluarganya. Ini sekadar contoh untuk menunjukkan maksud ghirah dan siri. Mempertahankan sesuatu bukanlah bermaksud perlu menumpahkan darah. Namun begitu, kehilangan kedua-dua sifat ini terutama dalam hal perempuan dan agama boleh menyebabkan masalah yang parah. Kesan kehilangan ghirah dan siri dapat dilihat dalam dua perkara yaitu penularan masalah sosial dan meningkatnya feminisme.

(Seruan Lelaki Budiman - Inspirasi Hamka, Jejak Tarbiah Publication, 2018).

HANCURNYA ETIKA DAN MORAL BANGSA DI MATA SEORANG IBU

youtube.com/watch?v=lk3buN8StrM

TANGGUNGAN NEGARA, MASYARAKAT DAN RUMAH TANGGA

Mula-mula kaum perempuan meminta hak yang lebih luas. Jangan mereka hanya ditentukan untuk ke dapur dan menyusukan anak saja. Lama-lama mereka pun meminta hak yang lebih luas daripada itu. Mereka meminta pula supaya mereka pun turut memikirkan dan membicarakan urusan-urusan negara. Mereka meminta supaya diberi hak memilih dan dipilih. Kemudian mereka meminta lagi hak yang lebih dari itu. Mereka meminta hak pula buat turut masuk ke dalam kantor, meminta hak pula buat berjualan dalam toko. Lebih jauh, mereka pun meminta hak pula supaya bebas keluar dari dalam rumahnya sebebas laki-laki. Maka tidaklah ada perbedaan lagi, mana batas hak laki-laki dan mana batas hak perempuan. Bahkan kadang-kadang laki-lakilah yang perlu menjadi khadam, dari pada kaum yang katanya "kaum lemah" itu, padahal dengan tikaman sudut matanya saja, dia dapat menaklukkan sekuat-kuat laki-laki.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM Jilid 3, Republika Penerbit, Cet.1, 2018).

KH. Ahmad Dahlan Tidak Mempersoalkan Tahlilan | Ust. Adi Hidayat

youtube.com/watch?v=cLTAnqFsCwc

AGAMA ISLAM DAN ADAT

Pada zaman dahulu, biasanya kalau ada kematian diadakan kenduri. Penyelidikan lebih mendalam terhadap agama menyatakan bahwa kenduri karena kematian adalah haram hukumnya.

PESANNYA KEPADA MUHAMMADIYAH

Hanya satu yang akan Ayah sampaikan kepada Pengurus Besar Muhammadiyah, tetaplah menegakkan Islam! Berpeganglah teguh dengan Al-Qur'an dan Sunnah! Selama Muhammadiyah masih berpegang dengan keduanya, selama itu pula Ayah akan menjadi pembelanya. Namun, kalau sekiranya Muhammadiyah telah menyia-nyiakan itu dan hanya mengemukakan pendapat pikiran manusia, Ayah akan melawan Muhammadiyah biar sampai bercerai bangkai burukku ini dengan nyawaku!

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

USTADZ FELIX SIAUW "USTADZ ADI HIDAYAT ITU MEREPOTKAN"

youtube.com/shorts/sVJwybkvUaU

GERAK ILHAM

Pada akhir bulan November 1940 M, aku masih sempat menziarahinya (Haji Abdul Karim Amrullah) ke Sungai Batang. Wajahnya kelihatan muram. Dalam beberapa tabligh, beliau berfatwa dengan hati sedih, "Sejak mudaku, aku memberikan fatwa kepada Tuan-Tuan sampai uban telah tumbuh di kepalaku. Namun, Tuan-Tuan masih juga liar dari agama. Pemuda-pemuda masih banyak yang melalaikan agama. Perempuan telah banyak pula kembali mendurhakai suaminya. Adat jahiliyah masih ditimbul-timbulkan. Kalau aku tidak ada lagi di nagari ini, barulah nanti Tuan-Tuan tahu siapa sebenarnya aku ini. Waktu itulah, Tuan-Tuan akan meratapi kehilangan aku pada hari yang tidak ada faedah meratap lagi." Pada waktu itulah, beliau berpesan kepada Muhammadiyah, dengan perantaraanku (Hamka), yang mesti aku sampaikan sendiri kepada K.H. Mas Mansur, "Supaya Muhammadiyah tetap menegakkan Al-Qur'an dan Hadits. Jika Muhammadiyah masih tetap menegakkan itu, aku akan tetap membela sampai mati. Namun, jika Muhammadiyah telah mempergunakan ra'yi sendiri dalam hal agama, mulailah aku akan menjadi lawannya pula sampai mati."

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Inilah 5 Artis Cantik Pilih Berhijab di Puncak Karier, Tak Takut Diancam Sepi Job!!

youtube.com/watch?v=1aTFo3YUwU4

SHALAT DAN KHUTBAH HARI RAYA
PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK PERGI KE MASJID

Dengan segala kerendahan hati, saya nyatakan bahwa almarhum guru dan ayah saya, Dr. Syaikh Abdul Karim Amrullah pernah mengeluarkan pendapat bahwa perempuan tidak usah ikut serta shalat ke tanah lapang. Beliau beralasan berdasarkan pernyataan Aisyah, bahwa jika Nabi masih hidup niscaya akan dicegahnyalah perempuan pergi shalat ke tanah lapang melihat bagaimana banyak berubahnya perangai perempuan sekarang. Ibnu Quddamah berkata di dalam al-Mughni, "Sunnah Rasulullah saw. tetap berlaku, tetapi peringatan Aisyah itu hanya peringatan untuk perempuan yang berlaku demikian." Melihat perkembangan zaman, di mana kaum perempuan sudah teramat bebas, sebaiknya dibebaskan juga mereka mengerjakan ibadah ke tempat umum agar mereka juga turut mendengarkan ajaran-ajaran agama.

(Buya HAMKA, Tuntunan Puasa, Tarawih dan Shalat Idul Fitri, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

APAKAH KARENA KUTUKAN ALLAH?

(Dikutip dari isi Editorial, situs eramuslim.com. Publikasi 7 Oktober 2010).

Dengan cara apa menyikapi semua kejadian dan peristiwa yang ada di Indonesia? Apakah semua peristiwa ini bagian dari kehidupan semata? Apakah semua peristiwa ada faktor penyebabnya, karena faktor manusia? Mengapa peristiwa demi peristiwa terus berlangsung, dan semuanya menyisakan kesedihan, kecemasan, kerisauan, dan ketidakpastian masa depan? Adakah ini sebagai pertanda bahwa bangsa ini mendapatkan kutukan dari Allah? Selama pemerintahan SBY tidak pernah henti peristiwa-peristiwa yang mempunyai dampak luar biasa bagi kehidupan bangsa. Diawali dengan peristiwa yang sangat dahsyat, dan peristiwa itu, tak lama setelah SBY dilantik menjadi Presiden di tahun 2004, yaitu terjadinya tsunami. Peristiwa yang meluluhlantakan Banda Aceh itu, berlangsung di akhir tahun, Desember 2004, saat orang-orang Kristen merayakan Natal dan menjelang tahun baru Masehi. Inilah mula tragedi.

(AM Waskito, REPUBLIK BOHONG: Hikayat Bangsa yang Senang Ditipu, Penerbit PUSTAKA AL-KAUTSAR, Cet.1, 2011).

BAHAYA SALAFI WAHABI: TERNYATA MAZHAB WAHABI MENGANGGAP UMAT TELAH SYIRIK SEJAK 600 TAHUN LALU

youtube.com/watch?v=P7x1nkgkGks

MENUHANKAN GURU

"Telah mereka ambil guru-guru mereka dan pendeta-pendeta mereka menjadi Tuhan-Tuhan selain Allah dan (juga) al-Masih anak Maryam, padahal tidaklah mereka diperintah, melainkan supaya menyembah kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa tidak ada Tuhan melainkan Dia. Maha Suci Dia dari apa yang mereka persekutukan itu." (at-Taubah: 31).

Imam ar-Razi dalam tafsir beliau Mafatihul Ghaib, "Kebanyakan ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Arbab (Tuhan-Tuhan) terhadap pendeta itu bukanlah bahwa mereka berkepercayaan bahwa pendeta yang menjadikan alam ini, tetapi bahwa mereka patuhi segala perintah dan larangan mereka!" Inilah perkataan ar-Razi, yang mengarang tafsirnya pada abad-abad pertengahan dalam Islam. Beliau menegaskan bahwa penyakit-penyakit kepercayaan Yahudi dan Nasrani itu telah berjumpa pula dalam kalangan Islam. Lebih mementingkan kata ulama daripada Kata Allah dan Rasul saw. Taklid dalam soal-soal fiqih sehingga tidak mau lagi meninjau pikiran yang baru, sehingga agama menjadi membeku. Sehingga timbullah pertengkaran dan pertentangan dan sampai kepada permusuhan di antara muqallid suatu madzhab dengan muqallid madzhab yang lain. Kadang-kadang sampai memusuhi orang yang berlain madzhab sama dengan memusuhi orang yang berlain agama. Gejala mendewa-dewakan guru, baik di waktu hidupnya maupun sesudah matinya. Di dalam kalangan Islam, tumbuhlah pemujian yang berlebih-lebihan kepada guru-guru yang dikeramatkan, dan setelah si guru mati, kuburnya pun mulai dikeramatkan pula, yaitu diberhalakan. Mereka tidak akan mau mengaku bahwa mereka telah mempertuhan guru, sebagai juga orang Yahudi dan Nasrani tidak juga akan mengaku bahwa guru-guru dan pendeta yang mereka puja-puja itu tidak juga diakui sebagai Tuhan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Banser Perangkap Iblis! Wahabi Plin-Plan! Anti Bid'ah, Tapi Pendapat Ahli Bid'ah diambil!

youtube.com/watch?v=35H99KmGurg

ISLAM DAN KEMAJUAN

Karena kemajuan tidak akan tercapai dengan tiada ilmu, maka beratus ayat Al-Qur'an dan beratus hadits menyerukan menuntut ilmu. Apa saja macamnya, ilmu dunia dan akhirat, ilmu agama dan kemajuan, ilmu alam, ilmu bintang, ilmu membuat kapal, membuat mesin, membuat kapal udara, membuat roket angkasa luar, membuat radio, membuat televisi, membuat listrik, memperbarui model alat perang dan seterusnya. Semuanya disindirkan di dalam Al-Qur'an, bukan dilarang. Bukanlah orang Islam hanya disuruh menuntut istinjak, rukun bersuci, ilmu hadits, ilmu fiqih dan sebagainya saja. Doa seindah-indahnya di dalam Al-Qur'an dalam perkara menuntut ilmu ialah: "Katakanlah, Ya Allah, tambahilah aku ilmu," (QS. Thaha: 201: 114).

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Pidato Mengerikan Muhammad Bin Salman Pangeran Kerajaan Wahabi Yang Liberal

youtube.com/watch?v=pxJnqYsT_1E

MASYARAKAT ONTA DAN MASYARAKAT KAPAL UDARA

Dengan satu kali perintah saja yang keluar dari mulutnya yang Mulia itu, menjadilah menyala-nyala berkobar-kobar menyinari seluruh dunia Arab. "Pasir di padang-padang pasir Arabia yang terik dan luas itu, yang beribu-ribu tahun diam dan seakan-akan mati, pasir itu sekonyong-konyong menjadilah ledakan mesiu yang meledak, yang kilatan ledakannya menyinari seluruh dunia," -- begitulah perkataan pujangga Eropa Timur Thomas Carlyle saat membicarakan Muhammad. Ya, pasir yang mati menjadi mesiu yang hidup, mesiu yang dapat meledak. Tetapi mesiu ini bukanlah mesiu untuk membinasakan dan menghancurkan saja, tidak untuk meleburkan saja perlawanannya orang yang kendati diperingatkan berulang-ulang, sengaja masih mendurhaka kepada Allah dan mau membinasakan agama Allah. Mesiu ini jugalah mesiu yang boleh dipakai untuk mengadakan, mesiu yang boleh dipakai untuk scheppend-werk, sebagai dinamit di zaman sekarang bukan saja boleh dipakai untuk musuh, tetapi juga untuk membuat jalan biasa, jalan kereta api, jalan irigasi, jalannya keselamatan dan kemakmuran. Mesiu ini bukanlah saja mesiu perang tetapi juga mesiu kesejahteraan.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Wahabi Itu Ajaran Sesat - Wajib Hukumnya Perangi Wahabi Pahalanya Sangat Besarrr..!!?

youtube.com/shorts/mf0DZHbhAeY

ME"MUDA"KAN PENGERTIAN ISLAM

Panta rei -- segala sesuatu mengalir. Dapatkah aliran sungai kita bendung? Pembaca, meski seratus ideologi yang begitu keras sebagaimana ideologi Wahabisme pun, tak akan kuasa membendung aliran air sungai yang bernama zaman itu. Tembok beton dan besi yang bagaimanapun, akan pecahlah karena kekuatan air ideologi baru yang mengebah itu. Siapa yang memasang bendungan di sungai zaman, ia adalah orang yang sangat dungu. Orang bijaksana tidak membendung, orang bijaksana menerima dan mengatur. Ibn Saud termasyhur sebagai panglima perang, sebagai prajurit dan pejuang. Tetapi ia termasyhur pula sebagai ahli tata negara. Dapatkah ia selalu mengerjakan kebijakan ahli tata negara terhadap desakannya zaman itu? Sejarah akan membuktikan kelak.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Buya Hamka Tak Dendam Meski Difitnah Keji, Disiksa Dan Dipenjarakan Soekarno

youtube.com/watch?v=2L2sXjcFvL8

REAKSI

Dibatalkan kenduri, padahal pencaharian beliau dari kenduri itu. Dibatalkan fidyah sembahyang, betapa berkurang pendapatan karena itu. Oleh karena itu, ditariklah hati rakyat awam dan ditentanglah kawan sendiri yang sepaham, yang artinya sama dengan menentang pendirian diri sendiri. Karena celaan, makian, cercaan dan tuduhan bahwa mereka "durhaka" kepada guru, ulama-ulama muda ini bukanlah bertambah mundur, melainkan bertambah merangsang hati mereka. Ketika mereka dituduh kafir karena telah memfatwakan bahwa cepiau, pantalon dan dasi tidaklah menyerupai orang kafir, timbullah kenekatan mereka. Dalam waktu sebentar saja, dengan pantalon, dasi dan cepiau (topi Panama). Bertahun-tahun lamanya, Syekh Abdullah Ahmad dan Syekh Abdul Karim Amrullah memakai dasi dan pantalon dan memakai tarbus di kepala mereka, bahkan kadang-kadang cepiau. Mau apa? Siapa mau menantang? Siapa mau mengaji? Syekh Jambek luar biasa pula, beliau membeli sepeda motor. Kemudian, beliau menukar sepeda motor itu dengan mobil dan beliau kemudikan sendiri. Di bahu beliau tersandang bedil untuk berburu. Mau apa? Siapa mau melawan? Siapa mau berdebat?

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

MENJAWAB GOLONGAN WAHABI YANG MENTAUHIDKAN ORANG KAFIR MUSYRIK DAN MENGKAFIRKAN AHLI TAUHID

youtube.com/watch?v=Dj7IVM5f50U

IBRAHIM MENGHANCURKAN BERHALA

Kita melihat di dalam Al-Qur'an beberapa kali cerita tentang pekerjaan penting dikerjakan oleh anak muda. Demikian pentingnya darah muda, sehingga Ibnu Abbas pernah berkata, "Tidaklah Allah mengutus seorang nabi melainkan anak muda. Dan seorang yang alim tidak pula diberi Allah ilmu, melainkan di waktu muda." Lalu beliau baca ayat 60 surah al-Anbiyaa' ini sebagai alasan.

SURAH AL-FAATIHAH (PEMBUKAAN)

Dalam Al-Qur'an, banyak bertemu ayat-ayat yang menerangkan jika Nabi Muhammad saw. bertanya kepada kaum musyrikin penyembah berhala itu, siapa yang menjadikan semuanya ini, pasti mereka akan menjawab, "Allah-lah yang menciptakan semuanya!" Tentang Uluhiyah mereka telah bertauhid, hanya tentang Rububiyah yang mereka masih musyrik. Maka, dibangkitkanlah kesadaran mereka oleh Rasul saw. supaya bertauhid yang penuh.

TAUHID

Barangsiapa mempersekutukan-Nya dengan yang lain, akan tercelalah dia dengan terhina. Pengakuan bahwa hanya satu Tuhan, tiada berserikat dan bersekutu dengan yang lain, itulah yang dinamai Tauhid Rububiyah. Oleh sebab itu, cara beribadat kepada Allah, Allah itu sendirilah yang menentukan. Maka tidak pulalah sah ibadat kepada Allah yang hanya dikarang-karang sendiri. Untuk menunjukkan peribadatan kepada Allah Yang Maha Esa itulah, Dia mengutus rasul-rasul-Nya. Menyembah, beribadah dan memuji kepada Maha Esa itulah yang dinamai Tauhid Uluhiyah. Itulah pegangan pertama dalam hidup Muslim.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Najwa Shihab: "Islam Tidak Mewajibkan Wanita Untuk Berjilbab"

ayojalanterus.com/2021/05/najwa-shihab-islam-tidak-mewajibkan.html

DI DALAM SHALAT

Seorang perempuan shalat, tidaklah diterima Allah shalatnya kalau ia tidak memakai khimar. Khimar adalah selendang yang dapat menutup kepala. Oleh ahli-ahli agama di tanah air kita ini (baik di Sumatera maupun di tanah Melayu atau di tanah Jawa) dibuatlah pakaian untuk shalat perempuan. Itulah yang dinamakan Mukenah, dari bahasa Arab, Muqniah. Dinamakan juga telekung atau tekuluk.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Raja Wahabi Bajingan Arab Konser Shakira - Disaat Palestina dibantai Zionis

youtube.com/watch?v=rkQnx2x81Lc

MUHAMMAD ALI PASYA

Mereka merasa amat hina bertuankan Muhammad Ali Pasya yang dipandang kafir menurut pengajaran guru Abdullah, Muhammad ibnu Abdul Wahab. Abdullah ibnu Sa'ud dijatuhkan hukuman untuk dibunuh, dipotong kepalanya, dan digantungkan di pintu Kota Istambul. Ia dituduh seorang perusak agama yang paling besar. Semenjak kejadian itu hingga 100 tahun kemudian hilanglah kebesaran kaum Wahabi sampai munculnya Abdul Aziz ibnu Sa'ud mendirikan kerajaan itu kembali dan melanjutkan kembali cita-cita nenek moyangnya, yaitu mempersatukan Tanah Arab dan membersihkannya dari kekotoran syirik.

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

ISLAM UNTUK INDONESIA

Di Konstituante, Hamka mengecam Demokrasi Terpimpin sebagai "totalitarianisme" dan menyebut Dewan Nasional Sukarno sebagai "partai negara". Semua upaya Hamka di Konstituante akhirnya sia-sia. Pada Juli 1958, dalam manuver menit terakhir untuk memecah kebuntuan Konstituante, Kepala Staf Angkatan Darat, Abdul Haris Nasution, mengusulkan pemberlakuan kembali UUD 1945 dengan tambahan Piagam Jakarta -- kalimat yang mengandung kewajiban menjalankan Syari'at Islam bagi pemeluknya, yang telah ditolak oleh para pendiri negara. Usul itu ditolak melalui pemungutan suara. Pada Juli 1959 Sukarno membubarkan Konstituante dan memberlakukan kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden, menghancurkan sisa harapan akan adanya undang-undang dasar berbasis Islam.

(James R. Rush, ADICERITA HAMKA: Visi Islam Sang Penulis Besar untuk Indonesia Modern, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Cet.1, 2017).

KONSEP PENDIDIKAN INTEGRAL

Sekeluarnya dari tahanan Orde Lama, Tahun 1966, M. Natsir mendapat tawaran hadiah dari Raja Faisal. Oleh M. Natsir, tawaran hadiah itu dialihkan dalam bentuk pemberian beasiswa kepada mahasiswa Indonesia untuk mengambil kuliah pada sejumlah universitas di Arab Saudi. Selain itu, Dewan Dakwah juga menjadi salah satu lembaga pemberi rekomendasi kepada para mahasiswa Indonesia yang akan kuliah di luar negeri, khususnya di dunia Islam. Mohammad Natsir pun melakukan penggalangan dana untuk memberi beasiswa kepada ratusan mahasiswa untuk melanjutkan program pendidikan ke jenjang S-2 dan S-3 pada berbagai kampus di luar negeri. Pada era 1980-an pula, M. Natsir memelopori terbentuknya pesantren-pesantren mahasiswa di sekitar kampus-kampus terkenal di Indonesia, seperti ITB, UGM dan IPB. Di bidang pemikiran, Tahun 1991, M. Natsir menerima gelar doktor honoris causa dari Universiti Kebangsaan Malaysia.14

14) Tentang peran M. Natsir dalam pembentukan intelektual Muslim di Indonesia, silakan lihat Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad Ke-20, (Bandung: Mizan, 2005). Dalam rangka melanjutkan usaha-usaha M. Natsir membentuk kader-kader ulama dan cendekiawan. Sejak Tahun 2007, DDII juga melaksanakan program kaderisasi 1.000 ulama. Tujuannya adalah melahirkan ribuan cendekiawan dan ulama yang andal untuk menghadapi tantangan dakwah pada masa yang akan datang.

(Pemikiran & Perjuangan M. NATSIR & HAMKA dalam Pendidikan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2020).

Syafiq Hasyim: HTI DAN FPI MASIH HIDUP DI SEKITAR KITA, BAGAIMANA MELAWANNYA?

youtube.com/watch?v=wKWN0FuJDGM

"KOLONEL" HAJI PIOBANG

Latar belakang perlainan paham sudah nampak. Kaum Syarif merasa mempertahankan pendirian yang telah kokoh di seluruh dunia Islam tentang tawasul, tentang ziarah dan sebagainya. Kaum Wahabi menentang tawasul, yaitu mengambil manusia jadi perantara untuk menyampaikan permohonan kepada Allah. Pada Tahun 1790 (1205 H) terjadilah konfrontasi bersenjata antara Syarif Mekah dengan Kaum Wahabi. Syarif Ghalib mengerahkan tentaranya di bawah pimpinan saudaranya, Syarif Abdul Aziz bin Musa'id. Peperangan yang pertama itu belumlah dapat menentukan mana yang akan keluar sebagai pemenang. Dalam pada itu selama 60 tahun, yaitu sejak Tahun 1740 sampai dengan 1800 menjadi buah bibirlah paham Wahabi menimbulkan yang pro dan yang kontra. Meskipun pada hakikatnya paham yang dikemukakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab itu bukanlah paham baru. Dia hanya melanjutkan dan memperbaharui kembali ajaran Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim. Namun demikian reaksi terhadapnya sudah terlalu besar, sebab sudah bertali dengan politik. Timbulnya ajaran Wahabi di tanah Arab menyebabkan bangsa Arab mendapatkan kepribadiannya kembali. Mereka tidak mau lagi menjadi jajahan Turki. Mereka hendak membersihkan diri dan negeri mereka dari pengaruh paham yang salah, yang syirik. Maka tidaklah heran jika Kerajaan Turki Utsmani sangat cemas melihat kebangkitan itu. Para ulama dikerahkan untuk menentangnya.

Di saat demikianlah para haji yang tiga orang itu berada di Mekah. Mereka mengikuti perkembangan, mereka mengetahui pendirian masing-masing pihak. Selain dari mereka ada juga orang "Jawi" dari daerah lain. Tetapi ketiga haji itu lebih menonjol menerimanya. Ini ada hubungannya dengan "semangat orang Minangkabau" yang cepat berpikir dan bereaksi. Sampai sekarang setiap paham pembaharuan segera dapat diterima oleh orang Minangkabau. Dan orang Minangkabau sampai sekarang suka sekali jadi pelopor pembaharuan! Kian lama kian kuat dan besarlah pengaruh dan kekuatan Kaum Wahabi. Kian lama kian lemah pula pertahanan kaum Syarif. Pada bulan Dzulqa'dah 1217 (1802 M) Wahabi telah menyerbu ke dalam kota Thaif setelah mengepungnya selama satu bulan. Dekat musim haji tentara mereka tinggal jarak tiga mil saja dari Mekah. Selesai haji dan setiap orang telah pulang ke negerinya masing-masing, Saud al-Kabir yang memimpin peperangan mewakili ayahnya telah masuk Mekah. Pada 7 Muharram 1218 dibacakanlah surat beliau kepada penduduk Mekah memberikan jaminan keamanan. Dan pada 8 Muharram beliau masuk kota Mekah. Syarif Ghalib diberinya jaminan tetap memerintah di bawah perlindungan Amir Saud al-Kabir. Mungkinkah pada waktu itu bertepatan dengan Tahun 1803, Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piobang pulang ke Minangkabau, sehingga berita yang mereka bawa masih hangat. Meskipun paham Wahabi sendiri belum tentu akan diterima orang, namun suatu hal telah menarik perhatian seluruh orang yang naik haji adalah amannya negeri dari penganiayaan, pemerasan, dan sikap zalim terhadap jamaah yang dilakukan oleh penguasa Mekah sebelumnya. Sehingga Haji Miskin, menurut keterangan Fakih Saghir dalam catatannya, dikerumuni, dipanggil dan diminta menerangkan perubahan-perubahan di Mekah itu. Sehingga Tuanku Nan Renceh seorang Tuanku yang bersemangat dan keras sikapnya tertarik hendak melakukan cara Wahabi dalam menegakkan Agama Islam di Minangkabau.

ASAL MULA BERNAMA PERANG HITAM-PUTIH

Tuanku Nan Tuo menolak dengan sekeras-kerasnya maksud hendak menjalankan Islam secara kekerasan dalam negeri Minangkabau, yang menurut keyakinan beliau bukan lagi negeri kafir, sehingga tidak berhak golongan Tuanku Nan Renceh menawan atau memperjualbelikan sebagai budak golongan Islam yang mereka tundukkan. Karena sikap tegas beliau menantang gerakan itu, beliau dan muridnya Fakih Saghir dan ulama-ulama yang sepaham tersingkir dari golongan Padri dan tidak pula menggabungkan diri kepada Kaum Hitam.

WAHABI DAN MAZHAB-MAZHAB

Seluruh Alam Minangkabau menerima Gerakan Wahabi dengan tidak perlu menukar mazhab, Tuanku Nan Tuo, Syaikhul Masyaikh (Guru dari sekalian Guru) cukup disiarkan tidak dengan kekerasan dan ada yang menyusun kekuatan memberantas segala Bid'ah dan Khurafat adat jahiliyah. Kalau perlu dengan Pedang! Timbullah golongan Tuanku Nan Renceh (yang keras) dan golongan Fakih Saghir (yang lunak). Dan guru mereka, Tuanku Nan Tuo lebih condong kepada paham Fakih Saghir, sehingga murid-muridnya "Harimau Nan Salapan" berontak melawan beliau ditanggalkan "Imamat" dari diri beliau dan diserahkan kepada Tuanku Mansiangan (Dekat Koto Lawas Padang Panjang). Sedang Tuanku Nan Tuo segan kepada Tuanku Mansiangan itu, sebab dia adalah anak kandung daripada gurunya Tuanku Mansiangan Nan Tuo. Maka pecahlah Wahabi sama Wahabi, putih sama putih. Dan Belanda pun masuklah.... Terjadilah perang sampai 34 tahun.

(Buya HAMKA, Antara Fakta dan Khayal: Tuanku Rao, Republika Penerbit, Cet.I, 2017).

Doa Sebelum Makan Yang Disunnahkan | Ust. Firanda Andirja, Ust. Abdul Somad dan Ust. Adi Hidayat

youtube.com/watch?v=kTknyd_hozU

BOLEHKAH BERPANDUKAN DENGAN HADITS DHAIF?

Sayang sekali di tanah air kita Indonesia, dalil hadits yang lemah (dhaif), menurut pendapat Imam Syafi'i, hanya boleh dipakai untuk fadhail amal, yaitu amalan-amalan yang sunnah-sunnah yang mustahab-mustahab (terpuji oleh timbangan akal murni), tetapi tidak menjadi hukum wajib. Kalau amal itu dikatakan wajib, hendaklah mengemukakan dalil hadits yang shahih. Misalnya banyak hadits mengatakan kalau membaca surah Yasin malam Jum'at sekian pahalanya, membaca surah al-Ikhlas sekian ratus kali, begini pahalanya. Barangsiapa membaca Ayat Kursi ketika akan tidur sekian kali, akan langsung masuk surga kalau mati. Hadits begini lemah (dhaif), baik sanadnya maupun matannya. (Bagaimana semudah itu masuk surga, yang harus ditebus dengan jihad dan perjuangan, hanya dengan membaca ayat kursi akan tidur, langsung saja masuk surga?). Meskipun hadits-hadits itu dhaif, tidaklah ada salahnya jika disamakan juga sebagai fadhail amal (untuk diri sendiri). Namun, kalau sudah dijadikan anjuran kepada orang, tidaklah dapat hadits-hadits dhaif itu dijadikan dalil, atau hadits dhaif tidak boleh jadi hujjah.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Perbedaan Tauhid/Aqidah Abu Hasan Asy'ari (Aswaja) & Ibnu Taimiyah (Salafi Wahabi)

youtube.com/watch?v=hKCgl-2OdBk

MENJAWAB DAKWAH KAUM 'SALAFI'

Prof. DR. Ali Jum'ah (Mufti Agung Mesir)

MENGHINA PENGIKUT MAZHAB ASY'ARIYAH

Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi'i ra. berkata, "Aku beriman kepada Allah Ta'ala dan segala sesuatu yang datang dari-Nya, sesuai dengan apa yang Allah maksudkan. Aku juga beriman kepada Rasulullah saw., dan segala sesuatu yang datang darinya, selaras dengan apa yang Rasulullah maksudkan." Dengan demikian, jelaslah bahwa semua ulama salaf maupun khalaf sepakat untuk mengakui, berinteraksi dan menetapkan sifat-sifat di atas seperti yang terdapat dalam Al-Qur'an dan hadits Nabi, tanpa menyinggung untuk ditakwilkan. (15)

(15) Ibnu Qudamah, Lam'atul I'tiqaad al Haadii 'ilaa Sabiilir Rasyaad, m. 5-8.

(MENJAWAB DAKWAH KAUM 'SALAFI', Penerbit KHATULISTIWA, Cet. IV, 2016).

Ir. Soekarno Lantang Berapi-api Menerangkan Arti Tauhid sebenarnya dan mengutip Pandangan Buya Hamka

youtube.com/watch?v=ArialxEbx3U

ALLAH BERTANGAN?

Bahkan Allah itu mempunyai banyak mata (Lihat surah al-Mu'minuun, ayat 27). Ulama Salaf (yang terdahulu), sejak sahabat-sahabat Rasulullah sampai kepada ulama mutaqaddimin, pada umumnya berpendapat bahwa ayat-ayat seperti itu -- yang mengatakan Allah bertangan, Allah mempunyai banyak mata, Allah bersemayam di atas arsy -- haruslah (wajib) diterima dalam keseluruhannya, dengan tidak menanyakan "kaifa," bagaimana rupa tangan itu, mata itu, atau duduk itu. Dia bertangan, bermata dan semayam, sebab Dia sendiri yang mengatakan dan kita wajib iman. Di antara ulama mutaakhirin yang keras menganut paham Salaf ini adalah Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnul Qayyim pada zaman terakhir adalah Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dan terakhir sekali adalah Sayyid Rasyid Ridha. Ibnu Taimiyah sampai dituduh oleh musuh-musuhnya berpaham "mujassimah" (menyifatkan Allah bertubuh) karena kerasnya mempertahankan paham ini.

DAKWAAN BAHWA ISLAM DISEBARKAN DENGAN PEDANG

Goustave Le Bon menulis, "Satu di antara hasil buruk Perang Salib itu adalah dunia yang telah diliputi kesempitan dada beragama berabad-abad lamanya. Dunia telah dicat oleh kenistaan yang tidak pernah diajarkan oleh agama, selain agama Yahudi, penuh dengan kekasaran dan kezaliman. Meskipun sebelum Perang Salib itu kefanatikan itu telah besar juga, tetapi belumlah sampai kepada kekasaran dan kenistaan yang sebesar setelah terjadi Perang Salib itu, yang sampai kepada zaman kita ini belum juga habis-habisnya. Telah menjadi kebiasaan bagi kepala-kepala agama itu memaksakan kepercayaannya dan menyapu habis setiap orang yang dipandang Bid'ah, sebagaimana memusnahkan orang-orang kafir saja. Mereka berpendapat bahwa menyeleweng sedikit saja dari apa yang diwajibkan oleh gereja, hendaklah disiksa dengan siksaan yang amat sangat buruk yang diderita oleh orang Yahudi dan golongan Begua dan setiap orang yang dituduh tukang Bid'ah, sampai didirikan Mahkamah Penyelidik Kepercayaan (inquisition) dan perang-perang yang amat kejam, yang telah menyiram benua Eropa dengan darah bertahun-tahun lamanya." Sekian kita salin Goustave Le Bon dalam bukunya, Peradaban Arab.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

PENGANTAR PENULIS

Menuliskan riwayat hidup almarhum Syekh Abdul Karim Amrullah atau Dr. H.A.K. Amrullah sama artinya dengan menulis kebangkitan agama Islam di Minangkabau. Negeri yang dikenal karena kebangkitan agamanya yang sulit dan adatnya yang keras. Negeri yang dikenal karena kaum Padrinya, kaum mudanya, dan segala macam cabang pertaliannya. Selain itu, gerakan kebangkitan agama Islam di Minangkabau membawa pengaruh bukan sedikit di Malaya (Malaysia), Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lain, serta tidak pula dapat disangkal bahwa gerakan kebangkitan Islam itu termasuk juga salah satu bahan yang teramat penting dalam menumbuhkan nasionalisme Indonesia.

Jakarta, April 1950 M
Penulis

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Puisi Lautan Jilbab oleh Cak Nun dan Kiai Kanjeng UGM Yogyakarta

youtube.com/watch?v=TLurtMjGFUQ

TAJDID DAN MUJADID 2

Modernisasi semacam Attaturk itulah yang selalu dibanggakan dan dianjurkan oleh mendiang Soekarno dalam surat-suratnya dari Ende kepada A. Hassan Bandung, dicela dan dicemoohnya orang Arab yang matanya memakai celak dan memakai serban. Ketika di Bengkulu seorang temannya dicela, yang Muhammadiyah, karena ketika bertandang ke rumah teman itu, istri temannya itu tidak turut keluar, melainkan "bersembunyi" di belakang. Ketika di Bengkulu, tabir yang memisahkan di antara laki-laki dan perempuan dihantam, Majelis Tarjih Muhammadiyah memutuskan lebih baik pakai batas tabir guna menjaga fitnah.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

BANSERR BANSERR! JADI JONGOS KAFIR MAU!!! KAJIAN DIBUBARKAN!!! WARAS?

youtube.com/watch?v=ntdqr9gFAak

TUANKU TAMBUSAI KE HADRAMAUT

Kalau benar Parlindungan "menjadi Penyelidik Sejarah Islam segala Mazhab-mazhab di Indonesia, termasuk segala Aliran-aliran dari Agama Islam/Mazhab Syi'ah secara exact berikut angka-angka Tahunan," (TR, hal. 571), tidak patut dia tidak tahu bahwa Hadramaut itu adalah penganut Mazhab Syafi'i yang fanatik. Bahkan sebahagian besar yang memperkokoh kedudukan Mazhab Syafi'i di Indonesia ini, terutama di tanah Jawa ialah ulama-ulama dari Hadramaut. Apatah lagi di zaman jayanya, di zaman Saud al-Kabir, tentara Saudi pernah menyerbu ke negeri Hadramaut itu. Saudi tidak mungkin lari bergerilya ke sana, (TR, hal. 197 baris 2). Cuma orang yang "ilmiah"-nya hanya sekadar buku Tuanku Rao-lah yang akan menerimanya dengan tidak ada rasa kritis. Riyadh terletak di sebelah Timur Arabia: Sebab itu di Mekah orang Nejd itu sampai sekarang masih disebut orang "Syarqy" ("Orang Timur"). Sedang Hadramaut terletak di sebelah ujung Selatan tanah Arab, ke pinggir sekali. Batasnya ialah gurun pasir ar-Rab'ul Khali (Perempat yang Kosong). Kalau dituruti khayal Parlindungan, Tuanku Tambusai ke Mekah dulu, lalu ke Mesir mengantarkan surat Tuanku Piobang, lalu terus ke Hadramaut. Waktu itu belum ada kapal terbang, Bung! Tuanku Tambusai putar-putar mencari Muhammad Ali Pasya, musuh Wahabi nomor satu bermazhab Hanafi, terus ke Hadramaut, sebelah Selatan sekali, lebih jauh jaraknya daripada sepanjang pulau Sumatra, ke tempat Wahabi, di sarang musuhnya orang Mazhab Syafi'i.

MENEMPUH JALAN GELAP SENDIRI

Memang payah mengarangkan hal yang tidak ada! Kecuali jika mengarang cerita roman atau dongeng. Tetapi kalau orang sudi menerima fakta jelas yang saya kemukakan, orang tidak akan bingung! Sebab memang tidak pernah ada Mazhab Hambali di Minangkabau, hanya ada penganut Mazhab Syafi'i yang terpengaruh oleh semangat ajaran Imam Muhammad bin Abdul Wahhab, Yaitu kembali kepada ajaran Tauhid yang sejati. Dilanjutkan terus sampai kini.

(Buya HAMKA, Antara Fakta dan Khayal: Tuanku Rao, Republika Penerbit, Cet.I, 2017).

KEREN! Presiden Jokowi Kagum Hingga Tepuk Tangan Lihat Yel-yel 833 Perwira TNI-Polri Dihadapannya!

youtube.com/watch?v=mv-ZDxq4R1Y

GERAKAN WAHABI DI INDONESIA

Memang sejak Abad ke-18, sejak Gerakan Wahabi timbul di pusat tanah Arab, nama Wahabi itu telah menggegerkan dunia. Kerajaan Turki yang sedang sangat berkuasa, takut kepada Wahabi. Karena Wahabi adalah permulaan kebangkitan bangsa Arab, sesudah jatuh pamornya karena serangan bangsa Mongol dan Tartar ke Baghdad. Wahabi pun ditakuti oleh bangsa-bangsa penjajah karena apabila ia masuk ke suatu negeri, ia akan mengembangkan mata penduduknya menantang penjajahan. Sebab paham Wahabi ialah meneguhkan kembali ajaran Tauhid yang murni, menghapuskan segala sesuatu yang akan membawa kepada syirik. Sebab itu timbullah perasaan tidak ada tempat takut melainkan Allah SWT. Wahabi adalah menantang keras kepada Jumud, yaitu memahami agama dengan beku. Orang harus kembali kepada Al-Qur'an dan al-Hadits.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

Sejarah Kelam Konflik Keagamaan Kristen-Muslim di Poso | VIVA SPOTLIGHT

youtube.com/watch?v=nVRaPzFLVHg

ISLAM DAN MAJAPAHIT

Tuan membanggakan Majapahit, orang Melayu akan membuka isi tambo lamanya pula, menyatakan bahwa Hang Tuah pernah mengamuk dalam keraton sang Prabu Majapahit dan tidak ada satria Jawa yang berani menangkapnya. Memang, di zaman Jahiliyyah kita bermusuhan, kita berdendam dan kita tidak bersatu. Islam kemudian datang sebagai penanam pertama dari jiwa persatuan. Kompeni Belanda kembali memakai alat perpecahan untuk menguatkan kekuasaannya.

SULTAN ALAM BAGAGAR SYAH YANG DIPERTUAN MINANGKABAU

Belanda telah mengetahui bahwa Gerakan Wahabi di Tanah Arab, yang telah menjalar ke Minangkabau itu bisa membakar hangus segala rencana penjajahan, bukan saja di Minangkabau, bahkan di seluruh Sumatra, bahkan di seluruh Nusantara ini. Bertubi-tubi propaganda halus di Pedalaman Minangkabau, di kalangan ninik-ninik, mamak dalam negeri dan dalam keluarga kerajaan sendiri, bahwa Gerakan Wahabi atau Paderi yang berbahaya itu tidak dapat dibendung jika hanya oleh kekuatan adat. Sebab benteng Minangkabau selama ini hanyalah adat. Minangkabau tidak mempunyai persediaan senjata yang lengkap, dan tidak pula mempunyai tentara besar. Bertambah maju Gerakan Wahabi dari Mekah ini akan bertambah habis pamor Daulat Kebesaran Tuanku dan Ninik Mainak Nan Gadang Besar Bertuah.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

Kedua Tangan Allah Kanan | Ustadz Abu Yahya Badrussalam (Satu Jalan Lurus)

youtube.com/watch?v=ANCV1-B2sPI

Penegak Keadilan

Sabda Rasulullah saw., "Sesungguhnya, orang-orang yang bertindak adil (dalam memerintah) akan didudukkan di atas podium dari nur (cahaya) di sisi Allah, di sebelah kanan Tuhan Ar-Rahmaan. Kedua belah tangannya menjadi kanan. Itulah orang-orang yang berlaku adil dalam menghukum dan terhadap keluarganya, serta terhadap siapa saja yang ada di bawah perintahnya." (HR. Muslim dan an-Nasa'i). Dari Iyadh bin Hammar r.a., saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Ahli surga itu tiga. (Pertama), penguasa yang adil lagi bersesuaian. (Kedua), seorang yang penyayang dan halus perasaan hati terhadap keluarga sesama Islam. (Ketiga), seorang yang dapat menahan diri dari hawa nafsu dan (mempunyai) banyak tanggungan." (HR. Muslim).

(Buya HAMKA, Studi Islam, Penerbit Gema Insani, 2020).

KALAU KITA KATAKAN WAHABI SESAT MAKA KITA BERMAKMUM PADA ORANG SESAT... WASPADALAH!!!

youtube.com/shorts/cJ7uTEtC-yw

UMPAMA KELEDAI MEMIKUL BUKU

Berapa banyaknya kaum Muslimin yang fasih sangat membaca Al-Qur'an, tetapi tidak paham akan maksudnya. Atau bacaannya itu hanya sampai sebatas leher saja, tidak sampai ke lubuk hati dan jiwa. Sebab itu dengan tegaslah al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah menulis dalam kitabnya, I'lamul Muwaqqi'in, bahwa ayat ini, "Walaupun dijadikan perumpamaan bagi orang Yahudi, namun makna yang terkandung di dalamnya mengenai juga bagi orang-orang yang memikul Al-Qur'an, namun mereka tidak mengamalkannya dan tidak memenuhi haknya dan tidak memelihara maksudnya dengan sepatutnya."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Persekongkolan bedebah Wahabi dan Bani Saud

Sejumlah ulama Wahabi juga melontarkan pendapat membahayakan. Seperti Syekh Al-Qanuji dalam kitabnya Ad-Dinul Khalish, jilid pertama halaman 140, "Taklid terhadap mazhab termasuk syirik." Syaikh Hassan al-Aqqad dalam kitabnya Halaqat Mamnuah, halaman 25, menyatakan, "Kafir orang membaca salawat untuk nabi seribu kali atau mengucapkan La ilaha illallah seribu kali."

merdeka.com/khas/wahabi-benci-nabi-aliansi-wahabi-dan-saudi-1.html

AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK RIWAYATNYA

"Kamu akan mengikut jejak pemeluk agama yang sebelum kamu tapak demi tapak (Yahudi-Nasrani) ..." (HR. Bukhari dan Muslim).

Nyatalah di zaman kemundurannya itu, ulama-ulama tadi telah dididik merasa diri rendah sehingga jika sekiranya ada orang yang hendak kembali mengambil hukum dari Al-Qur'an dan al-Hadits, dipandang sebagai orang sesat, yang memecah ijma', melawan ulama dan lain-lain tuduhan. Jika bertemu hukum yang tepat di dalam Al-Qur'an itu (tetapi bersalahan dengan tafsir atau fatwa yang dikeluarkan oleh ulama-ulama di dalam madzhabnya) yang dahulu dipakainya ialah fatwa ulama itu. Al-Qur'an singkirkan ke tepi dahulu.

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

Panglima Madura Ngamuk! Buru Seluruh Musuh Hercules

youtube.com/watch?v=UCZXTSfTj34

PENGHARAPAN YANG PUTUS

Di Minangkabau memang ada satu golongan orang muda-muda yang bergelar "Parewa". Mereka tak mau mengganggu kehidupan kaum keluarga. Hidup mereka ialah dari berjudi, menyabung, dan lain-lain. Mereka juga ahli dalam pencak dan silat. Pergaulan mereka sangat luas, di antara parewa di kampung anu dengan kampung yang lain harga-menghargai dan besar-membesarkan. Tetapi mereka sangat kuat mempertahankan kehormatan nama suku dan kampung. Kalau mereka bersahabat, sampai mati mereka akan mempertahankan sahabatnya, saudara sahabatnya jadi saudaranya, seakan-akan seibu, sesaudara, sekemenakan. Kata-kata "muda" terhadap perempuan tidak boleh sekali-kali. Kalau ada yang kalah dalam permainan sehingga habis harta bendanya, maka oleh yang menang dia diberi pakaian dan uang sekadarnya, disuruh pulang dengan ongkos tanggungan yang menang itu sendiri. Kepada orang-orang alim mereka hormat dan kadang-kadang mereka itu dermawan. Mereka setia dan sudi menolong. Satu penghidupan yang rupa dalam "dongeng" yang sampai sekarang masih didapati di Minangkabau.

(Buya HAMKA, TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK, Penerbit Gema Insani, 2019).

Ahoker Garis Keras Cuma Punya Dua Pilihan

jpnn.com/news/ahoker-garis-keras-cuma-punya-dua-pilihan

SIRI

Suku bangsa pemeluk agama Islam di seluruh Indonesia merasa dirinya terhina kalau ia dikatakan kafir. Meskipun ia tidak pernah menunaikan shalat, tetapi mereka bangga sekali dalam mempertahankan Islam.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Wahabi Tidak Diterima di Johor & Negeri2 Aswaja - Daulat Tuanku!

youtube.com/watch?v=wyGmHbd8tiM

MENGKAFIR-KAFIRKAN ORANG

Muridnya yang terkenal ialah pemimpin Islam yang namanya mahsyur di seluruh dunia dan menjadi Ketua Kongres Islam di Damsyik pada Tahun 1956 yaitu Muhammad Natsir dan muridnya seorang lagi ialah saudara Muhammad Isa Anshari musuh nomor satu komunis di Indonesia. Itulah Almarhum Hassan Bandung! Inilah yang dikafirkan oleh Samahah Mufti. Saya sendiri tidak selalu sefahaman dengan Almarhum Tuan Hassan Bandung dan saya bukan muridnya. Tetapi saya dididik oleh guru-guru saya supaya bersikap adil dan membela orang teraniaya.

(BUYA HAMKA, TEGURAN SUCI DAN JUJUR TERHADAP MUFTI JOHOR, JT Books PLT Malaysia, Cet. II, 2021).

AKU TIDAK MINTA UPAH

"Dan wahai kaumku! Tidaklah aku meminta harta kepada kamu atasnya. Tidak lain upahku hanyalah (terserah) kepada Allah dan tidaklah aku pengusir orang-orang yang beriman, sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Allah mereka, tetapi aku lihat kamu ini adalah kaum yang bodoh." (Huud: 29).

Ketika menafsirkan ayat ini, teringatlah penulis Tafsir al-Azhar ini akan nasib orang-orang yang menyediakan diri menjadi penyambut waris nabi-nabi itu, yaitu ahli-ahli dakwah, mubaligh-mubaligh yang berjuang didorong oleh kewajibannya buat menyampaikan seruan kebenaran, lalu seruan itu mereka sampaikan kepada orang-orang kaya, orang berpangkat, orang-orang yang berkedudukan penting, lalu diukurnya seruan itu dengan sangkanya yang buruk. Mentang-mentang mubaligh-mubaligh dan ahli-ahli dakwah itu biasanya hidup miskin, mereka sangka bahwa orang datang hendak mengemis kepadanya. Disangkanya asal orang datang menyerukan kebenaran bahwa orang itu mengharapkan harta.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Mahfud MD Ungkap Mafia Hukum & Cara Hakim, Jaksa, Polisi Bersekongkol

youtube.com/watch?v=SYKrgzX-j7o

ISLAM SONTOLOYO

Kita cakap mengaji Al-Qur'an seperti orang mahaguru di Mesir, kita kenal isinya kitab-kitab fiqh seperti seorang advokat kenal isinya ia punya kitab hukum pidana dan hukum perdata, kita mengetahui tiap-tiap perintah agama dan tiap-tiap larangan agama sampai yang sekecil-kecilnya pun juga, tetapi kita tidak mengetahui betapa caranya Nabi, sahabat-sahabat, tabi'in-tabi'in, khalifah-khalifah mentanfidz-kan perintah-perintah dan larangan-larangan itu di dalam urusan sehari-hari dan di dalam urusannya negara ... Janganlah kita kira diri kita sudah mukmin tetapi hendaklah kita insaf, bahwa banyak di kalangan kita yang Islamnya masih Islam sontoloyo!

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

PENGARANG

Dia menjadi pembela orang yang teraniaya, penanya menghilangkan perasaan putus asa, halaman surat kabarnya, atau halaman bukunya berisi tuntunan kepada kebenaran. Dibelanya kebenaran itu dari segala gangguan.

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

PESAN JOKOWI Usai AHY Menjabat Jadi Menteri ATR/BPN, Putra SBY Gebuk, Gebuk Mafia Tanah!

youtube.com/shorts/HLc-Xl0ZtlQ

HARTA TAK HALAL

Lebih ganas lagi memakan harta kamu ini apabila sudah sampai membawa ke muka hakim. Menurut riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya dan Ibnu Abi Hatim serta Ibnu Mundzir bahwa Ibnu Abbas menafsirkan, "Dan janganlah kamu makan harta benda kamu di antara kamu dengan jalan batil!" Bahwa ada seorang laki-laki memegang harta orang lain, tetapi tidak ada cukup keterangan dari yang empunya maka orang itu pun memungkiri dan berkata bahwa harta itu adalah kepunyaan dirinya sendiri. Yang empunya hak mengadu kepada hakim, dia bersitegang mempertahankan bahwa harta itu dia sendiri punya sehingga yang sebenarnya berhak menjadi teraniaya. Dan, diriwayatkan pula menurut tafsiran Mujahid bahwa makna ayat ini ialah, "Jangan kamu bersitegang urat leher di muka hakim, padahal hati sanubari sendiri tahu bahwa engkaulah yang zalim." Menurut satu riwayat dari Said bin Jubair bahwa Imru'ul-Qais bin Abi berselisih dengan Abdan bin Asywa' al-Hadhrami perkara sebidang tanah. Lalu, Imru'ul-Qais bersedia bersumpah mempertahankan bahwa yang empunya ialah dia, maka turunlah ayat ini.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KEPADA PEMUDA:

"Bebanmu akan berat. Jiwamu harus kuat. Tetapi aku percaya langkahmu akan jaya. Kuatkan pribadimu!"

HAMKA
Jayakarta, Januari 1950.

(Buya HAMKA, PRIBADI HEBAT, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2014).

Kakanda Hidup untuk Cinta

"Seorang Menteri Orde Lama yang ditugaskan untuk menguasai Masjid Agung Al-Azhar yang kanda pimpin ketika itu dipandang sebagai benteng golongan merdeka. Usahanya dengan melalui cara pemenjaraan kanda dan pendaulatan masjid itu dengan kekerasan. Berkat lindungan Tuhan, tidak berhasil. Adakah kanda membencinya atau memusuhinya? Senyum mesra selalu menghiasi wajah kanda setiap kali berjumpa dengannya. Dan salah satunya dinda saksikan sendiri, setelah ia kehilangan kekuasaan, akhirnya sikap ukhuwah Islamiyah yang kanda perlihatkan itu, dengan terbuka telah dibalasnya dengan sikap yang serupa. Cinta menyirnakan dendam. Dengan memperalatkan "keagungan dan kekuasaan," kanda dipenjarakan bertahun-tahun sampai menderita cacat pendengaran. Adakah kanda melampiaskan rasa dendam setelah penguasa itu terluncur ke lembah kehancuran? Sebaliknya, kandalah yang berdiri paling dekat dengan jenazahnya, memohon supaya Tuhan Yang Pengasih dan Penyayang melimpahkan kepadanya keampunan dan rahmat-Nya ..." (Muhammad Zein Hassan).

(PERJALANAN TERAKHIR BUYA HAMKA: Sebuah Biografi Kematian, JT Books PLT, 2021).

Carok Massal, Habib Abdul Qodir: Orang Madura Rela Angkat Celurit demi Tiga Hal Ini

Pertama, menurut dia, orang Madura akan mengangkat celuritnya jika gurunya diganggu. "(Kalau) ada yang nyakitin kiai, menyakiti guru itu gelap pak! Mata ditutup, telinga ditutup, langsung sikat, itulah orang Madura dulu," kata Habib Abdul Qodir.

khazanah.republika.co.id/berita/s7eram366/carok-massal-habib-abdul-qodir-orang-madura-rela-angkat-celurit-demi-tiga-hal-ini

KHILAFIYAH YANG MENGHABISKAN TENAGA

Memang, dalam kenyataannya di zaman yang sudah-sudah perbincangan khilafiyah dalam masalah furu' kerapkali telah membawa bahaya. Membawa perpecahan, menghabiskan kalori. Sampai kafir-mengkafirkan, tuduh-menuduh, hina-menghinakan. Kadang-kadang menjangkit sampai kepada pertentangan politik. Salah satu sebab yang terbesar ialah cara membawakannya. Ahli-ahli yang merasa berhak membincangkan suatu masalah menyatakan pendapatnya, lalu mengajarkannya kepada muridnya. Oleh si murid diterima sebagai suatu keyakinan, lalu disebarkannya kepada masyarakat dengan sikap menantang. Dia baru murid. Ilmunya baru sekedar isi kitab yang dikarang gurunya. Tetapi karena ilmunya pun masih singkat, maklum masih murid, dia sudah berkeyakinan bahwa itulah yang mutlak benar. Dia pun telah menuduh-nuduh pula bahwa orang lain yang tidak mau menerima pendapat gurunya itu sebagai tukang Bid'ah, yang tidak berpedoman kepada Al-Qur'an dan Hadits. Niscaya timbullah reaksi yang hebat dan timbullah pertentangan. Dia menuduh golongan lain "taqlid buta", tetapi dia tidak sadar bahwa dia sendiri pun adalah taqlid buta kepada gurunya pula. Kalau disinggung orang saja sedikit nama gurunya, dia pun marah. Bagi dia tidak ada yang murni berpegang kepada Al-Qur'an dan Hadits, melainkan gurunya itulah. Apatah lagi kalau pengetahuannya dalam bahasa Arab tidak ada. Yang dibacanya hanya kitab-kitab bahasa Indonesia karangan gurunya dan pendapat gurunya. Hal ini jadi berlarut-larut, yang berdasar Al-Qur'an dan Hadits hanya dia, hanya gurunya dan hanya golongannya. Orang lain tidak. Dia benar sendiri. Dia berani berdebat dengan siapa saja. Dengan itu timbullah isolasi diri. Maksud masalah khilafiyah yang timbul dari kebebasan berijtihad, yang hasilnya ialah zhanni, dengan sendirinya berubah sifatnya dengan pertentangan "keyakinan".

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Penerbit Galata Media, Cet. I, 2018).

GHIRAH

Apabila ghirah telah tak ada lagi, ucapkanlah takbir empat kali ke dalam tubuh umat Islam itu. Kocongkan kain kafannya, lalu masukkan ke dalam Keranda dan antarkan ke Kuburan. Kalau masih ada pemuda Islam yang merasa bangga dibuang 15 tahun karena ghirah akibat saudara perempuannya diganggu, pertanda bahwa sesungguhnya Islam belum kalah!

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Emak-Emak Semangati Anies-Muhaimin dengan Pantun

Buya Hamka ulama kita
Jadi panutan umat se-nusantara...

kbanews.com/geliat-daerah/emak-emak-semangati-anies-muhaimin-dengan-pantun

SOSOK ISTRI Ganjar Pranowo, Jatuh Cinta sejak KKN, Siti Atikoh Supriyanti Cucu Tokoh Ternama NU

youtube.com/watch?v=IdLL_brXTHg

KEMAKSIATAN

Agama Kristen yang menyebutkan sabda suci Isa bahwa salah melihat saja kepada seorang perempuan, sudahlah zina. Lebih baik mata yang melihat dengan salah itu dikorek saja. Ajaran tersebut sekarang hanya menjadi bahan tertawaan saja. Setelahnya, hal ini menjalar ke negara kita. Sudah mulai pula banyak orang yang tidak mengenal lagi apa yang bernama zina. Kalau kami suka sama suka apakah zina juga? Pengaruh penjajahan ideologi. Sebagai pengaruh dari penjajahan pikiran yang berbahaya ini, pernah terjadi suatu peristiwa di Jakarta. Seorang polisi menangkap sepasang muda-mudi yang bercengkerama di Bina Ria. Bukan muda-mudi itu yang disalahkan oleh penguasa kota, melainkan polisi tersebut yang kena damprat. Sebab, ia telah melanggar hak-hak asasi manusia.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Jadi Korban Mafia Tanah, Nirina Zubir Ogah Dukung Mendukung Capres tapi Tidak Golput

wartakota.tribunnews.com/2024/01/12/jadi-korban-mafia-tanah-nirina-zubir-ogah-dukung-mendukung-capres-tapi-tidak-golput

KUTUK ALLAH

Orang jadi ketakutan selalu, takut dirampok, takut garong dan takut serangan dari luar. Yang kuat menganiaya yang lemah sehingga tempat berlindung tak ada lagi. Mungkin dalam negeri itu ada juga orang baik-baik, namun mereka telah terbawa rendang dan menjadi korban dari kesalahan orang-orang yang berbuat durjana.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Nonton Film Siksa Neraka, Lucinta Luna Auto Ingin Taubat, Sebut Mau Tampil Macho!

disway.id/read/752616/nonton-film-siksa-neraka-lucinta-luna-auto-ingin-taubat-sebut-mau-tampil-macho

LELAKI TANGGUH

Seorang lelaki tangguh mestilah menjaga kepribadiannya sehingga ia bisa menjadi teladan bagi kaumnya, sebab seorang manusia itu dihargai karena kepribadian yang dimilikinya, bukan karena rupa, jabatan dan hartanya.

(Seruan Lelaki Budiman - Inspirasi Hamka, Jejak Tarbiah Publication, 2018).

Teladani Figur Buya Hamka untuk Hadapi Dinamika Bangsa

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius mengajak seluruh anak bangsa untuk meneladani figur dan pemikiran Abdul Malik bin Haji Karim Amrullah atau lebih dikenal sebagai Buya Hamka.

jpnn.com/news/teladani-figur-buya-hamka-untuk-hadapi-dinamika-bangsa

Prabowo ke Anies: Anda Tidak Pantas Bicara Etik, Anda Tuh Menyesatkan

detik.com/jatim/berita/d-7129457/prabowo-ke-anies-anda-tidak-pantas-bicara-etik-anda-tuh-menyesatkan

SYIRIK

Kalau Allah SWT sudah dipersekutukan dengan yang lain, sudah mulai syirik, kita sendirilah yang telah memutuskan perhubungan dengan Dia. Tamatlah ceritanya. Tidak ada lagi perjuangan di dalam Islam. Kita sudah terhitung orang luar.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

MUI Pemersatu, Masih Panjang Jalan ke Depan

Kehadiran MUI pada 1971 yang dipimpin oleh Buya Hamka sebenarnya mempengaruhi juga pergerakan Islam di berbagai negara. Di Arab Saudi juga Sang Raja, Faisal Abdul Aziz, juga risau atas berbagai pertikaian soal agama. Maka 1971 itu atas titah raja didirikanlah apa yang disebut Dewan Ulama Senior Arab Saudi yang diketuai oleh Syaikh Ibrahim Alu Syaikh. Di Saudi, sekalipun namanya adalah Dewan Ulama Senior Arab Saudi, tetapi monarki keluarga Saud tetap saja dominan. Misalnya, ketika Dewan Ulama memfatwakan tidak boleh universitas bercampur pria dan wanita, maka Raja tak suka. Seperti dikutip dari laman Al Arabiyah terbitan 4 Oktober 2009, laporan Lamis Hoteit and Courtney C. Radsch menyebutkan bahwa Raja Abdullah bahkan mencopot ulama paling senior di Dewan itu, Sheikh Saad bin Nasser al-Shithri.

khazminang.id/mui-pemersatu-masih-panjang-jalan-ke-depan

Ucapan Selamat Natal Jangan Jadi Polemik Tiap Tahun, Setuju?

news.detik.com/berita/d-5860741/ucapan-selamat-natal-jangan-jadi-polemik-tiap-tahun-setuju

TOLERANSI RUMAH NOMOR 5

Menurut HAMKA, sebagaimana ditulis dalam Mengenang 100 Tahun, "... mengucapkan Selamat Hari Natal, sama artinya dengan ikut merayakan dan bergembira dengan perayaan Natal (kelahiran) itu, sekaligus mengakui keyakinan mereka (umat Kristen) yang keliru, yang menganggap bahwa Nabi Isa a.s., sebagai Tuhan."

(Yusuf Maulana, Buya HAMKA Ulama Umat Teladan Rakyat, Penerbit Pro-U Media, 2018).

WIBAWA DAKWAH BUYA HAMKA

Fatwa itu sampai ke telinga penguasa dan membuatnya gerah. Mereka lalu meminta fatwa itu dicabut. Namun Hamka menolaknya dan lebih memilih mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum MUI. Terlalu berharga aqidah umat baginya ketimbang hanya menjadi stempel penguasa. Posisinya boleh lengser, tapi pendiriannya tak mampu digeser oleh tekanan penguasa. Fatwa itu tetap ada hingga kini, melindungi dan menjaga aqidah umat. Kita amat sangat membutuhkan banyak sosok seperti Hamka hadir saat ini. Sosok yang berwawasan luas, merdeka dan tegas menyatakan kebenaran di hadapan penguasa, teguh memegang prinsip, berakhlak mulia, dan berwibawa. Semoga segera muncul Hamka-Hamka baru!

hidayatullah.com/artikel/opini/2017/02/17/111985/wibawa-dakwah-buya-hamka.html

SAAT BERSEJARAH

Semua orang ... Semua orang berdiri. Seorang melakukan komando, "Sei keirei!" Semua menekur ruku' menghadap ke istana. Semua serban, semua jubah, semua berdiri. Hanya seorang tua yang kurus, tetapi mata beliau menyinarkan iman yang panas dan hati baja, hanya beliau itu saja yang duduk, tidak ikut berdiri, yaitu Dr. Haji Abdul Karim Amrullah. Meskipun di kiri dan kanan beliau, Jepang yang berpedang panjang semuanya. Ganjil suasana rapat sesudah komando naure, artinya menyuruh mengangkat kepala kembali dan menyuruh duduk. Semua mata memandang dengan kecemasan dan mengandung beberapa makna -- mata ulama-ulama yang insaf bahwa perbuatan mereka salah atau mata ulama-ulama yang merasa kecil jiwa dan lemah iman karena turut ruku'. Demikian juga, mata-mata orang Jepang yang heran tercengang mengapa yang satu ini (Haji Abdul Karim Amrullah) tidak turut berdiri? Pada hari itu, belum ada pertanyaan orang Jepang kepada diri beliau. Beliau tetap dihormati dan lebih dihormati meskipun penghormatan yang tentu saja sudah lain artinya. Padahal, maksud Jepang adalah hendak mendesakkan kebudayaannya dalam tanah tauhid ini. Ulama-ulama yang banyak pun, sesudah rapat itu, datang menziarahi beliau, serta menyatakan cinta dan hormat sepenuh hati. Ada yang mencium tangan beliau karena sangat cinta. Dengan serta-merta, tersiarlah kabar ini ke seluruh dusun dan kota di tanah Jawa. Dalam saat yang hanya setengah menit, beliau telah menyatakan pendirian Islam yang sebenarnya terhadap kerajaan musyrik (Jepang). Dalam setengah menit, tercatatlah beliau sebagaimana yang dikatakan oleh Drs. Muhammad Hatta, "Ulama yang mula-mula sekali menyatakan revolusi jiwa kepada Jepang di Indonesia."

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Makam Kubah Nabi Harus Dihancurkan Karena Bid'ah | Fatwa Sadis Ulama Wahabi

youtube.com/watch?v=qsI4h8UIaRg

RENUNGAN BUDI

Umur badan terbatas. Umur batu nisan kadang-kadang lebih panjang dari umur badan, tetapi umur jasa dan kenangan lebih panjang dari umur batu nisan. Sebab itu Jalaluddin Rumi pernah mengatakan ketika orang minta izin kepadanya hendak membuatkan kubah pada kuburannya nanti apabila dia telah mati, "Tak usahlah nisan dan kubah pada kuburanku. Kalau hendak menziarahi aku, temuilah aku dalam hati orang yang mengenal ajaranku."

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

Habib Kesetanan..!! Dia Anggap Bangsa Pribumi TAI Bagi Yang Lancang Menikahi Syarifah

youtube.com/watch?v=6NCfeoz-UwY

ENAM PERTANYAAN DARI PONTIANAK

Amalan pada zaman Nabi adalah sebagai berikut. a. Nabi sendiri pernah mengawinkan bekas budaknya, Zaid bin Haritsah dengan Zainab binti Jahsy. Zainab dari Quraisy, Bani Hasyim. Zaid dari budak. Meskipun kemudian mereka bercerai, karena Zainab tidak suka, lalu Nabi sendiri kawin dengan Zainab, berarti bahwa pernah kejadian Nabi mengawinkan Syarifah dengan bekas budak. b. Abu Huzaifah pernah mengawinkan Salim bekas budaknya yang dimerdekakannya dengan anak perempuan saudaranya al-Walid bin 'Utbah. Salim itu terkenal teguh agamanya dan mulia budinya, sehingga pernah disebut-sebut oleh Sayidina Umar, "Jika Salim Maula Abu Huzaifah masih hidup, tentu ia akan kucalonkan jadi penggantiku." c. Abdurrahman bin 'Auf, Quraisy sejati, satu di antara 10 sahabat Rasulullah yang dijanjikan masuk surga, turut dalam Peperangan Badar. Saudara perempuannya dikawinkannya dengan Bilal, muazin Rasulullah. Bilal adalah bekas budak yang dimerdekakan oleh Abu Bakar. Oleh sebab itu, dapat diambil kesimpulan bahwa kekerasan mempertahankan Syarifah di Pontianak itu sudah mulai goyah, karena feodal kerajaan untuk pertahanan selama ini sudah tidak ada lagi. Perkawinan di antara laki-laki beragama berbudi dan istrinya bangsa Syarifah, In syaa Allah akan diberkati oleh Rasulullah dan direstui. Namun, kalau suami itu buruk agamanya, rendah budinya, walaupun ia bangsa Syarif, teranglah tidak akan direstui oleh Rasulullah.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

KH Quraish Shihab Bicara Soal Jilbab: Orang Bodoh Lebih Senang Meyeragamkan

Quraish Shihab pun menegaskan bahwa jauh sebelum revolusi Iran, jilbab belum dikenal luas seperti saat ini. Pun, saat Islam masuk ke Indonesia, banyak ulama-ulama ternama seperti KH Hasyim Asyari dan tokoh-tokoh Muhammadiyah yang tidak mewajibkan istri dan anak perempuannya memakai jilbab. Menurut Quraish Shihab, tidak mungkin apabila para ulama ternama Indonesia itu tidak tahu tentang ketentuan jilbab dalam Islam. Tidak mungkin juga para ulama ternama tersebut tidak berani meminta istri dan anak perempuannya tidak berjilbab.

wartakota.tribunnews.com/2022/08/01/kh-quraish-shihab-bicara-soal-jilbab-orang-bodoh-lebih-senang-meyeragamkan

Surat dari Tanah Mangkasura:
Bersatu Dalam Akidah, Toleransi Dalam Furu' dan Khilafiyah

Pernah satu waktu kakak menghantar Buya ke bangunan Nahdlatul Ulama (NU), lalu disambutlah Buya dan diminta untuk memberikan fatwa. Apa inti fatwa Buya pada waktu itu? Buya mengatakan, "Tidak ada dinding antara NU dengan Muhammadiyah, tidak ada dinding antara Muhammadiyah dengan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), tidak ada dinding antara NU dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pelajar Islam Indonesia (PII) dan sebagainya. Yang mendinding kita hanyalah masalah furu' dan khilafiyah. Kita semua telah dipateri oleh dua kalimah syahadat: satu Tuhan, satu nabi, dan satu kiblat -- kita semuanya bersaudara."

(PERJALANAN TERAKHIR BUYA HAMKA: Sebuah Biografi Kematian, JT Books PLT, 2021).

Dianggap Tak Islami, FPI Razia dan Potong Celana Jins Perempuan di Aceh

suara.com/news/2018/12/25/162440/dianggap-tak-islami-fpi-razia-dan-potong-celana-jins-perempuan-di-aceh

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DI ACEH (DI ABAD KE-17)

Amat mendalam kesan yang kita dapat demi menyalin kembali sejarah, sesuatu yang penting dari negara kita ini, yaitu daerah Aceh. Apalagi apabila kita bandingkan dengan insiden hebat yang terjadi di antara kaum Ulama (Mulla) di Iran pada bulan Juni 1963 M karena maksud pemerintah hendak memberikan hak memilih dan dipilih bagi kaum perempuan. Pertumpahan darah tidak dapat dielakkan dan penangkapan besar-besaran terhadap ulama telah berlaku, ini di dalam pertengahan Abad ke-20, sedang di bagian tanah air kita, ujung utara pulau Sumatra, keadaan ini sudah dapat diselesaikan pada pertengahan Abad ke-17. Di dalam Qanun Asyi Darussalam itu dengan tegas dinyatakan bahwa sumber hukum, adat, qanun dan resam, tidak lain ialah Al-Qur'an, Hadits, Ijma' dan Qiyas, menurut madzhab Ahlus Sunah wal Jamaah, tidak boleh menyeleweng dari itu. Rupanya hak-hak yang diberikan kepada kaum perempuan, dengan persetujuan dari ulama sendiri pun, ulama-ulama pun duduk dalam pemerintahan di samping raja, menyebabkan kaum perempuan setia memikul kewajibannya. Ini berkesan kepada cara hidup mereka. Di seluruh tanah air kita, di Acehlah pakaian asli perempuan memakai celana. Sebab mereka pun turut aktif memegang peranan di dalam perang. Mereka menyediakan perbekalan makanan, mereka membantu di garis belakang dan mereka pun pergi ke medan perang mengobati yang luka. Itu pula sebabnya sejarah Teuku Umar, johan pahlawan tidak dapat dipisahkan dari sejarah istrinya Teuku Cut Nyak Dien yang bertahun-tahun setelah suaminya tewas mencapai syahid di medan jihad, tetapi beliau pahlawan putri itu masih meneruskan perjuangan, walaupun tinggal seorang diri, hanya dapat ditangkap setelah seorang pengikutnya menunjukkan tempat persembunyiannya kepada serdadu Marsose Belanda. Bukan karena pengkhianatan pengikut itu melainkan karena mempunyai keyakinan tidak ada perlunya meneruskan hidup dalam hutan karena seluruh Aceh telah ditaklukkan dan sultan sendiri telah menyerahkan diri kepada Belanda, tidak mungkin lagi meneruskan perjuangan. Si pengikut yang menunjukkan tempat persembunyian beliau itu melihat bahwa pahlawan perempuan itu telah mulai tua dan badan sakit-sakit karena kurang makan di hutan, sedang pengiringnya tidak lebih dari empat atau lima orang lagi yang tinggal. Seketika opsir Belanda yang disuruh menjeputnya hendak menjabat tangannya, beliau telah berkata, Bek kamat ke, kapeh celaka! (Jangan pegang tanganku, kafir celaka!). Semangat perempuan pada suku bangsa yang seperti ini, menyebabkan tidak lagi heran, ada di antara mereka yang sampai menjadi anggota Balai Majelis Mahkamah Rakyat, bahkan empat orang sampai menjadi Sultan Aceh. Mereka diberi hak dan mereka pun memikul kewajiban untuk agama, bangsa, dan negara dengan penuh rasa tanggung jawab. Ulama pun mendukung mereka. Pikirkanlah dengan dalam. Betapa jauh perbedaan latar belakang perempuan Aceh 358 tahun yang lalu dengan perjuangan perempuan zaman sekarang. Mereka didorong oleh semangat jihad dan syahid karena ingin bersama menegakan agama dengan laki-laki, jauh dari arti yang dapat kita ambil dari gerakan Vrouwen Emancipatie atau feminism zaman modern sekarang ini.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

WAHABI BERTANYA MANA DALILNYA

youtube.com/shorts/JeT7vaisStQ

PERTANYAAN

Menurut ajaran Islam yang pernah saya terima, aurat perempuan adalah seluruh badan (tubuh), kecuali muka dan kedua telapak tangan ... Berhubung dari kedua guru agama tersebut saya tidak memperoleh alasannya dari firman Allah dalam Al-Qur'an atau Hadits shahih dan perjuangan Nabi Muhammad saw., bersama ini saya mohon penjelasan Bapak Prof. Dr. HAMKA dengan didasarkan Al-Qur'an dan Hadits. Atas jawaban Bapak terhadap pertanyaan saya di atas, saya menyampaikan banyak terima kasih.

BOLEHKAH BERPANDUKAN DENGAN HADITS DHAIF?

Hadits dhaif tidak boleh jadi hujjah.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 3 Tahun 2004 Tentang TERORISME

Jihad: 1) Sifatnya melakukan perbaikan (ishlah) sekalipun dengan cara peperangan. 2) Tujuannya menegakkan agama Allah dan/atau membela hak-hak pihak yang terzhalimi. 3) Dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syari'at dengan sasaran musuh yang sudah jelas. Hukum melakukan jihad adalah wajib.

mui.or.id/wp-content/uploads/files/fatwa/10.-Terorisme.pdf

Maulid Nabi Di Pakistan Dibooooooooooommm SALAFI-WAHABI | Malim Mudo

youtube.com/watch?v=GmnGOPI0AUY

PAKAIAN SOPAN

"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istri engkau dan anak-anak perempuan engkau dan istri-istri orang-orang yang beriman, hendaklah mereka melekatkan jilbab mereka ke atas diri mereka. Yang demikian itu ialah supaya mereka lebih mudah dikenal, maka tidaklah mereka akan diganggu orang. Dan Allah adalah Pemberi Ampun dan Penyayang. Sesungguhnya jika tidak juga berhenti orang-orang yang munafik itu dan orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan pengacau-pengacau di Madinah, niscaya akan Kami kerahkan engkau terhadap mereka. Kemudian itu tidaklah mereka akan bertetangga lagi dengan engkau di situ kecuali dalam masa sedikit. Mereka dalam keadaan terkutuk di mana saja mereka dijumpai dan mereka akan dibunuh sampai semusnah-musnahnya." (al-Ahzaab: 59-61).

Orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, menurut keterangan Ikrimah, seorang ulama tabi'in ialah orang yang pikirannya tidak sehat lagi karena telah terpusat kepada syahwat terhadap perempuan saja. Ingatannya siang malam hanya kepada perempuan bagaimana supaya nafsunya lepas dengan berzina. Orang-orang semacam inilah yang mengintip perempuan yang keluar setelah hari malam, sehingga terpaksa turun wahyu memerintahkan istri-istri Nabi dan anak-anak perempuan Nabi dan istri-istri orang beriman memakai jilbab kalau keluar dari rumah, baik siang, apatah lagi malam. Ungkapan Al-Qur'an tentang orang ini, yaitu "orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit", adalah ungkapan yang tepat sekali. Ahli-ahli ilmu jiwa modern pun berpendapat bahwa orang semacam ini tidak normal lagi. Baik dia laki-laki atau dia perempuan. Penyakit ketagihan bersetubuh itu dinamai sex maniac. Telah tumpul otaknya karena kekuatan energi dirinya telah terkumpul kepada alat kelaminnya belaka. Orang-orang semacam ini dapat mengacaukan masyarakat yang sopan. Dia tidak tahu malu. Penglihatan matanya sudah ganjil, meleleh seleranya melihat pinggul orang perempuan atau melihat susu mereka di balik kain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Akibat Sekularisme, Komunis Berkembang & Bangsa Indonesia Dicap Kafir oleh Al-Qur'an

"Gara-gara presidennya, gara-gara menteri kehakiman, gara-gara menteri agamanya tidak mau menjalankan hukum Islam, maka bangsa Indonesia ini dicap oleh Al-Qur'an sebagai bangsa kafir!" tandasnya.

panjimas.com/galeri/videos/2016/09/30/video-akibat-sekularisme-komunis-berkembang-bangsa-indonesia-dicap-kafir-oleh-al-quran

SURAT-SURAT ISLAM DARI ENDEH

Dari Ir. Soekarno
Kepada Tuan A. Hasan, Guru "Persatuan Islam" di Bandung

Assalamu 'alaikum,
Tuan punya kiriman paket pos telah tiba di tangan saya seminggu yang lalu. Karena terpaksa menunggu kapal, baru ini harilah saya bisa menyampaikan kepada Tuan terima kasih kami, laki-istri serta anak. Biji jambu mete menjadi 'gayeman' seisi rumah, di Endeh ada juga jambu mete, tapi varieteit 'liar', rasanya tak nyaman. Maklum, belum ada orang menanam varieteit yang baik. Oleh karena itu, maka jambu mete itu menjadikan pesta. Saya punya mulut sendiri tak berhenti-henti mengunyah! Buku-buku yang Tuan kirimkan itu segera saya baca. Terutama "Soal-Jawab" adalah suatu kumpulan jawahir-jawahir. Banyak yang tadinya kurang terang, kini lebih terang. Alhamdulillah!

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

PRIBADI DAN MARTABAT BUYA HAMKA

Sahabatnya, Buya Zainal Abidin Syu'aib, yang kami panggil Buya Zas, kerap datang dari Padang, singgah dan makan di rumah. Mereka membicarakan keadaan negeri asal mereka Minangkabau, tentang ulama-ulama yang sudah makin menipis, pergaulan pemuda-pemudi yang sudah sangat bebas, adat yang tak dihiraukan lagi dan berita-berita kejahatan yang memenuhi koran-koran setiap hari. Cerita-cerita sambil lalu itu pun bisa membuat Ayah menitikkan air mata.

(Rusydi Hamka, PRIBADI DAN MARTABAT BUYA HAMKA, Penerbit Noura, Cet.I, 2017).

DETIK-DETIK WAHHABI NGAMUK DENGAR SHOLAWAT PAKAI HADROH DI MASJID | GMNU TV

youtube.com/watch?v=rywT17hMJHM

MENJAWAB MASALAH

Dzikir dan puji-pujian kepada Nabi saw. dengan menabuh rebana atau talam, dengan suara yang merdu, tetapi seluruh bacaannya menjadi salah karena lagunya. Adat ini pun diberantas.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

GHURABAA

Saya salinkan ke dalam bahasa kita apa yang ditulis oleh Ibnul Qayyim ini dalam Madarijus Salikin tentang ghurabaa ini. "Muslim sejati di kalangan manusia adalah asing. Mukmin di kalangan orang Islam adalah asing, ahli ilmu sejati di kalangan orang beriman adalah asing, Ahli Sunnah yang membedakannya dengan ahli dakwah nafsu dan Bid'ah di kalangan mereka adalah asing dan ahli-ahli dakwah yang membawa orang kejurusan itu dan orang yang selalu disakitkan oleh orang yang tidak senang, pun adalah sangat asing. Namun, orang-orang itu semuanya adalah Wali Allah yang sebenarnya, sebab itu mereka tidak asing. Mereka hanya asing dalam pandangan orang kebanyakan ini."

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Foto Lawas Prabowo dan Mantan Istrinya Viral, Netizen: Kami Rindu dengan Presiden seperti Pak Harto

wartaekonomi.co.id/read498962/foto-lawas-prabowo-dan-mantan-istrinya-viral-netizen-kami-rindu-dengan-presiden-seperti-pak-harto

Politik Tangan Besi Masa Hindia Belanda: Siasat Penjajah Gunakan Intelijen Lumpuhkan Pergerakan Nasional

Sekalipun banyak juga pejuang kemerdekaan yang memiliki nyali tinggi dan terang-terangan melawan kuasa Belanda. Antara lain Soekarno, Tjipto Mangoenkoesoemo, Iwa Kusumasoemantri, hingga Haji Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul). Ambil contoh perjuangan pejuang kemerdekaan, Haji Rasul. Ulama asal Minangkabau yang juga ayah dari Buya Hamka, terkenal bernyali tinggi menentang Belanda.

voi.id/memori/312245/politik-tangan-besi-masa-hindia-belanda-siasat-penjajah-gunakan-intelijen-lumpuhkan-pergerakan-nasional

GESTAPU

Abdul Karim Oei berkata bahwa ketika Hamka menerima kabar kematian Sukarno (di tengah khotbah di masjidnya Oei) dia bersedih dan menangis (wawancara).

(James R. Rush, ADICERITA HAMKA: Visi Islam Sang Penulis Besar untuk Indonesia Modern, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Cet.1, 2017).

Invasi Budaya NU Di Muhammadiyah, Apakah Sebuah Kekalahan Muhammadiyah Yang Influencer?

youtube.com/watch?v=8qABPnWWroY

MENIKAM DENGAN KERIS MAJAL

H.A. Halim Hassan berkata, "Ini bukan kekalahan. Dibawa bicara berhadapan Pemimpin Muhammadiyah dengan raja adalah kemenangan. Tutup masjid bukan kekalahan. Kita belum pernah kalah berhujjah dengan mereka, tetapi kita sekarang berhadapan dengan sesuatu kekuasaan, dipaksa tunduk. Tetapi kita mulia!"

(Buya HAMKA, KENANG-KENANGAN HIDUP, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

NEGARA ISLAM, NEGARA TAUHID

Setelah Nabi saw. pindah ke kediamannya yang baru (Madinah), Islam pun menempuh penghidupan yang baru. Di sanalah, terdapat keteguhan dan kekuatan. Di sanalah, mulai didirikan negara yang Nabi saw. cita-citakan yaitu negara Islam, negara Tauhid.

DARUL ISLAM

Tuntunan dari ajaran Islam sendiri pun amat jelas untuk menjadi pegangan mereka. Peraturan Islam membagi negara-negara (dar) kepada tiga macam saja, yakni Darul Islam, Darul Kufar dan Darul Harb. Negeri-negeri yang telah ditaklukkan oleh Islam dan telah dapat didirikan di sana hukum syari'at Islam di bawah pimpinan khalifah dinamakan Darul Islam.

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Prabowo dan Yusril Ihza Mahenda Hadir di Istana Besar Pagaruyung, Sumatera Barat

gelora.co/2023/04/prabowo-subiyanto-dan-yusril-ihza.html

BASYA SENTOT DI MINANGKABAU

Belanda menyampaikan kepada Basya Sentot bahwa baginya terbuka medan perjuangan. Diceritakan kepadanya bahwa di Minangkabau ada segolongan kaum yang mengakui dirinya Islam sejati, padahal mereka menganut paham yang sesat dan merusak Islam. Itulah kaum Paderi. Belanda memerangi kaum itu untuk membela umat Islam yang cinta damai, di bawah pemerintahan sultannya sendiri di Pagaruyung.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

MENABUNG DI BANK KONVENSIONAL "ANDA SEDANG INVESTASI DOSA" | Prof. Abdul Somad & Sahabat

youtube.com/watch?v=n4NVVtyVwc8

ISLAM SONTOLOYO

Tahukah Tuan caranya tukang riba itu menghalalkan ia punya pekerjaan -- riba? Tuan mau pinjam uang daripadanya f100, dan sanggup bayar habis bulan f120. Ia mengambil sehelai kain, atau sebuah kursi, atau sebuah cincin, ataupun sebuah batu, dan ia jual barang itu "op crediet" kepada Tuan dengan harga f120, "Tidak usah bayar kontan, habis bulan saja bayar f120 -- itu". Itu kain atau kursi atau cincin atau batu kini sudah menjadi milik Tuan karena sudah Tuan beli, walaupun "op crediet". Lantas ia beli kembali barang itu dari Tuan dengan harga kontan f100. Accoord? Nah, inilah Tuan terima uang pembelian kontan yang f100, itu. Asal Tuan jangan lupa: habis bulan Tuan bayar Tuan punya utang kredit yang f120 -- itu! Simple comme bonjour! -- kata orang Prancis. Artinya: Bukan! Ini bukan riba, tidak ada yang lebih mudah dari ini, ini bukan merentenkan uang, ini dagang, jual beli, halal, sah, tidak dilarang oleh agama! Benar, ini sah, ini halal, tapi halalnya Islam Sontoloyo!

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

RIBA

"Wahai orang-orang yang beriman! Takwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa dari riba itu, jikalau benar-benar kamu orang-orang yang beriman. Akan tetapi, jika tidak kamu kerjakan begitu maka terimalah satu pernyataan perang dari Allah dan Rasul-Nya ..." (al-Baqarah: 278-279).

Artinya, kamu telah mengaku beriman, padahal makan riba masih diteruskan juga, "Maka terimalah pernyataan perang dari Allah dan Rasul-Nya." Inilah suatu peringatan yang amat keras, yang dalam bahasa kita zaman sekarang bisa disebut ultimatum dari Allah. Menurut penyelidikan kami, tidak terdapat dosa lain yang mendapat peringatan sekeras ancaman terhadap meneruskan riba ini. Disini diterangkan bahwa meneruskan hidup dengan riba setelah menjadi orang Islam berarti memaklumkan perang kepada Allah dan Rasul.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Jilbab: Dulu Sempat Dilarang Soeharto, Masif di Masa Kini

bengkuluekspress.disway.id/read/145361/jilbab-dulu-sempat-dilarang-soeharto-masif-di-masa-kini

AL-QUR'AN: LAFAZH DAN MAKNA

Pendeknya, betapapun keahlian kita memahami arti dari tiap-tiap kalimat Al-Qur'an kalau kita hendak jujur beragama, tidak dapat tidak, kita mesti memperhatikan bagaimana pendapat ulama-ulama yang terdahulu, terutama Sunnah Rasul, pendapat sahabat-sahabat Rasulullah dan tabi'in serta ulama ikutan kita. Itulah yang dinamakan riwayah, terutama berkenaan dengan ayat-ayat yang mengenai hukum-hukum.

PAKAIAN SOPAN

Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan bahwa jilbab itu lebih luas dari selendang. Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud, keduanya sahabat Rasulullah yang terhitung alim mengatakan bahwa jilbab ialah rida', semacam selimut luas. Al-Qurthubi menjelaskan sekali lagi, "Yang benar ialah sehelai kain yang menutupi seluruh badan." Ibnu Katsir mengatakan bahwa jilbab ialah ditutupkan ke badan di atas daripada selendang. Sufyan Tsauri memberikan penjelasan, bahwa makanya istri-istri Nabi dan anak-anak perempuan beliau dan orang-orang perempuan beriman disuruh memakai jilbab di luar pakaian biasa ialah supaya jadi tanda bahwa mereka adalah perempuan-perempuan terhormat dan merdeka, bukan budak-budak, dayang dan bukan perempuan lacur. As-Suddi berkata, "Orang-orang jahat di Madinah keluar pada malam hari seketika mulai gelap, mereka pergi ke jalan-jalan di Madinah, lalu mereka ganggui perempuan yang lalu lintas. Sedang rumah-rumah di Madinah ketika itu berdesak-desak sempit. Maka jika hari telah malam perempuan-perempuan pun keluar ke jalan mencari tempat untuk membuangkan kotoran mereka. Di waktu itulah orang-orang jahat itu mulai mengganggu. Kalau mereka lihat perempuan memakai jilbab tidaklah mereka ganggu. Mereka berkata, "Ini perempuan merdeka, jangan diganggu". Kalau mereka lihat tidak memakai jilbab, mereka berkata, "Ini budak!", lalu mereka kerumuni." ... Jelaslah bahwa bentuk pakaian atau modelnya tidaklah ditentukan oleh Al-Qur'an. Yang jadi pokok yang dikehendaki Al-Qur'an ialah pakaian yang menunjukkan iman kepada Allah SWT, pakaian yang menunjukkan kesopanan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Bilang WALISONGO itu FIKTIF - Ustadz Wahhabi ini DIUSIR dari INDONESIA

youtube.com/watch?v=YFdmIf4I2og

MUNAFIK

"Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Kemarilah, kepada apa yang diturunkan Allah dan kepada Rasul!' Engkau lihatlah orang-orang yang munafik itu berpaling dari engkau sebenar-benar berpaling ... Maka sungguh tidak, demi Allah engkau! Tidaklah mereka itu beriman, sehingga mereka ber-tahkim kepada engkau pada hal-hal yang berselisih di antara mereka." (an-Nisaa': 61-65).

Di ayat 65 akan kita baca penegasan Allah dengan sumpah bahwa orang yang tidak mau menerima tahkim dari Allah dan Rasul-Nya, tidaklah termasuk orang yang beriman, "Walau shallaa, walau shaama!" Walaupun dia Shalat, walaupun dia Puasa.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Gelar Tahlilan 7 Hari Meninggalnya Istri, Indro Warkop Lempar Senyum Bareng Santri

style.tribunnews.com/2018/10/18/gelar-tahlilan-7-hari-meninggalnya-istri-indro-warkop-lempar-senyum-bareng-santri

SAMPAIKAH DOA KITA YANG HIDUP UNTUK ORANG YANG TELAH MENINGGAL?

Nabi berkata bahwa orang yang mati menderita adzab karena diratapi oleh keluarganya yang ditinggalkan.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Mereka Makin Keterlaluan, Saatnya Pribumi Bergerak Melawan!! -Komando Gus Fuad Plered

youtube.com/watch?v=JpOQpsE3ZHE

PENYAKIT BUDI

Cobalah renungkan. Dapatkah darah keturunan itu mengobat lapar atau menutup malu? Dapatkah pula dia menolongmu dari siksa dan hukuman Tuhan di akhirat? Kemudian coba perhatikan pula orang-orang yang mengaku sama-sama keturunan bangsawan, ada yang lebih tinggi keturunannya daripada engkau, katakanlah keturunan nabi-nabi, atau keturunan sahabat-sahabat nabi atau keturunan ulama yang besar, atau keturunan raja-raja benua ajam, entah Kisra dari Persia atau Kaisar dari benua Rum, atau keturunan raja-raja Tuba' di negeri Yaman atau katakanlah keturunan raja-raja Islam yang besar-besar. Cobalah perhatikan betapa nasib keturunan-keturunan itu sekarang, akan dapat engkau lihat bahwa martabat mereka telah merosot turun, tak dapat mengangkat muka lagi. Mungkin pula nenek-moyang yang mereka banggakan itu adalah orang-orang yang fasik, yang selama mereka berkuasa dahulu berlaku lalim dan aniaya kepada rakyat, sehingga menimbulkan dan meninggalkan kesan nama buruk karena lalimnya, yang tidak dapat dihapuskan dari lembaran sejarah, walaupun telah lama masa berlalu. Dosa mereka sangat besar, dan sesalan mereka tidakkan habis sampai hari Kiamat.

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

Emak-Emak Protes Wisuda Anak Sekolah ke Nadiem, Cuti Idul Adha Nambah

enamplus.liputan6.com/news/read/5325287/emak-emak-protes-wisuda-anak-sekolah-ke-nadiem-cuti-idul-adha-nambah

KESIMPULAN

1. Tidak wajib negeri yang berjauhan mengikuti puasa dan berbuka pada Hari Raya Haji karena mathla' tidak sama. 2. Wukuf di Arafah wajib dituruti menurut keputusan penguasa di negeri itu. 3. Rasulullah saw. mengingatkan bahwa kita puasa, berbuka dan berkurban menurut orang ramai. Berbeda-beda hari tidak beliau sukai. Kalau tidak yakin, boleh lakukan terlebih dahulu dengan rahasia. 4. Seyogianya, demi kesadaran kita beragama, kita berusaha mempersamakan Hari Raya Fitri dan Adha, demi syiar Islam.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Bid'ah Dipelihara Karna Banyak Menghasilkan Uang

youtube.com/shorts/HMoCKsPd7t0

MENGAPA SHALAT MESTI BERBAHASA ARAB

Tidaklah sah kita lakukan di luar aturan yang telah ditentukan oleh Rasul saw. Tidak boleh ditambah, dikurangi dan diubah, baik fi'li-nya atau zikri-nya, atau qalbu-nya adalah BID'AH: yaitu mengada-adakan dalam agama.

ORANG MUSYRIK MASUK MASJID

"Wahai orang yang beriman! Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwa) karena itu janganlah mereka mendekati Masjidil Haram setelah tahun ini..." (at-Taubah: 28). Jelaslah bahwa sejak tahun itu, dibuatlah peraturan oleh Allah bahwa Masjidil Haram yang ada di Mekah itu tidak boleh lagi dimasuki oleh musyrik penyembah berhala. Sejak waktu itu dibersihkanlah Tanah Haram Mekah dari segala sisa kemusyrikan. Kemudian dengan tegas Nabi mengemukakan aturan bahwasanya di Tanah Hijaz tidak boleh ada dua agama. Akhirnya Sayidina Umar bin Khaththab, Khalifah Nabi yang kedua menetapkan bahwasanya buat seluruh jazirah Arab hanya boleh satu agama.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Abu Jahal, Bapak Kebodohan yang Tewas dalam Perang Badar

kompas.com/stori/read/2022/09/19/190000279/abu-jahal-bapak-kebodohan-yang-tewas-dalam-perang-badar

Press Release

Majelis Ulama Indonesia menyerukan kepada umat Islam agar jangan mudah terpengaruh dengan isu-isu, apalagi yang tidak jelas sumbernya, demi memelihara iman yang berdasarkan Tauhid.

Jakarta, 18 Maret 1976

DEWAN PIMPINAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA

PROF. DR. HAMKA
Ketua

H. MUSYTARY YUSUF L.A.
Sekretaris

PERTANYAAN

Apakah beragama terlebih dahulu kemudian baru percaya tentang adanya Allah, atau percaya lebih dahulu kepada Allah, kemudian baru beragama?

JAWABAN

Menurut ajaran agama Islam, manusia itu lahir ke dunia dalam fitrah, yaitu suci murni. Oleh karena itu, pada pokok yang pertama, manusia itu percaya kepada Allah. Demikian pula anak yang dilahirkan oleh keluarga orang tua yang beragama Islam, ia sendiri terhitung sebagai orang Islam pula, meskipun ia belum tahu siapa Tuhannya. Orang beragama lebih dahulu, kemudian ia belajar hakikat agama yang dipeluknya, sampai ia kenal dan percaya benar siapa Tuhannya. Oleh sebab itu, tidaklah perlu seseorang lebih dahulu tidak beragama (kafir), baru setelah ia kafir, ia mencari-cari Tuhan. Coba perhatikan sendiri betapa banyak pada zaman ini anak-anak muda laki-laki dan perempuan dari keluarga Islam. Mereka tidak dikatakan "tidak beragama" meskipun mereka belum mengetahui siapa Tuhannya. Buktinya, kalau mereka meninggal diurus juga mayatnya secara Islam dan mereka dinikahkan di hadapan qadhi (penghulu) secara Islam. Demikian luas dada Islam menerima umatnya, walaupun umat itu pada hakikatnya belum mengetahui siapa Tuhannya, belum mengerti hakikat agamanya, belumlah ia dihitung kafir, karena ia sudah dilahirkan dari keluarga Islam. Ia baru dikatakan kafir pada saat ia meresmikan tidak percaya kepada Tuhan, ataupun tidak beragama. Oleh sebab itu, dapatlah kita simpulkan bahwa seorang dari keluarga Islam, telah beragama lebih dahulu, baru ia mempelajari siapa Tuhannya. Akan tetapi, hal ini belum tentu berlaku bagi anak-anak yang dahulunya dalam keluarga Islam, memakai nama-nama Islam, tetapi telah memeluk paham komunis. Sebab dalam ajaran komunis, tidak disebut komunis kalau ia masih percaya adanya Tuhan. Lantaran itu, besar kemungkinan bahwa anak-anak orang yang telah masuk komunis -- meskipun dahulunya keluarga Islam -- memang telah kafir lebih dahulu, sebelum ia menerima Islam.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

SHOLAT MENJADI PEMBEDA ORANG KAFIR DAN MUSLIM | UST. DAS'AD LATIF

youtube.com/watch?v=4RWWdATQzKY

DZIKIR RIBUT-RIBUT

"Dan tidaklah ada shalat mereka di sisi rumah suci itu melainkan bersiul-siul dan bertepuk tangan. Maka, rasakanlah olehmu adzab, akibat dari kekufuran kamu itu." (al-Anfaal: 35).

Ibnul Qayyim di dalam kitab Ighatsatul Lahfan, ayat ini menunjukkan bahwasanya segala macam cara-cara dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah, tetapi tidak menurut yang digariskan oleh Nabi sebagai yang dilakukan oleh ahli-ahli tasawuf, ada yang ratib menyorak-nyorakkan dan menyebut nama Allah dengan suara keras tiada sependengaran dan ada yang memakai seruling, genderang, rebana dan sebagainya yang menyebabkan ibadah itu menjadi heboh, samalah keadaannya dengan orang jahiliyyah sembahyang atau thawaf sambil bersiul, bertepuk tangan dan ada yang bertelanjang mengelilingi Ka'bah itu. Ibnu Taimiyah, guru dari Ibnul Qayyim menerangkan pula dalam salah satu fatwanya bahwa ... Hal ini barulah diada-adakan orang (Bid'ah) setelah lepas kurun yang tiga. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa orang-orang yang benar-benar pengalamannya dalam soal-soal latihan keruhanian dan mengerti hakikat agama dan hal-ihwal hati, telah mendapat kesimpulan bahwa cara-cara demikian tidaklah ada manfaatnya bagi hati, melainkan lebih banyak mudharatnya. Bahayanya bagi jiwa sama dengan bahaya minuman keras bagi tubuh. Sekian kita salin beberapa perbandingan dari Ibnu Taimiyah, tentang dzikir ribut-ribut yang dilakukan orang-orang sufi, menyerupai apa yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyyah di Ka'bah itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Hadiri Haul Pendiri Majelis Rasulullah, Prabowo: Masa Depan Bangsa Kita Akan Cerah

jpnn.com/news/hadiri-haul-pendiri-majelis-rasulullah-prabowo-masa-depan-bangsa-kita-akan-cerah

LAUTAN SYIRIK

Inilah satu di antara yang menjadi penyakit berbahaya menimpa jiwa umat Islam seketika tiba zaman mundurnya. Raja-raja yang kadang-kadang bergelar sultan, khalifah, atau Amirul Mu'minin, memerintah rakyat "di atas kehendak Tuhan". Padahal atas kehendaknya sendiri. Di sampingnya berdirilah "ulama-ulama resmi" mem-"produksi" fatwa buat membela beliau dan menjunjung tinggi namanya. Dalam keadaan yang seperti ini wajiblah rakyat tetap bodoh. Jangan hendaknya dia tahu akan hakikat Islam, kecuali kulit-kulitnya, dan biarlah temponya habis di dalam bertengkar dan berselisih dalam perkara yang kecil-kecil. Biar dia tahu kulit agama, tetapi jangan sampai kepada isi. Oleh karena itu datanglah penjajah Barat, didapatinya tanah subur, negeri kaya, rakyat bodoh, rajanya gila hormat. Maka didekatinyalah raja itu, disenangkan hatinya dengan gelar, pangkat bintang, adat-istiadat menjunjung duli. Adapun rakyat, biarlah dia tetap memperturutkan syiriknya, membuat azimat dan ziarah ke kubur keramat meminta berkat syafaat waliyullah yang berkubur di sana. Adapun kekuasaan dalam negeri itu jatuhlah belaka ke tangan penjajah tadi. Bertambah lama bertambah tenggelamlah umat itu ke dalam Lautan Syirik dengan tidak disadari. Timbullah takut dan gentar kepada selain dari Allah dan dinginlah semangat perjuangan, karena dinginnya rasa Tauhid.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM Jilid 1, Republika Penerbit, Cet.1, 2018).

Kenapa Wahabi Itu Sesat? Durhaka Kepada Orang Tuanya | Orang tua dituduh Syirik | Na'uzubillah

youtube.com/watch?v=xeUbc6zdEMc

MEMULAI PERJUANGAN

Terjadilah perdebatan antara abang dengan adik karena ayah Hamka mengemukakan hadits dari Jarir bin Abdillah yang menyatakan bahwa berkumpul dan makan-makan di rumah orang kematian sama haramnya dengan meratap. Namun, Haji Muhammad Nur dimenangkan oleh tuanku laras. Apalagi, dia disokong pula oleh mamaknya, Datuk Makhudum, yang menjadi penghulu kepala dan anak dari tuanku laras. Kami berdebat di rumah tuanku laras sejak pukul sembilan pagi sampai pukul lima sore, hanya waktu sembahyang saja terhenti ... Kami dibenci orang. Ayah Hamka dituduh durhaka kepada ayahnya karena ruh ayahnya tidak dihormati, dipandang sebagaimana anjing mati saja. Haji Muhammad Nur dipuji karena dia tetap setia pada ruh ayahnya ... Bersamaan dengan itu, timbul pula perselisihan paham yang kedua, yang beliau (Haji Rasul) tidak dapat mengatasinya, yaitu tentang pembangunan kubur ayahnya. Adik ayahnya, bapak kecilnya, yaitu Engku Haji Umar, disokong pula oleh Haji Muhammad Nur Amrullah, adiknya, serta dibantu oleh penghulu-penghulu dan tuanku laras sendiri sepakat hendak membangun kubur ayahnya. Ayahku mencoba mengangkat suara hendak menghalangi maksud itu. Beliau berpendirian bahwa bangunan sebuah kubur cukuplah sekadar tanda supaya ia jangan hilang. Namun, kalau ditinggikan, takut kalau-kalau itu menjadi tempat pujaan pula. Pihak yang mempertahankan berkata, "Sementara itu, di Mekah dan Madinah, serta kubur sahabat-sahabat mulia dibangun, demikian pula kubur ulama-ulama dan syekh-syekh yang tinggi martabatnya, betapa lagi kubur tuan syekh kita, guru kita yang mulia." Paham yang melarang membangun kubur, kata mereka, adalah paham Wahabi yang sesat dan menyesatkan.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Indonesia Tidak Sedang Baik-baik Saja

Negeri yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata oleh para pejuang, telah diwarisi secara sepihak oleh para naga -oligarki-.

makassar.tribunnews.com/2023/05/17/indonesia-tidak-sedang-baik-baik-saja

MUHAMMAD SALEH

Kenduri di rumah orang kematian, haram. Talkin mayat, Bid'ah. Kadang-kadang dibongkarnya kezaliman kerajaan dalam menjalankan hukum. Pada suatu hari terlompatlah rupanya kata-katanya yang amat keras sehingga disampaikan orang kepada kerajaan. Muhammad Saleh dipanggil ke hadapan Majelis Syar'i Kerajaan Serdang. Dibuatlah bermacam-macam titian berakuk sehingga Muhammad Saleh terperosok ke dalamnya, tersalah perkataannya. Datanglah tuduhan murtad. Terjadilah di tanah Islam, di dalam Abad ke-20 pemerintahan zalim seperti di Prancis di zaman Louis ke-14. Masih syukur, di atas kerajaan itu masih ada pemerintahan Belanda. Rupanya pemerintahannya masih lebih baik dari pemerintahan raja-raja abad-abad pertengahan, yang masih terselat di sudut Abad ke-20. Kalau tidak ada Belanda di atasnya, tentulah Muhammad Saleh telah dipecahkan lidahnya, dipatahkan kakinya, lalu dinaikkan ke atas pembakaran, seperti di Prancis pada zaman Voltaire. Oleh sebab Muhammad Saleh telah diputuskan murtad, hukumnya ialah nikahnya tidak sah dengan perempuan Islam. Kalau dia mati, dia tidak boleh dikuburkan di perkuburan Islam. Dia tidak sah menikahkan anaknya sendiri. Demikianlah 10 tahun lamanya Muhammad Saleh menderita di Serdang. Dia tetap mengerjakan agamanya dengan patuh. Dia tetap shalat lima waktu dan puasa bulan Ramadhan meskipun sendiri. Ketika anak perempuannya hendak kawin, orang lainlah yang menikahkan atau wali hakim. Dia tidak mau tobat di hadapan kerajaan karena dia tidak merasa salah.

(Buya HAMKA, KENANG-KENANGAN HIDUP, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

Muhammadiyah dan PBNU Sepakat Tolak Politik Identitas dan Dorong Kepemimpinan Moral di Pemilu 2024

kompas.tv/article/410188/muhammadiyah-dan-pbnu-sepakat-tolak-politik-identitas-dan-dorong-kepemimpinan-moral-di-pemilu-2024

Gerakan Muhammadiyah Singapura menerbitkan semula buku "Teguran Suci Dan Jujur Terhadap Mufti Johor" oleh HAMKA yang telah diterbitkan oleh persatuan Muhammadiyah Singapura edisi pertama pada 1958; seterusnya melalui laman maya, internet, blog dan bermacam-macam saluran kesemuanya digunakan untuk merosakkan fahaman Ahli Sunnah wal Jamaah; Fahaman Wahhabi menggunakan istilah BID'AH sebagai manhaj atau metodologi fahaman mereka; Jadi untuk mengenali golongan ini, "bila sikit-sikit bid'ah" yang diperkatakan, itulah golongan Wahhabi.

mufti.johor.gov.my/images/uploads/dokumen/terbitan/albayan_9_bidah.pdf

MENGKAFIR-KAFIRKAN ORANG

"Ijtihad tidak dapat disanggah dengan ijtihad pula!" Tetapi saya keberatan untuk menuduh-nuduh orang itu kafir! Karena dalam kitab-kitab hadits dan fiqih sudah ada bab al-riddah yang menuliskan syarat-syarat yang dapat menyebabkan orang jadi kufur dan hukum yang mengkufurkan orang lain! Agama mempunyai batas-batas dan kesopanan yang tidak boleh kita lampaui. Di sini saya tegaskan bahwa al-Fadil Abu Bakar Asya'ari ialah seorang Muslim al-Sunni al-Salafi. Saya berkata dengan mengingat tanggung jawab saya di hadapan Allah!

KESADARAN

Pada hemat saya, zaman sekarang ialah zaman menyatukan kekuatan. Dunia bukan surut ke belakang tetapi maju ke muka. Fahaman yang sempit dan hati yang penuh kebencian tidaklah dapat dibawa ke tengah medan. Dan saya pun takut mengkafir-kafirkan sesama Islam. Sebab Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang mengkafir-kafirkan sesamanya Islam dialah yang kafir." (HR. Bukhari). Dan yang menetapkan seorang kafir bukanlah Mufti Johor! Kita akan dapat bersatu atau hormat-menghormati walaupun fahaman kita berbeda. Asal kita berhati terbuka dan tidak hendak menang sendiri saja. Apabila seorang yang dipandang ketua bermudah-mudah saja menuduh orang lain dengan tuduhan yang bukan-bukan, tandanya nilai hormat orang kepadanya akan turun. Dimisalkan seorang mufti di negeri Johor mengeluarkan fatwa menuduh orang lain kafir hanya karena berlainan pendapat dalam perkara khilafiyah, belum tentu semua orang akan turut. Kalau mufti di Johor mengatakan orang kafir, belum tentu lapan mufti lagi di Tanah Melayu akan sefahaman dengan beliau. Apalah harganya suatu fatwa yang hanya dapat mempengaruhi orang awam namun tidak dipedulikan oleh orang yang berilmu?

(BUYA HAMKA, TEGURAN SUCI DAN JUJUR TERHADAP MUFTI JOHOR, JT Books PLT Malaysia, Cet. II, 2021).

"Kaum kolot di Endeh, di bawah anjuran beberapa orang hadramaut, belum tenteram juga membicarakan halnya saya tidak bikin "selamatan tahlil" buat saya punya ibu mertua yang baru wafat itu, mereka berkata, bahwa saya tidak ada kasihan dan cinta pada ibu mertua itu. Biarlah! Mereka tak tahu-menahu, bahwa saya dan saya punya Wen, sedikitnya lima kali satu hari, memohonkan ampun bagi ibu mertua itu kepada Allah. Moga-moga ibu mertua diampuni dosanya dan diterima iman Islamnya. Moga-moga Allah melimpahkan rahmat-Nya dan berkat-Nya, yang ia, meski sudah begitu tua, toh mengikut saya ke dalam kesunyiannya dunia interniran!" (Soekarno - Presiden Pertama Republik Indonesia, Islam Sontoloyo).

ME"MUDA"KAN PENGERTIAN ISLAM

Kita melihat "mazhab Mesir" berlainan dengan "mazhab Palestina", "mazhab Palestina" berlainan dari "mazhab Turki". Kini melihat perbedaan paham yang demikian itu, maka kita tanya: apa sebab? Karena berlainan otak ulama-ulama saja? Karena tidak ada dua orang yang satu pikiran? Tidak! Sebabnya ialah oleh karena kebanyakan hukum-hukum Islam itu boleh diinterpretasikan menurut kehendak masa.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

BATAS AURAT PEREMPUAN (DI LUAR SHALAT)

Tentang aurat perempuan (di luar shalat), tidaklah sama pendapat ulama. Sebagian ulama berpendapat aurat seluruh badannya, kecuali muka dan kedua telapak tangan. Imam Syafi'i pernah menyatakan pendapatnya demikian. Abu Hanifah (Imam Hanafi) pada satu-satu riwayat, dan Imam Malik. Dalam satu riwayat lagi, Imam Hanafi pernah berkata bahwa kedua betis perempuan boleh terbuka. Sufyan Tsauri pun pernah menyatakan pendapat demikian. Satu riwayat dari Imam Hambali lebih ketat lagi, seluruh badan perempuan aurat, termasuk kedua telapak tangan, hanya muka saja yang boleh kelihatan. Mengapa ada ulama yang begitu ketat pendapatnya? Hal itu adalah karena menghindari fitnah yang akan timbul dari soal perempuan. Bagaimana penyelesaiannya?

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Ujian Tengah Semester Islam dan Ilmu Pengetahuan (Tugas Mereview Film Buya Hamka)

youtube.com/watch?v=n6iy7JscI7M

RENUNGAN BUDI

Maksud menuntut ilmu bukanlah semata-mata memperluas ilmu pengetahuan saja, melainkan untuk mengabdi pada masyarakat dan mempertinggi mutu pribadi. Antara ilmu dengan budi hendaklah saling mengisi. Betapapun banyak ilmu kalau tidak didasarkan pada budi hanya akan membawa kecelakaan. Dan budi yang tidak berisi ilmu tidak pula akan memberikan faedah kepada masyarakat. Imam-imam Mujtahid yang empat, selain daripada ilmu mereka yang sangat mendalam sehingga dapat mengeluarkan hasil ijtihad yang amat berguna bagi pembangunan Islam, adalah orang-orang yang mempunyai pribadi-pribadi besar. Imam Malik ketika dipanggil menghadap oleh Khalifah al-Mansur seketika beliau singgah di Madinah akan naik Haji, telah menjawab kepada utusan Khalifah, "Kalau Amirul Mukminin berhajat kepada ilmuku, hendaklah beliau yang datang kemari karena ilmu didatangi dan bukan mendatangi." Imam Abu Hanifah seketika ditawarkan hendak menjadi Qadhi besar dari Kerajaan Bani Abbas, berkali-kali telah menolak tawaran itu dan beliau lebih senang menjadi saudagar kain, menjajakan kain-kainnya kepada langganannya. Beliau lebih suka menjadi saudagar yang bebas, daripada menjadi Qadhi yang terikat. Imam Syafi'i dituduh simpati kepada kaum Alawiyin yang dipandang musuh oleh kerajaan Bani Abbasiyah. Beliau ditangkap dan dibelenggu datang menghadap Khalifah Harun al-Rashid. Nyaris beliau dibunuh. Meskipun mendapat siksaan demikian rupa, namun sampai di hadapan raja pun tidak berubah pendiriannya. Akhirnya kekuatan pribadinya jualah yang menyebabkan dia dibebaskan. Imam Hambali dipaksa oleh al-Muktasin menganut paham yang telah diindoktrinasikan sejak zaman Khalifah al-Ma'mun yaitu Al-Qur'an ialah Kalamullah. Menurut beliau, kalau sudah sampai Al-Qur'an itu diperbincangkan, apakah dia qadim atau makhluk, adalah alamat bahwa pokok-pokok ajaran agama sudah mulai difilsafatkan. Dan beliau sekali-sekali tidak mau kalau pokok-pokok ajaran agama itu dicampuri oleh pikiran falsafah. Beliau dipaksa mengubah pendirian itu namun beliau berkeras tidak mau. Sampai beliau dimasukkan ke dalam penjara, namun penjara tidak dapat mengubah pendiriannya. Beliau dipukuli sampai berdarah-darah, namun pendirian itu tidak dapat juga diubah. Akhirnya kerajaanlah yang mengalah sebab walaupun beliau dibunuh namun pendirian yang telah dipilih tidaklah akan berubah karena orangnya dibunuh. Sebab itu, menuntut ilmu pengetahuan betapapun luasnya tidaklah akan berfaedah kalau tidak mempertinggi nilai pribadi.

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

Sekjen MUI: Perkuat Ukhuwah, Harga Mati Untuk Menyelamatkan Bangsa

Ditengah krisis saat ini dan telah terjadi polarisasi serta kesenjangan untuk mementingkan kelompok, golongan hingga penguasaan aset bangsa ini oleh oligarki politik, oligarki ekonomi hingga oligarki sosial. Untuk itu Buya Amirsyah mengajak semua pihak agar menyadari permasalahan ini bahwa sejumlah tokoh yang lahir di Minangkabau telah terbukti mampu menyelesaikan problem bangsa, mulai dari lahirnya proklamator Soekarno bersama Bung Hatta hingga pahlawan nasional seperti Buya Hamka, Imam Bonjol, dalam banyak lagi tokoh lain dari Sumatera Barat yang terbukti mampu menyelesaikan problem bangsa di masa lalu.

panjimas.com/news/2023/02/01/sekjen-mui-perkuat-ukhuwah-harga-mati-untuk-menyelamatkan-bangsa

Tidak Ada Mantan Teroris dari Wahabi, Yang ada dari Ahlul Bid'ah atau Aswaja KW

youtube.com/shorts/fWbEwaIaNi4

INTI PERJUANGAN

Nabi kita Muhammad saw. diberi bekal untuk perjuangannya. Dijelaskan inti perjuangan, yaitu menegakkan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SYEKH TAHER JALALUDDIN

Ayah dari Syekh Taher Jalaluddin adalah Tuanku Muhammad yang lebih terkenal dengan sebutan Tuanku Cangking. Tuanku Muhammad Cangking adalah putra dari Tuanku Jalaluddin, yang semasa kecilnya bergelar Fakih Sagir, dan setelah menjadi orang besar, beliau bergelar Tuanku Samik. Beliau adalah putra dan murid dari Tuanku nan Tuo Cangking, yang diusulkan oleh Tuanku nan Renceh supaya sudi diangkat menjadi imam kaum Padri ketika mulai memperjuangkan Islam untuk menentang adat jahiliyah di Minangkabau, yang menjadi sebab timbulnya Perang Padri yang terkenal. Namun, Tuanku nan Tuo menolak perjuangan secara kekerasan. Beliau tidak mau menerima pimpinan perang itu karena merasa diri sudah tua.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Gerakan Wahhabisme

Di Indonesia, wahhabi dikenal sebagai pendobrak TBC "Tahayyul, Bid'ah dan Churafat". Masuknya wahhabi telah banyak mempengaruhi beberapa ormas Islam di Indonesia. Meskipun demikian, saat ini ormas tersebut telah banyak mengalami pergeseran, misalnya Muhammadiyah yang lahir sebagai penggaung TBC dan pendobrak tradisi, sudah tidak bergairah lagi dalam membela pemurnian wahhabisme (Ridwan, 2019:23). Tetapi di tubuh Muhammadiyah sendiri masih terdapat oknum yang memegang teguh ajaran wahhabisme, meminjam bahasa Abdul Munir Mulkhan, mereka yang disebut sebagai Muhammadiyah rasa Salafi-Wahhabi.

jalandamai.org/menyikapi-wahabi-dan-urgensi-merawat-moderatisme-islam.html

TIGA SIFAT YANG DITIMBULKAN OLEH AGAMA

a. Perasaan malu. Yaitu rasa enggan hendak mendekati suatu pekerjaan yang tercela. b. Bisa dipercaya di dalam pergaulan hidup bersama (amanah). c. Benar dan lurus (shiddiq).

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

BAGI-BAGI UANG TAHLILAN (Wahabi menangis melihat ini)

youtube.com/shorts/fnZ3-uQIfH4

SUMBER HARTA

Sebahagian karam di dalam dunia, dikaramkan oleh bilangan harta, tidak insaf akan hari tua, tidak insaf akan hari akhirat, sehinga hartanya tidak dijadikannya bekal untuk menempuh negeri yang wajib ditempuh itu. Ada juga mereka yang ingat akan hari itu, tetapi semata-mata ingat saja, lalu mengeluh dan disebut sedikit dengan bibir. Kalau mereka mendengar seorang guru menerangkan pelajaran akhirat, bahaya harta, dan lain-lain, waktu itu mereka manggut-manggut, terasa rupanya olehnya. Tetapi bilamana habis mendengar pengajaran tadi, mereka kembali pula kepada kelalaiannya. Itulah yang paling banyak. Orang yang begini di dalam Al-Qur'an dinamai "Abdatuth Thaghut", penyembah Thaghut (Setan), dan "Syarad Dawab", sejahat-jahat binatang yang melata di bumi.

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

NASEHAT HADRATISY-SYAIKH HASYIM ASY'ARI TENTANG KHILAFIYAH

"Wahai ulama yang telah ta'ashshub kepada setengah madzhab atau setengah qaul! Tinggalkanlah ta'ashshub-mu dalam soal-soal furu' (ranting-ranting) itu! Yang ulama sendiri dalam hal demikian mempunyai dua pendapat. Satu pendapat ialah bahwa setiap orang yang berijtihad adalah benar! Dan satu pendapat lagi: Yang benar hanyalah satu dan yang salah dapat pahala juga! Tinggalkanlah ta'ashshub itu dan lepaskanlah diri daripada hawa nafsu yang merusak itu. Dan belalah agama Islam, berijtihadlah menolak orang-orang yang menghina Al-Qur'an dan sifat-sifat Tuhan. Berjuanglah menolak orang yang mendakwakan ilmu yang sesat yang kepercayaan yang merusak. Dan berjihadlah menghadapi orang-orang yang demikian adalah wajib! Alangkah baiknya jika tenagamu engkau sediakan buat itu. Wahai seluruh insan! Di hadapanmu sekarang berdirilah orang-orang kafir yang mengingkari Tuhan. Mereka telah memenuhi segala pelosok negeri ini. Siapakah di antara kamu yang bersedia tampil ke muka untuk berbahas dengan mereka dan berusaha menuntun mereka kepada jalan yang benar? Wahai sekalian ulama! Ke jurusan inilah pergunakan ijtihadmu dan dalam lapangan inilah kalau kamu hendak ber-ta'ashshub! Adapun ta'ashshub kamu pada ranting-ranting agama dan mendorongkan orang supaya memegang satu madzhab atau satu qaul, tidaklah disukai oleh Allah Ta'ala! Dan tidaklah diridhai oleh Rasulullah saw. Apatah lagi jika yang mendorongmu berlaku demikian, hanyalah semata-mata ta'ashshub dan berebut-rebutan dan berdengki-dengkian."

MUHAMMAD HASYIM ASY'ARI
Tebuireng, Jombang.

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Penerbit Galata Media, Cet. I, 2018).

Polemik Agama

Tahun 1950 an polemik agama yang terjadi sesama umat Islam tak kalah serunya seperti yang terjadi hari ini, tepatnya tahun 1956 terjadi perdebatan antara A. Hassan dengan Hussein Al Habsji seputar persoalan Mazhab, kalau hari ini istilahnya debat Wahhabi vs Aswaja. Dalam pengantar bukunya, "Haramkah Orang Bermazhab?" Hussein Al Habsij mengisahkan bahwa sedianya akan diadakan munazarah antara kedua kubu dan supaya adil maka diminta lah waktu itu Sheikh Ibrahim Musa (Inyiak Parabek), Buya Hamka, Buya A.R Sutan Mansur, A. Gafar Ismail rahimahumullah sebagai hakim agar munazarah mencapai matlamatnya. Pak Natsir pun juga diminta memfasilitasi munazarah tadi.. Kesemua ulama yang diminta berasal dari Minangkabau.

hariansinggalang.co.id/polemik-agama

TENTANG TASAWUF

Sayid Rasyid Ridha berkata ketika memberi syarah akan hadis, "Zuhudlah kepada dunia supaya Allah cinta kepadamu dan zuhud pulalah kepada yang di tangan manusia, supaya manusia pun suka kepadamu." Ketika memberi syarah hadis ini, Imam Nawawi telah mengutip perkataan Imam Syafi'i yang berkata tentang mencari harta dunia demikian: "Menuntut berlebih harta-benda, walaupun pada yang halal, adalah siksa yang diberikan Allah kepada hati orang yang mukmin," maka Sayid Rasyid Ridha berkata, "Perkataan itu jauh dari kebenaran. Sebab, meminta tambahan harta yang halal itu tidaklah haram, tidaklah siksa. Kalau sekiranya meminta tambah yang halal itu haram, dan siksa pula, mengapa dia dihalalkan? Dan bukan pula dia makruh. Jatuh hukum haramnya, jika harta yang halal menjadi tangga untuk mencapai yang haram, dan dimakruhkan jika menyebabkan perbuatan tercela. Sahabat-sahabat yang besar, demikian juga ulama-ulama tabi'in dan beberapa orang yang shaleh-shaleh ialah orang kaya-raya yang mempunyai harta-benda lebih daripada yang perlu. Sehingga menjadi pertikaian paham di antara ulama-ulama, manakah yang utama di sisi Allah, seorang kaya syukur dengan seorang fakir yang sabar. Adapun berlebih-lebihan memasukkan rasa kebencian terhadap harta kekayaan dunia itu ke dalam hati sanubari, adalah salah satu sebab kelemahan kaum muslimin dan salah satu sebab mereka dapat dikalahkan oleh musuhnya. Kesenangan yang menyebabkan sombong atau lalai dari melakukan kewajiban atau menyebabkan suka kepada haram," demikian Rasyid Ridha.

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Wahabi yang Seperti Ini Memang Perlu Dikasih Pelajaran, Betul? KH As'ad Syamsul Arifin | KKW CHANNEL

youtube.com/watch?v=1zczgX2EgtE

Ketika Kiai As'ad Syamsul Arifin dan Buya Hamka Bicara MUI

"Lalu siapa di antara kita ini yang ulama? Kalau saya jelas bukan, barangkali Buya Hamka itu yang ulama ya?" Mendengar pernyataan Kiai As'ad itu, Buya Hamka menimpali: "Wah, kalau Kiai As'ad saja bukan ulama apalagi saya!"

muijatim.or.id/2021/11/23/kisah-kisah-wali-9-ketika-kiai-asad-syamsul-arifin-dan-buya-hamka-bicara-mui

HAMKA dan KOKAM

suaramuhammadiyah.id/2023/01/06/hamka-dan-kokam

PDPM Klaten: Semua Anggota Kokam Siaga di Barak Masing-masing, Menunggu Komando

4- Peristiwa ini terkait erat dengan aktivitas kemaksiatan yang terjadi di tempat kejadian perkara. Maka demikian, dukungan kita terhadap penegakan hukum kasus ini merupakan bentuk gerakan amar makruf nahi munkar. Dan apabila proses hukum ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya, bersiaplah kita akan kobarkan aksi sejuta umat Persyarikatan untuk tuntut keadilan!

Satu KOKAM tersakiti, 1000 KOKAM tersakiti!

Satu kader terzalimi, sejuta aksi siap menanti!

sangpencerah.id/2023/01/pdpm-klaten-semua-anggota-kokam-siaga-di-barak-masing-masing-menunggu-komando

Anwar Ibrahim Kagumi Tokoh RI, Sukarno-Hatta hingga Mochtar Lubis

"Indonesia itu luar biasa... Saya agak sentimental bicara tentang Indonesia," kata Anwar berbicara di podium.

cnnindonesia.com/internasional/20230109153047-106-897997/anwar-ibrahim-kagumi-tokoh-ri-sukarno-hatta-hingga-mochtar-lubis

7 BUKTI Nyata Tentang Kebenaran Al-Qur'an yang Membuat Para Ilmuwan Seolah-olah DITAMPAR!

youtube.com/watch?v=NzzMBKKSDMg

TANTANGAN

Kekafiran dan kebodohan dan boleh juga dihitung satu perkataan yang sangat tidak sopan ialah seketika mereka meminta agar Nabi Muhammad saw. memperlihatkan bagaimana rupa Allah itu. Bawa kemari, kemari ke hadapan kami, Allah dan malaikat-malaikatnya itu. Bani Israil pun pernah meminta kepada Nabi Musa agar Allah itu diperlihatkan kepada mereka jahratan, dengan sejelas-jelasnya kelihatan oleh mata. Maka murkalah Allah atas kelancangan itu sehingga mereka ditembak petir halilintar. (Lihat surah al-Baqarah ayat 55). Bahkan nabi-nabi pun tidak berani meminta itu. Musa pernah memohon Allah memperlihatkan rupa-Nya kepada beliau. Tetapi setelah Allah memperlihatkan ke puncak sebuah bukit sehingga bukit itu hancur luluh, Musa pun pingsan. Lalu dia mohon ampun. Tidak akan lagi mengemukakan permohonan demikian, padahal itu adalah dari rasa cinta dan rindu belaka. (Lihat surah al-A'raaf ayat 143). Bagi kita pun yang telah merasa ada tumbuh iman dalam jiwa kita, janganlah kita lancang sebagaimana kaum Quraisy dan Bani Israil itu. Bahkan jangan, walaupun betapa rindu kita kepada Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Episode Ngaji Bareng Cak Nun: Mencari Rida Allah Itu Salah, Seharusnya…

"Selain itu, biar imam syafi'i, buya hamka, siapa saja posisinya sama dengan kita, belum tentu diterima oleh Allah, dan tidak penting itu," ujar Cak Nun dikutip dari kanal YouTube Pavoria Channel, Kamis (5/1/2023).

kontenjatim.id/read7751/episode-ngaji-bareng-cak-nun-mencari-rida-allah-itu-salah-seharusnya

WAHABI PALING ANTI & ALERGI HADIS DHAIF: DENGARKAN BAIK-BAIK

youtube.com/watch?v=HpCOMT08uME

Menurut Bung Karno, Ini Ciri-ciri Penganut Islam Sontoloyo

Bagi Bung Karno sendiri, hadis lemah di antara yang menyebabkan kemunduran Islam.

makassar.tribunnews.com/2015/08/02/menurut-bung-karno-ini-ciri-ciri-penganut-islam-sontoloyo

ISLAM SONTOLOYO

Dunia Islam menjadi mundur oleh karena banyak orang 'jalankan' hadits yang dhaif dan palsu. Karena hadits-hadits yang demikian itulah, maka agama Islam menjadi diliputi oleh kabut-kabut kekolotan, ketakhayulan, bid'ah-bid'ah, anti-rasionalisme, dan lain-lain. Padahal tak ada agama yang lebih rasionil dan simplistis daripada Islam.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

SYEKH AHMAD KHATIB

Persahabatan Syekh Ahmad Khatib ini amat karib pula dengan datukku (kakek Hamka), Syekh Amrullah. Beliau (Syekh Amrullah) mengantarkan ayahku (Haji Abdul Karim Amrullah) ke Mekah untuk belajar kepada Syekh Ahmad Khatib. Banyaklah murid-murid asuhannya yang dikirim dari berbagai negeri di Indonesia dan Semenanjung Melayu. Pribadi beliau sendiri (Syekh Ahmad Khatib) memang besar, ulama dan berjiwa "pertuanan" (edel), karena keturunan darah ulama dan bangsawan, serta disokong oleh kekayaan mertuanya yang sanggup mencetak kitab-kitab karangan beliau dan perlindungan yang diberikan oleh kerajaan syarif kepada beliau.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

ULAMA SU' (ULAMA JAHAT)

Memang banyak orang tertipu oleh ulama yang pertama tadi, dengan ulama su'. Karena mereka pandai berhias dengan ilmu-ilmu hafalan. Pandai pula menjadi penarung menghambat masyarakat yang sedang maju. Pandai pula memakai pakaian yang menyerupai orang saleh, untuk memikat harta dan kehormatan. Tetapi tipuan itu tidak akan lama berlaku. Sebab topeng demikian akhirnya mesti terbuka. Mereka tiadakan tahan di dalam, satu saat mesti terlempar ke luar. Atau tertinggal jauh di belakang. Awaslah wahai kaum muslimin yang hendak memperbaiki nasibnya dalam mengejar kemuliaannya kembali. Peganglah kata ulama. Ikutlah perkataan ulama. Jadikanlah mereka contoh dan teladan dalam mengerjakan agama. Yaitu ulama yang berkidhmat kepada umatnya dan negerinya. Yang hanya berlindung kepada Tuhan dan memegang Sunnah Nabi. Mengikuti jejak jalan Salafus Shalihin yang terdahulu, yang sanggup menghadapi kehendak khaas dan 'aam, dan meninggalkan kehendak nafsunya sendiri.

(Buya HAMKA, LEMBAGA HIDUP: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Republika Penerbit, 2015).

Bekas Teroris Umar Patek Menangis Teringat Dosa Ikut Membunuh 202 Orang saat Bom Bali 1

suryamalang.tribunnews.com/2022/12/13/bekas-teroris-umar-patek-menangis-teringat-dosa-ikut-membunuh-202-orang-saat-bom-bali-1

MEMBUNUH DENGAN SENGAJA

Ibnul Qayyim di dalam al-Jawabul Kafi, "Hasil penyelidikan dalam perkara ini ialah bahwa suatu pembunuhan adalah bersangkutan dengan tiga kewajiban. Pertama, hak Allah. Kedua, hak orang yang terbunuh itu sendiri. Ketiga, hak dari wali (penguasa negara). Apabila si pembunuh segera menyerahkan diri kepadanya dengan segala ketundukan dan kemauan sendiri, menyesal atas perbuatannya itu, disertai takut akan Allah, dan disertai dengan tobat nashuha, maka dia telah membalaskan kewajiban kepada Allah dengan tobat itu, dan dia telah membayarkan kewajibannya kepada penguasa dengan segera menyerahkan diri, maka hakimlah yang memutuskan hukum apa yang akan diterimanya, entah berdamai dengan keluarga si korban atau adanya pemaafan. Tinggal satu hak lagi, yaitu kewajibannya terhadap si pembunuh sendiri. Yang niscaya Allah sendiri yang akan mengganti kerugiannya di hari Kiamat tersebab kesalahan hamba-Nya yang telah tobat itu, dan Allah akan mendamaikan di antara dua hamba-Nya. Dengan demikian hak si korban tidak akan disia-siakan Allah dan tobat hamba-Nya yang tobat pun tidak pula akan ditolak."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KENANG-KENANGAN HIDUP

Tuan A. Hassan Bandung dan kemudiannya dikenali sebagai Tuan A. Hassan Bangil, menyerang saya habis-habisan karena beliau menganggap saya telah mengeluarkan pendapat-pendapat yang jelas tidak sama dengan pendapat beliau. Tuan A. Hasan sampai mengeluarkan majalah al-Lisan satu keluaran khusus diberi nama "Keluaran HAMKA" yang di dalamnya Tuan A. Hassan meluahkan segala caci maki dan penghinaan, ejek dan tudingan, yang kalau jiwa tidak kuat bisa menghancurkan mental.

(Buya HAMKA, KENANG-KENANGAN HIDUP, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

Cukup Beli Kalender NU Kalau Mau Masuk Surga, Mitos NU kelas Tinggi, Ngibul

youtube.com/watch?v=cXpEqeSs4bc

SESAT DAN BINGUNG

Menurut riwayat yang disampaikan oleh Ikrimah, bahwasanya seorang pemuka musyrikin bernama an-Nadhr bin al-Harits pernah mengatakan, "Bahwa berhala al-Laata dan al-Uzza yang mereka puja di Mekah itu akan menjadi syafaat mereka di hari Kiamat nanti. Pendeknya, jika datang pertanyaan-pertanyaan Allah, tuduhan, pemeriksaan dan sebagainya, si Laata dan Uzza akan tampil ke muka untuk mempertahankan mereka." Pendeknya, demikianlah alasan-alasan yang tidak masuk dalam akal yang waras tentang penilaian kaum musyrikin itu kepada Allah. Amat keras pertanyaan ini! Semua perbuatan ini bukanlah memuja Allah, tetapi menghina dan mengurangi kemuliaan Allah. Dan inilah dasar dari segala persembahan pada berhala!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

YAHYA TSAQUF SEBUT PARA HABAIB PENGUNGSI KARENA LARI DARI WAHABI!?

youtube.com/watch?v=0vh3xzE4uhg

GERAKAN WAHABI DI INDONESIA

Padahal seketika terdengar kemenangan gilang-gemilang yang dicapai oleh Raja Wahabi Ibnu Saud, yang dapat mengusir kekuasaan keluarga Syarif dari Mekah. Umat Islam mengadakan Kongres Besar di Surabaya dan mengetok kawat mengucapkan selamat atas kemenangan itu (1925 M). Sampai mengutus dua orang pemimpin Islam dari Jawa ke Mekah, yaitu H.O.S. Cokroaminoto dan K.H. Mas Mansur, dan Haji Agus Salim datang ke Mekah Tahun 1927 M. Karena Tahun 1925 M dan Tahun 1926 M itu belum lama, baru lima puluh tahun lebih saja, masih banyak orang yang dapat mengenangkan, bagaimana hebatnya reaksi pada waktu itu, baik dari pemerintah penjajahan, atau dari umat Islam sendiri yang ikut benci kepada Wahabi karena hebatnya propaganda Kerajaan Turki dan ulama-ulama pengikut Syarif.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

Arab Saudi: Dunia Tak Tahan 3 Minggu Tanpa Minyak Kami

liputan6.com/global/read/5121287/arab-saudi-dunia-tak-tahan-3-minggu-tanpa-minyak-kami

"Kini Ibn Saud bukan lagi seorang Pahlawan Mahahebat yang membenci kursi dan meja, kini ia mempunyai mobil beratus-ratus, tiga puluh lima stasiun radio, bermacam-macam kapal udara. Listrik, telepon, bukanlah barang yang asing lagi. Dan, bukan saja kemodernan benda, bukan saja kemodernan materi. Budi pekerti, akal pikiran, paham dan anggapan, batin dan ruhani, outlook-nya Wahabisme dengan lambat laun berubah pula." (Soekarno - Presiden Pertama Republik Indonesia, Islam Sontoloyo).

Selamat Hari Pahlawan! Pahlawanku, Teladanku!

covid19.go.id/id/artikel/2022/11/10/selamat-hari-pahlawan-pahlawanku-teladanku

TUANKU IMAM BONJOL

Setelah Pangeran Diponegoro dapat ditangkap dengan tipuan berunding, Belanda membawa pula Pangeran Sentot Ali Basya, bekas Kepala Staf Angkatan Perang Diponegoro, untuk turut menaklukkan kaum Padri. Sampai di Minangkabau, mengertilah Sentot Ali Basya bahwa yang diperanginya itu bukanlah orang lain, melainkan kaum yang sepaham dan sama tujuan dengan perangnya di tanah Jawa dahulu. Raja-raja pernah menawarkan Sentot Ali Basya supaya sudi menjadi raja di Minangkabau. Beberapa tuanku dari kaum Padri sendiri pun menyetujui hal ini dan Sentot pun mau. Namun, Belanda lekas tahu sehingga Sentot Ali Basya dipindahkan dan diasingkan ke Bengkulu.

NENEK MOYANG AYAHKU

Seluruh alam Minangkabau telah berubah menjadi lautan api. Kaum ulama telah diminta oleh sejarah untuk memimpin sebuah perjuangan hebat, yang menentukan hidup dan mati agama pada kemudian hari. Peperangan yang berhadap-hadapan muka antara kaum Padri dan Belanda telah dimulai sejak penyerangan Belanda yang pertama atas negeri sulit air ini pada akhir bulan April Tahun 1821 M. Setelah itu, tidaklah berhenti lagi peperangan sampai Bonjol jatuh pada akhir Tahun 1837 M, dengan dapat ditangkap Tuanku Imam Bonjol.

AYAHKU (HAJI RASUL ATAU SYEKH ABDUL KARIM AMRULLAH)

Pada Tahun 1319 H (1901 M), persis 100 tahun setelah Haji Miskin pulang dari Mekah akan mengembangkan paham Padri, beliau pun turunlah ke tanah air bersama beberapa teman ulama yang lain, yaitu setelah mendapat ijazah dari gurunya untuk mengajar beberapa ilmu.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Ormas Luar Biangsat Neo-PKI Hobinya Bubarin Pengajian

youtube.com/shorts/stzEwI286XE

GERAKAN WAHABI DI INDONESIA

Kaum komunis Indonesia telah mencoba menimbulkan sentimen umat Islam dengan membangkit-bangkit nama Wahabi.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

Arab Saja Bangga, Presiden Jokowi Diberi Anugrah Perdamaian Imam Hasan Bin Ali 2022

youtube.com/watch?v=QU-hL0WWZSk

Mengenal Allah SWT

Muncul pula golongan yang membesar-besarkan keluarga Rasulullah saw., mendekati pula pada pemujaan. Kemudian, diberantas oleh Ali bin Abi Thalib r.a. sebelum menjalar.

(Buya HAMKA, Studi Islam, Penerbit Gema Insani, 2020).

Safari Politik ke Medan, Anies Baswedan Apresiasi Kontribusi Kesultanan Deli untuk Indonesia

youtube.com/watch?v=sAfPtHehUEg

MENIKAM DENGAN KERIS MAJAL

Gerakan Muhammadiyah adalah lambang dari rasa tidak puas rakyat terhadap pimpinan agama raja. Perbedaan pahaman yang kecil-kecil karena tersingung oleh sentimen politik sudah menjadi besar. Sultan-sultan mempertahankan agama berdasarkan Madzhab Syafi'i. Pada permulaan Jepang masuk, Sultan Deli bersetuju Muhammadiyah masuk ke dalam daerah kerajaan asal saja tidak mengambil jalan di luar Madzhab Syafi'i.

(Buya HAMKA, KENANG-KENANGAN HIDUP, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

TERNYATA!! Inilah Maksud Buya Hamka Tentang Cinta Karna Rasa Kasihan | Ustadz Felix

youtube.com/watch?v=9oE7r-QwRQc

CAHAYA HIDUP

Sebenarnya, dia amat kasihan melihat nasib Zainuddin orang jauh itu. Di sini tak mempunyai kerabat yang karib dan ayahnya pun telah meninggal pula. Akan pulang ke Mengkasar, hanya pusaka ayah bunda yang akan ditepati. Sikap Zainuddin yang lemah lembut, matanya penuh dengan cahaya yang muram, cahaya dari tanggungan batin yang begitu hebat sejak kecil, telah menimbulkan kasihan yang amat dalam di hati Hayati. Dan cinta adalah melalui beberapa pintu. Ada dari pintu sayang, ada dari pintu kasih, ada dari pintu rindu, tetapi yang paling aman dan kekal ialah cinta yang melalui pintu kasihan itu.

(Buya HAMKA, TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK, Penerbit Gema Insani, 2019).

Lesti Kejora Manggung, 'Diteriaki' Otak Geser Hingga Muka Tembok

youtube.com/watch?v=8bHwLt8Jl-Y

DISURUH TOBAT

"... Dan tobatlah kamu sekaliannya kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beroleh kejayaan." (an-Nuur: 31).

Karena selama laki-laki masih laki-laki dan perempuan masih perempuan, selama burung di dahan dan binatang di hutan masih berkelamin jantan dan betina, selamanya itu pula manusia tidak akan terlepas dari rayuannya. Jaranglah hati laki-laki yang tidak tergetar melihat perempuan cantik. Jaranglah perempuan yang tidak terpesona melihat laki-laki gagah tampan (ganteng kata orang Jakarta). Islam tak menutup mati perasaan itu, sebab dia tidak dapat dipisahkan dari hidup itu sendiri. Tetapi Islam menyuruh menjaganya baik-baik dan mengaturnya supaya dituntun oleh iman, diperintahkan membatasi diri, menekurkan mata, menahan hati dan menjaga kehormatan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

CUCU BUYA HAMKA, Ustadz Reza Bisma, Khutbah Jum'at Masjid Ataya Ramadhan Jember

youtube.com/watch?v=QSthjz2lnwk

KHUTBAH JUM'AT

Kita pun dapat melihat khatib-khatib kampung membawa khutbah-khutbah yang telah dikarang 60 tahun yang lalu masih ditemui kitab khutbah yang dikarang oleh Syekh Ahmad Khatib di Mekah dan dikirim ke masjid-masjid di tanah air kita buat dibaca. Khutbah itu bahasa Arab. Khatib-khatib membacanya dengan dilagukan, jamaah yang hadir tidak paham apa yang dibaca khatib, bahkan khathib itu sendiri pun tidak paham apa yang dia baca. Bahkan pengetahuannya tentang agama hanya sekadar melagukan khutbah itu saja. Di dekat mihrab digantungkan sehelai jubah, yang apabila khatib akan naik mimbar jubah itu dipakai lebih dahulu, dan disediakan tongkat yang akan dipegang selama berkhutbah. Tongkat itu biasanya berupa tombak, karena Sunnah Nabi memakai tombak, namun tombak itu ialah tombak kayu. Kadang-kadang ada pula memakai pedang, pedang itu pun pedang kayu. Dan sesudah selesai shalat nanti, mereka pun menyusun shaf kembali, lalu melaksanakan Shalat Zhuhur. Sebab mereka sendiri memutuskan bahwa Jum'at yang baru mereka lakukan itu tidak sah, sebab bilangan 40 orang dengan syarat-syarat yang ditentukan, tidak tercapai!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

CITA-CITANYA

Ibnu al-Qayyim dan Ibnu Taimiyah dikenal pula sebagai pelopor yang akan dituruti oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab, pendiri golongan Wahabi. Dalam penyelidikan analisis modern, dalam orang menilik kebangkitan Islam kembali, kedua ulama ini, Ibnu Taimiyah dan Ibnu al-Qayyim, adalah permulaan pembangun pikiran baru dalam Islam. Sebagaimana diketahui dalam sejarah hidup kedua ulama itu, keduanya sangatlah dimusuhi oleh ulama-ulama yang mempertahankan taklid. Bahkan, pernah dituduh bahwa Ibnu Taimiyah menganut paham mujassimah, yaitu mengatakan bahwa Tuhan bertubuh. Kedua ulama itu tidak sunyi-sunyinya dari kejar-kejaran pemerintah sampai berulang-ulang masuk penjara. Bahkan, Ibnu Taimiyah meninggal dalam penjara.

MUHAMMADIYAH MENANG

Perjuangan Muhammadiyah yang berjalan beringsut-ingsut dalam masa 18 tahun -- sejak Tahun 1912-1930 M -- terobatlah jerih payah pada masa itu. Dalam riwayat Muhammadiyah sendiri, Kongres Minangkabau adalah permulaan zaman baru. Sejak masa itulah, muncul mubaligh-mubaligh Muhammadiyah dari Minangkabau yang akan menyiarkan paham Muhammadiyah ke seluruh pelosok tanah Indonesia dan akan turut memainkan peranan penting bersama-sama pemimpin dari Yogyakarta dalam membentuk citanya dan geraknya. Ketika diadakan rapat umum itu, beliau sendiri (Haji Abdul Karim Amrullah) ikut berbicara, dan pembicaraan beliau sangat bersemangat. Salah satu dari butir pembicaraan beliau adalah, "Janganlah yang merasa kuat hendak selalu menindas kepada yang lemah. Meskipun cacing itu sangat lemah, kalau ia dipijak, ia mesti menggeleong juga. Iman yang sejati tidak ada tempat takut, melainkan Allah SWT. Meskipun di sana ada pedang yang tajam, di sini menunggu leher yang genting."

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Murka Rizky Billar, Tak Terima Direndahkan sebagai Suami Lesti Kejora: 'Gue Nggak Terima'

msn.com/id-id/olahraga/other/murka-rizky-billar-tak-terima-direndahkan-sebagai-suami-lesti-kejora-gue-nggak-terima

"TIDAK DIMENGERTI OLEH HAMKA"

Setiap orang muslimin mengetahui bagaimana kerasnya hijab pada kota-kota tanah Arab. Perempuannya sangat disembunyikan. Sampai sekarang di Mekah, Madinah, Riyadh, Damman, Haa'il masih begitu. Perempuannya tidak kelihatan sama sekali.

(Buya HAMKA, Antara Fakta dan Khayal: Tuanku Rao, Republika Penerbit, Cet.I, 2017).

Putri Mahfud Md Dilantik Jadi Dokter Spesialis di Unair, Sebut Pesan Ayahnya

"Saya mengalir saja. Pesan Abah adalah jujur dan tanggung jawab agar tidak tersandung masalah hukum," ungkap putri kedua Mahfud Md itu, dikutip dari laman Unair.

detik.com/edu/edutainment/d-6317132/putri-mahfud-md-dilantik-jadi-dokter-spesialis-di-unair-sebut-pesan-ayahnya

ISLAM SONTOLOYO,
SEBUAH OTOKRITIK YANG RELEVAN

Oleh: Edi AH Iyubenu

Ungkapan tajam Soekarno dalam diksi "Islam Sontoloyo" jelas bukan dimaksudkan untuk melecehkan marwah agama Islam. Soekarno jelas-jelas adalah sosok cendekiawan muslim yang tak perlu kita pertanyakan dedikasinya kepada bangsa dan Islam Indonesia. Di hadapan beliau, sungguh kita kini bukanlah apa-apa, hanyalah debu yang beterbangan dihempaskan angin-angin.

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

BERJIHAD UNTUK BAHAGIA

"Allah telah memerintahkan bagi tiap-tiap kita mengerjakan dua hijrah, pada tiap-tiap waktu. Yaitu hijrah kepada Allah dengan jalan Tauhid, ikhlas, menyerah, tawakal, khauf (takut), raja' (mengharapkan), mahabbah (cinta) dan tobat. Dan hijrah kepada Rasul-Nya dengan mengikuti sunnahnya dan tunduk kepada perintahnya, mendahulukan sabdanya dari sabda orang lain. Maka siapa saja yang hijrah kepada Allah dan Rasul, adalah hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul." Sekian kita salin keterangan Ibnul Qayyim.

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Abu Bakar Ba'asyir Upacara HUT RI: Semoga Indonesia Diatur Hukum Tuhan

news.detik.com/berita/d-6239033/abu-bakar-baasyir-upacara-hut-ri-semoga-indonesia-diatur-hukum-tuhan

Islam (Aqidah, Syari'at dan Ibadah)

"... Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang kafir." (al-Maa'idah: 44). "... Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang zalim." (al-Maa'idah: 45). "... Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang fasik." (al-Maa'idah: 47).

Dalam rentetan ayat-ayat ini ditegaskan bahwa yang mesti menghukum dengan apa yang diturunkan Allah SWT ini bukanlah ahli Al-Qur'an saja, melainkan juga ahli Taurat dan ahli Injil hendaklah menghukum menurut Kitab Suci masing-masing sehingga dengan ini dapatlah dipastikan betapa jelas dan positif perlindungan Islam terhadap pemangku agama Yahudi dan Nasrani jika mereka bernaung dalam pemerintahan Islam. Pada zaman Nabi saw. sendiri, telah kejadian orang Yahudi meminta Nabi saw. menjatuhkan hukuman atas satu kesalahan dari kalangan Yahudi karena Nabi saw. telah menjadi penguasa tertinggi pada waktu itu. Kemudian, Nabi saw. menyuruh membaca apa yang tertulis dalam Kitab Taurat. Hendaklah hukum Taurat itu dijalankan terhadap kalangan Yahudi. Demikian juga, dalam perkembangan Islam selanjutnya. Orang-orang Nasrani pun disuruh menjalankan hukum menurut Kitab Injil mereka. Di Istanbul, setelah Kerajaan Byzantium jatuh di bawah kekuasaan Turki, gereja Ortodoks yang berpusat di sana dilindungi dan uskup besarnya mendapat kedudukan sebagai menteri untuk urusan orang-orang Kristen dalam Kerajaan Turki Utsmani. Uskup itu menghukum sendiri dalam masyarakat mereka. Apabila bertambah lama Al-Qur'an dan Sunnah diselidiki, bertambah akan sadarlah umat Islam akan kewajiban ini. Presiden Suharto pernah menganjurkan supaya jangan hanya mengadakan perlombaan membaca Al-Qur'an, tetapi juga mengadakan menggali rahasia Al-Qur'an.

PENUTUP

Hal yang penting bagi kami bukanlah menukar kulit atau memasang merek dengan leter besar-besar "NEGARA ISLAM". Hal yang penting bagi kami ialah agar negara ini benar-benar melaksanakan hukum yang didirikan Allah SWT yang telah Dia wahyukan dengan perantaraan rasul-rasul-Nya sejak Nabi Adam a.s. yang diturunkan Tuhan untuk mengembangkan manusia sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi, serta diiringi oleh rasul-rasul dan nabi-nabi Allah SWT yang mulia dan sufi, mulai dari Nabi Nuh a.s., Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s., Nabi Isa a.s. (anak Maryam), hingga nabi penutup (Nabi Muhammad saw.). Kami tahu bahwa orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhanlah yang akan benci dan sinis mendengarkan cita-cita ini.

(ceramah di Sekolah Tinggi Teologi Kristen, 21 April 1970).

(Buya HAMKA, Studi Islam, Penerbit Gema Insani, 2020).

Rektor ITK Juga Dosen di ITS, M Nuh Desak Minta Maaf soal 'Manusia Gurun'

"Kami sebagai umat Islam sangat tersinggung dengan perkataan yang disampaikan secara terbuka oleh pewawancara LPDP karena merendahkan syariat agama kami, yang mewajibkan para wanita untuk menutup kepala (berhijab) sebagai bentuk kepatuhan dalam agama. Selain itu, kalimat tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap mahasiswi dan seluruh wanita di Indonesia yang menutup kepalanya," imbuhnya.

news.detik.com/berita/d-6066730/rektor-itk-juga-dosen-di-its-m-nuh-desak-minta-maaf-soal-manusia-gurun

ABA, CAHAYA KELUARGA

Natsir pun menegur para pelajar yang dinilainya cenderung meremehkan orang Islam tak berjilbab. Nur Nahar seperti laiknya orang Melayu dan umumnya warga Masyumi. Sehari-hari dia tampil berkebaya panjang atau baju kurung tanpa kerudung.

BELAJAR AGAMA

Sebenarnya, menurut pengakuan Natsir, ada tiga guru yang mempengaruhi pemikirannya A. Hassan, Haji Agus Salim dan Ahmad Sjoorkati. Yang terakhir adalah ulama asal Sudan pendiri Al-Irsyad, dan juga guru A. Hassan. Tapi intensitas pertemuanlah yang membuat Natsir lebih dekat kepada Hassan. Hassan yang lancar berbahasa Arab dan Inggris itu, bersama para pendiri Persis, memang memelopori pendekatan baru dalam beragama. Dia melarang taklid (membebek) pada pendapat ulama, membolehkan umat Islam membuat fatwa sendiri menurut zamannya, dan menghilangkan batas-batas Madzhab yang membelenggu. Bahkan tak segan ia mengubah pendapatnya jika muridnya mendapati dalil yang lebih shahih.

(NATSIR, Politik Santun Di Antara Dua Rezim, Tempo Publishing - Gramedia, Cet.1, 2017).

Sarjana-Sarjana Islam Telah Bangkit

Pembunuhan atas diri Syekh Hassan al-Banna (pendiri Ikhwanul Muslimin) oleh juak-juak Raja Faruq, dan perbuatan Gamal Abdul Nassir yang menggantung mati murid-murid Hassan al-Banna, yaitu Abdul Qadir Audah, Sayyid Quthub, dan beberapa kawannya bukanlah berarti bahwa gerakan itu salah, melainkan ditakuti kebangkitan itu walaupun oleh "penguasa" Islam sendiri. Selain gerakan-gerakan yang dipatahkan itu, muncullah sarjana-sarjana Islam dan ulama-ulamanya yang mempertahankan cita-cita Islam itu dan mengkajinya secara ilmiah (rasional). Mereka mempergunakan ilmu pengetahuan mereka, hasil penyelidikan mereka, atau pengalaman mereka untuk tetap membuat cita-cita itu menjadi keyakinan hidup.

(Buya HAMKA, Studi Islam, Penerbit Gema Insani, 2020).

Emak-emak Bercadar Naik Motor Tabrak Ruang SPKT Polres Pematang Siantar

youtube.com/watch?v=_kb6HjKS_cQ

MAKSIAT DAN PENYAKIT JIWA

Islam tidak memerintahkan perempuan menutup tubuhnya dengan goni dan matanya saja yang keluar! Apa gunanya membungkus badan dengan goni itu, padahal mata yang keluar sedikit itu penuh syahwat seakan-akan mengucapkan "pegang aku!" Di Timur, di negeri-negeri Islam, dan di Barat, di negeri-negeri Kristen, ada pakaian yang sopan dan bila dipakai oleh seorang perempuan timbullah rasa hormat kita!

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

go.ni
n karung (dari serat goni).
kbbi.kemdikbud.go.id/entri/goni

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan Unjuk Kemampuan Menabuh Bedug

youtube.com/watch?v=3SuM9zL5euY

BEDUK

HADRATISY-SYAIKH Kiyai Haji Hasyim Asy'ari adalah neneknya Nahdlatul Ulama. Syaikh Hasyim Asy'ari menyatakan fahamnya bahwa memukul Beduk memanggil orang sembahyang adalah menyerupai naqus (lonceng) orang Kristen, sebab itu maka Bid'ah dhalalah hukumnya.

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Penerbit Galata Media, Cet.I, 2018).

Gara-gara Cuitan Ketum Partai Rakyat, Kota Karbala Mendadak Trending di Twitter

"Eh Pak Ketua Umum Partai Rakyat Keceplosan. Apa tadi? Karbala?. Pantas aja Ngotot banget; "akan saya gugat berkali-kali". Ahai... ternyata.. Btw, please dong jangan bawa-bawa ranah Minang. Malu kami," kata dr. Eva Sri Diana Chaniago melalui akun Twitter-nya, @_Sridiana_3va.

harianaceh.co.id/2022/05/30/gara-gara-cuitan-ketum-partai-rakyat-kota-karbala-mendadak-trending-di-twitter

BERANGKAT

Ia diusir meskipun dengan cara halus. Perbuatannya dicela, namanya dibusukkan. Seakan-akan tersuci benar negeri Minangkabau ini dari dosa. Seorang anak muda, yang berkenalan dengan seorang anak perempuan, dengan maksud baik, maksud hendak kawin, dibusukkan, dipandang hina. Tetapi seorang yang dengan gelar bangsawannya, dengan titel datuk dan penghulunya mengawini anak gadis orang berapa dia suka, kawin di sana, cerai di sini, tinggalkan anak di kampung anu dan cicirkan di kampung ini, tidak tercela, tidak dihinakan. Seorang anak muda yang datang ke kampung, yang lahir dari perkawinan sah dan ibunya bukan pula keturunan sembarang orang, malah Melayu pilihan dari Bugis, dipandang orang lain. Tetapi harta seorang ayah, yang sedianya akan turun kepada anaknya, dirampas, dibagi dengan nama "adat" kepada kemenakannya. Kadang-kadang pula pemberian ayah kepada anaknya semasa dia hidup, diperkarakan, dan didakwa ke muka hakim oleh pihak kemenakan, tidak tercela, bahkan terpandang baik.

(Buya HAMKA, TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK, Penerbit Gema Insani, 2019).

KHALIFAH ALLAH SWT

Terdapat banyak thaghut -- kata jamaknya adalah thawaghit -- yaitu pikiran-pikiran hendak menuhankan yang lain, menuhankan manusia, menuhankan berhala, serta menuhankan keris, elang berkelit, burung tekukur, perkutut dan lain-lain, atau menuhankan raja dan dikatakan raja itu Tuhan yang menjelma, atau secara zaman modern, menuhankan diktator, menuhankan pemimpin besar revolusi, atau menuhankan partai dan disiplin partai, atau menuhankan tanah air (right or wrong is my country), atau menuhankan the man behind the gun. Allah SWT mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi membawa contoh-contoh bagaimana berjuang melawan dan berperang. Di daerah Babilonia, Raja Namrud dianggap sebagai Tuhan. Selain raja, diadakan pemujaan berhala. Kemudian, Ibrahim a.s. datang dan dicincangnya habis berhala-berhala itu walaupun ayah kandungnya sendiri adalah tukang membuat berhala. Dicincangnya segala yang kecil, dan ditinggalkannya yang besar. Ketika Ibrahim a.s. ditanya apakah benar dia yang mencincang? Dia menjawab, "Tidak, yang mencincang berhala-berhala kecil itu ialah berhala yang paling besar." Memang kapak pencincang itu disangkutkannya pada tangan berhala besar yang terbuat dari batu itu. Di negeri Madyan, yang di-thaghut-kan atau dituhankan ialah kekayaan yang tidak halal -- mencurangkan anak katian dan timbangan, sukat dan gantang. Karena ingin akan keuntungan benda yang banyak, orang tidak peduli lagi apakah perbuatannya itu merugikan orang lain. Mereka (saudagar) memakai dua gantang. Kalau dia membeli kepada orang lain, dia meminta gantang yang jujur. Namun, kalau dia menjual, dicuranginya gantang itu sehingga si pembeli rugi. Nabi Syu'aib a.s. diutus bukanlah semata-mata untuk mengajar orang bersembahyang dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahkan beliau pun memperingatkan ancaman besar bagi masyarakat yang kacau, yang curang, dan yang korup. Kita lihat juga kedatangan Nabi Luth a.s. beliau diutus Tuhan untuk memperingatkan manusia agar kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan tidak ada Tuhan, selain Dia. Kemudian, beliau tegur penyakit busuk yang menimpa masyarakat, yaitu penyakit liwath, yang dalam bahasa modern disebut homoseksual -- laki-laki "menikahi" laki-laki atau perempuan "ketagihan" melihat sesama perempuan alias lesbian. Ini pun adalah thaghut. Di Mesir, Fir'aun pula yang dianggap menjadi Tuhan. Dia sendiri mendabik dada mengatakan, "Ana rabbukumul a'laa (saya adalah Tuhanmu yang mahatinggi)." Musa datang menentang pertuhanan palsu itu.

(Buya HAMKA, Studi Islam, Penerbit Gema Insani, 2020).

Saat Para Kiai Mendorong Soeharto Mundur - Kronik Mei 1998

youtube.com/watch?v=jVPwUETB0Fo

KH. Syukron Makmun Beberkan Kekejaman Orba Terhadap Nahdlatul Ulama

youtube.com/watch?v=6WnNgbmRtW4

Ramadhan Buya Hamka di Penjara Sukabumi

Generasi muda saat ini tentunya sangat berhutang budi kepada Buya Hamka, jika boleh memilih bisa saja beliau memilih jalan hidup penuh kenikmatan bermanja-manja dengan berbagai fasilitas yang diberikan negara. Namun beliau tidak ambil jalan itu, beliau lebih memilih jalan perjuangan dan merelakan kebahagiaan pribadinya untuk generasi selanjutnya supaya tidak hidup menderita sebagaimana yang dialaminya. Sudah saatnya generasi muda saat ini membayar hutang budi kepada Buya Hamka, dengan mengenalkan Buya Hamka kepada dunia dan generasi kita

voa-islam.com/read/world-analysis/2021/05/01/76591/ramadhan-buya-hamka-di-penjara-sukabumi

KIAI DAHLAN VS. HAJI ROSUL

Sejak periode awal pembentukannya di awal Abad ke-20, perdebatan antara Jawa dan luar Jawa telah berlangsung di Muhammadiyah. Dari sisi ideologi, barangkali Muhammadiyah banyak dibentuk oleh pemikiran Haji Rosul, ayah Buya HAMKA, dari Sumatra Barat. Kiai Dahlan dan Haji Rosul itu merupakan dua sosok yang pemikiran keagamaannya sulit dipertemukan. Haji Rosul adalah ulama yang banyak mewarisi pemikiran kelompok Padri yang kaku dalam beragama. Alfian (1989) menyebut Rosul sebagai puritan sejati. Pendekatan keagamaannya keras dan tanpa ampun.

(Ahmad Najib Burhani, MUHAMMADIYAH BERKEMAJUAN: Pergeseran dari Puritanisme ke Kosmopolitanisme, Penerbit Mizan, Cet.1, 2016).

Paham Teroris Ibarat Covid-19, Kepala BNPT: Terpapar Intoleran Bisa Tak Miliki Tanda-Tanda

inews.id/news/nasional/paham-teroris-ibarat-covid-19-kepala-bnpt-terpapar-intoleran-bisa-tak-miliki-tanda-tanda

YATIM PIATU

"Mengapa jadi sebanyak ini, Mak Base?" "Mamak perniagakan dan beruntung. Cuma dari keuntungan itulah membayari uang sekolahmu." "Ah, dengan apakah jasa Mamak kubalas," ujar Zainuddin. "Balasnya hanya satu, bacakan surah Yaasiin tiap-tiap malam Jum’at kalau mamak meninggal dunia pula." Zainuddin mendekat kepada orang tua itu, diciumnya keningnya, "Perempuan yang bahagia, moga-moga Allah melindungimu!" katanya.

(Buya HAMKA, TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK, Penerbit Gema Insani, 2019).

TUANKU IMAM BONJOL ADALAH GADING YANG BERTUAH

Pada Tanggal 7 November 1956 M yang telah lalu, telah diperingati dalam suasana penuh khidmat hari wafatnya Tuanku Imam Bonjol ke-92, Saudara Prof. Mr. H. Muhammad Yamin dan saya diserahi memberikan kata kenangan atas perjuangan Tuanku. Saudara Yamin dalam penutup katanya yang memakan waktu hampir satu jam, berkata, "Orang berkata bahwa tidak ada gading yang tidak retak, saya telah melihat kehidupan Tuanku Imam dari segala segi yang dapat saya lihat karena perjuangan beliau serasa kejadian kemarin. Saya tidak melihat ada retaknya. Beliau adalah gading yang bertuah." Apa yang dikatakan oleh Saudara Yamin itu dapat diterima, apabila kita pelajari dengan seksama riwayat perjuangan Tuanku Imam. Dia mencimpungkan diri ke dalam gerakan Paderi, setelah sampai seruan Tuanku Nan Renceh dari Kamang ke Bonjol. Tuanku Nan Renceh menerima pula pelajaran itu dari tiga Tuanku yang pulang dari Mekah, membawa pokok pelajaran Tauhid yang suci bersih, menurut pandangan Ibnu Taimiyah dan Muhammad Ibnu Abdil Wahhab (Wahabi).

Semangat Tuanku Imam dalam perjuangan untuk agama dan tanah air, tetap memberikan inspirasi bagi pejuang dari kalangan didikan agama di zaman kita sekarang.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

Teddy Gusnaidi ke BEM SI: Anak-anak Ini Tidak Punya Ilmu Sebenarnya | Catatan Demokrasi tvOne

youtube.com/watch?v=WNBntVG0yQ0

IBADAHNYA

Ada sebuah bukunya berjudul Annida ila Shalatil jama'ati wal Iqtida (seruan sembahyang berjamaah dan mencontoh Sunnah Nabi). Menurutnya, sembahyang jamaah adalah wajib.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

MEMAKMURKAN MASJID

Menurut Ibnu Abbas, barangsiapa yang mendengar seruan (adzan) untuk shalat, tetapi tidak dijawabnya seruan itu dan tidak dia segera datang ke masjid, dan dia shalat saja di rumah, maka samalah dengan tidak shalat, dan sesungguhnya dia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya. Menurut Abdurrazaq yang diterimanya dari Ma'mar bin Ishaq dari Amar bin Maimun al-Audi. Dia berkata (seorang tabi'in), "Aku masih mendapati beberapa sahabat Rasulullah saw. Umumnya mereka berkata, 'Masjid-masjid itu adalah Rumah Allah di atas bumi ini!' Maka, adalah menjadi hak bagi Allah memuliakan setiap orang yang berziarah ke rumah-Nya."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Membuat Undang-Undang dan Kebebasan Berpikir

Syekh Mahmud Syaltut (dalam bukunya, Islam: Aqidah dan Syari'at, hlm. 21-22), "Itulah sebabnya Rasulullah selalu menghasung sahabat-sahabatnya berijtihad dan memikirkan (fiqih) karena fiqih ialah ilmu untuk mengembalikan yang cabang (furu') pada yang asal, dan karena yang begitu memang diperlukan."

(Buya HAMKA, Studi Islam, Penerbit Gema Insani, 2020).

ISLAM SUDAH SANGAT SEMPURNA

Dalam hal-hal yang musykil berkenaan dengan urusan dunia, pun telah cukup pula agama memberikan bimbingan. Kenyataan pertama ialah agama murni menurut yang diturunkan dari langit, yang telah cukup dan sempurna, tidak dapat dikurangi atau ditambah lagi. Orang yang menambah-nambah, bernama tukang Bid'ah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TERKEJUT!! PERTANYAAN POLITIK "APAKAH AQIDAH AHLUSSUNNAH BATAL KARENA BEDA PILIHAN POLITIK?"

youtube.com/watch?v=3W_gKZ7hCqA

PENDIRIAN YANG TEGAS

Satu waktu orang pun merasa kecewa dengan demokrasi sebab kemerdekaan memilih dan dipilih hanya untuk orang yang kaya, tuan tanah, dan ahli-ahli pidato demagogi penipu. Akhirnya, orang mengutuki demokrasi lagi dan ingin datangnya seorang pemimpin yang kuat, yang bisa mengatasi keadaan. Akhirnya demokrasi dikorbankan dan kekuasaan diserahkan lagi ke tangan orang-seorang. Berbelit-belit, berbolak-balik bagai menghasta kain sarung. Sedangkan suatu masyarakat yang ideal, yang merupakan cita-cita yang tinggi hanya tetap satu, yaitu bilamana manusia menyerahkan kekuasaan tertinggi kepada Allah dan taat kepada ketentuan Allah itu. Sebab, jika Allah mencipta dan menurunkan sesuatu peraturan, bukannya untuk kepentingan Allah atau untuk menjaga kekuasaan Allah, melainkan untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.

Pada zaman modern sekarang ini, pejuang-pejuang Islam yang ingin mengikuti Sunnah Nabi, yang bercita-cita hendak menegakkan peraturan Allah di dalam alam ini kebanyakan dibenci oleh golongan yang tidak mengenal peraturan Allah itu. Di dalam negeri-negeri Islam sendiri, pejuang Islam dibenci dan menderita berbagai penderitaan jika dia mengemukakan keyakinan hidup, menjelaskan bahwa dia bercita-cita supaya di negerinya, peraturan dan undang-undang negeri harus diambil daripada peraturan dan undang-undang Allah. Ayat yang selanjutnya memberikan ketegasan lagi sehingga kebimbangan pejuang Islam itu dihilangkan, "Dan jika engkau ikut kebanyakan orang di bumi ini, niscaya akan mereka sesatkan engkau daripada jalan Allah. Karena tidak ada yang mereka ikuti kecuali sangka-sangka. Dan, tidaklah ada mereka selain dari berdusta." (al-An'aam: 116).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

VIRAL! SALAFI KETAR-KETIR "MELAYU TANAH ASWAJA, BUKAN TANAH WAHABI" - USTADZ ALNOF DINAR Lc

youtube.com/watch?v=NLU0zZT1XTU

Istri Gus Dur Sinta Wahid Dikritik Soal Jilbab Tidak Menutupi Aurat, Alissa Wahid Angkat Bicara

"... menurutnya KH Hasyim Asy'ari, KH Bisri Syansuri dan ulama lainnya akan dipertanyakan tentang kealimannya."

wartakota.tribunnews.com/2020/01/21/istri-gus-dur-sinta-wahid-dikritik-soal-jilbab-tidak-menutupi-aurat-alissa-wahid-angkat-bicara

MENGKAFIR-KAFIRKAN ORANG

Barangsiapa yang mengemukakan pendapat berdasarkan al-Qur'an dan al-Hadits, kafir! Barangsiapa yang menurut saja pendapat hadratus-syeikh, itulah Islam sejati! Masya Allah!

(BUYA HAMKA, TEGURAN SUCI DAN JUJUR TERHADAP MUFTI JOHOR, JT Books PLT Malaysia, Cet. II, 2021).

BENTUK PAKAIAN

Sumber hukum agama Islam, baik Al-Qur'an maupun Sunnah Nabi atau pendapat ulama-ulama yang besar-besar tidak menunjukkan bentuk apa yang mesti dipakai. Sebab bentuk pakaian itu telah termasuk kebudayaan. Rok cara Barat itu banyak yang sopan, menutup aurat, dipakai oleh perempuan yang berkesopanan tinggi, seperti pakaian Ratu Inggris. Ada pula rok yang tabarruj, seperti rok mini, you can see, paha sebagian besar terbuka, dada sebagian besar terekspos, punggung sebagian besar terpampang, yang maksudnya itu tidak lain adalah untuk menarik nafsu laki-laki. Pakaian asli kita pun ada yang sopan. Kaum Aisyiyah di Jawa, pakaian Ibu Rahmah El-Yunusiyah di Sumatera, Kudung dan Mukena. Ibu-ibu Muslimat banyak yang sopan sebab hati dan pemakaiannya pun dipenuhi iman dan kesopanan. Ada baju cara Sunda dan Jawa, baju kurung cara Minang (di Jawa dinamakan Minangan) dan ada kebaya panjang cara Medan. Semuanya sopan karena beriman pemakaiannya. Namun, ada pula pakaian itu yang tabarruj, kebaya pendek disimbahkan dadanya sedikit karena dengan sengaja hendak memperlihatkan bagian dada, apalagi ketika dibawa menekur. Saya pun melihat rok atau gaun yang sopan seperti yang dipakai oleh Ratu Inggris dan Ratu Yuliana ketika beliau ziarah ke Indonesia dan saya pun banyak melihat kebaya yang sengaja dibikin hingga bagian dada dipamerkan. Rok Ratu Inggris dan Ratu Yuliana yang begitu tidak terlarang dalam Islam, sedangkan kebaya yang memamerkan bagian dada itu tercela oleh Islam. Bapak mengerti perubahan zaman. Namun agama Islam tidaklah berubah. Dia tetap pada prinsipnya "jagalah Kesopanan" dan janganlah Tabarruj! Sekian jawaban Bapak. Bapak berikan agak panjang supaya berfaedah juga bagi yang lain.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Caketum pbnu bersuara di balik opini jilbaber nuduh kerudung tidak syari'i | Walisongo Channel

youtube.com/watch?v=iqnr6Wgdp9o

MENGHADAPI HARI KIAMAT

Kadang-kadang mereka bertemu dengan penyembah-penyembah berhala model lain, berhala tanah air, berhala diktator, berhala mendewa-dewakan pemimpin, berhala kultus individu, bahkan berhala menyembah dan memuja kubur-kubur, sampai menjadi mata pencarian. Maka hendaklah seorang Mukmin Muslim dengan tegas menegakkan keyakinannya bahwa agama adalah murni untuk Allah semata-mata, walaupun untuk itu dia akan dibenci orang. Walaupun yang membencinya itu mengaku Islam juga! Karena mereka telah mengotori Tauhid, ikhlas dan Muslim (menyerah bulat kepada Allah) dengan memberhalakan kubur-kubur.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Viral Jamaah Berdoa di Depan Baliho Habib Rizieq, Netizen: Tuhan Baru

banten.suara.com/read/2020/11/24/120337/viral-jamaah-berdoa-di-depan-baliho-habib-rizieq-netizen-tuhan-baru

SEGALA MACAM ISME KECUALI ISLAM

Sukarno tidak keberatan berangkul-rangkulan dengan Komunis, asal Islam jangan tampil ke muka. Pejuang-pejuang di Konstituante adalah saksi yang nyata tentang sekularisme yang berarti memencilkan Islam. Seketika Front Islam memperjuangkan agar ditambahkan pada UUD kalimat Piagam Jakarta, "Dengan kewajiban menjalankan Syari'at Islam bagi pemeluknya sebagai ayat B dari negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa." Oleh karena itu, seluruh ideologi, golongan dan partai, mulai dari PKI, PNI, PSI hingga Partindo dan Murba serta IPKI bersatu menolaknya. Artinya, segala ideologi boleh berkembang dan boleh dicobakan. Hanya satu yang disoroti dan selalu dipandang berbahaya, yaitu ideologi Islam yang jantan dan konsekuen hendak menegakkan Sunnah Nabi saw. Kalian boleh menyebut Islam, tetapi jangan Islam yang diajarkan Rasul, jangan Daulah Islamiyah, jangan Syari'at Islam! Kalian juga boleh duduk dalam pemerintah asal Islam kalian simpan, jangan diperjuangkan. Hendak harta kami beri harta, hendak pangkat kami beri pangkat, tetapi kekuasaan tidak ada di tangan kalian.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Ternyata Walisongo Anti Bid'ah!!!

youtube.com/watch?v=pgWhIkYuCwA

MEMECAH-BELAH AGAMA

Keempat Imam sama saja bunyi seruan mereka, yaitu pendapat mereka hanya boleh dipakai bila kenyataannya berlawanan dengan Al-Qur'an dan Hadits, Imam Syafi'i terkenal dengan perkataan beliau: "Kalau terdapat hadits yang shahih (benar) maka itulah madzhabku."

MEMPERSEKUTUKAN (MENGADAKAN TANDINGAN-TANDINGAN)

Dalam hal orang yang diikut itu berkeras pada suatu pendapat, si pengikut pun berkeras pula dalam taklid. Ini karena dengan sadar atau tidak mereka telah menjadikan guru ikutan menjadi tandingan-tandingan Allah atau andadan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Syirik Besar

Syirik besar atau yang juga disebut syirik akbar/jali adalah perbuatan yang jelas-jelas menganggap adanya tuhan selain Allah SWT dan menjadikannya sebagai tandingan-Nya. Syirik akbar dapat menyebabkan pelakunya diancam keluar dari agama Islam dan apabila meninggal dalam kondisi belum bertaubat maka dosanya tidak terampuni.

merdeka.com/jatim/syirik-adalah-perbuatan-menyekutukan-tuhan-yang-wajib-dihindari-ini-lengkapnya-kln.html

PERANG AQIDAH SUDAH DIMULAI, ANTUM MUNDUR DOSA BESAR | BUYA ARRAZY HASYIM

youtube.com/watch?v=42h4Crco7gk

BID'AHMU & BID'AHKU BEDA | ILMUMU MASIH DANGKAL!!!

youtube.com/watch?v=aIrErLd5ng0

KEKAL DALAM NERAKA

"Katakanlah, '... sesuatu yang tidak Dia turunkan keterangannya dan bahwa kamu katakan atas (nama) Allah sesuatu yang tidak kamu ketahui.'" (al-A'raaf: 33).

Ujung ayat ini pun adalah peringatan keras kepada kita agar dalam hal yang mengenai agama, kita jangan berani-berani saja membicarakannya kalau pengetahuan kita belum dapat menguasai persoalan itu. Dan sekali-kali jangan lancang membantah, kalau bantahan kita hanya semata-mata sangka-sangka. Mengikuti saja pikiran sendiri dengan tidak ditujukan terlebih dahulu kepada firman Allah dan Sunnah Rasul, adalah puncak segala dosa.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

NEGARA ISLAM

Kemenangan tentara Islam menghadapi musuh dari benua Eropa itu menyebabkan kebanggaan dan kesombongan, sehingga timbul iktikad bahwa Islam senantiasa ditolong Tuhan, lalu tidak perlu berusaha lagi. Segala sesuatu pun telah mundur, mundur pemerintahan, hilang persatuan, dan mundur pula peri penghidupan, mundur pula cara berfikir. Raja-raja memerintah lebih buruk daripada diktator. Karena diktator mengakui dirinya sendiri Tuhan, lalu percaya kepada kekuatan dirinya sendiri. Sebaliknya raja-raja Islam tadi, mendasarkan kezaliman mereka pada sabda Tuhan. Di kelilingnya duduk ulama-ulama mengangguk-anggukkan kepala, mengucap "Naam Sidi! Benar Tuanku! Ya Tuanku! Tidak salah lagi Tuanku!" Di Sumatera Timur, kalau "RAJA" berkata, si pendengar mengiyakan dengan ucapan: "Ku! Ku! Ku!" seperti balam (burung tekukur) bersepatu.

(BUYA HAMKA, NEGARA ISLAM, JT Books PLT Malaysia, Cet. II, 2021).

"Seorang Muslim yang menyadari agamanya atau menyadari Al-Qur'an sebagai pegangan hidupnya, menyadari pula Sunnah Rasulullah, sejarah Rasulullah dan perjuangan Khulafaur Rasyidin, tidak dapat tidak, dia mesti sampai pada kesimpulan bahwasanya segala perintah Allah dan larangan-Nya, segala anjuran Nabi dan cegahannya, tidak akan dapat berlaku, tidak dijamin bisa berjalan kalau tidak ada pemerintahan Islam. Tegasnya, pemerintahan yang di sana berlaku Syari'at Islam. Adalah suatu hal yang ganjil kalau berdiri satu masyarakat Islam, yang Syari'at Islam melarang seseorang membunuh sesama manusia lalu orang yang membunuh itu dihukum menurut hukum yang bukan dari Islam."

-Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar-

MUI Kritik Keras Munculnya Pertanyaan soal Qunut di Tes ASN KPK

news.detik.com/berita/d-5560413/mui-kritik-keras-munculnya-pertanyaan-soal-qunut-di-tes-asn-kpk

KAUM MUDA

Dicapnyalah Syekh Sa'ad Mungka sebagai mu'anid, yang artinya adalah orang keras kepala mempertahankan yang batil dan Bid'ah. Kemudian, timbullah polemik yang berkasar-kasaran sehingga bertambah bencilah lawan-lawannya kepada beliau (Haji Abdul Karim Amrullah). Namun, bertambah cinta pula murid-muridnya karena ketangkasan beliau. Jadi, dapatlah dicatat bahwa pahlawan pertama dari Golongan Tua adalah Syekh Sa'ad Mungka. Setelah beliau wafat, barulah Golongan Tua dipimpin oleh Tuan Syekh Khatib Ali di Padang.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

TAUHID ASWAJA by KH Tengku Zulkarnain. Courtesy of Tengku Zulkarnain Official | Neno Warisman Channel

youtube.com/watch?v=ibajwCbpmNQ

Terjerumus Bid'ah Aqidah | Ustadz Riyadh bin Badr Bajrey

youtube.com/watch?v=IugEVTbrCgk

PERCAYA KEPADA DIRI SENDIRI

Di antara Al-Qur'an dan Sunnah Nabi sebagai pedoman beragama dengan seorang Muslim terdapat batas dan dinding yang terlalu banyak. Beberapa kitab fiqih dan karya para ulama dipandang sangat suci dan tidak boleh dibandingkan. Agama sangat mencela orang yang menjadi perantara yang membatasi manusia dengan Tuhan, padahal sangat jelas pengaruh tukang tenung dan orang-orang yang suka menyembah benda keramat dan kuburan.

(Buya HAMKA, PRIBADI HEBAT, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2014).

KATA PENGANTAR

"Dalam pandangan saya, Buya Hamka dapat diumpamakan sebagai mutiara amat langka yang pernah dimiliki bangsa ini. Beliau adalah salah satu idola saya, dan pemikiran-pemikirannya sangat memengaruhi pemikiran-pemikiran dakwah saya selama ini. Kekaguman saya terhadap Buya Hamka semakin bertambah, ketika setiap kali berada di Luar Negeri orang-orang sibuk membicarakan Hamka berikut karya-karyanya. Khususnya Tafsir Al-Azhar yang sangat fenomenal itu. Alangkah populernya nama Hamka di mancanegara."

-Ahmad Syafii Maarif-

(Haidar Musyafa, BUYA HAMKA SEBUAH NOVEL BIOGRAFI, Penerbit Imania, Cet. I, 2018).

Klarifikasi Elly Sugigi Lepas Hijab di Lokasi Syuting: Enggak Apa-Apa daripada Saya Nipu Orang

liputan6.com/showbiz/read/4537808/klarifikasi-elly-sugigi-lepas-hijab-di-lokasi-syuting-enggak-apa-apa-daripada-saya-nipu-orang


Buya HAMKA bersama istri dan keluarga. (Sumber Photo: Irfan HAMKA, Ayah..., Hal. 315, Republika Penerbit, Cet. XII, 2016).

HAMKA: Hilang Belum Berganti

HAMKA lebih dikenal di Malaysia, Brunei, Singapura, dan Dunia Islam lainnya, dibanding di Indonesia sendiri. Karya-karya beliau masih menjadi rujukan utama hingga saat ini.

hidayatullah.com/artikel/opini/read/2010/01/29/3145/hamka-hilang-belum-berganti.html

PERTUKARAN PIKIRAN YANG DAHSYAT DI ANTARA ULAMA MUHAMMADIYAH

Tahun 1930 terjadi pertukaran pikiran yang dahsyat di antara ulama Muhammadiyah KH. Mas Mansur dan guru dan ayah saya, Syekh Dr. Abdul Karim Amrullah, dalam soal perempuan berpidato di hadapan majelis umum yang dihadiri oleh banyak kaum laki-laki. KH. Mas Mansur mengakui bahwa memang bisa timbul mudharat bagi laki-laki bila melihat perempuan naik mimbar (bukan isi pembicaraan perempuan itu yang didengarnya, tetapi kecantikan wajah perempuan itu yang diperhatikannya). Akhirnya pidato itu ditiadakan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Salafi-Wahabi itu jadi "pintu masuk" radikalisme

Wahabisme itu meniscayakan radikalisme, implikasi dari doktrin-doktrin dasar Wahabisme, antara lain doktrin tri tauhid, khususnya tauhid yang kedua atau tauhid uluhiyah. Tauhid uluhiyah dimaknai dengan tauhid hakimiyah, bahwa hanya ada satu Dzat yang berhak memerintah dan membuat aturan bagi manusia yaitu Allah SWT, sehingga siapa pun yang memerintah dan membuat aturan bagi manusia lain dianggap sebagai tandingan Allah SWT dan dihukumi musyrik, kufur dan thaghut.

jabar.antaranews.com/berita/261666/artikel-salafi-wahabi-itu-jadi-pintu-masuk-radikalisme

DAKWAH

Suatu dakwah yang mendahulukan hukum halal dan hukum haram, sebelum orang menyadari agama, adalah perbuatan yang percuma, sama saja dengan seseorang yang menjatuhkan talak kepada istri orang lain.

MAKSUD AGAMA

Disini dapatlah diketahui maksud agama, yaitu Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ROCKY GERUNG: ADA SISYPHUS DITIPU PINOKIO

youtube.com/watch?v=0PYxSpLdUl0

TERTIPU

"Dan telah tertipu mereka oleh kehidupan dunia dan mereka pun telah menyaksikan atas kesalahan diri-diri mereka bahwa sesungguhnya mereka memang telah menjadi orang-orang yang kafir." (al-An'aam: 130).

Untuk menjelaskan pengertian ayat ini, dapatlah kita kemukakan suatu misal yang dapat kita alami sehari-hari. Segolongan kaum Muslimin mendirikan suatu partai agama, yang bercita-cita (ideologi) agar hukum, peraturan dan syari'at Allah berlaku dalam negara mereka. Padahal, negara itu bersifat nasional dan tidak yakin akan peraturan syari'at Islam. Negara itu berdasar sekularisme, yaitu pemerintahan yang sengaja dijauhkan dari segala pengaruh agama. Pada suatu hari, datanglah ajakan pada penganjur partai yang berideologi Islam itu supaya duduk dalam satu kabinet (pemerintahan). Dia akan diangkat jadi menteri, padahal dia tahu kalau dia terus duduk dalam pemerintahan, belumlah mungkin negara itu menegakkan syari'at Islam, malahan akan tetap membuat undang-undang yang jauh dari Islam. Namun, tawaran itu diterimanya juga. Sebab apa? Sebab hidup menjadi penguasa atau menjadi menteri akan mengakibatkan kemewahan, rumah gedung yang indah, mobil yang mengilap dan semua itu karena pangkat dan kedudukan tinggi.

Dahulu ketika menerima pangkat dan jabatan, mereka tidak sadar bahwa dengan perbuatannya itu mereka telah menunjukkan bahwa mereka tidak percaya lagi akan peraturan Allah bisa menyelamatkan dunia ini. Dengan membayangkan pengakuan bahwa mereka telah kafir di ujung ayat itu, dapatlah kita memahamkan bahwa kufur itu bukanlah semata-mata karena tidak mengakui adanya rasul saja. Meskipun mengaku bahwa Allah itu ada, padahal tidak meyakini peraturan dari Allah atau memandang bahwa peraturan buatan manusia lebih baik dari peraturan dari Allah, kufurlah orang itu, walaupun mulanya tidak merasa kufur. Jalan pikiran manusia yang sehatlah setelah merasakan berbagai pengalaman yang pahit, yang menginsafkan bahwa dia telah kufur. Barulah setelah maut datang dan tidak dapat dielakkan, ternyata bahwa dunia telah habis begitu saja, tanpa bekas. Dan, setelah datang Hari Mahsyar, hari yang pasti itu, diinsafi bahwa dia kecil tak berharga, lebih hina dari cacing. Waktu itu baru mengaku terus terang, "Aku ini telah kafir!"

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Kita terima kasih kepada Pak Ahok. Karena beliau telah merangsang umat Islam belajar al-Maidah 51. Banyak umat Islam yang tidak tau al-Maidah 51, tapi jadi tau setelah dikutip oleh Pak Ahok. Mudah-mudahan Pak Ahok juga mengutip ayat-ayat yang lain. Apa kita tidak malu, ketika ada orang yang mengutip baru kita mempelajarinya," sindir Yunahar.

suaramuhammadiyah.id/2016/11/04/yunahar-ilyas-kita-terima-kasih-kepada-pak-ahok

"Orang-orang yang turut menyebarkan paham dalam masyarakat, yang akan mengakibatkan kendornya rasa perjuangan, rasa jihad menegakkan cita-cita Islam, bukan saja menjadi pelopor membawa ke jalan kafir, bahkan itulah pengkhianat-pengkhianat yang membawa-bawa nama Islam untuk menghancurkan kekuatan Islam. Pemuda Islam sejati yang ingin Islam masih bertapak di negeri ini khususnya, dan di dunia Islam umumnya harus awas dan berjaga-jaga terhadap angkatan muda yang terpengaruh paham sesat itu."

-Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati-

Tidak Mengkafirkan Penyembah Kubur Maka Ia Kafir | Syaikh Shalih Al-Fauzan

youtube.com/watch?v=cKrInbsUw2M

AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK RIWAYATNYA

Amat cepatlah manusia berpaling kepada yang lain dan meninggalkan jalan Tuhan. Dibesarkannya sesama manusia sampai menyamai derajat Allah. Ada sesamanya manusia yang dikatakannya keramat, wali Allah, lalu mereka meminta berkah atau meminta pertolongan kepada keramat dan wali (katanya) itu. Bilamana keramat atau walinya itu meninggal dunia, diperbuatkannya makam dan kubah di kuburnya, mula dihormati seperti biasa kemudian dipandang sebagai suatu tempat suci, cuma menamainya berhala yang tidak, tetapi hakikatnya sudah berhala.

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

TANGGAPAN KETUA MUI KAMPAR TERHADAP USTADZ YANG MENYESATKAN NU, MUHAMMADIYAH & TARBIYAH

youtube.com/watch?v=K7DlreNpeXU

Menyambut Pengurus Baru MUI, Pesan Buya HAMKA: Ulama Tidak Bisa Dibeli

voa-islam.com/read/intelligent/2020/11/30/74663/menyambut-pengurus-baru-mui-pesan-buya-hamka-ulama-tidak-bisa-dibeli

ALLAH BERTAHTA DI LANGIT

Fir'aun menolak dengan keras dakwah Musa yang mengatakan adanya Allah Sarwa Sekalian Alam. Ketika dikatakan bahwa Allah itu adalah Tuhan pencipta langit dan bumi dan disebutkan pula bahwa Allah bertahta di langit, di atas Arsy, Fir'aun dengan sombong menolak bahkan memerintahkan kepada menterinya, Hamaan, agar dibangunkan sebuah bangunan tinggi, untuk dari sana dia akan pergi ke langit, masuk dari segala pintu-pintunya untuk menyelidiki di mana Allah itu bersembunyi di langit.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Ya Rabbi, Ya Tuhanku, Yang Maha Pengasih dan Penyayang! Bahwasanya di bawah lindungan Ka'bah, rumah Engkau yang suci dan terpilih ini, saya menadahkan tangan memohon karunia. Kepada siapakah saya akan pergi memohon ampun, kalau bukan kepada Engkau, ya Tuhan! Tidak ada seutas tali pun tempat saya bergantung lain daripada tali Engkau, tidak ada satu pintu yang akan saya ketuk, lain daripada pintu Engkau. Berilah kelapangan jalan buat saya, hendak pulang ke hadirat Engkau ..."

DI BAWAH LINDUNGAN KA'BAH (HAMKA)

Radikal-radikul!

Seperti yang sudah-sudah. Penggerudukan, pembubaran, hingga pembatalan kajian acap kali terjadi dengan alasan bahwa pembicara, penceramah, atau pemateri dianggap, dituding, dan diduga memiliki paham radikal.

kumparan.com/agaton-kenshanahan1536243987012/radikal-radikul

GERAKAN WAHABI DI INDONESIA

Mungkin perkumpulan-perkumpulan yang memang nyata kemasukan paham Wahabi sebagaimana Muhammadiyah, al-Irsyad, Persis dan lain-lain diminta supaya dibubarkan saja.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

BISA MENGHILANG DARI TAHANAN TERSEMPIT BELANDA !!! KARTIKA PUTRI KAGET

youtube.com/watch?v=_fKBVYHQ3Nw

IBRAHIM DAN BERHALA-BERHALA KAUMNYA

Mereka tidak mengaku bahwa mereka menyembah berhala. Namun perlakuan mereka terhadap kuburan-kuburan itu sudah lama, bahkan melebihi dari perbuatan musyrikin zaman jahiliyyah terhadap berhala-berhala.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Wahabi Jahil Eksploitasi Isu Furu' Seolah Masalah Ushul | Praja ASWAJA

youtube.com/watch?v=Bpxl3WeJ4ww

AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH

Lawannya ialah Syi'ah atau Khawarij atau Mu'tazilah! Maka pertikaian di antara Ahlus Sunnah dengan Syi'ah dan Khawarij dan Mu'tazilah itu bukanlah dalam soal furu', tetapi dalam beberapa pokok aqidah (kepercayaan).

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Penerbit Galata Media, Cet. I, 2018).

NU Protes Keras Nama Tokoh KH Hasyim Asy'ari Hilang di Kamus Sejarah RI

liputan6.com/news/read/4537093/nu-protes-keras-nama-tokoh-kh-hasyim-asyari-hilang-di-kamus-sejarah-ri

TUTUR KATA YANG TERLANJUR

Orang awam haruslah insaf bahwa agama bukanlah perkara yang boleh diputuskan di kedai kopi, karena kekurangan ilmu senantiasa menimbulkan sentimen. Jika hanya perasaan saja yang diturutkan, timbullah penyakit lain dan beradu perasaan dengan perasaan. Celaka yang timbul, sampai sama-sama menggulung lengan baju, mempertahankan guru, karangan guru, atau menepuk dada menegakkan madzhab dan partai.

Lidah bagaikan tali yang menghubungkan antara sesama manusia, apabila tali itu putus, putus pula hubungannya dengan manusia, bahkan bisa menimbulkan perang.

(Buya HAMKA, Akhlaqul Karimah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

Disebut Berpakaian Tak Semestinya, Cucu Buya Hamka akan Laporkan Pengguna Twitter Ke Polisi

cirebon.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-041090460/disebut-berpakaian-tak-semestinya-cucu-buya-hamka-akan-laporkan-pengguna-twitter-ke-polisi

Pada negeri-negeri yang berkebudayaan Islam yang belum dirusakkan oleh kebudayaan Barat, orang tidak merasa hina digantung atau dibuang atau memakai pakaian orang rantai (orang penjara), karena membunuh laki-laki yang mengganggu anak atau istri, atau saudaranya. Karena tidak ada malu yang lebih dari itu. Bila malu ini tidak ditebus, telah hinalah namanya dan nama keluarganya, turunan demi turunan. Buat mencuci malu ini hanyalah satu saja, yaitu darah. Sebab itu maka masyarakat ini tidak menghinakan orang yang terbuang atau digantung lantaran menebus malu itu. Daripada hidup becermin bangkai, lebih baik mati berkalang tanah. Ucapkanlah "Selamat Jalan" kepada bangsa yang tidak ada syaraf-nya lagi.

-Buya HAMKA, TASAWUF MODERN-

MUI Imbau Umat Islam Tidak Terpancing Provokasi Jozeph Paul Zhang

viva.co.id/berita/nasional/1365654-mui-imbau-umat-islam-tidak-terpancing-provokasi-jozeph-paul-zhang

"Herankah jika sekiranya berkali-kali terdengar berita bahwa ada orang mengambil surat Al-Qur'an untuk menggosok sepatunya, herankah kita jika ada orang yang mengatakan Nabi Muhammad saw. adalah seorang yang jahat, herankah jika ada orang membawa anjing ke dalam masjid berkali-kali dan berturut-turut adanya, hilang satu timbul dua, tidak berhenti. Apakah sebabnya orang begitu lancang, tidak lain disebabkan, hanya karena orang telah tahu bahwa umat ini sudah mati hatinya, mati semangatnya, tidak ada lagi cintanya kepada yang patut-patut dicintainya."

-Buya HAMKA, Akhlaqul Karimah-

BUNUHLAH DIRI KAMU!

Bukan membunuh diri, karena memang sudah diharamkan. "Maukah engkau mati untuk agama Allah?" Dengan tidak ragu dia menjawab, "Mau!" "Maukah engkau meninggalkan kampung halaman, sengsara, terasing?" Dia menjawab dengan tidak ragu-ragu, "Mau!"

Meskipun sekarang ini tidak bertemu muka, jiwa telah berkawan, sebab cita-cita yang dijalankan ialah cita-cita mereka. Sampai di akhirat mereka pulalah kawan. Alangkah bahagianya kalau nabi-nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin yang menjadi kawan.

Seorang sahabat Rasulullah saw. menurut riwayat dari al-Hafizh Ibnu Asakir dan disalinkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Sahabat Nabi itu ialah Abdullah bin Huzaifah as-Sahni, yang dia itu ditawan oleh bangsa Romawi ketika terjadi peperangan, dan dia dibawa menghadap kepada Raja Romawi. Setelah ditanyai, mengapa dia menangis, dia menjawab, "Saya menangis, karena diriku ini hanya satu saja, yang akan dimasukkan dan ditanak dalam periuk belanga ini. Padahal saya ingin sekali, sekiranya saya mempunyai napas sebanyak rambut yang ada pada badanku, supaya semuanya itu merasakan bagaimana nikmatnya disiksa pada jalan Allah!"

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Terkait perebutan mesjid, Wahabi kacaukan Aceh Ust Das'ad ingatkan jangan pecahbelah persatuan (6/2)

youtube.com/watch?v=9t0b7RpjlFc

"... Berlainan madzhab jangan membawa perpecahan." "Kalau begitu, Anda berpaham Wahabi," ujarnya. "Lebih dari Wahabi, saya berpaham Muhammadi karena Nabi Muhammad melarang umatnya berpecah." Mukhtar berkata, "Tuan Hamka di Indonesia termasuk Kaum Muda. Pahamnya memang agak dekat dengan Wahabi."

-Buya HAMKA, DI TEPI SUNGAI DAJLAH-

KEBENARAN (AL-HAQ)

Jangan mundur menegakkan kebenaran karena tenggang-menenggang dengan hawa nafsu orang kafir. Kebenaran jangan sampai berubah. Karena bila berubah sedikit saja, tidaklah kebenaran lagi namanya. Laksana satu ember air suci, dimasukkan ke dalamnya satu tetes kencing, najislah dia semua.

SURAH AL-KAAFIRUUN (ORANG-ORANG KAFIR)

Soal aqidah, di antara Tauhid mengesakan Allah, sekali-kali tidaklah dapat dikompromikan atau dicampuradukkan dengan syirik. Tauhid kalau telah didamaikan dengan syirik, artinya ialah kemenangan syirik.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Buya HAMKA adalah seorang ulama, politisi dan sastrawan besar yang dihormati dan disegani di kawasan Asia hingga Timur Tengah.

Pengabdian dan pengorbanan Buya HAMKA dalam membangun kesadaran umat Islam mendapat apresiasi dari Pemerintah berupa gelar Pahlawan Nasional pada Tahun 2011.

kebudayaan.kemdikbud.go.id/buya-hamka-sosok-suri-tauladan-bermulti-talenta

UMPAMA KELEDAI MEMIKUL BUKU

Keledai memikul buku-buku ini bukan saja mengenai diri orang Yahudi yang menerima Taurat. Orang Islam umat Muhammad saw. pun serupa juga dengan "keledai memikul buku-buku" yang tidak tahu atau tidak mengamalkan apa isinya. Berapa banyaknya kaum Muslimin yang fasih sangat membaca Al-Qur'an, tetapi tidak paham akan maksudnya. Atau bacaannya itu hanya sampai sebatas leher saja, tidak sampai ke lubuk hati dan jiwa. Sebab itu dengan tegaslah al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah menulis dalam kitabnya, I'lamul Muwaqqi'in, bahwa ayat ini, "Walaupun dijadikan perumpamaan bagi orang Yahudi, namun makna yang terkandung di dalamnya mengenai juga bagi orang-orang yang memikul Al-Qur'an, namun mereka tidak mengamalkannya dan tidak memenuhi haknya dan tidak memelihara maksudnya dengan sepatutnya."

"Katakanlah, 'Wahai orang-orang Yahudi! Jika kamu menyangka bahwa kamulah yang auliya bagi Allah, bukan manusia lain, maka cita-citakanlah mati jika adalah kamu orang-orang yang benar.'" (al-Jumu'ah: 6).

Kalau benar kamu wali-wali Allah, cobalah citakan mati! Berani? Selamanya mereka tidak akan mencita-citakan maut. Karena hati mereka terpaku kepada dunia dan terpaku kepada harta benda. Maka, ayat-ayat yang mengenai Yahudi dengan sikap mereka menepuk dada mengatakan bahwa mereka adalah wali-wali terdekat kepada Allah, padahal mereka takut mati, bukan saja bertemu pada diri orang Yahudi, orang Islam pun banyak yang ditimpa penyakit demikian itu. Mereka menyangka bahwa apabila kita sudah bernama Islam, walaupun kehidupan kita jauh dari apa yang diajarkan oleh Islam, maka kitalah orang yang paling dekat kepada Allah. Kita katakan bahwa umat Muhammad semulia-mulia umat, padahal kita tidak mengukur diri kita apakah benar-benar umat Muhammad. Maka, dalam ayat ini pun telah diberikan "termometer" untuk mengukur "panas dingin" udara iman diri kita. Beranikah kita menghadapi maut karena mempertahankan agama Allah? Beranikah kita menempuh syahid karena berjihad pada jalan Allah? Masihkah hati kita terikat pada dunia fana ini, sehingga timbul rasa takut mati? Hendaklah kita camkan, bahwa sebab turun ayat ini karena ada di zaman Nabi kita, Yahudi-yahudi berperangai demikian, lalu mereka ditegur. Bukan karena Yahudinya, melainkan karena perangainya. Dan Nabi pun pernah mengatakan bahwa kamu akan mengikuti jejak mereka setapak demi setapak.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 124-127, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

DARI HAL FANATIK

"Katakanlah (Muhammad), 'Jika bapak-bapak kamu, anak-anak kamu, saudara-saudara kamu, istri-istri kamu, keluarga kamu, dan harta benda yang kamu tumpuk-tumpukkan, dan harta yang kamu takuti akan ruginya, dan rumah kediaman yang sangat kamu senangi semuanya itu lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya, dan berjihad pada jalan-Nya, maka berwaspadalah sampai Allah datang dengan keputusan-Nya. Dan, Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.'"

Ayat itu jelas menyuruh kita tegas pendirian, yang cintanya melebihi segala cinta, hanya Allah dan Rasul.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 122, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

HARDIKAN KERAS KEPADA ULAMA

"... Sungguh buruklah apa yang telah mereka perbuat itu." (al-Maa'idah: 63).

Berkata, Habru Hadzihil Ummah (Gelar Ibnu Abbas: Pendeta umat ini), "Tidak terdapat dalam Al-Qur'an ayat yang sampai sekarang ini." Artinya ayat ini adalah satu hardikan keras kepada ulama, apabila mereka telah lalai memberi bimbingan dan petunjuk dan tidak lagi menjalankan amar ma'ruf nahi munkar. Berapa banyak ulama yang tekun menghafal Al-Qur'an, Hadits, fiqih dan sebagainya, tetapi mereka tidak mau turun ke bawah, kepada orang awam buat memimpin ruhani mereka dan akhlak mereka. Oleh Imam Ghazali, ulama-ulama yang tidak melakukan amar ma'ruf nahi munkar, diberi cap ulama su', ulama jahat.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 737-738, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KEMENANGAN

Nabi Ibrahim dihukum, disuruh melompati api menyala karena dia menganut aqidah yang berlawanan dengan aqidah kaumnya. Dia bersedia menempuh mati dan dia tidak bersedia melepaskan aqidah. Meskipun dirinya tidak berdaya menolak hukuman, namun aqidah tidaklah tercabut dari dadanya. Sebab itu dia menang! Ketika para pejuang penegak agama dan pembela tanah air dapat dikalahkan dengan kekuatan senjata oleh musuh-musuhnya, seumpama Pangeran Diponegoro dan Imam Bonjol, apakah mereka kalah? Tidak! Ketika mereka telah ditangkap, ditawan dan diasingkan, sampai mati di tanah pembuangan, apakah mereka kalah? Tidak! Semuanya itu kemenangan!

Mati syahid, terbunuh di medan perang kadang-kadang lebih besar kemenangan yang dia capai lantaran dia mati, daripada misalnya kalau dia hidup 1.000 tahun! Memang kadang-kadang sangat pahit penderitaan karena menegakkan iman, karena jadi pengikut Rasul saw. Kadang-kadang dianggap orang bahwa mereka kalah, padahal itulah kemenangan!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 111-112, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BUNUH-MEMBUNUH

Kadang-kadang soal amalan yang kecil-kecil membawa tumpahnya darah, bahkan sampai menghancurkan negara. Di Baghdad pernah terjadi bunuh-membunuh di antara pemeluk Islam Madzhab Syafi'i dan pemeluk Madzhab Hambali karena perkara men-jahar-kan bismillah. Perkelahian penganut Madzhab Syafi'i dengan Madzhab Hanafi telah sampai menghancurleburkan negeri Merv sebagai pusat ibukota wilayah Khurasan. Di dalam Abad ke-19, Kerajaan Turki menyuruh Mohammad Ali Pasya penguasa Negeri Mesir memerangi penganut paham Wahabi di Tanah Arab. Untuk ini, dibuat propaganda di seluruh dunia Islam bahwa Wahabi itu telah keluar dari garis Islam yang benar, sehingga sisa dakinya sampai sekarang masih bersarang dalam otak Golongan Tua dalam Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 503, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

LEBIH DARI WAHABI

Jamal Syauqi putra Irak yang senantiasa memandu jalan saya selama di Irak, seorang pemuda yang luas pengetahuannya, baik budi dan amat besar khidmatnya kepada bangsa Indonesia sambil tersenyum, ia berkata kepada saya, "Di ruangan ini (sambil menunjukkan sebuah ruangan di antara ruangan-ruangan itu bangsa Indonesia bersembahyang. Almarhum Dahlan Abdullah pun bersembahyang di sini) ruang Madzhab Syafi'i." Dengan tersenyum, saya menjawab, "Bagi saya, dalam melakukan sembahyang, keempat madzhab boleh bersama-sama. Imam asy-Syafi'i sendiri, setiba di Irak lagi, ia memakai Qunut pada waktu sembahyang Shubuh. Berlainan madzhab jangan membawa perpecahan."

"Kalau begitu, Anda berpaham Wahabi," ujarnya. "Lebih dari Wahabi, saya berpaham Muhammadi karena Nabi Muhammad melarang umatnya berpecah." Mukhtar berkata, "Tuan Hamka di Indonesia termasuk Kaum Muda. Pahamnya memang agak dekat dengan Wahabi."

(Buya HAMKA, DI TEPI SUNGAI DAJLAH, Hal. 93-94, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

RACUN

Di zaman kolonial dahulu, kalau ada orang yang mengakui dirinya masih Islam, mengemukakan pendapat yang pada hakikatnya adalah racun yang diterimanya dari kerja sama Kristen dan Zionis, dapatlah segera ditandai dan dibantah. Akan tetapi, dengan merdekanya negeri-negeri Islam, terutama sebagai Indonesia sendiri sudah payah untuk menghadapi suara-suara demikian. Sebab setelah tanah air merdeka, orang bisa mengambil dalih demi nasional, demi kepribadian dan demi segala apa. Asal saja jangan sampai timbul semangat menegakkan Islam kembali. Pemegang kendali yang berdiri di belakang layar ialah Ahlul Kitab yang telah diperlengkap dengan orientalisnya dengan profesor dan ahli ilmiahnya. Meskipun Islam menyerukan di dalam kitab suci Al-Qur'an, bahwa manusia adalah umat yang satu, kedatangan Nabi Muhammad saw. adalah menggenapkan wahyu Ilahi yang telah dimulai oleh nabi-nabi yang dahulu, meskipun Islam itu sendiri berarti mencari jalan damai, tetapi sambutan yang diterimanya ialah letusan peluru dari mana-mana. Dengan satu tekad dari mereka, bahwa Islam ini mesti habis dari muka bumi. Untuk itu maka kapitalis dan komunis, tidak berkeberatan bersatu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 571, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TOLERANSI RUMAH NOMOR 5

Dalam buku Mengenang 100 Tahun Haji Abdul Malik Karim Amrullah (2008), sebuah nama seperti segan disebutkan. Dalam Bab "Toleransi", disebutkan tetangga HAMKA yang "warga negara keturunan Belanda beragama Kristen". Sosok tersebut bisa dipastikan adalah Reuneker. Bukan hal aneh bila keluarga Reuneker ringan tangan membungahkan keluarga HAMKA saat merayakan Lebaran. Namun, ada satu bagian menarik yang disebutkan disini. Seorang cucu HAMKA tergerak untuk membalas kebaikan hati sang tetangga, keluarga Reuneker. Sang cucu HAMKA ini berniat akan melakukan kunjungan balik ketika keluarga Reuneker merayakan Natal. Sembari mengutarakan niatnya itu, ia pun meminta izin pada HAMKA. Niat itu tidak diperkenankan. Tidak boleh dilanjutkan. Menurut HAMKA, sebagaimana ditulis dalam Mengenang 100 Tahun, "dengan sengaja mengunjungi tetangga untuk mengucapkan Selamat Hari Natal, sama artinya dengan ikut merayakan dan bergembira dengan perayaan Natal (kelahiran) itu, sekaligus mengakui keyakinan mereka (umat Kristen) yang keliru, yang menganggap bahwa Nabi Isa a.s., sebagai Tuhan." "Biarkan saja mereka merayakan kegembiraan yang menjadi keyakinan mereka itu," tandas HAMKA. HAMKA sendiri ketika menasihati sang cucu digambarkan: "jauh dari nada keras atau marah, tetapi sebaliknya disampaikan dengan tutur kata lemah lembut. Ini karena audiens-nya adalah seorang anak yang masih berusia remaja." Bagi HAMKA, selagi masih berkaitan dengan keimanan menurut Islam, tidak ada ruang untuk mencari-cari alasan bertenggang rasa. Toleransi tetap bisa ditegakkan tanpa harus mencari-cari tindakan untuk mengendurkan semangat keimanan yang kita peluk. Sekalipun dengan atas nama kerukunan dan kebersamaan dalam atap satu bangsa. Persahabatan Reuneker dan HAMKA, juga banyak kesaksian tertambatnya hati kalangan berbeda iman pada budi pekerti HAMKA, memberikan pelajaran: kapan saat mesti berlaku lembut sesuai Hadits Nabi yang dipedomani HAMKA dalam membina hidup bertetangga, dan kapan saat harus lugas bersikap ketika sudah masuk hal-hal syubhat atas nama yang kadang diciptakan indah didengar.

Sekira Reuneker masih hidup saat Fatwa MUI itu keluar, HAMKA pun bakal siapkan hujjah. Ya, agar persahabatan yang lama terbangun tak rusak karena sangkaan tidak-tidak hasil olahan para provokator, semisal pengatas nama isu kebangsaan. Dan semua penghuni Jalan Raden Patah III nomor 5 pun bakal mengerti mana yang benar-benar tulus bertoleransi dan mana yang sekadar berbasa-basi.

(Yusuf Maulana, Buya HAMKA Ulama Umat Teladan Rakyat, Hal. 155-157, Penerbit Pro-U Media, 2018).

ORANG MUSYRIK MASUK MASJID

Ayat "kaum musyrikin adalah najis" yang dikemukakan disini adalah najis paham mereka, karena mereka mempersekutukan Allah dengan yang lain, bukan najis badan mereka, sehingga tidak boleh disentuh.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 328, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).


IBADAHNYA

Ada sebuah bukunya berjudul Annida ila Shalatil jama'ati wal Iqtida (seruan sembahyang berjamaah dan mencontoh Sunnah Nabi). Menurutnya, sembahyang jamaah adalah wajib.

HANYA ALLAH

Dia sendirilah yang Tuhan, yang lain hamba-Nya, semuanya. Allah Maha Esa pada hak-Nya. Artinya Dia sendiri yang berhak menghalalkan, mengharamkan atau mewajibkan dan lain-lain hukum yang bernama hukum syara'. Semua itu hak Allah SWT belaka dan semata-mata. Oleh karena itu, tidaklah dibenarkan dalam Islam, seorang hamba menetapkan barang apa hukum lain daripada yang telah ditetapkan Allah SWT (hukum syar'i) walaupun dia berpangkat nabi, rasul atau maharaja yang bagaimanapun.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Hal. 289, Hal. 420-421, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

MEMAKMURKAN MASJID

Akhirnya, dengan rasa bahagia kita salinkan sebuah hadits yang dirawikan Ahmad dan Tirmidzi dan dikatakannya hasan dan Ibnu Majah dan al-Hakim dikatakannya shahih, dan lain-lain, dari Abu Said al-Khudri, berkata Rasulullah saw., "Apabila kamu lihat seorang laki-laki telah beradat baginya masuk masjid-masjid, maka saksikanlah olehmu bahwa orang itu telah mencapai iman." (HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Hakim).

Menurut Ibnu Abbas, barangsiapa yang mendengar seruan (adzan) untuk shalat, tetapi tidak dijawabnya seruan itu dan tidak dia segera datang ke masjid, dan dia shalat saja di rumah, maka samalah dengan tidak shalat, dan sesungguhnya dia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya. Menurut Abdurrazaq yang diterimanya dari Ma'mar bin Ishaq dari Amar bin Maimun al-Audi. Dia berkata (seorang tabi'in), "Aku masih mendapati beberapa sahabat Rasulullah saw. Umumnya mereka berkata, 'Masjid-masjid itu adalah Rumah Allah di atas bumi ini!' Maka, adalah menjadi hak bagi Allah memuliakan setiap orang yang berziarah ke rumah-Nya."

Bertambah kendur iman orang, bertambah menjauhkan dirilah dia dari jamaah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 97-98, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SOAL MATI

"Barangsiapa yang tidak mati karena pedang, akan mati karena sebab yang lainnya. Berbagai ragam sebab yang datang, namun mati sekali hanya..."

Berapa banyaknya orang yang gagah berani menyeburkan dirinya ke hadapan musuh, bahkan ke tengah-tengah musuh, dia tidak mati, malahan keluar dari medan perang sebagai seorang pahlawan. Dan berapa pula banyaknya orang yang menyingkir-nyingkir menyembunyikan diri di belakang tempat yang tersembunyi, tiba-tiba melayang sebuah peluru menembus otaknya dan dia mati sesaat itu juga. Berapa banyaknya orang yang kemarin kita temui masih sehat wal afiat, besok paginya waktu Shubuh, kawan mengatakan bahwa dia telah mati. Dan berapa pula banyaknya orang yang telantar sakit bertahun-tahun, tidak juga mati. Maka, soal mati adalah suratan yang telah ditentukan Allah sendiri. Oleh sebab itu, takut atau berani menghadapi maut adalah sama saja, datang waktu yang ditentukan, orang mesti mati. Yang harus menjadi pokok pemikiran ialah bagaimana kita menilai tujuan hidup sehingga mati yang hanya pasti sekali itu kita hadapi ada artinya.

"Sekali berarti, sudah itu mati."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 84, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AYAHKU

Pada Tahun 1930, Sumatera Thawalib menjelma menjadi Persatuan Muslimin Indonesia. Yang mendirikan parti politik itu ialah murid beliau belaka. Beliau tidak setuju akan dasar Permi, iaitu "Islam dan Kebangsaan". Untuk beliau, cukup "Islam" saja. Perbesar pengaruh Islam, kuatkan pertalian dengan Allah, perteguh kebatinan umat, sampai umat itu kuat. Karena tidak dapat menahan hatinya (sebagai kebiasaannya) lalu beliau karang sebuah buku. Isinya menentang "kebangsaan", tetapi isinya yang sebenarnya ialah menyatakan bagaimana besarnya pengaruh Tauhid untuk menentang musuh Tuhan. Dengan kekuatan iman kepada Allah, umat mesti dikerahkan menentang musuh Tuhan dan agama. Karangannya ini diperlihatnya kepada muridnya A.R. St. Mansur dan yang lain. Semuanya cemas melihat buku itu. Kalau dikeluarkan, terang akan bertentangan dengan pemerintahan Belanda. Isinya "revolusi" belaka. Murid-muridnya memberi pandangan supaya buku itu janganlah dikeluarkan. Tetapi ketika disampaikan permohonan kepada beliau supaya jangan dicetak, matanya berapi-api pula kena marah. Kata beliau: "Kalau tidak dikeluarkan, saya takut murid-muridku salah terima, disangkanya saya menghalangi perjuangan. Kalau pasal berjuang, saya sudi di hadapan sekali. Tetapi jangan politik, jangan komunis, jangan kebangsaan. Islam, sekali lagi Islam!" Murid-muridnya dapat akal. Hanya seorang lagi yang masih diseganinya di Sumatera Barat, iaitu Syeikh M. Jamil Jambek. Dengan Dr. H. Abdullah Ahmad, sebetulnya sejak beliau ini "menerima" Guru Ordonansi, boleh dikatakan telah renggang, atau putus sama sekali. Ketika Dr. H. Abdullah Ahmad wafat pada Tahun 1934, beliau sedang di Binjai Medan. Demi terdengar kepada beliau berita kematian itu, beliau berkata: "Syukur juga dia lekas mati, sehingga riwayatnya yang indah berseri itu dapat terpelihara." Hanya Syeikh M. Jamil Jambeklah yang diseganinya. Maka datanglah Syeikh Daud Rasyidi membisikkan kepada Syeikh Jambek tentang buku yang akan dikeluarkan itu. Syeikh Jambek berpesan kepada beliau, di Maninjau, bahawa beliau ingin benar melihat buku itu sebelum dicetak. Dengan besar hati beliau datang kepada Syeikh Jambek di Bukit Tinggi, guru dan sahabatnya. Buku itu dibaca sampai habis. "Akan jadi jugakah buku itu dicetak?" tanya Syeikh itu. "Tentu saja!" "Memintalah aku kepadamu, karena Allah, hai Haji Rasul! (Kata-kata persahabatan yang sangat akrab), memintalah aku karena Allah. Lihatlah janggutku, di atas nama usiaku yang lanjut dan di atas nama umat, janganlah buku itu dikeluarkan. Saya tahu, engkau berani menghadapi akibatnya. Tetapi pada zaman seperti sekarang belum boleh engkau meninggalkan umat ini. Engkau terbuang, engkau diasingkan nanti! Percayalah. Saya yakin engkau tidak takut dibuang. Tetapi bagaimana jadinya umat ini? Bagaimana jadinya umat ini? Saya sudah tua!" (Inyik Jambek menangis). Disinilah rahasia kelemahan ayahku. Janganlah beliau ditundukkan dengan kekerasan. Tundukkanlah dengan air mata, masuklah ke dalam hatinya, Beliau lemah! Buku itu diserahkannya kepada Syeikh Jambek, dan beliaulah yang menyimpannya. Kalau jadi tersebar, tentu beliau akan dibuang sebelum Tahun 1941.

"Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku dan matiku adalah kepunyaan Allah Tuhan sekalian alam."

(Buya HAMKA, Ayahku, 253-256, PTS Publishing House Malaysia, 2015).

Chrisye - Ketika Tangan dan Kaki Berkata (Official Music Video)

youtube. com/watch?v=BOHJw6EYYlY

TAUHID

"Akan Kami letakkan rasa takut ke dalam hati orang-orang yang kafir itu, karena mereka telah mempersekutukan Allah dengan barang yang tidak diturunkan keterangan untuknya. Tempat kembali mereka ialah neraka dan seburuk-buruknyalah tempat kembali orang-orang yang zalim itu." (Aali 'Imraan: 151).

Ayat ini adalah yang kesekian kali memperingati orang-orang yang beriman tentang sucinya dasar perjuangan mereka dan goyahnya sendi tempat berpijak musuh-musuh itu. Bagaimana orang yang beriman akan tunduk kepada mereka yang sudah jelas menjadi alas neraka?

MUSUH-MUSUH ALLAH

"Dan (ingatlah) di hari akan dihantarkan musuh-musuh Allah ke dalam neraka lalu mereka akan dikumpul-kumpulkan. Sehingga apabila mereka sudah sampai ke sana menjadi saksilah atas mereka pendengaran mereka dan penglihatan mereka dan kulit-kulit mereka atas apa yang telah mereka amalkan. Mereka berkata kepada kulit mereka, 'Mengapa kamu jadi saksi atas kami?' Mereka menjawab, 'Yang membuat kami bercakap ialah Allah yang membuat bercakap segala sesuatu dan Dialah Yang Menciptakan kamu sejak semula dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.'" (Fushshilat: 19-21).

Dalam satu riwayat pula dari Ibnu Abbas, bahwa di hari Kiamat, akan datang suatu masa manusia itu dikumpulkan untuk ditanya, tetapi mereka tidak dapat berbicara dan tidak sanggup membela diri dan tidak dapat berkata-kata, sebelum dapat izin. Setelah diberi izin mulailah mereka mempertahankan diri dan mungkir bahwa mereka mempersekutukan yang lain dengan Allah, sampai ada yang bersumpah di hadapan Allah seperti mereka bersumpah dengan kamu saja. Oleh karena mereka bersikeras mempertahankan diri dan memungkiri kesalahan itu, dibangkitkan Allah-lah saksi-saksi yang datang dari dalam diri mereka sendiri, yaitu kulit-kulit mereka, pandangan mata mereka, tangan mereka, kaki mereka dan mulut mereka dikuncikan. Setelah selesai semuanya memberikan kesaksian, barulah mulut mereka dapat bercakap. Lalu mengomellah mereka sebagaimana tersebut dalam ayat, mereka mengomel kepada kulit mereka sendiri, mengapa kulit itu mau menjadi saksi buat mencelakakannya. Kulit menjawab bahwa dia bercakap adalah atas kehendak Allah, Yang Maha Kuasa membuat segala sesuatu dapat bercakap.

MENYEMBAH SETAN

"Bukankah sudah Aku pesankan kepada kamu, wahai Anak Adam supaya kamu jangan menyembah Setan. Sesungguhnya dia bagi kamu adalah musuh yang nyata. Dan bahwa hendaklah kamu menyembah kepada-Ku. Inilah jalan yang lurus. Dan sesungguhnya telah dia sesatkan di antara kamu golongan yang banyak. Apakah tidak perah kamu pikirkan? Inilah Jahannam yang pernah diancamkan kepadamu. Berbenamlah kamu ke dalamnya hari ini dengan sebab kamu telah mengingkarinya. Pada hari ini Kami tutup atas mulut-mulut mereka dan Kami buat bercakap tangan-tangan mereka dan naik saksi kaki-kaki mereka atas apa yang mereka usahakan." (Yaasiin: 60-65).

Akibat dari orang yang menukar persembahan itu, dari menyembah Allah lalu mereka tukar dengan menyembah Setan. Dari menempuh jalan lurus, shirathal mustaqim, mereka tempuh jalan berbelok-belok tidak menentu.

Bahwa ketika dilakukan pemeriksaan, tanya-jawab tentang kesalahan yang telah mereka perbuat menukar persembahan dari menyembah Allah kepada menyembah Setan, ketika ditanya di hadapan Mahkamah Allah, lidah mereka atau mulut mereka telah terkunci, tidak sanggup bercakap lagi.

Dari Anas bin Malik r.a. berkata dia, "Kami berada di sisi Rasulullah satu waktu. Lalu beliau tertawa. Maka berkatalah beliau, 'Apakah kalian tahu apa sebab aku tertawa?' Kami jawab, 'Allah dan Rasul-Nya-lah yang lebih tahu.' Lalu sabda beliau, 'Aku tertawa mengenangkan seorang hamba akan menghadap kepada Allah, lalu dia berkata, "Ya Allah! Bukankah Allah telah memastikan bahwa Allah tidak akan berlaku aniaya kepadaku?" Allah SWT bersabda, "Memang, demikianlah." Lalu hamba itu berdatang sembah lagi, "Ya Allah! Aku tidak hendak menerima kesaksian tentang diriku melainkan dari dalam diriku sendiri." Lalu Allah SWT bersabda, "Cukuplah di hari ini dirimu sendiri jadi saksi atas dirimu! Dan Malaikat-malaikat 'pencatat yang mulia' (Kiraaman Kaatibiin) saksi luar." Lalu mulut si hamba itu pun ditutup. Maka diperintahkan Allah anggota tubuh si hamba itu supaya bercakap. Lalu bercakaplah anggota tubuhnya itu menjelaskan apa-apa yang telah dia amalkan. Setelah selesai, diberilah si hamba itu kesempatan berkata-kata kembali. Lalu dia berkata, "Celaka kalian, jauhlah kalian, sengsaralah kalian. Aku menutup mulut, kalian yang bercakap, padahal kalian yang aku perjuangkan." (HR. Muslim). Ditambah lagi dari keterangan Abu Hurairah yang dirawikan Muslim juga, "Kemudian Kami utus saksi kami sekarang juga kepada engkau. Lalu berpikirlah dia sendirinya, siapakah agaknya saksi yang akan menyaksikan atas aku." Maka ditutuplah mulutnya dan dikatakan kepada pahanya, dagingnya dan tulangnya, "Berbicaralah!" Maka berbicaralah pahanya, dagingnya dan tulangnya, menerangkan amalnya. Dan yang demikian itu ialah untuk melemahkan dari dirinya. Dan itulah orang-orang yang munafik dan itulah orang-orang murka Allah telah menimpa dirinya." (HR. Muslim).

JANGAN MEMOHONKAN AMPUN UNTUK MUSYRIKIN

"Tidaklah ada bagi Nabi dan orang-orang yang beriman bahwa memohonkan ampun untuk orang-orang yang musyrik, meskipun adalah mereka itu kaum kerabat yang terdekat, sesudah jelas bagi mereka bahwa orang-orang itu ahli neraka. Dan tidaklah permohonan ampun Ibrahim untuk ayahnya, melainkan karena suatu janji yang telah dijanjikan kepadanya. Tetapi tatkala telah jelas baginya bahwa dia itu musuh bagi Allah, berlepas dirilah dia darinya. Sesungguhnya Ibrahim itu seorang yang penghiba lagi penyabar." (at-Taubah: 113-114).

Tiada Dia bersekutu dalam keadaan-Nya dengan yang lain. Demikian juga tentang mengatur syari'at agama, tidak ada peraturan lain, melainkan dari Dia.

IBRAHIM SEORANG UMAT

"Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang umat yang tunduk kepada Allah, lagi lurus dan tidaklah dia dari orang yang musyrikin." (an-Nahl: 120).

Ibnul Arabi berkata bahwa seorang alim yang disegani karena luas ilmunya disebut juga umat. Dan lagi, umat artinya ialah seorang yang terkumpul pada dirinya banyak kebajikan. Menurut al-Wahidi, kebanyakan ahli tafsir mengartikan umat disini ialah guru yang mengajarkan serba kebajikan. Lantaran itu maka Ibrahim disebut umat, yang dimaksud ialah bahwa beliau guru yang mengajarkan kebajikan, terkumpul pada dirinya segala sifat-sifat yang baik dan mengetahui akan serba-serbi hukum syari'at. Dan ada juga yang menafsirkan, artinya umat disini ialah imam yang diikuti apa yang dipimpinkannya.

Dan tidaklah beliau itu termasuk orang yang musyrik, bahkan seorang penegak Tauhid yang asli dan tulen. Seorang rasul dan nabi Allah yang telah memberi rumusan ketaatan kepada Allah dengan nama Islam, yang berarti menyerah bulat sehingga dapatlah dipastikan, "Agama yang sebenarnya di sisi Allah, ialah agama yang menyerah bulat itu tidak mungkin dua, pasti satu." Sebab itu Ibrahim tidak bisa jadi musyrik.

TENTANG MANUSIA DAN JIN

"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan untuk mengabdi kepada-Ku." (adz-Dzaariyaat: 56).

Menurut riwayat dari Ali bin Abi Thalhah, yang diterimanya dari Ibnu Abbas, arti untuk beribadah ialah mengakui diri adalah budak atau hamba dari Allah, tunduk menurut kemauan Allah, baik secara sukarela atau secara terpaksa, namun kehendak Allah berlaku juga (thau'an aw karhan). Mau tidak mau diri pun hidup. Mau tidak mau kalau umur panjang mesti tua. Mau tidak mau jika datang ajal mesti mati, ada manusia yang hendak melakukan di dalam hidup ini menurut kemauannya, namun yang berlaku ialah kemauan Allah jua.

TEGUHKAN PRIBADIMU

"... Orang-orang kafirlah yang membuat-buat atas nama Allah akan kedustaan. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang tidak berakal. Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Marilah kepada apa yang diturunkan oleh Allah dan kepada Rasul.' Mereka pun menjawab, 'Cukuplah bagi kami apa-apa yang telah kami dapati atasnya bapak-bapak kami.' Apakah walaupun bapak-bapak mereka itu tidak mengetahui sesuatu dan tidak dapat petunjuk?" (al-Maa'idah: 103-104).

Sumber agama, sebagai yang diserukan pada ayat ini sudah tegas sekali, yaitu peraturan dari Allah dan Rasul. Di luar itu, Bid'ah namanya.

Dalam kalangan kita kaum Muslimin yang telah jauh jarak zamannya dengan Nabi, bisa saja timbul aturan yang tidak-tidak, yang tak masuk akal, tidak dari Al-Qur'an dan tidak dari Sunnah Rasul. Namun, kalau ditegur mereka marah dan bersitegang urat-leher mengatakan bahwa begitulah yang diterima dari nenek moyang. Inilah yang bernama taqlid, yaitu memikul saja, menyandang saja apa yang diterima dengan tidak memakai pikiran. Hal ini terutama sekali berkenaan dengan ibadah. Segala ibadah kepada Allah atau segala upacara yang ada sangkut-pautnya dengan ibadah, sedikit pun tidak boleh ditambahi atau dikurangi dari yang ditentukan oleh Allah dan Rasul. Kalau sudah ditambah karena taqlid, maka sifat keadaan agama itu akan berubah sama sekali. Dinamai suatu agama baru dengan nama Islam, padahal ia sudah jauh dari Islam. Segala upacara dan tata cara yang bukan berasal dari petunjuk Allah, yang hanya diterima sebagai pusaka, lalu dipertahankan mati-matian, termasuk dalam golongan adat jahiliyyah. Golongan adat ini tidak semata-mata zaman sebelum Nabi Muhammad diutus menjadi rasul, tetapi segala penyelewengan dari garis agama yang benar lalu dikatakan bahwa itu pun agama, termasuklah dalam jahiliyyah.

JANJI ILAHI DAN PENGHARAPAN

"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang sudi berbuat baik, bahwa sesungguhnya mereka akan diberi warisan kekuasaan di muka bumi, sebagaimana yang telah pernah diberikan kepada orang-orang yang terdahulu sebelum mereka dan akan dikukuh teguhkan kedudukan agama mereka yang telah disukai oleh Allah untuk mereka. Pun akan ditukar Allah sesudah mereka merasa takut, menjadi aman sentosa. Ialah karena mereka menyembah Aku dan tidak mempersekutukan Aku dengan yang lain. Tetapi barangsiapa yang ingkar sesudah itu, merekalah orang-orang yang jahat." (an-Nuur: 55).

Ayat 55 surah an-Nuur inilah pegangan Nabi Muhammad saw. bersama sekalian pengikutnya dari Muhajirin dan Anshar, selama 10 tahun di Madinah. Ayat inilah bekal Abu Bakar menundukkan kaum murtad, pegangan Umar bin Khaththab meruntuhkan dua kerajaan besar, yaitu Persia dan Rum. Kekuasaan pasti diserahkan ke tangan kita dan agama kita pasti tegak dengan teguhnya dan keamanan pasti tercapai. Perjuangan menegakkan cita Islam, mencapai tujuan menjadi penerima waris di atas bumi, bukanlah kepunyaan satu generasi, dan jumlahnya bukanlah sekarang, melainkan menghendaki tenaga sambung-bersambung. Ayat inilah sumber inspirasi buat bangkit. Di ayat 56 itu sudah jelas, cita-cita untuk menyambut warisan, melaksanakan kehendak Ilahi di atas dunia ini.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 91, Jilid 8 Hal. 158, Jilid 7 Hal. 440-442, Jilid 4 Hal. 304, Jilid 5 Hal. 231-232, Jilid 8 Hal. 499, Jilid 3 Hal. 55-56, Jilid 6 Hal. 323, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

DAKWAH YANG POSITIF

Dengan tertonjolnya masalah khilafiyah habislah tempo orang untuk memperkatakan ranting-ranting agama dan menyalahkan orang lain yang berbeda paham dan pegangan.

Di negeri kita sendiri di Indonesia ini teringatlah kita keadaan kita 70 tahun yang lalu, ulama-ulama menjadi berpecah-belah karena paham "Kaum Muda" dan "Kaum Tua" atau sebagai terjadi di antara dua perkumpulan terbesar 50 tahun yang lalu, di antara Muhammadiyah dengan Nahdlatul Ulama. Akhirnya dengan berangsur, setapak demi setapak, tetapi tetap, kesatuan umat pun tampak terbayang kembali karena kedua belah pihak sama insaf bahwasanya bahaya yang datang dari luar lebih dahsyat daripada pertikaian tetek-bengek di antara kita.

(Buya HAMKA, PRINSIP DAN KEBIJAKSANAAN DAKWAH ISLAM, Hal. 245, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

AL-MAWAA'IZH

(Disiarkan dalam Kongres Nahdlatul Ulama ke-XI di Banjarmasin 1935).

"Wahai kaum Muslimin! Taqwalah kepada Allah dan kembalilah semua kepada kitab Tuhan-mu dan beramallah menurut sunnah Nabi-mu dan ikutilah jejak salaf-mu yang saleh, supaya kamu beroleh kemenangan, sebagaimana kemenangan yang dahulu telah mereka capai."

MUHAMMAD HASYIM ASY'ARI
Tebuireng, Jombang.

BEBERAPA PENJELASAN

Ta'ashshub artinya ialah fanatik. Kalimat ini satu rumpun dengan kata 'ashabiyah, yaitu membela golongan dan partai sendiri. Maka apabila berkeras mempertahankan golongan sendiri, meskipun golongan itu berpendirian yang tiada benar, dinamailah ta'ashshub.

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Hal. 88, Penerbit Galata Media, Cet. I, 2018).

KLIK DISINI: TANGGUNG JAWAB ANGKATAN MUDA ISLAM

KAIFIYAT SALAM

Menurut riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas, Rasulullah menuntunkan, kalau Ahlul Kitab mengucapkan salam kepadamu, hendaklah jawab dengan "Wa 'alaikum." (Dan atas kamu pun). Perintah Rasulullah saw. seperti ini bukanlah umum untuk seluruh Ahlul Kitab, melainkan karena telah pernah terjadi orang Yahudi di Madinah menyalahgunakan kelapangan dada dan kebaikan budi itu. "Assalamu'alaikum," mereka hilangkan lam-nya menjadi, "Assaamu'alaikum," yang berarti celakalah kamu atau mati kena racunlah kamu. Rasulullah melarang menjawab dengan "Wa 'alaikumus Saam" karena kata yang nista tidak boleh keluar dari mulut orang yang beriman. Jawab sajalah dengan "Wa 'alaikum," yang berarti, kalau yang diucapkannya itu maksud jahat, biarlah kembali kepada dirinya dan kalau maksud baik kembali pula pada dirinya.

Kalau satu waktu hendak mengucapkan salam atau hormat kepada orang dzimmi terlebih dahulu janganlah dipakai "Assalamu'alaikum," melainkan pakailah apa yang biasa mereka pakai, "Selamat pagi, selamat sore, selamat malam," dan boleh juga "Hadakallah," moga-moga Allah memberimu hidayah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 390, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KLIK DISINI: IMAN MENIMBULKAN CINTA

YANG MENOLONG ALLAH, ALLAH MENOLONGNYA

"Barangsiapa yang berperang supaya kalimat Allah tetap tinggi, itulah orang yang berperang pada jalan Allah." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasa'i).

Untuk itu kita bersedia membunuh dan bersedia terbunuh. Tidak ada artinya hidup ini kalau Kalimat Allah dan Suara Allah dan kehendak Allah hendak dipandang orang enteng saja atau hendak dipermain-mainkan orang saja.

Ragu akan kebenaran janji Allah ini, kafir hukumnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 332, Jilid 3 Hal. 150, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AYAHKU

PESAN BELIAU KEPADA MUHAMMADIYAH

"Berpeganglah teguh dengan Al-Qur'an dan Sunnah! Selama Muhammadiyah masih berpegang dengan keduanya, selama itu pula ayah akan menjadi pembelanya. Tetapi kalau sekiranya Muhammadiyah telah mensia-siakan itu, dan hanya mengemukakan pendapat manusia, ayah akan melawan Muhammadiyah, biar sampai bercerai bangkai burukku ini dengan nyawaku!"

(Buya HAMKA, Ayahku, 268, PTS Publishing House Malaysia, 2015).

SAKARATIL MAUT

Ketika sahabat Rasulullah yang paling dekat kepada beliau dan yang paling beliau cintai, yaitu Abu Bakar Shiddiq sakit akan mati, dia didampingi oleh anak kandungnya, Aisyah. Melihat ayahnya menarik napas dengan payah, Aisyah bersyair, "Sayang usiamu! Kekayaan tidaklah dapat menolong bagi seorang pemuda, bila suatu hari napas sudah mulai senak dan dada sudah mulai sesak." Mendengar anak perempuannya Aisyah membaca syair itu, Sayyidina Abu Bakar membuka matanya lalu beliau berkata, "Jangan itu dibaca, Nak! Tetapi bacalah ayat Allah, 'Dan datanglah sakaratil maut dengan sebenarnya, itulah yang kamu daripadanya selalu mengelakkan diri.'" (Qaaf: 19).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 455, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MENYAKITI ALLAH DAN RASUL-NYA

"Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, dikutuklah mereka oleh Allah di dunia dan di akhirat. Dan Dia sediakan untuk mereka adzab yang membuat hina. Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan dengan sesuatu yang tidak pernah mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata." (al-Ahzaab: 57-58).

Yaitu bahwa sesudah mereka itu dikutuk oleh Allah SWT dunia akhirat sehingga jiwa mereka tidak akan merasa tenteram dan tujuan hidup mereka menjadi gelap, maka di akhirat adzab siksaan neraka pulalah yang akan mereka derita. Penderitaan paling hebat ialah mereka menjadi orang-orang yang hina rendah jadi penduduk neraka.

Menyakiti Allah dan Rasul telah kita ketahui apa artinya, yaitu tidak menghormati dengan tidak menyelenggarakan perintah, atau mencemooh dan mencela. Itu belumlah cukup sebelum seorang yang beriman menjauhi pula menyakiti sesamanya beriman. Karena hidup beragama bukanlah semata-mata menjaga hubungan dengan Allah SWT atau dengan Rasul sebagai utusan Allah, terlebih-lebih lagi haruslah diingat bahwa perhubungan dengan sesama Mukmin wajib dijaga pula. Jangan disakiti hati mereka.

KAFIR

Mengaku beriman, tetapi tidak dipupuk sehingga terjatuh ke dalam kafir lagi, lalu kemudian beriman lagi, dan kafir pula, lalu bertambah-tambah kafir, pintu ampunan tertutuplah buat mereka dan jalan tidak akan ditunjuki lagi. Itulah intisari dari ayat ini. Pada zaman kita sekarang ini, yang agama benar-benar terserah kepada kesadaran dan keyakinan seseorang, sehingga orang murtad pun tidak ada kekuasaan tertinggi selain Allah yang dapat menghukumnya sebagaimana tersebut di dalam hadits-hadits Rasulullah saw. dan kitab-kitab fiqih, hendaklah tiap orang yang tebal rasa tanggung jawabnya dalam agama membenteng dirinya sendiri dan keluarganya dan orang yang terdekat kepadanya dari penyakit semacam ini.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 257-258, Jilid 2 Hal. 488-490, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

CEMBURU

Cinta dan cemburu terhadap agama dan nabi Islam ini, jauh lebih mendalam dari istri, anak, suami, dan tanah air sekalipun.

Orang yang tidak memiliki rasa cemburu atau tidak berbuat sesuatu membela kecintaannya bernama dia manusia "dayus" impoten.

Satu ketika kecemburuan terhadap agama, terhadap Allah SWT dan Nabi saw. itu sangat kuat dalam diri umat Islam, tetapi akibat kehidupan modern dan pendidikan barat, lambat laun kecemburuan itu pun hilang, bahkan orang dituduh fanatik, tidak toleran apabila terlalu cinta kepada agamanya.

Akibat dayus dan hilangnya kecemburuan agama, terjadilah berkali-kali peristiwa penghinaan terhadap agama Islam, seperti kasus orang yang sengaja menggosok sepatunya dengan sobekan Al-Qur'an, penghinaan terhadap Nabi Muhammad saw.

Meski ada fungsi hukum terhadap orang yang menghina agama itu, tetapi musuh Islam tidak akan pernah berhenti karena mereka menganggap umat Islam telah dayus dan impoten.

Hilangnya kecemburuan agama adalah pertanda lunturnya iman dan semangat keislaman dari dalam diri sesuatu umat.

Jika sudah demikian, musuh-musuhnya pun tak lagi akan menaruh segan kepadanya.

Rasa cemburu adalah sesuatu yang manusiawi, menjauhi pertahanan hidup dan harga diri kita sebagai manusia.

Kita wajib cemburu menjaga istri, suami di keluarga, rumah tangga dan segala yang kita cintai.

Begitu pun kita wajib cemburu membela tanah air, kepada agama yang kita yakini.

Kecemburuan itulah yang mendorong lahirnya para pahlawan yang rela mati membela tanah air, ulama yang berani menentang raja-raja yang zalim, meski tanpa senjata, serta para pemimpin yang menjadi panutan umat.

Herankah jika sekiranya berkali-kali terdengar berita bahwa ada orang mengambil surat Al-Qur'an untuk menggosok sepatunya, herankah kita jika ada orang yang mengatakan Nabi Muhammad saw. adalah seorang yang jahat, herankah jika ada orang membawa anjing ke dalam masjid berkali-kali dan berturut-turut adanya, hilang satu timbul dua, tidak berhenti.

Apakah sebabnya orang begitu lancang, tidak lain disebabkan, hanya karena orang telah tahu bahwa umat ini sudah mati hatinya, mati semangatnya, tidak ada lagi cintanya kepada yang patut-patut dicintainya.

Oleh sebab itu, cemburu pun tidak pula ada lagi.

Lantaran cemburu tidak ada, berbuatlah apa yang mereka hendak perbuat, mereka arif, bahwa injuk tidak bersangkar lagi.

Lurah habis batunya, umat ini tidak ada lagi mempunyai laki-laki apabila di dalam rumah itu hanya ada perempuan saja, maka mudahlah bagi kucing mengeong, bagi anjing menyalak.

Tanda cemburu suci itu sudah hilang dari muka mereka, tidak ada tanda-tanda lagi, tidak ada bekas sujud di keningnya, tidak ada lagi nur iman, tidak ada lagi tanda ikhlas, tidak ada lagi yang menyebabkan timbulnya ru'ub dalam arti musuh, sebulan perjalanan sebagaimana pernah dikatakan oleh Nabi saw. dalam salah satu sabdanya.

Tentu orang jahat pun meminta supaya kita jangan cemburu menjaga barang yang patut dijaga sebab mereka bermaksud hendak mengusik pula.

Kita mesti ada perasaan cemburu jika kita laki-laki dan mesti ada perasaan cemburu walau kita perempuan.

Cemburulah yang menyebabkan seorang ulama menfatwakan yang haq, cemburu yang menyebabkan seorang pejuang bangsa menggambarkan jiwa, cemburu pula yang menggerakkan seorang jenderal mengerahkan serdadunya ke medan pertempuran, cemburu pula yang menyebabkan seorang kaya tidak segan mengorbankan harta demi kepentingan umat dan agamanya.

Cemburu pangkal naik dan kekurangan cemburu pangkal turun.

"Allah pencemburuan adanya dan Mukmin pun pencemburuan pula."

(Buya HAMKA, Akhlaqul Karimah, Hal. 217-223, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

MERENDAHKAN DAN MENGHINA

Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok)." (al-Hujuraat: 11).

Berdasarkan ayat di atas, nyatalah bahwa Allah SWT tidak menyukai perbuatan yang menghina manusia. Dalam pergaulan sesama manusia, menghina orang pun dianggap sebagai pelanggaran hukum. Seseorang berhak menuntut dengan minta ganti kerugian apabila merasa dihina. Hendaklah diingat bahwa setiap manusia mempunyai kehormatan atau harga diri. Kehormatan itu tidak bisa dinilai dengan uang. Oleh sebab itu, sekali-kali janganlah kita menjatuhkan kehormatan dan harga diri orang itu, apalagi di depan umum.

Menghina atau menjatuhkan harga diri itu bermacam-macam, adakalanya melalui ucapan, gerak bibir, menertawakan dan sebagainya sehingga membuat orang lain merasa direndahkan dan dipermalukan. Di kalangan pelajar dalam kelas atau majelis taklim, kerapkali terjadi seorang murid bertanya pada gurunya, sedang pertanyaannya itu dinilai oleh teman-temannya terlalu sepele, kemudian seorang di antara mereka menjawab dengan jawaban yang membuat anak-anak dalam kelas tertawa beramai-ramai sehingga yang bertanya merasa malu, ini pun termasuk penghinaan. Menertawakan perangai, cara berbicara dan gerak-gerik seseorang yang sengaja dilakukan untuk merendahkan dan mempermalukan seseorang adalah sangat dilarang oleh syara'.

Mungkin saja orang yang merasa dihina akan membalas sehingga mengakibatkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

(Buya HAMKA, Akhlaqul Karimah, Hal. 51-52, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

LIBUR PUASA DIHAPUSKAN

Diawali dengan konsep pembaharuan pendidikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef, di mana libur puasa dihapuskan.

Usaha-usaha sebagian orang yang tidak mengerti, yang mengecilkan nilai puasa, misalnya dengan tidak meliburkan sekolah bagi anak-anak pada bulan Ramadhan, mudah-mudahan akan lebih menyadarkan kita bahwa jihad di bulan ini memang suatu jihad yang sangat besar.

"Hati-hati terhadap doa orang-orang yang teraniaya karena tidak ada dinding pembatas antara dia dengan Allah SWT."

(Buya HAMKA, Tuntunan Puasa, Tarawih dan Shalat Idul Fitri, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

RAKAAT DALAM SHALAT TARAWIH

(Majmu Fatawa karya Ibnu Taimiyah jilid 1 hlm. 401). Kita rujuk secara lengkap pendapat Ibnu Taimiyah ini untuk dijadikan perbandingan bagi orang-orang yang suka mencap Bid'ah segala macam shalat Tarawih yang dilakukan. Dengan tegas kita nyatakan, tidak ada yang Bid'ah. Asal hal itu dikerjakan secara betul.

(Buya HAMKA, Tuntunan Puasa, Tarawih dan Shalat Idul Fitri, Hal. 99, Penerbit Gema Insani, Cet.1, April 2017).

REVOLUSI

"Wahai Nabi! Kerahkanlah orang-orang yang beriman itu kepada berperang. Jika ada dari antara kamu dua puluh orang yang semuanya sabar, mereka akan mengalahkan dua ratus. Dan jika ada di antara kamu seratus, mereka akan mengalahkan seribu dari orang-orang yang kafir itu. Karena mereka itu adalah kaum yang tidak mengerti." (al-Anfaal: 65).

Inilah penghargaan yang kedua dari Allah kepada kaum yang beriman itu, bahwa kekuatan 1 orang beriman dapat menghadapi 10 orang kafir, 20 dapat mengalahkan 200, dan 100 dapat mengalahkan 1000. Pada permulaan kebangkitan atau revolusi, jangan diperhitungkan banyaknya musuh dan sedikitnya kita. Walaupun 1 lawan 10, 100 lawan 1000, wajib musuh itu kita hadapi. Begitulah yang dilakukan Nabi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 39-41, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kemenag Patuhi dan Dukung Putusan MK tentang Aliran Kepercayaan

kemenag.go.id/berita/read/506114/kemenag-patuhi-dan-dukung-putusan-mk-tentang-aliran-kepercayaan

MUSYRIK

Padahal musyrik itu, pada pandangan Islam, jauh lebih rendah daripada Yahudi dan Nasrani yang bernama keturunan kitab. Orang keturunan kitab ini boleh dimakan makanannya, diminum minumannya, dan menikah dengan anak perempuannya, dengan tidak usah dia dipaksa masuk Islam.

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Hal. 235, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

PERISTIWA SEBELUM PEMBERONTAKAN CILEGON

Apa artinya menjadi orang Islam, di tanah air sendiri pula, apabila perbuatan musyrik mendapat perlindungan dari pemerintah.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Hal. 92, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

AGAMA DAN KEPERCAYAAN

Akan lebih celaka lagi kalau di tangan mereka ada kekuasaan, tentu perkiraan merekalah yang wajib dipakai, dan apa yang ditentukan oleh agama bisa dipandang salah, demi Pancasila! Apakah Majelis Ulama itu tidak berani menyatakan kepada pemerintahnya bahwa pengakuan yang demikian adalah suatu hal yang belum terjadi dalam sejarah Islam di dunia ini?

(Rusydi Hamka, PRIBADI DAN MARTABAT BUYA HAMKA, Penerbit Noura, Cet.I, 2017).

KLIK DISINI: BUYA HAMKA TENTANG AGAMA DAN KEPERCAYAAN

KEJAYAAN YANG BESAR

"Dan orang-orang yang mendahului yang mula-mula daripada Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang menuruti (jejak) mereka dengan kebaikan itu, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya, dan Dia telah menyediakan untuk mereka berbagai surga, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dalam keadaan kekal mereka di dalamnya. Yang demikian itulah kejayaan yang besar." (at-Taubah: 100).

Dan sekali-kali jangan kita berputus asa, mengatakan bahwa zamannya sudah lampau. Padahal Rasulullah saw. telah meninggalkan pasukannya yang kekal buat kita, yaitu Al-Qur'an dan Sunnahnya. Malamnya serupa dengan siangnya. Keduanya pasti dapat kita jalankan, asal kita mempunyai iradat, kemauan. Kemauan inilah yang hendaknya kita didik.

MUNAFIK

"... Akan Kami adzab mereka dua kali, kemudian itu akan Kami kembalikan mereka kepada adzab yang besar." (at-Taubah: 101).

Adzab dua kali. Pertama ialah kegelisahan jiwa karena tiap-tiap pertahanan mereka gagal selalu, tiap-tiap rahasia mereka tetap terbongkar. Mereka telah mengorbankan segala yang ada pada mereka buat menghambat kemajuan Islam, namun tiap usaha tetap kecewa. Itulah adzab yang pertama di dunia, yaitu adzab makan hati! Adzab yang kedua ialah kegelisahan saat mengembuskan napas penghabisan, sebab mati di dalam su'ul khatimah, menutup hidup dalam suasana yang buruk. Na'udzu billah! Ini pun telah disebutkan sifatnya pada ayat 56 dan 86 di atas tadi, yaitu tazhaqa anfusuhum, bercerai nyawa dengan badan dalam keadaan sengsara. Mampus atau dalam bahasa Minangkabau yang lebih kasar: "Jangkang". Dan, kelak di akhirat akan mereka terima pula adzab siksa yang lebih besar.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 271-274, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BAHAGIA

"Dan janganlah kamu katakan terhadap orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa mereka mati. Bahkan mereka hidup, akan tetapi kamu tidak merasa." (al-Baqarah: 154).

Islam tidaklah akan tegak kalau ruh jihad ini tidak selalu diapikan pada diri dan pada umat.

Bahagialah umat yang dapat mengambil pedoman dari ayat-ayat ini.

Mungkin timbul rasa musykil dan pertanyaan orang, "Mungkinkah kita mengelakkan diri dari perasaan sedih atau susah karena ditimpa musibah?" Jawabnya sudah pasti, yaitu rasa sedih dan susah mesti ada. Nabi saw. pun ketika kematian putranya Ibrahim bersedih juga dan titik juga air mata beliau. Bahkan tahun kematian istri beliau yang tua, Khadijah, beliau namai Tahun Duka. Rasa yang demikian tidaklah dapat dihilangkan karena dia adalah sifat jiwa. Dia timbul dari rasa belas kasihan atau rahmat. Maka, perasaan yang demikian, kalau tidak dikendalikan, itulah yang kerapkali membawa jiwa merana. Itulah yang diperangi dengan sabar, sehingga akhirnya kesabaran menang dan kesedihan itu tidak sampai merusak diri. Adapun kalau ada orang yang mati anaknya, tidak sedih hatinya dan dia gembira-gembira saja, itu adalah orang yang tidak berperasaan. Orang yang berperasaan ialah yang memang tergetar hatinya karena suatu malapetaka, tetapi dengan sabar dia dapat mengendalikan diri dan dia pun menang.

Berperang dalam batin dan menang dalam peperangan itu, itulah dia bahagia.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 289-290, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SEMANGAT BERJIHAD MENJADI BERGELORA

Saya terangkan dengan sejelas-jelasnya bagaimana orang berkhutbah menurut ajaran Nabi Muhammad saw. yang membuat semangat berjihad menjadi bergelora.

Terima kasih.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 456, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

MUJAHIDIN ACEH

Seorang bekas serdadu Belanda yang telah pensiun pada Tahun 1937, berdekat rumah dengan penulis tafsir ini di Medan. Dia berkata bahwa dia mengalami Perang Aceh. Dia turut berpatroli sebagai Marsose. Dia berkata kepadaku bahwa jika kaum Mujahidin Aceh akan menyerang, terlebih dulu mereka mengadakan ratib, menyebut kalimat: laa ilaha illallah dengan suara bersemangat. Apabila ucapan itu telah terdengar dari jauh, jiwa kami menjadi kecut. "Apatah lagi kalau orang Islam seperti saya ini," katanya pula! "Terasa dalam hati kita bahwa kita berjuang hanya sebagai anjing suruh-suruhan saja, sebab kita makan gaji. Kita jual jiwa kepada kompeni, sedang mereka jual jiwa kepada Allah."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 17-18, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MENDAKWAHKAN AL-QUR'AN

Zending-zending dan misi Kristen banyak menulis dengan terus terang rasa bencinya akan bacaan Al-Qur'an yang memesona. Itu adalah suatu bukti yang baik sekali untuk dipahamkan oleh kaum Muslimin bahwa di negeri kita ini, mereka bukan golongan agama yang mayoritas, lagi leluasa mereka mencela orang membaca Al-Qur'an dengan lagu yang fasih, kononlah kalau mereka yang mayoritas. Tentu disiksanya orang yang berani melagukan Al-Qur'an dengan keras.

(Buya HAMKA, PRINSIP DAN KEBIJAKSANAAN DAKWAH ISLAM, Hal. 160, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Maret 2018).

IMAN DAN AMAL SALEH (AQIDAH DAN IBADAH)

Kejadian ini adalah bertali dengan sejarah.

Setelah masuk penjajahan Barat ke dunia Islam, musuh Islam mendapati bahwa perintah Islam itu telah menjadi darah daging umat Islam. Meskipun kehidupan duniawi mereka sedang mundur, tetapi perintah agama telah menjadi adat-istiadat mereka. Budi agama telah menjadi perangai. Di mana-mana kelihatan kehidupan Islam. Orang merasa sangat ganjil kalau ada dalam satu kampung pemuda yang tidak shalat. Berdiri bulu roma orang kalau mendengar di suatu tempat ada gadis bunting tidak bersuami. Sebab itu, bahaya-bahaya yang menimpa, padi di sawah tidak menjadi, hama belalang, gempa bumi, banjir besar, semuanya dipertalikan orang dengan adzab siksa Tuhan sebab telah banyak yang melanggar perintah Ilahi.

Meskipun kaum Muslimin itu telah dapat ditaklukkan, tetapi segala sesuatunya membuktikan bahwa umat ini belum juga tunduk. Di mana ada kesempatan mereka masih melawan. Oleh sebab itu, percobaan yang pertama hendak membunuh Islam itu tidaklah berhasil. Ternyata bahwa kian ditekan, mereka kian melawan. Ketika lemah, mereka itu menaruh dendam dan mengumpul kekuatan, maka dilakukanlah ikhtiar yang kedua, yaitu dari segi pendidikan dan mengubah cara berpikir.

Dengan tangkas, dicela dan dicaci orang beristri lebih dari satu (poligami). Poligami adalah tanda kemunduran dan menyakiti hati kaum perempuan. Karena memang banyak perempuan sangat sakit hatinya kalau suami beristri seorang lagi, tetapi tidak sakit hatinya kalau suami "ngeluyur" malam-malam mencari kepuasan di luar rumah. Poligami terbatas dicacinya, dan poligami yang tidak terbatas didiamkannya karena sesuai dengan cara Barat.

Dalam hal ini berhasillah serangan yang kedua dari negeri penjajah, setelah gagal langkah membunuh Islam yang pertama. Islam sekarang dicela dan diejek bukan oleh orang Belanda lagi. Belandanya telah pergi, Islam sekarang telah dipandang jijik oleh orang yang menerima keturunan Islam sendiri.

Yang amat disayangkan ialah karena tidak ada lagi daya upaya orang-orang Islam sendiri yang mengakui dirinya atau diakui oleh orang banyak bahwa dia ulama, kiai, santri atau lebai-lebai. Mereka memandang saja bahwa semua kejadian itu adalah tanda akhir zaman. Dunia ini telah penuh dengan fitnah. Subhanallah. Timbullah jurang yang sangat dalam membatasi orang-orang yang dinamai masih setengah beragama dengan orang-orang yang telah jauh dari agama ini. Pihak kaum agama tidak mencari jalan memanggil saudaranya itu kembali. Bahkan kalau "mendekati" diusirnya. Agak berlain pertanyaannya dari biasa, lalu dituduh "sesat", "haram", atau "kufur" karena kaum yang dinamai kaum agama itu sendiri tidak mengetahui ilmu masyarakat dan ilmu jiwa. Bahkan kalau ada dalam kalangan orang Islam sendiri yang membuka mata dan insaf akan hal yang menyedihkan ini, lalu membuka sistem baru bagaimana cara menyiarkan ajaran Islam, bukanlah orang lain yang menentangnya, melainkan kalangannya sendiri. Sebagaimana yang diderita oleh Pergerakan Muhammadiyah ketika mulai bergerak dan mendirikan sekolah agama secara baru pada Tahun 1912. Mereka dituduh "Kaum Muda" yang "sesat". "Mengubah-ubah agama".

Kalau sekiranya di zaman penjajahan dahulu perkataan-perkataan yang menghina Islam jarang terdengar keluar dari mulut bangsa Belanda, meskipun dia berusaha menghambat kemajuan Islam, tetapi setelah merdeka, perkataan yang demikian lebih banyak terdengar dari orang Indonesia sendiri. Jika kita baca nama orang yang menghina itu, kita masih menyangka bahwa dia dari keluarga Islam. Lantaran itu, kaum Islam kian lama kian ragu-ragulah hendak menyatakan kebenaran Islam, ragu menjelaskan ketegasan hukum. Takut akan dituduh oleh bangsanya "fanatik".

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Hal. 392-397, Penerbit Gema Insani, Cet.1, September 2018).

PERATURAN DALAM RUMAH (ETIKET ISLAM)

"Wahai sekalian orang yang beriman. Hendaklah meminta izin hamba sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu dan kanak-kanak yang belum dewasa tiga kali yaitu sebelum fajar, dan seketika kamu menanggali pakaian kamu selepas Zhuhur, dan sesudah shalat Isya. Itulah tiga masa aurat bagi kamu. ... Dan apabila anak-anakmu telah dewasa maka hendaklah mereka meminta izin jua sebagaimana meminta izinnya orang-orang telah terdahulu tadi. Bukankah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya untuk kamu; dan Allah adalah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana." (an-Nuur: 58-59).

Di Aceh, Mandahiling, dan Minangkabau ayat ini telah menjadi kebudayaan dan masuk ke dalam adat-istiadat umat Islam. Anak-anak muda tidak tidur di rumah ibu-bapaknya. Mereka pergi ke Meunasah atau surau dan langgar. Pulangnya pagi-pagi untuk menolong ibu-bapaknya ke sawah dan ke ladang. Pemuda yang masih duduk-duduk di rumah pada waktu yang tidak patut (terutama tergelek Lohor, ketika istirahat) amat tercela dalam pandangan masyarakat kampungnya. Seorang saudara laki-laki atau mamak yang akan datang ke rumah saudara perempuan atau kemenakan, dari jauh-jauh sudah bersorak memanggil anak-anak kecil yang ada bermain-main di halaman rumah itu, supaya seisi rumah tahu dia datang, dan yang sedang tidak memakai bajunya segera dia berpakaian yang pantas. Sedangkan kepada saudara dan mamak atau paman lagi begitu, apatah lagi terhadap orang luar.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 330-331, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KLIK DISINI: DARI HAL FANATIK

KLIK DISINI: NASEHAT HADRATISY-SYAIKH HASYIM ASY'ARI TENTANG KHILAFIYAH

KLIK DISINI: JIHAD TERHADAP KAFIR DAN MUNAFIK

KLIK DISINI: TENTANG KOMANDO JIHAD

KLIK DISINI: FANATIK MUSUH ISLAM KARENA BENCINYA!

KLIK DISINI: MENGATUR EJEKAN KEPADA ISLAM

RIBA

"Orang-orang yang memakan riba itu tidaklah akan berdiri, melainkan sebagaimana berdirinya orang yang diharu biru Setan dengan tamparan. Menjadi demikian karena sesungguhnya mereka berkata, 'Tidak lain perdagangan itu hanyalah seperti riba juga.' Sedang Allah telah menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba. Lantaran itu, barangsiapa yang telah kedatangan pengajaran dari Tuhannya lalu dia berhenti maka baginyalah apa yang telah berlalu, dan perkaranya terserahlah kepada Allah, akan tetapi barangsiapa yang kembali (lagi) maka mereka itu menjadi ahli neraka mereka akan kekal di dalamnya." (al-Baqarah: 275).

Riba adalah salah satu kejahatan jahiliyyah yang amat hina. Riba tidak sedikit pun sesuai dengan kehidupan orang beriman. Kalau di zaman yang sudah-sudah ada yang melakukan itu, sekarang karena sudah menjadi Muslim semua, hentikanlah hidup yang hina itu. Kalau telah berhenti, dosa-dosa yang lama itu habislah hingga itu, bahkan diampuni oleh Allah. Kalau dari harta keuntungan riba mereka mendirikan rumah, tidak usah rumah itu dibongkar. Mulai sekarang, hentikan sama sekali. Akan tetapi, kalau ada yang kembali kepada hidup makan riba itu, samalah dengan setelah Islam kembali menyembah berhala, sama kekalnya dalam neraka.

Riba mesti dikikis habis sebab itu terpangkal dari kejahatan musyrik, kejahatan hidup dan nafsi-nafsi, asal diri beruntung, biar orang lain melarat. Dengan ini, ditegaskan bahwa berkah dari riba itu tidak ada.

Sadarlah kita bahwa sampai saat sekarang ini kebencian orang Islam mendengar makan riba masih saja sama dengan kebencian mereka terhadap makan daging babi. Sampai kepada masa-masa terakhir ini masih banyak orang Islam yang tidak mau meminjam uang dari bank atau menyimpan uangnya dalam bank karena takutnya akan riba.

"Wahai orang-orang yang beriman! Takwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa dari riba itu, jikalau benar-benar kamu orang-orang yang beriman. Akan tetapi, jika tidak kamu kerjakan begitu maka terimalah satu pernyataan perang dari Allah dan Rasul-Nya ..." (al-Baqarah: 278-279).

Artinya, kamu telah mengaku beriman, padahal makan riba masih diteruskan juga, "Maka terimalah pernyataan perang dari Allah dan Rasul-Nya." Inilah suatu peringatan yang amat keras, yang dalam bahasa kita zaman sekarang bisa disebut ultimatum dari Allah. Menurut penyelidikan kami, tidak terdapat dosa lain yang mendapat peringatan sekeras ancaman terhadap meneruskan riba ini.

Di sini diterangkan bahwa meneruskan hidup dengan riba setelah menjadi orang Islam berarti memaklumkan perang kepada Allah dan Rasul.

Riba jahiliyyah ialah riba nasi'ah. Arti nasi'ah ialah pertangguhan atau perlambatan. Pemberi utang senang sekali jika yang berutang memperlambat masa pembayaran supaya bunganya dapat berlipat. Utang 100 karena diperlambat menjadi wajib bayar 200. Kalau diperlambat juga menjadi 300 karena diperlambatnya. Maka, keuntungan yang didapat oleh si pemberi utang itu ialah apabila bertambah lama pembayaran sehingga dia menjadi adh'afan-mudha'afah, berlipat ganda. Inilah satu pemerasan yang luar biasa kejamnya. Yang kerja keras membanting tulang ialah yang berutang, sedangkan yang memberi piutang menerima bunga lipat ganda dalam duduk senang-senang. Sesudah itu disebut riba fadhal, yaitu segala pembayaran yang dilebihi oleh yang membayar lebih banyak daripada ukuran atau timbangan barang yang dipertukarkan. Misalnya utang 10 dibayar 11, utang satu karung beras dibayar satu setengah karung dan sejenisnya. Sebab, cara yang demikian juga termasuk pemerasan, tidak lagi pertolongan.

Banyaklah perbincangan ulama-ulama tentang soal riba. Arti riba itu sendiri ialah tambahan. Kita telah menamainya bunga. Lantaran arti riba ialah tambahan, baik tambahan lipat ganda maupun tambahan 10 menjadi 11 atau tambahan 6% atau tambahan 10% dan sebagainya, tidak dapat tidak, tentu terlingkung dalam riba juga. Oleh sebab itu, susahlah buat tidak mengatakan bahwa meminjam uang dari bank dengan rente sekian adalah riba. Menyimpan uang dengan bunga sekian artinya makan riba juga. Cuma ada sedikit saja yang menjadikan ringan, yaitu bahwa sebagian ulama mengatakan haram riba ialah riba nasi'ah atau adh'afan-mudha'afah tadi. Barangsiapa yang berbuat begini, bersedialah menerima ultimatum perang dari Allah dan Rasul. Adapun riba fadhal dipandang haram ialah sebagai saddun lidzdzari'ah, artinya menutup pintu bahaya yang lebih besar.

Sebagai seorang yang telah mengaku beriman kepada Allah janganlah kita memandang enteng riba ini. Apalah artinya mendapat keuntungan harta benda yang banyak kalau iman kita akan tergadai lantaran itu. Al-Baihaqi dan al-Hakim pernah meriwayatkan sebuah hadits Rasulullah saw. yang mereka terima dan riwayat Ibnu Mas'ud,

"Bagi riba itu adalah 73 pintu. Yang sekecil-kecil pintunya sama dengan menyetubuhi ibu kandung sendiri. Dan, riba yang paling riba ialah mengganggu kehormatan seorang Muslim."

Sebagaimana telah diterangkan di atas, ayat tentang riba ini adalah ayat yang paling akhir diturunkan kepada Nabi saw. Maka, sebelum sempat beliau memperincikan satu demi satu tentang mana dia yang riba, beliau pun telah meninggal dunia. Yang baru beliau terangkan menurut wahyu ialah riba nasi'ah tadi. Kemudian dengan ucapan-ucapan (hadits) beliau terangkan tentang riba fadhal, padahal menurut hadits Abdullah bin Mas'ud tadi, riba itu amat banyak, sampai beliau sebutkan tidak kurang banyaknya dari 73. Oleh sebab itu, tepatlah apa yang diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab tatkala beliau menjadi khalifah pernah berkata,

"Sesungguhnya, Al-Qur'an yang terakhir sekali turunnya ialah ayat riba. Dan, Rasulullah saw. telah wafat, padahal belum seluruhnya beliau terangkan kepada kita. Oleh sebab itu, tinggalkanlah mana yang menimbulkan keraguan di dalam hati kamu dan pilihlah apa-apa yang tidak menimbulkan keraguan!"

Di zaman sekarang kita terpaksa menerima susunan ekonomi yang bersandar kepada bank. Sebab, orang Yahudi menernakkan uang dengan bank untuk meminjami orang luar dari Yahudi. Orang Kristen pun menegakkan bank. Ini bukanlah berarti kita telah menyerahkan kepada susunan itu. Kita masih menuju lagi kepada tujuan yang lebih jauh, yaitu kemerdekaan ekonomi kita secara Islam, dengan dasar hidup beriman kepada Allah. Perjuangan kita belum selesai sehingga begini saja. Kita wajib meyakini konsepsi ekonomi Islam dan tetap bercita-cita mempraktikkannya di dunia ini.

Pesan penting dari Sayyidina Umar bin Khaththab tadi, sebagai orang Mukmin wajiblah kita perhatikan, yaitu meninggalkan yang meragukan dan memilih mana yang tidak meragukan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 551-558, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MUNAFIK DAN AKIBATNYA

"Allah telah menjanjikan untuk laki-laki munafik dan perempuan-perempuan munafik dan orang-orang yang kufur, neraka Jahannam. Mereka akan kekal di dalamnya. Itulah yang cukup untuk mereka, dan Allah mengutuk mereka, dan bagi mereka adzab yang tetap." (at-Taubah: 68).

Sangat awas mereka, jika harta mereka ditimpa bencana. Tetapi jika agama mereka yang ditimpa bencana, mereka tidak merasa dan mereka bertahan pada yang mungkar. Akhirnya, meskipun ada amal dan baik, menjadi gugurlah amalan itu, tidak diterima Allah. Sebab walaupun mereka beramal, dasarnya ialah munafik juga.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 207-208, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

CEMBURU KARENA AGAMA

Kecemburuan atau ghirah yang telah menjadi darah daging itu ada dua perkara. PERTAMA yang telah kita jelaskan pada bab yang sebelumnya, yaitu soal perempuan. KEDUA ialah soal agama.

"Sangat awaslah kalau harta bendanya tersinggung, tetapi tak ada perasaannya apabila agamanya kena musibah."

Itu adalah syair warisan Sayyidina Ali, ejekan kepada orang yang telah luntur rasa ghirah agamanya.

Semasa Belanda berkuasa dibuatlah propaganda bahwa orang Islam itu fanatik!

AL-WAFAAK AL-KARAM?

Tuan boleh menuduh kaum Muslimin itu fanatik.

Akan tetapi, tuan harus membenarkan kata hati tuan sendiri bahwasanya fanatik Islam adalah modal yang sangat besar dalam kemerdekaan Indonesia agar tuan tahu itu bukanlah fanatik!

Itu yang bernama ghirah.

Ghirah yang telah diwarisi turun-temurun dari nenek turun ke ayah. Dari ayah turun ke anak dan dari anak turun ke cucu.

Kalau pemimpin Islam atau pemimpin Indonesia yang mencintai Islam atau pemimpin-pemimpin yang berjasa kepada umat Islam dihinakan di muka umum seperti penghinaan gembong PKI terhadap pemimpin-pemimpin Islam di Malang pada Tahun 1954 dan hal ini kita tolerir juga, bukan toleran lagi namanya, melainkan dayuts. Dayuts sama artinya dengan bersikap lapang dada ketika melihat dengan mata kepala sendiri saat istri kita ditiduri orang. Jika demikian, lebih baik mati saja daripada hidup!

(Buya HAMKA, Ghirah: Cemburu Karena Allah, Hal. 15-27, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KLIK DISINI: TENTANG MEMBUNUH DENGAN SENGAJA

Majelis Ulama Indonesia: Perayaan Natal Bersama

mui.or.id/wp-content/uploads/2014/11/05.-Perayaan-Natal-Bersama.pdf

KATA PENGANTAR

Sebagai seorang ulama, beliau menempatkan dirinya sebagai penyeru dan penuntun umat.

Agar mereka yang melakukan kesalahan dan menyimpang dari ajaran Islam yang murni segera bertobat dan kembali ke jalan-Nya yang lurus.

Dalam pandangan saya, Buya HAMKA dapat diumpamakan sebagai mutiara amat langka yang pernah dimiliki bangsa ini.

Beliau adalah salah satu idola saya, dan pemikiran-pemikirannya sangat memengaruhi pemikiran-pemikiran dakwah saya selama ini.

Kekaguman saya terhadap Buya HAMKA semakin bertambah, ketika setiap kali berada di Luar Negeri orang-orang sibuk membicarakan HAMKA berikut karya-karyanya.

Khususnya Tafsir Al-Azhar yang sangat fenomenal itu.

Alangkah populernya nama HAMKA di mancanegara.

(Haidar Musyafa, BUYA HAMKA SEBUAH NOVEL BIOGRAFI, Hal. 14-15, Penerbit Imania, Cet.I April 2018).

RENUNGAN BUDI

Yakinlah, mati yang biasa tidak lain hanyalah gaibnya nafas dari tubuh.

Tetapi mati yang paling pahit ialah bila engkau masih hidup tetapi pertimbangan akalmu telah mati.

Orang yang berpendirian dengan berakal dan berbudi tetap hidup walaupun dia telah mati.

Dia masih ada walaupun tak ada lagi.

Walaupun berpindah jasmaninya masuk kubur, namun jejaknya masih tinggal lebih jelas dari dahulu.

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Hal. 196, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

"Dan Allah Maha Mengetahui tempat berpindah kamu dan tempat menetap kamu." (Muhammad ujung ayat 19).

Ibnu Abbas telah memberikan saja tafsir yang ringkas tegas tentang kedua kata ini.

Tempat berpindah-pindah kamu ialah di dunia.

Kita dilahirkan di Tanah Sirah Sungaibatang, Maninjau (1908) lalu pindah dibawa orang tua (1914) ke Padang Panjang, di Tahun 1924 mengembara ke Tanah Jawa, 1927 mengerjakan haji ke Mekah, 1929 kawin, 1931 merantau ke Makasar, 1936 berangkat ke Medan menerbitkan majalah, 1945 turut dalam revolusi, 1949 pindah ke Tanah Jawa dan entah ke mana lagi.

Allah-lah yang tahu.

Dan tempat menetap kelak ialah bila nyawa telah bercerai dengan badan dan digalikan kubur lalu menetap disana, menunggu panggilan Kiamat.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 343, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AL-QUR'AN: LAFAZH DAN MAKNA

Penafsiran pertama hendaklah diambil dari sumber Sunnah Rasulullah saw., kedua dari penafsiran sahabat-sahabat Rasulullah saw., dan ketiga dari penafsiran tabi'in.

PENDEKNYA yang berkenaan dengan hukum, kita tidak boleh menambah tafsir lain. Sebab, tafsiran yang lain bisa membawa bid'ah dalam agama.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 32, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MARYAM MELAHIRKAN ISA A.S.

"Mereka pun berkata, 'Bagaimana kami akan dapat bercakap dengan seorang yang masih dalam buaian, masih bayi?" (Maryam ujung ayat 29).

Yang tidak-tidak saja! Mana boleh dia akan dapat menjawab pertanyaan kami? Anak kecil belum dapat bertutur? Tiba-tiba,

"Dia berkata." (pangkal ayat 30).

Isa al-Masih yang dalam buaian, dalam gendongan atau ayunan itu sendiri berkata,

"Sesungguhnya aku ini adalah hamba Allah!"

Niscaya terkejutlah orang-orang itu semuanya mendengar sendiri anak yang masih dalam ayunan itu telah bercakap-cakap dengan bahasa yang fasih.

Al-Qurthubi menyalinkan dalam tafsirnya bahwa setelah Isa mendengar mereka berkata demikian, manakan bisa anak-anak dalam ayunan akan dapat kami ajak bercakap-cakap, tiba-tiba Isa al-Masih yang masih menyusu melepaskan mulutnya dari susu ibunya, lalu diangkatnya telunjuknya yang kanan dan berkata, "Aku ini adalah hamba Allah!" Maka percakapannya yang pertama ialah pengakuan bahwa dirinya adalah hamba Allah, mengakui memperhambakan diri kepada Allah, sebagai juga makhluk-makhluk yang lain. Lalu diteruskannya perkataannya.

"Dia telah memberikan al-kitab kepadaku."

Meskipun dia masih sekecil itu, rupanya sudah disampaikan dengan perantaraan lidahnya, bahwa untuknya telah disediakan sebuah kitab tuntunan bagi seluruh isi alam ini, yaitu kitab Injil. Lalu sambungnya pula,

"Dan Dia jadikan daku berbakti kepada ibuku." (pangkal ayat 32).

Yakni ibu yang telah melahirkan daku, ibu yang telah banyak menderita lantaran kelahiranku yang luar biasa ini. Ibu yang saleh. Sebagai seorang putra aku akan tetap berbakti kepadanya, dan itulah salah satu ajaran yang wajib aku pegang.

"Dan Dia tidaklah menjadikan daku seorang yang sombong, seorang yang celaka." (ujung ayat 32).

Artinya bahwa aku akan menyampaikan semuanya ini, sebagai seorang nabi yang membawa sebuah kitab suci dengan sikap lemah lembut, bukan sombong, bukan celaka, bukan durjana, bukan memaksakan paham dengan kekerasan.

"Maka keselamatanlah atas diriku di hari aku dilahirkan." (pangkal ayat 33).

Janganlah sampai kekurangan suatu apa hendaknya, karena lahirku ganjil, lain dari yang lain.

"Dan di hari aku mati."

Kelak jangan sampai menjadi fitnah.

"Dan di hari aku akan dibangkitkan hidup kembali." (ujung ayat 33).

Yaitu di hari akhirat kelak. Karena tiap-tiap makhluk Allah akan dihidupkan kembali. kehidupan yang kekal di hari Kiamat. Sedangkan Kiamat itu sendiri artinya ialah bangun.

Maka Nabi Isa al-Masih memohonkan kepada Allah agar dia selamat dalam tiga pergantian hidup itu. Pertama, di hari dia mulai terbuka mata menghadapi hidup di dunia. Kedua, di alam kubur selepas maut, yang dinamai juga alam barzakh. Ketiga, di hari Kiamat ketika dibangkitkan kembali.

Sekianlah perkataan Isa al-Masih yang masih dalam buaian ibunya itu. Sesudah selesai bercakap itu dia pun menyusu, kembali seperti biasa anak kecil. Demikian menurut riwayat dari al-Kalbi.

Dalam hal ini terdapat juga perselisihan penafsiran di antara ahli-ahli tafsir.

Ada yang mengatakan bahwa dia bercakap demikian ialah sesudah dia besar. Kata mereka tidaklah mungkin di masa kecilnya itu dia bercakap mengatakan dia menjadi nabi diutus Allah. Kata mereka, manakan tahu anak kecil bahwa dia diutus Allah menjadi rasul.

Tetapi dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, ada tersebut bahwa Rasulullah ada menjelaskan bahwa anak kecil yang masih dalam buaian yang ditakdirkan Allah dapat bercakap itu hanya tiga orang, satu di antaranya ialah Sayyidina Isa al-Masih.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 466-467, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SEJARAH DAKWAH DI INDONESIA

Yang paling dekat dan saya sendiri turut merasainya ialah nasib dari ayah kandung saya sendiri, yang pada Tahun 1941 dibuang Belanda, diasingkan dari Minangkabau ke Sukabumi. Ketika beliau akan dibuang, sejak setahun lebih dahulu beliau telah mendapat firasat bahwa barangkali kemungkinan beliau akan dibuang dari kampung halamannya. Namun, beliau telah sampai kepada martabat tawakal yang setinggi-tingginya karena beliau merasa dalam hatinya dipandang dari sisi Allah SWT tidaklah ada perbuatan beliau yang salah. Menyebarkan agama adalah suatu kewajiban bagi seorang Muslim. Menyebarkan agama menurut adanya, tidak melebih-lebihi dan tidak mengurangi dan tidak membelokkan artinya kepada yang lain.

Sudah berkali-kali beliau diberi peringatan agar "alon-alon" dan jangan menyinggung perintah. Namun, jika datang waktunya menafsirkan Al-Qur'an, mestilah ditafsirkan menurut adanya. Terutama ketika menafsirkan ayat-ayat yang berkenaan dengan kezaliman Fir'aun dan perjuangan Nabi Musa a.s. Jika sampai kepada penafsiran yang demikian tidaklah dapat beliau memutar-mutar maksud ayat. Hal begini timbul takut beliau. Takut bahwa Allah SWT akan murka kepada beliau karena menafsirkan ayat tidak menurut yang sewajarnya. Ketika telah datang bisikan-bisikan halus membujuk agar beliau jangan menafsirkan ayat-ayat itu lagi karena ibarat bergantang, ukuran sudah hampir penuh. Namun, ancaman-ancaman halus itu tidak sedikit juga menjadi pikiran beliau. Pada saat itu kelihatan ketakutan beliau, yaitu takut atas kemurkaan Allah SWT, sedangkan ancaman dan bujukan agar dia mengubah penafsiran, sekali-kali tidak terbayang di muka beliau.

Takutnya kepada Allah SWT menyebabkan hilangnya rasa takut kepada yang lain.

Ketakutan seperti ini bertemu kembali ketika di zaman kekuasaan Jepang, hanya beliau seorang saja yang tetap duduknya, tidak berkisar dan tidak berdiri dan tidak membungkukkan badan (ruku') ke arah istana Kaisar Jepang di Timur Laut. Setelah saya datang menziarahi beliau di Jakarta (1943), saya tanyakan apakah tidak terasa ketakutan dalam hati beliau akan ditahan dan disiksa oleh Kempeitai Jepang yang sangat kejam, mungkin juga dipotong leher. Beliau telah menjawab, "Ayah memang merasa sangat takut, yaitu takut kalau Ayah menyembah kepada selain Allah SWT, Ayah akan dimurkai Allah SWT dan dimasukkan ke dalam neraka. Namun, kalau Ayah tidak menundukkan kepala kepada sesama manusia, melainkan menundukkan kepala kepada Allah SWT saja, walaupun Ayah dipotong leher, tetapi Ayah akan mendapat bahagia dan masuk surga."

Ketika saya datang menziarahi beliau di Jakarta Tahun 1943 itu kelihatanlah rasa bahagia yang memancar bersinar pada wajahnya. Ketika saya ajak pulang kembali ke Minangkabau, beliau telah menjawab bahwa beliau merasa bahagia sekarang. Sebagai seorang Islam di mana pun kita berdiam, asal saja muka kita dapat bertunduk melakukan ruku' dan sujud kepada Allah SWT, di sanalah bahagia kita.

Melihat kepada kejadian-kejadian ini dapatlah bahwa bagi orang yang Mukmin perpindahan tempat bukanlah soal yang sulit dan rumit. Bahkan mungkin lebih bahagia, apatah lagi kalau kita berhijrah karena agama Allah SWT. Teringatlah kita akan firman Allah SWT dalam surah an-Nisaa' ayat 100,

"Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (an-Nisaa': 100).

(Buya HAMKA, PRINSIP DAN KEBIJAKSANAAN DAKWAH ISLAM, Hal. 123-125, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Maret 2018).

MUNAFIK

Lantaran itu tinggallah penghuni bumi terhadapnya tiga macam pula:

1. Muslim dan Mukmin.

2. Kafir yang berdamai dengan dia dan mereka dijamin.

3. Yang takut kepadanya, tetapi selalu dalam suasana perang.

Terhadap kaum munafik, Rasulullah saw. disuruh menerima saja yang lahir dari mereka. Adapun isi batinnya, serahkan kepada Allah saja. Mereka ini diperangi dengan ilmu dan hujjah. Dan, terhadap mereka sikap harus tegas (halal tetap halal, haram tetap haram) dan keras menegakkan hukum. Selalu adakan seruan kepada mereka, sehingga sampai ke dalam jiwa mereka. Tetapi kalau mereka mati, dilarang menshalatkan mereka dan tidak boleh berdiri ke dekat kubur mereka. Katakan terus terang kepada yang munafik itu, meskipun Rasulullah saw. memohonkan ampun buat mereka atau tidak dimintakan ampun, namun Allah takkan memberi ampun mereka. Demikianlah sikap Rasulullah saw. terhadap musuh-musuhnya, dari kalangan kuffar (orang-orang kafir) ataupun terhadap yang munafik!

Sekian cukilan dari keterangan Ibnul Qayyim mengenai ayat-ayat yang tengah kita tafsirkan dan kita perbincangkan ini.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 79, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MUNAFIK DAN AKIBATNYA

"Allah telah menjanjikan untuk laki-laki munafik dan perempuan-perempuan munafik dan orang-orang yang kufur, neraka Jahannam. Mereka akan kekal di dalamnya. Itulah yang cukup untuk mereka, dan Allah mengutuk mereka, dan bagi mereka adzab yang tetap." (at-Taubah: 68).

Hanya itulah tempat yang pantas bagi mereka, karena sikap-sikap, kelakuan, dan perangai itu. Tempat laki-laki dan perempuan-perempuan munafik, adalah sama dengan orang-orang yang kufur, yang menolak kebenaran.

Malahan di dalam surah an-Nisaa' ayat 145, sudah dijelaskan bahwa tempat orang-orang yang munafik itu adalah di dasar yang paling bawah dalam neraka.

"Mereka akan kekal di dalamnya."

Sebab ketika hidupnya pun mereka itu, baik laki-laki maupun perempuan kekal pula di dalam fasik.

"Itulah yang cukup untuk mereka."

Bahwa balasan masuk neraka dan kekal di dalamnya, adalah cukup dan pantas untuk mereka, tidak ada jalan lain.

"Dan Allah mengutuk mereka."

Sejak dari masa hidup di dunia ini, sehingga menjadi batu penarung, kebencian orang, mengacau, membikin yang jernih jadi keruh.

"Mereka itu adalah orang-orang yang telah gugur amal-amalan mereka di dunia dan di akhirat."

Ayat ini telah mengupas dengan jelas tentang apa sebab orang jadi munafik. Pertama ialah karena merasa diri kuat dan gagah, banyak harta, dan banyak anak. Oleh sebab itu, ingin selalu mewah dan selalu senang dan ingin selalu bersuka ria dan lantaran itu tidak lagi hendak menilai seruan yang baik dan ajakan kebenaran.

Sangat awas mereka, jika harta mereka ditimpa bencana. Tetapi jika agama mereka yang ditimpa bencana, mereka tidak merasa dan mereka bertahan pada yang mungkar. Akhirnya, meskipun ada amal dan baik, menjadi gugurlah amalan itu, tidak diterima Allah. Sebab walaupun mereka beramal, dasarnya ialah munafik juga.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 207-208, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH AN-NUUR (CAHAYA)

"Inilah dia satu surah yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankannya), dan Kami terakan pula di dalamnya ayat-ayat nyata, supaya kamu mendapat peringatan." (an-Nuur ayat 1).

Di dalam ayat-ayat yang pertama ini sudah jelas, bahwa surah an-Nuur ini telah diturunkan berisi peraturan-peraturan dan perintah yang wajib dijalankan dalam masyarakat Islam, dilakukan dan tidak boleh diabaikan, mesti dijadikan peraturan yang berjalan kuat kuasanya atas masyarakat.

Ini pula sebabnya maka dalam titik tolak pikiran Islam tidak ada pemisahan di antara agama dengan masyarakat, baik masyarakat kesukuan dan kabilah ataupun kelaknya masyarakat yang telah membentuk dirinya sebagai sebuah negara.

Allah SWT mendatangkan perintah, dan perintah itu wajib dilaksanakan, dijadikan kenyataan dalam masyarakat. Allah SWT menjadi pembentuk undang-undang (legislatif), dan manusia sejak pemegang pemerintahan sampai rakyat pelaksananya (eksekutif).

Ini adalah tujuan hidup seorang Muslim: yaitu melaksanakan kehendak hukum Allah dalam masyarakat.

Sebab menurut Islam, sumber hukum ialah Allah dan Rasul, yang dinamai Syari'.

"Apakah manusia menyangka, bahwa mereka akan dibiarkan saja berkata, 'Kami beriman.' Padahal mereka belum diuji? Sungguh telah Kami uji orang yang sebelum mereka, maka diketahui Allah siapa di antara mereka yang benar-benar beriman dan siapa pula yang hanya berbohong belaka." (al-‘Ankabuut: 2-3).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 243-244, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PERINGATAN BAGI SEKALIAN MUJAHIDIN

"Dan sesungguhnya neraka Jahannam akan mengepung orang-orang yang kafir itu." (at-Taubah ujung ayat 49).

Karena segala dalih minta izin tidak ikut serta itu semuanya bukanlah timbul dari kejujuran, termasuk alasan si Jidd bin Qais karena takut terganggu urat sarafnya melihat perempuan-perempuan Rum yang cantik-cantik. Semuanya itu adalah dusta belaka dan sikap munafik belaka maka tempat mereka kelak adalah neraka Jahannam. Mereka akan terkepung di dalamnya, mereka tidak akan dapat melepaskan diri dari dalamnya.

Sebelum kepungan neraka Jahannam di akhirat, masih di dalam dunia ini pun pada hakikatnya orang yang munafik telah dikepung oleh dosa-dosanya sendiri. Sikapnya yang ragu-ragu, yang hanya melihat angin, yang dicampuri dendam, benci, mengambil muka, bicara di belakang lain daripada berhadapan, menyebabkan mereka kian lama kian diketahui orang. Mereka dipandang sebagai penyakit kanker yang menjalar dalam tubuh, lalu dipotong dan dipisahkan. Sikap mereka tidak dapat menghalangi kemajuan zaman dan kebesaran Islam. Akhirnya mereka terpencil dan terkepung. Demikianlah nasib mereka sampai kepada kehidupan akhirat kelak.

Jelaslah betapa Allah dalam ayat ini telah membuka rahasia dari hati yang telah mulai hilang kejujuran. Dengan dalih takut kena fitnah perempuan kulit putih Jidd bin Qais tidak mau pergi berperang. Seakan-akan perempuan kulit putih itu cantik benar dan membahayakan iman. Bagaimana dengan sahabat-sahabat Rasulullah saw. yang lain? Bukankah mereka pun akan bertemu dengan perempuan-perempuan kulit putih itu?

Ayat ini menjelaskan bahwa sebelum fitnah kulit putih itu, dia telah kena fitnah. Fitnah yang lebih berbahaya, yaitu hatinya yang ragu atau pengecut. Ragu kalau-kalau Rasulullah saw. tidak akan menang. Sebab itu dia pun ragu akan arti syahid fi sabilillah. Kalau tewas di medan perang, syahid-lah yang akan didapatnya. Kalau menang, harta rampasanlah yang akan dibawanya pulang.

Ayat ini dan ayat-ayat sebelumnya serta ayat-ayat berikutnya, menjadi peringatan bagi sekalian mujahidin fi-sabilillah di tiap masa.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 180, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PENTING hal ini diingat; Maka mati kita tidaklah dalam kesesatan, bahkan bisa mati dalam kemuliaan syahadah.


KEINDAHAN BURUNG-BURUNG TERBANG

"Atau siapakah dia yang menjadi tentara bagimu, yang akan menolong kamu selain dari Tuhan Pengasih." (al-Mulk pangkal ayat 20).

Maka setelah engkau lihat burung terbang tinggi berbaris-baris, kadang-kadang berpuluh ekor, kadang-kadang beratus sambil ada yang mengatupkan sayapnya sambil terbang, namun dia tidak terkapar jatuh ke bumi, Allah Yang Rahman yang menahannya maka dia tidak jatuh itu, bandingkanlah hal yang demikian kepada dirimu sendiri. Apakah kamu mempunyai tentara yang menjagamu daripada bahaya yang akan menimpa? Ketika engkau tidur nyenyak malam hari, adakah pengawal selain Allah yang menjaga keselamatan tidurmu? Bagaimana kalau ada binatang kecil masuk telingamu? Bagaimana kalau ular hendak menggelung badanmu? Tidak ada yang mengawal, tidak ada tentara yang menjaga.

Hanya Allah sajalah yang menjaga.

Dapat kita lihat misalnya seorang kepala negara dikawal oleh berpuluh pengawal. Kalau Allah menghendaki, kawalan itu bisa saja bocor dan kedatangan maut tidak dapat dihambat oleh siapa pun.

Sekali lagi kita perhatikan di sini bahwa yang ditonjolkan adalah nama dan sifat Allah yang bernama ar-Rahman, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pemurah. Satu rumpun dengan kalimat rahmat, menjadi Rahman dan Rahim.

Sebenarnya Dialah yang menjaga kita siang dan malam, bukan tentara bukan serdadu.

Penting hal ini diingat dan segala pekerjaan yang kita hadapi dimulai dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, setiap saat kita tidak melepaskan diri dari lindungan dan lingkungan pengawalan Allah ar-Rahman.

Sehingga misalnya kita mati tiba-tiba karena lengahnya pengawasan dan pengawalan manusia, namun oleh karena kita selalu bergantung kepada Rahman dan Rahim Allah, maka mati kita tidaklah dalam kesesatan, bahkan bisa mati dalam kemuliaan syahadah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 253, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KITAB-KITAB INJIL

Kitab-kitab Injil yang "terlarang" itu ada yang telah sengaja dihilangkan atau dibakar dan ada pula yang tersimpan dengan sembunyi dalam maktabah rahasia gereja. Di antara kitab Injil yang tersimpan itu, dan kemudian dapat diketahui orang luar, lalu dicetak pula, tetapi tetap tidak diakui oleh gereja, ialah Injil Bernabas.

Keistimewaan Injil Bernabas yang termasuk daftar bacaan terlarang ini ialah bahwa di dalamnya dibantah ketuhanan Yesus dan tertulis jelas sabda Yesus bahwa akan datang Nabi akhir zaman, melanjutkan ajaran Yesus, yaitu Nabi Muhammad.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM Jilid 2, Hal. 25, Republika Penerbit, Cet.1, April 2018).

HUKUMAN KEPADA BANI QURAIZHAH

Ali bin Abi Thalib pemangku bendera atau petaka perang berseru,

"Seluruh brigade iman, marilah maju. Saya sendiri ingin hendak merasakan apa yang pernah dirasakan oleh pamanku Hamzah bin Abdul Muthalib, mati hancur badan saya, atau saya kuasai benteng ini seluruhnya. Maju!"

Maka berlompatanlah brigade iman itu, di dalamnya termasuk pahlawan besar Zubair bin Awwam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 184, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

WOLTER ROBERT MONGINSIDI
(Dan 40.000 Syuhada di Sulawesi)

Katanya engkau mati
Silap! Bahkan itulah permulaan Hidupmu sejati

Aku percaya, Woche
Mereka tentu kembali
Mengingat diri
Di tempat Sepi
Itulah hakikat Mati
Engkau Hidup Woche
Engkau Hidup

(Buya HAMKA, KENANG-KENANGAN HIDUP, Hal. 640-641, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Mei 2018).

DAKWAH

Karena tidak ada satu usaha yang lebih mulia dan lebih tinggi daripada melakukan dakwah terhadap sesama manusia, agar mereka berjalan di atas garis yang telah ditentukan Allah.

Nabi Muhammad saw. melancarkan dakwah dengan hujjah dan dengan kekuasaan. Dengan adanya kekuasaan mereka itu dapat melaksanakan syari'at, yaitu undang-undang yang datang dari Allah dan wajib dilaksanakan oleh umat-Nya.

Kemudian datanglah ayat 34 ini menerangkan taktik atau kebijaksanaan yang wajib ditempuh dalam melakukan dakwah. Yaitu bahwasanya suatu dakwah menyeru manusia agar berjalan di atas garis yang telah ditentukan Allah.

Ash-Shirathal Mustaqim, tidaklah sebagai disangka oleh orang yang dangkal pahamnya, yang menyangka bahwa jalan itu datar saja, bertabur kembang narwastu berbagai warna dan indah dan berangin sepoi yang nyaman! Bukan! Tiap-tiap dakwah kepada jalan kebajikan pasti mendapat rintangan. Apabila penyambung usaha rasul-rasul melakukan dakwah yang diyakini kebenaran dan kebaikannya, pastilah akan datang reaksi, datang bantahan, rintangan, halangan terhadap seruan itu. Kadang-kadang disalahartikan. Kadang-kadang dikencongkan maknanya kepada yang lain. Seorang Dai yang didorong oleh hati sanubarinya melaksanakan tugas suci ini akan datang tantangan. Dia berkata yang benar, orang menerima salah. Dia bermaksud baik, orang menerimanya dengan jahat.

Ayat ini menegaskan bahwasanya yang baik dengan yang buruk tidaklah sama. Yang baik tetap baik, yang buruk tetap buruk. Tetapi di dalam melakukan dakwah menegakkan yang baik itu hendaklah cara mempertahankan dan menangkis serangan lawan dengan cara yang baik pula. Jangan sampai mentang-mentang merasa diri di pihak yang benar dan pihak yang menentang di pihak yang salah, lalu menangkisnya dengan sikap yang kasar. Kadang-kadang kebaikan itu sendiri menjadi kabur karena sikap ceroboh orang yang mempertahankan. Sebab Allah menegaskan tuntunan kepada rasul-Nya dan teladan untuk tiap-tiap yang berdakwah, "Tangkislah dengan cara yang lebih baik."

Inilah suatu ilmu yang dalam sekali, yang kalau seorang Dai dapat menjadikannya pedoman dalam pertukaran pikiran, dia akan berhasil dengan baik.

Abu Sufyan yang sejak permulaan peperangan dia yang selalu jadi pemimpin perlawanan orang Quraisy dan musuh paling besar itu, telah bertukar jadi kawan yang setia. Karena sikap Nabi yang tidak berdendam, tidak melepaskan sakit hati. Inilah suatu contoh yang ditinggalkan Rasulullah saw. bahwasanya orang kerapkali memusuhi Islam, membenci dan menghalanginya, sebagaimana dilakukan oleh Abu Sufyan tersebut. Tetapi karena cara Nabi saw. menghadapinya bukan dengan kebencian, bukan memperbanyak musuh, melainkan memperbanyak kawan, akhirnya Abu Sufyan takluk.

Tetapi Allah memberi ingat bahwa sikap seperti ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang sabar dan berjiwa besar.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 172-177, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PESAN ALLAH

Kita tidak mencari musuh, cukup patuh pada pesan Allah, yakni,

"Kalau mereka sudah melewati batas maka balas dengan cara yang setimpal."

Demikian Natsir.

(Rusydi HAMKA, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Hal. 189, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

PEMIMPIN AGAMA

Jika sekiranya di zaman dahulu, ulama-ulama itulah yang telah menimbulkan Ushul Fikih, Fikih, ilmu Hadis, ditambah dengan ilmu-ilmu duniawi, bahkan sampai kepada filsafat; yang sekarang buktinya dapat kita lihat, dengan adanya kitab-kitab karangan mereka dalam segala cabang ilmu yang mengatasi agamanya, berjilid-jilid, berpuluh dan beratus, maka sudah sewajarnya jika pemimpin ulama sekarang mengatasi itu semuanya, sehingga sinar imannya dan ilmunya tetap menguasai masyarakat.

Sehingga dia berani berkata kepada si zalim:

Hai Zalim! Takutlah kepada Tuhan!

Hai orang yang sombong dengan kemegahan dunia pinjaman Tuhan! Kembalilah kepada-Nya!

Karena engkau akan bertanggung jawab di hadapan-Nya.

Asalmu hanya daripada air setetes, keluar dari lubang yang hina, tidak berpakaian sehelai juga.

Adapun kemegahan yang kalian perebutkan, kursi dan pangkat, hanyalah pinjaman Allah dan pinjaman rakyat karena memegang amanat yang diberikan ke atas dirimu.

Janganlah sombong, karena kalian akan kembali ke akhirat, hanyalah dengan tiga lapis kain kafan juga!

Begitulah mestinya seorang Pemimpin Agama.

-Mimbar Agama, 1951.

(Buya HAMKA, Renungan Tasawuf, Hal. 137-138, Republika Penerbit, Cet.I, Januari 2017).

BAHASA INDONESIA

Pendeknya, orang yang memperhatikan dengan teliti, tampak dengan jelas sekali bagaimana politik bahasa ini dijalankan orang. Mulanya dengan penukaran huruf, setelah itu dengan penyingkiran pengaruh bahasa Arab.

Sampai sudah ada yang berkata, "Buang huruf Arab itu dan pengaruh Arab! Tukar dengan huruf 'nasional' kita, yaitu huruf Latin!"

Malahan di Indonesia di saat-saat hebatnya revolusi dikemukakan ejaan baru yang katanya lebih nasional sifatnya, yang terutama huruf 'ain wajib dihilangkan. Ganti saja dengan k, sebab itu ni'mat hendaklah tuliskan nikmat karena itu yang sesuai dengan lidah kita. Ketika huruf Arab Melayu masih dipakai orang masih dapat menegur bahwa kalau ni'mat yang berarti anugerah Ilahi diganti tulisannya jadi nikmat artinya jadi terbalik sama sekali. Nikmat artinya kutukan dan murka Ilahi!

Kalau ini dijelaskan di khalayak umum, orang dapat dituduh terlalu fanatik kepada Arab. Padahal merekalah yang sangat fanatik di dalam kebenciannya kepada segala yang berbau Arab! Lama-lama, dengan disadari atau tidak, perjuangan kemerdekaan mereka dalam medan bahasa ialah sekeras-kerasnya berusaha memerdekakan bahasa Indonesia dari hubungannya dengan Arab. Untuk itu, tidak keberatan menggantikannya dengan pengaruh bahasa yang lain, baik bahasa Hindu ataupun bahasa-bahasa dari bangsa yang dahulunya pernah menjajah itu.

Sebab itu, demikian kata Bung Haji, kita harus awas memperhatikan ekspansi kultur, serbuan kebudayaan dari segi bahasa, yang tujuannya terakhir tidak lain ialah hendak melemahkan agama kita.

Bertahun-tahun lamanya kedua negara itu, Indonesia dan Malaysia, memperdekat perkesepahaman pemakaian bahasa Melayu ini, yang di Indonesia dinamakan bahasa persatuan dan di Malaysia dinamakan bahasa kebangsaan, yang karena terjadi persimpangan sejarah, air gedang batu bersibak, kadang-kadang dirasakan sebagai dua bahasa, padahal bukan. Di samping usaha kedua pihak yang berkuasa di kedua negara itu telah ada rupanya seorang di antara putra pencinta bahasa itu, yang kebetulan dilahirkan di Minangkabau, Pulau Sumatra dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah menjalankan usaha itu, memakai bahasa itu dalam pidato dan karangannya, dipahamkan benar-benar oleh rakyat di kedua negara itu sehingga tetap terbukti bahwa bahasa itu satu adanya.

Oleh karena itu, sambutan ke atas diri saya manusia dhaif ini dari rakyat di kedua negara itu sama mengharukan hati saya karena cinta saya kepada rakyat di kedua negara itu pun sama, tidak lebih tidak kurang, dan tidak berat sebelah.

Cinta saya terhadap rakyat di Ujung Pandang sama dengan cinta saya terhadap rakyat di Kota Kinabalu.

Membaca khutbah Jum'at di Masjid Negara di Kuala Lumpur sama dengan membaca khutbah di Masjid al-Azhar di Jakarta. Berziarah ke Slembah Indah Sri Menanti sama dengan pulang ke Batu Sangkar. Semua saya hadapi dengan bahasa yang satu.

Terima kasih saya kali yang ketiganya ialah karena buah pikiran yang telah saya tumpahkan berkenaan dengan agama Islam mendapat sambutan yang paling berkesan di negeri ini.

Sejak dari istana raja-raja, sampai ke gubuk petani di luar bandar.

-Dalam Buku "KENANG-KENANGAN HIDUP", 'Bung Haji' adalah Buya HAMKA.

(Buya HAMKA, KENANG-KENANGAN HIDUP, Hal. 241-242, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Mei 2018).

KESIMPULAN

Waktu Dawam Rahardjo menulis kata-kata itu pada 1993, dampak pergerakan pembaruan dakwah mulai terasa. Masjid-masjid dan mushala-mushala baru tumbuh di seluruh Indonesia. Perempuan berjilbab, yang dulu jarang, mulai bermunculan. Mengucap "Assalamu 'alaikum", salam khas Muslim, menjadi makin lazim. Di sekolah dan universitas, orang-orang muda ikut kelompok kajian Islam ekstrakurikuler. (Menginjak 1990-an, tulis Asna Husin, "peredaran buku-buku Islam mencapai titik tertinggi dalam sejarah Indonesia"). Makin banyak Muslim yang tadinya tak mempraktikkan agama mulai rajin shalat di kantor dan tempat kerja. Pertumbuhan Islam ortodoks (sering disebut Islam santri) bahkan menembus dunia kaum Kejawen yang tadinya tertutup. Robert Hefner berkomentar pada 1987 bahwa "inisiatif Kejawen yang ditujukan untuk menciptakan agama "Jawa" yang berbasis massa dan terang-terangan non-Islam sudah hampir pupus."

(Kiranya HAMKA bakal tersenyum). Perubahan luar biasa sedang terjadi.

(James R. Rush, ADICERITA HAMKA: Visi Islam Sang Penulis Besar untuk Indonesia Modern, Hal. 254, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Cet.1, 2017).

KLIK DISINI: FATWA BUYA HAMKA TENTANG JILBAB (HIJAB), KH. Quraish Shihab Jilbab Tidak Wajib

KLIK DISINI: TENTANG TAHLILAN, KIRIM HADIAH FATIHAH, TAWASSUL DAN WASILAH

BERJUANG PADA JALAN ALLAH

"Dan janganlah kamu lemparkan diri kamu ke dalam kebinasaan." (al-Baqarah ayat 195).

Melemparkan diri ke dalam kebinasaan ialah karena bakhil, takut mengeluarkan uang, malas berkorban.

Ketika terjadi revolusi kemerdekaan Indonesia, Tentara Nasional Indonesia adalah di bawah pimpinan seorang Jenderal Muslim yang bersemangat baja, yaitu Almarhum Jenderal Sudirman. Sampai sekarang ahli-ahli perang mengakui betapa besarnya pengaruh semangat jenderal yang beriman itu dalam membentuk TNI. Di samping itu, terdapat pula barisan Hizbullah yang mengagumkan. Dan, ada juga di suatu tempat, pemuda-pemuda yang bersemangat jihad fi sabilillah dan berjiwa syahid turut dalam perang kemerdekaan. Kabarnya konon hampir 200 orang pemuda membawa bambu runcing menyerbu musuh yang berkekuatan besar, disapu bersih sampai habis mati semua karena mereka tidak mempunyai perlengkapan perang yang seimbang dan tidak tunduk pada satu komando. Meskipun demikian, buat waktu itu tidak jugalah pengorbanan mereka itu sia-sia sebab kemerdekaan bangsa itu pun menghendaki siraman darah mujahid sebanyak-banyaknya.

Menurut penafsiran dari sahabat Rasulullah Huzaifah, tafsiran dari ayat "Jangan kamu jatuhkan diri ke dalam kebinasaan", artinya, ialah jangan kamu enggan mengeluarkan pengorbanan harta benda buat berperang karena takut akan miskin.

Menurut tafsiran Ibnu Abbas, kalau kamu bakhil mengeluarkan harta untuk belanja perang, pastilah kamu akan binasa.

Menurut hadits-hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi, ath-Thabrani, Tirmidzi, an-Nasa'i, dan beberapa ahli hadits yang lain, seorang mujahid Islam bernama Aslam bin Imran pernah menceritakan pengalamannya ketika tentara Islam dikerahkan oleh Mu'awiyah bin Abu Sufyan menyerang negeri Konstantinopel. Dia bercerita, "Kami ketika itu telah menyerbu ke Konstantinopel, tentara yang dari Mesir di bawah Panglima Ukbah bin Amir, tentara yang dari Syam di bawah komando Fudhalah bin Ubaid. Kedatangan kami telah disambut oleh barisan tentara Rum yang amat besar. Kami pun menyuruh barisan untuk menghadapi tentara besar itu. Tiba-tiba tampillah seorang laki-laki sejati dari tentara Islam, lalu diserbunya tentara Rum yang besar itu sehingga dia telah masuk jauh sekali ke tengah-tengah mereka. Orang-orang lain yang melihat menjadi seram lalu berkata, "Subhanallah! Kawan kita ini telah membawa dirinya ke dalam kebinasaan!" Mendengar ucapan yang demikian itu tampillah Abu Ayyub al-Anshari, sahabat Rasulullah, lalu berkata, "Wahai, manusia sekalian! Kalian telah salah menafsirkan ayat itu. Sesungguhnya, ayat ini telah turun menuju kami orang Anshar, yaitu ketika Allah memberikan kejayaan yang gilang-gemilang bagi agama-Nya dan telah banyak pembelanya maka adalah di antara kami yang berbisik desus di luar tahu Rasulullah berkata, Harta benda telah banyak habis. Sekarang, Islam telah menang dengan jayanya dan telah banyak pembelanya. Rasanya sudah tidak ada salahnya jika kita mulai kembali memperbaiki harta benda kita dan mengumpulkan yang selama ini telah berserak! Perkataan yang demikian sampai juga kepada Rasulullah, lalu turunlah ayat ini, "Nafkahkanlah harta pada jalan Allah dan janganlah kamu jatuhkan dirimu kepada kebinasaan!" Maka arti kebinasaan ialah mengurus kepentingan harta benda diri sendiri dan bimbang memperbaikinya sehingga tertinggallah berjuang dan berperang pada jalan Allah!"

Dari hadits ini, bertemulah kita dengan hakikat tafsiran ayat. Seorang yang menyerbu musuh dengan gagah berani dengan keyakinan yang penuh, walaupun dia akan hancur luluh di tengah-tengah musuh yang banyak, bukanlah seorang yang membawa dirinya ke dalam kebinasaan, tetapi dia akan mencapai syahid. Di dalam satu peperangan, terutama dalam pemberontakan melawan kekuasaan yang zalim, kadang-kadang tidaklah seimbang kekuatan yang melawan dengan yang dilawan. Seumpama telah kejadian di zaman nenek moyang kita yang melawan kekuasaan Belanda dan penjajahan umumnya. Mereka tewas lantaran itu, tetapi mereka beroleh syahid. Kalau terlebih dahulu akan disiapkan kekuatan yang sama dengan musuh, tidaklah akan ada kebangkitan selama-lamanya. Kebinasaan ialah hidup yang telah merasa senang dengan mengumpul kekayaan dan kemewahan sehingga takut menghadapi perjuangan. Lalu, untuk membujuk diri dikemukakan ayat janganlah kamu jatuhkan diri ke dalam kebinasaan? Padahal mati dalam memperjuangkan keyakinan bukanlah kebinasaan. Kebinasaan ialah takut menghadapi mati karena diri telah diperbudak oleh harta benda.

Ulama Su', yaitu ulama-ulama jahat yang menjadi kaki-tangan penjajah, kerapkali mempergunakan ayat ini dengan salah, memberi fatwa kepada umat seagamanya yang memberontak melawan penjajah dengan memakai ayat ini. Ayat untuk hidup dan syahid, mereka jadikan alat untuk mematikan semangat dan mendatarkan jalan bagi penjajahan. Ini banyak kejadian di zaman jajahan dahulu, dan ulama-ulama ini mendapat pujian dan bintang tanda jasa dari si penjajah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 367-369, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MENJAWAB PERTANYAAN

Seorang saudara bernama Markasim, dari Desa Beji, Kecamatan Jenu, Tuban, mengirimkan beberapa pertanyaan, di antaranya demikian: "Di dalam Al-Qur'an, surah 2, ayat 62, disebutkan kecuali orang-orang yang beriman juga ada orang-orang yang bernama Yahudi, Nashara, dan Shabiin, semuanya bisa mendapat ganjaran Tuhan, karena beriman kepada Allah dan Hari Akhirat dan beramal saleh. Saya mohon diberi keterangan; Yahudi, Nashara, dan Shabiin yang manakah yang dimaksud?"

JAWABAN

Yang dimaksud dengan Yahudi, Nashara, dan Shabiin pada ayat ini ialah Yahudi, Nashara, dan Shabiin di segala zaman sejak zaman ayat diturunkan 14 Abad yang telah lalu, sampai kepada zaman kita sekarang ini. Demikianlah juga orang-orang yang beriman yang disebut pertama kali, ialah orang beriman di segala zaman, sampai kepada zaman kita sekarang ini dan seterusnya.

Sebab, apabila orang yang telah mengaku beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, niscaya sudah pasti dia mesti percaya pula kepada rangkaian iman yang lain. Yaitu iman kepada malaikat, kepada kitab-kitab, dan kepada rasul-rasul Allah.

Dari mana kita mengetahui bahwasanya Allah itu ada? Dan siapa yang memberi tahu kepada kita tentang akan adanya hari Akhirat? Tidak ada orang lain yang menyampaikan ini kepada kita selain dari nabi-nabi dan rasul-rasul Allah, yang menurut ajaran agama diterimanya wahyu dari Allah dan disampaikan oleh malaikat, dan dinamai kitab-kitab suci, di antaranya Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur'an.

Pada surah 2 (al-Baqarah) ayat 285 rangkaian kepercayaan itu telah dirumuskan demikian bunyinya:

"Telah beriman Rasul itu kepada apa yang turun kepadanya dari Tuhannya, dan telah beriman pula orang-orang yang beriman. Semuanya telah beriman kepada Allah dan malaikat-malaikat-Nya, dan kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. Tidak kami bedakan di antara seorang pun dari rasul-Nya itu. Dan semuanya berkata: 'Kami dengar dan kami taati, kami memohon ampunan Engkau ya Tuhan, dan kepada Engkaulah kami semua akan kembali'."

Ayat ini telah MENEGASKAN bahwa orang yang telah mengakui beriman kepada Allah itu, selain dari memercayai malaikat, kitab-kitab, dan rasul-rasul, tidak membedakan di antara seorang pun dari rasul Allah.

Kalau ada di antara mereka yang hanya mengakui Nabi Isa dan Nabi Muhammad, sebagaimana orang Yahudi selama ini, tentu iman mereka belum diterima.

Kalau mereka hanya percaya kepada Nabi Isa saja, dan menolak dengan keras kerasulan Nabi Muhammad, niscaya iman mereka belum diterima.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM Jilid 3, Hal. 9-10, Republika Penerbit, Cet.1, April 2018).

INTISARI AL-KITAB

Hendaklah kita seluruh manusia berani melepaskan diri dari ikatan rasa benci karena perlainan agama. Jika ini kita lakukan, apatah lagi bagi seorang muslim, lalu dia salami isi kitab-kitab suci itu, akan bertemulah olehnya bahwa isi seluruh kitab itu, baik Taurat, atau Injil, atau Zabur dan apatah lagi Al-Qur'an, akan bertemulah olehnya bahwa intisari itu adalah dua, tali Tuhan dan tali Manusia.

Pertama berabdi menyembah Allah, kedua menjaga keselarasan dalam masyarakat. Maka bilamana salah satu daripada kedua tali ini terputus, niscaya hancur-leburlah kehidupan, menyeranglah kemiskinan dan kehinaan, padamlah suluh yang memberi terang petunjuk dalam hidup.

Pertama, tali pengakuan kesatuan Ilahi.

Kedua, tali pengakuan persatuan insani.

Apabila tali pengakuan kesatuan Ilahi telah teguh, dengan sendirinya teguhlah tali persatuan perikemanusiaan. Saya tidak akan menganiaya tuan, saya tidak akan mencederai istri tuan, sebab kita ini sama hidup di dunia di bawah naungan panji-panji Allah. Saya tidak akan sanggup sendiri, kalau tidak dengan tuan.

Inilah yang dilukiskan dalam firman Tuhan dengan perantaraan Nabi Muhammad dalam Al-Qur'an:

"Dipukulkan kepada mereka kehinaan, di mana jua pun mereka diasuh, kecuali dengan tali dari Allah dan tali dari manusia, dan pulanglah mereka dengan kemurkaan dari Allah, dan dipukulkan pula kepada mereka itu kemiskinan. -yang demikian itu ialah lantaran mereka adalah mendustai ayat Allah dan membunuh akan nabi-nabi dengan tidak jalan yang benar. Demikianlah dari sebab kemurkaan mereka dan mereka melanggar." (QS. Ali-Imran [3]: 111).

Terang ancaman ini datang, ancaman kehinaan dan kemurkaan Ilahi kepada Ahlul Kitab penerima warisan Taurat, Zabur, dan Injil, yang kitab masih mereka pegang, tetapi intisarinya tidak mereka perhatikan lagi.

Hukum yang begini bukanlah berlaku kepada Yahudi dan Nasrani saja. Umat muslimin sendiri, yang telah kaya dengan empat kitab, dan mengakui Al-Qur'an sebagai "Ibu dari segala kitab" pasti akan, bahkan telah dipukulkan kepada mereka kehinaan dan kemurkaan Tuhan karena kulit kitab dipegangnya, isinya dilupakannya. Entah mana yang runtuh lebih dulu, talinya dengan Tuhankah atau dengan sesamanya manusia.

Di ayat 112 dan 113 dari surah 3 itu lebih dijelaskan lagi. bahwasanya Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) ini tidaklah begitu semuanya:

"Tidaklah mereka sama; daripada Ahlul Kitab itu ada umat yang tegak-teguh, membaca ayat-ayat Allah tengah malam dan mereka pun bersujud. Mereka percaya dengan Allah dan hari akhirat, dan mereka menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mereka melarang dari yang mungkar, dan dengan segera mereka cepat menuju kebajikan. Itulah orang-orang yang saleh." (QS. Ali-'Imran [3]: 112-113).

Oleh sebab itu, tidaklah susah jika ahli sejarah dan filsafat mengatakan bahwasanya ketiga agama, yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam, adalah dari satu rumpun. Sebagaimana Bahrum Rangkuti pernah menyatakan: "Semua dari Khaimah Ibrahim."

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM Jilid 2, Hal. 19-20, Republika Penerbit, Cet.1, April 2018).

"Dan apabila kamu seru mereka kepada shalat, mereka ambillah dia jadi ejekan dan main-main. Yang demikian itu ialah karena mereka adalah satu kaum yang tidak mempunyai akal!" (ayat 58).

Menurut riwayat dari as-Suddi, pernah kejadian di Madinah, seorang Nasrani benci sekali mendengar adzan. Asal terdengar orang menyerukan shalat dengan adzan, sampai pada ucapan, 'Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah', dia menyumpah-nyumpah dan berkata, "Biar dibakar Nabi palsu itu!" Begitulah dilakukannya tiap-tiap terdengar adzan. Tiba-tiba pada suatu malam, sedang dia dan keluarganya enak tidur, masuklah pelayannya ke dalam kamar mengambil apa-apa. Dan tiba-tiba tertumpah minyak pelita yang dipegangnya, terus menyala, kena kain-kain dan api tidak dapat dipadamkan lagi, terbakarlah rumah itu seluruhnya, dia sendiri dan keluarganya, sebelum mereka sempat lari.

Di dalam ayat ini nyatalah bahwa orang-orang yang sampai mengejek adzan itu orang yang kurang akal, kurang pikir.

Orang lebih tidak setuju dengan Islam, tidak mau masuk Islam. Dalam agama tidak ada paksaan.

Tetapi kalau sudah berani mengejek dan memain-mainkan upacara agama sebagaimana adzan itu, nyatalah dia orang yang tidak beradab.

Maka terkenanglah kita akan salah satu sebab terjadinya pemberontakan Haji Wasith di Cilegon di akhir Abad ke-19. Yaitu seorang pegawai Pemerintah Belanda menyuruh runtuhkan menara sebuah langgar, karena tiap pagi terganggu kesenangan tidurnya mendengar suara adzan dari langgar itu. Oleh pegawai bawahan orang Banten sendiri perintah itu dilaksanakan, menara diruntuh. Akhirnya terjadilah pemberontakan Cilegon yang terkenal. Belanda sombong dan pegawai penjilat itu habis disembelih orang. Meskipun pemberontakan itu dapat dibasmi, namun salah satu sebabnya ialah kekurangan akal Belanda tadi memikirkan akibat perbuatannya.

Terkenang pula kita akan suatu kekacauan yang timbul di Makassar pada Tanggal 1 Oktober 1967, sampai gereja-gereja dalam kota itu dilempari orang dengan batu dan alat-alat di dalamnya dirusakkan oleh pemuda-pemuda Islam. Sebabnya ialah karena seorang pendeta yang tidak mau tahu adab sopan santun beragama mencerca Nabi Muhammad saw. dan mengatakan beliau berzina, dan dikatakannya pula bahwa Nabi Muhammad adalah seorang manusia yang bodoh karena tidak tahu menulis dan membaca. Niscaya pemuda-pemuda Islam di Makasar marah, sampai gereja-gereja itu dirusakkan dan ada yang sampai dihancurkan. Maka berkaok-kaoklah orang-orang Kristen seluruh Indonesia meminta tolong, meminta SOS ke seluruh dunia Kristen, karena bangsa Indonesia yang memeluk agama Islam tidak mengenal toleransi. Maksud mereka dengan toleransi adalah apabila umat Islam berdiam diri saja jika rasa keagamaannya disentuh. Dan tidak mereka salahkan seorang penganutnya sendiri yang telah mencapai kedudukan pendeta, tetapi tidak mengenal sopan santun.

Padahal sebaliknya, orang Nasrani pun banyak tertarik untuk mendengarkan suara adzan yang merdu.

Penulis teringat di Padang Panjang kira-kira Tahun 1912 seorang Sersan Ambon tiap senja berjalan-jalan ke muka surau Jembatan Besi di Padang Panjang karena dirayu oleh suara adzan. Lama-lama dia datang ke masjid dan menyatakan dirinya ingin memeluk Islam, karena suara adzan amat merayu hatinya. Setelah ia pensiun dari serdadu, dia pun menjadi seorang Islam yang baik di Tanah Pelambik Padang Panjang. Lama hal ini menjadi buah mulut orang di sana, tentang pengaruh adzan.

Kita pun teringat pula akan kejadian pada Tahun 1961. Yaitu seorang gadis Cina yang telah memeluk agama Kristen, menjadi sahabat dari anak perempuanku. Perasaannya yang amat halus selalu tergetar mendengarkan suara adzan. Sehingga suara adzan itulah yang menarik hatinya buat memeluk agama Islam. Gadis itulah yang kemudian terkenal namanya dengan Mardhiah Hayati. Sampai setelah dia mendirikan rumah tangga, bersuami dan beranak-anak, dia menjadi seorang Muslimah yang baik.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 732-733, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PERBANDINGAN UNTUK KITA MUSLIMIN

Ayat ini pun dapatlah menjadi cermin perbandingan, untuk melihat muka sendiri bagi kita yang mengakui diri pengikut Nabi Muhammad saw. Di dalam Al-Qur'an terdapat pula kata-kata yang bisa menghancurkan kita dan menyerupakan kita dengan Yahudi dan Nasrani yang mengakui diri "Anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya" itu, yang bisa pula disalahartikan sehingga kita merasa diri istimewa, padahal kehendak ayat itu tidak pernah kita jalankan.

Di dalam surah Aali 'Imraan ayat 110 dikatakan bahwa, "Adalah kamu sebaik-baik umat dikeluarkan di antara manusia." Kalau hanya pangkal ayat itu saja yang dipegang, niscaya akan timbullah perasaan bangga dan kesombongan kelompok sebagaimana yang terjadi pada Yahudi dan Nasrani itu pula. Padahal lanjutan ayat itu adalah syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai "sebaik-baik umat", yaitu sanggup menyuruh berbuat baik (ma'ruf) dan mencegah sikap hidup yang tidak disukai (mungkar).

Oleh sebab itu, ayat ini dapatlah menjadi kaca perbandingan untuk melihat wajah kita sendiri. Apakah kita telah terperosok pula ke tempat terperosoknya Yahudi dan Nasrani tadi, mengakui diri anak-anak Allah dan kekasih-kekasih Allah, padahal dalam praktik hidupnya, mereka telah menjadi anak iblis, sebagai yang disebutkan dalam kitab-kitab suci mereka itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 654-655, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

WAHYU DIPELIHARA ALLAH

"Dan jika Kami kehendaki niscaya Kami hilangkan apa yang telah Kami wahyukan kepada engkau. Kemudian itu tidak akan engkau dapat perihal itu, terhadap Kami, seorang penolong pun." (ayat 86).

Artinya ialah bahwa jika Allah menghendaki bisa saja kejadian wahyu yang telah diturunkannya kepada engkau itu dicabutnya kembali sehingga hilang saja laksana diterbangkan angin.

Dan ini pun sudah pernah kejadian. Banyak wahyu yang diturunkan Allah kepada nabi-nabi yang telah terdahulu tidak lengkap terkumpul lagi. Atau hilang terbakar aslinya dan dicatat kembali hafalan orang lain yang berbeda-beda. Sehingga kita dapati apa yang dinamai oleh orang Kristen sekarang Kitab Injil, bukankah Injil asli yang diturunkan kepada Isa al-Masih, melainkan catatan yang datang kemudian. Yaitu Markus, Lukas, Matius, dan Yohannes. Satu dan lainnya tidak sama.

Kalau hal yang seperti itu kejadian pada wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. adakah orang lain yang dapat menolong?

Tetapi berkat Rahmat dan belas kasihan Allah kepada umat Muhammad saw., tidaklah kejadian sebagai yang demikian pada Al-Qur'an. Sejarah pemeliharaan Allah atas Al-Qur'an itu jelas terbentang dan dapat kita menyelidikinya sampai ke pangkal.

Di kala beliau saw. masih hidup sudah mulai ada yang mencatat di kulit kambing atau di pelepah kurma atau di tulang unta. Bahkan setelah beliau wafat belum 1 Tahun, Al-Qur'an itu telah mulai dibukukan atas perintah khalifah beliau yang pertama Abu Bakar ash-Shiddiq, yang dikerjakan oleh suatu panitia ahli. Dan di zaman Khalifah ketiga, Amiril Mu'minin Utsman bin Affan, sekali lagi disalin dan disebarkan dan dibakar naskah-naskah yang tadinya berserak-serak dan diresmikanlah mushaf al-Imam atau disebut juga mushaf Utsmani, mushaf Sayyidina Utsman.

Kalau diteliti dari segi itu saja, dapatlah kita berkata bahwa naskah Al-Qur'an itu telah dipelihara, apatah lagi setelah adanya alat cetak-mencetak sekarang ini. Berjuta-juta Al-Qur'an telah tersebar di mana-mana.

Tetapi tidaklah mustahil pada akal akan kejadian apa yang diisyaratkan dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini. "Jika Kami kehendaki niscaya Kami hilangkan apa yang telah Kami wahyukan kepada engkau: Kemudian itu tidak akan engkau dapati perihal itu, terhadap Kami, seorang penolong pun."

Bisakah itu kejadian? Yaitu bahwa wahyu itu akan hilang? Sehingga orang lupa kepadanya?

Bisa! Mengapa tidak!

Al-Qur'an yang dicetak bagus itu bisa saja satu waktu hanya untuk mengisi museum barang purbakala, sedang isinya tidak dipahamkan orang lagi. Sahabat Nabi saw. Abdullah bin Mas'ud pernah berkata, "Yang mula-mula akan hilang lenyap dari agamamu ini ialah amanah, dan yang akhir sekali akan habis sirna ialah shalat, dan sesungguhnya Al-Qur'an ini pun seakan-akan dicabut dari kamu sehingga pada pagi-pagi suatu hari kamu bangun, maka kamu dapati tidak ada lagi yang ada pada kamu."

Maka bertanyalah seseorang, "Bagaimana bisa kejadian begitu, hai Abu Abdurrahman? Padahal Al-Qur'an itu telah kami tanamkan teguh dalam hati kami, dan telah kami tetapkan di dalam mushaf kami, dan kami ajarkan kepada anak-anak kami, dan anak-anak kami mengajarkannya pula kepada anak-anaknya, turun-turun sampai Kiamat?"

Abdullah bin Mas'ud menjawab, "Dia akan hilang saja pada suatu malam; hilang yang ada di dalam mushaf itu dan hilang pula apa yang terkandung dan dihafal dalam hati, sehingga jadilah manusia seperti binatang."

Sebuah riwayat lagi daripada Abdullah bin Umar r.a.,

"Tidaklah akan berdiri kiamat sebelum kembali Al-Qur'an itu ke tempat asal turunnya semula, mengaum suaranya laksana ngaum suara lebah terbang, maka Allah pun bertanya, "Hai, ada apa engkau?" Dia menjawab, "Ya Tuhan, dari Engkau kami keluar dan kepada Engkau kami sekarang kembali, Aku dibaca, tetapi aku tidak diamalkan. Aku dibaca, tetapi aku tidak diamalkan."

Dari kedua perkataan sahabat yang utama dan alim ini kita dapat pengertian tafsir ayat yang tengah kita tafsirkan ini. Al-Qur'an bisa hilang saja dari muka bumi, meskipun dia telah ditulis, bahkan meskipun dia sekarang telah dapat dicetak berjuta-juta, dan meskipun telah banyak yang menghafalnya. Dia akan bisa hilang saja, tidak ada artinya lagi, cuma menjadi bacaan, namun dia tidak diamalkan dan tidak berjalan kuat kuasanya dalam masyarakat Islam. Dia akan terbang, mengaum suaranya, mendengung dalam mikrofon, dalam radio-radio dan televisi, tetapi isinya pulang ke langit.

Dan ini sudah mulai berlaku. Bukan sedikit anak-anak orang Islam dalam negeri Islam sendiri, yang tidak percaya lagi bahwa Al-Qur'an itu dapat mengatur hidup manusia, malahan ada yang menantangnya dan menganjurkan peraturan yang bertentangan dengan kehendak Al-Qur'an untuk orang Islam sendiri.

Dengan lebih tegas lagi dari sebuah sabda Nabi saw. yang dirawikan oleh Ibnu Majah dari dua orang sahabat Rasulullah saw., yaitu Abdullah bin Amr bin Ash dan Huzaifah bin al-Yaman demikian bunyinya,

"Akan mumuk hancur Islam ini sebagai mumuk hancurnya ragi kain yang telah usang, sehingga tidak diketahui orang lagi apa itu puasa, apa shalat, apa itu ibadah haji, dan apa itu zakat. Sehingga diterbangkan Kitab Allah pada suatu malam, sehingga tidak ada yang tinggal lagi di muka bumi barang satu ayat, sehingga tinggallah segolongan manusia, yaitu orang-orang tua yang telah nyanyuk dan gaek-gaek yang telah lemah, yang berkata, "Kami dapati bapak-bapak kami dahulu mengucapkan kalimat ini "La Ilaaha Illallaah!" Dan orang-orang tua itu pun tidak pula tahu lagi apa itu shalat, apa itu puasa, apa itu haji, dan apa itu sedekah (zakat)."

Maka tersebutlah pada ujung hadits itu bahwa salah seorang pembawa sanad hadits ini bernama Shilat bin Zufar al-Abasyi, bertanya kepada Hudzaifah, "Apa gunanya Laa Ilaha Illallah kalau mereka tak tahu lagi apa itu shalat, apa itu puasa, apa itu haji, dan apa itu zakat?" Sampai tiga kali Hudzaifah mengulang-ulang hadits itu dan sampai tiga kali Shilat bin Zufar bertanya, apakah akan gunanya lagi kalau mereka tidak tahu lagi rukun atau tiang-tiang yang pokok Islam itu? Akhirnya Hudzaifah menjawab: "Selama La Ilaha Illallah masih ada, masih juga ada harapan mereka akan masuk ke dalam surga."

Dan menurut satu riwayat pula dari Abdullah bin Umar r.a. bahwa pada suatu hari keluar Nabi Muhammad saw. dari rumahnya, sedang kepala beliau diikat karena beliau sakit kepala. Beliau senyum sedikit, lalu beliau naik ke mimbar, beliau berpidato, dimulainya dengan memuji Allah dan seterusnya lalu beliau berkata,

"Wahai manusia! Apakah kitab-kitab yang kalian tulis ini? Adakah lagi kitab yang lebih daripada Kitab Allah? Sungguhnya mungkinlah terjadi Tuhan Allah murka karena kitab-Nya, sehingga tidak Dia biarkan, baik secarik kertas yang di sana dia tertulis, ataupun hati yang menghafalkan, semuanya akan di tarik Tuhan padanya."

Lalu ada yang bertanya, "Bagaimana dengan orang beriman laki-laki dan beriman perempuan di waktu itu?" Beliau menjawab, "Barangsiapa yang masih dikehendaki baik oleh Allah, tinggallah dalam hatinya kalimah Laa Ilaha Illallah." (Hadits ini dirawikan oleh ats-Tsa'alabi dan al-Ghaznawi).

Demikianlah kita salinkan dari kata sahabat-sahabat Rasulullah dan dari sabda Rasulullah saw. sendiri berkenaan dengan peringatan beliau bahwa Al-Qur'an bisa hilang mengirab dari muka bumi ini, atau tinggal tulisannya, tinggal suaranya, namun isinya telah terbang ke tempat asalnya.

Dalam hadits-hadits sabda Rasulullah itu masih dibukakan harapan. Yaitu selama keyakinan Laa Ilaha Illallah masih tersisa, harapan akan timbul kembali masih ada.

Dalam zaman modern sekarang ini, ketika tafsir ini ditulis terasa betapa besar usaha musuh-musuh Islam menghapuskan Al-Qur'an sehingga yang tinggal hanya bacaannya saja, dan isinya biarlah terbang ke langit.

Dalam ancaman bahaya-bahaya yang gelap itu masih tampak titik-titik terang. Pertama ialah ayat lanjutan,

"Kecuali rahmat dari Tuhan engkau." (pangkal ayat 87).

Yang akan melepaskan kita dari bahaya terbangnya Al-Qur'an dari muka bumi itu ialah rahmat Allah saja, lain tidak. Di dalam hadits-hadits yang telah kita salinkan di atas tadi tampak tercigin salah satu dari rahmat itu, yaitu masih kekalnya kalimat Laa Ilaha Illallah. Tegasnya, pokok kepercayaan kepada Keesaan Ilahi masih ada tersisa di hati setengah orang. Kalau itu masih ada, maka jalan buat bangkit masih lebar terbuka. Tidak ada satu kekuatan yang dapat menghapuskan kepercayaan kepada keesaan Allah di permukaan bumi ini.

"Sesungguhnya karunia-Nya atas engkau adalah besar." (ujung ayat 87).

Karunia Allah kepada Nabi Muhammad saw. sangat besar. Dalam hanya seperempat abad saja, seluruh Tanah Arab telah dapat dialiri oleh ajarannya dan dalam setengah abad telah meliputi Timur dan Barat, dan ajaran itu kian lama kian tersebar di muka bumi ini.

Berkata az-Zamakhsyari di dalam tafsinya, "Ini adalah satu karunia dari Allah dan pengharapan bahwa Al-Qur'an akan tetap terpelihara, sesudah karunia pertama dengan turunnya dan terjaganya. Maka menjadi kewajibanlah atas orang-orang yang berilmu supaya jangan dia lengah dalam mengingat karunia-karunia Allah ini dan selalulah hendaknya dia mensyukuri kedua karunia itu. Yaitu karunia pertama karena Al-Qur'an dapat dipelihara terus sebagai ilmu dan mantap dalam dada, kedua dia pun tidak hilang dan terpelihara terus-menerus. Itulah sebabnya maka Allah berkata di ujung ayat bahwa karunia-Nya kepada engkau adalah amat besar; karunia karena dia diwahyukan dan Allah langsung mengajarnya dan dia termasuk orang yang dipilih buat menerima risalah."

Setelah saya baca beberapa tafsir dalam membincangkan ayat ini, agak banyaklah al-Qurthubi menonjolkan bahwa Al-Qur'an bisa hilang atau terbang ke langit, atau tinggal orang-orang tua saja yang hanya tahu kalimat Laa Ilaha Illallah sedang puasa dan shalat, zakat dan haji, mereka tidak tahu lagi.

Az-Zamakhsyari ataupun Ibnu Katsir ataupun ar-Razi dan ath-Thabari tidak menafsirkan sampai demikian.

Maka teringatlah saya bahwa al-Qurthubi menulis tafsirnya setelah dia mengalami pahit-getirnya terusir kaum Muslimin dari Andalusia (Spanyol). Malahan dapat kita baca keluhannya dalam tafsirnya moga-moga kembalilah tanah airnya kota Qurthuban (Cordova) ke tangan kaum Muslimin. Dengan demikian terbukti bahwa tafsirnya dikarangnya di negeri kediamannya yang baru. Niscaya tidak akan bersua keterangan-keterangan sebagai yang dibawakan al-Qurthubi itu pada tafsiran az-Zamakhsyari, atau ar-Razi, atau ath-Thabari, karena mereka itu semuanya berdiam di tanah Islam sebelah Timur, malahan az-Zamakhsyari mengarangnya di Mekah.

Setelah kita perbandingkan tafsiran itu semuanya dan kita perhatikan dengan tekun Tafsir al-Qurthubi dan dipertautkan dengan kegiatan Kristen dan Yahudi (Zionis) di Abad-abad terakhir ini, dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa agama Islam dapat saja hilang mengirab di satu bagian dunia ini tetapi tetap kekal di tempat yang lain. Dan Nabi pun memperingatkan pula bahwa perjuangan manusia Muslim dalam mempertahankan agamanya tetap akan ada, sampai hari Kiamat, Dari al-Mughirah bin Syu'bah (moga-moga Allah meridhainya), dari Nabi saw. bahwa Nabi bersabda,

"Senantiasa akan tetap ada dari umatku, suatu umat yang tampil ke muka dengan membawa kebenaran sampai datang ketentuan Allah, namun mereka tetap menyatakan dirinya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Dan sabda Rasulullah saw. lagi,

Dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan (moga-moga Allah meridhainya) berkata dia, Aku pernah mendengar Nabi saw. bersabda,

"Akan senantiasa ada dari umatku yang tegak dengan perintah Allah. Tidak akan membinasakan kepada mereka orang-orang yang merintangi mereka dan tidak pula orang-orang yang menghalangi mereka, sampai datang ketentuan Allah, namun mereka tetap demikian." (HR. Bukhari Muslim).

Artinya bahwa dalam usaha musuh-musuh Islam hendak menghabiskan pengaruh Islam itu, Rasulullah saw. berjanji bahwa dalam kalangan umatnya sendiri pasti akan tetap timbul orang-orang yang tampil ke muka medan perjuangan mempertahankan agama Islam atau menyebarkannya dengan tidak mengenal mundur. Betapa pun mereka dirintangi dan dihalangi namun mereka berjuang.

Kita lihat sendiri perjalanan sejarah. Mula-mula Al-Qur'an itu tidak terkumpul menjadi satu kitab (mushaf). Tiba-tiba timbullah prakarsa dari Sayyidina Abu Bakar, lalu terkumpul surah-surah dan ayat-ayat Al-Qur'an yang berserak. Setelah beliau wafat naskah itu tersimpan di tangan penggantinya, Sayyidina Umar. Setelah wafat Sayyidina Umar lalu disimpan oleh anak perempuan beliau dan istri pula dari Rasulullah saw., yaitu Ummil Mukminin (ibu orang yang beriman) Hafshah. Kemudian mushaf itu disalin dan diperbanyak atas perintah Sayyidina Usman. Maka dimintalah naskah yang satu itu kepada Hafshah dan diperbanyak. Itulah yang kemudian disalin dan disalin lagi, sampai di zaman modern dicetak dan tersebar di muka bumi ini. Sampai di situ tangan manusia turut menentukan apa yang dikehendaki oleh Allah, ataupun tangan manusia diambil oleh Allah menyempurnakan kehendak-Nya memelihara Al-Qur'an.

Demikian pulalah halnya dalam memperjuangkan agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi kita Muhammad saw. ini. Betapa hebat orang mencoba menghabiskannya dan menghapuskannya dari muka bumi, bahkan di dalam surah al-Baqarah ayat 120 dijelaskan bahwa orang Yahudi dan orang Nasrani selamanya tidaklah akan merasa rela sebelum Kaum Muslimin mengikut agama mereka. Dan di surah al-Baraqah ayat 105 pun diisyaratkan Allah kepada orang-orang yang beriman bahwa Ahlul Kitab itu bersama musyrikin tidaklah akan bersenang hati kalau keadaan kaum Muslimin jadi baik. Malahan yang mereka sangat senangi, menurut ayat 109 ialah kalau Muslimin sesudah beriman kembali jadi kafir.

Maka datanglah sabda Rasulullah yang dikemukakan oleh dua orang sahabat terkemuka ini, al-Mughirah bin Syu'bah dan Mu'awiyah bin Abu Sufyan, bahwa sampai saat terakhir akan tetap ada di kalangan umat Muhammad ini suatu umat yang menampilkan diri ke muka dengan tidak menunggu-nunggu orang lain buat membela dan menegakkan Islam.

Jangan ditunggu orang lain, biarlah kita, saya dan engkau, yang menjadi umat pejuang itu!

Jangan lagi menunggu-nunggu dan mengharapkan bahwa pejuang itu akan datang dari tempat lain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 326-331, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

DAHSYAT HARI KIAMAT

Di dalam beberapa kitab tafsir ada diterangkan khilafiyah ulama tentang manusia yang mabuk karena siksa Allah itu, apakah sebelum hari hisab atau sesudahnya? Kita pilih yang sebelumnya. Bahwa orang yang hatinya terikat kepada keduniaan, kepada kebendaan, dan tidak mengadakan persediaan dan persiapan buat memenuhi panggilan Allah yang pasti datang, pastilah akan mabuk karena dirinya tersiksa. Sebaliknya orang yang telah mengisi hidupnya dengan iman dan amal saleh, dia tidak merasakan kemabukan itu.

Perumpamaannya pun dapat kita lihat pada saat-saat revolusi!

Orang yang jiwanya tidak tenteram mati ketakutan.

Tetapi pemuda-pemuda yang jiwanya dipenuhi semangat revolusi tampil ke muka dengan bambu runcing mengejar maut!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 98-99, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Hidup pejuang tak kenal nganggur,

Amalan siang, tahajud malam,

Istirahat hanya di lubang kubur,

Jiwa bersinar, tak kenal kelam.

"Wahai orang-orang beriman! Bersedialah untuk Allah dan Rasul apabila Dia seru kamu kepada sesuatu yang akan menghidupkan kamu." (al-Anfaal: 24).

Dengan ayat Allah inilah ditegaskan bahwasanya melaksanakan apa yang diserukan oleh Allah dan Rasul berarti kita akan menghidupkan diri sendiri.

Dan bila seruan Allah dan Rasul tidak diacuhkan berartilah hidup kita sama saja dengan mati, karena tidak berarti apa-apa.

Hidup insan jauh berbeda dengan hidup binatang yang lain.

Hidup kita yang biasa ini sama-sama dengan binatang, sama-sama bernyawa.

Tetapi keistimewaan hidup insan ialah bahwa nyawanya dinyawai lagi oleh seruan Allah dan Rasul.

Itulah sebabnya maka dalam ayat ini ditegaskan bahwa tidaklah sama orang yang hidup, yakni orang yang beriman, bertakwa, berkesadaran dengan orang yang mati, yang hidupnya hanya sekadar memikirkan asal perut berisi.

"Sesungguhnya Allah memberikan pendengaran kepada barangsiapa yang dikehendaki-Nya."

Tegasnya, bahwa Allah-lah yang menentukan siapa yang akan mau mendengarkan pengajaran yang diberikan Rasul dan siapa pula yang enggan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 365, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

OKB (Orang Kaya Baru) menyelimpangkan kakinya di mobil yang mewah, dengan tangannya disangkutkannya di tempat berpegangan dalam mobil dengan megah dan sombongnya. Anak-anak dan istrinya duduk dengan pongah karena berenang di atas uang banyak, entah dari mana asal didapat. Mereka melayang menderu di atas jembatan.

Sedang di bawah jembatan itu bergelimpangan tidur orang-orang yang telah putus asa dari hidup, yang telah tertutup pintu pencarian, urban (pindah dari desa ke kota) karena di desa pun hidup sudah sangat sulit. Mereka putus asa, yang laki-laki jadi pencopet pencuri kain jemuran. Yang perempuan siang tidur-tiduran, malam menjadi kupu-kupu malam, menyebarkan penyakit sipilis.

Kekosongan jiwa dari yang terlompat ke atas mobil mewah dengan yang jatuh tersungkur ke bawah jembatan, sebenarnya sama saja.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 66, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Pada awal dekade 70-an HAMKA mengingatkan umat Islam terhadap tantangan al-ghazwul fikr (penjajahan alam pikiran). Menurut HAMKA, penjajahan alam pikiran beriringan dengan penghancuran akhlak dan kebudayaan di negeri-negeri Islam.

Sekularisasi atau sekularisme adalah setali tiga uang dengan ghazwul fikr yang dilancarkan dunia Barat untuk menaklukkan dunia Islam, setelah kolonialisme politik dalam berbagai bentuk gagal.

sukabumikota.kemenag.go.id/file/dokumen/D000598.pdf

KLIK DISINI: PEDOMAN BERJUANG DAN FATWA TENTANG PEMIMPIN

GARA-GARA KAUM MUNAFIK

"Yang demikian itu ialah karena sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian mereka kafir." (pangkal ayat 3).

Maka datanglah peringatan Allah,

"Mereka itu adalah musuh."

Bagaimanapun senyumnya, bagaimanapun gagahnya, bagaimanapun manis mulutnya, yang terang ialah bahwa mereka musuh dalam selimut, yang lebih berbahaya daripada musuh yang datang dari luar.

"Allah mencelakakan mereka!"

Tegasnya, sebagaimana ditafsirkan oleh Ibnu Isa ialah bahwa mereka akan dikutuk, dilaknat oleh Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 150-151, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).


MINTA TANDA-TANDA (MUKJIZAT)

Pemegang Al-Qur'an dapat menguasai negeri Spanyol selama 7 Abad, dengan sebab kesetiaan kepada Al-Qur'an dan kemudian mereka pun terusir, jilat hapus dari sana, setelah tuntunan Al-Qur'an mereka tinggalkan.

Bangsa Arab terlengah dari Al-Qur'an dalam Abad ke-20 Masehi sehingga mereka kalah oleh kaum Zionis 3 kali perang berturut-turut, yaitu Tahun 1948, 1956, dan 1967. Tetapi setelah mereka teguhkan tekad dengan berpedoman kepada Al-Qur'an pada Perang Ramadhan 1393 (Oktober 1973) mitos tentang Yahudi yang tidak dapat dikalahkan menjadi hancur berantakan. Kalau bukanlah kerajaan besar raksasa, yaitu Amerika segera mendatangkan bantuannya, dalam sehari dua saja, habis Tel Aviv, pusat negeri itu disapu habis oleh tentara Mesir-Syria yang jiwa mereka waktu itu dipenuhi oleh mukjizat Al-Qur'an.

Oleh sebab itu, Al-Qur'an itu sendirilah mukjizat yang paling menakjubkan, yang kian lama kian tahan uji.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 11-12, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MEMUNCAK

"Sesungguhnya, Allah-ku adalah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang." (ujung ayat 41).

Makna yang mendalam dari ujung ayat ini dapatlah kita rasakan kalau kita telah membiasakan diri berjihad pada jalan Allah. Jihad pada jalan Allah, yang dahulu telah ditempuh oleh rasul-rasul Allah itu benar-benar menghendaki tenaga, pikiran, dan kadang-kadang air mata dan darah, bahkan maut.

Kadang-kadang melihat betapa besarnya rintangan yang dihadapi, timbullah ragu-ragu, apakah benar janji yang telah dijanjikan Allah itu. Kalau benar, mengapa tidak juga datang janji itu, padahal kita tidak tahan lagi, tengok surah al-Baqarah ayat 214,

"Apakah ada kamu menyangka bahwa kamu akan masuk saja ke dalam surga, padahal belum datang kepada kamu sebagaimana yang datang kepada orang-orang yang terdahulu daripada kamu; mereka disentuh oleh berbagai kesusahan dan berbagai penyakit, dan sampai juga digoncangkan, sampai berkata rasul dan orang beriman bersama dia, "Bilakah akan datang pertolongan Allah?"

Begitulah suasana Rasulullah Nuh dan orang-orang yang beriman beserta beliau berpuluh tahun lamanya.

Sulit dan susah yang dihadapi, namun pertolongan Allah yang dijanjikan belum juga datang sehingga kadang-kadang timbullah duka cita hati.

Maka ujung ayat 41 ini menjelaskan lagi keadaan itu, untuk dapat dipahami oleh tiap-tiap mujahidin fi sabilillah, pejuang menegakkan jalan Allah, bahwa karena besarnya rintangan, mereka pernah mengeluh, mungkin pernah berputus asa, atau mengomel atau berduka cita.

Sekarang, Allah melepaskan mereka dan bahaya itu sebab Allah menunjukkan kasih sayang-Nya, dengan membawa mereka berlayar dalam bahtera itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 555-556, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AALI FIR'AUN

"Dan berkatalah seorang laki-laki yang beriman dari keluarga Fir'aun yang menyembunyikan imannya." (pangkal ayat 28).

Aali Fir'aun artinya ialah keluarga Fir'aun, sama dengan Aali 'Imraan yang berarti keluarga Imran.

Rupanya dengan tidak disangka-sangka oleh Fir'aun sendiri dalam kalangan keluarga terdekatnya sendiri iman kepada Allah Yang Maha Esa telah menjalar, meskipun imannya itu selama ini masih disembunyikannya.

Sekarang setelah Fir'aun dengan terang menyatakan maksud hendak membunuh Musa, dia pun mulai pula berterus terang menyatakan imannya dan rasa simpatinya kepada Musa.

Timbullah pertanyaan, "Siapa nama orang ini?"

Setengah ahli tafsir mengatakan namanya Habib.

Ada pula yang mengatakan namanya Syam'an.

Dalam Tarikh Thabari tersebut bahwa namanya Khubruk (tetapi pada Tarikh Thabari yang dicetak di Eropa ditulis jubruk).

Ada pula yang mengatakan namanya Hezekiel.

Zamakhsyari mengatakan satu dari dua: Syam'an atau Habib.

Dan ada pula yang mengatakan namanya Kharbiil atau Hazbiil.

Jadi terdapat 5 atau 6 nama, dan tidak ada satu pun yang lebih pasti dari yang lain.

Sebab itu lebih baik kita berpegang kepada Al-Qur'an saja, yaitu tidak dijelaskan siapa namanya oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw. karena tidak ada pula hadits Nabi di dalam salah satu tafsir yang muktamad menyebutkan nama itu.

Meskipun nama itu tidak diberitahu oleh Allah, namun dia sebagai Mukmin telah tercatat di sisi Allah.

Mungkin ada hikmah tertinggi dari Allah tidak menyebut nama ini.

Yaitu akan menjadi renungan bagi tiap-tiap pejuang Mukmin yang ikhlas bahwa tidaklah penting nama disebut orang asal tercatat di sisi Allah.

Akan jadi teladan bagi orang yang berjuang dengan ikhlas, yang disebut dalam bahasa Jawa,

"Sepi ing pamrih, rame ing gawe."

Untuk mengembalikan jiwa kita sebagai Muslim kepada perjuangan yang ikhlas itu.

Jangan sampai mendaftarkan nama minta diangkat jadi pahlawan atau perintis kemerdekaan atau yang lain.

Karena penghargaan dari manusia belum tentu diridhai oleh Allah atau belum tentu diakui-Nya karena dicampuri oleh riya.

"Dan berkata orang yang telah beriman itu, "Wahai kaumku!" (pangkal ayat 30).

Dia seru kaumnya dengan tidak merasa bosan karena kasihannya kepada mereka. Lalu dia berkata selanjutnya,

"Sesungguhnya aku takut akan menimpamu serupa dengan hari orang-orang yang bersekutu." (ujung ayat 30).

Artinya bahwa orang yang beriman tapi menyembunyikan imannya itu, memberi ingat kepada kaumnya tentang golongan-golongan manusia masa lampau yang melawan menentang rasul Allah; bagaimana jadinya mereka? Adakah yang selamat dari hukum Allah. Orang yang beriman itu tidak merasa sampai hati kalau kaumnya dipukul pula oleh Allah dengan adzab siksaan sebagai yang telah dihukumkan kepada golongan-golongan purbakala itu.

"Dan hai kaumku! Sesungguhnya aku takut akan menimpa kepada kamu pada hari panggil-memanggil kelak." (ayat 32).

Menurut tafsiran dari Ibnu Katsir, "Hari panggil-memanggil", atau "Yaumat Tanaad", ialah apabila serunai sangkakala itu telah ditiup kelak. Pada tiupan yang pertama semua yang masih hidup di waktu itu akan matilah, rata mati, tidak ada kecuali. Kemudian ditiup pula serunai sangkakala yang kedua kali maka bangunlah segala yang telah mati itu buat menghadapi hidup yang baru. Maka pada masa tiupan pertama tadi, seluruh bumi berguncang, manusia lari ke sana kemari membawa untung dan bingung, lalu panggil-memanggil, himbau-menghimbau, tetapi tidak peduli-memedulikan lagi.

"Tidak ada bagi kamu seorang pun yang akan membela dari ancaman Allah."

Peringatan seperti ini selalu didapati di dalam Al-Qur'an. Bahwa di waktu itu tidak ada orang yang akan sanggup membela. Sebab itu, dari masa hidup di dunia yang sekarang ini, sebelum mati dan sebelum datang hari Kiamat, ajar dan didiklah diri menggantungkan harapan langsung kepada Allah saja, jangan kepada yang lain. Karena di hari akhirat itu kelak manusia akan berhadapan dengan Allah langsung jua. Bila hukuman yang akan diterima maka hukuman itu adalah hukuman langsung dari Allah. Kalau mendapat rahmat dan karunia, itu pun langsung dari Allah.

Inilah fatwa orang yang beriman dan menyembunyikan imannya itu kepada kaumnya.

Kemudian itu mengeluhlah dia dan sambil mengeluh dia berkata,

"Padahal aku menyeru kamu kepada Yang Maha Perkasa, Maha Pemberi Ampun." (ujung ayat 42).

Artinya ialah bahwa aku mengajak kamu kepada kebebasan!

Sesungguhnya hidup dengan mempunyai kepercayaan, mempunyai aqidah bahwa ada Allah Pencipta Alam, Yang Maha Perkasa adalah suatu hidup yang bernilai dan hidup yang mempunyai sesuatu tempat bertanggung jawab budi.

Dengan kepercayaan kepada Tuhan manusia yang satu tidak akan merasa bahwa dirinya lebih mulia dari manusia yang lain.

Atau sebaliknya tidaklah ada yang akan merasa bahwa dirinya lebih hina dan rendah dari yang lain.

Semua orang merasa sama martabat dan derajatnya di hadapan satu Tuhan.

Dan kalau manusia merasa khilaf atau alpa atau bersalah, dengan adanya kepercayaan kepada Allah akan ada tempatnya memohon pelindungan dan ampunan.

Berbeda dengan hidup orang yang tidak mempunyai pemusatan kepercayaan. Orang hanya akan berbuat jika berhadapan dengan manusia. Kalau dia dalam sepi sendirian atau terpencil dia berani saja berbuat sesuka hati, biar pun merugikan orang lain. Sebab dia tidak percaya ada Allah akan mengamat-amati perbuatannya yang salah.

Selanjutnya orang yang beriman itu berkata pula,

"Maka akan teringatlah kamu apa yang aku katakan kepadamu ini." (pangkal ayat 44).

Yang tampaknya selama ini disembunyikan saja oleh orang-orang yang beriman itu dalam hatinya.

Sekarang karena kasih sayangnya kepada kaumnya ditumpahkannya perasaannya itu.

Dia tidak pula peduli lagi nasib apa yang akan menimpa dirinya dan kezaliman Fir'aun.

Lama-kelamaan kalian akan teringat apa yang aku katakan itu.

"Dan aku akan menyerahkan urusanku kepada Allah."

Apa jua pun bala bencana yang akan menimpa diriku, aku telah pasrah kepada Allah.

"Sesungguhnya Allah adalah Maha Memandang kepada hamba-hamba-Nya." (ujung ayat 44).

Sebagai orang yang teguh imannya dia tampaknya tidak peduli lagi apa yang akan kejadian atas dirinya, malahan dia merasa sesuatu yang menekan dalam jiwanya kalau kata penting ini tidak dia sampaikan.

Sesudah itu mati pun dia bersedia.

"Maka dipeliharakan Allah-lah akan dia dari kejahatan rencana buruk mereka." (pangkal ayat 45).

Maksud hendak melepaskan sakit hati kepadanya tidak berhasil karena dia dipelihara oleh Allah.

Maksud Fir'aun hendak menganiayanya tidak berhasil.

Ibnu Katsir mengatakan bahwa dia dipelihara Allah dari maksud Fir'aun hendak menganiayanya. Dicarinya dia di mana-mana tidak bertemu lagi.

Qatadah mengatakan, "Dia adalah seorang Qubthi (sebangsa dengan Fir'aun). Dia melepaskan diri dari incaran Fir'aun dan bersama-sama berangkat dengan Nabi Musa ketika Bani Israil dipimpin Musa meninggalkan Mesir."

Muqatil mengatakan, "Setelah kata-kata yang begitu tajam dikeluarkannya, yang benar-benar bertentangan dengan pendirian Fir'aun, bermaksudlah Fir'aun hendak membunuhnya. Setelah mendengar itu dia pun lari meninggalkan Mesir. Ada yang mengatakan bahwa dia bersembunyi ke gunung. Tetapi setelah dicari, tidaklah bertemu."

Semuanya ini dapatlah kita maklumi, sebagai akibat dari perjuangan keyakinan.

Keluarga Fir'aun berpihak kepada Musa dan menganut ajarannya, sedang kaum Musa sendiri sebagai Qarun menjadi orang yang belot dari Musa.

Istri Fir'aun, Asiyah, membela Musa sampai besar.

Sedang istri Nuh dan Luth tidak mengacuhkan ajaran suami mereka.

"Dan dikepunglah golongan Fir'aun itu oleh seburuk-buruk adzab." (ujung ayat 45).

Yaitu tenggelam digulung laut di tengah Lautan Qulzum.

"Neraka ditampakkan kepada mereka pagi dan petang." (pangkal ayat 46).

Karena hidup hanya melakukan zalim dan aniaya.

Dan pada waktu berdiri Kiamat kelak,

"Masukkanlah golongan Fir'aun itu kepada yang sekeras-keras adzab." (ujung ayat 46).

Dapatlah diketahui makanya golongan Fir'aun atau cara sekarang "Fir'aun dengan rezimnya" diancam dengan sekeras-keras adzab sebab mereka telah menggunakan kekuasaan untuk menganiaya orang kecil.

Inilah janji yang pasti dari Allah kepada rasul-rasul dan orang-orang yang beriman, yakni orang-orang yang sungguh-sungguh percaya akan kesucian tujuannya dan kebenaran apa yang dia perjuangkan.

Sampai Nabi Musa dikatakan pengacau atau ingin hendak merebut kekuasaan.

Boleh orang mengatakan bahwa cerita Musa menghadapi Fir'aun lain dan yang dihadapi di lain tempat lain pula.

Orang-orang yang sombong boleh membantah keterangan bahwa sejarah bisa berulang.

Memang sejarah tidak berulang, namun perjuangan di antara kebenaran selalu ada di dunia ini, selesai satu timbul yang lain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 96-112, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

DISIPLIN KEPADA RASUL

Sedangkan Allah sendiri belum pernah menyebut namanya "Ya Muhammad", hanya dengan memanggil pangkat tugasnya: "Ya Nabiyu". Wahai Nabi. "Ya Ayyuhar Rasulu". Wahai Utusan Allah SWT. Atau kata sindiran "Wahai yang berselimut" (Ya Ayuhhal Muzammil). Atau "Ya Ayyuhal Muddatsir" (Wahai orang yang berselubung).

Orang yang demikian haruslah ingat, bahwa perbuatannya yang salah akan berbahaya juga akhir kelaknya, akan ada-ada saja bahaya dan fitnah yang akan menimpa dirinya atau merusakkan masyarakat bersama, karena ada yang tidak setia.

Bahkan terancam oleh adzab siksa Ilahi yang lebih besar.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 336, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).


"Dan mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa sesungguhnya mereka termasuk golonganmu; tetapi mereka bukanlah dari golonganmu, tetapi mereka orang-orang yang sangat takut (kepadamu). Sekiranya mereka memperoleh tempat perlindungan, gua-gua atau lubang-lubang (dalam tanah), niscaya mereka pergi (lari) ke sana dengan secepat-cepatnya." (at-Taubah: 56-57).

-Tulisan ini dinukil dari Ceramah Allahuyarham Prof. Dr. HAMKA, yang pernah disampaikan di TVRI sekitar Tahun 1975, yaitu siri ceramah yang bertemakan, "Iman dan Pembangunan".

(Buya HAMKA, Kesepaduan Iman Dan Amal Saleh, Hal. 41, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

"Tetapi adalah mereka itu kaum yang pengecut." (ujung ayat 56).

Kalimat yafraqun kita artikan pengecut. Artinya, yang asal ialah faraq dengan makna pecah. Hati yang pecah, hati yang tidak bulat, karena goyangnya iman kepada Allah, menyebabkan mereka jadi pengecut menghadapi tanggung jawab. Meskipun mereka bersumpah dengan nama Allah, mengatakan masuk golongan orang-orang yang beriman, dustalah pengakuan itu. Sebab pengecut bukanlah sifat dari orang yang beriman.

"Jikalau mereka mendapat tempat berlindung, atau gua-gua atau (lubang) tempat sembunyi, tentu mereka berpaling kepadanya dalam keadaan terburu-buru." (ayat 57).

Inilah bukti dari kepengecutan itu, takut turut bertanggung jawab dan takut mati.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 186, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

HARAPAN KEPADA PEMUDA

Apakah asal jangan berbau Islam sudah boleh dinamai Moral Pancasila?

Menurut keyakinan kita, suatu kemajuan, pembangunan, ketinggian, dan martabat yang mulia di antara bangsa-bangsa, bagi kita umat Islam, tidaklah dapat dicapai kalau tidak berdasar kepada aqidah dan akhlak Islam!

Di Indonesia ada HMI dan ada PII serta Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Anshor, dan lain-lain. Kita sekarang belum dapat menilai apakah mereka dapat memikul tanggung jawab berat ini. Sebab, kalau tidak ada pimpinan yang ketat dan militan yang dirangsang oleh aqidah dan iman, mungkin saja gerakan mereka itu bukan gerakan yang dapat menyerbu, dan bukan pula bertahan, bahkan ada yang kecurian.

Sehingga ada di kalangan mereka yang berani mengatakan,

"Karena berpegang kepada hadits Rasulullah maka umat Islam di zaman akhir-akhir ini menjadi mundur."

Aqidah Islamlah yang menimbulkan akhlak Islam. Hubungan di antara aqidah dengan akhlak adalah antara kuku dan daging. Aqidah pasti menegakkan akhlak. Semata-mata ilmu pengetahuan saja tanpa tegak atas aqidah, tidaklah menimbulkan akhlak.

Mengapa timbul akhlaq saja'ah, yaitu berani menghadapi segala risiko hidup, biar diasingkan, biar dibuang atau tewas di medan jihad? Hal ini karena ada aqidah bahwa yang ditegakkan kebenaran yang diridhai Allah.

Sejak zaman penjajahan dahulu, pendidikan umum pada sekolah-sekolah tidak mementingkan aqidah, sebab yang mengatur pendidikan di waktu itu ialah bangsa yang menjajah. Oleh karena itu, pendidikan penjajahan hanyalah memperkaya otak dengan ilmu (intelektualisme), tetapi perjuangan yang sejati, yang berani mati, bukan timbul dari intelektualisme, melainkan dari rakyat jelata, yang mendapat sedikit didikan yang dipusakai dari nenek moyang bahwa mati dalam mempertahankan agama Allah adalah mati syahid.

Hai Pemuda Islam yang menjadi tumpuan harapan.

Soal yang kamu hadapi sekarang, akan tegakkah Islam ini terus?

Atau, akan hilangkah pengaruh kebudayaan Islam dan dasar hidup bangsa kita?

Jawabnya adalah di tanganmu sendiri, Angkatan Muda!

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 146-148, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

RASA TANGGUNG JAWAB

TANGGUNG JAWAB!

Akan berhentikah kita mengingatkan umat tentang bahaya yang ada di dalam rumah ini?

Bahaya yang melingkupi seluruh dunia?

Masing-masing dengan caranya sendiri, hanya tujuannya yang terakhir adalah sama, yaitu menghancurkan kekuatan yang ada dalam Islam.

Masing-masing menurut caranya, menurut situasi dan kondisi.

Di negeri kita Indonesia ini pun, salah satu isu yang dibangkitkan ialah bahwa Islam itu sudah kolot, dan Islam itu sudah sangat pandir, dan kekuatannya tidak ada lagi.

Dalam politik ia telah didiskreditkan sehingga tidak akan bangkit lagi, dan yang salah orang Islam sendiri karena mereka tidak mau dan tidak pandai menyesuaikan diri.

Inilah yang diembus-embuskan, sampai hendaknya orang Islam sendiri percaya bahwa ia memang lemah, ia mundur, agamanya tidak cocok lagi dengan zaman.

Kita bertanggung jawab mempertahankannya.

Tanggung jawab ini langsung kita terima dari Allah.

Untuk ini, kita tidak mempunyai jam kerja.

Bahkan seluruh hidup kita, itulah jam kerja kita.

Sampai kita hilang atau terbilang,

Wal ajru 'alallah!

(dan ganjaran telah dijamin oleh Allah).

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 131-132, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

CERITA NABI IBRAHIM (II)

Lantaran Ibrahim dan putranya sama-sama menyerah (aslamaa), tidak takut menghadapi maut, karena maut untuk melaksanakan perintah Ilahi adalah maut yang paling mulia,

Maka sudah pula sepantasnya jika Allah SWT menjelaskan bahwa kedua orang itu, ayah dan anak "minal muhsiniin" termasuk orang-orang yang hidupnya adalah berbuat kebajikan, maka pantaslah mendapat penghargaan di sisi Allah,

"Dan telah Kami tebus dia (anak itu) dengan seekor sembelihan yang besar." (ayat 107).

Artinya, bahwa setelah Allah SWT memanggil Ibrahim memberitahukan bahwa bunyi perintah Allah dalam mimpi telah dilaksanakannya, dan tangannya telah ditahan oleh Jibril sehingga pisau yang tajam itu tidak sampai tercecah ke atas leher Isma'il, maka didatangkanlah seekor domba besar, sebagai ganti dari anak yang nyaris disembelih itu.

Menurut sebuah riwayat dari Ibnu Abbas yang dia kuatkan dengan sumpah "Demi Allah SWT yang menguasai aku dalam genggaman tangan-Nya", bahwa sampai kepada permulaan timbulnya agama Islam masih didapati tanduk domba tebusan Isma'il itu digantungkan oleh orang Quraisy di dinding Ka'bah, sebagai suatu barang yang bernilai sejarah. Setelah pada satu waktu terjadi kebakaran pada Ka'bah, barulah tanduk yang telah digantungkan beratus-ratus tahun itu turut hangus karena kebakaran itu.

"Dan Kami tinggalkan sebutannya pada orang-orang yang datang kemudian." (ayat 108).

Artinya dijadikan Allah-lah penyerahan diri (Aslamaa) kedua anak beranak itu peringatan umat manusia yang beriman sampai ke akhir zaman. Jadilah pengorbanan yang mengharukan itu menjadi salah satu syari'at agama sampai turun-temurun. Bahkan sampai kepada gangguan Setan di tengah jalan terhadap Ibrahim ketika dia membimbing anaknya pergi ke tempat penyembelihan dijadikan sebagian dari Manasik Haji, yaitu melontar ketiga jumrah di Mina.

"Salam sejahteralah atas Ibrahim." (ayat 109).

Suatu pujian tertinggi dari Allah SWT atas Penyerahan diri (Islam) yang sejati itu.

Kunci kejadian terdapat pada ayat 103. Yaitu bahwa keduanya (ayah dan anak) Aslamaa berserah diri. Aslamaa, yuslimaani, keduanya berserah diri, sebulatnya, sepenuhnya. Itulah Islam. Semuanya terpulang kepada Allah. Sesuai dengan yang selalu kita baca sebagai pembukaan (iftitaah) shalat.

"Sesungguhnya shalatku dan segala ibadahku, bahkan hidupku dan matiku, semuanya terserah kepada Allah, Tuhan Sarwa Sekalian Alam." (al-An'aam: 162).

Dengan sikap penyerahan diri kepada Allah sepenuhnya dan sebulatnya kepada Allah Rabbul 'Alamin inilah dapat kita mengambil inti sari dari maksud Islam. Dan dari sini pulalah dapat kita mengambil inti tafsir dari ayat,

"Sesungguhnya yang agama di sisi Allah, ialah Islam." (Aali 'Imraan: 19).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 500-502, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PANGGILAN BERSATU

Masih adakah sekarang agama (yang dibawa) Muhammad dalam jiwa kita?

Masih adakah sisa budi Muhammad dalam perangai kita?

Masihkah kita mempunyai sifat laki-laki pusaka Muhammad?

Pusaka Muhammad menghadapi Arab.

Pusaka Said bin Abi Waqash, yang memandang iwan Kisra di Madain, hanya satu dengan kecil yang dapat diruntuh?

Pusaka Khalid bin Walid yang memandang istana Herculus [sid!] di Suriah hanya tempat memuatkan unta?

Ada!

Memang masih ada, tetapi bungkus yang telah kehilangan isi!

Ada pada orang-orang besar di hari-hari resmi!

Ada pada orang awam dengan takhayul dan menyembah kubur!

Adapun yang inti, yaitu akhlak telah lama hilang, karena kehilangan pribadi!

"Cabang atas" kehilangan pribadi Islam, karena terpesona oleh pribadi Barat!

"Orang awam" kehilangan pribadi, karena kemelaratan dan kebodohan!

Sifat laki-laki tulen pun telah hilang, karena lama "dibetinakan" oleh penjajahan.

Tak tergetar hatinya jika undang-undang dan hukum agamanya disisihkan dan diganti dengan undang-undang Barat, yang berpokok pangkal dari undang-undang Romawi dan Yunani.

Ulamanya kehilangan gairah, sehingga tidak tersinggung perasaannya buat berjuang menegakkan agama di tengah masyarakat yang telah sesat!

Sebagaimana sabda Nabi,

"Akan datang kepadamu suatu zaman, datang musuh bertubi-tubi dari segala pihak laksana bubuk memakai kayu."

Seorang sahabat bertanya,

"Apakah lantaran sedikit bilangan kami pada waktu itu, ya Rasulullah?"

Nabi menjawab,

"Bahkan bilanganmu laksana buih di lautan, tetapi telah hilang hebat kebesaranmu, karena kamu ditimpa dua penyakit. Pertama, cinta kemewahan dunia; Kedua, takut menghadapi maut."

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Hal. 129-131, Penerbit Galata Media, Cet. I, Januari 2018).

BAB AQIDAH KLIK DISINI

"Tiap-tiap orang yang beriman itu adalah dia Islam, tetapi tidaklah tiap-tiap orang Islam itu beriman." (Syeikhul Islam IBNU TAIMIYAH).


SURAH AN-NUUR

Bertambah kita mendekati Allah SWT dengan cara yang diajarkan Nabi saw. bertambah tersimbahlah cahaya itu dalam batin kita. Dosa dan hawa nafsu kita, itulah yang kerapkali mengotori cermin tempat kita melihat bayangan muka kita. Sebab itu maka Surah ini dinamai surah an-Nuur, surah Cahaya. Yakni cahaya Ilahi yang kita rasai menyinari seluruh alam ini, dan dengan berangsur karena taat dan patuh, cahaya itupun menyelinap dan menyinar ke dalam hati kita untuk kelak mengirim lagi sinar itu keluar.

Dengan cahaya itulah kita rela menghadapi hidup. Dengan cahaya itu pula kita rela menghadapi maut. Bahkan bila telah masuk cahaya ini sedalam-dalamnya ke rongga ruhani kita, batas yang kita sangka amat memisahkan di antara hayat dengan maut, tidaklah akan terasa lagi. Sebab bilamana hubungan kita dengan Ilahi telah dipatrikan oleh asyik dan cinta, maut itu sendiri pun lezat rasanya, karena cinta. Sebagaimana disebut dalam pepatah kaum sufi,

"Almautu niatul hubbiss shadiq."

(Mati adalah tanda bukti cinta yang sejati).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 340, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TAJDID DAN MUJADID 2

Modernisasi semacam Attaturk itulah yang selalu dibanggakan dan dianjurkan oleh mendiang Soekarno dalam surat-suratnya dari Ende kepada A. Hassan Bandung, dicela dan dicemoohnya orang Arab yang matanya memakai celak dan memakai serban.

Ketika di Bengkulu seorang temannya dicela, yang Muhammadiyah, karena ketika bertandang ke rumah teman itu, istri temannya itu tidak turut keluar, melainkan "bersembunyi" di belakang. Ketika di Bengkulu, tabir yang memisahkan di antara laki-laki dan perempuan dihantam, Majelis Tarjih Muhammadiyah memutuskan lebih baik pakai batas tabir guna menjaga fitnah.

Meskipun beberapa hal yang dikritik itu, seumpama celak mata atau tabir itu bukanlah perintah yang prinsipiil dari Islam, ia adalah bagian-bagian kecil dari pengaruh pokok pikiran fiqih, tetapi dengan kata ejekan dan cemooh, seperti dilakukan Bung Karno, Islamlah yang kena.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 28-29, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

"Yamin telah tiba di Betawi, lalu mulai bersekolah pula. Sayang, dia tidak dapat berkirim surat kepada Anisah sebab amat cela bagi orang-orang di dusunnya jika seorang bujang berkirim surat kepada seorang gadis, dan kebalikannya, amat aib seorang gadis menerima surat-surat dari laki-laki yang bukan mahramnya."

(Buya HAMKA, Di Dalam Lembah Kehidupan, Hal. 112-113, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Juni 2017).

Nabi saw. beliau bersabda, "Kemuliaan seorang laki-laki terletak pada agamanya, dan wibawanya terletak pada akalnya, sedangkan kehormatannya terletak pada akhlaknya." (HR. Ahmad).

KLIK DISINI: POLEMIK "BUSANA MUSLIM" DAN "BUSANA MUSLIMAH" TEMPO DOELOE

Saya heran, lho Buya HAMKA kok di depan (rumah) ada anjingnya, padahal Buya HAMKA seorang ulama.

Memang dia diejek oleh ulama-ulama NU bahwa dia itu Kiai anjing.

http://yapthiamhien.org/index.php?find=news_detail&id=245

KLIK DISINI: FATWA BUYA HAMKA TENTANG MEMELIHARA ANJING

APA SANGKUT PAUTNYA DENGAN KH. DR. IDHAM KHALID?

Menurut Tempo, pada 1 April 1976 selesai upacara Catatan dan Gereja itu, E dan T pergi menziarahi KH. Dr. Idham Khalid seorang ulama terkemuka kita, Ketua Umum Nahdhatul Ulama, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan dan Ketua DPR/MPR.

Kita kaum Muslimin janganlah sampai terpesona dengan keadaan mereka menziarahi KH. Idham Khalid. Dengan terpacaknya gambar mereka bersama beliau dalam Majalah Tempo sudah jelas bahwa pertemuan ini mereka "atur" agar disangka orang bahwa pernikahan direstui oleh orang besar Islam itu. Padahal sebagai orang besar, beliau tidak akan menolak tetamu yang ziarah! Namun, jelas bahwa beliau tidak akan mengubah hukum Allah!

Orang-orang yang hanya memikirkan kepentingan diri sendiri agar pergaulan mereka disangka halal tidaklah keberatan mengorbankan nama baik orang besar kita.

Buruknya reaksi masyarakat menyambut kejadian ini adalah alamat baik, yaitu bahwa paham Liberalisme cara Barat yang bersikap "masa bodoh" terhadap soal seperti ini, belum menular kepada bangsa kita. Di sini orang masih tetap menilai bahwa yang buruk tetap buruk, sehingga ada orang yang sampai hati mengorbankan nama orang besar agar dapat menyelimuti perbuatan yang buruk di mata masyarakat itu.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 257-258, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

BEBAS DARI RASA TAKUT; "Mukmin sejati jika tampil ke medan peperangan, walaupun menghadapi tombak dan pedang atau bom atom atau bom nuklir, tidaklah takut menghadapi maut. Sebab sebelum mati dia sudah yakin bahwa mati itu pasti datang dan lebihlah mulia apabila seseorang mencapai mautnya sebagai seorang syahid menegakkan jalan Allah." (Buya HAMKA).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 203, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Orang-orang pengecut memandang bahwa dia pengecut itu adalah suatu pendapat juga. Memang demikianlah tabiat dari jiwa yang rendah."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 163, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

IMAN MUNAFIK; "Bukankah Allah lebih mengetahui dengan apa yang ada dalam dada seluruh manusia?" (ujung ayat 10). Itulah Thufaily-thufaily perjuangan yang mau enaknya saja. Berjuang tidak mau ikut. Dia takut kena percikan, tetapi ingin mendapat hasil juga. Inilah benalu-benalu yang ingin menumpang hidup. Namun kalau dibiarkan mereka berpengaruh, semua kekayaan akan mereka hisap habis. Tetapi kalau bahaya mengancam kembali, orang-orang seperti ini jualah yang lari lebih dahulu.

"Dan Dia pun sangat mengetahui akan orang-orang yang munafik." (ujung ayat 11). Sejak semula Allah telah lebih tahu mana yang beras dan mana yang gabah (mentah), dan bagaimanapun loyang disepuh menyerupai emas, namun tidak lama kemudian sepuhan itu akan hilang dan loyangnya jua yang kelihatan. Kemudahan dan kelemahan, kekayaan dan kemiskinan, ketahanan berjuang dan kelemahan, semuanya itu jadi ujian untuk menentukan iman sejati dan perbedaannya dengan munafik.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 653-654, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tidaklah ada baginya yang akan menunjuki." (ujung ayat 23).

Sehingga muntahlah telinga mendengarkan suara Al-Qur'an, benci mendengar suara adzan, dan lebih condong telinga mendengarkan nyanyian cinta di radio dan televisi, mencemooh terhadap segala seruan kebenaran.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 29, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Umat Muhammad sejati di dalam mempertahankan tauhid. Mereka tidak boleh bertolak angsur, demi karena hendak mengambil muka atau menarik hati pihak yang mempertahankan syirik itu, tidaklah boleh umat tauhid menunjukkan persetujuannya dalam perbuatan yang bersifat atau menunjukkan atau dapat ditafsirkan syirik; Karena soal ini adalah aqidah, soal pendirian hidup, bukan semata-mata sebagai khilafiyah atau ranting-ranting yang tidak mengenai pokok pendirian." (Buya HAMKA).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 47, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidaklah ada baginya yang akan menyesatkan." (pangkal ayat 37).

Doanya yang disebutkan di pertengahan al-Faatihah, agar kiranya Allah menunjuki kepada jalan yang lurus, sudah terkabul.

Tangan Allah sendiri yang membimbingnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 38, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Seorang penanya telah menanyakan tentang hal adzab yang akan terjadi itu." (ayat 1).

Menurut riwayat dari Ibnu Abbas yang dirawikan oleh an-Nasa'i, bahwa seorang pemuka musyrikin Quraisy di saat hebatnya tantangan mereka kepada Nabi Muhammad di Mekah itu, yang bernama an-Nadhr bin Harits bin Kaldah, menanyakan. Bukan saja bertanya bahkan menantang sebagaimana kebanyakan kaum musyrikin kalau adzab itu akan diturunkan kepada kami, terangkanlah bila akan kejadian.

Hal ini dapatlah kita lihat misalnya pada Abrahah yang datang dengan kendaraan gajahnya hendak meruntuh Ka'bah, hanya burung Ababil yang kecil saja berbondong menjatuhkan batu kecil dari sijjil untuk menghujani mereka, penyerbuan besar itu telah gagal sama sekali.

Atau seperti kejatuhan kekuasaan Kaum Komunis pada permulaan Oktober 1965 sampai pertengahan 1966, segala kekuatan pertahanan yang telah disangka kukuh oleh Kepala Negara Republik Indonesia pada waktu itu, runtuh satu runtuh dua, sampai runtuh sama sekali, terutama hanya oleh penyerbuan pemuda-pemuda pelajar yang tidak bersenjata. Hal seperti itu banyak sekali kejadian di dunia ini.

Karena semuanya itu adalah,

"Dari Allah!" (pangkal ayat 3).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 305, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan mengikut akan cahaya yang diturunkan bersama dia."

Yaitu Al-Qur'an.

Sebab, Al-Qur'an itu ialah cahaya atau nur.

Jadi, di dalam ayat ini bertemulah 4 syarat yang tidak boleh terpisah.

Pertama, percaya atau beriman kepadanya.

Kedua, muliakan dia.

Ketiga, tolong dan bela dia.

Turuti cahaya Al-Qur'an yang beliau pimpinkan itu.

Maka, di ujung ayat datanglah janji Allah, barangsiapa yang memegang akan 4 syarat itu, tidak ditinggalkan salah satu pun.

"Itulah orang-orang yang akan beroleh kejayaan." (ujung ayat 157).

Di ujung ayat ditegaskan bahwa orang yang berpegang kepada keempat syarat itu pasti akan beroleh kejayaan atau kemenangan. Maka, amat luaslah yang tercakup di dalam kata-kata Ja itu, yang kadang-kadang di zaman sekarang disebut juga sukses.

Baik kejayaan bagi kemajuan diri sendiri atau kejayaan masyarakat bersama sebagai gabungan dari pribadi-pribadi yang Mukmin.

Dan, dengan ayat ini Rasulullah saw. disuruh mengajak Ahlul Kitab; marilah bersama-sama dengan kawan-kawanmu yang lain untuk mencapai kejayaan itu.

Kalau aku telah mengulangkan kembali kisah apa yang akan terjadi setelah Musa dan Harun membebaskan nenek moyangmu daripada perbudakan dan penindasan Fir'aun, kemudian ada yang sesat sampai menyembah berhala, dan kamu sendiri pun mengenal akan kisah itu dari cerita orang-orang tuamu atau dari dalam kitab Taurat yang kamu pegang, sekarang pekerjaanku diutus oleh Allah Ta'aala ialah menggenapkan ajaran Musa dan Harun itu juga. Dan, kedatanganku ini pun telah mereka isyaratkan kepada nenek moyangmu di zaman dahulu.

Dengan percaya akan seruanku ini, bukanlah berarti kamu berpindah agama, melainkan meneruskan agama yang telah diajarkan oleh nabi-nabi yang dahulu itu juga.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 537-538, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PENGANTAR PENYUSUN

Karangan kedua "Kewajiban Kaum Muslimin dalam Bernegara" merupakan ceramah lisan di hadapan Majelis Pengajian PADI (Pengajian Da'wah Islam) tanggal 26 Juni 1969 yang anggota-anggotanya mayoritas para perwira tinggi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, atau TNI). Ceramah itu diadakan di rumah Menteri Penerangan Boediardjo. Majelis Pengajian PADI kemudian menerbitkannya menjadi sebuah brosur yang dibagi-bagikan pada anggotanya.

Terakhir adalah "Pemimpin Agama" yang dimuat dalam "Mimbar Agama" bulan Maret 1951, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Kementerian Agama sekitar Tahun 50-an, dengan HAMKA sendiri sebagai salah seorang anggota Dewan Redaksinya.

Karangan-karangan ini menceritakan kisah-kisah keberanian para ulama mempertahankan pendirian berhadapan dengan Sultan-sultan yang zalim, yang berakibat jatuhnya korban.

Yang hendak dipesankan oleh pengarang ialah, menjadi seorang pemimpin agama atau ulama bukanlah suatu kedudukan duniawi yang enak, tapi sebaliknya penuh bahaya. 

Seorang tidak patut dijadikan pemimpin agama bila takut berkurban atau ingin mencari kedudukan disamping penguasa.

(Buya HAMKA, Renungan Tasawuf, Hal. iii-v, Republika Penerbit, Cet.I, Januari 2017).

GHIRAH (CEMBURU)

Apabila Ghirah telah tak ada lagi, ucapkanlah takbir empat kali ke dalam tubuh umat Islam itu.

Kocongkan kain kafannya, lalu masukkan ke dalam Keranda dan antarkan ke Kuburan.

Kalau masih ada pemuda Islam yang merasa bangga dibuang 15 Tahun karena ghirah akibat saudara perempuannya diganggu, pertanda bahwa sesungguhnya Islam belum kalah!

(Buya HAMKA, Ghirah: Cemburu Karena Allah, Hal. 14, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BERJIWA BESAR

Sayyidina Ali menjawab,

"Saya berkelahi dengan engkau tadi karena mempertahankan agama Allah.

Saya akan bunuh engkau selama engkau menentang Allah.

Tetapi setelah engkau meludahi mukaku, soalnya bukan lagi karena mempertahankan agama Allah. Dia telah berganti dengan soal pribadi.

Aku sangat murka kepada engkau karena meludahiku.

Maka kalau aku bunuh engkau karena kemurkaan berkenaan dengan urusan diri sendiri, tidaklah berarti lagi perjuanganku.

Karena tidak lagi karena mempertahankan agama Allah, melainkan karena mempertahankan harga diri."

Sikap yang seperti ini pun adalah sikap seorang yang berjiwa besar seakan-akan beliau berkata,

Aku sendiri boleh engkau maki-maki, aku tidak akan marah.

Tetapi kalau agama Allah yang engkau singgung, engkau akan mendapat bagianmu yang setimpal!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 171-177, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

JANGANKAN MELAWAN ALLAH

Manusia itu kadang-kadang sombong dan lupa diri.

Jangankan melawan Allah, sedangkan melawan serangan Nyamuk saja dia tidak sanggup.

Lebih banyak orang yang mati diserang Nyamuk daripada yang mati diserang Singa.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 393, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KLIK DISINI: TENTANG PEMBERANTASAN LCBT (LINGKARAN CHURAFAT BID'AH TAHAYUL) TERKUTUK

DAKWAH

Suatu dakwah yang mendahulukan hukum halal dan hukum haram, sebelum orang menyadari agama, adalah perbuatan yang percuma,

Sama saja dengan seseorang yang menjatuhkan talak kepada istri orang lain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 25, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MAKSUD AGAMA

Disini dapatlah diketahui maksud agama, yaitu Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 21, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Nabi kita Muhammad saw. diberi bekal untuk perjuangannya.

Dijelaskan inti perjuangan, yaitu menegakkan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 643, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Ketenteraman jiwa yang timbul lantaran dipupuk oleh tauhid dan ihsan menyebabkan tidak ada rasa keberatan dan tidak ada pokrol-pokrolan terhadap sekalian hukum agama.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 299, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kalau kita masih ragu, menyangka ada jalan lain selain jalan Muhammad saw. yang kita anggap benar, batal-lah Islam kita.

Jalan lain tidak ada dan tidak benar.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 121, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Jika ada keyakinan bahwa ada ajaran lain untuk mengatur masyarakat yang lebih baik dari Islam, kafir-lah orangnya, walaupun dia masih shalat.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 357, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PEMBERSIHAN JIWA

"Dan orang-orang yang mengerjakan zakat." (ayat 4).

Marilah perhatikan dengan saksama kalimat Fa'luun yang berarti mengerjakan. Mengerjakan zakat. Seperti tadi diketahui surah al-Mu'minuun diturunkan di Mekah dan di Mekah belum ada lagi syari'at zakat yang berarti membayarkan bilangan harta tertentu kepada yang mustahak menerimanya. Peraturan berzakat demikian, sebagai salah satu tiang (rukun) Islam baru turun di Madinah dan perintah mengeluarkan zakat harta itu dimulai dengan kalimat Aatu, ini memberikan atau mengeluarkan zakat.

Sedang dalam ayat ini disebut Lizzakati Faa'ilun, mengerjakan zakat.

Lantaran itu jelaslah, bahwa dalam ayat ini belum ada perintah mengeluarkan harta dengan bilangan tertentu (nishab), melainkan barulah perintah yang umum untuk bekerja keras membersihkan perangai, akhlak dan budi.

Berlatih diri, sehingga kelaknya bukan harta saja yang ringan memberikannya untuk kepentingan agama Allah, bahkan nyawa pun dikurbankan apabila datang waktunya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 168, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Wahai orang-orang yang beriman!" (pangkal ayat 135).

Abdullah bin Mas'ud pernah mengatakan bahwa beliau, bilamana mendengar atau membaca tiap-tiap ayat yang dimulai dengan seruan kepada orang-orang yang beriman, beliau menyalangkan mata, beliau pasang pendengaran dengan baik, tanda ada apa-apa perintah mula yang akan diturunkan Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 485, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

IMAN BELUM! ISLAM YA!

"Sesungguhnya Allah itu adalah Maha Pengampun."

Atas kelancangan mulut mengakui diri telah beriman.

Barangsiapa yang berani mati karena memperjuangkan nilai suatu pendirian, barulah berarti hidup yang dia jalani.

Orang yang seperti ini sudah boleh menyebut bahwa dia beriman!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 433-435, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Meskipun Islam tidak akan hapus dari dunia, namun dia mungkin hapus dari Indonesia kalau umatnya tidak membelanya, demikian kata Almarhum K.H. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah).

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 104, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

MEMPERTAHANKAN AQIDAH

"Apakah mengira manusia bahwa mereka akan dibiarkan berkata, "Kami telah beriman", padahal mereka masih belum diuji lagi?" (al-'Ankabuut: 2).

Kalau dia berdiam diri, tidak berjuang melawan rasa takut, dia akan terbenam dan imannya akan terancam hilang.

Tetapi kalau dia berani menghadapi segala kemungkinan, belum tentu dia akan binasa.

Dan kalau binasa juga, misalnya dia mati, maka matinya adalah mati syahid.

Mati yang semulia-mulianya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 652-653, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BERANI-BABI DAN PENGECUT

Perangai yang sehat ialah syaja'ah.

Yaitu berani karena benar dan takut karena salah.

Seorang muslim yang sejati, amat lekat syaja'ah itu dalam kalbunya.

Dia amat kuat beroleh kehinaan, takut agamanya akan mundur, takut derajatnya akan luntur, takut masuk neraka, takut hidup tidak akan berguna, takut umatnya akan hina.

Lantaran takut akan ditimpa segala bahaya itu, maka dia berani menghadapi mati.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 177-180, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

PENDIRIAN YANG TEGAS

"Dan aku adalah yang mula pertama menyerah diri." (ujung ayat 163).

Bebas merdeka tiap-tiap orang yang berpikiran waras dari pengaruh yang lain.

Sebab yang lain itu adalah alam belaka, makhluk belaka, dan benda belaka.

Diriku ini ingin bebas, ingin merdeka dari segala benda itu lalu menyerah kepada Dia, Allah Yang Esa itu.

Di pangkal ayat dijelaskan,

"Katakan!"

Dan untuk buktinya, aku pun tampil ke muka, aku orang yang pertama.

Dan segala akibat dari pengakuanku ini, walau mati sekalipun aku sudi menerimanya.

Kita pun disuruh Islam yang kamil, menyerah yang sepenuhnya mengabdikan diri, beribadah kepada Allah.

Dan kita diperintah mengerjakan ibadah menurut yang dicontohkan oleh Rasul, maka kita pun taat.

Sami'na wa atha'na, kami dengar dan kami patuhi.

Ayat ini dilanjutkan lagi dengan penegasan lain, sebagai tantangan kepada orang yang masih ragu-ragu atas pendirian ini.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 363, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

RAHASIA KEMENANGAN KITA

Laa ilaaha illallaah, Allaahu Akbar!

Inilah kekuatan kita.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 237, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

AL-QUR'AN: LAFAZH DAN MAKNA


Al-Qur'an
ialah lafazh dan maknanya. Al-Qur'an ialah yang bahasa Arab itu. Dan, kalau ia diterjemahkan, nama terjemahan itu tetap terjemahan, bukan Al-Qur'an.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 22-23, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Dan, di dalam negara yang penduduknya sebagian besar umat Islam dan ada pula pemeluk agama yang lain, agar terhadap golongan yang besar Muslim itu dibiarkan berlaku hukum Syari'at Islam.


(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 394, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kepercayaan kepada Allah dan Rasul saw., wajiblah dibuktikan dengan perbuatan dan ketaatan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 232, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

IMAM MAHDI

"Lebih baik kita jadikan diri kita sendiri-sendiri menjadi Imam Mahdi, membawa petunjuk Islam sejati." (Buya HAMKA).

Kita tidak perlu menunggu Imam Mahdi.

Sebab hadits tentang Imam Mahdi itu pun tidak ada yang sah buat dijadikan dalil.

Lebih baik kita jadikan diri kita sendiri-sendiri menjadi Imam Mahdi, membawa petunjuk Islam sejati untuk menampung kehendak Ilahi bahwa Islam akan mengatasi segala agama dunia ini, walaupun orang yang musyrikin tidak suka.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 146-147, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Tentang hadits-hadits akan turun Imam Mahdi, menurut penyelidikan ahli-ahli, tidaklah sunyi hadits-hadits Mahdi itu dari pengaruh Syi'ah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 620, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Malahan Khalid berkata kepada perempuan-perempuan itu, "Wahai perempuan-perempuan Islam. Kalau ada laki-laki yang mundur, hendaklah dibunuh saja!"

Carilah agama lain yang bersikap setegas itu terhadap perempuan.

Kalau dalam beberapa negeri Islam terdapat perempuan tertindas dan tidak diberi hak, itu bukanlah dari Islam, melainkan setelah umat Islam tidak berpedoman pada Islam lagi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 159, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

HALANGAN DARI PENGUASA

Dari kedua kisah ini, dapatlah kita melihat teladan ketinggian budi Nabi kita saw.

Ketika dirinya dicaci-maki, disakiti dan dihinakan oleh Abu Jahal, beliau tidak sedikit juga menunjukkan rasa marah sehingga Abu Jahal menyangka beliau pengecut sehingga paman beliau, Hamzah-lah yang naik darah karena perbuatan Abu Jahal yang sangat kurang ajar itu.

Namun, setelah orang lain yang datang dari dusun, seorang Badui, mengadukan halnya bahwa dia telah dianiaya dan dicurangi oleh Abu Jahal, setelah si Badui itu diberi nasihat oleh orang lain supaya mengadu kepada beliau, Muhammad saw., pada waktu itulah baru beliau bertindak.

Mulanya kaum musyrikin itu menyangka bahwa Rasulullah saw. tidak akan berani menemui Abu Jahal meminta penyelesaian harga unta orang Badui itu. Tentu, Abu Jahal sendiri pun tidak sedikit juga menyangka bahwa Rasulullah saw. akan berani menemui dia.

Kemudian, setelah leher bajunya ditarik-tarik menyuruh membayar uang Badui itu, barulah Abu Jahal insaf dengan siapa dia sedang berhadapan.

Di situlah, dia baru tahu bahwa Nabi Muhammad saw. tidaklah akan segera marah kalau hanya diri pribadinya yang tersinggung, tetapi marahnya akan menggelegak kalau perintah Allah disanggah dan orang yang lemah hendak dianiaya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 271, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan apabila mereka lihat mereka itu, mereka berkata, "Sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang sesat." (ayat 32).

Maka kalau kelihatan orang beriman, telah meleburkan diri ke dalam cita-cita yang besar, menegakkan Sabilillah, jalan Allah yang lurus sehingga Mukmin itu mau mengorbankan segala-galanya untuk cita-cita yang mulia itu; mereka yang durhaka itu menuduh bahwa orang Mukmin itu telah memilih jalan yang sesat, membawa diri kepada kebinasaan.

"Mereka yang beriman itu pulalah yang menertawakan." (ujung ayat 34).

Tepatlah sebuah pepatah, bahwa orang durhaka itu tertawa lebih dahulu, menangis kemudian.

Sedang orang yang beriman, bersakit-sakit dahulu, tertawa kemudian.

Mereka di waktu itu akan menertawakan orang-orang durhaka, atau tertawa gembira menerima nikmat yang telah dijanjikan Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 157-158, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Sesungguhnya kamu lebih sangat ditakuti dalam hati mereka daripada Allah sendiri." (pangkal ayat 13).

Mereka tidak berani menghadapi kenyataan, bahkan kalau berhadapan dengan orang yang beriman mereka jadi ngeri.

Orang yang beriman sejati, naluri (insting) rasa takutnya telah dihimpunkannya hanya kepada Allah saja.

Sedang orang munafik akan lari terbirit-birit dari maut atau dari orang yang dianggapnya akan membawakannya maut.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 50-53, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MUNGKINKAH ADA WAHYU ILAHI YANG TIDAK MASUK AKAL?

Kita jawab dengan tegas,

"Tidak ada wahyu Ilahi yang tidak ma'qul."

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 26-28, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).


PENGANTAR PENERBIT

Islam sebagai satu-satunya peradaban yang pernah menguasai Barat dalam kurun waktu 700 Tahun dianggap pula sebagai satu-satunya kekuatan yang perlu diwaspadai dan harus dihancurkan jika Barat ingin tetap menguasai dunia.

Dengan membaca buku ini, umat Islam diajak untuk kembali menghidupkan ghirah keislamannya, mendalami Islam dengan sebenar-benarnya, dan memperjuangkan Islam yang rahmatan lil 'aalamin sampai akhir hayat, serta menyadari adanya tantangan besar terhadap Islam sepanjang masa.

Selamat membaca, semoga penerbitan kembali buku ini membawa kebaikan yang banyak.

Penerbit 

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. ix-x, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

PENDIRIAN YANG TEGAS

Jika pejuang Muslim membaca ayat-ayat Al-Qur'an dan paham akan artinya, tidak dapat tidak, ayat ini pasti memengaruhi sikap jiwanya.

Ayat-ayat ini tegas benar menyatakan bahwa Rasulullah saw. harus menyatakan terus terang bahwa dia tidak akan menerima hakim lain selain Allah.

Tidak menerima peraturan lain selain peraturan Allah, atau sesuatu peraturan yang disesuaikan atau yang sumbernya diambil dari hukum Allah.

Ini mengenai seluruh segi kehidupan.

Dia seluruhnya berpokok dari satu, yaitu kepercayaan kepada adanya Allah.

Setelah mengaku tentang adanya Allah, lalu percaya akan peraturan-Nya, mengerjakan apa yang disuruh dan menghentikan atau menjauhi apa yang dilarang.

Ketaatan kepada Allah adalah konsekuensi dari kepercayaan kepada Allah.

Percaya saja tidak cukup.

Percaya hendaklah dibuktikan dengan ketaatan sehingga tidak suatu peraturan pun yang diakui dalam dunia ini, kalau peraturan itu tidak dari Allah atau peraturan manusia yang diambil dasarnya dari apa yang diridhai oleh Allah.

Oleh karena itu, dengan sendirinya sudah terang pula kalau sekiranya kaum jahiliyyah tidak menyukai peraturan Allah.

Pada zaman modern sekarang ini, pejuang-pejuang Islam yang ingin mengikuti Sunnah Nabi, yang bercita-cita hendak menegakkan peraturan Allah di dalam alam ini kebanyakan dibenci oleh golongan yang tidak mengenal peraturan Allah itu.

Di dalam negeri-negeri Islam sendiri, pejuang Islam dibenci dan menderita berbagai penderitaan jika dia mengemukakan keyakinan hidup, menjelaskan bahwa dia bercita-cita supaya di negerinya, peraturan dan undang-undang negeri harus diambil daripada peraturan dan undang-undang Allah.

Ayat yang selanjutnya memberikan ketegasan lagi sehingga kebimbangan pejuang Islam itu dihilangkan,

"Dan, jika engkau ikut kebanyakan orang yang di bumi ini, niscaya akan mereka sesatkan engkau daripada jalan Allah." (pangkal ayat 116).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 253, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TEGUHKAN PRIBADIMU

Dengan demikian, datanglah kepastian di ujung ayat,

"Kepada Allah-lah tempat kembali kamu sekalian."

Peringatan Allah pada ayat ini menambah kuat pribadi lagi. Kuatlah diri dengan petunjuk Allah, tegakkan jamaah islamiyah, berani mengadakan amar ma'ruf nahi munkar, dan ingat bahwa kita akan kembali kepada Allah, tempat kita mempertanggungjawabkan segala usaha.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 61, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kalau kaumnya dikhianati oleh masa, dahulu mulia sekarang hina; dahulu memerintah dunia, sekarang di bawah kuasa orang beragama lain;

Dahulunya menjadi ahli budi, sekarang menjadi umat yang binasa; 

Maka hatinya tak senang lagi, hidupnya tak senang diam.

Dia belum akan berhenti berusaha sebelum umatnya kembali kepada kemuliaannya sediakala.

Dia akan berusaha sekuat tenaga sampai cita-citanya berhasil.

Dan kalau belum berhasil, sedang dia lekas mati, akan dipesankannya kepada anak-cucunya, menyuruh menyambung pekerjaan itu.

Dia hanya menuju satu tujuan, yaitu kemuliaan umatnya, di dalam menuju tujuan tersebut dua pula yang harus dilaluinya,

Pertama, berhasil dan dia sendiri yang memegang bendera kemenangan,

Kedua, mati dalam perjuangan dengan pedang di tangan.

Mati dengan cara demikianlah yang semulia-mulia mati dalam pandangan seorang yang beragama.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 112, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Kata ahli hikmah pula, "Tidaklah berkumpul di antara hidup dengan mati".

Tetapi kita kerapkali bertemu dengan orang yang masih hidup tetapi telah mati, karena telah mati semangat hidupnya.

Dan kerapkali pula kita bertemu orang yang telah lama mati padahal dia masih hidup karena semangat perjuangannya tidak pernah mati.

(Buya HAMKA, Lembaga Budi: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Hal. 152, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

MENDUSTAI BATIN ADALAH DUSTA YANG PALING BESAR

Rasa wajib dengan sendirinya memaksa diri supaya berjalan terus dan fokus. Dalam itu timbullah selidik terhadap kekurangan diri. Setelah dikerjakan suatu kewajiban perintah hati, timbul rasa senang, puas, dan gembira.

Itulah surga hidup walaupun orang lain melihat kita dalam kesengsaraan.

Tidak mengenal rasa takut dan gentar:

Hidup atau mati sama saja.

Apa yang diperintahkan batin bernama kebenaran atau al-haq.

Al-haqqu min rabbika, falaa takuunanna minal mumtariina

"Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu." (al-Baqarah: 147).

(Buya HAMKA, PRIBADI HEBAT, Hal. 90-91, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2014).

SURAH AL-FAATIHAH 

(PEMBUKAAN)

"Jalan orang-orang yang telah Engkau karuniai nikmat atas mereka." (pangkal ayat 7).

Apabila Allah telah menganugerahkan nikmat ridha-Nya kepada seseorang hamba, tercapailah olehnya puncak kebahagiaan jiwa di dalam hidup yang sekarang ini.

Permulaan dari ridha Allah itu ialah bilamana telah tumbuh dalam jiwa keinsafan beragama, menjadi Islam yang berarti menyerah diri dengan sukarela kepada Allah dan iman yang berarti kepercayaan yang penuh.

Islam dan iman menimbulkan ihsan, yaitu bekerja terus memperbaiki dan mempertinggi mutu jiwa.

Maka, timbullah nur di dalam jiwa, cahaya yang memberi sinar pada kehidupan.

Dan, cahaya itu jualah yang akan menyuluhinya sampai ke akhirat.

Nikmat inilah yang kita mohonkan; tercapai hendaknya oleh kita kehidupan sebagaimana nabi-nabi, rasul-rasul, dan syuhada serta shalihin itu.

Karena kalau nikmat itu telah datang, telah tercapailah oleh kita kekayaan yang sejati.

Dengan kekayaan itu, kita tidak merasa takut menghadapi hidup dengan segala tanggung jawabnya.

Mereka pun bahkan tidak gentar menghadapi maut, sebab maut hanyalah perkisaran sejenak daripada hidup fana pada hidup yang khulud.

Berapa banyaknya orang yang mati menjadi korban karena menegakkan imannya kepada Tuhan, tetapi jejak kebenaran yang mereka tinggalkan dipusakai oleh anak-cucu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 76, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ISLAM DI MADURA (III)

Ulama didesak oleh rasa tauhid yang bergelora di dadanya, bersikap kadang-kadang seperti orang kurang ajar. Mereka datang ke istana dengan pakaian Arab memakai serban, jubah, tasbih di tangan dan tidak mau menyembah sujud kepada Ingkang Sinuhun (Yang disembah).

Berbeda Sultan Agung dengan Amangkurat. Baginda Sultan Agung masih dapat membawakan hidup dalam kalangan kaum agamis, tetapi Amangkurat I benci melihat kiai-kiai itu. Sombong, tidak mengenal hormat, dan kadang-kadang berani bercakap terus-terang di hadapan raja. Kadang-kadang pula tidak memedulikan tata-bahasa percakapan istana yang sampai lima tingkat itu. Apabila ditanya mengapa demikian, mereka menjawab, "Sedangkan kepada Allah SWT, kami hanya mengucapkan engkau saja (anta), betapa kepada raja kami akan mengucapkan lebih dari itu?"

Apakah maunya baginda?

Maunya baginda ialah supaya ajaran Islam yang tegas itu jangan diajarkan kepada rakyat. Ulama jangan menghadapi masyarakat dengan langsung.

Yang bertanggung jawab menghadapi rakyat cilik hanyalah Lurah, Lurah kepada Carik atau Camat, dan Camat kepada Wedana atau Demang, kepada Patih, Bupati, Adipati, baru kepada Kanjeng Gusti Ingkang Sinuhun, dan ulama yang sah, hanyalah yang resmi dalam pemerintahan. Kerjanya mengurus masjid, tinggal sekeliling Kauman, mencukupkan jamaah 40 orang. Kedudukan mereka ialah sebagai 10 gosworo.

Jika ajaran ulama sampai kepada rakyat kecil, kacaulah pemerintahan, hilang dan lenyaplah kepatuhan kepada yang di atas.

Akhirnya sampailah pertentangan ulama dalam kerajaan Mataram dengan Susuhunan meningkat demikian tinggi sehingga Susuhunan memerintahkan menangkap seluruh kiai dan santrinya dalam seluruh kerajaan, yang tidak kurang dari 7.000 orang, menyuruh mereka naik tiang gantungan.

Yang tinggal hidup hanyalah ulama yang diakui oleh Keraton dan yang sempat lari, terus lari ke daerah lain.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Hal. 20-21, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Agustus 2017).

RACUN PEMUSNAH BANGSA

Gaya hidup mewah
adalah racun yang amat berbahaya yang dapat memusnahkan kekuatan suatu bangsa.

Sebab, dengan kemewahan, orang ingin hidup melebihi dari kekuatannya.

Tepat bunyi pepatah lama yang terkenal,

"Katak hendak jadi lembu."


Taktik penjajahan jiwa yang terakhir yang dilakukan oleh bangsa-bangsa penjajah kepada negara-negara yang baru mencapai kemerdekaannya ialah membangkitkan keinginan hidup mewah karena bilamana bertambah mewah hidup orang, bertambah pudarlah cita-citanya.

Yang satu hendak melebihi yang lain dalam kemewahan.

Kemewahan dalam membangun rumah-rumah, kemewahan dalam menghiasinya, kemewahan dalam memilih kendaraan, kemewahan dalam kehidupan sehari-hari, ditambah lagi dengan berdirinya tempat-tempat bersenang-senang bagai cendawan tumbuh di musim hujan.

Sehingga, pikiran orang setiap hari hanya terpaku ke sana.

Pekerjaan negara, politik, ekonomi, dan sosial yang mestinya dihadapi dengan sungguh-sungguh menjadi dicampuri oleh kebimbangan karena kurang tidur dan kurang waktu, serta pikiran yang terpecah.

Orang pun berusaha dengan giat mencari harta sebanyak-banyaknya untuk memenuhi hidup yang mewah itu.

Di sanalah timbulnya korupsi, manipulasi, penggelapan uang negara atau uang lain, pemasukan barang impor di luar ketentuan pemerintah (penyelundupan) sehingga negara dirugikan berjuta, bahkan bermiliar.

Rahasia negara yang penting pun bisa dijual karena kesetiaan pada negara tidak ada lagi, dan semangat patriot telah padam karena panggilan dari kemewahan tidak teratasi.

Akhirnya keadaan bertambah lama bertambah bobrok, yang miskin bertambah miskin.

Dendam kesumat dari yang melarat kepada yang kaya raya, dari jalan tak halal, itu bertambah memuncak.

Rumah tangga pun hancur, istri tidak lagi memercayai suaminya sebab bila suaminya melakukan kunjungan ke luar daerah ada saja berita buruk yang sampai kepadanya.

Setengah perempuan jatuh karena berdendam kepada suami.

Sepeninggal suami keluar, ia pun keluar pula, ia pun melepas hati dengan alasan kesepian.

Hasil dari persengketaan suami dengan istri ialah jatuh hancurnya pendidikan anak-anak sehingga untuk mengobati kekecewaan hati kepada ibu bapaknya, ia (anak) pergi mengisap ganja atau narkotik.

Akhirnya, hilanglah sari kemuliaan bangsa, hilanglah sesuatu yang selama ini ia megahkan.

Apa yang digembar-gemborkan dengan "Semangat 45" hilang terpendam menjadi kenangan indah dari orang-orang yang mengalaminya, tetapi yang datang kemudian tidak mengerti itu lagi.

Mubaligh-mubaligh, guru-guru mengaji, ahli-ahli dakwah, tidak bosan-bosannya memberi peringatan kepada umat akan bahaya gaya hidup mewah ini.

Bahwa tidak mungkin satu dosa hanya berdiri tunggal.

Ia pasti bertali-temah, sambung-menyambung dengan dosa yang lain.

Kemewahan adalah sumber yang amat berbahaya dari segala macam dosa.

Tentu saja mubaligh-mubaligh atau ahli dakwah atau guru mengaji semacam ini menjadi tertawaan orang.

Ia dituduh fanatik reaksioner, tidak mengerti perubahan zaman, kolot, dan tentu saja orang mencibirkan bibir apabila melihat guru-guru mengaji semacam itu datang ke dalam satu majelis.

Presiden Soeharto pun telah berkali-kali memperingatkan, apalah artinya pembangunan yang sedang kita selenggarakan saat ini kalau kepribadian bangsa dikorbankan?

Ketika menerima pemuda-pemuda yang datang dari seluruh daerah Indonesia untuk menaikkan bendera pusaka di Istana Merdeka pada 17 Agustus 1972, Presiden memberi peringatan kepada pemuda-pemuda agar memperhatikan keadaan di ibu kota dengan saksama, ada yang patut diteladani, tetapi banyak pula yang tidak sesuai kalau dibawa ke daerah.

Sengsaralah orang-orang yang menjadi tempat memesan fatwa untuk menghalalkan barang yang haram karena ingin mendapat pujian dan pandai menyesuaikan diri.

Semoga bangsa dan negara ini terlepas dari kehancuran yang, tidak mustahil, diatur dari luar untuk menghancurkan bangsa dan negara ini.

Harapan terakhir, janganlah sampai terjadi pengambilalihan kekuasaaan dari sisa demokrasi yang telah dan masih ada, walaupun sedikit, kepada pemerintah diktator militer seperti yang telah terjadi di Thailand dan Filipina itu.

Yang timbul
dari sebab bosan melihat negara menuju kehancuran moral dan mental.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 133-137, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Tidaklah perlu orang yang diberi pengajaran itu takluk pada waktu itu juga.

Biar lama asal selamat.

"Dan jika tertarik kepadamu seseorang dengan tulusnya, lebih baik bagi kamu daripada orang senegeri, tetapi tak tentu haluannya."

(Buya HAMKA, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 226, Republika Penerbit, 2015).

Orang yang tahu suatu perbuatan benar, tidak dikerjakannya atau takut mengatakannya, adalah seorang pengkhianat.

Bukan pengkhianat kepada orang lain saja, tetapi berkhianat kepada dirinya sendiri, kepada harga batinnya dan kepada segala haknya yang suci.

(Buya HAMKA, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 55, Republika Penerbit, 2015).

Katakanlah, "Maukah aku beritakan kepada kamu, apa yang lebih jahat balasannya di sisi Allah dari yang demikian itu?" (pangkal ayat 60).

Sampai kamu mempermain-mainkan, mengejek dan mengolok agama kami?

Sampai kamu mengejek dan memperolok-olok adzan?

"Ialah orang-orang yang telah dilaknat oleh Allah dan murkalah Dia kepadanya, dan Dia jadikan mereka kera-kera dan babi-babi dan penyembah thagut."

Itulah aqidah untuk laknat Allah kepada tukang cemooh, mengejek, mengolok, dan mempermain-mainkan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 735-736, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kalau beruk berperangai beruk tidaklah heran, dan bukanlah adzab.

Yang adzab ialah jika manusia berperangai beruk.

Orang tidak benci kepada beruk berperangai beruk.

Yang orang benci, ialah manusia beruk.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 176, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

JANGAN TAKUT MENGHADAPI MAUT

Orang yang berusaha keras mengerjakan kebajikan di dunia ini, mengabdikan diri kepada Allah dengan tulus dan ikhlas, bebas dari segala kemusyrikan, pasti akan bertemu dengan Allah di dalam surga.

Oleh karena itu, sekali-kali jangan takut menghadapi hidup sebab hidup ialah pengabdian.

Sekali-kali jangan takut menghadapi maut sebab maut ialah akan menemui Allah.

Lebih positif dari ini, selalu bersedia mati untuk mempertahankan keyakinan kepada Allah.

Mati di dalam mempertahankan keyakinan tauhid Allah adalah mati yang mulia, bernama mati dalam kesaksian, syahadah.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 84, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

TERPEGANG DI PANGKAL BEDIL

Bukanlah seorang Buya HAMKA kalau dia tak berjuang mati-matian untuk membela agamanya, walaupun nyawa menjadi risikonya.

(Rusydi HAMKA, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Hal. 185, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un

Buya HAMKA meninggalkan kita tepat pukul 10.41.08 pagi hari Jumat, tanggal 24 Juli 1981 dalam usia 73 tahun 5 bulan, dengan tenang dan disaksikan oleh anak-cucu dan kawan-kawan karib.

Pak Natsir yang menyaksikan seluruh kejadian itu, membaca doa dengan tulus, yang diaminkan oleh segenap yang hadir.

Selamat jalan Buya, Insya Allah kami akan meneruskan perjuanganmu.

(Rusydi HAMKA, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Hal. 259, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

Ketua MUI KH Ma'ruf Amin berharap Islamic Book Fair (IBF) bisa membantu melahirkan para penulis bermutu yang meneruskan perjuangan para ulama. Sebab dari ulama perubahan bangsa ini bermula.

Ketua MUI KH Ma'ruf Amin berharap IBF bisa melahirkan para penulis buku yang berbobot untuk melanjutkan kiprah para ulama seperti Buya HAMKA.

"Umat kini merindukan ulama seperti itu," kata Kiai Ma'ruf.

republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/05/04/opetdp384-kiai-maruf-harap-ibf-lahirkan-penulis-penerus-para-ulama

TULISAN DARI HATI

Yang lebih jitu masuk ke dalam hati, ialah tulisan yang benar-benar datang dari hati. Maka hati pulalah yang akan menerimanya.

Adapun tulisan yang hanya dari ujung jari, perginya ke pelupuk mata si pembaca untuk menidurkannya.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 182, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

Malaikat adalah makhluk kepercayaan Allah yang sangat dekat kepada kita, lebih dekat dari urat leher kita sendiri; di samping itu ada pula malaikat-malaikat penjagaan yang banyak di sekitar kita, malaikat yang mulia-mulia, sekali-kali tidaklah orang beriman akan merasa sepi dalam kehidupan ini.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 148, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TASAWUF

Kita banyak mengenal Ibnu Taimiyah karena membaca buku-buku Ibnul Qayyim yang sangat banyak, mengenai berbagai soal.

Kedua beliau pun menyukai Tasawuf, tetapi sangat menentang akan paham Ibnu 'Arabi.

Buah pikiran Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim-lah yang menimbulkan inspirasi bagi Syekh Muhammad Ibnu Wahhab dalam Abad ke-18 (Abad ke-12 Hijriyah), buat membangun paham "kembali kepada Wahabi" sebagai lanjutan dari Madzhab Hanbali inilah yang diperjuangkan oleh raja-raja Ibnu Sa'ud di tanah Arab,

Yaitu Tauhid!

Ibnul Qayyim yang luas paham dan ilmu pengetahuan itu, kadang-kadang membela juga kalau ada kaum sufi yang berpaham Wihdatul Wujud, kalau hanya karena dimabuk cinta belaka.

(Buya HAMKA, Perkembangan & Pemurnian Tasawuf, Hal. 265-266, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

PENDAHULUAN

Ilmu dalam Islam adalah yang ada dasar dan dalilnya, terutama dari dalam Al-Qur'an dan dari As-Sunnah, termasuk juga penafsiran ulama-ulama yang telah mendapat kepercayaan dari umat, yang disebut Salafus Shalihin, serta sesuai dengan akal yang sehat.

Kalau tidak ada dasar-dasar yang tersebut itu, bukanlah itu suatu ilmu, melainkan hanya dongeng, khurafat, takhayul, kepercayaan karut yang membawa beku otak orang yang menganutnya atau hanya boleh dipercayai oleh orang yang tidak beres akalnya.

Ada juga sebagian orang, mereka tidak mendalami Tauhid, tidak mempunyai aqidah yang teguh, tidak mengenal Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah, dan tidak beramal menurut Sunnah Nabi Muhammad saw., lalu mencari seorang guru untuk belajar doa-doa Nabi Muhammad saw., wirid-wirid, ayat ini dan ayat itu.

Orang ini tidaklah akan terlepas dari bahaya penyakit batin.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 305, 410-411, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

"Dan tidak ada yang mereka inginkan kecuali kehidupan dunia." (ujung ayat 29).

Telah dijelaskan bahwasanya pendirian mereka hanya pada prasangka. Atau paham yang masih ragu-ragu tetapi dicoba meyakinkan diri sendiri.

Maksud yang utama bukanlah membawa pengajaran bagi keselamatan manusia dunia dan akhirat, melainkan semata-mata karena "guru-guru" yang membawakan ajaran itu untuk kemegahan dunia, ingin menipu orang banyak dengan ajarannya yang kacau, dan orang banyak yang dapat dipengaruhi itu pun umumnya ialah orang yang masih kosong dari ajaran sejati.

Di negeri kita Indonesia sendiri pun banyaklah terdapat orang-orang yang membuat aliran kepercayaan, yang mengakui dengan mulutnya bahwa dia pun masih percaya kepada Allah Yang Maha Esa, padahal dia menolak segala macam agama apa pun.

Mereka mengatakan percaya kepada Allah yang Maha Esa, tetapi tidak mau percaya kepada kerasulan Nabi Muhammad, kadang-kadang guru dari kepercayaan itu pun mengaku pula bahwa dia mendapat wahyu cakraningrat dari Allah.

Dia mengatakan bahwa dia mendapat kaweruh dan entah apa lagi dari suatu tempat suci dan keramat di atas gunung atau di rimba sunyi dan mereka pun berani meminta kepada pemerintah agar Pemerintah Republik Indonesia memperlakukan mereka pula sebagai perlakuan kepada agama yang sah!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 549, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Biarlah Ayah menanggung risiko, jangan bawa-bawa Majelis Ulama ..."

Saya masih belum merasa puas dengan cara itu. Suatu hari saya katakan kepada Ayah bahwa surat itu perlu diambil alih persoalannya oleh Majelis Ulama. Bobotnya akan lebih besar.

"Wa'ang masih muda, Buyung. Majelis Ulama itu adalah sebuah organisasi yang terlalu besar, yang terdiri dari banyak orang. Jangan dilibatkan dalam masalah ini. Sudahlah," kata Ayah pula.

"Dan jangan lupa, kalau terjadi akibat-akibat negatif, biarlah Ayah menanggung risiko, jangan bawa-bawa Majelis Ulama," jelasnya.

Tapi saya yang mengetik surat itu telah membuatnya beberapa rangkap.

Karena kasihan kepada Ayah, yang selalu memikul sendiri tanggung jawab kepemimpinan yang bagaikan "kue bika" itu.

Surat itu di luar sepengetahuan Ayah, saya kirimkan kepada Bapak Haji Hasan Basri, seorang Wakil Ketua Majelis Ulama yang sepanjang penglihatan saya sangat akrab dan dipercaya oleh Ayah, kemudian saya berikan pula pada Abuya Sutan Mansur.

Pak Haji Hasan Basri sangat gembira membaca surat itu. Kemudian dia membicarakannya dengan Ayah.

Kemudian Pusat Pimpinan Muhammadiyah menghubungi saya, minta dikirimkan salinan surat itu.

Tidak berapa lama, Majelis Ulama dalam suatu rapatnya memutuskan bahwa surat pribadi Buya HAMKA, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia soal kepercayaan yang dikirim kepada Presiden itu, mendapatkan dukungan dan mewakili sikap Majelis Ulama.

(Rusydi HAMKA, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Hal. 234, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

SURAT PRIBADI KEPADA PRESIDEN SOEHARTO

(RINGKASAN).

Jakarta, 29 April 1976

Kehadapan Yang Mulia Pak Harto
Presiden Republik Indonesia
di Jakarta.

Dalam kebangkitan Nasional Indonesia dari golongan santrilah timbul Syarikat Islam di Lawean Solo, Muhammadiyah di Kauman Yogyakarta, Nahdhatul Ulama di Jombang Jawa Timur.

Ketika terjadi Revolusi Besar bangsa Indonesia, dengan segala kerendahan hati beranilah saya menyatakan bahwa Ruh Islam sejati, semangat Sunnah Nabi saw., bukan semangat Kawulo Gusti yang dapat bertempur melawan musuh, sebab mereka mempunyai keyakinan HIDUP MERDEKA MATI SYAHID!

Pak Harto Yang Mulia!

Ketika kita berjuang mencapai kemerdekaan, semangat 1945, terutama di bawah Pimpinan Jenderal Sudirman yang juga Pak Harto kenal dekat, Ruh Jihad inilah yang menggelorakan semangat kita, bukan Ruh Nyepi.

Di samping itu, kalau Pak Harto ingin mendapatkan keterangan lebih jauh, saya bersedia untuk membicarakannya.

Demikianlah keterangan saya. Besarlah kepercayaan saya bahwa Pak Harto yang saya hormati dan muliakan akan dapat menerima penjelasan saya ini dengan dada yang lapang dan pengertian yang mendalam.

Dengan segala hormat,

D.t.o.

(Prof. DR. HAMKA)

(Rusydi HAMKA, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Hal. 330, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

BERJIHAD UNTUK BAHAGIA

Sesungguhnya kematian perasaan jihad inilah yang telah menyebabkan kaum muslimin sangat mundur pada dewasa ini.

Dan kaum muslimin akan melebihi Barat dalam berjihad bersungguh-sungguh, jika pelajaran agamanya dipegangnya kembali teguh.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 336, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

HAK-HAK ASASI MANUSIA (JIHAD DAN SYAHID)

Kata jihad wajib dikembangkan terus.

Ketakutan menyebut perkataan jihad adalah dikarenakan telah hilangnya kepribadian sebagai Muslim, atau memang disengaja untuk menghilangkan harga diri sebagai Muslim sejati.

Oleh karena itu, sekarang ini kita kaum Muslimin wajib mempertahankan jihad pada diri kita, bukan untuk melawan pemerintah, melainkan untuk mempertahankan Surat Keputusan Pemerintah No. 70 dan No. 77

Demi kerukunan hidup beragama di Negeri yang kita cintai ini dan juga untuk mempertahankan hak-hak asasi manusia yang umat Islam pun turut memilikinya.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 14, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Orang yang diikat oleh benda pasti menjadi musyrik.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 43, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Bertambah maju satu negara, bertambah hancur akhlaknya, baik di Barat maupun di Timur.

Karena tidak mau tunduk kepada Allah yang hakiki, mereka pun diperbudak dengan hina sekali oleh tuhan-tuhan yang mereka puja selain Allah itu.

Penyakit gila hingga telah penuh rumah-rumah sakit gila oleh manusia-manusia yang remuk akal dan jiwanya karena menuruti hidup modern.

Ditambah lagi dengan tergila-gilanya orang pada barang, mode, pakaian perempuan sampai dibuka semua, yang ditutup sekadar yang jijik saja jika diperlihatkan.

Gila bioskop, gila televisi, gila make-up, dan segala macam gila sehingga akhir-akhir ini di negara-negara besar laki-laki tergila-gila pada sesama laki-laki dan perempuan pada sesama perempuan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 117-118, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PEMBANGKANGAN ORANG-ORANG MEWAH

Qatadah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang mewah itu ialah orang-orang kayanya, pemimpin-pemimpinnya, penguasa-penguasanya dan penganjur segala kejahatan di negeri itu.

Sebaliknya maka adalah pengikut-pengikut pertama dan utama dari nabi-nabi adalah orang-orang yang lemah, orang tidak terkenal, orang-orang yang kurang mampu, budak-budak hamba sahaya.

Oleh sebab itu, menjadi ulama pewaris Nabi meminta keteguhan hati, kekuatan pribadi dan kejantanan sikap.

Dan itu hanya akan diperdapat apabila diri selalu diperkuat dengan ibadah kepada Allah, taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah SWT), dan membebaskan jiwa dari pengaruh benda.

Sebab pewarisan yang terutama ialah melakukan dakwah, amar ma'ruf nahi munkar.

Dengan tidak melupakan tingkat dakwah yang tiga:

(1) bilhikmati (bijaksana),

(2) wal mau'izhatii hasanati (memberikan ajaran yang baik), dan

(3) wa jadilhum billati hia ahsanu (ajak mereka bertukar pikiran dengan cara-cara yang baik).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 321-326, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Mereka itu akan dilaknat oleh Allah dan mereka pun akan dilaknat oleh orang-orang yang melaknat." (ujung ayat 159).

Lantaran itu, maju mundurnya agama di suatu negeri amat bergantung kepada aktif tidaknya ulama di tempat itu dalam menghadapi masyarakat.

Kalau mereka telah menyembunyikan pula ilmu dan pengetahuan, keterangan-keterangan dan petunjuk, kutuk laknat Allah-lah yang akan menimpa dirinya.

Manusia pun mengutuk pulalah sehingga kadang-kadang jika terdapat banyak maksiat di satu negeri, bertanyalah orang,

"Tidakkah ada ulama disini?"

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 296, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH AL-BURUUJ (BINTANG-BINTANG)

Ayat dan surah al-Buruuj ini dapatlah menjadi pegangan bagi tiap-tiap orang yang ingin mengambil teladan dalam kekuatan iman.

Kadang-kadang sikap dan sifat lemah tidaklah akan menolong jika musuh-musuh tauhid itu telah menyatakan sikap hendak berlaku sewenang-wenang.

Namun mati itu hanya sebentar saja.

Setelah putus nyawa, bertemulah apa yang dicitakan oleh Mukmin, yaitu Liqa-u Rabbihi; berjumpa dengan Tuhannya.

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (pangkal ayat 11).

Meskipun di dunia ini orang-orang Mukminin dan Mukminat mungkin saja dianiaya dan disiksa, disakiti dan ditindas, karena teguhnya mereka dengan iman dan diiringi lagi oleh amal yang saleh; bagi mereka telah disediakan surga-surga, taman-taman yang indah, yang penuh dengan nikmat, dengan air yang selalu mengalir membawa kesejukan dan nyaman; sehingga kesakitan yang diderita sementara waktu di dunia itu telah mendapat balasan yang mulia di sisi Allah.

"Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar." (ujung ayat 11).

Memang, itulah dia kemenangan yang besar. Menang jiwa Mukminin dan Mukminat mengatasi cobaan di kala hidup; menang Mukminin dan Mukminat mengatasi debar-debar jantungnya karena ketakutan, lalu dipadukannyalah takutnya itu, hanya kepada Allah.

Lalu dia pun menutup mata dengan meninggalkan teladan yang baik bagi anak-cucu yang datang di belakang.

Dan di akhirat menang pulalah dia, kemenangan yang besar dan agung, karena iman dan amalnya disambut mesra di sisi Allah.

"Sesungguhnya pembalasan Tuhan engkau itu adalah amat sangat." (ayat 12).

Orang yang mencoba menentang Allah, jika pada akhirnya lehernya dikeripukkan Allah, amatlah seram pembalasan itu.

Sedang di puncak, dia jatuh dihinakan ke bawah.

Sedang mulia dan ditakuti, dihinakannya, dan tersungkur lalu diinjak-injak orang.

Fir'aun mati tenggelam di tengah laut.

Dan berpuluh bahkan beratus Fir'aun lain menerima pembalasan yang kejam sekali, yang dia tidak menyangka.

Inilah peringatan Allah yang selalu mesti diperhatikan oleh orang yang berlaku zalim; sebab pembalasan yang sangat dahsyat dari Allah itu adalah tersebab salah orang itu sendiri.

Dia sendiri yang menempuh jalan yang menyampaikannya kepada adzab siksaan yang pedih.

Laksana budak bermain api, telah berkali-kali ditegur tidak juga mau mendengar, sehingga akhirnya dia celaka; lalu orang pun berkata,

"Bukankah tadi sudah aku katakan?"

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 172-173, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MEREKA PUN TAMPIL KE MUKA

Oleh karena itu, dengan sendirinya timbul segolongan manusia yang merasa dirinya memikul kewajiban membendung umat yang belum sesat supaya tidak sesat.

Itulah mubaligh, ahli-ahli dakwah dan khatib-khatib. Mereka merasa bahwa dirinya diwajibkan oleh Tuhan menyampaikan seruan kepada umat supaya bertahan atas jalan yang benar, jangan sampai diperdayakan oleh Setan dan Iblis. Karena kalau sekali telah jatuh ke dalam perangkap Iblis, sukar untuk mencabutkan diri buat bangun kembali.

Sederhana saja apa yang mereka ajarkan, yaitu berlaku benar, dan tempuhlah jalan yang lurus, jalan Tuhan. Apabila jalan ini ditempuh, Tuhan telah menjamin keselamatan di dunia ini, dan di akhirat pun akan selamat. Sebab, sesudah hidup yang sekarang ini, ada lagi hidup yang lain, hidup yang baqa, hidup yang kekal. Di sana manusia menerima ganjaran atas perbuatan di saat hidup, yang baik berbalasan yang baik dan jahat berbalasan yang jahat.

Mereka hapus air mata yang meleleh di pipi yang cekung, entah karena ancaman penguasa karena tidak mau menjadi alatnya, atau ejekan sarjana-sarjana muda Islam yang baru naik dan merasa diri segala tahu, lalu tegak keluar pagar dan meludah ke dalam pagar. Atau karena beras tidak cukup yang akan ditanak, atau uang sekolah anak belum dibayar, atau istri mengeluh karena kekurangan pakaian.

Mereka hapus air mata yang meleleh di pipi, mereka baca kembali hadits Nabi,

"Akan senantiasa ada dari umatku yang menampilkan diri. Sampai pun datang ketentuan Allah, tetapi mereka tetap menampilkan diri."

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 63-66, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

AKU TIDAK MINTA UPAH

"Dan wahai kaumku! Tidaklah aku meminta harta kepada kamu atasnya." (pangkal ayat 29).

Ketika menafsirkan ayat ini, teringatlah penulis Tafsir al-Azhar ini akan nasib orang-orang yang menyediakan diri menjadi penyambut waris nabi-nabi itu, yaitu ahli-ahli dakwah, mubaligh-mubaligh yang berjuang didorong oleh kewajibannya buat menyampaikan seruan kebenaran, lalu seruan itu mereka sampaikan kepada orang-orang kaya, orang berpangkat, orang-orang yang berkedudukan penting, lalu diukurnya seruan itu dengan sangkanya yang buruk.

Mentang-mentang mubaligh-mubaligh dan ahli-ahli dakwah itu biasanya hidup miskin, mereka sangka bahwa orang datang hendak mengemis kepadanya.

Disangkanya asal orang datang menyerukan kebenaran bahwa orang itu mengharapkan harta.

Ayat ini ditafsirkan oleh al-Qasyani, "Kamu telah biasa memandang segala perjuangan ialah karena jadi mata pencarian, padahal bukan itu yang aku minta dari kamu. Kalau kamu mendakwakan bahwa kamu adalah orang-orang yang berpikiran mendalam, niscaya tidak akan begitu kamu menyangka orang."

"Tidak lain upahku, hanyalah (terserah) kepada Allah."

Allah yang memerintahkan daku menyampaikan ini dan Allah pula yang menjamin hidupku.

Urusan ini tidak ada hubungan dengan upah-mengupah.

Nafsu congkak manusia zaman purbakala itu masih mengalir ke dalam zaman modern kita ini.

Manusia dihargai bukan karena penderitaannya, bukan karena cita-citanya, bukan karena luhur budinya, tetapi karena kedudukan dan harta.

"Sesungguhnya, mereka akan bertemu dengan Allah mereka, tetapi aku lihat kamu ini adalah kaum yang bodoh." (ujung ayat 29).

Akan datang kelak satu hari, hari Kiamat,

"Pada hari itu tidaklah ada manfaatnya harta benda dan tidak pula anak turunan, kecuali barangsiapa yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih."

Oleh sebab itu, kebanggaan mereka selama ini, sehingga sampai menawar Rasulullah dengan harta berapa kami mesti bayar, telah ditegaskan oleh Nabi saw. bahwa mereka adalah orang-orang bodoh sebab mereka menilai kehidupan dengan harta, bukan dengan keluhuran budi dan keteguhan aqidah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 547-548, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Bani Israil, sejak mula Muhammad menginjakkan kakinya di Madinah telah menyusun sikap-sikapnya yang nista terhadap Nabi Muhammad saw.

Sejak Nabi pindah ke Madinah, sampai ke zaman kita sekarang ini.

Dan, tindakan Yahudi itu diikuti lagi oleh kaum Salib.

Tiap-tiap ada perang mereka dengan Nabi Muhammad, mereka selalu yang berlaku khianat.

Begitu dahulu begitu sekarang.

Lukisan tentang sikap-sikap makar dan tipu daya badan zionis, yang penuh dengan dorongan nafsu benci dan dendam.

Lukisan tentang sikap-sikap makar dan tipu daya busuk Ahlul Kitab yang mendapatkan penghormatan istimewa dari Nabi Muhammad itu, dapatlah kita lihat di dalam surah-surah: al-Baqarah, aali Imraan, an-Nisaa', dan al-Maaidah.

Di zaman modern, Yahudi membentuk badan zionis yang penuh dengan dorongan nafsu benci dan dendam.

Dan, akhirnya zionis Yahudi bekerja sama dengan "Kaum Salib" Kristen, menyatukan tujuan untuk menentang Islam dan umatnya.

Kejahatan yang mereka lakukan kepada Islam dan kaum Muslimin dengan segala alat yang ada pada mereka, beratus kali lipat ganda daripada yang mereka lakukan 14 Abad yang lalu, dari Abad berganti Abad.

Dengan kekuatan benda, dengan serbuan kebudayaan, dengan meruntuhkan akhlak Muslimin, mereka mempunyai rencana hendak menghapuskan Islam itu sendiri.

Menurut mereka, kurun kini Abad ke-20 adalah perjuangan yang menentukan.

Itu sebabnya maka segala daya dan upaya mereka pergunakan untuk itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 578, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Atas nasihat Salman al-Farisi, dibuat sebentuk Cincin yang di sana ditulis

"Muhammad Rasul Allah".

Dan, atas kehendak beliau sendiri, harus disusun dengan mendahulukan nama Allah, dan dibaca dari bawah:

ALLAH
RASUL
MUHAMMAD

Sebab beliau merasa tidak layak namanya dahulu ditulis, baru kemudian nama Allah.

Letakkanlah nama Allah di atas dan bacalah dari bawah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 576-577, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH AN-NASHR (PERTOLONGAN)

Dalam catatan riwayat bahwa beberapa orang sahabat yang utama, seperti Abu Bakar, Umar, dan Abbas mengerti juga akan isyarat di balik surah ini. Karena mereka yang mengerti bahasa Arab, bahasa mereka sendiri, tahulah bayangan kata kalau pertolongan telah datang dan kemenangan telah tercapai, artinya tugas telah selesai.

Sebab itu ada riwayat dari Muqatil, bahwa ketika ayat ini dibaca Nabi di hadapan sahabat-sahabat, banyak yang bergembira, namun ada yang menangis, antara lain Abbas bin Abdul Muthalib.

"Mengapa menangis, paman?", tanya Nabi saw. kepada beliau.

Abbas menjawab, "Ada isyarat pemberitahuan waktumu telah dekat!"

"Tepat apa yang paman sangka itu", kata Nabi.

Dan hanya 60 hari saja, menurut keterangan Muqatil, sesudah Abbas bercakap-cakap itu, memang Nabi berpulanglah ke hadhirat Allah.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Umar bin Khaththab pada masa pemerintahannya memanggil orang-orang tua yang hadir dalam Perang Badar untuk pertemuan silaturahim.

Di sana hadir Ibnu Abbas yang masih muda.

Beliau tanyakan pendapatnya tentang surah Idzaa Jaa-a Nashrullaahi ini.

Dia pun menyatakan bahwa surah ini isyarat bahwa ajal Nabi telah dekat. Dan sejak ayat itu turun, selalu Rasulullah membaca dalam sujud dan ruku'nya,

"Amat Suci Engkau, ya Tuhan kami, dan dengan puji-pujian kepada Engkau. Ya Tuhanku, ampunilah kiranya aku ini."

Sebuah riwayat unik dari Ibnu Umar, dia berkata,

"Surah Idzaa Jaa-a ini turun di Mina ketika Haji Wada'. Setelah itu turunlah ayat "Al-yauma akmaltu lakum dinakum" (surah al-Maa'idah, ayat 3) setelah ayat itu turun, 80 hari setelahnya Rasulullah saw. wafat.

Sesudah ayat itu turun masih ada ayat al-Kalalah (surah an-Nisaa', ayat 175, bagian penutup surah). Maka 50 hari sesudah ayat itu turun, Rasulullah saw. kembali ke hadhirat Allah.

Kemudian turunlah ayat "Laqad jaa-akum Rasuulun min anfusikum" (surah at-Taubah, ayat 128) maka 35 hari setelah ayat itu turun beliau pun meninggal.

Akhir sekali, turunlah ayat "Wattaqquu yauman turja'uuna fiihi Ilallaah." (surah al-Baqarah, ayat 281). Maka 21 hari setelah ayat itu turun, beliau pun meninggal.

Inilah ayat-ayat terakhir turun, sampai Nabi Muhammad saw. akhirnya wafat.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 313, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Wahai orang-orang yang beriman! Jikalau kamu ikuti (kehendak) segolongan dari orang-orang yang keturunan Ahlul Kitab itu, niscaya mereka akan mengembalikan kamu jadi kafir, sesudah kamu beriman." (ayat 100).

Setelah itu Nabi Muhammad saw. menyampaikan pula peringatannya kepada kaum yang telah beriman, supaya mereka selalu berhati-hati, siap dan waspada, jangan sampai kehendak sebagian daripada Ahlul Kitab itu kamu turuti. Bujuk rayu mereka jangan didengarkan. Karena maksud mereka tidak lain ialah supaya kamu jadi kafir kembali. Supaya kamu kembali ke dalam hidup jahiliyyah; bermusuh-musuhan antara kamu, berperang antara kabilah dengan kabilah. Kembali dari terang-benderang iman kepada gelap gulita kufur. Dan kalau itu kejadian, kamu akan lemah kembali sesudah kuat. Setelah kamu lemah kembali, Yahudi-lah yang akan menguasai kamu.

Dalam zaman modern kita ini, selalu kita mendengar apa yang dinamai provokasi atau intimidasi dan ketika kitab tafsir ini diselesaikan, timbul lagi kata lain yang disebut gerpol atau gerilya politik. Pihak musuh berusaha membuat berbagai hasut fitnah supaya persatuan yang kompak dan teguh menjadi pecah belah, di antara satu golongan dan golongan yang lain tidak ada percaya-memercayai lagi.

Demikianlah pula yang dibuat oleh Yahudi di Madinah terhadap kaum beriman yang telah bersatu-padu. Bersatu-padu antara Muhajirin dan Anshar. Bersatu-padu antara Aus dan Khazraj. Bersatu-padu antara kabilah dengan kabilah.

Yahudi insaf bahwa kalau persatuan ini terus, mereka tidak akan naik lagi. Satu kekuatan baru telah tumbuh di bawah pimpinan Muhammad saw. Sebab itu, mereka selalu akan berusaha memecahkan persatuan itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 21, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Tak usah heran jika kita lihat ada penyakit hasad dalam masyarakat.

Sebab penyakit hasad bukanlah penyakit Abad ke-20 saja, tetapi penyakit yang telah tua sekali, yaitu sejak manusia diciptakan.

Sejak terjadi permusuhan di antara iblis dengan insan.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 284, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

Apakah yang akan membesarkan hati melihat telah mudahnya perhubungan?

Padahal dengan kemudahan perhubungan, mudah bagi yang kuat melakukan penjajahan atas bangsa yang lemah.

Apa yang akan dibanggakan dengan rumah-rumah pencakar langit?

Padahal yang dapat naik atau tinggal di sana hanya yang banyak dollar juga?

Sungguh anak-anak keturunan kita lebih banyak akan mengeluh dari berterima kasih, menerima pusaka yang ditinggalkan angkatan yang sekarang.

Kemiskinan tujuan hidup, itulah sebab yang utama.

Badan kaya dengan berbagai kemewahan, jiwa miskin dari cahaya.

Jiwa gelap.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 370-371, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

MALU

Jika suatu bangsa kurang malu, tersebab putra-putra bangsa itu tidak bermalu, maka bukanlah budi yang lebih kuat dan teguh menghubungkan mereka tetapi hukum negeri atau hukuman kejam.

Perjalanannya menuju kemajuan terhenti di tengah tengah, namanya tidak tersebut di dalam Safhatul Wujud.

Sifat malu membawa orang mengarungi lautan besar, memasuki timba belantara, ditimpa susah dan kepayahan untuk mencapai keutamaan.

Sifat malu menyebabkan manusia sanggup menahan nafsu, mengekang dirinya dan menempuh halangan lantaran menghindarkan diri dari perangai durjana.

Dia juga yang menyebabkan orang tidak ridha; menerima kebodohan dan kedunguan.

Daripadanya timbul sifat-sifat yang baik, benar, dan lurus.

Ia pintu gerbang dari budi; Keteguhan pintu gerbang yang pertama dapat dirubuhkan musuh, maka jatuh satu jatuh dua berarakan pintu-pintu di belakang.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 117-118, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

IMAN ADALAH KELANJUTAN DARI ISLAM

Perbedaan di antara Islam dengan iman, bahwa Islam barulah semata-mata pengakuan, sedang iman sudah termasuk pelaksanaan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 211-213, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kalau kita mencintai Allah maka jalan satu-satunya yang akan kita ikuti hanyalah jalan yang ditempuh Nabi Muhammad saw.

Kalau kita masih ragu, menyangka ada jalan lain selain jalan Muhammad saw. yang kita anggap benar, batal-lah Islam kita.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 121, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

"Dan tidaklah Kami mengutus seorang Rasul pun, melainkan supaya ditaati dengan izin Allah." (pangkal ayat 64).

Orang yang mengakui Rasul, tetapi ajarannya tidak diikuti adalah munafik.

Mendurhakai Rasul artinya mendurhakai Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 354, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Jika kelihatan sesuatu yang janggal, bukanlah karena salah agama.

Melainkan karena kehalusan perasaan agama tidak dipupuk oleh kecerdasan pikiran.

Hanya membaca matan-matan kitab yang beku, tidak dituntun oleh ilmu pengetahuan agama yang sejati, yang bernama Ruhusy Syari'ah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 433, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AJARAN ISLAM TERHADAP RUMAH TANGGA

Mereka katanya hendak meniru sunnah Muhammad saw., padahal tarikh rumah tangga Muhammad tidak dipedulikannya.

Yang perempuan katanya hendak meniru Siti Aisyah, tetapi riwayat-riwayat yang dibawakan Siti Aisyah mereka belakangi bulat-bulat.

Kalau mereka katakan, "Bagaimana kami akan dapat mendirikan rumah tangga, padahal kami miskin?"

Ya, barangkali mereka sangka bahwa Nabi Muhammad dalam rumah tangganya kaya raya.

Barangkali mereka tidak tahu bahwasanya pernah sebulan lamanya dapur istri Nabi saw. tak berasap, karena miskin, tidak ada yang akan dimasak.

Kembalilah ke rumah, perbaiki rumah tangga karena tujuan hidup ialah kesana.

Pergerakan yang mengabaikan rumah tangga tidak ubahnya dengan menghasta kain sarung, berputar-putar, tetapi disana ke disana juga.

(Buya HAMKA, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 282, Republika Penerbit, 2015).

Celakalah pergaulan kaum Muslimin kalau rumah tangga dan persuami-istrian,

Mereka hanya asal kawin saja.

Cerai asal cerai saja.

Maka, sekiranya suatu masa tampak kekeruhan masyarakat Muslimin sehingga hancur kepribadiannya dan sampai dia diinjak-injak oleh bangsa lain, pastilah bertemu salah satu sebabnya, yaitu karena ayat-ayat Allah berkenaan dengan pembangunan keluarga tidak dipedulikan lagi.

Tepatlah apa yang pernah dikatakan oleh Sayyid Jamaluddin al-Afghani,

"Kemajuan bangsa lain ialah setelah mereka tinggalkan peraturan agamanya, sedangkan kemunduran kaum Muslimin ialah setelah mereka meninggalkan peraturan agamanya."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 475, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BOLEHKAH KITA MARAH?

Marah, ada yang terpuji, yang tercela, dan ada yang terlarang.

Ahli Tasawuf Islam menerangkan bahwa marah itu terpuji hanya dalam dua perkara saja, yaitu;

1. Marah mempertahankan kehormatan.

2. Marah mempertahankan agama.

Marah mempertahankan kehormatan.

Jika anggota keluarga kita dicemarkan, dihina, dan direndahkan orang, kita marah dan membalas dengan marah dan menuntut pembalasan. Marah yang begini diberi nama Ghirah Lissyaraf (cemburu menjaga kehormatan).

Marah mempertahankan agama (Cemburu, Ghirah).

Cemburu di dalam mempertahankan derajat agama (Ghirah alad Din). Rasulullah saw. memuji sahabat-sahabatnya, sebab mereka sangat keras terhadap orang yang ingkar dan sangat berkasih-kasihan di antara sesamanya.

Rasulullah saw. bersabda,

"Yang sebaik-baik umatku ialah yang sikapnya keras di dalam menjalankan hukum agama."

Di dalam menjalankan hukum Islam atas orang bersalah, dalam Al-Qur'an ada diingatkan,

"Jangan kenal kasihan di dalam menjalankan hukum Allah."

Kemarahan dalam agama membolehkan menyerang negeri musuh dan membunuh lawan.

Tetapi tidak membolehkan membakar rumah, memotong pohon yang berbuah, dan menganiaya mayat musuh yang sudah mati.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 183, 185, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Banyak pula alat-alat yang ditunjukkan Allah dan Rasul untuk menjaganya atau dari petunjuk ulama-ulama yang terpandang dalam Islam.

Setengah dari padanya ialah mencari teman sahabat, menjaga kecemburuan (ghirah) dalam agama, memilih bacaan yang baik. Dan yang jadi benar-benar tiangnya ialah pendidikan Tuhan pula di dalam Al-Qur’an Surah an-Nisaa, demikian bunyinya:

"Dan sesungguhnya telah diturunkan di dalam Kitab; bahwa apabila mendengar kamu akan ayat-ayat Allah, akan dikafiri orang akan dia, dan dipermain-mainkan orang isinya. Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sebelum mereka putar duduk pembicaraan kepada yang lain, sebab (kalau kamu duduk juga), adalah kamu termasuk golongan mereka pula," (QS. an-Nisaa [4]: 140).

Jadi hendaklah cukupkan ikhtiar dan usaha supaya iman itu jangan lemah, dengan jalan menutup pintu-pintu yang bisa melemahkannya.

Supaya iman itu bertambah naik, serta diterima oleh Tuhan, maka ulama-ulama telah menunjukkan beberapa aturan.

Di antaranya Abdullah bin Mas'ud (sahabat Nabi), Uzaifah bin al-Yaman (sahabat Nabi), an-Nakha'iy, Hassan Basri, Atha', Thaus, Mujahid bin Abdullah bin Bubarak (semuanya tabi'in), bahwa hendaklah orang yang ingin lengkap imannya itu menyempurnakan 3 syarat:

1. Di-tasdiq-kan (dibenarkan dengan hati).

2. Di-ikrar-kan (diakui dengan lidah).

3. Diturut dengan amalan.

Kalau kurang satu di antara ketiga syarat itu, tidaklah dapat dikatakan sempurna iman itu.

Kalau seseorang mengerjakan suatu amalan, sedang hatinya tidak percaya, boleh dia menjadi munafik.

Kalau lidahnya saja yang mengaku, hati dan perbuatannya tidak, jatuhlah dia menjadi kafir juhud.

Ada dia mengerjakan, dan lidahnya pun mengakui pula, tetapi tidak diketahui kaifiat-nya, maka ditakuti bahwa imannya itu akan jatuh kepada kesalahan.

Oleh karena itu, hendaklah dituntut segala macam ilmu yang bisa menguatkan iman.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 71-72, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

BERANI-BABI DAN PENGECUT

Perangai yang sehat ialah syaja'ah.

Yaitu berani karena benar dan takut karena salah.

Syaja'ah merupakan perangai yang timbul daripada tabiat manusia yang bernama Ghadab, artinya marah.

Tahawwur, berani-babi, ialah keberanian manusia menempuh suatu hal, padahal menurut pertimbangan akal yang waras hal itu tak boleh ditempuh. Sebabnya timbul berani-babi, ialah lantaran darah marah yang mendidih, yang timbul dari nafsu pembalasan.

Untuk mengobati penyakit tahawwur, hendaklah orang yang telah disinggung penyakit ini, sadar akan akibat yang akan ditempuh jika tahawwur-nya diteruskan juga. Sadari bahayanya, paksa diri surut ke belakang. Kalau ini telah dibiasakan, maka hati tidak akan merasa kecewa lagi jika ditimpa malapetaka, tidak tercengang melihat keganjilan kebenaran.

Jubun, itulah penyakit yang di bawah dari derajat pertengahan. Pendeknya kalau diukur dengan thermometer kehidupan, tabiat ini amat dingin.

Kurang perasaan marah, sehingga tidak ada marahnya pada waktu patut marah.

Tidak kuasa dia tampil ke muka pada waktu ia wajib tampil ke muka.

SEBAB-SEBAB JUBUN

Sebagaimana yang menimbulkan tahawwur ialah ghadhab, kemarahan, maka yang menimbulkan jubun ialah mati-hati, telah dingin darah kemarahan.

Sebab kematian hati itu ada pula, yaitu rendah gengsi, tidak ada martabat, hina kehidupan.

Karena kurang kesabaran, kurang kemauan, sebab itu jadi pemalas itulah pangkal segala perangai yang tercela.

Bahaya jubun itu amat besar.

Orang yang jubun suka saja menerima kehinaan, asal kesenangan jasmani jangan terganggu.

Karena dingin kesenangan, takut kematian, padahal kematian pasti datang.

Dia tak peduli harta bendanya atau orang-orang yang patut dipeliharanya dianiaya orang, baik dirinya apalagi tanah air dan agamanya.

OBATNYA

Mengobati penyakit jiwa yang berbahaya ini, dengan jalan menimbulkan watak-watak yang terpendam di dalam diri. Karena perangai-perangai itu sebenarnya masih belum hilang dari jiwa.

Orang-orang yang pengecut itu, kadang-kadang hatinya masih berkata, dan jiwanya masih menyesali kesalahannya.

Sebab-sebab itu di atas telah banyak kita terangkan misalnya kurang pembacaan, kurang pergaulan, kurang suka mendengar perkataan yang penting-penting dalam pergaulan hidup.

Jadi perangai-perangai yang baik itu, ada harapan timbul kembali bilamana dikorek-korek, atau dibersihkan yang menimbunnya.

Yang mengatur diri kita ialah kita sendiri. Bukan orang lain.

Boleh kita ambil umpama, seorang yang demam, bila demamnya itu diberat-beratkannya, mukanya dipermuram-muramkannya, demam itu akan bertambah. Tetapi kalau dilawannya, dengan: "Ah, aku tidak demam", dengan sendirinya demam itu hilang sebelum menjadi berat.

Begitu juga seorang pengecut, cobalah lawan perangai itu walaupun hati berdebar.

Jalankan akal, apa sebabnya saya takut begini?

Mula-mulanya jantung berdebar memberani-beranikan diri, padahal awak pengecut.

Tetapi nanti setelah menjadi kebiasaan, debar jantung itu akan hilang sendirinya.

Banyak ahli filsafat dan ahli tasawuf sengaja menempuh bahaya yang ngeri, untuk membiasakan keberanian.

Ditempuhnya lautan sedang ombak dan gelombang besar, atau bangun tengah malam dari tidurnya, untuk membiasakan keberanian menghindarkan malas.

Dengan demikian timbulah perangai syaja'ah, yang semenjak agama Islam ditegakkan, mengajar umatnya dalam keberanian itu.

Orang Islam sejak bermula dididik syaja'ah, disingkirkan daripada jubun dan tahawwur.

Mereka diajar mempercayai mati syahid, bahwasanya orang yang mati syahid itu laksana hidup juga.

Janda seorang Islam yang mati, disuruh dinikahi oleh temannya, supaya hatinya jangan bingung menempuh mati.

Anaknya dinamai anak-yatim, disuruh pelihara oleh seluruh muslimin.

Kepadanya dijanjikan pula "jannah", surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.

Seorang muslim yang sejati, amat lekat syaja'ah itu dalam kalbunya.

Dia amat kuat beroleh kehinaan, takut agamanya akan mundur, takut derajatnya akan luntur, takut masuk neraka, takut hidup tidak akan berguna, takut umatnya akan hina.

Lantaran takut akan ditimpa segala bahaya itu, maka dia berani menghadapi mati.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 177-180, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

AHADITSUL FITAN (HADITS-HADITS TENTANG PERCOBAAN AGAMA)

"Bermula Islam itu dalam keadaan asing, dan ia pun akan kembali jadi asing sebagaimana bermulanya; Maka merasa berbahagialah orang-orang yang dipandang asing itu."

Hadits yang shahih ini pun kerap kali orang memahamkannya dengan muram dan suram atau pesimis, seakan-akan tiba zamannya Islam itu laksana orang terpencil sebab dianggap asing, lalu timbul rasa hendak menyisihkan.

Padahal kalau dipahamkan sampai kepada lanjutan hadits tidaklah patut rasa muram yang timbul, melainkan rasa bangga.

Sebab lanjutan hadits ialah,

Ditanyai orang, "Siapakah orang-orang yang dianggap asing itu, ya Rasulullah?"

Beliau menjawab, "Yaitu orang-orang yang masih berbuat baik pada waktu orang lain telah rusak."

Pada satu riwayat yang lain,

"Yaitu orang-orang masih saja bertambah-tambah, apabila manusia yang lain telah berkurang-kurang."

Ibnul Qayyim di dalam kitab Madarijus Salikin mengomentari,

"Artinya ialah orang yang masih bertambah-tambah kebajikannya dan imannya dan takwanya apabila orang lain telah berkurang-kurang."

Riwayat yang lain lagi lebih tegas pula,

"Dan siapakah orang-orang yang dianggap asing itu ya Rasulullah?"

Beliau menjawab,

"Yaitu orang yang menghidupkan sunnahku dan mengajarkannya kepada manusia."

Melihat kepada riwayat-riwayat hadits ini di ujung yang terakhir ini, orang yang menghidupkan sunnah Rasul dan mengajarkannya kepada manusia, yang menerangkan bahwasanya orang yang dianggap asing itu ialah orang:

1. Orang yang masih menegakkan kebaikan pada waktu orang lain telah rusak.

2. Orang yang tetap bertambah-tambah usahanya, padahal orang lain telah berkurang-kurang.

3. Orang yang menghidupkan sunnah Rasul dan mengajarkannya kepada manusia, nyatalah bahwa ghurabaa itu bukan orang asing yang terpencil, tetapi orang-orang pahlawan yang berani menantang ombak dan gelombang kemungkaran.

Orang seperti itu di mana-mana saja selalu sedikit bilangannya "tidak banyak" tetapi yang sedikit itulah yang mempertahankan kebenaran, sehingga kebenaran akan tegak terus.

Saya salinkan ke dalam bahasa kita apa yang ditulis oleh Ibnul Qayyim ini dalam Madarijus Salikin tentang ghurabaa ini,

"Muslim sejati di kalangan manusia adalah asing. Mukmin di kalangan orang Islam adalah asing, ahli ilmu sejati di kalangan orang beriman adalah asing, ahli Sunnah yang membedakannya dengan ahli dakwah nafsu dan bid'ah di kalangan mereka adalah asing, dan ahli-ahli dakwah yang membawa orang kejurusan itu dan orang yang selalu disakitkan oleh orang yang tidak senang, pun adalah sangat asing. Namun, orang-orang itu semuanya adalah Wali Allah yang sebenarnya; sebab itu mereka tidak asing. Mereka hanya asing dalam pandangan orang kebanyakan ini."

Setelah membaca tali-temalinya hadits ghurabaa ini dan membaca pula komentar orang yang berpengalaman seperti Ibnul Qayyim itu,

Maka dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa hadits ini tidaklah sepatutnya membawa suram dan mematahkan semangat, tetapi membuat kita bangga kalau kita termasuk dalam ghurabaa itu.

Oleh sebab itu, maka penafsiran sebagian ulama atas hadits-hadits fitnah ini yang menganjurkan kita mundur saja dari perjuangan, dari amar ma'ruf nahi munkar, dari jihad berjuang dan kerja keras menegakkan kebenaran adalah satu tafsiran yang sangat berbahaya yang bisa menumbangkan benteng-benteng pertahanan Islam.

Kelemahan inilah yang dipergunakan oleh pihak penjajah di negeri-negeri Islam ketika dilihatnya ada ulama-ulama yang tidak mau lagi campur ke tengah masyarakat, lalu menguburkan dirinya di tempat yang terpencil.

Terjadi Peperangan Salib, sampai 8 kali bangsa Barat Kristen mengirim tentara-tentara besar buat menaklukkan negeri-negeri Islam, sampai 92 Tahun lamanya. Palestina atau Yerusalem jatuh ke tangan Kristen.

Kalau sekiranya perkataan Anas bin Malik dituruti saja, tentu sejak itu islam sudah hancur habis kikis. Namun, ruh Islam masih hidup. Datang Shalahuddin al-Ayyubi. Dengan semangat Islam ruh jihad ia tampil ke medan perang, dan Yerusalem dapat dirampas kembali. Padahal sudah hampir 100 Tahun dikuasai musuh.

Buya ZAS yang terhormat,

Oleh karena itu, saya kuncilah keterangan ini dengan pendapat saya setelah banding-membanding bahwasanya hadits-hadits yang membayangkan akan terjadi beberapa fitnah (Ahaditsul-fitan) itu baru dapat kita pahami jika kita bandingkan pula dengan hadits-hadits yang lain, sehingga semangat kita dalam mengerjakan tugas menegakkan agama (selama hayat masih dikandung badan) tidaklah akan kendur,

Kita semua tahu, apabila telah hilang dan sirna segala keraguan bertemu dengan ayat Allah tentang hadits itu. Ayat Allah ialah,

"Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama, meskipun orang-orang musyrik membencinya." (ash-Shaff: 9).

Dengan ayat ini habislah segala waswas.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 463-472, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

KEBERANIAN BUDI

Seorang pemimpin Islam yang masyhur, Kiai H. Mas Mansur, pernah berpidato di Kongres Muhammadiyah di Makassar (1931) kira-kira demikian bunyinya,

"Saya dengar penduduk Bugis dan Makassar adalah bangsa yang terhitung keras hati dan berani. Bangsa yang tidak mau kehormatannya dilanggar. Untuk membela kehormatan, mereka bersedia mati, walau hanya karena barang yang berharga setali. Keberanian ini harus dihidupkan dan disuburkan untuk meningkatkan kemuliaan. Seperti keberanian orang Eropa naik kapal udara untuk menambah ilmu pengetahuan, dengan tidak merasa takut dan gentar akan mati jatuh dari atas".

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 260, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

PERISTIWA MAKASSAR

Kita memang merasakan bahwa akhir-akhir ini hubungan di antara kita, sebangsa dan setanah air karena berlainan agama menjadi panas.

Kaum Muslimin dilarang oleh agamanya sendiri merusak gereja dan rumah tempat orang beribadah.

Nyatalah bahwa pengrusakan gereja di Makassar itu adalah satu akibat dari satu sebab.

Apakah saudara-saudara kita orang Kristen akan dapat mengubah caranya berpropaganda, yaitu dengan cara menghina Islam, menyakiti hati, menuduh Nabi Muhammad dengan tuduhan yang nista, kemudian orang Islam akan diam saja?

Atau orang Islam berdiam diri saja, tinggal dayus (kehilangan harga diri) dan kehilangan rasa kehormatan agamanya?

Kalau mereka bertindak, lalu datang seorang seperti Muchtar Lubis menyindir haji-haji dan kiai-kiai?

Memang sejak hubungan ruhani dengan Israel, Saudara Muchtar Lubis sudah sangat maju sehingga sudah lama kita ditinggalkannya, dan haji-haji dan kiai-kiai telah menjadi objeknya yang bagus sekali buat melepaskan kritiknya kepada umat Islam.

Seluruh tuduhan DI/TII, Masyumi partai terlarang, anti-Pancasila, Gerpol PKI, subversif asing ditimpakan kepada umat Islam.

Artinya, umat Islam yang selama ini membanggakan diri mayoritas, disesak ke tepi, dan muncullah minoritas jadi penguasa, seperti yang terjadi di Vietnam Selatan di zaman Ngo Diem Dien, sampai pendeta biksu-biksu Budha memprotes ketidakadilan dengan membakar diri.

Kita yakin, bukan ini yang dikehendaki di negeri kita.

Cita-cita perdamaian masih berurat berakar dalam sekali di jiwa kaum Muslimin.

Kita yakin, pihak penguasa kita yang sekarang di bawah pimpinan Pj. Presiden Jenderal Soeharto akan dapat merumuskan jalan yang baik, yang menjaga kerukunan umat beragama dalam negeri ini.

Kita yakin asal jangan sampai masuk pengaruh luar ke dalam masyarakat kita bangsa Indonesia, yang memeluk berbagai agama, tidaklah ada kusut yang tidak akan selesai, dan tidak ada keruh yang tidak akan jernih.

Kebijaksanaan pemerintah sangat kita harapkan dalam hal seperti ini.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 169-170, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Apa yang menimbulkan keberanian?

Yang menimbulkan keberanian ialah kebenaran.

Tidak ada suatu kekerasan senjata apa pun yang dapat mengalahkan keberanian lantaran kebenaran.

Benarlah pepatah tua nenek moyang,

"Berani karena Benar".

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 273, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

TAWAKAL

Di dalam peperangan menghadapi musuh, diperintahkan orang Islam menyediakan senjata yang lengkap, jangan hanya dengan sebilah lading atau golok hendak berjuang menghadapi bayonet dan senapan-mesin.

Karena menurut Sunnatullah, tidaklah sebilah lading atau golok akan menang menghadapi sepucuk senapan-mesin yang dapat memuntahkan peluru 500 butir dalam 1 menit.

Maka orang yang menutup kandangnya, takut ayamnya ditangkap musang; orang yang mengunci rumahnya takut maling akan masuk; orang yang memautkan untanya takut akan dilarikan orang; mereka itulah "mutawakkil";

Bertawakal yang sejati, tawakal dalam teori dan praktek.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 287, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

"Perangi mereka dengan alat perang seperti yang mereka pakai. Mereka dengan pedang, kita pun dengan pedang. Mereka dengan panah, kita pun dengan panah."

Kata Abu Bakar ini penting diperluas untuk zaman seterusnya,

"Mereka dengan mitraliur, kalian pun dengan mitraliur. Mereka dengan meriam kanon, kalian pun dengan meriam kanon. Mereka memakai kapal udara dan kalian pun memakai kapal udara",

Dan seterusnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 363, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ISLAM DAN KEMAJUAN

Islam membantah dan menentang segala teori buatan kepala-kepala agama itu. Dengan bukti cukup ditunjukkannya bahwa agama itu bukan musuh kemajuan, bahkan agamalah penuntun kemajuan, menempuh tujuan untuk perdamaian segala bangsa.

Allah berfirman,

"Katakan Muhammad, Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang dikeluarkan-Nya untuk hamba-Nya, dan siapakah yang menolak rezeki yang baik-baik?" (QS. al-A'raf [7]: 32).

Firman-Nya pula untuk jadi do'a,

"Ya Allah berilah kami keselamatan di dunia dan beri pula kami keselamatan di akhirat, jauhkan kami daripada azab neraka," (QS. al-Baqarah [2]: 201).

Firman-Nya juga,

"Dan dikatakan kepada orang-orang yang taqwa; Apakah yang diturunkan oleh Tuhanmu? Mereka menjawab: ialah kebaikan, yaitu untuk orang yang berbuat baik seketika di dunia dengan suatu kebaikan, dan hidup di akhirat itu adalah lebih baik lagi. Di sanalah seindah-indah tempat bagi orang yang taqwa," (QS. an-Nahl [16]: 30).

Karena kemajuan tidak akan tercapai dengan tiada ilmu, maka beratus ayat Al-Qur'an dan beratus hadits menyerukan menuntut ilmu.

Apa saja macamnya, ilmu dunia dan akhirat, ilmu agama dan kemajuan, ilmu alam, ilmu bintang, ilmu membuat kapal, membuat mesin, membuat kapal-udara, membuat roket angkasa luar, membuat radio, membuat televisi, membuat listrik, memperbaru model alat perang dan seterusnya.

Semuanya disindirkan di dalam Al-Qur'an, bukan dilarang.

Bukanlah orang Islam hanya disuruh menuntut istinjak, rukun bersuci, ilmu Hadits, ilmu Fiqh dan sebagainya saja.

Do'a seindah-indahnya di dalam Al-Qur'an dalam perkara menuntut ilmu ialah:

"Katakanlah: Ya Allah, tambahilah aku ilmu," (QS. Thaha [20]: 114).

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 132-133, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Akal budi kita sendiri tentu dapat mempertimbangkan bahwa mengikuti langkah beliau itu, tidaklah sampai kepada yang berkecil-kecil yang mengenai kebebasan pribadi.

Misalnya, beliau berperang dengan pedang dan tombak maka di zaman sekarang kita ini tidak boleh lagi kita berperang hanya semata-mata dengan pedang dan tombak, sebab dengan bimbingan beliau juga kita wajib menjalankan tuntunan Al-Qur'an juga, sebagai tersebut di dalam surah al-Anfaal ayat 62, kita diperintahkan mengadakan persiapan dengan segala kemampuan dan kesanggupan kita, dengan segala macam dari serba aneka perlengkapan persenjataan.

Min quwwatin berarti daripada macam kekuatan.

Di zaman Nabi kekuatan itu memang pedang dan tombak maka di zaman kita sekarang min quwwatin telah berubah menjadi bedil dan senapan, meriam, houwitser, kapal udara pancar gas, kapal laut dan peluru-peluru kendali.

Sebab itu, di dalam mengikuti langkah Nabi, min quwwatin-nya itulah yang dipegang, bukan pedang dan tombaknya.

Demikian pula di dalam urusan keduniaan yang lain, Nabi sendiri yang membuka pintu bagi kita buat maju dalam perjuangan merebut tempat di dunia. Sebab, beliau yang berkata:

"Kamu lebih mengetahui urusan-urusan duniamu."

Maka, tidaklah kita mengikuti Nabi kalau di zaman sekarang sudah ada mobil Impala dari Jeddah ke Madinah, yang bisa sampai dalam waktu 5 jam lalu kita pakai juga unta, padahal memakan waktu selama 14 hari.

Apatah lagi ada pula kejadian pada Nabi yang sama sekali tidak dapat kita ikut. Seumpama suatu riwayat, pada suatu pagi di waktu Shubuh, beliau memberitahukan kepada sahabat-sahabat beliau di masjid, bahwa telah mati tadi malam Kisra Abruiz dari Persia, yang dahulu pernah merobek-robek surat Rasulullah. Tentu berita itu beliau terima dari wahyu. Maka, kita di zaman sekarang wajiblah memakai segala alat telekomunikasi, baik telepon atau radio telepon atau televisi, begitu baru kita mengikut Rasulullah saw.

Kita ikut beliau di dalam aqidah dan kita ikuti beliau dalam ibadah, tidak kita kurangi dan tidak kita tambahi, kita ikuti beliau di dalam kebaikan pergaulan dan ketinggian budi, yang semuanya menjadi contoh teladan dari kemanusiaan yang setinggi-tingginya, kita ikuti beliau di dalam beramal dan cara mendekati Allah.

Kita ikuti beliau dalam kasih cinta sebagai ayah terhadap anak-anak, sebagai suami terhadap istri, sebagai pemimpin terhadap umat yang dipimpin.

Dengan demikian, barulah kita akan mendapat petunjuk.

Dalam pada itu, sebagai mengikuti jejak beliau, hendaklah tiap-tiap kita mempelajari agamanya sedalam-dalamnya dan tiap-tiap kita pun berkewajiban mengadakan dakwah dan tabligh, menyebarkan agamanya.

Tiap Muslim menjadi zending dan misi agamanya.

Menurut sabda beliau,

"Sampaikanlah daripadaku walaupun satu ayat." (HR. Muslim).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 574-575, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Tidaklah ada faedahnya perkataan jika tidak disertai perbuatan.

Tidak ada faedahnya kepandaian kalau tidak disertai budi pekerti.

Tidak ada faedahnya pengorbanan kalau tidak disertai niat suci.

Tidak ada faedahnya negara makmur kalau hati penduduknya kecewa.

(Buya HAMKA, Lembaga Budi: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Hal. 174, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

RENUNGAN BUDI

Seorang yang mengakui diri sebagai seorang Nasionalis sejati dengan perasaan nasional yang berkobar-kobar pernah menyatakan tidak puas hatinya, mengapa haji-haji masih memakai serban Arab.

Kalau kita tanya kepada haji-haji itu, mengapa masih memakai serban Arab tentu haji itu dapat menjawab, "Sebab saudara telah memakai dasi Belanda."

(Buya HAMKA, Lembaga Budi: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Hal. 202, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

PERINTAH HAJI

Seketika Sayyidina Umar bin Khaththab telah jadi khalifah, pernah pula beliau menyampaikan satu ancaman bagi orang-orang yang melalaikan kewajiban haji, beliau berkata,

"Sesungguhnya ada maksudku hendak mengutus beberapa orang ke negeri-negeri besar itu, supaya mereka selidiki tiap-tiap orang yang mempunyai kemampuan, padahal dia tidak juga pergi haji. Untuk orang-orang ini supaya dikenakan saja jizyah. Sebab, mereka bukan Islam. Mereka bukan Islam."

Jizyah adalah pajak terhadap warga negara yang bukan Islam.

Pasanglah niat dan berikhtiarlah dengan segala tenaga, walaupun meninggal sebelum niat tercapai.

Lebih-lebih bagi kita yang bertanah air jauh di ujung timur jauh ini.

Ada pula orang yang ditimpa penyakit kebangsaan berkata bahwa naik haji itu hanya pergi memperkaya orang Arab. Padahal, dia sendiri melawat juga ke Eropa atau Amerika. Apakah pergi ke sana tidak memperkaya orang Barat? Tiap-tiap negeri yang maju di dunia ini mengadakan kantor turisme, untuk menarik hati orang luar negeri ziarah ke negerinya, apakah ini tidak memperkaya negeri itu pula? Apakah di zaman modern tidak dipergiat kemajuan hubungan antar negara? Mengapa untuk naik haji ke Mekah saja, buat beribadah kepada Allah dikatakan "memperkaya orang Arab", sedang buat yang lain tidak?

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 17, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Syari'at umat yang sebelum kita, tidaklah menjadi syari'at pula bagi kita lagi.

Di antara satu contoh syari'at ialah tentang libur orang Yahudi adalah hari Sabtu.

Datang syari'at Islam mengadakan hari Jum'at buat beramai-ramai shalat ke masjid.

Adapun orang Kristen membuat libur hari Minggu, tidaklah jelas syari'at al-Masih. Melainkan dibuat orang setelah beliau meninggal dunia.

Dan kalau ada persamaan syari'at kita dengan syari'at mereka, bukanlah berarti bahwa kita melanjutkan memakai syari'at itu. Melainkan dia berlaku karena telah dijadikan syari'at kita.

Sebab itu maka salah satu rukun Islam, yaitu haji bukanlah kita pakai karena dia syari'at Nabi Ibrahim, tetapi kita pakai karena dia syari'at Nabi Muhammad saw. Ada beberapa hal yang serupa, tetapi sudah nyata bahwa syari'at haji bukanlah syari'at Nabi Ibrahim yang kita pakai.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 709-710, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BAB I

DUNIA SEBELUM MUHAMMAD SAW.

Ketika itu dunia belum seluas sekarang, negeri Eropa pun belum banyak yang dikenal. Negeri yang terlingkung dalam kata dunia, hanya negeri Persia, Tiongkok, Hindustan, Romawi dan Yunani.

Hal itu tidak mengherankan karena dalam Al-Qur'an berkali-kali disebutkan kata al-Ardh (bumi). Padahal, yang dimaksud Al-Qur'an dengan bumi, ternyata hanyalah suatu daerah yang kecil, yaitu Mesir.

Adat dan kesopanan orang Arab sangat rendah. Mereka meminum khamr, berjudi, menguburkan anak perempuan hidup-hidup, serta senang merampas dan merampok. Kadang-kadang, hanya karena perselisihan mulut sedikit saja bisa menumpahkan darah. Mereka sangat pendendam.

Sementara itu, perempuan Arab sangat bangga jika dapat menghapuskan darah musuh ke bajunya atau meminum darahnya dan menggigit jantungnya.

Dalam hal agama pun mereka sangat buruk. Hewan diambil menjadi tuhan. Ada pula yang menyembah bintang, menyembah kayu, batu dan lain-lain.

Bahkan, agama Yahudi dan Nasrani tidak kuasa untuk mengubahnya karena kedua agama itu pun telah karam dalam khurafat dan bid'ah yang sangat banyak.

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Hal. 65, 77-78, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

PERANG SALIB MODERN

Zaman modern tidak memungkinkan lagi menyiksa orang dengan mencabut lidahnya, memecah tulangnya, memasukkan ke dalam tong yang penuh dengan besi paku, lalu digolong-golongkan di tempat luas, sehingga mati, atau perempuan yang dihancurkan payudaranya dengan alat-alat tertentu, atau dititikkan air satu tong besar, setitik demi setitik ke atas ubun-ubunnya, atau dibakar di muka umum sebagaimana yang dilakukan kepada Jeane d'Arc.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 124-125, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Orang Yahudi tidaklah mengadakan zending dan misi.

Pemeluk agama Yahudi lebih senang jika agama itu hanya beredar di sekitar Bani Israil saja sebab mereka memandang bahwa mereka mempunyai darah istimewa.

Akan tetapi, mereka memasukkan pengaruh ajaran mereka dari segi yang lain.

Bukan saja di dunia Islam, bahkan pada dunia Kristen mereka pun mencoba memasukkan pengaruh sehingga merekalah yang berkuasa.

Kita masih ingat bahwa dalam kitab-kitab Perjanjian Lama yang menjadi pegangan mereka, tidak ada pengajaran tentang Hari Akhirat.

Agama orang Yahudi itu terlebih banyak menghadapkan perhatian kepada urusan dunia, kepada harta benda.

Kehidupan riba (rente) adalah ajaran orang Yahudi.

Negeri Amerika Serikat yang begitu besar dan berpengaruh, terpaksa menutup kantornya 2 hari dalam seminggu.

Bukan saja pada hari Ahad sebagai hari besar Kristen, tetapi hari Sabtu pun tutup.

Ini karena yang memegang keuangan di Wallstreet (New York) adalah bankir-bankir Yahudi.

Sebab itu, segala sesuatu kelancaran ekonomi di tangan Yahudi.

Sedangkan di Amerika lagi demikian, apatah lagi di negeri-negeri lain.

Gerakan Vrijmetselar, Gerakan Masonia, dan beberapa gerakan internasional yang lain, tempuknya dalam tangan Yahudi.

Dunia Islam tidak perlu masuk agama mereka, asal turutkan pengaruh mereka.

Negeri-negeri islam yang besar-besar terpaksa mendirikan bank-bank, menjalankan niaga dan ekonomi berdasarkan riba, baik riba besar maupun riba kecil; terpaksa memperlicin hukum riba supaya bernapas untuk hidup, tidak dapat mencari jalan lain sebab seluruh dunia telah dikongkong oleh ajaran Yahudi.

Sedikit orang Yahudi yang berpencar-pencar di seluruh dunia dapat mendirikan sebuah negara Yahudi, mereka beri nama Israel, di tengah-tengah negeri orang Arab, dengan dibantu oleh Kerajaan Inggris dan Amerika, bahkan mendapat pengakuan pertama dari Rusia Komunis.

Semuanya inilah yang diisyaratkan oleh ayat yang tengah kita tafsirkan bahwasanya orang Yahudi dan Nasrani belum merasa puas hati sebelum kita penganut ajaran Muhammad mengikut agama mereka.

Ini bukanlah ancaman yang menimbulkan takut, melainkan sebagai perangsang supaya kaum Muslimin terus berjihad menegakkan agamanya dan melancarkan dakwahnya.

Karena selama kaum Muslimin masih berpegang teguh kepada ajaran agama yang dipeluknya, mengamalkannya dengan penuh kesadaran, tidaklah mereka akan runtuh lantaran usaha kedua pemeluk agama itu.

Sebab ayat telah menegaskan bahwasanya petunjuk yang sejati tidak ada lain melainkan petunjuk Allah.

Disampaikan orang-orang yang demikian keras hawa nafsunya hendak menarik orang lain ke dalam agamanya, baik Yahudi maupun Nasrani, maka Allah menerangkan lagi segolongan manusia, yang bukan hanya semata membaca Kitab, melainkan memahamkan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 234-235, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

JANGAN PANDANG ENTENG!

"Apakah dengan berita ini kamu hendak memandang enteng?" (ayat 81).

Bahwa sebagian daripada orang yang tidak mau memercayai keterangan dari Allah ialah bahwa mereka tidak memandangnya dengan sungguh-sungguh, tidak menerimanya dengan perhatian penuh.

Mereka hanya menerima dengan enteng, tidak masuk hati, atau kalau menerima hanya dengan setengah hati belaka.

Kalimat mudhinuun diujung ayat ini kita artikan memandang enteng.

Sebenarnya pengambilan kata ialah daripada duhn, yang arti asalnya ialah minyak.

Maka tepat jugalah kalau kita artikan dengan berminyak air, asal mukanya berminyak saja untuk menyenangkan hati orang yang melihatnya, padahal bila panas, air itu akan kering sendiri.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 648, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TERBUKA PINTU MEMAHAMKAN AGAMA

Kepala-kepala agama yang terdahulu menutup mati pintu bagi pengikut agama itu akan memahamkan maksud dan patinya.

Maksud mereka hanya semata-mata untuk melebihkan diri, supaya mereka saja yang dianggap alim, bijak, dan pintar.

Dengan itu tetaplah kekuasaan dalam tangan mereka.

Lama-lama mereka sendiri terikat pula dengan angan-angan mereka sendiri, yaitu tidaklah mereka paham lagi apa maksud dan isi kitab suci.

Mereka hanya semata-mata menyembah tulisan, bukan kepada maksud; kepada huruf, bukan kepada tujuan.

Siapa melanggar agama menurut yang mereka pahamkan dikucil dari agama.

Jadi merekalah yang menguasai agama.

Diambilnya Hak Tuhan.

Maka datanglah Al-Qur'an mengkritik keras kejadian dan peraturan yang pincang ini.

Satu kali menurut Al-Qur'an:

"Setengah mereka ada yang ummi, tidak mereka ketahui akan Kitab itu hanya semata-mata amani (angan-angan), tidak ada yang mereka ketahui, hanyalah sangka-sangka saja," (QS. al-Baqarah [2]: 78).

Setelah itu Allah dengan terang merendahkan derajat orang yang memikul kitab suci tetapi tidak mengerti dan tidak paham maksud dan isinya.

Amani, yang diartikan dengan angan-angan itu, maksudnya menurut tafsir ialah semata-mata pandai membaca, tidak memahamkan isinya.

Bukan main qari, kena makhraj dan tajwidnya, tetapi pahamnya kosong.

Dengan sendirinya mereka hanya menurut kira-kira saja, pahamnya tidak berdiri pada yang betul, tidak beralasan.

Mengerjakan suatu perbuatan yang mereka sangka mendatangkan kesayangan Allah, kiranya membencikan Dia.

Mereka perbuat suatu yang mereka sangka ibadah, kiranya bid'ah.

"Celakalah (wailun) bagi orang yang menyuratkan kitab dengan tangan mereka sendiri, kemudian mereka katakan bahwa buatan tangan sendiri itu dari Allah, kehendak mereka hanyalah supaya pekerjaan itu mereka hargai dengan harga yang sedikit," (QS. al-Baqarah [2]: 79).

Tetapi jangan dilupakan, bahwa pada masa yang akhir ini penyakit demikian telah pindah ke dalam pergaulan kaum muslimin.

Tetapi mudah-mudahan sebagian umat pada masa ini telah insaf.

Paham demikian telah mulai dibasmi.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 126-130, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Pada akhir Abad ke-18, banyak pelajar Minang yang merantau ke Mekkah untuk mendalami agama Islam, diantaranya Haji Miskin, Haji Piobang, dan Haji Sumanik. Setibanya di tanah air, mereka menyebarluaskan pemikiran Islam yang murni, dan menjadi penyokong kuat gerakan Paderi di Minangkabau. Gelombang kedua perantauan ke Timur Tengah terjadi pada awal Abad ke-20, yang dimotori oleh Abdul Karim Amrullah, Tahir Jalaluddin, dan Muhammad Jamil Jambek. Banyak perantau Minang yang menetap dan sukses di Mekkah, diantara mereka ialah Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang menjadi imam Mesjid Al-Haram.

Perantauan Intelektual

indonesia.go.id/?p=8881

Cahaya baru di tengah-tengah padang pasir itu pada Tahun 1116 H (1704 M), yaitu 12 Abad setelah tiadanya Nabi saw. dengan lahirnya Syekh Muhammad ibnu Abdul Wahab, guru besar ajaran Wahabi yang masyhur.

"Kembali pada ajaran Rasul saw. yang asli", adalah dasar pengajarannya.

Tauhid yang khalis, yang tidak bercampur dengan syirik sedikit juga ke sanalah semua umat harus pulang agar selamat dunia dan akhirat.

Perbaharui kembali keimanan dan bangkitkan semangat baru adalah sari ajaran Muhammad ibnu Abdul Wahab. Ajaran ini muncul setelah ia mengembara terlebih dahulu keluar dari negerinya, belajar agama di Kota Damsyik, dan sangat dipegangnya ajaran Ibnu Taimiyyah, murid dari Ibnul Qayim, Ibnu Rajab dan lain-lain. Semua adalah ulama-ulama madzhab Hanbali.

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Hal. 289, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

KESIMPULAN

Tidak beragama, sama artinya dengan mati, walaupun kita masih hidup. Dan, al-Faatihah adalah isi yang utama. Sehingga dengan memahaminya, kita dapat mencapai hakikat hidup. Aamiin!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 92, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Inilah kamu! Kamu kasih kepada mereka, padahal mereka tidak kasih kepada kamu." (pangkal ayat 119).

Kamu belas kasihan kepada mereka, ingin dan sangat mengharapkan mereka mendapat petunjuk iman pula, supaya merasakan nikmat hidup beragama, padahal mereka tidaklah menyambut kasih itu.

"Dan kamu beriman kepada (isi) kitab semuanya."

Bagi kamu Taurat dan Injil ataupun Zabur, sama semuanya, sama kamu imani bersama Al-Qur'an. Akan tetapi, mereka tidak.

Niscaya berlakulah ayat ini bagi kita kaum Muslimin sepanjang zaman.

Kerap kali kaum Muslimin ditipu dan dirugikan karena salah pilih di dalam mencari teman.

Kalau sudah banyak terdengar dari mulut mereka kata-kata yang merugikan Islam, sindir-menyindir, fobia-fobia, mengapa lagi orang semacam itu akan diambil jadi teman?

Kerap kali pula terjadi karena pertentangan paham agama Islam, yang satu pihak mau berteman dengan pihak yang terang memusuhi Islam, karena melepaskan dendamnya kepada sesama Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 53, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ORANG YANG KAFIR

Lantaran itu pula, janganlah orang menyesali kaum Muslimin, kalau sekiranya kaum Muslimin menganggap orang Yahudi dan Nasrani itu kafir.

Karena memang Al-Qur'an yang mengatakan mereka kafir.

Golongan yang kafir inilah yang menyelenggarakan Perang Salib.

Teranglah bahwa yang lebih dekat pada Islam itu ialah orang Kristen yang ikhlas, yang tidak dikotori kepercayaannya dengan rasa kebencian.

Dan dijelaskan pula dalam ayat ini bahwa hal ini kebanyakan timbul tekun menuntut kebenaran, sampai air mata mereka menitik.

Orang Kristen ini pulalah yang di dalam surah al-Baqarah ayat 62 disamakan derajatnya dengan orang yang beriman dengan Yahudi dan Shabi'in.

Mereka sama-sama mendapat pahala di sisi Allah, sama-sama tidak berasa takut dan duka cita, sebab mereka beriman kepada Allah dan hari yang akhir.

Bukan seperti pendeta-pendeta pada zaman kita sekarang ini.

Dunia Barat makin lama makin membuang agama Kristen dari kehidupan mereka.

Kini, Kristen hanya digunakan untuk menentang Islam di negeri-negeri yang penduduknya teguh pada Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 11-13, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Makna kafir ialah menampik dan menolak, tidak mau menerima kebenaran, ingkar akan ajakan menuju jalan yang lurus.

Oleh sebab itu janganlah ayat ini dipandangkan semata-mata kepada orang kafir kitabi.

Sebab ada juga umat Islam sendiri, menerima pusaka agama dari ayah bundanya, tetapi hukum agama yang dituntunkan oleh Rasul itu diadakannya saringan.

Maka yang sesuai dengan hawa nafsunya diikutnya dan mana yang tidak atau yang berat ditinggalkannya.

Untuk memahami ayat ini perhatikanlah sejarah umat beragama sejak wahyu diturunkan Allah SWT.

"Akan kamu ikuti jejak umat yang terdahulu dari kamu, jejak terompah di atas jejak terompah."

Oleh sebab itu sebagai kesimpulan dari ketiga ayat ini, ayat 55-57 adalah sebagai berikut,

1. Cita-cita menjadi Khalifah Allah di atas bumi ini, artinya memegang tampuk pemerintahan di atasnya, pasti berhasil, asal kamu masih tetap beriman dan beramal saleh. Yang cita-cita itu pasti tercapai, yaitu agamamu tegak tidak ada gangguan dan keamanan timbul, segala kekacauan hilang. Sebab semuanya itu didapat dengan teguh percaya kepada Allah SWT. Tetapi siapa yang menyeleweng, terhitunglah dia orang yang fasik mendurhaka.

2. Untuk memelihara hasil yang telah didapat dan untuk mengejar cita yang belum dicapai hendaklah perteguh pribadi dengan shalat dan suburkan masyarakat dengan zakat dan tegakkan disiplin dengan taat kepada Rasul.

3. Orang yang membantah atau menampik atau menolak kebenaran Ilahi, walaupun siapa, walaupun dia mengakui dirinya orang Islam, tidaklah akan luput dari akibat kedurhakaan itu di bumi ini.

Tempatnya ialah neraka.

Neraka dunia karena kegelisahan hidup, sehingga mungkin menyebabkan gila, atau cemas, takut, cemburu kepada orang, benci dan dendam.

Dan neraka akhirat yang lebih dahsyat lagi.

Maka akhir kesudahan dari orang yang keluar dari garis kebenaran adalah buruk sekali, atau tragis sekali.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 326-327, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Setelah terjadi pertentangan paham yang begitu hebat, sampai tumpah-menumpahkan darah dan peperangan-peperangan yang besar karena pertentangan Katolik dengan Protestan, maka banyaklah golongan Protestan yang berpindah ke Benua Baru (Amerika Serikat), pada Abad ke-17.

Di Amerika mereka merasa bebas dari tekanan keras kependetaan Katolik, sehingga kaum Protestan sampai di sana merdeka menciptakan berbagai penafsiran, yang terlepas dari kungkungan gereja. Maka timbullah berbagai gereja dan sekte. Di antara sekte itu ialah sekte Unitarian, yang sama sekali tidak percaya kepada Tuhan tiga dalam satu itu. Dan tidak pula percaya bahwa Isa al-Masih adalah Tuhan.

Benarlah apa yang dikatakan oleh penafsir Al-Qur'an yang terkenal, yaitu Syekh Ibnu Katsir,

"Orang Kristen mempunyai kepercayaan tentang Tuhan itu berbagai ragam; satu sama lain tidak dapat dipertemukan. Sehingga kalau misalnya berkumpul 10 orang Nasrani, diminta menyatakan kepercayaan mereka tentang Tuhan, akan keluarlah 11 macam penjawaban."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 569, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MUBAHALAH

Mubahalah ialah bersumpah yang berat, yang di dalam bersumpah itu dihadirkan anak dan istri dari kedua pihak yang bersangkutan, lalu diadakan persumpahan di dalam mempertahankan keyakinan masing-masing. Menilai kebenaran pendirian kedua belah pihak. Kalau ternyata kedua belah pihak berkeras kepala, tidak ada yang mau bertolak-angsur, biarlah Allah Ta'aala menurunkan kutuk laknat-Nya kepada barangsiapa yang masih saja bertahan pada pendirian yang salah.

"Maka, jika mereka berpaling, sesungguhnya Allah Maha Tahu siapa orang-orang yang merusak." (ayat 63).

Ketika utusan-utusan Najran datang ke Madinah, mereka telah disambut dengan baik. Ketika mereka hendak sembahyang menurut keyakinan agama mereka, karena di Madinah sendiri tidak ada gereja Kristen, mereka dipersilakan sembahyang di dalam masjid Madinah, sehingga sahabat-sahabat Rasulullah saw. menerima teladan yang baik dari beliau.

Tasamuh (toleransi) beragama ini adalah dasar dari dakwah Islam.

Yang menentukan petunjuk bagi manusia bukanlah manusia, melainkan Allah.

Akan tetapi, orang tidaklah boleh berhenti mengadakan dakwah.

Suatu toleransi tidak disertai perluasan dakwah adalah kehancuran.

Di ujung ayat Allah Ta'aala mengatakan bahwa Dia mengetahui siapa-siapa yang merusak.

Perusakan ini terus-menerus dilakukan sampai sekarang.

Orang Kristen, yang di tanah airnya sendiri di Eropa, sudah mulai kehilangan pasaran, didesak oleh paham ateis dan komunis, dan banyak orang yang telah ingkar dari agama, berduyun datang menyerbu ke negeri-negeri Islam, karena jika penjajahan kapitalis-imperialis telah tidak ada lagi, mereka ingin melanjutkan penjajahan itu dari segi ruhani.

Kadang-kadang mereka sengaja mencari pasal atau gara-gara dengan kaum Muslimin, menimbulkan sengketa dan menyinggung perasaan.

Dengan segala tipu daya mereka masuk ke daerah-daerah yang teguh keislamannya, membawa pakaian dan makanan, membawa obat-obatan, membujuk orang-orang yang miskin, lalu mempropagandakan agama mereka.

Celakalah nasib umat Islam di tempat itu, bernama orang Islam, tetapi Islam hanya pada namanya dan tidak ada kecemburuan Islam.

Mereka orang Islam, tetapi bagi mereka sama saja di antara gereja dan masjid.

Dalam keadaan yang seperti ini, kalau ulama-ulama dan pemuka-pemuka Islam lupa akan tanggung jawabnya membela agama dan melakukan dakwah, mereka pun kena teguran dengan ujung ayat ini bahwa mereka adalah orang-orang yang telah turut merusak agamanya karena kelalaiannya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 647-648, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Biar kawan mencari harta untuk memenuhi hawa nafsunya. Kita harus tegak mempertahankan kemanusiaan.

Biarkan orang bercatur di medan pengaruh keduniaan; namun ulama-ulama dan pendeta-pendeta terus menyerukan damai dalam masjid dan gereja. Sebab itu adalah kewajiban mereka.

Akhirnya yang benar juga yang akan menang!

Jangan berkeluh kesah melihat yang tidak adil, yang salah, yang melanggar perikemanusiaan.

Tetapi penuhilah hatimu dengan kerja. Kurang pekerjaan menimbulkan keluh kesah.

Di samping manusia-manusia yang tersesat, cobalah dengan gembira engkau tempuh jalan yang lurus.

(Buya HAMKA, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 218, Republika Penerbit, 2015).

"Maka maafkanlah mereka dan habisi sajalah."

Tidak usah diambil peduli lagi, hadapi saja dengan jiwa besar,

"Sesungguhnya Allah amat suka kepada orang-orang yang berbuat kebajikan." (ujung ayat 13).

Meskipun pengkhianatan mereka sewaktu-waktu masih timbul, mulai sekarang maafkan dan habisi sajalah.

Sebab ayat ini turun sesudah Haji Wada' dan Islam sudah kuat.

Yahudi yang dahulu sangat kukuh kedudukan mereka, karena ekonomi mereka, satu demi satu sudah runtuh.

Sejak semula Rasulullah pindah ke Madinah, beliau mengatur siasat pertetanggaan yang baik dengan Yahudi, sampai membuat perjanjian. Sampai mereka mengakui dalam perjanjian-perjanjian itu, bahwa mereka tidak akan memusuhi Nabi dan Islam, dan tidak akan membantu musuh-musuh Islam.

Dalam pergaulan sehari-hari pun Rasulullah berbaik dengan mereka dan sahabat-sahabat pun berbaik pula dengan mereka. Berjual-beli, berpinjam-sewa, berpagang-gadai, berjalan lancar karena mereka memang ahli berniaga, dan berekonomi kuat. Tiga persukuan mereka besar pengaruhnya di Madinah, yaitu Bani Qainuqa', Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah.

Tetapi satu demi satu pula mereka mengkhianati janji.

Bani Qainuqa' yang mula-mula membuat gara-gara mencari fasal, dengan mengganggu seorang perempuan Islam di pasar mereka. Pemuda mereka mengganggu seorang perempuan itu yang sedang berbelanja, ditariknya selendang perempuan itu di hadapan umum.

Belum apa-apa!

Tetapi setelah perempuan itu duduk, datang seorang lagi, dengan diam-diam dia sangkutkan ujung baju perempuan itu ke belakang, sehingga setelah dia berdiri kembali, terbukalah penutup tubuhnya sebelah bawah, sehingga terbukalah kedua auratnya sehingga perempuan itu memekik-mekik karena diberi malu sebesar itu dan mereka tertawa-tawa.

Datang seorang anak muda Islam ke tempat itu. Sangat tersinggung perasaannya sehingga dia pukul yang mengganggu itu. Mereka persama-samakan mengeroyok dia. Terjadi perkelahian besar, pemuda Islam itu mati ditikam, dan dia pun sebelum mati membunuh pula seorang pemuda Yahudi.

Inilah tantangan Yahudi yang pertama. (Syawwal tahun kedua, sesudah Perang Badar).

Tantangan Bani Qainuqa' itu dibalas dengan kontan.

Kampung mereka dikepung 15 hari lamanya, sampai mereka tunduk. Akhirnya dapat persetujuan sampai mereka disuruh berangkat meninggalkan Madinah buat selamanya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 633-634, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH AL-BAQARAH

PENDAHULUAN

Karena itu, terdapatlah di surah ini pembangunan jiwa kaum Mukminin di dalam memegang teguh agama, menegakkan budi, dan menyebarkan dakwah.

1. Supaya mempunyai kesungguh-sungguhan dan memberikan teladan yang baik, yang akan ditiru orang lain.

2. Kesanggupan menegakkan dalil dan alasan bahwa golongan yang tidak menyetujui ajaran Islam adalah pendirian yang salah.

3. Jangan merasa lemah dan hina karena kemiskinan atau berpindah dari tempat kelahiran ke tempat yang baru, karena mereka berpindah karena dibawa cita-cita. Dan, jangan gentar menghadapi bahaya.

4. Bersiap dan berwaspada terus, sedia senjata dan berani menghadapi bahaya, karena mereka selalu dalam kepungan musuh.

5. Kuatkan hati, perdalam pengertian tentang iman dan perhebat hubungan dengan Allah dengan melakukan ibadah dan takwa; sehingga kikis dari diri sendiri dan dari masyarakat segala kebiasaan jahiliyyah yang telah lalu.

6. Dirikan rumah tangga yang baik, persuami-istrian yang tenteram dan alirkan pendidikan kepada anak, dan sebarkan cinta kepada sesama manusia, keluarga terdekat, anak yatim, dan fakir miskin.

Inilah beberapa inti sari dari surah al-Baqarah yang kelak akan disempurnakan lagi oleh surah-surah yang berikutnya, sebagaimana Aali 'Imraan, an-Nisaa' dan seterusnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 96, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Pemikiran dan sikap HAMKA dalam urusan kebangsaan ini dapat dirujuk oleh umat Islam yang tengah menghadapi persoalan kebangsaan saat ini.

Sekurang-kurangnya terdapat tiga motivasi penulisan tafsir tersebut.

"Buya HAMKA menghendaki bangkitnya generasi muslim di kepulauan Melayu, menyiapkan kader-kader da'i yg profesional, dan memberi kontribusi bagi Universitas Al-Azhar di Mesir," terang Ustadz Fahmi yang merujuk pada sebuah disertasi tafsir di Universitas Al-Azhar tentang kitab tersebut.

Terkait metodologi penafsirannya, tafsir Al-Azhar mengambil sumber secara berturut-turut dari Al-Qur'an, Assunnah, aqwal (perkataan) para sahabat Nabi, aqwal tabi'in, kitab-kitab tafsir muktabar.

insists.id/dari-warisan-untuk-masa-depan-seminar-sehari-butir-butir-pemikiran-buya-hamka

SURAH AALI-'IMRAAN

PENGANTAR JUZ 4

Bagi kita umat Muhammad yang datang kemudian, baik anjuran-anjuran persatuan langkah, singkirkan perpecahan dan susun tenaga dakwah (ayat-ayat 102 sampai 110) maupun kelanjutannya, menerangkan bahaya mementingkan diri sendiri sehingga merusak barisan yang tidak dapat tidak, pasti membawa kekalahan sebagaimana terjadi di Uhud; semuanya ini adalah pedoman hidup untuk seluruh masa.

Selama 14 Abad agama Islam, sejarah telah nyata terbuka di hadapan kita. Suka dan duka telah kita tempuh. 200 Tahun lamanya terjadi Perang Salib, sampai umat Kristen menguasai pusat-pusat Islam di Palestina karena perpecahan komando kaum Muslimin. Palestina dapat direbut kembali setelah muncul pemimpin yang ikhlas, yaitu Sultan Salahuddin al-Ayubi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 4, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Begitu jugalah pada yang lain-lain, yang paling akhir ialah "Hak-Hak Asasi Manusia" yang disahkan dalam konferensi bangsa-bangsa di San Fransisco Tahun 1945.

Tiga tahun sesudah konferensi itu dirampas hak bangsa Arab Palestina atas tanahnya sendiri, yang sudah jadi haknya turun-temurun sejak 2.000 Tahun dan diakui hak bagi orang pendatang dari berbagai-bagai negeri di benua Eropa buat menguasai negeri itu dan mengusir penduduknya dan menyembelih mana yang masih tinggal.

Pendatang itulah yakni orang Yahudi yang diakui hak-hak asasi mereka karena mereka menang.

Menang karena dapat bantuan dari bangsa-bangsa besar.

Di Amerika sendiri, negeri yang membanggakan diri sebagai jago demokrasi, dalam kenyataannya pun tidak membanggakan diri karena jago pula dalam ras diskriminasi, yaitu rasa benci orang berkulit putih kepada yang berkulit hitam, walaupun sama-sama warga negara.

Persamaan derajat manusia dengan tidak mementingkan perbedaan warna kulit dan bangsa itu, dapat disaksikan sendiri ketika orang pergi naik haji.

Ajaran Islam jadi rahmat bagi kemanusiaan, karena Islam mempersamakan hak manusia di muka pengadilan dari undang-undang.

Islam tidak bawa undang-undang yang berlaku adalah apa yang diperintah oleh tuan tanah di atas tanahnya atau kemauan tuan besar kebun terhadap kulinya, atau pangeran-pangeran feodal terhadap penggarap tanahnya.

Diriwayatkan oleh asy-Sya'bi, bahwa Ali bin Abi Thalib kehilangan perisai, lalu kelihatan oleh beliau perisai tersebut ada di tangan seorang Nasrani. Maka beliau bawalah orang Nasrani itu menghadap Qadhi Syuraih, untuk menuntut perisainya yang hilang itu.

Di hadapan Qadhi, Sayyidina Ali berkata,

"Perisai itu terang aku yang punya. Tak pernah ia aku jual dan tak pernah pula aku hadiahkan."

Qadhi Syuraih berkata kepada Nasrani itu,

"Apa jawabmu tentang keterangan Amirul Mukminin itu?"

Nasrani itu menjawab,

"Perisai ini aku yang punya. Namun aku tidaklah menuduh Amirul Mukminin memberikan keterangan yang tidak benar."

Maka menolehlah Qadhi Syuraih kepada Ali dan berkata,

"Ya Amirul Mukminin, adakah Tuan dapat mengemukakan bukti-bukti?"

Dengan senyum Sayyidina Ali menjawab,

"Benarlah Syuraih! Saya tidak dapat mengemukakan bukti-bukti."

Qadhi Syuraih mengeluarkan keputusan, bahwa perisai itu tetap diserahkan kepada orang Nasrani itu, sebab Amirul Mukminin tidak dapat mengemukakan bukti bahwa perisai itu beliau punya.

Setelah perisai itu dikembalikan kepada orang Nasrani, dia pun hendak pergi meninggalkan majelis.

Tetapi setelah melangkah beberapa langkah, dia pun kembali dan berkata,

"Aku bersaksi bahwa hukum yang dijatuhkan ini benar-benar hukum nabi-nabi. Amirul Mukminin mengadukan saya kepada qadhinya. Dan qadhi menjatuhkan hukum menurut pertimbangan yang benar, dakwaan Amirul Mukminin ditolak karena bukti tidak cukup. Sekarang aku bersaksi, bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Demi Allah, perisai ini memang engkau yang empunya, wahai Amirul Mukminin. Terjatuh dari kendaraan paduka ketika berangkat ke Perang Shiffin."

Dengan muka berseri-seri Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib menjawab,

"Karena engkau sudah menjadi seorang Muslim, perisai itu adalah hadiahku untukmu."

Kejadian kecil ini menunjukkan berapa rahmat yang diberikan Allah dengan kedatangan risalah Nabi Muhammad saw. yang membuat keadilan dan kebenaran di dalam hati karena iman membawa kejujuran dan keberanian pada hati qadhi, walaupun berhadapan dengan penguasa tertinggi.

Yang membuat ketaatan pada hati Khalifah, karena qadhi menghukum dengan benar.

Yang membuat kagum dalam hati seorang Nasrani sehingga di saat itu juga menyatakan diri masuk Islam. Dan dengan masuknya ke Islam, Khalifah memandang persoalan tak ada lagi, dia lebih mementingkan keimanan orang itu daripada perisainya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 91-93, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Tafsir Al-Azhar Buya HAMKA Tidak Pakai Metode Hermeneutika

Peneliti INSISTS ini menggolongkan Tafsir Al-Azhar ke dalam tafsir modern.

Sebab tafsir ini menekankan fungsi al-Qur'an sebagai hidayah, meluruskan tuduhan-tuduhan miring yang dilontarkan oleh orientalis, dan menjadi barometer untuk menyeleksi pemikiran-pemikiran Barat.

"Jadi salah, kalau sekarang kelompok JIL mengatakan bahwa tafsir modern itu kita harus beradaptasi dengan konsep-konsep dari Barat," pungkasnya.

hidayatullah.com/berita/nasional/read/2017/06/12/118470/fahmi-salim-tafsir-al-azhar-buya-hamka-tidak-pakai-metode-hermeneutika.html

IMAN, HIJRAH DAN JIHAD

Pertama mereka beriman, percaya kepada Allah dengan sungguh-sungguh percaya. Kemudian, iman mereka tadi mereka buktikan dengan kesudian berhijrah. Yaitu sanggup berpindah dari tempat kediaman, dari tanah tumpah darah, karena ingin memelihara iman tadi.

Dan, setelah hijrah tidaklah mereka berpangku tangan dan diam-diam saja, melainkan mereka lanjutkan lagi dengan berjihad.

Yaitu berjuang, bekerja keras dengan mengorbankan harta benda biar habis, dan mengorbankan jiwa raga kalau perlu karena hendak menegakkan jalan Allah.

Inilah Mukmin tingkat tertinggi yang telah dibuktikan oleh kaum Muhajirin yang bersama pindah dengan Rasulullah saw. dari Mekah ke negeri Madinah.

Tiga itulah keistimewaan mereka: (1) iman, (2) hijrah, (3) jihad.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 50, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

HIJRAH

Di dalam surah al-Anfaal ayat 7 akan bertemu kelak betapa teguhnya Islam karena tali yang berpilin tiga yaitu Iman, Hijrah, dan Jihad.

Ingatlah tujuan hidup menyelamatkan jalan Allah.

Kalau perlu jangan hijrah; melainkan menyusun kekuatan apa yang ada, dengan teman-teman yang sepaham, guna memperjuangkan terus cita-cita Islam di tempat kediaman sendiri.

Karena kalau hendak mencari suatu negeri yang sunyi dari kemaksiatan dalam dunia yang sebagaimana sekarang, adalah suatu usaha yang sangat sukar.

Mungkin hijrah yang hanya ke... Akhirat!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 417-420, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MURUAH (HARGA DIRI)

Luqman berkata, "Anakku, carilah seribu sahabat, karena seribu sahabat belumlah banyak. Jauhilah seorang musuh, karena musuh seorang sudah terlalu banyak".

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 299, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

"Maka, janganlah engkau jadi dari orang-orang yang bodoh." (ujung ayat 35).

Dalam ayat ini kita diberi pengertian yang mendalam tentang pentingnya perjuangan.

Untuk kemenangan kalimat Allah sehingga mengisi jalan akal manusia, Islam mewajibkan jihad.

Bahkan ditegaskan bahwasanya Islam akan runtuh kalau jihad tidak ada.

"Hanya saja yang mau menyambut ialah orang-orang yang mendengar." (pangkal ayat 36).

Lanjutan peringatan lagi bahwa yang sudi menerima kebenaran hanyalah yang memasang telinganya, yakni yang ada kontak di antara telinganya dengan hatinya.

Kalau telinganya hanya telinga betung atau telinga kuali, menganga, tetapi tidak mendengar atau melongo saja, walaupun telinga terbuka lebar, sebab hati ada penutup, baik karena kebodohan atau karena taklid buta maka tidaklah akan berfaedah bagi mereka pengajaran ini.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 137-138, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KEBOHONGAN HIDUP

"Dan setengah dari manusia adalah yang menjual dirinya karena mengharapkan keridhaan Allah." (pangkal ayat 207).

Belumlah berarti menjadi orang Islam kalau hidup hanya semata-mata cari makan yang halal, tekun shalat lima waktu, menjaga diri jangan berbuat dosa, dan tidak mengganggu orang lain, puasa taat di bulan Ramadhan.

Islam yang egoistik, mementingkan diri sendiri, membaca wirid ini dan ayat itu, surah Yaasiin malam jum'at, ayat Kursi ketika hendak tidur, akan segera masuk surga.

Itu belumlah cukup.

Seorang Muslim harus aktif!

Pelihara syari'at dan perjuangkan dia agar tegak.

Menyeru kepada kebajikan, menentang kebatilan dan kezaliman walaupun untuk itu dia mati.

Dari Abu Said al-Khudri, dia berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda,

"Barangsiapa di antara kamu melihat yang mungkar hendaklah tegur dengan tangannya. Kalau dia tidak sanggup, hendaklah dengan lidahnya, kalau dia tidak sanggup, hendaklah ditegur dengan hatinya; dan itu (menegur hanya dengan hati) adalah yang selemah-lemah iman." (HR. Muslim).

Allah menyapa "iman yang lemah" dan dipandang sebagai pengkhianat kepada tugas agama.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 389, 391, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SATU SIKAP YANG TEGAS

Dengan demikian, umat yang telah menyediakan diri menjadi pengikut Muhammad saw. dan ulama yang mengaku dirinya waratsatul-anbiya, penerima waris nabi-nabi, wajiblah tegas memegang pendirian ini di dalam menghadapi segala kekacauan alam karena menukar Allah dengan yang lain ini.

Kami tidak campur semua kebobrokan ini dan kami berlepas diri daripadanya.

Kami hanya berpegang pada satu, yaitu percaya kepada Allah dan mengerjakan suruhan-Nya serta menghentikan larangan-Nya.

Dengan itu kami hidup dan dengan itu kami mati.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 118, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Katakanlah, "Neraka Jahannam lebih panas, jikalau adalah kamu orang-orang yang berpikiran." (ujung ayat 81).

Katakanlah olehmu wahai Rasul bahwasanya neraka Jahannam disediakan untuk orang-orang yang mendurhakai perintah Rasul saw., buat orang-orang yang mengemukakan berbagai yang dusta untuk melepaskan diri dari tanggung jawab. Sedang neraka Jahannam itu adalah beribu kali ganda panasnya daripada terik matahari di padang pasir.

Apa artinya panas terik? Apa artinya angin samun yang melambai muka demikian panas di padang pasir, jika dibandingkan dengan panasnya api neraka, yang akan menghancurkan mereka?

Jika terlalu panas dalam perjalanan sehingga sangat haus dan badan pun terbakar, orang pun mati kepanasan. Tetapi mati di dalam jihad.

Sedang mendurhakai perintah Allah akan masuk kelak ke dalam neraka, yang panasnya tidak dapat digambarkan dan diperbandingkan dengan siksaan panas dunia sekarang. Dan di dalam neraka itu, betapa pun sakitnya penderitaan, orang tidaklah akan dimatikan, melainkan tersiksa terus. Kalau orang merasa susah dan menderita di dalam hidup ini, kerapkali orang ingin mati saja.

Tetapi berapa susah di neraka? Berkali-kali meminta mati karena sangatnya penderitaan, namun mati tidak diberi. Alangkah ngerinya.

Maka kalau mereka pikirkan hal ini, tidaklah mereka patut bergembira karena tidak ikut berperang dengan Rasulullah itu, melainkan selayaknya mereka menangisi diri karena kesalahan berfikir.

Dan ayat ini pun menjadi pengasah pikiran dan budi bagi kita dalam perjuangan hidup.

Jangan terlalu terpesona oleh duduk diam tidak bergerak, tidak mau ikut berjuang menegakkan agama Allah, enggan menghadapi bahaya, karena takut mati atau hati terikat kepada harta. Sebab itu berkatalah lanjutan ayat,

"Maka biarlah mereka tertawa-tawa sedikit dan menangislah mereka yang banyak." (pangkal ayat 82).

Biarlah mereka coba duduk bermenung dan berpikir, untuk memeriksa kembali cara berpikir mereka yang salah itu. Kalau sekiranya tadi mereka merasa gembira karena ditinggalkan, sambil tertawa-tawa karena lepas dari tanggung jawab, bilamana mereka berpikir yang tenang, tidaklah mereka akan sempat tertawa banyak, melainkan kian lama menangislah mereka yang akan banyak, dan menyesali diri. Ujung ayat 81 menyuruh berpikir, awal ayat 82 menunjukkan hasil dari berpikir itu, yaitu menangis banyak menyesali diri dan sedikit saja akan sanggup tertawa.

"Sebagai balasan dari apa yang telah mereka usahakan." (ujung ayat 82).

Mereka akan menangis menyesali diri karena bekas perbuatan dan jiwa yang bobrok itu. Apatah lagi setelah rahasia mereka dibuka, jiwa mereka ditelanjangi. Mereka akan menangis kelak dan tidak sempat tertawa lagi, melihat bahwa meskipun mereka tidak turut pergi, pekerjaan orang lain hasil juga.

Kalau di dalam jiwa itu masih perasaan apakah yang akan mereka rasakan melihat apa yang dikerjakan orang lain berhasil baik, pimpinan Rasul saw. berjalan dengan tepat, dan Nur Islam bersinar dan memancar, sedang mereka tidak ikut termasuk orang yang memasukkan modal dalam kejayaan itu? Malahan dipandang sebagai "orang yang ditinggalkan". Karena memang tidak mau ikut serta, karena tidak tahan kena panas?

Nasihat Rasulullah saw. agar kita banyak berpikir dan banyak merenung jauh, lebih banyak menangis daripada tertawa, terlukis pula dalam sabda beliau yang lain, demikian bunyinya,

"Kalau kamu ketahuilah apa yang aku ketahui, niscaya akan sedikit kamu tertawa, dan akan banyak kamu menangis. Sebab kemunafikan akan terlihat nyata, amanah akan hilang sirna, rahmat akan tercabut. Orang yang dipercaya akan mendapat tuduhan dan orang yang tidak dapat dipercayai akan memikul kepercayaan. Unta tua hitam akan terpaut di hadapanmu, dan fitnah-fitnah akan datang laksana malam gelap-gulita." (HR. Bukhari dan Muslim dan ahli-ahli hadits yang lain).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 233-234, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Sedang mata mereka berlinang-linang dari sebab air mata, lantaran sedih, sebab mereka tidak mempunyai apa-apa yang akan dibelanjakan." (ujung ayat 92).

Sangatlah sedih hati mereka tidak dapat pergi, sebab Rasulullah saw. tidak dapat mengajak. Sebab semua kendaraan sudah penuh. Mereka pun terpaksa pulang kembali, air mata mereka titik berlinang-linang, sebab sedih tak dapat pergi, tak dapat turut berjihad bersama Rasulullah saw. seperti orang-orang yang lain.

Akan diganti dengan mengeluarkan belanja membantu perang, mereka tidak ada mempunyai apa-apa yang akan diserahkan. Mereka hanya menyediakan nyawa, padahal alat pengangkutan tidak ada. Akan pergi dengan kendaraan sendiri, mereka tidak punya.

Mereka menangis!

Sangat berkesan kepada hati Rasulullah saw. sahabat-sahabatnya yang tidak dapat pergi itu, terbayang di mata beliau tangis mereka.

Menurut riwayat Anas bin Malik, setelah mereka kembali dari Tabuk dalam perjalanan pulang, setelah dekat ke Madinah, berkatalah Rasulullah saw.,

"Sesungguhnya di dalam kota Madinah ada suatu kaum, ke mana pun kamu sekalian pergi dan lembah mana pun yang kamu lalui, namun mereka itu ada bersama kamu."

Kemudian, para sahabat itu bertanya,

"Bagaimana jadi demikian, ya Rasulullah saw.? Padahal mereka tinggal tetap di Madinah?"

Beliau menjawab,

"Memang, mereka tinggal di Madinah, sebab ada halangan yang menghambat mereka."

Dengan demikian, tinggilah beliau menghargai orang-orang yang melepas beliau pergi ketika akan berangkat, termasuk orang-orang yang menangis karena tidak dapat dibawa karena kendaraan tidak cukup itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 248-249, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Bahwasanya kerja sama wajiblah erat antara laki-laki dengan perempuan dalam menegakkan amal.

Hal ini telah dibuktikan dalam sejarah Islam sejak mula perkembangannya, dari Mekah sampai Madinah.

Yang menyatakan percaya pertama sekali kepada Rasulullah ialah perempuan, yaitu ibu orang-orang yang beriman, istri beliau yang pertama, Khadijah binti Khuwailid.

Syahid yang pertama karena memperjuangkan Islam ialah perempuan, yaitu Ummi Yasir, yang disula kemaluannya sampai menembus ke lehernya dengan pucuk daun pohon kurma.

Menurut cerita Sayyidina Umar bin Khaththab, ketika membicarakan perjuangan Nasibah, Rasulullah pernah mengatakan kepada Umar tentang Nasibah, "Apabila aku menoleh ke kananku atau ke kiriku, aku senantiasa melihat Nasibah berperang di sisiku." Nasibah turut terluka ketika mempertahankan Rasul saw. dari serbuan musuh yang hendak membunuh beliau.

Terlalu panjang kalau kita daftarkan di sini, bagaimana perempuan-perempuan pada zaman Nabi atau pada zaman sahabat-sahabat yang utama turut bertempur ke medan perang memikul tugasnya. Pada pokoknya menyediakan makanan dan mengobati yang luka, tetapi bersedia juga bertempur, membunuh, atau terbunuh.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 158, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MUNAJAT

ILAHI!

Seorang teman bertanya, "Besok bukankah hari raya? Mana pakaian yang telah engkau sediakan?"

Aku jawab,

"Pakaianku sangat indah, pemberian daripada kecintaanku. Dua helai baju, yakni kemiskinan dan kesabaran. Di dalamnya tersimpan hati yang telah disepuh, yang memandang bahwa keramaian hari raya itu bercahaya, lantaran di sana terbentang nyata wajah kecintaanku, biarpun orang lain tak melihatnya."

Pakaian apakah yang lebih indah dipakai di hari raya, daripada pakaian pemberian kekasih, yang dipakai dengan tersipu-sipu di hadapan-Nya?


Tak ada artinya hari raya itu bagiku, aduhai Kekasih, kalau cahaya-Mu tak memberi kumandang di sana.


Dia akan sepi, tak ada keramaian, tak ada hari raya, bila Engkau lepas dari ingatanku.


(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 373, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Sufyan Tsauri pernah memberikan nasihat kepada muridnya, Yusuf bin Asbath. Kata beliau:

"Kalau engkau lihat seorang qari (hafal Al-Qur'an dan Hadits, sehingga membaca seperti air mengalir karena banyak hafalannya, menyandarkan diri kepada Sultan, ketahuilah, bahwa dia adalah seorang pencuri besar. Dan apabila engkau lihat dia telah menyandarkan diri kepada orang-orang kaya, ketahuilah, bahwa dia seorang pencari muka."

Kalau sekiranya jadi ayah saya menerima jabatan Mufti Ternate itu, tentu saya sudah jadi anak seorang feodal agama di negeri itu.

Tentu senang hidup ayah saya, sibuk dengan urusan jabatan, sehingga tidak sempat mengarang. Atau akhirnya, bercerai buruk dengan Sultan Ternate dan ulama-ulama di sana, sebab ayah saya keras sikapnya.

Tentu tidak akan terjadi perubahan Kaum Muda yang terkenal di Minangkabau yang telah beliau mulai sejak beliau turun dari Mekah Tahun 1906 itu. Dan tidak akan berdiri perkumpulan Sumatera Thawalib dan tidak akan berkembang Muhammadiyah di sana (Keduanya itu atas anjuran beliau).

Kami miskin, tetapi hati kami puas.

Pekerjaan ayah saya mengajar tidaklah menjadi sumber pencaharian beliau untuk hidup kami.

Beliau mengarang buku-buku agama yang amat berfaedah pada zaman hidup beliau, yang tersebar dan menjadi bacaan Islam di seluruh tanah air.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 146-147, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Ayah adalah seseorang yang gampang sekali terharu dan menitikkan air mata.

Terutama kalau sudah mengingat kebesaran dan kekuasaan Tuhan.

(Rusydi HAMKA, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Hal. 81, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

DAKWAH

Setengah ahli tafsir mengatakan bahwasanya yang dimaksud dengan al-khairi yang berarti kebaikan di dalam ayat ini ialah Islam; yaitu memupuk kepercayaan dan iman kepada Allah, termasuk tauhid dan ma'rifat.

Kalau kesadaran beragama belum tumbuh, menjadi sia-sia sajalah menyebut yang ma'ruf dan menentang yang mungkar.

Suatu dakwah yang mendahulukan hukum halal dan hukum haram, sebelum orang menyadari agama, adalah perbuatan yang percuma, sama saja dengan seseorang yang menjatuhkan talak kepada istri orang lain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 25, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Namun dari ayat-ayat Kami mereka berpaling jua." (ujung ayat 32).

Begitu indahnya langit namun hatinya tidak tergetar.

Dilihatnya keindahan alam, namun perasaannya tidak lanjut kepada yang mencipta alam.

Itulah pancaindra yang tiada berkontak dengan jiwa, dengan rasa dan akal.

Itulah kemanusiaan yang kurang.

Yang telah dikabarkan Allah pada ayat 179 surah al-A'raaf, bahwa orang-orang semacam itu akan dilemparkan ke dalam neraka Jahannam, karena ada hati, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat; ada telinga, tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar.

Orang-orang semacam ini sama saja dengan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat.

Mereka-mereka ini adalah orang yang lalai.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 31, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Hanya yang bisa takut kepada Allah ialah ulama." (Faathir: 28).

Ayat ini mengandunglah arti yang dalam, bahwasanya kalau penyelidikan suatu ilmu tidak sampai kepada kesadaran dan takut kepada Allah, belumlah orang mendapat ilmu yang sejati, dan belumlah orang itu ulama. Arti ulama ialah orang-orang yang berilmu.

Sebab itu, ayat ini mengandung anjuran yang tegas, pergunakan hati buat memerhatikan, mata buat melihat dan telinga buat mendengar sehingga berakhir dengan kenal kepada Allah (makrifat), dan itulah dia ilmu.

Kalau tidak maka nerakalah tempat mereka.

Lalu, di ujung ayat dijelaskan lagi,

"Itulah orang-orang yang seperti binatang ternak, bahkan mereka itu lebih sesat."

Bagaimana pun bodohnya binatang, tetapi kejahatannya tidaklah sampai sejahat manusia.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 606, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

YANG PALING JAHAT

Kalau manusia tidak mempergunakan lagi otaknya buat berpikir, matanya buat melihat dan telinga buat mendengar, sebagaimana dahulu tersebut di dalam surah al-A'raaf rendahlah dia dari binatang.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 28, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

JIWA TERBELAKANG

"Dan sesungguhnya di antara kamu ada yang sungguh-sungguh terbelakang." (pangkal ayat 72).

Peringatan kepada orang-orang yang teguh iman, yang bersedia mati kalau perintah Allah datang, bahwa mereka jangan tercengang jika ada yang takut menghadapi perang itu. Yaitu orang-orang yang masih sangat terbelakang imannya, atau lamban sekali kemajuan jiwanya sehingga jika orang-orang yang lain telah maju sekian ratus meter, dia masih di sana ke di sana juga.

Yang kata orang sekarang ialah mereka yang masih berjiwa reaksioner bukan iman yang revolusioner.

Kalau orang-orang yang berjiwa "ketinggalan kereta api" ini diajak berperang, mereka terlebih dahulu akan mengingat bahaya yang akan menimpa, bukan mengingat kejadian yang akan dicapai. Kalau peperangan diteruskan, ternyata ada kerugian, sebab perang ialah membunuh atau terbunuh, mereka senang sekali kalau tidak ikut.

PERANG DAN TUJUANNYA

Sebab itu orang-orang yang beriman janganlah sampai beriba hati melihat sikap orang-orang yang telah terbelakang jiwanya. Orang yang beriman hendaklah jalan terus.

"Lantaran itu, berperanglah pada jalan Allah orang yang menjual hidup dunia dengan akhirat." (pangkal ayat 74).

Yang berani menghadapi peperangan menegakkan jalan Allah, hanyalah orang yang telah menjual dirinya kepada Allah, telah membuat kontak dengan Allah, kehidupan dunia dengan segala macam tipu dayanya telah dijualnya kepada Allah.

Diri seluruhnya telah terjual, pembelinya ialah Allah, dibeli-Nya dengan surga dan nikmat-Nya di akhirat.

Maka diri yang telah dibeli Allah itu tidak dapat ditawar orang lagi.

Di sana telah terpasang tiket "telah terjual". Sebab itu tidak ada penjualan dua kali!

Itulah jiwa yang selalu maju, bukan jiwa yang terbelakang.

Jiwa yang terbelakang ialah karena masih terikat dengan dunia.

"Orang-orang yang beriman, berperanglah mereka pada jalan Allah, tetapi orang-orang yang kafir berperanglah mereka pada jalan thagut." (pangkal ayat 76).

Tentang arti thagut telah banyak kita uraikan sebelum ini, dari rumpun kata thughyan, yaitu kesewenang-wenangan, nafsu angkara murka, ambisi, gila kekuasaan, sehingga kadang-kadang telah mengambil hak Allah. Maka peperangan orang kafir adalah dari dorongan nafsu thagut. Sebab itu diperintahkanlah orang yang beriman memerangi thagut. Sebab sumber ilham thagut, bukan dari Allah, melainkan dari Setan.

"Maka perangilah olehmu pengikut-pengikut Setan itu. Sesungguhnya tipu daya Setan adalah lemah." (ujung ayat 76).

Berperang mempertahankan sabilillah adalah berdasar iman, sedang peperangan pengikut Setan berdasar kepada hawa nafsu angkara murka. Auliaur rahman berhadap-hadapan dengan Auliaus setan. Tetapi tipu daya Setan tidaklah akan lama sebab dasarnya amat lemah. Setanlah yang selalu membisikkan dan memberi advis kepada pengikut-pengikutnya itu memujikan kezaliman dan kejahatan. Setanlah yang senang sekali kalau negeri kacau, bangunan hancur, dan manusia musnah.

"Tidak apa," kata Setan sebab dendam hatinya akan lepas. Tetapi dasarnya lemah, sebab itu tidak juga akan menang. Sudah menjadi sunnatullah di alam ini, yang benar selalu bertentangan dengan yang salah, yang hak dengan yang batil. Namun yang hak tetap di atas dan yang batil runtuh ke bawah.

Dalam pergumulan pendirian benar dan pendirian yang salah, yang lebih kekal ialah yang lebih sesuai dengan irama hidup manusia. Batil bisa menang sebentar, namun dia akan sirna sebagaimana sirnanya embun pagi apabila Matahari telah naik.

Orang yang berperang pada jalan Allah ialah menuntut masyarakat yang lebih sempurna, yang adil dan makmur yang semua manusia bebas memuja Tuhannya, dan hilang penindasan manusia atas manusia. Kalau ini belum tercapai, mereka belum berhenti dan mana yang telah tercapai mereka pertahankan.

Tetapi kaum kafir bila berperang (karena penasihatnya ialah Setan) maksud mereka yang utama ialah balas dendam, berkuasa meskipun tidak atas kebenaran, memperbudak dan menindas sesama manusia untuk kepentingan syahwat dan nafsu angkara sehingga si lemah selalu berlinang air mata, bahkan air mata darah.

Maka di antara hak dan batil selalulah berperang. Yang batil akan selalu timbul kalau yang hak tertidur dan terlengah. Pembela yang hak sekali-kali tidak boleh lemah hati dan tidak boleh putus asa. Karena keteguhan hati sebab sucinya cita-cita adalah sumber kekuatan yang hakiki. Sumber ilham akan menghadapi segala kesulitan.

Semoga timbullah kembali pengertian kita umat yang memeluk Islam apa arti dan apa syarat hukum dan rukun jihad fii Sabilillah atau "Perang Sabil" bagi menegakkan agar kalimat Allah di atas dan kalimat orang yang kafir runtuh ke bawah.

Oleh sebab itu, semuanya, hati-hatilah kita memakai kata-kata jihad fi sabilillah ini.

Karena kata-kata thagut yang berarti Setan kadang-kadang terpecah menjadi thaghiyah, yaitu pemimpin-pemimpin atau kepala-kepala pemerintahan yang sangat besar hawa nafsunya berkuasa, tamak dan loba hendak melakukan penyerbuan ke negeri lain untuk melebarkan kuasa.

Lalu mereka perkuda ulama-ulama penjual iman untuk mengeluarkan fatwa bahwa perang "beliau" adalah Sabilillah.

Padahal Sabilith Thagut.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 364-367, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Tidaklah mereka itu sama. Antara Ahlul Kitab itu ada yang lurus." (pangkal ayat 113).

Yang jujur, yang juga menginginkan kebenaran dan kebaikan.

"Mereka baca ayat-ayat Allah di tengah malam dan mereka pun merendahkan diri."

Dan kita pun dapat menghargai pegangan mereka. Meskipun kita berpendapat bahwa antara kitab-kitab yang mereka pegang dikatakan Taurat atau Zabur atau Injil itu telah campur aduk. Wahyu asli dengan tulisan tangan manusia, tetapi ayat yang asli tentu ada juga.

Dengan ayat ini, Allah membuka mata kita untuk adil dan menghargai orang lain.

Agar kita mengakui bahwa orang baik yang demikian pun ada dalam agama lain.

Dan kita pun mengakui, niscaya orang itu akan jauh lebih baik lagi, jika dia memegang agama menyerahkan diri yang sebenar-benarnya kepada Allah.

Kita mengakui bahwa jika sampai kepada dakwah yang benar dari Islam dan diterimanya, kedudukannya, akan lebih baik lagi dunia dan akhirat.

Akan tetapi, sudah terang dia lebih baik daripada orang yang mengaku dirinya Islam, tetapi hanya pengakuan mulut atau keturunan saja, padahal hatinya tidak pernah benar-benar menyerah (Islam) kepada Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 48-50, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Sesungguhnya Allah cepat sekali perkiraan-Nya." (ujung ayat 199).

Setelah semuanya ini diuraikan dengan terang dan jelas bahwa iman kepada Allah meminta pengorbanan harta dan jiwa supaya sanggup menderita, diperingatkan bahwa kemenangan orang yang kafir jangan sampai memesona Mukmin,

Bahwa dalam kalangan Ahlul Kitab pun ada teman kita, orang yang sudi menampung kebenaran asal mendapat keterangan yang jelas, akhirnya diberikanlah pegangan teguh bagi Mukmin dalam perjuangan menuju cita.

"Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaran kamu, bersiap-siagalah dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat kemenangan." (ayat 200; penutup surah Aali 'Imraan).

Telah kamu lihat dan ketahui bahwa perjuanganmu suci adanya.

Menegakkan iman kepada Allah bukanlah mudah rupanya.

Bertambah suci tujuan, bertambah banyaklah kesulitan yang dihadapi.

Musuh ada dari luar, yaitu kaum kafir yang selalu menentang.

Akan tetapi, ada lagi musuh yang lebih berbahaya dari itu, yaitu lawan yang mengaku dirinya jadi kawan, yaitu kaum munafik. Lalu menipu daya kamu.

Ada lagi musuh yang berbahaya dari itu, yaitu hawa nafsumu sendiri kalau tidak terkendali.

Namun, kamu ada mempunyai modal yang tidak akan habis, yaitu iman.

Bahkan iman itulah yang mereka musuhi.

Supaya imanmu terpelihara dan citamu berhasil, yaitu kalimat Allah tertegak tinggi dan kalimat kafir runtuh ke bawah, hendaklah kamu memegang teguh 4 perkara.

1. Sabar. Tahan hati, teguh, sabar menahan nafsu, sabar mengendalikan diri baik waktu bertahan maupun waktu menyerang, sabar saat cobaan menimpa, dan sabar melakukan perintah Allah.

2. Menangkis atau melawan sabar, yaitu sabar yang setingkat lagi. Atau memperkuat kesabaran. Sebab, pihak musuh pun tentu akan memakai alat sabar pula dalam menghadapimu. Karena itu, tangkislah sabar mereka dengan sabarmu, artinya kesabaranmu harus lebih kuat karena barangsiapa yang lebih lama tahan, itulah yang akan menang, laksana menahan napas menyelam dalam air. Barangsiapa yang lebih singkat napasnya, dialah yang lebih dahulu keluar dari dalam air.

3. Hendaklah bersiap terus atau bersiap siaga. Perkuat penjagaan, kukuhkan kewaspadaan. Termasuk juga di dalamnya mengawasi batas-batas negeri Darul Islam jangan sampai dimasuki oleh musuh dari Darul Kufur. Termasuk juga di dalamnya mengawasi batas-batas negeri Darul Islam jadi halaman rumah sehingga kalau ada penyerbuan tiba-tiba, kita telah siap selalu. (Seumpama tentara yang berkendaraan mobil, hendaklah bensin selalu penuh dan kunci mobil jangan lepas dari tangan, selalu diperiksa kekurangannya sehingga kalau, misalnya, terpaksa berangkat tengah malam dalam sesaat saja sudah siap).

4. Hendaklah bertakwa kepada Allah. Di sinilah terletak kunci sebenarnya daripada yang tiga sebelumnya. Karena barangsiapa yang tidak lupa akan Allah, dengan kehendak Allah, tidaklah dia akan lupa dirinya.

Keempat inilah syarat mutlak.

"Supaya kamu mendapat kemenangan."

Memang dalam menghadapi musuh-musuh yang 4 lapis tadi, musuh yang paling dekat ialah hawa nafsu sendiri.

Hendaklah menang pula dalam menuju tujuan terakhir, yaitu ridha Allah SWT.

Selesai Tafsir surah Aali 'Imraan

Di Rumah Sakit Persahabatan,

Rawamangun Rabu, 18 Muharram

1385 / 19 Mei 1965

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 164-165, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Ayat ini telah menyumbat mulut orang yang mengakui dirinya Islam, tetapi hanya mulut saja, padahal ketaatan kepada Tuhan tidak ada. Bukti amal tidak ada. Pengertian tentang arti menyerah kepada Allah tidak ada. Mereka Islam hanya karena keturunan atau tanda peta belaka. Maka sama sajalah keadaan mereka, sama-sama amani atau angan-angan dan khayal sebagaimana orang Yahudi dan Nasrani itu pula.

Dan menjadi pelajaran lagi bagi kita orang Islam; sekali-kali jangan mengemukakan suatu pendirian kalau tidak dengan alasan.

Hatu burhanakum, keluarkan alasanmu, telah menutup pintu taklid turut-turutan dengan serapat-rapatnya.

Kalau engkau mengatakan bahwa yang cukup segala sesuatunya hanyalah orang Islam, sudahkah engkau ketahui hakikat agamamu yang engkau peluk?

Apakah sah beragama dengan kebodohan?

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 220-221, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kalau di zaman purbakala benar-benar orang mendirikan patung dan berhala buat disembah,

Tergelincir yang kedua ialah karena menurutkan purbasangka belaka.

Mereka tidak mau mempelajari hakikat dan agama yang dipeluknya sehingga apa yang dikerjakannya hanyalah turut-turutan, sehingga hakikat agama hilang dalam selimut dan selubung dari bid'ah dan khurafat.

Mereka telah tekun beramal, padahal yang diamalkannya itu tidak ada dalam Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 392-397, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PERANG SALIB MODERN

Zaman modern tidak memungkinkan lagi menyiksa orang dengan mencabut lidahnya, memecah tulangnya, memasukkan ke dalam tong yang penuh dengan besi paku, lalu digolong-golongkan di tempat luas, sehingga mati, atau perempuan yang dihancurkan payudaranya dengan alat-alat tertentu, atau dititikkan air satu tong besar, setitik demi setitik ke atas ubun-ubunnya, atau dibakar di muka umum sebagaimana yang dilakukan kepada Jeane d'Arc.

Semuanya itu tidak mungkin lagi, maka ditukarlah dengan sistem baru,

Yaitu diracun keagamaan asal rakyat terjajah dengan "ilmiah cara Barat", yang oleh karena perasaan "rendah harga diri" (minder wardigheid complex) lalu menerima saja.

Di antaranya yang diajarkan itu adalah:

1. Islam disiarkan dengan pedang.

2. Orang Islam tidak akan maju seperti orang Barat kalau mereka masih memeluk agama Islam.

3. Agama Islam itu hanyalah plagiat (curian) saja dari Kristen.

4. Hukum fiqih Islam tidak asli, hanya plagiat (ciplakan) dari hukum Romawi.

Berpuluh lagi yang lain.

Di Indonesia diajarkan pula bahwa agama Islam di Indonesia ini bukanlah diterimanya dari tanah Arab langsung, melainkan dari India, atau Gajah Mada lebih mulia daripada Sultan Agung, atau Kerajaan Majapahit yang demikian jaya dan sucinya telah hancur karena dikhianati oleh Islam dan lain-lain.

Sama sekali itu adalah dalam rangka Perang Salib modern.

Sebab itu kita bangsa Indonesia, baik yang Muslim maupun yang Kristen harus awas dan waspada jangan sampai kesatuan bangsa kita dirusak dengan pemalsuan-pemalsuan itu.

Karena kaum penjajah, meskipun telah pergi meninggalkan tanah air kita, masih tetap mempunyai program buat menghilangkan kekuatan kita sebagai bangsa dengan cara lain, yang tidak kurang dahsyatnya, untuk menghilangkan kepercayaan kepada diri kita sendiri.

Oleh karena itu, kepada generasi muda Islam, seangkatan Rifki Muslim kita anjurkan supaya menggali kembali sejarah Islam dan Kristen itu dengan saksama,

Jangan hanya mengikuti textbook thinking yang disusun oleh kolonialisme, orientalis, dan zending beserta Missi, yang sengaja memutar balik keadaan, dan dalam bahasa kasarnya, "maling teriak maling."

Dengan satu maksud utama, yaitu memutuskan hubungan antara angkatan muda yang akan menentukan hari depan dengan sumber sejarahnya, dan sumber kekuatannya.

Karena dengan memutuskan hubungan mereka dengan sumber sejarahnya, mudahlah memutar balik dan mengendalikan mereka, agar gelap hari depannya, atau menjadi burung beo yang hanya mengikuti apa yang diajarkan tuannya.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 124-125, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Katakanlah, "Maukah aku beritakan kepada kamu, apa yang lebih jahat balasannya di sisi Allah dari yang demikian itu?" (pangkal ayat 60).

Sampai kamu mempermain-mainkan, mengejek dan mengolok agama kami?

Sampai kamu mengejek dan memperolok-olok adzan?

Maukah kamu tahu apa balasan yang lebih jahat buat kamu atas perangai kamu itu?

"Ialah orang-orang yang telah dilaknat oleh Allah dan murkalah Dia kepadanya, dan Dia jadikan mereka kera-kera dan babi-babi dan penyembah thagut."

Itulah aqidah untuk laknat Allah kepada tukang cemooh, mengejek, mengolok, dan mempermain-mainkan.

Mereka dikutuk dilaknat menjadi monyet, menjadi babi, dan menyembah Thagut, berhala atau manusia yang diberhalakan.

Dahulu di dalam surah al-Baqarah ayat 65, sudah juga kita bincangkan bahwa karena mereka melanggar peraturan libur di hari Sabtu, mereka telah dijadikan kera-kera, monyet-monyet dan beruk, sebagian besar ahli tafsir mengatakan memang diubah mereka jadi beruk, disumpah jadi monyet.

Tetapi tersebut di dalam tafsir ad-Durrul Mantsur, dikeluarkan oleh Ibnul Mundzir dan Ibnu Abi Hatim, maksud kata dilaknat jadi monyet yang hina itu ialah hati mereka dijadikan sudah serupa hati monyet, mencemooh, menjijir, mencibir.

Sama juga dengan perumpamaan jadi keledai memikul kitab-kitab.

Perangai monyet ialah mencibir, mengejek, mencemooh.

Perangai babi ialah ke mana pun dia berkeliling, namun perhatiannya tidak lain hanyalah tempat-tempat yang kotor, pelembahan yang jijik, dan kalau bertemu bangkai, bangkai pun dimakannya.

Mereka tidak mau menyembah Allah dengan betul, tetapi mereka hendak menyembah juga, akhirnya thagutlah yang mereka sembah, yaitu segala tingkah laku yang melampaui batas.

"Mereka inilah orang-orang yang jahat tempatnya, dan yang telah terlalu sesat dari kelurusan jalan." (ujung ayat 60).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 735-736, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kami katakanlah kepada mereka, "Jadilah kamu monyet-monyet yang hina." (ujung ayat 166).

Sebagaimana telah kita uraikan ketika menafsirkan surah al-Baqarah ayat 65 maka sebagian ahli tafsir berkata bahwa benar-benar orang-orang itu dijelmakan Allah menjadi monyet dan tua-tua menjadi babi. Dan, menurut Mujahid, badan mereka tetap berupa manusia, tetapi jiwa mereka, hati, dan pikiran merekalah yang telah dijelmakan menjadi hati monyet, jiwa kera, dan pikiran beruk.

Selanjutnya di halaman lain Ibnul Qayyim berkata,

Serupa perangai mereka dengan monyet padahal mereka manusia.

Suatu balasan yang sangat setimpal.

Sekian Ibnul Qayyim.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 583, 586-587, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Maka, Kami firmankan, "Jadilah kamu kera-kera yang dibenci." (ujung ayat 65).

Mereka merasa bangga sebab telah dapat mempermainkan Allah, tetapi mereka tidak tahu bahwa mereka telah celaka besar lantaran itu.

Kalau beruk berperangai beruk tidaklah heran, dan bukanlah adzab.

Yang adzab ialah jika manusia berperangai beruk.

Orang tidak benci kepada beruk berperangai beruk.

Yang orang benci, ialah manusia beruk.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 176, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

IMAN, HIJRAH DAN JIHAD

Di dalam surah al-Mumtahanah ayat 8; Allah menerangkan bahwa kita tidak dilarang berhubungan baik dengan orang-orang yang berlain agama dan berbeda kepercayaan,

Asal mereka tidak memerangi kita karena urusan agama dan tidak mengusir kita dari kampung halaman kita.

Kita disuruh berbuat baik pada mereka dan berlaku adil terhadap mereka.

Pada ayat 9 ditegaskan lagi, yang dilarang kita berhubungan baik dengan mereka, ialah jika mereka memerangi kita karena agama, dan mengusir kita dari kampung halaman, dan melakukan pengusiran itu dengan secara terang-terang.

Sehingga ditegaskan, barangsiapa yang mengadakan hubungan persahabatan dengan mereka itu dalam keadaan demikian, adalah dianggap sebagai orang-orang yang aniaya.

Ayat ini telah menanamkan semangat toleransi dalam dada kaum Muslimin di dunia ini.

Dan, ayat inilah yang menyebabkan bahwa umat Islam di Suriah, Mesir, dan Palestina, bergaul baik dengan Yahudi dan Nasrani sampai sekarang.

Dan, ayat ini juga dasar pegangan jiwa kaum Muslimin di Indonesia.

Tetapi kalau Muslim sesama Muslim sendiri tidak tetap wilayahnya, tidak kompak persatuan di antara mereka, toleransi itu akan sangat membahayakan sebagaimana yang diperingatkan Allah di ujung ayat yang tengah kita tafsirkan ini,

"Kalau kamu tidak kerjakan begitu, tentulah akan ada fitnah di bumi dan kerusakan yang besar."

Kalau toleransi ada, tetapi iman dan persatuan tidak ada, pihak kafir bukan lagi bekerja menghancurkan kekuatan Islam dengan terang-terang, tetapi dengan muslihat yang halus.

Mereka tidak mengusir kita dari kampung halaman kita dengan jelas-jelas,

Tetapi memasukkan dan menusukkan jarum pengaruh mereka ke dalam kampung halaman dan rumah tangga kita.

Mereka hendak membikin sehingga kampung halaman dan rumah tangga kita bertukar menjadi rumah tangga yang bukan Islam lagi.

Dan, kalau ada peluang atau kesempatan maka di saat lemahnya kesatuan kaum Muslimin, mereka bersatu untuk menghancurkan yang lemah itu.

Ini terjadi dalam abad kita ini juga.

Dengan sokongan dan bantuan kerajaan-kerajaan imperialis Barat, orang Yahudi Zionis mendirikan negara Israel di tengah-tengah Tanah Arab, di Palestina.

Yaitu jazirah Arab yang dipandang sebagai benteng pertahanan terakhir Islam.

Dan, ketika 5 juta rakyat Islam Kashmir berjuang untuk kemerdekaan menentukan nasib sendiri, negara India tidak mau mengabulkan, dan India mendapat sokongan dari kerajaan Eropa yang besar: Inggris dan dibantu pula oleh Amerika!

Padahal dalam hal itikad ketuhanan, Muslimin Kashmir lebih dekat pada Amerika-Inggris, daripada kepada Hindu penyembah berhala.

Dalam kemalangan bangsa Arab Muslim karena orang dapat mendirikan sebuah negara dalam tanah pusaka mereka, nyatalah sebab yang utama, yaitu bangsa Arab Muslim itu sendiri pecah-belah pada saat itu.

Demikian pula, ketika negara Pakistan Islam diserang India karena Pakistan membela perjuangan nasib rakyat Muslim Kashmir, hanya beberapa buah negara yang berpenduduk Islam saja yang menyatakan simpatinya pada Pakistan.

Yang lain diam!

Dengan ucapan mulut, orang di dunia sekarang mencoba mengadakan propaganda agar perjuangan agama jangan disebut-sebut dan cukuplah karena perjuangan politik duniawi saja.

Tetapi itu hanya ucapan mulut.

Adapun yang tersimpan dalam hati, masihlah tetap kefanatikan agama.

Sebab itu maka kewaspadaan dan kekuatan seluruh Muslimin di permukaan jagat ini hanyalah dengan kembali kepada peringatan yang diberikan Allah itu.

Kalau Muslimin tidak memperkukuh perwalian, artinya persatuan, perkukuhan di antara mereka, maka fitnah akan tetap timbul di muka bumi ini dan kerusakan besar tidaklah akan dapat dielakkan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 57-58, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Pada zaman sekarang ini, setelah beberapa kerajaan tumbang dan beberapa republik berdiri, terutama sesudah Perang Dunia Kedua, gerakan kebangsaan Arab itu memuncak kembali.

Namun, di sana-sini kadang-kadang kelihatan gejala bahwa kebangsaan Arab yang mereka bangun itu, yang disebut al-Qumiyatul Arabiyah dicampuri lagi oleh bau busuk jahiliyyah.

Ada yang berusaha hendak menghindarkan peranan Islam dan peranan Nabi Muhammad saw. dari bangkitnya bangsa Arab. Mereka hendak naik kepada yang lebih atas lagi.

Padahal sejarah Arab tidak akan ada, kalau tidak karena Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 330-331, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Sampai Syekh al-Azhar sendiri datang ke Indonesia, sebab menyangka bahwa kaum Muslimin telah tidur nyenyak.

Di hadapan Syekh al-Azhar sendiri pengarang tafsir ini mengatakan, "Lasnaa ahjaaran, ya shahibal fadhilah!" (Kami ini bukanlah batu, wahai Paduka yang utama!). Kami pun bergerak, kami pun tidak diam. Sebagaimana ayat terakhir dari surah al-Fath (kemenangan) tertulislah demikian artinya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 406, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Bersabdalah Rasulullah, "Hai Umar! Semalam telah turun sebuah surah yang paling aku cintai melebihi daripada mencintai dunia dan segala isinya." Lalu beliau lanjutkan, "Surah ini ialah Innaa fatahnaa laka fathan mubiina."

"Sesungguhnya Kami telah memberikan kemenangan kepada engkau, kemenangan yang nyata. Karena akan Allah tutupi bagi engkau apa yang telah terdahulu dari hasil usahamu dan apa pula yang terbelakang dan akan disempurnakannya nikmat-Nya atas engkau dan diberi-Nya engkau petunjuk jalan yang lurus dan karena akan ditolong engkau oleh Allah suatu pertolongan yang perkasa." (al-Fath: 1-5).

Dirawikan oleh Imam al-Bukhari, Tirmidzi, an-Nasa'i yang jalan haditsnya disampaikan oleh al-Imam Malik.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 368, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Di mata Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) K.H.A. Syaikhu dalam buku HAMKA Di Mata Hati Umat, HAMKA menempatkan dirinya tidak cuma sekedar pimpinan Masjid Agung Al-Azhar atau organisasi Muhammadiyah saja, tetapi juga sebagai pemimpin umat Islam secara keseluruhan, tanpa memandang golongan.

sukabumikota.kemenag.go.id/file/dokumen/D000598.pdf

Oleh ahli-ahli dibagilah amanah itu kepada tiga bagian,

2. Amanah terhadap sesama Hamba Allah.

Ulama-ulama yang membangkit-bangkit masalah khilafiyah yang membawa fitnah dalam kalangan umat adalah pengkhianat.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 339, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Bersatu bukanlah persatuan paham yang dipaksakan; bersatu ialah hormat-menghormati.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 354, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Kita juga telah mengalami pergantian generasi dengan tingkat pengetahuan yang kurang memadai. Kalau pada zamannya Pak Idham dan Buya HAMKA elite NU dan Muhammadiyah bersatu itu karena sama-sama ngerti, kalau sekarang faktornya adalah karena mereka sama-sama tidak mengerti," kata Kiai Hasyim bergurau.

nu.or.id/post/read/10404/kh-hasyim-muzadi-perlu-bangun-kembali-mental-nu

Apalagi kalau umat Islam disini masih saja bercakar-cakaran karena perebutan pengaruh sesamanya, kadang-kadang dalam perkara sepele, perkara Qunut Shubuh atau tidak Qunut, perkara di-talaffuzh-kan (diucapkan) niat atau tidak, dan sebagainya.

Camkanlah ini, Saudaraku Kaum Muslimin!

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 176, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Lalu, ia dituduh membangkit-bangkit khilafiyah, membawa perpecahan. Orang di kampung memerhatikan, ternyata seruannya hanya persatuan.

Setelah dilihat fakta-fakta itu dan beberapa fakta yang lain, nyatalah bahwa perkara ini bukan perkara khilafiyah.

Masa iya, masih ada di Tahun 1963 (saat ini Tahun 2017, -pen) seorang mubaligh yang akan mempermasalahkan di depan umum bahwa shalat dengan membaca ushalli adalah bid'ah, padahal orang yang meninggalkan shalat jumlahnya beribu-ribu di mana-mana?

Adalah suatu hal yang tolol kalau masih ada yang membuka khilafiyah perkara talkin mayat di zaman kini, padahal dunia tengah memikirkan bagaimana shalat di Bulan.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 76, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

SURAH AL-BAQARAH

PENGANTAR JUZ 3

Pada aqidah pokok Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah adalah sama.

Timbul perselisihan kalau pengikut kedua belah pihak telah fanatik pada golongan atau setelah dicampuri oleh pertarungan politik.

Pada saat-saat yang penting, telah ada tempat mereka kembali yaitu Al-Qur'an dan Sunnah.

Kalau tidak demikian, niscaya mereka akan hancur; tikam-menikam, bunuh-membunuh sama sendiri, sehingga berlaku bunyi ujung ayat bahwa Allah berbuat apa yang Dia kehendaki, yang tidak dapat dielakkan!

Maka, di dalam segala perselisihan pikiran di antara sesama umat Allah, tetapi di hati sanubari kedua pihak selalu tersimpan sesuatu yang amat diingatkan, yang mencari kebenaran Allah.

Keberanian manusia memerangi hawa nafsunya, memanglah satu perjuangan yang menjadi pusat dari segala perjuangan.

Allah menghendaki karena kita sesama manusia sama bebas berpikir supaya perselisihan hilang.

Di diri masing-masing kita ada satu bakat atau benih yang baik.

Sebab itu, di dalam al-Baqarah ini juga, yang dahulu telah kita tafsirkan (ayat 148), berfirmanlah Allah,

"Berlomba-lombalah kamu berbuat kebaikan." (al-Baqarah: 148).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 506, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kehidupan manusia dan pertumbuhan akalnya itu selalu dipengaruhi oleh alam sekelilingnya, oleh lingkungannya.

Oleh sebab itu, penilaiannya terhadap kebenaran tidak pulalah sama.

Ada orang yang pintar yang disebut khawash.

Ada orang yang pendapat akalnya hanya sederhana saja yang disebut awam.

Kadang-kadang orang hidup sebagai katak di bawah tempurung, menyangka bahwa yang di sekelilingnya itu sudah langit.

Sebab itu, disalahkannya orang yang menyatakan bahwa yang melingkunginya itu belumlah langit, barulah tempurung.

Di sini sudah mulai timbul tampang dari perselisihan.

Kadang-kadang manusia terpengaruh dalam lingkungannya.

Katanya didengar orang, perintahnya diikuti.

Golongan semacam ini tidak mau ada tandingan dan gandingan terhadap dirinya.

Sebab itu, bilamana saja terdengar suara baru, yang berbeda dari yang disuarakannya, dia pasti menentang walaupun suara baru itu benar.

Kadang-kadang timbul perselisihan karena perebutan politik, karena pengaruh golongan, karena takut kedahuluan, ya, kadang-kadang karena provokasi musuh.

Perbedaan pendapat akal, dengan tidak disadari telah ditunggangi oleh hawa nafsu.

Keterangan dan penjelasan yang dibawa Rasul, dikaburkan oleh hawa dan nafsu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 505, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BERPECAH SESUDAH MENDAPAT KETERANGAN

"Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang telah berpecah belah dan berselisih sesudah datang kepada mereka keterangan-keterangan." (pangkal ayat 105).

Ayat ini adalah lanjutan ayat-ayat yang sebelumnya. Mula-mula diperingatkan agar semuanya bersatu padu di dalam tali Allah. Dan tali Allah itu hanya satu, jangan berpecah belah. Karena persatuan adalah pintu utama yang akan membawa kepada nikmat. Nikmat yang terutama, ialah timbulnya kekuatan sebab persatuan.

Sesudah terdapat persatuan dan kekuatan, hendaklah ada segolongan yang senantiasa memelihara persatuan ini.

Memelihara persatuan ialah dengan dakwah.

Masalah agama memang banyak yang bersifat ijtihadiyah, yaitu kesungguhan menyelidiki.

Hasil penyelidikan tidak selalu sama, sebab jalan pikiran manusia dipengaruhi oleh ruang dan waktunya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 34-37, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PERALATAN UNTUK DAKWAH

Bagaimana bagi angkatan muda yang ada minat kepada dakwah?

Ada sebuah hadits mengatakan bahwa cinta orang yang menuntut ilmu kadang-kadang lebih suci daripada darah orang yang mati syahid.

Imam Malik pernah mengatakan bahwasanya seorang ulama hendaklah menjadi suluh zamannya. Maka, janganlah mubaligh atau ahli dakwah itu membawa suluh yang lebih gelap dari masyarakat yang hendak diberinya terang.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 29-34, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KEPADA PEMUDA:

"Bebanmu akan berat. Jiwamu harus kuat. Tetapi aku percaya langkahmu akan jaya. Kuatkan pribadimu!"

-HAMKA-

Datanglah masa kemerdekaan yang sangat hebat. Kita mulai percaya kekuatan diri sendiri. Kita tidak mau lagi dipindahtangankan oleh bangsa yang kalah kepada bangsa yang menang. Kita ingin menentukan nasib sendiri.

Ucapan merdeka adalah suatu kata yang sangat keras pengaruh sugestinya kepada jiwa kita.

Yang kita ucapkan siang dan malam, petang dan pagi, baik di forum umum maupun tempat ramai.

Kita tidak takut lagi melihat darah dan tidak lagi menangis jika ada sanak saudara mati dalam pertempuran.

Justru jika ada seorang pemuda yang putus kakinya sebelah menjadi kemuliaan karena mempertahankan tanah air.

Orang yang kakinya putus karena tergilas kereta api pun terkadang dibanggakan juga.

M. Natsir, pemimpin Islam yang terkenal, pernah mengatakan,

"Ketetapan kemerdekaan adalah tidak tetap. Yang luar biasa itulah yang biasa."

Kemerdekaan telah memaksa jiwa kita supaya dinamis setelah menjadi jiwa statis selama ratusan tahun.

Sekarang peperangan dengan Belanda telah terhenti dan jiwa dinamis telah ada pada kita.

Karena itu, untuk menghadapi masa mengisi kemerdekaan, kita telah mempunyai modal, yaitu jiwa kita sendiri.

Yang jatuh telah jatuh, yang lemah telah tersungkur, yang curang telah tersingkir, dan yang mencoba curang tentu akan tersingkir pula.

Yang tua semakin hari semakin berangsur hilang, naiklah pemuda yang merupakan bentuk bangsa Indonesia di masa depan.

Hari telah hujan semalam, sekarang matahari telah terbit, cerah langit sepagi ini.

Mari kawan kita maju ke depan bersama-sama, riang gembira!

Mari!

Nasib kita, kita sendiri yang menentukan!

(Buya HAMKA, PRIBADI HEBAT, Hal. 168, 171-172, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2014).

RENUNGAN BUDI

Kerapkali orang tua menyesali pemuda dan menuduhnya bekerja terburu-buru dan kurang pikir.

Kerapkali orang muda menuduh orang tua lamban, lamban bertindak dan terlalu banyak berpikir.

Alangkah sibuknya dunia kalau pimpinan hanya di tangan yang muda-muda.

Dan dunia akan membosankan karena lamban geraknya kalau pemimpin hanya yang tua-tua.

Gabungan di antara gelora semangat yang muda dengan renung pikiran yang tua itulah yang menimbulkan keseimbangan di dalam perjalanan hidup.

Memang kegilaan itu ditakuti, tetapi kadang-kadang kegilaan itu perlu untuk mengubah sejarah yang telah membeku.

Revolusi yang besar-besar selalu dipelopori oleh kegilaan pemuda.

Tetapi setelah babak pertama dari revolusi selesai, datanglah masanya memakai pikiran dan renungan yang timbul dari kearifan.

(Buya HAMKA, Lembaga Budi: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Hal. 149-150, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

KULIAH 27

NEGARA-NEGARA ISLAM MENCAPAI KEMERDEKAAN

Sayang sekali, saya tidak dapat menyajikan isi pidato teman saya, Mohammad Natsir, yang diucapkannya di hadapan Majelis Perwakilan Rakyat di Karachi.

Pidato itu diulanginya pula di Beirut, Ibu Kota Lebanon; di Damaskus, Ibu Kota Suriah; di Bagdad, Ibu Kota Irak; di Kairo, Ibu Kota Mesir; serta di Makkah, Ibu Kota Hijaz, yang merupakan wilayah Kerajaan Arab Saudi.

Pada hakikatnya dalam pidatonya itu ditegaskan bahwa teokrasi dalam bentuk yang dikenal di dunia Barat, tiada dasarnya dalam agama Islam.

Dari semula agama Islam tidak pernah mengenal bentuk organisasi kegerejaan, tidak pernah mengadakan lembaga kependetaan, melainkan sebagaimana aliran Protestan, tidak mengenal suatu kekuasaan atau hierarki di dalam urusan keagamaan, di mana hanya majelis jemaahlah yang mempunyai hak legislatif.

Agama Islam, sekalipun senantiasa menegaskan bahwa pemerintah dan perundangan negara tidak boleh berlawanan dengan perintah Tuhan, telah mengadakan garis pembatasan tegas di antara urusan sekuler dengan urusan keagamaan, dalam pengertian pelaksanaan ibadah serta tata cara dan upacara-upacara keagamaan.

Berkenaan dengan soal ibadah, iman, dan urusan kerohanian, tidak boleh ada suatu kekuasaan duniawi mencampuri urusannya.

Pada masa permulaan Kerajaan Islam terdapat empat mazhab mengenai soal tata cara dan upacara ibadah, konsepsi hukum agama, yang diterima di dalam masyarakat umat yang tunduk kepada Khalifah, keempat-empatnya mengakui dan tunduk pada kekuasaan Khalifah sebagai kepala negara Islam dan pemimpin umat Islam.

Di luar keempat aliran itu terdapat pula berbagai sekte yang kesemuanya dipandang sebagai aliran kelima, yaitu sekte yang tidak mengakui kekuasaan Khalifah yang berkuasa.

Perbedaan yang pasti antara sekte-sekte itu dan keempat mazhab yang ada, yang bersatu di bawah Khalifah adalah, bahwa aliran Kelima itu, jika memakai istilah modernnya, adalah berpaham Legitimis.

Mereka berkeyakinan bahwa hanya keturunan Nabi yang berhak mewarisi kedudukan Nabi Muhammad setelah wafatnya, termasuk hak memegang kekuasaan Khalifah atas negara dan umat Islam.

Maka aliran kelima ini, yang keseluruhannya dikenal dengan sebutan kaum Syi'ah, yaitu aliran yang membangkang,

Menaruh paham teokrasi melalui hierarki kaum imam di bawah pemimpin rohaniah dari ahli waris Nabi Muhammad yang sah, yang hadir pada setiap saat, sekalipun ia tidak tampak di mata manusia.

Telah saya singgung bahwa kaum Syi'ah sepanjang sejarah menjadi penganut paham teokrasi melalui golongan pendeta atau imam.

(KH. AGUS SALIM, PESAN-PESAN ISLAM: KULIAH-KULIAH MUSIM SEMI 1953 DI CORNELL UNIVERSITY AMERIKA SERIKAT, Hal. 210, Penerbit Mizan, Cet.I, Mei 2011).

AMANAH (BISA DIPERCAYA)

Segala madzhab dan firqah dalam Islam mengakui perlunya pemerintahan, baik Ahli Sunnah wal Jama'ah, atau Syi'ah yang memestikan di tangan keturunan Ali. Demikian juga kaum Mu'tazilah. Demikian seterusnya.

Hanya Khawarij yang mengatakan pemerintahan itu di tangan Allah saja. Tetapi setelah pergaulan bertambah maju, terpaksa mereka mengangkat seorang "Imam" untuk mengatur pemerintahan.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 119, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

'IBADUR RAHMAN

Orang yang berhak disebut 'Ibadur Rahman (hamba-hamba daripada Allah Yang Maha Pemurah), ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi Allah dengan sikap sopan santun, lemah lembut, tidak sombong dan tidak pongah.

Sikapnya tenang.

Bagaimana dia akan mengangkat muka dengan sombong, padahal alam di kelilingnya menjadi saksi atasnya bahwa dia mesti menundukkan diri.

Dia adalah laksana padi yang telah berisi, sebab itu dia tunduk.

Dan bila dia berhadapan, bertegur sapa dengan orang yang bodoh dan dangkal pikiran, sehingga kebodohannya banyaklah katanya yang tidak keluar daripada cara berpikir yang teratur, tidaklah dia lekas marah, tetapi disambutnya dengan baik dan diselenggarakannya.

Pertanyaan dijawabnya dengan memuaskan, yang salah dituntunnya sehingga kembali ke jalan yang benar.

Orang semacam itu pandai benar menahan hati.

Mukanya selalu tenang dan sikapnya lemah lembut.

Mudah dalam pergaulan, tidak bosan meladeni orang yang bodoh.

Itulah yang menentukan nilai pribadi kita sebagai Muslim.

Ayat 'Ibadur Rahman itulah cita (idea) seorang Mukmin!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 393-401, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MEMILIH PEMIMPIN

Untuk memahamkan ayat ini lebih dalam lagi, ingat dan bacalah kembali ayat 204 sampai 206 yang telah kami tafsirkan di atas tadi.

Di ketiga ayat itu diterangkan tentang setengah manusia besar omong, berani bersumpah menyebut nama Allah, padahal dia adalah musuh paling besar.

Kalau dia berkuasa, dia pun berjalan di atas bumi membawa kerusakan dan merusak-binasakan tanam-tanaman dan ternak, padahal Tuhan tidak menyukai kerusakan.

Dan, kalau ditegur, merasa banggalah mereka dengan dosa sehingga Jahanam-lah tempat orang yang seperti ini.

Ini adalah contoh dari tengah manusia yang merusak.

Akan tetapi, pada ayat selanjutnya, yaitu ayat 207, diterangkan Tuhan pula bahwa ada pula manusia yang telah menjual habis dirinya dan jiwanya kepada Allah semata-mata.

Maka, orang yang telah menjual diri kepada Allah itulah yang akan berani menghadapi tenaga-tenaga perusak tadi karena mereka hanya mengharapkan ridha Allah semata-mata.

Oleh sebab itu, betapa pun hebat kerusakan yang dibawa oleh tenaga perusak, selalu akan timbul yang menghambat, menyetop supaya berhenti.

Mereka itu tidak takut mati, tidak gentar menghadapi kekuatan lawan, sebab seluruh hidupnya telah diserahkannya kepada Allah.

Kalaupun bandingan kekuatan adalah laksana bandingan usia Dawud dan kegagahan perkasaan Jalut.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 491, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BAHAGIA YANG DIRASAKAN RASULULLAH SAW.

Dengan dasar itu dia berjuang, "Saya ini hamba Allah, dan Dia tidak akan mengecewakan daku."

Kadang-kadang lapar perutnya karena tidak ada yang akan dimakan.

Kadang-kadang sebulan lamanya dapurnya tak berasap.

Tidak dia mengeluh, malahan diambilnya saja batu, diikatkannya kepada perutnya.

Padahal kunci Masyriq dan Maghrib telah diserahkan ke tangannya.

Dibunuh orang sahabat-sahabatnya yang setia, seorang di antaranya pamannya sendiri, Hamzah, pahlawannya yang gagah berani. Dibedah orang perutnya dan diambil orang jantungnya dan dimakan orang, dan dihisap orang darahnya.

Nabi libatkan semuanya itu dengan tak cemas.

Luka jari tangannya, patah saingnya, hampir pecah kepalanya.

Dia bangun kembali dan diaturnya pula persiapan yang baru.

Dan Nabi Muhammad saw. seketika melihat kesesatan kaumnya dan mereka menyesali Tuhan, telah berkata,

"Allah tidak mengubah nasib suatu kaum kalau tidak kaum itu sendiri yang mengubah nasib mereka," (QS. ar-Ra'd [13]: 11).

Isa Ruhullah pernah berkata:

"Kalau Engkau berkuasa ya Tuhanku, memalingkan kematian daripada makhluk-Mu, maka palingkanlah dia daripadaku."

Sedang Nabi Muhammad saw., seketika disuruh pilih kepadanya di antara dua perkara, yaitu hidup kekal dalam dunia, atau mati seketika hari Kiamat saja, atau mati sebagai orang lain mati, telah dipilihnya kematian, dipilihnya rafiqil a'la.

Nabi Sulaiman telah memohon kepada Tuhan:

"Ya Tuhanku, anugerahi kiranya akan daku suatu kekuasaan," (QS. Shad [38]: 35).

Nabi Muhammad saw. telah bermohon kepada Tuhan:

"Ya Rabbi, jadikanlah rezeki ahli rumah Muhammad sekadar yang akan dimakan sehari-hari."

Demikianlah wahai orang yang hendak mencapai derajat Tasawuf Sejati.

Demikianlah QANA'AH yang telah dicontohkan oleh orang yang kenal arti WUJUD, dan kenal arti yang MAUJUD.

Cita-citanya, untuk kemaslahatannya sendiri dikalahkan oleh cita-cita untuk maslahat umatnya.

Tenang segala gelora hatinya, tenteram perjalanannya menuju keridhaan Tuhannya, dan dia tidak putus berusaha.

Shallallahu 'alaihi wa sallam.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 303-309, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

SYIRIK

Al-Mastaul A'la

Kepada politik kenegaraan, ekonomi dan masyarakat, tauhid besar pengaruhnya.

Apabila seseorang melihat ada bagian dunia yang dijajah oleh bangsa yang lain dan satu bangsa menjajah kepada bangsa lain, terasa bahwa itu tidak adil, tidak benar, dan tidak indah.

Dia akan berjuang melepaskan belenggu penjajahan itu.

Penjajahan sangat meremukkan tauhid.

Segolongan manusia jadi memiliki tempat takutnya, ada pula yang melindunginya selain Allah.

Tauhid itu tidak menyukai kekacauan sebab kekacauan itu tidaklah benar dan tidak adil, dan tidak indah.

Dia mencari yang selesai, jangan yang kacau.

Satu masyarakat dan negara harus mempunyai pemerintahan.

Pemerintahan itu mesti adil menjalankan perintah.

Sebab perintah yang dijalankannya adalah amanah dari Allah.

Jika ada orang zalim menganiaya memerintah, lalu didiamkan saja dan tidak ditegur, ketahuilah bahwa dia sudah sampai di ambang pintu kemusyrikan, walaupun orang itu shalat, walaupun dia puasa.

Seketika Sayyidina Umar bin Khaththab memerintah, berpidatolah dia pada suatu hari menyeru manusia supaya taat mengikuti perintahnya selama dia berjalan di jalan yang benar. Jika dia salah, sebab dia manusia, hendaklah segera ditegur.

Tiba-tiba muncul seseorang di kalangan orang yang mendengar itu, tegak berdiri dan langsung menyentak pedangnya.

Dia berkata,

"Kalau engkau keluar dari garis kebenaran, ya Amirul Mukminin, akan kami tegur dan kalau perlu dengan pedang ini!"

Sayyidina Umar terharu mendengar perkataan yang setegas itu.

Itulah yang diharapkannya.

Sebab itu adalah tanda bahwa tauhid masih subur dalam dada umat.

Tidak ada tempat untuk takut selain daripada Allah, di dalam menegakkan kebenaran Allah!

Lalu dia berkata kepada dirinya sendiri.

Berbahagialah engkau, ya Umar karena masih ada dalam kalangan umat ini orang yang berani menegurmu jika salah, walaupun dengan pedangnya.

Apabila hal ini kita perhatikan, dapatkah kita pungkiri lagi bagaimana besar pengaruh tauhid untuk mendirikan sebuah negara yang adil dan makmur?

Di zaman sekarang, negara yang dicita-citakan umat manusia ialah negara demokrasi.

Kata demokrasi itu amat indah.

Namun, jika tauhid tidak ada, dia akan berputar dengan 'dia mau kursi'.

Tauhid dengan sendirinya menghindarkan perebutan yang tidak jujur di antara pemuka-pemuka.

Perebutan pangkat muncul sebab orang telah salah sangka terhadap arti kemuliaan dan kemegahan.

Sebagian menyangka bahwa kemuliaan dan kemegahan ialah pada kursi dan pangkat, harta dan rumah indah, bintang yang tersemat di dada, dipuja disanjung ke mana pergi, disambut dengan berbagai ragam kebesaran, hanya dalam satu jurusan saja.

Padahal suatu negara akan berdiri jika orang hanya mengisi satu jurusan saja.

Dalam segi yang mana pun dari hidup ini ada kemuliaan dan ada kemegahan.

Oleh karena itu, pemerintahan yang jauh dari keadilan, yang hanya berdasarkan kepada kekuatan, menimbulkan syirik yang amat berbahaya.

Di negara diktator, pemimpinnya selalu benar, tidak pernah salah!

Namanya dijadikan momok menakut-nakuti orang.

Padahal yang sebenarnya mendapat keuntungan hanyalah segelintir manusia yang ada di sekelilingnya.

Demikian juga pemerintahan-pemerintahan feodal model lama itu yang disuruh 'menyembah' raja, 'menjunjung duli baginda' (duli yang berarti debu di alas sepatunya).

Akan memulai pembicaraan mestilah diberi alas terlebih dahulu dengan kalimat, "Ampun Tuanku".

Inilah satu di antara yang menjadi penyakit berbahaya menimpa jiwa umat Islam ketika tiba zaman kemundurannya.

Raja-raja yang kadang-kadang bergelar Sultan dan Khalifah, atau Amirul Mukminin, memerintah rakyat 'di atas kehendak Allah'.

Padahal atas kehendaknya sendiri!

Di sampingnya berdirilah 'ulama-ulama resmi' mem-'produksi' fatwa untuk membela beliau dan menjunjung tinggi namanya.

Dalam keadaan yang seperti ini wajiblah rakyat yang tetap bodoh.

Janganlah rakyat tahu hakikat Islam, kecuali kulit-kulitnya, dan biarlah waktunya habis di dalam bertengkar dan berselisih dalam perkara yang kecil-kecil.

Biarkan tahu agama, tetapi jangan sampai kepada isi.

Pada saat seperti itu datanglah penjajah Barat, didapatinya tanah subur, rakyat negeri bodoh, rajanya gila hormat.

Maka didekatilah itu, disenangkan hatinya dengan gelar, pangkat bintang, adat istiadat menjunjung duli.

Adapun rakyat, biarlah dia memperturutkan syiriknya, membuat azimat dan ziarah ke kubur keramat meminta berkat syafaat Waliullah yang berkubur di sana.

Adapun kekuasaan dalam negeri itu jatuhlah ke tangan penjajah tadi.

Bertambah lama bertambah tenggelamlah umat itu ke dalam lautan syirik dengan tidak disadari.

Timbullah takut dan gentar kepada selain dari Allah dan dinginlah semangat perjuangan karena dinginnya rasa tauhid.

(Buya HAMKA, FALSAFAH KETUHANAN, Hal. 112-115, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Mei 2017).

INSAN DAN IBLIS

Dia merasa lebih, dalam tiga hal daripada manusia itu.

Pertama, dia terjadi dari api, sedang manusia terjadi dari tanah berbau.

Kedua, dia terjadi lebih dahulu, sedang manusia kemudian.

Ketiga, menurut hadits-hadits yang shahih, iblis itu adalah makhluk yang sangat taat pada mulanya. Berjuta-juta tahun dia telah beribadah kepada Ilahi. Tidak ada lagi sejengkal langit pun yang tidak dijadikannya tempat sujud kepada Allah.

Banyak manusia yang membanggakan keturunannya dan asal-usulnya, lalu dihinakannya manusia lain yang tidak setinggi dia asal keturunannya itu.

Laksana seorang mubaligh sedang berpidato yang sangat berarti dan berkesan di atas sebuah podium, sehingga banyak orang yang terpesona.

Lalu ada di antara yang hadir bertanya sambil berbisik kepada temannya, "Tengku dia?"

Kawannya itu menggelengkan kepala dan berkata, "Keturunan biasa!"

Beberapa saat kemudian dia bertanya lagi, "Di kantor mana dia bekerja, berapa gajinya sebulan?"

Kawannya tadi tidak menjawab lagi karena jemu mendengar pertanyaan orang yang mendapat didikan iblis itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 138, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Seseorang yang minum khamr, tetapi tidak bohong atau seorang yang telah telanjur berzina, tetapi bukan pembohong, masih banyak sekali harapan baginya untuk memperbaiki diri.

Seorang pembohong, walaupun dia shalat tunggak-tunggik, shalatnya pun bohong juga.

(Buya HAMKA, Bohong Di Dunia, Hal. 26, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

Nabi Muhammad saw. bersabda, "Dusta adalah pangkal dari segala dosa." (HR. al-Bukhari).

TERUS TERANG

Orang yang berani berkata terus terang adalah orang yang mendidik jiwanya untuk merdeka.

Orang yang berani menerima perkataan orang yang berterus terang adalah orang yang membimbing jiwanya kepada kemerdekaan.

Oleh sebab itu, kebenaran adalah kemerdekaan.

Bagi bangsaku yang telah merdeka, sangat pentinglah rasanya masalah ini dikemukakan.

Sikap kejujuran dan keberanian mempertahankan kebenaran adalah intisari dari jiwa yang merdeka.

Sementara itu, kebohongan atau kemunafikan adalah gejala dari jiwa budak.

Bukittinggi, pertengahan November 1949

Penulis

(Buya HAMKA, Bohong Di Dunia, Hal. viii, x, 13, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

PEDOMAN HIDUP

Allah telah menurunkan berbagai macam peraturan untuk hidup, untuk bermasyarakat.

Maka, haramlah tunduk pada suatu peraturan lain yang datangnya bukan dari Allah.

Kemusyrikan yang haram itu bukan saja menyembah berhala.

Bahkan, kalau ada tempat tunduk selain Allah, tempat takut selain Allah, tempat melindungkan diri atau tempat memohon, musyriklah namanya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 319, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Empat musuh besar yang di dalam empat musuh besar itu tergantung musuh-musuh yang lain, yakni Hawa, Nafsu, Dunia, dan Setan.

Satu-satunya senjata yang ampuh dan hebat untuk memerangi atau mencegah empat musuh besar manusia sebagaimana yang disebutkan di atas ialah takwa.

Tanpa takwa, hidup kita akan susah, terombang-ambing oleh empat musuh tersebut.

Takwa membuat orang duduk dengan tenang, tidur, dan bangun pun dengan tenang.

(Buya HAMKA, Tuntunan Puasa, Tarawih dan Shalat Idul Fitri, Hal. 77, Penerbit Gema Insani, Cet.1, April 2017).

"Dan Al-Qur'an yang nyata." (ayat 1).

Sekarang dia telah menjadi Al-Qur'an dan telah menjadi kenyataan. "Al-Qur'an" artinya ialah bacaan. Baru dapat dipahamkan dah diresapkan ke dalam jiwa apabila dia dibaca. Dibaca dengan saksama dan dipahamkan ayat-ayatnya satu demi satu.

"Kadang-kadang inginlah orang-orang yang kafir itu, kalau adalah mereka menjadi orang Muslimin." (ayat 2).

Disebutkan kadang-kadang (rubama), ialah karena orang-orang kafir yang telah terlanjur menentang agama itu, kadang-kadang merasa juga dalam hati sanubarinya bahwa apa yang diserukan oleh Muhammad saw. itu adalah benar.

Setengah penafsir menyebutkan bahwa ayat ini adalah menerangkan bahwa penyesalan mereka itu ialah nanti di akhirat. Melihat orang-orang yang Islam, taat dan patuh mendapat pahalanya dan ditentukan surga buat mereka, orang-orang yang kafir lalu timbul kerinduan kepada Islam.

Tetapi sudah percuma.

Niscaya orang yang menyesal di akhirat itu, pada hakikatnya hati sanubarinya pun telah menyesal tatkala di dunia ini juga.

Bagaimana sambutan atas kerinduan yang datang kadang-kadang itu? Apakah mereka mesti dibujuk?

Seperti pepatah orang Minang,

"Akan disusun sirih dalam cerana lalu dia dijelang dengan hormat, dan dikatakan, sudilah kiranya bapak masuk Islam?"

Tidak!

Bukan Islam yang memerlukan mereka, tetapi merekalah yang memerlukan Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 127-128, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

GURUKU A.R. SUTAN MANSUR

Saya menjadikan buku Falsafah Hidup ini sebagai tanda hormat kepada beliau.

Yah, ... apa boleh buat. Orang besar tumbuh dalam masyarakat rendah, hingga pengikutnya sendiri banyak yang tidak kenal kepadanya. Tumbuh di zaman jajahan, tertekan oleh suasana sekeliling. Umur beliau sekarang (1978) sudah kira-kira 84 Tahun.

Sampai saat ini dia hidup dalam kekayaan dan kemewahan jiwa tiada taranya, melihat kemajuan murid-muridnya.

Tetapi tidak kurang kejadian, anak dan istrinya menyatakan beras yang akan ditanak belum ada.

Dari segi yang lain dapat kita lihat bahwa St. Mansur seorang yang "bodoh".

Dia tidak kenal apa yang namanya uang.

Bertemu dengan orang kesusahan, jika ada uang dalam tangannya, diberikannya saja, padahal beberapa saat kemudian istrinya menyatakan beras tidak ada.

Satu masa di Padang Panjang telah diberi orang beliau sedekah perkayuan rumah yang lengkap, tetapi datang seorang yang menyatakan anak-anaknya ditinggal meninggal ibunya dan perlu mendirikan rumah, segenap perkayuannya itu diberikannya pula kepada orang tadi.

"Kebodohan" seperti ini banyak ditemukan pada orang besar-besar, H. Agus Salim juga begitu!

Di situlah saya mulai mendengar kata-kata yang belum pernah saya dengar tentang agama dari mulut beliau, misalnya,

Betulkah ada Engkau, ya Tuhan! Atau: Muhammad itu adalah Nabiku, dia adalah Nabiku, hai kawan-kawan! Betul dia Nabi.

Lalu dibawanya Al-Qur'an yang dipegang-pegangnya tadi ke dalam pangkuannya laksana memeluk anaknya dengan sangat cinta.

Saya ketika itu baru berusia 15 Tahun. Kata hati saya, bagaimanakah kakandaku ini, gila dia agaknya. Padahal Allah memang ada; cukup dengan mempelajari sifat dua puluh saja, sudah dapat kita mengetahui Tuhan. Katanya Nabi Muhammad Nabiku, apakah selama ini dia tidak tahu? Padahal dia murid yang terpandai dari ayahku.

Di Tahun 1925 dia diutus Muhammadiyah ke Sumatra Barat. Dia telah membawa satu pandangan baru dalam Islam ke dalam masyarakat Minangkabau yang bergelar "Serambi Mekah" itu. Dia telah menggoncangkan masyarakat Minang, Ayah saya sendiri pernah menuduhkan "gila". Tetapi, siapa saja yang mendengarkan dia menerangkan agama mesti "lekat", terutama dari kelompok pemuda.

Al-Qur'an suci itu rupanya telah meresap ke dalam segenap urat nadinya, ke seluruh pembuluh darahnya.

Perserikatan yang dipimpinnya telah maju. Barangkali dialah orang yang kedua mengapi-apikan jiwa Muhammadiyah di Indonesia ini sesudah K.H.A Dahlan.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, v-xiii, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

Beratus tahun lamanya kaum muslimin memandang filsafat sebagai "momok" yang berbahaya.

Lalu diturutkan metode berpikir cara al-Asy'ari dan al-Maturidi, padahal keduanya pun kebanyakan memakai metode Aristoteles juga.

Maka gelaplah pikiran dan jumud-lah karena tidak menuruti perubahan dan aliran zaman.

Filsafat itu bukan hanya hak beberapa orang, tetapi kepunyaan bersama.

Di hadapan saya ada terbentang kitab suci Al-Qur'an dan Hadits Nabi, terang dan nyata: terbentang pula Tarikh Nabi, serta perjalanannya.

Memang filsafat membuat orang takut.

Padahal artinya telah dipermudah oleh Socrates sendiri, filosof artinya "penggemar hikmah".

Saya gemar akan "hikmah" tetapi saya belum berani bergelar filosof.

Prof. Dr. HAMKA

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, xxv-xxxi, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

MUKADIMAH

Madzhab yang dianut oleh penafsir ini adalah Madzhab Salaf, yaitu Madzhab Rasulullah dan sahabat-sahabat beliau serta ulama-ulama yang mengikuti jejak beliau.

Dalam hal aqidah dan ibadah, semata-mata taslim, artinya menyerah dengan tidak banyak tanya lagi. Namun, tidaklah semata-mata taklid kepada pendapat manusia, melainkan meninjau mana yang lebih dekat pada kebenaran untuk diikuti, dan meninggalkan mana yang jauh menyimpang.

Meskipun penyimpangan yang jauh itu bukanlah atas suatu sengaja yang buruk dari yang mengeluarkan pendapat itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 38, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

*Tidak ada cela bagi orang yang menampakkan Madzhab Salaf, menisbahkan diri kepadanya dan membanggakannya, bahkan wajib diterima semua itu darinya dengan kesepakatan ulama. Karena sesungguhnya Madzhab Salaf adalah haq. (Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, Majmu Fatawa 4/149).

MADZHAB FIQIH

Saya adalah bermadzhab; Madzhab saya Syafi'i. Saya belum pernah sejak menceburkan diri ke dalam perjuangan Islam mengatakan saya tidak bermadzhab. Periksalah segera buku yang saya karang Madzhab Syafi'i sejati: yaitu hadits yang shahih adalah madzhabku.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 219-220, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

TANDA ORANG BERAKAL

Orang berakal tidaklah menjawab sebelum ditanya. Tidak pula menjawab pertanyaan lebih dari mesti, supaya jangan dikatakan orang: Tidak pandai memegang rahasia, tidak berpenaruhan, thufaili.

Tidak pula suka menghinakan orang, karena orang yang menghinakan raja-raja rusaklah dunianya.

Orang yang suka menghinakan orang alim rusaklah agamanya, dan orang yang menghinakan kawan-kawan rusaklah muruah-nya.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 39, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

"Hati-hati terhadap doa orang yang teraniaya; karena tidak ada dinding pembatas antara dia dengan Allah." (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Doa bukanlah suatu pertanda kelemahan, karena bila segala pintu di bumi telah tertutup dan di pagar besi, tidak ada satu makhluk pun yang sanggup menutup pintu doa seorang yang teraniaya untuk terus ke langit.

(Buya HAMKA, Tuntunan Puasa, Tarawih dan Shalat Idul Fitri, Hal. 147-148, Penerbit Gema Insani, Cet.1, April 2017).

Bagaimana akan menang, kalau serdadu-serdadu Belanda sendiri yang ikut berperang, ingin hendak membawa lemari pendingin makanan yang ada di rumahnya ke medan perang?

Maka ayat yang tengah kita tafsirkan ini berlaku menjadi pedoman untuk selamanya di dalam menilai kenaikan suatu umat atau pun kejatuhannya bahwasanya kelobaan akan harta dan kemewahan adalah pintu-pintu bagi kekalahan.

Di sini kita dapat mengetahui lagi betapa luasnya arti takwa.

Pokok arti ialah memelihara (wiqayah).

Maksud yang pertama, ialah takwa kepada Allah, memelihara hubungan dengan Allah dan takut kepada-Nya.

Akan tetapi, dalam ayat ini kita bertemu lagi dengan arti yang lain, yaitu memelihara, menjaga, awas, dan waspada.

Maka dengan demikian, takwa kepada Allah tidaklah cukup sekadar dengan ibadah shalat, berzakat, dan puasa saja.

Akan tetapi, termasuk lagi dalam rangka ketakwaan ialah kewaspadaan menjaga agama dari intaian musuh.

Taat kepada komando pimpinan.

Sebab, kalau kalah karena tidak ada kewaspadaan, jangan Allah disalahkan, tetapi salahkanlah diri sendiri yang lengah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 76-77, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Islam itu suka berontak melawan kekuasaan yang ada, kalau tidak sesuai dengan ajaran Al-Qur'annya, niscaya akan ditentangnya.

Kemudian, kita pun merdeka!

Meninggalkan jihad artinya vonis kematian bagi Islam itu sendiri.

Karena itu, di masa Orde Baru sekarang ini, kita mubaligh-mubaligh, imam-imam, khatib, apalagi ulama wajib memperbarui jiwa.

Kita wajib aktif menegakkan agama dalam negeri ini.

Kita tidak akan mengganggu Pancasila, dan Pancasila tidak perlu diganggu.

Kalau ini saja pun benar-benar dijalankan, tidak sedikit kemenangan Islam dalam negeri ini.

Bahkan, boleh dikatakan bahwa kita difitnah hendak merombak Pancasila ialah karena yang memfitnah itu sendiri tidak berani menjalankan Pancasila dengan sungguh-sungguh.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 227-231, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

AMANAH (BISA DIPERCAYA)

Supaya masyarakat teratur, perlu berdiri pemerintahan. Segala madzhab dan firqah dalam Islam mengakui perlunya pemerintahan, baik Ahli Sunnah wal Jama'ah, atau Syi'ah yang memestikan di tangan keturunan Ali. Demikian juga kaum Mu'tazilah. Demikian seterusnya.

Hanya Khawarij yang mengatakan pemerintahan itu di tangan Allah saja. Tetapi setelah pergaulan bertambah maju, terpaksa mereka mengangkat seorang "Imam" untuk mengatur pemerintahan.

Di zaman kemajuan ini pun demikian pula, pemerintahan mesti ada untuk mengatur masyarakat, baik pemerintahan kerajaan, atau republik, atau raja yang diikat oleh undang-undang dasar, atau majelis rakyat semata, namun pemerintahan mesti ada.

Pemerintahan adalah badan yang mempunyai kaki, tangan, kepala, perut dan tulang, urat, darah, dan daging.

Ada yang jadi polisi menjaga keamanan dalam negeri.

Ada tentara menjaga serangan dari luar.

Ada yang jadi ahli siasat menjaga hubungan keadilan dan kebenaran.

Tidak lebih mulia atap dari tonggak.

Tidak lebih utama dinding dari lantai, malah perkumpulan atap dan tonggak, dinding dan lantai itulah yang menjadi rumah.

Apa yang menghubungkan semuanya? Di manakah azas tempatnya tegak?

Itulah dia amanah, dapat dipercaya, lurus.

Negara hanya dapat tegak di atas amanah.

Pejabat-pejabat akan beruntung pikulannya jika memegang amanah.

Bagaimanakah akan aman negeri, kalau seorang kasir, yang memegang uang simpanan pemerintah berjuta-juta tiap hari dengan gaji sederhana, kalau bukan dengan amanah?

Bagaimanakah maling, perampokan, pencurian dan segala kejahatan dalam negeri akan dapat dibasmi, kalau penjaga-penjaga keamanan, polisi dan seterusnya tidak memegang amanah?

Kalau amanah telah runtuh, runtuhlah pemerintahan, artinya runtuhlah masyarakat dan umat.

Huru-hara terjadi setiap hari, pembunuhan tiap masa, penggelapan tiap bulan.

Sehingga akhir kelaknya pemerintah itu akan runtuh, digantikan oleh pemerintahan lain yang lebih dapat memegang amanah.

Tidaklah bisa satu pemerintahan berdiri jika tidak ada persatuan, dan persatuan itu tidak akan tercipta kalau bukan dengan amanah.

Tidaklah kepada pergaulan tiap hari di antara diri dengan diri, di antara satu rumah tangga dengan lain rumah tangga.

Jika ada kelurusan dan kepercayaan kita kepada manusia sesama bergaul, kita tidak akan ragu-ragu meninggalkan rumah kita, sebab istri bisa dipercaya, teman dekat rumah bisa pula dipercaya, anak-anak yang dilahirkan istri kita, kita yakin memang anak kita sendiri.

Tidak ragu-ragu meninggalkan barang-barang, karena kita percaya tidaklah akan ada orang yang mencurinya.

Jika hilang amanah dari umat -na'azhubillahi minha- alamat umat itu akan condong ke jurang, akan jatuh dan hilang namanya, menjadi umat yang fakir dan miskin, ditimpa oleh bahaya bencana, penyakit yang tak berkeputusan, penyakit lahir dan batin.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 118-121, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

IKHLAS DAN NASIHAT

Oleh pengarang Kamus Misbahul Munir, di antara ikhlas dengan nasihat itu tidaklah diperbedakannya.

Bahkan nasihat itu beliau artikan dengan 4 (empat) perkara: Ikhlas, Tulus, Musyawarah, dan Amal.

Ibnul Atsir berkata di dalam Nihayah,

"Nasihat itu ialah suatu perkataan yang mengandung arti yang panjang, yaitu: Berkehendak supaya orang yang diberi nasihat itu memperoleh kebaikan."

Alasan bahwa nasihat dengan ikhlas itu satu artinya, yaitu suci bersih, adalah hadits Ubaiy, seketika dia bertanya kepada Rasulullah saw. apakah artinya "Taubat Nashuha" (ambilan kata Nashuha itu sama dengan nasihat).

Rasulullah menjawab,

"Yaitu taubat yang khalis, yang tidak akan diulang lagi mengerjakan dosa-dosa itu."

Saudara-saudara Nabi Yusuf seketika akan membawa adiknya itu pergi berburu, yang kemudian dimasukkannya ke dalam sumur dan dijualnya kepada Aziz (raja) di negeri Mesir, ada tersebut:

"Wahai bapak kami mengapa tidak percaya bapak kepada kami atas Yusuf, padahal sesungguhnya kami kepada Yusuf itu sangat memberi nasihat," (QS. Yusuf [12]: 11).

Tafsirnya ialah sangat tulus ikhlas.

Oleh sebab ikhlas dengan nasihat tidak boleh dipisahkan, perlulah di sini kita terangkan ke manakah tujuan nasihat kita atau ikhlas kita berdasarkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh Tamim ad-Dari, seorang sahabat Nabi saw. yang masyhur, yang dahulunya memeluk agama Nashrani kemudian pindah ke dalam Islam.

Berkata Tamim; pada suatu hari berkata Rasulullah saw.,

"Agama itu ialah nasehat."

Lalu kami bertanya:

"Kepada siapakah nasihat ini?"

Berkata Rasulullah,

"Bagi Allah, bagi Kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, bagi kepala-kepala kaum muslimin dan bagi kaum muslimin semuanya."

Bagaimanakah maksud nasihat kepada tiap-tiap itu?

Nasihat apakah yang dihadapkan kepada Allah?

Kalau sekiranya nasihat itu hanya diartikan memberi nasihat bagi yang biasa kita pakai, tentulah Rasulullah saw. telah mengatakan suatu perkataan yang tidak pantas.

Adakah pantas kita nasihati Allah?

Sebab itu haruslah kembali kepada artinya yang sejati, ialah Ikhlas.

Ikhlas kepada Allah

Ikhlas kepada Allah, hanya semata-mata percaya kepada-Nya. Ia tidak boleh dipersekutukan dengan yang lain, pada zat, sifat, dan pada kekuasaan-Nya. Hadapkan kepada-Nya segala sifat-sifat kesempurnaan yang penuh, hindarkan daripada  persangkaan sifat-sifat kekurangan. Taat mengikuti perintah-Nya, jauhi segala larangan-Nya dan jangan durhaka kepada-Nya. Cinta kepada segala sesuatu karena Dia, benci kepada sesuatu yang dibenci-Nya, berteman dengan orang yang taat kepada-Nya, bermusuhan dengan orang yang melawan Dia. Lawan orang yang kafir kepada-Nya, akui nikmat dan kebesaran-Nya, syukuri segala pemberian-Nya, sedikit atau banyak; sabar di atas cobaan yang ditimpakan-Nya. Seru dan mohon pertolongan-Nya di waktu kesempitan dan pujilah Dia di waktu lapang.

Cinta sesama manusia, bukan lantaran mereka manusia saja, tetapi lantaran mereka itu makhluk Allah.

Berkata Muhammad bin Said al-Marqazi,

"Segala kejadian itu hanyalah bersumber kepada dua: Perbuatan Allah atas diri engkau, dan perbuatan engkau yang akan dihadapkan kepada Allah. Maka hendaklah rela menerima segala perbuatan-Nya, dan ikhlas mengerjakan segala perbuatan engkau terhadap-Nya. Dengan demikian engkau akan memperoleh bagian dunia-akhirat."

Arti ikhlas kepada Allah banyak diterangkan oleh ulama-ulama Thariqil Akhirah.

Suatu arti yang lebih memuaskan, pendek, dan terang, ialah artian yang telah dibuat oleh Rasulullah saw. sendiri.

Seketika ditanyakan orang kepada beliau apa arti Islam, beliau menjawab:

"Bahwa engkau akui Tuhanku ialah Allah, kemudian engkau teguh memegang pendirianmu itu," (HR. Muslim).

Artinya, sembahlah Allah saja, jangan menyembah hawa nafsu, jangan beribadah kepada yang lain.

Jadikanlah itu pendirian hidup.

Itulah yang dimaksud oleh, ayat:

"Tidaklah mereka diperintah, melainkan supaya menyembah kepada Allah, hanya kepada-Nya semata saja dihadapkan agama," (QS. al-Bayyinah [98]: 5).

"Ketahuilah bahwasanya bagi Allah saja agama yang khalis," (QS. az-Zumar [39]: 3).

"Melainkan orang yang taubat dan memperbaiki dirinya berpegang dengan Allah saja dan ikhlas agamanya karena Allah," (QS. an-Nisa [4]: 146).

"Siapa saja yang mengharap hendak bertemu dengan Tuhannya, hendaklah dia mengamalkan amalan yang shaleh, dan jangan menyekutukan dalam beribadah kepada Tuhan dengan yang lain," (QS. al-Kahfi [18]: 110).

Ikhlas kepada Kitab Allah.

Ikhlas kepada Kitabullah, ialah percaya dengan sungguh-sungguh bahwa kitab itu ialah Kalamullah, yang tiada serupa dengan kalam makhluk. Tidak seorang pun di antara makhluk yang sanggup membuat kitab semacam ini, diturunkan Allah kepada Rasul-Nya untuk menjadi tuntutan kita sekalian.

Kita baca dan kita pahamkan isinya, kita junjung dan kita sucikan, kita perhatikan dengan hati yang khusyu'.

Kita baca dengan fasih dengan huruf yang bermakhraj dan bertajwid, supaya dipelihara dia dari tahrif (diputar-putar) dan tabdil (diganti-ganti).

Benarkan apa yang tersebut di dalamnya, itu hukum yang tertera di sana dan pahamkan isi dan maksudnya, ilmu dan perumpamaannya, selidiki umumnya dan khususnya, ketahui nasikh-mansukhnya, mujmal dan muqayyadnya, taslim (serahkan) kepada Allah dalam hal ayat-ayat yang mutasyabih (ayat yang tidak lantas angan memahamkan).

Ikhlas kepada Rasulullah saw.

Ikhlas kepada Rasulullah, mengakui dengan sungguh risalahnya, percaya segala yang dibawanya, taat mengikuti yang diperintahnya, menjauhi segala yang dilarangnya, membelanya di waktu hidupnya dan terus sampai matinya.

Musuhi orang yang memusuhinya, bela orang yang membelanya, besarkan haknya, dan muliakan dia.

Hidupkan tharikat dan sunnahnya.

Siarkan pengajarannya dan sampaikan serta luaskan syariatnya ke seluruh bumi.

Nafikan segala tuhmat (tuduhan) yang dihadapkan orang kepadanya dengan alasan yang cukup.

Pegang teguh-teguh ilmu yang ditinggalkannya.

Karena dia diutus ke dunia menyempurnakan budi-pekerti dan Tuhan sendiri yang mengajarnya beradab, bersabda dia,

"Tidaklah beriman seorang kamu hingga adalah Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada yang lain," (HR. Bukhari dan Muslim).

"Katakan (olehmu Muhammad), jika adalah ayahmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri (suamimu), kaum kerabatmu, harta-benda yang kamu kumpul-kumpulkan, perniagaan yang kamu takut akan rugi, rumah tempat tinggal yang kamu sukai, jika semuanya itu lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, dan lebih kamu cintai daripada berjihad pada jalan-Nya, maka awaslah kamu sampai datang kelak tuntutan Allah, dan Allah tidaklah akan memberi petunjuk kepada kaum yang fasik," (QS. at-Taubah [9]: 24).

Setelah mencintai Rasulullah saw., hendaklah cintai pula sahabat-sahabatnya dan kaum keluarganya.

Jangan dibedakan derajat masing-masing.

Jika terjadi persengketaan di antara mereka, janganlah dimasuki satu pihak.

Ikhlas kepada Imam Kaum Muslimin 

Ikhlas kepada Imam atau raja-raja dan pemerintahan muslimin, ialah dengan jalan membela dalam kebenaran, taat kepada mereka di dalam agama, ikut perintahnya, hentikan larangannya.

Jangan dilanggar undang-undangnya, jangan dikacau keamanan dalam negeri.

Peringati mereka jika mereka salah dengan cara yang sopan-santun.

Beritahu kelalaian mereka dan bahaya yang mengancam negeri lantaran kesalahan mereka.

Ajak seluruh muslimin supaya taat kepada pemerintahan itu.

Di dalam kitab-kitab Ushuluddin cukup diterangkan bagaimana syarat-syarat baru boleh seorang wali, atau imam, atau khalifah dimakzulkan daripada tabiatnya yaitu jika dia mengerjakan maksiat dengan terang dan menganjurkannya, atau mempunyai suatu kepercayaan yang berlawanan dengan pokok i'tikad agama.

Berkata al-Khithabi,

"Setengah dari hak nasihat kepada mereka, ialah sembahyang di belakang mereka, berperang bersama-sama mereka, bayarkan zakat kepada mereka supaya dibagi-baginya kepada yang berhak, menyingkirkan huru-hara dan pemberontakan, jika kesalahannya belum menerbitkan fitnah yang besar. Jangan mereka dipuji-puji lebih dari semestinya, doakan supaya mereka jadi orang yang berbahagia pada agama!"

Dan kata al-Khithabi seterusnya,

"Sebagian besar ulama menakwilkan maksud imam-imam dalam hadits ini kepada ulama Islam, yaitu dengan jalan mengikuti fatwanya, menerima apa yang diriwayatkannya, menghormatinya dan meletakkan persangkaan yang baik kepada dirinya!"

Berkata Imam Ghazali,

"Kerusakan negeri karena kerusakan raja, kerusakan raja karena kerusakan ulama, yaitu ulama su' (ulama jahat)."

Dengan perkataan Ghazali ini terhimpunlah raja-raja dan ulama-ulama di dalam imam yang disebut hadits Tamim itu.

Tentu saja tidak boleh taat jika pemerintahan itu mengajak mengerjakan mungkar, dan tidak boleh diikuti kalau ulama menunjukkan fatwa yang sesat.

Tetapi meskipun perintah dan fatwa itu tidak diikuti, namun kehormatan dan kemuliaan yang diberikan kepada mereka tidak juga boleh kurang daripada mestinya.

Dengan majunya paham demokrasi sekarang ini, bertambah nyatalah bahwa yang dimaksud dengan Imam-imam itu, bukanlah memulia-muliakan diri seseorang, sampai keluar dari batasnya.

Dalam paham demokrasi, orang naik memegang pemerintahan, adalah karena dikuasakan oleh orang banyak.

Selama dia masih mendirikan keadilan, wajiblah diikuti perintahnya.

Kalau dia telah melanggar hak orang banyak, wajiblah dia dijatuhkan.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 152-159, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

KESIMPULAN

Berkata al-Hafizh Ibnu Katsir mengenai ayat-ayat ini,

"Ayat ini adalah satu penegasan bahwa Allah tidak mau menerima kalau ada orang yang mengaku beriman kepada perintah yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya dan kepada rasul-rasul yang dahulu, padahal ketika akan mengambil keputusan suatu hukum dalam hal yang mereka perbantahkan, mereka ambil hukum di luar dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya."

Berkata pula ahli-ahli tafsir yang lain,

"Ayat ini memberikan petunjuk bahwa menerima keputusan hukum dari Allah adalah wajib dan wajib pula ridha menerima syari'at-Nya. Ayat ini menunjukkan pula dengan pasti bahwa orang Islam tidak dibolehkan menerima hukum selain dari Syari'at Islam."

Berkata setengah ahli fiqih,

"Apabila dua orang berperkara, lalu yang seorang ridha menerima hukum ketentuan Syari'at Allah, yang seorang enggan menerima hukum itu, lalu dia suka menerima hukum dari hakim-hakim yang mengingkari peraturan Allah, yang enggan itu kafirlah!"

Lantaran itu, dengan ayat ini kita mendapat pengajaran bahwasanya percaya kepada hukum Allah dan Rasul janganlah separuh-separuh.

Islam yang berintikan tauhid, sekali-kali tidaklah mau dicampuri dengan kepercayaan-kepercayaan syirik, mempercayai jibti dan thagut.

Orang Yahudi di zaman Nabi, mengakui memeluk agama ajaran Nabi Musa, tetapi mereka masih mencampuraduk dengan jibti dan thagut.

Janganlah orang Islam setelah jauh dari Nabi Muhammad saw. mengakui umat Muhammad padahal kepercayaannya bersimpang siur kepada yang lain, kepada jibti dan thagut, kepada kubur dan kayu, kepada batu dan tukang ramal.

Jangan pula dalam ibadah menurut perintah Allah, tetapi di dalam urusan yang lain meniru peraturan yang bukan bersumber dari Allah.

Segi menegakkan pemerintahan pun demikian pula.

Oleh karena pengaruh penjajahan beratus-ratus tahun dan karena bangsa-bangsa yang menjajah telah menyingkirkan dengan secara teratur segala hukum yang bersumber Allah yang dahulu berlaku dalam negeri-negeri Islam.

Tumbuhlah golongan orang yang mengakui beragama Islam dan beribadah, tetapi tidak yakin lagi akan Syari'at Islam.

Merekalah yang keras menantang tiap gagasan hendak meletakkan dasar hukum Syari'at Islam di dalam negeri yang penduduknya terbanyak orang Islam.

Bahkan ada yang berkata,

"Saya ini orang Islam, tetapi saya tidak mau kalau dalam negara ini diperlakukan Syari'at Islam. Bahkan saya tidak mau, walaupun hukum Syari'at Islam hanya akan dijalankan untuk rakyat yang beragama Islam saja."

Daripada menerima hukum Syari'at Islam mereka lebih suka menyalin kitab hukum pusaka penjajah atau menyalin hukum negara-negara Barat yang lain.

Sedangkan orang yang kasar sikapnya kepada anak yatim dan tidak ada rasa iba kasihan kepada fakir miskin, lagi dikatakan mendustakan agama.

Sedangkan orang yang shalat karena hanya mengambil muka kepada masyarakat (riya), lagi dikatakan akan merasakan siksaan neraka wailun,

Apatah lagi orang yang shalat menyembah Allah, tetapi menolak hukum-hukum Allah!

Di ayat 65 akan kita baca penegasan Allah, dengan sumpah bahwa orang yang tidak mau menerima Tahkim dari Allah dan Rasul-Nya, tidaklah termasuk orang yang beriman,

"Walau shallaa, walau shaama!"

Walaupun dia Shalat, walaupun dia Puasa.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 352-353, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PENDERITAAN

"Inilah rupanya hari pembalasan itu." (ujung ayat 20).

Yah, itulah Hari Pembalasan. Hal itu dari jauh hari, masih tatkala di dunia sudah diperingatkan.

Tetapi apalah hendak dikata, peringatan itu diabaikan saja, tidak dipedulikan, seakan-akan tidak didengar bahkan dibenci.

Maka datanglah penegasan dari Allah SWT,

Memang, "Inilah dia Hari Keputusan yang selalu kamu dustakan itu." (ayat 21).

Dan keputusan itu dijatuhkan dengan adil. Tidak ada orang yang dihukum padahal dia tidak bersalah, dan tidak pula ada kebaikan yang tersembunyi dari mata Allah SWT.

Kesalahan yang besar-besar yang dinamai al-Kabaair, dosa besar, yang berpokok pada mempersekutukan yang lain dengan Allah, membunuh sesama manusia di luar keputusan hukum, berzina, naik saksi dusta untuk mencelakakan orang lain, dan berbagai dosa yang telah banyak disebutkan di dalam hadits-hadits Rasulullah saw. adalah perhitungan utama tentang dosa.

Yang paling hebat ialah menolak kebenaran agama Allah SWT yang dibawa rasul, mendustakan apa yang dia sampaikan.

Lalu datanglah perintah Allah SWT kepada malaikat-malaikat yang ditugaskan,

"Kumpulkanlah orang-orang yang zalim itu bersama yang sehaluan." (pangkal ayat 22).

Kumpulkan segala yang seragam, penipu sama penipu, pezina sama pezina, pemakan riba sesama pemakan riba, munafik sesama munafik, peminum tuak sesama peminum tuak.

Demikianlah ditafsirkan oleh Sa'id bin Jubair dan Mujahid.

Kemudian datang lagi pertanyaan, yang akan menambah dalam luka siksaan jua,

"Mengapa kamu tidak bertolong-tolongan?" (ayat 25).

Bukankah semasa di dunia kamu bela-membela, tolong-menolong.

Jika seorang teman sepaham bersalah, yang lain membela dengan sekuat tenaga, walaupun jelas kesalahan teman yang sepaham itu.

Walaupun membela menurut pepatah orang, "Menegakkan benang basah."

Sekarang semuanya dibelenggu, digiring dengan penuh kehinaan, ketakutan, kecemasan ke dalam jahim, yaitu neraka yang bernyala, namun seorang pun tidak ada yang berusaha membela temannya, mengapa?

Ayat selanjutnya menjelaskan duduk soal,

"Bahkan mereka di hari itu sudah menyerah saja." (ayat 26).

Mereka sudah menyerah saja, karena kekuatan untuk bertahan tidak ada lagi. Kesalahan itu telah menekan diri, sehinga tidak dapat mengangkat muka. Hati pun mengakui bahwa hukuman yang diterima adalah adil, karena diri memang bersalah.

Tidak ada yang kuat kuasa, melainkan Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 470-471, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TENTANG KHALIFAH

Pada tafsiran yang mana pun kita akan cenderung, baik jika ditafsirkan bahwa Adam dan keturunannya diangkat jadi khalifah dari makhluk yang telah musnah maupun sebagai khalifah dari Allah sendiri. Namun isi ayat, sebagai lanjutan dari ayat sebelumnya, telah menyingkapkan lagi tabir pemikiran yang lebih luas bagi manusia agar janganlah mereka kafir terhadap Allah.

Ingatlah bahwa kedudukannya dalam hidup bukanlah sembarang kedudukan.

Janganlah disia-siakan waktu pendek yang dipakai selama hidup di dunia itu.

Demikian besar sanjungan yang diberikan Allah, sangatlah tidak layak kalau manusia menjatuhkan dirinya ke dalam kehinaan; di sini disebutkan bahwa dia adalah khalifah.

Di waktu yang lain Tuhan katakan bahwa manusia telah dijadikan sebaik-baiknya bentuk (surah at-Tiin: ayat 4).

Dan, di kala yang lain Allah menyanjungnya tinggi-tinggi.

"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan bani Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri rezeki mereka dengan yang baik-baik, dan sungguh-sungguh Kami lebihkan mereka daripada kebanyakan (makhluk) yang telah Kami jadikan, sebenar-benar dilebihkan." (al-Israa': 70).

Demikianlah kemuliaan yang telah dilimpahkan Tuhan kepada manusia.

Adakah patut kalau manusia tiada juga sadar akan dirinya dari hubungannya dengan Tuhannya?!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 135-136, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PERINGATAN ALLAH

"Yaitu di hari yang akan Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran tulisan-tulisan." (pangkal ayat 104).

Inilah pula satu gambaran kehebatan dan kedahsyatan hari Kiamat. Langit akan digulung di waktu itu laksana menggulung tulisan-tulisan.

Di zaman dahulu kala kitab-kitab atau tulisan belumlah berlembar-lembar seperti buku-buku sekarang, melainkan bergulung-gulung.

Orang tua-tua bercerita bahwa khutbah-khutbah hari raya pun dibuat dengan kertas bergulung-gulung.

Saya pernah masuk ke sebuah biara orang Yahudi di New York; orang Yahudi sedang shalat, membaca Zabur sambil bernyanyi.

Pendetanya membuka naskah kertas bergulung, dengan kedua belah tangan. Mana yang sudah selesai dibaca bergulung ke atas, mana yang belum dibaca terus juga dibuka gulungannya.

Maka marilah kita perhatikan ayat ini, lalu kita menengadah ke langit.

Satu waktu kelak langit itu akan digulung, seperti menggulung kitab itu.

Alangkah dahsyatnya.

"Sebagaimana Kami memulai kejadian pertama, Kami akan kembalikan ia."

Artinya, kalau pada mulanya semua manusia ini dilahirkan telanjang, maka di waktu itu kelak akan kembali telanjang tidak lekat kain lagi.

Ketika Rasulullah saw. mulai menceritakan ini Aisyah bertanya, "Apakah orang pada masa itu tidak akan merasa malu auratnya kelihatan oleh orang lain?"

Nabi saw. menjawab, bahwa karena dahsyatnya keadaan, tidak ada lagi orang yang ingat hendak melihat aurat orang lain, bahkan orang pun tidak ingat lagi bahwa telah telanjang.

"Sebagai suatu janji atas Kami."

Artinya bahwasanya semuanya adalah keadaan yang sudah Kami janjikan. Oleh sebab itu,

"Sesungguhnya Kami benar-benar melaksanakan." (ujung ayat 104).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 86-87, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AL-QUR'AN

Tersungkur sujud, keluar air mata, bila ada orang yang tahu dan yang ada perasaan halus mendengar Al-Qur'an.

Apatah lagi jika tahu pula arti yang terkandung di dalamnya.

Di dalam ayat 109 dikatakan "meniaraplah mereka dalam keadaan menangis."

Sebab itu bacalah Al-Qur'an dengan suara merdu, sayu, dan rindu. Hiasi dia dengan suaramu.

Sehingga Imam Ghazali di dalam Ihya' Ulumuddin menyatakan bahwa setengah daripada adab sopan santun membaca Al-Qur'an ialah dengan berurai air mata.

Bersabda Nabi saw.,

"Bacalah Al-Qur'an dan menangislah. Kalau tidak juga menangis, bikin diri menangis." (HR. Ibnu Majah).

Dan Imam Syafi'i menyatakan sunnatlah sujud tilawah apabila membaca sampai di ayat ini.

Ibnu Abbas menjelaskan pula,

"Jangan terburu sujud, menangislah dahulu. Kalau air mata tak berair karena tangis mata tak ada, menangislah hati. Untuk menimbulkan tangis, sedihkanlah hati. Dan untuk menimbulkan sedih, ingatlah ancaman yang ada di dalamnya, ingat janji-janji yang telah engkau ikat dengan Allah, dan ingat pula kelalaian dan ketafsiran sia-siamu dalam hidup, membuang waktu percuma. Dan kalau sudah sampai demikian tidak juga timbul duka cita dan sedih, sehingga hati tak tergerak dan mata pun tak berair, lebih tangisilah dirimu. Sebab perasaanmu itu benarlah yang telah kasar. Itulah musibah dan bencana yang paling besar yang telah menimpa dirimu."

Demikian Imam Ghazali menulis di dalam kitab Ihya-nya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 347, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kalau saudara seorang politikus, "dari masjid, pergilah ke parlemen."

Kalau saudara seorang ekonom, "dari masjid, pergilah membuka NV."


Kalau saudara seorang pujangga, "dari masjid, mulailah menulis."


Jangan sebaliknya. Karena kalau saudara berbuat sebaliknya, saudara tidaklah akan merasai ketenteraman jiwa dalam hidup.


Cobakanlah!!!


(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 430, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Tiap-tiap tulisan yang dusta, yang menipu, yang tidak berdasar kebenaran, walaupun mula-mula ditelan orang, namun zaman kelak akan memuntahkan "kebenaran celupan" itu dari perut orang yang telah terlanjur menelannya.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 330-331, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

SEDERHANA BERPIKIR

Orang pendusta yang pepat di luar pancung di dalam, munafik, adalah menyakiti dirinya sendiri.

Dia berusaha mencari teman, tetapi yang sebenarnya akan dekat dengan dia, orang-orang yang sama munafik, pendusta, pembohong dan pengecut pula.

Dia menyiksa dirinya sendiri.

Bekas perbuatannya nyata ke muka umum.

Bagaimana dia akan bersembunyi? Padahal buktinya nampak?

Tak ubahnya dengan anak-anak pencuri dendeng di dalam almari makanan ibunya.

Dia menyangkal seketika ditanyai, tetapi mulutnya berminyak.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 187, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

KEBERANIAN BUDI

Keberanian budi, ialah berani menyatakan suatu perkara yang diyakini sendiri kebenarannya, walaupun akan dibenci orang.

Mesti timbul kelompok-kelompok muda yang berani menyatakan pendapat.

Sebab sekarang perhubungan telah mudah, percetakan telah banyak dan penerbitan telah ada.

Adapun orang yang enggan menyatakan keyakinannya karena takut akan dikritik, segan menyatakan pendirian karena takut akan dibenci, adalah orang yang pengecut.

Terutama sekali perlu diperhatikan oleh penulis-penulis dan pengarang-pengarang.

Orang yang pengecut, atau yang membungkamkan kebenaran karena takut dibenci, atau penulis-penulis yang hanya menurutkan kehendak orang banyak, walaupun dalam perkara yang tidak diselidiki lebih dalam, tidaklah akan dihargai orang.

Topengnya akan terbuka.

Sebab bukan pembela kebenaran tetapi pembela namanya sendiri.

Tegasnya pembela "periuk nasinya".

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 252, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

BEBAS DARI RASA TAKUT

Apabila jiwa telah mencapai martabat Tauhid Uluhiyah itu, ia tidak mengenal takut pada apa-apa lagi karena insting atau naluri ketakutan yang ada dalam jiwa sudah dijuruskan kepada Yang Maha Esa.

Sebaliknya, orang yang menyembah berhala, mempertuhan yang lain, baik benda maupun sesama manusia, rasa takut itu selalu bersarang dalam kalbunya, selalu merasa ragu.

Perhatikanlah orang-orang yang mempersekutukan yang lain dengan Allah itu alangkah pengecutnya.

Mereka menyembah-nyembah memohon pangkat kepada sesama manusia yang berkuasa, jadi raja atau jadi presiden, dia pergi menyembah-nyembah dan menjilat-jilat.

Dia takut beliau akan murka, dia takut pangkatnya akan diturunkan, dia takut dia akan diberhentikan dengan tidak hormat, dia takut anak-anaknya tidak akan makan.

Lantaran itu, kian lama dia kian menyembah kepada manusia yang diberhalakannya itu.

Maka, seluruh hidupnya dipenuhi oleh rasa takut.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 202-203, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

HARGA JANJI DAN SUMPAH

Cobalah lihat, betapa seorang presiden atau menteri atau pegawai tinggi negara, ketika dia mula menjabat pangkat itu bersumpah bahwa dia akan jujur melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Sumpah itu disanggupinya dan lantaran itu pangkat dan jabatan tinggi dipikulkan kepada dirinya.

Kemudian ternyata janjinya kepada Allah dengan sumpahnya yang telah diucapkannya itu dilanggarnya.

Apalah harga orang seperti ini di sisi Allah?

Di dunia dia boleh sementara waktu duduk di istana yang indah, naik kendaraan yang mahal, dan cukup dihormati ke mana saja dia pergi.

Akan tetapi, tidaklah ada harganya di sisi Allah.

Dan, dikutuk dilaknat Allah di akhirat dan Allah tidak akan memandangnya walau sebelah mata.

Di dalam pergaulan hidup bernegara pun hal ini dapat kita pikirkan.

Seorang pemimpin negara pezina atau peminum dan pemabuk, hanya dibisikdesuskan orang saja dan orang masih hormat kepadanya walaupun dosa itu dosa besar.

Akan tetapi, kalau dia sudah mempermudah sumpah dan janji, berjanji seribu janji, diteguhi sekali tidak, mulailah rakyat bosan, mulailah jatuh muru'ah-nya di hadapan rakyat yang dipimpinnya.

Kadang-kadang orang pun tidak sabar lagi lalu digulingkan orang dia dari kedudukannya karena membuat jijik dan membosankan.

Biar dia pezina, peminum dan pemabuk, masih didiamkan orang.

Akan tetapi, kalau dia telah mempermudah sumpah dan janji, telah mulailah dia merugikan masyarakat yang dipimpinnya itu.

Dan, waktu itu tidak akan dimaafkan orang lagi.

Ketika tafsir irai diperbuat, pemimpin demikian disebut orang "penjual kecap".

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 664, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Ramadhan: Bulan Jihad dan Penataran

Saat ini, segenap kaum Muslimin memasuki masa jihad yang besar;

Sebagaimana yang pernah digambarkan oleh Rasulullah saw. tatkala baru saja menang dari suatu perang fisik dengan kaum Jahiliyah.

"Kita baru saja menyelesaikan jihad kecil, memasuki jihad yang besar, yaitu jihad melawan hawa nafsu kita sendiri", begitu sabda Nabi.

Dalam corak kehidupan modern yang sudah semakin materialistis seperti sekarang ini, puasa terasa semakin besar hikmahnya.

Puasa mengingatkan kita untuk meniti kembali jalan yang telah kita tempuh selama ini dan memerintahkan kita berhenti sejenak untuk kembali kepada jalan yang lurus.

Telah lama kita dirisaukan oleh berita-berita korupsi (gejala riswah), komersialisasi jabatan, pungutan liar dan sebagainya, yang merajalela dalam masyarakat dan menimbulkan berbagai peraturan pemerintah untuk memberantasnya.

Dalam rangka memberantas penyakit-penyakit tersebut, diadakan Penataran P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) di kalangan pegawai negeri sipil juga di semua level tingkatannya, dengan dana dan upaya yang besar.

Jika saat ini menyeruak hebat dengan diserukannya supaya kita menjalani pola hidup sederhana dan menahan nafsu konsumtif, secara positif, Puasa Ramadhan membimbing kita menjalani pola hidup sederhana dan cara mengendalikan nafsu yang tidak ada batasnya.

Apa yang kita uraikan secara ringkas tersebut, niscaya sudah dicermati dan dipahami secara luas melalui ceramah-ceramah dan tulisan-tulisan para ulama, kiai, dan sebagainya. Selain itu, juga diketahui oleh mereka yang tidak turut mengamalkannya.

Marilah kita sambut bulan Ramadhan dengan semangat jihad yang tinggi dan memenuhi panggilan Allah SWT untuk menata diri, menghayati, dan sekaligus mengamalkan hikmah-hikmah yang terkandung dalam ibadah puasa bulan Ramadhan.

Usaha-usaha sebagian orang yang tidak mengerti, yang mengecilkan nilai puasa, misalnya dengan tidak meliburkan sekolah bagi anak-anak pada bulan Ramadhan, mudah-mudahan akan lebih menyadarkan kita bahwa jihad di bulan ini memang suatu jihad yang sangat besar.

Orang-orang yang beriman pasti memperoleh kemenangan.

(Buya HAMKA, Tuntunan Puasa, Tarawih dan Shalat Idul Fitri, Hal. 1, Penerbit Gema Insani, Cet.1, April 2017).

*Beliau membahas-rinci semuanya ini berdasar perspektif manhaj Islam Al-Qur'an dan as-Sunnah.

ORANG-ORANG YANG BERMUNAJAT

Kaum Muslimin yang memaknai puasa lebih mendalam, tidaklah lepas tangannya dari Al-Qur'an, entah berapa kali dia khatam selama Ramadhan.

Kadang-kadang jiwanya laksana mengembara jauh sekali melalui ruang dan waktu menuju sumber datangnya wahyu, menemui Rasulullah saw. dalam kehidupan beliau yang telah lama berlalu, demikian dekatnya sehingga seakan-akan terasa Rasul hidup pada hari itu.

Terbayang ketika baginda menaiki Gua Hira dan Jabal Nur tatkala menerima wahyu yang pertama di dalam bulan Ramadhan.

Terbayang perjalanan baginda meninggalkan Mekah dan Hijrah bersama sahabatnya Abu Bakar menuju Madinah.

Kemudian terbayang pula Perang Badar yang juga terjadi pada bulan puasa Ramadhan.

Kemudian teringat Fatul Mekah, perang menaklukkan Mekah, memerdekakan Ka'bah dari berhala-berhala dan patung dan memerdekakan jiwa dari Setan dan Thagut.

Dengan mengerjakan puasa Ramadhan ini, jarak zaman kita dengan zaman Rasul saw. menjadi hilang.

Karenanya dapatlah disaksikan bahwa hidup yang berarti sebagai Muslim ialah dengan kukuhnya aqidah, teguhnya kemauan dan iman, dan panasnya darah syuhada yang mengalir.

Lalu diperbaharui iman kembali dan ditanamkan keyakinan hidup bahwasanya kemuliaan dan kemenangan serta tegaknya agama Allah SWT, hanya dapat dicapai apabila ditempuh di jalan Mukmin yang sejati.

Demikianlah selamat berpuasa.

(Buya HAMKA, Tuntunan Puasa, Tarawih dan Shalat Idul Fitri, Hal. 17-18, Penerbit Gema Insani, Cet.1, April 2017).

QANA'AH

"Wahai nafsu yang tenteram, kembalilah kau kepada Tuhanmu di dalam keadaan ridha dan diridhai," (QS. al-Fajr [89]: 27-28).

"Siapa saja yang beramal shaleh daripada kamu, baik laki-laki atau perempuan, lagi penuh kepercayaannya kepada Tuhan, maka dia akan Kami hidupkan dalam kehidupan yang baik," (QS. an-Nahl [16]: 97).

Kata Ibnu Abbas, "hayatan Thayyibah, ialah Qana'ah!"

Berkata seorang kepada Muhammad bin Wasi',

"Berilah saya wasiat!".

Beliau menjawab,

"Jadi rajalah engkau di dunia, supaya engkau memperoleh kerajaan di akhirat."

"Bagaimana saya dapat jadi raja, padahal saya bukan keturunan raja-raja?", tanya orang itu.

"Zuhudlah kepada dunia dan pakailah qana'ah, itulah kerajaan yang paling besar."

Kata Sayidina Ali,

"Kalau engkau kepingin jadi raja, pakailah sifat qana'ah. Kalau engkau kepingin beroleh surga dunia sebelum surga akhirat pakailah budi pekerti yang mulia."

Yang dapat melalui jalan qana'ah itu hanya dua orang saja:

Pertama, yang memadaikan yang sedikit karena mengharapkan ganjaran di akhirat.

Kedua, orang yang mulia budi, yang lari dari dosa dan tipu-daya keduniaan dan menuju Tuhan.

Berkata Imam Radhi,

"Orang yang memegang qana'ah, hidupnya aman, tenteram, dan sentosa. Dia menyenangkan orang. Orang yang rakus hidupnya payah, tak kenal kesenangan dan ketenteraman, selalu diserang takut dan was-was."

Berkata Wahab bin Munabbah,

"Pada suatu hari berjalanlah ketinggian dan kekayaan di suatu jalan raya, bernama hidup. Tiba-tiba bertemulah keduanya dengan qana'ah. Orang yang berdua itu tak meneruskan perjalanan lagi, sebab telah dikalahkan oleh si qana'ah."

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 299-301, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Ada orang yang tidak sadar bahwa perkataannya tersebut mendekati kepada kekafiran.

Jika memang disengaja, ia sudah kafir sehingga puasanya menjadi rusak.

Contoh ia mengatakan,

"Orang lain selalu senang, tetapi saya selalu susah. Saya sudah berturut-turut mendapat cobaan, sudah jatuh ditimpa tangga, ayah mati, ibu sakit, dagangan rugi, dan sebagainya."

Sekarang ada lagi pertanyaan lain yang muncul dalam hatinya,

"Kenapa hidup ini selalu susah?"

Hal seperti itulah yang menghilangkan pahala puasa dan nilai puasa menjadikan kosong-melompong karena sudah berkurang kepercayaan kita kepada Allah SWT.

Apabila kepercayaan kepada Allah SWT sudah berkurang, artinya kita tidak tergolong lagi sebagai orang beriman.

Dalam bahasa Melayu, orang berkata,

"Benar ada, percaya tidak."

Dia mengakui Allah SWT ada, tetapi dia tidak percaya.

Mengapa engkau tidak percaya?

Lalu dia menjawab;

"Ayah saya meninggal, ibu saya sakit."

Dengan tidak sadar perkataan itu terlontar, dia merasa putus asa menghadapi kenyataan di mana peristiwa-peristiwa yang menimpa dirinya sebenarnya sudah menjadi qudrat atau hukum alam atau sifat alam yang selalu berubah.

Melihat kepada Allah SWT, tidak hanya kepada kepentingan diri kita sendiri.

Oleh sebab itu, dalam Al-Qur'an, Allah SWT selalu menyuruh kita memandang alam, seperti dalam suatu ayat,

"Dan (Dia menciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang mereka mendapat petunjuk." (an-Nahl: 16).

(Buya HAMKA, Tuntunan Puasa, Tarawih dan Shalat Idul Fitri, Hal. 67-69, Penerbit Gema Insani, Cet.1, April 2017).

MINAL 'AIDIN WAL FAIZIN

Kampanye anti-Islam dilancarkan secara mental, melalui alat-alat komunikasi massa, Islam diburukkan dalam pemberitaan-pemberitaan yang bersumber dari pejabat berita zionis dan sekutu-sekutunya.

Mereka terus berusaha membuat stigma di dunia bahwa Islam yang buruk dan jahat.

Di samping itu, mereka mendukung semua aksi teror (kejam) yang dialami oleh umat Islam.

Mereka bersorak-sorak tentang hak-hak asasi manusia, kecuali apa yang terjadi di Palestina, Filipina, Chad, Eritrea dan lain-lain di mana umat Islam diperlakukan seperti binatang buruan.

Pengaruh kampanye tersebut juga kita rasakan getarannya di tanah air tercinta ini.

Umat Islam lndonesia seolah-olah tidak punya kesempatan membenahi diri, karena sibuk menjawab isu.

Satu kali dia dituduh tidak berpartisipasi dalam pembangunan, dan di saat yang sama umat-nya diajak supaya murtad dari agamanya.

Satu saat dia diisukan anti-Pancasila, bersamaan dengan itu segala tahayul, gaib, dan klenik (perdukunan) diakui sejajar dengan agama.

Pernah pula dilakukan suatu kampanye maksiat secara serentak di kota-kota besar dengan dilegalisasinya judi dan night club, poster-poster film porno yang terpampang dengan mencolok mata dan sebagainya. Hal tersebut seolah-olah dimaksudkan untuk memancing reaksi umat Islam dan memang umat Islam sangat keras menentangnya.

Syukurlah, akhirnya pemerintah mengeluarkan peraturan yang mencegah kemaksiatan itu tidak berkembang lebih jauh, setelah lebih dulu menimbulkan banyak korban dalam masyarakat.

Satu sektor yang paling vital dalam rangka tujuan tersebut ialah pendidikan.

Diawali dengan konsep pembaharuan pendidikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef, di mana libur puasa dihapuskan.

Timbullah isu pendidikan yang berkaitan dengan generasi serta anak-cucu di kemudian hari, serta menyangkut pula ratusan jumlah lembaga-lembaga pendidikan Islam.

Tidak sekadar isu Menteri juga telah mengambil keputusan mencabut subsidi sekolah-sekolah Muhammadiyah karena mereka tetap libur bulan puasa.

Niscaya, isu ini bukan tantangan terakhir yang sedang dihadapi oleh umat.

Siapa pun tahu, apa yang menjadi tujuan dari segala rentetan isu belumlah akan tercapai dengan hapusnya subsidi pada sekolah Muhammadiyah, salah satu organisasi dakwah Islam di Indonesia.

Mengungkapkan pengalaman tadi di saat Hari Raya Idul Fitri sekarang dengan disertai rasa syukur, bahwa tahun ini seperti tahun-tahun lalu, kita telah selesai dengan selamat menjalani ibadah puasa.

Setiap kali Idul Fitri tiba, kita senantiasa bagaikan orang yang baru memperoleh kemenangan.

Betapa hati kita bahagia hari ini meskipun selalu mengalami gangguan.

Dalam sikap permusuhan dan tantangan yang bertubi-tubi, Allah SWT tetap melindungi kita.

Ayat-ayat-Nya berkumandang dari tadarus yang dibaca di rumah-rumah, surau, dan masjid-masjid.

Jamaah di masjid-masjid semakin bertambah banyak, dan saksikanlah pagi 1 Syawwal ini, betapa mereka mengunjungi tempat-tempat shalat Id serta gemuruhnya suara takbir dan tahmid.

Allah SWT pasti mengetahui apa yang tersimpan di lubuk hati umat-Nya itu, yang tak sempat disuarakan, tetapi terdengar dalam nada dan getaran suara takbirnya, dan didengar-Nya pula setiap doa yang dibaca oleh khatib pada akhir khutbahnya.

"Hati-hati terhadap doa orang-orang yang teraniaya karena tidak ada dinding pembatas antara dia dengan Allah SWT."

(Buya HAMKA, Tuntunan Puasa, Tarawih dan Shalat Idul Fitri, Hal. 157-160, Penerbit Gema Insani, Cet.1, April 2017).

Islamlah yang lebih dahulu membuka kepada dunia, bahwasanya di dalam perang pun keadilan wajib dipelihara.

Firman Allah,

"Perangilah pada jalan Allah orang-orang yang memerangimu. Tetapi janganlah kamu melanggar pri keadilan. Karena sesungguhnya Allah tidak suka orang yang melanggar keadilan." (QS. al-Baqarah: 190).

"Siapa saja yang melanggar kepadamu hendaklah kamu langgar pula mereka sebagaimana pelanggarannya itu. Tetapi takutlah kepada Allah. Ketahuilah olehmu bahwasanya Allah itu beserta orang yang takwa." (QS. al-Baqarah: 194).

Di dalam perang berkecamuk, pedang beradu pedang, bedil berletusan, bom dan granat menyebabkan telinga pekak, namun keadilan dan ketakwaan kepada Allah tidaklah boleh dilupakan.

Jika menyerang negeri musuh, janganlah dibakar rumah-rumah.

Jangan dipotong kayu yang berbuah.

Jangan dirusakkan binatang ternak.

Jangan diganggu orang tua, perempuan dan anak-anak, apalagi orang-orang yang berada dalam gereja dan rumah ibadah.

Apabila musuh telah menyatakan tunduk, tidak boleh ditembak lagi.

Orang tawanan tidak boleh dianiaya.

Perkataan yang kurang sopan dan menyakitkan hati tidak boleh keluar dari mulut terhadap tawanan.

Setelah selesai peperangan Badar ada beberapa sahabat Nabi saw. yang mencela dan memaki musuh-musuh yang telah binasa di dalam peperangan itu.

Rasulullah mencegah perbuatan demikian,

"Jangan kamu caci mereka. Cacianmu itu tidak akan sampai lagi kepada mereka. Tetapi hati orang yang hidup kamu sakiti. Ketahuilah bahwasanya caci maki itu adalah tabiat rendah."

Cobalah perhatikan bagaimana tinggi murninya pelajaran itu.

Meski sudah berkelahi, saling bunuh membunuh, namun keadilan tidak juga boleh dilupakan.

Cobalah pikirkan!

Demikian seruan Islam di waktu perang, bagaimanakah lagi murninya di waktu damai.

(Buya HAMKA, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 327, Republika Penerbit, 2015).

Oleh sebab itu, jika kita ingin mendakwahkan Islam ke Eropa dan Amerika jangan sebut Islam terlebih dulu, melainkan tonjolkanlah ajarannya.

Sulitnya Islam mendapat pengikut di kedua benua itu, sudah dialami berabad-abad lalu karena akibat propaganda gereja yang membenci agama Islam, mencela Nabi dan memutarbalikkan ajarannya, akibat dendam Perang Salib dan politik kolonialisme Barat terhadap Islam.

(Buya HAMKA, Tuntunan Puasa, Tarawih dan Shalat Idul Fitri, Hal. 63, Penerbit Gema Insani, Cet.1, April 2017).

Disini dapatlah diketahui maksud agama, yaitu Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah.

Artinya ialah bahwa Esa Tuhan Pencipta, maka hendaklah Esa pula yang disembah dan dipuja, yaitu Tuhan (Ilah) yang satu itu saja. Karena yang lain hanyalah makhluk belaka dari Dia. Sebab Ilah (Tuhan) itu bukanlah semata Pencipta; Dia pun adalah Rabb, yaitu Pengatur, Penjaga, Pemelihara, Pendidik, dan Pengaruh. Bukanlah setelah alam Dia ciptakan, lalu Dia berdiam diri, tidak mengatur lagi. Bukan!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 21, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Di dalam ayat pembukaan ini, kita telah bertemu langsung dengan Tauhid, yang mempunyai dua paham itu, yaitu Tauhid Uluhiyah pada ucapan Alhamdu Lillaahi dan Tauhid Rububiyah pada ucapan Rabbil Aalamiin.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 67, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan kepada-Nya-lah kamu sekalian akan dikembalikan." (ujung ayat 88).

Dengan dua ayat penutup ini, 87 dan 88, Nabi kita Muhammad saw. diberi bekal untuk perjuangannya. Dijelaskan inti perjuangan, yaitu menegakkan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah.

Sehingga dengan demikian jelas jalan yang akan ditempuh, terang perbedaan di antara yang batil dengan yang hak; sedang kemenangan terakhir akan tetap pada yang tiada putus hubungan dengan Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 643, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan supaya dibuktikan Allah barangsiapa yang menolong-Nya dan rasul-rasul-Nya, dengan cara sembunyi."

Cara sembunyi itu ditafsirkan oleh Ibnu Abbas ialah dengan hati yang ikhlas, tidak usah gembar-gembur. Disebut di ujung ayat ini bahwa orang yang hendak membela tegaknya agama Allah, kadang-kadang terpaksa dengan sembunyi-sembunyi, dengan gaib, karena hebatnya tantangan dari pihak musuh. Tetapi Allah tetap dalam kebesaran dan kekuatan-Nya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 678, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PENDAPAT IBNU KHALDUN

Sebab itu ketika diajak berperang, pemimpin-pemimpin mereka sendiri yang timbul takut.

Dan pengikut-pengikut mereka sangat banyak cincong.

Sesudah menerangkan hal ini Ibnu Khaldun menjelaskan lagi pendapatnya yang terkenal itu:

"Dan dalam hal ini bertambah jelaslah dalil betapa pentingnya 'ashabiyah. Bahwa 'ashabiyah itulah yang menimbulkan semangat pertahanan diri, penangkisan musuh dan pembelaan, dan juga menuntut hak. Dan barangsiapa yang kehilangan 'ashabiyah, pastilah kelemahannya dan dia tidak dapat berbuat apa-apa lagi."

Sekian Ibnu Khaldun.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 664-665, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

JANJI ALLAH SWT KEPADA RASUL-RASUL-NYA

"Dan sesungguhnya tentara Kami, merekalah yang pasti akan menang." (ayat 173).

Segala mereka yang berjuang menegakkan jalan Allah di dunia ini, bernamalah tentara Allah.

Kadang-kadang mereka disebut Jundullah, kadang-kadang disebut Hizbullah, tentara Allah atau partai Allah. Yakni orang yang telah mengorbankan dirinya untuk semata-mata menyampaikan seruan Allah, atau melapangkan jalan Allah di muka bumi ini.

Perjuangan mereka pasti menang.

Dengan arti bahwa setiap perjuangan mesti menempuh pengorbanan.

Bila peperangan telah terjadi, yang akan tewas mencapai syahid sudah termasuk dalam perhitungan. Barangkali akan banyak tentara yang tewas, karena hebatnya pertempuran.

Tetapi kemenangan terakhir akan tercapai oleh tentara Allah.

Sebab tidaklah dia bernama tentara Allah kalau bukan kebenaran yang dia perjuangkan.

Inilah yang dijanjikan oleh Rasulullah saw. dalam sabda beliau,

"Senantiasa akan ada suatu golongan dalam umatku orang-orang yang tegak membela kebenaran. Tidaklah mereka akan dapat diperdayakan oleh orang yang mencoba menggagalkan mereka dan tidak pula orang yang menantang mereka, sampai datang saat yang ditentu Allah (Kiamat). Dan merekalah yang menang." (HR. Bukhari dan Muslim).

Imam Nawawi ketika menafsirkan hadits ini berkata bahwa yang dimaksud dengan Thaaifah atau golongan yang berbagai corak orang yang beriman, di antaranya ialah orang-orang yang di medan perang, di antaranya ialah ahli-ahli pikir agama (fiqih), di antaranya ialah ahli-ahli hadits, di antaranya ialah orang-orang yang zahid, di antaranya ialah orang yang berani melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, dan di antaranya ialah macam ragam Mukmin yang lain yang suka dengan jelas mengerjakan yang baik-baik.

Sebab itu tidaklah mesti bahwa mereka terkumpul.

Mungkin mereka tersebar di negeri, namun corak perjuangan mereka adalah sama, yaitu menegakkan jalan Allah dengan gagah berani.

Maka dapatlah kita mengambil kesimpulan, bahwa dengan ayat 171 dan 172 adalah janji Allah SWT kepada rasul-rasul yang Dia utus. Sedang ayat 173 adalah janji kepada orang-orang yang menyambung perjuangan rasul-rasul itu. Yang tegas ialah para ulama yang sadar akan tugasnya, menurut sabda Rasulullah saw.,

"Orang-orang yang berpengetahuan adalah penerima waris dari nabi-nabi." (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud).

Maka orang yang berpengetahuan adalah bertanggung jawab buat bersedia masuk Thaaifah (golongan) yang selalu berani menegakkan kebenaran. Walaupun bagaimana perdayaan yang ditimpakan oleh penghambat dan penghalang.

"Sampai suatu ketika." (ujung ayat 174).

Karena segala rencana dari pihak kaum musyrikin itu pastilah akan gagal juga, sebab yang mereka perjuangkan bukanlah barang yang benar, melainkan memperturutkan kata hati karena mempertahankan sesuatu yang salah.

Setengah ahli tafsir berpendapat, suatu ketika itu ialah kekalahan musyrikin yang membuat kehancuran mereka dalam Peperangan Badar, yang terjadi setelah Rasulullah hijrah ke Madinah.

Dalam ungkapan yang biasa terpakai di Indonesia kalimat sampai suatu ketika itu berdekatan artinya dengan "tunggu tanggal mainnya."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 523-524, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

D. BOHONG DAN SERBA-SERBI BENTUKNYA

-Berlebih-lebihan dalam memberitakan sesuatu, sejengkal dijadikan sehasta, sehasta dijadikan sedepa. Apabila orang telah biasa dengan amalan itu, selamanya tidaklah enak lagi baginya jika tidak melebih-lebihkan (berita).

-Mencampuradukkan antara yang benar dengan yang bohong (batil). Sama halnya dalam perkataan atau dalam perbuatan.

Di dalam Al-Qur'an disebutkan,

"Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya." (al-Baqarah: 42).

-Memotong-motong kebenaran, misalnya mengambil awal pangkalnya saja dan meninggalkan akhir ujungnya, atau sebaliknya. Dengan demikian, rusak maksud suatu perkataan.

Dalam Al-Qur'an banyak perkataan, apabila dipotong, menjadi rusaklah maksudnya seperti contoh ayat,

"Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya." (al-Maa'uun: 4-5).

"Janganlah kamu mendekati shalat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan." (an-Nisaa': 43).

Dalam berpolemik, cara orang-orang yang memotong-motong inilah yang sangat berbahaya.

Tujuan seseorang yang awalnya baik dan maksud isinya suci, karena dipolemikkan, menjadi kacau balau karena kesalahan lawannya yang memotong itu.

Itulah bahaya dusta dalam jurnalistik.

Mengatakan sesuatu yang berlainan atau berlawanan dengan yang terasa di dalam hati, walaupun pada hakikatnya, yang dinyatakan itu benar.

Seperti beberapa orang munafik yang datang kepada Nabi Muhammad saw. mengakui dengan "sungguh-sungguh" bahwa mereka telah percaya bahwa baginda adalah "pesuruh Allah SWT". Padahal, hatinya sendiri tidak memercayai.

Di manakah letak bahwa suatu pernyataan itu bohong? Ia ada pada bukti perbuatan atau pada tingkah laku lahiriah.

Karena hanya mulut yang bisa berbohong, adapun perbuatan dan sikap raut muka itu selalu berlawanan dengan mulut.

Lebih satria (lebih baik) seseorang yang mengaku terus terang bahwa dia tidak percaya, karena memang dia belum percaya, daripada dia mengaku percaya, tetapi dalam hatinya ragu.

Orang munafik adalah orang yang sangat lemah.

Pengalaman yang saya rasakan pada zaman perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia sangatlah hebat.

Sesudah agresi militer Belanda kedua, saya mendapat kesan bagaimana menderitanya jiwa orang-orang yang lemah itu.

Pada waktu daun timbangan Belanda masih di atas, mereka berpihak kepada Belanda dan membusungkan dada sambil mencemooh bangsa sendiri, mencela dan membongkar segala keburukannya, lalu berkata, "Mana bisa merdeka!"

Namun, setelah daun timbangan Republik naik pula, mereka bertukar haluan dan berkata, "Saya sebenarnya Republikein (1) juga! Tetapi karena perut lapar, saya terpaksa bekerja untuk Belanda. Namun, hati saya tetap ingin merdeka!"

(1) Golongan yang konsekuen mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

(Buya HAMKA, Bohong Di Dunia, Hal. 9-11, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

KEMENANGAN

Seorang penduduk Mekah bernama Abu Bashir dengan diam-diam meninggalkan Mekah sebab dia telah lama memeluk Islam dengan diam-diam. Setelah ketahuan oleh Quraisy bahwa Abu Bashir tidak ada lagi di Mekah dan orang pun telah tahu bahwa pendiriannya adalah mengikuti Muhammad, lalu disuruh dua orang pergi menurutinya ke Madinah. Setelah mereka bertemu dengan Rasulullah, mereka melaporkan tentang hilangnya Abu Bashir. Rasulullah saw. menyuruh orang mencari Abu Bashir di Madinah sampai bertemu dan berhadir ke dalam majelis Rasulullah saw.

Di sanalah Abu Bashir bertemu dengan kedua orang yang menjemputnya itu. Lalu Rasulullah saw. bersabda, "Hai, Abu Bashir! Engkau sendiri sudah maklum bagaimana perjanjian kami dengan kaum Quraisy! Engkau sendiri adalah penduduk Mekah. Sebab itu janganlah heran jika dua orang telah diutus buat menjemput engkau kemari, sampai terbawa pulang ke Mekah. Engkau sendiri tahu! Kami tidak dapat mengkhianati perjanjian itu. Ghadar (mungkir dari perjanjian) adalah pantang kita. Oleh sebab itu, hendaklah engkau segera pulang kembali ke Mekah bersama kedua orang yang menjemput engkau ini. Saya doakan semoga Allah segera melepaskan engkau dari kesulitan!"

Mendengar ucapan Rasulullah saw. yang demikian itu, kelihatanlah muramnya wajah Abu Bashir. Setelah lama termenung dia pun berkata, "Ya Rasulullah! Apakah aku Tuan kembalikan ke dalam kekuasaan kaum musyrikin, sampai mereka aniaya lagi padaku dalam keyakinan agamaku?"

Nabi tidak menjawab. Lalu kedua Quraisy musyrikin itu setelah mendengar sendiri perintah Rasulullah kepada Abu Bashir supaya segera berangkat ke Mekah segeralah keduanya berdiri mengajak Abu Bashir berangkat dan Abu Bashir pun mematuhi perintah yang tidak dapat dibantahnya itu. Tetapi setelah mereka meneruskan perjalanan, di waktu tidur tengah malam, Abu Bashir segera mengintip kedua orang yang menjemputnya itu, sampai keduanya tertidur. Setelah kelihatan mereka tidur nyenyak. dia pun bangun dan segera disentaknya pedang yang seorang dan ditikamnya yang seorang itu, lalu mati Setelah itu dibangunkannya yang seorang lagi memberitahukan bahwa temannya telah mati dibunuhnya. Dengan sangat ketakutan orang itu bangun, lalu disuruh oleh Abu Bashir berangkat sendiri ke Mekah dan Abu Bashir pun segera membelokkan langkahnya menuju Madinah.

Sampai di Madinah dia datang menghadap Nabi dan mengatakan apa yang telah kejadian. Katanya, "Ya Rasulullah! Perintah buat meninggalkan Madinah telah aku patuhi, kesetiaan Tuan meneguhi janji sudah berlaku. Tuan telah menyerahkan daku ke tangan kaum itu dan aku telah membelaku dengan agamaku. agar jangan sampai aku teraniaya atau mereka melakukan sesuka hatinya kepadaku."

Nabi Muhammad tidak menjawab dan Abu Bashir pun di luar izin Nabi telah meninggalkan majelis Nabi saw.

Setelah dia pergi Nabi bersabda, "Kalau dia mendapat teman, dia bisa saja membuat perang terhadap musuhnya!"

Abu Bashir pun insaf bahwa tempat buat dia tidak ada di Madinah. Dia tidak hendak membuat pusing Nabi saw. karena perbuatan yang dia sendiri harus bertanggung jawab. Lalu dia berangkat ke luar kota Madinah dan tidak pula kembali ke Mekah. Apa yang diterka Nabi memang itulah maksud Abu Bashir.

Dia pergi menyisihkan diri ke suatu tempat di tepi laut bernama 'lish. Di sana dicobanya menghubungi teman-teman yang sepaham, mendirikan barisan gerilya sendiri, tanggung jawab sendiri.

Kedudukan Abu Bashir itu lekas sekali tersebar beritanya ke Mekah disertai perkataan Nabi saw. ketika dia berangkat,

"Kalau dia dapat teman, dia dapat membuat perang terhadap musuhnya."

Maka dengan secara sembunyi keluarlah beberapa pemuda Islam yang tergencet hidupnya di Mekah menuruti Abu Bashir di tepi laut itu. Di antara yang datang mengikuti Abu Bashir ialah yang menangis ketika diusir semula perjanjian ditandatangani dahulu, Abu Jundul anak Suhail bin Amir dan mengikut pula yang lain.

Dalam beberapa hari saja Abu Bashir telah dikelilingi oleh tidak kurang daripada 70 pemuda pelarian dari Mekah, membawa senjata.

Kerja mereka ialah mengganggu dan merampok segala kafilah perniagaan Quraisy yang dalam perjalanan pergi atau pulang dari Syam.

Dengan gerakan Abu Bashir dan teman-temannya, tidak ada lagi Quraisy yang merasa aman dari gangguan sehingga akhirnya mereka sendirilah yang mengirim utusan kepada Rasulullah saw. meminta supaya perjanjian "bahwa penduduk Mekah yang datang ke Madinah hendaklah ditolak dan diserahkan kembali kepada mereka" itu dibatalkan karena mereka tidak sanggup lagi menghadapi gerakan gerilyanya.

Sebab yang mencegat mereka di tengah jalan lalu lintas perniagaan mereka itu ialah sekumpulan dari pemuda-pemuda penduduk Mekah sendiri.

Ketika perjanjian lama itu dicabut dan kaum Muslimin menerima kebebasannya buat datang ke Mekah siapa yang suka dan kapan saja.

Terasalah oleh sahabat-sahabat utama itu, termasuk Umar bin Khaththab bagaimana tingginya siasat Rasulullah saw.

Setelah itu datanglah izin dari Rasulullah kepada Abu Bashir buat pulang kembali ke Madinah.

Tetapi ketika utusan datang menyampaikan berita, Abu Bashir dalam menderita sakit keras karena luka-lukanya dalam pertempuran.

Yang lebih dahulu ditanyakannya ialah, "Marahkah Rasulullah kepadaku?"

Utusan menjawab, "Tidak! Bahkan beliau mengharap engkau segera pulang ke Madinah."

"Asal Rasulullah tidak marah kepadaku, senanglah hatiku," katanya. "sampaikanlah salamku kepada beliau."

Lalu dia pun wafat di hadapan Utusan itu.

Maka dapatlah pembaca sejarah Islam menilai kebesaran cita-cita Abu Bashir yang membuat gerakan demikian, di luar ridha Nabi.

Dia pun tidak hendak meletakkan tanggung jawab perbuatannya sendiri ke atas pundak beliau saw. namun maksudnya telah berhasil, yaitu bahwa musuh sendiri yang meminta supaya putusan yang mereka diktekan kepada Nabi saw. itu karena merasa bahwa diri mereka masih lebih kuat, akhirnya mereka sendiri yang meminta kepada Nabi supaya dicabut.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 370-372, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Karena Dia hendak memotong sebagian dari orang-orang yang kafir itu dan hendak mendukacitakan mereka, maka pulanglah mereka dalam keadaan hampa." (ayat 127).

Di dalam Peperangan Uhud itu, menurut suatu riwayat yang terang, kelihatan mati ialah 18 orang kaum musyrikin. Akan tetapi, menurut suatu riwayat lagi, mati dibunuh Hamzah bin Abi Thalib saja 30 orang banyaknya. Besar sekali kemungkinan (demikian kata ahli tafsir dan setengah ahli sejarah) bahwa beberapa antara yang mati itu lekas-lekas mereka kuburkan dengan cara sembunyi, sebagaimana yang mereka lakukan kepada kaum Muslimin sendiri.

Bahkan tubuh Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi itu, mereka toreh dadanya, untuk mengeluarkan hati dan jantungnya dan jantung yang masih panas bergerak-gerak itu dikuis oleh Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan, untuk melepaskan sakit hatinya. Memang budak Habsyi si Wahsyi itulah yang membunuh beliau dengan melemparkannya lembing dari jauh, suatu kepandaian istimewa orang Habsyi.

Di dalam ayat ini diterangkan bahwa mereka itu pulang dengan tangan hampa. Sebab, maksud mereka hendak menghancurkan Madinah terutama membunuh Nabi Muhammad saw. tidaklah berhasil. Benar kaum Muslimin tewas 70 orang, tetapi kalangan mereka pun ada pula yang tewas, hampir separuh itu. Bagi kaum Muslimin, tewas di medan perang, jihad fi sabilillah, bukanlah suatu duka cita, tetapi suatu kesaksian (syahid), sehingga Hamzah diberi gelar "Sayyidus Syuhadaa" artinya Tuan sekalian orang yang mati syahid.

Tetapi bagi kaum musyrikin, apa nama mati yang demikian? Tidak lain hanya menambah duka cita. Dan boleh dikatakan hanya sekali itu saja ada sedikit kemenangan bagi mereka.

Adapun perang-perang yang selanjutnya, sampai pusat wilayah mereka, negeri Mekah ditaklukkan, adalah kekalahan saja berturut-turut yang mereka derita. Sebab, kaum Muslimin pun sudah lebih teratur perangnya.

...

Pada akhir abad 7 Hijriyah, sesudah jatuhnya Baghdad. Yaitu ketika bangsa Tartar yang gagah perkasa hendak menyerbu negeri Mesir. Bila terdengar tentara keturunan Jenghis Khan itu hendak menyerbu, penduduk Syam sudah ketakutan.

Akan tetapi, ulama besar Taqiyudin Ibnu Taimiyah berkata di hadapan orang-orang besar Mesir bahwa tentara Tartar itu pasti kalah dan Islam pasti menang kembali.

Dan Ibnu Taimiyah sendiri ikut dalam peperangan itu.

Antara yang mendengar ada yang berkata, "Ya, Syekh! Janganlah dikatakan pasti, katakan sajalah in syaa Allah!"

Beliau jawab teguran itu dengan lebih tegas, "In syaa Allah yang pasti, bukan in syaa Allah yang raga."

Kemudian, ternyata bahwa memang kalah tentara Mongol Tartar keturunan Jenghis Khan dan Houlako Khan itu.

Selesai perang, bertanyalah orang kepada Ibnu Taimiyah, mengapa dia meramal sepasti itu.

Beliau jawab, sebab dalam penglihatan saya, keberanian tentara Mongol itu telah habis hilang, hanya tinggal nama.

Sebab, mereka telah dikalahkan lebih dahulu oleh kehidupan mewah.

Orang yang dipukau oleh kemewahan tidak akan menang berperang.

Setelah memerhatikan sejarah-sejarah ini, teringat pulalah kita, bagaimana tentara Belanda mundur dan tidak melawan sama sekali ketika tentara Jepang masuk ke Indonesia.

Bagaimana akan menang, kalau serdadu-serdadu Belanda sendiri yang ikut berperang, ingin hendak membawa lemari pendingin makanan yang ada di rumahnya ke medan perang?

Maka ayat yang tengah kita tafsirkan ini berlaku menjadi pedoman untuk selamanya di dalam menilai kenaikan suatu umat atau pun kejatuhannya bahwasanya kelobaan akan harta dan kemewahan adalah pintu-pintu bagi kekalahan.

Tidaklah terdapat bukti bahwa pada zaman Nabi kita saw. ada sahabat-sahabat yang mengetahui sejarah contoh-contoh teladan perjuangan bangsa-bangsa yang telah lalu itu.

Akan tetapi, perhatian Rasulullah saw. dengan bimbingan wahyu, tidak pula kurang kepada keadaan kerajaan-kerajaan besar yang ada di sekeliling pada waktu itu.

Tatkala masih di Mekah, telah diwahyukan kepada beliau tentang peperangan antara bangsa Rum dan bangsa Persia. Sampai setelah satu kali bangsa Rum kalah, wahyu menerangkan bahwa sesudah kekalahan yang pertama itu, bangsa Rum akan menang lagi. (lihat surah ar-Ruum ayat 2). Ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw. dan para sahabatnya yang terdekat (yang sekarang boleh disebut staf beliau) sangat memerhatikan situasi luar negeri, sebagaimana juga keadaan dalam negeri.

Tersebut bahwa dengan memerhatikan, orang memperoleh penjelasan, petunjuk, dan pengajaran bagi orang yang bertakwa.

Di sini kita dapat mengetahui lagi betapa luasnya arti takwa.

Pokok arti ialah memelihara (wiqayah).

Maksud yang pertama, ialah takwa kepada Allah, memelihara hubungan dengan Allah dan takut kepada-Nya.

Akan tetapi, dalam ayat ini kita bertemu lagi dengan arti yang lain, yaitu memelihara, menjaga, awas, dan waspada.

Maka dengan demikian, takwa kepada Allah tidaklah cukup sekadar dengan ibadah shalat, berzakat, dan puasa saja.

Akan tetapi, termasuk lagi dalam rangka ketakwaan ialah kewaspadaan menjaga agama dari intaian musuh.

Taat kepada komando pimpinan.

Sebab, kalau kalah karena tidak ada kewaspadaan, jangan Allah disalahkan, tetapi salahkanlah diri sendiri yang lengah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 67-77, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

JAGA KEHORMATAN AGAMA

Kamu mengakui diri orang Islam, tetapi sikapmu tidak berani menyanggah laku tidak sopan dari kafir itu, niscaya kamu menjadi munafik.

Maka tegas Allah berfirman,

"Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang yang munafik dan orang-orang yang kafir di dalam Jahannam," (ujung ayat 140).

Nanti sebentar lagi, dalam ayat 145 akan diterangkan bahwa dalam neraka Jahannam itu tempat duduk orang munafik terletak di dasar yang di bawah sekali.

Kafir terang menentang, sedang munafik tak dapat menyatakan pendirian yang tegas!

Di mana-mana saja atau di waktu mana saja, orang yang bertauhid pasti mempunyai semangat jihad.

Maka, setelah negeri-negeri yang penduduknya memeluk Islam mencapai kemerdekaannya, timbullah ketakutan pada golongan berkuasa yang mendapat pendidikan bekas penjajah itu, kalau-kalau Islam ini akan bangkit kembali.

Kalau-kalau ajaran jihad itu dipergunakan, sehingga pernah timbul larangan bagi suatu badan yang bernama "Komando Jihad" dan yang menghalangi bagi suatu penguasa yang mengakui bahwa mereka masih Islam.

SATU KOMANDO MENJADI TENTARA ALLAH

Segala rukun itulah yang mengikat persatuan, menegakkan perdamaian dan menyebabkan kita terikat di bawah satu komando menjadi Tentara Allah, tentara yang mesti menang di atas bumi.

Sesudah tiap-tiap Mukmin mempertinggi nilai pribadinya dengan kejujuran, maka untuk berjuang mempertahankan aqidah hendaklah leburkan pribadi itu ke dalam pribadi yang besar, yaitu pribadi sebagai satu umat, yang mempertahankan pendirian.

Pendirian ialah sabilillah, jalan Allah!

Sebab itu orang Mukmin mesti bersedia berperang pada jalan Allah itu.

Tetapi berperang tidak akan menang kalau komando tidak satu!

JIHAD TERHADAP KAFIR DAN MUNAFIK

Aku sendiri boleh engkau maki-maki, aku tidak akan marah.

Tetapi kalau agama Allah yang engkau singgung, engkau akan mendapat bagianmu yang setimpal!

Ada juga kafir yang beradab, kita pun hormat.

Tetapi ada juga kafir dan munafik yang kurang ajar!

Maka kalau kita takut dituduh fanatik dalam saat yang seperti itu, berhentilah jadi orang Islam!

Bagaimana sekarang, wahai mereka yang di sudut jiwanya masih ada sisa rasa tanggung jawab agama?

Takutkah kalian dituduh fanatik?

Kalau takut lebih baik berhenti jadi orang Islam.

Kalau kalian tidak mau keluar dari Islam, janganlah separuh-separuh.

Di dalam Al-Qur'an tersebut bahwa Allah menyuruh Muhammad bertegas-tegas,

Katakanlah, "Jika kamu memang mencintai Allah, hendaklah ikut aku, niscaya kamu akan dicintai Allah pula."

Ayat ini tegas sekali menyebabkan kita fanatik.

Kalau kita mencintai Allah maka jalan satu-satunya yang akan kita ikuti hanyalah jalan yang ditempuh Nabi Muhammad saw.

Jalan lain tidak ada dan tidak benar.

Kalau kita masih ragu, menyangka ada jalan lain selain jalan Muhammad saw. yang kita anggap benar, batal-lah Islam kita.

Ya Allah! Kalau karena cinta kepada-Mu dan Rasul-Mu, bercita-cita agar hukum-Mu berjalan dalam dunia ini, kalau karena berani menentang segala yang batil, kalau itu yang dikatakan fanatik, perdalamlah ya Allah rasa fanatik itu dalam jiwa kami. Matikanlah kami dalam membuktikan cinta kepada Engkau.

Dari kedua perkataan sahabat yang utama dan alim ini kita dapat pengertian tafsir ayat yang tengah kita tafsirkan ini.

Al-Qur'an bisa hilang saja dari muka bumi,

Meskipun dia telah ditulis, bahkan meskipun dia sekarang telah dapat dicetak berjuta-juta, dan meskipun telah banyak yang menghafalnya.

Dia akan bisa hilang saja, tidak ada artinya lagi, cuma menjadi bacaan, namun dia tidak diamalkan dan tidak berjalan kuat kuasanya dalam masyarakat Islam.

Dia akan terbang, mengaum suaranya, mendengung dalam mikrofon, dalam radio-radio dan televisi, tetapi isinya pulang ke langit.

Dan ini sudah mulai berlaku.

Dalam zaman modern sekarang ini, ketika tafsir ini ditulis terasa betapa besar usaha musuh-musuh Islam menghapuskan Al-Qur'an sehingga yang tinggal hanya bacaannya saja, dan isinya biarlah terbang ke langit.

Bahwa sampai saat terakhir akan tetap ada di kalangan umat Muhammad ini suatu umat yang menampilkan diri ke muka dengan tidak menunggu-nunggu orang lain buat membela dan menegakkan Islam.

Jangan ditunggu orang lain,

Biarlah kita, saya dan engkau, yang menjadi umat pejuang itu!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Dari Hati Ke Hati, Lembaga Hidup).

Khalid bin Walid pernah berkirim surat kepada seorang Pahlawan Persia. Isi surat itu pendek saja, "Sekarang saya datang melawanmu, dengan satu kumpulan tentara yang ingin menghadapi mati, sebagaimana keinginanmu menghadapi cangkir khamar."

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 265, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

Moh. Natsir dalam pernyataan persnya antara lain berkata,

Selama mereka merasa perlu mengkristenkan umat Islam, kita pun tak dapat tidak harus melakukan segala kewajiban kita untuk membela Islam dan umat dengan segala daya lahir dan batin yang ada pada kita. Di situ pula kita menunjukkan bahwa kita adalah umat Islam: "Isyhadubi anna Muslimun", adalah orang yang mempunyai identitas sendiri, identitas Islam.

Tanpa menghormati identitas masing-masing takkan ada toleransi.

Kita tidak mencari musuh, cukup patuh pada pesan Allah, yakni "Kalau mereka sudah melewati batas maka balas dengan cara yang setimpal."

Demikian Natsir.

(Rusydi HAMKA, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Hal. 189, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

HIKMAH

Hikmah artinya bijaksana. Yaitu keutamaan yang diberikan Allah kepada manusia, supaya dia dapat mengendalikan syahwatnya dan kemarahannya, jangan sampai melantur. Ahli hikmah dinamai seorang "hakim", kata banyak "Hukama".

Luqman digelari al-Hakim karena dia banyak sekali menunjukkan kata-kata hikmah itu kepada anaknya, yang dengan dia dapat dikendalikan akal budi menurut mestinya.

Sebagaimana sifat-sifat yang lain-lain juga adalah hikmah itu berjalan di tengah-tengah.

Terlalu ke atas, sehingga melebihi dari mesti, mendatangkan bahaya.

Terlalu kurang hikmah, sehingga ke bawah dari mesti, mendatangkan kerugian.

Hikmah yang telah amat berlebih dari mesti, tidak patut dinamai hikmah lagi, tetapi bernama cerdik-buruk.

Cerdiknya bukan memberi manfaat, tetapi merugikan orang lain; mana yang tunduk dititinya, mana yang tinggi dipanjatnya.

Goblok adalah penyakit, ada yang dari sebab tabiat, atau turunan; amat sukar sembuhnya.

Adapun dari sebab musabab turunan atau tabiat itu, kata orang kadang-kadang bisa sembuh, kalau pada satu ketika ditimpa oleh penyakit lain.

Tetapi yang timbul lantaran kurang pengajaran dan pendidikan dan kurang pergaulan, dapat dihilangkan dengan menempuh sebab-sebabnya yang tersebut.

Ada juga penyakit pada orang pintar, tetapi tidak tahu harga diri, rendah gengsi, kurang derjat.

Orang gila dapat dikenal dengan matanya, tetapi orang goblok dapat pula dikenal dari aksi dan buah tuturnya.

Tinggi ruapnya dari botolnya.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 226, 227, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

KAIDAH USHUL FIQIH

Meskipun terdapat beberapa riwayat tentang sebab turun ayat, namun yang kita jadikan pedoman ialah isinya. Karena tersebut di dalam kaidah ushul fiqih:

"Yang dipandang adalah umum maksud perkataan, bukanlah sebab yang khusus."

Artinya, yang dipandang ialah maksud dan tujuan perkataan, bukanlah tentang sebab turunnya ayat.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 719, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

DUA ORANG PEMUDA BERTANYA

Saya merasa menang karena kepada saya telah datang dua orang pemuda itu, pemuda angkatan kini, pemuda harapan bangsa, bahkan pembina bangsa.

Saya lebih senang dan merasa lebih berfaedah berhadapan dengan dua orang pemuda yang bersemangat dan bercita-cita yang senantiasa resah dan gelisah, yang tiada merasa puas, yang hendak memahat batu, yang hendak mengisarkan bukit, yang berkata "Inilah saya!"

Saya lebih senang benar kepada mereka berdua yang datang, saya lebih senang berhadapan dengan mereka, sebagaimana senangnya Socrates dengan murid-muridnya, daripada jika saya berhadapan, bertabligh di surau; yang bening sepi membicarakan surga dan neraka.

Kepada orang tua, saya ajarkan bahwa kita pasti mati.

Namun, pemuda berkata,

"Sebelum mati bukankah hidup? Mengapa kita mesti mengingati mati saja, padahal kita yakin bahwa sekarang kita hidup? Bukankah sebelum melalui pintu mati, kita mesti menjalani hidup?"

Oleh karena itu, saya berkata kepada pemuda yang menziarahi saya itu,

"Pertanyaanmu, dua-duanya, akan saya jawab sekadar tenagaku, hai Pemuda!

Moga-moga Allah akan memberikan kemuliaan dan kejayaan kepada tanah air kita berkat paduan semangatmu semuanya.

Dengarkanlah!"

(Buya HAMKA, Dari Lembah Cita-Cita, Hal. 1-9, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

KEUTAMAAN

Antara 'iffah dan syaja'ah tidak dapat dipisahkan.

Keduanya laksana sayap kiri dan sayap kanan.

Kalau patah salah satu, tidak bisa terbang lagi.

Tiap-tiap perbuatan yang mengandung perjuangan, mesti berdasarkan 'iffah dan syaja'ah.

Dia 'iffah, sebab dia tidak peduli seruan nafsunya.

Dan dia syaja'ah, karena dia sanggup menderita buat itu.

Seorang pengisap candu yang berjuang menghentikan kebiasaannya adalah seorang yang berperangai 'iffah, sebab dia telah berjuang melupakan suatu kepuasan yang tidak kekal yang telah terbiasa selama ini.

Dia seorang yang gagah berani, syaja'ah. Sebab dia telah sanggup melepaskan dirinya dari tawanan candu, walaupun dia susah dan sengsara buat sementara.

Seseorang yang suka memberi adalah 'iffah, sebab dia telah dapat menghindarkan syahwat harta;

Dia seorang berperangai syaja'ah sebab dia telah berani bercerai dengan harta.

Seorang yang menolong orang tenggelam di dalam laut, adalah seorang yang berperangai 'iffah. Sebab dia telah dapat melawan kepentingan diri sendiri.

Dan dia seorang yang gagah berani, sebab dia tidak peduli bahaya yang akan menimpa dirinya, asal orang lain terlepas dari bahaya.

Semuanya itu perangai utama.

Itulah kepuasan sejati.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 87, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

"Ini adalah ayat-ayat al-Kitab al-Hakim." (ayat 2).

Al-Qur'an disebut juga al-Kitab al-Hakim, yang berarti sebuah kitab yang seluruh kandungannya adalah hikmah belaka. Yaitu rahasia dari kebesaran Allah SWT.

Cocoklah bilamana di permulaan ayat disebutkan al-Hakim karena selanjutnya kelak akan diuraikan juga kata-kata hikmah yang akan keluar dari wasiat Luqman kepada putranya.

Ahli-ahli hikmah mengambilkan kesimpulan bahwa puncak dan puncak dari seluruh hikmah, atau hikmah sejati yang dapat dicapai oleh manusia ialah mengenal Allah SWT.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 89-90, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Sebab itu kembalilah ke ayat 36 tadi, beribadahlah kepada Allah, janganlah yang lain dipersekutukan dengan Dia, berbuat ihsanlah kepada ibu bapak, keluarga, anak yatim, fakir miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, musafir dan tetamu, dan ketahuilah ada kekayaan yang lebih dari segala kekayaan,

Yaitu rasa diri yang dekat kepada Allah dan cinta kasih sesama manusia.

Itulah yang tidak lekang di panas dan tidak lapuk di hujan.

KETURUNAN-KETURUNAN MULIA

Dua kata penting terdapat untuk kita jadikan dasar dalam pendidikan kanak-kanak di dalam ayat ini.

Pertama ialah dari keturunan ayah-bundanya yang saleh sehingga badannya bertambah besar dalam darah keturunan yang baik.

Kedua, perhatian kepada siapa yang mengasuh dan mendidik.

Sehingga, walaupun si anak lepas dari tangan kedua orang tuanya, sebab guru yang menyambutnya pun orang baik maka pertumbuhan jiwa anak itu pun di dalam keadaan baik pula.

Lantaran itu, meskipun orang dan keturunan baik-baik, kalau guru yang mendidik kurang baik, pertumbuhan anak itu pun kurang wajar meskipun dasar ada.

Atau meskipun mendapat guru yang baik, kalau kedua orang tua tidak menjadi dasar tumbuh jiwa kesalehan maka agama anak itu hanyalah sehingga otaknya saja.

Belum tentu tumbuh dari jiwanya.

Sebab itu, syarat utama ialah orang tua yang baik dan pendidik yang baik pula.

Maka, bertambah besarlah Maryam dalam asuhan Zakaria dan ditempatkannya anak gadis kecil itu dalam tempatnya sendiri di mihrab, yaitu ruang yang khas tempat beribadah menurut agama Nabi Musa.

"Tiap-tiap masuk Zakaria ke tempatnya di mihrab, didapatinya ada makanan di sisinya."

Ada setengah tafsir mengatakan bahwa ketika Zakaria masuk, selalu didapatinya ada saja makanan yang cukup untuk Maryam. Yang lebih mengherankan lagi, kata tafsir itu, di musim panas ada saja makanan musim dingin dan di musim dingin ada saja makanan musim panas. Tercengang Zakaria melihat,

Namun, karena penafsiran makanan musim panas ada saja di musim dingin dan makanan musim dingin ada saja di musim panas, meskipun elok bunyinya, tetapi sanad dan dasar riwayatnya kurang kuat, apatah lagi tidak ada penafsiran yang shahih dari Rasulullah saw. tentang hal yang sepenting ini, tidaklah mengapa jika kita turuti sebagaimana bunyi ayat itu saja.

Yakni tiap-tiap Zakaria masuk ke mihrab itu didapatinya sudah ada saja makanan. Padahal Zakaria sendiri kadang-kadang sudah mencarikan makanan buat dia. Ketika ditanya, dia jawab bahwa itu adalah pemberian Allah.

Ibnu Jarir ath-Thabari menerangkan dalam tafsirnya bahwa pada suatu masa Bani Israil ditimpa kesusahan makanan sehingga Zakaria tidak begitu kuat lagi menyediakan makanan Maryam, sehingga diulangi sekali lagi mengundi. Maka, kenalah undian pada seorang tukang batu yang saleh. Maka, selalulah tukang batu itu mengantarkan makanan kepada Maryam sehingga tidak kekurangan makanan. Dapat jugalah kita merasakan bahwa tentu saja banyak orang yang kasih kepada gadis kecil itu sehingga dari mana-mana datang saja orang mengantarkan makanan buat dia, sebab didengar bahwa dia telah membayar nadzar ibunya mengkhidmati rumah suci.

Rezeki yang demikian adalah anugerah Allah yang tidak terkira-kira, yang menurut pepatah "rezeki datang tidak berpintu".

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 622-623, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BAB II

MUHAMMAD SAW. ANAK ABDULLAH

XIII. CARANYA MEMBERI PETUNJUK

Terhadap orang-orang yang membantahnya, kalau orang itu ahli berpikir, Nabi saw. tidak menyuruhnya untuk menghadap Nabi saw., sebaliknya, orang itu disuruh untuk memerhatikan alam seisinya, menyaksikan kekuasaan penuh Allah atas semua yang maujud. Nabi saw. berkata,

"Lihatlah langit yang tidak bertiang. Lihatlah bumi yang subur. Lihatlah bukit yang laksana pasak. Lihatlah tumbuh-tumbuhan yang beraneka warna. Terakhir; perhatikanlah dirimu sendiri. Pada semua itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah."

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Hal. 85-86, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

PERBANDINGAN

Zaman sekarang adalah zaman Perang Salib yang kedua kali setelah terjadi Perang Salib pertama ratusan tahun yang lalu.

Pihak musuh Islam di zaman sekarang selalu menuduh, sebagaimana tuduhan pengobar Perang Salib pertama dahulu itu, yaitu pendeta-pendeta Nasrani di zaman gelap, yang membuat sejarah buatan sendiri, yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw. dan para pengikutnya itu adalah perampok lanun padang pasir, gerombolan pencuri dan penyamun.

Sejarah seperti ini masih saja diulang-ulangkan secara ilmiah dalam sekolah-sekolah dan pendidikan yang mereka dirikan, dan diberikan juga ajaran ini kepada anak-anak Islam yang dari kecil tidak mengetahui sejarah Nabinya.

...

Bandingkan kedua kejadian ini, yaitu kecurangan Thu'mah hendak menganiaya Yahudi Zaid bin Shamir, dan bagaimana Rasul saw. mempertahankan keadilan dan kebenaran sehingga si Yahudi tidak teraniaya; bandingkan dengan penganiayaan yang dilakukan terhadap Kapten Alfred Dreyfus, yang campur tangan juga kaum agama sendiri sehingga Dreyfus meringkuk di Pulau Setan 5 tahun lamanya. Baru 30 tahun di belakang namanya dibersihkan kembali (1930).

Pada kejadian di Perancis itu, kaum yang dituduh meninggalkan agama, yaitu kaum Radikalis, Republikein, dan Socialis, itulah yang menuntut keadilan ditegakkan, sedang kaum agama termasuk dalam golongan yang mempertahankan kezaliman.

Patutlah -kalau demikian halnya- di negeri seperti demikian harus dipisahkan di antara Gereja dengan negara.

Dan patutlah pula -menurut tuntunan Nabi Muhammad saw.- di dalam ayat-ayat yang tengah kita tafsirkan ini, jika negara selalu dikontrol oleh agama atau kehendak agama diterapkan dalam negara.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 455-457, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Sesungguhnya Allah tidaklah suka kepada yang berkhianat dan berdosa." (ujung ayat 107).

Ujung ayat ini telah menegaskan bahwa Allah tidak suka kepada orang-orang yang curang, siapa pun orangnya, walaupun dia mengaku Islam.

Dan Allah Adil. Keadilan Allah itu merata bagi semua orang.

Yang salah tetap salah dan berdosa, walaupun dia mengaku Islam.

Yang teraniaya wajib dibela, walaupun si Yahudi.

Mentang-mentang golongan Islam berkuasa, tidaklah boleh kekuasaan disalahgunakan.

Jangan digunakan untuk menindas dan memfitnah orang yang lemah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 449, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PERBANDINGAN UNTUK KITA MUSLIMIN

Ayat ini pun dapatlah menjadi cermin perbandingan, untuk melihat muka sendiri bagi kita yang mengakui diri pengikut Nabi Muhammad saw.

Di dalam Al-Qur'an terdapat pula kata-kata yang bisa menghancurkan kita dan menyerupakan kita dengan Yahudi dan Nasrani yang mengakui diri "Anak-anak Allah dan kekasih kekasih-Nya" itu, yang bisa pula disalahartikan sehingga kita merasa diri istimewa, padahal kehendak ayat itu tidak pernah kita jalankan.

Di dalam surah Aali 'Imraan ayat 110 dikatakan bahwa,

"Adalah kamu sebaik-baik umat dikeluarkan di antara manusia."

Kalau hanya pangkal ayat itu saja yang dipegang, niscaya akan timbullah perasaan bangga dan kesombongan kelompok sebagaimana yang terjadi pada Yahudi dan Nasrani itu pula.

Padahal lanjutan ayat itu adalah syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai "sebaik-baik umat", yaitu sanggup menyuruh berbuat baik (ma'ruf) dan mencegah sikap hidup yang tidak disukai (mungkar).

Ditambah lagi dengan dasar pokok yang pertama dan utama, yaitu iman kepada Allah.

Bagaimana akan dicapai martabat sebaik-baik umat kalau tak berani menyuruh berbuat ma'ruf, mencegah berbuat mungkar, dan tidak pula matang iman kepada Allah?

Demikian pula tersebut dalam surah al-Baqarah ayat 143, bahwa kita umat Muhammad diberi kehormatan menjadi ummatan wasathan, umat yang berdiri di tengah-tengah.

Kata setengah ahli tafsir, ialah di tengah-tengah antara kekerasan perintah Musa dengan kelemah-lembutan perintah Isa al-Masih.

Disebut pula bahwa umat kita ini akan menjadi kesaksian bagi seluruh manusia, dan Rasul menjadi saksi pula atas kesanggupan kita memegang teguh perintah dan agama Allah.

Ayat ini pun dapat menjadi kebanggaan kosong, kalau yang diambil hanya kulitnya, tidak dipenuhi apa yang jadi isinya.

Dan bukan sendiri pula orang yang berbangga dengan menyebut sebuah hadits, yang artinya mengatakan bahwa agama Islam adalah sangat tinggi, di atas sekali, dan tidak ada satu agama pun yang dapat mengatasinya.

Lalu umat menjadi bangga karena ketinggian agama yang dipeluknya, padahal dia sendiri tidak memegang teguh apa yang menyebabkan Islam itu tinggi.

Maka tetaplah Islam tinggi sebagai satu ajaran, dan tetaplah rendah umat yang mengakui dirinya sebagai pemeluknya, karena inti sari yang menyebabkan ketinggian ajaran Islam itu tidak dijalankannya.

Oleh sebab itu, ayat ini dapatlah menjadi kaca perbandingan untuk melihat wajah kita sendiri.

Apakah kita telah terperosok pula ke tempat terperosoknya Yahudi dan Nasrani tadi, mengakui diri anak-anak Allah dan kekasih-kekasih Allah, padahal dalam praktik hidupnya, mereka telah menjadi anak iblis, sebagai yang disebutkan dalam kitab-kitab suci mereka itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 654-655, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MENEGAKKAN KEADILAN

Allah berpesan di ayat-ayat tadi, perhatikanlah alam, maka akan kelihatanlah olehmu kekuasaan Tuhanmu yang meliputi semua langit dan bumi.

Mengapa semuanya teratur seperti ini? Mengapa semuanya kelihatan sangat indah?

Sebab semuanya itu diatur dengan benar!

Tidak ada yang dengan percuma atau sia-sia.

Mengapa bintang-bintang tidak jatuh dari tempat falaknya? Padahal ada dalil dalam Ilmu Pasti Alam, bahwa di dalam alam ada daya tarik-menarik, ada undang-undang bahwa yang berat jatuh dan yang ringan mengapung. Memang, semuanya itu benar.

Semua undang-undang itulah yang diatur dalam keseimbangan atau keadilan. Sehingga matahari tidak mengejar bulan dan malam tidak mendahului siang. Ini yang dinamai harmoni.

Apabila jiwa manusia telah menjadi halus lantaran melihat alam yang teratur, niscayalah dia menjadi pencinta kebenaran dan niscayalah dia menjadi pencinta keadilan.

Dengan tadinya melihat alam, dibawanyalah keadilan itu ke dalam lapangan hidupnya sendiri.

"Wahai orang-orang yang beriman!" (pangkal ayat 135).

Abdullah bin Mas'ud pernah mengatakan bahwa beliau, bilamana mendengar atau membaca tiap-tiap ayat yang dimulai dengan seruan kepada orang-orang yang beriman, beliau menyalangkan mata, beliau pasang pendengaran dengan baik, tanda ada apa-apa perintah mula yang akan diturunkan Allah.

Ayat-ayat demikian, kata beliau, adalah ayat penghargaan dan penghormatan tertinggi kepada umat yang percaya kepada Allah.

"Jadilah kamu orang-orang yang berdiri tegak dengan keadilan."

Di dalam ayat ini bertemu kalimat Qawwamina yang kita diartikan berdiri tegak, sadar, dan membela.

Tegasnya, mau tunduk kepada siapa pun yang hendak mencoba meruntuh keadilan yang ditegakkan itu.

Keadilan adalah arti yang dipakai untuk untuk kalimat al-Qisthi, yang berarti juga jalan tengah, tidak berat sebelah.

"Menjadi saksi karena Allah,"

Artinya berani menyatakan kebenaran.

Sebab keadilan dan kebenaran, adalah dua arti dari maksud yang satu.

Barang sesuatu disebut adil sebab dia benar.

Barang sesuatu disebut benar karena dia adil.

Hendaklah berani menyatakan kesaksian atas keadilan karena Allah.

Karena bertanggung jawab kepada Allah sehingga tidak takut lagi akan ancaman sesama manusia yang berusaha hendak memungkiri keadilan.

"Walaupun terhadap dirimu sendiri."

Berani menegakkan keadilan, walaupun mengenai diri sendiri adalah satu puncak dari segala keberanian.

Inilah yang disebut dalam pepatah orang Melayu,

"Tiba di dada jangan dibusungkan, tiba di mata jangan dipicingkan, dan tiba di perut jangan dikempiskan."

"Ataupun kedua ibu bapak, atau keluarga kerabat."

Artinya selain dari menegakkan keadilan karena Allah walaupun akan menyusahkan diri, hendaklah demikian juga menegakkan keadilan mengenai ibu bapak dan keluarga.

Memang berat kalau menegakkan keadilan akan merugikan diri atau ibu bapak atau keluarga terdekat, tetapi kalau diingat bahwa yang ditegakkan ialah keridhaan dan wajah Allah, yang berat akan jadi ringan.

Bukanlah namanya memuliakan dan menghormati ibu bapak kalau mereka salah, dipertahankan juga.

Menghormati ibu bapak dan membela keluarga ialah dalam kebenaran dan keadilan.

Kebenaran dan keadilan yang wajib ditegakkan di dunia ini, supaya masyarakat manusia jangan kacau-balau.

Janganlah bantu-membantu di dalam menegakkan kezaliman dan merampas hak orang lain.

Karena kekacauan karena keadilan tak ada lagi, adalah bahaya yang menimpa semua orang, dan yang berlaku zalim tidaklah akan terlepas daripadanya.

"Jika dia adalah kaya atau fakir, maka Allah adalah lebih hampir dengan mereka berdua."

Artinya, di dalam menegakkan keadilan itu, baik terhadap ayah bunda sekalipun maupun terhadap keluarga yang dekat, sekali-kali jangan terpengaruh kekayaannya atau kemiskinannya.

Mentang-mentang dia kaya, jangan dicurangi keadilan karena mengharap balas jasa dari kekayaannya.

Mentang-mentang dia miskin jangan dibela jika dia salah karena kemiskinannya.

Yang benar tetap benar, yang salah tetap salah.

Kaya dan miskin di hadapan keadilan adalah sama.

Dirawikan oleh Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir dan Ibnul Mundzir penafsiran Qatadah atas ayat ini.

Berkata Qatadah,

"Tegakkanlah kesaksian yang benar wahai anak Adam!

Walaupun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapakmu atau kaum kerabatmu atau pemuka-pemuka kaummu.

Sebab syahadah (kesaksian) adalah untuk Allah bukan untuk manusia.

Sesungguhnya Allah meridhai keadilan untuk diri-Nya.

Keadilan adalah mizan Ilahi di muka bumi.

Untuk membela yang lemah jangan disewenang-wenangi oleh yang kuat. Untuk mempertahankan yang jujur jangan dicurangi oleh si pendusta. Untuk menegakkan yang benar jangan dianiaya oleh yang batil.

Dengan keadilanlah dibenarkan yang benar dan disalahkan yang salah.

Dengan keadilan dapat ditangkis serangan penyerang dengan tidak semena-mena dan dia diancam oleh Allah.

Dengan keadilanlah masyarakat manusia ini diatur jadi baik.

Wahai Anak Adam!

Kaya atau miskin pun, namun Aku lebih penting.

Aku lebih penting dari kekayaanmu atau kemiskinanmu.

Aku tak akan dapat dipengaruhi oleh kekayaan si kaya, ataupun kemiskinan si miskin.

Sebab itu, kekayaan atau kemiskinan janganlah menghambat kamu untuk menyaksikan kebenaran dan keadilan."

Sekian Qatadah.

"Sebab itu janganlah kamu ikuti hawa nafsu, bahwa berpaling kamu."

Janganlah karena menuruti hawa nafsu kamu sampai berpaling dari kebenaran sehingga keadilan itu tidak jadi kamu tegakkan.

"Karena jika kamu putar-putar atau kamu berpaling."

Inilah yang disebut di dalam pepatah Melayu,

"Duduk berkisar, tegak berpaling."

"Maka sesungguhnya Allah terhadap apa yang kamu perbuat itu adalah sangat Mengetahui." (ujung ayat 135).

Di dalam mencari kebenaran dan menegakkan keadilan, kalau hawa nafsu telah masuk, akan bertambah kacaulah keadaan.

Yang kusut tidaklah akan selesai, melainkan bertambah kusut.

Oleh sebab itu, penyelidikan dan pemeriksaan menjadi lama dan menambah susah juga.

Kebenaran tetap ada walaupun disengaja melindunginya dengan perbuatan yang curang.

Kecurangan itu dengan sendirinya akan habis, sebab hakikatnya tidak ada.

Berkisar dan berpaling dari keadilan karena dorongan hawa nafsu hanyalah mempersulit diri sendiri.

Allah tetap mengetahuinya dan jika orang yang berkisar tegak dan berpaling duduk itu akan ditekan sendiri oleh dosanya.

Ayat ini bagi seorang Muslim bukanlah semata-mata fatwa untuk pegangan hati, bahkan hal yang wajib diperjuangkan untuk pegangan bernegara.

Dengan sendirinya dalam jiwa setiap Muslim timbullah cita-cita atau ideologi hendak mencapai suatu masyarakat yang adil dan makmur di bawah naungan keridhaan Allah.

Yang akan menjaga keadilan ialah sultan atau kekuasaan.

Itu pula sebabnya jalan berpikir seorang Muslim tidak dapat memisahkan di antara agama dan negara.

Agama Islam mewajibkan menegakkan negara dan kekuasaan supaya keadilan terjamin.

Keadilan dalam Islam bukanlah cita-cita yang akan dicapai nanti.

Keadilan ialah untuk sekarang juga.

Ideologi bernegara telah dirumuskan dengan jelas, nyata dan jitu oleh Abu Bakar ash-Shiddiq, Khalifah Nabi saw., yang pertama. Kata beliau,

"Aku telah diangkat memimpin kamu, tetapi aku tidaklah seorang yang lebih baik daripada kamu semuanya. Orang yang merasa kuat di antara kamu adalah lemah di sisiku, sebab haknya akan aku ambilkan dari yang kuat. Sebab itu jika aku terdapat berjalan lurus berkata benar, tolonglah dan bantulah aku. Tetapi jika aku terpilih jalan yang salah lekas-lekas tegakkan aku ke dalam kebenaran."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 485-487, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MEMEGANG TERAJU KEADILAN

Kemudian datanglah sambungan ayat,

"Dan apabila kamu menghukum di antara manusia, hendaklah kamu hukumkan dengan adil."

Inilah pokok kedua dari pembinaan pemerintahan yang dikehendaki Islam.

Pertama tadi ialah menyerahkan amanah kepada ahlinya. Memikul pejabat yang sanggup memikul.

Yang kedua ialah menegakkan keadilan. Hukum yang adil, bukan yang zalim.

Pemegang teraju hukum hendaklah mengingat sumber hukum yang asli, yaitu hukum Allah dan tegakkanlah itu.

Dengan menjaga yang dua itulah, yakni amanah dan adil, keamanan, keadilan dan kemakmuran akan tercapai sehingga tercapai apa yang pernah disabdakan Nabi. Seorang perempuan berjalan seorang diri dari Hirah (dekat Irak) ke Mekah, tidak ada yang mengganggu keamanannya.

Oleh ahli-ahli dibagilah amanah itu kepada tiga bagian,

1. Amanah hamba dengan Tuhannya.

Mengikut suruh, menghentikan tegah, mencapai apa yang diridhai-Nya dan menyediakan segenap diri untuk mendekati Allah. Maka segala maksiat dan dosa adalah khianat kepada Allah.

2. Amanah terhadap sesama Hamba Allah.

Termasuk menyampaikan pekirim kepada yang berhak menerima, menyimpan petaruh (titipan) sampai yang empunya datang meminta, menyimpan rahasia yang dipercayakan orang, menjaga silaturahim keluarga, ketaatan menjunjung tinggi undang-undang negara.

Termasuk pula di dalam amanah apabila pihak yang berkuasa dalam negara memelihara keamanan rakyat dan termasuk juga amanah ulama memimpin ruhani orang banyak.

Pelanggar undang-undang adalah pengkhianat, pembuka rahasia negara kepada musuh adalah pengkhianat.

Ulama-ulama yang membangkit-bangkit masalah khilafiyah yang membawa fitnah dalam kalangan umat adalah pengkhianat.

Di dalam ini termasuk juga memegang amanah rumah tangga, tanggung jawab anak dan istri. Termasuk juga memegang amanah rahasia rumah tangga, rahasia suami istri.

3. Amanah insan terhadap dirinya.

Menurut ar-Razi dalam tafsirnya, termasuk dalam ini, amanah di dalam memilih mana yang muslihat untuk diri, bagi kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dan jangan mendahulukan kehendak syahwat dan angkara murka yang akan dapat membawa celaka.

Termasuk juga menuntut ilmu pengetahuan yang berfaedah.

Bermata pencarian, jangan menganggur.

Ditambahkan lagi ialah menjaga kesehatan, berobat kalau sakit, menjaga diri ketika ada penyakit menular, misalnya dengan meminta suntikan TCD kepada dokter atau tidak minum air mentah ketika kolera terjadi.

Di dalam ayat ini didahulukan menyebut amanah daripada menyebut adil.

Karena amanahnya yang asli di dalam jiwa manusia.

Kalau amanah telah berdiri, tidaklah akan sampai terjadi tuduh-menuduh, dakwa-mendakwa yang sampai ke muka hakim.

Maka banyaklah hadits yang mengenai amanah, sebagai berikut,

"Tanda orang munafik adalah tiga, apabila bercakap berdusta; apabila berjanji mungkir; apabila diberi amanah khianat." (HR. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, dan an-Nasa'i dari Abu Hurairah).

"Tidak ada iman pada orang yang tidak ada amanah padanya, dan tidak ada agama pada orang yang tidak menghargai janji." (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Hibban dari Anas bin Malik).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 338-340, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PERALATAN UNTUK DAKWAH

Dengan demikian golongan yang memisahkan ilmu pengetahuan dengan agama itu, pada zaman sekarang ini, sudah termasuk dalam barisan kaum kolot.

Dan dengan sebab itu pula, betapa pun usaha kaum tidak beriman hendak mengesampingkan agama, tidaklah berhasil lagi.

Sebab, kaum agama sendiri dalam bidang dakwah telah termasuk ke tengah medan.

Bagaimana pula bagi kita kaum Muslimin?

Bagaimana bagi angkatan muda yang ada minat kepada dakwah?

Padahal agama kita sendiri (Islam) tidaklah membenci ilmu, sehingga ada sebuah hadits mengatakan bahwa cinta orang yang menuntut ilmu kadang-kadang lebih suci daripada darah orang yang mati syahid.

Bagaimana dakwah Islam akan hidup kalau di Singapura pada Tahun 1960 M, ada seorang Qadhi yang berfatwa bahwa orang Islam haram pergi ke bulan?

Dakwah di dalam ayat ini ialah menyeru manusia kepada jalan yang baik.

Lalu ditegaskan lagi, yaitu berani menyuruh berbuat baik dan mencegah perbuatan yang mungkar.

Bagaimana seorang ahli dakwah akan jaya, kalau dia sendiri tidak dapat memberikan penilaian atas baik dan buruk atau ma'ruf dan mungkar dalam masyarakat yang bersimpang siur ini?

Bagaimana melangsungkan dakwah kalau keadaan umat yang didakwahi itu tidak diketahui keadaannya.

Jenderal-jenderal memimpin suatu peperangan, penyerbuan ke daerah musuh. Mereka mutlak wajib mengetahui medan dan cuaca, barulah mereka melancarkan serangan.

Dan serangan tidak boleh pula membabi buta, melainkan mempunyai taktik dan teknik.

Meskipun tujuan baik dan suci, tidaklah akan diperoleh kemenangan dan kejayaan, kalau keadaan medan yang dihadapi tidak diketahui dan tidak pula diperhatikan cuaca udara pada saat akan memulai penyerbuan.

Dan kerugian akan banyak kalau taktiknya dan tekniknya tidak tepat.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 33-34, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Tidaklah mereka akan membahayakan kamu, kecuali mengganggu (sedikit)." (pangkal ayat 111).

Yaitu orang-orang yang menolak lantaran fasik tadi. Perhatikanlah hubungan ayat dengan yang dahulu daripadanya.

Niscaya golongan yang fasik, yang tidak mempunyai sama sekali dasar pendirian yang benar, tidak akan membahayakan bagi sebaik-baiknya umat yang tidak henti-hentinya beramar ma'ruf nahi mungkar dan teguh iman kepada Allah.

Mereka yang fasik itu akan berhadapan dengan tembok tebal orang-orang kuat iman yang tinggi mutunya.

Bagaimana pun mereka menyusun kekuatan, tidaklah akan membahayakan, kecuali hanya gangguan yang hanya sedikit, yang mesti bertemu di dalam perjalanan hidup.

Kefasikan itulah yang menyebabkan mereka tidak kuat.

"Dan jika mereka memerangi kamu, mereka akan berbalik punggung kepada kamu (kalah),"

Artinya jika timbul sikap berhadap-hadapan, berkonfrontasi, mereka akan berbalik punggung, yaitu akan lari meninggalkan medan, sebab tidak tahan, merasa takut menghadapi front kesatuan Mukmin yang kuat.

Orang yang beriman bersedia mati syahid dalam imannya, si fasik hanya mencintai hidup.

"Sesudah itu mereka tidaklah akan dimenangkan." (ujung ayat 111).

Kekalahanlah yang menjadi akibat penentang, yang menentang hanya karena fasik.

Jalan buat menang tidak ada bagi mereka.

Inilah akibat sebaik-baik umat tadi dan inilah akibat tetap adanya di kalangan kamu segolongan umat yang selalu menyerukan kebaikan, menyuruh berbuat baik, melarang perbuatan mungkar.

Di sini letaknya kekuatan.

Lantaran itu, kekuatan pertama terletaklah dalam kekuatan batin.

Adapun kekuatan yang lahir hanyalah pelengkap yang tak dapat tidak bagi kekuatan batin itu.

Inilah satu peringatan Allah yang wajib kita perhatikan dengan saksama sekali.

Di sini Allah memberikan jaminan bahwa selama kamu masih mengadakan dakwah kepada kebajikan, selama masih berani beramar ma'ruf dan nahi mungkar, maka segala gangguan yang didatangkan oleh Ahlul Kitab itu sekali-kali tidak akan membahayakan bagi kamu, kecuali hanya gangguan sedikit, laksana gigitan nyamuk saja.

Ayat 120 surah al-Baqarah itu telah memberi ingat kepada kita bahwa itu tidak akan bisa dihentikan, tidak akan bisa dibendung.

Akan tetapi, kalau semangat agamamu, semangat dakwah kepada kebajikan, amar ma'ruf dan nahi mungkar, masih saja berkobar-kobar, segala gangguan itu tidaklah akan membahayakan.

Di sini dapat pula dipahami, bahwa jika ummatun yad'uuna ilal khair tidak bergerak lagi, amar ma'ruf dan nahi mungkar telah mulai padam apinya, dan kamu tidak lagi menjadi sebaik-baik umat, karena tidak ada lagi amar ma'ruf nahi mungkar, jelaslah bahwa segala serangan mereka itu akan menghancurkan kamu.

Bukankah perpecahan kerajaan-kerajaan dan pemimpin-pemimpin Arab yang menyebabkan negara Israel dapat berdiri di tengah tanah Arab?

Dan lama sebelumnya itu, bukankah kesatuan komando Sultan Salahuddin al-Ayubi yang dapat menangkis kekuasaan kaum Salib dari Palestina?

Oleh sebab itu, peringatan yang dikemukakan Allah di dalam ayat-ayat ini dapatlah kita jadikan pedoman untuk mengukuhkan semangat Islam dengan terus-menerus berdakwah; terus-menerus berani menegakkan kebenaran, walaupun kadang-kadang akan meminta jihad dengan harta benda kadang-kadang mengorbankan jiwa.

TALI ALLAH DAN TALI INSAN

Penafsiran yang kita nyatakan di atas bahwa gangguan yang mereka timpakan kepada kamu tidaklah akan membahayakan, ditegaskan oleh ayat yang berikutnya,

"Mereka itu ditimpa kehinaan di mana saja mereka berada." (pangkal ayat 112).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 45-46, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PENDAPAT IBNU KHALDUN

Pelopor ilmu masyarakat (sosiologi) dan filsafat sejarah Muslim yang besar Ibnu Khaldun telah membincangkan pula hal ini dalam kitab Muqaddimah-nya yang terkenal.

Pada Fasal 19 beliau menerangkan betapa hancurnya kekuatan suatu kaum ('ashabiyah) kalau mereka telah direndahkan dan jatuh ke bawah perintah orang asing.

Di dalam seluruh Muqaddimah-nya beliau menekankan betapa perlunya 'ashabiyah bagi bangunnya suatu pemerintahan atau kekuasaan atau kerajaan.

Kalau 'ashabiyah telah pecah karena kemelaratan dan kehinaan, suatu kaum tidak akan, dapat bangun lagi.

Barulah kaum itu akan bangun kalau ada pemimpin kuat yang akan membawa naik mereka.

Tetapi itu pun akan menempuh berbagai rintangan yang hebat, tersebab jiwa kaum itu yang telah lama rusak.

Lalu Ibnu Khaldun mengemukakan misal tentang Bani Israil di bawah pimpinan Musa seperti tersebut dalam Al-Qur'an itu.

Ketika Nabi Musa mengutus 12 orang penyelidik ke negeri yang harus mereka rebut dari tangan musuh, sedang orang yang 12 itu adalah pemuka belaka dari kaumnya, hanya 2 orang yang berani dan yang 10 habis ketakutan.

Padahal Allah telah berjanji akan menyerahkan Tanah Suci itu ke tangan mereka, asal mereka mau berjuang.

Mengapa mereka takut menghadapi musuh Bani Enak itu?

Ibnu Khaldun mengatakan sebabnya ialah karena dari dalam jiwa mereka belum hilang ketakutan yang ditimbulkan oleh tekanan kaum Qibthi, yaitu kaum Fir'aun beratus tahun.

Sebab itu apabila akan berjuang menghadapi musuh, mereka teringat lagi akan kedahsyatan penindasan mereka yang dahulu.

Apatah lagi mereka bebas dari tindasan Fir'aun bukanlah karena perjuangan mereka sendiri, mereka karena melarikan diri, lalu ditolong Allah dengan mukjizat terbelah laut.

Dan mereka berpikir kalau sudah sampai di seberang itu akan aman, tidak ada lagi ribut-ribut.

Sebab itu ketika diajak berperang, pemimpin-pemimpin mereka sendiri yang timbul takut.

Dan pengikut-pengikut mereka sangat banyak cincong.

Oleh karena itulah mereka dihukum Allah, disuruh mengembara atau dikarantinakan di Padang Tih itu 40 tahun lamanya.

Yaitu di antara Syam dan Mesir. 40 tahun tidak mengenal dunia keliling, 40 tahun tidak melihat kota-kota besar, tidak bercampur dengan manusia lain, terputus dengan dunia luar.

Ibnu Khaldun mengambil kesimpulan dari mafhum ayat mengapa mereka sampai dihukum sedemikian lama.

Maksudnya ialah supaya jail atau generasi yang jiwa mereka telah rusak karena tindasan Qibthi dari Fir'aun dahulu itu biar habis lebih dahulu, lalu timbul generasi muda yang tidak mengenal dan merasakan lagi kehinaan tekanan dan tindasan, yang berpuluh keturunan merusak binasakan jiwa nenek moyang mereka.

Generasi baru inilah yang diharapkan sanggup menuntut bela dan berjuang untuk mencapai kemenangan.

Dan berkata Ibnu Khaldun seterusnya, Di sini Anda dapat mengambil suatu kesan bahwa paling kurang 40 tahun lamanya kalau hendak menghabiskan generasi lama lalu menimbulkan generasi baru.

Amat sucilah Allah Yang Maha Bijaksana, lagi Maha Mengetahui!

Sesudah menerangkan hal ini Ibnu Khaldun menjelaskan lagi pendapatnya yang terkenal itu:

"Dan dalam hal ini bertambah jelaslah dalil betapa pentingnya 'ashabiyah. Bahwa 'ashabiyah itulah yang menimbulkan semangat pertahanan diri, penangkisan musuh dan pembelaan, dan juga menuntut hak. Dan barangsiapa yang kehilangan 'ashabiyah, pastilah kelemahannya dan dia tidak dapat berbuat apa-apa lagi."

Sekian Ibnu Khaldun.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 664-665, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

HAJI AGUS SALIM

Pada suatu hari di bulan Oktober 1937 pengarang berziarah ke rumah ahli pikir kita, Haji Agus Salim.

Beliau banyak menulis dan mengeluarkan pikiran yang tinggi-tinggi berdasar filsafat dan pengalaman hidup serta pengetahuan.

Setelah mendengar wejangannya yang begitu mendalam, saya berpikir, tidak semua orang bisa memahami pikiran-pikiran Beliau.

Lalu saya berkata dengan tersenyum, "Ah, engku terlalu lekas datang ke dunia, sehingga apa yang engku katakan dan pikirkan, belum dapat diterima oleh orang sekarang entah kalau 50 tahun lagi".

Dengan tersenyum beliau menjawab, "Perkataan yang demikian telah pernah pula diucapkan orang lain kepadanya, Prof Schrieke berkata, kata beliau, pikiran ini bukan buat 50 tahun lagi, tetapi buat 100 tahun lagi."

"Tetapi," kata beliau pula, "Apakah karena sebab itu saya akan berhenti menyatakan pikiran? Taruhlah 50 tahun lagi, sebagaimana anak katakan, atau 100 tahun lagi, sebagaimana kata professor itu, baru orang akan menerima perkataan saya, apakah yang akan diperhatikan dan dipikirkan oleh generasi yang akan datang 50 tahun atau 100 tahun lagi itu, kalau tidak saya ucapkan dari sekarang? Apalah artinya saya, yang lahir terdahulu 50 tahun atau 100 tahun dari pada mestinya jika dibandingkan dengan Nabi Muhammad saw. yang sampai sekarang masih banyak orang yang belum sempat menerima pengajarannya, entah 1.000 tahun lagi baru bisa mengikutinya?"

Demikianlah paham H. Agus Salim seorang intelektual, yang lahir mendahului zamannya yang berpikir bukan buat ketika hidupnya, dan memang rupanya sudah ditakdirkan demikian, tetapi buat generasi yang akan datang di belakang.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 282, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

Dan Nabi pun memperingatkan pula bahwa perjuangan manusia Muslim dalam mempertahankan agamanya tetap akan ada, sampai hari Kiamat,

Dari al-Mughirah bin Syu'bah (moga-moga Allah meridhainya), dari Nabi saw. bahwa Nabi bersabda,

"Senantiasa akan tetap ada dari umatku, suatu umat yang tampil ke muka dengan membawa kebenaran sampai datang ketentuan Allah, namun mereka tetap menyatakan dirinya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Dan sabda Rasulullah saw. lagi,

Dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan (moga-moga Allah meridhainya) berkata dia, Aku pernah mendengar Nabi saw. bersabda,

"Akan senantiasa ada dari umatku yang tegak dengan perintah Allah. Tidak akan membinasakan kepada mereka orang-orang yang merintangi mereka dan tidak pula orang-orang yang menghalangi mereka, sampai datang ketentuan Allah, namun mereka tetap demikian." (HR. Bukhari Muslim).

Artinya bahwa dalam usaha musuh-musuh Islam hendak menghabiskan pengaruh Islam itu, Rasulullah saw. berjanji bahwa dalam kalangan umatnya sendiri pasti akan tetap timbul orang-orang yang tampil ke muka medan perjuangan mempertahankan agama Islam atau menyebarkannya dengan tidak mengenal mundur.

Betapapun mereka dirintangi dan dihalangi namun mereka berjuang.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 330, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Berteman dengan orang kafir tidaklah terlarang. Bahkan orang kafir, sebagai Ahlul Kitab yang berlindung di bawah kekuasaan pemerintahan Islam, wajib dijamin keamanannya.

Tetapi menyerahkan pimpinan, terutama dalam hal yang akibatnya akan menyinggung agama, itulah yang wajib dipantangkan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 492, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Sekarang, sebagai timbalan kekecutan hati orang munafik, Allah memberikan pendirian teguh kepada orang yang beriman, berlipat ganda lagi.

"Sekali-kali janganlah engkau mengira bahwa orang-orang yang terbunuh pada jalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup. Di sisi Tuhan mereka diberi rezeki." (ayat 169).

Iman Mukminin yang telah teguh, sedia mati mempertahankan agama Allah, sekarang mendapat sambutan dan ketentuan dari Allah. Orang yang mati dalam peperangan kebenaran itu tidak mati. Mereka tetap hidup dan tetap mendapat rezeki dari Allah. Bolehlah ditafsirkan bahwa meskipun hancur badannya dikandung tanah, tetapi nama mereka tetap hidup dalam kenangan yang ditinggalkannya. Akan tetapi, tafsir ini masih belum tepat; hendaklah lebih lagi dari itu. Hidupnya dalam alam yang lain itu adalah hidup yang istimewa.

Menurut hadits yang dirawikan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim dari sahabat Rasulullah saw., Jabir bin Abdullah, bahwa pada waktu dia duduk termenung bersedih hati, karena ayahnya baru saja mencapai syahidnya dalam Peperangan Uhud itu, antara 70 syuhada, Rasulullah saw. datang menghampiri, lalu beliau berkata, "Jabir! Apa yang menyebabkan engkau termenung demikian rupa?"

Lalu, Jabir menjawab terus-terang tentang kesedihannya, karena syahid ayahnya meninggalkan banyak keluarga dan utang.

Maka, bersabdalah Rasulullah, "Inginkah engkau aku berikan kabar gembira tentang bagaimana ayahmu menghadapi Tuhannya?"

Jabir menjawab, "Tentu aku ingin, ya Rasulullah."

Lalu, Rasulullah saw. berkata lagi, "Kalau Allah hendak berbicara dengan salah seorang hamba-Nya hanyalah dari balik hijab. Akan tetapi, ayahmu dihidupkan dan Allah bercakap dengan dia berhadapan!"

Lalu Allah berfirman, "Wahai hamba-Ku, sebutlah apa yang engkau ingini, niscaya Kuberi!"

Maka dia menjawab, "Permohonanku hanya satu, ya Tuhanku. Hidupkan aku sekali lagi supaya aku mati terbunuh kedua kali, pada jalan-Mu!"

Lalu, Allah menjawab, "Telah tertulis bahwa orang yang telah mati, tidak akan kembali lagi!"

Maka berkata pula hamba yang memohon tadi, "Ya, Tuhanku! Kalau yang demikian tidak dapat lagi, maka mohonlah aku, tolonglah sampaikan kepada makhluk-Mu yang aku tinggalkan itu betapa bahagiaku sekarang."

Maka turunlah ayat ini. Demikian riwayat Jabir.

Menurut riwayat Ibnu Abbas pula yang dikeluarkan oleh lmam Ahmad bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tatkata kawan-kawanmu telah tewas di Uhud itu, maka arwah mereka disimpankan Allah di dalam rongga burung hijau, terbang dan hinggap di sekitar sungai-sungai surga, makan dari buah-buahannya dan hinggap pada kindil-kindil emas yang tergantung di bawah naungan Arsy. Setelah mereka merasai lezat cita makanan dan minuman mereka dan sambutan yang amat baik atas mereka, berkatalah mereka,

"Wahai, alangkah baiknya jika kawan-kawan kita yang masih hidup di dunia mengetahui apa yang telah diperbuat Allah untuk menyambut kita ini."

Dan tambahan riwayat yang lain, "Siapakah agaknya yang akan menyampaikan kepada kawan-kawan kita di dunia bahwa kita ini hidup dalam surga dan tetap diberi rezeki, supaya mereka jangan enggan berjihad dan jangan takut berperang."

Allah menjawab, "Aku sendiri akan menyampaikannya."

Maka turunlah ayat ini.

Meskipun riwayat kedua hadits ini berlainan, tetapi tujuannya satu, yaitu menerangkan keadaan orang yang mati syahid dan kehidupan mereka di surga.

"Mereka bersuka cita dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari kurnia-Nya." (pangkal ayat 170).

Kesukacitaan sebagaimana yang telah dibayangkan Rasulullah saw., yang senantiasa berkata benar, tentang hidup bahagia di dalam surga itu.

"Dan mereka pun girang akan orang-orang yang di belakang mereka, karena tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka akan merasa duka cita." (ujung ayat 170).

Dengan demikian syuhada yang telah merasa bahagia dan suka cita dalam hidup yang kekal di sisi Allah itu, berpesan pula dengan perantaraan ayat ini, sebab Alah sendiri yang berjanji hendak menyampaikan menurut hadits Ibnu Abbas tadi bahwa teman seperjuangan yang tinggal tidak usah takut, tak usah duka cita, teruskanlah perjuangan dan janganlah takut tewas di medan jihad.

Sebab, perpindahan dari hidup fana karena memperjuangkan cita-cita, menuju hajat yang baka hanya diantari oleh maut yang sebentar saja; sesudah itu di alam lain, di dalam surga jannatun na'im tersedialah hidup bahagia dan rezeki kekal.

Malahan ada di kalangan mereka memohonkan diizinkan hidup sekali lagi, untuk mati pula di jalan Allah sebagaimana Abdullah ayah Jabir itu.

"Mereka bergirang hati dengan nikmat dan kurnia Allah. Bahwasanya Allah tidaklah menyia-nyiakan ganjaran orang-orang yang beriman." (ayat 171).

Mereka itu, baik syuhada yang telah pergi terlebih dahulu, maupun yang mengikuti jejak mereka dari belakang, meneruskan perjuangan, sehingga ada pula yang syahid, hanya di dunia ini mungkin agak bimbang karena tarikan perdayaan hidup, tetapi bila gerbang telah dimasuki, bertemulah keadaan yang sama sekali tidak disangka, kebahagiaan abadi, nikmat dan kurnia yang belum pernah mata melihat, belum pernah telinga mendengar, dan tidak terkhatir di dalam hati manusia tatkala hidup dahulu.

Karena memang ganjaran untuk orang-orang yang beriman tidaklah disia-siakan oleh Allah.

Ayat-ayat inilah yang menyebabkan orang Mukmin tidak gentar menghadapi maut.

Mungkin orang lain pun ada yang berani menghadapi maut untuk suatu cita-cita, ingin meninggalkan nama yang harum atau jasa yang tidak terlupakan.

Namun orang Mukmin mempunyai pendirian lebih tinggi daripada itu, janji Allah yang disampaikan Rasul.

Sehingga apabila mereka telah membina suatu cita-cita bagi kepentingan agama, bersedialah mereka "Esa hilang dua terbilang".

Mereka menang terus, walaupun pihak lawan menyangka bahwa mereka telah mati.

Selama semangat ridha syahid ini masih ada, selama itu pulalah agama akan tetap tegak.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 119-121, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (ujung ayat 283).

Demikianlah, dengan dua ayat ini soal perjanjian telah dituntunkan. Dan, ayat 282 terkenal sebagai ayat yang paling panjang dalam seluruh Al-Qur'an.

Dia menunjukkan dengan tegas bahwasanya agama Islam bukanlah semata-mata mengurus soal-soal ibadah dan puasa saja.

Kalau soal-soal urusan muamalah atau kegiatan hubungan di antara manusia dengan manusia yang juga dinamai "hukum perdata", sampai begitu jelas disebut di dalam ayat yang paling panjang dalam Al-Qur'an, dapatlah kita mengatakan dengan pasti bahwa soal-soal begini pun termasuk agama juga.

Dalam Islam tidak ada pemisahan antara urusan negara dari dalam agama.

Islam menghendaki hubungan yang lancar.

Maka, adanya peraturan penulis dalam Al-Qur'an, di negara yang teratur telah menjelma menjadi notaris, sedangkan saksi memang menjadi alat pelengkap dari seorang notaris, dan memang notaris wajib menuliskan apa saja syarat yang dikemukakan oleh yang bersangkutan, dan memang notaris serta saksi itu tidak boleh disusahkan, artinya hendaklah dibayar.

Ayat ini menguatkan lagi bahwa kalau pembayaran notaris dan saksi tidak diperhitungkan, termasuklah itu suatu kedurhakaan dalam agama.

Peraturan Notareele acte telah kita terima sebagai pusaka yang baik dari pemerintahan penjajahan yang kita gantikan.

Akan tetapi, sekarang kita bertanya, "Manakah yang dahulu timbul? Apakah perintah ayat ini (yang sudah 14 abad) ataukah peraturan bernotaris itu?"

Tentu peraturan Al-Qur'an inilah yang lebih tua.

Sebab, ketika Al-Qur'an diturunkan, jabatan notaris belum ada di negeri-negeri Barat yang teratur ditentukan oleh Al-Qur'an itu.

Maka, jika orang Islam membuat kontrak pakai notaris, hendaklah dengan niat melaksanakan perintah Allah supaya berpahala.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 564-565, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Apakah mengira manusia bahwa mereka akan dibiarkan berkata, 'Kami telah beriman', padahal mereka masih belum diuji lagi?" (Al-'Ankabuut: 2).

Orang-orang yang mempunyai cita-cita tinggi, agar hukum Allah berlaku dalam masyarakat kena ujian keras.

Kalau dia ingin selamat, hendaklah pandai menyesuaikan diri.

Jangan disebut-sebut cita-cita Islam, ideologi Islam, dan lain-lain.

Kita disuruh mengatakan yang sebenarnya, padahal kalau dikatakan yang sebenarnya, kita dapat saja dituduh musuh negara.

Karena hukum yang dijalankan selama ini bukan peraturan Allah, melainkan salinan undang-undang buatan manusia.

Pejuang-pejuang yang teguh iman mendapat ujian iman yang sangat besar.

Satu waktu orang akan marah, kadang-kadang pemerintah negerinya sendiri, yang terdiri dari orang Islam, memandang bahaya besar kalau Islam disebut-sebut.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 652, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Sesungguhnya orang-orang yang menantang Allah dan Rasul-Nya." (pangkal ayat 20).

Menantang Allah dan Rasul terutama ialah karena tidak mau menerima atau tidak mau menjalankan peraturan yang didatangkan dari Allah dan disampaikan oleh Rasul.

Atau membuat peraturan lain, atau menerima peraturan lain.

Padahal yang lain itu adalah semata-mata bikinan manusia.

Seakan-akan merasa bahwa mereka lebih pandai dari Allah dalam mengatur manusia.

"Mereka itu sendirilah yang termasuk orang-orang yang rendah hina." (ujung ayat 20).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 29, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BADAR YANG KEDUA

"Tetapi takutlah kepada-Ku, jika memang kamu orang-orang yang beriman." (ujung ayat 175).

Aqidah iman tidak lain ialah berkumpulnya segala ingatan hanya kepada Allah.

Yang dituntut hanya ridha-Nya dan tempat takut hanya Dia.

Betapa pun banyak musuh, tak usah sangsi menghadapinya, sebab yang diperjuangkan oleh seorang Muslim di dalam seluruh hidupnya, lain tidak, hanyalah kebenaran yang datang dari Allah.

Lantaran itu, tidak ada kegentaran menghadapi maut.

Karena hidup itu sendiri tidaklah ada artinya kalau tidak ada keberanian menghadapi segala macam kemungkinan di dalam mempertahankan pendirian.

Dengan ayat ini dan ayat-ayat yang lain yang serupa, agama Islam telah menanamkan keberanian luar biasa di dalam dada segala macam perjuangan dan peperangan dengan musuh-musuhnya, sehingga dia dikagumi di mana-mana sampai zaman kita sekarang ini.

Dan keberanian ini pun dirasakan ketika Revolusi Indonesia Tahun 1945.

Tentara Nasional Indonesia yang beragama Islam, lebih-lebih barisan Hizbullah, sangatlah ditakuti Belanda.

Cuma sayang, karena kesadaran politik di dalam menegakkan agamanya tidak tegas dan jelas, maka kaum Muslimin yang gagah berani itu kebanyakan hanya dipergunakan tenaganya guna membina kekuasaan orang lain.

Setelah orang lain berkuasa, kaum Muslimin itu disingkirkan dan dilarang keras atau dihambat-hambat agar jangan sampai menuntut haknya yang suci.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 125, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan akan Aku masukkan mereka ke dalam surga yang di bawahnya mengalir air sungai, sebagai ganjaran dari Allah. Dan di sisi Allah-lah ganjaran yang sebaik-baiknya." (ujung ayat 195).

Terlalu panjang kalau kita daftarkan di sini, bagaimana perempuan-perempuan pada zaman Nabi atau pada zaman sahabat-sahabat yang utama turut bertempur ke medan perang memikul tugasnya.

Pada pokoknya menyediakan makanan dan mengobati yang luka, tetapi bersedia juga bertempur, membunuh, atau terbunuh.

Berkata Ibnu Abbas, "Perempuan-perempuan ikut berperang bersama Rasulullah." (demikian tersebut dalam kitab bantahan al-Auza'i oleh Imam Abu Yusuf, halaman 38).

Berkata Ibnu Mas'ud, "Perempuan-perempuan di Peperangan Uhud berdiri di garis belakang kaum laki-laki, mengobati yang luka." (6)

Sebab itu, kepala-kepala perang sebagaimana Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid memerlukan juga tenaga perempuan dalam perang.

Ketika menaklukkan Damaskus, banyak perempuan turut dalam perang.

Mereka duduk di kemah menunggu kalau ada yang luka akan diobati, tetapi pula di tangan mereka ada batu dan tongkat.

Kalau ada laki-laki yang lari mundur ke dalam kemah, mereka lempari dengan batu atau mereka pukuli dengan tongkat.

Kemudian, mereka angkat anak-anak mereka yang masih kecil lalu berkata,

"Pertahankan keluargamu dan belalah Islam!" (7)

Malahan Khalid berkata kepada perempuan-perempuan itu,

"Wahai perempuan-perempuan Islam. Kalau ada laki-laki yang mundur, hendaklah dibunuh saja!"

Menurut Imam al-Auza'i, karena itu, perempuan yang ikut berperang berhak mendapat bagian dari ghanimah.

Ibnu Rusyd di dalam kitab Hidayatul Mujtahid (8) berkata,

"Sama pendapat ulama, bahwa perempuan boleh ikut berperang."

Ibnu Hazm berpendapat bahwa perempuan pergi perang adalah sunnah. (9)

Ada 3 tingkat fatwa ulama tentang ikutnya perempuan dalam perang,

Pertama ialah mubah, boleh. Artinya kalau ada mereka yang ingin ikut pergi berperang, jangan dihalangi.

Kedua ialah sunnah, yaitu bagi perempuan-perempuan yang ada kesanggupan dan keahlian, terutama dalam mengobati yang luka.

Ketiga ialah wajib berperang sebab telah menjadi fardhu 'ain apabila musuh telah masuk ke negeri supaya mereka pun turut berjuang bersama laki-laki.

Kalau dalam perang menyabung nyawa -demikian kata Al-Qur'an dan demikian pula Sunnah Rasul- pada contoh-contoh perempuan pada zaman beliau dan pada zaman sahabat-sahabat, demikian pula pendapat para ulama, niscaya jelaslah bahwa dalam hal yang lain pun perempuan mendapat hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki, yaitu di dalam bakat dan bidang yang sesuai dengan keadaan dirinya sebagai perempuan.

Carilah agama lain yang bersikap setegas itu terhadap perempuan.

Kalau dalam beberapa negeri Islam terdapat perempuan tertindas dan tidak diberi hak, itu bukanlah dari Islam, melainkan setelah umat Islam tidak berpedoman pada Islam lagi.

Inilah agaknya yang dijadikan landasan sehingga pada zaman kebesaran Kerajaan Islam Aceh, ada perempuan menjadi Sultanah dan banyak perempuan yang duduk dalam perwakilan rakyat.

Akan tetapi, haruslah diperhatikan bahwa hak-hak perempuan yang diberikan Islam bukanlah menggantikan atau menandingi kedudukan laki-laki.

Misalnya laki-laki menjadi penjaga rumah.

Itu bukan dari Islam, tetapi dari peradaban Barat sejak zaman industri, ekonomi kapitalis yang mengerahkan tenaga perempuan ke medan ramai.

Pertama karena gajinya lebih murah, kedua karena hendak menawan hati pelanggan dengan kecantikannya.

Yang demikian tak ada dalam peraturan Islam.

(6) Kitab Musnad Imam Ahmad Juz 1 hlm. 463.

(7) Lihat Abaqdriyah Khalid oleh Abbas Mahmoud al-Aqqad, hlm. 162.

(8) Bidayatul Mujtahid Juz 1 hlm. 313.

(9) Lihat al-Ahkam Juz 3 hlm. 81.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 157-159, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

NIKAH MUT'AH

"Tetapi orang-orang yang memperturutkan syahwat-syahwat mereka ingin hendak membelok dengan belokan yang besar." (ujung ayat 27).

Tampak pertalian pangkal dengan ujung ayat.

Orang yang beriman diberi peringatan oleh Allah bahwa Allah selalu sedia memberikan tobat. Kita sudah mengetahui arti tobat ialah kembali.

Iman yang sejati ialah selalu tobat.

Meskipun tidak pernah berbuat dosa besar, namun tiap waktu bertobatlah dan kembalilah kepada Allah. Karena dengan itu hawa nafsu dan syahwat akan dapat dikekang atau dikendalikan.

Adapun orang yang tidak bertobat, tidak mengingat hubungannya dengan Allah, hawa nafsu dan syahwat-syahwatnya yang macam-macam tidaklah akan dapat dikendalikannya.

Sehingga meskipun peraturan Allah telah ada, mereka akan mencari dalih juga memutar-mutar dan membelok-belokkan peraturan Allah untuk mencapai hawa nafsunya.

Salah satu dari pembelokan itu adalah apa yang dinamai orang Nikah Mut'ah.

Yaitu mengawini seorang perempuan dengan perjanjian hanya akan bercampur gaul selama beberapa hari saja, atau beberapa minggu, atau sebulan dua, dengan telah ada niat terlebih dahulu di kedua belah pihak bahwa ini hanyalah nikah sementara waktu.

Yang ajaibnya dalam menghalalkan nikah mut'ah ialah perempuan yang dinikahi tidak dimasukkan dalam daftar istri sehingga kalau istrinya sudah 4, istri yang dinikahi secara mut'ah tidak dimasukkan pada yang kelima.

Betul-betul hanya semata-mata untuk melepaskan ketagihan belaka.

Adapun madzhab yang menghalalkan mut'ah ini pada umumnya ialah Madzhab Syi'ah.

Kaum syiah mengatakan bahwa istri mut'ah tidak mendapat warisan kalau lakinya mati, tidak wajib diberi nafkah selain mahar pertama, tidak ada lafazh talak kalau dia diceraikan dan tidak pula ada iddahnya.

Memang menurut riwayat, dalam permulaan peperangan-peperangan, Rasul saw. menghalalkan mut'ah.

Menurut penyelidikan Ahlus Sunnah, Nabi menghalalkannya di permulaan peperangan-peperangan sebagai jalan berangsur (tadrij) untuk menghapuskan perzinaan.

Pendeknya, mengambil perempuan merdeka menjadi istri selama singgah di suatu tempat dan kemudian tempat itu ditinggalkan pula, telah terjadi sejak beribu-ribu tahun yang lalu.

Setelah permulaan terjadi perang dalam Islam, Nabi belum menegurnya, melainkan dilegalisasi (diakui sebagai suatu kenyataan).

Daripada pergi merampoki istri orang, lebih baik disalurkan dengan nama mut'ah sehingga tidak merusak rumah tangga orang lain dan jelas siapa perempuan yang diperistri sementara itu, yang kelak jika ada anak, sahlah menjadi anak daripada laki-laki yang menyetubuhinya.

Tetapi kemudian cara yang seperti ini ditutup mati dan diharamkan.

Lalu disalurkan kepada perempuan tawanan; yaitu sebab laki-laki di negeri itu telah habis mati, perempuannya menjadi tawanan belaka, tidak pula sanggup menebus diri.

Menjadilah mereka hak kepunyaan perguasanya yaitu jadi budak.

Dengan hapusnya mut'ah demikian, habis pulalah kerakusan dan kehausan perang yang dapat merusakkan diri sendiri.

Tetapi sungguh pun demikian, ada riwayat yang menerangkan bahwa Ibnu Abbas berpendapat bahwa peraturan mut'ah masih tetap berlaku sewaktu-waktu.

Menurut riwayat dari salah seorang maula-nya (bekas budaknya, lalu dimerdekakannya dan menjadi muridnya).

Mut'ah dibolehkan oleh Ibnu Abbas di waktu saat yang sangat terpaksa, seperti bolehnya makan daging babi, jika makanan lain tidak ada lagi.

Ibnu Abbas pun menetapkan bahwa jika lahir anak dari perkawinan mut'ah, anak tersebut tetap anak dari si laki-laki tersebut, artinya tetap dapat bagian waris.

Menurut riwayat lain, Ali bin Abi Thalib pernah meminta pertanggunganjawaban Ibnu Abbas tentang pahamnya itu.

Setelah bertukar pikiran, Ibnu Abbas rujuk (kembali) dari pendapatnya itu.

Setelah diselidiki lagi, sebagaimana tersebut dalam Shahih Muslim, Ibnu Abbas memang pernah menyatakan pendapatnya itu dalam pemerintahan Abdullah bin Zubair, dan kemudian dicabutnya kembali.

Pendeknya, banyak penyelidikan menunjukkan bahwa Ibnu Abbas tidaklah berpegang teguh pada pendapat itu.

Dalam satu riwayat dari Tirmidzi, Baihaqi, dan Thabrani dikatakan bahwa mut'ah pada permulaan Islam memang pernah terjadi.

Misalnya seorang laki-laki singgah ke satu negeri, sedang dalam negeri itu tidak ada kenalan karibnya.

Dihubunginyalah seorang perantara, lalu kawin dengan seorang perempuan, untuk selama dia tinggal dalam negeri itu.

Di sanalah disimpannya barang-barangnya dan istirahatlah dia di sana.

Tetapi kebiasaan itu telah dihapuskan dengan datangnya ayat 6 dari surah al-Mu'minuun.

Dengan demikian, tetaplah dia haram sesudah ayat itu turun.

Tetapi riwayat ini dibantah orang.

Sebab di permulaan Islam tidak ada seorang Muslim pun yang berdagang ke luar negeri, singgah di sana dan kawin sementara.

Di permulaan Islam kaum Muslimin yang baru sedikit jumlahnya tidak ada kesempatan keluar, selain dari Hijrah, baik ke Habsyi maupun ke Madinah.

Ahlus Sunnah sudah sependapat semuanya bahwa nikah mut'ah tidak boleh untuk selamanya.

Sebab dalam Al-Qur'an sudah ada peraturan nikah.

Talak, rujuk, 'iddah, dan sebagainya.

Khalifah-khalifah sebagaimana Umar dan Ali telah melarang keras.

Melainkan kaum Syi'ah-lah yang berpegang teguh secara taqlid turun-temurun sehingga nikah mut'ah telah disambungkan orang selalu dengan kaum syi'ah.

Musafir-musafir yang pergi ke negeri Syi'ah, di dalam praktik memang dapat secara "bisik-bisik" minta dicarikan perempuan buat dikawini mut'ah.

Dengan bisik-bisik pula seorang "penghubung" mencarikannya.

Kadang-kadang untuk seminggu, kadang-kadang hanya untuk semalam.

Nikahnya pun secara "rahasia" di tempat tersembunyi.

Sehingga nyata bahwa orang-orang yang menghalalkan pun mengerjakannya dengan malu-malu.

Tandanya perbuatan itu tidak diizinkan oleh hati sanubarinya karena tidak ubahnya dengan mencari perempuan lacur buat ditiduri satu malam, lalu pagi-pagi dibayar sewanya.

Dwight Donaldson menulis dalam bukunya Aqidah Syi'ah bahwa di negeri-negeri syi'ah orang mencari perempuan-perempuan untuk dikawini secara mut'ah dengan "diam-diam" dan malu-malu.

Nyatalah perbuatan ini tidak akan diizinkan oleh Ibnu Abbas, misalnya jika beliau masih hidup.

Ini adalah satu pembelokan maksud agama yang sangat menyolok mata.

Tetapi nikah mut'ah yang memalukan ini telah dihapuskan dengan undang-undang oleh Almarhum Raja Ridha Syah Pahlevi.

Sehingga kalau kita datang ke salah satu negeri syi'ah sekarang ini, misalnya ke Masyhad, atau Isfahan, dan Syiraaz, kalau ada orang menanyakan perempuan untuk di nikah mut'ah, akan dipandang hina dan sama saja dengan seorang pelancong (turis) di negeri lain minta dicarikan perempuan lacur buat dipakai semalam.

Dalam hal ini teringatlah penafsir suatu hal yang kejadian di zaman tentara Jepang berkuasa di Indonesia (1943).

Ketika itu mulai ada latihan tentara Gyu Gun yang dibentuk Jepang dari pemuda-pemuda bangsa Indonesia, guna membantu peperangan Jepang, juga dipergunakan oleh pemimpin bangsa Indonesia guna melatih pemuda kita belajar perang.

Entah siapa yang memberi tahu, ada rupanya kalangan yang menyampaikan kepada tentara Jepang bahwa dalam Islam ada peraturan nikah mut'ah.

Dan pemimpin-pemimpin Indonesia yang tidak mengerti tentang agama turut pula menganjurkan agar ulama-ulama Islam Indonesia menyetujui jika nikah mut'ah diizinkan untuk Gyu Gun.

Sudah ada suara-suara ulama yang lemah pendirian yang hendak membolehkan.

Tetapi ayah dan guru penafsir, Syekh Abdulkarim Amrullah, membantah hal itu dengan sekeras-kerasnya, dengan menjelaskan hukumnya menurut Madzhab Ahlus Sunnah, dan beliau kirimkan bantahan itu kepada pihak-pihak yang memerlukan.

Karena karangan itu beliau bersikap tegas tidak ada orang yang berani lagi membuka-buka masalah itu, dan "ulama" yang nyaris menggadaikan hukum kepada Jepang dengan rasa sangat malu telah menutup mulutnya kembali.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 258-260, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BEBERAPA FATWA

Di pangkal surah telah dimulai menerangkan kewajiban-kewajiban memelihara perempuan. Sebab sebagaimana disebut pada ayat pertama, kita manusia ini adalah dan satu diri. Diri yang satu itulah yang kemudian dibagi Allah menjadi laki-laki dan menjadi perempuan dan tersebar di muka bumi makhluk laki-laki dan makhluk perempuan.

Sebab itu ditariklah perhatian kita kepada urusan perempuan, terutama pula anak yatim perempuan, jangan sampai harta mereka teraniaya.

Sampai keizinan beristri sampai empat, asal untuk menjaga perlakuan adil kepada anak yatim, tetapi dianjurkan lebih baik satu saja kalau takut tidak adil.

Sampai disebut soal harta waris.

Orang perempuan pun mempunyai hak menerima harta waris, bukan laki-laki saja, dan sampai kepada urusan nikah dan bercerai.

Sampai kalau dia bersalah, berbuat yang keji, karena dia telah mendapat hak, dia pun mendapat pula kewajiban buat menerima hukum.

Sehingga seluruh surah ini dinamai surah an-Nisaa', surah dari hal perempuan-perempuan.

Setelah beres urusan perempuan, berdirilah rumah tangga. Setelah berdiri rumah tangga, berdirilah masyarakat dan berdirilah umat. Setelah umat terbentuk, tegaklah dia sebagai satu masyarakat yang teratur, mempunyai kekuasaan di bawah pimpinan Rasul.

Dalam menegakkan kekuasaan bertemulah dia dengan kawan dan lawan; maka disusunlah persaudaraan yang kukuh dan musuh pun dihadapi.

Selalulah diperingatkan dasar hidup, atau pandangan hidup sebagai Muslim, yaitu tauhid. Dijelaskan perbedaannya dengan syirik.

Dengan demikian teraturlah dalam jiwa orang seorang teratur pula dalam masyarakat, teratur pula di dalam menghadapi musuh sehingga sampai diajarkan bagaimana caranya shalat jiwa sedang berperang.

Tetapi di dalam menjalankan itu semuanya, ada lagi beberapa kemusyrikan mengenai perempuan.

Sahabat-sahabat ingin menanyakan lagi kesempurnaannya berkenaan dengan urusan kaum perempuan.

Mereka minta fatwa.

Ini pun mesti dijelaskan,

"Dan mereka meminta fatwa kepada engkau darihal perempuan-perempuan." (pangkal ayat 127).

Yang dahulu pada umumnya sudah jelas, tetapi sekarang setelah peraturan yang lama dijalankan, ada lagi timbul beberapa kemusykilan.

Mereka meminta fatwa.

Fatwa ialah keterangan yang lebih memperinci dalam suatu soal.

"Katakanlah: Allah akan memberi keterangan kepada kamu darihal mereka."

Artinya, kehendak mereka itu agar diberi fatwa yang teperinci tentang urusan yang berkenaan dengan perempuan, akan dikabulkan oleh Allah, sebagaimana dahulu juga telah diberikan.

Permohonan itu secara berangsur-angsur telah diberikan Allah, sebagaimana tercatat dengan jelas dalam beberapa surah.

Telah ada dalam al-Baqarah, diikuti lagi dalam Ali 'Imraan, sekarang di dalam surah an-Nisaa', nanti akan berjumpa lagi di dalam surah an-Nuur, di dalam surah al-Ahzaab, dalam surah al-Mujaadalah, dalam surah al-Mumtahanah, dalam surah ath-Thalaaq, dalam surah at-Tahriim dan tersebar pula dalam surah-surah yang lain, yang umumnya diturunkan di Madinah.

Maka selain dari meminta fatwa umum tentang urusan perempuan, Allah pun mengabulkan permintaan kamu, memberi fatwa dalam masalah yang khusus,

"Dan (juga) apa-apa yang dibacakan kepada kamu di dalam Kitab ini darihal anak-anak yatim perempuan yang tidak kamu serahkan kepada mereka apa-apa yang diwajibkan untuk mereka, padahal kamu ingin menikahi mereka."

Artinya sudah tersebut di dalam kitab Al-Qur'an, telah turun sebagai wahyu suatu fatwa mencela adat jahiliyyah kamu terhadap anak yatim perempuan.

Tidak kamu serahkan harta waris kepunyaan mereka yang sudah berhak menerimanya karena kamu yang mengasuhnya setelah ayahnya mati. Kamu tahan harta itu karena kamu ingin mengawininya sebab dia cantik.

Dicela kamu karena maksud yang tidak baik itu, mengawininya karena kecantikannya dengan maksud jahat yang lain, yaitu supaya hartanya jangan lepas dari tanganmu.

Atau perbuatanmu di zaman jahiliyyah yang lain lagi, harta anak yatim perempuan itu tidak kamu serahkan kepadanya pada waktunya, tetapi karena dia tidak cantik, dia kamu tahan saja dalam wilayahmu. Kamu pun tidak mau menerima pinangan orang lain atau mengawinkannya dengan orang lain. Untuk itu perhatikanlah kembali apa yang telah dibacakan kepada kamu di dalam Al-Qur'an.

Adapun beberapa hadits yang diriwayatkan oleh ibu orang yang beriman, Aisyah r.a. telah kita salinkan pada permulaan surah, ketika menafsirkan ayat kebolehan beristri sampai empat, asal jangan menganiaya harta anak yatim perempuan.

"Dan (juga) darihal anak-anak yang lemah."

Telah dijelaskan juga kepada kamu darihal anak-anak yang lemah itu. Sebab di zaman jahiliyyah anak kecil, sama juga dengan perempuan, sama-sama tidak menerima waris, hanya orang-orang yang telah besar saja mengambil harta itu. Maka telah diberikan fatwa kepada kamu bahwa anak-anak yang lemah itu pun mempunyai hak buat menerima waris.

"Dan bahwa kamu urus anak-anak yatim itu dengan adil."

Pun telah difatwakan kepada kamu, agar harta mereka diserahkan kepada mereka kalau mereka telah dewasa dan dapat mengurusnya sendiri, dan sebelum itu boleh kamu memutarkan hartanya dengan baik, kalau kamu miskin. Tetapi jangan kamu habis musnahkan harta anak yatim, sehingga yang diterimanya kelak hanya hitungan barang yang telah habis saja.

Pendeknya, yang berkenaan dengan anak yatim itu sudah dijelaskan kepada kamu, maka perhatikanlah dengan baik dan jalankanlah.

"Maka apa saja pun yang kamu perbuat darihal kebaikan, sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui-Nya." (ujung ayat 127).

SUAMI NUSYUZ

Sekarang datanglah satu fatwa yang khusus mengenai pergaulan di rumah tangga di antara suami dan istri.

Dahulu telah disebut tentang nusyuz yang berarti si istri durhaka atau tidak senang kepada suaminya.

Maka si suami disuruh mengajari atau berpisah tidur, dan kalau keadaan sudah sangat memaksa boleh dipukul.

Fatwa tentang ini sudah ada dahulu dari ini.

Sekarang ada lagi nusyuz sebaliknya.

Yaitu si suami yang tidak senang atau telah benci atau telah bosan kepada istrinya.

Hal ini biasa kejadian pada orang yang beristri lebih dari satu, atau telah jatuh hati kepada perempuan lain.

"Dan jika seorang perempuan takut (akan timbul) dari suaminya kebencian atau perpalingan, maka tidaklah mengapa atasnya bahwa berdamai di antara keduanya dengan suatu perdamaian." (pangkal ayat 128).

Artinya, jika seorang istri telah merasa takut atau cemas melihat sikap suaminya terhadap dirinya.

Sudah benci atau tidak cinta lagi, atau sudah berpaling hatinya kepada yang lain sehingga menurut pertimbangan perempuan itu suasana ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, sebab kian lama mungkin membawa muram-suramnya rumah tangga, bolehlah dia mengambil sikap dan tidaklah terlarang jika dia memulai (mengambil inisiatif) terlebih dahulu mencari penyelesaian dengan menghubungi suaminya dengan sebaik-baiknya. Supaya dapat jalan yang damai.

Bolehlah atas usul si istri diadakan pertemuan berdua ataupun disaksikan oleh keluarga, guna mencari sebab-sebab perubahan sikap itu, apa ini tersebab si istri supaya diperbaikinya atau keadaan itu sudah tidak dapat diperbaiki lagi.

Misalnya si perempuan sudah tua atau banyak anak atau sakit-sakitan.

Bolehlah diambil perdamaian, misalnya asal jangan bercerai, biarlah giliran si istri tua itu diberikan kepada yang muda, atau si laki-laki mengakui terus terang, memang dia tidak kuat beristri dua dan memang dia berniat hendak menceraikannya.

Tetapi kalau si istri dapat membebaskannya dari memberi nafkah, nafkah zahir atau nafkah batin, si suami tidak keberatan melanjutkan pergaulan.

Atau sebagaimana yang telah dibukakan pintunya di surah al-Baqarah ayat 229; ada persesuaian bercerai juga jadinya, tetapi si perempuan menebus talak (khulu') untuk mengganti kerugian si suami, yang di zaman kita sekarang ini kadang-kadang dimasukkan orang dalam ta'liq talak.

Pendeknya, tidaklah disalahkan oleh peraturan Allah jika si perempuan yang mengemukakan ini kepada suaminya dengan jalan damai.

Lalu datang lanjutan ayat memujikan hal itu,

"Dan perdamaian adalah jalan yang baik."

Dengan sambungan ayat ini berarti bukan saja tidak berhalangan jika si istri yang mulai mengambil langkah, bahkan dipujikan.

Dalam kalimat itu terkandung lagi rahasia yang lain.

Yaitu bahwa sebelum langkah ini dilangsungkan hendaklah ditimbang masak-masak terlebih dahulu oleh perempuan itu.

Jangan hanya menurutkan perasaan.

Karena kalau bermusyawarah karena pengaruh perasaan saja, bukanlah perdamaian yang akan timbul melainkan perselisihan.

Karena ada setengah laki-laki karena sangat repot dan sangat sibuk mengurus pekerjaannya di luar, kadang-kadang terbawa-bawa ke dalam rumah tangga sehingga seakan-akan istrinya tidak dipedulikannya, atau terkurang nafkah harta karena dia di dalam susah, atau terkurang syahwat kelamin karena kerap kali nafsu setubuh menjadi kendur karena pikiran yang kacau, sedang setengah perempuan lekas cemburu, lekas merasa dirinya tidak dipedulikan.

Tetapi hendaklah perempuan ini mengambil langkah yang cocok buat menjalankan tuntunan Allah di ayat ini, bukanlah perasaan yang tersinggung yang dikemukakannya, melainkan mencari jalan yang baik buat mereka berdua.

Apatah lagi kalau anak sudah berdua bertiga.

Dia sebagai ibu tentu akan menenggang juga perasaan anak-anaknya.

Lantaran menilik keadaan dirinya sendiri, dan pihak suaminya dan pihak anak-anak, bahkan pihak keluarga, jalan yang sebaik-baiknya ialah berdamai.

Tetapi di dalam menempuh perdamaian itu Allah pun memperingatkan salah satu kelemahan manusia. Lanjutan firman Allah,

"Padahal jiwa-jiwa itu diberi perasaan degil."

Dengan ini Allah memberi peringatan bahwa mencari jalan damai itu kadang-kadang ada pula kesulitannya, yaitu bahwa jiwa-jiwa kita ini ada rasa degil.

Yaitu tidak mau memberi, tidak mau mengalah, dan selalu hendak mencoba menimpakan kesalahan kepada orang lain.

Bagaimanapun berkasih sayangnya dua orang suami istri, bila mereka telah berhadap-hadapan karena mempertahankan hak, yang dipertahankan ialah hak diri.

Si suami menuduh bahwa istrilah yang salah.

Si istri menuduh si suamilah yang salah dan tidak melaksanakan kewajiban.

Si istri menuduh suami tidak cukup memberi nafkah.

Si suami menuduh bahwa istrinyalah yang tidak taat, sebab itu dia tidak wajib memberi nafkah kepada istri yang durhaka (nusyuz) Kesudahannya berpusing-pusing sebagai mehasta kain sarung.

Atau bertengkar mana yang dahulu, telur ayam atau ayam; ayam atau telur.

Bagaimana mengobatinya supaya rasa degil yang telah jadi naluri jiwa itu dapat diatasi? Obatnya telah ditunjukkan oleh lanjutan ayat,

"Dan bahwa jika kamu berbuat baik dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah adalah Amat Tahu akan apa yang kamu perbuat." (ujung ayat 128).

Ujung ayat ini menyuruh melawan dan mengatasi kedegilan jiwa dengan berbuat baik kepada sesama manusia, terutama si suami berbuat baiklah kepada istrinya.

Si istri mengalahlah dan jangan terlalu banyak tuntutan.

Lawanlah kedegilan yang bersarang dalam jiwa.

Ingatlah bahwasanya selarut selama ini suatu rumah tangga dapat tegak dengan bahagianya ialah karena di kedua belah pihak sama-sama suka mengalah dan suka berkorban.

Cinta di antara satu sama lain menyebabkan sudi memberi dan menerima sehingga kedegilan itu dapat dikalahkan.

Apatah lagi setelah berbuat baik dijadikan adat kebiasaan dan perangai, lalu dipatrikan dengan takwa kepada Allah.

Apabila kehidupan telah diberi saripati dengan takwa kepada Allah, Allah akan memberikan bimbingan dan perlindungan-Nya, sebab Dia mengetahui segala perbuatan dan tindak-tanduk kita.

Dengan demikian selain dari mempertahankan hak masing-masing, ada lagi yang lebih tinggi, yaitu tawakal kepada Allah.

Perdamaian karena perempuan takut nusyuz suami, hampir serupalah dengan syiqaq yang telah tersebut di ayat 34 dahulu itu. Cuma syiqaq telah dicampuri oleh orang lain.

Merekalah yang memutuskan sendiri dengan dasar maksud-maksud baik dan takwa, apakah mereka akan bersuami istri terus, tetapi si suami diringankan daripada beban nafkah dan giliran hari, atau si perempuan akan membayar tebus-talak (khulu') supaya dia terlepas dari ikatan suaminya.

Menurut riwayat Bukhari, orang bertanya kepada Aisyah r.a. tentang maksud ayat 128 ini. Kata beliau,

"Seorang laki-laki mempunyai seorang istri yang sudah tua, sehingga tidak ada lagi yang diharapkannya dari perempuan itu menurut adat suami istri sehingga kadang-kadang telah berniat dia menceraikannya. Perempuan itu mengerti perasaan suaminya. Lalu dia berkata, "Engkau saya bebaskan dalam hal yang berkenaan dengan diriku."

Ali bin Abi Thalib ditanyai orang pula tentang tafsir ayat ini. Ali berkata,

"Seorang laki-laki mempunyai seorang istri. Tetapi hatinya mulai bosan dengan perempuan itu, baik karena rupanya tidak menarik, atau karena telah tua, atau karena buruk perangainya, atau karena membosankan. Sedang perempuan itu sendiri merasa sedih akan diceraikannya. Maka jika perempuan itu meringankan pembayaran maharnya sekadarnya, halallah itu bagi si suami. Jika si suami dibebaskan dari giliran hari, tidaklah suami itu dipandang bersalah lagi." (Riwayat Abu Dawud dan ad-Daruquthni).

Ketika ditanya orang Abdullah bin Umar tentang ayat ini, dia menjawab pula,

"Yang tersebut dalam ayat ini ialah perempuan yang usianya telah amat lanjut dan tidak beranak. Lalu suaminya kawin dengan seorang perempuan yang lebih muda karena mengharap akan dapat anak. Maka jika mereka berdua berdamai dibolehkanlah itu oleh syara." (Artinya tidaklah salah laki-laki itu jika dia tidak memulangi istrinya yang telah dua itu lagi, dengan tidak menceraikannya, asal dengan berdamai terlebih dahulu).

Contoh-contoh dalam hal ini telah diperbuat sendiri oleh istri beliau yang kedua, sesudah Khadijah. Yaitu ibu orang beriman, Siti Saudah.

Dirawikan oleh al-Hakim, diterimanya dari 'Urwah, dari Aisyah, bahwa dia berkata,

"Wahai anak saudara perempuanku! Rasulullah tidaklah melebih mengurangkan di antara kami semuanya dalam giliran. Hampir tiap hari beliau mendatangi semua kami, dia singgah ke rumah tiap-tiap kami dengan tidak menyentuh sehingga sampai ke rumah siapa yang datang gilirannya, di sanalah beliau bermalam. Tetapi Saudah binti Zam'ah, sebab sudah tua, dihadiahkannyalah hari gilirannya kepadaku. Katanya kepada Rasulullah, "Hariku ini biarlah untuk Aisyah!" Anjurannya itu beliau terima."

Tersebut pula dalam hadits lain yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim, Aisyah berkata,

"Setelah Saudah binti Zam'ah merasa dirinya tua, dihibahkannyalah hari gilirannya kepadaku."

Sejak itu Aisyah mendapat dua hari.

Inilah contoh dari rumah tangga Rasulullah saw. sendiri.

Banyaklah perempuan yang sama keadaannya dengan Saudah, istri Rasulullah saw. yang pertama sesudah Khadijah wafat.

Dia telah tua dan berjasa kepada suaminya, dia orang patut dihormati, tetapi dia tidak sanggup lagi memenuhi kewajiban istri dalam urusan kelamin, sedang suaminya masih bertenaga.

Perempuan seperti ini dengan jiwa besar memberi kelapangan suaminya berkawin lagi dengan yang lebih muda, dan perempuan itu dengan secara jiwa besar memberi tahu kepada suaminya, dia boleh kawin, tetapi aku jangan diceraikan.

Sebab baginya yang teramat penting ialah menjadi istri terhormat, bukan ribut-ribut bertengkar tidak tahu malu dengan istri muda suaminya.

Apatah lagi kalau perempuan itu telah beranak bermenantu dan bercucu-cucu pula.

Perempuan demikian telah benar-benar menjadi teman hidup dari suaminya, bukan lagi teman tidur!

Perempuan demikian dihormati oleh suaminya dan anak-anaknya!

Dalam ayat ini kita melihat betapa Allah membuka pintu kepada kebesaran jiwa bagi seorang perempuan yang tidak diladeni lagi oleh suaminya, dalam soal kelamin.

Dan menganjurkan pula kepada laki-laki supaya tetap memegang teguh perempuan itu dan jangan melepaskannya dari ikatan nikah kawin sampai keduanya diceraikan oleh pintu kubur.

PAYAH MENJAGA KEADILAN BERISTRI BANYAK

"Dan sekali-kali tidaklah kamu akan sanggup berlaku adil di antara perempuan-perempuan, bagaimana pun kamu menjaga." (pangkal ayat 129).

Yang tidak sanggup mengadilkannya ialah hati.

Belanja rumah tangga bisa diadilkan bagi yang kaya.

Pergiliran hari dan malam pun bisa diadilkan.

Tetapi cinta tidaklah bisa diadilkan, apatah lagi syahwat dan nafsu setubuh.

Tafsir begini pun telah dinyatakan oleh Ibnu Abbas dan lain-lain.

Kecenderungan kepada yang seorang dan kurang cenderung kepada yang lain adalah urusan hati belaka.

Siapakah yang dapat memaksa hati manusia? Dan Allah yang telah menakdirkan demikian pun tidaklah memaksa hati manusia pada perkara pembagian hari dan waktu, sangatlah adil Nabi kita.

Semua istrinya didatanginya dengan bergilir, baik yang telah amat tua sebagaimana Saudah yang di Madinah sudah berusia lebih dari 70 tahun atau Aisyah yang baru berusia belasan tahun.

Meskipun pada malam harinya giliran Saudah dengan ridha Saudah sendiri telah diberikannya kepada Aisyah.

Dalam hal tidak dapat mengadilkan hati itu, Rasulullah saw. bermohon kepada Allah dalam doanya yang terkenal,

"Ya, Allah-ku, inilah pembagian yang dapat aku berikan pada perkara yang dapat aku kuasai. Maka janganlah Engkau sesali aku dalam perkara yang hanya Engkau menguasai, dan aku tidaklah berkuasa." (HR. Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan).

Lantaran itu datanglah lanjutan firman Allah,

"Sebab itu janganlah condong terlalu condong, sehingga kamu biarkan dia laksana barang tergantung."

Artinya sebagai seorang yang beriman, yang sadar bahwa laki-laki dapat mengekang kecenderungan kamu itu.

Meskipun hati tidak dapat dipaksa, namun laki-laki yang bijaksana akan dapat mengendalikan diri.

Apatah lagi bilamana dari istri-istri yang berbilang itu telah dianugerahi Allah anak-anak.

Tidak pun hatimu condong kepada seorang istri, ingatlah bahwa dia adalah ibu anak-anakmu.

Perlakuan tidak adil dari ayah kepada ibunya akan meninggalkan kesan yang tidak baik pada anak-anakmu terhadap kamu sebagai ayahnya.

Sebab itu sekali-kali jangan dijadikan istri yang kurang dicintai itu laksana barang tergantung. Tergantung tidak bertali, terkatung-katung.

Jangan sampai ada aniaya terhadap jiwanya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 473-478, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AWAS DAN WASPADA

Pelajaran Rasulullah diteruskan oleh khalifah-khalifah yang datang di belakang.

Ketika mengirim Khalid bin Walid menjadi panglima perang menaklukkan pemberontak di Yamamah, yaitu nabi palsu Musailamah al-Kadzdzab, Abu Bakar berkata kepada Khalid,

"Perangi mereka dengan alat perang seperti yang mereka pakai. Mereka dengan pedang, kita pun dengan pedang. Mereka dengan panah, kita pun dengan panah."

Kata Abu Bakar ini penting diperluas untuk zaman seterusnya,

"Mereka dengan mitraliur, kalian pun dengan mitraliur. Mereka dengan meriam kanon, kalian pun dengan meriam kanon. Mereka memakai kapal udara dan kalian pun memakai kapal udara,"

Dan seterusnya.

Salah satu kata yang terlukis dalam hati pula ialah perkataan Umar bin Khaththab,

"Ajarlah anak-anakmu berenang dan melempar, hendaklah mereka pandai melompat ke atas kuda sekali lompat!"

Oleh sebab itu, ketika Sa'ad bin Abu Waqqash meminta izin dari Khalifah Umar mendirikan Kaufah, beliau menyatakan persetujuan atas maksud itu.

Beliau pesankan pula bahwa ada dua tempat yang terlebih dahulu wajib didirikan, yaitu masjid tempat bershalat dan tanah lapang tempat latihan perang.

Dengan ini dapat diambil kesimpulan bahwasanya agama memujikan apabila segala macam olahraga untuk meningkatkan kesehatan bangsa dimajukan.

Di zaman kita sekarang ini seluruh bangsa di dunia memajukan segala macam atletik sehingga badan pemuda senantiasa sehat.

Sehat tubuh menyebabkan sehatnya jiwa dan cerdasnya pikiran, selalu bersedia, siap, dan waspada apabila sewaktu-waktu negara memanggil.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 363, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SHALAT QASHAR DAN SHALAT PERANG

Shalat Hadhar yaitu sedang menetap dalam negeri, tidak ke mana-mana.

Menurut segala keterangan dari sahabat-sahabat Rasulullah saw. yang berwenang ini, yaitu Umar, Ibnu Abbas, dan Aisyah, jika di dalam perjalanan kita mengerjakan shalat semestinya 4 rakaat menjadi 2 rakaat, bukanlah karena di-qashar-kan, melainkan memang sudah seyogianya shalat dalam perjalanan mesti 2 rakaat.

Malahan Aisyah menegaskan bahwa asal mula shalat fardhu itu semuanya 2 rakaat, setelah pindah ke Madinah barulah untuk shalat orang yang telah menetap itu ditambahkan shalat pada waktu Zhuhur, Ashar, dan Isya menjadi 4 rakaat.

Dari keterangan-keterangan inilah timbul segolongan besar ulama sahabat dan tabi'in dan lain-lain berpendapat bahwa shalat 4 rakaat menjadi 2 rakaat dalam musafir bukanlah meng-qashar, tetapi adalah perintah Allah.

Kesimpulan:

Pendapat bahwa shalat dalam musafir adalah 2 rakaat, sebab itu mengerjakan bukanlah rukhshah, melainkan suatu kemestian, jauh lebih kuat daripada pendapat yang mengatakan hanya rukhshah.

Imam Syafi'i yang berpendapat rukhshah tadi, kalau bertemu hadits yang shahih, sudah pasti beliau akan berpegang kepada yang shahih itu jua. Sebab dengan tegas beliau telah pernah menjelaskan madzhabnya, yaitu bahwa hadits yang shahih itulah madzhabku.

Meskipun demikian, satu-satu waktu agaknya kita akan bertemu pula keadaan yang lain yang menyebabkan keempat pendapat yang disebutkan oleh al-Qasimi tadi harus kita tinjau dengan tidak kaku.

Misalnya kita dalam satu perjalanan (musafir). Lalu singgah dua tiga hari di satu kota dan kita pun masuklah ke dalam satu masjid padahal orang akan melakukan shalat Isya misalnya dengan berjamaah.

Maka adalah suatu keadaan lain yang akan kita pertimbangkan ketika itu sehingga kita melakukan shalat (Isya 4 rakaat) menurut shalatnya jamaah itu, karena menghormati shalat jamaah itu sendiri.

Apatah lagi bagi seseorang ulama yang menjadi tetamu dalam satu kota.

Terlalu kakulah sikapnya kalau dia mengelakkan diri lalu berkata,

"Aku tidak dapat menjadi imam kamu, sebab aku musafir. Shalat Isya-ku hanya 2 rakaat!"

Padahal pahala jamaah itu pun harus menjadi pertimbangan pula.

Kalau dia hendak tetap qashar sebaiknya dia memberi keterangan kepada hadirin tentang sebab-sebabnya.

Karena orang yang tidak alim lebih banyak dari yang alim.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 423-425, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TINGKAT MARTABAT KARENA PERJUANGAN

Arti jihad ialah kerja keras, bersungguh-sungguh ataupun berjuang.

Agama tidaklah akan tegak kalau tidak ada semangat berjuang.

Kadang-kadang arti jihad dikhususkan kepada menghadapi peperangan.

Setelah berhijrah ke Madinah datanglah perintah jihad, yang telah berkhusus artinya kepada berperang.

Tetapi di zaman Rasulullah saw. perintah berperang barulah umum saja kepada barangsiapa yang ada kesanggupan berkorban, dengan mengorbankan harta dan dituruti juga dengan mengorbankan jiwa.

Kerap kali terjadi kepada seluruh mujahidin yang akan pergi berperang itu diminta terlebih dahulu mengeluarkan pengorbanan harta untuk belanja perang. Bahkan alat senjata yang dibawa pergi berperang hendaklah diusahakan sendiri.

Ulama-ulama ahli fiqih menetapkan hukum bahwasanya pergi berjihad ke medan perang setelah nafiri panggilan perang berbunyi adalah fardhu kifayah hukumnya. Artinya telah terlepas kewajiban itu dari pundak semua umat, apabila telah ada yang menyanggupinya. Tetapi apabila musuh masuk ke dalam negeri, jihad menjadi fardhu 'ain; artinya semua orang dengan sendirinya menjadi mujahid, menjadi tentara memanggul senjata.

Pada masa itu tentara belum diatur sebagaimana sekarang, yang dinamai pertahanan wajib.

Oleh sebab itu, sebelum ayat yang kita tafsirkan ini turun, kalau ada orang yang tidak pergi, padahal dia tidak berhalangan, mendapat saja celaan batin dari masyarakat zaman Rasul, tetapi belum ada teguran. Oleh karena belum ada teguran, maka orang yang pemalas pun bisa mencari atau mengemukakan berbagai dalil mengapa dia tidak berkorban harta benda dan jiwa.

Maka datanglah ayat ini,

"Orang-orang yang duduk dari kalangan orang-orang yang beriman yang tidak berhalangan, tidaklah sama dengan orang-orang yang berjihad pada jalan Allah dengan harta benda mereka dan diri-diri mereka."

Menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari, ayat ini turun ketika akan terjadi Peperangan Badar. Kita dapat memahami apabila kita tinjau riwayat Peperangan Badar, mengapa ayat ini turun. Rasulullah sendiri pada mulanya berat sangkaan beliau bahwasanya seluruh Muhajirin akan sudi turut berperang ke Badar menghadapi musyrikin yang telah mengusir mereka dari kampung halaman mereka. Tetapi kaum Anshar belum dapat dipastikan oleh Rasulullah saw. apakah mereka akan turut berperang atau tidak. Sebab dalam perjanjian semula, dalam Bai'atul Aqabah, tidak tersebut bahwa orang Madinah pun (Anshar) akan suka pula turut dalam peperangan itu, kalau akan pergi mengeluari orang Quraisy, jauh ke luar kota Madinah. Tetapi dalam pertemuan bersama, pimpinan-pimpinan telah menegaskan, walaupun merenangi lautan, mereka pun akan sudi pergi menurut Rasul, dan mereka tidak akan membiarkan beliau sendirian, sebagaimana Bani Israil pernah mengatakan kepada Nabi Musa, "Pergilah engkau bersama Allah engkau, dan biarkanlah kami duduk di sini!"

Maka ayat ini telah menunjukkan bahwa apabila seruan perang telah datang, hendaklah sekalian Mukminin, sebagai akibat yang wajar dari iman, bersedia berjuang dengan harta benda dan dengan nyawa sekalipun.

Barangsiapa yang turut pergi berjuang, maka derajatnya akan lebih tinggi daripada yang tidak pergi.

Ayat ini berkesan amat dalam di hati seluruh Mukmin di zaman itu, laki-laki dan perempuan, bahkan kanak-kanak pun bersedia untuk berperang.

Sampai mereka disuruh bergumul oleh Nabi, diuji mana yang lebih kuat untuk dibawa dan yang belum kuat disuruh sabar untuk dibawa di lain waktu.

Menurut sebuah hadits Bukhari pula, ketika ayat ini turun, seorang Muhajirin yang buta, yaitu Ibnu Ummi Maktum mengatakan di hadapan Nabi bahwa dia pun ingin ikut serta pergi berjihad.

Sebab dia ingin mendapat derajat kelebihan sebagai mujahid, daripada hanya duduk saja di rumah.

Tetapi kata riwayat itu Rasulullah saw. telah menjelaskan suku ayat tadi, yaitu,

"Yang tidak berhalangan."

Oleh sebab itu, orang buta, orang pincang, ataupun orang sakit adalah berhalangan; tidaklah kena dalam ayat ini.

Meskipun mereka tidak pergi berjihad, tidaklah rendah derajat mereka, sebagai derajat orang yang tinggal duduk saja.

Maka datanglah sambungan ayat,

"Allah telah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta benda mereka dari diri-diri mereka itu, daripada orang-orang yang duduk, satu derajat."

Ayat ini telah menjelaskan, walau bagaimana, namun orang yang pergi berperang, berkorban dengan harta benda, dan menyediakan diri sendiri buat mati lantaran menegakkan Agama Allah ini, pasti lebih tinggi derajatnya daripada orang yang hanya duduk saja, walaupun yang duduk itu mengaku beriman juga.

"Tetapi untuk tiap-tiap satu dari keduanya."

Yaitu yang turut pergi berperang dan yang duduk saja di rumah.

"Telah dijanjikan Allah kebaikan."

Tegasnya, yang berjihad dan yang duduk saja, sama-sama mendapat pahala juga dari Allah, tetapi sudah terang bahwa derajat pahala yang diterima oleh orang yang pergi berjihad itu tentu lebih tinggi.

Dapatlah dipahami bahwa orang yang duduk, tidak pergi berjihad itu tentu ada halangan lain yang tidak memungkinkannya turut pergi. Tetapi sungguh pun dia tidak turut pergi, dia tetap beriman juga.

Bahkan ada yang tetap hendak pergi juga, tetapi apa boleh buat, ada sesuatu hal yang menghalangi. Misalnya seorang yang tengah memelihara ayah atau anaknya yang sedang sakit keras.

Ketika Rasulullah saw. memimpin Perang Tabuk, di tengah jalan beliau berkata bahwa di Madinah masih tinggal beberapa kaum, yang bukit mana pun yang kamu daki, lembah mana pun yang kamu lalui, namun mereka ada bersama kamu. Lalu sahabat-sahabat bertanya,

"Bagaimana demikian, ya Rasul Allah? Padahal mereka tinggal di Madinah?"

Beliau menjawab,

"Mereka ingin pergi, tetapi ada halangan yang menghambat."

Malahan ada yang telah siap dengan segala senjata dan perbekalan, tetapi terpaksa disuruh pulang, dan mereka menangis seketika disuruh pulang.

Sebab kendaraan tidak cukup buat membawa mereka. Satu unta hanya memuat dua orang, paling banyak tiga.

Dalam ayat ini disebutkan bahwasanya berjihad itu adalah dengan dua cara.

Pertama dengan harta.

Kedua dengan diri sendiri; yaitu turut pergi dan sedia mati, syahid fii Sabilillah.

Maka datanglah janji ketegasan dari Allah sekali lagi, bahwa walaupun yang pergi dan yang tidak pergi sama juga mendapat pahala karena sama beriman, namun yang pergi berjihad mendapat derajat yang istimewa juga.

"Dan Allah telah melebihkan orang-orang mujahidin, daripada orang-orang yang duduk (dengan) ganjaran yang besar." (ujung ayat 95).

Oleh sebab itu, kalau tidak ada halangan yang besar, lebih baiklah pergi.

Apalah artinya iman, kalau tidak ada kesanggupan berjihad.

Di dalam satu hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Said al-Khudri, ada tersebut bahwasanya di dalam surga itu ada 100 derajat (tingkat) yang telah disediakan Allah untuk orang-orang yang berjihad pada jalan Allah.

Jarak di antara satu tingkat dengan yang lain, sejauh jarak langit dan bumi.

Menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh an-Nasa'i, dari Abdullah bin Mas'ud, satu panah yang dipanahkan kepada musuh telah dapat mencapai satu derajat. Apakah lagi apabila segenap tenaga telah dicurahkan, pedang telah dihunus, tombak telah diangkat, kuda sudah diserbukan; esa hilang dua terbilang!

Oleh sebab itu, datanglah ayat selanjutnya menjelaskan lagi apakah ganjaran yang besar itu,

"(Yaitu) beberapa derajat daripadanya."

Yaitu menurut derajat dan tingkat-tingkat iman ketika berjuang, diikuti oleh tenaga yang dicurahkan,

"Dan ampunan,"

Segala dosa diampuni oleh Allah karena perjuangan itu nyata tumbuh dari iman.

Yang kecil-kecil telah diberi ampun dengan sendirinya, sebab si hamba telah sanggup memberikan pengorbanan yang besar, yaitu harta dan jiwanya;

"Dan rahmat."

Yaitu kasih dan sayang Allah dan nikmat kurnia yang tiada tepermanai.

Kalau umur panjang, tidak tewas dalam peperangan dan beroleh kemenangan, tercapailah mati yang semulia-mulianya, yaitu mati syahid.

Karena sudah nyatalah dalam edaran hidup manusia, bahwasanya nilai kehidupan yang telah ditempuh, selalu ditentukan oleh sifat kematian.

"Dan adalah Allah itu Pengampun,"

Bagi kelalaian dan keteledoran dan,

"lagi Penyayang."

Bila Allah menunjukkan kedua asma-Nya yang tinggi itu, yaitu Ghafur dan Rahim, maksudnya ialah guna menguatkan janji-Nya bahwa bagi mujahidin Dia akan melimpahkan ampunan dan rahmat.

Dalam Perang Uhud, ada diriwayatkan bahwa seorang pemuda melalui malam pertama perkawinan.

Pagi-pagi sebelum dia mandi janabat, terdengar olehnya di halaman tentara Islam telah berangkat.

Lalu dilekatkan celananya, disandangnya alat senjata dan dia kejarnya angkatan perang itu, lalu pergi bersama-sama berjuang dan dia mati syahid dalam perjuangan itu.

Di waktu itu Allah tidak menyuruh periksa lagi mengapa dia belum mandi janabat; dosanya telah diampuni!

Dalam peperangan penaklukkan benteng Yahudi di Khaibar, seorang budak hitam pengembala telah masuk Islam pagi-pagi dan turut berjuang tengah hari.

Sebelum dia sempat mengerjakan shalat Zhuhur dia telah mencapai syahidnya.

Tidak sempat mengerjakan shalat Zhuhur.

Hal kecil-kecil telah habis apabila orang telah membuktikan imannya dengan kesanggupan jihadnya, apatah lagi kalau nyawa yang telah dia berikan.

Dalam satu hadits yang shahih Rasulullah pernah mengatakan bahwasanya segala dosa di antara seorang hamba dan Tuhannya, telah diampuni Allah apabila hamba itu telah syahid pada jalan Allah, kecuali hanya utangnya kepada manusialah yang tidak dibebaskan oleh Allah, sebab itu adalah sangkut-pautnya dengan manusia.

Maka seorang yang beriman, apabila dibacanya ayat ini, diketahuinya bahwa Allah Pengampun dan Penyayang telah memberi ampun dan kasih sayang pula kepada orang itu.

Mengapa pula dia akan keberatan meniru sifat Allah, yaitu memberi ampun dan menyayangi, memberi maaf dan melepaskannya dari utang?

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 408-411, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu makan harta-harta kamu di antara kamu dengan batil, kecuali bahwa ada dalam perniagaan dengan ridha di antara kamu." (pangkal ayat 29).

Mula-mula ayat ini ditujukan kepada orang yang beriman.

Karena orang yang telah menyatakan percaya kepada Allah, akan dengan taat dan setia menjalankan apa yang ditentukan oleh Allah.

Apabila golongan yang setia menjalankan perintah Allah karena imannya, telah memberikan contoh yang baik, niscaya yang lain akan menurut.

Kepada orang yang beriman dijatuhkan larangan, jangan sampai mereka memakan harta benda, yang di dalam ayat disebut harta-harta kamu hal inilah yang diperingatkan terlebih dahulu kepada Mukmin.

Yaitu bahwasanya harta benda itu (baik yang di tanganmu sendiri maupun yang di tangan orang lain) semuanya itu adalah harta kamu.

Lalu harta kamu itu, dengan takdir dan kurnia Allah Ta'aala, ada yang diserahkan Allah kepada tangan kamu dan ada yang pada tangan kawanmu yang lain.

Lantaran itu betapa pun kayanya seseorang, sekali-kali jangan dia lupa bahwa pada hakikatnya kekayaan itu adalah kepunyaan bersama juga.

Di dalam harta yang dipegangnya selalu ada hak orang lain yang wajib dia keluarkan apabila datang waktunya.

Orang yang miskin pun hendaklah ingat pula bahwa harta yang ada pada tangan si kaya ada juga haknya di dalamnya.

Hendaklah dipeliharanya baik-baik.

Datanglah ayat ini menerangkan bagaimana hendaknya cara peredaran harta kamu itu.

Mentang-mentang semua harta benda adalah harta kamu bersama, tidaklah boleh kamu mengambilnya dengan batil.

Arti batil ialah menurut jalan yang salah, tidak menurut jalan yang sewajarnya.

"Kecuali bahwa ada dalam perniagaan dengan ridha di antara kamu."

Kalimat perniagaan yang berasal dari kata tiaga atau niaga.

Yang kadang-kadang disebut pula dagang atau perdagangan adalah amat luas maksudnya.

Segala jual dan beli, tukar-menukar, gaji-menggaji, sewa-menyewa, impor dan ekspor, upah-mengupah, dan semua menimbulkan peredaran harta benda, termasuk dalam bidang niaga.

Dengan jalan niaga, beredarlah harta kamu, pindah dari satu tangan kepada tangan yang lain dalam garis yang teratur.

Pokok utamanya ialah ridha, suka sama suka dalam garis yang halal.

Kita misalkan, seseorang mempunyai kepandaian tukang.

Hartanya ialah kepandaian tukangnya itu.

Seorang lagi memerlukan mendirikan sebuah rumah, dia sendiri tidak mempunyai kepandaian untuk mendirikan rumah.

Dia hanya mempunyai uang buat membeli kepandaian si tukang tadi untuk membangun rumahnya.

Kepandaian si tukang adalah harta kamu bagi yang menginginkan rumah dan uang upah yang akan diterima si tukang adalah harta kamu bagi si tukang.

Kalau dia disuruh mengerjakan rumah, padahal upahnya tidak dibayar, itu adalah salah satu perbuatan mengambil harta kamu dengan jalan yang batil.

Atau dikhianati oleh tukang tadi karena pekerjaan yang tidak sempurna sehingga tidak sepadan upah yang telah diterimanya dengan buruknya pekerjaannya; ini pun mengambil harta kamu dengan batil.

Bolehlah orang berpikir, karena kalau demikian di dalam ajaran Islam yang menyebut harta kamu ini tampaknya terdapat apa yang sekarang kita namai sosialisme.

Penafsiran bisa diperpanjang diperluas, namun kenyataannya ialah begitu!

Segala pengicuhan, kecurangan, korupsi, berbeda mutu barang yang sebenarnya dengan reklame iklan yang berlebih-lebihan, tidak tepat menyelesaikan barang yang ditempahkan dengan janji yang telah diperbuat, mengurangi mutu pekerjaan yang diupahkan, mencuri, memeras, dan sebagainya, semuanya itu adalah termasuk memakan harta benda kamu di antara kamu dengan batil.

Batil menggencet upah buruh.

Slowly atau berlalai-lalai bekerja sehingga produksi keluar di bawah ukuran; juga memakan harta kamu di antara kamu dengan batil.

Orang kaya yang tidak mau mengeluarkan zakat, berat sangat berderma, berwakaf, bersedekah, dan berkorban untuk kepentingan umum, adalah memakan harta kamu diantara kamu dengan batil.

Bahkan hidup yang sangat menonjolkan kemewahan sehingga menimbulkan iri hati dan benci kepada si miskin, pun termasuk memakan harta kamu di antara kamu dengan batil.

Yang kita kagum ialah kemajuan ilmu pengetahuan ekonomi modern di zaman sekarang telah sampai kepada inti sari maksud ayat ini.

Ekonomi telah diartikan dengan kemakmuran.

Ekonomi yang kacau ialah memakan harta kamu di antara kamu dengan batil di mana yang kaya sudah sangat kaya berlimpah-limpah dan yang miskin sampai menanggung lapar sebab 1 liter beras saja pun harus dicarinya dengan keringat, air mata, dan darah.

Lantaran inilah timbul cita-cita keadilan sosial.

Kemudian datanglah lanjutan ayat,

"Dan janganlah kamu bunuh diri-diri kamu."

Di antara harta dengan diri atau dengan jiwa, tidaklah bercerai-tanggal.

Orang mencari harta buat melanjutkan hidup.

Selain kemakmuran harta benda, hendaklah pula terdapat kemakmuran atau keamanan jiwa.

Sebab itu di samping menjauhi memakan harta kamu dengan batil, janganlah terjadi pembunuhan.

Tegasnya janganlah berbunuhan karena sesuap nasi.

Jangan kamu bunuh diri-diri kamu.

Segala harta benda yang ada, pada hakikatnya ialah harta kamu.

Segala nyawa yang ada, pun adalah pada hakikatnya nyawa kamu.

Diri orang itu pun diri kamu.

Ini jelas lagi di dalam surah al-Maa'idah ayat 32.

"Barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena (dia membunuh) seseorang, atau karena membuat kerusuhan di bumi, maka seolah-olah dia itu membunuh manusia semuanya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seseorang, maka seakan-akan dia itu menghidupi manusia semuanya." (al-Maa'idah: 32).

"Sesungguhnya Allah amat sayang kepada kamu." (ujung ayat 29).

Allah menyuruh atur dengan baik dalam memakan harta kamu dan Allah melarang kamu membunuh diri kamu, baik orang lain apatah lagi diri kamu sendiri.

Karena kalau peraturan Allah dalam hal harta tidak kamu turuti, masyarakatmu akan kacau.

Rampok-merampok, kicuh-mengicuh akan terjadi.

Allah sayang kepadamu.

Allah tidak senang kamu kacau.

Allah melarang membunuh diri kamu.

Karena kalau orang lain dibunuh, timbullah dendam yang tidak berkesudahan.

Kalau kamu bunuh diri kamu sendiri, soalmu tidak akan selesai hingga itu.

Masyarakat yang engkau tinggalkan karena engkau membunuh diri tidaklah akan menyesal karena hilangnya seorang yang lemah dan pengecut menghadapi hidup.

Keluarga yang engkau tinggalkan niscaya menderita karena salahmu itu.

Apatah lagi dalam ketentuan hukum agama, hukuman pun harus diterima oleh bangkainya sendiri.

Tidak wajib orang mengurus mayat pembunuh diri, menurut semestinya.

Sebagai orang Mukmin hendaklah engkau percaya bahwa perhitunganmu di akhirat kelak amat besar; nerakalah tempatmu karena dia termasuk dosa yang amat besar.

Allah sayang kepadamu, jangan terjadi hendaknya yang begitu.

Ini dijelaskan Allah pada ayat yang selanjutnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 262-264, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KEJUJURAN POKOK KEKUATAN

"Mengucapkan tasbih kepada Allah apa yang berada di semua langit dan apa yang ada di bumi." (pangkal ayat 1).

Apabila manusia telah mendalami paham tauhid, yaitu percaya bahwa Allah itu adalah Esa, tidak menyekutukan dengan yang lain, diakui oleh akalnya yang sehat, dituruti oleh perasaannya yang halus, dan dipupuknya perasaan itu sampai mendalam dengan melakukan ibadah, niscaya akan dirasakannya bahwa dirinya bukanlah terpencil di tengah alam sekelilingnya.

Dia akan merasakan bahwa seluruh alam, baik langit dengan segala bintang-bintang menghiasinya, ataupun bumi dengan segala yang berada di atasnya, semuanya mengucapkan tasbih kepada Allah.

Artinya, menyatakan dan membuktikan kekuasaan dan kebesaran Allah, yang dengan segala kebijaksanaan dan kekuasaan-Nya mengatur perjalanan alam sejak dari yang sebesar-besarnya sampai kepada yang sekecil-kecilnya.

Bertambah bersih hati manusia, bertambah terbukalah baginya rahasia alam, sehingga batinnya dapat mendengarkan tasbih alam itu.

Di waktu itu manusia merasa dirinya bersatu dengan alam, atau sebagian dari alam itu, tidak terpencil.

Bertambah manusia memusatkan ingatannya kepada Yang Maha Esa, bertambah berpadulah manusia dengan alam di sekelilingnya.

"Sesungguhnya Allah amat suka kepada orang-orang yang berperang pada jalan-Nya dalam keadaan berbaris, seakan-akan mereka suatu bangunan yang kukuh." (ayat 4).

Ayat ini berjalin dan berkelindan. Lebih dahulu tiap-tiap orang yang beriman mengukuhkan pribadinya, meneguhkan muruahnya dengan menjaga jangan sampai mengucapkan kata-kata yang tidak dibuktikan dengan perbuatan. Sebab apabila mulut tidak sesuai lagi dengan perbuatan, pribadi itu akan merosot turun, tidak ada harganya lagi.

Sesudah tiap-tiap Mukmin mempertinggi nilai pribadinya dengan kejujuran, maka untuk berjuang mempertahankan aqidah hendaklah leburkan pribadi itu ke dalam pribadi yang besar, yaitu pribadi sebagai satu umat, yang mempertahankan pendirian.

Pendirian ialah sabilillah, jalan Allah!

Setiap hari, dalam tiap-tiap rakaat shalat Mukmin memohon Allah agar ia ditunjuki kepada jalan yang benar.

Jalan yang benar itu tidaklah mudah dan tidaklah ditaburi dengan kembang wangi.

Banyak halangannya dan banyak musuhnya.

Sebab itu orang Mukmin mesti bersedia berperang pada jalan Allah itu.

Tetapi berperang tidak akan menang kalau komando tidak satu!

Kita pergi kepada ayat 2 dan 3 tadi, tentang kejujuran sebagai lawan dari kedustaan.

Orang yang perkataannya tidak cocok dengan perbuatannya tidaklah akan ada padanya keberanian berjuang dengan sungguh-sungguh.

Sebab qitaal atau jihad, berperang atau berjuang menghendaki disiplin jiwa sebelum disiplin sikap.

Dalam ayat ini Allah menyatakan cinta-Nya kepada hamba-Nya yang beriman, bilamana mereka bersusun berbaris dengan teratur menghadapi musuh-musuh Allah di medan perang; mereka berperang pada jalan Allah, membunuh ataupun terbunuh.

Tujuan mereka hanya satu, yaitu supaya kalimat Allah tetap di atas dan agama Allah tetap menang, di atas dari segala agama.

Di zaman Nabi saw. hidup, Nabi adalah imam dalam shalat dan imam dalam berperang. Kalau dalam shalat seorang makmum tidak boleh mendahului imam, dalam peperangan seorang prajurit pun wajib patuh, tunduk dan tidak membantah sedikit pun kepada perintah atasan.

Said bin Jubair mengatakan bahwa Rasulullah saw. ketika akan memulai peperangan dengan musuh mestilah lebih dahulu mengatur barisan,

"Seakan-akan mereka suatu bangunan yang kukuh."

Muqatil bin Hayyan berkata,

"Rapat bersusun di antara yang satu dengan yang lain."

Qatadah berkata,

"Seakan-akan bangunan yang kukuh! Tidakkah kau lihat seorang yang membangunkan suatu bangunan? Bagaimana dia menyusun rapat tiap batu bata itu? Tidak ada yang tertonjol atau tinggi rendahan. Demikian pulalah Allah Azza wa Jalla tidaklah Dia suka perintah-Nya tidak dijalankan sungguh-sungguh. Allah memerintahkan barisan di medan perang sebagaimana barisan di medan shalat berjamaah. Teguhilah memegang perintah Allah ini supaya kamu menang!"

Dengan ajaran ini teranglah bahwa Islam bukanlah semata-mata untuk kepentingan diri, untuk bersemadi merenung diri sendiri dengan tidak mementingkan masyarakat.

Seorang Muslim adalah anggota dari masyarakat Islam yang besar.

Di antara agama dengan keduniaan tidak ada pemisahan.

Di waktu Rasulullah saw. hidup masyarakat Islam telah terbentuk.

Setelah beliau wafat, jenazah beliau belum dikebumikan sebelum diangkat Khalifah beliau yang akan menjadi imam menggantikan beliau.

Maka tiap-tiap anggota masyarakat Islam wajiblah selalu mempersiapkan diri selalu, mengukuhkan iman, memperteguh hati, dan sedia selalu buat berjuang.

Rasulullah saw. bersabda,

"Barangsiapa yang memohonkan agar dia mati syahid dengan segala kejujuran hati, niscaya Allah akan menyampaikannya ke derajat orang mati syahid, walaupun dia meninggal di atas pembaringannya." (HR. Muslim dari Sahl bin Hunaif).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 90-93, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Ini adalah Hari Keputusan." (pangkal ayat 38).

Ada orang yang mencoba-coba ingin menimbulkan keraguan orang beragama, mengungkit-ungkit soal keadilan Allah.

Dia berkata, mengapa orang yang durhaka itu mesti dihukum, padahal mestinya Allah itu bersifat Rahman dan Rahim?

Mereka timbulkan pertanyaan demikian, lalu mereka lupakan memandang dari segi yang lain.

Yaitu apalagi artinya keadilan Allah itu kalau orang yang berbuat jahat dikasihani juga, disamakan saja dengan orang yang berbuat baik?

Apakah lagi penghargaan perikemanusiaan kepada kebajikan, budi luhur, kesopanan tinggi, kasih sayang sesama manusia, kalau kiranya orang yang bersalah disamakan kedudukannya dengan mereka?

Apakah lagi yang mendorong manusia berlomba berbuat kebajikan kalau sekiranya orang jahat pun akan mendapat sebagaimana yang mereka dapat?

Ketika Raja Faishal Saudi Arabia mati dibunuh oleh Amir Faishal kemenakannya sendiri yang jiwanya telah diracun oleh peradaban Barat modern, beberapa waktu demikian Hakim Pengadilan Syara' Kerajaan Saudi Arabia menjatuhkan hukuman kepada si pembunuh itu, yaitu hukuman mati.

Surat-surat kabar dunia menyiarkan berita tentang bagaimana si pembunuh menjalani hukumannya.

Dia hanya mengenakan gamis putih, tangannya diikatkan ke belakang.

Dia dibawa ke satu tanah lapang di muka orang ramai.

Di sana dia disuruh menekur, lalu disinggung pinggangnya dengan ujung pedang sehingga dia tergelinjang dan diangkatnya kepalanya.

Di waktu dia mengangkat kepala itulah algojo menyambit lehernya dengan pedang dengan cepat sekali, sehingga di saat itu juga kepala bercerai dengan badan dan terlompat ke muka.

Lalu berkirim suratlah kepada pengarang tafsir ini seorang pemuda di Jakarta, bertanya, apakah hukuman seperti itu tidak kejam?

Karena pikiran pemuda ini telah dikacaukan oleh ajaran yang bukan dari inti sari Islam, dia tidak bertanya, "Apakah hukuman itu adil?"

Apakah maunya supaya pemuda itu dimaafkan saja, sebab awak kasihan memikirkan kepala bercerai badan?

Kita kembali kepada ayat tadi ini adalah Hari Keputusan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 458, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Iman atau kepercayaan yang sejati adalah meninggalkan nilai jiwa sendiri, yang apabila dia telah meresap dalam sanubari, pastilah nyata bekasnya kepada sikap hidup dan pandangan hidup.

Karena yang menggerakkan manusia bukanlah semata nalurinya (insting), tetapi akalnya.

Dan akal itu bergerak dan aktif di bawah pengaruh anutan hidup.

Islam adalah aqidah kepercayaan.

Kepercayaan menentukan gerak, bukan negatif.

Iman seseorang dibayangkan oleh sikap hidupnya.

Seorang yang beriman hanya mempunyai satu tujuan, yaitu Allah SWT.

Sebab itu tidaklah benda, sebab benda itu pecah sifatnya.

Maka orang yang beriman, senantiasa sesuai di antara percakapannya dengan perbuatannya.

Matanya jernih bersinar, sebab tidak dikaburkan oleh keraguan dan kedustaan.

Pribadi seorang Mukmin tinggi, berwibawa, bersinar.

Tidak ada takutnya hanyalah kepada Allah.

Penilaiannya kepada laba dan rugi amat berbeda dengan penilaian orang yang diperhamba oleh harta benda.

Seorang Mukmin merasa rugilah hidupnya ini kalau dia tidak dapat menundukkan diri kepada hukum yang digariskan Allah SWT.

Apalah artinya harta benda, pangkat, kekayaan dan kebesaran, dan apalah artinya perhiasan dunia ini kalau sekiranya kita kehilangan harta nyawa yang paling mahal, yang tidak dapat dihargai dengan uang, yaitu pendirian hidup.

Dengan hati terbuka dan bersyukur dia menerima hukum Allah SWT dan hukum Rasul.

Hawa nafsunya ditundukkan kepada hukum itu, sebab dia diikat oleh disiplin.

Kita sebagai orang Islam yang hidup di zaman modern, kadang-kadang iman kita digoncangkan oleh berbagai macam isme yang kadang-kadang mendatangkan keraguan.

Ridha menerima hukum yang ditentukan Allah dan Rasul-Nya, adalah bukti dari iman yang sejati.

Itulah bukti, bahwa hakikat iman telah tumbuh dan terhujam dalam sanubari.

Sebab setengah dari gejala iman itu ialah adab, sopan, dan santun.

Seorang Mukmin sudah merasa pasti, bahwasanya hukum yang datang dari Allah SWT adalah sebijaksana-bijaksananya hukum, dan tidak ada yang akan melebihinya lagi.

Orang yang menolak hukum Allah ataupun orang yang merasa ragu, adalah orang yang hatinya telah "kemasukan", itulah dia penyakit.

Hukum Allah mengatasi segala hukum.

Kalau aku berkuasa dan bisa menciptakan hukum, yang terlebih dahulu aku pikirkan ialah bagaimana supaya hukum itu jangan mengenai diriku. Dan kalau aku masuk dalam satu partai, dan partaiku menguasai negara, lalu mencipta hukum, maka yang lebih dahulu aku pikirkan ialah bagaimana supaya hukum yang diciptakan oleh partaiku itu dapat membungkamkan partai yang kami kalahkan.

Selama dunia masih dunia yang ini juga, dan selama manusia masih manusia yang ini juga, kepentingan hukum tidak akan beranjak dari kepentingan golongan yang berkuasa.

Sebab itu wajiblah ada hukum yang tertinggi, yang mutlak adil.

Itulah hukum Allah SWT.

Itulah hukum yang tidak berpilih kasih dan itulah hukum yang tidak untuk kepentingan golongan sendiri.

Oleh sebab itu maka pada ayat 50 dijelaskan, bahwasanya orang-orang yang tidak rela menerima hukum Allah dan Rasul, atau melaksanakan suruhannya dan menghentikan larangan, adalah orang yang aniaya, orang yang zalim.

Di ayat 53 diterangkan pula,

"Mereka pun bersumpah, Demi Allah dengan sungguh-sungguh, jika engkau perintahkan mereka keluar, bahwa mereka sungguh-sungguh akan keluar." (ayat 53).

Ada orang yang berani bersumpah, "Demi Allah", bahwa dia bersedia akan patuh melaksanakan perintah Rasul. Kalau Rasul menyuruh keluar, mereka bersumpah bersedia hendak keluar.

Dalam ayat ini Allah SWT menyuruh peringatkan kepada mereka, tidak perlu bersumpah.

Laksanakan sajalah perintah itu.

Karena betapapun besar sumpah yang kamu ambil, namun Allah SWT lebih tahu rahasia yang tersimpan dalam hati sanubarimu.

Dijelaskan betapapun tinggi dan besar sumpah, yang penting ialah kebersihan pribadi juga.

Cobalah renungkan ayat ini dan bandingkan dengan perkembangan masyarakat.

Bukankah setiap orang yang akan diberi jabatan tinggi disumpah terlebih dahulu, bahkan di negeri kita ini diadakan pula tradisi, bahwa setiap orang yang tengah disumpah itu, di belakangnya berdiri seorang haji mengangkat sebuah kitab suci Al-Qur'an, yaitu tradisi yang diwarisi dari Belanda dan diteruskan oleh pemerintah kita, dan sekali-kali tidak ada dari Nabi Muhammad saw. ataupun dari para sahabatnya.

Mereka telah bersumpah dengan mengangkat Al-Qur'an, namun yang curang ada juga.

Telah mengucap "Demi Allah", namun yang korupsi masih ada.

Karena semata sumpah tidaklah akan dapat mengubah pribadi yang kosong dari iman.

Sumpah inilah agaknya yang menjemukan Kemal Attaturk seketika dia memulai perubahan di Turki.

Setiap pegawai diangkat, disumpah "Demi Allah" itu sudah hilang wibawa kalimatnya.

Atau Demi Allah telah dijadikan tameng belaka dari pribadi yang bobrok.

Ayat 54 mengatakan dengan tegas,

"Tak usah bersumpah, laksanakan saja perintah. Itulah yang lebih baik." (pangkal ayat 54).

Karena Allah Maha Tahu apa jua yang kamu kerjakan.

Maka seorang Mukmin tidaklah banyak sumpah, karena dia jujur dan percaya kepada dirinya, yang ya tetap ya, yang tidak tetap tidak.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 320-321, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Maka datang lagi lanjutan ayat,

"Dan jika Dia hendak mengalahkan kamu, Siapakah lagi yang dapat menolongmu sesudah Dia?"

Misal yang terdekat ialah kekalahan dan kehancuran kaum Komunis di Indonesia dalam usaha mereka merebut kuasa (kup) 30 September 1965.

Mereka sudah yakin bahwa maksud mereka akan berhasil dan pastilah mereka menang. Sebab, sudah beberapa tahun mereka mempersiapkan dan memperpanas situasi.

Dan kita, pihak lawannya pun sudah mulai ragu akan pertolongan Allah.

Hanya tinggal saja lagi segolongan kecil orang Mukmin yang tetap beriman dan tawakal kepada Allah, meyakinkan bahwa satu waktu, Allah akan turun tangan, meskipun mereka sendiri tidak tahu lagi dari mana pertolongan Allah itu akan datang.

Akhirnya kaum Komunis bertindak, mereka membunuh 6 orang jenderal.

Bujukan setan datang kepada mereka.

Jenderal inilah bunuh dahulu, sebab yang lain sudah mudah saja untuk menghadapinya.

Akan tetapi, karena mereka tidak mengenal tawakal kepada Allah dan maksud mereka memang semata-mata jahat, hanya sehari saja rencana mereka berjalan.

Petang harinya keadaan sudah dapat dikuasai oleh jenderal Soeharto dengan pertolongan Allah.

Bagaimana kalau yang dibunuhnya terlebih dahulu bukan 6 orang jenderal, melainkan 10.000 ulama?

Bagaimana jadinya negeri ini kalau mereka berkuasa?

Agama akan dihancurkan.

Masjid dan gereja akan dijadikan kandang kuda.

Maka meluaplah kemarahan rakyat sebab kepala negara yang diharapkan akan mengutuk mereka, malahan membela mereka.

Rakyat terutama rakyat yang beriman kepada Allah diberi Allah kekuatan menyerbu menyerang kaum tidak bertuhan itu, tidak dengan bedil dan meriam, melainkan dengan pisau dan golok.

Lebih 500.000 orang yang mati di seluruh Indonesia.

Dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) membiarkan saja kejadian itu sebab mereka yang kena terlebih dahulu.

Mereka yang dilukai dengan pembunuhan jenderal-jenderal mereka secara hina dan keji.

Akhirnya, komunis kalah total!

Dalam ayat ini, Allah menantang:

Siapa yang akan dapat menolong sesudah Allah?

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 108-109, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan Kami jadikan langit menjadi loteng yang terpelihara." (pangkal ayat 32).

Langit menjadi loteng yang terbentang luas di atas kepala manusia. Dia selalu terpelihara, tidak jatuh menimpa. Siang hari indah disinari matahari. Malam indah pula oleh tebaran berjuta-juta bintang, atau cahaya bulan.

Orang yang halus perasaannya dan cerdas akal budinya niscaya akan tergetar dan ingat akan kekayaan dan keindahan Allah.

Tetapi apalah hendak dikata. Ujung ayat membayangkan kelalaian manusia,

"Namun dari ayat-ayat Kami mereka berpaling jua." (ujung ayat 32).

Begitu indahnya langit namun hatinya tidak tergetar.

Dilihatnya keindahan alam, namun perasaannya tidak lanjut kepada yang mencipta alam.

Itulah pancaindra yang tiada berkontak dengan jiwa, dengan rasa dan akal.

Itulah kemanusiaan yang kurang.

Yang telah dikabarkan Allah pada ayat 179 surah al-A'raaf, bahwa orang-orang semacam itu akan dilemparkan ke dalam neraka Jahannam, karena ada hati, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat; ada telinga, tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar.

Orang-orang semacam ini sama saja dengan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat.

Mereka-mereka ini adalah orang yang lalai.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 31, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PENDUDUK TEPI PANTAI

Menjadi syari'at pokok bagi orang Yahudi, (Bani Israil) hari Sabtu adalah hari istirahat, tidak boleh mengerjakan sembarang pekerjaan. Namun, mereka melanggar peraturan itu. Tanyakanlah kepada mereka bagaimana lanjutan nasib mereka karena pelanggaran itu.

Kami katakanlah kepada mereka, "Jadilah kamu monyet-monyet yang hina." (ujung ayat 166).

Sebagaimana telah kita uraikan ketika menafsirkan surah al-Baqarah ayat 65 maka sebagian ahli tafsir berkata bahwa benar-benar orang-orang itu dijelmakan Allah menjadi monyet dan tua-tua menjadi babi. Dan, menurut Mujahid, badan mereka tetap berupa manusia, tetapi jiwa mereka, hati, dan pikiran merekalah yang telah dijelmakan menjadi hati monyet, jiwa kera, dan pikiran beruk.

Beruk, kera atau monyet, mempunyai perangai sendiri yang lucu. Apabila dia dipelihara dan dipautkan pada suatu pautan maka tiap-tiap orang yang lalu lintas di hadapannya akan dicibirkannya. Semua orang yang melihatnya disangkanya musuh. Mula saja dia melihat orang, dia sudah menggeregak mengajak hendak berkelahi lalu taringnya diperlihatkannya. Kalau dilemparkan makanan, bukan main cepatnya mengambil walaupun yang memberikan makanan itu dicibirkannya juga, dimakannya setengah dan disimpannya di lehernya yang setengah lagi karena tamaknya sebab takut akan diambil orang lain. Kalau dia telah tua dalam pautan, karena tidak ada pekerjaan lain, bulunya sendiri dicabutinya, sampai tinggal kulit licin.

Kalau beruk-beruk itu masih liar, dia berjalan berkelompok-kelompok. Kerjanya mencari makanan walaupun dengan merusakkan tanaman yang ditanam orang dengan susah-payah. Seperti jagung, ubi talas, dan lain-lain, dirusakkannya. Setelah hasilnya dilicintandaskan maka setelah dia pergi, hanya meninggalkan kerusakan belaka.

Di Pariaman (Sumatera Barat) dipelihara orang beruk dan diajar memanjat Kelapa. Orang lebih suka memelihara beruk betina, sebab tidak segarang beruk jantan. Akan tetapi, beruk betina ini pun macam-macam pula perangainya. Pencemburu. Kalau ada orang perempuan yang mendekat kepada orang laki-laki yang memelihara, dia pun marah dan mau menggigit, sebab dipandangnya yang memeliharanya itu ialah lakinya!

Oleh sebab itu, jika penduduk tepi pantai Bani Israil disumpah dengan badannya penuh bulu jadi beruk, adalah itu satu kehinaan. Akan tetapi, akan lebih hina lagi kalau badan masih tetap badan manusia, dan perangai ditukar menjadi perangai beruk.

Selanjutnya di halaman lain Ibnul Qayyim berkata,

Allah menceritakan di dalam Al-Qur'an tentang orang-orang Yahudi yang melanggar peraturan istirahat hari Sabtu itu yang mereka diubah Allah menjadi beruk karena mereka menghelah-helah untuk menghalalkan hal yang diharamkan Allah dengan memasang pukat dan jaring hari Jum'at petang lalu membangkitkannya pada hari Ahad pagi.

Dan, berkata setengah Imam, bahwasanya cerita ini adalah ancaman besar bagi orang-orang yang suka menghelah-belah dalam hal yang dilarang oleh syara', mengacau-balaukan fiqih, padahal mereka bekas ahli-ahli fiqih.

Karena fiqih yang sejati adalah yang takut kepada Allah, dengan memelihara batas-batas yang telah ditentukan Allah dan menghormati larangan-Nya dan tidak mau melampauinya.

Mereka menghelah itu tampaknya bukanlah mengubah hukum, tetapi memutar-mutar hukum. Pelanggar hari Sabtu di tepi pantai itu bukanlah memutar-mutar hukum itu karena mendustakan Nabi Musa a.s. atau karena kafir kepada Taurat, melainkan memutar-mutar berbelit-belit. Pada lahirnya mencukupi hukum, padahal dalam batinnya melanggar hukum.

Itu sebabnya maka mereka diubah Allah menjadi monyet.

Karena rupa monyet memang mendekati rupa manusia, sifat-sifatnya ada yang mirip padahal pada hakikatnya ada perbedaan. Setelah orang-orang itu melanggar agama Allah dan yang mereka pegang bukan lagi hakikat agama, hanyalah pada kulit saja, bukan pada hakikatnya, dibalikkan Allah-lah rupa mereka menjadi monyet. Serupa perangai mereka dengan monyet padahal mereka manusia.

Suatu balasan yang sangat setimpal.

Sekian Ibnul Qayyim.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 583, 586-587, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TENTANG HARI SABTU

Menurut syari'at Yahudi, Sabtu dijadikan hari perhentian bekerja, hari untuk istirahat.

Karena menurut kepercayaan mereka, pada hari itu jualah Allah istirahat setelah selesai mencipta alam. Ini pun masuk dalam Hukum Sepuluh.

Oleh sebab itu maka istirahat pada hari Sabtu itu dipegang teguh oleh orang Yahudi.

Tidak ada kegiatan hidup sama sekali pada hari Sabtu, sampai pun kepada zaman kita ini.

Sehingga karena demikian besar pengaruh orang Yahudi dalam perekonomian negeri Amerika Serikat, meskipun orang Yahudi Amerika hanya kira-kira 2 juta saja di antara 170 juta orang Amerika Serikat, maka istirahat terpaksa 2 hari, yaitu Sabtu dan Ahad.

Hari Ahad adalah hari istirahat orang Nasrani.

Menurut anggapan dan ajaran Islam, yang menjadi pokok sendi atau i'tikad ialah tentang Allah itu Esa.

Adapun istirahat hari Sabtu, atau hari Ahad, atau hari Jum'at bukanlah termasuk i'tikad, tetapi termasuk dalam syari'at, yang dapat berubah-ubah karena perubahan rasul yang datang.

Tetapi setelah Rasulullah saw. menjelaskan bahwa beliau ialah menegakkan kembali ajaran tauhid Nabi Ibrahim, orang Yahudi teringat hari Sabtu mereka.

Mereka selalu merangkaikan tauhid dengan hari Sabtu.

Tidak sah tauhid kalau tidak hari Sabtu istirahat.

Di sinilah pangkal selisih dengan orang Nasrani dan juga dengan orang Islam.

Mengapa mereka tidak mau membicarakan dasar (prinsip) terlebih dahulu?

Dengan orang Kristen mereka berselisih.

Orang Kristen menetapkan hari Ahad jadi hari istirahat, yaitu hari pertama dalam seminggu, yang menurut kepercayaan ialah hari pertama Allah mencipta alam.

Orang Yahudi bertahan, mengatakan mesti hari Sabtu, karena pada hari itulah Allah istirahat sesudah menjadikan langit dan bumi.

Tentang menjadikan alam dalam 6 hari itu pun tidak dimungkiri oleh ajaran yang dibawa Muhammad.

Tetapi penafsiran Al-Qur'an dalam pikiran bebas orang Islam, jauh lebih berani daripada penafsiran penganut Taurat dan Injil, yaitu bahwa yang dimaksud dengan 6 hari, bukan mesti dan bukan pasti 6 hari dalam hitungan kita karena perjalanan falak matahari ini, sebab Al-Qur'an juga ada menyebut bahwa 1 hari Allah yang sama dengan 1.000 tahun hitungan kita manusia. (surah as-Sajdah ayat 5 dan surah al-Hajj ayat 47), dan ada juga hitungan sehari Allah sama dengan 50.000 tahun hitungan insan (surah al-Ma'aarij ayat 4).

Sebab itu maka Allah menjadikan alam dalam 6 hari itu, ialah hari menurut perhitungan Allah sendiri, yang menguasai alam cakrawala yang amat luas ini.

Sehingga pengukuran hari Allah bukanlah semata-mata tergantung kepada perhitungan perjalanan matahari.

Maka Nabi Muhammad saw. menetapkan hari Jum'at buat hari besar Islam, hari yang diistimewakan dalam sepekan itu.

Bukan dinamai hari istirahat, tetapi hari Jum'at, artinya hari berkumpul beribadah bersama-sama.

Maka datanglah ayat menjelaskan kedudukan hari Sabtu yang dijadikan pertahanan dasar oleh orang Yahudi itu.

"Tidak lain, Sabtu itu hanya dijadikan untuk orang-orang yang berselisih padanya. Dan sesungguhnya Allah engkau akan menghukum di antara mereka pada hari Kiamat, pada apa yang mereka perselisihkan itu." (ayat 124).

Soal penetapan hari Sabtu sebagai hari besar, belumlah tersebut dalam ajaran Nabi Ibrahim, sedang orang Yahudi menyatakan sudah.

Dan kalau diminta keterangan dari kitab mereka sendiri, adalah Nabi Ibrahim menentukan itu, mereka tidak dapat memberikan.

Inilah pangkal perselisihan.

Dalam kitab Perjanjian Lama yang sekarang pun tidak tersebut bahwa hari Sabtu jadi hari istirahatnya Nabi Ibrahim.

Sebab itu Allah memberi keterangan bahwa perselisihan itu kelak akan diselesaikan di hadapan Allah di akhirat.

Adapun di dunia ini, setiap golongan agama memegang setia hari besarnya karena itu bukan pokok dasar aqidah.

Yang pokok dasar adalah bahwa Tiada Allah melainkan Allah, Yang Esa adanya.

Tentang keutamaan dan kelebihan hari Jum'at telah bersabda Nabi Muhammad saw.,

Dari Abu Hurairah (moga-moga ridha Allah atasnya) bahwasanya Rasulullah saw. telah bersabda, "Kita adalah umat yang terakhir, tetapi yang terdahulu di hari Kiamat, meskipun kepada mereka yang terlebih dahulu diturunkan kitab sebelum kita. Kemudian itu; inilah hari yang difardhukan Allah atas mereka, lalu mereka berselisih padanya, sedang kita diberi petunjuk oleh Allah. Sebab itu maka manusia pun adalah pengikut kita, Yahudi beresok dan Nashara lepas beresok." (HR. Bukhari).

Dan sabda beliau pula,

Dari Abu Hurairah dan Huzaifah (ridha Allah atas keduanya), bersabda Rasulullah saw., "Setelah disesatkan Allah dari hari Jum'at mereka yang sebelum kita. Maka adalah bagi orang Yahudi hari Sabtu dan bagi orang Nashara hari Ahad. Setelah itu kita pun didatangkan Allah dan diberi petunjuk kepada hari Jum'at. Maka jadilah berturut-turut Jum'at, Sabtu dan Ahad. Demikian pula mereka di belakang kita di hari Kiamat. Kita umat terakhir di dunia ini, tetapi yang terdahulu di hari Kiamat. Kita yang akan lebih dahulu diperiksa di antara mereka itu sebelum makhluk-makhluk yang lain." (HR. Muslim).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 233-235, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Allah membasmi riba dan Dia menyuburkan sedekah-sedekah." (pangkal ayat 276).

Riba mesti dikikis habis sebab itu terpangkal dari kejahatan musyrik, kejahatan hidup dan nafsi-nafsi, asal diri beruntung, biar orang lain melarat. Dengan ini, ditegaskan bahwa berkah dari riba itu tidak ada.

Ada orang yang berkata bahwa masyarakat demikian hanya khayal belaka. Di zaman modern tidak bisa berlaku yang demikian.

Memang! Masyarakat modern tidak akan dapat dihadapi kalau tidak ada pinjam-meminjam atau tidak ada bank untuk mengedarkan uang.

Akan tetapi, wajiblah orang mengingat bahwa masyarakat yang memakai bank ini baru ada dalam Dunia Islam setelah ekonomi, politik, dan sosial dipengaruhi atau dijajah oleh bangsa Barat dengan sistem kapitalis yang berpusat pada bank.

Akan tetapi, sadarlah kita bahwa sampai saat sekarang ini kebencian orang Islam mendengar makan riba masih saja sama dengan kebencian mereka terhadap makan daging babi.

Sampai kepada masa-masa terakhir ini masih banyak orang Islam yang tidak mau meminjam uang dari bank atau menyimpan uangnya dalam bank karena takutnya akan riba.

Dalam masa yang belum lama berlalu, masih didapati orang yang meminjamkan uangnya dengan diam-diam, jangan diketahui orang lain, supaya yang meminjam jangan mendapat malu.

Dan, sampai kepada masa terdekat ini, seorang yang berutang apabila membayar utangnya, dengan sukarela sendiri karena dia maklum bahwa kalau lama uang orang itu dalam tangannya, niscaya tidak beredar dan akan merugikan orang yang empunya. Oleh sebab itu, dengan bercermin pada ayat ini, orang yang beriman janganlah berputus asa di dalam keinginan menegakkan masyarakat Islam yang berdasarkan iman dan beramal saleh, shalat dan mengeluarkan zakat, karena terpesona oleh kehidupan kapitalisme yang sekarang tengah mencengkeram di atas diri kita.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 551-553, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TIMBUL, BERKEMBANG, DAN HANCURNYA SUATU UMAT

Jangan merasa bahwa kalau kita telah bernama Islam, lahir dalam kalangan Islam, kita sudah lebih mulia daripada segala manusia di dunia ini, padahal Islam itu sendiri tidak diamalkan.

Jangan sampai Al-Qur'an dibaca, dilagukan, membaca Yaasiin tiap malam Jum'at, padahal isinya tidak dijadikan pedoman hidup.

Jangan sampai peraturan Allah yang jelas dan terang dihelah-helah dan diputar-putar karena menginginkan keuntungan yang sedikit. Sebab, kalau demikian, kita pun akan disumpah Allah menjadi monyet.

Jangan sampai Al-Qur'an itu dipegang dengan acuh tak acuh, tidak membekas kepada kehidupan sehari-hari. Karena dengan demikian alam ini akan dijadikan Allah jadi bencana kepada kita, sehingga gunung akan menimpa kita.

Sebab itu, segala kisah Yahudi dalam Al-Qur'an, baik surah-surah yang turun di Mekah ataupun yang turun di Madinah, adalah peringatan untuk kita umat yang datang di belakang.

Perasaian orang yang dahulu jadi peringatan bagi kita yang datang kemudian.

Dan, bolehlah kita merenungkan betapa nasib mujur dan nasib malang yang menimpa kaum Muslimin abad demi abad setelah Rasul saw.

Kita pun suatu waktu sudah ditimpa pasang surut, sebagai dibayangkan oleh Hadits,

"Bilangan kamu banyak laksana buih di lautan, tetapi isi telah mumuk di makan ulat, sehingga telah lemah dari dalam. Sebabnya ialah karena cinta akan dunia dan takut kepada mati."

Dan pada pertengahan abad ke-20 ini timbullah suatu kenyataan yang pahit, yaitu orang Yahudi telah mendirikan suatu negara bernama Israel di tengah-tengah Tanah Arab, di Palestina itu sendiri, yang telah lebih dari 1400 tahun menjadi tanah air orang Arab Islam, dan satu juta penduduk negeri itu diusir dan terpencar-pencar, terkatung-katung di tempat lain, sengsara dan miskin.

Sedang tujuh negeri Arab Islam yang berada di sekeliling Tanah Palestina itu kalah perang melawan Yahudi, sebab organisasi tidak teratur.

Al-Qur'an tidak salah, cerita Al-Qur'an tetap berlaku, satu ayat pun tidak berubah.

Orang Yahudi menyusun dirinya dengan organisasi teratur, dibantu oleh kerajaan-kerajaan Kristen, sedang orang Islam pecah-belah menyalini sifat-sifat kejatuhan Yahudi yang tersebut di dalam Al-Qur'an itu. Inilah soalnya.

Namun, demikian, Allah terus dalam keadilan-Nya.

Dan, peringatan Allah bahwa Muhammad saw. diutus untuk manusia seluruhnya, adalah tetap benar.

Barulah kita menjadi Muslim yang sebenarnya apabila pedoman-pedoman yang diberikan Al-Qur'an itu benar-benar kita jadikan pegangan hidup.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 593-594, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan terhadap orang-orang yang beriman, Dia adalah Maha Penyayang." (ujung ayat 43).

Inilah dia inti sari dari ayat. Dengan selalu ingat dan menyebut nama-Nya, tiga keutamaan akan kita dapat.

Pertama, kita diberi-Nya anugerah atau karunia shalawat, yang berarti rahmat. Malaikat-malaikat pun menurut pula mengucapkan shalawat dengan arti memohonkan ampun. Sesuai dengan sabda Nabi saw. dalam sebuah Hadits Qudsi,

"Barangsiapa yang mengingat akan Aku dalam dirinya, Aku ingat pula dia dalam diri-Ku. Dan barangsiapa yang mengingat Aku di antara orang ramai, akan Aku ingat pula dia di antara orang ramai yang lebih mulia dari dia." (HR Bukhari dan Muslim).

Tersebut lagi dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari dari Umar bin Khaththab r.a.,

Bahwa dalam satu peperangan turut tertawan seorang perempuan bersama dengan anaknya yang sedang sarat menyusu.

Ketika perempuan itu melihat Rasulullah saw. datang bersama sahabat-sahabat beliau, dipeluknya anaknya itu erat-erat ke dalam pangkuannya dan disusukannya dengan penuh kasih sayang, melindungi anaknya dalam saat-saatnya keadaan malang itu.

Melihat keadaan itu berkatalah Rasulullah saw. kepada sahabat-sahabat beliau yang mengiringkan itu,

"Bagaimana pendapat kalian tentang perempuan ini? Maukah dia anaknya dimasukkan ke dalam api, sedang dia ada di hadapannya?"

Sahabat-sahabat beliau menjawab,

"Tentu tidak!"

Maka berkatalah Rasulullah,

"Sesungguhnya Allah SWT lebih cinta kepada hamba-hamba-Nya daripada perempuan itu kepada anaknya."

Yang kedua, ialah shalawat atau kasih karunia yang Allah SWT anugerahkan.

Yang ketiga, ialah pernyataan kasih sayang sehingga disediakan surga menjadi tempat pulangnya kelak di akhirat.

Malahan di ujung surah al-Fajr dikatakan bahwa Allah SWT itu selalu memanggil pulang nafsu yang telah mencapai muthmainnah agar pulang kembali kepada Allah SWT, agar duduk bersama-sama dengan hamba-hamba Allah SWT yang lain dan masuk bersama-sama ke dalam surga Allah SWT.

"Ucapan penghormatan di hari mereka akan menemui-Nya ialah salam." (pangkal ayat 44).

Salam ialah damai, tenteram dan bahagia.

Itulah surga.

Ke sanalah kita dipanggil pulang.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 232-233, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim." (ujung ayat 95).

Allah Maha Mengetahui akan gerak-gerik orang-orang yang berlaku aniaya dengan melanggar segala perintah yang ditentukan Tuhan.

Ini pun dapatlah menjadi iktibar bagi kita bagaimana suasana dan perbedaan semangat Bani Israil dengan kaum Muslimin di masa itu.

Muhajirinnya dan Ansharnya.

Muhajirin dan Anshar yakin akan kebenaran agama mereka.

Mereka yakin bahwa syari'at yang mereka anut ini adalah benar dan mereka berani mempertahankannya dengan jiwa-raga mereka.

Semuanya bersedia mati untuk itu.

Mereka berani!

Sebab mati bagi mereka adalah syahid, yaitu kesaksian atas adanya kebenaran Tuhan.

Bukan karena mereka merasa bahwa kalau telah mengakui Islam dengan sendirinya mereka mendapat tempat di akhirat kelak.

Malahan di akhir surah Aali 'Imraan kelak akan berjumpa permohonan orang Mukmin agar mereka diberi tempat istimewa di sisi Allah di akhirat, tetapi Tuhan dengar terang-terang menyampaikan jawaban bahwa tempat istimewa di sisi Allah tidaklah akan diberikan kalau mereka belum berani menderita disakiti pada jalan-Ku, diusir dari rumah tangga dan kampung-halaman karena menegakkan cita agama.

Berani berperang, membunuh dan terbunuh. (Lihat surah Aali 'Imraan dari ayat 190 sampai ayat 195).

Kesediaan mati karena iman adalah ujian yang penting bagi seorang yang mengaku dirinya Mukmin.

Sebagaimana kata ahli,

"Mati adalah bukti cinta yang sejati."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 201, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AYAHKU

Pada Tahun 1928 itu, Muhammadiyah baru sahaja mengadakan Kongresnya yang ke-17 di Yogyakarta. Dalam kongres itu Muhammadiyah dengan keras meminta kepada pemerintah Belanda supaya Guru Ordonansi itu dicabut. Kemudian terdengar bahawa peraturan itu akan dijalankan pula di Minangkabau. Waktu itu A.R. Sutan Mansur kembali dari Jawa, pulang sementara waktu, kerana akan meneruskan perjalanannya ke Kalimantan (Kuala Kapuas) menyebarkan Muhammadiyah.

Saya masih ingat seketika A.R. Sutan Mansur menerangkan bahaya Ordonansi ini jika dijalankan di Minangkabau. Kemerdekaan menyebarkan agama akan hilang dengan sendirinya.

Dan yang akan berkuasa hanyalah pihak pemerintah Belanda, dengan memakai ulama-ulama yang tidak mempunyai pendirian hidup.

"Kalau peraturan ini dijalankan di sini," kata A.R. St. Mansur, "lebih baik kita pindah sahaja ke negeri lain."

Saya masih ingat pula jawapan ayahku:

"Tidak! kita tidak boleh meninggalkan daerah ini. Kita wajib berjuang menolaknya dengan segala jalan yang sah. Biar cuma tinggal tulang dada kita sahaja. Di mana masanya lagi berjihad dalam jalan Allah, kalau bukan sekarang," jawab beliau dengan mata berapi-api.

A.R. St. Mansur menggeleng-gelengkan kepala sambil berkata: "Payah kita, celaka kita!"

"Saya tidak takut," jawab beliau. "Biar orang kiri kanan telah jatuh, kita akan tegak teguh mempertahankan kebenaran."

Maka berangkatlah A.R. St. Mansur kembali ke tanah Jawa dan beliau sendiri mengambil tanggung jawab akan menyusun kekuatan menghadapi perjuangan ini.

(Buya HAMKA, Ayahku, 236, PTS Publishing House Malaysia, 2015).

Ketika revolusi hebat terjadi di Bukittinggi sekitar Tahun 1947, ayat-ayat dari surah al-Balad inilah yang diselidiki lebih mendalam dan diambil nilai-nilainya untuk dasar perjuangan Partai Masyumi oleh pemimpin Masyumi di Sumatera Barat waktu itu, saudara Darwis Thaib, yang telah menyandang gelar adat pusaka, Datuk Sidi Bandoro.

Di zaman pergerakan menantang penjajahan sebelum Perang Dunia II, Darwis Thaib adalah salah seorang kader penting Partai Pendidikan Nasional Indonesia, yang didirikan dan dipimpin oleh Muhammad Hatta.

Darwis Thaib mempelajari sosialisme dengan mendalam. Menurut beliau, ayat-ayat dalam surah al-Balad ini adalah dasar yang teguh dari ajaran Keadilan Sosial yang bersumber dari wahyu.

Soal shalat lima waktu, puasa, zakat fitrah, zakat harta, pendidikan agama pada kanak-kanak, bagi Darwis Thaib adalah syarat mutlak untuk mencapai masyarakat Marhamisme.

Darwis Thaib percaya, kalau satu waktu kelak partai ini dikejar-kejar pula dan pemimpin-pemimpinnya dihina, disiksa dan dibuang, ataupun dibunuh, mana yang batinnya tidak kuat, niscaya akan lari tunggang-langgang pula.

Waktu dia membuka soal ini di kantor Masyumi Jalan Lurus Bukittinggi, banyak orang yang tertawa saja, dan menuduh bahwa semuanya itu hanyalah kata-kata orang sakit demam!

Bagi beliau waktu itu, kerjasama di antara Masyumi dengan Muhammadiyah mestilah sangat dieratkan.

Sebab Muhammadiyah itu salah satu alat penting untuk membentuk kader perjuangan Islam, yang mesti selalu ditingkatkan untuk mencapai Marhamisme.

Dia tertarik kepada pergerakan Muhammadiyah, terutama di bawah pimpinan Abuya Ahmad Rasyid Sutan Mansur, karena Muhammadiyah telah dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin partai yang gigih memperjuangkan Islam dalam Masyumi, terutama di Sumatera.

Sebab Abuya Sutan Mansur memang sejak lama telah membentuk kader-kader Islam.

Dan pada masa itu (1945-1948) Abuya Sutan Mansur membentuk gerakan jihad yang giat mengadakan amal, mengerjakan sawah ladang, membangun madrasah, surau, langgar dan lain-lain yang berkenaan juga dengan pertanian dan ekonomi.

Semua digerakkan setelah selesai shalat Shubuh, dan hanya dikerjakan satu jam saja.

Menurut teori beliau, kemenangan, politik Islam mesti dimulai dan ditanamkan dari bawah, dari satu jamaah kecil di satu surau kecil, dengan imamnya yang merangkap jadi pemimpin.

Ini beliau dasarkan kepada ayat 38 dari surah asy-Syuuraa,

"Dan orang-orang yang mematuhi seruan Tuhan mereka, dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka dimusyawarahkan di antara mereka, dan sebagian daripada rezeki yang Kami anugerahkan, mereka belanjakan." (asy-Syuuraa: 38).

Di ayat ini terdapat 4 pokok pendidikan.

Pertama kesadaran beragama, kedua membentuk jamaah dari sebab shalat, ketiga latihan selalu bermusyawarah, keempat latihan berkorban harta.

Dengan sendirinya dari dasar yang di bawah itu, kepada jamaah, keyakinan politik Islam sudah mulai ditanamkan.

Karena sudah nyata bahwa dalam Islam tidak ada pemisahan antara politik atau kenegaraan, dengan agama.

Langgar ataupun masjid adalah lembaga tempat pertumbuhan politik.

Beliau pandang pula pembagian isi surah al-Balad itu dengan kacamata perjuangan politik.

Al-Balad berarti negeri; dan dia akan meningkat menjadi negara.

Tiap jamaah mempunyai imam, bahkan dalam perjalanan musafir, bila bilangan anggota safar itu telah sampai tiga orang, sudah mesti seseorang dijadikan imam. Imam atau pemimpin yang di atas sekali ialah Nabi Muhammad saw.

Muhammad sebagai pemimpin tertinggi mesti melalui pengalaman-pengalaman pribadi yang pahit, sampai dipandang halal darahnya di negerinya sendiri, sehingga terpaksa hijrah.

Namun hijrah bukanlah lari, tetapi pergi menyusun kekuatan lahir dan batin, untuk merebut negeri itu kembali, yaitu Mekah al-Mukarramah.

Karena dari sana, dari Mekah, yang bernama juga Ummul-Qura (ibu dari negeri-negeri) akan dipancarkan rahmat ke seluruh dunia.

Sebab Muhammad diutus ialah untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil 'Alamin).

Ketika diadakan ulang tahun ke-11 berdirinya Partai Politik Islam Masyumi di Gedung Nasional (bekas Gedong Belvedere) pada 7 November 1947, di Bukittinggi, Wakil Presiden Muhammad Hatta hadir dan turut mendengarkan keterangan dan uraian bekas murid atau kadernya itu dalam ceramahnya yang brilian tentang Marhamisme.

Dalam memberikan keterangan yang luar biasa mengagumkan saya itu, kelihatan bahwa beliau agak payah karena sakit.

Dalam sakitnya itu pidatonya bertambah indah; ada-ada saja penemuan baru tentang ideologi Islam yang ditemuinya.

Sehabis dia berpidato ketika akan pulang, Wakil Presiden mengatakan kepada saya rasa sayang karena ideolog yang genius itu sakit.

Sayangnya cita-cita dan penelitian yang indah itu belum sampai diratakan ke seluruh Indonesia.

Penyerbuan Belanda yang kedua terjadi.

Kami kocar-kacir, Darwis Thaib pun pulang ke Maninjau, kampung halamannya.

Dan kami pun berserak-serak.

Teringat saya Filsuf Jerman yang besar, Friedrich Nietsche dengan filsafatnya yang terkenal "Superman". Buah-buah pikirannya yang memengaruhi dunia itu banyak timbul di waktu dia sakit.

Setelah perang berhenti dan sampai kepada penyerahan kedaulatan, terbukalah segala hubungan.

Jalan ke Jawa telah terbuka.

Tetapi Masyumi telah masuk ke dalam lapangan praktis politik yang hebat.

Bergolak menegakkan cita-cita di tengah hebatnya pukulan lawan-lawan.

Apa yang dikira-kirakan oleh Darwis Thaib ketika di Jalan Lurus Bukittinggi yang ketika itu ada yang menertawakan atau menyangka "katai-katai" orang sakit yang tengah mengigau, benar-benar terjadi; Masyumi sesudah tiga kali memegang Perdana Menteri dan dua kali menjadi Wakil Perdana Menteri, akhirnya dibubarkan oleh Presiden Soekarno.(3)

Tetapi pokok dan dasar paham Marhamisme yang digali oleh Darwis Thaib dari dalam surah al-Balad ini masih tercantum dengan baik dan segar, dan masih dapat saja memberikan inspirasi perjuangan untuk tiap-tiap masa, untuk keturunan (generasi) demi keturunan.

(3) Strategi catur yang dimainkan Soekarno dalam sejarah politik Indonesia dinamai "Kabinet Kaki Empat", yaitu koalisi empat partai besar: Masyumi, PNI, PKI, dan Nahdhatul Ulama. Soekarno pun tahu bahwa mustahil Masyumi akan mau kerjasama dengan Komunis. Dengan ajakan yang mustahil inilah, Soekarno mulai mempermain caturnya, menyisihkan Masyumi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 587-591, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PEDOMAN PERJUANGAN MUKMIN

"Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah, dengan sebenar-benarnya jihad." (pangkal ayat 78).

Berkata al-Qurthubi dalam tafsirnya, "Setengah ahli tafsir berkata, Yaitu berjihad memerangi kafir; setengahnya lagi menafsirkan, Ini adalah isyarat menyuruh kerja keras melaksanakan segala yang diperintah Allah, menghentikan segala larangannya!"

Artinya berjihadlah terhadap dirimu sendiri supaya hanya kepada Allah saja taat dan kekanglah hawa nafsu yang mendorong, dan berjihad pulalah menentang setan yang mencoba memasukkan was-wasnya.

Berjihadlah membendung orang zalim dari kezalimannya, dan hadapi orang yang kafir di dalam kamu menolak kekafirannya.

Terhadap diri sendiri kita melakukan jihad, Nabi bersabda menurut hadits yang dirawikan Ibnu Syuraih,

"Orang yang mujahid ialah yang berjihad terhadap diri sendiri karena Allah Azza wa Jalla."

Pernah pula ditanyakan orang kepada Rasulullah saw.,

"Apakah jihad yang paling utama?"

Beliau menjawab,

"Kata-kata yang benar di hadapan penguasa yang zalim."

Renungkanlah dan perhatikan pertalian ayat 77 dengan pangkal ayat 78. Orang disuruh meneguhkan ibadah, ruku', sujud, shalat, dan berbuat baik, ialah supaya jiwa kuat menghadapi jihad ini.

Karena orang yang lemah jiwa tidaklah akan kuat menghadapi jihad yang berat itu.

"Dia telah memilih kamu."

Ini adalah ucapan penghargaan tertinggi Allah kepada orang yang beriman, karena hanya mereka yang sanggup berjihad terus-menerus, hilang atau terbilang, menang atau syahid.

"Dialah yang telah menamai kamu Muslimin sejak sebelum ini."

Setengah ahli tafsir mengatakan maksud ayat ialah bahwa Nabi Ibrahim itulah yang telah memberi nama Muslimin atau umat yang mengaku percaya kepada Allah Yang Maha Esa. Alasannya karena tersebutlah permohonan Ibrahim dalam Surah 2, al-Baqarah, ayat 128.

Tetapi penafsiran lain menyatakan bahwa yang menamai umat yang percaya kepada Allah yang satu dengan Muslimin ialah Allah sendiri, di dalam kitab-kitab yang telah terdahulu dari Al-Qur'an.

Ini adalah tafsir dari Ibnu Abbas. Demikian juga kata Mujahid, Atha, as-Suddi, adh-Dhahhak, Muqatil, dan Qatadah.

"Dan pada ini,"

Yaitu pada Al-Qur'an disebutlah bahwa agama yang benar di sisi Allah hanya Islam (Surah 3 Aali 'Imraan, ayat 19).

Selain Islam tidak diterima (Aali 'Imraan, 85).

"Supaya Rasul menjadi saksi atas kamu."

Artinya bahwa Rasul menjadi saksi bahwa segala yang diperintah Allah kepada kamu telah beliau sampaikan.

"Dan kamu pun jadi saksi-saksi pula atas manusia."

Karena kamu dipandang sebagai manusia paling baik yang dikeluarkan di antara manusia (Aali 'Imraan ayat 110), sebab kamulah yang berani amar makruf nahi mungkar, sebab beriman kepada Allah.

Oleh sebab itu,

"Maka dirikanlah Shalat,"

Agar tetap teguh hubungan dengan Allah.

"Dan berikanlah zakat,"

Supaya tertolong yang susah dan miskin dan langsung terus berjihad.

"Dan berpegang teguhlah pada Allah,"

Sebab tidak ada lain,

"Dialah Pelindungmu."

Hingga terjamin keselamatanmu.

"Dialah yang sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong." (ujung ayat 78).

Berpegang teguhlah kepada-Nya, memohonlah pertolongan kepada Allah dan bertawakallah, mohonlah perlindungan.

Karena Dialah yang sebenar-benar pemimpin dan pelindungmu.

Dialah yang semulia-mulia dan sebaik-baik pelindung, semulia-mulia, dan sebaik-baik penolong, ketika kamu menghadapi kesusahan atau ketika berhadapan dengan musuh.

Berkatalah Wuhaib bin al-Ward, bahwa ada sebuah Hadits Qudsi,

"Wahai anak Adam! Ingatlah kepada-Ku apabila engkau sedang marah, supaya Aku ingat pula engkau apabila Aku marah. Maka tidaklah Aku patahkan engkau bersama orang yang Aku patahkan. Dan apabila engkau dianiaya orang, maka sabarlah engkau! Dan terimalah dengan rela pertolongan-Ku, karena pertolongan dari Aku adalah lebih baik bagi engkau daripada pertolongan engkau atas dirimu sendiri." (HR. Ibnu Abi Hatim).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 158-159, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Maka, janganlah engkau jadi dari orang-orang yang bodoh." (ujung ayat 35).

Hanya orang-orang yang merasa kesal kalau ada perjuangan antara hak dan batil.

Dalam ayat ini kita diberi pengertian yang mendalam tentang pentingnya perjuangan.

Untuk kemenangan kalimat Allah sehingga mengisi jalan akal manusia, Islam mewajibkan jihad.

Bahkan ditegaskan bahwasanya Islam akan runtuh kalau jihad tidak ada.

Arti yang umum dari jihad ialah berjuang dan bekerja keras.

Sebab, yang dituju ialah menegakkan nilai-nilai kebenaran di tengah-tengah pendapat akal yang berbagai ragam.

Itulah hidup sehingga hidup itu sendiri pun tidak berarti kalau tidak ada jihadnya.

Allah Maha Kuasa membuat manusia itu jadi satu semuanya, yaitu seperti kehidupan Lebah saja, tidak berpikir lagi, tinggal bekerja saja menurut naluri, bukan menurut akal.

Kalau terjadi demikian, hidup itu sendiri pun tidak bernilai lagi.

Hanya orang-orang bodoh saja yang ingin "memakan pisang yang telah dikupas" atau tinggal memakan saja.

Yang berpikir demikian adalah orang yang bodoh, yang sontok akal, yang tidak mengerti nilai kebenaran.

Oleh karena tiap-tiap orang yang berakal itu adalah mempunyai pendapat bahwa hasil pendapat akalnya yang benar, dan pegangannya yang betul.

Kaum Musyrikin itu merasa bahwa pendirian merekalah yang benar.

Oleh karena itu, mereka pertahankan mati-matian.

Padahal kebenaran yang dibawa Rasulullah yang benar, sebab dia datang dari wahyu, datang dari Allah.

Kalau di sana mengatakan merekalah yang benar, padahal hakikat yang benar terletak di sini karena dia datang dari wahyu, sudah pasti ada perjuangan.

Sampai yang benar itulah yang menang!

Itulah ketentuan dari kalimat Allah yang satu kekuatan pun tidak dapat mengubahnya.

Berkata Ahmad Syauqi, ahli syair Mesir yang terkenal:

Teguhlah pada pendapatmu di dalam hidup ini dan berjuanglah!

Karena sesungguhnya hidup itu ialah aqidah dan perjuangan.


Ayat ini wahyu kepada Rasulullah saw. niscaya beliau mengetahui akan hal itu. Akan tetapi, tujuan sebenarnya ialah kepada umat Muhammad sendiri bahwa agamanya akan selalu hidup di tengah-tengah api perjuangan. Baru keluar apinya Islam itu, setelah dia disangai, disalai, dan ditanak di tengah-tengah perjuangan.

"Hanya saja yang mau menyambut ialah orang-orang yang mendengar." (pangkal ayat 36).

Lanjutan peringatan lagi bahwa yang sudi menerima kebenaran hanyalah yang memasang telinganya, yakni yang ada kontak di antara telinganya dengan hatinya.

Kalau telinganya hanya telinga betung atau telinga kuali, menganga, tetapi tidak mendengar atau melongo saja, walaupun telinga terbuka lebar, sebab hati ada penutup, baik karena kebodohan atau karena taklid buta maka tidaklah akan berfaedah bagi mereka pengajaran ini.

Adapun yang mati, walaupun masih bernyawa, tidaklah dia akan dapat menyambut dan sebab itu dihitunglah orang itu sama dengan mati.

"Sedang orang-orang yang mati itu akan dibangkitkan mereka oleh Allah."

Maka orang yang mati, yaitu mati hati yang tidak mau mendengar kebenaran dan tidak mau menyambut ajakan Rasul akan dibangkitkanlah mereka oleh Allah dari kuburan mereka dan dikirim oleh malaikat ke tempat berhitung (hisab) bersama-sama dengan orang-orang yang diberdirikan untuk menerima ganjaran dosa mereka.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 137-138, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Tersebut dalam surah at-Taubah ayat 24, barangsiapa yang benar-benar mengharapkan petunjuk Allah, hendaklah sanggup menanggalkan cinta dari ayah, ibu, anak, istri, kawan, saudara, keluarga, harta, perniagaan karena takut rugi, rumah tempat tinggal, dan bulatkan cinta kepada Allah dan Rasul.

Kalau tidak mau begitu, awaslah karena hukum Allah pasti datang.

Niscaya orang yang munafik takut mendengar ayat ini.

Niscaya mereka sumbatkan jari mereka ke dalam telinga supaya jangan mendengar perkataan demikian.

Mereka pandang itu laksana petir; mereka takut mati.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 115, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan meminta izin sebagian dari mereka kepada Nabi. Mereka berkata, 'Sesungguhnya rumah-rumah kami telanjang.'"

Artinya rumah-rumah kami tidak ada yang menjaga, anak-anak dan istri tidak ada yang menunggui mereka, takut kalau-kalau dirampok atau didatangi orang yang tidak disenangi. Hanya kami sajalah yang akan dapat memelihara dan menjaga keamanan rumah tangga kami itu.

Alasan yang mereka kemukakan itu hanyalah dicari-cari belaka.

Ujung ayat telah membuka rahasia yang sebenarnya,

"Dan bukanlah rumah-rumah itu telanjang."

Rumah tangga itu aman dan sentosa. Tidak ada orang dalam kota Madinah yang akan sampai sejahat itu, mengganggu rumah tangga seseorang yang tengah turut mempertahankan kota mereka dari serbuan musuh.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 159, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Barulah kamu akan mendapat ganjaran setimpal pula dari Allah, apalagi usaha mereka yang telah lalu itu kamu sambung dengan amalan yang mulia pula,

"Dan tidaklah kamu akan diperiksa perihal apa yang mereka kerjakan." (ujung ayat 141).

Buruk atau baik, mulia atau hina, perbuatan umat-umat yang telah terdahulu itu, bukanlah tanggung jawab bagi kamu yang datang belakang. Yang akan kamu pertanggungjawabkan di hadapan Allah adalah amal usaha kamu sendiri.

Inilah satu peringatan yang keras, sampai diulang Allah dua kali, yaitu ayat 134 dan ayat 141 ini, yang sama isinya dan sama susunannya.

Memang patutlah hal ini diulang-ulangi walaupun berpuluh kali.

Sebab sudah menjadi penyakit bagi suatu umat keturunan umat yang besar, membanggakan amalan nenek moyang, tetapi tidak berusaha menyambung usaha itu.

Orang Arab keturunan Isma'il di negeri Hijaz membanggakan bahwa mereka adalah keturunan dari pembangun Ka'bah, padahal mereka telah menyembah berhala.

Orang Yahudi di Madinah merasa diri lebih tinggi dari orang Arab, dengan menyebut nama nabi-nabi yang diutus Allah di kalangan mereka, sejak Musa sampai beberapa Nabi dari Bani Israil, padahal merekalah yang banyak membunuh nabi-nabi itu karena tidak cocok dengan hawa nafsu mereka.

Sekarang, datang Nabi Muhammad saw. mengajak kembali kepada ajaran pokok yang asli dari nenek moyang itu, tetapi mereka bertahan pada pendirian-pendirian yang salah, yang telah jauh dari ajaran nenek moyang itu.

Ini dapat menjadi pengajaran bagi kita yang datang jauh sesudah Nabi Muhammad saw.

Berapa banyak kita banggakan sejarah, sedikit-sedikit sejarah kebesaran Islam, sejarah ulama Islam, sejarah kemenangan Islam.

Dan semuanya itu memang benar, tetapi semuanya adalah bekas usaha umat yang telah lalu.

Kalau mereka beroleh pahala dari usaha itu, tidaklah kita yang datang di belakang ini yang akan menerimanya.

Kita hanya menerima bekas dari usaha kita sendiri.

Adalah amat membosankan membangga-banggakan zaman yang telah lampau, dari usaha orang lain, sehingga masa hanya habis dalam cerita, tetapi tidak dapat menunjukkan bukti dan usaha sendiri.

Inilah penyakit dari umat yang telah masuk ke lumpur.

Kata pepatah ahli syair,

Orang muda sejati ialah yang berkata,

"Inilah aku!"

Bukanlah orang muda sejati orang yang berkata,

"Bapakku dahulu begini dan begitu."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 262, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

DAKWAH KEPADA BANI ISRAIL

Kita umat Islam pun dengan terus terang harus kita akui, kadang-kadang ditimpa juga oleh penyakit Yahudi ini.

Tuhan telah pernah menganugerahi kemuliaan dan karunia kepada kaum Muslimin berabad-abad lamanya, sampai menaklukkan dunia Barat dan Timur.

Tetapi satu waktu pamor Muslimin menjadi muram dan negerinya dijajah oleh bangsa-bangsa lain, dan mereka mundur dalam lapangan politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan, sehingga yang dapat dibanggakan oleh anak-cucu yang datang di belakang tidak lain hanyalah pusaka nenek moyang yang dahulu.

Dengan tidak sadar si anak-cucu tadi membanggakan kemuliaan nenek moyang, tetapi tidak mau insaf dan tidak mau membina kemuliaan yang baru atau sambungan karena menyeleweng jauh dari garis agama yang diajarkan Rasul.

Maka samalah keadaan kita dengan Yahudi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 155, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

DI ANTARA CINTA DAN FANATIK

"Belumlah berarti Iman seseorang di antara kamu sebelum aku ini lebih dicintainya daripada dirinya."

Menurut hadits yang diriwiyatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, Nabi saw. pernah berkata:

"Sebagian daripada umatku yang sangat cinta kepadaku ialah orang-orang yang datang sepeninggalku kelak. Mereka ingin sekali hendak melihat aku, dengan kaum keluarganya dan harta bendanya sekali."

Dengan hadits ini jelaslah bahwa cinta kepada Nabi itu tidak akan putus dalam hati orang yang beriman sampai hari Kiamat. Cinta kepada Rasul dalam rangka iman kepada Allah masih akan menyala di hati mukmin selama Al-Qur'an masih ada.

Pembuktian cinta itu ialah dengan berjihad menegakkan agamanya, berjuang mengokohkan hukumnya, melakukan dakwah di atas permukaan bumi ini sehingga agamanya di atas dari segala agama, walaupun orang-orang yang mempersekutukan Tuhan dengan yang lain tidak menyukainya.

Cinta kepada Allah dan cinta kepada Rasul inilah yang menyebabkan timbulnya mujahidin dalam setiap zaman, jatuh satu datang sepuluh, sehingga jumlah pengikut Rasul itu tidaklah jadi berkurang dalam dunia ini,

Malahan bertambah.

Pencinta Rasul itu bersedia hidup buat mencapai kemuliaan agama Allah dan bersedia mati sehingga mencapai syahid.

Kita mencintai Rasul bukanlah cinta buat disembah melainkan cinta buat dijadikan teladan hidup. Bukan buat disamakan dengan Tuhan, melainkah buat dijadikan orang yang dipercaya buat dijadikan penunjuk jalan kehidupan ini.

Rasa cinta inilah yang mendorong beberapa pejuang, beberapa mujahidin menyuarakan:

"Esa hilang dua terbilang." atau yang di dalam bahasa Arab disebut; Isy kariman, au mut syahidan, (hiduplah dengan kemuliaan atau matilah dalam keadaan syahid).

Bangsa penjajah sangat benci kepada cinta semacam ini.

Selama umat Islam yang hendak dijajah ini masih cinta kepada Tuhan, kepada Rasul, kepada agama yang dipeluknya seperti yang telah diterangkan itu, selama itu pula penjajah akan bernasib seperti telor di ujung tanduk.

Kecintaan terhadap Rasul itu pulalah yang meskipun 350 Tahun Belanda menjajah di Indonesia, tidaklah mereka senang berdiam. Tiap abad ada saja perlawanan.

Sejak perlawanan raja-raja, sampai pada perlawanan ulama-ulama.

Dapat dipadamkan di satu tempat, dia berkobar lagi di tempat yang lain, sampai akhirnya penjajah itu pun dapat dikikis habis.

Kecintaan kepada Allah dan Rasul serta kecintaan kepada agama, yang menyebabkan orang-orang tidak keberatan menempuh maut!

"Almautu ayatul hubbish shadiq" (Maut adalah alamat cinta yang sejati).

Inilah yang dialihnamakan oleh bangsa penjajah menjadi Fanatik!

(Buya HAMKA, Renungan Tasawuf, Hal. 66-67, Republika Penerbit, Cet.I, Januari 2017).

GARA-GARA KAUM MUNAFIK

Dan di dalam negeri-negeri Islam sendiri, yang pemerintahnya tidak lagi berpikir menurut garis Islam, tidaklah diberi kesempatan Islam berbangkit, kecuali kalau pihak penguasa memandang ada keuntungan yang diharapkan dari mereka.

Tetapi ujung ayat ini telah memberikan ingat bahwa usaha hendak membendung sumber rezeki Islam itu tidaklah akan berhasil, sebab,

"Dan bagi Allah-lah perbendaharaan-perbendaharaan di semua langit dan bumi."

Artinya, bahwa yang menentukan rezeki itu bukanlah manusia, bukan orang semacam Abdullah bin Ubay.

Rezeki Allah yang menentukan.

Rezeki dari Allah itu tidak diketahui di mana pintunya, dia akan turun kalau Allah menghendaki.

"Tetapi orang-orang munafik tidaklah mengerti." (ujung ayat 7).

Teringatlah saya ketika menyusun tafsir sampai di sini, nasib seorang teman sangat karib dengan saya ketika zaman perjuangan dahulu.

Untuk kepentingan pembangunan negara, dia masuk jadi pegawai negeri. Di samping jadi pegawai negeri dia pun meneruskan cita-citanya dalam perjuangan fi sabilillah.

Oleh karena pengaruhnya karena cita-cita perjuangan itu bertambah besar, tumbuhlah rasa curiga bagi pihak penguasa, sehingga dia disuruh memilih satu di antara dua: pertama, tetap jadi pegawai negeri tetapi hentikan kegiatan perjuangan, atau teruslah berjuang dalam cita-cita, tetapi mesti terhenti dari pegawai.

Ketika datang "kata dua" seperti itu dari penguasa tertinggi, yang diajaknya musyawarah terlebih dahulu ialah istrinya mana yang akan dia pilih?

Istrinya sangat-sangat memberinya dorongan, "Kita bukan keturunan pegawai negeri! Kalau disuruh memilih, pilihlah perjuangan bersama umat!"

"Bagaimana jaminan hidup kita?", tanyanya kepada istrinya.

Lalu dengan nada kesal istrinya menjawab, "Apakah Kakanda sekarang sudah berubah? Sudah terlalu enak jadi pegawai? Bukankah selama ini Kakanda memfatwakan di mana-mana, bahwa kalau kita berjuang karena Allah, pastilah Allah akan menjamin hidup kita. Apakah Kakanda tidak yakin lagi akan apa yang Kakanda ucapkan kepada orang lain itu?"

Bukan main gembira hatinya bercampur terharu mendengar jawaban tegas dari istrinya itu.

Dan ketika teman-temannya seperjuangan datang menanyakan kepadanya bagaimana sikapnya?

Dia telah menjawab dengan tegas padat: dia memilih tetap berjuang untuk agama dan meletakkan jabatan jadi pegawai negeri!

Padahal waktu itu dia telah mendapatkan kedudukan pegawai tertinggi.

Memang setelah beberapa bulan kemudian seorang teman yang lain bertanya kepadanya,

"Mengapa berhenti jadi pegawai? Dari mana akan dapat ganti jaminan yang diterima tiap-tiap hari ke-28?" (Ketika itu menerima gaji tiap-tiap tanggal 28).

Dengan tegas dia menjawab,

"Sejak saya berhenti jadi pegawai, alhamdulillah, hampir setiap hari menjadi hari ke-28!"

Kemudian tidak juga orang merasa puas! Disusun satu fitnah dan dituduhkan kepadanya, lalu dia ditangkap dan ditahan selama 2 tahun 4 bulan (28 bulan).

Maka dia pun merasa beruntung karena dalam masa 28 bulan itu dapatlah dia waktu yang selapang-lapangnya buat tafakur; beribadah, membaca, muthala'ah dan memahamkan Al-Qur'an, yaitu suatu hal yang sangat perlu, yaitu memperkaya dan memperlengkap jiwa di dalam menegakkan agama Allah, yang tidak akan dicapainya kalau dia tidak diasingkan dengan paksa selama 28 bulan.

Tepatlah firman Allah itu,

"Bagi Allah-lah perbendaharaan-perbendaharaan di semua langit dan di bumi; tetapi kebanyakan orang munafik tidak mengerti."

10 tahun kemudian, setelah orang-orang yang memfitnahkan itu hancur semua laksana Qarun yang tenggelam ke dalam bumi bersama hartanya, teman yang difitnahkan itu masih meneruskan perjuangan menegakkan agama Allah, sekadar kekuatan yang dianugerahkan Allah kepadanya.

Perbelanjaan hidupnya benar-benar tercurah dari perbendaharaan Allah sendiri.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 156-157, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ISTRI DAN ANAK JADI MUSUH

"Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya dari istri-istri kamu dan anak-anak kamu, ada yang jadi musuh bagi kamu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka." (pangkal ayat 14).

Benar-benar disengaja atau tidak kadang-kadang istri dan anak-anak bisa saja jadi musuh, sekurang-kurangnya menjadi musuh-musuh yang akan menghambat cita-cita.

Ibnu Abbas menceritakan bahwa setelah Rasulullah dan sahabat-sahabatnya yang setia hijrah ke Madinah, adalah beberapa orang penduduk yang yang tingal di Mekah itu, kian lama berpisah dengan Nabi kian terasa kebenaran dan kemuliaan beliau. Lantaran itu timbullah keinginan mereka hendak memeluk agama Islam dan pergi menuruti Nabi saw. ke Madinah. Tetapi setelah maksud itu diutarakannya kepada istri-istri dan anak-anak mereka, engganlah mereka mengikuti suami dan ayah mereka itu masuk Islam dan turut berangkat ke Madinah. Besar kemungkinan mereka merasa berat meninggalkan harta benda yang ada di Mekah dan tidak tahan menderita jika hijrah. Orang yang menyatakan telah beriman itu kagum bila mendengar teman-temannya yang hijrah itu telah banyak pengertian tentang agama, sedang mereka sudah jauh ketinggalan. Tetapi oleh karena istri-istri dan anak-anak tidak suka, maka adalah di antara mereka yang hendak menghukum mereka.

Kata Ibnu Abbas, itulah sebab maka ayat ini turun, peringatan bahwa istri-istri dan anak-anak kadang ada di antara mereka yang jadi musuh, yaitu musuh cita-cita. Sebab itu disuruhlah orang yang beriman berhati-hati terhadap istri-istri dan anak-anak, jangan sampai mereka itu memengaruhi keyakinan. Tetapi jangan langsung mengambil sikap keras terhadap mereka, bimbinglah mereka baik-baik.

"Dan jika kamu memberi maaf dan menghabisi saja dan memberi ampun, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (ujung ayat 11).

Di pangkal ayat diterangkan dengan memakai min yang berarti daripada, artinya setengah daripada. Tegasnya bukanlah semua istri atau semua anak jadi musuh hanya kadang-kadang atau pernah ada.

Hasil dan sikap mereka telah merupakan suatu musuh yang menghambat cita-cita seorang Mukmin sebagai suami atau sebagai ayah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 175, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BEBAS DARI RASA TAKUT

Ayat ini memberi kesan yang besar sekali dalam jiwa kita. Mempersekutukan Allah dengan yang lain, walaupun apa yang lain itu, bukanlah menimbulkan keberanian melainkan menimbulkan rasa takut jua. Jika hati ini telah dibulatkan kepada Allah, hilanglah segala rasa takut dan timbullah keberanian menghadapi hidup. Oleh sebab itu, aqidah tauhid bukanlah semata-mata keyakinan hidup, melainkan menjadi modal hidup yang sebenar-benarnya.

Di dalam ayat ini, Nabi Ibrahim menjelaskan bahwa beliau telah mendapat keyakinan hidup, yaitu bahwa Allah tempat bergantung dan berlindung dan berlindung hanya satu. Adapun segala sesuatu yang masih bernama alam, baik dia bernama bintang-bintang termasuk bumi dengan segala isinya, bulan purnama raya atau matahari sekalipun, semuanya itu masih alam atau makhluk yang dijadikan oleh Allah. Oleh sebab itu, beliau tidak takut pada semuanya, sebab semuanya tidak memberi mudharat dan tidak memberi manfaat apaapa. Jika ini langsung bergantung kepada Allah Yang Maha Kuasa, bebas merdeka daripada alam semesta ini.

Apabila jiwa telah mencapai martabat Tauhid Uluhiyah itu, ia tidak mengenal takut pada apa-apa lagi karena insting atau naluri ketakutan yang ada dalam jiwa sudah dijuruskan kepada Yang Maha Esa.

Sebaliknya, orang yang menyembah berhala, mempertuhan yang lain, baik benda maupun sesama manusia, rasa takut itu selalu bersarang dalam kalbunya, selalu merasa ragu.

Nabi Ibrahim telah membuktikan bahwa tidak merasa takut pada berhala sampai berhala itu diruntuh dan dihancurkannya dengan kampak.

Nabi Ibrahim tidak merasa takut pada api nyala, sampai api itu dilompatinya. Kalau tidak qudrat iradah Allah, niscaya hangus beliau dalam api itu.

Perhatikanlah orang-orang yang mempersekutukan yang lain dengan Allah itu alangkah pengecutnya.

Mereka menyembah-nyembah memohon pangkat kepada sesama manusia yang berkuasa, jadi raja atau jadi presiden, dia pergi menyembah-nyembah dan menjilat-jilat.

Dia takut beliau akan murka, dia takut pangkatnya akan diturunkan, dia takut dia akan diberhentikan dengan tidak hormat, dia takut anak-anaknya tidak akan makan.

Lantaran itu, kian lama dia kian menyembah kepada manusia yang diberhalakannya itu.

Kemudian, tiba-tiba berhenti presiden tempat dia menyembah dan takut atau mangkat raja tempat dia menyembah dan menyusun jari yang sepuluh, dia bertambah musyrik lagi, memuja menjilat kepada pengganti presiden atau raja itu.

Maka, seluruh hidupnya dipenuhi oleh rasa takut.

Orang yang lemah aqidah tauhidnya itulah yang lantaran takutnya, lalu percaya pada mantra-mantra, percaya pada azimat (jimat), percaya pada sihir, percaya pada ramalan tukang ramal, percaya kepandaian dukun penipu. Percaya bahwa perjalanan hidupnya dipengaruhi oleh bintang-bintang.

Mereka inilah yang belajar ilmu kebatinan supaya jangan telap oleh peluru.

Mereka takut menghadapi maut karena kurang imannya kepada Allah.

Mukmin sejati jika tampil ke medan peperangan, walaupun menghadapi tombak dan pedang atau bom atom atau bom nuklir, tidaklah takut menghadapi maut.

Sebab sebelum mati dia sudah yakin bahwa mati itu pasti datang dan lebihlah mulia apabila seseorang mencapai mautnya sebagai seorang syahid menegakkan jalan Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 202-203, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Dan ada di antara sahabat Rasulullah saw. itu yang berdoa,

"Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari khusyu'nya orang munafik."

Lalu ada yang bertanya,

"Bagaimana pula khusyu orang munafik?"

Sahabat Rasulullah itu menjawab:

"Kelihatan badannya seperti khusyu, padahal hatinya jauh dari khusyu."

Umar bin Khaththab yang besar itu menanyakan kepada Hudzaifah bin al-Yamani, yaitu seorang di antara sahabat-sahabat Rasulullah yang diberitahu khusus kepadanya tentang nama-nama orang munafik,

"Adakah kau lihat padaku tanda munafik, hai Hudzaifah?"

Hudzaifah menjawab,

"Tidak, ya Amirul Mukminin!"

Dan kalau ada seseorang meninggal dunia, berkerumunlah orang datang ta'ziyah melawat jenazah itu.

Sayyidina Umar bertanya lebih dahulu,

"Adakah Hudzaifah hadir di tempat kematian itu?"

Kalau dijawab orang bahwa Hudzaifah ada di sana, barulah Umar pergi pula melawat dan kalau tidak, beliau pun tidak pergi.

Di segala zaman akan ada orang munafik.

Sebab itu seluruh ayat-ayat yang mengenai orang munafik, dan khusus surah yang bernama "al-Munaafiquun" ini seyogianya menambah waspada kita tentang iman kita.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 147, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Sedikit saja kamu yang bersyukur." (ujung ayat 23).

Yang terbanyak hanyalah membuang umur, menghabiskan waktu kepada yang tidak berfaedah dan berjalan di permukaan bumi dengan tidak ada tujuan, sebagaimana yang telah dikatakan pada ayat-ayat tersebut di atas tadi.

Keterangan lebih jelas atas kemalangan hidup orang yang seperti ini dijelaskan Allah dalam surah al-A'raaf ayat 179 (Tafsir Juz 9).

Bahwa Allah telah menyediakan untuk jadi isi neraka Jahannam setengah dari jin dan manusia yang ada hati tetapi tidak digunakan untuk berpikir, ada diberi mata tetapi tidak dipergunakan buat melihat, ada diberi telinga tetapi tidak dipergunakan buat mendengar.

Orang semacam itu sama saja dengan binatang, bahkan mereka lebih sesat.

Mereka itulah orang-orang yang lalai.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 255, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang yang beriman itu, jiwa mereka dan harta benda mereka, dengan (bayaran) bahwa untuk mereka adalah surga." (pangkal ayat 111).

Orang yang beriman, oleh karena cintanya kepada kesucian dan kebersihan, zahir serta batin, maka Allah pun telah suka dan cinta pula kepada mereka. Tidak ada lagi satu ruang kecil pun yang tinggal di dalam hatinya untuk menempatkan di dalamnya selain dari Allah.

Berbeda dengan munafik yang jiwanya pecah belah itu. Orang munafik bersedia membela dirinya kepada setan, hawa nafsu ataupun sesama manusia.

Tetapi orang beriman tidaklah dapat ditawar oleh setan yang mana jua pun. Sebab dirinya telah terjual habis kepada Allah.

Orang beriman akan tetap mengangkat mukanya menghadapi siapa saja, dengan tidak merasa gentar dan takut.

Tetapi mereka akan sujud tersipu-sipu ke bumi, sampai keningnya tercecah ke tanah bila menghadap Allah.

Dirinya telah terjual habis, tidak ada sisanya lagi. Pembelinya ialah Allah sendiri. Dirinya atau jiwanya dan juga harta bendanya telah diborong belaka oleh Allah, dan pembayarnya kelak ialah surga.

"Mereka berperang pada jalan Allah, maka mereka pun membunuh dan mereka pun terbunuh."

Oleh karena diri dan harta telah terjual kepada Allah, menjadi budak dan hamba Allah, ke mana saja pun Allah mengerahkan mereka, mereka pun ridha menerima.

Oleh karena iman yang telah mendalam, mereka pun tahu benar bahwa baik diri dan jiwanya, ataupun harta dan bendanya, pada hakikatnya Allah semua yang empunya.

Sebenarnya kalau diri dan harta itu diserahkan dengan seikhlas-ikhlasnya kepada Allah, tidak lain dari menyerahkan sesuatu barang kepada yang empunya. Tetapi oleh karena di antara Mukmin dengan Allahnya itu telah terpaut tali kasih dan sayang Hubbu dan Ridha, maka pengembalian diri itu dihargai juga oleh Allah.

Menjual diri kepada Allah inilah yang pernah disebutkan oleh Shufi yang masyhur, Maulana Jalaluddin ar-Rumi:

"Diri ini telah terjual habis kepada Allah, tidak bisa ditawar lagi. Barang yang sudah terjual tidak boleh dijual dua kali."

Maka kesusahan dan penderitaan hidup, kesulitan dan kesengsaraan yang dihadapi di dunia ini, menjadi kecil belaka, tidak ada artinya, karena hidup sudah mempunyai pegangan, yaitu "Aku ini hamba Allah," dan hari depan pun mempunyai pegangan, yaitu "Surga yang dijanjikan Allah."

Maka harga yang dibayarkan Allah itu, kalau kita timbang-timbang dengan umur dan pengorbanan kita, apatah lagi diri dan harta benda itu pada hakikatnya Allah juga yang empunya, adalah terlalu mahal. Yang akan kita terima tidak sepadan, terlalu besar, jika dibandingkan dengan kecilnya yang kita berikan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 294-295, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BERJUANG PADA JALAN ALLAH

Selanjutnya, Allah berfirman,

"Dan berbuat baiklah,"

Atau majukanlah perbaikan. Karena wa ahsinu berarti selalu berbuat baik dan selalu memperbaiki maka banyaklah maksud yang terkandung di dalamnya.

Dia tersimpul dari kata ihsan.

Terhadap Allah, ihsan itu ialah bahwa kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu lihat Allah itu. Karena Allah tidak dapat dilihat dengan mata, tetapi Allah tetap dapat melihat kamu. Dengan dasar yang demikian, orang-orang yang beriman akan selalu memperbaiki mutu amalnya, mutu ibadahnya, dan oleh karena di sini menyangkut peperangan, termasuk jugalah di dalam memperbaiki mutu segala yang bersangkutan dengan peperangan.

Ahli-ahli peperangan lebih mengertilah daripada penulis tafsir ini apa maksudnya memperbaiki dalam perang.

Ingatlah bahwa peperangan itu melalui tingkat-tingkat kemajuan yang luar biasa.

Sehingga taktik perang di zaman Nabi saw. sudah jauh berbeda dengan taktik perang di zaman pahlawan Khalid bin Walid.

Apatah lagi apa yang kita namai "perang modern".

Kadang-kadang, alat-alat perang 5 tahun yang lalu pada tahun ini sudah dipandang ketinggalan zaman.

Negara-negara Arab kalah berperang dengan negara boneka bangsa-bangsa penjajah yang bernama Israel ialah karena dalam taktik dan teknik perang, tentara ketujuh negara Arab itu sudah lama tidak ada perbaikan.

Sebab, itu tertera di ujung ayat, Allah Ta'ala berfirman,

"Sesungguhnya, Allah suka kepada orang-orang yang berbuat baik." (ujung ayat 195).

Meskipun dengan ayat-ayat yang ringkas, suatu hal sudahlah terang bagi kita. Allah telah menurunkan wahyu berkenaan dengan peperangan untuk membela agama dan melancarkan dakwahnya.

Meskipun telah 14 abad ayat ini turun, ia masih tetap teguh dan kuat menjadi dasar bagi kaum Muslimin dalam menegakkan agamanya, yang tidak dapat dikalahkan oleh filsafat-filsafat yang timbul berkenaan dengan perang.

Bahkan kepada inti sari ayat ini jugalah orang akan kembali.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 369-370, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan persiapkanlah (untuk menghadapi) mereka apa yang kamu bisa; dari kekuatan dan dari tambahan kuda-kuda." (pangkal ayat 60).

Sebagaimana telah kita isyaratkan pada tafsir di atas, di dalamnya Allah menyatakan bahwa Dia tidak menyukai orang yang khianat, maka hendaklah orang yang beriman menjaga kekuatan.

Karena kalau pihak musuh memungkiri janji, kita hanya dapat menegurnya dengan kekuatan.

Kalau kita lemah, maka tiap-tiap ada kesempatan, niscaya mereka akan menginjak-injak janji itu.

Maka ayat ini adalah lanjutan dan akibat yang wajar dari usaha menegakkan Islam.

Pada ayat-ayat di atas kita telah diperintahkan berperang sehingga fitnah terhadap agama tidak ada lagi dan seluruh keagamaan sudah bulat menuju kepada Allah.

Bagaimana akan sanggup menghadapi perang, kalau persiapan kekuatan tidak ada?

Sebab itu, tegaslah perintah Allah ini datang, yaitu supaya bersiap terus dengan segala macam alat senjata yang ada.

Pada zaman Nabi kita Muhammad saw. orang berperang dengan pedang dan tombak.

Kian lama persenjataan kian maju; sampai kepada bedil dengan segala macam gun (senjata), sampai kepada meriam, dan akhir ini sampai kepada peluru kendali dan bom nuklir.

Maka ayat ini selalu berbunyi pada telinga kita, supaya kita bersiap terus, dan bersiap terus menuruti perkembangan persenjataan itu.

Di zaman Rasul saw. sangat penting artinya kuda peperangan.

Dan sampai kepada zaman kita sekarang ini, belumlah mundur kepentingan kuda dalam perang.

Di samping itu, telah timbul kendaraan-kendaraan bermotor untuk perang; Panse Wagon, truk, tank, kendaraan berlapis baja, ditambah lagi sekarang dengan kepentingan angkatan udara.

Di dalam ayat ini disebutkan pemautan kuda.

Ahli tafsir mengatakan bahwa angkatan perang dalam kesiapsiagaannya hendaklah selalu memelihara kudanya dan memautkannya dengan baik, artinya yang luas ialah kendaraan sehingga bila datang keadaan yang tiba-tiba, terus hendaklah dapat siap menaikinya.

Setelah seluruh negeri Irak ditaklukkan oleh Sayyidina Sa'ad bin Abu Waqqash, beliau buatlah rencana mendirikan Kota Kufah.

Setelah rencana ini dikemukakan kepada Khalifah Sayyidina Umar bin Khaththab, maka beliau pun sangat menyetujui.

Cuma beliau tambah bahwa di samping mendirikan sebuah masjid jami, hendaklah pula diperbuat satu tanah lapang tempat para pemuda melakukan latihan-latihan perang.

Latihan memanah, melemparkan tombak, bermain pedang, dan berkuda.

Setengah dari ucapan beliau yang masyhur,

"Ajarkanlah kepada anak-anak kamu berenang dan memanah. Hendaklah mereka dapat melompat ke punggung kuda sekali lompat."

Ketika ayat ini pernah saya tafsirkan pada kuliah shubuh di Masjid Agung al-Azhar, seorang dari pengikut kuliah yang setia, yaitu Haji Suyono ketika itu Laksamana Muda Angkatan Udara, telah menggeleng-gelengkan kepala karena sangat termakan olehnya ayat ini, sebab dia seorang militer.

Dia berkata,

"Bagi kami dalam angkatan bersenjata memang ada suatu disiplin yang wajib dipelihara terus. Kami yang diberi jeep atau kendaraan bermotor yang lain, diperintahkan mesti selalu memegang kunci kontak kendaraan kami dengan radar, dan kendaraan itu selalu wajib siap dengan bensinnya. Sehingga kalau ada sesuatu, misalnya terjadi malam hari, kami mesti segera dapat siap melompati kendaraan kami."

Ahli-ahli perjuangan selalu berkata, "The man behind the gun."

Manusia yang berdiri di belakang senjata!

Artinya, bahwa bukan senjata yang menentukan dan memutuskan, melainkan siapa yang berdiri di belakang senjata itu.

Sebab itu dapatlah kita renungkan susunan ayat sejak semula.

Yang lebih dahulu ditekankan ialah ketaatan kepada Allah dan Rasul.

Yang lebih dahulu ditekankan ialah iman.

Jadi, kalau cara sekarangnya, hendaklah pemegang-pemegang senjata itu orang yang berideologi.

Yang sadar benar untuk apa senjata itu dipakai.

Lanjutan ayat menegaskannya lagi,

"Untuk kamu menakutkan musuh Allah dan musuh kamu dengan dia."

Yaitu dengan persiapan perang yang tangguh dan kuat itu akan berpikirlah musuh 1.000 kali terlebih dahulu sebelum mereka memerangi kamu, atau sebelum mereka memungkiri janji.

Musuh kamu dan musuh Allah!

Musuh bersama kamu dan Tuhan kamu, sehingga musuh Allah adalah musuh kamu, dan dengan peringatan demikian kamu pun tidak akan membalas dendam pribadi.

"Dan (musuh) yang lain dari mereka, yang tidak kamu ketahui siapa mereka. Allah yang mengetahui siapa mereka."

Itulah musuh dalam selimut, kepinding (kutu busuk) di dalam baju, orang-orang munafik, yang disangka kawan, padahal lawan.

Maka melihat kekuatan persiapanmu dan teguhnya kewibawaanmu, orang-orang yang munafik itu pun akan berpikir terlebih dahulu sebelum mereka berbuat khianat.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 33-34, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KEMURKAAN-KU DAN KEMURKAANMU!

Setelah diuraikan bagaimana indahnya doa malaikat buat orang yang beriman sampai begitu mengharukan permohonannya kepada Allah, agar janji Allah dipenuhi, agar Mukmin dikumpulkan dalam surga dengan nenek moyangnya sampai ke atas, dengan anak cucu keturunannya sampai ke bawah, istri-istrinya pun dan sampai pula dia memohon janganlah kiranya orang beriman di hari mahsyar itu ditimpa pengalaman yang buruk maka sekarang mulailah diterangkan pula bagaimana penderitaan orang yang kafir.

Orang yang tidak mau menerima seruan Rasul, yang tidak mau percaya, bahkan yang membantah dan mencari berbagai dalih untuk mempergunakan yang batil bagi menindas atau menghapus kebenaran.

Setelah mengisahkan permohonan malaikat itu semuanya, beralihlah ayat sekarang menceritakan siksa pahit yang akan dialami oleh orang-orang yang kafir,

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir diserukan kepada mereka, 'Sesungguhnya kemurkaan Allah lebih besar daripada kemurkaan kamu kepada dirimu sendiri.'" (pangkal ayat 10).

Pada pangkal ayat ini dibukalah suatu penghargaan yang gagal dan manusia.

Adalah menjadi suatu kebiasaan bahwa manusia merasa menyesal atas perbuatan salah yang pernah dia kerjakan.

Dalam penyesalan itu dia memarahi dirinya, dia murka kepada dirinya dan dia mengaku bahwa perbuatannya dahulu itu memang suatu kesalahan yang patut dihukum.

Kebiasaan pada mahkamah di dunia ini seorang tertuduh yang mengakui perbuatan yang dituduhkan itu terus terang, memang dia kerjakan, dan dia telah menyesal, dia memurkai dirinya karena kesalahan itu dan dia bersedia buat dihukum dengan hukuman apa saja.

Biasanya pengakuan terus terang itu dapat meringankan hukuman yang akan dijatuhkan.

Tetapi dengan Allah tidak dapat demikian.

Meskipun seseorang telah murka kepada dirinya sendiri, telah sangat menyesal atas perbuatan itu, yang dengan demikian mungkin ada harapannya bahwa hukumannya akan diringankan.

Ditegaskan dalam peringatan Allah,

"Sesungguhnya kemurkaan Allah lebih besar daripada kemurkaan kamu kepada dirimu sendiri."

Sebabnya ialah karena tentang suruhan dan larangan telah diterangkan sejak dahulu, telah didatangkan rasul-rasul dan dengan perantaraan mereka telah disampaikan wahyu Ilahi memberi peringatan.

Maka kalau masih ada yang melanggar bukanlah lagi karena tidak tahu, melainkan karena hendak menentang Allah semata-mata, yang dinamai kafir.

Sebab itu meskipun dia telah memarahi dirinya terlebih dahulu, namun murka Allah masih lebih besar.

Sebabnya dijelaskan pada akhir ayat,

"Karena diseru kamu kepada beriman, namun kamu kafir jua." (ujung ayat 10).

Oleh sebab itu maka jelaslah seruan Allah kepada hamba-Nya bahwa jika hendak menyesali kesalahan, menyesallah sekarang juga, di kala hidup ini.

Jika hendak bertobat, tobatlah kini.

Jika hendak kembali kepada jalan yang benar, kembalilah sementara lagi hidup.

Adapun tobat atau minta ampun ataupun menyesal diri dan memurkai diri setelah sampai di akhirat tidaklah akan dapat mengurangi siksaan Allah, bahkan akan menambah berlipat gandanya.

Mereka berkata, "Tuhan kami! Engkau telah matikan kami dua kali dan Engkau telah hidupkan kami dua kali." (pangkal ayat 11).

Ucapan manusia yang seperti ini adalah suatu keluhan.

Bukan mereka mengatakan bahwa Allah telah mematikan mereka dua kali, bahwa mati yang pertama ialah sebelum manusia dijadikan lengkap bertubuh sebagai insan. Manusia telah ada dalam ilmu Allah Ta'aala, bahan-bahan yang kelak akan dibentuk menjadi seorang manusia sudah ada dalam rencana Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 83-84, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PERNIAGAAN YANG PASTI BERUNTUNG

Sesudah iman kepada Allah dan Rasul mantap, hendaklah buktikan dengan kesanggupan dan kesukaan berjihad pada jalan Allah.

Yaitu bekerja keras, berjuang, tidak kenal menyerah, tidak mengenal berhenti apatah lagi mundur, di dalam menegakkan jalan Allah.

Harta benda dikorbankan untuk perjuangan itu. Kebatilan tidaklah sesuai dengan iman. Dan bukan harta saja, jiwa pun kalau perlu diberikan untuk menegakkan jalan Allah.

"Demikian itulah yang baik bagi kamu, jika kamu mengetahui." (ujung ayat 11).

Tegasnya meskipun kamu mengaku beriman kepada Allah dan Rasul, padahal kamu tidak mau bekerja keras, jelaslah kamu akan rugi.

Bukan rugi untuk dirimu saja, bahkan rugi untuk agamamu sendiri.

Rugi untuk anak-cucu keturunanmu.

Agama tidak akan tegak kalau semangat jihad tidak ada lagi.

Tepat sekali sebuah hadits yang bunyinya,

Dari Abu Bakar, berkata dia, bahwa Rasulullah saw. berkata, "Tidaklah meninggalkan jihad suatu kaum, melainkan akan diratakan Allah adzab atas mereka." (HR. ath-Thabrani dari Majmu'uz Zawaaid).

Apakah keuntungannya?

Keuntungan itulah yang dijelaskan Allah pada ayat berikutnya,

"Akan diampuni-Nya bagi kamu dosa kamu." (pangkal ayat 12).

Artinya bahwa dosa tersebab kelalaian dan kemalasan berjihad selama ini akan dihapuskan oleh Allah.

Dosa yang berkecil-kecil dengan sesama manusia pun akan diampuni juga.

Sebab dengan kamu telah masuk ke dalam barisan jihad, berarti kamu telah berjasa kepada sesama manusia, karena menghapuskan kehinaan dari mereka.

"Dan akan dimasukkan-Nya kamu ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai."

"Demikian itulah kemenangan yang besar."(ujung ayat 12).

Memang itulah kemenangan paling besar dan paling agung. Tak ada kemenangan yang mengatasi itu lagi. Sebab nikmat surga itu kelak adalah kekal buat selama-lamanya, untuk masa yang tidak berbatas. Sehingga kemenangan-kemenangan perjuangan dunia ini tidak ada artinya jika dibandingkan dengan kemenangan surga itu. Apatah lagi kalau mendapat syahid karena perjuangan, korban dari sebab mempertahankan jalan Allah; berlipat ganda pula kejayaan yang akan dirasakan di akhirat kelak.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 111-112, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Maka tidaklah akan mengetahui sesuatu diri apa yang disembunyikan bagi mereka dari cenderamata." (pangkal ayat 17).

Arti ayat ini ialah untuk orang-orang yang telah menyempurnakan imannya itu dengan ibadah, memperdalam rasa cinta kepada Allah SWT, di antara takut bercampur harap, amalannya yang tulus ikhlas itu akan diterima oleh Allah SWT dan akan diberi sambutan dengan tanda mata.

Di Malaysia dan di Sumatera Timur barang-barang hadiah yang sangat berharga dinamai cenderamata.

Di dalam ayat ini diterangkan bahwa kepada orang Mukmin itu disembunyikan, tidak diberitahu lebih dahulu hadiah cenderamata apa yang akan diserahkan ke dalam tangannya kelak.

Dalam bahasa Inggris yang telah dipinjam untuk bahasa kita disebut surprise, yaitu hadiah yang diserahkan, yang dipertimbangkan oleh yang memberikan hadiah, akan sangat menggembirakan orang yang diberi hadiah.

Tegasnya dia dikejutkan dengan hadiah itu.

"Sebagai balas jasa dari apa yang telah mereka amalkan." (ujung ayat 17).

Pendeknya adalah segala usaha dan amal tulus ikhlas yang mereka usahakan selama hidup di dunia ini, berdasar ibadah kepada Allah SWT dan kasih sayang kepada sesama manusia, tidaklah hilang percuma saja di sisi Allah SWT, bahkan disambut dengan baik dan akan diberi hadiah atau cenderamata yang mengejutkan tetapi menggembirakan dan membahagiakan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 130, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan datang Tuhan engkau." (pangkal ayat 22).

Yaitu datang ketentuan dari Allah, bahwa segala perkara akan dibuka, segala manusia akan dihisab, buruk dan baik akan ditimbang;

"Sedang malaikat mulai hadir berbaris-baris." (ujung ayat 22).

Ditunjukkanlah di dalam ayat ini bagaimana hebatnya hari itu.

"Tuhan datang!" Dan hari itu bukanlah hari dunia ini lagi. Setengah ulama tafsir memberikan arti bahwa yang datang itu ialah perintah Allah, bukan Allah sendiri.

Menulis Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang arti, "Dan datang Tuhan engkau." Kata beliau, "Yakni kedatangan-Nya karena akan memutuskan perkara-perkara di antara hamba-hamba-Nya. Yang demikian itu ialah setelah semuanya memohonkan syafa'at dari pemimpin seluruh anak Adam, yaitu Nabi Muhammad saw., yaitu sesudah mereka semua pada mulanya memohonkan syafa'at kepada para rasul-rasul yang terutama, seorang demi seorang; semuanya menjawab "aku ini tidaklah layak untuk itu, sehingga sampailah giliran kepada Nabi Muhammad saw.. Lalu beliau berkata, 'Akulah yang akan membela! Akulah yang akan membela!' Maka pergilah Muhammad menghadap Allah, memohonkan Dia memutuskan perkara-perkara itu, lalu Allah memberikan syafa'at yang dimohonkannya itu. Itulah permulaan syafa'at dan itulah Maqaaman Mahmudan seperti yang tersebut dalam surah al-Israa' (tengok 1112 15). Maka datanglah Allah untuk mengambil keputusan atas perkara-perkara itu, sedang malaikat-malaikat pun hadir berbaris-baris dengan segala hormatnya di hadapan Allah."

Dalam ayat 38, dari surah an-Naba', disebutkan bagaimana sikap hormat para malaikat itu di hadapan Allah; tak seorang jua pun yang berani berkata mengangkat lidah sebelum mendapat izin dari-Nya.

Berkata az-Zamakhsyari, "Diumpamakan keadaannya dengan kehadiran raja sendiri dalam suatu majelis; maka timbullah suatu kehebatan dan ketinggian siasat, yang tidak akan didapat kalau yang hadir itu cuma pimpinan tentara, atau menteri-menteri saja."

Tidaklah perlu kita perbincangkan terlalu panjang hal seputar "kehadiran Allah" dalam Al-Qur'an. Melainkan wajiblah kita mempercayainya dengan tidak memberikan lagi keterangan lebih terperinci, seperti layaknya kehidupan di alam dunia yang kita hidup sekarang ini.

"Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku." (ayat 29).

Di sana telah menunggu hamba-hamba-Ku yang lain, yang taraf perjuangan hidup mereka sama dengan kamu; bersama-sama di tempat yang tinggi dan mulia; yaitu bersama para nabi, para rasul, para shidiqin dan syuhada. "Wa hasuna utaa-ika rafiiqa" itulah semuanya sebaik-baik teman.

"Dan masuklah ke dalam surga-Ku." (ayat 30).

Di situlah kamu berlepas, menerima cucuran nikmat yang tiada putus-putus dari Rabbul 'Alamin. Nikmat yang belum pernah mata melihatnya, belum pernah telinga mendengarnya, dan lebih dari yang dikhayalkan oleh hati manusia.

Dan ada pula satu penafsiran yang lain, yaitu an-Nafs diartikan sebagai ruh manusia, dan Rabbiki diartikan tubuh tempat ruh itu dahulunya bersarang. Maka diartikannya ayat ini, "Wahai ruh yang telah mencapai tenteram, kembalilah kamu ke dalam tubuhmu yang dahulu telah kamu tinggalkan ketika maut memanggil!" Hal ini sebagai pemberitahu bahwa di Hari Kiamat nyawa dikembalikan ke tubuhnya yang asli. Penafsiran ini didasarkan kepada qiraat Ibnu Abbas: Fii 'Abdii dan qiraat umum Fii 'Ibadiy. Wallahu A'lam Bisshawab.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 575, 577-578, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan adalah Allah itu Maha Kaya, lagi Maha Terpuji." (ujung ayat 131).

Dia kaya daripada tiap-tiap sesuatu karena tiap-tiap sesuatu itulah yang berkehendak dan berhajat kepada-Nya, dari Dia dan untuk Dia dan kembali kepada-Nya. Terpuji Zat-Nya, tersanjung Sifat-Nya, tidak Dia bersifat kekurangan. Meskipun kamu tidak memujinya, bukanlah karena pujianmu itu akan bertambah terpuji-Nya.

Semuanya yang ada, dari sejak Malakuut yang tinggi, sampai kepada Molekul yang terkecil, mengucapkan tasbih kepada-Nya. Dan kebetulan akalmu sendiri pun, bilamana dia telah terlepas dari selaput dan pengaruh hawa nafsu, apabila dia telah mencapai ilmu pengetahuan yang tertinggi tentang perbuatan Allah dalam alam ini, mau ataupun tidak mau, pasti sampai kepada memuji Allah juga.

*Alam Malakuut ialah alam malaikat, sebagaimana juga alam Nasuut berarti alam Kemanusiaan.

*Molekul ialah hama yang sangat kecil, dari bahasa Barat. Sengaja kita pakai untuk timbalan dengan Malakuut tadi. Yakni dari yang paling besar, malaikat; sampai lapat-lapat yang paling kecil yaitu hama.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 482-483, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Al-Qur'an yang dibawa Muhammad saw. pun telah menghidupkan orang yang mati hatinya dan buta pikirannya buat segala zaman.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 213, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BAB IV

Pandangan Ahli-ahli Sejarah Tentang Kehidupan Nabi Muhammad saw.

VII. DR. SYIBLI SYAMIL (KRISTEN ARAB)

"Bagaimanapun duduk perkaranya, tetapi saya harus menjadi pembela Al-Qur'an. Saya harus kagum dengan orang yang diturunkan Kitab ini kepadanya, meskipun saya berada di luar dari golongan agamanya.

Kebenaran adalah milik bersama, dan hikmat adalah kepunyaan seluruh orang Mukmin yang harus mereka jemput, walau di mana pun letaknya.

Membelanya adalah kewajiban atas tiap-tiap orang yang menginsafinya.

Bagaimana saya tidak akan kagum dengan empunya Kitab ini (Muhammad saw.), padahal manusia sudah merasa begitu kagum pada diri seorang Napoleon sehingga mereka mengatakan bahwa orang seperti Napoleon sudah di luar dari adat kebiasaan dunia.

Kalau sekiranya kurang berhati-hati, bahkan ada orang yang mau mendakwakan bahwa Napoleon itu tuhan. Dengan bukti kejadian itu, nyatalah bahwa tabiat manusia suka sekali membesar-besarkan seorang penumpah darah.

Padahal, apalah harganya seorang Napoleon di hadapan seorang Muhammad.

Napoleon boleh kita katakan terletak di bumi dan Muhammad di bintang Suraya.

Apakah sepadan membandingkan seorang muslih (pengkhutbah) yang sejati dengan seorang penumpah darah?

Bagaimana orang akan berani membandingkan seorang Muhammad yang begitu mulia dengan seseorang seperti Napoleon yang mengorbankan segala tujuan pergaulan hidup untuk keuntungan dirinya sendiri.

Hasil dari revolusi Prancis yang mulia diruntuhkannya. Kemudian, di atas keruntuhan itu, ia mendirikan satu kemuliaan untuk dirinya seorang."

XIV. B. SMITH DALAM "KEHIDUPAN MUHAMMAD"

"Muhammad adalah pendiri suatu umat besar, suatu kerajaan besar, dan satu agama besar. Itulah satu kejadian yang belum pernah didapati sebelum Muhammad, dan tidak pula akan terjadi lagi sesudahnya.

Padahal, ia seorang yang tak pandai membaca dan menulis. Ia datang membawa satu Kitab yang penuh dengan undang-undang syari'at, ibadah dan kabar bangsa-bangsa."

XV. GOUSTAVE LE BON

"Kalau kita menaksir kebesaran seseorang karena melihat bukti pekerjaannya, kita dapat berkata bahwa Muhammad memang manusia terbesar yang pernah ditemukan di dalam tarikh."

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Hal. 101-102, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Dalam kehidupan kita di zaman modern pun begitu pula.

Timbul rasa cemas di dalam hidup apabila telah ada di antara pemeluk agama yang fanatik.

Yang kadang-kadang saking fanatiknya, imannya bertukar dengan cemburu, "Orang yang tidak seagama dengan kita adalah musuh kita."

Dan ada lagi yang bersikap agresif, menyerang, menghina, dan menyiarkan propaganda agama mereka dan kepercayaan yang tidak sesuai ke dalam daerah negeri yang telah memeluk suatu agama.

Apabila telah bersatu mencari kebenaran dan kepercayaan, pemeluk segala agama itu akhir kelaknya pasti bertemu pada satu titik kebenaran.

Ciri yang khas dari titik kebenaran itu ialah berserah diri dengan penuh keikhlasan kepada Allah yang satu; itulah Tauhid, itulah Ikhlas, dan itulah Islam!

Maka dengan demikian, orang yang telah memeluk Islam sendiri pun hendaklah menjadi Islam yang sebenarnya.

Untuk lebih dipahamkan lagi maksud ayat ini, hendaklah kita perhatikan berapa banyaknya orang-orang yang tadinya memeluk Yahudi atau Nasrani di zaman modern ini lalu pindah ke Islam.

Mereka yang memeluk Islam itu bukan sembarang orang, bukan orang awam.

Seumpama Leopold Weiss, seorang wartawan dan pengarang ternama dari Austria; dahulunya dia beragama Yahudi lalu masuk Islam.

Pengetahuannya tentang Islam, pandangan hidup dan keyakinannya, ditulisnya dalam berbagai buku.

Di antara buku yang ditulisnya itu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab untuk diketahui oleh orang-orang Islam sendiri di negeri Arab, yang telah Islam sejak turun-temurun.

Bahkan di waktu dia menyatakan pendapatnya tentang Dajjal di dalam suatu majelis yang dihadiri oleh Mufti Besar Kerajaan Saudi Arabia, Syekh Abdullah bin Bulaihid, beliau ini telah menyatakan kagumnya dan mengakui kebenarannya.

Namanya setelah Islam ialah Mohammad Asad.

Pada Mei 1966, seorang ahli ruang angkasa Amerika Serikat bernama Dr. Clark telah menyatakan dirinya masuk Islam lalu memakai nama Dr. Ibrahim Clark.

Apa yang menarik hatinya memeluk Islam, kebetulan setelah dia tiba di Indonesia pula?

Sebagai seorang ahli ruang angkasa dia bergaul dengan beberapa sarjana Indonesia, beliau mendapat suatu pendirian hidup yang baru dikenalnya, yang tidak didapatnya di Barat, yaitu bahwa sarjana-sarjana beragama Islam itu, yang berkecimpung di dalam bidangnya masing-masing, selalu berpadu satu antara pendapat akal dan ilmu (science)nya dengan kejiwaan.

Kesan inilah yang memikat minatnya untuk menyelami Islam sehingga bertemulah dia dengan hakikat yang sebenarnya; memang begitulah ajaran Islam.

Akhirnya dengan segenap kesadaran hati, dia memilih Islam sebagai agamanya dengan meninggalkan agama Kristen (Protestan).

Dalam minggu pertama dalam bulan Mei itu juga datang lagi seorang sarjana perempuan bangsa Austria, pergi beriktikaf ke dalam Masjid Agung Al-Azhar selama 3 hari 3 malam, sambil berdoa kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala moga-moga tercapailah perdamaian di dunia ini dan berdamailah kiranya Perang Vietnam.

Dia shalat dengan khusyunya dan dia mengatakan bahwa dia telah memeluk Islam sejak 7 tahun dan telah 7 kali mengerjakan puasa Ramadhan.

Namanya Dr. Barbara Ployer.

Kalau setelah mereka memeluk Islam, mereka melanjutkan studi mereka dan mereka perdalam iman kepada Allah dan Rasul, mereka insafi akan Hari Akhirat, lalu mereka ikuti dengan amal yang saleh, niscaya tinggilah martabat mereka di sisi Tuhan daripada orang-orang yang Islam sejak kecil, Islam karena keturunan, tetapi tidak tahu dan tidak mau tahu hakikat Islam, tidak menyelidiki terus-menerus dan tidak memperdalam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 169-170, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KAFIR

Atau dengan tidak kita sadari, kita mengakui diri orang Islam. Al-Qur'an kita baca dan lagukan dengan tajwid yang baik, tetapi isinya tidak kita pahamkan dengan saksama.

Lalu, datang orang menyerukan kebenaran supaya kita benar-benar kembali pada ajaran Rasul.

Hati kecil mengakui kebenaran itu, tetapi ditolak dengan keras karena diri tersinggung, karena dengki, karena merasa "dilintasi"; apakah kita akan beroleh bahaya besar pula? Yaitu, dicap hati kita oleh Allah dan diselubungi mata kita sehingga kebenaran tidak tampak lagi?

Agama Islam telah kita terima dalam keseluruhannya dan telah kita namai ia agama kita. Ada di antara orang Islam yang marah dan merasa dihina kalau dikatakan dia kafir. Akan tetapi, amal Islam tidak dikerjakannya, dan jika diajak pada ajaran Islam, dia marah. Apakah ini akan dapat murka Allah pula dengan dicap hati dan pendengarannya? Dan, penglihatannya ditutup dan diselubungi?

Islam hanya bisa hidup karena selalu adanya dakwah.

Islam hanya bisa hidup kalau ahli-ahli pikirnya selalu menggali rahasianya buat dijalankan.

Ia tidak boleh dibiarkan membeku (jumud).

Kalau telah jumud, ia berarti mati.

Maka, orang yang menghidupkannya kembali akan bertemulah dengan rintangan besar, yaitu kekufuran dan orang yang mengakui dirinya Islam sendiri.

Namun, sebagaimana juga kedua ayat ini diperingatkan kepada Nabi Muhammad saw. bukan buat beliau putus asa, melainkan supaya bekerja lebih giat.

Maka, bagi penyambung waris Muhammad, ayat ini pun bukan menyebabkan putus asa, melainkan untuk pendorong semangat.

Dan, jangan pula salah menafsirkan, lalu berkata bahwa kalau sudah dicap Allah hati mereka, buat apa lagi dakwah?

Padahal, datangnya cap ialah sesudah sikap mereka yang tidak mau percaya. Bukan cap terlebih dahulu, melainkan pertentangan merekalah yang terlebih dahulu terjadi.

Sesudah kita ketahui tentang keadaan si kafir yang dimaksud mula-mula oleh ayat tadi, patut juga kita ketahui siapa yang dikatakan kafir menurut hukum agama.

Yang dikatakan kafir ialah orang-orang yang tidak mau percaya kepada adanya Allah. Atau percaya juga dia bahwa Allah ada, tetapi tidak dipercayainya akan keesaan-Nya, dipersekutukannya yang lain itu dengan Allah. Atau, tidak percaya akan kedatangan rasul-rasul dan nabi-nabi Allah dan tidak percaya akan kehidupan Hari Akhirat. Tidak percaya akan adanya surga dan neraka.

Pendeknya, tidak menerima, tidak mau percaya pada keterangan-keterangan jelas yang termaktub dalam Kitab Allah; semuanya itu ditolaknya setelah datang kepadanya keterangan yang jelas.

Kita misalkan ada seorang beragama Islam, tetapi dia tidak mengerjakan puasa atau shalat. Belumlah tentu dia sudah pasti menjadi kafir karena meninggalkan itu.

Akan tetapi, kalau dia sudah menyatakan bahwa shalat dan puasa itu tidak dikerjakannya karena dia tidak mau percaya akan perintah itu, sudah pasti dia patut tahu, sebagai seorang Islam maka pada waktu itulah dia boleh disebut kafir.

Lantaran itu, dibagi-bagi orang-orang yang kafir itu pada beberapa tingkat pula; mengeluh terus karena kesusahan, padahal nikmat Allah tetap juga diterima, tetapi dia lupakan nikmat karena adanya kesusahan. Orang ini telah mendekati pintu kufur.

Tahu akan kebenaran, tetapi tidak mau mengakuinya; itulah corak kafir yang terbanyak di zaman Nabi saw.

Adapun kafir di zaman kita ini, yang hampir sama dengan itu ialah orang-orang yang menyatakan bahwa Islam itu hanya agama untuk orang Arab, bukan untuk bangsa lain.

Atau, berkata bahwa agama itu hanya untuk ibadah kepada Allah saja, sedang peraturan-peraturan Islam yang mengenai masyarakat, tidaklah sesuai lagi dengan zaman, wajib dirobek sama sekali.

Akan tetapi, kalau mereka masih tetap mengakui kebaikan peraturan-peraturan itu, dan kita pun jangan berhenti berusaha untuk menjalankannya, belum dapat dipastikan kekufurannya.

Misalnya juga, tentang larangan riba dalam Al-Qur'an; Al-Qur'an sudah melarang riba dengan nyata, padahal di zaman sekarang seluruh dunia menjalankan ekonomi dengan memakai bank, yang tidak dapat dipisahkan dengan riba.

Maka, kalau ada orang yang berkata bahwa peraturan Al-Qur'an tentang riba itu sudah kolot, kita tidak percaya bahwa dia akan dapat menyusun ekonomi kita. Orang ini sudah terancam oleh kekafiran.

Namun, kalau dia berkata, "Pengaruh Yahudi terlalu besar pada ekonomi dunia ini sehingga kita umat Islam terpaksa memakai sistem ekonomi dengan riba itu dan belum dapat berbuat lain," orang itu belum dapat dituduh kafir.

Ada lagi semacam kafir, yaitu tidak mau tahu apa kebenaran itu dan tidak peduli, tidak cinta.

Tiap-tiap diseru pada kebenaran, tiap itu pula dia menjauh. Terdengar seruan, ditutupnya telinganya; tampak kebenaran, dipicingkannya matanya. Sebab, matanya sudah tidak dibiasakannya menentang cahaya kebenaran itu maka silaulah dia bila bertemu dengannya.

Ada lagi karena tidak ada perhatian sama sekali ke jurusan itu.

Yang diketahuinya hanyalah asal perut berisi, asal selera lepas, dan asal dapat hidup.

Kekafiran seperti ini terdapat pada umat yang buta agama, yang jarang sekali mendapat penerangan atau dakwah.

Kafir karena bodoh ini masih dapat diikhtiarkan memperbaiki dengan banyaknya dakwah agama.

Negeri-negeri yang seperti ini adalah tanah yang subur buat menghabiskan Islam dari tempat itu dan menggantinya dengan agama lain yang kuat memberi makan dan membagi-bagi beras!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 105-107, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kalau dikatakan bahwa orang Yahudi Israel itu lebih cerdas dan pintar, sejarah dunia sejak zaman Romawi sampai zaman Arab menunjukkan bahwa bangsa yang lebih cerdas kerap kali dapat dikalahkan oleh yang masih belum cerdas.

Bangsa Jerman yang waktu itu masih biadab, telah dapat mengalahkan Romawi.

Bangsa Arab yang dikatakan belum cerdas waktu itu, telah dapat menaklukkan Kerajaan Romawi dan Persia.

Sebab, yang utama bukan itu.

Yang terang ialah karena orang Arab khususnya dan Islam umumnya telah lama meninggalkan senjata batin yang jadi sumber dari kekuatannya.

Orang-orang Arab yang berperang menangkis serangan Israel atau ingin merebut Palestina sebelum tahun 1967 itu, tidak lagi menyebut-nyebut Islam.

Islam telah mereka tukar dengan nasionalisme jahiliyyah atau sosialisme ilmiah ala Marx.

Bagaimana akan menang orang Arab yang sumber kekuatannya ialah imannya lalu meninggalkan iman itu, malahan barangsiapa yang masih mempertahankan ideologi Islam dituduh reaksioner.

Nama Nabi Muhammad sebagai pemimpin dan pembangun dari bangsa Arab telah lama ditinggalkan lalu ditonjolkan nama Karl Marx, seorang Yahudi.

Jadi, untuk melawan Yahudi, mereka buangkan pemimpin mereka sendiri dan mereka kemukakan pemimpin Yahudi.

Dalam pada itu, kesatuan aqidah kaum Muslimin telah dikucar-kacirkan oleh ideologi-ideologi lain, terutama mementingkan bangsa sendiri.

Sehingga dengan tidak bertimbang rasa, di Indonesia sendiri, di saat orang Arab bersedih karena kekalahan, negara Republik Indonesia yang penduduknya 90% pemeluk Islam tidaklah mengirimkan utusan pemerintah buat mengobat hati negara-negara itu, tetapi mengundang Kaisar Haile Selassie, seorang kaisar Kristen yang berjuang dengan gigihnya menghapuskan Islam dari negaranya.

Ahli-ahli pikir Islam modern telah sampai kepada kesimpulan bahwasanya Palestina dan Tanah Suci Baitul-Maqdis tidaklah akan dapat diambil kembali dari rampasan Yahudi (Zionis) itu sebelum orang Arab khususnya dan orang-orang Islam seluruh dunia umumnya mengembalikan pangkalan pikirannya kepada Islam.

Sebab, baik Yahudi dengan Zionisnya maupun negara-negara kapitalis dengan Christianismenya, yang membantu dengan moril dan materil berdirinya negara Israel itu, keduanya bergabung jadi satu melanjutkan Perang Salib secara modern, bukan untuk menantang Arab karena dia Arab, melainkan menantang Arab karena dia Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 175, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Seumpama orang-orang yang sebelum mereka belum lama ini." (pangkal ayat 15).

Ibnu Abbas memberikan keterangan bahwa yang dimaksud untuk dijadikan perumpamaan pada yang belum lama berselang telah terjadi ialah pada Yahudi yang lain, yaitu Bani Qainuqa.

"Telah mereka derita akibat buruk perbuatan mereka."

Yaitu bahwa mereka pun diusir habis pula, wajib segera meninggalkan Madinah dan pergi ke tempat lain karena perbuatan mereka yang sangat melanggar kesopanan.

Sesudah kaum Muslimin mencapai kemenangan gemilang dalam Peperangan Badar, Yahudi-Yahudi itu tidaklah menunjukkan turut bergembira, malahan menunjukkan muka masam karena dengki.

Malahan ada yang berani bercakap di hadapan Rasulullah demikian bunyinya,

"Engkau jangan pongah dengan kemenangan itu. Engkau berhadapan dengan kaum yang tidak mengerti bagaimana ilmu dan taktik perang, sehingga mudah saja engkau mengalahkannya, tetapi jika engkau berhadapan perang dengan kami, demi Allah, barulah engkau akan mengerti bahwa yang sebenar manusia itu adalah kami!"

Tutur kata seperti itu belum ditanggapi oleh pihak Islam.

Tetapi sikap mereka selanjutnya tidak berkurang, bahkan menjadi keterlaluan.

Pada suatu hari seorang perempuan lslam masuk ke dalam pasar Bani Qainuqa hendak menjual barang perhiasan, lalu dia menumpang duduk pada suatu kedai tukang sepuh.

Lalu berkumpullah ke sekeliling perempuan itu beberapa orang pemuda Yahudi hendak mengganggunya.

Ada yang menarik selendang perempuan itu, namun dia berkeras mempertahankan selendangnya.

Lalu si tukang sepuh itu sendiri menarik ujung bajunya dari belakang, sehingga terbukalah aurat dan punggungnya, ketika perempuan itu mencoba berdiri.

Melihat hal yang demikian semua Yahudi yang mengerumuninya itu tertawa riuh rendah.

Perempuan itu memekik minta tolong!

Sedang di sana ada seorang Muslim.

Dia terkejut mendengar pekik perempuan itu dan segeralah dia ke sana.

Perempuan itu lalu mengadukan halnya, bahwa ujung kainnya ditarik oleh si Yahudi tukang sepuh sehingga auratnya terbuka.

Sangatlah tersinggung perasaan Muslim, sahabat Nabi saw. itu mendengar pengaduan perempuan itu, lalu dicelanya perbuatan tukang sepuh yang sangat kurang ajar itu.

Tetapi si tukang sepuh menantang berkelahi.

Tidak pelak lagi, si Muslim menyentak jambiahnya, lalu ditikamnya si tukang sepuh itu dan mati!

Melihat kawannya mati maka pemuda-pemuda Yahudi yang berkerumun itu segera menyerang si Muslim dan mengeroyoknya bersama-sama, sehingga dia pun tewas pula karena mempertahankan kehormatan saudaranya sesama Muslim, perempuan yang lemah.

Kejadian ini sangat menggegerkan sehingga mulailah tampak gejala akan terjadi peperangan di antara kaum Muslimin dengan Yahudi Bani Qainuqa.

Kejadian ini pada pertengahan bulan Syawal tahun kedua Hijriyah, sekitar sebulan saja sesudah Peperangan Badar. (Perang Badar pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah).

Nabi memerintahkan mengepung perbentengan Bani Qainuqa itu sampai 15 hari lamanya. Rupanya mereka pun tidak dapat bertahan lama, sehingga menyerah.

Maka datanglah Abdullah bin Ubay membela mereka, sehingga akhirnya Nabi, mengambil keputusan mengusir mereka dari Madinah, keluar buat selama-lamanya; mereka terdiri dari kira-kira 400 orang bersama keluarga.

Mereka pindah ke suatu negeri di Syam bernama Adzri'aat.

Dan tidak beberapa tahun pindah ke sana, banyak mereka mati dan punah.

Yahudi Bani Qainuqa inilah yang dimaksud oleh ayat 15 ini, kejadian belum lama berselang sebelum Bani Nadhir membuat kesalahan hendak membunuh Nabi. Mereka menderita akibat perbuatan buruk mereka.

"Dan bagi mereka adalah adzab yang pedih." (ujung ayat 15).

Adzab pengusiran dan penghinaan, adzab punah di negeri tempat mereka terusir, dan adzab pula yang akan mereka terima di akhirat kelak.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 52-53, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ZABUR DAN DZIKIR

"Dan sesungguhnya telah Kami tuliskan di dalam Zabur, sesudah Dzikir, bahwasanya bumi ini akan diwariskan kepada hamba-hamba-Ku yang saleh." (ayat 105).

Menurut yang biasa kita pahamkan, Zabur ialah nama kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Dawud.

Tetapi di dalam hadits yang shahih, Nabi kita saw. pernah mengatakan bahwa suara Abu Musa al-Asy'ari kala membaca Al-Qur’an sangat merdu, serupa dengan suara Nabi Dawud di kala beliau membaca Mizmar-nya. Sabda beliau kepada Abu Musa, "Sesungguhnya engkau telah diberi satu mizmar dari berbagai mizmar keluarga Dawud."

Dengan memerhatikan hadits ini teranglah bahwa bukanlah khas Zabur namanya yang diturunkan kepada Dawud.

Malahan Al-Qurthubi menyebut dalam tafsirnya bahwa menurut Said bin Jubair,

"Zabur ialah Taurat, Injil, dan Al-Qur'an."

Menurut Mujahid dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam,

"Zabur ialah kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi. Dzikir ialah Ummul Kitab yang tersimpan di langit di sisi Allah."

Menurut Ibnu Abbas,

"Zabur ialah kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada nabi-nabi sesudah Nabi Musa. Dzikir ialah Taurat yang diturunkan kepada Musa."

Setelah keluar dari tahanan saya mendapatlah tafsir Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan Mujahid tadi, bahwa Zabur ialah kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi dan Dzikir ialah Ummul Kitab yang tersimpan di sisi Allah di langit.

Sekarang timbullah pertanyaan, "Siapakah orang-orang saleh yang akan mempusakai bumi itu?"

Ali bin Abu Thalhah menerima tafsirnya dari Ibnu Abbas,

"Allah SWT telah memberitahukan di dalam Taurat dan Zabur, dan dalam kandungan ilmu-Nya, yang terdahulu, sebelum menciptakan segala lapisan langit dan bumi, bahwa umat Muhammad saw.-lah yang akan mewarisi bumi ini, dan mereka akan dimasukkannya ke dalam surga. Merekalah orang-orang yang saleh itu."

Abu Darda (sahabat Rasulullah saw.) berkata,

"Kitalah orang-orang saleh itu.”

As-Suddi berkata,

"Orang-orang yang beriman."

Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya, al-Jawab as-Shahih. Perhatikanlah bunyi ayat 22,

"Maka yang terkecil itu pun akan bertambah-tambah menjadi seribu, dan yang terhina pun akan menjadi satu bangsa yang besar; dan bahwa Aku ini, Tuhan, akan mengadakan perkara itu pada masanya dan dengan segeranya."

Nubuwah ini sesuai sekali dengan umat Muhammad saw. Penampung dakwah pertama, bangsa Arab yang mulanya terkecil, tidak berapa orang telah jadi 1.000. Bukan 1.000 orang, melainkan 1.000 bangsa di dunia. Tadinya terhina, rebutan bangsa Romawi, Persia, dan Habsyi; kemudian jadi bangsa besar. Dan sampai sekarang ini, sudah 14 abad lamanya, sudah berpuluh kali cobaan menimpa umat Muhammad, sejak penyerbuan bangsa Mongol (Tartar), sampai pemusnahan besar-besaran dari Spanyol, dan berbagai penyerbuan musuhnya; yang kalau kiranya semua itu menimpa yang lain, mungkin sudah lama dia hancur, namun Islam tetap berkembang.

Di dalam surah Aali 'Imraan, ayat 110, ada dijelaskan bahwa kamulah yang sebaik-baik umat dikeluarkan untuk manusia. Lalu diterangkan sebabnya, yaitu sebab kamu menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari berbuat yang mungkar, dan kamu beriman kepada Allah.

Dalam ayat ini dijanjikanlah bahwa bumi akan diwariskan kepada orang-orang yang saleh.

Siapakah orang-orang yang saleh?

Telah diuraikan sejak beberapa ayat sebelumnya, yaitu orang yang beriman dan beramal saleh.

Meskipun sejak 3 abad terakhir seakan-akan bumi dikuasai, dimajukan, dibangun oleh orang yang bukan Islam; janganlah disangka bahwa mereka yang mewarisi bumi.

Pembangunan benda tidak disertai iman, bahkan membelakangi Allah, itulah pembangunan bumi sekarang, sehingga rasa aman, tenteram, dan damai jadi jauh.

Yang dijalankan dalam dunia sekarang bukan iman dan amal saleh, bukan amar makruf nahi mungkar, melainkan perebutan pengaruh, perlombaan membunuh sehingga akhirnya sampai kepada senjata-senjata atom dan nuklir.

Umat Muhammad, itulah yang akan mewarisi bumi, sebab merekalah yang beriman dan beramal saleh.

Sebab merekalah yang sebaik-baik dikeluarkan di antara manusia, sebab merekalah yang berani beramar makruf nahi munkar, serta beriman kepada Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 88-89, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan orang-orang yang selain itu, akan ditangguhkan mereka kepada ketentuan Allah." (pangkal ayat 106).

Orang-orang yang lain lagi, yaitu orang orang yang mencari dalih mengelak dari tanggung jawab itu.

Ada orang munafik yang diterangkan pada ayat 94, datang mengambil muka mengatakan uzur, mereka tidak dipercaya dan akan dilihat dahulu bukti amalan mereka.

Ada lagi orang lain yang insaf bahwa amalan mereka campur aduk saja selama ini dan ingin perbaikan dan bertobat. Tobat mereka diterima, mereka disuruh mengeluarkan zakat atau disuruh beramal, karena amal mereka mendapat perhatian dari Allah.

Sekarang ada lagi yang lain. Tidak datang mengemukakan uzur, tidak pula datang menyatakan tobat dan tidak pula menampakkan amal. Bercakap yang menentang pun tidak sehingga orang tidak dapat menduga bagaimana pendirian mereka yang sebenarnya.

Maka orang semacam ini, terserahlah perkara mereka kepada ketentuan Allah.

Sebab itu tidaklah perlu orang-orang beriman memusingkan soal mereka.

Soal mereka dikembalikan, atau diserahkan bulat kepada keputusan Allah.

"Boleh jadi diadzab-Nya mereka dan boleh jadi diberi-Nya tobat atas mereka."

Secara tegasnya, urusan orang yang demikian terserahlah di antara mereka dengan Allah.

Orang lain janganlah terlalu mencampuri urusan itu, sebab segala sesuatunya sudah jelas, mungkin mereka berlarut-larut dalam kemunafikan, tidak juga ada kesadaran, niscaya adzab Allah-lah yang akan mereka terima.

Boleh jadi pula lama-lama mereka pun insaf; sebab orang lain yang mengambil muka telah ditolak Rasul saw., dikatakan bahwa mereka tidak dipercayai lagi, sebab rahasia mereka telah dibuka oleh Allah sendiri.

Dan yang lain pula telah datang menyatakan tobat, padahal tobatnya diterima, sedekah dan zakatnya diambil, bahkan diiringkan pula dengan shalawat dan dianjurkan buat memperbanyak amal.

Kalau mereka itu tinggal begitu-begitu saja, tidak ada perubahan, niscaya adzab Allah-lah yang akan mereka terima.

Dan kalau mereka insaf, tentu mereka tobat dan tobat itu akan diterima Allah.

Kalimat murjauna, yang kita artikan bahwa soal mereka ditangguhkan atau diserahkan pada ketentuan Allah.

Kalimat murjauna ini pecahan dari mashdar raja'an. Boleh dipahamkan artinya bahwa urusan ini dita'khirkan, bukan soal kita manusia yang pokok, tetapi terserah pada ketentuan Allah.

Kalimat inilah yang telah menimbulkan suatu madzhab pikiran dalam Islam, bernama Murji-ah.

Madzhab pikiran ini timbul demikian hebatnya ketika terjadi pertentangan hebat di antara kaum Muktazilah dengan Asy'ariyah, orang itu Islam juga, tetapi fasik.

Orang Khawarij sangat sekali tegas pendirian mereka, memutuskan bahwa orang itu kafir.

Satu paham lagi dari Muktazilah, dipelopori oleh Washil bin Atha, mengatakan bahwa orang itu "baina wa baina", di antara Islam dengan kafir. Islam benar bukan, kafir benar pun tidak.

Maka datanglah Madzhab paham Murji-ah mengatakan urusan demikian diirja'-kan atau dipulangkan saja kepada Allah.

Dan ujung ayat menjelaskan lagi hak mutlak Ilahi.

"Dan Allah adalah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana." (ujung ayat 106).

Ujung ayat ini menutup pintu bagi orang-orang yang beriman, supaya dia jangan terlalu membuang waktu memperkatakan orang lain, mengapa orang lain itu tidak menegaskan pendirian, mengapa dia tidak segera tobat, mengapa sedikit keluar zakatnya, dan lain-lain sebagainya.

Kalau kita terlalu banyak membincang tentang orang lain, amalan kita sendiri akan terbengkalai.

Allah yang mengetahui isi batin manusia.

Pengetahuan kita kurang tentang itu.

Dan Allah lebih bijaksana.

Kadang-kadang orang yang pada mulanya kita sangka keras bubutan, sukar diberi pengertian, dengan takdir Allah tiba-tiba bertemu saja dia dengan satu sebab yang akan membawa perubahan dirinya.

Menurut tafsir Ibnu Abbas, demikian juga dari Mujahid dan Ikrimah dan adh-Dhahhaaq,

Maksud ayat murjauna, atau mereka yang ditangguhkan ini, ditujukan kepada 3 orang yang terkenal, yaitu Ka'ab bin Malik, Marrarah bin ar-Rabi, dan Hilal bin Umaiyah, yang turut pula termasuk orang-orang yang tidak ikut pergi ke Peperangan Tabuk. Oleh karena mereka terus terang bahwa perbuatan mereka itu hanya karena kelalaian dan malas, tidak mencari-cari dalih dusta, maka keputusan memberikan ampun terhadap mereka ditangguhkan, artinya diserahkan pada keputusan Allah sendiri.

Kelak akan didapati keterangannya yang lebih luas pada tafsir ayat 117 dan 118.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 284-285, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Berbeda dengan keadaan kaum Muslimin di Spanyol yang pada abad ke-15 masih kira-kira 12 juta banyaknya, tetapi di ujung abad ke-16 habis dipaksa masuk Kristen dan yang tidak mau menukar agama lari mengungsi ke Afrika Utara.

Itulah bukti agama yang dipaksakan dengan pedang!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 364, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Sesungguhnya, Allah tidaklah suka kepada orang-orang yang melampaui batas." (ujung ayat 190).

Menurut riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Mundzir, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim bahwa lbnu Abbas menafsirkan bahwa janganlah kamu melanggar batas, yaitu jangan kamu membunuh perempuan-perempuan dan kanak-kanak dan orang-orang yang telah tua, dan jangan membunuh orang yang telah mengucapkan salam kepada kamu seketika mulai berjumpa, dan mereka tidak menentang kamu dengan senjata. Jikalau kamu berbuat begitu, niscaya kamu telah melanggar.

Dan, menurut riwayat lain lagi, inilah keizinan berperang yang kedua. Adapun yang pertama ialah yang tersebut di dalam surah al-Hajj: 39.

"Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu bertemu mereka, dan keluarkanlah mereka sebagaimana mereka telah mengeluarkan kamu." (pangkal ayat 191).

Tegaslah kalau perang yang mesti terjadi janganlah bersikap tanggung-tanggung; hantam terus!

Bunuh, tikam, amuk, pendeknya segala apa yang dilakukan di dalam perang, hendaklah lakukan. Jangan mengenal kasihan.

Dan, karena kamu memegang keyakinan agama kamu, sekarang boleh balas, usir pula mereka; seret jadikan tawanan;

"Dan fitnah adalah lebih ngeri daripada pembunuhan."

Fitnah, hasutan, gangguan, dan siksaan yang sejak kamu memeluk Islam mereka timpakan ke atas dirimu sampai kamu terpaksa hijrah meninggalkan kampung halaman dan berbagai ancaman mereka fitnahi, sampai terjadi Perang Uhud, bahkan sampai mereka hambat naik umrah di Hudaibiyah, dan banyak lagi yang lain, semuanya itu jauh lebih ngeri dari pembunuhan.

Lebih ngeri karena meninggalkan dendam yang berlarut-larut.

Maka, kalau kamu bunuh mereka dalam perang itu, masihlah belum seberapa perbuatanmu itu dibandingkan dengan fitnah yang mereka sebarkan selama ini.

"Dan jangan kamu perangi mereka di Masjidil Haram, sehingga mereka perangi kamu padanya."

Sejak dari zaman Nabi Ibrahim telah menjadi ikatan janji dari seluruh bangsa Arab bahwa kesucian Masjidil Haram harus dipertahankan bersama. Tidak boleh ada perkelahian dan peperangan di dalamnya pada khususnya dan Tanah Haram pada umumnya. Ini wajib dipegang teguh oleh kaum Muslimin.

Akan tetapi, kalau mereka perangi kamu di situ, kamu pun boleh mempertahankan diri; tangkis serangan mereka dan bunuh mereka,

"Maka, jika mereka perangi kamu maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan untuk orang-orang yang kafir." (ujung ayat 191).

Dengan bunyi ayat di ujung itu bolehlah kita simpulkan bahwa jika kaum Muslimin mereka perangi juga dalam Masjidil Haram, hendaklah balaskan pula dan bunuh pula mereka.

Sebab, merekalah yang melanggar peraturan, bukan kamu.

Tangkisan dan serangan pihak kaum Muslimin adalah sebagai aksi polisionil atau suatu hukuman orang yang kafir, karena merusakkan kesucian Masjidil Haram itu adalah suatu perbuatan kekafiran yang sangat keji.

"Tetapi jika mereka berhenti maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun, lagi Penyayang." (ayat 192).

Artinya, kalau perbuatan yang sangat keji itu, yakni memerangi orang yang sedang dalam Masjidil Haram telah dibalas dan di hukum, lalu mereka hentikan perbuatan itu karena sudah merasai bagaimana kerasnya pukulan kaum Muslimin dan kaum Muslimin tidak boleh dipermain-mainkan, hendaklah penghukuman kepada mereka itu dihentikan.

Sebab, balasan kaum Muslimin terhadap mereka atas perintah Tuhan hanyalah semata-mata untuk menghajar mereka.

Kalau mereka telah jera, secara kesatnya kaum Muslimin tidak boleh menghajar mereka lagi.

Tegakkanlah oleh kaum Muslimin sifat Allah Yang Pengampun dan Penyayang itu.

Namun, kalau mereka tidak mau juga berhenti, sedang yang memulai tadinya mereka maka kaum Muslimin wajib meneruskan menghajar mereka, sampai tunduk,

"Dan perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah lagi, dan jadilah agama untuk Allah." (pangkal ayat 193).

Sampai mereka tunduk betul-betul dan mengaku kalah, dan tidak berani lagi mengadakan fitnah sebab kekuatan mereka sudah habis.

Pada waktu itu, agama pun tegak untuk Allah.

Sebab itu, ditegaskan di terusan ayat,

"Tetapi jika mereka telah berhenti,"

karena daya mereka telah habis,

"Maka, tidak ada lagi permusuhan."

Orang Islam tidak boleh lagi menghancurkan orang yang tidak berdaya,

"Kecuali atas orang-orang yang aniaya." (ujung ayat 193).

Yaitu, orang-orang yang masih saja melawan hendaklah hantam terus, sampai tidak berkutik lagi.

Demikian ajaran atau doktrin perang yang dipancangkan oleh wahyu terhadap kaum Muslimin di dalam menegakkan dan mempertahankan agama.

Tidak ada satu ayat pun di dalam Al-Qur'an atau dalam sabda Nabi bahwa kepercayaan Islam itu dipaksakan dengan pedang, sebagaimana yang telah difitnahkan oleh musuh-musuh Islam, yaitu negara-negara penjajah dan kaki tangannya.

Karena sampai sekarang ini, penggal kedua dari abad ke-20, Artinya, sudah berlalu 14 abad, masih didapat saksi yang hidup.

Di Lebanon yang baru 50 tahun yang akhir ini merupakan sebuah negara dan sebelum itu adalah dalam pemerintah Islam masih terdapat pemeluk Kristen Maroni.

Demikian juga di Suriah setengah juta pemeluk Kristen dari 4 juta penduduk dan di Mesir terdapat 2 juta Kristen Koptik dari 25 juta penduduk.

Kalau memang Islam dipaksakan dengan pedang, niscaya sudah lama mereka habis atau mengungsi ke negeri lain.

Berbeda dengan keadaan kaum Muslimin di Spanyol yang pada abad ke-15 masih kira-kira 12 juta banyaknya, tetapi di ujung abad ke-16 habis dipaksa masuk Kristen dan yang tidak mau menukar agama lari mengungsi ke Afrika Utara.

Itulah bukti agama yang dipaksakan dengan pedang!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 362-364, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Allah telah menjelaskan bahwa tiada Tuhan selain Dia. Demikian pun Malaikat dan orang-orang berilmu; bahwa Dia berdiri dengan keadilan. Tidaklah ada Tuhan selain Dia. Mahagagah lagi Bijaksana." (QS. Aali-'Imraan: 18).

HAKIKAT ISLAM

Hendaklah menarik perhatian kita tentang kedudukan mulia yang diberikan Allah kepada ulil 'ilmi, yaitu orang-orang yang mempunyai ilmu di dalam ayat ini.

Setelah Tuhan menyatakan kesaksian-Nya yang tertinggi sekali bahwa tiada Tuhan selain Allah dan kesaksian itu datang dari Allah sendiri maka Allah pun menyatakan pula bahwa kesaksian tertinggi itu pun diberikan oleh Malaikat. Setelah itu, kesaksian itu pun diberikan pula oleh orang-orang yang berilmu.

Artinya, tiap-tiap orang yang berilmu, yaitu orang-orang yang menyediakan akal dan pikirannya buat menyelidiki keadaan alam ini, baik di bumi maupun di langit, di laut dan di darat, di binatang dan di tumbuh-tumbuhan, niscaya manusia itu akhirnya akan sampai juga, tidak dapat tidak, kepada kesaksian yang murni, bahwa memang tidak ada Tuhan melainkan Allah.

Itu pula sebabnya, di dalam surah Faathir: 28 tersebut bahwa yang bisa merasai takut kepada Allah itu hanyalah ulama, yaitu ahli-ahli ilmu pengetahuan.

Imam Ghazali di dalam kitab al-Ilmi dan di dalam kitabnya Ihya Ulumiddin telah memahkotai karangannya itu ketika memuji martabat ilmu bahwa ahli ilmu yang sejati telah diangkat Allah dengan ayat ini kepada martabat yang tinggi sekali, yaitu ke dekat Allah dan ke dekat Malaikat.

Itulah kesan yang timbul kembali, meyakinkan kesan yang pertama tadi demi setelah memperhatikan pendirian Allah dengan keadilan itu. Pada dua nama, Aziz dan Hakim: gagah dan bijaksana, terdapat lagi keadilan.

Allah itu Gagah Perkasa, hukum-Nya keras, teguh, dan penuh disiplin. Akan tetapi, dalam kegagahperkasaan itu, diimbangi-Nya lagi dengan sifat-Nya yang lain, yaitu Bijaksana.

Sehingga, tidak pernah Allah berlaku sewenang-wenang karena kegagahperkasaan-Nya dan tidak pernah pula bersikap lemah karena kebijaksanaan-Nya.

Di antara gagah dan bijaksana itulah terletak keadilan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 596, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Nabi Zakaria seketika kepalanya mulai digergaji oleh kaum yang zalim dia hendak memekik merintih kesakitan, telah ditegur oleh Malaikat Jibril, agar penderitaan itu ditanggungkannya dengan tidak mengeluh dan merintih.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 149, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Ataukah kamu kira bahwa kamu akan masuk ke surga, padahal belum datang kepada kamu seumpama yang pernah datang kepada orang yang telah lalu sebelum kamu," (pangkal ayat 214).

Yaitu, nabi-nabi dan rasul-rasul Allah serta orang-orang yang berjuang mengikuti jejak beliau di dalam menegakkan kebenaran dan pelajaran Tuhan di dalam dunia ini, sejak dari zaman Adam sampai Nuh, Ibrahim, Luth, Musa, dan Isa dan lain-lain.

"Telah menimpa kepada mereka kesusahan, kecelakaan, dan diguncangkan mereka."

Kesusahan karena kekurangan harta benda dan kemelaratan, kecelakaan karena penyakit atau luka-luka, keguncangan karena dikejar-kejar, dihinakan, dan dibunuh.

Nabi-nabi Bani Israil sampai kononnya tujuh puluh orang yang mati dibunuh oleh kaum mereka sendiri.

Hampir semua rasul diusir dari negeri mereka.

Ibrahim sampai dibuatkan orang pembakaran dan dimasukkan beliau ke dalamnya.

Nabi Nuh sampai disuruh membuat perahu untuk menyelamatkan orang-orang yang beriman,

Nabi Zakaria yang telah tua sampai digergaji orang kepala beliau.

Maka, kamu, wahai umat yang mengaku beriman kepada Muhammad saw., janganlah menyangka bahwa akan enak-enak sebagai "itik pulang petang" saja melenggang-lenggok masuk surga, padahal kamu tidak tahu menderita karena menegakkan kebenaran.

Barulah kamu akan senang, tiada gangguan tidak ada kesusahan, tiada kecelakaan, dan tidak akan diguncangkan oleh rintangan dan kejaran musuh kalau kamu cuma diam saja!

Menurut riwayat dari Ibnu Mundzir, Ibnu Jarir, dan Abdurrazak bahwa Qatadah menerangkan bahwasanya ayat ini turun ketika kaum sekutu dan yang terdiri atas kaum musyrikin Quraisy dan Yahudi bani Quraizhah serta kabilah-kabilah Arab mengepung Madinah, yang terkenal juga dengan nama Perang Parit (Perang Khandaq). Nyaris Madinah jatuh ke tangan musuh, nyaris kota itu diserbu dan Islam dipadamkan sebelum menyala. Surah istimewa dengan nama al-Ahzaab telah diturunkan memperingati peristiwa itu. Maka menurut keterangan, Qatadah tadi, ayat ini turun di waktu itu.

Ibnu Abbas menafsirkan pula bahwasanya ayat ini ialah peringatan bagi orang-orang beriman kepada Allah bahwasanya dunia ini tidak lain daripada negeri percobaan, negeri yang penuh dengan bala dan ujian. Di ayat ini diterangkan bahwa bala dan cobaan adalah kemestian yang ditempuh oleh orang-orang Mukmin. Dan, demikian pulalah, diperbuat Tuhan terhadap nabi-nabi-Nya yang dibersihkan, yang dinamai Shafwatullah, orang-orang pilihan Tuhan, untuk membersihkan jiwa mereka.

Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas itu tampaklah bahwasanya percobaan hidup yang berbagai warna itu tidak lain daripada penggemblengan jiwa dan latihan. Atau, laksana emas yang dibakar, dititik, dan ditempa. Tidak lain gunanya ialah untuk membersihkannya dari campuran logam lain sehingga tulen 24 karat. Cobaan membuat orang menjadi shafiy, bersih.

Hal ini bisa mengenai satu kelompok umat yang tengah berjuang dan bisa juga mengenai diri pribadi.

Sebab turun ayat, menurut riwayat, ialah ketika kaum al-Ahzab, yaitu persekutuan orang Quraisy dengan Arab luar Madinah dan diikuti lagi oleh Yahudi bani Quraizhah telah mengikat janji bersama akan menyerang Madinah dan telah mulai dikepung negeri itu.

Sekiranya maksud mereka berhasil, matilah Islam dan hancurlah dalam negerinya sendiri, di Madinah, sebelum tersebar ke seluruh bumi ini.

Pada saat itu, mana-mana orang yang imannya lemah, memang sudah mulai putus asa, mulai merasa ngeri tinggal di Madinah, bahkan ada yang menyesal masuk Islam, itulah orang-orang munafik.

Akan tetapi, orang yang kuat imannya menyambut kejadian itu dengan hati teguh, sampai berkata,

"Inilah yang selalu dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita."

Kelak, penafsiran kejadian ini akan dapat dibaca dalam surah al-Ahzaab sendiri, surah 33.

Maka, datanglah ujung ayat, ujung yang penuh kepastian,

"Ketahuilah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (ujung ayat 214).

Pengalaman kita kaum Muslimin di Indonesia ketika kekuasaan kaum komunis dalam Tahun 1965 (1385 Hijriyah) telah dapat memberikan tafsiran ayat ini pula.

Saya waktu itu dalam tahanan karena fitnah belaka.

Di saat keadaan sudah mulai memuncak, salah seorang anak saya bertanya,

"Ayah! Benarkah Allah akan menolong orang beriman? Belumkah patut kalau pertolongan itu datang sekarang? Kalau bukan sekarang, bilakah lagi?"

Saya mencoba membacakan ayat ini kepadanya. Dia menerimanya dengan diam. Sebagai Muslim, dia tidak mau membantah Al-Qur'an, tetapi matanya menunjukkan kurang puas juga. Saya pun ketika menafsirkan ayat ini kepadanya pun hanya semata-mata karena iman saja. Saya sendiri pun tidak melihat dari mana pertolongan itu akan datang.

Ayat ini sudah menegaskan, tidaklah boleh kaum Muslimin memimpi-mimpi, mengenang-ngenang akan masuk surga dengan tidak ada keberanian berkorban sebagaimana pengorbanan umat-umat dahulu.

Surga bukanlah disediakan untuk tukang mimpi.

Ayat ini telah dijadikan peringatan kepada umat yang hidup bersama Nabi Muhammad saw. Dan, mereka telah menang, sampai Islam tegak, sesudah melalui berbagai kesulitan, kemelaratan, kesusahan, kecelakaan, diguncangkan di mana-mana, dan sesudah dapat mengatasi itu semuanya, baru Islam tegak dengan jayanya dan gilang gemilang, dan sampai mengembangkan sayap ke Asia Tengah, ke Eropa, ke India, dan ke pelosok yang lain dan sampai kita telah menerimanya sebagai agama anutan kita sekarang ini.

Apakah sampai pada kita perjuangan itu akan berhenti? Rasulullah mengatakan dengan tegas-tegas bahwasanya apabila semangat jihad mulai padam pada satu umat, itulah alamat kehancuran umat itu.

Semangat jihad bukan saja pada berperang angkat senjata. Meskipun itu benar juga jika datang waktunya, tetapi semangat jihad ialah kesungguh-sungguhan yang tidak pernah padam, tidak pernah redup, selamanya nyawa dikandung badan.

Rasa tidak puas sebelum ajaran Allah berjalan, mulainya pada diri, kemudian pada masyarakat.

Apatah lagi, sebanyak ini agama, boleh dikatakan Islamlah yang paling banyak dimusuhi dan dibenci di dalam dunia ini sejak timbulnya 14 Abad yang telah lalu, bahkan yang paling banyak menderita.

Ingatlah tatkala kaum Salib datang dari seluruh Eropa sampai delapan kali angkatan, selama 200 Tahun, hendak menghancurkan Islam di negerinya sendiri dan merampas Baitul Maqdis.

Kalah dan menang pasti bertemu.

Akan tetapi, salah satu sebab yang penting dari kekalahan ialah apabila umat Islam telah mulai memandang bahwa masuk surga itu mudah saja,

Yaitu dengan membaca surah Yaasiin tiap-tiap malam jum'at, apabila guru-guru suluk telah mulai mengajarkan bahwa duduk tafakur di tempat sunyi adalah syarat untuk melakukan amar ma'ruf, nahi munkar.

Bersimpang siur ideologi dan isme dalam dunia di zaman modern ini maka manakah umat penjunjung tinggi cita-cita yang berani tampil ke muka mendakwahkan kebenaran risalah Muhammad?

Dia pasti tidak akan segera mendapat sambutan.

Dia pasti akan sengsara, melarat, dan akan diguncangkan hidupnya, tetapi diteruskannya juga.

Ini karena dia telah menjual dirinya habis kepada Allah, untuk Allah hidupnya dan untuk Allah matinya.

Kadang-kadang sebagai seorang Muslim, kita menjadi takut membaca ayat-ayat yang seperti ini.

Baru berapa jasa kita kepada Islam yang telah kita "terima jadi" sebagai pusaka dari Nabi kita saw.? Padahal walau seluruh umur kita berikan untuk dia, belumlah seimbang dengan cahaya iman dalam dada kita yang kita terima dari dia.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 406-410, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Cobalah pikirkan! Demikian seruan Islam di waktu perang, bagaimanakah lagi murninya di waktu damai.

Di waktu krisis terjadi, umat Islam diwajibkan memelihara diri dan menangkis serangan musuh.

Tetapi dalam pertahanan dan tangkisan itu selalu disuruh menuruti satu garis undang-undang yang telah ditentukan dan tidak boleh dilanggar.

Dasar undang-undang itu bermaksud memeliharakan, bukan bermaksud merusakkan.

Orang yang masih sempit pahamnya tentang agama Islam, banyak menyangka bahwa apabila Negara Islam berdiri, atau orang Islam berkuasa, akan terjadilah "sapu bersih" terhadap orang yang bukan seagama.

Sebagaimana dilakukan Hitler kepada kaum Katolik, orang Yahudi dan yang bukan darah Aria.

Padahal bukan begitu tabiat politik Islam.

Dengan tegas Tuhan menyatakan bahwa orang Islam harus berhubungan dengan orang yang tidak seagama itu.

Demikian kata Tuhan,

"Tidaklah melarang Allah terhadap kepada orang-orang yang bukan memerangimu dalam agama, bukan pula mengusirmu dari tanah airmu, bahwa kamu membuat perhubungan yang baik dengan mereka dan kamu berlaku adil kepada mereka. Sesungguhnya Allah suka kepada orang yang adil. Cuma yang dilarang oleh Allah ialah terhadap orang yang memerangi kamu dalam nama agama, dan mengusir akan kamu dari tanah airmu, dan berterang-terang pula mereka itu mengusir kamu, maka terlaranglah kamu membuat perhubungan dengan mereka, itulah orang -orang yang zalim." (QS. al-Mumtahanah: 8-9).

Di sana terang bahwa memutuskan hubungan ialah apabila sikapnya sudah terang-terang tidak sembunyi-sembunyi lagi "wazharu 'ala ikhrajikum" (dengan terang-terangan mereka mengusir kamu).

Kalau hanya kebencian yang tersimpan di hati, atau maksud yang tersembunyi di hati mereka hendak memusnahkan Islam kalau kita lengah, atau misalnya percaturan di antara Islam dengan Zending Kristen, maka belumlah boleh lantaran itu kita memutuskan perhubungan dengan mereka.

Menghadapi cara halus itu perlu dihadapi dengan cara halus pula dari pihak Islam.

Maka jika permusuhan itu tidak dapat didamaikan lagi, misalnya lantaran satu perkara yang memang sudah mengenai kepentingan masing-masing.

Menurut pandangan mereka hal itu penting buat mereka, dan kata kita penting pula buat kita, sehingga terpaksa diputuskan dengan senjata, sebagaimana sering terjadi di antara satu kerajaan dengan kerajaan yang lain, pada waktu itu sudah dibolehkan orang Islam mengangkat senjata.

Sudah dimestikan mereka memerangi musuh untuk mempertahankan kepentingan tadi.

Dilarang keras mereka mundur.

Mundur di dalam peperangan termasuk ke dalam "sab'il mubiqaat", satu daripada tujuh dosa yang sebesar-besarnya.

Hendaklah hadapi musuh itu dengan segenap kekuatan.

Kuda melawan kuda.

Senjata menampil senjata.

Salah satu dari dua perkara mesti ditempuh, pertama menang dan hasil kedua mati syahid.

Meskipun demikian, sekali-kali tidak boleh peperangan itu bersifat membalaskan sakit hati.

Merusakkan keadilan dan hanya menurut hawa nafsu.

Islamlah yang lebih dahulu membuka kepada dunia, bahwasanya di dalam perang pun keadilan wajib dipelihara.

Firman Allah,

"Perangilah pada jalan Allah orang-orang yang memerangimu. Tetapi janganlah kamu melanggar pri keadilan. Karena sesungguhnya Allah tidak suka orang yang melanggar keadilan." (QS. al-Baqarah: 190).

"Siapa saja yang melanggar kepadamu hendaklah kamu langgar pula mereka sebagaimana pelanggarannya itu. Tetapi takutlah kepada Allah. Ketahuilah olehmu bahwasanya Allah itu beserta orang yang takwa." (QS. al-Baqarah: 194).

Di dalam perang berkecamuk, pedang beradu pedang, bedil berletusan, bom dan granat menyebabkan telinga pekak, namun keadilan dan ketakwaan kepada Allah tidaklah boleh dilupakan.

Jika menyerang negeri musuh, janganlah dibakar rumah-rumah.

Jangan dipotong kayu yang berbuah.

Jangan dirusakkan binatang ternak.

Jangan diganggu orang tua, perempuan dan anak-anak, apalagi orang-orang yang berada dalam gereja dan rumah ibadah.

Apabila musuh telah menyatakan tunduk, tidak boleh ditembak lagi.

Orang tawanan tidak boleh dianiaya.

Perkataan yang kurang sopan dan menyakitkan hati tidak boleh keluar dari mulut terhadap tawanan.

Setelah selesai peperangan Badar ada beberapa sahabat Nabi saw. yang mencela dan memaki musuh-musuh yang telah binasa di dalam peperangan itu.

Rasulullah mencegah perbuatan demikian,

"Jangan kamu caci mereka. Cacianmu itu tidak akan sampai lagi kepada mereka. Tetapi hati orang yang hidup kamu sakiti. Ketahuilah bahwasanya caci maki itu adalah tabiat rendah."

Cobalah perhatikan bagaimana tinggi murninya pelajaran itu.

Meski sudah berkelahi, saling bunuh membunuh, namun keadilan tidak juga boleh dilupakan.

Cobalah pikirkan!

Demikian seruan Islam di waktu perang, bagaimanakah lagi murninya di waktu damai.

(Buya HAMKA, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 327, Republika Penerbit, 2015).

MENGETUK HATI NURANI AHLUL KITAB

"Katakanlah! Wahai Ahlul Kitab! Mengapa kamu tidak pencaya kepada ayat-ayat Allah itu, padahal Allah menyaksikan apa-apa yang kamu kerjakan?" (ayat 98).

Di dalam ayat ini kita melihat Allah memberikan satu macam tuntunan dakwah kepada Rasul, yaitu mengetuk hati atau menyadarkan pihak lawan, supaya mereka jangan mendustai hati nurani sendiri.

Karena hati nurani itu kalau dibebaskan dari hawa nafsu, tidak lain, dia pasti akan mengatakan bahwa yang benar itu tetaplah benar.

Hati nurani tidak pernah berbohong.

Maka, Nabi disuruh menanyakan kepada Ahlul Kitab.

Di kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani itu pasti ada orang-orang yang halus perasaannya.

Teguran kepada mereka secara lunak lembut lebih berkesan dalam jiwa mereka daripada teguran kasar.

Mereka selama ini mengakui lebih tinggi daripada orang Arab jahiliyyah, karena mereka keturunan Ahli Kitab.

Mereka mempunyai Taurat, Zabur, dan Injil.

Di dalam Taurat, Zabur, dan Injil itu pasti terdapat kebenaran, tidak ada kebohongan.

Sekarang hati mereka diketuk dengan terlebih dahulu mengakui bahwa memang mereka kaum yang menerima kitab.

Sekarang telah bertemu tanda-tanda bahwa memang Ka'bah adalah rumah pertama untuk menyembah Allah Yang Maha Esa.

Pendirinya memang Nabi Ibrahim dan tanda-tanda dalam kitabmu sendiri pun mengakui hal itu.

Maka, kalau kamu ingin menegakkan kebenaran, apalagi yang menghalangimu mengakuinya?

Di dalam suatu hadits yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim, Ka'bah telah dibuat dasarnya oleh malaikat sebelum Adam dijadikan.

Dan 40 tahun sesudah itu, dibuat pula dasar Baitul Maqdis.

Adapun keterangan hadits ini tidak mustahil bagi akal kita, karena urusan itu adalah urusan yang gaib, yang hanya dikatakan oleh Rasulullah saw. menurut tuntunan Ilahi.

Bahwa pembinaan Ka'bah lebih tua daripada pembinaan Baitul Maqdis yang di Palestina, memanglah hal yang sudah selayaknya diterima. Sebab, yang mendirikan Ka'bah adalah Ibrahim dan putranya, Isma'il. Adapun Baitul. Maqdis telah didirikan oleh Sulaiman, anak cucu keturunan Ibrahim yang beratus tahun jaraknya dengan beliau, yaitu kira-kira 800 tahun sebelum Nabi Isa lahir, atau lebih sedikit.

Di dalam sebuah hadits lagi yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Dzar, Nabi saw. mengatakan bahwa jarak pembinaan Ka'bah oleh Ibrahim dengan pembinaan Baitul Maqdis hanya 40 tahun. Sesudah itu Ya‘qub telah menegakkan dasar-dasar Baitul Maqdis; dan kemudian menyempurnakan pembinaan itu.

Ayat ini adalah peringatan kepada orang Yahudi yang selalu mengatakan bahwa Baitul Maqdis jauh lebih utama daripada Ka'bah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 18, 13, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TOLERANSI ISLAM

Setelah Allah memberi peringatan kepada Rasul-Nya agar jangan berduka cita melihatkan kesempitan paham pemeluk agama yang lain itu (yang kita umat Muhammad merasakannya sampai sekarang) datanglah lanjutan ayat yang luar biasa menunjukkan berlapang dada.

Inilah salah satu ayat yang mengandung toleransi besar dalam Islam.

Terdapatlah di sini bahwa Islam membuka dada yang lapang bagi sekalian orang yang ingin mendekati Allah dengan penuh iman dan amal saleh.

Bahkan orang-orang yang telah mengaku beriman sendiri, orang-orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat dan iman, haruslah turut membuktikan imannya itu dengan amal yang saleh.

Maka sebelum iman dibuktikan, yaitu memperdalam kesadaran akan adanya Allah dan beramal yang membawa faedah bagi sesama manusia, masih sama sajalah kedudukan di antara pemeluk segala agama, yang agamanya itu baru sebagai mereka dan cap saja.

Maka apabila iman kepada Allah dan amal jasa kepada sesama manusia dengan sendirinya tegaklah agama yang sejati, tidak ada lagi rasa kebencian dan dendam, dan terbukalah hati menerima wahyu yang dibawa oleh sekalian Nabi, sampai kepada Nabi Muhammad saw.

Dalam suasana yang demikian, maka iman pengikutan, Yahudi keturunan, Shabi'in turut-turutan dan Kristen karena dogma, akan segera sirna, dan timbullah kesatuan dan persatuan seluruh manusia dalam satu agama,

Yaitu agama yang benar-benar menyerah diri kepada Allah,

Itulah Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 752, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SATU KOMANDO MENJADI TENTARA ALLAH

Cara menjalankan petunjuk dan pengajaran itu pun bertingkat-tingkat.

Ada dengan hikmah, yaitu terhadap orang yang belum tahu.

Ada dengan mau'izah, terhadap orang yang telah tahu tetapi lalai,

Dan ada pula dengan mujadalah, artinya bertukar pikiran, terhadap orang yang menyangka bahwa pendiriannyalah yang benar, padahal salah.

Kalau kita telah mempergunakan "amar ma'ruf nahi munkar" menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat jahat, serta tulus ikhlas pula dalam memperjuangkannya, akan tertariklah manusia ke dalam kebenaran dan sentosalah pergaulan hidup.

Tidaklah perlu orang yang diberi pengajaran itu takluk pada waktu itu juga.

Biar lama asal selamat.

"Dan jika tertarik kepadamu seseorang dengan tulusnya, lebih baik bagi kamu daripada orang senegeri, tetapi tak tentu haluannya".

Segenap perintah agama, shalat, puasa, zakat, haji, adalah seumpama bendera-bendera yang berkibar, menjadi simbol persatuan kita.

Segala rukun itulah yang mengikat persatuan, menegakkan perdamaian dan menyebabkan kita terikat di bawah satu komando menjadi Tentara Allah, tentara yang mesti menang di atas bumi.

Di waktu orang lain mendurhakai-Nya, mengerjakan maksiat dan mengabaikan perintah-Nya, kita berdiri bershaf-shaf di hadapan-Nya. Memuji dan menyanjung-Nya. Shalat, tanda ada pertalian kita dengan Dia.

Demikian juga segala perintah dan larangan. Segala yang dihalalkan dan diharamkan. Adalah semuanya itu menjadi bukti kekuasaan Allah atas mahluk-Nya.

Percumalah beragama kalau tidak diiringi dengan amal.

Banyak orang yang mengaku beragama Islam, tetapi tidak dikerjakannya perintah agama dan tidak dihentikannya larangannya.

Orang yang demikian selamanya tidaklah akan merasakan lezat cinta menjadi orang Islam.

Tidak mengecap nikmat bahagianya.

(Buya HAMKA, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 226-228, Republika Penerbit, 2015).

Perang Uhud membawa pelajaran penting bagi mereka.

Setelah perang selesai dan kaum Quraisy telah kembali ke Mekah, demi melihat pamannya dikoyak-koyak orang dadanya dan tujuh puluh orang sahabat beliau tewas, beliau mintakan kutuk Allah terhadap pemuka-pemuka Quraisy itu, sampai beliau berkata,

"Ya Allah! Laknatlah Abu Sufyan. Ya Allah! Laknatlah al-Harits bin Hisyam. Ya Allah! Laknatlah Sahl bin Umar. Ya Allah! Laknatlah Shafwan bin Umayyah."

Inilah kepala-kepala dan pemuka-pemuka Quraisy waktu itu.

Pelaknatan Nabi itu dirawikan oleh Ahmad, Bukhari, at-Tirmidzi dan an-Nasa'i.

Tiba-tiba sesudah Rasulullah memohonkan laknat untuk orang-orang itu, datanglah ayat,

"Tidaklah suatu jua pun hak bagimu; apakah Allah menerima tobat mereka ataupun Dia hendak mengadzab mereka. Lantaran mereka itu adalah orang-orang yang zalim." (ayat 128).

Maksudnya, janganlah Nabi saw. memohonkan kutuk untuk mereka. Hal ini adalah urusan Allah sendiri.

Peperangan belum selesai pada hari itu dan hari depan orang-orang itu Allah jua yang tahu.

Allah yang akan menentukan siapa yang akan diberi tobat dan siapa yang disiksa.

Memang perbuatan mereka itu zalim, jahat. Akan tetapi, hikmat tertinggi ada pada Allah.

Dengan datangnya ayat ini, hanya sekali itu saja kata-kata memintakan kutuk laknat itu keluar dari mulut Rasulullah saw.

Sejarah selanjutnya menulis bahwa Abu Sufyan dan istrinya Hindun serta budak Habsyi si Wahsyi yang membunuh Hamzah, semuanya masuk Islam.

"Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di seluruh langit dan bumi." (pangkal ayat 129).

Kekuasaan Ilahi meliputi segenap alam, segala sesuatu beredar menurut kehendak-Nya, tidak ada yang tetap, semuanya beredar menurut takdir yang telah ditentukan.

"Dia ampuni siapa yang Dia kehendaki dan Dia siksa siapa yang Dia kehendaki."

Mungkin orang-orang ini yang memusuhi Islam karena hawa nafsu dan perdayaan Setan pada hari ini, pada hari lain dibuka Allah hijab baginya; dia pun tobat dan diberi ampun; yang lain mungkin tidak demikian, sehingga mati sebelum sempat memperbaiki diri.

Akan tetapi, ampunan dan rahmat Allah sekali waktu dapat juga mengatasi murka-Nya.

"Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Penyayang." (ujung ayat 129).

Semuanya ketentuan Ilahi itu, baik menjatuhkan siksa maupun mengurniakan ampun, adalah berjalan menurut hukum-hukum yang tertentu dan penuh kebijaksanaan pula.

Tidak berapa lama sesudah Perang Uhud, Khalid bin Walid dan Amru bin Ash telah hijrah dengan sukarela dan sembunyi-sembunyi ke Madinah.

Abu Sufyan akhirnya tobat ketika futuh (penaklukan) Mekah.

Wahsyilah yang membunuh Nabi palsu Musailamah pada zaman pemerintahan Abu Bakar.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 67-68, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

HIJRAH

Oleh sebab itu, menjadi perbincangan yang utamalah di dalam kalangan ulama tentang hijrah itu.

Di dalam surah al-Anfaal ayat 7 akan bertemu kelak betapa teguhnya Islam karena tali yang berpilin tiga yaitu Iman, Hijrah, dan Jihad.

Kalau Iman sudah tumbuh, harus sanggup Hijrah. Sebab Allah dan Rasul lebih penting daripada negeri tempat diam.

Apa artinya negeri tempat diam itu, kalau di sana tidak dapat menegakkan kehendak Allah dan Rasul.

Kalau sudah sanggup hijrah ke tempat yang cocok, di sana sanggup menyusun kekuatan buat menumpas kembali kemungkaran itu. Itulah jihad.

Sebab itu hijrah bukanlah lari, melainkan rentetan perjuangan.

Di tanah air kita Indonesia nyaris saja akan terjadi hijrah besar-besaran itu kalau sekiranya jadi negeri ini jatuh ke bawah kekuasaan kaum Komunis, kalau tidak gagal perebutan kekuasaan mereka pada 30 September 1965.

Agama membuka pintu hijrah jika kita merasa bahwa kemerdekaan melakukan agama di tanah tempat tinggal kita sendiri tidak ada lagi.

Lantaran itu dalam suasana Islam zaman sekarang, hendak hijrah dari satu negeri karena tidak ada kekuasaan beragama haruslah melalui pertimbangan yang mendalam terlebih dahulu.

Hijrah janganlah karena semata-mata hendak menyelamatkan diri, melainkan ingatlah tujuan hidup menyelamatkan jalan Allah.

Kalau perlu jangan hijrah; melainkan menyusun kekuatan apa yang ada, dengan teman-teman yang sepaham, guna memperjuangkan terus cita-cita Islam di tempat kediaman sendiri.

Karena kalau hendak mencari suatu negeri yang sunyi dari kemaksiatan dalam dunia yang sebagaimana sekarang, adalah suatu usaha yang sangat sukar.

Mungkin hijrah yang hanya ke... Akhirat!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 417-420, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Catatan Dalam Tahanan Rezim Soekarno

(RINGKASAN).

Sekarang, saya simpulkan bahwa ketiga tuduhan kepada saya itu adalah fitnah besar, khususnya kepada diri saya sendiri dan umumnya kepada Muhammadiyah.

Saya kira kalau tuduhan-tuduhan ini dihadapkan di muka pengadilan, tuduhan Rapat Gelap di Tangerang ini akan sulit bagi hakim untuk memutuskan saya bersalah.

Sebab, sudah nyata bahwa "Rapat Gelap" itu tidak ada sama sekali.

Kalau orang-orang yang dituduh sampai hampir 30 orang banyaknya, dan semuanya telah mengaku, termasuk saya sendiri, pastilah bahwa pengakuan itu sampai 30 macam pula banyaknya.

Keterangan:

Catatan dari tahanan ini diserahkan oleh Almarhum Ayahanda ke tangan adinda Fakhri HAMKA, tatkala kami menziarahinya di Cimacan, berupa tulisan tangan yang penuh dengan corat-coret. Disalin dan diketik oleh kakanda Zaky, dan selama lebih dari 16 tahun disimpannya. Atas kebaikan hati Kakanda Zaky, catatan ini diserahkan kepada saya untuk melengkapi buku ini. Saya mengucapkan terima kasih kepadanya.

(Rusydi HAMKA, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Hal. 296, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

MATI SYAHID

Di dalam ayat ini dijelaskan bahwa yang akan binasa karena adzab itu hanyalah orang-orang yang aniaya, yang zalim, yang mendurhakai Allah.

Adapun bagi orang yang beriman, tidaklah akan merasai adzab itu.

Kalau misalnya suatu bahaya datang gunung berapi meletus, air bah, dan banjir, gempa bumi, bahaya perang, dan sebagainya. Meskipun pada lahir kelihatan semua tertimpa, bagi orang yang beriman tidaklah bahaya itu mengguncangkan mereka.

Misalnya, dua orang ditimbun lahar gunung berapi yang satu fasik dan yang satu beriman maka yang fasik akan merasai siksaan batin, sebab tidak ada kepercayaan kepada Allah dan bagi yang beriman mati yang demikian adalah mati syahid.

Seumpama ketika tentara Inggris menghujankan bom dan peluru meriam di Surabaya pada bulan November 1945.

Itu adalah bahaya yang datang dengan tiba-tiba.

Untuk orang yang mempersekutukan yang lain dengan Allah bahaya itu adalah adzab.

Namun, untuk pejuang yang mencintai tanah air yang didasarkan iman akan Allah, hal itu bukanlah adzab, melainkan fajar dari kemerdekaan.

Kalau mereka mati karena dihujani bom itu, mereka merasa berbahagia.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 151-152, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ORANG YANG HIJRAH

"Dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah." (pangkal ayat 58).

Namun hijrah yang menyerupai itu akan tetap ada, selama jihad menegakkan agama Allah masih dilakukan.

Setelah Rasulullah saw. wafat, di zaman Khulafaur Rasyidin dan di zaman beberapa khalifah Bani Umaiyah orang-orang beriman menjadi mujahidin dan muhajirin meninggalkan jazirah Arab, membebaskan manusia dari peribadahan kepada selain Allah. Negeri-negeri Mesir, Afrika Utara, Asia Tengah dan pernah juga di Andalusia, ialah keturunan mujahidin yang datang menyebarkan peradaban Islam ke sana.

"Kemudian mereka dibunuh atau mati."

Mujahidin dan muhajirin itu ada yang mati terbunuh di dalam satu peperangan, artinya jihad.

Ada juga yang mati biasa, tidak dalam pertempuran, namun mereka mati jauh dari kampung halaman, mati sebagai korban dari keyakinan.

"Pastilah Allah akan memberi mereka rezeki yang baik."

Yang mati terbunuh dan yang mati biasa, tetapi keduanya dalam berjuang, pahala yang mereka terima dari Allah sama, cuma cara mengurus jenazahnya saja berlainan.

Dalam perjuangan perang di Pulau Rhodes, pernah dua mujahid meninggal.

Satu gugur terbunuh, satu lagi meninggal biasa.

Orang tidak menghormati yang meninggal biasa.

Di sana ada sahabat Nabi saw. bernama Fadhalah bin Ubaid al-Anshari.

Lalu beliau bertanya,

"Mengapa orang ini semua? Satu jenazah dihormati, satu lagi diabaikan saja?"

Mereka jawab,

"Yang ini mati fi sabilillah, yang itu tidak!"

Lalu kata beliau,

"Kalian salah! Kalian tidaklah tahu dari galian yang mana di antara kedua kubur itu akan dibangkitkan."

Lalu dibacanya ayat ini, yang menunjukkan bahwa derajat keduanya sama.

Sama mendapat rezeki yang mulia di sisi Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 146, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kerjasama ABRI Dengan Umat Islam

"Tapi," jawab Ayah, "Jamaah Al-Azhar tentu akan memprotes saya dengan perubahan yang mendadak ini."

"Sekarang serahkan kepada saya menghadapi jamaah itu," jawab M. Rowi.

Dan mereka pun sama-sama menuju Masjid Al-Azhar.

Sebelum khatib naik ke mimbar, Brigjen yang sudah dikenal oleh jamaah Masjid Al-Azhar itu meminta diberikan kesempatan berbicara di hadapan jamaah.

Dia dengan wajah yang berseri-seri memberitahu bahwa Pak Harto sangat ingin agar Buya HAMKA shalat di Masjid Baitul Rahim tahun ini. "Hal ini adalah penting sekali bagi kita umat Islam," katanya. Seraya menambahkan perlunya pendekatan dan kerja sama ABRI dengan umat Islam, demi suksesnya Orde Baru dalam pengganyangan PKI dan demi menghilangkan kecurigaan terhadap Umat Islam.

Jamaah yang diduga akan memprotes, ternyata setelah mendengar keterangan M. Rowi itu, menerima dengan gembira.

"Buya kita, Imam kita, akan menjadi khatib di masjid istana," berita itu cepat tersiar.

(Rusydi HAMKA, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Hal. 191, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

Umat islam harus punya harga diri; muru'ah.

Jangan lengah dan lalai dalam wawasan, agar bisa berdiskusi dengan banyak kalangan, terutama mereka yang hendak memecah-belah persatuan umat Islam.

"Soal-soal kebudayaan tak kurang pentingnya," ujarnya dalam suatu rapat Pemimpin Pusat Muhammadiyah.

Diakuinya bahwa pihak-pihak di luar Islam yang berpendidikan barat, memandang rendah orang-orang santri atau surau, tapi kita tak boleh rendah diri di hadapan mereka.

Muru’ah..., yang diartikan sebagai harga diri, harus kita tunjukkan di hadapan mereka. Kita harus berani menerjunkan diri di lapangan itu, karena bahasa yang mengancam Islam dari sektor kebudayaan lebih besar, dibanding sektor politik.

Dia menunjuk pada usaha-usaha kaum Komunis dengan organisasi LEKRA-nya yang mempropagandakan kebudayaan rakyat, yang berarti kebudayaan Ateis.

Ayah juga curiga terhadap besarnya minat sarjana-sarjana Kristen mempelajari bahasa Indonesia dan kebudayaan daerah, terutama kebudayaan Jawa.

"Usaha mereka itu pasti tak lepas dari tujuan mengkristenkan bangsa Indonesia."

Latar belakang Kristen menghidupkan kembali Kejawen, tak lain untuk kristenisasi.

Maka kawan-kawan di Yogya (maksudnya Pemimpin Muhammadiyah yang berpusat di Yogya) harus lebih giat lagi menekuni dan menggali nilai-nilai Islam dalam kebudayaan Jawa.

Puncak kegiatannya mengikuti Seminar Kebudayaan dan Sejarah itu, ialah tahun 1963 di Medan, tatkala menyampaikan gagasan tentang "Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia". Seraya membantah pendapat kaum Orientalis yang menjadi text book sarjana-sarjana Indonesia selama ini, dia dengan yakin mengajukan dan mempertahankan pendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia langsung dari Arab.

Bukan dari India atau Gujarat, seperti yang ditulis oleh kaum Orientalis.

Bukan pula pada abad-abad pertengahan, tapi pada abad ke-6 atau ke-7, yaitu masih dalam zaman Khulafaur rasyidin.

Oleh karena itu, Ayah berharap Angkatan Muda Islam yang telah terdidik di universitas, memperhatikan ilmu sejarah dan terjun di lapangan kebudayaan.

Dia pun pernah kesal ketika seorang tokoh Muhammadiyah di Yogyakarta mengkritik kegiatan Seminar Sejarah Islam di daerah-daerah yang banyak dihadirinya sebagai kegemaran nostalgia belaka.

Tokoh Muhammadiyah itu dengan sinis berkata, "Ada orang yang sibuk membuang-buang waktu meneliti sejarah masuknya Islam, sementara musuh Islam sibuk bekerja menghapuskan Islam dari Indonesia."

"Bagaimana dia mau menjadi pemimpin umat dengan pikiran sepicik itu!" ujar Ayah, tentang tokoh Muhammadiyah yang mengkritik seminar-seminar Sejarah Islam itu.

"Kenapa tidak bisa dikatakan ilmiah hasil penyelidikan itu hanya karena sumbernya bukan Snouck Hourgronye, Goldzier, atau Zwimmer?" katanya lagi menyebut nama-nama tokoh kaum Orientalis.

Itulah yang dimaksud “Muru'ah" oleh Buya HAMKA, yaitu menjaga martabat dan harga diri. Dimulai dengan menilik kekurangan-kekurangan diri sendiri. Kemudian berusaha menyempurnakan kekurangan itu dengan menambah ilmu dan pergaulan sedalam dan seluas mungkin.

(Rusydi HAMKA, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Hal. 108, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

Jakarta Charter (Piagam Jakarta) -pen.

Telah lama ahli-ahli bahasa berpendapat sejak dari Melayu lama (klasik), Kristen, dengan Front Islam yang memohon agar ditambahkan dalam Pasal 29 UUD '45 kalimat, "Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya", yang membawa kegagalan, sehingga Konstituante gagal total.

Presiden Soekarno menyebutkan bahwa "Jakarta Charter" itu memang menjiwai UUD '45.

Namun, akibat datangnya Orde Baru membuat Dekrit ke seluruh tanah air, bahwa hal itu tidak boleh dibicarakan.

Seorang ahli hukum Indonesia yang terkenal, Prof. Dr. Mr. Huzairin pernah menyatakan berdasarkan pengetahuannya yang dalam terhadap hukum, bahwasanya Jakarta Charter 1945, adalah sebab utama dari timbulnya Proklamasi 17 Agustus 1945.

Ia adalah laksana suatu "social contract" dari wakil-wakil tiga golongan Indonesia yang akan menciptakan kemerdekaan kelak, yaitu golongan Nasionalis yang diwakili oleh Soekarno, Hatta, Mohammad Yamin, dan Mr. Soebardjo.

Golongan Islam yang diwakili oleh H. A. Salim, A. Wahid Hasyim, Abikusno Tjokrosuyoso, dan Abdulkahar Muzakir.

Dan, golongan Kristen yang diwakili oleh A.A. Maramis.

Menurut Hazairin, dasar hukum dari Jakarta Charter itu kuat sekali.

Sehingga sesudah ada Charter itu, barulah Proklamasi dapat dilancarkan.

Namun, dengan kekuasaan saja golongan Islam disuruh mengunci mulutnya, tidak boleh menyebut-nyebut Jakarta Charter itu bertahun-tahun lamanya. Bahkan, berbisik-bisik pun bisa ditangkap.

Akan tetapi, kami pun sadar bahwa banyak mubaligh-mubaligh kami yang membicarakan hal itu tanpa memperhatikan kondisi dan situasi, sehingga menjerat leher sendiri.

Ternyata, sebagian besar dari penantang "Ideologi Islam" di zaman hebatnya pertentangan ideologi itu, ialah penganut agama Islam sendiri.

(Disampaikan oleh Prof. DR. HAMKA sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dalam Pertemuan dengan Wanhankamnas pada 25 Agustus 1976).

(Rusydi HAMKA, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Hal. 344-362, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

Sambutan Sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia Tanggal 27 Juli 1975

(RINGKASAN).

Salah seorang dari imam kita yang empat, Yaitu Imam Malik bin Anas, memberikan patokan kepada kita;

"Ulama itu adalah pelita dari zamannya."

Dia membawa terang bagi alam yang berada sekelilingnya.

Maka, kalau 50 tahun lampau, bahan bakar penerang sekeliling baru minyak tanah, ulama adalah petromaks.

Di zaman sekarang lampu-lampu listrik ukuran 100 watt, ulama hendaklah 1.000 watt.

Kalau kiranya ajakan kerja sama pemerintah ini dapat kita laksanakan dengan baik, sehingga kita menjadi khaira umatin, lalu beramar ma'ruf, bernahi mungkar dengan dasar iman kepada Allah, Insya Allah usaha kita akan jaya dan sukses.

(Rusydi HAMKA, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Hal. 297, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

Barangsiapa yang memberi peringatan dengan jujur, dituduhnya musuh negara.

Lalu, mereka dianiaya, disiksa, diasingkan, dan di penjarakan.

Kezaliman itu tidak bisa ditahan-tahan sebab hawa nafsunya telah membutakan pertimbangannya yang sehat.

Bertambah lama, bertambah jauhlah dia dari garis yang diridhai Allah.

Inilah yang dinamai istidraj, yaitu bahwa dia ditarik keluar dari kebenaran dengan tidak disadarinya.

Banyak orang yang tidak sabar menunggu keputusan Allah.

Bagi orang yang lemah iman mungkin timbul keraguan dalam hatinya, bilakah Allah akan mengambil tindakan.

Namun, bagi orang yang beriman, kian memuncak kezaliman ini, kian yakin dia bahwa orang yang zalim itu sudah dekat masa jatuhnya. Meskipun perhitungannya sebagai manusia tidak menampak jalan bagaimana caranya Allah akan memberikan pertolongan itu.

Akhirnya, di luar sangka-sangka manusia sama sekali, si zalim jatuh dan bibit-bibit kaum yang zalim dipotong oleh Allah dan dicabut sampai ke akar-akarnya!

Alhamdulillahi rabbil 'alamin.

Ini adalah ayat Al-Qur'an. Ragu akan kebenaran janji Allah ini, kafir hukumnya.

Satu waktu kelak, kita pasti mengucapkan Alhamdulillahi rabbil 'alamin! (1)

(1) Tafsir ini saya tulis pada akhir bulan April 1965. Ketika sedang memuncaknya kezaliman tirani Soekarno yang berkongsi menegakkan kekuasaan zalim bersama-sama kaum Komunis. Dan saya sedang beradu di dalam tahanan. Pada waktu itu, tidak menampak dengan jalan apa dan cara apa agaknya saya akan keluar dari tahanan ini. Tafsir ini saya simpan dengan harapan kelak akan berhenti juga kekuasaan zalim ini. Tumbang kekuasaan Soekarno atau dia mati. Saya wasiatkan kepada anak-anak saya agar tafsir ini disimpan baik-baik dan keluarkan atau terbitkan menjadi buku-buku setelah kekuasaan Soekarno tak ada lagi. Namun, di luar dari dugaan saya dan di luar dari dugaan Soekarno sendiri, mulai tanggal 30 September 1965 keputusan Allah datang dengan tiba-tiba. Soekarno pun tumbang dan bibit-bibit Komunis yang menyokong kekuasaannya, habis dipotong oleh Allah dan saya keluar dengan selamat dari penganiayaan itu. Dan, tafsir ini dapat keluar dengan tidak usah disimpan lama-lama atau diselundupkan buat dicetak.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 150, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Dalam bulan Februari 1964, yaitu setelah satu bulan lebih saya ditangkap dan ditahan, siang malam saya diperiksa dan dituduhkan kepada diri saya berbagai macam fitnah.

Sudah ada maksud rupanya hendak memeras keterangan dari diri saya supaya memberikan pengakuan yang cocok dengan fitnah yang telah dikarangkan dan dituduhkan kepada din saya itu.

Pada suatu malam, polisi yang memeriksa masuk ke dalam ruang tahanan saya membawa sebuah bungkusan.

Melihat bungkusan itu saya menyangka, mungkin itu sebuah tape-recorder buat merekam pengakuan saya.

Bungkusan itu telah diletakkan ke bawah meja.

Dan, saya terus ditanyai dan ditanyai lagi, kadang-kadang lemah-lembut dan kadang-kadang kasar dan dengan paksa.

Namun, karena tidak ada suatu kejadian yang akan diakui, saya menjawab seperti biasa.

Setelah bosan bertanya, polisi itu pun keluar.

Dan, bungkusan itu dibawa kembali.

Besok paginya salah seorang anggota polisi yang masih muda yang sejak semalam bergiliran menjaga dan mengawal saya, masuk ke dalam kamar tahanan saya.

Air matanya berlinang.

Dia rupanya simpati terhadap saya.

Dia berkata bahwa bungkusan semalam itu adalah alat guna menyetrum saya.

Katanya pula bahwa bapak Ghazali Syahlan yang sama ditahan dengan saya, telah pernah disetrum.

Dia heran juga, mengapa niat menyetrum saya itu tidak dijadikan.

Dalam hati, saya bersyukur kepada Allah.

Dan, saya jawab, "Mungkin bapak inspektur polisi itu timbul kasihan setelah dilihatnya bahwa usia saya sudah lanjut."

Namun, beberapa hari kemudian, setelah tempat tahanan saya akan dipindahkan dari asrama polisi di Sukabumi itu, inspektur polisi yang datang ke kamar saya membawa bungkusan itu masuk ke dalam kamar saya, lalu minta saya ajarkan kepadanya doa-doa yang saya baca.

Dia berkata, "Pasti ada doa-doa atau ilmu-ilmu sakti yang Pak HAMKA simpan. Saya minta dengan jujur agar Pak HAMKA sudi mengajarkannya kepada saya."

Di sinilah kelemahan saya.

Saya mengakui saja terus terang dan saya tidak sampai hati menyembunyikan bahwa saya memang banyak membaca doa-doa yang diajarkan Nabi, pada saat-saat penting, terutama ketika akan tidur.

Sedangkan, pada waktu aman di rumah doa ajaran Nabi itu saya baca, apalagi pada saat percobaan begini hebat.

Dia minta diajarkan.

"Baik!" kata saya.

Kemudian, saya ajarkan dan tuliskan.

Karena dia orang yang tadi hendak menganiaya saya itu kurang fasih huruf Arab, saya tuliskan pula huruf latinnya dan saya tuliskan artinya.

"Ya Allah, aku serahkan diriku kepada Engkau, Aku hadapkan wajahku kepada Engkau. Aku pertaruhkan (titipkan) urusanku ini kepada Engkau. Aku sandarkan punggungku kepada Engkau. Aku harapkan lindungan Engkau dan aku ngeri akan murka Engkau. Tidak ada tempat berlindung dan tidak ada tempat menyelamatkan diri dari Engkau, melainkan kepada Engkau jua. Ya Allah, aku percaya kepada kitab yang Engkau turunkan dan aku percaya kepada Nabi yang telah Engkau utus."

Saya melihat wajah teman itu, dia rupanya betul-betul mempelajarinya, rupanya hendak dijadikannya bekal hidup.

Dan, wajahnya bertukar dari wajah seorang pemeriksa yang ganas kepada wajah seorang murid yang ingin diberi bekal hidup.

Setelah doa itu dipelajarinya, dia hendak keluar dari kamar tahanan saya dengan langkah perlahan-lahan.

Namun, ketika dia hendak berdiri, saya pegang lututnya dan saya katakan, "Tunggu sebentar! Saya peringatkan kepada Saudara bahwa bagi saya sendiri doa-doa semacam itu hanyalah merupakan tambahan belaka. Yang pokok adalah sebagaimana yang Saudara saksikan sendiri selama saya Saudara tahan. Saya tidak pernah meninggalkan shalat lima waktu. Saya patuhi segala perintah Allah menurut kesanggupan yang ada, baru kemudian saya memohonkan perlindungan-Nya."

Sesudah itu, beberapa orang polisi pemeriksa lagi berbisik-bisik ke muka kamar saya minta diajarkan doa-doa.

Rupanya mereka salah paham.

Mereka tidak jadi menganiaya saya karena mereka sendiri yang mundur, menjadi teka-teki bagi diri mereka sendiri.

Kemudian, mereka menyangka bahwa saya ada mempunyai "penaruhan".

Padahal soalnya biasa saja, yaitu penyerahan yang bulat kepada Allah.

Kalau Allah belum mengizinkan, tidak ada aniaya makhluk yang akan mempan.

Dan, kalau aniaya itu terjadi, asal kita tawakal kepada Allah dan teguh pada takwa maka jika kita tidak ragu menerima segala ketentuan.

Sebab, nabi-nabi dan orang-orang utama pun tidak kurang yang mati karena dianiaya.

Dengan perumpamaan itu, tepatlah dapat kita pahami maksud ayat yang tengah kita tafsirkan ini bahwa Allah telah menentukan bahwa setan-setan adalah pemimpin-pemimpin dari orang-orang yang tidak beriman.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 396-397, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TAK ADA AMPUNAN BUAT MUNAFIK

"Mohonkanlah ampun untuk meneka atau jangan engkau mohonkan ampun untuk mereka, jika pun engkau mohonkan mereka ampun tujuh puluh kali, sekali-kali tidaklah Allah akan memberi ampun mereka." (pangkal ayat 80).

Begitulah lanjutan sikap yang harus dilakukan terhadap orang yang munafik itu.

Orang-orang semacam itu, yang hanya menjadi batu penarung, tukang cemooh, merendahkan orang yang bersedekah sedikit dan menuduh riya orang yang bersedekah banyak, suka menghina dalam pergaulan yang menghendaki kesopanan, tidaklah ada jalannya buat diberi ampun.

Rasulullah saw. sebagai seorang rasul dan pemimpin adalah sangat berhati rahim dan belas-kasihan kepada umatnya.

Kadang-kadang terhadap orang-orang yang munafik itu ditunjukkannya juga belas kasihan dan harapannya, moga-moga orang ini dapat diperbaiki.

Kadang-kadang dimohonkan juga kepada Allah agar orang itu diberi ampun oleh Allah.

Maka di dalam ayat ini Allah menjelaskan, baik pun beliau memohonkan ampun buat orang semacam itu ataupun beliau tidak memohonkan ampun buat dia, namun Allah tidak akan memberi ampun-Nya lagi.

Nabi Muhammad saw. sendiri harus membedakan di antara hati rahim dengan menegakkan hukum.

Perasaan iba kasihan Nabi kepada orang semacam itu boleh saja, tetapi hukum mesti berlaku dan disiplin mesti tegak.

Orang yang zalim tidak ada yang akan menolongnya.

"Begitulah jadinya, karena mereka itu telah kafir terhadap Allah dan Rasul-Nya."

Begitulah jadinya, yaitu bahwa orang munafik tidak boleh diberi ampun, tidak boleh dimintakan ampun kepada Allah.

Karena pada hakikatnya mereka itu masih kafir hatinya kepada Allah dan kepada Rasul, walaupun mulut mereka telah mengakui beriman.

Kepercayaan kepada Allah dan Rasul saw., wajiblah dibuktikan dengan perbuatan dan ketaatan.

Bukan menjadi tukang mencemooh dan melemahkan iman orang lain, atau menghambat orang berbuat baik, atau tidak suka berkorban dengan harta benda dan diri sendiri untuk menegakkan dan memperjuangkan agama Allah, bahkan orang lain mengorbankan harta benda, mereka ejek dan cemoohkan.

Sungguh orang-orang yang seperti ini hanya datang ketika menyangka ada keuntungan buat diri sendiri, tetapi tidak mau berkorban.

Bandingkanlah ayat ini dengan ayat 5 dan 6 dari surah al-Munafiqun, yaitu walaupun kaum munafik itu telah dipanggil Rasul saw. untuk dimohonkan ampun kepada Allah, namun mereka tetap berpaling.

Maka dijelaskanlah bahwa meskipun Rasul saw. memohonkan ampun atau tidak memohonkan ampun, namun Allah tidaklah akan memberi ampun orang semacam itu.

Di ayat ini dijelaskan bahwa, walaupun 70 (tujuh puluh) kali dimintakan ampun, tidaklah mereka akan diberi ampun.

Bandingkanlah kembali dengan ayat yang terlebih dahulu, yaitu ayat 74,

"Kalau mereka bertobat, itulah yang baik bagi mereka."

Artinya, mereka sendiri yang berusaha melakukan koreksi ke dalam diri sendiri, lalu benar-benar bertobat, yaitu kembali kepada kebenaran.

Dengan demikianlah baru mungkin mereka diampuni.

Adapun pertolongan orang lain, walaupun orang lain itu Nabi saw. sendiri, tidaklah ada kekuasaan untuk mengubah orang yang telah sesat walaupun 70 kali, yaitu hitungan untuk banyak yang biasa dipakai orang Arab, berulang-ulang memohonkan ampun untuknya, namun ampunan tidaklah akan diberikan.

Maka, dapatlah kita hubungkan pula pertalian ayat-ayat ini dengan ayat yang terkenal dan biasa dibaca orang dalam surah ar-Ra'd (Petir) bahwa sesungguhnya Allah tidaklah akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum, sebelum mereka mengubah apa yang ada dalam diri mereka sendiri, dan jika Allah menghendaki suatu malapetaka bagi satu kaum, tidaklah ada yang sanggup menangkisnya, dan tidak ada selain Dia seorang pun yang dapat menjadi pelindung.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 232, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan sekali-kali janganlah engkau shalatkan atas seorang pun yang telah mati dari mereka itu, selama-lamanya." (pangkal ayat 84).

Maka setelah merenungkan hadits-hadits yang kerap disalinkan oleh ahli-ahli tafsir terhadap kedua ayat ini, berkenaan dengan kematian Abdullah bin Ubay itu, dapatlah kita beri kepada tiga kesimpulan:

1. Riwayat Nabi saw. mau memohonkan ampun lebih dari 70 kali, kalau Allah tidak mau menerima dengan 70 kali, payahlah buat diterima. Sebab ayat yang melarang memintakan ampun buat munafik itu, bukanlah ayat yang satu itu saja, melainkan disebutkan lagi pada ayat yang lain di dalam surah al-Munafiqun, yang terlebih dahulu turun dari surah Bara'ah, dalam jarak 4 tahun. Dan, secara tegas lagi payah hati menerima bahwa Nabi saw. sendiri yang melanggar wahyu.

2. Nabi saw. menshalatkan Abdullah bin Ubay pun payah diterima. Payah pula untuk diterima bahwa jarak antara ayat 79 dengan ayat 84, akan memakan waktu berbulan atau bertahun. Payah buat diterima bahwa Nabi saw. yang telah dilarang memohonkan ampun buat munafik, walaupun sampai 70 kali, lalu menshalatkan karena larangan belum turun, padahal di dalam menyembahyang karena larangan belum turun, padahal dalam menshalatkan itu sudah termasuk memintakan ampun: "Allahummagh fir Lahu warhamhu."

3. Payah juga buat diterima bahwa jenazah Abdullah bin Ubay yang telah masuk kubur, dikeluarkan kembali untuk dipakaikan gamis pemberian Nabi saw., lalu jenazah itu dipeluk Nabi saw., dan diletakkan ke atas haribaan beliau.

Tetapi riwayat bahwa beliau mengirimkan gamis beliau buat dipakaikan kepada jenazah Abdullah bin Ubay, dan buat menenggang hati putranya yang beriman, dapat agaknya diterima. Sebab ini bukan melanggar perintah Allah, bukan pula karena memberi ampun kepada Abdullah bin Ubay, melainkan semata-mata menunjukkan kasih kepada putranya. Bahkan setelah Abdullah bin Ubay itu meninggal, Rasulullah saw. melarang sahabat-sahabat yang lain mencela-cela Abdullah bin Ubay yang akan menyakitkan hati putranya itu, sampai beliau katakan:

"Janganlah kamu sakiti hati orang yang hidup, dengan mencela-cela orang yang telah mati."

Satu teladan yang amat tinggi dalam lapangan budi dan pergaulan, yang patut kita umatnya mencontohnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 240-241, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KUMANDANG DAKWAH

Kenang-Kenangan 70 Tahun Buya HAMKA

Saya kira ada baiknya di sini, saya lampirkan tulisan H. Rosihan Anwar dalam buku: Kenang-Kenangan 70 Tahun Buya HAMKA, yang mengingatkan kembali pada tahun-tahun berkumandangnya Dakwah Islam dalam memenuhi ajakan Ayah di saat itu.

"Jasa HAMKA dengan penerbitan Gema Islam itu menurut hemat saya, ialah mengumandangkan dengan santer dakwah Islamiyah. Dia melihat kedudukan umat Islam di masa itu terjepit dan terdesak. Secara politis, Partai Komunis Indonesia (PKI) sedang mendapat angin, dan mereka ini tidak mengabaikan kesempatan buat mengucilkan golongan Islam dari gelanggang politik. Di pihak lain, tampak pula usaha-usaha pihak Kristen untuk mencari pengikut di kalangan orang yang sudah beragama Islam dan pekerjaan Missi dan Zending, upaya kristenisasi ini menimbulkan rasa prihatin besar di kalangan umat Islam beserta para pemimpinnya.

Dalam keadaan demikianlah, Gema Islam berusaha memanggil umat Islam untuk merapatkan barisannya.

Dan, para pengarang serta penulis Islam mengangkat pena mereka menyumbangkan tulisan untuk Gema Islam dengan tujuan memelihara dan mempertahankan identitas umat Islam.

Di samping itu, pengajian dan kuliah Shubuh berkembang di berbagai masjid.

Akan tetapi, agaknya kuliah Shubuh yang paling mendapat minat, ialah yang dipimpin oleh HAMKA sendiri di Masjid Al-Azhar di Kebayoran Baru.

Tafsiran Al-Quran yang diberikannya di kuliah Shubuh itu memperoleh pendengar yang banyak dan berterima kasih pula bahwa Tafsiran Al-Quran yang diberikannya di kuliah Shubuh itu dimuat pula dalam Gema Islam, sehingga menambah daya penarik majalah itu di mata pembacanya."

HAMKA menulis dalam memperingati Gema Islam berusia setahun, antara lain:

"Sudahlah sama-sama kita ketahui, bahwasanya dalam ajaran-ajaran agama Islam amat banyak soal-soal yang meminta pemikiran kita, lebih-Iebih di zaman kemajuan seperti zaman kita sekarang. Berbagai persoalan telah timbul dan semua meminta pemikiran kita. Oleh karena itu, benarlah ucapan yang sering kita dengar sekarang, bahwasanya umat Islam sekarang tengah menghadapi tantangan, yaitu tantangan kemajuan ilmu modern. Akan membekukah kita umat Islam menghadapi serba macam tantangan-tantangan yang berada di hadapan kita, atau bagaimana sikap kita?

Sahutan umat Islam terhadap tantangan tadi tidaklah mengecilkan hati.

Dakwah Islamiyah bergaung bertalu-talu di kalbu umat Islam.

Apabila di tahun 1977, yaitu 15 tahun sesudah Gema Islam mengumandangkan Dakwah Islamiyah di mana-mana di tanah air kita, kelihatan suatu kebangkitan dan meningkatnya secara intensif orang Islam dalam beragama dan beribadah, masjid penuh sesak dikunjungi para jamaah, pengajian dan kuliah Shubuh memperoleh minat yang ramai, sembahyang Idul Fitri dan Idul Adha merupakan peristiwa yang semarak, maka sudah barang tentu HAMKA dan Gema Islam sama sekali tidak boleh mengklaim bagi dirinya semua itu adalah hasil pekerjaan mereka. Hal itu tidak benar, sebab meningkatnya orang mengamalkan ibadah agama Islam dewasa ini niscaya disebabkan usaha bersama ulama dan mubaligh di seluruh tanah air.

Akan tetapi, kadang-kadang saya terpikir bahwa betapa pun kecilnya, dalam usaha Dakwah Islamiyah ini HAMKA mempunyai saham. Mudah-mudahan sejarah akan cukup ramah tamah kelak terhadap dirinya untuk mencatat hal ini."

Demikianlah H. Rosihan Anwar, yang pernah selama tahun 1962-1967 menjadi Pembantu Majalah Gema Islam dengan nama yang diberikan Ayah: "AI Bahits", mengisi rubrik Kronik dan Komentar Islam.

Saya yakin bahwa Ayah sama sekali tidak pernah ingin mengklaim bahwa dia berjasa mengumandangkan Dakwah Islam seperti yang dikatakan oleh H. Rosihan Anwar itu.

Sampai akhir hayatnya, saya tak pernah mendengar Ayah menceritakan apa yang dilakukannya waktu itu. Mungkin dia telah melupakannya. Namun, mungkin pula peristiwa-peristiwa itu menghilang dari ingatan Ayah, karena dihapus oleh peristiwa yang lebih besar yang menimpa dirinya, sebagai akibat kumandang dakwah yang dipeloporinya itu.

Masjid Agung Al-Azhar sebagai pusat kegiatan dakwah dan penerbitan majalah Gema Islam, mulai diintip oleh intel-intel Orde Lama.

Melalui koran Komunis disiarkan berita bahwa di Masjid itu sedang tumbuh "Neo Masyumi" pimpinan HAMKA. PKI pun dengan organisasi kebudayaannya LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) menyerang kaum budayawan Islam, terutama pribadi Ayah. Serangan PKI yang amat gencar di sektor kebudayaan ini mendapat bantuan dari organisasi kebudayaan PNI yang disingkat LKN (Lembaga Kebudayaan Nasional). Situasi semakin hangat bersamaan dengan serangan gencar terhadap golongan Islam di sektor kebudayaan, aksi-aksi mahasiswa PKI dengan gencar pula menuntut pembubaran HMI.

Suatu siang, Ayah memanggil tokoh-tokoh HMI, di antaranya Sulastomo, Ekki Syahruddin, dan Mar'ie Muhammad. Kami mengadakan rapat di aula Masjid Al-Azhar, dengan pokok acara mengatur dakwah dalam situasi yang semakin kritis. Menurut penilaian kami waktu itu, ABRI dengan Nasution adalah satu-satunya yang bisa dijadikan tulang punggung untuk melancarkan dakwah di mana-mana. Namun, PKI yang amat agresif sungguh sulit untuk ditandingi karena Soekarno jelas-jelas selalu memihak mereka. Timbullah di mana-mana aksi sepihak PKI yang tujuannya untuk mendiskreditkan Angkatan Darat.

Usaha-usaha PKI menampakkan hasilnya pula yang tambah mencemaskan Jenderal Nasution mulai bakal tersingkir, kedudukannya sebagai KASAD digantikan oleh Almarhum Jenderal A. Yani, Muchlas Rowi yang Kepala Pusroh Islam Angkatan Darat dan menjadi Penanggung Jawab Gema Islam, disekolahkan ke Amerika dan majalah Gema Islam tak lagi mendapatkan bantuan dan terpaksa harus hidup sendiri.

Sampailah pada satu saat Ayah yang mendapat giliran dicaci maki, sehubungan soal buku Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, berbulan-bulan lamanya "Harian Bintang Timur" memuat tuduhan plagiat karya sastra itu, dengan cara yang sangat mencolok. Setelah itu, Ayah pun ditangkap bukan soal sastra, atau soal dakwah, tetapi terkena undang-undang subversif, yaitu dituduh mengadakan komplot hendak membunuh Presiden Soekarno.

Peristiwa-peristiwa itulah agaknya yang lebih berkesan dan melekat dalam ingatan Ayah bila diingatkan kembali pada rentetan pengalaman Orde Lama itu.

Yaitu, akibat dakwah yang dikumandangkannya, bukan saat dia mengumandangkan dakwah itu.

Oleh karena itu, benar-benar Ayah tak pernah mengklaim punya jasa sebagai pelopor mengumandangkan dakwah dalam masa yang sulit itu.

(Rusydi HAMKA, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Hal. 180-184, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

MASALAH KHILAFIYAH DAN TENTANG TAKLID DAN IJTIHAD

Saya sudah mengalami satu bukti bagaimana bangkrutnya (gagal-nya) kekolotan dipertahankan dengan kekuasaan di Johor itu pada Tahun 1960.

Mufti Johor telah mengenal saya sebagai Kaum Muda dan Wahabi dari Indonesia.

Setelah mendengar bahwa saya akan datang ke beberapa negeri dalam Kerajaan Johor, mufti memerintahkan kepada seluruh qadhi dalam Kerajaan Johor untuk tutup pintu sekalian masjid dalam Kerajaan Johor buat HAMKA mengadakan syarahan (tabligh-ceramah).

Akhirnya apa yang terjadi?

Saya masih berada dalam sebuah Guesthouse di Malaka, telah datang utusan dari D.O Muar (District Officer), setingkat Bupati di Indonesia, meminta supaya saya datang ke Muar mengadakan syarahan (tabligh-ceramah).

"Bukankah mufti melarang saya bersyarah di masjid?", tanya saya.

Utusan D.O itu menjawab sambil tersenyum,

"Kuasa mufti hanya di masjid, di tempat-tempat di luar masjid, seumpama tanah lapang tidak ada kuasa mufti. Apatah lagi kalau Tuan HAMKA yang bersyarah (tabligh), di masjid pun tidak juga akan muat."

Begitulah saya terus bersyarah di Sindian, Kluang, Batupahat, dan Kota Johor sendiri, di klub pertemuan atau di tanah lapang.

Larangan Mufti Johor, meskipun sebuah negeri kecil, sebesar satu kecamatan atau kurang, dapat kita jadikan pula perbandingan memaksakan suatu paham agama dengan kekuasaan, payahlah akan berhasil, malahan itulah yang akan memecahkan persatuan.

Kalau demikian, mengapa kadang-kadang timbul seakan-akan "perang dingin" di antara golongan-golongan umat Islam karena berlainan khilafiyah?

Sebabnya ada 2:

1. ada yang ingin mencari popularitas dengan membangkit-bangkitkan khilafiyah, dan disebarkan kepada orang awam,

2. ada yang merasa popularitasnya terancam hilang kalau ada orang yang membawa soal (ide) baru.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 70, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

MALAIKAT

Inilah yang ditegaskan di dalam surah Haamim Sajdah ayat 30 bahwa malaikat akan turun memberikan bantuan kepada orang yang telah berkata bahwa Tuhannya adalah Allah dan dia berpegang teguh pada pendirian itu.

Malaikat akan turun memberikan kekuatan kepada mereka sehingga mereka tidak akan merasa takut atau duka cita lagi menghadapi perjuangan hidup dalam dunia ini, dan memberikan janji pula kepadanya bahwa Allah telah menyediakan surga untuk tempatnya kelak di akhirat.

Dan, malaikat itu berjanji pula bahwa merekalah yang akan menjadi pembantunya di dunia ini dan di akhirat kelak.

Demikian juga yang ditegaskan di dalam surah al-Anfaal ayat 12.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 96-97, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ORIENTALIS

Banyak di antara orientalis itu adalah alat penjajahan.

Ditugaskan mencari "rahasia" Islam yang dipeluk oleh rakyat jajahan untuk dapat tetap menjajah umat itu.

Dan sebagian besarnya lagi dibelanjai oleh zending dan misi Kristen, guna mencari dari segi mana Islam dapat dihancurkan.

Sebab, kaum Kristen selalu mengakui bahwa orang Islam ini "keras kepala", tidak mau dikristenkan.

Di dalam kalangan orang Islam sendiri yang diberikan pendidikan Barat, pendidikan kolonialisme, ditanamkan perasaan benci, jijik kepada ulama Islam sendiri.

Cacat yang timbul dari kebodohan kaum Muslimin dijadikan alasan untuk mencela agama Islam.

Sebagaimana kita rasakan sendiri betapa bencinya orang-orang yang mendapat didikan Belanda pada zaman kolonial pada pondok dan pesantren, kiai, santri, dan ajengan.

Kemudian, ditanamkanlah kepada mereka rasa simpati membabi buta pada segala hal yang berbau Barat dan simpati kepada orang-orang kafir Belanda kalau dia pandai berbahasa Arab.

Timbullah dalam kalangan orang yang pada kulitnya masih berwarna Islam, tetapi batinnya sudah memandang Islam seperti memandang orang lain.

Mereka lebih percaya Islam yang diterangkan oleh Younbull, Snouck Hourgronje, Goldziher, Moltke, Louis Masignon, De Boer, Dozy, daripada Islam yang dibahas oleh ulama Islam sendiri.

Dari para orientalis inilah keluar beberapa keterangan yang mereka sebut "ilmiah", tetapi sebenarnya pemalsuan Islam.

Misalnya bahwa Islam disiarkan dengan pedang.

Islam mewajibkan poligami.

Umat Islam tidak akan maju selama mereka masih berpegang kukuh pada ajaran-ajaran agamanya.

Bahwasanya ilmu fikih Islam tidak asli, tetapi caplokan saja dari fikih Romawi.

Tasawuf Islam bukan asli dari Islam, melainkan diambil dari Kristen; kata yang setengah. Dari Hindu, kata yang lain. Dari Budha kata yang lain pula. Pendeknya tasawuf Islam diambil dari segala macam agama kecuali dari Islam.

Dan ini semuanya adalah "ilmiah" mesti diterima dan ditelan saja sebab yang mengatakannya orientalis Barat.

Barangsiapa yang membantah, walaupun secara ilmiah pula, dengan cepat dituduh fanatik.

Keluarlah ajaran dari orientalis itu juga bahwa agama Islam yang masuk ke Indonesia ini tidak asli dari Arab, tetapi sudah campur aduk dengan filsafat Hindu.

Atau bahwa orang Indonesia sebelum memeluk Islam sudah mencapai kebudayaan yang tinggi. Sesudah Islam masuk kemari maka mundurlah itu dan baru maju kembali setelah datang bimbingan Belanda.

Keluarlah teori asal bangsa:

Orang Turki, walaupun telah Islam, mereka berasal dari bangsa Mongol, bukan Arab.

Orang Mesir, walaupun telah Islam, mereka adalah pemeluk kebudayaan Fir'aun.

Orang Persia (Iran) lebih tinggi dari Arab sebab mereka keturunan bangsa Aria.

Pendeknya, tiap-tiap bangsa yang telah dipersatukan oleh Islam menjadi satu umat, dipecah-belahkan dengan "ilmiah" orientalis yang mengetahui agama Islam dan Nabi Muhammad seperti mengetahui anaknya sendiri, menjadi bangsa yang berkeping-keping, berpecah-belah.

Setelah semuanya pecah-belah, barulah berkompromi di antara Nasrani dengan Yahudi atau politik zionisme dengan politik pengkristenan, mencaplok tanah suci kaum Muslimin, bumi Palestina.

Pendeknya, mereka mengetahui Islam dan Nabi Muhammad sebagaimana mengetahui anak mereka sendiri.

Kadang kala dipujilah kekuatan agama Islam setinggi langit, tetapi seperti kita katakan sebelumnya, dalam pujian itu bersembunyilah racun.

Berapa banyaknya di tanah air kita Indonesia ini saja, orang yang memuji Islam setinggi langit setelah membaca keterangan-keterangan dan cerita-cerita dari Prof. Snouck Hougronje, yang beberapa tahun lamanya di pusat Islam sendiri, di Mekah, untuk mengetahui Islam dari sumbernya.

Namun, dalam memenuhi itu, mereka sangat menentang apabila Islam hendak digerakkan secara dinamis.

Asal jangan Islam yang hidup.

Mereka mengetahui Nabi Muhammad, mengetahui Islam seperti mengetahui anak mereka sendiri.

Namun, bukan untuk mereka imani, melainkan untuk mereka ingkari dan menuntun orang-orang yang lemah keislamannya supaya dengan "teratur" keluar dari Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 120-122, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"SIUL ULAR" ISLAM KTP

Bagi Ahlus Sunnah (termasuk Madzhab Imam Syafi'i sendiri) asal mereka masih mengakui Allah itu adalah Satu, Tuhan Yang Maha Esa, dan Nabi Muhammad saw. adalah Rasul Allah, orang itu masih Islam, walaupun Islamnya masih belum sempurna.

Kami merasa dalam pergolakan hebat, perbuatan pengaruh agama-agama sekarang seperti sekarang ini, pendirian Madzhab Sunni itulah yang sesuai dengan perjuangan kaum Muslimin Indonesia.

Kita kaum Muslimin di Indonesia ini lebih 90 persen, meskipun kita tahu bahwa keislaman kita belum sempurna.

Hendaklah diketahui bahwa di saat-saat terakhir ini ada golongan tertentu yang berusaha memperkecil jumlah kaum Muslimin.

Kata mereka, 90 persen itu hendaklah ditinjau kembali. Kaum Muslimin Indonesia tidak sampai 25 persen.

Orang yang benar-benar mengerjakan agama Islam, terutama yang mengerjakan shalat tidak sampai 90 persen.

Ada orang yang mempopulerkan ada "Islam Ngabangan", "Islam Kartu Penduduk (Islam KTP)", "Islam Kebatinan", "Islam Sontoloyo", "Islam Peta Bumi", dan sebagainya.

Beberapa orang Islam terpengaruh oleh usaha memperkecil jumlahnya itu.

Mungkin Saudara Umar Abdullah terpengaruh oleh "Siul Ular" itu pula.

Tidak, Saudara Umar Abdullah.

Kita kaum Muslimin tetap 90 persen di Indonesia bahkan kian hari kian bertambah jumlahnya, hingga kadang-kadang mencemaskan!

Namun, kita pun sadar bahwa kita belumlah Muslim yang sempurna.

Imam hadits yang terkenal, Al-Imam al-Baihaqi merawikan hadits Nabi saw. bahwa iman kepada Allah itu bercabang lebih 70 ranting.

Yang paling tingginya adalah, "Laa ilaha illallah," dan rantingnya yang paling kecil adalah memungut duri dari tengah jalan raya, agar orang yang lalu lintas jangan sampai terantuk kakinya.

Jangankan orang Islam yang 90 persen itu, sedangkan diri kita sendiri, khususnya yang menulis jawaban ini, merasakan sendiri bahwa dirinya pun belumlah jadi orang Islam yang sempurna.

Oleh karena itu, untuk menyempurnakan mana yang belum sempurna itu, marilah kita berusaha mengadakan dakwah merayu dan menyadarkan umat.

Kita mulai semuanya ini dari dalam diri kita sendiri.

Sesudah itu kita mulai "operasi" pada kaum keluarga yang dalam tanggung jawab kita sendiri, sebagaimana firman Allah,

"Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka ..." (at-Tahriim: 6).

Menunjuk bahwa kaum Muslimin 90 persen itu tidak benar, adalah tidak benar!

Yang benar adalah kita memulai mengadakan pengawasan ke dalam diri kita sendiri dan sekeliling kita.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 396-397, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

JADIKAN DIRI KITA SENDIRI MENJADI IMAM MAHDI

Salah satu di antara kepercayaan yang membelenggu diri kaum Muslimin ialah kepercayaan bahwa di akhir zaman kelak Imam Mahdi akan datang.

Orang hidup di dunia memang tidak puas atas kekurangan yang ada pada zamannya.

Setengah orang menjadi reaksioner (surut melihat ke belakang), memuaskan diri dengan sejarah yang lalu.

Kalau ada orang mengatakan, "Hai kaum Muslimin, sekarang kamu telah jatuh!"

Si reaksioner akan menjawab, "Tetapi kita dahulu telah pernah mencapai kemuliaan."

Orang kata, "350 tahun, kamu dijajah Belanda."

Si reaksioner menjawab, "Tetapi umat Islam 700 tahun pernah memerintah Spanyol."

Dan si reaksioner tidak tergetar hatinya memikirkan bahwa masjid-masjid di Spanyol itu sekarang adalah gereja!

Apa yang mereka harapkan? Mereka mengharap kedatangan Imam Mahdi di akhir zaman.

Dia adalah Ratu Adil atau Karaeng Data. Bagaimana sengsara nasib, mereka masih mengharapkan kedatangan Imam Mahdi. Dengan Imam Mahdi kelak semuanya akan beres.

Orang Yahudi yang ada di seluruh dunia ini, tidak cukup bilangannya 50 juta, yaitu sepersepuluh dari 500 juta kaum Muslimin, payah menunggu-nunggu kedatangan Messias yang tidak juga datang karena Messias itu telah berlalu, tetapi tidak mereka percaya.

Mereka tunggu kedatangan Messias tidak juga kunjung tiba, sehingga membuat gerakan zionis dibantu oleh Amerika dan Inggris, dan juga Rusia, dapatlah mereka mendirikan Kerajaan Israel di tengah-tengah Tanah Air Bangsa Arab.

Kita tidak perlu menunggu Imam Mahdi.

Sebab hadits tentang Imam Mahdi itu pun tidak ada yang sah buat dijadikan dalil.

Lebih baik kita jadikan diri kita sendiri-sendiri menjadi Imam Mahdi, membawa petunjuk Islam sejati untuk menampung kehendak Ilahi bahwa Islam akan mengatasi segala agama dunia ini, walaupun orang yang musyrikin tidak suka.

Alangkah gelapnya hidup yang tidak mempunyai keyakinan masa depan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 146-147, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

USAHA ZENDING MENGKRISTENKAN INDONESIA

Hilang akalkah kita lantaran itu?

Sekali-kali tidak.

Tindakan yang perlu adalah kesadaran kita dan kewaspadaan.

Kita pun bergerak, bukan diam.

Itulah sebabnya maka kita ini amat tidak menyetujui kalau Islam dengan Islam berkelahi dalam hal yang kecil-kecil dan lupa akan yang besar.

Bertengkar perkara puasa dengan rukyat atau dengan hisab.

Kadang-kadang ada yang bertoleransi kepada agama lain,

Tetapi bersikap keras kepada saudaranya sama seagama, karena khilafiyah ibadah atau khilafiyah politik.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 128-129, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

JAGA KEHORMATAN AGAMA

Salah satu hal yang akan membawa orang jadi munafik ialah kalau dia duduk dalam satu majelis bersama-sama orang yang tidak percaya kepada ajaran Islam, lalu orang-orang itu memperkatakan Islam dengan cara mencemooh.

Di Mekah dahulu, ketika kaum beriman masih lemah dan bilangannya sedikit, Allah memberi ingat supaya orang yang beriman itu jangan duduk dalam majelis itu.

Kalau pembicaraan mulai meremehkan Islam, lekas-lekas tinggalkan tempat itu.

Hal ini diperingatkan Allah dalam surah al-An'aam yang diturunkan di Mekah. (Lihat surah al-An'aam, surah ayat 68).

Sekarang sudah pindah kaum Muslimin ke Madinah. Di Madinah cemooh dan ejekan kepada Islam akan terdengar lagi dari orang Yahudi.

Orang-orang munafik sebagai golongan Abdullah bin Ubay pun senang duduk di dalam majelis yang demikian karena memang hati mereka masih "sebelah iman, sebelah kafir."

Tegasnya, kalau kamu merasa enak juga duduk dalam majelis kafir yang tidak beradab itu, niscaya kamu telah seumpama mereka pula.

Kamu mengakui diri orang Islam, tetapi sikapmu tidak berani menyanggah laku tidak sopan dari kafir itu, niscaya kamu menjadi munafik.

Maka tegas Allah berfirman,

"Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang yang munafik dan orang-orang yang kafir di dalam Jahannam," (ujung ayat 140).

Derajat orang munafik telah disamakan dalam ayat ini dengan orang kafir, karena kelemahan hatinya, karena dia masih menongkrong juga duduk dalam majelis orang-orang yang terang-terang menolak dan mengolok-olok ayat Allah.

Nanti sebentar lagi, dalam ayat 145 akan diterangkan bahwa dalam neraka Jahannam itu tempat duduk orang munafik terletak di dasar yang di bawah sekali.

Kalau kita pikirkan dapatlah kita maklumi bahwa jiwa orang munafik lebih rendah daripada jiwa orang kafir.

Kafir terang menentang, sedang munafik tak dapat menyatakan pendirian yang tegas!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 492-493, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Pengaruh Agama dan Iman

Guru saya, A.R. St. Mansur, pernah mengatakan,

"Dalam agama ini, seumpama kita lahir dua kali, kelahiran yang pertama, yaitu kita dalam Islam. Tetapi setelah kita dewasa kita harus lahir sekali lagi. Kita pelajari agama itu sedalam-dalamnya dan kita sesuaikan hidup kita dengannya. Kemudian kita pelajari pula agama yang lain supaya sebagai orang Islam kita mengetahui apa persamaan kita dan apa pula perbedaan kita."

Orang yang telah meleburkan dirinya kepada agamanya sendiri, apa pun agama yang dipeluknya, sekali-kali tidak ada kesempatan untuk membenci pemeluk agama lain.

Bagaimana akan ada kebencian dalam hati orang yang mendekati Tuhan?

Bukankah semua makhluk sama-sama hamba Allah seperti dia?

Orang lain telah mengorbankan waktunya untuk beribadah kepada Tuhan.

Ibadah dengan arti yang luas, yang saya katakan sebelumnya, tidaklah sempat berdebat-debat menyalahkan cara ibadah pemeluk agama yang lain.

Sebagaimana Al-Qur'an mengatakan,

"Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan." (al-Maa'idah: 48).

Menurut penelitian ahli filsafat, sari ajaran Buddha adalah Fanna (meniadakan diri, sari ajaran Yahudi adalah Tadhhiyah (berkurban), sari ajaran Kristen adalah Hubb (cinta), sari ajaran Islam adalah Ukhuwwah (persaudaraan seluruh dunia).

Alangkah berbahagia dunia ini jika masing-masing kita mendapat sari itu.

Bersyukurlah dalam negara kita telah ditentukan filsafat tempatnya tegak, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Jiwa filsafat Ketuhanan akan mengubah sisa jiwa filsafat penjajahan, yaitu netral agama (sekularisme) dengan arti menyia-nyiakan agama.

Berubah kepada filsafat yang sangat tinggi, yaitu anjuran bagi kita mencari Tuhan dan menuntut keridhaan-Nya dalam agama kita masing-masing.

(Buya HAMKA, Pribadi Hebat, Hal. 96-97, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2014).

"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya dan janganlah kamu turut jejak-jejak setan; sesungguhnya, dia bagi kamu adalah musuh yang nyata." (QS. Al-Baqarah ayat 208).

Maka, dapatlah kita tafsirkan ayat ini bahwasanya kalau kita telah mengakui beriman dan telah menerima Islam sebagai agama, hendaklah seluruh isi Al-Qur'an dan tuntunan Nabi diakui dan diikuti.

Semuanya diakui kebenarannya dengan mutlak.

Meskipun misalnya belum dikerjakan semuanya,

Sekali-kali jangan dibantah!

Kita pun mengakui dan melihat bahwa tidak ada orang Islam zaman sekarang yang 100% dapat menjadi orang Islam,

Akan ada yang masih kekurangan.

Dan tidak pula ada satu negeri Islam yang disana hukum Islam telah berjalan 100%

Akan tetapi, belum adanya itu bukanlah menunjukkan bahwa Islam boleh kita pegang separuh-separuh.

Kita mengakui bahwa kita manusia mempunyai banyak kelemahan sehingga hasil cita-cita yang bulat tidaklah dapat dicapai sekaligus.

Dia kadang-kadang menghendaki tenaga, turunan demi turunan.

Namun, dengan adanya tujuan cita-cita, jelaslah apa yang diperjuangkan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 392-397, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ISLAM DALAM BAHAYA

Pada Tahun 1960 saya pernah mengatakan dalam satu khutbah di Masjid Agung Al-Azhar bahwa sekarang ini Islam dalam bahaya. 

Ulama yang berani berterus-terang menyatakan ajaran Islam dalam dasar aqidah yang sejati, kian lama kian dipersempit langkahnya. 

Pondok-pondok sudah mulai ditinggalkan, ulama-ulama berduyun mencari pangkat dan kebesaran ke kota.

Perkumpulan-perkumpulan Islam, demi menjaga supaya tidak dibubarkan, ada yang tidak segan-segan lagi pergi menjual keyakinan agama ke dalam Istana atau kepada pihak yang berkuasa.

Kekuatan Islam telah habis, meskipun orang masih ramai juga shalat Jum'at ke Masjid.

Seorang pejuang penegak Al-Qur'an pada hakikatnya ialah seorang sang terpaksa berani karena ia penakut.

Ia berani menempuh bahaya di dunia karena takutnya bahaya akhirat.

Itulah sebabnya di dalam segala zaman, seorang yang telah terpesona oleh Al-Qur'an karena takutnya kepada Tuhan, ia berani menghadapi bahaya yang ditimpakan oleh manusia.

Bila direnungkan lebih jauh, Bangsa Belanda menjajah negeri ini sampai 350 Tahun. Beratus tahun lamanya mengajarkan bahwa Islam itu berbahaya.

Islam itu suka berontak melawan kekuasaan yang ada, kalau tidak sesuai dengan ajaran Al-Qur'annya, niscaya akan ditentangnya.

Kemudian, kita pun merdeka!

Meskipun telah kita jawab dan akan terus kita jawab bahwa kaum Muslimin tidaklah anti-Pancasila sebab Pancasila, seperti yang telah terpancang dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 45, adalah hasil piagam yang ditandatangani oleh sembilan orang pemimpin bangsa, termasuk lima di antaranya ulama-ulama dan pemimpin Islam, tetapi keterangan kita tersebut tidak juga akan dipedulikan orang.

Bahwa tidak mungkin orang Islam anti-Pancasila sebab kelima dasar itu adalah sebagian ajaran dari Islam.

Ada orang memberi nasihat, supaya ulama-ulama, mubaligh-mubaligh, khatib, dan ahli-ahli dakwah terlepas dari bahaya, sebaiknya mereka mengurus agama saja, jangan campur dengan politik dan hendaklah membantu pemerintah. Sediakan segala tenaga buat dipergunakan untuk melancarkan program pemerintah.

Alangkah bingungnya seorang yang pandangan hidupnya dibentuk oleh Al-Qur'an jika ada yang memerintahkan kepadanya supaya memisahkan di antara agama dan politik.

Padahal Islam, tegasnya Al-Qur'an, tidak mengenal pembatasan tersebut.

Alangkah bingungnya seorang Muslim jika ia dilarang mengurus dunia dan diperintahkan mengurus soal-soal akhirat saja, padahal mujur-malangnya di akhirat ditentukan oleh amalnya di dunia.

Meninggalkan jihad artinya vonis kematian bagi Islam itu sendiri.

Karena itu, di masa Orde Baru sekarang ini, kita mubaligh-mubaligh, imam-imam, khatib, apalagi ulama wajib memperbarui jiwa. Kita wajib aktif menegakkan agama dalam negeri ini.

Kita tidak akan mengganggu Pancasila, dan Pancasila tidak perlu diganggu.

Kalau ini saja pun benar-benar dijalankan, tidak sedikit kemenangan Islam dalam negeri ini.

Bahkan, boleh dikatakan bahwa kita difitnah hendak merombak Pancasila ialah karena yang memfitnah itu sendiri tidak berani menjalankan Pancasila dengan sungguh-sungguh.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 227-231, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

HARAPAN KEPADA PEMUDA

1. Percaya kepada Allah Yang Maha Esa (Tauhid).

2. Percaya kepada kesatuan risalah sejak Adam dan Nuh sampai kepada Muhammad saw.

3. Percaya kepada sambungan hidup sesudah hidup yang sekarang.

Akan hilang umat Islam, kepribadian dan kebudayaan, kalau ketiga kepercayaan ini telah dihancurkan.

Penghancuran inilah yang menjadi salah satu rencana umum, baik ketika Perang Salib 9 Abad yang lalu maupun mengalirnya bangsa Moghul dan Tartar ke Baghdad di abad ke-13, atau pengusiran besar-besaran kaum Muslimin dari Spanyol, atau penjajahan ke Benua Timur yang dimulai oleh Portugis di Abad ke-16. Atau, penjajahan politik, penjajahan ekonomi, dan penjajahan ideologi sekarang ini.

Pengharapan untuk melanjutkan perjuangan mempertahankan aqidah ini terletak di atas bahu angkatan muda Islam.

Pengalaman pahit yang telah ditempuh di zaman lampau meminta kepada kita tenaga muda yang bersemangat militan, yang dimotivasi oleh rasa cinta dan fanatik agama yang telah dipusakai dari nenek moyang sejak datang dari kampung dan desa, untuk meneruskan perjuangan.

Mereka harus tegak menantang dan membendung propaganda paham materialisme dan segala isme-isme (paham) baru yang di impor dari Barat untuk menyebarkan rasa keragu-raguan atau melemahkan iman dalam Islam.

Mereka harus lekas sadar dan tidak membiarkan gerakan itu merembet terus.

Karena itu, pemuda-pemuda Islam itu sendiri harus mempelajari hakikat Islam, mempelajari rahasia apa yang menyebabkan tumbuh dalam tanah air kita ini pribadi-pribadi seperti Imam Bonjol, Teungku Cik di Tiro, Cokroaminoto, Kiai Dahlan, dan berpuluh pemuka Islam yang hidup menjadi kebanggaan sejarah tanah air ini.

Kerap kali, yang dapat diperbudak oleh orang lain ialah pemuda-pemuda yang sok tahu.

Pemuda yang ditimpa penyakit rendah diri, mentang-mentang sudah dibawa orang bergaul dalam masyarakat yang agak "Barat" sifatnya, ia belum merasa progressif kalau belum turut bersorak mengatakan bahwa Islam harus pandai menyesuaikan diri kalau mau maju.

Orang-orang yang turut menyebarkan paham dalam masyarakat, yang akan mengakibatkan kendornya rasa perjuangan, rasa jihad menegakkan cita-cita Islam, bukan saja menjadi pelopor membawa ke jalan kafir,

Bahkan itulah pengkhianat-pengkhianat yang membawa-bawa nama Islam untuk menghancurkan kekuatan Islam.

Pemuda Islam sejati yang ingin Islam masih bertapak di negeri ini khususnya, dan di dunia Islam umumnya harus awas dan berjaga-jaga terhadap angkatan muda yang terpengaruh paham sesat itu.

Sejak zaman penjajahan dahulu, pendidikan umum pada sekolah-sekolah tidak mementingkan aqidah sebab yang mengatur pendidikan di waktu itu ialah bangsa yang menjajah.

Oleh karena itu, pendidikan penjajahan hanyalah memperkaya otak dengan ilmu (intelektualisme) tetapi perjuangan yang sejati, yang berani mati, bukan timbul dari intelektualisme, melainkan dari rakyat jelata, yang mendapat sedikit didikan yang dipusakai dari nenek moyang bahwa mati dalam mempertahankan agama Allah adalah mati syahid.

Memang, setelah negeri mulai teratur, intelektualisme jualah yang terpakai.

Adapun si rakyat jelata tadi karena berjuangnya hanya mengharapkan ridha Allah, mereka pulang ke tempat asalnya, ke cangkul dan ladangnya, pondok, dan suraunya.

Selanjutnya setelah penjajah pergi, dasar dari pendidikan yang baru, yang mestinya tercipta sebagai bangsa merdeka, masih saja mencari-cari. Belum juga bertemu dengan batunya. 

Pernah diputuskan pendidikan agama musti diberikan di sekolah, tetapi dalam praktik belum dapat dijalankan menurut yang dikehendaki.

Karena hanya "guru agama" yang banyak.

Sedang pendidik agama kurang.

Dengan menyebutkan dalil seperti ini dan bukti-bukti yang nyata dalam masyarakat dan kepribadian Islam saya hidangkan (paparkan) kepadamu, hai Pemuda Islam yang menjadi tumpuan harapan.

Soal yang kamu hadapi sekarang, akan tegakkah Islam ini terus?

Atau, akan hilangkah pengaruh kebudayaan Islam dan dasar hidup bangsa kita?

Jawabnya adalah di tanganmu sendiri, Angkatan Muda!

RAHASIA KEMENANGAN KITA

Dimanakah rahasia dari kekuatan kita ini?

Adakah pada senjata, pada roket dan peluru kendali, pada bedil dan meriam, kapal udara dan kapal perang?

Disini hadir Jenderal Soeharto, yang memimpin perjuangan dahsyat menghancurkan kekuatan komunis itu pada 1 Oktober 1965, cobalah tanyakan kepada beliau dimana letaknya kekuatan kita itu?

Wahai kaum Muslimin, kalau hendak mengkaji rahasia kekuatan ini dengan lebih mendalam, janganlah ditilik kepada benda atau materi yang ada di depan mata.

Namun, lihatlah ke dalam batin, lihatlah ke dalam jiwa, disanalah ia akan bertemu.

Segi kekuatan kita ialah kepercayaan kita.

Segi kekuatan kita ialah iman dan aqidah kita.

Sejak 700 Tahun yang lalu atau sejak 1000 Tahun yang telah lalu, gema Al-Qur'an dari padang pasir telah sampai ke negeri ini, kepulauan kita yang indah ini.

Nenek moyang kita sejak dulu, meskipun tidak pernah bertemu muka dengan Nabi Muhammad saw. mereka telah menyatakan iman pada ajarannya. Muhammad saw. pernah bersabda,

"Berbahagialah orang-orang yang telah sempat melihat wajahku, lalu ia beriman kepadaku, tetapi lebih berbahagia lagi (tujuh kali), bagi mereka yang beriman kepadaku, padahal ia belum pernah melihat wajahku."

Pokok ajaran Nabi Muhammad saw. ialah laa ilaaha illallaah, tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.

Laa ilaaha illallaah, Allaahu Akbar! Inilah kekuatan kita.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 144, 236, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

JIHAD DAN MATI SYAHID

Adapun 'perang', hanya sebagian kecil saja dari ajaran jihad bila jalan lain telah tertutup.

Ahli-ahli Islam telah membagi tingkat jihad menjadi delapan.

1. Memerangi dan menentang segala usaha orang kafir karena hendak membela agama Allah dengan membendung usaha musuh yang hendak meruntuhkan kekuatan Islam. Bersedia berkorban demi meninggikan kalimat Allah dan kemuliaan Islam dengan tidak mengenal lelah dan payah.

2. Memerangi usaha orang-orang yang hendak memperingan agama dan menyediakan segala alasan yang kuat untuk menghadapi mereka sehingga usaha mereka itu gagal.

3. Mengadakan dakwah sehingga orang banyak kembali kepada kebenaran, dan membawa mereka supaya kembali kepada tuntunan Allah dan Sunnah Nabi saw.

4. Berusaha memerangi hawa nafsu diri kita sendiri dengan mengintrospeksi dan melengkapi diri supaya mempunyai budi pekerti yang luhur (fadha'il) dan menjauhi perangai-perangai yang tercela (madzmumah) dengan latihan-latihan yang tidak kenal lelah. Selalu pula melengkapi diri dengan mempelajari agama dengan lebih tekun dan lebih mendalam.

5. Berjuang menahan pengaruh setan supaya diri jangan terperosok kepada yang syubhat (yang diragukan kebenarannya) dan syahwat (menurutkan kepentingan diri sendiri), "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa mengikuti langkah-langkah setan maka sesungguhnya ia (setan) itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan mungkar. Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun di antara kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi, Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui." (an-Nuur: 21).

6. Jagalah dirimu agar tidak sampai berteman dengan orang-orang yang jalan hidupnya telah cacat, jangan berkawan dengan orang-orang jahat, jangan berkasihan dengan orang-orang yang maksiat, putuskan hubungan dengan orang-orang yang fasik.

7. Sediakan selalu waktu untuk memberikan pengajaran, petunjuk, tuntunan dan nasihat supaya orang pun paham akan Al-Qur'an yang mulia dan Hadits yang syarif, ilmu fiqih, disertai sejarah perjuangan Rasul, dan yang penting lagi sejarah pejuang-pejuang Islam.

8. Bersedia menerima kritik yang membangun dan sabar menerima kritik yang semata-mata hanya kritik saja. Bahkan dianjurkan datang meminta nasihat kepada ahlinya, ziarah kepada orang-orang yang dianggap takwa, bergaul rapat dengan ulama yang beramal mengambil faedah dengan cahaya iman mereka dan meneladani perbuatan mereka yang baik.

Inilah beberapa kesimpulan yang kita ambil dari uraian Al-Imam Baidhawi yang meskipun zaman beliau sudah lama berlalu, masih dapat kita jadikan pedoman saat ini.

Oleh karena itu, dapatlah disebut bahwa orang-orang yang telah memegang kedelapan syarat tersebut, sesungguhnya ia telah berjihad fi sabilillah.

Kalau sekiranya jihad itu tidak dihentikan sampai nyawa bercerai dengan badannya,

Dengan menempuh berbagai rintangan,

Kadang-kadang kemiskinan,

Kadang-kadang kekurangan rezeki,

Malah kadang-kadang kurang penghargaan dari masyarakat,

Tetapi ia tetap tidak mau berhenti, maka akan tercapailah olehnya mati syahid,

Walaupun ia mati di atas tempat tidur rumahnya.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 10-11, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

"Dan tidaklah sama di antara kebaikan dengan kejahatan. Tangkislah dengan cara yang lebih baik maka tiba-tiba terjadilah orang-orang yang di antara engkau dengan dia itu tadinya ada permusuhan, seolah-olah teman yang sangat setia." (QS. Fushshilat: 34).

Dia datang dengan rasa benci maka sambutlah dengan rasa kasih sayang.

Dia menyerang dengan marah, maki-maki, mempertunjukkan bahwa pikirannya dangkal belaka, tangkislah dengan tenang dan senyum simpul.

Dia memaki, engkau menghormati.

Dia mengajak berkelahi, engkau mengajak bersahabat.

Dia menunjukkan kedangkalan, engkau menunjukkan kedalaman.

Dia membawa sikap permusuhan, engkau menunjukkan sikap bersahabat.

Dan masalah yang tengah didiskusikan diuraikan dengan sebaik-baiknya.

Apakah hasil yang akan didapat dengan cara yang demikian? Umumnya ialah kemenangan budi yang gilang-gemilang; membuat musuh jadi kawan.

Abu Sufyan yang sejak permulaan peperangan dia yang selalu jadi pemimpin perlawanan orang Quraisy dan musuh paling besar itu telah bertukar jadi kawan yang setia.

Karena sikap Nabi yang tidak berdendam, tidak melepaskan sakit hati. Inilah suatu contoh yang ditinggalkan Rasulullah saw.

Bahwasanya orang kerap kali memusuhi Islam, membenci dan menghalanginya, sebagaimana dilakukan oleh Abu Sufyan tersebut. Tetapi karena cara Nabi saw menghadapinya bukan dengan kebencian, bukan memperbanyak musuh, melainkan memperbanyak kawan, akhirnya Abu Sufyan takluk.

Tetapi Allah memberi ingat bahwa sikap seperti ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang sabar dan berjiwa besar.

Orang yang mempunyai jiwa besar ialah orang yang insaf bahwa dia berjuang bukan untuk dirinya, melainkan untuk kepentingan agama Tuhannya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 171-177, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Dengan usaha mereka itulah tegak syiar Islam di dalam kota Jakarta ini, atau Metropolitan ini.

Telah beratus berdiri masjid, telah berpuluh kementerian dan instansi mendirikan shalat Jum'at.

Telah beratus pengajian anak-anak di rumah orang-orang besar, berpuluh pengajian istri orang besar.

Beratus ribu umat shalat Hari Raya pada berpuluh tanah lapang.

Kadang-kadang bersedih hatilah mereka memikirkan nasib.

Berkhutbah ia agak panjang, orang marah-marah, mengapa terlalu panjang?

Kadang-kadang dikritiknya karena di dalam kota Metropolitan sudah terlalu meluap-luap maksiat.

Lalu penguasa-penguasa marah, khatib-khatib hanya pandai mengkritik, tetapi tidak sanggup memberikan jalan keluar.

Memang, mereka pun mengakui terus terang bahwa mereka tidak sanggup membangun gedung dan jalan raya, yang dapat mereka bangun adalah jiwa, keimanan, kesadaran beragama.

Semua yang mereka bangun itu niscaya tidak tampak oleh mata, hanya dapat dirasakan oleh orang yang ada bibit iman dalam hatinya!

Datang pula pemuda-pemuda yang sok tahu, yang mengaku diri mereka anak orang Islam juga, mencela dan kadang-kadang mencaci-maki mubaligh dan dai-dai, dan imam khatib itu.

Kata mereka, mubaligh-mubaligh dan khatib-khatib itu hanya pandai ber-nahi munkar, tetapi tidak ber-amar ma'ruf dan tidak ada pengetahuan umum.

Para mubaligh, dai, dan imam khatib itu tertegun mendengar cacian atau kritik pemuda pemuda-pemuda tadi.

Mereka hapus air mata yang meleleh di pipi yang cekung.

Entah karena ancaman penguasa karena tidak mau jadi alatnya.

Atau ejekan sarjana-sarjana muda Islam yang baru naik dan merasa diri segala tahu, lalu tegak keluar pagar dan meludah ke dalam pagar.

Atau karena beras tidak cukup yang akan ditanak.

Atau uang sekolah anak belum dibayar.

Atau istri mengeluh karena kekurangan pakaian.

Mereka hapus air mata yang meleleh di pipi, mereka baca kembali hadits Nabi,

"Akan senantiasa ada dari umatku yang menampilkan diri. Sampai pun datang ketentuan Allah, tetapi mereka tetap menampilkan diri."

Ia baca, ia renungkan kembali hadits itu lalu ia berkata,

"Aku tidak menunggu orang lain. Aku telah sejak semula menampilkan diri ke muka, memikul kewajiban ini. Hilang pun diriku tidak mengapa, asal tugas yang aku terima dari Allah dan Rasul ini dapat aku laksanakan!"

Mereka jalan terus.

Mereka menengadah ke langit mengucapkan syukur kepada Tuhan, bahwa walaupun dengan belanja besar berjuta-juta segala sumber maksiat mendapat restu penguasa di kota besar ini, semangat agama tetap hidup dan bertahan.

Semua adalah atas usaha mereka karena tugas yang dipikulkan Allah kepada mereka.

Dilihat pada lahir mereka lemah, sebab tidak berkuasa!

Namun di dalam batin mereka kuat, sebab mereka bertawakal kepada Allah Yang Maha Kuasa.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 66, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Setiap kurun berganti dan abad berputar, pola pikir beragama mesti diperbarui, guna menjunjung dan membela pokok aqidah itu sendiri, yang diterima dari Allah dan dilaksanakan oleh Rasul dalam masyarakat Muslim.

Kecemburuan beragama tak ada lagi, malahan sebaliknya, mereka mulai menonjolkan diri bahwa agama itu tidak perlu.

Benci, antipati kepada segala yang ada sangkut pautnya dengan lslam!

Sejak zaman penjajahan itulah tertanam perasaan bahwasanya orang yang teguh beragama adalah orang yang fanatik.

Orang teguh beragama adalah orang yang tidak terpelajar.

Kyai-kyai dengan pondok-pondoknya menjadi bahan cemoohan.

Santri dengan kesederhanaannya, bahkan pakaian haji, serban haji, kain sarung (sarungan), langgar pondok, masjid, semuanya adalah sasaran yang empuk untuk dicemooh.

Haji-haji beristri lebih dari satu adalah orang yang hina.

Setelah terjadi perjuangan kemerdekaan, jelas sekali bahwa orang yang dituduh fanatik beragama itulah yang sangat meluap-luap semangatnya menentang penjajahan.

Merekalah yang lebih banyak berani menantang meriam dan sangkur terhunus, dengan bambu runcing.

Merekalah yang ridha mengejar mati syahid.

Namun, setelah Indonesia menang dan merdeka, kian lama mereka itu tidak diperlukan lagi.

Sedikit demi sedikit kuku mereka dikerat dan kekuatan mereka dihilangkan.

Maka timbullah gagasan, agama jangan dicampur-campur dengan politik.

Orang Islam mesti turut modernisasi.

Modernisasi pemisahan antara agama dengan negara, atau apa yang disebut sekuler.

Modernisasi ialah, isolasi agama di masjid.

Islam masih akan disokong dan biarlah ia hidup, tetapi hanya untuk membaca-baca tahlil, membaca doa-doa di hari besar resmi.

Kemudian, akan terpujilah Islam itu kalau kyai-kyainya sanggup menyediakan fatwa-fatwa bagi penyokong politik Penguasa.

Mencari-cari ayat atau hadits yang "cocok." Pendeknya pandai menyesuaikan diri.

Di samping itu, santerlah ucapan-ucapan mengejek tentang segala yang berbau Islam, misalnya:

1. Islam hanya cocok dengan masyarakat unta dan minyak samin.

2. Al-Qur'an itu bagi kita adalah bahasa asing.

3. Hapuskan segala pusaka nenek moyang yang masih berbau Arab.

4. Huruf Arab (huruf melayu-huruf jawi) adalah huruf kolot. Sebab itu, harus ditukar segera dengan huruf latin.

Modernisasi semacam Attaturk itulah yang selalu dibanggakan dan dianjurkan oleh mendiang Soekarno dalam surat-suratnya dari Ende kepada A. Hassan Bandung, dicela dan dicemoohnya orang Arab yang matanya memakai celak dan memakai serban.

Ketika di Bengkulu seorang temannya dicela, yang Muhammadiyah, karena ketika bertandang ke rumah teman itu, istri temannya itu tidak turut keluar, melainkan "bersembunyi" di belakang.

Ketika di Bengkulu, tabir yang memisahkan di antara laki-laki dan perempuan dihantam, Majelis Tarjih Muhammadiyah memutuskan lebih baik pakai batas tabir guna menjaga fitnah.

Meskipun beberapa hal yang dikritik itu, seumpama celak mata atau tabir itu bukanlah perintah yang prinsipiil dari Islam, ia adalah bagian-bagian kecil dari pengaruh pokok pikiran fiqih, tetapi dengan kata ejekan dan cemooh, seperti dilakukan Bung Karno, Islamlah yang kena.

Kadang-kadang diambil beberapa kejelekan di negeri Islam yang lain untuk jadi alasan menerapkan suatu pelanggaran Islam di Indonesia.

Seumpama, orang mengadakan nite club di Jakarta, lalu ambil alasan "sedangkan di Mesir sendiri ada tari perut."

Kalau kasino dan segala macam perjudian, diambil pula alasan bahwa di Libanon pun ada kasino.

Padahal, di sana banyak orang Islam.

Lalu, untuk mengejek kyai-kyai yang "fanatik" di Indonesia, mereka mengemukakan bahwa penonton tari perut di Mesir banyak juga orang memakai jubah, rupanya penganjur modernisasi itu menganggap bahwa setiap orang yang memakai jubah (yababiyah) adalah ulama Azhar!

Begitulah yang tengah kita jalani di Indonesia sekarang ini.

Yang sayangnya ialah kadang-kadang anak-anak muda yang kita harapkan membela Islam, kadang karena merasa rendah diri dan hendak memperlihatkan bahwa ia pun seorang yang berpikiran modern, keluarlah kata-katanya yang benar-benar menyinggung rasa agama bagi orang yang masih mencintai agama ini.

Pernah seorang pemuda dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diundang oleh Kerajaan Saudi Arabia ke Mekah sehingga ia dapat naik haji dengan biaya pihak yang mengundang. Sampai di tanah air ia menulis dalam sebuah surat kabar Kristen (Sinar Harapan) yang isinya bertendensi mengejek keadaan di sana, tidak ada kemajuan. Tidak ada modernisasi.

Pemuda ini juga yang pernah mengejek pemimpin-pemimpin Islam yang dicapnya telah kolot karena kalau pikiran mereka tertumbuk dalam menghadapi suatu hal, pemimpin-pemimpin tua itu melakukan shalat Istikharah.

Artinya, kalau masih mengadakan shalat Istikharah, orang-orang ini tidak bisa mengikuti modernisasi.

Itu semuanya modernisasi "terpimpin" yang dipimpinkan oleh orang-orang dari luar Islam.

Orang-orang Islam yang telah tercabut rasa kesadaran beragamanya.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 26-29, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

KAFIR DAN MUNAFIK

(RINGKASAN DALAM TAFSIR QS. AT-TAUBAH).

Lantaran itu tinggallah penghuni bumi terhadapnya tiga macam pula:

1. Muslim dan Mukmin.

2. Kafir yang berdamai dengan dia dan mereka dijamin.

3. Yang takut kepadanya, tetapi selalu dalam suasana perang.

Terhadap kaum munafik, Rasulullah saw disuruh menerima saja yang lahir dari mereka.

Adapun isi batinnya, serahkan kepada Allah saja.

Mereka ini diperangi dengan ilmu dan hujjah.

Dan, terhadap mereka sikap harus tegas, (halal tetap halal, haram tetap haram) dan keras menegakkan hukum.

Selalu adakan seruan kepada mereka, sehingga sampai ke dalam jiwa mereka.

Tetapi kalau mereka mati, dilarang menshalatkan mereka dan tidak boleh berdiri ke dekat kubur mereka.

Katakan terus terang kepada yang munafik itu, meskipun Rasulullah saw memohonkan ampun buat mereka atau tidak dimintakan ampun, namun Allah takkan memberi ampun mereka.

Demikianlah sikap Rasulullah saw terhadap musuh-musuhnya, dari kalangan kuffar (orang-orang kafir) ataupun terhadap yang munafik!

Sekian cukilan dari keterangan Ibnu Qayyim mengenai ayat-ayat yang tengah kita tafsirkan dan kita perbincangkan ini.

"Allah telah menjanjikan untuk laki-laki munafik dan perempuan-perempuan munafik dan orang-orang yang kufur, neraka Jahannam. Mereka akan kekal di dalamnya. Itulah yang cukup untuk mereka, dan Allah mengutuk mereka, dan bagi mereka adzab yang tetap." (QS. At-Taubah: 68).

"Allah telah menjanjikan untuk laki-laki munafik dan perempuan-perempuan munafik dan orang-orang yang kufur, neraka Jahannam." (pangkal ayat 68).

Hanya itulah tempat yang pantas bagi mereka, karena sikap-sikap, kelakuan, dan perangai itu.

Tempat laki-laki dan perempuan-perempuan munafik, adalah sama dengan orang-orang yang kufur, yang menolak kebenaran.

Malahan di dalam surah an-Nisaa' ayat 145, sudah dijelaskan bahwa tempat orang-orang yang munafik itu adalah di dasar yang paling bawah dalam neraka "Mereka akan kekal di dalamnya."

Sebab ketika hidupnya pun mereka itu, baik laki-laki maupun perempuan kekal pula di dalam fasik.

"Itulah yang cukup untuk mereka."

Bahwa balasan masuk neraka dan kekal di dalamnya, adalah cukup dan pantas untuk mereka, tidak ada jalan lain.

"Dan Allah mengutuk mereka."

Sejak dari masa hidup di dunia ini, sehingga menjadi batu penarung, kebencian orang, mengacau, membikin yang jernih jadi keruh.

"Dan bagi mereka adzab yang tetap." (ujung ayat 68).

Artinya, karena mereka ditempatkan di dalam neraka, tetaplah mereka menderita siksa.

Karena tidak ada satu tempat terluang di dalam neraka itu yang sedia buat senang-senang, dan seluruhnya adalah adzab.

"Mereka itu adalah orang-orang yang telah gugur amal-amalan mereka di dunia dan di akhirat."

Ayat ini telah mengupas dengan jelas tentang apa sebab orang jadi munafik.

Pertama ialah karena merasa diri kuat dan gagah, banyak harta, dan banyak anak.

Oleh sebab itu, ingin selalu mewah dan selalu senang dan ingin selalu bersuka ria dan lantaran itu tidak lagi hendak menilai seruan yang baik dan ajakan kebenaran.

Sangat awas mereka, jika harta mereka ditimpa bencana.

Tetapi jika agama mereka yang ditimpa bencana, mereka tidak merasa dan mereka bertahan pada yang munkar.

Akhirnya, meskipun ada amal dan baik, menjadi gugurlah amalan itu, tidak diterima Allah.

Sebab walaupun mereka beramal, dasarnya ialah munafik juga.

"Dan mereka itu adalah orang-orang yang rugi." (ujung ayat 69).

Amal di dunia telah gugur dan percuma.

"Dan laki-laki yang beriman dan perempuan-perempuan yang beriman, yang sebagian mereka adalah pemimpin bagi yang sebagian. Mereka itu menyuruh berbuat maruf dan melarang dari yang munkar, dan mereka mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat, dan mereka pun taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu adalah orang-orang yang akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Gagah, lagi Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah: 71).

"Dan laki-laki yang beriman dan perempuan-perempuan yang beriman, yang sebagian mereka adalah pemimpin bagi yang sebagian." (pangkal ayat 71).

Di dalam ayat ini kita bertemu lagi kalimat auliya' dijamak dari kata wali yang pernah kita artikan pimpinan atau pemimpin.

Maka dijelaskanlah di sini perbedaan yang sangat besar di antara munafik dengan Mukminin.

Kalau pada orang munafik terdapat perangai yang sama, kelakuan yang serupa, namun di antara mereka sesama mereka tidaklah ada pimpin-memimpin dan bimbing-membimbing.

Sebab masing-masing mementingkan diri sendiri, kalau mereka bersatu hanyalah karena samanya kepentingan.

Tetapi kalau ada kesempatan, yang satu niscaya akan mengkhianati yang lain.

Sedang orang Mukmin tidak begitu.

Mereka bersatu, pimpin-memimpin, yang setengah atas yang setengah, bantu-membantu, laki-laki dengan perempuan.

Dipatrikan kesatuan mereka oleh kesatuan i'tiqad, yaitu percaya kepada Allah.

Lantaran kesatuan kepercayaan bersama itu, timbullah ukhuwah, yaitu persaudaraan.

Cinta-mencintai, melompat sama patch, menyeruduk sama bungkuk, sehina semalu, sesakit sesenang, mendapat sama berlaba, kececeran sama merugi. Tolong-menolong, bantu-membantu.

Yang kaya mencintai yang miskin, yang miskin mendoakan yang kaya.

Sehingga sahabat-sahabat Rasulullah saw yang miskin tinggal pada ruang yang bernama Shuffah di dekat Masjid Madinah, dan makan minumnya diantarkan selalu oleh orang-orang yang mampu.

Orang-orang perempuan pun pergi bersama-sama ke medan perang, sebab mereka adalah Mukminat.

Di dalam hadits-hadits yang shahih, riwayat Bukhari dan Muslim dan ahli-ahli hadits yang lain diterangkan bahwa Fatimah binti Rasulullah bersama Ummi Sulaim turut dalam Perang Uhud.

Aisyah pun turut dalam perang itu.

Kerja mereka ialah pekerjaan yang pantas bagi perempuan.

Menyediakan air minum atau mengobati yang luka.

Bukankah yang mencabutkan pecahan besi yang masuk ke dalam pipi Rasulullah saw, ialah anaknya sendiri Fatimah, karena besi itu tidak bisa dicabut dengan tangan?

Sampai pun dalam Perang Khaibar, banyak perempuan pergi dan turut mengerjakan pekerjaan yang layak bagi perempuan.

Kadang-kadang pun turut mengangkat senjata sehingga ketika membagi ghanimah, mereka pun diberi bagian oleh Rasulullah saw.

Sampai pun setelah beliau wafat, Binti Malhan turut pergi berperang ke Cyprus, menurutkan suaminya, Ubadah bin Shamit, dan syahid dalam peperangan itu.

Sebab di waktu masih di Mekah sebelum pindah ke Madinah, Rasulullah saw pernah tertidur siang hari ketika berteduh di rumahnya, lalu beliau bermimpi bahwa kelak akan ada umatnya berjuang, jihad fi-sabilillah menempuh lautan.

Maka Binti Malhan memohonkan kepada Rasulullah saw supaya mendoakan, agar dia turut hendaknya dalam angkatan laut itu.

Lalu Rasulullah saw bersabda, "Engkau akan turut dalam peperangan itu!"

Lebih dua puluh tahun setelah Rasulullah Saw wafat, barulah bertemu apa yang diharapkannya, dan terkabul doa Rasulullah saw.

Binti Malhan turut dalam Armada Islam ke pulau Cyprus.

Dengan contoh-contoh kejadian pada zaman Rasulullah saw. ini, kita melihat apa artinya bahwa laki-laki beriman dengan perempuan-perempuan beriman adalah yang sebagai jadi pimpinan bagi yang lain.

Artinya perempuan pun ambil bagian yang penting di dalam menegakkan agama.

Bukan laki-laki saja.

Di sini kita kemukakan contoh pimpin-memimpin Mukmin laki-laki dengan Mukmin perempuan tadi.

Misalnya, ialah shalat Jum'at atau jamaah. Perempuan tidak diwajibkan oleh Rasulullah saw. berjamaah ke surau dan berjum'at ke masjid.

Apa sebab?

Apakah karena mereka kurang diberi hak?

Jangan salah paham!

Mereka tidak diwajibkan berjamaah dan berjum'at, karena mereka mempunyai kewajiban yang lebih penting dalam rumah tangga.

Buat mereka, oleh karena tugas rumah tangga yang berat, shalat di rumah lebih baik daripada shalat di masjid.

Tetapi kalau mereka ingin juga hendak ke masjid karena barangkali tugas itu dapat dilaksanakan dengan baik, datanglah perintah Rasulullah saw., "Jangan kamu larang perempuan-perempuan kamu, jika mereka hendak ke masjid."

Lalu, disediakan tempat yang layak buat mereka.

Tetapi terang bahwa mereka tidak dibebani mendirikan jamaah dan Jum'at.

Beban mereka lebih berat, yaitu mendidik anak dan memelihara ketenteraman rumah tangga.

Demikianlah masyarakatnya orang-orang yang beriman.

Kemudian, Allah terangkan lagi kemuliaan masyarakat Mukminin dan Mukminat itu:

"Mereka itu adalah orang-orang yang akan diberi rahmat oleh Allah."

Artinya, asal tetap mereka pegang pendirian iman dan syarat-syarat yang tersebut di atas tadi, pimpin-memimpin, tolong-menolong, sama menganjur berbuat maruf, sama mencegah berbuat munkar, mendirikan sembahyang, mengeluarkan zakat dan taat kepada Allah dan Rasul, Allah berjanji bahwa mereka akan diberi rahmat; kita sudah faham arti rahmat, sebagai sumber dari kalimat rahman dan rahim, yaitu cinta, kasih dan sayang dari Allah.

Pokoknya adalah ketenteraman jiwa dalam iman, sebagai lawan dari akibat orang munafik tadi, yaitu dilupakan Allah.

JIHAD TERHADAP KAFIR DAN MUNAFIK

Sebagaimana telah kita maklumi dalam keterangan yang sudah-sudah, kalimat jihad berarti berjuang bersungguh-sungguh atau bekerja keras, tidak peduli payah.

Oleh sebab maka al-harb yang berarti perang, hanyalah sebagian dari jihad.

Maka tersebutlah dalam ayat ini:

"Wahai Nabi! Jihadilah kafir-kafir dan munafik-munafik itu, dan berlaku gagahlah terhadap mereka." (pangkal ayat 73).

Apabila telah kita pahamkan pertalian ayat ini dengan ayat-ayat yang sebelumnya, dapatlah kita mengerti apa yang dimaksud dengan jihad di sini dan kepada kafir dan munafik.

Hadits Aisyah ini pun menunjukkan satu rupa dari jihad Rasulullah saw. terhadap orang-orang yang munafik.

Maka melihat perjalanan hidup Rasulullah saw. dalam berbagai sikap beliau, dapatlah kita ketahui di mana tempat beliau bermanis muka kepada kafir dan munafik, dan di mana tempat beliau bersikap keras.

Kita tidak akan bermasam muka kepada segala kafir dan segala munafik sebagaimana banyak terjadi pada zaman sekarang, hendaklah kita lawan dengan tegas, dan tunjukkan muka tidak senang.

Ada juga kafir yang beradab, kita pun hormat.

Tetapi ada juga kafir dan munafik yang kurang ajar!

Kita kurang mutu sebagai umat Muhammad, kalau kita tidak menunjukkan muka tidak senang terhadap perangainya yang demikian.

Malahan telah kita terima tuntunan sikap kita di dalam surah an-Nisaa' ayat 100 (lihat Tafsir Juz 5) dan surah al-An'aam ayat 68 (Tafsir Juz 7), bahwa kalau dalam satu majelis ada orang menyatakan tantangan (kafir) kepada Allah dan mengolok-olok, kalau mereka tidak segera mengalihkan kata kepada yang lain, dan kalau kita tidak sanggup membantah mereka, hendaklah segera tinggalkan tempat itu, sebagai menunjukkan protes.

Di zaman sekarang kerap kali orang menuduh kita fanatik karena sikap kita yang keras, dalam rangka jihad menuruti jejak Nabi saw.

Apabila kita tidak senang atau tidak mau meladeni mereka; baik dia kafir lain agama maupun orang yang mengaku Islam, tetapi mengolok-olok agama, yaitu munafik.

Maka kalau kita takut dituduh fanatik dalam saat yang seperti itu, berhentilah jadi orang Islam!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 79-218, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

YANG MENOLONG ALLAH, ALLAH MENOLONGNYA

"Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong Allah, niscaya Dia akan menolong kamu dan akan meneguhkan perlangkahan kamu." (QS. Muhammad: 7).

Dalam ayat ini ada jaminan bahwa orang yang menolong Allah, dijamin akan ditolong pula oleh Allah.

Ayat ini adalah sambungan daripada ayat yang sebelumnya.

Ayat yang mengatakan bahwa dalam tiap-tiap peperangan semua pihak ingin keluar dengan kemenangan tetapi datangnya kemenangan adalah sesudah menempuh ujian.

Ujian utama ialah tentang tujuan peperangan itu sendiri.

Perhatikanlah isi dari ayat 3 di atas.

Dalam ayat ini ditegaskan bahwa tujuan mesti jelas.

Yaitu menolong Allah.

Kita insaf dan tahu siapa kita dan siapa Allah yang ditolong.

Kita adalah hamba Allah yang kecil.

Tetapi kita harus mempunyai semangat yang besar.

Walaupun kecil, kita ingin hendak menolong Allah, artinya hendak menolong menegakkan dan menggerakkan agama Allah.

Maksudnya menolong Allah ialah menjadikan Allah itu jadikan ingatan selalu.

Kita tajarrud, artinya menelanjangi diri daripada pengaruh yang lain dan menujukan diri kepada Yang Satu saja.

Kepada Allah.

Kita tidak mempersekutukannya dengan yang lain, baik lahir ataupun batin.

Dan dalam menguasai sepenuhnya kekuasaan Allah, mengakui pula sepenuhnya bahwa cinta kita pun telah satu berpadu kepada Allah.

Apabila cinta telah bersatu dan berpadu ke dalam Allah maka segala suruhannya adalah benar lalu kita kerjakan.

Larangannya adalah benar dan kita tinggalkan sama sekali.

Lalu bertambah lagi, yaitu peraturan yang benar hanyalah peraturan yang datang dari Allah.

Manusia boleh membuat peraturan tetapi yang sesuai dengan perintah Allah.

Boleh mengadakan larangan, tetapi larangan yang sesuai pula dengan larangan Allah.

Kita tidak menerima kalau ada peraturan manusia yang menghalalkan yang diharamkan Allah, atau sebaliknya.

Kita tidak menerima kalau ada orang yang mengatakan bahwa ada satu peraturan lain, yang lebih sesuai dengan kehidupan kita, sedang peraturan Allah itu sendiri mesti disesuaikan dengan kehendak peraturan yang diperbuat oleh manusia itu.

Maka kalau ada percobaan manusia hendak menukar peraturan Allah dengan peraturan manusia, atau "mempeti-eskan" peraturan Allah lalu menggantinya dengan peraturan manusia, yang sangat berjauhan dengan kehendak Allah, wajiblah kita membela Allah, menolong Allah.

Maksud perkataan menolong Allah di sini, bukanlah karena Allah itu lemah.

Akhirnya dari surah ini kelak akan menjelaskan bahwa Allah tidak lemah.

Melainkan untuk memberikan kepada manusia kepercayaan kepada diri sendiri, agar manusia jangan berpangku tangan.

Dia mesti beramal bukan menunggu.

Berjuang bukan berpeluk tangan.

Yakin dan bukan ragu-ragu.

Pertolongan dari Allah akan datang kepada orang yang memperjuangkan agama Allah.

Dan agama Allah itu bukanlah semata-mata shalat, puasa, dan zakat.

Setiap orang Islam yang mempelajari agamanya dengan saksama dan teliti akan tahu bahwa Islam itu bukan semata-mata ibadah, tetapi mengandung juga akan ajaran ekonomi, politik, sosial, dan kenegaraan.

Meskipun belum semua dapat dijalankan karena kondisi dan situasi, karena telah 350 Tahun tidak ada penyelidikan saksama secara modern tentang Islam,

bukanlah berarti bahwa Islam itu hanya semata-mata mendoa-doa saja, berbondong-bondong pergi naik haji tiap-tiap tahun,

padahal jiwa mati dan pergaulan yang begitu luas tidak mempunyai jiwa kritis untuk menyelidiki siapa kita dan apa nilai ajaran yang kita anut.

Maka dalam kedua hal-ihwal itu, baik ketika berperang lalu mati sebagai korban dari perjuangan atau karena membela keyakinan dan menolong Allah, menjadi syarat utamalah bahwa segalanya dikerjakan karena Allah.

Tersebutlah dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan an-Nasa'i, yang beliau-beliau rawikan dari Abu Musa al-Asy'ari,

bahwa datang seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw. mengemukakan suatu pertanyaan,

'Dari hal seorang laki-laki yang berperang karena gagah berani dan berperang karena mempertahankan hak dan berperang karena riya yang manakah, yang termasuk fi Sabilillah? (Pada jalan Allah?).' Lalu Rasulullah menjawab, "Barangsiapa yang berperang supaya kalimat Allah tetap tinggi, itulah orang yang berperang pada jalan Allah." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa'i).

Sebab itu jelas sekali bahwa menolong Allah yang dimaksudkan dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini ialah supaya kalimat Allah, suara Allah, kehendak Allah tetap di atas dari segala kalimat, dari segala suara dan dari segala kehendak.

Untuk itu kita bersedia membunuh dan bersedia terbunuh.

Tidak ada artinya hidup ini kalau kalimat Allah dan suara Allah dan kehendak Allah hendak dipandang orang enteng saja atau hendak dipermain-mainkan orang saja.

Sebab itu tidak ada yang lain yang kita perjuangkan melainkan itulah.

Tidak ada perjuangan kalau bukan untuk mengangkat kalimat Allah setinggi-tingginya.

Tinggi dalam jiwa dan perasaan,

Tinggi dalam sikap hidup dan pandangan,

Tinggi dalam akhlak dan budi dan sikap,

Tinggi dalam letak dan kedudukan,

Tinggi dalam perhubungan ke mana saja dan di mana saja.

Selain dari itu tidaklah ada kalimat Allah bahkan kebanyakan adalah kalimat setan, kalimat hawa nafsu yang pantang kerendahan, kalimat "prestise!"

Sebab itu orang yang berjuang dalam lapangan itu dan mati dalam lapangan itu belum tentu mati syahid!

Oleh sebab itu, apa pun namanya perjuangan pada lahirnya, namun pada batinnya wajib dicocok dan disesuaikan dengan "kalimat Allah yang tetap yang paling tinggi dan paling benar!"

Ragu akan hal ini menyebabkan kacaunya hidup.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 330-333, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Al-Qur'anlah mukjizat yang selalu ada,

yang sekarang dan nanti masih dapat dipegang, masih dapat diraba, dan masih terbuka seluas-luasnya pintu untuk menandingi kalau ada yang sanggup.

Membanding isi kandungannya kalau ada yang lebih tinggi.

Dan bahasa Arab pun masih dapat dipelajari oleh seluruh bangsa di dunia ini, yaitu bahasa untuk Al-Qur'an ini.

Kalau sudah dapat dipelajari bahasa itu dengan mendalam, cobalah buat satu wahyu untuk menandinginya.

Beberapa orang telah mencoba, di antaranya Bahaullah orang Iran dan Mirza Gulam Ahmad orang India.

Mereka membikin wahyu penandingi Al-Qur'an, namun semua orang yang mengenal balaghah Al-Qur'an akan terpingkal-pingkal tertawa membawa wahyu-wahyu manusia-manusia sinting ini.

Bagi pembenci-pembenci Islam dari Barat di zaman sekarang bukanlah mereka berusaha menandingi Al-Qur'an, melainkan sebaliknya.

Mereka selalu berusaha menghilangkan pengaruh Al-Qur'an itu dari hati sanubari kaum Muslimin.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 336, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Dan apabila mereka mendengar apa yang diturunkan kepada Rasul, akan engkau lihat air mata mereka meleleh, lantaran apa yang telah mereka ketahui setengah dari kebenaran. Mereka pun berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah percaya, sebab itu tuliskanlah kami dari golongan orang-orang yang menyaksikan."

Ayat 83 ini adalah sambungan ayat sebelumnya, menerangkan bahwa orang Nasrani di zaman Rasulullah saw. lebih dekat kepada orang yang beriman daripada orang Yahudi dan orang musyrikin.

Semua itu terjadi karena waktu itu memang ada pendeta-pendeta dan rahib-rahib yang benar-benar jujur dan berhati bersih.

Menurut kebiasaan pembagian juz-juz Al-Qur'an, ayat 82 termasuk ujung juz 6 dan ayat 83 termasuk permulaan juz 7 sehingga tampak terputus, padahal makna keduanya bersambung.

Oleh karena itu, sekarang diterangkanlah lanjutan bagaimana kebersihan hati pendeta-pendeta dan rahib-rahib itu.

Demikian sambutan pendeta-pendeta dan rahib-rahib yang hati mereka penuh dengan kemuliaan itu jika mereka mendengar Al-Qur'an dibacakan kepada mereka.

Mereka hingga menangis mendengar beberapa ayat saja yang dibacakan.

Oleh sebab itu, dikatakan dalam ayat sebab mereka menangis adalah setelah mereka mengetahui setengah dari kebenaran (minal-haqqi).

Baru sebagian saja yang mereka dengar, mereka sudah terharu, kononlah jika mereka mendengar seluruh isi Al-Qur'an.

Menurut riwayat an-Nasa'i, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim, ath-Thabrani, Abusy-Syaikh, dan Ibnu Mardawaihi, yang mereka terima dari Abdullah bin Zubair, pendeta-pendeta dan rahib-rahib ini adalah orang-orang besar agama, yang hadir dalam majelis Najasyi ketika dibacakan ayat-ayat Al-Qur'an.

Riwayat yang lain dari lbnu Abi Syaibah, lbnu Abi Hatim, dan Abu Naim di dalam kitabnya aI-Hulliyah dan al-Wahidiy, dan Ibnu Syahab. Dia berkata:

"Mengabarkan kepadaku Sa'id bin al-Musayyab, Abu Bakar bin Abdurrahman, al-Harits bin Hisyam, dan Urwah bin Zubair, mereka semua mengatakan bahwa Rasulullah saw. telah mengutus Amr bin Umayyah adh-Dhamily membawa sepucuk surat kepada Najasyi. Pergilah dia menghadap Najasyi, dan dibacalah surat Rasulullah itu."

Jadi rupanya isi surat Rasulullah saw. itu ialah meminta supaya sudi kiranya Najasyi memberikan perlindungan kepada sahabat-sahabat beliau yang telah datang memperlindungkan diri ke negeri itu, yang dikepalai oleh Ja'far bin Abi Thalib.

Setelah mendengar isi surat Rasulullah yang dibacakan, Baginda Raja Najasyi menyuruh memanggil orang-orang Muhajirin itu berikut ketuanya, yaitu Ja'far.

Lalu, Baginda menyuruh pula memanggil pendeta-pendeta dan rahib-rahib supaya mereka turut hadir dalam majelis itu.

Kemudian Baginda menyuruh Ja'far membaca sebagian dari ayat-ayat Al-Qur'an di hadapan pendeta-pendeta dan rahib-rahib itu.

Oleh Ja'far, dibacakanlah surah Maryam.

Mendengar surah tersebut dibacakan, berimanlah mereka semuanya dan bercucuranlah air mata mereka.

Ada dua atau tiga riwayat lagi berkenaan dengan Najasyi dan pendeta-pendetanya yang masuk Islam.

Menurut riwayat lain dari Ibnu Abbas, tatkala pertemuan di istana Najasyi itu utusan kaum Quraisy masuk terlebih dahulu, sedangkan kaum Muhajirin datang kemudian.

Mereka masuk dengan mengucapkan assalaamu'alaikum. Sedari awal, utusan Quraisy sudah mencoba menghasut dengan mengatakan bahwa salam mereka lain dari salam Nasrani. Maka, Najasyi pun bertanya kepada kaum Muhajirin, kenapa mereka tidak mengucapkan salam menurut adat yang dipakai di negeri itu.

Ja'far menjawab, "Kami mengucapkan salam kepada Tuan, dengan salamnya ahli surga dan malaikat!"

Alhasil, dapatlah disimpulkan dari riwayat-riwayat tersebut bahwasanya, baik Najasyi maupun pendeta-pendeta Baginda terpesona oleh ayat-ayat yang dibaca sehingga mereka memeluk Islam.

Memang surah Maryam yang diturunkan di Mekah itu kalau dibaca dengan saksama, terutama oleh orang Nasrani yang jujur, akan mengharukan hati mereka.

Sebab di dalam kitab-kitab Injil yang empat itu sendiri, tidaklah terdapat pembelaan dan pujian yang setinggi itu kepada Maryam.

Kita teringat bahwa kira-kira pada 1950, seorang uskup Katolik di Amerika, Uskup Shean pun pernah menyatakan penghargaan dan rasa hormatnya pada Islam karena penghormatan Islam yang demikian luhur terhadap Maryam, walaupun beliau tidak masuk Islam.

Silaturahim dengan Najasyi tidak putus sampai di situ saja.

Setelah mendengar kabar bahwa beliau mangkat, Rasulullah saw. mengajak sahabat-sahabat mengerjakan shalat gaib untuk Baginda.

Hanya saja, riwayat tidak menyebutkan lagi tentang pendeta-pendeta utusan itu, apakah mereka kembali pulang ke negerinya dan menyebarkan Islam di sana atau tidak.

Apalagi selanjutnya perkembangan Islam berlanjut ke utara, yaitu ke Syam dan ke Irak sehingga hubungan dengan Habsyi putus dan Najasyi-Najasyi yang datang kemudian, kembali ke dalam agama Nasrani.

Untuk melengkapi penafsiran ayat ini, kita salinkan sebuah riwayat lagi dari as-Suyuthi dalam tafsirnya ad-Durrul Mantsur yang diambilnya dari riwayat ath-Thabrani secara ringkas dan riwayat al-Baihaqi yang agak panjang.

Riwayat ini menerangkan pula kejadian lain tentang pendeta-pendeta dan rahib-rahib yang muliawan dan budiman itu.

Yaitu kisah Salman al-Farisi masuk Islam.

Disebutkan ringkasannya bahwa Salman dahulunya beragama Majusi dan sedang mencari-cari agama yang lebih benar.

Di Mausil itu mereka menemui pula seorang pendeta lain yang lebih tua dan sedang bertapa di sebuah gua.

Banyak orang menziarahi beliau dan beliau banyak memberi nasihat kepada orang-orang yang menziarahinya.

Dia memberi keterangan kepada Salman al-Farisi tentang Nabi Isa, seorang hamba Allah dan Rasul-Nya.

Dan pendeta itu tidak keluar-keluar dari dalam guanya melainkan pada hari Ahad.

Salman pun meneruskan perjalanannya dengan pendeta yang mula bertemu tadi, sampai ke Baitul Maqdis.

Di sanalah pendeta itu menyembuhkan orang sakit lumpuh.

Dan di Baitul Maqdis itu Salman mulai berpisah dengannya.

Kemudian, pendeta itu memberikan nasihat apabila Salman berjumpa dengan Nabi hendaklah dia beriman kepadanya.

Kemudian mereka pun berpisah dan tak sempat berjumpa lagi.

Salman meneruskan perjalanan menumpang sebuah kafilah ke Madinah.

Di sanalah Salman berjumpa dengan Rasulullah dan melihat tanda-tanda itu, lalu memeluk Islam.

Karena dia diperniagakan orang sebagai budak, beramai-ramailah penduduk Madinah menebusnya.

Dalam sejarah Islam, Salman kemudian menjadi salah seorang yang penting.

Keraplah dia menceritakan bahwa dia memeluk Islam adalah karena petunjuk dari seorang pendeta yang menemaninya sampai ke Baitul Maqdis.

Dengan berbagai riwayat ini, kita mendapat suatu kesan bahwa pada zaman itu memang ada pendeta-pendeta yang tetap berpegang teguh pada kepercayaan bahwa al-Masih tetaplah rasul Allah dan masih pula percaya akan kedatangan nabi pada akhir zaman.

Riwayat perkembangan Kristen sendiri mengakui timbulnya perselisihan di kalangan mereka.

Perselisihan itu akhirnya meletakkan golongan yang berpegang teguh pada tauhid menjadi golongan yang kalah, dikucilkan, dan disisihkan, lalu kepercayaan mereka pun tidak dianggap sah.

Meskipun demikian, pada setiap zaman timbul juga golongan itu dan ditindas juga.

Namun, kehadirannya tidaklah dapat dibendung.

Terkadang timbul juga pendeta-pendeta yang bersih hati, terbuka hatinya kepada kebenaran lalu masuk Islam.

Malahan, raja besar seperti Najasyi dan beberapa di antara pendeta dan rahib pengikutnya, dengan sukarela memeluk Islam.

Heraclius, raja Romawi di Suriah dan Muqauqis, raja muda Romawi di Mesir tidak dapat memeluk kebenaran seruan Islam itu.

Jabatan mereka masing-masinglah yang menyebabkan mereka tidak mau memeluk Islam karena tidak mempunyai keberanian budi.

Berlainan halnya dengan Ja'far dan adiknya 'Abd, dua orang raja di negeri Oman. Segera setelah menerima seruan Rasulullah, mereka pun memeluk Islam. Seperti yang diceritakan sebelumnya.

Kemudian dilanjutkan pula tentang keadaan pendeta-pendeta dan rahib-rahib yang terbuka hatinya dan menerima iman karena mendengar ayat-ayat Al-Qur'an itu.

Demikian lanjutannya.

Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah percaya"

Artinya bahwa segala keterangan isi ayat-ayat itu telah kami dengar dan tidak dapat dibantah kebenarannya.

Oleh sebab itu, berimanlah kami kepadanya.

"Sebab itu, tuliskanlah kami dari golongan orang-orang yang menyaksikan." (ujung ayat 83).

Artinya, catatkanlah kami atau masukkanlah kami dalam daftar orang yang menyaksikan dan mengakui.

Tegasnya lagi bahwa dengan begini, terimalah kiranya syahadat kami:

Asyhadu alla ilaha illallah, wa ashyhadu anna muhammadar rasulullah!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 5-8, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Maka, barangsiapa yang mengamalkan sebagian dari amal-amal yang saleh, sedang dia pun beriman, maka tidaklah akan tersia-sia apa yang diusahakannya." (pangkal ayat 94).

Di pangkal ayat ini Allah memberikan kepastian bahwa amal perbuatan yang timbul dari iman, tidaklah akan tersia-sia di sisi Allah, biarpun besar amal itu atau kecil, banyak amal itu atau sedikit.

Dari keterangan Allah ini dapatlah kita mengambil pedoman.

Karena banyak juga kejadian orang mengamalkan suatu, mengerjakan suatu pekerjaan yang tampaknya, sayangnya tidak timbul dari iman.

Amalnya itu akan sia-sia.

Karena dia beramal bukan karena Allah, melainkan karena mengharap dipuji, dan disanjung oleh manusia.

Apabila puji dan sanjung terlambat datang dia berkecil hati, lalu dia berhenti berbuat baik.

Tetapi apabila telah banyak mendapat pujian, senang dan banggalah dia hidup dalam suasana puji-puji itu, dan dia akan marah jika ada sedikit saja orang yang mencela.

Malahan dia akan mengomel, menuduh masyarakat tidak menghargai jasanya.

Inilah penyakit yang kerapkali menimpa kebanyakan kepala-kepala negara, yang menyebabkan diadakan peraturan-peraturan dan undang-undang yang khas untuk memuji-muji saja, dan undang-undang pula untuk menjerat orang yang mencoba mencela, bahkan menyindir saja pun bisa ditangkap.

Atau disangka tidak bersikap hormat bisa bertahun-tahun ditahan dalam penjara.

"Dan sesungguhnya Kami terhadapnya adalah mencatat." (ujung ayat 94).

Dengan penutup ayat ini terobatlah hati orang beriman dan beramal saleh.

Sebab banyak amal saleh tidak tercatat oleh sesama manusia.

Ada yang memang lupa dan ada yang sengaja dibuat supaya dilupakan.

Ada yang orang takut menyebutnya atau menyiarkannya meskipun yakin akan kebenarannya, sebab orang yang berjasa itu sedang dibenci oleh pihak yang berkuasa.

Ada pula yang hitam dikatakan putih, yang hijau dikatakan merah karena hendak mempertahankan kekuasaan.

Cobalah misalnya perhatikan bagaimana bunyi sejarah hidup Muhammad Hatta tokoh proklamasi Kemerdekaan Indonesia menurut susunan kaum komunis!

Atau jasa Islam tidak ada dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan lndonesia menurut yang disusun oleh golongan-golongan yang sejak semula tidak senang kalau-kalau pengaruh Islam bertambah besar.

Dengan firman Allah SWT bahwa segala amal buruk dan baik, kecil dan besar, semuanya dicatat di sisi Allah teguh dan tetaplah hati orang yang Mukmin meneruskan perjuangan dan usahanya.

"Di sini tempat beramal, di akhirat tempat berhitung."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 82-83, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kalau kita sudi menyelidiki sejarah Islam sampai kepada sumber asli, yaitu Al-Qur'an dan sikap hidup Nabi saw. (Sunnah) sendiri, akan bertemulah kita air yang jernih sajak yang landai.

Sebagaimana dijelaskan oleh Sir Thomas Arnold dalam bukunya Dakwah kepada Islam atau keterangan Count Henry Du Castri seperti yang telah kita salinkan terlebih dahulu, kelapangan dada dan statusnya itulah yang telah mencepatkan tersiar Islam, bukan kekerasan.

Bahkan Du Castri sebagai orang Kristen yang adil dan insaf berkata, bahkan karena sangat tasamuhnya (toleransi) itulah yang kerap kali menyebabkan jatuhnya kekuasaan Islam.

Cobalah baca surah al-Maa'idah ayat 82.

Di sana terdapat penghargaan yang besar sekali terhadap pemeluk agama Kristen.

Dikatakan dalam ayat itu bahwa yang banyak memusuhi Islam adalah orang Yahudi.

Adapun orang Kristen adalah lebih dekat rasa saling mengertinya dengan Islam.

Diterangkan sebabnya maka demikian, adalah karena dalam kalangan Kristen terdapat pendeta dan rahib-rahib yang tidak menyombongkan diri.

Bahkan kalau mereka mendengarkan ayat-ayat wahyu yang dibacakan oleh Rasulullah saw. berlinang-linanglah air mata mereka karena mereka telah mengenal kebenaran.

Sampai berkata,

"Ya Tuhan kami, kami percaya akan wahyu itu, maka tuliskanlah kami dalam daftar orang yang turut menyaksikan."

Kemudian itu mereka berkata pula,

"Bagaimana kami tidak akan percaya kepada Allah, dan bagaimana kami tidak akan percaya kepada kebenaran yang akan dibawa kepada kami itu, bahkan bagaimana kami tidakkan ingin dimasukkan Tuhan ke dalam golongan orang yang saleh!"

Bahkan selanjutnya sampai kepada ayat 85 dengan tegas Allah menjanjikan bahwa pendeta-pendeta dan rahib-rahib yang seperti itu pasti akan masuk ke dalam surga dan kekal di dalamnya, sebagai ganjaran atas orang yang sudi berbuat baik.

Paksaan supaya orang Kristen memeluk Islam tidak ada dalam Al-Qur'an dan tidak ada sikap Nabi atau sahabat-sahabatnya.

Dalam Al-Qur'an sendiri yang terdapat hanyalah seruan kesadaran diri.

Yang terdapat hanyalah kata "Ta'aalau ..." Mari ke mari.

Mari kita kembali kepada titik pertemuan di antara kita,

Katakanlah (Muhammad), "Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah ..." (Aali 'Imraan: 64).

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 120-121, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

JANGAN MENYESALI AJAL

"Wahai orang-orang yang beriman! janganlah kamu jadi sebagai orang-orang yang kafir, yang berkata kepada saudara-saudaranya, apabila mereka bepergian di bumi atau mereka jadi tentara, 'Kalau mereka tinggal bersama kita, tentu mereka tidak mati atau tidak terbunuh.'" (pangkal ayat 156).

Telah kita ketahui bahwa arti kufur ialah tidak mau menerima kenyataan kebenaran, walaupun orangnya masih mengakui Muslim. Maka, adalah orang-orang lemah iman mengucapkan kata yang hanya patut keluar dari mulut orang kafir atau munafik. Setelah mereka melihat kenyataan bahwa dalam Peperangan Uhud itu banyak orang yang tewas, ataupun dalam kejadian yang lain, misalnya ada orang yang mati dalam perantauan, dalam bepergian meninggalkan kampung halamannya sendiri (entah pergi berniaga atau pergi berperang) maka si lemah iman itu berkata, "Coba kalau dia tidak pergi meninggalkan kampung halaman, atau coba kalau mereka tidak pergi ke medan perang, tentu mereka tidak akan mati atau tidak akan terbunuh."

Perkataan seperti ini bukanlah kata yang patut keluar dari mulut Mukmin sejati.

Orang Mukmin mesti mempunyai pegangan yang teguh tentang ajal. Sebagaimana disebutkan pada ayat 145 di atas, orang tidak akan mati kalau tidak dengan izin Allah dan ketentuan mati sudah tertulis, tidak akan berubah lagi. Kalau mati sudah terjadi, baik di dalam perjalanan maupun di medan perang, ataupun di mana saja, pastilah itu membaca ajal yang telah tertulis. Tidak boleh orang berkata, "Coba dia tidak merantau dan tetap saja di kampung, tentu tidak mati," atau, "Coba dia tidak pergi berperang, tetap saja dengan kita, tentu dia tidak akan terbunuh."

Kata-kata seperti ini adalah kata-kata yang mengandung kufur, tidak matang kepercayaan kepada Allah. Sebab itu, dalam sambungan ayat, Allah berfirman,

"Karena Allah hendak menjadikan yang demikian suatu penyesalan di hati mereka."

Atau suatu keluhan akibat iman yang kurang itu. Sebab, hal yang demikian akan selalu menjadi keluhan mereka dan menjadi penyakit. Sebab, pertahanan iman tidak ada.

"Padahal Allah-lah yang menghidupkan dan yang mematikan!"

Bukan manusia, bukan karena pergi merantau atau berperang, dan bukan karena tinggal di rumah. Datang kehendak Allah supaya manusia hidup, hiduplah dia di dunia ini, mau tidak mau.

Datang kehendak Allah mesti mati, matilah dia, entah di medan perang, entah dalam pelayaran, entah di rumahnya sendiri di kasur yang empuk.

Menyesali karena ada teman sahabat atau keluarga mati dalam perantauan atau mati dalam peperangan adalah karena melupakan mutlaknya hak Allah atas hamba-Nya.

Hal yang sangat terlarang bagi Muslim.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 99, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH YUUSUF (NABI YUSUF A.S.)

PENGANTAR JUZ 13

Demikianlah kisah Yusuf dengan saudara-saudaranya dan ayah bundanya. Mereka pun datang sekeluarga besar ke Mesir, mendapati saudara yang dicintai telah memegang kekuasaan. Sesampai mereka di Mesir, disuruhnyalah ayahnya dan ibunya duduk ke atas singgasana tempat dia duduk memerintah. Lalu dia bersama kesebelas saudaranya itu duduk dengan hormat dan takzim menghadap ayah bundanya, lalu bersujud menurut adat istiadat semasa itu. Lalu dia berkata,

"Ayahku! Inilah rupanya tabir mimpiku dahulu itu, sekarang sudah menjadi kenyataan."

Demikianlah dengan segala kerendahan hati Nabi Yusuf melaksanakan mimpinya, tetapi bukan dia yang disembah oleh Matahari (ayahnya) dan Bulan (ibunya) dan sebelas bintang-bintang (sebelas saudaranya), melainkan ayahnya yang disembahnya yang duduk bersama ibunya.

Barulah setelah selesai semuanya itu Yusuf berdoa,

"Ya Tuhanku! Sungguh telah Engkau anugerahkan kepadaku kerajaan, dan telah Engkau ajarkan kepadaku takwil dari kejadian-kejadian, wahai yang Mencipta semua langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat. Terimalah akan daku sebagai Muslim, dan hubungkanlah daku dengan orang-orang yang shalih." (Yuusuf: 101).

Inilah doa penutup Nabi Yusuf setelah dia duduk dengan tenang dan aman di atas kursi kekuasaan.

Berbagai percobaan telah dirasakannya, masuk sumur dilemparkan saudaranya, tinggal di rumah orang kaya dan berkuasa, lalu digoda oleh istrinya.

Kemudian dibenamkan ke dalam penjara bertahun-tahun (sampai 9 Tahun).

Dalam penderitaan demikian, yang datang timpa-bertimpa, dia tidak pernah mengeluh, dia tidak pernah memohon biarlah matikan saja aku, karena tidak terderita lagi.

Tetapi setelah dia aman dalam kekuasaan, berkumpul kembali dengan saudara-saudaranya dan ayah bundanya, barulah dia menyatakan bersedia menerima jika maut itu datang.

Maka tersebutlah dalam riwayat, bahwasanya Tuan Sayyid Muhammad Rasyid Ridha mengarang tafsir Al-Qur'an yang dia namai Tafsir al-Manar dimuatnya tiap nomor dalam majalah bulanannya itu. Dikerjakannya sejak Tahun 1315 Hijriyah, (1897 Masehi). Maka pada Tahun 1935, bertepatan dengan Tahun 1354 Hijriyah, beliau pun meninggal dunia. Yaitu setelah 38 Tahun majalah al-Manar itu beliau pimpin. Berturut-turut beliau tafsirkan sampai kepada akhir surah Yuusuf ini. Yaitu sampai selesai dan beliau tafsirkan ayat 101 daripada surah ini, sehingga dipandang oranglah bahwa hal demikian adalah sebagai suatu Rahmat dan Ma'unah daripada Allah kepada almarhum Sayyid Rasyid Ridha.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 5-6, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan tidaklah kebanyakan manusia itu, betapa pun engkau menginginkan, mau beriman." (ayat 103).

Setelah Allah Ta'aala mengisahkan Nabi Yusuf itu, Allah pun kembali memperingatkan kepada Nabi-Nya Muhammad saw. bahwa usaha menegakkan ajaran Allah di atas dunia ini tidaklah mudah, sebab kebanyakan manusia betapa pun usaha Nabi Muhammad saw., tidaklah mau menerima demikian saja. Tetapi yang manakah manusia itu? Manusia yang ingkar dan kafir itu ialah manusia-manusia yang itu juga.

Lantaran itu maka seorang yang berkewajiban menyampaikan seruan kepada manusia, tidaklah boleh mengenal putus asa. Memang diketahui amat banyak manusia yang tidak mau percaya, namun sebaliknya, ada pula manusia yang mau percaya. Dan manusianya adalah manusia yang itu juga.

Di sinilah letak jihad, bersungguh-sungguh menegakkan kebenaran itu, sehingga di antara orang-orang yang tidak mau percaya akan timbul orang yang percaya. Dengan demikian tampaklah bahwa hidup itu ialah jihad; bersungguh-sungguh, kerja keras dan usaha yang tidak mengenal putus asa. Lantaran itu maka ayat 103 bukanlah artinya menyuruh berdiam diri berpeluk lutut karena sudah diketahui bahwa banyak manusia yang tidak mau percaya, betapa pun diajak kepada kebenaran. Sebab yang akan percaya pun ada.

"Sedangkan engkau tidaklah meminta upah kepada mereka." (pangkal ayat 104).

Manusia-manusia itu enggan, betapa pun diajak, sedangkan utusan Allah yang menyeru dan mengajak itu tidaklah meminta upah dan bayaran dari usahanya mengajak mereka dan menyeru mereka kepada kebenaran siang dan malam, menghabiskan seluruh tenaga dan harta benda kepunyaan sendiri. Nabi Muhammad saw. membawa Kitab Suci Al-Qur'an dan menerangkan isinya kepada mereka.

"Tidak lain dia, hanyalah peringatan bagi manusia." (ujung ayat 104).

Oleh karena isi Al-Qur'an itu adalah semata-mata peringatan kepada manusia, Nabi kita Muhammad saw. pun tidak henti-hentinya menyampaikan peringatan itu. Bahwa di kalangan manusia banyak yang tidak mau percaya; itu sudah mesti dimaklumi.

Tetapi Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah memberikan kepada manusia itu akal dan manusia itu pun telah dijadikan sebagai khalifah Allah di bumi, dan akal itulah alatnya menjadi khalifah. Supaya akal tadi timbul dan tertuntun dengan baik, didatangkan agama, diutus Rasul, diturunkan wahyu yang dipimpinkan oleh Rasul itu.

Maka walaupun dalam 1.000 manusia, hanya seorang yang dapat tertuntun akalnya oleh pimpinan wahyu, maka yang menentukan kelak bukan yang 999 orang, tetapi yang satu orang.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 37-38, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Kesenangan yang sedikit! Kemudian tempat kembali mereka ialah Jahannam, dan alangkah buruknya tempat ketetapan itu." (ayat 197).

Sehingga ada orang Muslimin yang mengeluh berkata,

"Musuh-musuh Allah hidup senang, banyak harta, padahal kita sudah hampir mati kurang makan dan kepayahan."

Lalu turunlah ayat ini sebagai bujuk penawar bagi kaum yang beriman.

Teringatlah saya sebuah kisah yang disampaikan kepada saya oleh sahabat saya, Almarhum Kiai H.A. Wahid Hasyim, tentang sesuatu hal yang beliau saksikan berkenaan dengan ayah dan guru saya Syekh Abdulkarim Amrullah pada zaman Jepang.

Kiai Wahid Hasyim berkata,

"Ketika itu Jepang di puncak kemegahan dan kesombongannya. Atas anjuran Jepang kami para ulama harus mengikuti latihan-latihan yang diadakan. Mereka mengajarkan kepada kami tentang perang Asia Timur Raya, tentang Hakko Iciu dan lain-lain. Akan tetapi, kami sendiri pun tidak ketinggalan mengambil peluang mendatangkan ulama-ulama yang kami cintai untuk menyelang-nyelingi kursus Jepang dengan pegangan agama yang sejati. Lalu tibalah giliran kami untuk mendatangkan ayah saudara. Beliau pun datang dan kami semuanya telah duduk di tempat kami masing-masing hendak mendengarkan ceramah yang akan beliau berikan. Opsir-opsir Jepang dengan pedang-pedang samurainya turut hadir. Beliau tampil ke depan akan memberikan ceramah dan kami telah duduk hendak mendengar. Kami semuanya hening."

Berkata Kiai H.A. Wahid Hasyim seterusnya,

"Kami semuanya terpaku mendengarkan ayat ini beliau baca. Satu demi satu kalimat itu laksana dituangkan ke dalam hati kami. Ada beberapa kawan yang menangis. Sesudah itu beliau meneruskan sepatah demi sepatah dalam bahasa Arab, menafsirkan ayat itu."

Kata Kiai Wahid selanjutnya,

"Orang-orang Jepang yang hadir terdiam saja dan tidak ada yang berani menanyakan apakah yang sedang diceramahkan oleh ayah saudara. Tidak pula seorang jua pun antara mereka yang menanyakan kepada kami apa isi ceramah itu sebab dilihatnya wajah kami semuanya sangat terpesona. Tidak pula ada antara kami yang menerangkan kepada Jepang-Jepang apa isi ceramah itu."

Sekian ingatan saya tentang cerita Kiai H.A. Wahid Hasyim almarhum tentang berapa besar pengaruh ayat ini kepada orang-orang Mukmin yang dipaksa keadaan harus hidup dalam suasana yang dipaksakan atas diri mereka.

Betapa pun keadaan, tetapi persediaan jiwa mereka masih tetap ada. Mereka tidak terpesona dan tidak silau oleh keleluasaan orang yang kafir yang sedang dapat angin.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 160-162, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Apabila kita kaji Kitab Al-Qur'an, akan kita lihat bahwa asas kesamarataan di hadapan hukum sudah diwajibkan dalam Al-Qur'an 1.300 Tahun yang lalu.

Asas bahwa seorang hakim tak boleh menjatuhkan hukuman, kecuali berdasarkan undang-undang yang sudah berlaku sebelumnya, sudah pula digariskan dalam Al-Qur'an.

Selanjutnya, siapa pun yang menjadi raja hanya boleh memerintah berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan.

Tidak terdapat perbedaan golongan kelas di kalangan penduduk.

Apa yang kini digembar-gemborkan sebagai hak asasi sudah ditetapkan dalam Kitab Al-Qur'an.

Sepanjang pengetahuan saya, asas-asas itu dikemukakan di dunia Barat oleh aliran Reformasi, oleh kaum Kristen penganut Reformasi yang menyatakan asas-asas itu merupakan bagian mutlak dari agama.

Semua itu merupakan soal asasi dalam agama Islam.

Ini memang hanya merupakan jawaban ringkas. Namun, bila Anda suka mempelajari Pernyataan Hak-Hak dan Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat atau Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak Warga Negara di Prancis, kedua deklarasi itu telah didahului oleh Deklarasi Reformasi pada Abad ke-16, yang telah dikembangkan dalam zaman Renaissance yang berasal dari Konstantinopel.

Renaissance itu dibawa ke dalam universitas-universitas di Eropa dari dan melalui universitas-universitas Islam di Sisilia dan Spanyol.

Dalam pada itu, tidak seorang pun akan berkata bahwa undang-undang dasar negara-negara modern secara implisit berasal dari agama, tetapi pada hakikatnya demikianlah kenyataannya.

Sekarang pun keadaan di Arab Saudi banyak mengalami kemajuan.

Nomadisme telah dihapuskan sama sekali, dan warga suku-suku itu sudah didaftarkan sebagai penduduk tetap di kota atau desa tertentu.

Tentara Arab Saudi pun sudah disusun dengan tertib, dan Ibn Saud menjadi panglima pasukan-pasukan yang terlatih dan berdisiplin.

Dalam pada itu, saya sendiri pun bukan penganut aliran penegakan hukum secara lembut.

Demikianlah penjelasan yang lebih lengkap atas jawaban saya terhadap beberapa pertanyaan.

(KH. AGUS SALIM, PESAN-PESAN ISLAM: KULIAH-KULIAH MUSIM SEMI 1953 DI CORNELL UNIVERSITY AMERIKA SERIKAT, Hal. 117, Penerbit Mizan, Cet.I, Mei 2011).

KEBOHONGAN KAUM MUNAFIK

"Sesungguhnya kamu lebih sangat ditakuti dalam hati mereka daripada Allah sendiri." (pangkal ayat 13).

Dengan ayat ini ditelanjangilah hakikat jiwa orang-orang munafik.

Mereka tidak berani menghadapi kenyataan, bahkan kalau berhadapan dengan orang yang beriman mereka jadi ngeri.

Berhadapan orang yang bersedia mati, mereka pun menjadi sangat takut akan mati.

Dia lebih takut kepada orang yang beriman daripada kepada Allah sendiri.

Orang yang beriman sejati, naluri (insting) rasa takutnya telah dihimpunkannya hanya kepada Allah saja.

Sebab itu orang yang beriman tidak takut sengsara, tidak takut mati, tidak takut berhadapan dengan siapa saja.

Sebab takutnya yang sejati hanya kepada Allah saja.

Niscaya orang munafik, sebab tidak takut kepada Allah seperti orang beriman, menjadi sangat takutlah dia kepada orang yang beriman itu.

Orang yang beriman, mau mengejar mati; kalau tidak mati kata Allah, pasti dia tidak akan mati.

Sedang orang munafik akan lari terbirit-birit dari maut atau dari orang yang dianggapnya akan membawakannya maut.

Dia tidak dapat bertawakal dan berserah diri kepada Allah, karena dalam hati kecilnya telah terasa bahwa dia bersalah kepada Allah.

"Laksana Setan, ketika dia berkata kepada manusia, "Kafirlah!"" (pangkal ayat 16).

Perbuatan Abdullah bin Ubay dan kawan-kawannya menyuruh Bani Nadhir bertahan adalah laksana perbuatan Setan membujuk manusia supaya kafir, durhaka kepada Allah.

"Maka tatkala orang itu telah kafir", selanjutnya,

"Setan itu pun berkata, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari engkau."

Aku tidak turut campur lagi.

"Sesungguhnya aku amat takut kepada Allah Tuhan Sarwa Sekalian Alam." (ujung ayat 16).

Dalam saat yang demikian niscaya orang yang tertipu itu, di sini ialah Bani Nadhir merasa diri telah terpojok dan terpaksa menyerah. Abdullah bin Ubay angkat bahu berlepas diri, laksana Setan!

"Maka adalah akibat untuk keduanya." (pangkal ayat 17).

Yakni si Setan yang menipu dan si Manusia yang tertipu, atau Abdullah bin Ubay dan Bani Nadhir,

"Bahwa keduanya masuk neraka, kekal keduanya di dalamnya."

Karena sama-sama mendurhaka kepada Allah dan perbuatan pelanggaran terhadap aturan Allah.

"Dan demikianlah ganjaran bagi orang-orang yang zalim." (ujung ayat 17).

Dan akan begitulah selalu keperkasaan dan kewibawaan hukum Allah berlaku.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 50-53, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KALAH DAN MENANG

Samalah keadaannya dengan kecemasan kita di zaman sekarang jika misalnya Amerika kalah berperang dengan Rusia. Karena meskipun disebut negara Amerika itu negara kapitalis, negeri loba tamak dengan uang, namun di pinggir uangnya itu masih tertulis, "In God we trust" (Kita percaya kepada Tuhan). Sedang negeri Rusia memakai semboyan, "Biza musyrik" (Tuhan itu tidak ada). Meskipun kita kaum Muslimin sadar benar bahwa terlalu banyak politik jahat Amerika yang mereka lakukan kepada umat Islam.

Solider karena persamaan keyakinan itu adalah sangat mendalam tertanam pada jiwa manusia.

Di zaman modern ini selalu diselimuti oleh bangsa-bangsa yang kuat, yang menindas orang Islam, di mana orang Islam itu minoritas, mereka disembelih, diberondong dengan senapan mesin, dibakar kampungnya, dihancurkan masjidnya, sebagaimana kejadian pada minoritas Muslim di Filipina dan di daerah Patani yang dijajah Siam, atau penghancuran yang dilakukan oleh mayoritas Kristen kepada kaum Muslimin di Libanon.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 37, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Katakanlah, "Jika adalah bapak-bapak kamu dan anak-anak kamu dan saudara-saudara kamu dan istri-istri kamu dan kaum keluarga kamu dan harta benda yang kamu dapati dan perniagaan yang kamu takuti akan mundurnya dan tempat kediaman yang kamu sukai, lebih tercinta kepada kamu daripada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad pada jalan-Nya. Maka tunggulah, sehingga Allah mendatangkan ketentuan-Nya." (pangkal ayat 24).

Oleh karena itu, ayat ini adalah pedoman hidup bagi kita Muslimin.

Allah mengancam.

Kalau kedelapan perkara itu yang lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, dan berjihad pada jalan-Nya, awaslah kamu, tunggulah ketentuan Allah akan datang.

Bahaya ngeri akan bertemu.

Dan kalau bahaya itu datang, kedelapan perkara yang kamu cintai itu tidak akan sanggup menolong kamu.

Tinggalkanlah itu semuanya!

Sebab kedelapan yang kamu cintai itu adalah nikmat Allah.

Kalau Allah yang menyuruh kamu meninggalkannya, tanda Dia akan menggantikannya dengan yang lebih baik, yang tidak kamu sangka-sangka dari semula.

Tetapi kalau kamu ragu, kedelapannya lebih kamu cintai daripada mencintai Allah, akan remuklah kamu oleh bencana yang didatangkan Allah.

Inilah ujian besar daripada pokok cintamu!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 105, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).