Sabtu

KATA-KATA BIJAK BUYA HAMKA QUOTES GERAKAN WAHABI DI INDONESIA, PEMIMPIN, CINTA, PEREMPUAN, TAHLILAN, SHOLAWAT NARIYAH, MAULID NABI, JILBAB TIDAK WAJIB, HIJAB, MUKENA, CADAR, AURAT, TAUHID, BID'AH, TASAWUF SUFI, KHILAFAH


INDONESIA BUKAN NEGERI PARA KAUM WAHABI - 78TH INDONESIA MERDEKA!!!

youtube.com/watch?v=FT_G19ZbiX0

SULTAN ALAM BAGAGAR SYAH YANG DIPERTUAN MINANGKABAU

Belanda telah mengetahui bahwa Gerakan Wahabi di Tanah Arab, yang telah menjalar ke Minangkabau itu bisa membakar hangus segala rencana penjajahan, bukan saja di Minangkabau, bahkan di seluruh Sumatra, bahkan di seluruh Nusantara ini. Bertubi-tubi propaganda halus di Pedalaman Minangkabau, di kalangan ninik-ninik, mamak dalam negeri dan dalam keluarga kerajaan sendiri, bahwa Gerakan Wahabi atau Paderi yang berbahaya itu tidak dapat dibendung jika hanya oleh kekuatan adat. Sebab benteng Minangkabau selama ini hanyalah adat. Minangkabau tidak mempunyai persediaan senjata yang lengkap, dan tidak pula mempunyai tentara besar. Bertambah maju Gerakan Wahabi dari Mekah ini akan bertambah habis pamor Daulat Kebesaran Tuanku dan Ninik Mainak Nan Gadang Besar Bertuah.

GERAKAN WAHABI DI INDONESIA

Memang sejak Abad ke-18, sejak Gerakan Wahabi timbul di pusat tanah Arab, nama Wahabi itu telah menggegerkan dunia. Kerajaan Turki yang sedang sangat berkuasa, takut kepada Wahabi. Karena Wahabi adalah permulaan kebangkitan bangsa Arab, sesudah jatuh pamornya karena serangan bangsa Mongol dan Tartar ke Baghdad. Wahabi pun ditakuti oleh bangsa-bangsa penjajah karena apabila ia masuk ke suatu negeri, ia akan mengembangkan mata penduduknya menantang penjajahan. Sebab paham Wahabi ialah meneguhkan kembali ajaran Tauhid yang murni, menghapuskan segala sesuatu yang akan membawa kepada syirik. Sebab itu timbullah perasaan tidak ada tempat takut melainkan Allah SWT. Wahabi adalah menantang keras kepada Jumud, yaitu memahami agama dengan beku. Orang harus kembali kepada Al-Qur'an dan al-Hadits.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

Viral!! Aksi Wanita Bercadar Joget Jingkrak Di Malam Takbiran | Mustahil Pelakunya Wahabi!

youtube.com/watch?v=pxUx1YgVzPs

AURAT PEREMPUAN

Ananda menanyakan tentang batas aurat perempuan, "Sampai batas-batas manakah seorang perempuan muslim harus berpakaian?" Oleh karena Ananda yang bertanya tampaknya memang seorang perempuan Muslimat yang ingin mengikuti Nabi saw., ingatlah sebuah hadits yang dirawikan oleh at-Tirmidzi, "Perempuan itu sendiri adalah aurat. Bila ia telah keluar, Setan terus mendekatinya. Tempat yang paling dekat untuknya dalam perlindungannya adalah terang-terang di bawah atap rumahnya." Oleh sebab itu kalau tidak perlu benar, janganlah keluar. Misalnya pergi belajar. Pergi ke Masjid tidaklah dilarang. Namun, shalat di rumah adalah lebih afdhal.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

ZARA ANAK RIDWAN KAMIL LEPAS JILBAB AJA PADA SEWOT?? Ft. Ade Armando

youtube.com/watch?v=Udc_-Jp7rTg

UNTUK KITA PIKIRKAN BERSAMA

Rasulullah saw. melarang keras perempuan bepergian sendirian tanpa mahram. Jika perempuan hendak bepergian jauh, sebaiknya ditemani oleh suami atau mahramnya, yaitu saudara kandungnya, ayahnya, anaknya atau pamannya. Demi menjaga dari bahaya. Di antara ulama yang menjadi khilafiyah hanyalah perjalanan ke Mekah menunaikan ibadah haji. Imam Syafi'i membolehkan perempuan berhaji tidak dengan mahram, asal ia masuk dalam rombongan, yang anggotanya banyak perempuannya. Alasan haditsnya ialah karena Rasulullah saw. menjamin bahwa suatu masa kelak sepeninggal beliau demikian amannya transportasi sehingga ada perempuan yang pergi ke Mekah dari Hirrah (sebuah kota di Irak) seorang diri. Maksud seorang dirinya ialah dalam rombongan, bukan benar-benar berjalan sendirian. Karena kalau ada perempuan seorang diri saja, tidak ada dalam rombongan dari Irak ke Mekah, bukanlah manusia saja yang akan merampoknya dijalan, bahkan serigala, singa, harimau dan bahaya lain. Tata cara bepergian ini pun kami serukan hanya kepada perempuan yang masih terikat dengan ketaatan kepada Rasul panutannya.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Wahabi Mengkafirkan Semua Umat Islam

youtube.com/watch?v=KKhW3THQ2pY

KHILAFIYAH YANG MENGHABISKAN TENAGA

Memang, dalam kenyataannya di zaman yang sudah-sudah perbincangan khilafiyah dalam masalah furu' kerapkali telah membawa bahaya. Membawa perpecahan, menghabiskan kalori. Sampai kafir-mengkafirkan, tuduh-menuduh, hina-menghinakan. Kadang-kadang menjangkit sampai kepada pertentangan politik. Salah satu sebab yang terbesar ialah cara membawakannya. Ahli-ahli yang merasa berhak membincangkan suatu masalah menyatakan pendapatnya, lalu mengajarkannya kepada muridnya. Oleh si murid diterima sebagai suatu keyakinan, lalu disebarkannya kepada masyarakat dengan sikap menantang. Dia baru murid. Ilmunya baru sekedar isi kitab yang dikarang gurunya. Tetapi karena ilmunya pun masih singkat, maklum masih murid, dia sudah berkeyakinan bahwa itulah yang mutlak benar. Dia pun telah menuduh-nuduh pula bahwa orang lain yang tidak mau menerima pendapat gurunya itu sebagai tukang Bid'ah, yang tidak berpedoman kepada Al-Qur'an dan Hadits. Niscaya timbullah reaksi yang hebat dan timbullah pertentangan. Dia menuduh golongan lain "taqlid buta", tetapi dia tidak sadar bahwa dia sendiri pun adalah taqlid buta kepada gurunya pula. Kalau disinggung orang saja sedikit nama gurunya, dia pun marah. Bagi dia tidak ada yang murni berpegang kepada Al-Qur'an dan Hadits, melainkan gurunya itulah. Apatah lagi kalau pengetahuannya dalam bahasa Arab tidak ada. Yang dibacanya hanya kitab-kitab bahasa Indonesia karangan gurunya dan pendapat gurunya. Hal ini jadi berlarut-larut, yang berdasar Al-Qur'an dan Hadits hanya dia, hanya gurunya dan hanya golongannya. Orang lain tidak. Dia benar sendiri. Dia berani berdebat dengan siapa saja. Dengan itu timbullah isolasi diri. Maksud masalah khilafiyah yang timbul dari kebebasan berijtihad, yang hasilnya ialah zhanni, dengan sendirinya berubah sifatnya dengan pertentangan "keyakinan".

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Penerbit Galata Media, Cet. I, 2018).

Heran Dengan Ibu-ibu Berjilbab Gemar Memaki, Abdillah Toha: Dari Mana Mereka Belajar Islam?

fin.co.id/read/94028/heran-dengan-ibu-ibu-berjilbab-gemar-memaki-abdillah-toha-dari-mana-mereka-belajar-islam

TAMBAHAN

Saya pernah mendapat surat teguran dua kali dari peminat Panjimas yang menyatakan kurang senang karena di dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan saya selalu membawa qaulul ulama. Sebagai ulama modern, katanya, Abuya harus tegas, langsung kepada Al-Qur'an dan Hadits saja. Dengan ini saya menyatakan bahwa kalau ada orang yang bertanya kepada saya mengenai persoalan agama dan meminta jawaban tegas dari saya, tandanya ia percaya bahwa saya seorang ulama tempat bertanya. Apa yang saya fatwakan akan diikutinya, yaitu fatwa saya yang berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits itu. Oleh karena itu, heranlah dengan "modernnya" orang zaman sekarang tentang agama. Dia percaya keterangan langsung dari HAMKA tentang Al-Qur'an dan Hadits, yang masanya sudah 14 abad jaraknya dengan Nabi, tetapi ia tidak mau terima jika diterangkan pendapat Imam Syafi'i, Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Ahmad bin Hanbal, dan lain-lain yang telah sepakat seluruh isi dunia menerima dan mempertimbangkan pendapat-pendapat beliau itu, sehingga beliau disebut "imam-imam madzhab". Memang tidak kenal maka tidak cinta, sehingga karena diajar guru jangan taklid kepada ulama, mendengar pendapat ulama-ulama itu pun tidak mau, dengan tidak disadari mereka taklid kepada ulama yang melarangnya itu.

BOLEHKAH BERPANDUKAN DENGAN HADITS DHAIF?

Sayang sekali di tanah air kita Indonesia, dalil hadits yang lemah (dhaif), menurut pendapat Imam Syafi'i, hanya boleh dipakai untuk fadhail amal, yaitu amalan-amalan yang sunnah-sunnah yang mustahab-mustahab (terpuji oleh timbangan akal murni), tetapi tidak menjadi hukum wajib. Kalau amal itu dikatakan wajib, hendaklah mengemukakan dalil hadits yang shahih. Misalnya banyak hadits mengatakan kalau membaca surah Yasin malam Jum'at sekian pahalanya, membaca surah al-Ikhlas sekian ratus kali, begini pahalanya. Barangsiapa membaca Ayat Kursi ketika akan tidur sekian kali, akan langsung masuk surga kalau mati. Hadits begini lemah (dhaif), baik sanadnya maupun matannya. (Bagaimana semudah itu masuk surga, yang harus ditebus dengan jihad dan perjuangan, hanya dengan membaca ayat kursi akan tidur, langsung saja masuk surga?). Meskipun hadits-hadits itu dhaif, tidaklah ada salahnya jika disamakan juga sebagai fadhail amal (untuk diri sendiri). Namun, kalau sudah dijadikan anjuran kepada orang, tidaklah dapat hadits-hadits dhaif itu dijadikan dalil, atau hadits dhaif tidak boleh jadi hujjah.

PERTANYAAN

Menurut ajaran Islam yang pernah saya terima, aurat perempuan adalah seluruh badan (tubuh), kecuali muka dan kedua telapak tangan ... Berhubung dari kedua guru agama tersebut saya tidak memperoleh alasannya dari firman Allah dalam Al-Qur'an atau hadits shahih dan perjuangan Nabi Muhammad saw., bersama ini saya mohon penjelasan Bapak Prof. Dr. HAMKA dengan didasarkan Al-Qur'an dan Hadits. Atas jawaban Bapak terhadap pertanyaan saya di atas, saya menyampaikan banyak terima kasih.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Bilang WALISONGO itu FIKTIF - Ustadz Wahhabi ini DIUSIR dari INDONESIA

youtube.com/watch?v=YFdmIf4I2og

SESAT DAN MENYESATKAN

Ibnul Qayyim mengingatkan, bahwa tradisi, motivasi, situasi, tempat dan waktu memengaruhi perubahan dan keragaman fatwa atau pemikiran hukum atau fikih. Ia mendeklarasikan adagiumnya (kaidah) yang berbunyi: "Perubahan dan keragaman fatwa (dimungkinkan terjadi) karena memperhatikan perubahan zaman, tempat, keadaan, niat dan adat-istiadat." Ibnul Qayyim al-Jauziyyah menegaskan bahwa melahirkan fatwa atau fikih tanpa memperhatikan lima faktor yang telah disebutkan merupakan keputusan yang sesat dan menyesatkan.

(Fikih Kebinekaan, Penerbit Mizan, Cet.1, 2015).

Kitab Rujukan Teroris Salafi-Wahabi | Ad-Durar As-Saniyah Karya Muhammad bin Abdul Wahab

youtube.com/watch?v=DlVUcIksbL0

MUBAHALAH

"Katakanlah, 'Wahai, Ahlul Kitab! Marilah kemari kepada kalimat yang sama di antara kami dan di antara kamu, yaitu bahwa janganlah kita menyembah melainkan kepada Allah dan jangan kita menyekutukan sesuatu dengan Dia dan jangan menjadikan sebagian dari kita akan sebagian menjadi Tuhan-Tuhan selain dari Allah.' Maka jika mereka berpaling, hendaklah kamu katakan, 'Saksikanlah olehmu bahwasanya kami ini adalah orang-orang yang Islam.'" (Aali 'Imraan: 64).

Kemudian diterangkan pula, janganlah hendaknya kita menjadikan sebagian dari kita menjadi Tuhan-Tuhan pula selain dari Allah, yaitu meskipun tidak diakui dengan mulut bahwa mereka yang lain itu adalah Tuhan, tetapi kalau perintahnya atau ketentuannya telah disamakan dengan ketentuan dan perintah Allah Yang Tunggal, samalah itu dengan menuhankan. Akan tetapi, karena zaman beredar juga dan waktu berjalan, haruslah kita umat Muslimin mengakui bahwa kadang-kadang kita dengan tidak sadar telah terlampau dipantang pula. Ada orang yang lebih mengutamakan kata ulama dari Kata Allah, sehingga satu waktu Al-Qur'an tidak lagi buat dipahamkan dan buat digali sumbernya, melainkan buat dibaca-baca saja, sedangkan dalam hal hukum halal dan haram, taklid saja kepada ulama. Lama-lama orang yang mengajak kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah Rasul menjadi celaan orang. Kita harus berani mengikut Rasulullah, berani berhadapan dengan pemeluk agama lain, dengan mengadakan mubahalah. Akan tetapi, keberanian ini tidak akan ada kalau kita tidak mengerti agama kita sendiri.

MUNAFIK

"Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Kemarilah, kepada apa yang diturunkan Allah dan kepada Rasul!' Engkau lihatlah orang-orang yang munafik itu berpaling dari engkau sebenar-benar berpaling ... Maka sungguh tidak, demi Allah engkau! Tidaklah mereka itu beriman, sehingga mereka ber-tahkim kepada engkau pada hal-hal yang berselisih di antara mereka." (an-Nisaa': 61-65).

Oleh sebab itu, untuk menjaga supaya umat tetap ber-tahkim kepada Rasul, kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah dalam menyelesaikan pertikaian pendapat, perlulah selalu ada yang tafaqquh fid dini, yang mengkhususkan penyelidikannya dalam soal-soal agama, akan tempat ber-tahkim jika ada selisih. Malahan di dalam satu hadits, "Ulama adalah penerima pusaka nabi-nabi." Tampillah ulama-ulama besar, sebagaimana Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hambal dan lain-lain menyediakan diri jadi ulama, ber-tafaqquh fid dini, bukan hanya semata-mata dengan menghafal Hadits Rasulullah saw. dan mencipta ilmu ushul fiqh dan ilmu fiqih, tetapi terutama sekali mereka selalu berusaha siang dan malam menyesuaikan kehidupan pribadi mereka dengan kehidupan Nabi, sehingga budi pekerti dan sopan santun mereka pun menjadi penjawat pusaka dari Nabi. Untuk menjadi contoh pula bagi kita yang datang di belakang bagaimana menjadi ulama. Imam Malik pernah mengatakan, "Ulama itu adalah pelita dari zamannya." Tandanya, selain dari mengetahui ilmu-ilmu agama yang mendalam, ulama hendaklah pula tahu keadaan makaan (ruang) dan zamaan (waktu) sehingga dia tidak membeku (jumud). Karena dengan jumud dan beku, mereka tidak akan dapat memberikan tahkim yang jitu sebagai penerima waris dari Rasulullah saw. kepada masyarakat yang selalu berkembang.

MENUHANKAN GURU

"Telah mereka ambil guru-guru mereka dan pendeta-pendeta mereka menjadi Tuhan-Tuhan selain Allah dan (juga) al-Masih anak Maryam, padahal tidaklah mereka diperintah, melainkan supaya menyembah kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa tidak ada Tuhan melainkan Dia. Maha Suci Dia dari apa yang mereka persekutukan itu." (at-Taubah: 31).

Imam ar-Razi dalam tafsir beliau Mafatihul Ghaib, "Kebanyakan ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Arbab (Tuhan-Tuhan) terhadap pendeta itu bukanlah bahwa mereka berkepercayaan bahwa pendeta yang menjadikan alam ini, tetapi bahwa mereka patuhi segala perintah dan larangan mereka!" Inilah perkataan ar-Razi, yang mengarang tafsirnya pada abad-abad pertengahan dalam Islam. Beliau menegaskan bahwa penyakit-penyakit kepercayaan Yahudi dan Nasrani itu telah berjumpa pula dalam kalangan Islam. Lebih mementingkan kata ulama daripada Kata Allah dan Rasul saw. Taklid dalam soal-soal fiqih sehingga tidak mau lagi meninjau pikiran yang baru, sehingga agama menjadi membeku. Sehingga timbullah pertengkaran dan pertentangan dan sampai kepada permusuhan di antara muqallid suatu madzhab dengan muqallid madzhab yang lain. Kadang-kadang sampai memusuhi orang yang berlain madzhab sama dengan memusuhi orang yang berlain agama. Gejala mendewa-dewakan guru, baik di waktu hidupnya maupun sesudah matinya. Di dalam kalangan Islam, tumbuhlah pemujian yang berlebih-lebihan kepada guru-guru yang dikeramatkan, dan setelah si guru mati, kuburnya pun mulai dikeramatkan pula, yaitu diberhalakan. Mereka tidak akan mau mengaku bahwa mereka telah mempertuhan guru, sebagai juga orang Yahudi dan Nasrani tidak juga akan mengaku bahwa guru-guru dan pendeta yang mereka puja-puja itu tidak juga diakui sebagai Tuhan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BAHAYA SALAFI WAHABI: TERNYATA MAZHAB WAHABI MENGANGGAP UMAT TELAH SYIRIK SEJAK 600 TAHUN LALU

youtube.com/watch?v=P7x1nkgkGks

MUNAFIK

"Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Kemarilah, kepada apa yang diturunkan Allah dan kepada Rasul!' Engkau lihatlah orang-orang yang munafik itu berpaling dari engkau sebenar-benar berpaling ... Maka sungguh tidak, demi Allah engkau! Tidaklah mereka itu beriman, sehingga mereka ber-tahkim kepada engkau pada hal-hal yang berselisih di antara mereka." (an-Nisaa': 61-65).

Di ayat 65 akan kita baca penegasan Allah dengan sumpah bahwa orang yang tidak mau menerima tahkim dari Allah dan Rasul-Nya, tidaklah termasuk orang yang beriman, "Walau shallaa, walau shaama!" Walaupun dia Shalat, walaupun dia Puasa.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

WAHABI MELARANG TAQLID? | MAU JADI MUJTAHID YA?

youtube.com/watch?v=uJt9O5jXC20

KAUM TUA YANG MENAKUT-NAKUTKAN: "NANTI SALAH"

Kata Kaum Tua, "Janganlah kamu berijtihad kalau tidak cukup padamu ilmu al-Qur'an dengan ayat mujmal dan muqayyadnya, ijmal dan tafsil, am dan khas, nasakh dan mansukh, asbabul nuzul, al-Hadits dan al-Sunnah, qaulun nabi, wafa'iluhu wataqrir. Dan matan hadits dan sunnah hadits, jarh dan ta'dil, al-mutawatir dan al-ahad, shahih, hasan dan dhaif. Dan ilmu nahu dan sorof, mantiq dan ma'ani, adabul lughah dan, dan, dan." Tetapi mereka tidak juga belajar! Dan Kaum Muda berkata, "Pelajarilah olehmu segala ilmu yang tersebut itu supaya boleh kamu berijtihad!"

MENGKAFIR-KAFIRKAN ORANG

"Ijtihad tidak dapat disanggah dengan ijtihad pula!" Tetapi saya keberatan untuk menuduh-nuduh orang itu kafir! Karena dalam kitab-kitab hadits dan fiqih sudah ada bab al-riddah yang menuliskan syarat-syarat yang dapat menyebabkan orang jadi kufur dan hukum yang mengkufurkan orang lain! Agama mempunyai batas-batas dan kesopanan yang tidak boleh kita lampaui. Di sini saya tegaskan bahwa al-Fadil Abu Bakar Asya'ari ialah seorang Muslim al-Sunni al-Salafi. Saya berkata dengan mengingat tanggung jawab saya di hadapan Allah!

(BUYA HAMKA, TEGURAN SUCI DAN JUJUR TERHADAP MUFTI JOHOR, JT Books PLT Malaysia, Cet. II, 2021).

Siapa Yang Dimaksudkan Dengan Kaum Muda Atau Wahabi Atau Salafi

youtube.com/watch?v=f8UHle8QkSs

SEPATAH KATA DARIPADA PIMPINAN MUHAMMADIYAH

Risalah ini juga bukan saja dimaksudkan oleh pengarangnya untuk menyampaikan teguran jujur kepada Tuan Sayyid al-Haddad, malahan memberi penerangan yang tegas dan kemas kepada umat Islam di Malaya yang masih ragu-ragu dan salah sangka terhadap golongan pencinta al-Qur'an dan Sunnah yang sudah sekian lama dihina-hinakan dan diberi nama ejekan Kaum Muda.

(BUYA HAMKA, TEGURAN SUCI DAN JUJUR TERHADAP MUFTI JOHOR, JT Books PLT Malaysia, Cet. II, 2021).

ME"MUDA"KAN PENGERTIAN ISLAM

Perbedaan antara kaum muda dan kaum tua di sini hanyalah, bahwa kaum tua menerima tiap-tiap keterangan dari tiap-tiap otoritet Islam, walaupun tidak tersokong oleh dalil Al-Qur'an dan Hadits, sedang kaum muda hanyalah mau mengakui sah sesuatu hukum, kalau nyata tersokong oleh dalil Al-Qur'an dan Hadits, dan menolak semua keterangan yang di luar Al-Qur'an dan Hadits itu, walaupun datangnya dari otoritet Islam yang bagaimana besarnya jua pun adanya.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

DIKATAKAN BID'AH ITU SAKITNYA DISINI... | Prof Dr KH Ahmad Zahro MA al-Chafidz

youtube.com/shorts/-mURQReJJ0w

KARENA CARI MAKAN

Atas rayuan Setan, orang berkeras mengatakan bahwa itu adalah agama. Siapa yang tidak mengatakan dari agama, dia akan dituduh memecah persatuan! Kalau kita katakan ini bukanlah agama, ini adalah menambah-nambah dan mengatakan atas Allah barang yang tidak diketahui, maka kitalah yang akan dituduh merusak agama.

BANGUN DAN BENTUK SUATU BANGSA

Dusta atas nama Allah, menambah agama dengan kehendak sendiri, lalu menyombong tidak mau menerima kebenaran ayat Allah, adalah zalim aniaya yang paling besar, puncak yang tidak ada puncak di atas itu lagi. Neraka tempatnya. Sampai di sana boleh salah menyalahkan, tetapi yang terang ialah masuk neraka. Disini terdapat dua keputusan. Pertama, pintu langit tidak terbuka bagi mereka. Kedua, tidak mungkin mereka masuk surga. Menurut Tafsir Ibnu Abbas, tidak ada amalan mereka yang diterima Allah. Dan dalam penafsiran yang lain Ibnu Abbas berkata, tidak terbuka pintu langit buat menerima amal mereka dan doa mereka. Dan dalam riwayat yang lain ditafsirkan lagi oleh Ibnu Abbas bahwa pintu langit tidak dibuka buat menerima ruh mereka setelah mereka mati. Suatu riwayat dari Ibnu Juraij mengumpulkan keduanya, amal tidak diterima dan ruh pun ditolak naik ke langit. Untuk menjadi peringatan bagi manusia agar jangan mereka sangka mudah-mudah saja masuk surga, setelah pokok kepercayaan kepada Allah itu yang telah dirusakkan dan puncak kezaliman yang telah ditempuh.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ASTAGHFIRULLAH! DOSA-DOSA YANG MEMBUAT KITA KEKAL SELAMANYA DI NERAKA

youtube.com/shorts/uh0ZhTac29A

KITAB TAUHID

Tauhid adalah yang harus didakwahkan pertama kali sebelum mendakwahkan kewajiban yang lain termasuk shalat.

(MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB, KITAB TAUHID).

DOSA YANG LEBIH BESAR DARI DOSA SYIRIK

[4] Mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu). (Al A'raf: 33)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata menjelaskan ayat ini, "... Lalu terakhir Allah menyebutkan dosa yang lebih besar dari itu semua yaitu berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Larangan berbicara tentang Allah tanpa ilmu ini mencakup berbicara tentang nama dan shifat Allah, perbuatan-Nya, agama dan syari'at-Nya." [I'lamul muwaqqi'in hal. 31, Dar Kutubil 'Ilmiyah].

muslim.or.id/41186-dosa-yang-lebih-besar-dari-dosa-syirik.html

TAHLILAN - Kusambut Kematianmu & Dosa Bertahta Dalam Jiwaku

youtube.com/watch?v=ha6iuy3BjtA

KARENA CARI MAKAN

"Dan setengah dari manusia ada yang mengambil yang selain Allah menjadi tandingan-tandingan ... Dan sekali-kali tidaklah mereka akan keluar dari neraka ... Dan supaya kamu katakan terhadap Allah hal-hal yang tidak kamu ketahui." (al-Baqarah: 165-169).

Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah Setan. Janganlah kamu mencari tandingan-tandingan yang lain lagi bagi Allah. Janganlah kamu katakan terhadap Allah hal-hal yang kamu tidak tahu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Bung Karno pun Pernah Jadi Korban Bullying

oohya.republika.co.id/lincak/1744369291/bung-karno-pun-pernah-jadi-korban-bullying

SURAT-SURAT ISLAM DARI ENDEH

Dari Ir. Soekarno
Kepada Tuan A. Hasan, Guru "Persatuan Islam" di Bandung

Kaum kolot di Endeh, di bawah anjuran beberapa orang hadramaut, belum tenteram juga membicarakan halnya saya tidak bikin "selamatan tahlil" buat saya punya ibu mertua yang baru wafat itu, mereka berkata, bahwa saya tidak ada kasihan dan cinta pada ibu mertua itu. Biarlah! Mereka tak tahu-menahu, bahwa saya dan saya punya Wen, sedikitnya lima kali satu hari, memohonkan ampun bagi ibu mertua itu kepada Allah. Moga-moga ibu mertua diampuni dosanya dan diterima iman Islamnya. Moga-moga Allah melimpahkan rahmat-Nya dan berkat-Nya, yang ia, meski sudah begitu tua, toh mengikut saya ke dalam kesunyiannya dunia interniran!

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Politisi Muda Penakluk Dapil Neraka - Dyah Roro Esti Widya Putri, BA, MSc, Anggota DPR RI

youtube.com/watch?v=qez_tduGiO8

SHALAT DAN KHUTBAH HARI RAYA
PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK PERGI KE MASJID

Dengan segala kerendahan hati, saya nyatakan bahwa almarhum guru dan ayah saya, Dr. Syaikh Abdul Karim Amrullah pernah mengeluarkan pendapat bahwa perempuan tidak usah ikut serta shalat ke tanah lapang. Beliau beralasan berdasarkan pernyataan Aisyah, bahwa jika Nabi masih hidup niscaya akan dicegahnyalah perempuan pergi shalat ke tanah lapang melihat bagaimana banyak berubahnya perangai perempuan sekarang. Ibnu Quddamah berkata di dalam al-Mughni, "Sunnah Rasulullah saw. tetap berlaku, tetapi peringatan Aisyah itu hanya peringatan untuk perempuan yang berlaku demikian." Melihat perkembangan zaman, di mana kaum perempuan sudah teramat bebas, sebaiknya dibebaskan juga mereka mengerjakan ibadah ke tempat umum agar mereka juga turut mendengarkan ajaran-ajaran agama.

(Buya HAMKA, Tuntunan Puasa, Tarawih dan Shalat Idul Fitri, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

KATA WAHABI ISTRI BEKERJA HARAM!!

youtube.com/shorts/54pG7PYw8Ao

DAKWAAN BAHWA ISLAM DISEBARKAN DENGAN PEDANG

Goustave Le Bon menulis, "Satu di antara hasil buruk Perang Salib itu adalah dunia yang telah diliputi kesempitan dada beragama berabad-abad lamanya. Dunia telah dicat oleh kenistaan yang tidak pernah diajarkan oleh agama, selain agama Yahudi, penuh dengan kekasaran dan kezaliman. Meskipun sebelum Perang Salib itu kefanatikan itu telah besar juga, tetapi belumlah sampai kepada kekasaran dan kenistaan yang sebesar setelah terjadi Perang Salib itu, yang sampai kepada zaman kita ini belum juga habis-habisnya. Telah menjadi kebiasaan bagi kepala-kepala agama itu memaksakan kepercayaannya dan menyapu habis setiap orang yang dipandang Bid'ah, sebagaimana memusnahkan orang-orang kafir saja. Mereka berpendapat bahwa menyeleweng sedikit saja dari apa yang diwajibkan oleh gereja, hendaklah disiksa dengan siksaan yang amat sangat buruk yang diderita oleh orang Yahudi dan golongan Begua dan setiap orang yang dituduh tukang Bid'ah, sampai didirikan Mahkamah Penyelidik Kepercayaan (inquisition) dan perang-perang yang amat kejam, yang telah menyiram benua Eropa dengan darah bertahun-tahun lamanya." Sekian kita salin Goustave Le Bon dalam bukunya, Peradaban Arab.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Disebut Bakal Masuk Neraka karena Tak Berhijab, Najwa Shihab Beri Alasan Menohok

diadona.id/d-stories/disebut-bakal-masuk-neraka-karena-tak-berhijab-najwa-shihab-beri-alasan-menohok-221216h.html

ENAM PERTANYAAN DARI PONTIANAK

Tradisi mempertahankan keturunan itu sudah goyah dan ada yang telah hancur karena dinding-dinding (hijab) yang lama telah rombak. Gadis-gadis keturunan Syarifah sudah selalu dilihat di tempat umum. Mereka dilihat orang dan melihat orang.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Aksi Suami TNI Kunci Istri di Dalam Rumah saat Pergi Kerja Viral, Istri Curhat Sudah Jadi Keseharian

youtube.com/shorts/rQk5mXH2eqA

BOLEHKAH KITA MARAH?

Cemburu mesti ada pada laki-laki, supaya nasab dan turunannya jangan rusak. Tetapi laki-laki yang mengurung istrinya sampai tak boleh mendapat cahaya matahari, adalah cemburu yang tercela. Cemburu menurut aturan, yang kalau terjadi juga pelanggaran, tidak disesalkan laki-laki bersikap keras. Kerapkali hakim-hakim tidak menghukum seorang laki-laki yang membunuh istrinya yang sedang tidur dengan laki-laki lain. Inilah sebab-sebab yang menimbulkan adat pingit, hijab atau purdah. Mengurung perempuan, sehingga tidak mendapat cahaya matahari. Padahal tidak begitu peraturan agama Islam. Pingit atau mengurung itu tidaklah perlu. Tetapi berikanlah pendidikan yang baik kepada perempuan sehingga dia dapat menjaga kehormatan dirinya.

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

LO LO LO GAK BAHAYA TA? | NING UMI LAILA

youtube.com/watch?v=2x9xjzIdbA8

TAJDID DAN MUJADID 2

Modernisasi semacam Attaturk itulah yang selalu dibanggakan dan dianjurkan oleh mendiang Soekarno dalam surat-suratnya dari Ende kepada A. Hassan Bandung, dicela dan dicemoohnya orang Arab yang matanya memakai celak dan memakai serban. Ketika di Bengkulu seorang temannya dicela, yang Muhammadiyah, karena ketika bertandang ke rumah teman itu, istri temannya itu tidak turut keluar, melainkan "bersembunyi" di belakang. Ketika di Bengkulu, tabir yang memisahkan di antara laki-laki dan perempuan dihantam, Majelis Tarjih Muhammadiyah memutuskan lebih baik pakai batas tabir guna menjaga fitnah.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Wanita, Wani Ing Tata: Konstruksi Perempuan Jawa dalam Studi Poskolonialisme

Oleh: Jati, Wasisto Raharjo

"Konsep "wani ing tata" adalah konsep luhur yang menempatkan wanita sebagai makhluk yang memiliki posisi terhormat dan bermartabat ..."

lib.atmajaya.ac.id

KAUM PEREMPUAN DALAM PERSAMAAN

Masyarakat kapitalisme memang memajukan perempuan, membawanya ke dalam persamaan, tetapi di dalamnya terkandung niat busuk, niat hina. Dia telah dibawa kerja dalam kantor, di tempat perniagaan, perusahaan besar, di restauran, di kedutaan asing! Tuan tahu apa yang tersimpan di dalamnya? Itulah perbudakan model Abad ke-20! Memancing nafsu seks yang terpendam dalam bakat "langganan!" "Patah sikunya" kalau perempuan yang meladeni! Banyak keuntungan yang masuk kalau si "dia" yang menghadapi. Sedang bercakap terlihat dada, bentuk badan, bau wangi-wangian!

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

Di Era Digital, Bolehkah Seorang Muslimah Mengeksiskan Diri di Media Sosial?

ciamisraya.inews.id/read/265567/di-era-digital-bolehkah-seorang-muslimah-mengeksiskan-diri-di-media-sosial

PANDANGAN ISLAM TERHADAP SIRI

Seluruh suku bangsa Indonesia menurut yang saya kenal dan ketahui dalam perjalanan dan pengalaman pengembaraan saya, di Aceh, tanah-tanah Melayu, Minangkabau, Palembang, Lampung, Banjar, Kalimantan, Jawa, Sunda, Madura, Maluku, Bugis, Makassar, Mandar, Toraja dan lain-lain umumnya mempunyai siri tentang menjaga kehormatan perempuan dan makunrai. Atau menurut anggapan orang sekampung, seumpama seorang pemuda berjalan berulang-ulang di muka rumah seorang gadis padahal tidak ada kaum keluarganya yang dekat di tempat itu, teranglah pemuda tersebut menghadapi bahaya, mungkin ia dipukuli, bahkan mungkin juga dibunuh. Diperlakukan demikian sebab ia telah mencorengkan malu di kening keluarga anak gadis itu.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

WONG JOWO ILANG JAWANE

(Orang Jawa Kehilangan Jati Dirinya)

Oleh Djoko Rahardjo

berkarya.um.ac.id/wong-jowo-ilang-jawane

TANGGUNGAN NEGARA, MASYARAKAT DAN RUMAH TANGGA

Mula-mula kaum perempuan meminta hak yang lebih luas. Jangan mereka hanya ditentukan untuk ke dapur dan menyusukan anak saja. Lama-lama mereka pun meminta hak yang lebih luas daripada itu. Mereka meminta pula supaya mereka pun turut memikirkan dan membicarakan urusan-urusan negara. Mereka meminta supaya diberi hak memilih dan dipilih. Kemudian mereka meminta lagi hak yang lebih dari itu. Mereka meminta hak pula buat turut masuk ke dalam kantor, meminta hak pula buat berjualan dalam toko. Lebih jauh, mereka pun meminta hak pula supaya bebas keluar dari dalam rumahnya sebebas laki-laki. Maka tidaklah ada perbedaan lagi, mana batas hak laki-laki dan mana batas hak perempuan. Bahkan kadang-kadang laki-lakilah yang perlu menjadi khadam, dari pada kaum yang katanya "kaum lemah" itu, padahal dengan tikaman sudut matanya saja, dia dapat menaklukkan sekuat-kuat laki-laki.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM Jilid 3, Republika Penerbit, Cet.1, 2018).

SUDAH BELAJAR NGAJI TAPI MASIH TAKUT ISTRI??? INI TANDA KIAMAT!!! | UST. YAZID JAWAS

youtube.com/watch?v=W0nWNInYAzg

KAUM PEREMPUAN DALAM PERSAMAAN

Di Amerika sudah terlalu maju sehingga lantaran majunya persamaan di sana, Islam ini sudah amat kolot jika dipandang dengan kacamata Amerika, yaitu tidak laki-laki lagi yang memimpin perempuan, bahkan harta benda pencaharian, cucur keringat laki-laki harus dikuasai oleh perempuan. Bawalah beberapa pendapatan habis minggu pulang ke rumah, serahkan kepada istrimu, dia yang mengatur semuanya, membeli bedak, mobil bagus, mode-show (pakaian) baru dan lain-lain. Engkau boleh garuk jenggot! Kalau ke pasar, engkau iringkanlah dia. Bawa segala pembeliannya pulang. Dia mengangkat muka, engkau wajib merunduk. Kalau hendak membeli kaus kaki, sapu tangan, mohonkanlah kembali kepada sri ratumu, moga-moga beliau belas kasihan!

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

5 Tipe Pria Bodoh

Okay, selamat menguji pasangan Anda. Ingat baik-baik: cintailah dia semaksimal mungkin tapi jangan menutup mata, karena pria bodoh ada di mana-mana.

fimela.com/lifestyle/read/3710863/5-tipe-pria-bodoh

PANDANGAN ISLAM TERHADAP SIRI

Itu sebabnya maka menjadi siri dan pantang mengambil badik kalau tidak akan ditikamkan.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Detik-detik Pedagang di Lampung Bacok Teman Gegara Istri Diajak Ngobrol

20.detik.com/detikupdate/20231112-231112056/detik-detik-pedagang-di-lampung-bacok-teman-gegara-istri-diajak-ngobrol

GHIRAH

Orang Madura pun demikian. Apabila seorang pemuda dibuang karena membunuh untuk menebus kehormatannya yang tersinggung, sampai dalam penjara ia merasa lebih mulia daripada teman sesama hukuman yang terbuang karena merampok dan menyamun. Setelah keluar dari penjara ia dibelikan pakaian baru oleh keluarganya dan merasa bangga sebab ia telah menyelesaikan tugasnya membela kehormatan diri dan keluarganya. Orang Banjar pun begitu. Suku ini terkenal "ganas" terhadap orang yang dibunuhnya karena malu dan syaraf-nya tersinggung. Sifat itu dimiliki oleh seluruh suku-suku bangsa kita.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Vatikan: Feminisme Berbahaya

news.detik.com/berita/d-184444/vatikan-feminisme-berbahaya

MENCARI LELAKI PEMBELA PEREMPUAN

Dalam menerangkan ghirah dan siri, Hamka memberikan contoh seorang lelaki yang membunuh lelaki lain karena telah mengganggu saudara perempuannya. Natijahnya, lelaki tersebut dihukum penjara bertahun-tahun lamanya. Namun begitu, tiadalah penyesalan dalam diri lelaki itu. Sebaliknya dia berbangga karena telah mempertahankan ghirah dan siri-nya. Baginya, dipenjara karena hal tersebut adalah lebih baik daripada hidup bebas dalam keadaan hina karena membiarkan orang lain memijak harga diri dan kehormatan keluarganya. Ini sekadar contoh untuk menunjukkan maksud ghirah dan siri. Mempertahankan sesuatu bukanlah bermaksud perlu menumpahkan darah. Namun begitu, kehilangan kedua-dua sifat ini terutama dalam hal perempuan dan agama boleh menyebabkan masalah yang parah. Kesan kehilangan ghirah dan siri dapat dilihat dalam dua perkara yaitu penularan masalah sosial dan meningkatnya feminisme.

(Seruan Lelaki Budiman - Inspirasi Hamka, Jejak Tarbiah Publication, 2018).

dr Boyke: Perselingkuhan Wanita Karir Cukup Tinggi

jatimnet.com/dr-boyke-perselingkuhan-wanita-karir-cukup-tinggi

GHIRAH

Saya teringat suatu kejadian yang menyedihkan sekaligus menakutkan pada Tahun 1938 di Medan. Seorang pemuda membunuh pemuda lain yang berbuat serong dengan saudara perempuannya. Pemuda tersebut dihukum 15 tahun penjara. Ketika hukuman jatuh, sedikit pun tidak kelihatan tanda penyesalan di wajahnya. Ia terima hukuman itu dengan tenang dan senyum. Baginya hukuman buang 15 tahun karena mempertahankan kehormatan keluarga bukanlah suatu kehinaan. Malah, jika sekiranya saudara perempuannya diganggu orang, lalu didiamkan saja olehnya, itulah kehinaan.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BADIK | Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan

Dalam Masyarakat Bugis Makassar Laki-laki akan dianggap balig/dewasa saat telah mampu menyandang badik dipinggangya dan menjaga SIRI Diri dan Keluarganya. Masyarakat Sulawesi Menyandang badik karna Siri yang dipertahankan (Siri Dalam artian Menjaga harkat dan martabat keluarga dalam hal kebenaran dan bukan dalam hal gagah-gagahan).

disbudpar.sulselprov.go.id/page/budaya/32/badik

PERTAMA

Saya masih teringat sepatah perkataan dari saudara Hambali, "Tuduhan Tuan Mansyur kepada kita terlalu berat, ini siri, Tuan!" Air matanya menitik. Tuan Mansyur menjawab, "Saudara-Saudara boleh menampar muka saya dengan terompa Saudara-Saudara, tetapi pengurus lain tidak berani mengatakan ini kepada Saudara-Saudara." Sesudah mengatakan itu ia pun pergi. kami ditinggalkannya dalam perasaan yang sangat terharu dan termenung. Saya melihat sendiri wajah yang sangat sedih, air matanya berlinang dan berkata, "Kalau tidak ada kekuatan iman kepada Allah, saya hendak melakukan pembalasan yang pantas kepada Tuan Mansyur."

SIRI

Oleh sebab kerasnya penjagaan dan siri terhadap perempuan ini, ketika saya masuk ke Makassar pada Tahun 1931-1934, saya lihat pada tiap-tiap pagi dan sore beratus-ratus anak perempuan pergi bekerja ke gudang-gudang hasil hutan dekat pelabuhan (Kade). Mereka berjalan berbondong-bondong dengan memakai pakaian sarung yang menutupi seluruh tubuhnya hingga mukanya pun tidak kelihatan. Orang-orang yang bertemu di tengah jalan tidak ada pula yang berani melihat lama kepada perempuan yang akan bekerja tadi. Saya juga melihat di waktu itu bendi dan dokar yang dikendarai oleh perempuan-perempuan terhormat ditutup seluruhnya dengan kain sehingga perempuan-perempuan yang berada di dalam pun tidak kelihatan. Tentu sekarang tidak akan kita lihat lagi hal yang demikian itu karena kian lama struktur masyarakat kita berubah. Orang menuju kepada kemajuan secara Barat, modernisasi dan westernisasi. Pakaian perempuan yang diselubungi dengan kain sarung warna-warni itu tidak ada lagi, kian lama kian habis dan hanya tinggal dalam sejarah, bahkan di seluruh Indonesia datang zaman transisi. Semuanya ditiru, semuanya diteladan, modern atau tidak modern. Sekolah tinggi atau sekolah rendah, orang berpacu memakai pakaian Barat, bukan hanya di Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja saja, bahkan di seluruh Indonesia. Sang pemuda pun berani mendekati perempuan karena ada tanda mau didekati. Maka, keberanian untuk mempertahankan siri untuk membela malu terhadap perempuan ini kian lama kian berkurang. Mungkin kian lama kian habis, tinggal hanya cerita saja. Sebabnya mudah saja, yaitu engkau tidak berani lagi mempertahankan siri kalau saudara perempuan diganggu orang sebab engkau pun telah mengganggu saudara perempuan lain.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kacau! Oknum Polisi di Makassar Diduga Hamili dan Paksa Mantan Pacar Aborsi | Liputan6

youtube.com/watch?v=724PhZ1jAWQ

DARI HAL FANATIK

Baru-baru ini saya baca di koran-koran Jakarta bahwa di salah satu kampung di Makassar seorang pemuda membunuh adik perempuannya. Sebabnya ialah adiknya itu memberi malu keluarga "arang tercoreng di kening, malu tercoreng di muka". Pembasuh lain tidak hanya darah. Ia sembelih adiknya itu, sayang tak ada berita bahwa pemuda yang merusak adiknya itu tidak turut ia bunuh. Maka, ada orang mengatakan, "Memang orang Makassar masih fanatik."

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Suami di Makassar Pergoki Istri Selingkuh dengan Tetangga di Kamar, Pelaku Dihajar Warga saat Kabur

youtube.com/watch?v=SvNlo2EOZVA

AL-WAFAAK AL-KARAM?

Tuan boleh menuduh kaum Muslimin itu fanatik. Akan tetapi, tuan harus membenarkan kata hati tuan sendiri bahwasanya fanatik Islam adalah modal yang sangat besar dalam kemerdekaan Indonesia agar tuan tahu itu bukanlah fanatik! Itu yang bernama ghirah. Ghirah yang telah diwarisi turun-temurun dari nenek turun ke ayah. Dari ayah turun ke anak dan dari anak turun ke cucu.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Genealogi Kaum Fanatik-Teroris

Sebagai "guru pencuriga", Nietzsche dengan filsafatnya menelanjangi motif-motif tersembunyi di balik fanatisme. Dan kerap kali kesucian agama hanya jadi topeng bagi jiwa-jiwa yang gelisah dan takut.

satuharapan.com/read-detail/read/genealogi-kaum-fanatik-teroris

MUNAFIK

Munafik adalah perangai jahat yang diberi kulit baik. Siapakah orang yang munafik? Orang munafik itu sendiri lebih tahu siapa dirinya. Yaitu orang yang hendak menipu orang lain dia memperdayakannya. Musang yang meminjam bulu ayam yang sudah dibunuhnya, lalu dipakainya untuk menipu ayam lain.

(Buya HAMKA, LEMBAGA HIDUP: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Republika Penerbit, 2015).

INTAN MENANGIS MINTA MAAF!! ORANG MALAYSIA MENGAKU TAKUT SAMA NETIZEN INDONESIA

youtube.com/watch?v=WM3DkGfkWH8

ME"MUDA"KAN PENGERTIAN ISLAM

Di dalam udara padang pasir yang demikian inilah kita -- kecuali agama Islam mesum di bagian Hadramaut menjumpai satu aliran agama Islam yang sifat dan outlook-nya sebagai udara padang pasir pula: murni, asli, angker, tak kenal ampun, dan tak menerima tiupan angin dari udara-udara lain. Di dalam udara ini kita menjumpai Wahabisme, yang sejak bagian kedua dari Abad ke-18, tatkala ia dibangunkan oleh Imam Abdul Wahab di Hijaz, berkembang di sana-sini dan menjadi 'bunga hantu' bagi banyak ulama-ulama Muslimin. Ya, di sana-sini tidak di Hijaz saja berkembangnya Wahabisme itu.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

VIRAL!! ISLAM DAMAI DARI YAMAN!! WAHABI DARI NAJD BUAT RUSAK ISLAM!! | KH. M. IDRUS RAMLI

youtube.com/watch?v=8RqaEIrV1xU

ISLAM SONTOLOYO,
SEBUAH OTOKRITIK YANG RELEVAN

Oleh: Edi AH Iyubenu

Tak usah memerah wajah dan mendidih hati bila dari perspektif Soekarno ini, ada sebagian gaya dan perilaku keislaman kita hari ini yang masih berkarakter sontoloyo ternyata. Cukup renungkan, renungkan, dan renungkan....

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Prabowo Disebut "The New Soekarno" Gerindra: Tak hanya Melontarkan Janji Kata-kata, Tapi Diwujudkan

youtube.com/watch?v=ChKiMzGIZzA

ME"MUDA"KAN PENGERTIAN ISLAM

Murni dan asli sebagai hawa padang pasir, begitulah Islam musti menjadi. Dan bukan murni dan asli saja! Udara padang-pasir juga angker. Juga kering, juga tak kenal ampun, juga membakar, juga tak kenal puisi. Tidakkah Wahabisme begitu juga? Ia pun angker, tak mau mengetahui kompromi dan rekonsiliasi. Ia pun tak kenal ampun, leher manusia ia tebang kalau leher itu memikul kepala yang otaknya penuh dengan pikiran bid'ah dan kemusyrikan dan kemaksiatan.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Salafi Muhammadiyah PERSIS satu circle

youtube.com/shorts/tWBWb1qcwbQ

SURAT-SURAT ISLAM DARI ENDEH

Dari Ir. Soekarno
Kepada Tuan A. Hasan, Guru "Persatuan Islam" di Bandung

Saudara telah cukuplah keluarkan alasan-alasan dalil Al-Qur'an dan Hadits. Saudara punya alasan-alasan itu, sangat sekali meyakinkan.

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

WAHABI BERTANYA MANA DALILNYA

youtube.com/shorts/JeT7vaisStQ

AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK RIWAYATNYA

Nyatalah di zaman kemundurannya itu, ulama-ulama tadi telah dididik merasa diri rendah sehingga jika sekiranya ada orang yang hendak kembali mengambil hukum dari Al-Qur'an dan al-Hadits, dipandang sebagai orang sesat, yang memecah ijma', melawan ulama dan lain-lain tuduhan. Jika bertemu hukum yang tepat di dalam Al-Qur'an itu (tetapi bersalahan dengan tafsir atau fatwa yang dikeluarkan oleh ulama-ulama di dalam madzhabnya) yang dahulu dipakainya ialah fatwa ulama itu. Al-Qur'an singkirkan ke tepi dahulu.

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

Ulama Sedunia Sepakat Wahhabi Bukanlah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah

youtube.com/watch?v=Bt7_4baLIEs

IJMA'

Arti yang populer adalah persamaan pendapat ulama dalam satu masalah, di dalam satu zaman. Ini pun boleh dijadikan sumber hukum resmi. Dalam peraturan ijma' itu pun dikatakan, meskipun hanya 1 orang yang membantah, dengan sendirinya ijma' itu gugur dan tidak boleh lagi dijadikan hujjah atau hukum resmi!

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Jangan Sombong, Jangan Sok Suci, Kita Hanya Beda Jalan dalam Memilih Dosa

mojok.co/terminal/jangan-sombong-jangan-sok-suci-kita-hanya-beda-jalan-dalam-memilih-dosa

IMAN, HIJRAH DAN JIHAD

Sesampai di Madinah, mesti menyusun kekuatan, untuk terutama ialah memerdekakan negeri Mekah tempat Ka'bah berdiri daripada penyembahan kepada berhala. Dan, untuk membebaskan seluruh Jazirah Arab pada taraf pertama dari perbudakan makhluk. Perbudakan kepala-kepala agama dan raja-raja. Kemudian, untuk membebaskan seluruh dunia dari perhambaan benda. Sehingga tempat manusia berlindung hanya Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Hijrah adalah untuk menyusun masyarakat Islam. Hijrah adalah untuk menegakkan sesuatu kekuasaan, yang menjalankan undang-undang yang timbul dari syari'at, dari wahyu yang diturunkan Allah. Dan, hijrah itu habis sendirinya bila Mekah sudah dapat dibebaskan dari kekuasaan orang-orang yang mengambil keuntungan untuk diri sendiri, dengan membelokkan ajaran Allah dari aslinya.

HIJRAH

Kalau perlu jangan hijrah; melainkan menyusun kekuatan apa yang ada, dengan teman-teman yang sepaham, guna memperjuangkan terus cita-cita Islam di tempat kediaman sendiri. Karena kalau hendak mencari suatu negeri yang sunyi dari kemaksiatan dalam dunia yang sebagaimana sekarang, adalah suatu usaha yang sangat sukar. Mungkin hijrah yang hanya ke... Akhirat!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Bisnis Tahlilan Kuburiyyun Pemerasan Harta Mayit Berkedok Syar'i

youtube.com/watch?v=VMRhmyonL0A

SIAPAKAH YANG TAHAN DAN TEGUH HATI MENEMPUH JALAN YANG BENAR?

Dosa-dosa yang besar ialah mempersekutukan Allah dengan yang lain, berkata tentang Allah tetapi tidak dengan pengetahuan, lancang memperkatakan soal-soal agama, padahal ilmu tentang itu tidak ada. Itu semuanya adalah termasuk dosa yang besar. Adapun yang keji-keji adalah yang menyakiti orang lain dan merusakkan budi pekerti, sebagai mencuri harta kepunyaan orang lain, berzina, membunuh sesama manusia.

KARENA CARI MAKAN

Setan masuk ke segala pintu menurut tingkat orang yang dimasuki. Kebanyakannya karena mencari makanan pengisi perut. Paling akhir Setan berusaha supaya orang mengatakan terhadap Allah apa yang tidak mereka ketahui. Kalau orang yang dia sesatkan sampai tidak mengakui lagi adanya Allah karena telah mabuk dengan maksiat, Setan pun dapat menyelundup ke dalam suasana keagamaan sehingga lama-kelamaan orang berani menambah agama, mengatakan peraturan Allah, padahal bukan dari Allah, mengatakan agama, padahal bukan agama. Lama-lama orang pun telah merasa itulah dia agama. Asalnya soal makanan juga.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SAAT WAHABI "MENGHARAMKAN" TAHLILAN, Warga NU Makin MANTAP & ISTIQOMAH

youtube.com/watch?v=ix8JKgt2DIk

SAMPAIKAH DOA KITA YANG HIDUP UNTUK ORANG YANG TELAH MENINGGAL?

Dibiasakan orang membaca al-Fatihah itu untuk Nabi. Sampai atau tidak hadiah itu? Soalnya bukanlah sampai atau tidak. Persoalannya sekarang adalah, "Apakah Nabi berbuat ibadah seperti itu atau tidak?" Kalau tidak, niscaya kita telah menambah-nambah.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Negara-Negara Paling Religius di Dunia, Indonesia Ada di Nomor 1

viva.co.id/gaya-hidup/inspirasi-unik/1690543-negara-negara-paling-religius-di-dunia-indonesia-ada-di-nomor-1

SURAH AL-FAATIHAH (PEMBUKAAN)

Nasrani tersesat karena sangat cinta kepada Nabi Isa al-Masih. Mereka katakan Isa itu anak Allah, bahkan Allah sendiri menjelma menjadi anak, datang ke dunia menebus dosa manusia. Orang-orang yang telah mengaku beragama pun bisa juga tersesat. Kadang-kadang karena terlalu taat dalam beragama lalu ibadah ditambah-tambah dari yang telah ditentukan dalam syari'at sehingga timbul Bid'ah. Disangka masih dalam agama, padahal sudah terpesong ke luar.

MENUHANKAN MANUSIA

Manusia tiada berhak menambah-nambah apa yang telah diatur oleh Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

DOA ANTI WAHABI ANTI NERAKA!!

youtube.com/shorts/U7mC0eHDayc

PERANG BADAR

Menurut riwayat Ibnul Ishaq, Abu Jahal sebagai pimpinan tertinggi kaum Quraisy di Perang Badar itu telah berdoa, "Ya Allah! Aku tidak tahu, siapa yang sebenarnya di antara kami yang telah memutuskan silaturahim. Berikanlah keputusan Engkau besok!" Menurut as-Suddi, pemuka-pemuka Quraisy sebelum pergi ke Badar telah berlutut di hadapan Ka'bah dan menyeru Allah, "Ya Allah, tolonglah mana yang lebih mulia di antara kedua tentara ini, mana yang lebih baik di antara dua golongan, dan mana yang lebih tinggi di antara dua kabilah." Rupanya terjadilah Perang Badar itu, merekalah yang kalah, Islamlah yang menang.

KEMURKAAN-KU DAN KEMURKAANMU!

Jika dikatakan bahwa Allah itu adalah Esa, berdiri sendiri-Nya, tunggal, tiada bersekutu yang lain dengan Dia, kamu tolak seruan itu mentah-mentah, kamu musuhi orang yang menyerukan demikian, kamu tuduh gila lagi, bahkan hendak kamu bunuh, bahkan hendak kamu usir dari kampung halamannya. Lantaran itu maka jelaslah bahwa dosa ini bukan sembarang dosa. Yang kamu tolak dan kamu tidak mau percaya itu ialah pokok aqidah yang diserukan, yaitu Tauhid.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

DAHSYATNYA FILM SIKSA KUBUR, PENONTON ZIKIR DI DALAM BIOSKOP!

youtube.com/watch?v=Zlg5o2ZCQHA

GEMA PEKIK ZIKRULLAH

Karena efek zikrullah, dengan pekik kumandang Allahu Akbar, terjadi perlawanan terhadap tentara Sekutu di Surabaya pada November 1945. HAMKA juga tak mengabaikan cerita putranya, Rusjdi, yang menerangkan kekuatan di sebalik kaki dan bahu para pemuda yang menghancurkan Gedung Aliarcham di Pasar Minggu, selepas kegagalan pemberontakan Partai Komunis pada 30 September 1965. Gedung milik Partai Komunis itu diserbu para pemuda, lalu dirobohkan hanya dengan tenaga badan bersama-sama. Kekuatan takbir mereka mampu menghancurkan bangunan, tanpa bantuan linggis atau peralatan lainnya. Sepasukan tentara yang menyaksikan pemandangan itu, tutur HAMKA, hanya terheran-heran. "Zikir dengan suara keras sebagai penimbul semangat dalam hebatnya pertempuran perang, barangkali tidak terlarang dalam agama, meskipun dalam ayat-ayat yang lain terdapat larangan berzikir keras di luar perang," papar HAMKA. Ayat-ayat yang dimaksud, misalnya saja, al-A'raf (7) ayat 205 dan Maryam (19) ayat 3.

(Yusuf Maulana, Buya HAMKA Ulama Umat Teladan Rakyat, Penerbit Pro-U Media, 2018).

WAHABI BERHUTANG NYAWA KEPADA KAUM MUSLIMIN SAMPAI HARI INI | HILANGNYA KHILAFAH

youtube.com/watch?v=SglPM_IfCws

APA SEBAB TURKI MEMISAH AGAMA DARI NEGARA?

Begitulah juga dengan hal puasa! Kita mengetahui semua, bahwa puasa di bulan Ramadhan itu, asal kita kerjakan dengan cara yang benar, tidak melemahkan kita punya kegiatan bekerja, tidak membuat kita seperti orang yang sakit TBC, tidak memadamkan perekonomian rakyat. Tetapi bagaimana di Turki dulu? Semua kegiatan menjadi musnah, semua "vitaliteit er uit getrapt" semua kesegaran jiwa binasa sama sekali, oleh karena anggapan yang salah, yang telah disebarkan oleh kaum tarekat dan kaum kolot di kalangan rakyat itu. Di dalam bulan Ramadhan itu dianggap berpahala besarlah kalau orang tidak tidur malam hari dari maghrib sampai subuh, tetapi banyak 'baca-baca' atau teriak-teriak 'memuji' Allah sampai parau kerongkongan atau banyak-banyak bicara wirid menurut tarekat masing-masing.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Cara Dzikir Nafas "Hu Allah" Yang Benar! Hati-Hati Salah Caranya | Abah Guru Sekumpul

youtube.com/watch?v=Msd92yqS3n8

MENGINGAT ALLAH DI DALAM HATI

"Dan, sebutlah Tuhan engkau di dalam hatimu dengan merendah diri dan takut; dan tidak dengan kata-kata yang keras, pada pagi hari dan petang; dan janganlah engkau termasuk orang-orang yang lalai." (al-A'raaf: 205).

Maka, datanglah ahli-ahli tasawuf membuat berbagai dzikir ciptaan sendiri, yang tidak berasal dari ajaran Allah dan Rasul. Ada dzikir yang hanya membaca Allah saja berkali-kali dengan suara keras-keras, bersorak-sorak sampai payah dan sampai pingsan. Ada dzikir yang huw saja. Karena kata mereka huwa yang berarti Dia, ialah Dia Allah itu sendiri. Kadang-kadang mereka adakan semacam demonstrasi sebagai menentang terhadap orang yang teguh berpegang kepada Sunnah. Maka, dzikir-dzikir semacam itu adalah berasal dari luar Islam atau telah menyeleweng sangat jauh dari pangkalan Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Wahabisme Saudi Arabia Menentang Sistem Khilafah

Dia menambahkan, kalau saat ini di Indonesia ada yang mempersepsikan wahabisme bergandengan tangan dan erat dengan gerakan radikalisme atau bersinergi dengan pihak-pihak yang yang menginginkan penerapan sistem khilafah dan berseberangan dengan paham nasionalisme maka patut diduga kuat mereka itu Wahabi palsu atau KW serta patut dipertanyakan kewahabiannya.

kampusnesia.com/2019/08/01/wahabisme-saudi-arabia-menentang-sistem-khilafah

APA SEBAB TURKI MEMISAH AGAMA DARI NEGARA?

Jadi: bukan anti-agama, tapi justru menolong agama. Bukan mau membasmi agama, tetapi justru buat menyuburkan agama. Bukan seperti Rusia, tetapi hanyalah menyimpang dari kebiasaan umat Islam yang telah berabad-abad. Turki meninjau ke dalam sejarah dunia, dan melihat betapa agama-sejati selalu didurhakai, justru oleh pemerintah-pemerintah dan orang-orang-kuasa yang juga menjadi "penjaga-penjaga" agama itu.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

GERAKAN WAHABI DI INDONESIA

Musuhnya dalam kalangan Islam sendiri. Pertama ialah Kerajaan Turki. Kedua Kerajaan Syarif di Mekah. Ketiga Kerajaan Mesir.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

SIRI

"Matam papuang temukku, tem matam papuang gajakku!" (Mulutku bisa mengatakan, Tuan, tetapi badik yang tersisip di pinggangku tidak pandai mengatakan, Tuan!). Tegasnya ialah bahwa seseorang yang berbudi siri akan berlaku hormat kepada yang patut dihormati, selama yang patut dihormati itu tidak menghinakannya. Bukit akan didakinya, betapa pun tinggi, lurah akan dituruninya betapa pun curam, asal sirinya sebagai manusia jangan tersinggung. Tatkala saya, penulis, ini hidup di tengah-tengah suku Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja dari Tahun 1931-1934, cukup banyak saya menyaksikan siri itu, meskipun menafsirkannya secara mendalam saya dapati 30 atau 40 tahun kemudian.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Lucu, 10 Gaya Pacaran di Mall Ini Pasti Sering Kamu Lihat

popbela.com/relationship/dating/bernadette-celine/gaya-pacaran-di-mall-1

GHIRAH

Di Tahun 1938 itu juga ada suatu kejadian lagi. Seorang ibu di Tapanuli Selatan (Mandailing) membawa anak perempuannya mandi di Sungai Batang Gadis. Setelah selesai mandi, dikeluarkannya pisau dari ikat pinggangnya, lalu ditikamnya anak itu dan disembelihnya. Ketika ditanya polisi ia menjawab terus terang. Lebih baik anak itu mati daripada hidup memberi malu. Anak itu telah berintaian (berpacaran) dengan seorang laki-laki. Ibu itu kemudian dihukum. Namun, tidak ada orang kampung yang menyalahkannya. Itulah yang dinamakan syaraf. Syaraf telah masuk ke dalam darah daging bangsa Indonesia. Inilah yang oleh pemuda Minangkabau sebut dengan "Arang tercoreng di kening. Malu tergaris di muka". Kalau rasa malu menimpa diri, tidak ada penebusnya kecuali nyawa.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Sutradara Film DILAN 96 & BUYA HAMKA Meneteskan Air Mata | Dengar Nasehat UAS

youtube.com/watch?v=KRVavHuG96E

SURAT-SURAT HAYATI KEPADA KHADIJAH

Benarlah rupanya pepatah pujangga kita Tuan Haji Agus Salim, bahwa bagi bangsa kita, cinta datangnya ialah sesudah kawin.

(Buya HAMKA, TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK, Penerbit Gema Insani, 2019).

SALAFI WAHABI = TERORIS!! DENSUS88 WASPADA!!

youtube.com/watch?v=CwsjlGbGPxQ

PANDANGAN ISLAM TERHADAP SIRI

Bangsa-bangsa lain juga tahu akan harga diri, hanya saja timbul kesalahan karena tidak ada pendidikan dan pemeliharaan yang baik. Saya katakan ada semua bangsa sebab tiap-tiap bangsa mempunyai siri. Bangsa Belanda pun ada siri. Mereka menyebutnya beleideging atau penghinaan, merusak nama baik. Zaman dahulu jika seseorang merasa nama baiknya dirusak, berhak meminta duel dengan orang yang dianggapnya merusakkan namanya itu, baik dengan main pistol maupun dengan pedang. Ia rela menerima mati atau kalah dari musuhnya dalam duel tersebut sebab dengan demikian ia telah membela harga dirinya.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Budaya Malu Hilang, Korupsi Terbilang

regional.kompas.com/read/2012/01/29/00564959/budaya-malu-hilang-korupsi-terbilang

PANDANGAN ISLAM TERHADAP SIRI

Menurut hukum mental dan moral, mental menurut penilaian masyarakat, moral menurut penilaian hidup beragama sehingga seluruh bangsa Indonesia dalam jabatan apa saja haruslah mempunyai siri yang sejati. Kalau siri yang sejati tidak ada, niscaya kita akan dijajah orang kembali, bukan saja penjajahan dari bangsa asing, bahkan oleh golongan yang kuat kepada yang lemah, oleh golongan yang merasa dirinya berkuasa kepada golongan yang tidak mempunyai kuasa apa-apa, selain dari keadilan sejati dan kebenaran sejati. Maka kalau tidak berani lagi mempertahankan keadilan dan kebenaran, berartilah bahwa diri telah punah, dan punah pulalah kemerdekaan.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TERNYATA AYAHKU SEORANG BANCI | DEMI MEMPERJUANGKAN KELUARGANYA

youtube.com/watch?v=XMbuoJP_4QI

DI SINI TIDAK ADA LAKI-LAKI

"Permainan laki-laki ialah bertumpah darah, permainan perempuan mencat-mengecat kuku dengan pacar (inai)."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Arab Saudi Ikuti Kontes Miss Universe 2024, Gus Islah Ledek Wahabi (Gus Islah Bahrawi)

youtube.com/watch?v=_lYYzCtDFaI

DEMOKRASI BANCI DAN EMANSIPASI MUKHANNAS

Oh..... masih panjang ujungnya. Cobalah lihat sebentar lagi, tentu akan diadakan pertandingan Beauty Contest di Indonesia ini. Memilih perempuan cantik yang diukur pinggangnya sekian sentimeter, besar pinggulnya, sekian pula besar pahanya. Itu tentu akan diadakan, sebab sudah dimulai dengan pertandingan Perempuan yang Paling Pandai Mengendarai Mobil. Itulah yang dinamai emansipasi. Laki-laki dan perempuan sama-sama punya hak dan kewajiban. Itulah yang dihantam oleh Filosof Jerman, Nietzsche, yang dinamakannya sebagai demokrasi banci atau dalam bahasa Arabnya mukhannas. Mulanya dihilangkan ghirah laki-laki, akhirnya laki-laki mengikuti perintah perempuan, yang kemudian perempuanlah yang berkuasa di belakang layar. Apa macam! Islam dalam ajarannya yang asli dari Nabi Muhammad saw. tidak memingit perempuan. Perempuan boleh, bahkan dianjurkan turut mengambil bagian dalam pembangunan masyarakat. Dari mana ia mulai? Dari rumah tangga, melalui pendidikan anak-anak.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Salah Satu Contoh Menjual Ayat: Jilbab Tidak Wajib Padahal Wajib | Ust. Najmi Bakkar

youtube.com/shorts/kvg1_5XSpcA

DI DALAM SHALAT

Seorang perempuan shalat, tidaklah diterima Allah shalatnya kalau ia tidak memakai khimar. Khimar adalah selendang yang dapat menutup kepala. Oleh ahli-ahli agama di tanah air kita ini (baik di Sumatera maupun di tanah Melayu atau di tanah Jawa) dibuatlah pakaian untuk shalat perempuan. Itulah yang dinamakan Mukenah, dari bahasa Arab, Muqniah. Dinamakan juga telekung atau tekuluk.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

APA SEBAB MEREKA TERUS MEMBID'AHKAN? | Ustadz Abdul Somad

youtube.com/watch?v=P89bpEVjkJM

TEGUHKAN PRIBADIMU

Segala ibadah kepada Allah atau segala upacara yang ada sangkut-pautnya dengan ibadah, sedikit pun tidak boleh ditambahi atau dikurangi dari yang ditentukan oleh Allah dan Rasul.

MENUHANKAN GURU

Termasuk juga dalam rangka ini, yaitu menganggap ada kekuasaan lain di dalam menentukan ibadah selain daripada kekuasaan Allah, ialah menambah-nambah ibadah atau wirid, doa dan bacaan pada waktu-waktu tertentu yang tidak berasal dari ajaran Allah dan Rasul saw. Ibadah tidak boleh ditambah dari yang diajarkan Rasul saw. dan tidak boleh dikurangi. Menambah atau mengurangi, memaksa-maksa dan berlebih-lebihan dalam ibadah adalah ghuluw. Dan, ghuluw adalah tercela dalam syari'at. Sama pendapat (ijma) sekalian ulama mencela perbuatan itu. Inilah dia Bid'ah!

ISTRI DAN ANAK JADI MUSUH

Rasulullah saw. bersabda, "Apabila aku perintahkan kepadamu suatu perintah, maka kerjakanlah olehmu menurut kesanggupan, dan apabila aku larang, hendaklah kamu hentikan." (HR. Bukhari dan Muslim). Jangan ditambah-tambah, karena itu adalah berbuat Bid'ah dan jangan pula dikurangi, karena kalau dikurangi amalan itu tidak akan sah di sisi Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Cerita Korban Pelecehan Seksual Meski Berjilbab dan Berpakaian Tertutup | Perempuan Bicara tvOne

youtube.com/watch?v=lvnRK98KC5o

LELAKI TANGGUH

Seorang lelaki tangguh mestilah menjaga kepribadiannya sehingga ia bisa menjadi teladan bagi kaumnya, sebab seorang manusia itu dihargai karena kepribadian yang dimilikinya, bukan karena rupa, jabatan dan hartanya.

(Seruan Lelaki Budiman - Inspirasi Hamka, Jejak Tarbiah Publication, 2018).

Kisah Risma TKW Arab Mudik ke Madura Bawa Emas 3 Kg Bayar Pajak 360 Juta, di Singapura-Dubai Lolos

suryamalang.tribunnews.com/2024/04/06/kisah-risma-tkwarab-mudikke-madura-bawa-emas-3-kg-bayar-pajak-360-juta-di-singapura-dubai-lolos

JANGAN MENDEKATI ZINA

Termasuk juga larangan bepergian jauh perempuan (musafir) tidak diantar oleh suaminya atau mahram-nya. Orang-orang modern kerap mencemoohkan orang-orang yang mempertahankan hukum agama ini. Katanya, perempuan-perempuan terpelajar tidak usah dikungkung dengan segala haram itu. Padahal, terpelajar atau tidak terpelajar namun asal bernama perempuan, dia tetap mempunyai syahwat seks.

TIMBUL, BERKEMBANG DAN HANCURNYA SUATU UMAT

Jangan sampai peraturan Allah yang jelas dan terang dihelah-helah dan diputar-putar karena menginginkan keuntungan yang sedikit. Sebab, kalau demikian, kita pun akan disumpah Allah menjadi monyet. Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah di dalam kitabnya Ightsatul Lahfan: "Setengah daripada tipu daya Setan untuk memperdayakan orang Islam ialah helah, kecoh dan tipu ... Dan, berkata setengah Imam, bahwasanya cerita ini adalah ancaman besar bagi orang-orang yang suka menghelah-helah dalam hal yang dilarang oleh syara', mengacau-balaukan fiqih, padahal mereka bekas ahli-ahli fiqih. Karena fiqih yang sejati adalah yang takut kepada Allah, dengan memelihara batas-batas yang telah ditentukan Allah dan menghormati larangan-Nya dan tidak mau melampauinya ... yang mereka pegang bukan lagi hakikat agama, hanyalah pada kulit saja, bukan pada hakikatnya, dibalikkan Allah-lah rupa mereka menjadi monyet. Serupa perangai mereka dengan monyet padahal mereka manusia. Suatu balasan yang sangat setimpal."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Orang Nekat Berhubungan Mesum saat KKN? Ternyata ada Penjelasan Psikologisnya

mojok.co/kilas/sosial/orang-nekat-berhubungan-mesum-saat-kkn-ternyata-ada-penjelasan-psikologisnya

SURAH AL-FAATIHAH (PEMBUKAAN)

Siapakah yang dimurkai Allah? Ialah orang yang telah diberi kepadanya petunjuk, telah diutus kepadanya rasul-rasul telah diturunkan kepadanya kitab-kitab wahyu, tetapi dia masih saja memperturutkan hawa nafsunya. Telah ditegur berkali-kali, tetapi teguran itu, tidak juga dipedulikannya. Dia merasa lebih pintar dari Allah, rasul-rasul dicemoohkannya, petunjuk Allah diletakkannya ke samping, perdayaan Setan diperturutkannya. Orang yang dimurkai ialah yang sengaja keluar dari jalan yang benar karena memperturutkan hawa nafsu, padahal dia sudah tahu. Orang yang telah sampai kepadanya kebenaran agama lalu ditolak dan ditantangnya. Dia lebih berpegang pada pusaka nenek moyang, walaupun dia telah tahu bahwa itu tidak berat. Maka, siksaan adzablah yang akan dideritanya. Adapun orang yang sesat ialah orang yang berani-berani saja membuat jalan sendiri di luar yang digariskan Allah. Tidak mengenal kebenaran atau tidak dikenalnya menurut maksudnya yang sebenarnya.

CINTAKAN ALLAH

Maka, adalah orang-orang yang terpacul, tercampak ke luar dari rombongan. Ada yang mengaku cinta kepada Allah, tetapi bukan bimbingan Muhammad yang hendak diturutinya, dia pun tersingkir ke tepi. Dia maghdhub, dimurkai Allah. Ada yang mencoba-coba membuat rencana sendiri, memandai-mandai, maka dia pun terlempar ke luar, dia dhallin, dia pun tersesat. Orang-orang yang semuanya telah kafir.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Masyarakat Indonesia: Malas Baca Tapi Cerewet di Medsos

kominfo.go.id/content/detail/10862/teknologi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_media

Buya Hamka Telah Tiada

Dr. T.B. Simatupang, Ketua Dewan Gereja-gereja di Indonesia, yang ketika diberitahu, sangat terkejut mendengar berita itu. "Ia memberikan pengabdian yang besar kepada bangsa dan negara," ujarnya. Pengabdian Hamka itu, tidak hanya dalam bidang keagamaan saja tetapi bahkan sampai bidang sastera. Sekarang, Hamka memberikan sumbangan besar dengan membangunkan kesadaran moral dan akhlak. "Ini sangat penting dalam masa pembangunan sekarang," kata Simatupang.

(PERJALANAN TERAKHIR BUYA HAMKA: Sebuah Biografi Kematian, JT Books PLT, 2021).

SRIKANDI PENCAK SILAT PSHT, IKS.PI, PAGAR NUSA, TAPAK SUCI, PSHW

youtube.com/shorts/DZxHZXQCBh4

SURAT-SURAT ISLAM DARI ENDEH

Dari Ir. Soekarno
Kepada Tuan A. Hasan, Guru "Persatuan Islam" di Bandung

Selagi menggoyangkan saya punya pena menerjemahkan biografi ini, ikutlah saya punya jiwa bergetar karena kagum kepada pribadinya orang yang digambarkan. What a man! Mudah-mudahan saya mendapat taufik menyelesaikan terjemahan ini dengan cara yang bagus dan tak kecewa. Dan mudah-mudahan nanti ini buku dibaca oleh banyak orang Indonesia, agar bisa mendapat inspiration darinya. Sebab, sesungguhnya ini buku, adalah penuh dengan inspiration. Inspiration bagi kita punya bangsa yang begitu muram dan kelam-hati, inspiration bagi kaum Muslimin yang belum mengerti betul-betul artinya perkataan "Sunnah Nabi", yang mengira, bahwa Sunnah Nabi saw. itu hanya makan korma di bulan puasa dan celak mata dan surban saja! Saudara, please, tolonglah. Terima kasih lahir batin, dunia akhirat.

1) Artinya: ialah bahwa Ibn Saud itu seorang laki-laki yang melebihi semua orang Muslim zaman sekarang, seorang raksasa yang mengikuti tauladannya, Nabi Muhammad saw.

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Carok Massal, Habib Abdul Qodir: Orang Madura Rela Angkat Celurit demi Tiga Hal Ini

Pertama, menurut dia, orang Madura akan mengangkat celuritnya jika gurunya diganggu. "(Kalau) ada yang nyakitin kiai, menyakiti guru itu gelap pak! Mata ditutup, telinga ditutup, langsung sikat, itulah orang Madura dulu," kata Habib Abdul Qodir.

khazanah.republika.co.id/berita/s7eram366/carok-massal-habib-abdul-qodir-orang-madura-rela-angkat-celurit-demi-tiga-hal-ini

ADAM BALAI-BALAI

Mendengar nama gurunya dipanggil-panggil, bertambah gelap mata Mak Adam. Beliau berkata, "Tak usah guruku, dengan aku pun selesai!" Kemudian, beliau tegak dan hendak tampil ke muka, hendak berdebat. Namun, orang banyak salah sangka. Orang menyangka Mak Adam berdiri hendak berkelahi, padahal hendak tampil ke muka, berhadap-hadapan dengan Syekh itu. Majelis menjadi ribut dan yang dahulu sekali lari, karena takut, adalah Syekh Arab sendiri. Beliau lari ke luar dan tergelincir masuk tebat! (Tambak untuk menyekat pengaliran air, atau empang, atau bending). Majelis rusuh dan bubar. Syekh itu pun disembunyikan oleh yang Mulia Syekh Jamil Jaho.

KEBESARAN DAN KEHEBATAN PRIBADINYA

Waktu aku masih kecil (Tahun 1919 M), aku teringat ketika aku dibawa beliau pergi mengaji ke Kuraitaji, berhadapan dengan Tuanku Hitam Tuo, membicarakan wahsyah (kenduri orang kematian). Hujjah beliau yang keras menyebabkan Tuanku Hitam tidak dapat membetik lidahnya. Sehabis mengaji, murid-murid Tuanku Hitam yang merasa tersinggung karena gurunya "jatuh" menanti beliau di tepi jalan akan pulang ke tempat bermalam. Ada orang membisikkan kepada kami supaya berhati-hati. Ketika itu, hari bulan terang. Sesampai di tempat pemuda-pemuda itu berkumpul, kira-kira 15 orang, beliau menegur mereka, "Mengapa kalian? Mengapa belum pulang?" Mula-mula, mereka berpandang-pandangan sesamanya. Kemudian, dengan gugup, seorang di antara mereka berkata, "Maaf Tuanku." Mereka pun bubarlah satu demi satu.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Benarkah Muktamar NU Menghukumi Makruh Tahlilan, Seperti Tuduhan Wahabi?

pecihitam.org/benarkah-muktamar-nu-menghukumi-makruh-tahlilan-seperti-tuduhan-wahabi

AGAMA ISLAM DAN ADAT

Pada zaman dahulu, biasanya kalau ada kematian diadakan kenduri. Penyelidikan lebih mendalam terhadap agama menyatakan bahwa kenduri karena kematian adalah haram hukumnya.

ULAMA-ULAMA YANG SEZAMAN DENGANNYA

Ditanyai orang pula beliau tentang Kiai Hasyim Asy'ari, beliau berkata, "Aku baru sekali bertemu dengannya dalam satu jamuan. Melihat bawaan badannya, aku tertarik. Dia adalah seorang ulama yang zahid (zuhud), dan dari tulisan-tulisannya, kelihatan penyelidikannya dalam Madzhab Syafi'i amat dalam dan luas."

TIGA ULAMA PULANG DARI MEKAH

Kaum Wahabi memiliki ajaran agama yang keras, yaitu supaya umat Islam kembali pada ajaran Tauhid yang asli (murni) dari Rasulullah saw. Mereka (kaum Wahabi) berkeyakinan bahwa umat Islam sudah menyimpang terlalu jauh dari ajaran agama. Mereka melarang keras membesar-besarkan kuburan orang yang dipandang keramat. Mereka membatalkan beberapa amal yang telah berubah dari pokok ajaran Nabi saw.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Kapolda Papua bersyahadat "buat Wahabi hati-hati jangan sembarang membid'ahkan Mualaf"

youtube.com/shorts/QnAPW00xq7Y

JALAN YANG LURUS

Doanya yang disebutkan di pertengahan al-Faatihah, agar kiranya Allah menunjuki kepada jalan yang lurus, sudah terkabul. Tangan Allah sendiri yang membimbingnya.

SURAH AL-FAATIHAH (PEMBUKAAN)

Dalam Al-Qur'an, banyak bertemu ayat-ayat yang menerangkan jika Nabi Muhammad saw. bertanya kepada kaum musyrikin penyembah berhala itu, siapa yang menjadikan semuanya ini, pasti mereka akan menjawab, "Allah-lah yang menciptakan semuanya!" "Padahal jika engkau tanyakan kepada mereka siapa yang menciptakan semua langit dan bumi dan menyediakan matahari dan bulan, pastilah mereka akan menjawab, 'Allah!' Maka, bagaimanakah masih dipalingkan mereka." (al-'Ankabuut: 61). Dan, banyak lagi surah-surah lain mengandung ayat seperti ini. Tentang Uluhiyah mereka telah bertauhid, hanya tentang Rububiyah yang mereka masih musyrik. Maka, dibangkitkanlah kesadaran mereka oleh Rasul saw. supaya bertauhid yang penuh.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

RUU Kesehatan Sah Jadi UU, Dokter Tifa ke Para Dokter: Makan Tuh Menkes Bankir, Sembah Saja Sekalian

fajar.co.id/2023/07/12/ruu-kesehatan-sah-jadi-uu-dokter-tifa-ke-para-dokter-makan-tuh-menkes-bankir-sembah-saja-sekalian

BLOEDTRANSFUSIE DAN SEBAGIAN KAUM ULAMA

Al-Qur'an mengatakan orang Musyrikin najis? Benar Al-Qur'an ada mengatakan begitu, tetapi najis apanya? Najis tubuhnyakah? Najis darahnyakah? Tidak! Yang dikatakan oleh Al-Qur'an najis, ialah najis pahamnya, najis iktikadnya, najis pikirannya, najis "agamanya". Sebab mereka kaum Musyrikin sekonyong-konyong tidak dianggap lagi najis, manakala mereka mengucapkan iman kepada Allah dan Muhammad Rasulullah. Mereka sekonyong-konyong tidak lagi najis, manakala pahamnya, kepercayaannya, agamanya berganti, dari syirik kepada Islam.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Hari Palang Merah Indonesia: Sejarah dan Donor Darah

Presiden Soekarno mengeluarkan perintah untuk membentuk suatu badan Palang Merah Nasional.

balaibaturaja.litbang.kemkes.go.id/read-hari-palang-merah-indonesia-sejarah-dan-donor-darah

AMAL YANG PERCUMA

Banyak kelihatan orang berbuat baik padahal dia tidak beriman. Jangankan orang lain, sedangkan Nabi Muhammad saw. sendiri pun ataupun nabi-nabi dan rasul yang sebelumnya, jika dia menyerikatkan Allah dengan yang lain, amalnya pun tertolak dan percuma juga.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

BID'AH SESAT NERAKA | WAHABI ITU DOANK DALILNYA GAK ADA LAGI!!!

youtube.com/shorts/uwywTXilgoM

SURAT-SURAT ISLAM DARI ENDEH

Dari Ir. Soekarno
Kepada Tuan A. Hasan, Guru "Persatuan Islam" di Bandung

Di Endeh ada seorang sayid yang sedikit terpelajar, tetapi tak dapat memuaskan saya, karena pengetahuannya tak keluar sedikit pun dari kitab fiqih: 1) mati hidup dengan kitab fiqih itu, dus -- kolot, dependent, unfree; 2) taklid.

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Persekongkolan bedebah Wahabi dan Bani Saud

Sejumlah ulama Wahabi juga melontarkan pendapat membahayakan. Seperti Syekh Al-Qanuji dalam kitabnya Ad-Dinul Khalish, jilid pertama halaman 140, "Taklid terhadap mazhab termasuk syirik." Syaikh Hassan al-Aqqad dalam kitabnya Halaqat Mamnuah, halaman 25, menyatakan, "Kafir orang membaca salawat untuk nabi seribu kali atau mengucapkan La ilaha illallah seribu kali."

merdeka.com/khas/wahabi-benci-nabi-aliansi-wahabi-dan-saudi-1.html

RENUNGAN BUDI

Empat perkara menunjukkan akal: Menyukai ilmu pengetahuan, tenang sikapnya, tepat jawabnya, banyak benarnya. Empat perkara menunjukkan seorang ahli siasat: Tak berubah air mukanya karena kritik, tajam matanya melihat kesempatan, dapat memilih pendapat yang berbeda-beda, senyum mukanya berhadapan dengan lawan.

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

Muhammadiyah dan Gerakan TBC

Selain tahayul, memberantas bid'ah adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam dalam perjalanan dakwah dan perjuangan Muhammadiyah yang sayangnya semangat mereduksi kejahatan dalam beragama ini sudah mulai pudar, bid'ah adalah musibah dan kejahatan dalam agama yang tidak bisa ditolerir. Bid'ah lebih keji dari pezina, jika sang pezina masih sadar kalau perbuatannya itu adalah dosa, sementara pelaku bid'ah meyakini kalau amalannya adalah bagian dari ibadah, padahal sejatinya ia telah menista agama.

hidayatullah.com/artikel/opini/2015/08/04/75158/muhammadiyah-dan-gerakan-tbc.html

MAKSIAT BERDAMPAK KE SEMUA ORANG TERMASUK HEWAN | USTADZ FIRANDA ANDIRJA

youtube.com/watch?v=y4VQSvZRJAM

AL-IMAM

Al-Imam adalah musuh yang sangat bengis bagi sekalian Bid'ah, Khurafat, ikut-ikutan dan adat yang dimasukkan dalam agama.

PESANNYA KEPADA MUHAMMADIYAH

Hanya satu yang akan Ayah sampaikan kepada Pengurus Besar Muhammadiyah, tetaplah menegakkan Islam! Berpeganglah teguh dengan Al-Qur'an dan Sunnah! Selama Muhammadiyah masih berpegang dengan keduanya, selama itu pula Ayah akan menjadi pembelanya. Namun, kalau sekiranya Muhammadiyah telah menyia-nyiakan itu dan hanya mengemukakan pendapat pikiran manusia, Ayah akan melawan Muhammadiyah biar sampai bercerai bangkai burukku ini dengan nyawaku!

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Upin & Ipin Iqra' - Niat Solat 5 Waktu

youtube.com/watch?v=G4ZdBk6wm5o

ULAMA-ULAMA YANG MENENTANGNYA

Syekh Sa'ad Mungka dipandang sebagai pelopor dari pihak tua, mempertahankan pendirian yang telah diguncangkan oleh orang-orang yang "sesat", yaitu Syekh Ahmad Khatib dengan para pengikutnya, terutama Haji Rasul (Haji Abdul Karim Amrullah). Pertentangan ini baru kembali setelah ayahku menyatakan pula pendirian dan pendapatnya bahwa mengucapkan niat (talaffuzh atau ushalli) tidak berasal dari syari'at Nabi saw., tidak diperbuat oleh Nabi saw., sahabat-sahabat Nabi saw., ataupun ulama-ulama ikutan kita yang berempat (empat imam madzhab).

BAKTI KEPADA GURU DAN AYAH BUNDA

Beliau (Haji Abdul Karim Amrullah) selalu menyebut gurunya, Tuan Ahmad. Beliau memujinya sehingga kita merasa bahwa Syekh Ahmad Khatib itu serupa malaikat -- ulama Mekah dikalahkannya semua.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

WIBAWA DAKWAH BUYA HAMKA

Fatwa itu sampai ke telinga penguasa dan membuatnya gerah. Mereka lalu meminta fatwa itu dicabut. Namun Hamka menolaknya dan lebih memilih mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum MUI. Terlalu berharga aqidah umat baginya ketimbang hanya menjadi stempel penguasa. Posisinya boleh lengser, tapi pendiriannya tak mampu digeser oleh tekanan penguasa. Fatwa itu tetap ada hingga kini, melindungi dan menjaga aqidah umat. Kita amat sangat membutuhkan banyak sosok seperti Hamka hadir saat ini. Sosok yang berwawasan luas, merdeka dan tegas menyatakan kebenaran di hadapan penguasa, teguh memegang prinsip, berakhlak mulia, dan berwibawa. Semoga segera muncul Hamka-Hamka baru!

hidayatullah.com/artikel/opini/2017/02/17/111985/wibawa-dakwah-buya-hamka.html

INGAT!!! JANGAN LUPAKAN SEJARAH!!! INILAH TANTANGAN KITA!!! -Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, M.A.

youtube.com/watch?v=pBOI3aX-M0w

SURAT-SURAT ISLAM DARI ENDEH

Dari Ir. Soekarno
Kepada Tuan A. Hasan, Guru "Persatuan Islam" di Bandung

Assalamu 'alaikum,
Jikalau saudara-saudara memperkenankan, saya minta saudara mengasih hadiah kepada saya buku-buku yang tersebut di bawah ini: 1 Pengajaran Shalat, 1 Utusan Wahabi, 1 Al-Muchtar, 1 Debat Talqien, 1 Al-Burhan compleet, 1 Al-Jawahir.

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

GERAKAN WAHABI DI INDONESIA

Ir. Dr. Sukarno dalam surat-suratnya dari Endeh kelihatan bahwa pahamnya dalam agama Islam adalah banyak mengandung anasir Wahabi.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

WALISONGO GUNDULMU..!! Inilah Sejarah Walisangha, Bukan Walisongo yang Hanya Sembilan Orang

youtube.com/watch?v=82mAWdoGG_w

GHURABAA

Saya salinkan ke dalam bahasa kita apa yang ditulis oleh Ibnul Qayyim ini dalam Madarijus Salikin tentang ghurabaa ini. "Muslim sejati di kalangan manusia adalah asing. Mukmin di kalangan orang Islam adalah asing, ahli ilmu sejati di kalangan orang beriman adalah asing, Ahli Sunnah yang membedakannya dengan ahli dakwah nafsu dan Bid'ah di kalangan mereka adalah asing dan ahli-ahli dakwah yang membawa orang kejurusan itu dan orang yang selalu disakitkan oleh orang yang tidak senang, pun adalah sangat asing. Namun, orang-orang itu semuanya adalah Wali Allah yang sebenarnya, sebab itu mereka tidak asing. Mereka hanya asing dalam pandangan orang kebanyakan ini."

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

1 Menit Menginspirasi: Emang Kenapa Kalo Bid'ah?

youtube.com/watch?v=7CL5s3xmrd4

KITAB TAUHID

Bab ini mengandung suatu bukti tentang kebenaran pernyataan ulama salaf bahwa bid'ah adalah penyebab kekafiran.

(MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB, KITAB TAUHID).

MUHAMMAD IBNU SA'UD

Pedang dan Al-Qur'an, yakni pedang dalam tangan Amir Muhammad ibnu Sa'ud dan Al-Qur'an dalam tangan Syekh Muhammad ibnu Abdul Wahab. Mulailah Muhammad ibnu Sa'ud menyiarkan ajaran itu, membongkar Syirik dan Bid'ah di kalangan kabilah yang dipimpinnya dalam kota kecil Dar'iyah.

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

PELAKU BID'AH HALAL DARAHNYA...!!! Semua BID'AH SESAT..??!!! | Habib Geys Assegaf

youtube.com/watch?v=V7Itvqg_jOM

PEMIMPIN PADRI YANG TERKEMUKA

Kita dapat mengatakan bahwa Padri mempunyai tiga Tuanku yang istimewa selalu disebut orang, melebihi yang lain-lain, yaitu: Tuanku Nan Renceh, Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai.

ASAL MULA BERNAMA PERANG HITAM-PUTIH

Tuanku Nan Tuo menolak dengan sekeras-kerasnya maksud hendak menjalankan Islam secara kekerasan dalam negeri Minangkabau, yang menurut keyakinan beliau bukan lagi negeri kafir, sehingga tidak berhak golongan Tuanku Nan Renceh menawan atau memperjualbelikan sebagai budak golongan Islam yang mereka tundukkan. Karena sikap tegas beliau menantang gerakan itu, beliau dan muridnya Fakih Saghir dan ulama-ulama yang sepaham tersingkir dari golongan Padri dan tidak pula menggabungkan diri kepada Kaum Hitam.

WAHABI DAN MAZHAB-MAZHAB

Dengan gagah perkasa Parlindungan di dalam Tuanku Rao-nya menolak segala sejarah. Sebab segala sejarah telah dijungkir-balik (term Parlindungan) oleh Belanda, dan sejarah jungkir-balik itu pula dituruti oleh orang Minangkabau. Dan yang betul -kata- Parlindungan ialah Sejarah catatan Tuanku Tambusai. Kemudian dikatakannya pula bahwa Sejarah catatan Tuanku Nan Renceh dibeli oleh Mangaraja Parlindungan, disalin oleh Sutan Martua Raja, ayah dari Parlidungan sendiri. Sebab itu maka ORANG BATAK lebih ahli dari orang Minangkabau tentang Sejarah Padri. Dan setelah ditanya di mana catatan sejarah itu sekarang. Beliau jawab dalam bukunya: "Sudah habis terbakar, mulanya 80% Tahun 1941, kemudian dibakar 20% lagi Tahun 1961. Yang tinggal hanya 2%, itulah yang jadi buku TUANKU RAO yang tebalnya 691 halaman: Bravo!"

(Buya HAMKA, Antara Fakta dan Khayal: Tuanku Rao, Republika Penerbit, Cet.I, 2017).

Wahabi Tidak Diterima di Johor & Negeri2 Aswaja - Daulat Tuanku!

youtube.com/watch?v=wyGmHbd8tiM

TUANKU IMAM BONJOL ADALAH GADING YANG BERTUAH

Kekerasan yang dilakukan oleh Tuanku Nan Renceh, sampai membunuh Uncu (adik ibunya) sendiri karena melanggar hukum, tidaklah beliau sukai. Membunuh keturunan-keturunan bangsawan, sebagaimana yang dilakukan Tuanku Lintau, tidak pula beliau setujui. Yang penting bagi beliau, memasukkan pelajaran agama sampai mendalam di hati orang-orang yang terkemuka. Yang beliau cari ialah pengaruh Ruhaniyah yang mendalam sehingga di dalam Kota Bonjol yang beliau dirikan itu, ramailah masjid oleh orang yang datang berguru dari seluruh pelosok Minang dan Mandailing.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

SPIRIT ISLAM NUSANTARA UNTUK PERADABAN DUNIA!!! -PROF. DR. KH. SAID AQIL SIROJ, M.A.

youtube.com/watch?v=RYWQ4HPCBPQ

PENGANTAR PENULIS

Menuliskan riwayat hidup almarhum Syekh Abdul Karim Amrullah atau Dr. H.A.K. Amrullah sama artinya dengan menulis kebangkitan agama Islam di Minangkabau. Negeri yang dikenal karena kebangkitan agamanya yang sulit dan adatnya yang keras. Negeri yang dikenal karena kaum Padrinya, kaum mudanya, dan segala macam cabang pertaliannya. Selain itu, gerakan kebangkitan agama Islam di Minangkabau membawa pengaruh bukan sedikit di Malaya (Malaysia), Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lain, serta tidak pula dapat disangkal bahwa gerakan kebangkitan Islam itu termasuk juga salah satu bahan yang teramat penting dalam menumbuhkan nasionalisme Indonesia.

Jakarta, April 1950 M
Penulis

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Tampik Isu Wahabi, Dewan Pakar PKS Rizal Bawazier Hadiri Haul dan Ikuti Tahlilan di Batang

jateng.tribunnews.com/2023/08/07/tampik-isu-wahabi-dewan-pakar-pks-rizal-bawazier-hadiri-haul-dan-ikuti-tahlilan-di-batang

MENCINTAI AHLI BAIT

Memang, apabila orang yang telah kehabisan hujjah dan alasan, mereka pun kembali memakai perkakas fitnah. Dan inilah yang menyebabkan berpecah-belah umat Islam, berkaum tua berkaum muda. Bagi kami yang dikatakan Kaum Muda itu tidaklah keberatan jika dituduh sebagai Wahabi. Kalau 20 atau 30 tahun yang lalu, semasa pengetahuan agama hanya boleh dipercayai oleh mufti-mufti saja, mungkin orang takut dikatakan Wahabi. Tetapi sekarang orang telah tahu pula bahwasanya Wahabi tidak lain daripada penganut Mazhab Hanbali dan memang Mazhab Hanbali terkenal akan mazhab yang keras mempertahankan Sunnah. Dan orang yang berpengaruh dalam memperbaharui fahaman Mazhab Hanbali itu ialah Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim. Oleh sebab itu, bagi kami dituduh Wahabi bukanlah penghinaan. Jika dituduh pula kami pengikut Ibnu Taimiyah atau Ibnul Qayyim, maka tidaklah pula bagi kami penghinaan. Kaum Tua pun suka kepada kitab Zaadul Ma'ad, karangan Ibnul Qayyim seperti kami juga. Cuma kami memakai pangkal kitab dan Kaum Tua suka kepada kitab itu karena ada satu fasal dalamnya tentang ilmu jadi dukun atau tabib. Kedua-dua ulama besar itu juga sangat dicela oleh penganut Mazhab Syafi'i yang berkuasa pada waktu itu. Ibnu Taimiyah seorang alim besar, bebas dan tajam berfikir, maka timbullah hasad dengki daripada pihak yang berkuasa pada waktu itu. Lawannya yang paling besar ialah al-Subki ulama Syafi'i yang berkuasa, sehingga berkali-kali Ibnu Taimiyah masuk penjara.

(BUYA HAMKA, TEGURAN SUCI DAN JUJUR TERHADAP MUFTI JOHOR, JT Books PLT Malaysia, Cet. II, 2021).

PENGARUH NONTON FILM PORNO LEBIH BAHAYA DARI NARKOBA | Ustad Adi Hidayat

youtube.com/watch?v=KkZLFYBLOdk

AGAMA DAN NEGARA

Tersebut di dalam kitab lama larangan berzina dan hukuman rajam bagi siapa yang melakukannya maka al-Masih mengajarkan bahwasanya tertarik melihat wajah perempuan saja, sudahlah zina. Beliau suruh korek mata yang bersalah itu.

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

DIAN SASTROWARDOYO: "Ibu Saya Katolik, Ia Menangis Melihat Saya Khatam Al-Qur'an." | Kisah Mualaf

youtube.com/watch?v=NE0JT8cWE4E

TUJUAN SANKSI HUKUM

Di zaman dahulu orang menjatuhkan hukuman adalah untuk melepaskan dendam kepada orang yang bersalah, sebab itu maka di abad-abad pertengahan terdapatlah alat-alat penghukum yang amat mengerikan, misalnya mata dicungkil, lidah dikerat, kedua kaki dipatahkan, kedua belah telapak tangannya dipaku, atau dimasukkan ke dalam tong bulat yang telah diranjau besi paku beratus-ratus dalamnya, lalu dimasukkan orang yang dihukum itu ke dalam tong itu, lantas digulingkan di jalan raya supaya mati. Menurut riwayat, alat-alat penghukum seperti ini dibawa oleh bangsa Perancis dari negerinya ke Malaka (1511), dan dipakai di sana selama pemerintahan Portugis.

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

Muhammadiyah dan Salafi Wahabi

Menurut Muhammadiyah, perempuan punya peran domestik dan publik. Perempuan boleh menjadi pejabat publik dan bepergian tanpa mahram bila aman dan terjaga dari fitnah. Muhammadiyah memfasilitasi perempuan berorganisasi melalui Aisyiyah. Perempuan sebagaimana laki-laki, harus mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya di semua bidang.

suaramuhammadiyah.id/2020/02/22/muhammadiyah-dan-salafi-wahabi

MUNAFIK

Mereka hanya mau kembali kepada Allah dan Rasul kalau ada keuntungan untuk diri sendiri, dan kalau akan merugikan bagi diri mereka, mereka tidak mau.

GARA-GARA KAUM MUNAFIK

Bagaimanapun senyumnya, bagaimanapun gagahnya, bagaimanapun manis mulutnya, yang terang ialah bahwa mereka musuh dalam selimut, yang lebih berbahaya daripada musuh yang datang dari luar.

GEMBIRA BUAT YANG MUNAFIK?

Meskipun munafik dan kafir sama-sama masuk neraka, namun tempat munafik adalah di alas yang di bawah sekali. Sebab karena dipandang lebih hina.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

UNTUK KITA PIKIRKAN BERSAMA

Kita tahu bahwa kebudayaan Barat sudah mulai menggelora, menggunung, dan menggulung ke atas masyarakat kita kaum Muslimin sehingga orang sudah mulai kian lama kian lupa nilai-nilai ajaran agama. Kita teringat fatwa dari Ds. Zwemmer, zending Amerika yang terkenal, yang hidup 50 tahun yang lalu. Ia pernah mengatakan bahwa orang-orang Islam itu keras dan fanatik dalam agamanya. Sukar mengajak mereka pindah ke agama Kristen. Karena usaha itu memang kurang berhasil, hendaklah diusahakan agar angkatan mudanya (Islam) itu tidak lagi memedulikan agamanya, rusakkanlah jiwanya, walaupun mereka tidak masuk Kristen. Rasa masa bodoh mereka terhadap agama mereka, itu pun sudah satu keuntungan bagi kita. Demikianlah kesimpulan pesan Zwemmer.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

GERAKAN WAHABI DI INDONESIA

Pada Tahun 1788 M, di zaman pemerintahan Paku Buwono IV, yang lebih terkenal dengan gelaran Sunan Bagus, beberapa orang penganut paham Wahabi telah datang ke tanah Jawa dan menyiarkan ajarannya di negeri ini. Bukan saja mereka itu masuk ke Solo dan Yogya, tetapi mereka pun meneruskan juga penyiaran pahamnya di Cirebon, Bantam dan Madura. Mereka mendapat sambutan baik, sebab jelas anti penjajahan. Sunan Bagus sendiri pun tertarik dengan ajaran kaum Wahabi. Pemerintah Belanda mendesak agar orang-orang Wahabi itu diserahkan kepadanya. Pemerintah Belanda cukup tahu, apa akibatnya bagi penjajahannya, kalau paham Wahabi ini dikenal oleh rakyat. Padahal ketika itu perjuangan memperkukuh penjajahan belum lagi selesai. Mulanya Sunan tidak mau menyerahkan mereka. Akan tetapi, mengingat akibat-akibatnya bagi Kerajaan-kerajaan Jawa, ahli-ahli kerajaan memberi advis kepada Sunan, supaya orang-orang Wahabi itu diserahkan saja kepada Pemerintah Belanda. Lantaran desakan itu, mereka pun ditangkapi dan diserahkan kepada Belanda. Oleh Belanda orang-orang itupun diusir kembali ke tanah Arab.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

DIBULLY KARENA BERSUKU JAWA Yang Bersekolah Di Tanah Minang, Namun Gurunya Tak Ada Yang Peduli

youtube.com/watch?v=zVefU5rVdac

BERANGKAT

Ia diusir meskipun dengan cara halus. Perbuatannya dicela, namanya dibusukkan. Seakan-akan tersuci benar negeri Minangkabau ini dari dosa. Seorang anak muda, yang berkenalan dengan seorang anak perempuan, dengan maksud baik, maksud hendak kawin, dibusukkan, dipandang hina. Tetapi seorang yang dengan gelar bangsawannya, dengan titel datuk dan penghulunya mengawini anak gadis orang berapa dia suka, kawin di sana, cerai di sini, tinggalkan anak di kampung anu dan cicirkan di kampung ini, tidak tercela, tidak dihinakan. Seorang anak muda yang datang ke kampung, yang lahir dari perkawinan sah dan ibunya bukan pula keturunan sembarang orang, malah Melayu pilihan dari Bugis, dipandang orang lain. Tetapi harta seorang ayah, yang sedianya akan turun kepada anaknya, dirampas, dibagi dengan nama "adat" kepada kemenakannya. Kadang-kadang pula pemberian ayah kepada anaknya semasa dia hidup, diperkarakan, dan didakwa ke muka hakim oleh pihak kemenakan, tidak tercela, bahkan terpandang baik.

ANAK ORANG TERBUANG

"Itu kuasaku, saya mamak di sini, menghitamkan dan memutihkan kalian semuanya dan menggantung tinggi membuang jauh." "Meskipun begitu, hukum zalim tak boleh dilakukan." "Apa?... Engkau katakan saya zalim?" kata Datuk Mantari Labih sambil melompat ke muka dan menyentak kerisnya, tiba sekali di hadapan Pandekar Sutan. Malang akan timbul, sebelum dia sempat mempermainkan keris, pisau belati Pandekar Sutan telah lebih dahulu tertancap di lambung kirinya, mengenai jantungnya. "Saya luka,... tolong...," cuma itu perkataan yang keluar dari mulut Datuk Mantari Labih. Dan dia tak dapat berkata-kata lagi. Seisi rumah ribut. Beberapa orang mendekati Pandekar Sutan, tetapi mana yang mendekati, mana yang rebah. Sebab gelar Pandekar itu didapatnya dengan "keputusan", bukan sembarang gelar saja … Ketika Landrad bersidang di Padang Panjang, Pandekar Sutan mengaku terus terang atas kesalahannya, dia dibuang 15 tahun.

YATIM PIATU

Beberapa bulan setelah ibumu meninggal dunia, sudah mamak suruh dia kawin saja dengan perempuan lain, baik orang Mengkasar atau orang dari lain negeri. Dia hanya menggeleng saja, dia belum hendak kawin sebelum engkau besar, Udin. Pernah dia berkata, "Separuh dari hatinya dibawa ibumu ke kuburan, dia tinggal di dunia ini dengan hati yang separuh lagi." Betapa dia takkan begitu, ia cinta kepada ibumu. Dia orang jauh, orang Padang, lepas dari buangan karena membunuh orang.

(Buya HAMKA, TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK, Penerbit Gema Insani, 2019).

VIRAL!! UAS BUAT MENANGIS SUTRADARA FILM BUYA HAMKA "TANGGAPAN UAS TENTANG FILM BUYA HAMKA"

youtube.com/watch?v=HmVNIZ7AWPg

ILAHI!

Seorang teman bertanya, "Besok bukankah hari raya? Mana pakaian yang telah engkau sediakan?" Aku jawab, "Pakaianku sangat indah, pemberian daripada kecintaanku. Dua helai baju, yakni kemiskinan dan kesabaran. Di dalamnya tersimpan hati yang telah disepuh, yang memandang bahwa keramaian hari raya itu bercahaya, lantaran di sana terbentang nyata wajah kecintaanku, biarpun orang lain tak melihatnya." Pakaian apakah yang lebih indah dipakai di hari raya, daripada pakaian pemberian kekasih, yang dipakai dengan tersipu-sipu di hadapan-Nya? Tak ada artinya hari raya itu bagiku, aduhai Kekasih, kalau cahaya-Mu tak memberi kumandang di sana. Dia akan sepi, tak ada keramaian, tak ada hari raya, bila Engkau lepas dari ingatanku.

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

MEGAWATI TERIAK LANTANG LAWAN PENGUASA SI MALIN KUNDANG!!!

youtube.com/watch?v=C6mUsdJ-vIE

DISERANG

Selama masa penahanannya yang panjang, Hamka menghibur diri dengan cerita riwayat Ibnu Taimiyah (1263-1328), ahli fiqih Madzhab Hambali yang dipenjara bertahun-tahun di Damsyik di bawah kekuasaan Mamluk karena pandangan anti-pemerintahnya -- sebagaimana Hamka katakan, "jiwanya tidak bisa dibeli."

(James R. Rush, ADICERITA HAMKA: Visi Islam Sang Penulis Besar untuk Indonesia Modern, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Cet.1, 2017).

MEGAWATI NGAMUK! Semprot TNI/Polri: Pangkat Lo Apa Sih, Saya Presiden ke Lima

youtube.com/watch?v=m9QuO2G46i0

NIKAH SI KANI

Disinilah rahasia pertanggungjawaban seorang yang berani mengeluarkan fatwa (mufti) atau menjatuhkan hukum (hakim). Kemudian, beliau menyambung pula, "Kalian, ulama-ulama muda, haruslah berhati-hati, dalam masalah-masalah yang mengenai ushalli, talkin atau qunut, kalian boleh berkeruk arang (Berkeruk arang dalam bahasa Minangkabau bermakna berbesar mulut). Namun, yang berkenaan dengan fatwa terhadap susunan masyarakat, kalian harus hati-hati, karena banyak, malahan sebagian besar hukum agama itu, bertali-tali dengan kekuasaan."

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Kepada Buya Hamka Almarhum II

Seorang tua.
Cuma seorang tua telah sangat berkelahi melawan mambang kekuasaan ketika nafsu bertebaran mencekik nasib Indonesia.
Kami berdiri atas cita-citamu, Buya.
Kami takkan cengeng dan takut kelaparan.
Kami pun akan bertarung membela kemanusiaan.
Kami tak mau buta melihat kemelaratan dan penindasan.
Kami akan kalungkan hikmah kata-katamu, sebagaimana kau jemput itu dari kitab Maha Pencipta lalu kami akan senantiasa bersujud menghadap kiblat, himpunan segala kebenaran.
Kami tahu Buya, dunia ini serba fana.
Tapi janji dan kekuasaan Allah takkan pernah fana.
Dan sebagaimana engkau, kami pun telah memilih Allah sejak purba sampai abadi.

Husen Mulahele
Manado, 1 Syawal 1401 H.

(PERJALANAN TERAKHIR BUYA HAMKA: Sebuah Biografi Kematian, JT Books PLT, 2021).

SAYA KURANG DINAMIS?

Saya suka sekali 'membongkar'. Hanya dengan cara 'membongkar', orang bisa mengeweg-eweg publik supaya ia bangun dan memperhatikan sesuatu soal. Publik selalu mengantuk dan bertabiat membeku. Kalau orang minta ia punya perhatian dengan cara muntar-muntir, ia akan tidak beri perhatian itu, atau ia akan tetap mengantuk saja. Kalau orang mau membangunkan perhatian publik, orang musti ambil palu-godam yang besar, dan pukulkan palu itu di atas meja sehingga bersuara seperti guntur.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Mengapa Mahasiswi Lebih Banyak daripada Mahasiswa?

unpar.ac.id/mengapa-mahasiswi-lebih-banyak-daripada-mahasiswa

AIR MATA PENGHABISAN

Ya, demikianlah perempuan, dia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya, walaupun kecil, dan dia lupa kekejamannya sendiri kepada orang lain walaupun bagaimana besarnya.

CAHAYA HIDUP

"Pujianku tetaplah pada-Mu, ya Ilahi! Saya telah beroleh hidup, hidup yang saya kenang-kenangkan. Saya telah beroleh seorang perempuan tempat saya mengadukan hal. Perempuan yang budiman adalah laksana matahari yang terbit di waktu fajar bagi orang yang menunggu kedatangan siang. Perempuan yang budiman adalah laksana surat Jenderal yang dikirim dari medan perang menyatakan kemenangan kepada raja yang mengutusnya. Dia adalah sebagai udara, tampang kehidupan yang akan dihisap oleh manusia dalam napasnya yang turun naik."

HATI ZAINUDDIN

"Perjuangan laki-laki di medan perang, perjuangan perempuan dalam rumahnya".

(Buya HAMKA, TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK, Penerbit Gema Insani, 2019).

DI SINI TIDAK ADA LAKI-LAKI

Apakah tidak ada lagi pada mereka perasaan sebagai laki-laki? Padahal laki-laki beriman harus bersemangat jantan, gagah berani, tak takut mati dan menggentarkan musuh.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PANGGILAN JIHAD

Merindukan kembali hadirnya ulama besar seperti beliau...

Semoga menjadi inspirasi semangat generasi muda Islam...

eramuslim.com/video/mengenang-panggilan-jihad-buya-hamka-setiap-kuliah-subuh-di-rri.htm

Ahoker Garis Keras Cuma Punya Dua Pilihan

jpnn.com/news/ahoker-garis-keras-cuma-punya-dua-pilihan

SIRI

Suku bangsa pemeluk agama Islam di seluruh Indonesia merasa dirinya terhina kalau ia dikatakan kafir. Meskipun ia tidak pernah menunaikan shalat, tetapi mereka bangga sekali dalam mempertahankan Islam.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Tren Hijab Syar'i: Murni untuk Agama atau Kapitalisme?

magdalene.co/story/tren-hijab-syari-murni-untuk-agama-atau-kapitalisme

BELIAU MURKA

Sungguhpun begitu, beliau (Haji Abdul Karim Amrullah) pernah murka besar pada Muhammadiyah, yaitu pada Tahun 1928 M. Beliau melihat yang memimpin atau yang memberi penerangan agama dalam Muhammadiyah itu umumnya di Minangkabau, khususnya di Sungai Batang, hanyalah orang-orang yang pandai bicara, tetapi tidak berilmu. Banyak ahli pidatonya, tetapi sedikit ahli ilmunya. Banyak beliau lihat perbuatan-perbuatan yang menurut keyakinan beliau, tidak berdasar pada agama. Kebanyakan pemimpinnya (baik yang laki-laki dalam Muhammadiyah maupun yang perempuan dalam Aisyiyah) hanya taqlid saja pada perbuatan-perbuatan yang ada di Yogyakarta. Perempuan berpidato di hadapan kaum laki-laki menurut keyakinan beliau adalah haram karena dapat mendatangkan fitnah. Seluruh badan perempuan adalah aurat. Demikian pula, meskipun beliau menyetujui sembahyang ke tanah lapang, beliau tidak dapat menyetujui kaum perempuan ikut pula ke tanah lapang itu. Meskipun ada hadits menyatakan boleh bagi perempuan pergi. Namun, dengan berdasar pada perkataan Aisyah r.a., jika Nabi saw. masih hidup, tentu Nabi saw. melarang perempuan-perempuan turut pergi sembahyang ke tanah lapang, beliau berpendapat tidak boleh. Beliau sangat tidak setuju jika utusan-utusan Aisyiyah itu pergi ke salah satu rapat, yang jauh dari kampungnya, tidak ditemani oleh mahramnya.

KRISIS

Menantunya sendiri, Sutan Mansur, ingin melawat ke tanah Jawa, menambah pengetahuannya, tetapi takut menyampaikannya kepada beliau karena nyata akan dilarang. Nyaris Sutan Mansur tersesat ketika beliau akan meminta izin hendak berangkat ke Jawa, Sutan Mansur memiliki tekad, kalau sekali ini, aku dihalangi juga, aku akan gilingkan badanku ke kereta api biar tulangku yang berserak-serak, beliau pilihi nanti. Melihat mata Sutan Mansur telah berapi-api ketika meminta izin, entah apa firasat yang masuk ke dalam hatinya sehingga beliau izinkan juga Sutan Mansur berangkat.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Dalil Kebenaran Amaliah Tahlilan Untuk Orang Meninggal, Wahabi Wajib Baca!

pecihitam.org/dalil-kebenaran-amaliah-tahlilan

BANGUN DAN BENTUK SUATU BANGSA

"Dan bagi tiap-tiap umat ada ajalnya ..." (al-A'raaf: 34).

Perhatikanlah! Dahulu kaum Quraisy sebagai pelopor pertahanan jahiliyyah menguasai masyarakat Arab, menguasai peribadatan dan thawaf keliling Ka'bah dengan telanjang, dengan bersiul dan bertepuk-tepuk tangan dan Ka'bah mereka kelilingi dengan 360 berhala. Mereka runtuh karena keruntuhan akhlak. Waktu beribadah keliling Ka'bah mereka bertelanjang, mereka tidak memakai pakaian sehelai benang jua. Dengan alasan karena pakaian yang dipakai penuh najis dan dosa. Namun, kebatinan mereka sendiri, ruh mereka sendiri lebih telanjang lagi karena kejahatan-kejahatan yang mereka perbuat, yang zahir dan yang batin, kemesuman, perzinaan. Mereka berbuat dosa dengan niat yang salah (al-itsmu) dan mereka merugikan orang lain (al-baghyu) dan mereka persekutukan yang lain dengan Allah dan mereka berani membuat-buat suatu peraturan yang mereka katakan agama, padahal mereka katakan atas Allah hal-hal yang tidak mereka ketahui.

JANGAN MEMOHONKAN AMPUN UNTUK MUSYRIKIN

"... telah jelas baginya bahwa dia itu musuh bagi Allah ..." (at-Taubah: 113-114).

Tiada Dia bersekutu dalam keadaan-Nya dengan yang lain. Demikian juga tentang mengatur syari'at agama, tidak ada peraturan lain, melainkan dari Dia.

TEGUHKAN PRIBADIMU

"... Orang-orang kafirlah yang membuat-buat atas nama Allah akan kedustaan. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang tidak berakal. Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Marilah kepada apa yang diturunkan oleh Allah dan kepada Rasul.' Mereka pun menjawab, 'Cukuplah bagi kami apa-apa yang telah kami dapati atasnya bapak-bapak kami.' Apakah walaupun bapak-bapak mereka itu tidak mengetahui sesuatu dan tidak dapat petunjuk?" (al-Maa'idah: 103-104).

Inilah ayat yang berguna untuk segala zaman. Ayat yang bukan untuk orang jahiliyyah saja, melainkan untuk memperingatkan bahwa di dalam memegang suatu peraturan agama, sekali-kali tidaklah boleh menuruti begitu saja pada apa yang diterima dari guru atau nenek moyang. Sumber agama, sebagai yang diserukan pada ayat ini sudah tegas sekali, yaitu peraturan dari Allah dan Rasul. Di luar itu, Bid'ah namanya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

VIRAL ZAMAN SEKARANG | Ciri-Ciri Suami Dayyuts, HARAM MASUK SURGA!!!

youtube.com/watch?v=ezu6Rq34cU0

PERGI UNTUK SELAMANYA

Bisa dipahami bila ia juga mampu memberikan contoh, jenis da'wah yang khas. Siapa yang mengikutinya lewat TV misalnya, akan mendapat bukan 'ilmu' agama. Tapi pengalaman -- alias penghayatan yang sama dengan yang mereka rasakan. Para penonton itu seperti "berbagi rasa", seraya mereka menerima khotbah. "Itulah da'wah yang dibutuhkan sekarang ini," komentar Tengku Abdullah Ujong Rimba, ketua MU Aceh, kepada Kompas.

(SERI II Buya Hamka, TEMPO Publishing, 2019).

GURU... KULANJUTKAN PERJUANGANMU

Karena Iman tanpa ilmu bagaikan lentera ditangan bayi. Namun ilmu tanpa iman bagaikan lentera di tangan pencuri (Buya Hamka). Guru berupaya menjadikan peserta didik bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat.

mtsn3padang.sch.id/guru-kulanjutkan-perjuanganmu

Megawati Kesal Hukuman Ferdy Sambo Dikorting Jadi Seumur Hidup: Saya Bukan Orang Hukum, Tapi Saya Bisa Mikir Lho

mamagini.suara.com/read/2023/08/21/230124/megawati-kesal-hukuman-ferdy-sambo-dikorting-jadi-seumur-hidup-saya-bukan-orang-hukum-tapi-saya-bisa-mikir-lho

PENGANTAR PENERBIT

Karya ini cocok dibaca oleh masyarakat kita yang heterogen karena bahasannya yang luas. Tema yang diangkat pun cukup menggambarkan keadaan masyarakat saat ini meskipun kisah ini ditulis pada Tahun 1930-an. Melalui tokoh-tokoh yang disajikan, Hamka menyampaikan bagaimana seharusnya hubungan manusia dalam perihal cinta, yaitu selalu menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah.

PACU KUDA DAN PASAR MALAM

Laki-laki bilamana telah menentukan cintanya untuk seorang perempuan, maka perempuan itu mesti jadi haknya seorang, tak boleh orang lain hendak ikut berkongsi dengan dia. Jika perempuan itu cantik, maka kecantikannya biarlah diketahui olehnya seorang. Jika suara perempuan itu nyaring, biarlah dia seorang yang mendengarnya. Sebab itu, kalau ada orang lain yang hendak memuji kecintaannya, atau mengatakan suaranya nyaring, atau menyanjung budi baiknya, semua itu tidaklah diterima oleh laki-laki yang mencintainya tadi. Bertambah banyak orang memuji kecintaannya, bertambah timbullah cemburu dalam hatinya sebab perempuan itu untuk dia, buat dia, tak boleh buat orang lain.

(Buya HAMKA, TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK, Penerbit Gema Insani, 2019).

MUI Pemersatu, Masih Panjang Jalan ke Depan

Kehadiran MUI pada 1971 yang dipimpin oleh Buya Hamka sebenarnya mempengaruhi juga pergerakan Islam di berbagai negara. Di Arab Saudi juga Sang Raja, Faisal Abdul Aziz, juga risau atas berbagai pertikaian soal agama. Maka 1971 itu atas titah raja didirikanlah apa yang disebut Dewan Ulama Senior Arab Saudi yang diketuai oleh Syaikh Ibrahim Alu Syaikh. Di Saudi, sekalipun namanya adalah Dewan Ulama Senior Arab Saudi, tetapi monarki keluarga Saud tetap saja dominan. Misalnya, ketika Dewan Ulama memfatwakan tidak boleh universitas bercampur pria dan wanita, maka Raja tak suka. Seperti dikutip dari laman Al Arabiyah terbitan 4 Oktober 2009, laporan Lamis Hoteit and Courtney C. Radsch menyebutkan bahwa Raja Abdullah bahkan mencopot ulama paling senior di Dewan itu, Sheikh Saad bin Nasser al-Shithri.

khazminang.id/mui-pemersatu-masih-panjang-jalan-ke-depan

CEMBURU

Cemburulah yang menyebabkan seorang ulama menfatwakan yang haq, cemburu yang menyebabkan seorang pejuang bangsa menggambarkan jiwa, cemburu pula yang menggerakkan seorang jenderal mengerahkan serdadunya ke medan pertempuran, cemburu pula yang menyebabkan seorang kaya tidak segan mengorbankan harta demi kepentingan umat dan agamanya.

"Allah pencemburuan adanya dan Mukmin pun pencemburuan pula."

(Buya HAMKA, Akhlaqul Karimah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

Politik Santri

NU dalam hubungannya dengan aspek gender, selama dua belas tahun pertama, keanggotaan NU hanya untuk pria. Wanita boleh saja datang pada pertemuan-pertemuan NU tetapi tidak memiliki suara dan diberikan tabir. Dengan kata lain, wanita masih dalam posisi inferior di hadapan laki-laki. Keterbukaan kepada partisipasi politik perempuan di NU terbuka ketika para wanita mengancam untuk bergabung di Aisyiah, organisasi Perempuan Muhammadyah. Ancaman para wanita tersebut, yang sebagian besar dari kalangan berpengaruh terutama dari keluarga Kiai, ternyata berhasil.

malangposcomedia.id/politik-santri

"Tak Berdaya Di Sudut Kerling Wanita"

Wanita dijajah pria sejak dulu
Dijadikan perhiasan sangkar madu.
Namun ada kala pria tak berdaya
Tekuk lutut di sudut kerling wanita.

sinarharapan.co/opini/pr-3852823699/Tak-Berdaya-Di-Sudut-Kerling-Wanita

PERUSAK SYARI'AT, BUDAYA & SEJARAH | WAHABI SALAFI

youtube.com/watch?v=u2evDZDfz8U

AL-WAFAAK AL-KARAM?

Kalau pemimpin Islam atau pemimpin Indonesia yang mencintai Islam atau pemimpin-pemimpin yang berjasa kepada umat Islam dihinakan di muka umum seperti penghinaan gembong PKI terhadap pemimpin-pemimpin Islam di Malang pada Tahun 1954 dan hal ini kita tolerir juga, bukan toleran lagi namanya, melainkan dayuts. Dayuts sama artinya dengan bersikap lapang dada ketika melihat dengan mata kepala sendiri saat istri kita ditiduri orang. Jika demikian, lebih baik mati saja daripada hidup!

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Jangan Salah Sebut, Ini Beda Jilbab, Hijab, Kerudung, Khimar, Niqab dan Burqa

chanelmuslim.com/fashion/jangan-salah-sebut-ini-beda-jilbab-hijab-khimar-niqab-dan-burqa

UMPAMA KELEDAI MEMIKUL BUKU

Berapa banyaknya kaum Muslimin yang fasih sangat membaca Al-Qur'an, tetapi tidak paham akan maksudnya. Atau bacaannya itu hanya sampai sebatas leher saja, tidak sampai ke lubuk hati dan jiwa. Sebab itu dengan tegaslah al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah menulis dalam kitabnya, I'lamul Muwaqqi'in, bahwa ayat ini, "Walaupun dijadikan perumpamaan bagi orang Yahudi, namun makna yang terkandung di dalamnya mengenai juga bagi orang-orang yang memikul Al-Qur'an, namun mereka tidak mengamalkannya dan tidak memenuhi haknya dan tidak memelihara maksudnya dengan sepatutnya."

PAKAIAN SOPAN

Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan bahwa jilbab itu lebih luas dari selendang. Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud, keduanya sahabat Rasulullah yang terhitung alim mengatakan bahwa jilbab ialah rida', semacam selimut luas. Al-Qurthubi menjelaskan sekali lagi, "Yang benar ialah sehelai kain yang menutupi seluruh badan." Ibnu Katsir mengatakan bahwa jilbab ialah ditutupkan ke badan di atas daripada selendang. Sufyan Tsauri memberikan penjelasan, bahwa makanya istri-istri Nabi dan anak-anak perempuan beliau dan orang-orang perempuan beriman disuruh memakai jilbab di luar pakaian biasa ialah supaya jadi tanda bahwa mereka adalah perempuan-perempuan terhormat dan merdeka, bukan budak-budak, dayang dan bukan perempuan lacur. As-Suddi berkata, "Orang-orang jahat di Madinah keluar pada malam hari seketika mulai gelap, mereka pergi ke jalan-jalan di Madinah, lalu mereka ganggui perempuan yang lalu lintas. Sedang rumah-rumah di Madinah ketika itu berdesak-desak sempit. Maka jika hari telah malam perempuan-perempuan pun keluar ke jalan mencari tempat untuk membuangkan kotoran mereka. Di waktu itulah orang-orang jahat itu mulai mengganggu. Kalau mereka lihat perempuan memakai jilbab tidaklah mereka ganggu. Mereka berkata, "Ini perempuan merdeka, jangan diganggu". Kalau mereka lihat tidak memakai jilbab, mereka berkata, "Ini budak!", lalu mereka kerumuni." ... Jelaslah bahwa bentuk pakaian atau modelnya tidaklah ditentukan oleh Al-Qur'an. Yang jadi pokok yang dikehendaki Al-Qur'an ialah pakaian yang menunjukkan iman kepada Allah SWT, pakaian yang menunjukkan kesopanan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

EDAN, Maniak Seks, Guru Pesantren di Kota Bandung Perkosa 12 Santriwati, 9 Telah Melahirkan, 2 Masih Hamil

cirebonraya.com/jawa-barat/pr-4373120761/EDAN-Maniak-Seks-Guru-Pesantren-di-Kota-Bandung-Perkosa-12-Santriwati-9-Telah-Melahirkan-2-Masih-Hamil

PAKAIAN SOPAN

Orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, menurut keterangan Ikrimah, seorang ulama tabi'in ialah orang yang pikirannya tidak sehat lagi karena telah terpusat kepada syahwat terhadap perempuan saja. Ingatannya siang malam hanya kepada perempuan bagaimana supaya nafsunya lepas dengan berzina. Orang-orang semacam inilah yang mengintip perempuan yang keluar setelah hari malam, sehingga terpaksa turun wahyu memerintahkan istri-istri Nabi dan anak-anak perempuan Nabi dan istri-istri orang beriman memakai jilbab kalau keluar dari rumah, baik siang, apatah lagi malam. Ungkapan Al-Qur'an tentang orang ini, yaitu "orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit", adalah ungkapan yang tepat sekali. Ahli-ahli ilmu jiwa modern pun berpendapat bahwa orang semacam ini tidak normal lagi. Baik dia laki-laki atau dia perempuan. Penyakit ketagihan bersetubuh itu dinamai sex maniac. Telah tumpul otaknya karena kekuatan energi dirinya telah terkumpul kepada alat kelaminnya belaka. Orang-orang semacam ini dapat mengacaukan masyarakat yang sopan. Dia tidak tahu malu. Penglihatan matanya sudah ganjil, meleleh seleranya melihat pinggul orang perempuan atau melihat susu mereka di balik kain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MENGOBATI KEBODOHAN UMMAT

Ulama-ulama ushul fiqih telah membuat definisi (istilah) ijma' demikian, "Persamaan pendapat segolongan besar ulama, dalam satu perkara, dalam satu zaman." Ijma' tidaklah berkuasa buat mengubah nash yang qath'iy. Ijma' khususnya dan ijtihad umumnya adalah mengenai perkara yang belum ada hukum sharih (jelas) dari Al-Qur'an dan Hadits. Pendapat seorang ulama boleh dibanding oleh ulama yang lain. Bahkan jika terjadi ijma' segolongan ulama, maka ulama yang tidak sepaham, tidaklah terikat dengan dia.

BOLEH MEMBINCANG KHILAFIYAH

Dalam ilmu ushul fiqih sudah dirumuskan bahwa perkara-perkara yang ijtihadiyah hanyalah menghasilkan zhanni, bukan yaqini. Artinya dia senantiasa boleh ditinjau dan dengan sendirinya tertinggal, kalau datang hasil penyelidikan yang lebih mendekati kebenaran. Menutup membicarakan khilafiyah berarti menyetop edaran zaman, menutup pintu sekolah-sekolah tinggi Islam. Atau sekolah-sekolah tinggi Islam itu dicopotkan dari fungsinya yang sebenarnya, yaitu mendidik kebebasan berfikir, diganti sekalian dosen yang berani berijtihad, dan dikisar-alihkan tempatnya dengan dosen yang membela taqlid, dan lalu dipertahankan juga nama "Sekolah Tinggi Islam"-nya, dan diberi juga mahasiswa-mahasiswa yang tamat gelaran-gelaran ilmiah B.A., M.A., Drs., Dra. Disuruh mereka menghapal "qila" (kata orang begini) dan tidak boleh dinyatakan "qultu" (aku berpendapat begini). Orang-orang yang mengerti maksud sekolah tinggi tentu malu jika menerima gelar dari "Sekolah Tinggi" yang demikian coraknya.

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Penerbit Galata Media, Cet. I, 2018).

Bangsa Nusantara Bangkit: Stop Ba'alawi-sasi!! Stop Habib-isasi!! -Gus Fuad Plered

youtube.com/watch?v=d80hy9kt2bU

TUANKU TAMBUSAI KE HADRAMAUT

Kalau benar Parlindungan "menjadi Penyelidik Sejarah Islam segala Mazhab-mazhab di Indonesia, termasuk segala Aliran-aliran dari Agama Islam/Mazhab Syi'ah secara exact berikut angka-angka Tahunan," (TR, hal. 571), tidak patut dia tidak tahu bahwa Hadramaut itu adalah penganut Mazhab Syafi'i yang fanatik. Bahkan sebahagian besar yang memperkokoh kedudukan Mazhab Syafi'i di Indonesia ini, terutama di tanah Jawa ialah ulama-ulama dari Hadramaut. Apatah lagi di zaman jayanya, di zaman Saud al-Kabir, tentara Saudi pernah menyerbu ke negeri Hadramaut itu. Saudi tidak mungkin lari bergerilya ke sana, (TR, hal. 197 baris 2). Cuma orang yang "ilmiah"-nya hanya sekadar buku Tuanku Rao-lah yang akan menerimanya dengan tidak ada rasa kritis. Riyadh terletak di sebelah Timur Arabia: Sebab itu di Mekah orang Nejd itu sampai sekarang masih disebut orang "Syarqy" ("Orang Timur"). Sedang Hadramaut terletak di sebelah ujung Selatan tanah Arab, ke pinggir sekali. Batasnya ialah gurun pasir ar-Rab'ul Khali (Perempat yang Kosong). Kalau dituruti khayal Parlindungan, Tuanku Tambusai ke Mekah dulu, lalu ke Mesir mengantarkan surat Tuanku Piobang, lalu terus ke Hadramaut. Waktu itu belum ada kapal terbang, Bung! Tuanku Tambusai putar-putar mencari Muhammad Ali Pasya, musuh Wahabi nomor satu bermazhab Hanafi, terus ke Hadramaut, sebelah Selatan sekali, lebih jauh jaraknya daripada sepanjang pulau Sumatra, ke tempat Wahabi, di sarang musuhnya orang Mazhab Syafi'i.

MENEMPUH JALAN GELAP SENDIRI

Memang payah mengarangkan hal yang tidak ada! Kecuali jika mengarang cerita roman atau dongeng. Tetapi kalau orang sudi menerima fakta jelas yang saya kemukakan, orang tidak akan bingung! Sebab memang tidak pernah ada Mazhab Hambali di Minangkabau, hanya ada penganut Mazhab Syafi'i yang terpengaruh oleh semangat ajaran Imam Muhammad bin Abdul Wahhab, Yaitu kembali kepada ajaran Tauhid yang sejati. Dilanjutkan terus sampai kini.

WAHABI DAN MAZHAB-MAZHAB

Seluruh Alam Minangkabau menerima Gerakan Wahabi dengan tidak perlu menukar mazhab, Tuanku Nan Tuo, Syaikhul Masyaikh (Guru dari sekalian Guru) cukup disiarkan tidak dengan kekerasan dan ada yang menyusun kekuatan memberantas segala Bid'ah dan Khurafat adat jahiliyah. Kalau perlu dengan Pedang! Timbullah golongan Tuanku Nan Renceh (yang keras) dan golongan Fakih Saghir (yang lunak). Dan guru mereka, Tuanku Nan Tuo lebih condong kepada paham Fakih Saghir, sehingga murid-muridnya "Harimau Nan Salapan" berontak melawan beliau ditanggalkan "Imamat" dari diri beliau dan diserahkan kepada Tuanku Mansiangan (Dekat Koto Lawas Padang Panjang). Sedang Tuanku Nan Tuo segan kepada Tuanku Mansiangan itu, sebab dia adalah anak kandung daripada gurunya Tuanku Mansiangan Nan Tuo. Maka pecahlah Wahabi sama Wahabi, putih sama putih. Dan Belanda pun masuklah.... Terjadilah perang sampai 34 tahun.

(Buya HAMKA, Antara Fakta dan Khayal: Tuanku Rao, Republika Penerbit, Cet.I, 2017).

OMONG KOSONG SEKTE WAHABI! Katanya Harus Ikut Ulama Salaf, Tapi Sahabat Dituduh Melakukan Bid'ah

youtube.com/watch?v=QrXCXLmW5cc

SURAT-SURAT ISLAM DARI ENDEH

Dari Ir. Soekarno
Kepada Tuan A. Hasan, Guru "Persatuan Islam" di Bandung

Assalamu 'alaikum,
Kiriman Al-Lisaan telah saya terima, saya mengucap diperbanyak terima kasih kepada Saudara. Terutama nomor ekstra perslah debat taklid, adalah sangat menarik perhatian saya. Saya ada maksud Insya Allah kapan-kapan, akan menulis sesuatu artikel-pemandangan atas nomor ekstra taklid itu, artikel yang mana nanti boleh saudara muatkan pula ke dalam Al-Lisaan. Sebab, cocok dengan anggapan Tuan, soal taklid inilah teramat mahapenting bagi kita kaum Islam umumnya. Taklid adalah salah satu sebab yang terbesar dari kemunduran Islam sekarang ini. Semenjak ada aturan taklid, di situlah, kemunduran Islam cepat sekali. Tak heran! Di mana 'genius' dirantai, di mana akal pikiran diterungku, di situlah datang kematian. Saudara telah cukuplah keluarkan alasan-alasan dalil Al-Qur'an dan Hadits. Saudara punya alasan-alasan itu, sangat sekali meyakinkan.

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

KH Ma'ruf Amin: Ratusan Tahun Dijajah Belanda, Indonesia tetap Mayoritas Islam

youtube.com/watch?v=12PNTFlsI4c

WAHABIYAH DAN SANUSIYAH

Imam Ahmad bin Hanbal berkeras mempertahankan pendirian Ahlus Sunnah atau Mazhab Salaf di hadapan al-Mu'tashim, Khalifah Bani Abbas kedelapan, ketika beliau dipaksa mengakui pendirian yang dipilih oleh kerajaan Bani Abbas sejak zaman al-Ma'mun yang mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk. Beliau menolak paksaan itu bukan karena beliau mengakui sebelumnya yaitu Al-Qur'an Qadim adanya, melainkan karena memegang pendirian bahwa memperkatakan Nabi, biar pun dia disiksa dan dipaksa, namun beliau tidak mau beranjak daripada pendiriannya itu. Dan pendirian seperti ini pulalah yang menjadi dasar tempat tegak Muhammad bin Abdul Wahab. Dalam perjalanannya ke Irak dilihatnya bagaimana orang memuja kuburan Abdul Qadir Jailani sendiri, sebagai penganut Mazhab Hambali pula. Dilihatnya pengaruh kuburan, pengaruh pemujaan, pengaruh Rabithah dan Wasilah telah meliputi seluruh tanah Arab. Hanya tinggal namanya yang Islam, pada hakikatnya telah jauh menyimpang. Ini harus dibersihkan, kalau perlu dengan pedang!

PEMBARUAN IBNU TAIMIYAH

Seorang Sufi menurut ajaran Ibnu Taimiyah adalah seorang yang keras menegakkan kebenaran.

(Buya HAMKA, Perkembangan & Pemurnian Tasawuf, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

Wahabi Yang Mujassim Hukumnya Kafir (Menuduh Allah Berjisim/Menyerupai Makhluk) | NU Garis Lurus Media

youtube.com/watch?v=Q4tkVbmFgrU

ALLAH BERTANGAN?

Bahkan Allah itu mempunyai banyak mata (Lihat surah al-Mu'minuun, ayat 27). Ulama Salaf (yang terdahulu), sejak sahabat-sahabat Rasulullah sampai kepada ulama mutaqaddimin, pada umumnya berpendapat bahwa ayat-ayat seperti itu -- yang mengatakan Allah bertangan, Allah mempunyai banyak mata, Allah bersemayam di atas arsy -- haruslah (wajib) diterima dalam keseluruhannya, dengan tidak menanyakan "kaifa," bagaimana rupa tangan itu, mata itu, atau duduk itu. Dia bertangan, bermata dan semayam, sebab Dia sendiri yang mengatakan dan kita wajib iman. Di antara ulama mutaakhirin yang keras menganut paham Salaf ini adalah Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnul Qayyim pada zaman terakhir adalah Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dan terakhir sekali adalah Sayyid Rasyid Ridha. Ibnu Taimiyah sampai dituduh oleh musuh-musuhnya berpaham "mujassimah" (menyifatkan Allah bertubuh) karena kerasnya mempertahankan paham ini.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Salafi Sebut Allah Berupa Jism - Padahal Ini Murtad

youtube.com/watch?v=Z9GLq8uS0go

MENJAWAB DAKWAH KAUM 'SALAFI'

Prof. DR. Ali Jum'ah (Mufti Agung Mesir)

MENGHINA PENGIKUT MAZHAB ASY'ARIYAH

Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi'i ra. berkata, "Aku beriman kepada Allah Ta'ala dan segala sesuatu yang datang dari-Nya, sesuai dengan apa yang Allah maksudkan. Aku juga beriman kepada Rasulullah saw., dan segala sesuatu yang datang darinya, selaras dengan apa yang Rasulullah maksudkan." Dengan demikian, jelaslah bahwa semua ulama salaf maupun khalaf sepakat untuk mengakui, berinteraksi dan menetapkan sifat-sifat di atas seperti yang terdapat dalam Al-Qur'an dan hadits Nabi, tanpa menyinggung untuk ditakwilkan. (15)

(15) Ibnu Qudamah, Lam'atul I'tiqaad al Haadii 'ilaa Sabiilir Rasyaad, m. 5-8.

(MENJAWAB DAKWAH KAUM 'SALAFI', Penerbit KHATULISTIWA, Cet. IV, 2016).

Surat dari Generasi ke Generasi | Mata Najwa

youtube.com/watch?v=RUOLDlRMzXE

SURAT-SURAT ISLAM DARI ENDEH

Dari Ir. Soekarno
Kepada Tuan A. Hasan, Guru "Persatuan Islam" di Bandung

Assalamu 'alaikum,
Telah lama saya tidak kirim surat kepada Saudara. Sudahkah Saudara terima saya punya surat yang akhir, kurang lebih dua bulan yang lalu? Kabar Endeh: Sehat wal 'afiat, Alhamdulillah. Saya masih terus studi Islam, tetapi sayang kekurangan perpustakaan, semua buku-buku yang ada pada saya sudah habis 'termakan'. Maklum, pekerjaan saya sehari-hari, sesudah cabut-cabut rumput di kebun, dan di sampingnya 'mengobrol' dengan anak-bini buat menggembirakan mereka, ialah membaca saja. Berganti-ganti membaca buku-buku ilmu pengetahuan sosial dengan buku-buku yang mengenai Islam. Yang belakangan ini, dari tangannya orang Islam sendiri di Indonesia atau di luar Indonesia, dan dari tangannya kaum ilmu pengetahuan yang bukan Islam. Di Endeh sendiri tak ada seorang pun yang bisa saya tanyai, karena semuanya memang kurang pengetahuan (seperti biasa) dan kolot-bin-kolot. Semuanya hanya mentaklid saja zonder tahu sendiri apa-apa yang pokok; ada satu-dua berpengetahuan sedikit -- di Endeh ada seorang sayid yang sedikit terpelajar, tetapi tak dapat memuaskan saya, karena pengetahuannya tak keluar sedikit pun dari kitab fiqih: 1) mati hidup dengan kitab fiqih itu, dus -- kolot, dependent, unfree; 2) taklid. Al-Qur'an dan Api Islam seakan-akan mati, karena kitab fiqih itulah yang mereka jadikan pedoman hidup, bukan Kalam Ilahi sendiri. Ya, kalau, dipikirkan dalam-dalam, maka kitab fiqih itulah yang seakan-akan ikut menjadi algojo "Ruh" dan "Semangat" Islam. Bisakah, sebagai misal, suatu masyarakat menjadi 'hidup', menjadi bernyawa, kalau masyarakat itu hanya dialaskan saja kepada "Wetboek van Strafrecht" dan "burgerlijk Wetboek", kepada artikel ini dan artikel itu? Masyarakat yang demikian itu akan segeralah menjadi masyarakat 'mati', masyarakat 'bangkai', masyarakat yang -- bukan masyarakat.

ME"MUDA"KAN PENGERTIAN ISLAM

Kita menamakan, kita kaum pro-ijtihad. Kita menamakan, kita anti-taklid. Maka kita tidak mau menyelidiki kembali kita punya paham-paham sendiri? Kita tidak mau "mengijtihad" kembali, kita punya pengertian-pengertian sendiri, dan mau berkepala batu saja menetapkan bahwa kita punya pengertian-pengertian itu sudah benar dan tak perlu diselidiki kembali? Kalau kita mau bersikap demikian, maka kita sendirilah mencekik mati kita punya kecerdasan dengan cara lambat laun. Kita sendirilah yang mengoper pekerjaan kaum taklid, yang menyudahi tiap-tiap majikan akan menyelidiki kembali dengan kata: maukah engkau melebihi imam yang empat?

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Baim Wong bertanya: Bagaimana Mengqodho Sholat yang Tertinggal | Ustadz Adi Hidayat

youtube.com/watch?v=MddZO_qwcI0

AMALAN ZAMAN SEKARANG

Di dalam ilmu memikirkan hukum-hukum agama (ushul fiqih) sudah ada ketentuannya, "Tidak ada qiyas dalam hal ibadah."

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Surat Yang Membuat Chrisye Tak Berani Meninggalkan Sholat. Kisah Lagu "Ketika Tangan & Kaki Berkata"

youtube.com/watch?v=o7MHtnPu5oQ

MUSUH-MUSUH ALLAH

"Dan (ingatlah) di hari akan dihantarkan musuh-musuh Allah ke dalam neraka lalu mereka akan dikumpul-kumpulkan. Sehingga apabila mereka sudah sampai ke sana menjadi saksilah atas mereka pendengaran mereka dan penglihatan mereka dan kulit-kulit mereka atas apa yang telah mereka amalkan. Mereka berkata kepada kulit mereka, 'Mengapa kamu jadi saksi atas kami?' Mereka menjawab, 'Yang membuat kami bercakap ialah Allah yang membuat bercakap segala sesuatu dan Dialah Yang Menciptakan kamu sejak semula dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.'" (Fushshilat: 19-21).

Dalam satu riwayat pula dari Ibnu Abbas, bahwa di hari Kiamat, akan datang suatu masa manusia itu dikumpulkan untuk ditanya, tetapi mereka tidak dapat berbicara dan tidak sanggup membela diri dan tidak dapat berkata-kata, sebelum dapat izin. Setelah diberi izin mulailah mereka mempertahankan diri dan mungkir bahwa mereka mempersekutukan yang lain dengan Allah, sampai ada yang bersumpah di hadapan Allah seperti mereka bersumpah dengan kamu saja. Oleh karena mereka bersikeras mempertahankan diri dan memungkiri kesalahan itu, dibangkitkan Allah-lah saksi-saksi yang datang dari dalam diri mereka sendiri, yaitu kulit-kulit mereka, pandangan mata mereka, tangan mereka, kaki mereka dan mulut mereka dikuncikan. Setelah selesai semuanya memberikan kesaksian, barulah mulut mereka dapat bercakap. Lalu mengomellah mereka sebagaimana tersebut dalam ayat, mereka mengomel kepada kulit mereka sendiri, mengapa kulit itu mau menjadi saksi buat mencelakakannya. Kulit menjawab bahwa dia bercakap adalah atas kehendak Allah, Yang Maha Kuasa membuat segala sesuatu dapat bercakap.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KITAB TAUHID

Setan mengetahui dampak yang diakibatkan oleh bid'ah, walaupun maksud pelakunya baik.

(MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB, KITAB TAUHID).

PERTOLONGAN TUHAN

Beliau tidak segan memberikan nasihat yang terus terang kepada orang yang disangkanya mau menjunjung tinggi nasihatnya. Ketika diundang makan di rumah Bung Karno, di Pegangsaan Timur, dengan terus terang beliau memberikan nasihat kepada Bung Karno, "Janganlah terlalu mewah, Karno! Kalau hidup pemimpin terlalu mewah, segan rakyat mendekati."

MEMULAI PERJUANGAN

Sebagai anak yang mencintai ayahnya, beliau (Haji Rasul) turut bersama saudara-saudaranya yang lain memandikan ayahnya, bersama-sama juga dengan adik ayahnya, ammi-nya, Haji Umar. Namun, setelah penghulu-penghulu dan ulama-ulama, tuanku-tuanku, serta lebai-lebai seluruh Danau memutuskan hendak mengadakan kenduri karena kematian itu, beliau menyatakan pendirian yang tegas bahwa kenduri karena kematian diharamkan dalam agama, wahsyah namanya. Ini sama hukumnya dengan meratap. Apa yang berasal dari agama hanyalah jika orang pergi menjenguk kematian, mereka membawakan makanan untuk orang yang tengah ditimpa dukacita itu -- dan sebaiknya makanan masak.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Ceramah Kh Zainudin Mz | Wahabi, Kok Gitu Sih

youtube.com/watch?v=SorZcVxyPrw

BINATANG TERNAK

Ada lagi orang yang telah dipengaruhi Setan dalam lain bentuk, yaitu dirayu Setan supaya tetap memegang pendirian yang salah. Karena perdayaan Setan juga, "Mereka berkata, 'Bahkan kami (hanya) mau mengikut apa yang telah terbiasa atasnya nenek moyang kami!'" Benar ataupun salah adalah nenek moyang kami. Kami akan mempertahankan pusaka mereka, yang tidak lekang karena panas, tidak lapuk karena hujan. Jawaban begini menunjukkan bahwa pikiran tidak berjalan beres lagi atau berkeras mempertahankan adat lama pusaka usang. Bukan akal lagi yang berkuasa, melainkan hawa nafsu. Dimisalkan di sini laksana orang yang mengimbau, ialah bila gembala menggembalakan binatang-binatang ternaknya. Kerja binatang-binatang itu hanya makan, memamah biak. Sedang memakan rumput, mulutnya mengunyah, walaupun tidak sedang memakan rumput, mulutnya tetap mengunyah juga. Walaupun dia dihalau ke mana saja, tidaklah dia peduli. Yang penting baginya ialah mengunyah. Mudharat atau manfaat tidak ada dalam perhitungan mereka, sebab mereka telah terbiasa digembala orang. Walaupun sudah datang waktu buat meninggalkan tempat itu, mereka tidak akan beranjak kalau tidak dihalau. Maka, orang-orang yang menjadi Pak Turut atau yang disebut muqallid samalah dengan binatang di padang penggembalaan itu. Tidak ada kegiatan dari diri mereka sendiri. Tidak ada yang diharapkan dari pendengaran atau suara atau penglihatan mereka. Matanya tidak bersinar selain dari sinar kebodohan, sinar yang kosong dari isi. Ingatlah lembu yang telah dihalau ke pembantaian akan dipotong. Walaupun telah bergelimpangan bangkai temannya karena disembelih, tetapi yang masih tinggal sepak-menyepak dan tanduk-menanduk juga sesama mereka. Ini karena tidak mereka ketahui bahwa yang mereka hadapi adalah penyembelih mereka juga. Mereka tidak sempat berpikir bahwa giliran akan tiba juga pada mereka.

MUKADIMAH

Madzhab yang dianut oleh penafsir ini adalah Madzhab Salaf. Yaitu Madzhab Rasulullah dan sahabat-sahabat beliau serta ulama-ulama yang mengikuti jejak beliau. Dalam hal aqidah dan ibadah, semata-mata taslim, artinya menyerah dengan tidak banyak tanya lagi. Namun, tidaklah semata-mata taklid kepada pendapat manusia, melainkan meninjau mana yang lebih dekat pada kebenaran untuk diikuti dan meninggalkan mana yang jauh menyimpang. Meskipun penyimpangan yang jauh itu bukanlah atas suatu sengaja yang buruk dari yang mengeluarkan pendapat itu.

POKOK BERPIKIR

Peraturan Islam itu dari Allah dan Rasul, tidak dicampuri oleh pendapat umum manusia. Meskipun kadang-kadang ijtihad manusia masuk juga ke dalamnya, ijtihad itu tidak lebih tidak kurang daripada garis yang telah ditentukan. Hasil pendapat tidak boleh berubah dari maksud syari'at.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BERHAKIM KEPADA SELAIN ALLAH DAN RASUL-NYA

Kisah Umar dengan orang munafik bahwa Umar memenggal leher orang munafik tersebut, karena dia tidak rela dengan keputusan Rasulullah saw.

(MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB, KITAB TAUHID).

Pak Harto: PIYE KABARMU, LE? ENAK JAMANKU THO (Cak Nun)

youtube.com/shorts/CeSGHmLElIs

DZIKIR RIBUT-RIBUT

"Dan tidaklah ada shalat mereka di sisi rumah suci itu melainkan bersiul-siul dan bertepuk tangan. Maka, rasakanlah olehmu adzab, akibat dari kekufuran kamu itu." (al-Anfaal: 35).

Ibnul Qayyim di dalam kitab Ighatsatul Lahfan, ayat ini menunjukkan bahwasanya segala macam cara-cara dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah, tetapi tidak menurut yang digariskan oleh Nabi sebagai yang dilakukan oleh ahli-ahli tasawuf, ada yang ratib menyorak-nyorakkan dan menyebut nama Allah dengan suara keras tiada sependengaran dan ada yang memakai seruling, genderang, rebana dan sebagainya yang menyebabkan ibadah itu menjadi heboh, samalah keadaannya dengan orang jahiliyyah sembahyang atau thawaf sambil bersiul, bertepuk tangan dan ada yang bertelanjang mengelilingi Ka'bah itu. Ibnu Taimiyah, guru dari Ibnul Qayyim menerangkan pula dalam salah satu fatwanya bahwa ... Hal ini barulah diada-adakan orang (Bid'ah) setelah lepas kurun yang tiga. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa orang-orang yang benar-benar pengalamannya dalam soal-soal latihan keruhanian dan mengerti hakikat agama dan hal-ihwal hati, telah mendapat kesimpulan bahwa cara-cara demikian tidaklah ada manfaatnya bagi hati, melainkan lebih banyak mudharatnya. Bahayanya bagi jiwa sama dengan bahaya minuman keras bagi tubuh. Sekian kita salin beberapa perbandingan dari Ibnu Taimiyah, tentang dzikir ribut-ribut yang dilakukan orang-orang sufi, menyerupai apa yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyyah di Ka'bah itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Prabowo: Ilmu Islam Saya Kurang, tapi...

news.detik.com/berita/d-4137520/prabowo-ilmu-islam-saya-kurang-tapi

TERBALIK

Hati-hati Tuan membicarakan agama didekat M. Natsir Bandung, atau didekat Mr. Kasman Singodimedjo, atau di dekat Mr. Roem, atau Mr. T. Hasan, atau Mr. Mahadi (Sekretaris Sri Sultan Deli sekarang). Semuanya itu didikan sekolah semata, tidak pernah menghafal matan jurumiyah atau disuguhkan kepada mulutnya kitab-kitab karangan ulama Mesir, tetapi kadang-kadang pemahamannya, cintanya, dan dalam penyelidikan tentang agama, jauh lebih tinggi daripada lulusan sekolah-sekolah Islam itu sendiri.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Foto Lawas Prabowo dan Mantan Istrinya Viral, Netizen: Kami Rindu dengan Presiden seperti Pak Harto

wartaekonomi.co.id/read498962/foto-lawas-prabowo-dan-mantan-istrinya-viral-netizen-kami-rindu-dengan-presiden-seperti-pak-harto

Islam (Aqidah, Syari'at dan Ibadah)

"... Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang kafir." (al-Maa'idah: 44). "... Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang zalim." (al-Maa'idah: 45). "... Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang fasik." (al-Maa'idah: 47).

Dalam rentetan ayat-ayat ini ditegaskan bahwa yang mesti menghukum dengan apa yang diturunkan Allah SWT ini bukanlah ahli Al-Qur'an saja, melainkan juga ahli Taurat dan ahli Injil hendaklah menghukum menurut Kitab Suci masing-masing sehingga dengan ini dapatlah dipastikan betapa jelas dan positif perlindungan Islam terhadap pemangku agama Yahudi dan Nasrani jika mereka bernaung dalam pemerintahan Islam. Pada zaman Nabi saw. sendiri, telah kejadian orang Yahudi meminta Nabi saw. menjatuhkan hukuman atas satu kesalahan dari kalangan Yahudi karena Nabi saw. telah menjadi penguasa tertinggi pada waktu itu. Kemudian, Nabi saw. menyuruh membaca apa yang tertulis dalam Kitab Taurat. Hendaklah hukum Taurat itu dijalankan terhadap kalangan Yahudi. Demikian juga, dalam perkembangan Islam selanjutnya. Orang-orang Nasrani pun disuruh menjalankan hukum menurut Kitab Injil mereka. Di Istanbul, setelah Kerajaan Byzantium jatuh di bawah kekuasaan Turki, gereja Ortodoks yang berpusat di sana dilindungi dan uskup besarnya mendapat kedudukan sebagai menteri untuk urusan orang-orang Kristen dalam Kerajaan Turki Utsmani. Uskup itu menghukum sendiri dalam masyarakat mereka. Apabila bertambah lama Al-Qur'an dan Sunnah diselidiki, bertambah akan sadarlah umat Islam akan kewajiban ini. Presiden Suharto pernah menganjurkan supaya jangan hanya mengadakan perlombaan membaca Al-Qur'an, tetapi juga mengadakan menggali rahasia Al-Qur'an.

(Buya HAMKA, Studi Islam, Penerbit Gema Insani, 2020).

Presiden dan Keluarga Gelar Tahlilan untuk Almarhumah Ibunda Presiden Jokowi

presidenri.go.id/siaran-pers/presiden-dan-keluarga-gelar-tahlilan-untuk-almarhumah-ibunda-presiden-jokowi

SAMPAIKAH DOA KITA YANG HIDUP UNTUK ORANG YANG TELAH MENINGGAL?

Nabi berkata bahwa orang yang mati menderita adzab karena diratapi oleh keluarganya yang ditinggalkan.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Tegas! Jokowi: Tak Ada Gunanya Nilai Sekolah 10, Moralnya 0

cnbcindonesia.com/news/20230819154522-4-464326/tegas-jokowi-tak-ada-gunanya-nilai-sekolah-10-moralnya-0

AURAT PEREMPUAN

Tentu timbullah pertanyaan, "Apakah perempuan hanya lebih baik tinggal di rumah saja?" Untuk menjawab pertanyaan ini, teringatlah kita akan sebuah hadits yang dirawikan oleh al-Bazaar dari Tsabit al-Banany, dari Anas bin Malik, khadam Rasulullah saw. bahwa beberapa perempuan datang menghadap Nabi saw. lalu mengemukakan pertanyaan. "Ya Rasulullah. Kaum laki-laki telah pergi berjuang menuntut keutamaan dengan jihad di jalan Allah. Tunjukkan kiranya kepada kami, apa yang dapat kami kerjakan supaya kami pun mendapat pahala sebagai jihad fi sabilillah pula?" Rasulullah menjawab, "Barangsiapa di antara kamu yang duduk di dalam rumahnya, ia akan mendapat pula pahala sebagaimana yang didapat oleh orang yang berjihad fi sabilillah." Tentu saja arti duduk di rumah itu adalah menurut sabda Nabi yang terkenal juga, "Dan perempuan adalah penggembala di dalam rumah tangga suaminya, dan ia pun bertanggung jawab atas penggembalaannya itu." (HR. Bukhari Muslim). Tegasnya, tidaklah akan berjaya perjuangan seorang suami di medan hidup yang mana saja, kalau rumah tangga, menjaga harta benda dan anak-anak tidak dibentengi oleh sang istri yang setia. Memang peraturan yang ditentukan oleh Rasulullah saw. tentang perempuan lebih afdhal duduk di rumah ini, sangat tidak sesuai dengan kehidupan modern, terutama di tanah air kita yang mulai meniru segala gerak-gerik Barat. Kalau dalam jiwa kita masih ada sisa iman, niscaya akan kita katakan bahwa peraturan dari Nabi itu tetap peraturan zaman modern. Kalau iman kita lemah tentu kita katakan bahwa kita masih belum kuat meneladani peraturan Nabi, tetapi kita mengakui bahwa aturan Nabi itulah yang lebih baik. Namun, kalau Islam kita hanya tinggal nama, niscaya kita katakan bahwa peraturan dari Nabi itu tidak betul, yang betul adalah peraturan Barat.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Gerakan Muhammadiyah Singapura menerbitkan semula buku "Teguran Suci Dan Jujur Terhadap Mufti Johor" oleh HAMKA yang telah diterbitkan oleh persatuan Muhammadiyah Singapura edisi pertama pada 1958; seterusnya melalui laman maya, internet, blog dan bermacam-macam saluran kesemuanya digunakan untuk merosakkan fahaman Ahli Sunnah wal Jamaah; Fahaman Wahhabi menggunakan istilah BID'AH sebagai manhaj atau metodologi fahaman mereka; Jadi untuk mengenali golongan ini, "bila sikit-sikit bid'ah" yang diperkatakan, itulah golongan Wahhabi.

mufti.johor.gov.my/images/uploads/dokumen/terbitan/albayan_9_bidah.pdf

MENGKAFIR-KAFIRKAN ORANG

Muridnya yang terkenal ialah pemimpin Islam yang namanya mahsyur di seluruh dunia dan menjadi Ketua Kongres Islam di Damsyik pada Tahun 1956 yaitu Muhammad Natsir dan muridnya seorang lagi ialah saudara Muhammad Isa Anshari musuh nomor satu komunis di Indonesia. Itulah Almarhum Hassan Bandung! Inilah yang dikafirkan oleh Samahah Mufti. Saya sendiri tidak selalu sefahaman dengan Almarhum Tuan Hassan Bandung dan saya bukan muridnya. Tetapi saya dididik oleh guru-guru saya supaya bersikap adil dan membela orang teraniaya.

KESADARAN

Pada hemat saya, zaman sekarang ialah zaman menyatukan kekuatan. Dunia bukan surut ke belakang tetapi maju ke muka. Fahaman yang sempit dan hati yang penuh kebencian tidaklah dapat dibawa ke tengah medan. Dan saya pun takut mengkafir-kafirkan sesama Islam. Sebab Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang mengkafir-kafirkan sesamanya Islam dialah yang kafir." (HR. Bukhari). Dan yang menetapkan seorang kafir bukanlah Mufti Johor! Kita akan dapat bersatu atau hormat-menghormati walaupun fahaman kita berbeda. Asal kita berhati terbuka dan tidak hendak menang sendiri saja. Apabila seorang yang dipandang ketua bermudah-mudah saja menuduh orang lain dengan tuduhan yang bukan-bukan, tandanya nilai hormat orang kepadanya akan turun. Dimisalkan seorang mufti di negeri Johor mengeluarkan fatwa menuduh orang lain kafir hanya karena berlainan pendapat dalam perkara khilafiyah, belum tentu semua orang akan turut. Kalau mufti di Johor mengatakan orang kafir, belum tentu lapan mufti lagi di Tanah Melayu akan sefahaman dengan beliau. Apalah harganya suatu fatwa yang hanya dapat mempengaruhi orang awam namun tidak dipedulikan oleh orang yang berilmu?

(BUYA HAMKA, TEGURAN SUCI DAN JUJUR TERHADAP MUFTI JOHOR, JT Books PLT Malaysia, Cet. II, 2021).

Hamka sebagai Reformis Berani

"Ulama yang berani mengatakan yang benar, walaupun dunia menjadi lawannya. Ulama yang berani menegakkan yang hak walaupun lehernya akan putus. Perangainya lain benar. Dia laksana orang yang sombong apabila berhadapan dengan penguasa dunia. Tetapi dia sangat merendahkan diri apabila berhadapan dengan orang yang lemah." Hamka menolak segala bentuk tahayul, kurafat dan bidaah. Jalan yang harus ditempuh ialah menegakkan amar maaruf nahi mungkar.

berita.mediacorp.sg/komentar/komentar-buya-hamka-ulama-pejuang-nasionalis

SUMPAH PAKSAAN

Imam Malik sendiri pun telah jadi korban pula dari pendapat beliau ini. Sebagai Imam Darul Hijrah (Almadinatul Munawwarah), pernah orang meminta fatwa kepada beliau, yang hampir sama bunyinya dengan pertanyaan Saudara St. P. Maninjau ini. Orang pernah dipaksa dengan mengucapkan sumpah agar mengakui (baiat) atas pengangkatan Abu Jaafar al-Manshur menjadi khalifah. Abu Jaafar adalah pendiri Kerajaan Daulah Bani Abbas. Oleh karena itu, datanglah pertanyaan berlakukah sumpah yang disuruh ucapkah dengan paksaan itu? Beliau berikan fatwa bahwa sumpah dengan paksaan itu tidak berlaku sehingga Wali (Gubernur) Negeri Madinah marah, murka besar kepada beliau. Beliau dipanggil dan disuruh mencabut fatwanya. Tentu saja beliau tidak boleh mencabut fatwanya karena sebagai ulama besar yang bertanggung jawab, beliau tidak mungkin menarik fatwa yang telah beliau keluarkan. Oleh karena itu, Kemurkaan Gubernur dimuntahkan dengan mencambuk ulama besar pembangunan salah satu madzhab Islam itu. Cambukan itu beliau tahankan dengan sabar sehingga sampai mengalir darah pada punggung beliau. Sampai ketika beliau wafat, ketika memandikan jenazah beliau bertahun-tahun kemudian, bekas belitan cambuk itu masih didapati memutih di punggung beliau.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Imam Besar Kang Bayan Akan Mulai Hajar Penghina Salafi WAHABI Satu Demi Satu

youtube.com/watch?v=aVVqcyRrh_I

RENUNGAN BUDI

Banyak guru agama yang gagal dan mengeluh karena kegagalannya. Pelajaran agama yang diberikannya tidak segera diterima oleh orang banyak. Salah satu dan sebabnya ialah dia mendahulukan nadzir daripada basyir, mendahulukan ancaman daripada bujukan. Dia mendahulukan 'usran daripada yusraan, mendahulukan yang sukar daripada yang mudah. Dia mengusir bukan mengumpul. Kadang-kadang dia hendak membuat agama menurut kehendaknya, bukan menurut kehendak Tuhan. Dan setelah dia gagal disalahkannya orang lain.

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

ISLAM SONTOLOYO,
SEBUAH OTOKRITIK YANG RELEVAN

Oleh: Edi AH Iyubenu

Soekarno lantas mengkritik kecenderungan pemberhalaan fiqih yang hakikatnya bukanlah dalil-dalil yang baku dan permanen, tetapi tafsir-tafsir manusia terhadapnya, sebagai biang kerok bagi kejumudan pemikiran keislaman itu. Konstruksi hukum Islam (fiqih) apa pun, kita mafhum, selain bersumber pada penafsiran terhadap dalil-dalil Al-Qur'an dan hadits serta berbagai item metodologis yang diambil, tetaplah semestinya diposisikan sebagai buah ijtihad yang tidak steril dari khazanah zaman, tempat, realitas, dan sekaligus kepentingan-kepentingan politis-kultural di dalamnya. Imam Syafi'i, misal, merevisi beberapa pandangan fiqih-nya dalam qaul qadim seiring hijrahnya beliau melalui qaul jadid yang datang belakangan. Maka membakukan fiqih beserta tafsir manusia terhadap dalil-dalil Al-Qur'an dan hadits merupakan anomali diskursif yang bukan hanya menjadikannya seolah sekudus Al-Qur'an dan hadits, tetapi sekaligus rawan memantik perkelahian klaim kebenaran di antara umat Islam sendiri.

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

KAMPUNG ISTRI ADALAH AURAT | DERRY SULAIMAN

youtube.com/watch?v=9XxiKGldl8E

PENDAHULUAN

Ilmu dalam Islam adalah yang ada dasar dan dalilnya, terutama dari dalam Al-Qur'an dan dari As-Sunnah, termasuk juga penafsiran ulama-ulama yang telah mendapat kepercayaan dari umat, yang disebut Salafus Shalihin.

BATAS AURAT PEREMPUAN (DI LUAR SHALAT)

Tentang aurat perempuan (di luar shalat), tidaklah sama pendapat ulama. Sebagian ulama berpendapat aurat seluruh badannya, kecuali muka dan kedua telapak tangan. Imam Syafi'i pernah menyatakan pendapatnya demikian. Abu Hanifah (Imam Hanafi) pada satu-satu riwayat, dan Imam Malik. Dalam satu riwayat lagi, Imam Hanafi pernah berkata bahwa kedua betis perempuan boleh terbuka. Sufyan Tsauri pun pernah menyatakan pendapat demikian. Satu riwayat dari Imam Hambali lebih ketat lagi, seluruh badan perempuan aurat, termasuk kedua telapak tangan, hanya muka saja yang boleh kelihatan. Mengapa ada ulama yang begitu ketat pendapatnya? Hal itu adalah karena menghindari fitnah yang akan timbul dari soal perempuan. Bagaimana penyelesaiannya?

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

WANITA BERCADAR LAGI VIRAL | MENJELEKKAN WAHABI/SALAFI

youtube.com/watch?v=k59X_sDbLu8

MAKSIAT DAN PENYAKIT JIWA

Islam tidak memerintahkan perempuan menutup tubuhnya dengan goni dan matanya saja yang keluar! Apa gunanya membungkus badan dengan goni itu, padahal mata yang keluar sedikit itu penuh syahwat seakan-akan mengucapkan "pegang aku!" Di Timur, di negeri-negeri Islam, dan di Barat, di negeri-negeri Kristen, ada pakaian yang sopan dan bila dipakai oleh seorang perempuan timbullah rasa hormat kita!

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

Pesan Untuk Muslimah: Jika Kita Menjaga Hukum Allah, Allah akan Menjaga Kita | Ustadz Adi Hidayat

youtube.com/watch?v=GZrovda4tec

GERAK ILHAM

Pada akhir bulan November 1940 M, aku masih sempat menziarahinya (Haji Abdul Karim Amrullah) ke Sungai Batang. Wajahnya kelihatan muram. Dalam beberapa tabligh, beliau berfatwa dengan hati sedih, "Sejak mudaku, aku memberikan fatwa kepada Tuan-Tuan sampai uban telah tumbuh di kepalaku. Namun, Tuan-Tuan masih juga liar dari agama. Pemuda-pemuda masih banyak yang melalaikan agama. Perempuan telah banyak pula kembali mendurhakai suaminya. Adat jahiliyah masih ditimbul-timbulkan. Kalau aku tidak ada lagi di nagari ini, barulah nanti Tuan-Tuan tahu siapa sebenarnya aku ini. Waktu itulah, Tuan-Tuan akan meratapi kehilangan aku pada hari yang tidak ada faedah meratap lagi." Pada waktu itulah, beliau berpesan kepada Muhammadiyah, dengan perantaraanku (Hamka), yang mesti aku sampaikan sendiri kepada K.H. Mas Mansur, "Supaya Muhammadiyah tetap menegakkan Al-Qur'an dan Hadits. Jika Muhammadiyah masih tetap menegakkan itu, aku akan tetap membela sampai mati. Namun, jika Muhammadiyah telah mempergunakan ra'yi sendiri dalam hal agama, mulailah aku akan menjadi lawannya pula sampai mati."

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

PENDAHULUAN

Usul ke-15: Doa yang dikaitkan dengan tawasul kepada Allah SWT menggunakan perantaraan makhluk-Nya adalah perkara yang melibatkan perselisihan pendapat. Ia bersifat cabang. Masalah itu lebih kepada masalah dalam kaedah berdoa dan bukan dalam masalah akidah. 

(DR. YUSUF AL-QARADHAWI, Isu Akidah antara Salaf dan Khalaf, PTS Islamika Sdn. Bhd., 2014).

TAUHID

Bahwa kamu masih tetap mengakui bahwa Allah Ta'aala itu memang Ada dan memang Esa dan hanya Dia sendiri yang menciptakan alam ini. Dasar kepercayaan itu memang ada padamu, yang dinamai Tauhid Uluhiyah. Setelah akan memohonkan apa-apa, kamu tidak langsung memohon kepada-Nya lagi, tetapi pada yang lain atau meminta tolong pada yang lain itu supaya menyampaikannya kepada Allah. Walaupun mengakui Dia Yang Menciptakan alam, kamu campur-aduk dengan yang lain. Kamu tidak mempunyai Tauhid Rububiyah. Barangsiapa mempersekutukan-Nya dengan yang lain, akan tercelalah dia dengan terhina. Pengakuan bahwa hanya satu Tuhan, tiada berserikat dan bersekutu dengan yang lain, itulah yang dinamai Tauhid Rububiyah. Oleh sebab itu, cara beribadat kepada Allah, Allah itu sendirilah yang menentukan. Maka tidak pulalah sah ibadat kepada Allah yang hanya dikarang-karang sendiri. Untuk menunjukkan peribadatan kepada Allah Yang Maha Esa itulah, Dia mengutus rasul-rasul-Nya. Menyembah, beribadah dan memuji kepada Maha Esa itulah yang dinamai Tauhid Uluhiyah. Itulah pegangan pertama dalam hidup Muslim.

SESAT DAN BINGUNG

"Selamat sejahtera bagi kamu, wahai ahli kampung-kampung ini dan orang-orang yang beriman. Dan kami pun, in syaa Allah, akan menyusuli kamu. Kami mohonkan kepada Allah, untuk kami dan untuk kamu 'afiat." Sederhana sekali doa yang diajarkan Rasul saw. bila ziarah ke kuburan, walaupun kuburan kaum Muslimin yang biasa ataupun kuburan ulama besar. Pengakuan bahwa kita pun akan menuruti mereka pula, bila datang masanya. Dan kita mohon supaya kita dan mereka sama-sama diberi 'afiat. 'Afiat, terlepas dari bahaya menurut alamnya masing-masing. Malahan ziarah pada kuburan Rasulullah saw. dan Abu Bakar dan Umar di Madinah sendiri pun tidak ada suatu doa yang ma'tsur yang menyuruh kita meminta-minta apa kepada Allah dengan perantaraan beliau-beliau. Sedangkan membaca al-Faatihah, lalu pahala membaca itu dihadiahkan kepada si mati, pun tidak ada dianjurkan oleh Rasulullah saw., apatah lagi kata-kata lain, selain dari doa yang beliau ajarkan ini.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Pentolan PKS 'Gerilya' Makam Wali Songo, Ini Tujuannya

Dalam ziarah dan tahlil tersebut, selain bersama Gubernur Jawa Barat periode lalu Ahmad Heryawan dan Ketua Himpunan Da'i Muda Indonesia Habib Idrus Al-Jufri, juga didampingi oleh Penasehat FPI Jatim Habib Muhammad Idrus Al-Habsyi dan Habib Hasan bin Abdullah Assegaf serta Caleg DPR RI Ahmad Iqbal.

jawapos.com/politik/01209313/pentolan-pks-gerilya-makam-wali-songo-ini-tujuannya

MASYARAKAT ONTA DAN MASYARAKAT KAPAL UDARA

Tetapi apa yang kita 'cutat' dari Kalam Allah dan Sunnah Rasul ini? Bukan apinya, bukan nyalanya, bukan! Abunya, debunya, asapnya! Abunya yang berupa celak mata dan surban, abunya yang mencintai kemenyan dan tunggangan onta, abunya yang bersifat Islam-muluk dan Islam ibadat-zonder-takwa, abunya yang cuma tahu baca Fatihah dan tahlil saja, tetapi bukan apinya, yang menyala-nyala dari ujung zaman yang satu ke ujung zaman yang lain. Begitulah saya punya seruan dari Endeh.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Fraksi PKS Konsisten Kobarkan Semangat Proklamasi dan Perjuangan Bung Karno Pada Generasi Muda

fraksi.pks.id/2023/07/26/fraksi-pks-konsisten-kobarkan-semangat-proklamasi-dan-perjuangan-bung-karno-pada-generasi-muda

RENUNGAN BUDI

Umur badan terbatas. Umur batu nisan kadang-kadang lebih panjang dari umur badan, tetapi umur jasa dan kenangan lebih panjang dari umur batu nisan. Sebab itu Jalaluddin Rumi pernah mengatakan ketika orang minta izin kepadanya hendak membuatkan kubah pada kuburannya nanti apabila dia telah mati, "Tak usahlah nisan dan kubah pada kuburanku. Kalau hendak menziarahi aku, temuilah aku dalam hati orang yang mengenal ajaranku."

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

Anies Baswedan Ziarah ke Makam Ayah

"Suasana penuh kenangan itu terasa hidup tiap keliling Jogja, menjelajahi setiap sudutnya yang romantis dan nostalgis. Buat Abah, Al-Fatihah," demikian tutup Anies. [ary]

hnews.id/2022/11/17/anies-baswedan-ziarah-ke-makam-ayah

RENUNGAN BUDI

Di waktu saya masih muda dan semangat masih bergelora karena pendidikan agama yang dinamakan "paham kaum muda", kalau masuk ke rumah yang saya pandang berpaham "kaum tua", saya kurang senang melihat ayat-ayat Al-Qur'an dijadikan perhiasan dinding. Saya berkata dalam hati, apalah gunanya ayat Al-Qur'an dengan tulisan bagus itu digantungkan di dinding, kalau isinya tidak diamalkan. Apalagi Nabi Muhammad saw. tidak menggantungkan ayat-ayat itu. Tetapi setelah berlalu beberapa tahun, ayat-ayat suci itu sudah mulai tergeser atau diturunkan. Sebab ayah yang menggantungkan ayat-ayat itu telah meninggal dunia dan telah diganti oleh anak-anaknya dengan gambar-gambar bintang-bintang film. Sekarang mulailah saya meninjau kembali sikap saya sebagai kaum muda, apakah saya hanya akan melihat kitab-kitab lalu menyampaikan isi kitab itu untuk masyarakat atau saya akan melihat pula kitab kemasyarakatan lalu mengisinya dengan agama?

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

SEKALI LAGI, MASALAH JILBAB SUDAH SELESAI

Menyimak kritik-kritik yang komprehensif para ulama muda terhadap buku Quraish Shihab tersebut, maka dapat disimpulkan, bahwa sejatinya, batas-batas aurat wanita muslimah telah disepakati oleh para ulama. Bahwa, seluruh tubuh wanita adalah aurat, kecuali muka dan telapak tangan. Perbedaan terjadi dalam rinciannya, misalnya, soal cadar.

adianhusaini.id/detailpost/sekali-lagi-masalah-jilbab-sudah-selesai

MUNAFIK

Imam Malik pernah mengatakan, "Ulama itu adalah pelita dari zamannya." Tandanya, selain dari mengetahui ilmu-ilmu agama yang mendalam, ulama hendaklah pula tahu keadaan makaan (ruang) dan zamaan (waktu) sehingga dia tidak membeku (jumud). Karena dengan jumud dan beku, mereka tidak akan dapat memberikan tahkim yang jitu sebagai penerima waris dari Rasulullah saw. kepada masyarakat yang selalu berkembang.

GELAP SESUDAH TERANG

Kalau dia orang Islam, dia telah banyak mengenal Al-Qur'an dan telah tahu memperbedakan mana hadits yang shahih, mana yang dhaif dan mana yang maudhu' (palsu). Pendeknya, dia sudah terhitung ahli dalam ayat Allah. Akan tetapi, rupanya, semata-mata mengenal ayat-ayat Allah saja, kalau tidak pandai mengendalikan hawa nafsu maka pengetahuannya tentang ayat-ayat Allah itu satu waktu bisa tidak memberi faedah apa-apa, bahkan dia terlepas daripada ayat-ayat itu, tanggal atau ungkai atau copot dirinya dari ayat itu. Nabi disuruh menceritakan keadaan orang yang telah mengerti ayat-ayat Allah, fasih menyebut, tahu hukum halal dan hukum haram, tahu fiqih dan tahu tafsir, tetapi agama itu tidak ada dalam dirinya lagi. Allahu Akbar! Sebab akhlaknya telah rusak. Rupanya karena hawa nafsu, ayat-ayat yang telah diketahui itu tidak lagi membawa terang ke dalam jiwanya, melainkan membuat jadi gelap. Akhirnya dia pun menjadi anak buah pengikut Setan sehingga ayat-ayat yang dia kenal dan dia hafal itu bisa disalahgunakan. Dia pun bertambah lama bertambah sesat. Maka karena dia telah sesat, dipakainyalah ayat Al-Qur'an yang dia hafal itu untuk mempertahankan kesesatannya, dengan jalan yang salah. Dia masih hafal ayat-ayat dan hadits-hadits itu, tetapi ayat dan hadits sudah lama copot dari jiwanya, dan dia telah tinggal dalam keadaan telanjang. Na'udzubillah min dzalik. Kebenaran ayat-ayat Allah diketahui, tetapi diri sendiri mendapat kutuk daripadanya. Laksana anjing yang selalu kehausan, sebab nafsu tidak ada batasnya. Moga-moga dijauhkan Allah kutuk seperti ini dari kita sekalian. Aamiin!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

UMI PIPIK TAUSIAH DI MALAM TAHLILAN 40 HARIAN ALMH VANESSA ANGEL & ALM BIBI ARDIANSYAH

youtube.com/watch?v=zCVTcrGSuPs

PENDIRIAN YANG TEGAS

Memberikan hadiah pahala bacaan al-Faatihah atau surah Yaasiin dan sebagainya untuk orang yang telah mati, tidak ada gunanya. Apalagi Salafush Shalihin pun tidak pula meninggalkan contoh yang dapat ditiru dalam amalan seperti ini. Sekarang kebiasaan tambahan itu telah merata di mana-mana.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

UAS MARAH BESAR!! ARTIS WAHABI HIJRAH KEMARIN SORE SOK TANYA DALIL KIRIM FATIHAH TAKKAN SAMPAI

youtube.com/watch?v=hb6O5N5SvuU

KESIMPULAN

Sayyid Quthb akhirnya percaya bahwa kehidupan Islami sejati dan murni "sudah lama berakhir di seluruh dunia dan bahwa [keberadaan] Islam itu sendiri telah berhenti." Hamka jauh lebih positif, yang dia lihat di Indonesia adalah tumbuhnya komunitas umat lslam yang taat dan cerdas.

(James R. Rush, ADICERITA HAMKA: Visi Islam Sang Penulis Besar untuk Indonesia Modern, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Cet.1, 2017).

THAGHUT

Orang yang kafir itu, pemimpinnya ialah Thaghut, yaitu segala kekuasaan yang bersifat merampas hak Allah, yang tidak menghargai nilai hukum Ilahi. Thaghut itu pemimpin mereka, keluar dari tempat yang terang benderang bercahaya akan dibawa ke tempat yang gelap gulita dan mereka jadi ahli neraka dan kekal di dalamnya. Kalau orang yang beriman, dia berjuang ialah pada jalan Allah. Tetapi orang-orang yang kafir berjuangnya ialah pada jalan Thaghut. Pada lanjutan ayat diperintahkan kepada orang yang beriman, hendaklah perangi wali-wali Setan itu.

YANG MATI HIDUP KEMBALI

Ahli-ahli tafsir sependapat bahwa yang dituju dengan orang yang hidup dalam kegelapan ini, dan tidak mendapat jalan keluar, ialah Abu Jahal. Susah jugalah hidupnya, orang yang laksana mati karena tidak mendapat cahaya itu. Mereka berkeliling-keliling di sekitar tempat yang gelap itu saja, tidak mendapat jalan keluar, sedang mereka tidak sadar bahwa mereka hidup dalam gelap, yang sama artinya dengan maut. Dan, wajah orang yang begini pun gelap terus.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SAMBUTAN SEBAGAI KETUA MAJELIS ULAMA INDONESIA 27 JULI 1975

Tidak Saudara! Ulama sejati tidaklah dapat dibeli, sebab sayang sekali ulama telah lama terjual, pembelinya ialah Allah, "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang yang beriman harta bendanya dan jiwa raganya dan akan dibayar dengan surga." Di sekeliling dirinya telah ditempelkan kertas putih bertuliskan: "Telah Terjual". Barang yang telah terjual, tidak dapat dijual dua kali.

(Rusydi Hamka, PRIBADI DAN MARTABAT BUYA HAMKA, Penerbit Noura, Cet.I, 2017).

Negeri yang Berisik dan Penguasa yang Sirik

Selama menemani kegiatan risetnya di Jawa, saya banyak berbincang dengannya tentang Indonesia. Jamie kemudian menjadi seorang Indonesianis dengan menulis sejumlah buku dan artikel jurnal tentang Indonesia. Salah satu pertanyaan penting yang saya ajukan kepadanya adalah "Apa kesan Anda tentang Indonesia?" Jawabnya: "Indonesia negeri yang berisik." Berisik di sini dalam arti fisik oleh akibat interseksi suara-suara yang keras. Kesannya itu kemudian saya bahas dalam sebuah artikel di Suara Merdeka dengan judul "Negeri yang Berisik". Dalam tulisan itu, saya menyinggung tentang "peran" masjid dan musolla dalam ikut membuat berisik negeri. Tentang pengeras suara masjid dan musala yang dipakai overload tanpa mengindahkan kepentingan jamaah sendiri di lingkungannya. Betapa susahnya menangkap suara telepon ketika ditingkahi suara keras kaset dari speaker masjid. Harus bicara berteriak-teriak dengan tamu saat zikir atau puji-pujian di masjid sebelah menggunakan pengeras suara luar.

panturapost.com/negeri-yang-berisik-dan-penguasa-yang-sirik

PENGARANG

Dia menjadi pembela orang yang teraniaya, penanya menghilangkan perasaan putus asa, halaman surat kabarnya, atau halaman bukunya berisi tuntunan kepada kebenaran. Dibelanya kebenaran itu dari segala gangguan.

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

Jejak Partai Masyumi, Kisah Manis Bersatunya Kelompok Islam dalam Politik

goodnewsfromindonesia.id/2021/11/08/jejak-partai-masyumi-kisah-manis-bersatunya-kelompok-islam-dalam-politik

ABA, CAHAYA KELUARGA

Natsir pun menegur para pelajar yang dinilainya cenderung meremehkan orang Islam tak berjilbab. Nur Nahar seperti laiknya orang Melayu dan umumnya warga Masyumi. Sehari-hari dia tampil berkebaya panjang atau baju kurung tanpa kerudung.

(NATSIR, Politik Santun Di Antara Dua Rezim, Tempo Publishing - Gramedia, Cet.1, 2017).

Muhammad Natsir dalam Kenangan Perjuangan, Kabar Wafatnya Terasa Lebih Dahsyat dari Bom Atom Hiroshima

suaramuhammadiyah.id/2021/12/05/muhammad-natsir-dalam-kenangan-perjuangan

KONSEP PENDIDIKAN INTEGRAL

Sekeluarnya dari tahanan Orde Lama, Tahun 1966, M. Natsir mendapat tawaran hadiah dari Raja Faisal. Oleh M. Natsir, tawaran hadiah itu dialihkan dalam bentuk pemberian beasiswa kepada mahasiswa Indonesia untuk mengambil kuliah pada sejumlah universitas di Arab Saudi. Selain itu, Dewan Dakwah juga menjadi salah satu lembaga pemberi rekomendasi kepada para mahasiswa Indonesia yang akan kuliah di luar negeri, khususnya di dunia Islam. Mohammad Natsir pun melakukan penggalangan dana untuk memberi beasiswa kepada ratusan mahasiswa untuk melanjutkan program pendidikan ke jenjang S-2 dan S-3 pada berbagai kampus di luar negeri. Pada era 1980-an pula, M. Natsir memelopori terbentuknya pesantren-pesantren mahasiswa di sekitar kampus-kampus terkenal di Indonesia, seperti ITB, UGM dan IPB. Di bidang pemikiran, Tahun 1991, M. Natsir menerima gelar doktor honoris causa dari Universiti Kebangsaan Malaysia.14

14) Tentang peran M. Natsir dalam pembentukan intelektual Muslim di Indonesia, silakan lihat Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad Ke-20, (Bandung: Mizan, 2005). Dalam rangka melanjutkan usaha-usaha M. Natsir membentuk kader-kader ulama dan cendekiawan. Sejak Tahun 2007, DDII juga melaksanakan program kaderisasi 1.000 ulama. Tujuannya adalah melahirkan ribuan cendekiawan dan ulama yang andal untuk menghadapi tantangan dakwah pada masa yang akan datang.

(Pemikiran & Perjuangan M. NATSIR & HAMKA dalam Pendidikan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2020).

Benarkah Belajar kepada 1 Habib Bodoh lebih Bagus dari 70 Kyai Alim? Ini Jawaban Buya Yahya

youtube.com/watch?v=wx4ccyNPREQ

PERTOLONGAN TUHAN

Ketika aku (Hamka) menziarahi beliau pada Tahun 1944 M, kami diundang menghadiri perjamuan pernikahan Husain Bafagih -- pemimpin PAI yang terkenal, sahabat karib dari A.R. Baswedan, dan ipar dari Asa Bafagih. Ketika itu, Habib Ali al-Habsyi membacakan doa. Diangkatnya tangannya tinggi-tinggi mendoakan, "Ya Tuhan, berikanlah kemenangan yang akhir bagi Kerajaan Dai Nipon." Ketika akan pulang, beliau berkata kepadaku, "Bagaimanalah perasaan hatinya ketika berdoa itu." Beliau menggeleng-gelengkan kepala, "Hanya satu ulama yang aku hormati di tanah Jawa ini," kata beliau, "yang teguh pendiriannya dan kuat imannya. Sayang, dia telah mati." "Siapa?" tanyaku, "Syekh Ahmad Surkati itu memang ulama." "Jangan Abuya katakan syekh, orang al-Irsyad keberatan. Mereka mengucapkannya Sayyid Ahmad Surkati," jawabku sambil tertawa. "Lebih pantas beliau bergelar syekh karena bagi orang alim besar sebagaimana beliau, titel syekh lebih mulia dan tinggi daripada sayyid," katanya. Pujian kepada Syekh Ahmad Surkati itu hampir setiap hari diulang beliau.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Sebut Pengosongan Rumahnya Cacat Hukum, Guruh Soekarnoputra: Ada Mafia Tanah dan Peradilan

"Jadi momentum ini saya harapkan untuk kita bersama-sama memberantas sampai ke akar-akarnya segala mafia yang berada di negara ini supaya bisa tetap mencapai kemajuan, menjadi negara sesuai cita-cita pendiri bangsa, Bung Karno," tutur dia.

news.republika.co.id/berita/ryszh9436/sebut-pengosongan-rumahnya-cacat-hukum-guruh-soekarnoputra-ada-mafia-tanah-dan-peradilan

ISLAM SONTOLOYO

Tahukah Tuan caranya tukang riba itu menghalalkan ia punya pekerjaan -- riba? Tuan mau pinjam uang daripadanya f100, dan sanggup bayar habis bulan f120. Ia mengambil sehelai kain, atau sebuah kursi, atau sebuah cincin, ataupun sebuah batu, dan ia jual barang itu "op crediet" kepada Tuan dengan harga f120, "Tidak usah bayar kontan, habis bulan saja bayar f120 -- itu". Itu kain atau kursi atau cincin atau batu kini sudah menjadi milik Tuan karena sudah Tuan beli, walaupun "op crediet". Lantas ia beli kembali barang itu dari Tuan dengan harga kontan f100. Accoord? Nah, inilah Tuan terima uang pembelian kontan yang f100, itu. Asal Tuan jangan lupa: habis bulan Tuan bayar Tuan punya utang kredit yang f120 -- itu! Simple comme bonjour! -- kata orang Prancis. Artinya: Bukan! Ini bukan riba, tidak ada yang lebih mudah dari ini, ini bukan merentenkan uang, ini dagang, jual beli, halal, sah, tidak dilarang oleh agama! Benar, ini sah, ini halal, tapi halalnya Islam Sontoloyo!

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Hukum Riba, Bunga Bank, Kredit: Mulai Syekh Utsaimin Hingga Syekh Ali Jum'ah | Dakwah Reaction

youtube.com/watch?v=KTVqPOU7DgE

RIBA

"Orang-orang yang memakan riba itu tidaklah akan berdiri, melainkan sebagaimana berdirinya orang yang diharu biru Setan dengan tamparan. Menjadi demikian karena sesungguhnya mereka berkata, 'Tidak lain perdagangan itu hanyalah seperti riba juga.' Sedang Allah telah menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba. Lantaran itu, barangsiapa yang telah kedatangan pengajaran dari Tuhannya lalu dia berhenti maka baginyalah apa yang telah berlalu, dan perkaranya terserahlah kepada Allah, akan tetapi barangsiapa yang kembali (lagi) maka mereka itu menjadi ahli neraka mereka akan kekal di dalamnya." (al-Baqarah: 275).

Umar bin Khaththab tatkala beliau menjadi khalifah pernah berkata, "Sesungguhnya, Al-Qur'an yang terakhir sekali turunnya ialah ayat riba. Dan, Rasulullah saw. telah wafat, padahal belum seluruhnya beliau terangkan kepada kita. Oleh sebab itu, tinggalkanlah mana yang menimbulkan keraguan di dalam hati kamu dan pilihlah apa-apa yang tidak menimbulkan keraguan!"

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Nasehat Aman Abdurrahman Terbaru 2022 Kepada Para Teroris yang Salah Jalan

youtube.com/watch?v=kZRXl_Z2Beo

RIBA

"Wahai orang-orang yang beriman! Takwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa dari riba itu, jikalau benar-benar kamu orang-orang yang beriman. Akan tetapi, jika tidak kamu kerjakan begitu maka terimalah satu pernyataan perang dari Allah dan Rasul-Nya ..." (al-Baqarah: 278-279).

Artinya, kamu telah mengaku beriman, padahal makan riba masih diteruskan juga, "Maka terimalah pernyataan perang dari Allah dan Rasul-Nya." Inilah suatu peringatan yang amat keras, yang dalam bahasa kita zaman sekarang bisa disebut ultimatum dari Allah. Menurut penyelidikan kami, tidak terdapat dosa lain yang mendapat peringatan sekeras ancaman terhadap meneruskan riba ini. Disini diterangkan bahwa meneruskan hidup dengan riba setelah menjadi orang Islam berarti memaklumkan perang kepada Allah dan Rasul.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Nasihat Buya Hamka kepada Seorang Suami untuk Bersikap Baik Kepada Istri

Dia merasa saat hendak melakukan "hubungan" layaknya suami istri dengannya, dialah yang selalu harus mendahulunya. Waktu itu, Buya sudah hidup sendiri, sang istri telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Buya lalu meminta kepada perempuan tersebut agar suaminya datang langsung ke Buya. Dan beberapa hari kemudian suami dari perempuan tersebut datang sendiri menemui Buya. Kepada laki-laki itu, Buya berpesan singkat, "Janganlah Anda menjadi kewanita-wanitaan. Jadilah seorang laki-laki. Lihatlah ayam jantan, dia kejar ayam betina sampai ke atas genting sekalipun. Itulah kejantanan…" pesan Buya. Si suami itu tersentak. Dia terkejut saat Buya menyampaikan pesan yang singkat namun langsung menghujam dalam di lubuk hatinya. Jiwa kejantanannya sebagai lelaki seperti sedang dilecut oleh Buya. Dia paham sekali maksud perkataan Buya. Pertemuan singkat itu berakhir dengan si suami meinta izin pamit kepada Buya. Kali ini keduanya berjabat tangan sambil tersenyum.

chanelmuslim.com/kisah/nasihat-buya-hamka-kepada-seorang-suami-untuk-bersikap-baik-kepada-istri

ME"MUDA"KAN PENGERTIAN ISLAM

Kelaki-lakian, yang termaktub di dalam sumbernya seorang Ikhwan Ibn Saud pula, yang tatkala Germanus menanya kepadanya, apakah pedang saja sudah cukup buat menolak bom dan meriam, menjawab: "Di dalam pedang ini berdiam Allah. Kalau Dia mau, maka Dia akan membinasakan kaum kafir dengan meriam-meriamnya dan bom-bomnya itu."

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Masih Tertinggi di Dunia, Pemerintah Terus Akselerasi Eliminasi Tuberkulosis

TBC merupakan penyakit menular pernapasan yang mirip Covid-19 dan kematian per tahunnya lebih tinggi dari Covid-19. Kasus kematian akibat TBC per tahun mencapai 200.000 atau lebih tinggi dari kematian akibat Covid-19.

kompas.id/baca/humaniora/2023/07/18/tbc-di-indonesia-tertinggi-kedua-di-dunia-pemerintah-terus-akselerasi-eliminasi-tuberkulosis

POLAH "MANTRI" MALIK

Keheranan kali ini ditimbulkan oleh sikap sang abuyanya sendiri. Awalnya Malik mendapati kesedihan seorang ibu yang ditinggal pergi anak tunggalnya ke hadapan Ilahi. Iba melihat ibu yang berduka cita itu, Malik bocah menghubungi kawan-kawan permainannya. Malik memang figur pengepala yang tak sungkan buat diikuti. Dibuatlah sebuah misi: menghibur keluarga yang tengah lara itu. Alhasil, saban malam, Malik dan kawan-kawannya mengaji di rumah ibu itu. Tiga hari misi itu berjalan, Haji Rasul tahu. Dilarangnya Malik untuk pergi ke rumah itu. Yang belum dipahami Malik bocah, ayahnya merupakan penentang keras acara berkumpul-kumpul di rumah orang yang tengah ditimpa kematian salah satu anggota keluarganya, dengan alasan termasuk larangan meratapi almarhum.

(Yusuf Maulana, Buya HAMKA Ulama Umat Teladan Rakyat, Penerbit Pro-U Media, 2018).

SOMBONG KEPADA ORANG SOMBONG SEDEKAH | PROF. H. ABDUL SOMAD, Lc., D.E.S.A., Ph.D

youtube.com/watch?v=iaq7UHtzYW8

PERTANYAAN

Kebanyakan pemuda yang mendapat didikan Barat, apabila mereka mendengarkan soal-soal yang berhubung dengan agama, mereka senantiasa meminta dalil yang tepat, alasan yang kuat, yang mampu masuk ke dalam akalnya. Oleh sebab saya sendiri masuk golongan itu maka saya ingin mendapat keterangan dari Tuan. Bagaimanakah mestinya kami, pemuda-pemuda didikan Barat, mempelajari agama Islam, sejak dari awalnya benar sehingga akan memberikan kepuasan lahir dan batin kepada kami? Haraplah Tuan tunjukkan jalan-jalan supaya kami pemuda-pemuda didikan Barat jangan bertambah dekat juga ke jurang kesesatan.

JAWABAN

Sebelum belajar, haruslah ada niat dari rumah, benar hendak menambah pengetahuan, dan pengetahuan yang akan membawa kepada iman. Jangan semata-mata karena hendak tahu atau hendak menguji kepandaian guru dalam-dangkal ilmunya. Kalau ada dasar niat yang demikian dari rumah, walaupun ilmu tentang agama bertambah-tambah, belum perasaan agama itu akan masuk meresap ke dalam jiwa. Perhatikanlah puluhan dan ratusan kaum orientalis bangsa Barat yang datang ke tanah-tanah Timur, terutama ke tanah Arab, hendak menambah pengetahuannya tentang agama Islam, sampai diangkutnya beratus-ratus jilid kitab Arab ke tanah airnya, dimasukkannya ke dalam museum yang besar-besar sehingga orang Islam sendiri di dalam negerinya tidaklah ada menaruh kitab selengkap itu. Kadang-kadang pengetahuan mereka lebih luas daripada pengetahuan ulama Islam sendiri, kitabnya lebih lengkap, penelitiannya lebih dalam, tetapi adakah mereka menjadi Mukmin? Tidak. Sekali lagi, tidak! Sebab dari awal, bukan niat hendak menambah iman itu maksudnya, tetapi semata-mata mau tahu! Tahulah ia, tetapi hanya sekadar tahu. Sebab itu tegakkanlah niat terlebih dahulu, niat hendak menjadi orang Islam. Kosongkan hati dari rasa bangga akan ilmu yang telah didapat, ketahui bahwa otak atau akal Tuan itu belum dapat dipercayai akan berpendapat benar selalu. Ketahui pula bahwa setinggi-tinggi wetenschap yang Tuan dapat, ataupun yang didapat oleh ahlinya sekalipun, masih tetap belum sampai ke ujung perjalanannya. Einstein masih tetap berkata, "Menurut kira-kira saya." Pickard masih tetap berkata, "Barangkali demikian", tidak seorang jua pun yang berkata, "Pendapat saya inilah yang betul." Cuma si muqallid, si pak turut, yang menjadi ekor yang paling ekor dari profesor, itulah yang tidak mau mengubah pendirian.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

ANDAI KAU MASIH ADA
Oleh: Ratih Sanggarwati

Andai kau masih ada, Buya
Kau kan bersedih melihat para ibu itu tak mau mengajarkan
Jangankan mengaji, Buya
Mengajarkan sopan santun saja mereka tak mampu
Oh bukan Buya, bukan tak mampu, tapi mereka tak mau

Jakarta, 08 April 2008

(Irfan Hamka, Ayah..., Republika Penerbit, Cet.XII, 2016).

Menilik Alasan yang Bikin PDI-P Sulit "Merahkan" Sumatera Barat

Menurut Gusti, peristiwa lain yang membuat masyarakat Sumatera Barat enggan mendukung PDI-P adalah saat Soekarno memenjarakan ulama H. Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka akibat delik subversif pada 1964 sampai 1966. Penyebabnya adalah Buya Hamka dituduh hendak menghabisi Soekarno. Dia kemudian ditangkap dan dijebloskan ke penjara tanpa melalui pengadilan. Selain itu, buku-buku karya Buya Hamka juga sempat dilarang terbit ataupun beredar. Namun, Soekarno sempat menitipkan pesan supaya Hamka mau memimpin salat jenazah jika dia wafat kelak. Hamka kemudian mengabulkan permintaan Soekarno menjadi imam salat jenazah.

nasional.kompas.com/read/2023/07/05/13412891/menilik-alasan-yang-bikin-pdi-p-sulit-merahkan-sumatera-barat

PRIBADI DAN MARTABAT BUYA HAMKA

Setelah meninggalnya Soekarno, tidak pernah saya dengar Ayah mencela kehidupan Soekarno. Seolah-olah dia benar-benar telah lupa bahwa Soekarnolah yang menangkapnya berdasarkan undang-undang anti subversi yang terkenal dengan nama Penpres No. 11 itu. Dan bukan cuma kepada Soekarno, terhadap pendukung Soekarno yang menjebloskannya ke dalam tahanan, dia bisa bersikap baik sampai akhir hayatnya.

(Rusydi Hamka, PRIBADI DAN MARTABAT BUYA HAMKA, Penerbit Noura, Cet.I, 2017).

Islam Berhasil Mendamaikan Konflik antara Pram dan Hamka

Pram mengatakan, "Karena saya tidak mendidik anak saya, justru ibunya yang mendidik menjadi muslimah yang baik. Masalah perbedaan dengan HAMKA, tetap. Tapi di Indonesia, Buya HAMKA yang paling mantap membahas tauhid. Belajar Islam, ya belajar tauhid. Saya lebih mantap mengirim calon menantu saya belajar agama dan masuk Islam kepada HAMKA".

ibtimes.id/islam-berhasil-mendamaikan-konflik-antara-pram-dan-hamka

Fakta Syarifah Najwa Shihab, Putri Habib Rizieq yang Jadi Sorotan

youtube.com/watch?v=pezFjY1gxG8

ENAM PERTANYAAN DARI PONTIANAK

Tradisi mempertahankan keturunan itu sudah goyah dan ada yang telah hancur karena dinding-dinding (hijab) yang lama telah rombak. Gadis-gadis keturunan Syarifah sudah selalu dilihat di tempat umum. Mereka dilihat orang dan melihat orang, maka tidaklah jarang kejadian mereka "kawin lari" dengan tidak seizin orang tuanya, dengan pemuda pilihannya, sehingga tidak ada lagi kompromi orang tua dan anak, soal agama atau budi pekerti tidak diingat lagi. Orang-orang keturunan Alawiy yang berpikiran maju telah banyak yang meninggalkan tradisi yang tidak dapat dipertahankan lagi itu. Sahabat saya, Hamid al-Qadriy di Jakarta menantunya yang pertama untuk anak perempuannya (Syarifah) bukan lagi dari bangsa Alawiy, meskipun keturunan Arab juga, yaitu dari keluarga Makarim. Bahkan menantunya yang kedua dari bangsa Indonesia suku Jawa. Syarifah Albar di Menteng Jakarta, kawin dengan Allahuyarham Jamaluddin Malik, orang Indonesia, dari Minangkabau. Kalau dalam cabang atas adalah Tuanku Abdurrahman Putra al-Haj, bekas Perdana Menteri Malaysia, istri beliau adalah Syarifah dari Kedah. Apakah dengan demikian, adat-istiadat telah rombak? Tidak rombak. Asal saja diambil pegangan sabda Nabi yang kita salinkan tadi, yaitu jika yang meminang itu orang yang disukai keagamaannya dan budi pekertinya, itulah ambil jadi menantu. Kalau agamanya tidak berketentuan, dan akhlaknya buruk, walaupun ia syarif, amatlah rugi menerima orang seperti itu. Namun, kalau ia beragama, berbudi baik, keturunan syarif dan sayyid pula, itulah yang paling ideal. Amalan pada zaman Nabi adalah sebagai berikut. a. Nabi sendiri pernah mengawinkan bekas budaknya, Zaid bin Haritsah dengan Zainab binti Jahsy. Zainab dari Quraisy, Bani Hasyim. Zaid dari budak. Meskipun kemudian mereka bercerai, karena Zainab tidak suka, lalu Nabi sendiri kawin dengan Zainab, berarti bahwa pernah kejadian Nabi mengawinkan Syarifah dengan bekas budak. b. Abu Huzaifah pernah mengawinkan Salim bekas budaknya yang dimerdekakannya dengan anak perempuan saudaranya al-Walid bin 'Utbah. Salim itu terkenal teguh agamanya dan mulia budinya, sehingga pernah disebut-sebut oleh Sayidina Umar, "Jika Salim Maula Abu Huzaifah masih hidup, tentu ia akan kucalonkan jadi penggantiku." c. Abdurrahman bin 'Auf, Quraisy sejati, satu di antara 10 sahabat Rasulullah yang dijanjikan masuk surga, turut dalam Peperangan Badar. Saudara perempuannya dikawinkannya dengan Bilal, muazin Rasulullah. Bilal adalah bekas budak yang dimerdekakan oleh Abu Bakar. Oleh sebab itu, dapat diambil kesimpulan bahwa kekerasan mempertahankan Syarifah di Pontianak itu sudah mulai goyah, karena feodal kerajaan untuk pertahanan selama ini sudah tidak ada lagi. Perkawinan di antara laki-laki beragama berbudi dan istrinya bangsa Syarifah, In syaa Allah akan diberkati oleh Rasulullah dan direstui. Namun, kalau suami itu buruk agamanya, rendah budinya, walaupun ia bangsa Syarif, teranglah tidak akan direstui oleh Rasulullah.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

KHILAFIYAH

Jika kami hendak dikatakan salah karena kami yang mula-mula membuka mata, yang mula-mula menerangkan isi kitab yang tersembunyi misalnya sejak 1.000 tahun dahulu telah tertulis dalam kitab-kitab termasuklah kitab-kitab dalam mazhab Syafi'i bahwa ada ulama yang menyatakan lafaz "usalli" pada permulaan takbiratulihram bukanlah berasal daripada Nabi Muhammad saw. Tidak pula daripada sahabat-sahabat, tidak daripada tabi'in dan tidak daripada keempat-empat ulama ikutan kita yaitu Imam Malik, Abu Hanifah, Muhammad bin Idris Syafi'i dan Ahmad bin Hanbal. Padahal yang diajarkan sejak dahulu ialah melafazkan kalimah "usalli". Maka pada Tahun 1911, dibahaskan hal itu oleh Syeikh Abdul Karim Amrullah dalam bukunya al-Fawaidul Aliyah. Dibahaskan seperti biasa saja. Lalu ulama yang lain terkejut. Ada yang menentang sebab orang awam telah biasa memakai "usalli". Kemudian ada yang marah karena nash keterangan itu diambilnya pula daripada kitab Zaadul Ma'ad karangan Ibnul Qayyim yang bermazhab Hanbali dan ada pula yang lebih marah lalu memaki-maki dan mencarut-carut mengatakan, Haji Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) telah keluar daripada mazhab! Bahkan ada yang gelap mata lalu menuduh beliau itu Muktazilah dan Wahabi! Lantaran tuduhan Wahabi ialah tuduhan berupa penghinaan pada Tahun 1911, Haji Abdul Karim pun marah. Orang membidas dia pun membidas, orang kasar dia pun kasar. Maka berpindahlah hal itu kepada orang awam yang tidak mengerti persoalan, lalu berpecahlah umat! Lama-kelamaan bertambah banyak pula yang shalat tidak memakai lafaz "usalli" karena bertambah banyak yang pandai membaca kitab-kitab Arab. Pada sekitar Tahun 1930, terjadi pula heboh besar dalam kalangan orang Arab Indonesia mengenai perkara memakai gelaran "al-sayyid". Kaum muda orang Arab yaitu al-Irsyad menganjurkan gelaran itu dipakaikan juga pada orang Arab yang bukan keturunan al-Ba'alwi. Maka tumbuhlah ribut sampai ada pihak yang memohon perlindungan daripada penjajah Belanda supaya dilarang memakai gelaran itu selain keturunan al-Ba'alwi saja. Namun, orang al-Irsyad berkeras kepala memakai juga gelaran itu misalnya al-Sayyid Umar Hubeis, al-Sayyid Abdullah Banjuri dan al-Sayyid Muhammad bin Talib! Maka terjadilah pertumpahan darah di Bondowoso, Jawa Timur. Pemerintah Belanda insaf bahwa hal ihwal itu tidak boleh dicampurinya. Pada waktu itu ada juga terdengar fatwa bahwa barangsiapa yang memakai gelaran "al-sayyid" tetapi dia bukan keturunan Sayidina Hussain, haramlah hukumnya. Barangkali ada juga yang berfatwa, kafirlah hukumnya. Sebab ada hadits Nabi saw. mengatakan bahwa Sayidina Hussain bin Ali bin Abi Talib radhiyallahu anhu ialah "sayyid syabab ahlul jannah" oleh karena Sayidina Hussain telah dijanjikan Rasulullah jadi sayyid di syurga maka hanya anak cucunya saja yang berhak memakai gelaran sayyid di dunia! Dan barangsiapa yang tidak berfikir begitu ialah Wahabi!

(BUYA HAMKA, TEGURAN SUCI DAN JUJUR TERHADAP MUFTI JOHOR, JT Books PLT Malaysia, Cet. II, 2021).

Orang yang Lebih Bodoh dari Keledai

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Salah satu kelebihan keledai -padahal ia adalah hewan paling pandir- bahwasanya seseorang berjalan membawanya ke rumahnya dari tempat yang jauh dalam kegelapan malam, maka keledai itu bisa mengenal rumah tersebut. Apabila dilepaskan (dalam kegelapan) dia bisa pulang kerumah tersebut, serta mampu membedakan antara suara yang memerintahkannya berhenti dan yang memerintahkan berjalan. Maka barangsiapa yang tidak mengenal jalan kerumahnya -yaitu surga- dia lebih pandir dari pada keledai." (Syifaul 'Aliil: 1/74).

kisahmuslim.com/287-orang-yang-lebih-bodoh-dari-keledai.html

Pendapat Para Pendiri Bangsa Terkait Isi Mukadimah: Ketuhanan, dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya

bobo.grid.id/read/083445110/pendapat-para-pendiri-bangsa-terkait-isi-mukadimah-ketuhanan-dengan-kewajiban-menjalankan-syariat-islam-bagi-pemeluk-pemeluknya

ISLAM SONTOLOYO

Kita cakap mengaji Al-Qur'an seperti orang mahaguru di Mesir, kita kenal isinya kitab-kitab fiqh seperti seorang advokat kenal isinya ia punya kitab hukum pidana dan hukum perdata, kita mengetahui tiap-tiap perintah agama dan tiap-tiap larangan agama sampai yang sekecil-kecilnya pun juga, tetapi kita tidak mengetahui betapa caranya Nabi, sahabat-sahabat, tabi'in-tabi'in, khalifah-khalifah mentanfidz-kan perintah-perintah dan larangan-larangan itu di dalam urusan sehari-hari dan di dalam urusannya negara ... Janganlah kita kira diri kita sudah mukmin tetapi hendaklah kita insaf, bahwa banyak di kalangan kita yang Islamnya masih Islam sontoloyo!

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

POLEMIK WAHABI SEMAKIN JADI, FITNAH KEJI HINGGA BID'AH SANA-SINI

youtube.com/watch?v=nPcXXlrmSjM

RENUNGAN BUDI

Imam Hambali dipaksa oleh al-Muktasin menganut paham yang telah diindoktrinasikan sejak zaman Khalifah al-Ma'mun yaitu Al-Qur'an ialah Kalamullah. Menurut beliau, kalau sudah sampai Al-Qur'an itu diperbincangkan, apakah dia qadim atau makhluk, adalah alamat bahwa pokok-pokok ajaran agama sudah mulai difilsafatkan. Dan beliau sekali-sekali tidak mau kalau pokok-pokok ajaran agama itu dicampuri oleh pikiran falsafah. Beliau dipaksa mengubah pendirian itu namun beliau berkeras tidak mau. Sampai beliau dimasukkan ke dalam penjara, namun penjara tidak dapat mengubah pendiriannya. Beliau dipukuli sampai berdarah-darah, namun pendirian itu tidak dapat juga diubah. Akhirnya kerajaanlah yang mengalah sebab walaupun beliau dibunuh namun pendirian yang telah dipilih tidaklah akan berubah karena orangnya dibunuh. Sebab itu, menuntut ilmu pengetahuan betapapun luasnya tidaklah akan berfaedah kalau tidak mempertinggi nilai pribadi.

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

KATA PENGANTAR

Mantan Menteri Agama RI di era Orde Baru, dr. Tarmizi Taher mengatakan bahwa, pada saat itu dirinya masih berusia muda, tapi sudah memiliki hubungan yang dekat dengan Buya HAMKA. Saat itu dr. Tarmizi Taher menghadap Buya HAMKA dan menanyakan alasan mundur dari MUI. Menanggapi pertanyaan itu, Buya HAMKA menjawab, "Tarmizi, Ulama itu tidak boleh dipaksa-paksa. Ulama itu yang justru dengan ilmu dan ijtihad-nya yang harus memaksa umat yang salah agar bersedia mengakui kesalahannya dan kembali pada jalan yang benar." (Ahmad Syafii Maarif).

(Haidar Musyafa, BUYA HAMKA SEBUAH NOVEL BIOGRAFI, Penerbit Imania, Cet. I, 2018).

Memahami Hadis 'Sampaikanlah Walau Satu Ayat', Baca Ini Wahai Sahabat Hijrah

Fenomena ini sangat banyak dikalangan orang hijrah yang hanya bermodal ketenaran sebagai public figure. Tuduhan kepada Ulama mapan sebagai tukang taqlid yang harus diperangi, sementara dirinya justru termasuk jagoan taqlid nomor wahid.

pecihitam.org/sampaikanlah-walau-satu-ayat

BENTUK PAKAIAN

Sumber hukum agama Islam, baik Al-Qur'an maupun Sunnah Nabi atau pendapat ulama-ulama yang besar-besar tidak menunjukkan bentuk apa yang mesti dipakai. Sebab bentuk pakaian itu telah termasuk kebudayaan. Rok cara Barat itu banyak yang sopan, menutup aurat, dipakai oleh perempuan yang berkesopanan tinggi, seperti pakaian Ratu Inggris. Ada pula rok yang tabarruj, seperti rok mini, you can see, paha sebagian besar terbuka, dada sebagian besar terekspos, punggung sebagian besar terpampang, yang maksudnya itu tidak lain adalah untuk menarik nafsu laki-laki. Pakaian asli kita pun ada yang sopan. Kaum Aisyiyah di Jawa, pakaian Ibu Rahmah El-Yunusiyah di Sumatera, Kudung dan Mukena. Ibu-ibu Muslimat banyak yang sopan sebab hati dan pemakaiannya pun dipenuhi iman dan kesopanan. Ada baju cara Sunda dan Jawa, baju kurung cara Minang (di Jawa dinamakan Minangan) dan ada kebaya panjang cara Medan. Semuanya sopan karena beriman pemakaiannya. Namun, ada pula pakaian itu yang tabarruj, kebaya pendek disimbahkan dadanya sedikit karena dengan sengaja hendak memperlihatkan bagian dada, apalagi ketika dibawa menekur. Saya pun melihat rok atau gaun yang sopan seperti yang dipakai oleh Ratu Inggris dan Ratu Yuliana ketika beliau ziarah ke Indonesia dan saya pun banyak melihat kebaya yang sengaja dibikin hingga bagian dada dipamerkan. Rok Ratu Inggris dan Ratu Yuliana yang begitu tidak terlarang dalam Islam, sedangkan kebaya yang memamerkan bagian dada itu tercela oleh Islam. Bapak mengerti perubahan zaman. Namun agama Islam tidaklah berubah. Dia tetap pada prinsipnya "jagalah Kesopanan" dan janganlah Tabarruj! Sekian jawaban Bapak. Bapak berikan agak panjang supaya berfaedah juga bagi yang lain.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Disinilah terasa beratnya memikul tugas menjadi ulama dalam Islam. Yakni di samping memperdalam pengetahuan tentang hakikat hukum, memperluas ijtihad, hendaklah pula ulama kita meniru meneladani ulama pelopor zaman dahulu itu, sebagai Imam Malik, Abu Hanifah, asy-Syafi'i dan Ahmad bin Hambal dan lain-lain, yaitu keteguhan pribadi dan kekuatan iman, sehingga di dalam menegakkan hukum mereka itu tidak dapat dipengaruhi oleh harta-benda dan tidak sampai mereka mengubah-ubah makna dan maksud ayat, karena tenggang-menenggang atau ketakutan, walaupun untuk itu diri-diri beliau kerapkali menderita. Itulah ulama Islam, bukan ulama Yahudi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MEMINTA PERTOLONGAN KEPADA BENDA

Dalam seluruh kehidupan kita ini beribu-ribu benda kita pergunakan. Misalnya gelas untuk minum, piring untuk makan, kapal untuk berlayar, kapal terbang untuk terbang, dan sebagainya. Tidak seorang pun yang berkata bahwa itu meminta tolong, melainkan menggunakan. Di Solo banyak orang mengasapi kerisnya pada malam Jum'at dengan kemenyan, katanya untuk meminta tolong agar terlepas dari bahaya. Itu namanya musyrik, sebab keris tidak dapat memberikan manfaat dan mudharat, kecuali kalau dipergunakan untuk menikam musuh atau untuk perhiasan pinggang. Namun di Solo ada juga orang yang memakai pisau untuk memotong di dapur, atau kapak untuk memotong kayu. Dengan memakai segala benda itu, bukan berarti kita meminta tolong, tetapi mempergunakan. Akan tetapi, dipujanya suatu barang, pohon, batu, keris, tugu dan sebagainya, kita meminta tolong kepadanya untuk menyampaikan hajat kita, nyatalah bahwa itu merupakan satu pikiran yang kacau dan itulah musyrik, sebab tempat minta tolong hanya Allah. Kalau Anda sudi belajar dengan saksama kepada seorang Sarjana Ilmu agama Islam, terutama ilmu ushul fiqih -- Anda akan diajar tentang qiyas, yaitu mencari persamaan hukum dengan mencari persamaan sebab jatuhnya hukum. Oleh karena itu, meng-qiyas-kan kacamata yang dipakai untuk alat melihat, kepada pohon beringin yang dipuja karena meminta tolong mencapai suatu hajat -- karena keduanya sama-sama benda -- adalah qiyas yang fasad, atau qiyas yang timbul dari berpikir yang tidak sistematis.

BANDOT PINJAMAN

Syukurlah sekarang sudah ada IAIN dengan Fakultas Syariahnya. Di sana dipelajari dasar-dasar pendapat dan sistem dari tiap-tiap madzhab. Menurut penyelidikan saya, tidak ada madzhab itu yang tidak berdasar kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, cuma sistem atau metode mempertimbangkannyalah yang berbeda-beda, seperti kita sekarang juga.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Strategi Perang ZOMBIE Paling Berbahaya Di Dunia

youtube.com/shorts/a17ukvk-7sA

"KOLONEL" HAJI PIOBANG

Latar belakang perlainan paham sudah nampak. Kaum Syarif merasa mempertahankan pendirian yang telah kokoh di seluruh dunia Islam tentang tawasul, tentang ziarah dan sebagainya. Kaum Wahabi menentang tawasul, yaitu mengambil manusia jadi perantara untuk menyampaikan permohonan kepada Allah. Pada Tahun 1790 (1205 H) terjadilah konfrontasi bersenjata antara Syarif Mekah dengan Kaum Wahabi. Syarif Ghalib mengerahkan tentaranya di bawah pimpinan saudaranya, Syarif Abdul Aziz bin Musa'id. Peperangan yang pertama itu belumlah dapat menentukan mana yang akan keluar sebagai pemenang. Dalam pada itu selama 60 tahun, yaitu sejak Tahun 1740 sampai dengan 1800 menjadi buah bibirlah paham Wahabi menimbulkan yang pro dan yang kontra. Meskipun pada hakikatnya paham yang dikemukakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab itu bukanlah paham baru. Dia hanya melanjutkan dan memperbaharui kembali ajaran Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim. Namun demikian reaksi terhadapnya sudah terlalu besar, sebab sudah bertali dengan politik. Timbulnya ajaran Wahabi di tanah Arab menyebabkan bangsa Arab mendapatkan kepribadiannya kembali. Mereka tidak mau lagi menjadi jajahan Turki. Mereka hendak membersihkan diri dan negeri mereka dari pengaruh paham yang salah, yang syirik. Maka tidaklah heran jika Kerajaan Turki Utsmani sangat cemas melihat kebangkitan itu. Para ulama dikerahkan untuk menentangnya.

(Buya HAMKA, Antara Fakta dan Khayal: Tuanku Rao, Republika Penerbit, Cet.I, 2017).

Panduan Ushul Fikih tentang Kembali pada Al-Quran dan Hadits

Tegasnya begini, memahami hadits-hadits Nabi yang terkait persoalan politik atau soal keduniawian seperti tradisi dan budaya harus kontekstual. Tidak boleh hanya berlaku pada teks semata melupakan konteks. Begitulah semestinya mengikuti Nabi sebagaimana dijelaskan dalam beberapa literatur disiplin ushul fikih.

islamkaffah.id/panduan-ushul-fikih-tentang-kembali-pada-al-quran-dan-hadits

Syiah - Antara Fitnah dan Fakta. Inilah 14 Isu Kontroversi Tentang Islam Syiah

6. Tentang Nikah Mut'ah. Mengapa syiah menghalalkan nikah mut'ah? Alasannya karena syiah berpandangan bahwa apa yang sudah ditetapkan oleh Al-Quran maka hukumnya tidak boleh berubah (diubah) oleh siapapun, sampai hari kiamat.

islamsyiah.com/2021/11/syiah-antara-fitnah-dan-fakta-apa-itu-syiah.html

BANDOT PINJAMAN

Allah dan Rasul melaknat perbuatan itu -- dan Imam Syafi'i menyerupakannya dengan nikah mut'ah yang menurut Madzhab Ahlus Sunnah wal Jamaah telah Mansukh -- dan yang menganutnya sampai sekarang hanya Syi'ah.

AGAMA BAHA'I

Kabarnya konon penganut agama ini sekarang sudah hampir 12 juta, terutama tersebar di Amerika dan Eropa. Agama seperti ini memang bisa maju ke dalam kalangan orang yang kosong dari kepercayaan. Sebagian dari ajarannya adalah "suka damai" anti peperangan dan anti poligami (sebab itu janganlah heran kalau negara-negara imperialis anti-Islam suka sekali membantu agama seperti ini, sebab selama umat Islam masih bersemangat jihad, masih belum mau memberikan pipi kiri ditampar sesudah ditampar orang pipi kanan, umat Islam itu akan tetap anti penjajahan). Salah satu ajaran Baha'i lagi adalah anjurannya supaya bahasa Inggris dijadikan bahasa persatuan dunia, artinya mereka tidak senang kalau bahasa Arab sebagai bahasa persatuan. Kaum Muslimin turut berpengaruh pula di dunia ini. Mereka lebih suka kepada bahasa Inggris. Tiga tahun yang lalu pemerintah Republik Indonesia telah menggolongkan agama Baha'i itu sebagai gerakan terlarang di tanah air kita, sebab sudah nyata dalam pandangan pelaksanaan negara kita bahwa mereka salah satu alat penjajahan asing juga.

Manaqib Sayyid Abdul Qadir Jailani

Diceritakan pula dalam manaqib itu bahwa suatu hari Jum'at, Sayyid Abdul Qadir Jailani tidak kelihatan shalat Jum'at ke masjid. Ketika orang-orang pulang dari Shalat Jum'at, kelihatan Tuan Sayyid baru saja keluar dari dalam air sungai Dajlah. Ketika ditanyai orang, Sayyid Abdul Qadir Jailani menjawab bahwa ia baru saja kembali dan shalat Jum'at di dalam dasar sungai Dajlah yang menjadi makmumnya adalah jin-jin lautan dan ikan-ikan. Orang tidak usah memikirkan apakah ikan-ikan itu "mukallaf" (berkewajiban) sebagai manusia juga atau tidak. Barangsiapa yang mencoba hendak membantah dongeng-dongeng seperti demikian, ia akan dituduh sesat dan akan dihukum Allah sebab memusuhi Wali Allah ... Tersebut pula bahwa sampai sekarang masih hidup, sebab Sayyid Abdul Qadir Jailani adalah "Quthub Rabbani" yang tertinggi, "Ghaust Shamdani" yang mahaagung. Beliau mengepalai segala Wali Qhutub memeriksa alam ini dan membuat "konferensi" setiap malam bersama-sama dengan Nabi Khidir. Wali Qhutub itu bertujuh banyaknya, Sayyid Abdul Qadir yang jadi puncaknya. Ia disebut juga "Khatimul awliyaa," penutup sekalian wali-wali. Sekarang kamilah yang ingin bertanya kepada Saudara-Saudara ketiganya, dan saudara lain yang sama pertanyaannya. Kami pula sekarang bertanya, "Kalau begini bunyi manaqib, bagaimanakah hukum membacanya atau mempercayainya?"

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

MUHAMMAD SALEH

Kenduri di rumah orang kematian, haram. Talkin mayat, Bid'ah. Kadang-kadang dibongkarnya kezaliman kerajaan dalam menjalankan hukum. Pada suatu hari terlompatlah rupanya kata-katanya yang amat keras sehingga disampaikan orang kepada kerajaan. Muhammad Saleh dipanggil ke hadapan Majelis Syar'i Kerajaan Serdang. Dibuatlah bermacam-macam titian berakuk sehingga Muhammad Saleh terperosok ke dalamnya, tersalah perkataannya. Datanglah tuduhan murtad. Terjadilah di tanah Islam, di dalam Abad ke-20 pemerintahan zalim seperti di Prancis di zaman Louis ke-14. Masih syukur, di atas kerajaan itu masih ada pemerintahan Belanda. Rupanya pemerintahannya masih lebih baik dari pemerintahan raja-raja abad-abad pertengahan, yang masih terselat di sudut Abad ke-20. Kalau tidak ada Belanda di atasnya, tentulah Muhammad Saleh telah dipecahkan lidahnya, dipatahkan kakinya, lalu dinaikkan ke atas pembakaran, seperti di Prancis pada zaman Voltaire. Oleh sebab Muhammad Saleh telah diputuskan murtad, hukumnya ialah nikahnya tidak sah dengan perempuan Islam. Kalau dia mati, dia tidak boleh dikuburkan di perkuburan Islam. Dia tidak sah menikahkan anaknya sendiri. Demikianlah 10 tahun lamanya Muhammad Saleh menderita di Serdang. Dia tetap mengerjakan agamanya dengan patuh. Dia tetap shalat lima waktu dan puasa bulan Ramadhan meskipun sendiri. Ketika anak perempuannya hendak kawin, orang lainlah yang menikahkan atau wali hakim. Dia tidak mau tobat di hadapan kerajaan karena dia tidak merasa salah.

(Buya HAMKA, KENANG-KENANGAN HIDUP, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

ANAK DAN AYAH

Di dalam perkara keyakinan agama pun, pernah terjadi hal yang seperti ini. Ketika Rasulullah saw. mula-mula membawa seruannya maka golongan anak-anak mudalah yang ramai tertarik. Sedang mereka ramai yang menjadi penghalang dari keyakinan anaknya karena sebagaimana kita nyatakan di atas, pemahaman baru itu selalu bertempur dengan pemahaman lama. Oleh karena itu, adalah anak-anak muda itu, yang lantaran sangat cintanya kepada Rasul dan yakinnya di dalam agamanya, mereka mau membunuh ayah atau bundanya sendiri. Tentu saja kecintaan yang sampai demikian tidak dibiarkan oleh Nabi. Beliau memang memuji orang yang cinta kepadanya lebih daripada kepada dirinya sendiri, atau kaum kerabatnya, tetapi janganlah sampai cinta itu merusaknya. Ketika terjadi Peperangan Badar, beradu pahlawan sahabatnya dengan pahlawan Quraisy satu per satu maka tibalah giliran Abu Bakar. Rupanya yang akan dihadapinya ialah anak kandungnya Abdurrahman. Abu Bakar mau menghadapi anaknya, sudi membunuh anak itu dengan tangannya sendiri karena pertentangan keyakinan. Perasaan itu dipuji oleh Nabi. Namun, ketika Abu Bakar hendak menyentak pedangnya, tangannya dihelakan ke belakang dan dibawa surut. Abu Bakar itu jugalah yang pernah berkata kepada Nabi bahwa ia ridha membunuh ayahnya sendiri. Abu Quhafah itu menghalangi agama Nabi. Lantaran cinta yang demikian itu, datanglah beberapa wahyu dari Tuhan kepada Muhammad, bagaimana hendaknya sikap anak-anak terhadap orang tuanya. Orang tua wajib dihormati selamanya, tidak boleh meninggikan suara di hadapannya. Kalau sekiranya terjadi berlainan keyakinan, keyakinan tinggal keyakinan. Namun, menghormati orang tua sekali-kali tidak boleh diabaikan dan disia-siakan. Sikap yang diwahyukan itu bukan main besar kesannya. Ketenangan dan kehormatan anak-anak muda yang kemudiannya telah bertukar kepada orang tuanya itu, telah menyebabkan tertanam pengaruh si anak.

Press Release

Majelis Ulama Indonesia menyerukan kepada umat Islam agar jangan mudah terpengaruh dengan isu-isu, apalagi yang tidak jelas sumbernya, demi memelihara iman yang berdasarkan Tauhid.

Jakarta, 18 Maret 1976

DEWAN PIMPINAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA

PROF. DR. HAMKA
Ketua

H. MUSYTARY YUSUF L.A.
Sekretaris

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

KUHPerdata Digugat ke MK Sebab Dianggap 'Riba Haram Bikin Dosa'

news.detik.com/berita/d-6769325/kuhperdata-digugat-ke-mk-sebab-dianggap-riba-haram-bikin-dosa

RIBA

Banyaklah perbincangan ulama-ulama tentang soal riba. Arti riba itu sendiri ialah tambahan. Kita telah menamainya bunga. Lantaran arti riba ialah tambahan, baik tambahan lipat ganda maupun tambahan 10 menjadi 11 atau tambahan 6% atau tambahan 10% dan sebagainya, tidak dapat tidak, tentu terlingkung dalam riba juga. Oleh sebab itu, susahlah buat tidak mengatakan bahwa meminjam uang dari bank dengan rente sekian adalah riba. Menyimpan uang dengan bunga sekian artinya makan riba juga. Cuma ada sedikit saja yang menjadikan ringan, yaitu bahwa sebagian ulama mengatakan haram riba ialah riba nasi'ah atau adh'afan-mudha'afah tadi. Barangsiapa yang berbuat begini, bersedialah menerima ultimatum perang dari Allah dan Rasul. Adapun riba fadhal dipandang haram ialah sebagai saddun lidzdzari'ah, artinya menutup pintu bahaya yang lebih besar. Sebagai seorang yang telah mengaku beriman kepada Allah janganlah kita memandang enteng riba ini. Apalah artinya mendapat keuntungan harta benda yang banyak kalau iman kita akan tergadai lantaran itu. Al-Baihaqi dan al-Hakim pernah meriwayatkan sebuah hadits Rasulullah saw. yang mereka terima dan riwayat Ibnu Mas'ud, "Bagi riba itu adalah 73 pintu. Yang sekecil-kecil pintunya sama dengan menyetubuhi ibu kandung sendiri. Dan, riba yang paling riba ialah mengganggu kehormatan seorang Muslim."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TALAK

Saya harap segenap pembaca Panjimas di seluruh tanah air Indonesia, sampai ke Malaysia memerhatikan khittah yang ditempuh Panjimas dalam memberikan jawaban atas soalan-soalan yang dikemukakan. Panjimas sangat berusaha agar jangan terlibat ke dalam masalah khilafiyah yang tidak berkeruncingan, misalnya tentang qunut shubuh, tentang adzan dua kali atau sekali hari Jum'at, tentang menjaharkan bismillah, dan lain-lain yang serupa itu adalah masalah ijtihadiyah, perbedaan-perbedaan pendapat di antara ulama yang menunjukkan kebebasan berpikir dalam Islam. Orang boleh memilih yang sesuai dengan pendapatnya pula, asal orang terus-menerus memperdalam pengertiannya tentang agama, bukan hanya taklid (menurut saja) dengan tidak berpikir. Panjimas tidak suka hanya baik kepada yang lama, apalagi kepada yang baru. Namun, Panjimas akan bangkit melibatkan diri ke dalam masalah khilafiyah, kalau khilafiyah itu akan merusakkan pokok aqidah agama dan dapat merendahkan martabat Islam jika dibiarkan saja dengan tidak ada penjelasan. Yang kebanyakan adalah dari sebab kejahilan dan fanatik tidak berketentuan.

DUNIA, DUNIA, DUNIA

Sektarisme ini pernah menular dalam kalangan yang mengakui kaum Sunni di Mekah sendiri beratus tahun sehingga pernah shalat jamaah lima waktu dalam Masjidil Haram sampai empat rombongan berganti-ganti, Maliki, Syafi'i, Hanafi dan Hanbali. Mana madzhab yang berkuasa, merekalah yang didahulukan, sehingga ada suatu masa di Mekah, madzhab Hanbali terakhir shalat, sehingga setelah imam mengucap salam pada shalat Shubuh, matahari pun terbit. Golongan yang mendapat prioritas pertama adalah madzhab Syafi'i, karena syarif-syarif bermadzhab Syafi'i. Namun setelah Hijaz dikuasai oleh Ibnu Saud (Hanbali, Wahabi), shalat jamaah itu disatukan, dan imam-imam berganti-ganti saja pada tiap waktu.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

KHILAFAH ITU MUSUH AGAMA DAN MUSUH NEGARA, BUKAN SOLUSI!!!

youtube.com/watch?v=78MlFt8_AuE

JANJI ILAHI DAN PENGHARAPAN

"... ialah karena mereka menyembah Aku dan tidak mempersekutukan Aku ..." (an-Nuur: 55).

Ayat inilah sumber inspirasi buat bangkit. Ayat 55 surah an-Nuur inilah pegangan Nabi Muhammad saw. bersama sekalian pengikutnya dari Muhajirin dan Anshar, selama 10 tahun di Madinah. Ayat inilah bekal Abu Bakar menundukkan kaum murtad, pegangan Umar bin Khaththab meruntuhkan dua kerajaan besar, yaitu Persia dan Rum. Kekuasaan pasti diserahkan ke tangan kita dan agama kita pasti tegak dengan teguhnya dan keamanan pasti tercapai. Perjuangan menegakkan cita Islam, mencapai tujuan menjadi penerima waris di atas bumi, bukanlah kepunyaan satu generasi, dan jumlahnya bukanlah sekarang, melainkan menghendaki tenaga sambung-bersambung. Di ayat 56 itu sudah jelas, cita-cita untuk menyambut warisan, melaksanakan kehendak Ilahi di atas dunia ini.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SAKIT HATI SAYA! SEBESAR ITU PENGHARGAAN ORANG MALAYSIA TERHADAP BUYA HAMKA SEDANGKAN DI INDONESIA?

youtube.com/watch?v=z5hSm4_L6WA

SURAT-SURAT ISLAM DARI ENDEH

Dari Ir. Soekarno
Kepada Tuan A. Hasan, Guru "Persatuan Islam" di Bandung

Alangkah baiknya kalau Tuan punya mubaligh-mubaligh nanti bermutu tinggi, seperti Tuan M. Natsir, misalnya! Saya punya keyakinan yang sedalam-dalamnya ialah, bahwa Islam di sini, ya di seluruh dunia, tak akan menjadi bersinar kembali kalau kita orang Islam masih mempunyai "sikap hidup" secara kuno saja, yang menolak tiap-tiap 'ke-Barat-an' dan 'kemodernan'. Al-Qur'an dan hadits adalah kita punya wet yang tertinggi, tetapi Al-Qur'an dan hadits itu, barulah bisa menjadi pembawa kemajuan, suatu api yang menyala, kalau kita baca Al-Qur'an dan hadits itu dengan berdasar pengetahuan umum. Ya, justru Al-Qur'an dan hadits-lah yang mewajibkan kita menjadi cakrawarti di lapangannya segala science dan progress, di lapangannya segala pengetahuan dan kemajuan.

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

RENUNGAN BUDI

Seorang yang mengakui diri sebagai seorang Nasionalis sejati dengan perasaan nasional yang berkobar-kobar pernah menyatakan tidak puas hatinya, mengapa haji-haji masih memakai serban Arab. Kalau kita tanya kepada haji-haji itu, mengapa masih memakai serban Arab tentu haji itu dapat menjawab, "Sebab saudara telah memakai dasi Belanda."

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

Buya Hamka: Sang Legenda yang Membawa Islam Moderat di Indonesia

intisari.grid.id/read/033740956/buya-hamka-sang-legenda-yang-membawa-islam-moderat-di-indonesia

AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK RIWAYATNYA

Mari kita teruskan perjalanan. Itu, yang di sudut kota itu, rumah apakah? Itu adalah penjara. Kita teruskan perjalanan ke sana, dari celah-celah terali besi akan kelihatan orang-orang hukuman menjengukkan kepalanya. Apakah kesalahannya? Mereka itu kebanyakannya ialah ulama-ulama yang jujur, yang tiada merasa takut kepada siapa juga pun di dalam menyatakan kebenarannya atau pemimpin-pemimpin rakyat yang sudi menempuh segala siksaan karena berani menyanggah kezaliman. Penjara itu sudah boleh dikatakan kuburan untuk mereka sebab siapa yang telah masuk ke dalam, tidak ada harapan akan keluar lagi. Berbahagialah dia kalau dia mati sehingga dapatlah dia terlepas daripada siksaan neraka dunia kezaliman itu, kembali pulang ke hadirat Tuhan Yang Maha Adil. Datang pula kekuasaan lain menumbangkan kekuasaan yang lama, waktu itulah dia dapat keluar, tetapi sebagian besar dari tenaga hidupnya telah habis dalam penjara. Ke mana kita lagi? Tidak usah lagi kita meneruskan perjalanan karena ke mana pun kita melangkah, kita hanya akan bertemu, kita hanya akan bertemu dengan kegelapan semata-mata, gelap sehingga jari-jari tangan kita pun kita dindingkan ke udara tidak akan kelihatan. Maka jelaslah bahwasanya pokok-pokok ajaran Nabi Muhammad saw. yang lima yang kita terangkan di muka pasal tadi telah bertukar menjadi sebalikya. Tauhid, mengesakan Tuhan, telah berganti dengan syirik, memperserikatkan Tuhan dengan yang lain. Ukhuwah, persaudaraan, berganti dengan 'adawah (bermusuh-musuhan). Yusr, kemudahan beragama, berganti dengan 'usr, kesukaran mengerjakan agama karena pengaruh ra'yu dan takwil ulama-ulama.

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

HEY PRIBUMI!! MASIHKAH TAK AKUI HABIB KETURUNAN NABI!?

youtube.com/watch?v=ub7c2x-kiB0

"KOLONEL" HAJI PIOBANG

Pada bulan Dzulqa'dah 1217 (1802 M) Wahabi telah menyerbu ke dalam kota Thaif setelah mengepungnya selama satu bulan. Dekat musim haji tentara mereka tinggal jarak tiga mil saja dari Mekah. Selesai haji dan setiap orang telah pulang ke negerinya masing-masing, Saud al-Kabir yang memimpin peperangan mewakili ayahnya telah masuk Mekah. Pada 7 Muharram 1218 dibacakanlah surat beliau kepada penduduk Mekah memberikan jaminan keamanan. Dan pada 8 Muharram beliau masuk kota Mekah. Syarif Ghalib diberinya jaminan tetap memerintah di bawah perlindungan Amir Saud al-Kabir. Mungkinkah pada waktu itu bertepatan dengan Tahun 1803, Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piobang pulang ke Minangkabau, sehingga berita yang mereka bawa masih hangat. Meskipun paham Wahabi sendiri belum tentu akan diterima orang, namun suatu hal telah menarik perhatian seluruh orang yang naik haji adalah amannya negeri dari penganiayaan, pemerasan, dan sikap zalim terhadap jamaah yang dilakukan oleh penguasa Mekah sebelumnya. Sehingga Haji Miskin, menurut keterangan Fakih Saghir dalam catatannya, dikerumuni, dipanggil dan diminta menerangkan perubahan-perubahan di Mekah itu. Sehingga Tuanku Nan Renceh seorang Tuanku yang bersemangat dan keras sikapnya tertarik hendak melakukan cara Wahabi dalam menegakkan Agama Islam di Minangkabau.

(Buya HAMKA, Antara Fakta dan Khayal: Tuanku Rao, Republika Penerbit, Cet.I, 2017).

HABIB RIZIEQ MARAH KEPADA WAHABI!! Semoga Wahabi mendengar ini!!

youtube.com/watch?v=Q1sntWPUAg4

PENYAKIT BUDI

Cobalah renungkan. Dapatkah darah keturunan itu mengobat lapar atau menutup malu? Dapatkah pula dia menolongmu dari siksa dan hukuman Tuhan di akhirat? Kemudian coba perhatikan pula orang-orang yang mengaku sama-sama keturunan bangsawan, ada yang lebih tinggi keturunannya daripada engkau, katakanlah keturunan nabi-nabi, atau keturunan sahabat-sahabat nabi atau keturunan ulama yang besar, atau keturunan raja-raja benua ajam, entah Kisra dari Persia atau Kaisar dari benua Rum, atau keturunan raja-raja Tuba' di negeri Yaman atau katakanlah keturunan raja-raja Islam yang besar-besar. Cobalah perhatikan betapa nasib keturunan-keturunan itu sekarang, akan dapat engkau lihat bahwa martabat mereka telah merosot turun, tak dapat mengangkat muka lagi. Mungkin pula nenek-moyang yang mereka banggakan itu adalah orang-orang yang fasik, yang selama mereka berkuasa dahulu berlaku lalim dan aniaya kepada rakyat, sehingga menimbulkan dan meninggalkan kesan nama buruk karena lalimnya, yang tidak dapat dihapuskan dari lembaran sejarah, walaupun telah lama masa berlalu. Dosa mereka sangat besar, dan sesalan mereka tidakkan habis sampai hari Kiamat.

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

GUS NUR SANGAT RADIKAL KEPADA KAUM MUNAFIK, PEMBOHONG, KORUPTOR DAN PENJILAT BANGSA!!

youtube.com/watch?v=-mlPR9pjC1U

TIGA SIFAT YANG DITIMBULKAN OLEH AGAMA

Solon, ahli pemerintahan bangsa Yunani memberikan hukuman bunuh juga kepada siapa saja yang berdusta walaupun kecil dustanya. Ketiga sifat itulah yang timbul lantaran agama: Malu, Amanah, Shiddiq atau benar.

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Muhammadiyah Akan Kerahkan Warganya Menonton Tayangan Film Buya Hamka di Bioskop-Bioskop di Tanah Air

lamongan.jatimnetwork.com/hiburan/7418303099/muhammadiyah-akan-kerahkan-warganya-menonton-tayangan-film-buya-hamka-di-bioskop-bioskop-di-tanah-air

RENUNGAN BUDI

Kalau berlainan pendapat mengenai suatu masalah telah mulai dipertengkarkan, kebenaran akan robek karena masing-masing pihak memperebutkannya. Dan apabila pertengkaran dilanjutkan, maka berpindahlah pandangan dari masalah kepada orangnya. Akhirnya timbullah permusuhan dan soal yang dibicarakan jadi terbengkalai sebab masing-masing mengakui bahwa dirinyalah yang benar. "Yang kuat ialah kebenaran." Inilah puncak dari keadilan. "Yang benar ialah kekuatan." Inilah puncak kelaliman. Sebab lanjutannya ialah, "Aku benar sebab aku kuat."

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

NASEHAT HADRATISY-SYAIKH HASYIM ASY'ARI TENTANG KHILAFIYAH

"... Wahai kaum Muslimin! Taqwalah kepada Allah dan kembalilah semua kepada kitab Tuhan-mu, dan beramallah menurut sunnah Nabi-mu, dan ikutilah jejak salaf-mu yang saleh, supaya kamu beroleh kemenangan, sebagaimana kemenangan yang dahulu telah mereka capai. Taqwalah kepada Allah, perbaikilah hubungan di antara kamu, bantu-membantulah atas kebajikan dan taqwa; jangan berbantu-bantuan di atas dosa dan permusuhan. Semoga Tuhan Allah melimpahkan rahmat-Nya di atas kamu semuanya dan melimpahi kamu dengan ihsan anugerah-Nya. Dan janganlah kamu menyerupai orang yang berkata, "Kami dengar nasehat itu", padahal tidak didengarnya."

MUHAMMAD HASYIM ASY'ARI
Tebuireng, Jombang.

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Penerbit Galata Media, Cet. I, 2018).

Aqidah Tauhid Buya Hamka

Aqidah-Tauhid… Kenapa bukan akhlaqul karimah yang sering disebut-sebut dalam ajakan-ajakan dan kurikulum pendidikan? Kenapa bukan syari'ah, yang sekarang populer dengan istilah syar'i: sembelihan syar'i, jilbab syar'i, pergaulan syar'i? Atau, kenapa bukan Qur'ani, lewat tahfiizhul Qur'an?… Tentunya hanya Buya HAMKA yang bisa menjawabnya. Tapi seorang salafush shalih memang pernah berujar: "Sebelum tuntas pendidikan aqidah-tauhid, pendidikan agama lainnya menjadi sia-sia."

chanelmuslim.com/khazanah/aqidah-tauhid-buya-hamka

Obituari Prof Komariah, Hakim Agung Pengadil Gayus Tambunan-Freddy Budiman

"Saya pro (hukuman mati-red), pro banget malahan buat tindak pidana narkotika karena narkoba itu merusak," Komariah Emong Sapardjadja

news.detik.com/berita/d-6691935/obituari-prof-komariah-hakim-agung-pengadil-gayus-tambunan-freddy-budiman

Penegak Keadilan

Sabda Rasulullah saw., "Sesungguhnya, orang-orang yang bertindak adil (dalam memerintah) akan didudukkan di atas podium dari nur (cahaya) di sisi Allah, di sebelah kanan Tuhan Ar-Rahmaan. Kedua belah tangannya menjadi kanan. Itulah orang-orang yang berlaku adil dalam menghukum dan terhadap keluarganya, serta terhadap siapa saja yang ada di bawah perintahnya." (HR. Muslim dan an-Nasa'i). Dari Iyadh bin Hammar r.a., saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Ahli surga itu tiga. (Pertama), penguasa yang adil lagi bersesuaian. (Kedua), seorang yang penyayang dan halus perasaan hati terhadap keluarga sesama Islam. (Ketiga), seorang yang dapat menahan diri dari hawa nafsu dan (mempunyai) banyak tanggungan." (HR. Muslim).

(Buya HAMKA, Studi Islam, Penerbit Gema Insani, 2020).

BUYA YAHYA MURKA!! WAHABI IKUTAN SEBUT HABIB TERPUTUS NASAB

youtube.com/watch?v=oU6rnPZlpPc

Mengenal Allah SWT

Muncul pula golongan yang membesar-besarkan keluarga Rasulullah saw., mendekati pula pada pemujaan. Kemudian, diberantas oleh Ali bin Abi Thalib r.a. sebelum menjalar.

(Buya HAMKA, Studi Islam, Penerbit Gema Insani, 2020).

ULAMA SU' (ULAMA JAHAT)

Memang banyak orang tertipu oleh ulama yang pertama tadi, dengan ulama su'. Karena mereka pandai berhias dengan ilmu-ilmu hafalan. Pandai pula menjadi penarung menghambat masyarakat yang sedang maju. Pandai pula memakai pakaian yang menyerupai orang saleh, untuk memikat harta dan kehormatan. Tetapi tipuan itu tidak akan lama berlaku. Sebab topeng demikian akhirnya mesti terbuka. Mereka tiadakan tahan di dalam, satu saat mesti terlempar ke luar. Atau tertinggal jauh di belakang. Awaslah wahai kaum muslimin yang hendak memperbaiki nasibnya dalam mengejar kemuliaannya kembali. Peganglah kata ulama. Ikutlah perkataan ulama. Jadikanlah mereka contoh dan teladan dalam mengerjakan agama. Yaitu ulama yang berkidhmat kepada umatnya dan negerinya. Yang hanya berlindung kepada Tuhan dan memegang Sunnah Nabi. Mengikuti jejak jalan Salafus Shalihin yang terdahulu, yang sanggup menghadapi kehendak khaas dan 'aam, dan meninggalkan kehendak nafsunya sendiri.

(Buya HAMKA, LEMBAGA HIDUP: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Republika Penerbit, 2015).

GHIRAH

Orang Indonesia yang telah memeluk agama Kristen merasa dirinya lebih tinggi dan memang diperlakukan lebih tinggi oleh Pemerintah Kolonial. Itu pun tidak mengapa! Merasa tinggilah engkau! Namun, agama kami jangan dihinakan, jangan disinggung perasaan kami, kalau kami tersinggung kami tidak tahu lagi apa yang kami mesti dikerjakan, kami lupa kelemahan kami. Kami lupa tak bersenjata, kami mau mati tuan, dan tuan boleh tembak!

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Viral Video Sekum MUI Sukabumi Bawa Senpi: Serukan Membunuh Bukan Dibunuh & Bacakan Surat Al-Anfal

youtube.com/watch?v=rskc8rI4LAA

YANG PALING JAHAT

"Sesungguhnya sejahat-jahat makhluk yang merayap di sisi Allah, ialah orang-orang yang kafir. Maka mereka itu tidaklah mau beriman. (Yaitu) orang-orang yang telah engkau perbuat perjanjian dengan setengah mereka, kemudian itu mereka rusakkan perjanjian mereka itu pada tiap kali dan mereka tidaklah merasa takut. Lantaran itu bilamana engkau menggempur mereka di dalam peperangan, maka hancurkanlah mereka (untuk contoh) orang-orang yang di belakang mereka, supaya mereka ingat. Dan bilamana engkau takut dari suatu kaum akan timbul khianat, maka campakkanlah (perjanjian itu) kepada mereka dengan jelas. Sesuggguhnya Allah tidaklah suka kepada orang-orang yang khianat." (al-Anfaal: 55-58).

Orang-orang memungkiri janji sudah dianggap sebagai binatang yang merangkak di bumi, tidak ada harga mereka lagi. Maka, kalau mereka bertemu di medan perang, hendaklah gempur habis sampai hancur, jangan lagi diberi hati. Mereka wajib disapu bersih sehingga tidak bangkit lagi. Agar keturunan-keturunan mereka atau orang lain sekalipun dapat mengambil contoh bahwa kaum Muslimin tidak boleh dipermainkan dalam hal janji. Sikap keras ini adalah suatu hal yang perlu bagi menegakkan kewibawaan Daulah Islamiyah. Dan, jangan mereka anggap bahwa soal janji adalah soal yang bisa dipermain-mainkan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Hei, ke Mana Budaya Malu?

Masyarakat Indonesia dianggap cepat lupa akan perbuatan korupsi. Hal ini menjadikan sanksi sosial terhadap para koruptor lemah.

nasional.kompas.com/read/2012/10/15/08245152/Hei..ke.Mana.Budaya.Malu

PERSAHABATAN

"Jujurlah, walaupun kejujuran itu akan membunuhmu."

Sekian fatwa Sayidina Umar bin Khaththab.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

PACU KUDA DAN PASAR MALAM

Maafkan saya Hayati, jika saya berbicara terus terang supaya jangan hatiku menaruh dosa walaupun sebesar zarah terhadapmu. Cinta yang sejati, adikku, tidaklah bersifat munafik, pepat di luar pancung di dalam. Akan saya katakan perasaan hati terus terang, walaupun lantaran itu saya akan kau bunuh misalnya, bahagialah saya lantaran tanganmu.

(Buya HAMKA, TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK, Penerbit Gema Insani, 2019).

MINTA HUKUM YANG PASTI DALAM SOAL TABIR

Surat Terbuka kepada K.H. Mas Mansur, Ketua PB. Muhammadiyah yang Baru Ini Melakukan Kongresnya Ke-28 di Medan

Ah, saudara Mansur! Kenapa di dalam soal ini kita merasakan hukum yang buat istri-istri Nabi saja itu, kepada umum? Kenapa di dalam soal ini kita mau melebihi kebijaksanaan Allah dan Rasul, yang buat umum tidak menyuruh pasang tabir? Kenapa di dalam soal ini kita berkata: "ya, diperintahkan sih tidak, tapi dilarang pun tidak"?

Panji Islam, 1939

Tabir Tidak Diperintahkan oleh Islam

Berhubung dengan artikel di dalam Adil Tanggal 21 Januari 1939, yang mengenai hal "tabir", maka koresponden Antara telah memerlukan bertemu dengan Ir. Sukarno, untuk menginterview beliau. Beginilah jalannya percakapan koresponden Antara dengan beliau:

Kor.: Apakah kata H. Sujak tentang tabir itu?

Ir. Sukarno: Keesokan harinya H. Sujak bersama dengan Tuan Semaun Bakri datang ke rumah saya. Beliau berkata, bahwa tabir itu pun tak perlu. Malahan beliau menceritakan, bahwa H. Ahmad Dahlan almarhum pun berpendapat begitu.

Kor.: Apakah Tuan anggap tabir itu begitu penting, sehingga Tuan anggap perlu memprotesnya secara demonstratif? De moeite van het boos worden waard?

Ir. Sukarno: Saya ingat bahwa dulu H.A. Salim pernah merobek tabir di salah satu rapat umum -- ya merobek, terang-terangan! Di dalam pandangan saya, perbuatan beliau itu adalah satu perbuatan, yang lebih besar misalnya daripada menolong orang dari pahlawan air laut yang sedang mendidih atau masuk penjara karena delik sekalipun. Sebab perbuatan sedemikian itu minta keberanian moril yang besar.

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Mahfud MD Ungkap Mafia Hukum & Cara Hakim, Jaksa, Polisi Bersekongkol

youtube.com/watch?v=SYKrgzX-j7o

Kata Buya Hamka Jangan Jadi Orang Kaya | Mata Najwa

youtube.com/watch?v=NY7dMvhBo_0

RAHMAT ILAHI MENGATASI SEGALA-GALANYA

"Katakanlah (hai Utusan-Ku), 'Tuhanku! Beri ampunlah dan curahkanlah kasih-Mu, dan Engkau adalah lebih baik dari sekalian orang yang pengasih.'" (al-Mu'minuun: 118).

Ayat-ayat seperti inilah yang memberi ilham kepada ahli-ahli tasawuf sehingga dia bermunajat, "Aku pulang kembali kepada-Mu, ya Allah! Engkau pernah menjanjikan, bahwa orang yang kaya pada pandangan-Mu ialah yang kaya dengan amalnya yang saleh. Orang itulah yang akan diterima kelak di hadapan hadhrat-Mu! Aku mengakui kemiskinanku, ya Allah! Namun aku akan datang juga ke bawah cerpu telapak kaki-Mu mengharap kasih! Aku pun percaya, bahwa orang yang miskin hina-dina semacamku ini, tidaklah Engkau akan sampai hati menolaknya dari majelis-Mu." Ayat-ayat seperti ini pulalah yang menyebabkan Imam Syafi'i yang terkenal juga sebagai pujangga penyair di samping Mujtahid dan pembangun madzhab yang besar, dengan segala kerendahan hati dan air mata berlinang, beliau pernah bersyair, "Ya Allah! Orang yang semacamku ini tidaklah layak masuk Firdaus-Mu. Dan diri yang lemah dha'if ini, tidak pun kuat menderita api neraka jahim. Sebab itu karuniakanlah kepadaku tobat dan ampunilah dosa-dosaku. Karena Engkau adalah Pemberi ampun dosa, betapapun besarnya."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Makeup Tebal Kartika Putri Dicibir Tak Cerminkan Istri Habib: Auranya Horor

Kartika Putri terlihat membuat video TikTok dengan soundtrack lagu 'Sarang Dosa'.

matamata.com/hotvideo/2023/04/14/095750/makeup-tebal-kartika-putri-dicibir-tak-cerminkan-istri-habib-auranya-horor

BOLEHKAH KITA MARAH?

Pada negeri-negeri yang berkebudayaan Islam yang belum dirusakkan oleh kebudayaan Barat, orang tidak merasa hina digantung atau dibuang atau memakai pakaian orang rantai (orang penjara), karena membunuh laki-laki yang mengganggu anak atau istri, atau saudaranya. Karena tidak ada malu yang lebih dari itu. Bila malu ini tidak ditebus, telah hinalah namanya dan nama keluarganya, turunan demi turunan. Buat mencuci malu ini hanyalah satu saja, yaitu darah. Sebab itu maka masyarakat ini tidak menghinakan orang yang terbuang atau digantung lantaran menebus malu itu. Daripada hidup becermin bangkai, lebih baik mati berkalang tanah.

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Cuma di Indonesia, DPO Narkoba Mukmin Mulyadi Dilantik Jadi Anggota DPRD Sumut | Liputan6

youtube.com/watch?v=vaAdlsxqtQM

TRADISI BELANDA

Di negeri kita ini diadakan pula tradisi, bahwa setiap orang yang tengah disumpah itu, di belakangnya berdiri seorang haji mengangkat sebuah kitab suci Al-Qur'an, yaitu tradisi yang diwarisi dari Belanda dan diteruskan oleh pemerintah kita, dan sekali-kali tidak ada dari Nabi Muhammad saw. ataupun dari para sahabatnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PENGHARAPAN YANG PUTUS

Di Minangkabau memang ada satu golongan orang muda-muda yang bergelar "Parewa". Mereka tak mau mengganggu kehidupan kaum keluarga. Hidup mereka ialah dari berjudi, menyabung, dan lain-lain. Mereka juga ahli dalam pencak dan silat. Pergaulan mereka sangat luas, di antara parewa di kampung anu dengan kampung yang lain harga-menghargai dan besar-membesarkan. Tetapi mereka sangat kuat mempertahankan kehormatan nama suku dan kampung. Kalau mereka bersahabat, sampai mati mereka akan mempertahankan sahabatnya, saudara sahabatnya jadi saudaranya, seakan-akan seibu, sesaudara, sekemenakan. Kata-kata "muda" terhadap perempuan tidak boleh sekali-kali. Kalau ada yang kalah dalam permainan sehingga habis harta bendanya, maka oleh yang menang dia diberi pakaian dan uang sekadarnya, disuruh pulang dengan ongkos tanggungan yang menang itu sendiri. Kepada orang-orang alim mereka hormat dan kadang-kadang mereka itu dermawan. Mereka setia dan sudi menolong. Satu penghidupan yang rupa dalam "dongeng" yang sampai sekarang masih didapati di Minangkabau.

(Buya HAMKA, TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK, Penerbit Gema Insani, 2019).

Manhaj Salaf Pakai Hadits Dha'if. Wahdah & PERSIS Anti. Salafi Ini Vonis Ibnu Taimiyah Tidak Sunnah

youtube.com/watch?v=5qGsUBlou6Y

BELAJAR AGAMA

Sebenarnya, menurut pengakuan Natsir, ada tiga guru yang mempengaruhi pemikirannya A. Hassan, Haji Agus Salim dan Ahmad Sjoorkati. Yang terakhir adalah ulama asal Sudan pendiri Al-Irsyad, dan juga guru A. Hassan. Tapi intensitas pertemuanlah yang membuat Natsir lebih dekat kepada Hassan. Hassan yang lancar berbahasa Arab dan Inggris itu, bersama para pendiri Persis, memang memelopori pendekatan baru dalam beragama. Dia melarang taklid (membebek) pada pendapat ulama, membolehkan umat Islam membuat fatwa sendiri menurut zamannya, dan menghilangkan batas-batas Madzhab yang membelenggu. Bahkan tak segan ia mengubah pendapatnya jika muridnya mendapati dalil yang lebih shahih.

(NATSIR, Politik Santun Di Antara Dua Rezim, Tempo Publishing - Gramedia, Cet.1, 2017).

ISLAM SONTOLOYO

Dalam urusan dunia, di dalam urusan statesmanship, "boleh berqiyas, boleh berbid'ah, boleh membuang cara-cara dulu, boleh mengambil cara-cara baru, boleh beradio, boleh berkapal udara, boleh berlistrik, boleh bermodern, boleh ber-hyper-hypermodern," asal tidak nyata dihukum haram atau makruh oleh Allah dan Rasul! Adalah satu perjuangan yang paling berfaedah bagi umat Islam, yakni perjuangan menentang kekolotan. Kalau Islam sudah bisa berjuang mengalahkan kekolotan itu, barulah ia bisa lari secepat kilat mengejar zaman yang seribu tahun jaraknya ke muka itu.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Surat dari Tanah Mangkasura:
Bersatu Dalam Akidah, Toleransi Dalam Furu' dan Khilafiyah

Pernah satu waktu kakak menghantar Buya ke bangunan Nahdlatul Ulama (NU), lalu disambutlah Buya dan diminta untuk memberikan fatwa. Apa inti fatwa Buya pada waktu itu? Buya mengatakan, "Tidak ada dinding antara NU dengan Muhammadiyah, tidak ada dinding antara Muhammadiyah dengan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), tidak ada dinding antara NU dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pelajar Islam Indonesia (PII) dan sebagainya. Yang mendinding kita hanyalah masalah furu' dan khilafiyah. Kita semua telah dipateri oleh dua kalimah syahadat: satu Tuhan, satu nabi, dan satu kiblat -- kita semuanya bersaudara."

(PERJALANAN TERAKHIR BUYA HAMKA: Sebuah Biografi Kematian, JT Books PLT, 2021).

Kitab Tafsir Al-Azhar Buya Hamka | BKN PDI Perjuangan

youtube.com/watch?v=pcEPPHD9Jzk

ULAMA-ULAMA ADALAH PEWARIS NABI-NABI

"Ahludz dzikri" ialah orang yang ahli peringatan. Atau orang yang lebih tahu, atau orang yang kuat ingatannya. Kebanyakan ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud ialah Ahlul Kitab yang terdahulu, yaitu orang Yahudi dan Nasrani. Orang-orang yang mempertahankan taqlid, yaitu menurut saja apa yang dikatakan oleh ulama dengan tidak mengetahui apa pengambilan pendapatnya itu daripada Al-Qur'an atau Hadits selalu mengemukakan ujung ayat ini jadi alasan. Padahal untuk bertanya kepada orang yang lebih pandai, sampai kita pandai pula, memang boleh, ujung ayat ini. Tetapi untuk menurut saja dengan tidak mempergunakan pertimbangan pikiran, kuranglah tepatnya. Disini tersebut Ahludz Dzikri, orang yang ahli peringatan, atau orang yang berpengetahuan lebih luas. Umum arti ayat menyuruhkan orang yang tidak tahu bertanya kepada yang lebih tahu, karena ilmu pengetahuan itu adalah umum sifatnya, berfaedah buat mencari kebenaran. Menurut yang dirawikan oleh Mujahid dari Ibnu Abbas bahwa Ahludz Dzikri disini maksudnya ialah Ahlul Kitab. Sebelum Ahlul Kitab itu dipengaruhi oleh nafsu ingin menang sendiri, mereka akan mengakui bahwa nabi-nabi dan rasul-rasul yang terdahulu itu semuanya adalah manusia belaka, manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah. Dengan ayat ini kita mendapat pengertian bahwasanya kita boleh menuntut ilmu kepada ahlinya, di mana saja dan siapa saja, sebab yang kita cari ialah kebenaran. Ulama besar Syi'ah yang terkenal, cucu Rasulullah saw., Ja'far al-Baqir, menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan Ahludz Dzikri ialah kita sendiri, yaitu bahwasanya ulama dari umat inilah yang berhak disebut Ahludz Dzikri. Sebab beberapa ayat dalam Al-Qur'an menyebutkan bahwa Al-Qur'an itulah adz-Dzikr. Yang mana pun di antara kedua tafsir itu tidaklah berlawanan. Dalam hal yang mengenai ilmu-ilmu agama Islam sendiri niscaya kita bertanya kepada Ahludz Dzikri dalam hal Islam, dan ilmu-ilmu yang lain, yang lebih umum kita tanyai pula kepada Ahludz Dzikri-nya sendiri, tandanya kita berpaham luas dan berdada lapang.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Hijrah sebagai Deklarasi Kemerdekaan Jiwa

Korban pertama dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang ditandatangani pada Konferensi San Francisco (1945) ialah bangsa Arab Palestina yang negeri mereka dirampas oleh orang Yahudi dan segera diakui perampasan itu oleh bangsa-bangsa besar yang menandatangani "hak asasi" itu. Dengan sendirinya, teringat kita kembali pada peringatan yang diberikan Nabi Muhammad saw. kepada kaum Muslimin ketika akan hijrah ke Madinah, yaitu memasang niat dalam hati sanubari akan pindah bukan karena yang lain dan pada yang lain, melainkan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengan niat demikian, Muslimin pertama itu, di bawah pimpinan dan bimbingan Nabi saw., menghadapi dunia.

(Buya HAMKA, Studi Islam, Penerbit Gema Insani, 2020).

CAHAYA HIDUP

Sebenarnya, dia amat kasihan melihat nasib Zainuddin orang jauh itu. Di sini tak mempunyai kerabat yang karib dan ayahnya pun telah meninggal pula. Akan pulang ke Mengkasar, hanya pusaka ayah bunda yang akan ditepati. Sikap Zainuddin yang lemah lembut, matanya penuh dengan cahaya yang muram, cahaya dari tanggungan batin yang begitu hebat sejak kecil, telah menimbulkan kasihan yang amat dalam di hati Hayati. Dan cinta adalah melalui beberapa pintu. Ada dari pintu sayang, ada dari pintu kasih, ada dari pintu rindu, tetapi yang paling aman dan kekal ialah cinta yang melalui pintu kasihan itu.

(Buya HAMKA, TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK, Penerbit Gema Insani, 2019).

AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK RIWAYATNYA

Amat cepatlah manusia berpaling kepada yang lain dan meninggalkan jalan Tuhan. Dibesarkannya sesama manusia sampai menyamai derajat Allah. Ada sesamanya manusia yang dikatakannya keramat, wali Allah, lalu mereka meminta berkah atau meminta pertolongan kepada keramat dan wali (katanya) itu. Bilamana keramat atau walinya itu meninggal dunia, diperbuatkannya makam dan kubah di kuburnya, mula dihormati seperti biasa kemudian dipandang sebagai suatu tempat suci, cuma menamainya berhala yang tidak, tetapi hakikatnya sudah berhala. Diantarkan ke sana bunga dan dibakarkan kemenyan, diambil menjadi berniat dan bernazar. Lebih menyakitkan hati lagi bilamana bukan kubur saja yang dituhankan, bahkan orang yang masih hidup. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah di zaman kemunduran itu, duduk di atas singgasana peterana bertatahkan emas permata ratna mutu manikam, berkelambu kain sutra dewangga, dikelilingi biti-biti perwara dan bentara, mengipaskan kipas bulu merak di kiri-kanan baginda. Siapa yang hendak menjunjung duli dan berdatang sembah, hendaklah sujud melekapkan keningnya ke bumi tiada boleh mata menentang wajah baginda. Walaupun hendak menentang, tiadalah dapat sebab baginda duduk di balik kelambu halus. Seorang utusan kerajaan lain yang datang menghadap dan wajib memenuhi syarat-syarat itu, bertanya kepada al-Hajib, "Inikah Tuhan Allah itu?" Itulah adat istiadat raja-raja Timur zaman purbakala, semasa raja-raja itu dipandang sebagai tuhan atau dewa ... Kalau sekiranya hakim sejarah bersidang dan lalu menyelidiki siapakah agaknya yang bertanggung jawab atas keruntuhan ini, tertujulah mata umum kepada dua orang di sudut, yang duduk melengah-lengah serupa orang tidak terlibat dalam perkara itu. Pertama, golongan yang diberi gelar ulama tadi dengan jubahnya yang panjang dan dalam dan serbannya yang sebesar tudung saji sambil membilang-bilang tasbih sebab "dia telah mati sebelum dia mati". Kedua, golongan yang diberi gelar raja, sultan, amirul mu'minin dan lain-lain sebagainya dengan jari-jari yang penuh cincin emas, leher berkalung mutiara mahal dan di tangannya terpegang pula tongkat kekuasaan (shaulajaan). Keduanya bekerja sama dengan rapat menindas kemerdekaan pikiran. Raja menghisap darah rakyat, mengambil isi baitul maal untuk kepentingan dirinya sendiri, rakyat mati kelaparan dan ulama menelaah kitab, mencari dalil-dalil untuk menghalalkan perbuatan itu. Apabila ada rakyat atau ulama sejati yang mencoba membantah atau menolak kezaliman, ada harapan kena hukum siksa, buangan, penjara, dikerat lidah, dipotongi tubuh atau dipalangkan di pintu kota, sampai lurut tubuh ke bawah dan dimakan anjing.

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

Dituduh HTI dan Wahabi, Ustadz Hanan Attaki: Saya NU, Ikut Tahlilan, Shalawatan

"Coba bayangin, mana ada orang wahabi mimpin tahlilan, sholawatan, mauludan," imbuhnya.

muslimobsession.com/dituduh-hti-dan-wahabi-ustadz-hanan-attaki-saya-nu-ikut-tahlilan-shalawatan

Suka Berlanglang Buana Inilah Penyebab Buya Hamka Muda Tak Tahan di Rumah: Di Sini Ayah Tiri, Di Sana Ibu Tiri

Diketahui perceraian kedua orang tua Buya Hamka ini disebabkan oleh praktik ajaran yang berbeda antara ayah dan ibunya. Ayah Buya Hamka dikenal sebagai penganut agama Islam yang taat, sedangkan keluarga dari pihak ibunya masih menjalankan praktik adat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

laros.id/entertainment/2398302697/suka-berlanglang-buana-inilah-penyebab-buya-hamka-muda-tak-tahan-di-rumah-di-sini-ayah-tiri-di-sana-ibu-tiri

AIR MATA PENGHABISAN

Siapakah di antara kita yang kejam, hai perempuan muda? Saya kirimkan berpucuk-pucuk surat, meratap, menghinakan diri, memohon dikasihani sehingga saya, yang bagaimanapun hina dipandang orang, wajib juga menjaga kehormatan diri. Tiba-tiba kau balas saja dengan suatu balasan yang tak tersudu diitik, tak termakan diayam. Kau katakan bahwa kau miskin, saya pun miskin, hidup tidak akan beruntung kalau tidak dengan uang. Sebab itulah kau pilih hidup yang lebih senang, mentereng, cukup uang. Berenang di dalam mas, bersayap uang kertas. Siapakah di antara kita yang kejam? Siapakah yang telah menghalangi seorang anak muda yang bercita-cita tinggi menambah pengetahuan, tetapi kemudian terbuang jauh ke Tanah Jawa ini, hilang kampung dan halamannya? Sehingga dia menjadi seorang anak "komidi" yang tertawa di muka umum, tetapi menangis di belakang layar?

PENGHARAPAN YANG PUTUS

Tidak Hayati! Semuanya itu palsu adanya. Kalau perkawinan hanya dipertalikan oleh harta benda, tidak juga akan berubah sifatnya dari kelacuran yang biasa, cuma bernama nikah sebab berakad saja. Orang perempuan yang menyerahkan diri kepada suami lantaran suami itu berharta, samalah dengan perempuan lacur yang menjual kehormatannya, bahkan lebih buruk dari perempuan lacur sebab perempuan itu menjatuhkan harga dirinya karena hendak mencari sepiring nasi, tetapi si istri ini memberikan diri karena mengejar harta. Karena mengharapkan gelang emas, dokoh berlian, baju cantik, selendang bagus. Coba kalau si suami itu jatuh miskin. Ya Allah! Terbuka jalan ke rumah Tuan Kadi, meminta khulu' dan fasakh, meminta cerai dan talak. Mereka buangkan suami itu sebagai membuangkan daun pisang yang dikait di tepi jalan sebab tak berpayung ketika hari hujan, dan bila hujan reda, daun itu pun tercampaklah di tepi jalan, diinjak-injak orang.

(Buya HAMKA, TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK, Penerbit Gema Insani, 2019).

"Ibnu al-Qayyim dan Ibnu Taimiyah dikenal pula sebagai pelopor yang akan dituruti oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab, pendiri golongan Wahabi. Dalam penyelidikan analisis modern, dalam orang menilik kebangkitan Islam kembali, kedua ulama ini, Ibnu Taimiyah dan Ibnu al-Qayyim, adalah permulaan pembangun pikiran baru dalam Islam. Sebagaimana diketahui dalam sejarah hidup kedua ulama itu, keduanya sangatlah dimusuhi oleh ulama-ulama yang mempertahankan taklid. Bahkan, pernah dituduh bahwa Ibnu Taimiyah menganut paham mujassimah, yaitu mengatakan bahwa Tuhan bertubuh. Kedua ulama itu tidak sunyi-sunyinya dari kejar-kejaran pemerintah sampai berulang-ulang masuk penjara. Bahkan, Ibnu Taimiyah meninggal dalam penjara."

(BUYA HAMKA, AYAHKU).

Debat Ngakak Guling-guling!! Mau Poligami aja Wahabi Vs Wahabi minta dalil

youtube.com/watch?v=iWEZNpP6C9w

TERUSIR

Imam al-Ghazali pernah mengatakan bahwa dalam diri manusia itu ada sifat setan. Kalau sekiranya seorang perempuan cantik datang ke rumahnya mengemis meminta sedekah, atau menitikkan air mata meminta pekerjaan, harus mereka mau termenung, sebab perempuan itu dipandangnya hina dan rendah. Kalau kecantikan itu dipergunakan oleh perempuan tadi untuk membela hidupnya dengan jalan yang halal, manusia-manusia yang sombong itu tentu tidak mau menikahi dan mengambilnya menjadi isteri. Yang muda dan belum beristeri mengambil orang rendah menjadi isterinya, sebab dia terhormat. Orang yang telah berumah tangga tidak mau pula karena mereka antipoligami yang halal. Orang akan menikahinya kalau sekiranya dia berharta. Apabila ringgit itu telah habis untuk dibelanjakan oleh laki-laki tadi, perempuan itu boleh diusir seperti mengusir seekor anjing kurap dengan "perek sama lu!" (kata makian). Baru senang hati laki-laki tadi kalau kecantikan perempuan itu dijadikannya perkakas untuk pemikat uangnya. Dengan kecantikan itu, si perempuan mencari makanannya pagi dan petang. Ketika itu, nanti datang mereka berduyun-duyun dikelilingi perempuan itu laksana budak mencium tapak kaki tuannya. Dihamburkan uangnya berapa pun perempuan itu mau. Dibuatnya poligami jahanam walaupun mereka antipoligami. Sebelum hari malam, dia bercinta dengan tunangnya yang masih perawan dan sesudah malam dia pergi ke perempuan cantik tadi melepaskan nafsunya.  Diberinya gelaran yang buruk kepada perempuan itu, dinamainya "sampah masyarakat", dinamainya "bunga mengandung racun", "kupu-kupu malam" dan lain-lain nama yang hina dan buruk. Padahal dia sendiri yang menyuruh mereka sesat ke dalam lembah itu. Dikutuk perempuan itu, ditimpakan segala macam kesalahan kepadanya, dikatakan dia wakil iblis, perdayaan setan, padahal laki-laki itu yang lebih iblis.

(BUYA HAMKA, TERUSIR, JT Books PLT Malaysia, 2021).

Razia Masker Surabaya, Kelompok Warga Justru Berzikir

youtube.com/watch?v=kaANSrieCXg

KELEDAI MEMIKUL KITAB-KITAB

"Perumpamaan orang yang dipikulkan kepada mereka kitab Taurat, tetapi mereka tidak sanggup menanggungnya adalah seumpama keledai yang memikul kitab-kitab jua layaknya. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat Allah, dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada kaum yang aniaya." (QS. al-Jumu'ah [62]: 5).

Mereka sangka mendatangkan kesayangan Allah, kiranya membencikan Dia. Mereka perbuat suatu yang mereka sangka ibadah, kiranya Bid'ah.

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Lautan Jilbab dan Politik Identitas

caknun.com/2021/lautan-jilbab-dan-politik-identitas

AL-QUR'AN: LAFAZH DAN MAKNA

Baik golongan Ibnu Taimiyah maupun golongan Imam Ghazali atau jalan lapang yang diberikan oleh al-Qisthallani, pendapat mereka sama bahwa menafsirkan Al-Qur'an menurut hawa nafsu sendiri atau mengambil satu-satu ayat untuk menguatkan satu pendirian yang telah ditentukan terlebih dahulu adalah terlarang (haram), penafsiran seperti ini adalah tafsiran yang curang. Yang kedua ialah segera saja, dengan tidak menyelidiki terlebih dahulu, menafsirkan Al-Qur'an, karena memahamkan zahir maksud ayat, dengan tidak terlebih dahulu memperhatikan pendapat dan penafsiran orang yang dahulu. Dan, tidak memperhatikan 'uruf (kebiasaan) yang telah berlaku terhadap pemakaian tiap-tiap kata (lafazh) dalam Al-Qur'an itu. Dan, tidak mengetahui uslub (gaya) bahasa dan jalan susunan. Hal yang semacam inilah yang dinamai berani-berani saja memakai pendapat sendiri (ra'yi) dengan tidak memakai dasar. Inilah yang dinamai tahajjum atau ceroboh dan bekerja dengan serampangan. Pendeknya, betapapun keahlian kita memahami arti dari tiap-tiap kalimat Al-Qur'an kalau kita hendak jujur beragama, tidak dapat tidak, kita mesti memperhatikan bagaimana pendapat ulama-ulama yang terdahulu, terutama Sunnah Rasul, pendapat sahabat-sahabat Rasulullah dan tabi'in serta ulama ikutan kita. Itulah yang dinamakan riwayah, terutama berkenaan dengan ayat-ayat yang mengenai hukum-hukum.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TERTIB KHATIB

TIGA kali Hamka memukul meja. Menteri Agama Alamsyah dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI K.H. Abdullah Syafei yang duduk di sampingnya sampai terkejut. "Saya tak setuju kesempatan berhari raya Idul Fitri dan Idul Adha dijadikan medan politik," kata Hamka bersemangat. Menurut Ketua Umum MUI ini, kedua hari raya itu adalah hari suci, hari perdamaian dan hari gembira, "Sayang masih ada rekan-rekan yang mempergunakan kesempatan itu untuk mengungkapkan ketidakpuasan politiknya," tambahnya.

(SERI I Buya Hamka, TEMPO Publishing, 2019).

PENGASIH, PENYAYANG DAN PEMARAH

Sangat tersinggung perasaan beliau kalau ada kata-kata kasar yang tidak dapat beliau terima, anak-anak beliau nakal-nakal. Oleh karena itu, ada seorang pegawai negeri -- maklum pegawai negeri pada zaman Belanda -- mengatakan bahwa anak beliau "kurang ajar". Ketika itu, usiaku (Hamka) baru 12 tahun. Hal ini aku sampaikan kepada beliau. Naik merah mukanya dan beliau belum hendak makan sebelum bertemu orang itu. Setelah bertemu, beliau mengata-ngatainya, "Kalau Tuan katakan anakku kurang ajar, itu artinya akulah yang Tuan katakan kurang ajar. Kalau perkataan itu tidak Tuan cabut, hari ini juga, aku tukar gelarku dari tuanku syekh mudo jadi pendekar mudo." Orang itu terpaksa minta maaf dan didamaikan oleh orang lain. Singkatnya, ketika aku (Hamka) masih kanak-kanak, ibuku menjaga benar supaya perkabaran tentang gangguan orang lain kepada kami jangan sampai ke telinga beliau.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

RESPONS PUBLIK seusai BEM UI Edit Tubuh Puan Jadi Tikus karena Sahkan UU Cipta Kerja: Keren, Berani!

youtube.com/watch?v=SsO6cOudGCk

SUMBER HARTA

Sebahagian karam di dalam dunia, dikaramkan oleh bilangan harta, tidak insaf akan hari tua, tidak insaf akan hari akhirat, sehinga hartanya tidak dijadikannya bekal untuk menempuh negeri yang wajib ditempuh itu. Ada juga mereka yang ingat akan hari itu, tetapi semata-mata ingat saja, lalu mengeluh dan disebut sedikit dengan bibir. Kalau mereka mendengar seorang guru menerangkan pelajaran akhirat, bahaya harta, dan lain-lain, waktu itu mereka manggut-manggut, terasa rupanya olehnya. Tetapi bilamana habis mendengar pengajaran tadi, mereka kembali pula kepada kelalaiannya. Itulah yang paling banyak. Orang yang begini di dalam Al-Qur'an dinamai "Abdatuth Thaghut", penyembah Thaghut (Setan), dan "Syarad Dawab", sejahat-jahat binatang yang melata di bumi.

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

TINGKAT MANUSIA

Menurut pengalaman al-Ghazali, kecerdasan dan kesanggupan akal manusia tidaklah sama. Senantiasa ada orang awam, yaitu manusia biasa, dan ada orang khawas, yang berpikir lebih cerdas. Al-Ghazali menasihatkan, supaya orang awam yang belum sanggup berpikir cerdas, teratur, dan meluaskan ilmu pengetahuan, tak perlu membicarakan soal berdalam-dalam, yang akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki. Bagi si awam, cukuplah jika dia berpegang dengan Nash Al-Qur'an dan As-Sunnah. Tak usah banyak tanya, dan tak usah ikut-ikut pula mena'wilkan ayat dan hadis menurut pahamnya, karena itu akan merusakkan saja bagi pendiriannya. Ta'wil orang awam, adalah laksana orang yang tidak pandai berenang mencoba hendak berenang di lautan.

(Buya HAMKA, Perkembangan & Pemurnian Tasawuf, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

Kiai Jeje Zaenudin: Buya Hamka Sosok Mujahid Sekaligus Mujtahid

"Ini yang saya rasa sulit ditemukan dari ulama yang lain bagaimana memadukan sebagai mujtahid sekaligus mujahid dan mujtahid dalam berbagai dimensi ilmu," ujar Kiai Jeje dalam Talkshow dan Tausiyah Film Buya Hamka, Jumat (24/03) di Masjid Raya Sumatera Barat, Padang.

mui.or.id/berita/51641/kiai-jeje-zaenudin-buya-hamka-sosok-mujahid-sekaligus-mujtahid

TIGA SIFAT YANG DITIMBULKAN OLEH AGAMA

a. Perasaan malu. Yaitu rasa enggan hendak mendekati suatu pekerjaan yang tercela. b. Bisa dipercaya di dalam pergaulan hidup bersama (amanah). c. Benar dan lurus (shiddiq).

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Sekjen MUI: Perkuat Ukhuwah, Harga Mati Untuk Menyelamatkan Bangsa

Ditengah krisis saat ini dan telah terjadi polarisasi serta kesenjangan untuk mementingkan kelompok, golongan hingga penguasaan aset bangsa ini oleh oligarki politik, oligarki ekonomi hingga oligarki sosial. Untuk itu Buya Amirsyah mengajak semua pihak agar menyadari permasalahan ini bahwa sejumlah tokoh yang lahir di Minangkabau telah terbukti mampu menyelesaikan problem bangsa, mulai dari lahirnya proklamator Soekarno bersama Bung Hatta hingga pahlawan nasional seperti Buya Hamka, Imam Bonjol, dalam banyak lagi tokoh lain dari Sumatera Barat yang terbukti mampu menyelesaikan problem bangsa di masa lalu.

panjimas.com/news/2023/02/01/sekjen-mui-perkuat-ukhuwah-harga-mati-untuk-menyelamatkan-bangsa

Sedikit-sedikit Bid'ah, Masuk Neraka, Ngaji itu Sampai Tuntaslah | Ustadz DR. Zulkarnain Umar

youtube.com/watch?v=HO93-QDOfl8

MENJAWAB MASALAH

Dzikir dan puji-pujian kepada Nabi saw. dengan menabuh rebana atau talam, dengan suara yang merdu, tetapi seluruh bacaannya menjadi salah karena lagunya. Adat ini pun diberantas.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Mafia Tanah Menggurita, PWNU Jatim Pertegas Status Keharamannya

jatim.viva.co.id/cangkrukan/1844-mafia-tanah-menggurita-pwnu-jatim-pertegas-status-keharamannya

HARTA TAK HALAL

"Dan janganlah kamu makan harta benda kamu di antara kamu dengan jalan yang batil dan kamu bawa ke muka hakim-hakim, karena kamu hendak memakan sebagian daripada harta benda manusia dengan dosa, padahal kamu mengetahui." (al-Baqarah: 188).

Lebih ganas lagi memakan harta kamu ini apabila sudah sampai membawa ke muka hakim. Menurut riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya dan Ibnu Abi Hatim serta Ibnu Mundzir bahwa Ibnu Abbas menafsirkan, "Dan janganlah kamu makan harta benda kamu di antara kamu dengan jalan batil!" Bahwa ada seorang laki-laki memegang harta orang lain, tetapi tidak ada cukup keterangan dari yang empunya maka orang itu pun memungkiri dan berkata bahwa harta itu adalah kepunyaan dirinya sendiri. Yang empunya hak mengadu kepada hakim, dia bersitegang mempertahankan bahwa harta itu dia sendiri punya sehingga yang sebenarnya berhak menjadi teraniaya. Dan, diriwayatkan pula menurut tafsiran Mujahid bahwa makna ayat ini ialah, "Jangan kamu bersitegang urat leher di muka hakim, padahal hati sanubari sendiri tahu bahwa engkaulah yang zalim." Menurut satu riwayat dari Said bin Jubair bahwa Imru'ul-Qais bin Abi berselisih dengan Abdan bin Asywa' al-Hadhrami perkara sebidang tanah. Lalu, Imru'ul-Qais bersedia bersumpah mempertahankan bahwa yang empunya ialah dia, maka turunlah ayat ini.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Hukum Sholat Berjamaah, Ustadz Abdul Somad: Madzhab Hambali Wajib

portalpekalongan.pikiran-rakyat.com/khazanah/pr-1916006415/hukum-sholat-berjamaah-ustadz-abdul-somad-madzhab-hambali-wajib

MEMAKMURKAN MASJID

Menurut Ibnu Abbas, barangsiapa yang mendengar seruan (adzan) untuk shalat, tetapi tidak dijawabnya seruan itu dan tidak dia segera datang ke masjid, dan dia shalat saja di rumah, maka samalah dengan tidak shalat, dan sesungguhnya dia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya. Menurut Abdurrazaq yang diterimanya dari Ma'mar bin Ishaq dari Amar bin Maimun al-Audi. Dia berkata (seorang tabi'in), "Aku masih mendapati beberapa sahabat Rasulullah saw. Umumnya mereka berkata, 'Masjid-masjid itu adalah Rumah Allah di atas bumi ini!' Maka, adalah menjadi hak bagi Allah memuliakan setiap orang yang berziarah ke rumah-Nya."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

IBADAHNYA

Ada sebuah bukunya berjudul Annida ila Shalatil jama'ati wal Iqtida (seruan sembahyang berjamaah dan mencontoh Sunnah Nabi). Menurutnya, sembahyang jamaah adalah wajib.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

HAMKA dan KOKAM

suaramuhammadiyah.id/2023/01/06/hamka-dan-kokam

PDPM Klaten: Semua Anggota Kokam Siaga di Barak Masing-masing, Menunggu Komando

4- Peristiwa ini terkait erat dengan aktivitas kemaksiatan yang terjadi di tempat kejadian perkara. Maka demikian, dukungan kita terhadap penegakan hukum kasus ini merupakan bentuk gerakan amar makruf nahi munkar. Dan apabila proses hukum ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya, bersiaplah kita akan kobarkan aksi sejuta umat Persyarikatan untuk tuntut keadilan!

sangpencerah.id/2023/01/pdpm-klaten-semua-anggota-kokam-siaga-di-barak-masing-masing-menunggu-komando

Kisah Nyata Ibnu Tumart, Pembantaian Salafi 1080-1130 M, Kekejaman ASY'ARIYAH. Rezimintasi Paham

youtube.com/watch?v=aOSgNsDaeQU

"Ash'ari-isme inilah pokok pangkalnya taklid-isme di dalam Islam, pokok pangkalnya patriotisme (kependetaan) di dalam Islam, Islam bukan lagi satu agama yang boleh dipikirkan secara merdeka, tetapi menjadilah monopolinya kaum faqih dan kaum tarikat." (Soekarno - Presiden Pertama Republik Indonesia, Islam Sontoloyo).

WAHABI SALAH OBAT (DALIL BUAT MAKANAN DIPAKAI BUAT MAULID)

youtube.com/watch?v=YHymHi_8tLo

KAIDAH USHUL FIQIH

Meskipun terdapat beberapa riwayat tentang sebab turun ayat, namun yang kita jadikan pedoman ialah isinya. Karena tersebut di dalam kaidah ushul fiqih: "Yang dipandang adalah umum maksud perkataan, bukanlah sebab yang khusus." Artinya, yang dipandang ialah maksud dan tujuan perkataan, bukanlah tentang sebab turunnya ayat.

ISLAM SUDAH SANGAT SEMPURNA

Dalam hal-hal yang musykil berkenaan dengan urusan dunia, pun telah cukup pula agama memberikan bimbingan. Kenyataan pertama ialah agama murni menurut yang diturunkan dari langit, yang telah cukup dan sempurna, tidak dapat dikurangi atau ditambah lagi. Orang yang menambah-nambah, bernama tukang Bid'ah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Ancaman Allah Bagi Pembunuh

Menurut Buya Hamka dalam kitab Tafsir Al-Azhar, membunuh manusia secara sengaja adalah dosa yang paling besar. Membunuh manusia tanpa hak, termasuk dalam tujuh dosa besar. Dosa yang paling besar sekali ialah mempersekutukan Allah dengan yang lain. Di bawah itu adalah dosa membunuh. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa pembunuh dengan sengaja, diancam dengan empat ancaman besar. Pertama, kekal dalam neraka jahannam. Kedua, ditimpa oleh Allah dengan kemurkaan-Nya. Ketiga, dilaknat atau dikutuk hidupnya. Keempat, disediakan lagi siksaan yang besar buatnya. Menurut Buya Hamka, tidak ada dosa lain yang diancam dengan ancaman sampai 4 macam itu, melainkan dosa membunuh orang Mukmin inilah. Ancaman yang sampai empat macam itu hanya bertemu terhadap membunuh dengan sengaja.

bincangsyariah.com/hukum-islam/ubudiyah/ancaman-allah-bagi-pembunuh

MEMBUNUH DENGAN SENGAJA

Ibnul Qayyim di dalam al-Jawabul Kafi, "Hasil penyelidikan dalam perkara ini ialah bahwa suatu pembunuhan adalah bersangkutan dengan tiga kewajiban. Pertama, hak Allah. Kedua, hak orang yang terbunuh itu sendiri. Ketiga, hak dari wali (penguasa negara). Apabila si pembunuh segera menyerahkan diri kepadanya dengan segala ketundukan dan kemauan sendiri, menyesal atas perbuatannya itu, disertai takut akan Allah, dan disertai dengan tobat nashuha, maka dia telah membalaskan kewajiban kepada Allah dengan tobat itu, dan dia telah membayarkan kewajibannya kepada penguasa dengan segera menyerahkan diri, maka hakimlah yang memutuskan hukum apa yang akan diterimanya, entah berdamai dengan keluarga si korban atau adanya pemaafan. Tinggal satu hak lagi, yaitu kewajibannya terhadap si pembunuh sendiri. Yang niscaya Allah sendiri yang akan mengganti kerugiannya di hari Kiamat tersebab kesalahan hamba-Nya yang telah tobat itu, dan Allah akan mendamaikan di antara dua hamba-Nya. Dengan demikian hak si korban tidak akan disia-siakan Allah dan tobat hamba-Nya yang tobat pun tidak pula akan ditolak."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Singgung Pidato Bung Karno, BPIP Tekankan Bangun Karakter Bangsa Lewat Iptek

nasional.okezone.com/read/2023/02/16/337/2765786/singgung-pidato-bung-karno-bpip-tekankan-bangun-karakter-bangsa-lewat-iptek

ISLAM SONTOLOYO

Dunia Islam menjadi mundur oleh karena banyak orang 'jalankan' hadits yang dhaif dan palsu. Karena hadits-hadits yang demikian itulah, maka agama Islam menjadi diliputi oleh kabut-kabut kekolotan, ketakhayulan, bid'ah-bid'ah, anti-rasionalisme, dan lain-lain. Padahal tak ada agama yang lebih rasionil dan simplistis daripada Islam.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Orde Baru di Mata Anak Muda: Benarkah Mereka Ingin Orde Baru Bangkit?

Bisa jadi ada bocil yang ingin Orde Baru kembali, bisa jadi ada yang benci Orba. Tergantung informasi apa yang mereka terima. Tapi saya harap sih, mereka tidak usah kepingin era tersebut kembali. Percayalah, era tersebut adalah aib, dosa, dan catatan buruk sejarah Indonesia!

mojok.co/terminal/orde-baru-di-mata-anak-muda

Pak Harto.... Piye.. Enak Jamanku Tho....

youtube.com/watch?v=822hfeLhUIA

Kakanda Hidup untuk Cinta

"Seorang Menteri Orde Lama yang ditugaskan untuk menguasai Masjid Agung Al-Azhar yang kanda pimpin ketika itu dipandang sebagai benteng golongan merdeka. Usahanya dengan melalui cara pemenjaraan kanda dan pendaulatan masjid itu dengan kekerasan. Berkat lindungan Tuhan, tidak berhasil. Adakah kanda membencinya atau memusuhinya? Senyum mesra selalu menghiasi wajah kanda setiap kali berjumpa dengannya. Dan salah satunya dinda saksikan sendiri, setelah ia kehilangan kekuasaan, akhirnya sikap ukhuwah Islamiyah yang kanda perlihatkan itu, dengan terbuka telah dibalasnya dengan sikap yang serupa. Cinta menyirnakan dendam. Dengan memperalatkan "keagungan dan kekuasaan," kanda dipenjarakan bertahun-tahun sampai menderita cacat pendengaran. Adakah kanda melampiaskan rasa dendam setelah penguasa itu terluncur ke lembah kehancuran? Sebaliknya, kandalah yang berdiri paling dekat dengan jenazahnya, memohon supaya Tuhan Yang Pengasih dan Penyayang melimpahkan kepadanya keampunan dan rahmat-Nya ..." (Muhammad Zein Hassan).

(PERJALANAN TERAKHIR BUYA HAMKA: Sebuah Biografi Kematian, JT Books PLT, 2021).

ULAMA-ULAMA YANG MENENTANGNYA

Beliau (Syekh M. Jamil Jaho) mendirikan suraunya di Jaho, dekat Padang Panjang. Murid-muridnya pun banyak berdatangan dari seluruh Minangkabau dan Sumatra. Ketika Perserikatan Muhammadiyah mulai masuk ke Minangkabau, atas propaganda yang dilakukan oleh S.Y. Sutan Mangkuto, Engku Jaho telah masuk Muhammadiyah. Masuk juga bersamanya, Tuan Syekh Muhammad Zain Simabur dan Engku Tafakis. Padahal, mereka termasuk mempertahankan paham yang lama. Pada Tahun 1927 M, terjadilah Kongres Muhammadiyah yang ke-16 di Pekalongan. Kedua ulama itu pun turut hadir dalam kongres itu. Di sanalah, baru mereka tahu tujuan yang sebenarnya dari Muhammadiyah, yaitu membela paham Wahabi dan lain-lain yang selama ini sangat mereka tentang. Apalagi, setelah mendengar khutbah K.H. Mas Mansur yang pada waktu itu mengemukakan pentingnya Muhammadiyah mendirikan Majelis Tarjih untuk menarjihkan hukum dan jangan hanya bertaklid kepada ulama-ulama saja. Setelah kembali dari Pekalongan itu, beliau pun mengundurkan dirinya dengan teratur. Sebagai seorang ulama besar, (beliau) tidak banyak mulut, mencela, dan memburuk-burukkan. Kedudukannya sebagai Ketua Cabang Muhammadiyah Padang Panjang tidak beliau hadapi lagi sehingga akulah (Hamka), yang menjadi wakil ketua ketika itu, yang melancarkan pekerjaannya. Namun, sebelum beliau mengundurkan diri itu, sempatlah aku -- berbulan-bulan lamanya -- berdekat dengannya, sama-sama bertabligh dan melancarkan organisasi Muhammadiyah. Oleh karena itu, dapatlah aku ketahui bahwa tidaklah banyak perbedaan pendiriannya dalam urusan agama dengan ayahku.

SYEKH AHMAD KHATIB

Persahabatan Syekh Ahmad Khatib ini amat karib pula dengan datukku (kakek Hamka), Syekh Amrullah. Beliau (Syekh Amrullah) mengantarkan ayahku (Haji Abdul Karim Amrullah) ke Mekah untuk belajar kepada Syekh Ahmad Khatib. Banyaklah murid-murid asuhannya yang dikirim dari berbagai negeri di Indonesia dan Semenanjung Melayu. Pribadi beliau sendiri (Syekh Ahmad Khatib) memang besar, ulama dan berjiwa "pertuanan" (edel), karena keturunan darah ulama dan bangsawan, serta disokong oleh kekayaan mertuanya yang sanggup mencetak kitab-kitab karangan beliau dan perlindungan yang diberikan oleh kerajaan syarif kepada beliau.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

CARA MISI DAN ZENDING MENYERANG AQIDAH KITA

"Orang Islam, bagaimanapun bodohnya, tidaklah ada yang menyimpan patung Ka'bah atau gambar Ka'bah dalam rumahnya untuk dipuja dan disembahnya. Sebagai contoh, ada seorang haji kembali dari Mekah dan membeli sebuah foto Ka'bah. Kemudian, dia gantung di dinding rumahnya. Tidaklah ada seorang Islam jua pun, mulai dari Maroko (Arabia Barat) sampai ke Merauke (Indonesia Timur), yang menghadapkan mukanya atau memuja pada gambar Ka'bah yang ada di dalam rumah itu. Kalau, misalnya, dia berbuat demikian, termasuklah dia kafir, mempersekutukan Ka'bah dengan Allah." Pertanyaan dokter muda itu saya terima pada waktu saya dirawat karena sakit di Rumah Sakit Persahabatan Rawamangun Jakarta, pada bulan Oktober 1964, dalam status sebagai orang tahanan. Dokter itu adalah salah seorang dokter yang ramah dan kasih sayang kepada pasiennya, yang sangat saya rasakan dan tidak dapat saya lupakan. Pengalaman-pengalaman ini akan saya tulis lagi di lain waktu untuk menjadi perhatian bagi mubaligh-mubaligh dan peminat dakwah Islam, yaitu bahwa taktik misi dan zending Kristen dalam rangka "Perang Salib" modern ini adalah menyerang kita terlebih dahulu sampai kita merasa bosan memberi keterangan, dan sebelum kita membalas serangan, dia pasti lari meninggalkan tempat itu.

(Buya HAMKA, Umat Islam Menghadapi Tantangan Kristenisasi dan Sekularisasi, Penerbit Gema Insani, 2022).

BUYA ARRAZY HASYIM MARAH BESAR KEPADA SALAFI WAHABI, JANGAN GANGGU ULAMA KAMI!!!!

youtube.com/watch?v=e7mVhvyFUg8

ISLAM SONTOLOYO,
SEBUAH OTOKRITIK YANG RELEVAN

Oleh: Edi AH Iyubenu

Ungkapan tajam Soekarno dalam diksi "Islam Sontoloyo" jelas bukan dimaksudkan untuk melecehkan marwah agama Islam. Soekarno jelas-jelas adalah sosok cendekiawan muslim yang tak perlu kita pertanyakan dedikasinya kepada bangsa dan Islam Indonesia. Di hadapan beliau, sungguh kita kini bukanlah apa-apa, hanyalah debu yang beterbangan dihempaskan angin-angin.

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Selamat Jalan Guruku

Buya, selamat jalan. Namamu yang harum adalah pancaran hatimu yang harum
Jadi berbahagialah kamu dalam limpahan rahmat dan kasih-Nya.

Maulana Habib Islami Yant Mujiyanto
Penghujung Ramadan 1401
Semarang

(PERJALANAN TERAKHIR BUYA HAMKA: Sebuah Biografi Kematian, JT Books PLT, 2021).

1000 Perbedaan NU Dan MUHAMMADIYAH

youtube.com/watch?v=LOR9hMxRZYU

HAJI PIOBANG DAN ABDULLAH BIN SAUD

Supaya lebih jelas di sini saya tuliskan daftar raja-raja Saudi Arabia periode pertama sampai berperang dengan Muhammad Ali Pasya. 1. Muhammad bin Saud (1740-1761 M atau 1158-1179 H) pendiri Kerajaan Saudi. Pemerintahannya dicatat sejak Tahun 1740 (1158 H), sebab di tahun itu dia membuat janji dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab akan menyebarkan ajaran beliau di seluruh Tanah Arab. Dialah Amir yang pertama. 2. Abdul Aziz I bin Saud (1761-1803 M atau 1179-1218 H). Di zamannya paham Wahabi lebih tersebar dan kekuasaanya lebih luas. Seperempat abad dia memerintah dan memperkuat negerinya, dan juga meluaskan kuasa ke negeri-negeri lain, sampai masuk di Karbala pusat peribadahan Kaum Syi'ah. Dihancurkannya kuburan-kuburan yang dipuja oleh Kaum Syi'ah. Dia meninggal karena ditikam oleh seorang Pengikut Syi'ah yang datang menyamar selagi dia shalat Ashar di Masjid Riyadh pada Tahun 1803 (1218 H). Di sini kita sebutkan Abdul Aziz I, sebab 100 tahun setelah dia wafat baru ada timbul Abdul Aziz II raja Wahabi Saudi yang terkenal, yang merebut Riyadh dari tangan Ibnu Rasyid musuhnya pada Tahun 1902. 3. Saud bin Abdil Aziz (1803-1814 atau 1218-1229 H). Dikenal dengan sebutan Saud al-Kabir, Saud yang Agung karena di zamannya wilayah kekuasaannya sangat luas, sampai ke Hadramaut di Selatan, Karbala di Utara, Hejaz di Barat, dan seluruh Nejd. Dengan dialah Muhammad Ali Pasya berhadapan. Dalam hebatnya peperangan dengan Muhammad Ali Pasya, baginda wafat (1814), digantikan oleh putranya Abdullah bin Saud. Saud bin Abdul Aziz al-Kabir ini boleh juga disebut Saud I dan disebut juga Saud II bin Abdil Aziz untuk Putra Abdul Aziz II yang menggantikan ayahnya pada Tahun 1964 Saud al-Kabir adalah raja Saudi Arabia yang ketiga. 4. Abdullah bin Saud bin Abdil Aziz (1814-1818 atau 1229-1233 H). Zaman pemerintahannya yang 4 tahun itu penuh dengan peperangan belaka, mempertahankan negerinya dari serbuan musuhnya Muhammad Ali Pasya yang kian lama kian maju karena lebih lengkap persenjataannya. Apalagi dia tidak menuruti taktik ayahnya yang melakukan perang gerilya. Dihadapinya tentara Muhammad Ali Pasya secara frontal. Pada Tahun 1818 menyerbulah tentara Mesir di bawah pimpinan Ibrahim Pasya, putra Muhammad Ali Pasya, ke Dariyah, pusat pemerintahan Wahabi. Karena dikepung dan digempur sekian lama, Dariyah tidak dapat dipertahankan lagi, sampai Abdullah bin Saud terpaksa menyerah. Dia ditawan dan Dariyah dihancurleburkan, diratakan dengan bumi dan penduduknya habis dimusnahkan. Abdullah bin Saud dibawa ke Mesir kemudian diantarkan ke Istanbul. Mulanya diarak dengan penuh penghinaan, kemudian baru dipancung kepalanya dan digantungkan di muka lapangan Aya Sophia (awal 1819).

(Buya HAMKA, Antara Fakta dan Khayal: Tuanku Rao, Republika Penerbit, Cet.I, 2017).

"Ia adalah menggambarkan kebesaran Ibn Saud dan Wahabism begitu rupa, mengobar-ngobarkan elemen aural, perbuatan begitu rupa, hingga banyak kaum 'tafakur' dan kaum pengeramat Husain Cs. akan kehilangan akal nanti sama sekali." (Soekarno - Presiden Pertama Republik Indonesia, Islam Sontoloyo).

300 TAHUN SYI'AH/QARAMITHAH MERESAP DI MINANGKABAU, BENARKAH?

Dalam tulisan ini jelas sekali bahwa Parlindungan belum menguasai persoalan yang berat ini. Di dalam TR dia mengaku bermazhab Hambali, yang dianutnya sejak dia belajar di Zuerich Tahun 1938 (TR, hal. 163). Namun rupaya dia tidak mengerti bahwa Wahabi yang melanjutkan ajaran Hambali itu sangatlah murka kepada orang yang memuja kubur. Maka diruntuhkan atau dicungkillah kuburan Sultan Alif oleh Tuanku Lintau, sebab sudah dipuja-puja, menjadi sumber kemusyrikan. Bukan karena dia Syi'ah, melainkan karena Wahabi melarang pemujaan kuburan, sebagaimana yang kelak akan kita jelaskan lagi. Dengan alasan yang putus asa menurut ukuran ilmiah, Parlindungan mencoba hendak meyakinkan kita bahwa BASAPAH adalah ajaran Syi'ah, ziarah ke kubur Hasan-Hussin di Karbala, dan Sultan Alif meninggal bulan Shafar adalah "kebetulan" saja!

(Buya HAMKA, Antara Fakta dan Khayal: Tuanku Rao, Republika Penerbit, Cet.I, 2017).

Buya dalam Kenangan Mereka

"Jasa Buya Hamka terhadap bangsa dan negara adalah berdirinya Majelis Ulama. Tanpa Buya, lembaga itu tak akan mampu berdiri. Ketika itu hanya Aceh dan Jabar yang memiliki MUI, dan untuk membentuk MUI di tingkat pusat haruslah terlebih dahulu membentuk di daerah-daerah. Ia merupakan perjuangan berat." (Prof. Dr. Mukti Ali).

(PERJALANAN TERAKHIR BUYA HAMKA: Sebuah Biografi Kematian, JT Books PLT, 2021).

YouTuber Dikecam Gegara Konten Video Ceramahi Perempuan Pakai Rok Pendek hingga 'Paksa' Berhijab, Warganet: Jahat Banget

suara.com/news/2022/08/28/145500/youtuber-dikecam-gegara-konten-video-ceramahi-perempuan-pakai-rok-pendek-hingga-paksa-berhijab-warganet-jahat-banget

Buya Hamka Guruku yang Utama

"Ada beberapa peristiwa yang tak dapat saya lupakan tentang guruku, Hamka. Pertama, taktik dakwahnya. Ramai orang datang ke al-Azhar untuk berguru dengannya, termasuklah daripada kalangan para wanita terpelajar (keluaran pendidikan Barat). Mereka datang dengan pakaian dan make-up yang berlebihan karena tidak mengetahui ia tidak dibolehkan, namun Buya tidak menunjukkan rasa keberatannya mengajar mereka di masjid dengan pakaian yang sedemikian. Beliau tidak terus menyentuh pada perkara-perkara yang dilarang tetapi bermula dengan memberikan pemahaman dasar. Memang agak janggal seorang ulama mengajar wanita-wanita yang memakai yang tidak menutup aurat, tapi lama-kelamaan mereka datang dengan pakaian yang lebih sopan -- kain dan kebaya atau baju kurung. Pendekatannya berhasil." (Hj. Amiruddin Siregar).

(PERJALANAN TERAKHIR BUYA HAMKA: Sebuah Biografi Kematian, JT Books PLT, 2021).

Bom Wahabi Saat MAULID NABI

youtube.com/watch?v=KN-4HR1NfQE

ME"MUDA"KAN PENGERTIAN ISLAM

Tidak ada negeri lain, yang Islamnya begitu banyak mengandung zat-zat ketakhayulan, keta'asuban, kemusyrikan, kebid'ahdilalahan, seperti negeri India itu. Syaitan dan Jin masih ditakutinya dan dicari persahabatannya, azimat-azimat dan tangkal-tangkal masih digemarinya, "keramat-keramat" dan "wali-wali" masih dicari-cari dan dimulia-muliakannya, kekuasaan pir-pir dan ulama-ulama masih tak ada ubahnya daripada zaman purbakala.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Masih Percaya sama Buzzer atau BuzzerRp?

youtube.com/watch?v=COm92pul27Y

KAUM MUSLIMIN TERLALU JUJUR

Ditipunya kaum Muslimin berpuluh, bahkan beratus kali. Kaum Muslimin yang malang tetapi jujur, kalau mendengar nama seseorang yang berjabatan tinggi selalu bertanya, "Apakah si fulan golongan awak juga?" Atau mereka bertanya, "Apakah bapak anu itu shalat?" Demikianlah karena harapnya moga-moga hukum Allah berlaku dalam negerinya, senang benar hatinya kalau ada seorang wazir atau seorang kepala negara diangkat, mudah-mudahan orang itu golongan awak juga. Padahal kemudian mereka bersedih hati karena pengharapan mereka menjadi hampa. Orang yang mereka sangka hendak menegakkan Islam ternyata berusaha meruntuhkannya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TANTANGAN

Orang yang mula-mula sekali menyanggah karangan itu adalah murid beliau (murid Haji Abdul Karim Amrullah), yaitu Rasuna Said, dalam harian Mustika Yogya, yang ketika itu dipimpin oleh Haji Agus Salim. Dalam buku itu, beliau kritik sekeras-kerasnya baju kebaya pendek. Di sini, nyata benar bagaimana sempit pandangannya tentang urusan pakaian. Beliau menyatakan ukuran pakaian yang menurut hadits Nabi saw. dan menurut pendapat ulama-ulama. Kemudian, beliau membantah kebaya pendek itu. Padahal, selain kebaya pendek, ada kain sarung atau kain panjang. Memang ada juga kebaya pendek itu yang menyolok mata, misal guntingan yang sengaja menunjukkan pangkal dada sehingga menyebabkan hati tergiur. Namun, di sini, beliau menyatakan pendiriannya yang sedang naik marah sehingga kebaya pendek beliau katakan pakaian perempuan "lacur". Tentu saja, orang yang telah mulai mengeluarkan pertimbangan merdeka tidak dapat menelan begitu saja "makanan" yang beliau "suapkan" itu.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

3 Pahlawan Perempuan Berhijab yang Tak Kenal Lelah dan Takut, Ada Rasuna Said!

nasional.okezone.com/read/2022/04/22/337/2583550/3-pahlawan-perempuan-berhijab-yang-tak-kenal-lelah-dan-takut-ada-rasuna-said

CITA-CITANYA

Adat jahiliyyah sudah hanya tinggal bangkai atau bingkainya. Tempatnya bersandar pun sudah runtuh, yaitu kekuasaan Belanda. Kemerdekaan tanah air telah banyak sekali menolong mempercepat akan tercapainya maksud yang tinggi itu. Sayang sekali, beliau telah meninggal, dua bulan sebelum proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 M.

MUHAMMADIYAH MENANG

Perjuangan Muhammadiyah yang berjalan beringsut-ingsut dalam masa 18 tahun -- sejak Tahun 1912-1930 M -- terobatlah jerih payah pada masa itu. Dalam riwayat Muhammadiyah sendiri, Kongres Minangkabau adalah permulaan zaman baru. Sejak masa itulah, muncul mubaligh-mubaligh Muhammadiyah dari Minangkabau yang akan menyiarkan paham Muhammadiyah ke seluruh pelosok tanah Indonesia dan akan turut memainkan peranan penting bersama-sama pemimpin dari Yogyakarta dalam membentuk citanya dan geraknya. Ketika diadakan rapat umum itu, beliau sendiri (Haji Abdul Karim Amrullah) ikut berbicara, dan pembicaraan beliau sangat bersemangat. Salah satu dari butir pembicaraan beliau adalah, "Janganlah yang merasa kuat hendak selalu menindas kepada yang lemah. Meskipun cacing itu sangat lemah, kalau ia dipijak, ia mesti menggeleong juga. Iman yang sejati tidak ada tempat takut, melainkan Allah SWT. Meskipun di sana ada pedang yang tajam, di sini menunggu leher yang genting."

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Ulama Nahdlatul Ulama: Memakai Jilbab Hukumnya Tidak Wajib

Istilah jilbab, kata Sukron, muncul usai Revolusi Islam Iran yang dipimpin Ayatollah Khomeini pada tahun 1980-an. Khomeini waktu itu gencar menyerukan revolusi di negara-negara berpenduduk muslim. Pemerintah Indonesia waktu itu memandang jilbab bukan sekadar pakaian, melainkan sebagai tanda masuknya gagasan revolusi Iran bersifat politis. Karena itu pemerintah menyikapi dengan membuat larangan memakai jilbab di sekolah. Masyarakat umum tidak dilarang memakai jilbab. Yang dilarang adalah pemakaian jilbab di sekolah.

tagar.id/ulama-nahdlatul-ulama-memakai-jilbab-hukumnya-tidak-wajib

VIRAL!! PARA KIAI ASWAJA JATIM NYATAKAN KELOMPOK WAHABI SALAFI SESAT DAN MENYESATKAN MASYARAKAT

youtube.com/watch?v=utI0-hP6Re0

MEMECAH-BELAH AGAMA

Keempat Imam sama saja bunyi seruan mereka, yaitu pendapat mereka hanya boleh dipakai bila kenyataannya berlawanan dengan Al-Qur'an dan Hadits, Imam Syafi'i terkenal dengan perkataan beliau: "Kalau terdapat hadits yang shahih (benar) maka itulah madzhabku." Maka yang menimbulkan perpecahan bukanlah beberapa ijtihad, tetapi apabila suatu hasil ijtihad telah dipegang dengan yakin, dan tidak boleh ditinjau atau diubah lagi. Kemudian, timbul berbagai madzhab dan tiap madzhab mengatakan bahwa pihak merekalah yang benar. Kadang-kadang, ternyata pendapat seorang mujtahid itu setelah diselidiki dengan saksama, berbeda dengan maksud suatu hadits yang shahih. Hadits shahih itu tidak dipakai orang karena orang telah memegang hasil ijtihad imamnya, dengan tak mau beranjak lagi. Dan ... timbul perpecahan!

MEMPERSEKUTUKAN (MENGADAKAN TANDINGAN-TANDINGAN)

Dalam hal orang yang diikut itu berkeras pada suatu pendapat, si pengikut pun berkeras pula dalam taklid. Ini karena dengan sadar atau tidak mereka telah menjadikan guru ikutan menjadi tandingan-tandingan Allah atau andadan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TERNYATA MAZHAB WAHABI DAN MENGANGGAP UMAT TELAH SYIRIK SEMENJAK 600 TAHUN YANG LALU | Syekh Akbar

youtube.com/watch?v=P7x1nkgkGks

HUT Ke-73 Kemerdekaan RI, 17 Kutipan Soekarno yang Getarkan Jiwa Semangati Bangsa

Anakku, simpan segala yang kau tahu, jangan ceritakan deritaku dan sakitku kepada rakyat, biarkan aku menjadi korban asal Indonesiaku tetap bersatu. Ini aku lakukan demi kesatuan, persatuan, keutuhan, dan kejayaan bangsa. (Dikutip dari buku Monolog Kang Sastro)

suryamalang.tribunnews.com/2018/08/16/hut-ke-73-kemerdekaan-ri-17-kutipan-soekarno-yang-getarkan-jiwa-semangati-bangsa

Hukum Murtad

Kaum Sikh di London pernah mengadakan protes karena diganggu rasa keagamaan mereka. Orang yang bukan Sikh mungkin memandang hanya soal kecil yang menyebabkan orang-orang Sikh di London ini memprotes hebat, yaitu pihak berkuasa dalam perusahaan bus menyuruh mereka mencukur janggut kalau hendak tetap bekerja jadi sopir bus. Mereka tidak mau sebab janggut bagi mereka adalah prinsip agama. Semua bersedia berhenti kerja. Biar mati tak makan daripada mencukur janggut. Bertambah tinggi kesadaran beragama di Indonesia akan samalah sikap kaum Muslimin Indonesia dengan kaum Sikh di London. Mereka akan menentang penyelundup hak tukar-tukar agama yang diselundupkan dalam Hak-Hak Asasi Manusia untuk menambah lemahnya kedudukan Islam di sini.

(Buya HAMKA, Studi Islam, Penerbit Gema Insani, 2020).

Geger! Budayawan Jaya Suprana Sebut Jusuf Hamka Layak Jadi Presiden 2024, Warganet: Sepakat

jateng.suara.com/read/2022/03/30/090710/geger-budayawan-jaya-suprana-sebut-jusuf-hamka-layak-jadi-presiden-2024-warganet-sepakat

PENUTUP

Hal yang penting bagi kami bukanlah menukar kulit atau memasang merek dengan leter besar-besar "NEGARA ISLAM". Hal yang penting bagi kami ialah agar negara ini benar-benar melaksanakan hukum yang didirikan Allah SWT yang telah Dia wahyukan dengan perantaraan rasul-rasul-Nya sejak Nabi Adam a.s. yang diturunkan Tuhan untuk mengembangkan manusia sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi, serta diiringi oleh rasul-rasul dan nabi-nabi Allah SWT yang mulia dan sufi, mulai dari Nabi Nuh a.s., Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s., Nabi Isa a.s. (anak Maryam), hingga nabi penutup (Nabi Muhammad saw.). Kami tahu bahwa orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhanlah yang akan benci dan sinis mendengarkan cita-cita ini.

(ceramah di Sekolah Tinggi Teologi Kristen, 21 April 1970).

(Buya HAMKA, Studi Islam, Penerbit Gema Insani, 2020).

KHALIFAH ALLAH SWT

Terdapat banyak thaghut -- kata jamaknya adalah thawaghit -- yaitu pikiran-pikiran hendak menuhankan yang lain, menuhankan manusia, menuhankan berhala, serta menuhankan keris, elang berkelit, burung tekukur, perkutut dan lain-lain, atau menuhankan raja dan dikatakan raja itu Tuhan yang menjelma, atau secara zaman modern, menuhankan diktator, menuhankan pemimpin besar revolusi, atau menuhankan partai dan disiplin partai, atau menuhankan tanah air (right or wrong is my country), atau menuhankan the man behind the gun. Allah SWT mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi membawa contoh-contoh bagaimana berjuang melawan dan berperang. Di daerah Babilonia, Raja Namrud dianggap sebagai Tuhan. Selain raja, diadakan pemujaan berhala. Kemudian, Ibrahim a.s. datang dan dicincangnya habis berhala-berhala itu walaupun ayah kandungnya sendiri adalah tukang membuat berhala. Dicincangnya segala yang kecil, dan ditinggalkannya yang besar. Ketika Ibrahim a.s. ditanya apakah benar dia yang mencincang? Dia menjawab, "Tidak, yang mencincang berhala-berhala kecil itu ialah berhala yang paling besar." Memang kapak pencincang itu disangkutkannya pada tangan berhala besar yang terbuat dari batu itu. Di Mesir, Fir'aun pula yang dianggap menjadi Tuhan. Dia sendiri mendabik dada mengatakan, "Ana rabbukumul a'laa (saya adalah Tuhanmu yang mahatinggi)." Musa datang menentang pertuhanan palsu itu.

(Buya HAMKA, Studi Islam, Penerbit Gema Insani, 2020).

Tak Hanya UAS, Ustadz Khalid dan Ustadz Syafiq, Buya HAMKA Juga Pernah Ditolak karena Disebut Wahabi

"Syukurlah agama Islam mempunyai pokok dari Alquran dan sunnah. Syukurlah Imam Syafii sendiri mengatakan, "Hadits yang shahih itulah mazhabku", kalau tidak niscaya akan berkepanjanganlah daulat (kuasa) golongan yang menamakan dirinya ulama, syaikhul Islam, mufti, chief, qadhi yang menentukan hukum yang tidak boleh dibantah, sehingga tidak jauh lagi perbedaan kita dengan agama Katolik, yang siapapun mengeluarkan pendapat berlainan dengan yang ditentukan pemuka-pemuka agama akan dikucilkan dari gereja."

kurusetra.republika.co.id/posts/76594/tak-hanya-uas-ustadz-khalid-dan-ustadz-syafiq-buya-hamka-juga-pernah-ditolak-karena-disebut-wahabi

SUMBER HUKUM

Sumber hukum ialah Al-Qur'an, kemudian ialah Sunnah Rasul. Kalau tidak bertemu dalam Sunnah Rasul, dipakailah ijtihad. Tetapi ijtihad itu harus di dalam lingkaran Al-Qur'an dan as-Sunnah tadi juga. Disinilah timbulnya apa yang disebut ijma' dan qiyas.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Perbandingan Antara Hak-Hak Asasi Manusia, Deklarasi PBB dan Islam

Ulama-ulama fiqih tidak mengizinkan laki-laki Islam yang lemah iman menikah dengan perempuan Ahli Kitab. Oleh sebab itu, yang mempraktikkan menikahi perempuan terhormat Ahli Kitab ialah khalifah Islam ketiga, Sayyidina Utsman bin Affan r.a., yang menikah dengan Putri Nailah binti al-Farafishah (seorang bangsawan Kristen). Thalhah bin Ubaidillah r.a. menikah dengan seorang perempuan Yahudi terhormat. Utsman r.a. dan Thalhah r.a. adalah sahabat-sahabat yang terdekat dengan Nabi saw., termasuk sahabat utama yang sepuluh. Umar bin Khaththab r.a., khalifah ketiga, mengeluarkan ketentuan, "Laki-laki Muslim boleh menikah dengan perempuan Nasrani. Namun, laki-laki Nasrani tidak boleh menikah dengan perempuan Islam." Jabir bin Abdullah r.a., seorang sahabat dari kalangan Anshar yang besar pula, mengatakan, "Perempuan Ahli Kitab halal bagi kita, dan perempuan kita haram atas mereka." Meskipun telah halal, penguasa Islam berhak juga campur tangan. Seorang sahabat Nabi saw. lagi, yaitu Hudzaifah bin Yaman r.a., yang tinggal di Kufah, beliau pun menikah dengan perempuan Yahudi. Setelah pernikahan ini didengar oleh Sayyidina Umar r.a., yang ketika itu menjadi khalifah, segera datang perintah beliau kepada Hudzaifah r.a., "Ceraikan perempuan itu. Dia laksana batu api neraka untukmu." Hudzaifah r.a. bertanya, "Apakah itu berarti haram?" Umar r.a. menjawab, "Haram tidak. Namun, saya takut yang engkau nikahi itu perempuan lacur (mumisat)." Dalam satu riwayat lagi disebutkan jawab Umar r.a., "Saya takut akan dikatakan oleh orang-orang yang jahil bahwa seorang sahabat Rasulullah telah menikah dengan seorang perempuan kafir, sedangkan engkau tinggal di negeri Majusi (menyembah api). (Kufah waktu baru saja didirikan setelah ditaklukkan, ia terletak di tanah Persia yang waktu itu sebagian besar penduduknya masih menyembah api). Jadi, tidak heran kita jika masih ada sahabat Nabi saw. sendiri, yaitu Abdullah bin Umar r.a., yang masih kuat berpegang pada pendirian bahwa laki-laki Islam sebaiknya jangan menikah dengan perempuan Ahli Kitab walaupun dia orang terhormat. (Beliau) berpegang pada surah al-Baqarah ayat 221 yang melarang orang Mukmin menikah dengan perempuan musyrik. Kata Ibnu Umar r.a. (Abdullah bin Umar r.a.), "Saya tidak tahu lagi syirik yang lebih besar daripada kata perempuan itu, (yaitu) bahwa Tuhannya ialah Isa."

(Buya HAMKA, Studi Islam, Penerbit Gema Insani, 2020).

Viral Jamaah Berdoa di Depan Baliho Habib Rizieq, Netizen: Tuhan Baru

banten.suara.com/read/2020/11/24/120337/viral-jamaah-berdoa-di-depan-baliho-habib-rizieq-netizen-tuhan-baru

MENGHADAPI HARI KIAMAT

Kadang-kadang mereka bertemu dengan penyembah-penyembah berhala model lain, berhala tanah air, berhala diktator, berhala mendewa-dewakan pemimpin, berhala kultus individu, bahkan berhala menyembah dan memuja kubur-kubur, sampai menjadi mata pencarian. Maka hendaklah seorang Mukmin Muslim dengan tegas menegakkan keyakinannya bahwa agama adalah murni untuk Allah semata-mata, walaupun untuk itu dia akan dibenci orang. Walaupun yang membencinya itu mengaku Islam juga! Karena mereka telah mengotori Tauhid, ikhlas dan Muslim (menyerah bulat kepada Allah) dengan memberhalakan kubur-kubur.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"HAMKA - The Single Fighter." (Dato Dr Asri).

youtube.com/watch?v=Wio8_VMDGsU

SI KUNING

Oh iya, aku hampir lupa menceritakan sedikit perihal Si Kuning, kucing kesayangan Ayah. Ketika jenazah Ayah dibawa naik mobil jenazah menuju Masjid Agung Al-Azhar, aku berdiri bergelantungan di belakang mobil jenazah itu. Selintas aku melihat Si Kuning duduk tenang di tepi beton penutup teras rumah. Kucing itu tetap diam walaupun mobil yang membawa jenazah tuan penolongnya yang sangat disayanginya itu, telah bergerak jalan meninggalkan halaman rumah. Sejak itu lama aku tidak melihatnya lagi. Mungkin Si Kuning juga merasakan kesedihan yang sama dengan yang aku rasakan. Karena ia pun telah ditinggalkan orang yang begitu lembut memungut, mengobati, memberi susu, memberi makan, merawat ketika ia sakit dan melewati hari-hari dengan berbagi kehangatan di pangkuan saat sang Tuan sedang asyik menuangkan pesan-pesan keimanan Ilahi yang mengalir dari dalam lubuk hati yang bersih menjadi rangkaian tulisan indah dan bernas yang sampai hari ini masih bisa kita baca hasil-hasil karyanya. Wallahu 'alam bissawab.

(Irfan Hamka, Ayah..., Republika Penerbit, Cet. XII, 2016).

"JANGAN PERTONTONKAN KEDUNGUAN" | Jombang, Jawa Timur | Ustadz Abdul Somad, Lc., MA

youtube.com/watch?v=E5EDlEjgQCw

AGAMA DAN NEGARA

Ijtihad tidaklah boleh diyakinkan dan dipegang teguh, dia hanyalah zhanni (pendapat saya begitu, berat pikiran saya bahwa begini, rasanya beginilah yang tepat dan sebagainya). Bahkan, seorang Mujtahid utama yang membuka jalan ini, seorang di antara empat pelopor mujtahid, yaitu Imam asy-Syafi'i, dua tiga kali berubah ijtihadnya karena berubah ruang dan waktunya, pendapat ketika masih di Hijaz, pendapat ketika telah pindah ke Irak, pendapat ketika menjadi Qadhi di Yaman dan pendapat ketika tinggal di Mesir. Taqlid terbagi dua. Pertama taqlid kaum tua, yaitu yang menelan dan nrimo saja pusaka buah pikiran ulama-ulama Islam yang dahulu, serupa tidak akan berubah-ubah lagi. Padahal seperti kita telah katakan tadi, semuanya itu hanya zhanni! Dia hendak tetap memakai di tanah Indonesia, peraturan fiqih yang 700 tahun yang telah lalu dijalankan di Baghdad atau Mesir! Kedua taqlid kaum muda, yang juga lesu berpikir, tidak percaya kekuatan pribadi bangsa sendiri, lalu jadi Pak Turut saja dari demokrasi Amerika, liberalisme Abad ke-19, atau komunisme Rusia.

"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam." (al-Anbiyaa': 107).

Suatu ijtihad pula yang berdasar zhanni yang bisa berubah karena datang yang lebih benar. Hanya satu yang tidak akan berubah selama-lamanya, yaitu kebenaran (al-haq).

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

KPI, LGBT, dan Rutinitas Basa-Basi

remotivi.or.id/amatan/573/kpi-lgbt-dan-rutinitas-basa-basi

TERTIPU

"Dan telah tertipu mereka oleh kehidupan dunia dan mereka pun telah menyaksikan atas kesalahan diri-diri mereka bahwa sesungguhnya mereka memang telah menjadi orang-orang yang kafir." (al-An'aam: 130).

Untuk menjelaskan pengertian ayat ini, dapatlah kita kemukakan suatu misal yang dapat kita alami sehari-hari. Segolongan kaum Muslimin mendirikan suatu partai agama, yang bercita-cita (ideologi) agar hukum, peraturan dan syari'at Allah berlaku dalam negara mereka. Padahal, negara itu bersifat nasional dan tidak yakin akan peraturan syari'at Islam. Negara itu berdasar sekularisme, yaitu pemerintahan yang sengaja dijauhkan dari segala pengaruh agama. Pada suatu hari, datanglah ajakan pada penganjur partai yang berideologi Islam itu supaya duduk dalam satu kabinet (pemerintahan). Dia akan diangkat jadi menteri, padahal dia tahu kalau dia terus duduk dalam pemerintahan, belumlah mungkin negara itu menegakkan syari'at Islam, malahan akan tetap membuat undang-undang yang jauh dari Islam. Namun, tawaran itu diterimanya juga. Sebab apa? Sebab hidup menjadi penguasa atau menjadi menteri akan mengakibatkan kemewahan, rumah gedung yang indah, mobil yang mengilap dan semua itu karena pangkat dan kedudukan tinggi. Dia simpan cita-cita yang telah dibinanya itu dan diterimanya jabatan karena keinginan pada kemewahan duniawi. Beberapa waktu kemudian terjadi lagi perubahan pemerintahan dan pangkatnya pun jatuh. Dan, cita-cita yang telah direncanakannya beberapa tahun itu belumlah dapat dilaksanakannya sama sekali dalam pemerintahan yang dimasukinya itu. Setelah keluar dari jabatan pemerintahan, dia pun menyesal. Sesudah pekerjaan itu ditinggalkannya, barulah dia menyaksikan sendiri dengan dirinya apa yang menjadi tujuan hidupnya yang sejati tidaklah pernah dicapainya melainkan bertambah jauh. Yang dicapainya hanyalah kemewahan buat dirinya sendiri dan itu pun hanya sebentar. Karena politik berubah, dia jatuh sesudah naik atau dia mati, padahal selama berpangkat dahulu dia tidak mendapat kesempatan sama sekali untuk menegakkan citanya yang sejati. Dan, cita (ideologi) adalah perjuangan hidup manusia yang sejati. Dia menyangka beruntung, padahal modal aslinya sendiri yang telah hilang dan licin tandas. Tegasnya, mereka akhirnya insaf bahwa mereka telah menempuh jalan yang salah, yaitu meninggalkan jalan shirathal mustaqim, jalan Allah yang lurus, lalu oleh karena perdayaan Setan Manusia dan Jin yang menyebar kata lemak manis, padahal berisi tipuan. Dan setengah dari tipuan itu ialah keenakan dan kemewahan duniawi, lalu cita-cita yang asal mereka tinggalkan. Cita-cita yang asal mereka pandang perkara kecil dan remeh belaka. Peraturan Allah meliputi akan seluruh segi dari kehidupan. Selain dari ibadah untuk diri sendiri, seumpama shalat dan puasa, manusia pun diperintah menjalankan peraturan Allah mengenai masyarakat, mengenai ekonomi, sosial dan politik, serta mengenai negara. Dahulu ketika menerima pangkat dan jabatan, mereka tidak sadar bahwa dengan perbuatannya itu mereka telah menunjukkan bahwa mereka tidak percaya lagi akan peraturan Allah bisa menyelamatkan dunia ini. Dengan membayangkan pengakuan bahwa mereka telah kafir di ujung ayat itu, dapatlah kita memahamkan bahwa kufur itu bukanlah semata-mata karena tidak mengakui adanya rasul saja. Meskipun mengaku bahwa Allah itu ada, padahal tidak meyakini peraturan dari Allah atau memandang bahwa peraturan buatan manusia lebih baik dari peraturan dari Allah, kufurlah orang itu, walaupun mulanya tidak merasa kufur. Jalan pikiran manusia yang sehatlah setelah merasakan berbagai pengalaman yang pahit, yang menginsafkan bahwa dia telah kufur. Barulah setelah maut datang dan tidak dapat dielakkan, ternyata bahwa dunia telah habis begitu saja, tanpa bekas. Dan, setelah datang Hari Mahsyar, hari yang pasti itu, diinsafi bahwa dia kecil tak berharga, lebih hina dari cacing. Waktu itu baru mengaku terus terang, "Aku ini telah kafir!"

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

GAWWAT!! SOSOK INI BONGKAR PENYUSUPAN IDEOLOGI SALAFI WAHABI DI INSTITUSI PENEGAK HUKUM!!

youtube.com/watch?v=fQHHraYnhG4

ISLAM UNTUK INDONESIA

Di Konstituante, Hamka mengecam Demokrasi Terpimpin sebagai "totalitarianisme" dan menyebut Dewan Nasional Sukarno sebagai "partai negara". Semua upaya Hamka di Konstituante akhirnya sia-sia. Pada Juli 1958, dalam manuver menit terakhir untuk memecah kebuntuan Konstituante, Kepala Staf Angkatan Darat, Abdul Haris Nasution, mengusulkan pemberlakuan kembali UUD 1945 dengan tambahan Piagam Jakarta -- kalimat yang mengandung kewajiban menjalankan Syari'at Islam bagi pemeluknya, yang telah ditolak oleh para pendiri negara. Usul itu ditolak melalui pemungutan suara. Pada Juli 1959 Sukarno membubarkan Konstituante dan memberlakukan kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden, menghancurkan sisa harapan akan adanya undang-undang dasar berbasis Islam.

(James R. Rush, ADICERITA HAMKA: Visi Islam Sang Penulis Besar untuk Indonesia Modern, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Cet.1, 2017).

SURGA DAN NERAKA

Dahulu, pernah saya salin perkataan dari Ibnu Taimiyah bahwa barangsiapa yang tiada merasakan surga di dunia ini maka jangan harap akan merasakan surga di akhirat. Bilal bin Rabah r.a., Ammar bin Yasir r.a. dan lain-lain, sahabat yang kebilangan, disiksa orang badan kasarnya, dijemur di bawah cahaya matahari yang panas, dan dipukuli. Beribu-ribu manusia yang mati dalam perang, dalam pertempuran, dan beroleh syahid. Namun, orang yang datang kemudian masih tetap juga mengikuti langkah mereka. Bahaya jasmani itu tidak mereka pikirkan karena ruhani mereka telah lebih dahulu mengecap surga. Disini, kita ingat kembali perkataan Ibnu Taimiyah pada kali yang lain, "Saya tiada takut dipenjarakan dan saya tiada gentar kena tawan, karena orang yang terpenjara adalah yang dipenjarakan hawa nafsunya, dan orang yang tertawan adalah yang ditawan iblis."

(Buya HAMKA, Penuntun Jiwa, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

AGAMA MEMBERIKAN KEMUDAHAN & BUKAN PROBLEM | KETERLIBATAN PEMUDA DALAM MEWUJUDKAN DERADIKALISASI

youtube.com/watch?v=pE306SXlDwc

MENYEMBELIH LEMBU BETINA

Allah menurunkan suatu perintah dengan perantaraan Rasul-Nya adalah dengan terang, jitu dan ringkas. Agama tidaklah untuk mempersukar manusia. Sebab itu, dilarang keraslah bersibanyak tanya, yang kelak akan menyebabkan itu menjadi berat. Bukanlah perintah agama yang tidak cukup, sebab itu jalankanlah sebagaimana yang diperintahkan. Dirawikan oleh Ibnu Jarir ath-Thabari dalam tafsirnya, dengan riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas, "Kalau mereka sembelih saja sembarang lembu betina yang mana mereka kehendaki, sudahlah diterima. Tetapi mereka mempersukar atas diri mereka sendiri, sebab itu Allah pun mempersukar." Dan, ada lagi hadits shahih yang lain, nasihat buat kita kaum Muslimin, "Dan dibenci pada kamu 'konon kabarnya' dan 'kata si anu' dan membuang-buang harta dan bersibanyak tanya." Agama mudah dijalankan, yang menukarkannya ialah apabila banyak "kalau begini, kalau begitu".

Larangan bertanya bertele-tele yang akan mempersukar keadaan sendiri itulah yang telah dikuatkan oleh beberapa hadits yang shahih. Satu di antaranya kita salinkan, yaitu sebuah dari hadits Arba'in (catatan Imam Nawawi) yang terkenal: "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban maka janganlah kamu sia-siakan. Dan Dia telah mengadakan beberapa batas-batas maka janganlah kamu lampaui akan dia. Dan Dia telah mengharamkan beberapa hal maka janganlah kamu langgar akan dia. Dan Dia telah diam dari beberapa hal, sebagai rahmat buat kamu, bukanlah karena Dia lupa. Maka, janganlah kamu cari-cari daripadanya." (Berkata Nawawi: Hadits hasan dirawikan oleh ad Daruquthni dan lain lain). Hendaklah kita insafi benar bahayanya, akan mencelakakan diri kita sendiri kalau hal-hal yang tidak ada gunanya ditanyakan lalu ditanyakan juga. Kadang-kadang guru-guru agama yang sempit paham menjadi marah atau menjawab dengan jawaban yang tidak-tidak. Namun, kadang-kadang ulama-ulama sendiri membuat pertanyaan dengan khayalnya sehingga mempersukar agama.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PROLOG

Bernenek yang turun dari gunung Merapi,
Berkiblat ke Ka'batullah,
Berfikir yang dinamis,
Bersatu dalam Bhinneka Tunggal Ika.

HAMKA, 1970.

Pemikiran "modernis" di Indonesia dikaitkan dengan organisasi massa Islam Muhammadiyah dan biasa dikontraskan dengan "tradisionalis", istilah yang berarti penolakan klaim modernis dan penerimaan ajaran lama Mazhab Syafi'i sebagaimana dipraktikkan sejak dulu di Jawa, diwariskan melalui para kiai, dan dikaitkan dengan organisasi massa rival Muhammadiyah yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Pemahaman atas kategorisasi itu sangat penting untuk mengerti banyak aspek sejarah dan politik Indonesia modern, karena perbedaan antara kedua orientasi itu sering berpengaruh pada saat-saat penting. Para cendekiawan sering menggunakan istilah-istilah itu, meski sering kali hanya secara dangkal. Adicerita Hamka mengungkap identitas "modernis" dari dekat dan memperlihatkan kedalamannya yang berlapis-lapis sekaligus sisi manusianya. Namun, Adicerita Hamka tak hanya mencakup para modernis. Sebagaimana diberitahukan Abdurrahman Wahid dari NU kepada saya, di masjid yang dipimpin Hamka, Muslim segala aliran "ikut shalat bersama-sama dengan bangga."

(James R. Rush, ADICERITA HAMKA: Visi Islam Sang Penulis Besar untuk Indonesia Modern, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Cet.1, 2017).

Pakai Baju Bundo Kanduang, Gubernur Sumbar Sebut Puan Maharani Cinta Minangkabau

sumbar.suara.com/read/2021/08/17/161357/pakai-baju-bundo-kanduang-gubernur-sumbar-sebut-puan-maharani-cinta-minangkabau

TIGA ULAMA PULANG DARI MEKAH

Perempuan mesti menutup rambutnya karena rambut adalah aurat. Pada setiap halaman rumah, mesti ada batu hampar untuk tempat membasuh kaki bila hendak sembahyang, dan beberapa peraturan yang lain. Tuanku nan Renceh pernah menghukum bunuh "amainya" sendiri, yaitu saudara kandung ibunya, karena lalai mematuhi peraturan.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

INILAH WAHABI GARIS KERAS!! ~ BUYA ARRAZY

youtube.com/watch?v=zuMYIaZApXI

JILBAB-QUNUT JADI TES ASN KPK, KURANG JAHAT APA COBA?! Refly Harun

youtube.com/watch?v=3Fyb7GLYZ0Q

TERLALU JAHAT

"... untuk mereka adalah adzab yang pedih." (al-Baqarah: 174).

Dalam ayat ini diperingatkan lagi satu macam penghasilan yang akan dimakan, yang terlalu jahat, yaitu sengaja menyembunyikan kebenaran Kitab atau memutar-mutar artinya kepada yang lain karena mengharapkan harga yang sedikit. Maka, harga usaha mereka memutar-mutar isi Kitab yang boleh dikatakan telah menjadi mata pencarian untuk makan baginya, adalah sebagaimana menyalakan api neraka dalam perutnya.

PAKAIAN SOPAN

"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istri engkau dan anak-anak perempuan engkau dan istri-istri orang-orang yang beriman, hendaklah mereka melekatkan jilbab mereka ke atas diri mereka. Yang demikian itu ialah supaya mereka lebih mudah dikenal ..." (al-Ahzaab: 59).

Jelaslah bahwa bentuk pakaian atau modelnya tidaklah ditentukan oleh Al-Qur'an. Yang jadi pokok yang dikehendaki Al-Qur'an ialah pakaian yang menunjukkan iman kepada Allah SWT, pakaian yang menunjukkan kesopanan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH

Lawannya ialah Syi'ah atau Khawarij atau Mu'tazilah! Maka pertikaian di antara Ahlus Sunnah dengan Syi'ah dan Khawarij dan Mu'tazilah itu bukanlah dalam soal furu', tetapi dalam beberapa pokok aqidah (kepercayaan).

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Penerbit Galata Media, Cet. I, 2018).

"Ulama-ulama yang membangkit-bangkit masalah khilafiyah yang membawa fitnah dalam kalangan umat adalah pengkhianat."

-Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar-

WAJIB TONTON!! Renungan Bagi Wanita yang Belum Tutup Aurat | Rumah Mamah Dedeh - religiOne

youtube.com/watch?v=D_JUecEwUuM

-WASPADAI 'HADITS' PALSU/BATIL/MUNKAR: Rambut = digantung di Neraka dsb.

Setan Gentayangan Tak Pakai Masker, Netizen: Kalau Kena Covid-19 Ada Suster Ngesot

"Untuk valak silahkan gunakan masker, tutupi area mulut dan hidung anda, untuk drakula terima kasih anda sudah menggunakan masker, untuk yang bertanduk merah itu siluman domba silahkan gunakan masker juga dan untuk jurig-jurig lainnya silahkan gunakan masker, tetap tertib dan disiplin dalam bergentayangan," jelasnya.

jabar.suara.com/read/2021/07/20/141635/setan-gentayangan-tak-pakai-masker-netizen-kalau-kena-covid-19-ada-suster-ngesot

Menurut Bung Karno, Ini Ciri-ciri Penganut Islam Sontoloyo

Royal Mencap Kafir

"Pengetahuan Barat kafir; radio dan kedokteran kafir; sendok dan garpu dan kursi kafir; tulisan Latin kafir; yang bergaul dengan bangsa yang bukan bangsa Islam pun kafir!"

makassar.tribunnews.com/2015/08/02/menurut-bung-karno-ini-ciri-ciri-penganut-islam-sontoloyo

DAHSYATNYA PEPERANGAN BADAR!!! | Habib Ali Al Kaff

youtube.com/watch?v=u4Y_o7D2Nvc

NEGARA ISLAM, NEGARA TAUHID

Setelah Nabi saw. pindah ke kediamannya yang baru (Madinah), Islam pun menempuh penghidupan yang baru. Di sanalah, terdapat keteguhan dan kekuatan. Di sanalah, mulai didirikan negara yang Nabi saw. cita-citakan yaitu negara Islam, negara Tauhid.

CAHAYA BARU

Yaitu 12 abad setelah tiadanya Nabi saw. dengan lahirnya Syekh Muhammad ibnu Abdul Wahab, guru besar ajaran Wahabi yang masyhur. "Kembali pada ajaran Rasul saw. yang asli", adalah dasar pengajarannya. Tauhid yang khalis, yang tidak bercampur dengan syirik sedikit juga ke sanalah semua umat harus pulang agar selamat dunia dan akhirat.

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

KERJAAN WAHABI: Katanya Kajian Tauhid Tapi Sering Menyalahkan Amalan Orang | Dr. Arrazy Hasyim, MA.

youtube.com/watch?v=Eyb2hak1pkg

KATA MEREKA BERMADZHAB SYAFI'I

Dia imam besar di Masjidil Haram. Beliau sendiri pun melihat, memang masih banyak amal orang awam (jelata) Indonesia yang Bid'ah. Kata mereka bermadzhab Syafi'i, padahal dalam madzhab itu sendiri tidak ada contoh amal demikian.

(Buya HAMKA, KENANG-KENANGAN HIDUP, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

CLEAR! IMAM BESAR HABIB RIZIEQ SYIHAB SADARKAN MASYARAKAT TENTANG PERKARA WAHABI, INI FAKTANYA.....

youtube.com/watch?v=bfVYcUP62Ok

Kisah Persahabatan Haji Rasul dengan Kyai Ahmad Dahlan

Abdul Karim alias Inyiak Rasul atau Haji Rasul adalah ayah Buya Hamka. Dia kawan seperguruan Ahmad Dahlan. Meski tidak seangkatan, mereka pernah sama-sama berguru kepada Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, imam besar Masjidil Haram di Mekah.

historia.id/politik/articles/kisah-persahabatan-haji-rasul-dengan-kyai-ahmad-dahlan-vZ5VB

KPK Bersinergi dengan Kemenag, Luncurkan Buku Gratifikasi dalam Perspektif Agama

youtube.com/watch?v=URop7UDog2E

WAJIB TONTON AGAR KITA & ANAK CUCU KITA SELAMAT DARI WAHABI "KLAIM PALSU WAHABI" UST ALNOF DINAR, Lc

youtube.com/watch?v=zrX6gVDxoTc

HARGA NYAWA

Di zaman Sayyidina Umar menjadi khalifah, datang ke hadapan beliau seorang menyerahkan diri, membawa sebilah pedang berlumur darah dan banyak orang mengejarnya di belakang. Di hadapan beliau, dia mengaku bahwa pedangnya berlumur darah istrinya dan darah orang yang sedang di atas perut istrinya itu. Khalifah Umar membenarkannya dan melindunginya dari kejaran orang-orang yang mengejar itu.

Niscaya kita sebagai laki-laki yang tahu harga diri, yang mempunyai syaraf, tidak akan membiarkan hal itu. Niscaya kita akan membayar kontan keadaan itu, kita sentak pisau dan bunuh keduanya pada waktu itu juga, habis perkara.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Hari Aksara Internasional dan Kebiasaan Membaca

Jangan lupa, ketika kita memutuskan untuk gemar membaca ada pesan Buya Hamka, "Membaca buku-buku yang baik berarti memberi makanan rohani yang baik".

jatim.nu.or.id/read/hari-aksara-internasional-dan-kebiasaan-membaca

Jika Jilbab Adalah Sebuah Budaya | Hikmah Buya Yahya

youtube.com/watch?v=K-UcEzzc8GA

"Shalat tunggak-tungging tidak ada artinya kalau amanah dan janji tidak dipelihara baik-baik. Kesaksian palsu atau kesaksian yang mengandung dusta, atau menyembunyikan hal yang sebenarnya, bernama "Syahadatuz-Zuur", artinya kesaksian dusta. Kesaksian dusta termasuk salah satu di antara tujuh dosa besar (sab'il mubiqaat)."

-Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar-

ISLAM SUDAH SANGAT SEMPURNA

Dan kita pun maklum bahwasanya di dalam beberapa hal yang tidak berkenaan dengan ibadah syari'at, kita diberi kebebasan berpikir atau berijtihad. Tetapi ijtihad manusia itu tidaklah sama kuat kuasanya dengan nash Al-Qur'an dan Hadits. Ulama-ulama yang besar-besar bersungguh-sungguh memeras otak bagi memahamkan sesuatu nash yang masih meminta pembahasan. Tetapi mereka telah memberi ingat kepada kita bahwa hasil ijtihad mereka itu bukanlah yaqin, bukanlah pasti. Melainkan zhanni belaka, yaitu kecenderungan pikiran mereka belaka, yang bebas meninjaunya kembali. Jika salah atau tidak tepat menurut ruh syari'at, bolehlah ditolak. Dan kalau benar, melainkan nash Al-Qur'an itu sendirilah yang benar, lalu mereka diberi taufik mendekati kebenarannya itu. Dan Islam pun sudah sangat sempurna, sebab dia memberikan kebebasan kepada manusia yang mempunyai kelayakan buat berpikir dan berijtihad. Ini pulalah sebabnya terdapat fatwa Imam Syafi'i yang qadim, yaitu ketika beliau masih tinggal di Irak dan yang jadid, yaitu setelah beliau berpindah dan menetap di Mesir. Yang menunjukkan bahwa Islam itu sendiri telah sempurna, dan manusia yang berijtihad mempergunakan pikirannya pun mencari yang mendekati kesempurnaan itu pula, dengan menilik ruang dan waktu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Perkara khilafiyah atau ijtihadiyah yang begitu lapang pada mulanya, telah menjadi sempit dan membawa fitnah serta perpecahan, dan tidak lagi menurut ukuran yang sebenarnya sebagaimana yang tersebut dalam kitab-kitab ushul fiqih, yaitu kebebasan ijtihad, dan ijtihad tidaklah qath'i (pasti), melainkan zhanni (kecenderungan paham). Dan, tidak lagi hormat-menghormati paham, sebagaimana yang dikehendaki oleh agama. Timbul mau menang sendiri, yang tidak dikehendaki agama. Apatah lagi setelah orang awam berkeras mempertahankan suatu pendirian yang telah dipilihkan oleh guru-guru."

-Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar-

Muhammadiyah dan NU Tak Akan Bersatu, Makanya Harus Bijak Dalam Perbedaan !!

youtube.com/watch?v=JGl0QoDIFQI

Selama Konstitusi Tercantum Penjajahan Harus Dihapus, Maka Indonesia Harus Bersama Palestina

harianaceh.co.id/2021/05/13/selama-konstitusi-tercantum-penjajahan-harus-dihapus-maka-indonesia-harus-bersama-palestina

"Yahudi dengan Zionisnya maupun negara-negara kapitalis dengan Christianismenya, yang membantu dengan moril dan materil berdirinya negara Israel itu, keduanya bergabung jadi satu melanjutkan Perang Salib secara modern, bukan untuk menantang Arab karena dia Arab, melainkan menantang Arab karena dia Islam."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Keunikan yang Terjadi di Israel, Kerja di Hari Minggu hingga Tentara Tak Bertugas Tetap Bawa Senjata

aceh.tribunnews.com/2021/05/13/keunikan-yang-terjadi-di-israel-kerja-di-hari-minggu-hingga-tentara-tak-bertugas-tetap-bawa-senjata

"Di antara satu contoh syari'at ialah tentang libur orang Yahudi adalah hari Sabtu. Negeri Amerika Serikat yang begitu besar dan berpengaruh, terpaksa menutup kantornya 2 hari dalam seminggu. Bukan saja pada hari Ahad sebagai hari besar Kristen, tetapi hari Sabtu pun tutup. Sedangkan di Amerika lagi demikian, apatah lagi di negeri-negeri lain."

-Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar-

TWK KPK Tentang Jilbab Berpotensi Memecah Belah Bangsa

muhammadiyah.or.id/twk-kpk-tentang-jilbab-berpotensi-memecah-belah-bangsa

MENGOBATI KEBODOHAN UMMAT

Ulama-ulama ushul fiqih telah membuat definisi (istilah) ijma' demikian, "Persamaan pendapat segolongan besar ulama, dalam satu perkara, dalam satu zaman." Ijma' tidaklah berkuasa buat mengubah nash yang qath'iy. Ijma' khususnya dan ijtihad umumnya adalah mengenai perkara yang belum ada hukum sharih (jelas) dari Al-Qur'an dan Hadits. Pendapat seorang ulama boleh dibanding oleh ulama yang lain. Bahkan jika terjadi ijma' segolongan ulama, maka ulama yang tidak sepaham, tidaklah terikat dengan dia.

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Penerbit Galata Media, Cet. I, 2018).

IJMA'

Arti yang populer adalah persamaan pendapat ulama dalam satu masalah, di dalam satu zaman. Ini pun boleh dijadikan sumber hukum resmi. Dalam peraturan ijma' itu pun dikatakan, meskipun hanya 1 orang yang membantah, dengan sendirinya ijma' itu gugur dan tidak boleh lagi dijadikan hujjah atau hukum resmi!

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Aliran Wahabi halalkan penumpahan darah umat Islam [Jawapan kepada Dr. Asri]

youtube.com/watch?v=cp0yF5KxB6I

NASEHAT HADRATISY-SYAIKH HASYIM ASY'ARI TENTANG KHILAFIYAH

"Padahal hukuman meninggalkan sembahyang itu menurut Imam Syafi'i dan Imam Malik dan Imam Ahmad boleh dipotong lehernya dengan pedang. Tidak ada di kalangan kamu yang berani menegur tetangganya yang meninggalkan sembahyang, bahkan didiamkan saja."

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Penerbit Galata Media, Cet. I, 2018).

"Islamnya, Islam Apa? Shalat Subuhnya Pake Qunut?"

harianaceh.co.id/2021/05/04/islamnya-islam-apa-shalat-subuhnya-pake-qunut

"Lebih dari Wahabi, saya berpaham Muhammadi karena Nabi Muhammad melarang umatnya berpecah." Mukhtar berkata, "Tuan Hamka di Indonesia termasuk Kaum Muda. Pahamnya memang agak dekat dengan Wahabi."

-Buya HAMKA, DI TEPI SUNGAI DAJLAH-

ISLAM SUDAH SANGAT SEMPURNA

"... Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kamu agama kamu dan telah Aku lengkapkan atas kamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam itu untuk agama bagi kamu ..." (al-Maa'idah: 3).

Di dalam ayat ini Allah mengatakan bahwa sekarang Dia telah ridha, atau artinya Dia telah puas, sebab segala hukum dan peraturan Islam telah lengkap diturunkan. Menurut riwayat, setelah mendengar ayat ini, menangislah Umar, sebab sudah datang firasat kepadanya bahwa ayat ini telah membayangkan bahwa tugas Rasulullah saw. telah selesai, dan telah dekat masanya beliau akan dipanggil Allah. Memang, 82 hari kemudian, wafatlah Rasulullah. Dengan ayat ini sudah seyogianya kita dapat memahamkan bahwa segala ketentuan yang telah ditentukan Allah, baik berkenaan dengan aqidah atau pun yang berkenaan dengan ibadah dan syari'at tidaklah boleh ditambah lagi, sebab telah cukup sempurna. Dan kita pun maklum bahwasanya di dalam beberapa hal yang tidak berkenaan dengan ibadah syari'at, kita diberi kebebasan berpikir atau berijtihad. Tetapi ijtihad manusia itu tidaklah sama kuat kuasanya dengan nash Al-Qur'an dan Hadits. Ulama-ulama yang besar-besar bersungguh-sungguh memeras otak bagi memahamkan sesuatu nash yang masih meminta pembahasan. Tetapi mereka telah memberi ingat kepada kita bahwa hasil ijtihad mereka itu bukanlah yaqin, bukanlah pasti. Melainkan zhanni belaka, yaitu kecenderungan pikiran mereka belaka, yang bebas meninjaunya kembali. Jika salah atau tidak tepat menurut ruh syari'at, bolehlah ditolak. Dan kalau benar, melainkan nash Al-Qur'an itu sendirilah yang benar, lalu mereka diberi taufik mendekati kebenarannya itu. Dan Islam pun sudah sangat sempurna, sebab dia memberikan kebebasan kepada manusia yang mempunyai kelayakan buat berpikir dan berijtihad. Ini pulalah sebabnya terdapat fatwa Imam Syafi'i yang qadim, yaitu ketika beliau masih tinggal di Irak dan yang jadid, yaitu setelah beliau berpindah dan menetap di Mesir. Yang menunjukkan bahwa Islam itu sendiri telah sempurna, dan manusia yang berijtihad mempergunakan pikirannya pun mencari yang mendekati kesempurnaan itu pula, dengan menilik ruang dan waktu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Menyambut Pengurus Baru MUI, Pesan Buya HAMKA: Ulama Tidak Bisa Dibeli

voa-islam.com/read/intelligent/2020/11/30/74663/menyambut-pengurus-baru-mui-pesan-buya-hamka-ulama-tidak-bisa-dibeli

BENCANA ALAM (KARENA ADA DOSA-DOSA YANG SUDAH SANGAT MEMUNCAK)

Bencana-bencana alam menurut pandangan iman, harus ditanggulangi dari dua jurusan. Jurusan lahir dengan memperbaiki mana yang rusak, mencegah banjir, memelihara hutan jangan terbakar, memperkukuh dan membendung tepi pantai, jangan sampai diruntuhkan ombak. Yang kedua adalah lebih penting, yaitu mendekati Allah, jangan mempersendaguraukan tentang soal-soal ketuhanan karena kunci-kunci rahasia alam ini adalah terpegang di dalam tangan-Nya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Satu Tahun Lawan Pandemi, Muhammadiyah Habiskan 344 Milyar untuk 31 Juta Warga Indonesia

gema.uhamka.ac.id/2021/03/05/satu-tahun-lawan-pandemi-muhammadiyah-habiskan-344-milyar-untuk-31-juta-warga-indonesia

HAMKA DI MATA HATI UMAT

Di mata Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) K.H.A. Syaikhu dalam buku HAMKA Di Mata Hati Umat, HAMKA menempatkan dirinya tidak cuma sekedar pimpinan Masjid Agung Al-Azhar atau organisasi Muhammadiyah saja, tetapi juga sebagai pemimpin umat Islam secara keseluruhan, tanpa memandang golongan.

sukabumikota.kemenag.go.id/file/dokumen/D000598.pdf

PEMIMPIN AGAMA, ULAMA, KYAI, TENGKU, AJENGAN!

Mereka berani menyatakan kebenaran, menyaksikan kebenaran, memberikan nasihat, berdasar kepada hukum yang diturunkan Tuhan. Tidak memutar-mutar, memusing-musing arti perintah Allah, karena mengharapkan ridha dan kekuasaan manusia. Sekali-kali tidak sudi menyembunyikan kebenaran, padahal mereka telah tahu.

(Buya HAMKA, Renungan Tasawuf, Republika Penerbit, Cet.I, 2017).

"TALBIS IBLIS": Talbis Iblis Terhadap Orang Awam | Ustaz Qarni

youtube.com/watch?v=qPXtA1OAyyk

TUTUR KATA YANG TERLANJUR

Kejadian seperti ini pada zaman sekarang amat banyak terjadi, yaitu orang-orang awam yang masih dalam derajat muqallid (walaupun dia tidak mengaku) turut pula memperdebatkan masalah yang kurang diketahuinya.

(Buya HAMKA, Akhlaqul Karimah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

BNPT: Tidak Semua yang Radikal adalah Teroris

Kepada guru mata pelajaran agama yang menjadi peserta kegiatan, Nurwakhid mendorong keikutsertaan dalam upaya pencegahan terorisme. Menurutnya, menjadi tugas semua elemen masyarakat terlibat dalam penanggulangan terorisme di Indonesia.

bnpt.go.id/bnpt-tidak-semua-yang-radikal-adalah-teroris

Webinar Buya Hamka Di Mata Gen X, Y, Z | PCI Muhammadiyah Mesir

youtube.com/watch?v=8ThqJL5-G1I

IBRAHIM MENGHANCURKAN BERHALA

Kita melihat di dalam Al-Qur'an beberapa kali cerita tentang pekerjaan penting dikerjakan oleh anak muda. Demikian pentingnya darah muda, sehingga Ibnu Abbas pernah berkata, "Tidaklah Allah mengutus seorang nabi melainkan anak muda. Dan seorang yang alim tidak pula diberi Allah ilmu, melainkan di waktu muda." Lalu beliau baca ayat 60 surah al-Anbiyaa' ini sebagai alasan.

TIDAK MENEGUR

Kamu dan yang kamu sembah itu, baik kayu atau batu, apatah lagi sesama manusia, kalau sesama manusia itu menganjurkan supaya dirinya disembah seperti menyembah Allah. Atau dia orang, tidak menegur ketika manusia telah menuhankannya atau mendewa-dewakannya. Si penyembah dan yang disembah akan sama-sama jadi penyala api neraka Jahannam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Polisi Tetapkan Ustaz Gondrong 'Dukun Pengganda Uang' Jadi Tersangka

news.detik.com/berita/d-5502615/polisi-tetapkan-ustaz-gondrong-dukun-pengganda-uang-jadi-tersangka

PANDIR

Niscaya tidak ada lagi suatu kezaliman yang melebihi zalimnya dari ini, yaitu membuat-buat, mengarang-ngarang sendiri suatu peraturan yang dusta. Dikatakan peraturan Allah, padahal bukan dari Allah, padahal maksud hanya semata-mata menipu dan menyesatkan manusia tidak dengan ilmu. Perbuatan dan karangan-karangan yang datang dari pemimpin yang bodoh untuk memengaruhi pengikut mereka, manusia-manusia yang pandir. Karena segala peraturan dan larangan ini hanya karangan-karangan yang timbul dari kebodohan belaka, tidaklah mereka akan bertambah baik, tetapi malah bertambah sesat, setelah petunjuk Allah tidak akan bisa masuk ke dalam jiwa mereka. Mereka telah zalim, artinya telah memilih jalan yang gelap, yang tidak tentu ujung pangkalnya. Mereka katakan agama, padahal bukan agama.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Pemerintah Siapkan Indonesia Jadi Pusat Produsen Halal Dunia

setkab.go.id/pemerintah-siapkan-indonesia-jadi-pusat-produsen-halal-dunia

Seluruh Ulama Ahlus Sunnah Sepakat Tahlilan Haram | Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat

youtube.com/watch?v=LAKGmmF7yuY

KITA TAK CUKUP SYARAT, MENERIMA JANJI ALLAH | Ustadz Abdul Somad Official

youtube.com/watch?v=yWTMxvvKefE

JATUHNYA KHILAFAH 1924

Setelah soal Khilafah diselidiki dengan saksama, rupanya belumlah masanya untuk membangunnya kembali.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

GERAKAN WAHABI DI INDONESIA

Kaum komunis Indonesia telah mencoba menimbulkan sentimen umat Islam dengan membangkit-bangkit nama Wahabi.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

DALIL TAWASUL BEDA PENDAPAT! Pilih Tafsir Salafi Atau Aswaja? (Ustadz Dr. Arrazy Hasyim, MA.)

youtube.com/watch?v=cg1_cSf82gQ

TAWASUL DAN WASILAH

"Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya ..." (al-Maa'idah: 35).

Ayat ini dijadikan alasan oleh orang yang mengizinkan memohon kepada Allah SWT dengan memakai orang perantaraan. Kata mereka, "Sejelas itu ada wasilah dalam Al-Qur'an, mengapa kita larang-larang?"

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

Dilabel Sebagai WAHABI Kerana Pakai Hadis Sahih || Dr Rozaimi Ramle ft Amin Idris

youtube.com/watch?v=t5CwDWRPaTg

Umar Al-Khattab Nak Pukul Sahabat Jika Tak Dapat Buktikan Kesahihan Hadis Nabi SAW | Dr Rozaimi Ramle

youtube.com/watch?v=m5YiBQDvcwQ

APA YANG MENGHAMBAT KITA MENGERJAKAN KEBAIKAN?

Yang menghambat kita mengerjakan kebaikan dua perkara. Pertama, halangan. Kedua, takshir (kelalaian). Halangan tersebab sakit, lapar, miskin dan seumpamanya. Adapun takshir adalah tersebab empat perkara. Pertama, lantaran tidak dapat membedakan mana yang haq dengan mana yang batil, atau di antara yang baik dengan yang buruk. Obatnya mudah saja, yaitu belajar. Kedua, sudah tahu, tetapi tidak dibiasakan mengerjakan yang baik, sehingga dirasakan bahwa mengerjakan yang jahat itu baik juga. Menghilangkannya tidak semudah yang pertama, berkehendak kepada latihan. Ketiga, telah disangka bahwa yang jahat itu baik, dan yang baik itu jahat. Karena telah terdidik dari kecil dalam perasaan yang demikian. Lebih sukar mengobatinya daripada yang kedua. Ini harus mendapat pendidik atau guru yang lapang dada, yang sabar. Keempat, di dalam kejahilannya dan kerusakan didikan itu, hatinya busuk pula. Dia berpendapat bahwa mengerjakan kebaikan itu sia-sia saja, dan bekerja jahat itulah yang utama. Ini pun lebih sukar memperbaikinya daripada yang ketiga. Yang pertama namanya orang bodoh. Yang kedua namanya bodoh dan sesat. Yang ketiga namanya bodoh, sesat dan fasik. Yang keempat namanya bodoh, sesat, fasik dan jahat (durjana).

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

LAUTAN SYIRIK

Inilah satu di antara yang menjadi penyakit berbahaya menimpa jiwa umat Islam seketika tiba zaman mundurnya. Raja-raja yang kadang-kadang bergelar sultan, khalifah, atau Amirul Mu'minin, memerintah rakyat "di atas kehendak Tuhan". Padahal atas kehendaknya sendiri. Di sampingnya berdirilah "ulama-ulama resmi" mem-"produksi" fatwa buat membela beliau dan menjunjung tinggi namanya. Dalam keadaan yang seperti ini wajiblah rakyat tetap bodoh. Jangan hendaknya dia tahu akan hakikat Islam, kecuali kulit-kulitnya, dan biarlah temponya habis di dalam bertengkar dan berselisih dalam perkara yang kecil-kecil. Biar dia tahu kulit agama, tetapi jangan sampai kepada isi. Oleh karena itu datanglah penjajah Barat, didapatinya tanah subur, negeri kaya, rakyat bodoh, rajanya gila hormat. Maka didekatinyalah raja itu, disenangkan hatinya dengan gelar, pangkat bintang, adat-istiadat menjunjung duli. Adapun rakyat, biarlah dia tetap memperturutkan syiriknya, membuat azimat dan ziarah ke kubur keramat meminta berkat syafaat waliyullah yang berkubur di sana. Adapun kekuasaan dalam negeri itu jatuhlah belaka ke tangan penjajah tadi. Bertambah lama bertambah tenggelamlah umat itu ke dalam Lautan Syirik dengan tidak disadari. Timbullah takut dan gentar kepada selain dari Allah dan dinginlah semangat perjuangan, karena dinginnya rasa Tauhid.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM Jilid 1, Republika Penerbit, Cet.1, 2018).

"Bagi setengah orang yang beriman, demikian cintanya kepada Rasulullah sehingga dia merasa seakan-akan Rasulullah itu tetap hidup, bahkan kadang-kadang titik air matanya karena terkenang akan Rasulullah dan ingin hendak menjadi umatnya yang baik dan patuh, ingin mengerjakan sunnahnya dan memberikan segenap hidup untuk melanjutkan agamanya."

TAUHID

"Dan tidaklah Kami utus engkau, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Katakanlah, 'Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku, ialah bahwa tiada Tuhan kamu, melainkan Tuhan Yang Esa ...'" (al-Anbiyaa': 107-108).

Inilah pokok ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.

Sebagai telah diterangkan pada ayat 107 bahwa kedatangan Nabi Muhammad saw. adalah rahmat bagi seluruh alam, maka ayat menjelaskan, intisari rahmat itu, yaitu rahmat aqidah, mengakui Allah hanya satu, tidak ada Tuhan yang selain-Nya.

MEMPERSEKUTUKAN (MENGADAKAN TANDINGAN-TANDINGAN)

Seruan yang berkumandang di zaman kini dalam kebangunan umat Islam ialah agar kita semua kembali kepada Kitab dan Sunnah atau Al-Qur'an dan Hadits. Ini karena salah satu sebab dari kepecahan umat Islam ialah setelah Al-Qur'an ditinggalkan dan hanya tinggal menjadi bacaan untuk mencari pahala, sedangkan sumber agama telah diambil dari kitab-kitab ulama. Pertikaian madzhab membawa perselisihan dan timbulnya golongan-golongan yang membawa faham sendiri-sendiri. Bahkan dalam satu madzhab pun bisa timbul selisih dan perpecahan karena kelemahan-kelemahan sifat manusia. Orang-orang yang diikut, sebab mereka adalah manusia, kerapkali dipengaruhi oleh hawa nafsu, berkeras mempertahankan pendapat sendiri walaupun salah dan tidak mau meninjau lagi. Sehingga masalah-masalah ijtihadiyah menjadi pendirian yang tidak berubah-ubah lagi. Bukan sebagaimana Imam Syafi'i yang berani mengubah pendapat sehingga ada pendapatnya yang qadim (lama) dan ada yang jadid (baru). Atau Imam Ahmad bin Hanbal yang terkenal dalam fi ihdaqaulaihi (pada salah satu di antara dua katanya). Dalam hal orang yang diikut itu berkeras pada suatu pendapat, si pengikut pun berkeras pula dalam taklid. Ini karena dengan sadar atau tidak mereka telah menjadikan guru ikutan menjadi tandingan-tandingan Allah atau andadan.

KEDUSTAAN ATAS NAMA ALLAH

"... Apakah akan kamu katakan tentang Allah hal yang tidak kamu ketahui? Katakanlah, 'Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan sesuatu kedustaan atas nama Allah tidaklah mereka akan menang.'" (Yuunus: 68-69).

Mengada-adakan, mengarang-ngarangkan, menjadikan suatu khayal pikiran sebagai kepercayaan, mengarang-ngarang, bahwa Allah itu beranak, anak tunggal atau banyak, anak laki-laki atau perempuan. Atau pun mengharamkan barang yang tidak ada nash yang sharih bahwa Allah mengharamkannya, atau menghalalkan barang yang nyata telah diharamkan Allah, atau menambah-nambah syari'at dari apa yang telah tergaris dengan nyata dari Allah, atau menguranginya dan lain sebagainya. Seumpama berbagai macam gerakan tasawuf yang mengatakan kalau kita sudah yakin, kita tidak perlu beribadah lagi, atau pun mewajibkan membaca-baca bacaan sebagai wirid, padahal tidak ada keterangan daripada Al-Qur'an atau Hadits.

"... Kemudian itu akan Kami rasakan kepada mereka adzab yang sangat sekali, dari sebab apa yang telah mereka kufurkan itu." (Yuunus: 70).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

RENUNGAN BUDI

Ada mubaligh berpidato di hadapan orang banyak. Lebih dahulu dia minta maaf kepada yang hadir kalau-kalau ada bacaan ayat Al-Qur'an atau haditsnya yang salah. Padahal tidaklah hak bagi yang hadir untuk memberi maaf kalau ada kesalahan itu, melainkan menjadi kewajiban merekalah untuk menegurnya. Sebab itu, kalau seseorang hendak memberi penerangan di hadapan umum hendaklah diketahuinya dan dikuasainya benar soal yang akan dibicarakan, apalagi jika mengenai ayat Tuhan dan hadits Nabi. Kalau bacaannya salah tidaklah dapat diselesaikan dengan maaf saja.

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

"Selama ini kita sudah bosan, mendengar kisah orang yang tidak besar, tapi dibesar-besarkan ... Malam ini kita bahagia sekali, karena kita berbicara tentang orang besar, yang betul-betul besar, ada juga usaha untuk memperkecilkannya, tapi sia-sia memperkecilkan orang besar, jadi bagi saya, HAMKA memang orang besar."

youtube.com/watch?v=NBdaSP-xvFw

Sambutan Presiden Jokowi untuk Milad ke-108 Muhammadiyah, 18 November 2020 | Sekretariat Presiden

youtube.com/watch?v=c5wlIXFBysA

"Mungkin, perserikatan-perserikatan yang menjadi lawannya dahulu -seperti Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa, Perti dan al-Jami'atul Washliyah di Sumatra atau Musyawaratuth Thalibin di Kalimantan- mengambil usaha Muhammadiyah itu karena di sana timbul semangat yang muda, yang insaf akan kewajibannya dan mengerti akan jalannya ilmu masyarakat (sociologie) bahwa gerak kemajuan hidup itu senantiasa mengalir dan tidak pernah terhenti, panta rai (atau suatu dorongan dari reaksi jiwa, tidak mau dituduh kolot atau jumud) sebab itu adalah suatu "titel" yang kurang bagus bunyinya. Oleh karena itu, mereka berusaha membersihkan tuduhan demikian dengan usaha yang mulia. Adapun pengikut dari si pengubah itu, karena telah merasa "bangga" dengan gelar bahwa merekalah kaum pengubah, kaum tajdid (pembaru), lalu digoyang-goyangnya kakinya di "kursi malas" sambil mencium-cium gelar yang dipusakainya dari gurunya yang telah lama hilang itu, dan matanya pun tertidur ...."

-HAMKA-

Hari Santri, Jokowi Angkat Resolusi Jihad KH Hasyim Asy'ari

viva.co.id/berita/nasional/1314807-hari-santri-jokowi-angkat-resolusi-jihad-kh-hasyim-asy-ari

Islam Nusantara - Transformasi Kitab Kuning Menuju Jihad Fiqih

youtube.com/watch?v=j-ub8CEgz3w

TAUHID YANG SUCI BERSIH

Dia mencimpungkan diri ke dalam gerakan Paderi, setelah sampai seruan Tuanku Nan Renceh dari Kamang ke Bonjol. Tuanku Nan Renceh menerima pula pelajaran itu dari tiga Tuanku yang pulang dari Mekah, membawa pokok pelajaran Tauhid yang suci bersih, menurut pandangan Ibnu Taimiyah dan Muhammad Ibnu Abdil Wahhab (Wahabi).

Semangat Tuanku Imam dalam perjuangan untuk agama dan tanah air, tetap memberikan inspirasi bagi pejuang dari kalangan didikan agama di zaman kita sekarang.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

Toleransi Ala Buya Hamka: Garis Tauhid Tak Bisa Ditawar

republika.co.id/berita/qejn61320/toleransi-emala-embuya-hamka-garis-tauhid-tak-bisa-ditawar

Prof. J.E. Sahetapy: Apakah Pejabat Kita Sudah Tidak Ada Harga Diri Lagi?

youtube.com/watch?v=aWvynYJPqAA

"Banyak sekali orang menegakkan kehormatan diri di atas tengkorak orang lain, menyiramnya dengan darah supaya subur, tidak enggan menerima uang suap dengan senyum dan korupsi. Pada lahirnya dilihat terhormat, lantaran kayanya, hartanya, gajinya, pakaiannya, darah turunannya, padahal seorang penjahat."

-HAMKA-

CEMBURU

Herankah jika sekiranya berkali-kali terdengar berita bahwa ada orang mengambil surat Al-Qur'an untuk menggosok sepatunya, herankah kita jika ada orang yang mengatakan Nabi Muhammad saw. adalah seorang yang jahat, herankah jika ada orang membawa anjing ke dalam masjid berkali-kali dan berturut-turut adanya, hilang satu timbul dua, tidak berhenti.

Apakah sebabnya orang begitu lancang, tidak lain disebabkan, hanya karena orang telah tahu bahwa umat ini sudah mati hatinya, mati semangatnya, tidak ada lagi cintanya kepada yang patut-patut dicintainya.

(Buya HAMKA, Akhlaqul Karimah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

DW Indonesia Ulas Soal Dampak Anak Pakai Jilbab, Fadli Zon Nyatakan Sebagai Sentimen Islamofobia

jurnalgaya.pikiran-rakyat.com/bizz/pr-80774312/dw-indonesia-ulas-soal-dampak-anak-pakai-jilbab-fadli-zon-nyatakan-sebagai-sentimen-islamofobia

Mahfud tepis tudingan Islamofobia di Indonesia: Itu segelintir orang genit saja

"Coba orang Islam di zaman Belanda. Jadi pejabat enggak boleh, sekolah enggak boleh, sesudah keluar dari madrasah atau surau jadi tukang ngawinkan orang atau memimpin tahlilan. Paling tinggi kedudukannya ada Kementerian Agama," ucapnya.

alinea.id/nasional/mahfud-tepis-tudingan-islamofobia-di-indonesia-itu-segelintir-orang-genit-saja

Radikalisme Tidak Hanya soal Terorisme, tapi Juga Eksklusivisme dan Ekstremisme

nasional.kompas.com/read/2020/09/06/18563781/radikalisme-tidak-hanya-soal-terorisme-tapi-juga-eksklusivisme-dan

Sekum MUI Sulsel Beberkan Keistimewaan Tafsir Al-Azhar Hamka

"Saya kira hampir tidak ada ulama yang menyaingi ketajaman lidah dan ketajaman mata pena yang menyatu pada beliau. Tetapi pada saat yang sama beliau juga adalah sufi dan beliau memang punya buku tasawuf modern," katanya.

mui.or.id/berita/28962/sekum-mui-sulsel-beberkan-keistimewaan-tafsir-al-azhar-hamka

Mahfud MD: Mari bangun Indonesia sebagai negara islami, bukan negara Islam

Para pendiri bangsa, seperti Mohammad Hatta, Yamin, Nasir, Agus Salim, hingga Buya Hamka, justru memperkenalkan Islam moderat yang tidak ekstrem ke kanan atau ke kiri.

alinea.id/nasional/mahfud-md-mari-bangun-indonesia-sebagai-negara-islami

KOMITE GERAKAN KHILAFAH

Mahatma Gandhi sendiri menyokong gerakan itu. Dasarnya ialah hendak mencari tokoh mana atau dinasti mana yang patut segera diangkat menggantikan (khalifah) yang dimakzul itu demi lambang kesatuan kaum Muslimin sedunia.

(Buya HAMKA, Studi Islam, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2020).

Kisah 7 Kaum Muda Wahabi Tobat di Hadapan Ulama Mekkah

alif.id/read/ahmad-ginanjar/kisah-7-kaum-muda-wahabi-tobat-di-hadapan-ulama-mekkah

"Orang Gila" Dalam Rentetan Penyerangan Ulama | tvOne

youtube.com/watch?v=jbAzMHJyEeU

BOHONG DI DUNIA

Ibnu Taimiyah berkata, "Yang salah itu tidak ada hakikatnya."

Orang yang telah membohongi, artinya mengada-ada yang tidak ada, adalah orang yang tidak beres akalnya atau sakit jiwanya. Perlulah orang yang sakit itu diobati sampai sembuh. Dengan kesembuhan itu, hilanglah kedustaan dan itulah yang benar.

Sekian.

(Buya HAMKA, Bohong Di Dunia, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

Jakarta PSBB Lagi, Ketua MPR Ingin Ada Sanksi Keras Buat Pelanggar

news.detik.com/berita/d-5171744/jakarta-psbb-lagi-ketua-mpr-ingin-ada-sanksi-keras-buat-pelanggar

Inilah Dakwah Utama Para Nabi dan Rasul!!!

youtube.com/watch?v=OQYj1nh9tOg

APA YANG AKAN DIDAKWAHKAN?

TAUHID ULUHIYAH DAN TAUHID RUBUBIYAH

Sejak dari Nabi Nuh a.s., Ibrahim a.s., Hud a.s., Shalih a.s., Syu'aib a.s., Musa a.s., Harun a.s., Isa a.s. serta nabi-nabi dan rasul-rasul yang lain, maksudnya yang utama ialah mengajak umat kepada Tauhid itu. Tauhid inilah pokok asli segala agama.

(Buya HAMKA, PRINSIP DAN KEBIJAKSANAAN DAKWAH ISLAM, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

Anies 'Tarik Rem Darurat', Pakar Kesehatan Bongkar Ketidakoptimalan PSBB Transisi | tvOne

youtube.com/watch?v=_pagNyHocsA

MUI minta ulama menjadi contoh pencegahan COVID-19

antaranews.com/berita/1711270/mui-minta-ulama-menjadi-contoh-pencegahan-covid-19

Ucapan Puan Picu Polemik, Andre Rosiade: Orang Minang Sangat Pancasilais!

suara.com/news/2020/09/03/151347/ucapan-puan-picu-polemik-andre-rosiade-orang-minang-sangat-pancasilais

AKU TIDAK MINTA UPAH

"Dan wahai kaumku! Tidaklah aku meminta harta kepada kamu atasnya. Tidak lain upahku hanyalah (terserah) kepada Allah dan tidaklah aku pengusir orang-orang yang beriman, sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Allah mereka, tetapi aku lihat kamu ini adalah kaum yang bodoh." (Huud: 29).

Ketika menafsirkan ayat ini, teringatlah penulis Tafsir al-Azhar ini akan nasib orang-orang yang menyediakan diri menjadi penyambut waris nabi-nabi itu, yaitu ahli-ahli dakwah, mubaligh-mubaligh yang berjuang didorong oleh kewajibannya buat menyampaikan seruan kebenaran, lalu seruan itu mereka sampaikan kepada orang-orang kaya, orang berpangkat, orang-orang yang berkedudukan penting, lalu diukurnya seruan itu dengan sangkanya yang buruk. Mentang-mentang mubaligh-mubaligh dan ahli-ahli dakwah itu biasanya hidup miskin, mereka sangka bahwa orang datang hendak mengemis kepadanya. Disangkanya asal orang datang menyerukan kebenaran bahwa orang itu mengharapkan harta.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MEREKA PUN TAMPIL KE MUKA

Mereka hapus air mata yang meleleh di pipi yang cekung, entah karena ancaman penguasa karena tidak mau menjadi alatnya, atau ejekan sarjana-sarjana muda Islam yang baru naik dan merasa diri segala tahu, lalu tegak keluar pagar dan meludah ke dalam pagar. Atau karena beras tidak cukup yang akan ditanak, atau uang sekolah anak belum dibayar, atau istri mengeluh karena kekurangan pakaian.

Mereka hapus air mata yang meleleh di pipi, mereka baca kembali hadits Nabi, "Akan senantiasa ada dari umatku yang menampilkan diri. Sampai pun datang ketentuan Allah, tetapi mereka tetap menampilkan diri."

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

MUI: Khilafah Bagian Ajaran dari Islam Harusnya Bukan Suatu yang Dilarang untuk Didiskusikan | tvOne

youtube.com/watch?v=TrUffUp-FNU

Tindakan Banser Geruduk Yayasan Pendidikan Tuai Kritik Sejumlah Tokoh, tapi Diapresiasi Kemenag

Politisi PKS, Hidayat Nur Wahid dalam akun twitternya menjelaskan, "Tabayyun terminologi syariah berasal dari Al-Quran. 2 kali al-Quran sebut tabayyun, dalam surah an-Nisaa: 94, dan al-Hujurat: 6. Merujuk pada Buya Hamka dan Prof Quraish Syihab, Ulama Ahli Tafsir Indonesia, tabayyun itu harus dan diberlakukan dengan etika agar tak sembrono," tulisnya, dikutip Minggu (23/8/2020).

wartakota.tribunnews.com/2020/08/23/tindakan-banser-geruduk-yayasan-pendidikan-tuai-kritik-sejumlah-tokoh-tapi-diapresiasi-kemenag

Calon Suami Beda Mazhab? | Ustadz Abdul Somad, Lc., MA

youtube.com/watch?v=q5jJkMrH4cQ

YANG PALING JAHAT

"Sesungguhnya sejahat-jahat makhluk yang merayap di sisi Allah, ialah orang-orang yang kafir. Maka mereka itu tidaklah mau beriman. (Yaitu) orang-orang yang telah engkau perbuat perjanjian dengan setengah mereka, kemudian itu mereka rusakkan perjanjian mereka itu pada tiap kali dan mereka tidaklah merasa takut. Lantaran itu bilamana engkau menggempur mereka di dalam peperangan, maka hancurkanlah mereka (untuk contoh) orang-orang yang di belakang mereka, supaya mereka ingat. Dan bilamana engkau takut dari suatu kaum akan timbul khianat, maka campakkanlah (perjanjian itu) kepada mereka dengan jelas. Sesuggguhnya Allah tidaklah suka kepada orang-orang yang khianat." (al-Anfaal: 55-58).

Ayat yang amat keras bunyinya ini, yaitu bahwa Allah tidaklah suka kepada orang yang berkhianat. Orang-orang memungkiri janji sudah dianggap sebagai binatang yang merangkak di bumi, tidak ada harga mereka lagi. Maka, kalau mereka bertemu di medan perang, hendaklah gempur habis sampai hancur, jangan lagi diberi hati. Mereka wajib disapu bersih sehingga tidak bangkit lagi. Agar keturunan-keturunan mereka atau orang lain sekalipun dapat mengambil contoh bahwa kaum Muslimin tidak boleh dipermainkan dalam hal janji. Sikap keras ini adalah suatu hal yang perlu bagi menegakkan kewibawaan Daulah Islamiyah. Dan, jangan mereka anggap bahwa soal janji adalah soal yang bisa dipermain-mainkan.

"Kerbau diikat dengan talinya, manusia dengan janjinya."

Yang dipegang dari manusia adalah katanya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Ini Ucapan Selamat Hari Kemerdekaan RI ke-75, Ada Kutipan Soekarno, Buya Hamka, dan Tokoh Lain

cirebon.tribunnews.com/2020/08/08/ini-ucapan-selamat-hari-kemerdekaan-ri-ke-75-ada-kutipan-soekarno-buya-hamka-dan-tokoh-lain

Paradigma Pendidikan Merdeka Ala Buya HAMKA - Pusat Studi Buya HAMKA - UHAMKA

youtube.com/watch?v=mX0W8sr4LSY

Dai Majelis Tarjih Muhammadiyah: Tuduhan Idrus Ramli Seenak Perutnya!!

youtube.com/watch?v=4VdCiKoPAE4

Muhammadiyah pun Kini Dituduh Wahabi

youtube.com/watch?v=PWEEeC0u_oo

TANGGUNG JAWAB ANGKATAN MUDA ISLAM

Sebagai contoh bangsa Yunani yang terkenal di zaman purbakala, sekarang bangsa itu telah musnah. Maka, musnahnya bangsa Yunani bukan berarti bahwa keturunan dari orang-orang Yunani purbakala itu tak ada lagi. Yang hidup di Yunani sekarang ini tetaplah keturunan yang kesekian ratus dari nenek moyangnya yang dahulu, tetapi mereka tidak lagi melanjutkan pusaka Yunani, baik Philipus atau Iskandar, juga Socrates atau Plato.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

FILSAFAT

Lalu diturutkan metode berpikir cara al-Asy'ari dan al-Maturidi, padahal keduanya pun kebanyakan memakai metode Aristoteles juga.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

KEBANGSAAN DENGAN DASAR ISLAM

Bertambah mendalam kefanatikan agama Islam di satu daerah, bertambah luas dadanya menerima tetamu. Walaupun tetamu itu orang Kristen. Ingatlah di zaman perjuangan kemerdekaan. Tatkala Tuan L.J. Kasimo seorang pemeluk Katolik berjalan dari desa ke desa bersama Dr. Soekiman, meskipun rakyat Islam di desa itu tahu bahwa beliau seorang Katolik, ia telah dihormati sebagaimana menghormati Pak Kiman juga. Sampai sama-sama dibuatkan baju untuk mengembara di hutan. Sampai terlanjur dari mulut Pak Kasimo: "Ah, biarlah saya menjadi Penasihat Masyumi saja." Tatkala Sdr. Hoetasoit (ex. Sekjen Kern. PP dan K) dan Ir. Sitompul turut berdarurat di daerah Minangkabau di zaman agresi Belanda yang kedua, ia disambut di kampung-kampung seperti menyambut keluarga juga, walaupun orang tahu ia orang-orang Kristen. Demikian murni ajaran Islam yang memandang orang karena baktinya bukan karena suku bangsanya, kita harus kembali kepada ajaran itu dalam membina kebangsaan kita sekarang ini.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

TENTARA ALLAH

"Dan sesungguhnya Tentara Kami, merekalah yang pasti akan menang." (ash-Shaaffaat: 173).

Segala mereka yang berjuang menegakkan jalan Allah di dunia ini, bernamalah Tentara Allah. Kadang-kadang mereka disebut Jundullah, kadang-kadang disebut Hizbullah, Tentara Allah atau Partai Allah. Yakni orang yang telah mengorbankan dirinya untuk semata-mata menyampaikan seruan Allah, atau melapangkan jalan Allah di muka bumi ini. Perjuangan mereka pasti menang.

"Senantiasa akan ada suatu golongan dalam umatku orang-orang yang tegak membela kebenaran. Tidaklah mereka akan dapat diperdayakan oleh orang yang mencoba menggagalkan mereka dan tidak pula orang yang menantang mereka, sampai datang saat yang ditentu Allah (Kiamat). Dan merekalah yang menang." (HR. Bukhari dan Muslim).

Imam Nawawi ketika menafsirkan hadits ini berkata bahwa yang dimaksud dengan Thaaifah atau golongan yang berbagai corak orang yang beriman, di antaranya ialah orang-orang yang di medan perang, di antaranya ialah ahli-ahli pikir agama (fiqih), di antaranya ialah ahli-ahli hadits, di antaranya ialah orang-orang yang zahid, di antaranya ialah orang yang berani melakukan amar ma'ruf nahi munkar dan di antaranya ialah macam ragam Mukmin yang lain yang suka dengan jelas mengerjakan yang baik-baik. Sebab itu tidaklah mesti bahwa mereka terkumpul. Mungkin mereka tersebar di negeri, namun corak perjuangan mereka adalah sama, yaitu menegakkan jalan Allah dengan gagah berani.

"... Sampai suatu ketika." (ash-Shaaffaat: 174).

Dalam ungkapan yang biasa terpakai di Indonesia kalimat sampai suatu ketika itu berdekatan artinya dengan "Tunggu tanggal mainnya."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

IMAN MUTLAK

"Orang yang alim kalau tidak mengamalkan ilmunya akan di azab sebelum orang yang menyembah berhala."

-Ibnu Ruslan-

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

SUMBER HUKUM

Sumber yang diakui oleh sekalian madzhab dalam Islam adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah (Hadits). Dimasukkan juga oleh sebagian madzhab, yaitu ijma' dan qiyas. Ahli-ahli fiqih sendiri selalu mengatakan bahwa ijtihad itu tidaklah yakin kebenarannya, melainkan zhan, artinya boleh ditinjau kembali, "Kalau sesuai dengan sumber aslinya (Al-Qur'an dan Hadits) boleh diakui terus, dan kalau tidak, haruslah segera ditinggalkan dan dibuang." Demikian pesanan dari pelopor-pelopor mujtahid yang terdahulu seperti Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafi'i dan Imam Hambali.

Sumber hukum Islam resmi ketiga, menurut sebagian besar ahli fiqih adalah ijma'. Arti yang populer adalah persamaan pendapat ulama dalam satu masalah, di dalam satu zaman. Ini pun boleh dijadikan sumber hukum resmi. Dalam peraturan ijma' itu pun dikatakan, meskipun hanya 1 orang yang membantah, dengan sendirinya ijma' itu gugur dan tidak boleh lagi dijadikan hujjah atau hukum resmi!

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 222-223, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

AYAH BERDAMAI DENGAN JIN

"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan untuk mengabdi kepada-Ku." (adz-Dzaariyaat: 56).

Pada suatu sore ketika sedang menggosok ubin, Engkar dan Rojito terlibat pembicaraan mengenai rumah kami ada hantunya. Dengan sombong Rojito pemuda asal Kebumen ini terdengar berceloteh. "Aku tidak takut! Segala hantu, genderuwo, setan, dedemit, boleh duel karo aku!" katanya dengan nada suara yang sombong. Baru saja berhenti bicara, tiba-tiba terdengar suara dari dalam sumur memanggil namanya. "Rojitooo... Rojitooo..." Suara itu jelas terdengar seperti kokok ayam. Ummi sampai datang. "Dari mana suara ayam itu, Irfan?" Ummi bertanya kepadaku. "Dari sumur, Ummi," jawabku. Dengan tergesa-gesa Engkar dan Rojito menyapu ampas kelapa untuk dikumpulkan di pojok dekat kamar mereka, lantas langsung masuk kamar dan menguncinya dari dalam. Tengah malamnya, terdengar suara tangisan dari dalam kamar pembantu kami. Tangisan dengan suara parau yang menggerung-gerung. Kami semua bangun, termasuk Ummi. Bang Zaki menggedor kamar Engkar dan Rojito. Engkar yang membukakan pintu. Dengan mempergunakan senter, di dalam kamar tampaklah pemandangan yang mengerikan sekaligus lucu. Tubuh Rojito dipenuhi ampas kelapa. Dari saku baju piyamanya sampi di dalam kopiah yang dipakainya tidur. "Tobat aku! Kapok aku tinggal di sini..." Rojito meratap sambil terisak. Esoknya, pagi-pagi sekali ia pamit kepada kami. Mau pulang kampung katanya.

(Irfan Hamka, Ayah..., Hal. 65-66, Republika Penerbit, Cet. XII, 2016).

CINTA

Lihat anak-anak muda zaman sekarang, yang menangis tersedu-sedu meminta belas kasihan perempuan, mau dia berkorban, sengsara, hina, hanyalah mencari apa yang disebut orang cinta. Salah persangkaan yang demikian, hai Guru Muda. Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat.

RUMAH TANGGA

Bukan orang pezina peminum khamr, bukan pencopet pemaling saja yang patut disebut sampah masyarakat. Tetapi orang-orang inilah sampah masyarakat yang lebih halus, tetapi berbahaya. Mereka tertawa di waktu orang lain menangis, pikiran mereka hanya mengumpulkan harta benda melepaskan nafsu hidup.

(Buya HAMKA, TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK, Hal. 170-195, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

BATAL-LAH ISLAM KITA

"Katakanlah, 'Jika memang kamu cinta kepada Allah maka turutkanlah aku, niscaya cinta pula Allah kepada kamu dan akan diampuni-Nya dosa-dosa kamu.' Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Penyayang. Katakanlah, 'Hendaklah kamu taat kepada Allah dan Rasul. Akan tetapi, jika kamu berpaling maka sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang kafir.'" (Aali 'Imraan: 31-32).

"Katakanlah, 'Jika adalah bapak-bapak kamu dan anak-anak kamu saudara-saudara kamu dan istri-istri kamu dan kaum keluarga kamu dan harta benda yang kamu dapati dan perniagaan yang kamu takuti akan mundurnya dan tempat-tempat kediaman yang kamu sukai, lebih tercinta kepada kamu daripada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad pada jalan-Nya. Maka tunggulah, sehingga Allah mendatangkan ketentuan-Nya. Dan Allah tidaklah akan memberikan petunjuk kepada kaum yang fasik.'" (at-Taubah: 24).

Kalau kita masih ragu, menyangka ada jalan lain selain jalan Muhammad saw. yang kita anggap benar, batal-lah Islam kita.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 121, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

CINTA

"Katakanlah, 'Jika adalah bapak-bapak kamu dan anak-anak kamu saudara-saudara kamu dan istri-istri kamu dan kaum keluarga kamu dan harta benda yang kamu dapati dan perniagaan yang kamu takuti akan mundurnya dan tempat-tempat kediaman yang kamu sukai, lebih tercinta kepada kamu daripada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad pada jalan-Nya. Maka tunggulah, sehingga Allah mendatangkan ketentuan-Nya. Dan Allah tidaklah akan memberikan petunjuk kepada kaum yang fasik.'" (at-Taubah: 24).

Pendeknya, kalau kepada semuanya itu cinta terpaut, kita akan sengsara dan kita akan kehilangan tujuan hidup yang sebenarnya. Janganlah dicintai segala yang akan kita tinggalkan ataupun meninggalkan kita, tetapi cintailah yang selalu ada dekat kita dan kepada-Nya kita akan kembali, yaitu Allah! Cinta Allah membawa cinta kepada Rasul saw. Sebab Rasul saw. adalah penjelmaan dan bukti daripada cinta Allah kepada kita. Sebab Rasul adalah utusan Allah buat menyampaikan perintah-perintah Allah bagi kemuslihatan hidup kita. Maka, di dalam hidup kita yang dikelilingi oleh segala cabang cinta duniawi itu adalah satu jalan saja yang kita tempuh, yaitu jalan Allah; sabil Allah! Kalau sabil Allah itu tidak lancar jalannya dalam dunia ini, maka segala yang dicintai yang delapan macam tadi tidak ada artinya lagi. Sebab itu kurbankanlah diri untuk menegakkan jalan Allah itu, untuk berjuang meluruskan dan meratakannya.

Inilah ujian besar daripada pokok cintamu!

Allah itu pencemburu. Dia tidak mau cinta kepada-Nya dibagi dengan cinta kepada yang lain. Tetapi, Allah itu pun Pengasih. Kalau cinta telah dibulatkan kepada-Nya, Dia pun akan memberi izin kita menziarahi yang lain. Dan yang lain itu pada hakikatnya tidaklah ada, kalau bukan dari Dia.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 105-106, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TENTANG MANUSIA DAN JIN

"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan untuk mengabdi kepada-Ku." (adz-Dzaariyaat: 56).

Menurut riwayat dari Ali bin Abi Thalhah, yang diterimanya dari Ibnu Abbas, arti untuk beribadah ialah mengakui diri adalah budak atau hamba dari Allah, tunduk menurut kemauan Allah, baik secara sukarela atau secara terpaksa, namun kehendak Allah berlaku juga (thau'an aw karhan). Mau tidak mau diri pun hidup. Mau tidak mau kalau umur panjang mesti tua. Mau tidak mau jika datang ajal mesti mati, ada manusia yang hendak melakukan di dalam hidup ini menurut kemauannya, namun yang berlaku ialah kemauan Allah jua.

TEGUHKAN PRIBADIMU

"... Orang-orang kafirlah yang membuat-buat atas nama Allah akan kedustaan. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang tidak berakal. Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Marilah kepada apa yang diturunkan oleh Allah dan kepada Rasul.' Mereka pun menjawab, 'Cukuplah bagi kami apa-apa yang telah kami dapati atasnya bapak-bapak kami.' Apakah walaupun bapak-bapak mereka itu tidak mengetahui sesuatu dan tidak dapat petunjuk?" (al-Maa'idah: 103-104).

Inilah ayat yang berguna untuk segala zaman.
Ayat yang bukan untuk orang jahiliyyah saja, melainkan untuk memperingatkan bahwa di dalam memegang suatu peraturan agama, sekali-kali tidaklah boleh menuruti begitu saja pada apa yang diterima dari guru atau nenek moyang. Sumber agama, sebagai yang diserukan pada ayat ini sudah tegas sekali, yaitu peraturan dari Allah dan Rasul. Di luar itu, Bid'ah namanya. Segala perbuatan Bid'ah itu nyatalah tidak bersumber dari pengetahuan dan tidak dari petunjuk (hidayah Ilahi). Kalau dicari dari mana asal-usulnya, tentu tidak akan bertemu.

Dalam kalangan kita kaum Muslimin yang telah jauh jarak zamannya dengan Nabi, bisa saja timbul aturan yang tidak-tidak, yang tak masuk akal, tidak dari Al-Qur'an dan tidak dari Sunnah Rasul. Namun, kalau ditegur mereka marah dan bersitegang urat-leher mengatakan bahwa begitulah yang diterima dari nenek moyang. Inilah yang bernama taqlid, yaitu memikul saja, menyandang saja apa yang diterima dengan tidak memakai pikiran. Hal ini terutama sekali berkenaan dengan ibadah. Segala ibadah kepada Allah atau segala upacara yang ada sangkut-pautnya dengan ibadah, sedikit pun tidak boleh ditambahi atau dikurangi dari yang ditentukan oleh Allah dan Rasul. Kalau sudah ditambah karena taqlid, maka sifat keadaan agama itu akan berubah sama sekali. Dinamai suatu agama baru dengan nama Islam, padahal ia sudah jauh dari Islam. Segala upacara dan tata cara yang bukan berasal dari petunjuk Allah, yang hanya diterima sebagai pusaka, lalu dipertahankan mati-matian, termasuk dalam golongan adat jahiliyyah. Golongan adat ini tidak semata-mata zaman sebelum Nabi Muhammad diutus menjadi rasul, tetapi segala penyelewengan dari garis agama yang benar lalu dikatakan bahwa itu pun agama, termasuklah dalam jahiliyyah.

MENUHANKAN GURU

"Telah mereka ambil guru-guru mereka dan pendeta-pendeta mereka menjadi Tuhan-Tuhan selain Allah dan (juga) al-Masih anak Maryam, padahal tidaklah mereka diperintah, melainkan supaya menyembah kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa tidak ada Tuhan melainkan Dia. Maha Suci Dia dari apa yang mereka persekutukan itu." (at-Taubah: 31).

Ar-Razi ketika menafsirkan ayat ini di dalam tafsirnya Mafatihul Ghaib telah membahas penyakit mempertuhan guru dan pendeta yang terdapat dalam Yahudi dan Nasrani itu jadi perbandingan kepada keadaan umat Islam di zaman itu. Ar-Razi berkata bahwa guru beliau pernah mengatakan kepadanya bahwa beliau menyaksikan suatu golongan dari fuqaha yang ber-taqlid itu, ketika aku bacakan kepada mereka ayat-ayat yang banyak dari kitab Allah dari beberapa masalah, padahal madzhab mereka berlain dari yang tersebut dalam ayat itu, maka tidaklah mereka mau menerima keterangan dari ayat-ayat itu dan tidak mereka mau memedulikannya, bahkan mereka memandang kepada ayat itu tercengang-cengang. Yaitu, mereka berpikir, bagaimana mungkin beramal menurut maksud ayat, padahal riwayat dari ulama-ulama ikutan kita berbeda dengan itu? Maka kalau engkau renungkan dengan sungguh-sungguh, akan engkau ketahuilah bahwa penyakit ini sudah sangat menular dalam kalangan ahli dunia.

IMAN, HIJRAH DAN JIHAD

Sesampai di Madinah, mesti menyusun kekuatan, untuk terutama ialah memerdekakan negeri Mekah tempat Ka'bah berdiri daripada penyembahan kepada berhala. Dan, untuk membebaskan seluruh Jazirah Arab pada taraf pertama dari perbudakan makhluk. Perbudakan kepala-kepala agama dan raja-raja. Kemudian, untuk membebaskan seluruh dunia dari perhambaan benda. Sehingga tempat manusia berlindung hanya Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Hijrah adalah untuk menyusun masyarakat Islam. Hijrah adalah untuk menegakkan sesuatu kekuasaan, yang menjalankan undang-undang yang timbul dari syari'at, dari wahyu yang diturunkan Allah. Dan, hijrah itu habis sendirinya bila Mekah sudah dapat dibebaskan dari kekuasaan orang-orang yang mengambil keuntungan untuk diri sendiri, dengan membelokkan ajaran Allah dari aslinya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 499, Jilid 3 Hal. 55-56, Jilid 4 Hal. 135, Jilid 4 Hal. 55, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KAUM MUDA DAN WAHABI

Mufti Johor telah mengenal saya sebagai Kaum Muda dan Wahabi dari Indonesia.

Larangan Mufti Johor, meskipun sebuah negeri kecil, sebesar satu kecamatan atau kurang, dapat kita jadikan pula perbandingan bahwa memaksakan suatu paham agama dengan kekuasaan, payahlah akan berhasil, malahan itulah yang akan memecahkan persatuan.

PROPAGANDA MURAHAN

Kalau ada orang membuat propaganda (kampanye), barangsiapa berani menyatakan paham yang baru tentang khilafiyah bahwa orang itu telah keluar dari Islam, ketahuilah itu propaganda (kampanye) murahan yang hanya laku untuk golongan jahil yang terbatas.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 70-72, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

KENANG-KENANGAN HIDUP

"Hai Malik! Engku kira engkau sakit. Itu sebabnya Engku sendiri datang kemari hendak melihatmu. Engkau tidak sakit bukan?" "Ti...dak... Engku!" "Kenapa?" tanya ayahnya dengan matanya yang tegar laksana harimau. "Sudah lima belas hari Malik tidak datang ke sekolah." Bukan main marah ayahnya. Marah ayahnya ditakuti oleh semua orang. Matanya berapi-api, tetapi masih ditahannya karena Engku Mudo masih duduk. Sesudah beliau pergi, "pang!" Berdenging telinganya kena tempeleng.

(Buya HAMKA, KENANG-KENANGAN HIDUP, Hal. 36-37, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

PERCUMA

Suatu dakwah yang mendahulukan hukum halal dan hukum haram, sebelum orang menyadari agama, adalah perbuatan yang percuma, sama saja dengan seseorang yang menjatuhkan talak kepada istri orang lain.

MAKSUD AGAMA

Disini dapatlah diketahui maksud agama, yaitu Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah.

INTI PERJUANGAN

Nabi kita Muhammad saw. diberi bekal untuk perjuangannya. Dijelaskan inti perjuangan, yaitu menegakkan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah. Sehingga dengan demikian jelas jalan yang akan ditempuh, terang perbedaan di antara yang batil dengan yang haq.

PERJUANGAN MENEGAKKAN IMAN

"Dan barangsiapa yang berjihad, maka tidak lain jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri ..." (al-'Ankabuut: 6).

Arti yang pokok daripada jihad ialah bekerja keras, bersungguh-sungguh, tidak mengenal kelalaian. Siang dan malam, petang dan pagi. Berjihad agar agama ini maju, jalan Allah tegak dengan utuhnya. Berjuang dengan mengorbankan tenaga, harta benda, kalau perlu jiwa sekalipun. Al-Imam Ibnul Qayyim membagi tingkat-tingkat jihad itu kepada beberapa peringkat di dalam melawan musuh. Musuh Islam digolongkan kepada empat musuh besar. Pertama, jihad menghadapi orang kafir yang hendak merusakkan agama Islam, atau hendak merusak aqidah kita sendiri. Kedua, jihad menghadapi Setan Iblis, musuh turun-temurun yang bersama-sama dengan nenek kita keluar dari dalam surga. Nenek moyang kita Adam dan kita keturunan beliau ditugaskan menjadi khalifah di muka bumi, sedang Setan Iblis bertekad pula memusuhi kita selama dunia masih didiami manusia. Musuh ketiga, ialah kaum munafik, lawan yang pada lahirnya tampak sebagai kawan. Musuh yang pada kulitnya mengaku jadi pembantu. Dan musuh yang paling dahsyat dan hebat, ialah yang ada dalam diri kita sendiri, yaitu hawa nafsu kita sendiri. Hasan al-Bishri pernah mengatakan, "Seorang laki-laki berjihad sungguh-sungguh, akan tetapi agak sehari selama hidupnya dia tidak pernah menyentak pedang."

TUHAN HAWA

"Adakah engkau lihat (utusan-Ku) betapa hal orang yang bertuhan kepada hawanya sendiri ... Apakah engkau sangka bahwa sebagian besar mereka itu mendengar ataupun berpikir? Keadaan mereka tidak lain, hanyalah laksana binatang-binatang saja, bahkan lebih sesat lagi dalam perjalanan." (al-Furqaan: 43-44).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 25, Jilid 7 Hal. 21, Jilid 6 Hal. 643-648, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PANGGILAN ALLAH KEPADA MUSA

"Dan Aku telah memilih engkau. Sebab itu dengarkanlah apa yang akan Aku wahyukan." (Thaahaa: 13).


Disuruhlah Musa mendengarkan firman Allah baik-baik dan supaya dipahamkan. Sebagaimana diterangkan oleh Wahab bin Munabbih, "Setengah dari adab mendengar ialah seluruh anggota tenang, mata menekur, telinga dipasang baik-baik, akal bersedia dan bertekad hendak melaksanakan." Sufyan bin Uyainah pun mengatakan, "Pangkal ilmu ialah mendengarkan baik-baik, kemudian memahamkannya, sesudah itu meletakkannya dalam ingatan kemudian itu diamalkan sesudah itu disebarkan." Dan kata Sufyan selanjutnya, "Dan apabila seorang hamba Allah telah mendengar bunyi Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, 'alaihishshalatu wassalamu dengan niat yang tulus, menurut yang dicintai oleh Allah, niscaya akan melekatlah ilmu itu dalam dirinya dan diberilah dalam kalbunya suatu cahaya."

TAUHID

"Sesungguhnya Aku inilah Allah, tidak ada Tuhan melainkan Aku ..." (Thaahaa: 14).


Inilah pangkal pokok segala Risalah dan
Nubuwwah. Dari sini dimulai segala pengajian yang wajib tiap-tiap orang mukallaf mengingat dan memegangnya teguh. Disinilah kita mendapat paham bahwasanya yang terlebih dahulu diwahyukan kepada nabi-nabi dan rasul-rasul ialah tentang Allah. Bahwa Allah itu hanya satu, berdiri sendiri-Nya. Tiada Dia bersekutu dengan yang lain. Setelah mantap keyakinan yang demikian, yang dinamai juga aqidah, maka datanglah perintah agar Allah itu disembah, Allah itu dikhidmati dan dipuja.

JANGAN MEMOHONKAN AMPUN UNTUK MUSYRIKIN

"... telah jelas baginya bahwa dia itu musuh bagi Allah ..." (at-Taubah: 113-114).


Tiada Dia bersekutu
dalam keadaan-Nya dengan yang lain. Demikian juga tentang mengatur syari'at agama, tidak ada peraturan lain, melainkan dari Dia.

TAUHID

"Dan tidaklah Kami utus engkau, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Katakanlah, 'Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku, ialah bahwa tiada Tuhan kamu, melainkan Tuhan Yang Esa ...'" (al-Anbiyaa': 107-108).


Inilah pokok ajaran
yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.

Sebagai telah diterangkan pada ayat 107 bahwa kedatangan Nabi Muhammad saw. adalah rahmat bagi seluruh alam, maka ayat menjelaskan, intisari rahmat itu, yaitu rahmat aqidah, mengakui Allah hanya satu, tidak ada Tuhan yang selain-Nya.

KEMURKAAN-KU DAN KEMURKAANMU!

"Demikianlah kamu karena apabila diseru Allah sendiri saja, kamu kafir. Dan jika Dia dipersekutukan, kamu pun beriman ..." (al-Mu'min: 12).


Jika dikatakan
bahwa Allah itu adalah Esa, berdiri sendiri-Nya, tunggal, tiada bersekutu yang lain dengan Dia, kamu tolak seruan itu mentah-mentah, kamu musuhi orang yang menyerukan demikian, kamu tuduh gila lagi, bahkan hendak kamu bunuh, bahkan hendak kamu usir dari kampung halamannya. Lantaran itu maka jelaslah bahwa dosa ini bukan sembarang dosa. Yang kamu tolak dan kamu tidak mau percaya itu ialah pokok aqidah yang diserukan, yaitu Tauhid.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 542-543, Jilid 4 Hal. 304, Jilid 6 Hal. 93, Jilid 8 Hal. 85, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

JANGAN TAKUT MATI, SUPAYA HIDUP

"Atau tidakkah engkau perhatikan orang-orang yang keluar dari kampung-kampung mereka, padahal mereka beribu-ribu, karena takut mati? Maka berkatalah Allah kepada mereka, 'Matilah kamu semuanya!' ... Berperanglah kamu pada jalan Allah dan ketahuilah olehmu bahwasanya Allah adalah Maha Mendengar, lagi Mengetahui." (al-Baqarah: 243-244).

Cita-cita yang menjadi puncak dari segala cita dan tidak ada di atasnya lagi, yaitu cita-cita menegakkan jalan Allah dan sudi mengorbankan apa yang ada, harta dan jiwa untuk menegakkan jalan Allah.

Kaum-kaum yang beriman tidak akan dapat melanjutkan hidupnya sebagai suatu kaum, sebagai suatu umat, kalau mereka tidak berani berperang pada jalan Allah.

Jalan Allah kadang-kadang perlu disuburkan dengan darah Mujahidin yang mempertahankan dan menegakkannya.

Berperang pada jalan Allah ialah untuk meninggikan Kalimat Allah, untuk mengamankan agama dari gangguan musuhnya dan untuk mempertahankan dakwahnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 476-478, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

DI MANA TEMPAT MENGGOSOK HATI?

Disini tampak jelaslah betapa tinggi fungsi masjid bagi pemupuk iman. Masjid bukanlah tempat lari karena tidak tahan menentang cahaya. Masjid adalah tempat memulai langkah keluar untuk menyauk cahaya.

Ganjaran akan segera diberikan-Nya. Ganjaran, yang tidak seimbang di antara kecilnya amal dengan besar ganjarannya itu. Ditambah lagi dengan berbagai aneka anugerah, dan diberi pula rezeki dengan tidak berbatas (tidak ada limit). Adakah orang yang telah mencapainya? Mendapat pahala lebih besar daripada amal? Ditambah dan ditambahi lagi dengan karunia yang lain? Diberi pula rezeki yang tiada terhitung banyaknya? Ada! Tetapi kalau jiwa Anda masih terikat oleh penilaian sesuatu dengan benda lahir, niscaya Anda tidak akan menampaknya. Kalau jiwa kita telah tergosok, sebagaimana tergosoknya jiwa Muhammad saw. dengan berbagai penderitaan, ataupun jiwa dari para pengikutnya yang setia sampai hari Kiamat, kita akan melihat orang yang kaya itu, walaupun orang lain tidak menampaknya. Dan kita pun akan melihat orang yang serba sengsara, miskin dan papa, padahal dia tinggal dalam rumah gedung yang mewah, mobil yang berkilat dan apa yang dikehendaki didapat. Cahaya terang semata-mata didapatnya hanyalah dari matahari, namun dari dalam jiwa sendiri yang memancar hanyalah kegelapan belaka.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 308, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TEBALNYA KESESATAN MANUSIA!

"Dan tanyakanlah kepada orang-orang yang Kami utus sebelum engkau dari utusan-utusan Kami, adakah Kami jadikan selain Tuhan Yang Maha Pemurah, Tuhan-Tuhan yang lain yang akan mereka sembah?" (az-Zukhruf: 45).

Tidak seorang pun dari utusan-utusan itu, yang misalnya karena hendak mencari jalan damai, lalu memperbolehkan dan membiarkan kaum mereka menyembah "Tuhan-Tuhan buatan" itu. Dalam pendirian yang pokok ini tidak boleh tolak-angsur, walaupun sebenang. Dalam pada itu wahyu-wahyu Allah pun selalu turun mengisahkan perjuangan rasul-rasul itu menegakkan Tauhid.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 232, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MEMPERSEKUTUKAN (MENGADAKAN TANDINGAN-TANDINGAN)

"Dan setengah dari manusia ada yang mengambil yang selain Allah menjadi tandingan-tandingan ... Dan sekali-kali tidaklah mereka akan keluar dari neraka." (al-Baqarah: 165-167).

Dalam Islam, sekarang bisa juga datang keruntuhan agama seperti yang menimpa umat-umat yang dahulu. Kerusakan agama umat yang dahulu ialah karena aturan agama sudah sangat dicampuri oleh kepala-kepala agama, oleh pendeta, uskup, rabbi dan sebagainya. Pemuka-pemuka agama itu yang menentukan halal-haram, menambah-nambah agama, sehingga hilang yang asli dibungkus oleh tambahan.

Sebab itu, masa buat memperbaiki diri bukanlah pada waktu itu, melainkan di masa sekarang ini, sedang kesempatan masih ada. Dengan ayat ini, jelaslah bahwasanya pimpinan yang diikut selain dari pimpinan Allah atau pemuka-pemuka yang menentukan pula peraturan halal dan haram, lain dari peraturan Allah dan diikut pula peraturan itu menyerupai mengikut peraturan Allah, sudahlah menjadikan pemuka itu tandingan-tandingan Allah, sudahlah mempersekutukan mereka itu dengan Allah. Lantaran itu, mempersekutukan atau mengadakan tandingan-tandingan itu bukanlah semata-mata menyembah-nyembah dan memuja-muja saja, melainkan kalau pemimpin atau pemuka-pemuka membuat peraturan lalu peraturan mereka lebih diutamakan dari peraturan Allah maka terhitunglah orang yang mengikuti itu dalam lingkungan musyrik, mempersekutukan pemuka-pemuka itu dengan Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 305-306, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PEMBAGIAN HARTA WARIS (FARAIDH)

"Yang demikian itulah batas-batas Allah. Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke surga, mengalir air sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Yang demikianlah kejayaan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar akan batas-batas-Nya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam neraka, kekal di dalamnya dan baginya adzab yang menghinakan." (an-Nisaa': 13-14).

Pemerintah penjajah dahulu sengaja menjauhkan urusan-urusan faraidh ini dari pengakuan hukum. Mereka lebih suka menonjolkan hukum-hukum adat daripada hukum-hukum agama kita yang jelas jadi pegangan kita dunia akhirat. Ini adalah satu rencana besar dalam melemahkan dan menghilangkan kekuatan Islam. Setelah pemerintah penjajah habis, ahli-ahli agama Islam telah berkurang, sebab itu perhatian kepada faraidh jadi kurang. Padahal adanya hukum faraidh dalam Islam adalah salah satu keutamaan agama ini sehingga kita boleh berkata bahwa bagi seluruh bangsa di dunia ini, yang memeluk agama Islam, corak peraturan faraidh-nya adalah sama. Sedang pada bangsa-bangsa lain, mereka terpaksa membuat tradisi sendiri-sendiri yang sebagian besar sampai sekarang ini belum juga memberikan hak tertentu kepada perempuan sehingga kaum perempuan terpaksa lebih dahulu berjuang mati-matian menuntut haknya.

BID'AH

Bagi kita orang Islam, nyatalah bahwa taat hanya kepada Allah, tidak disertai taat kepada Rasul, belumlah bernama agama. Sebab, Rasul adalah teladan yang diutus Allah untuk menjadi contoh melaksanakan ketaatan kepada Allah. Orang boleh menentang agama buatan manusia, Bid'ah yang diada-ada, kekuasaan pendeta atau ulama yang melebihi apa yang dituntunkan Rasul, tetapi orang tidak akan dapat beragama, kalau tidak menaati tuntunan Rasul. Misal yang terdekat ialah ayat-ayat faraidh. Ada ayat yang mutasyabih (tengok kembali tafsiran mutasyabih pada surah Aali 'Imraan ayat 7). Pada ayat 12 surah an-Nisaa' terdapat bahwa saudara hanya mendapat seperenam dan kalau mereka banyak mendapat separuh dan kalau berdua dan lebih mendapat dua pertiga. Di mana kita tahu memperbedakannya, kalau tidak kita "tanyakan" kepada Rasul dan ditaati cara beliau menjalankan? Dengan taat kepada Allah disertai taat kepada Rasul, dengan jalan demikianlah kita akan diberi Allah kurnia ganjaran surga, yang mengalir air sungai di bawahnya dan kekal di dalamnya selama-lamanya.

Tujuan yang semula ayat ini tentu sudah nyata terhadap orang-orang yang tidak mengacuhkan peraturan faraidh yang telah disebutkan di atas tadi. Mafhum-lah kita bahwasanya Islam bukan saja mengatur ibadah kepada Allah, shalat, puasa dan sebagainya, tetapi melingkungi segala soal yang mengenai kemasyarakatan dan kekeluargaan juga. Apatah lagi pada ayat pertama, pembukaan surah telah diperingatkan takwa kepada Allah dan memelihara hubungan kasih sayang kekeluargaan, yang disebut al-Arham. Keduanya dijadikan satu. Dalam ayat ini dapatlah kita pahamkan, betapa pun taatnya seseorang misalnya beribadah, kalau batas-batas yang ditentukan Allah mengenai faraidh dia abaikan, neraka jugalah tempatnya. Sebagai Muslim dalam masyarakat modern, taatilah peraturan Islam dalam hal faraidh, yang lebih sempurna daripada peraturan yang mana jua pun. Jangan membuat wasiat yang mengubah ketentuan Allah. Sebagai orang Islam yang hidup dalam masyarakat keibuan (seperti di Minangkabau) atau masyarakat kebapakan (seperti di Tapanuli), apabila bertemu dua peraturan yang berlawanan, dahulukanlah Islam dari yang lain supaya jangan masuk neraka. Susunan firman Allah memang menarik hati bagi orang yang suka merenungkan. Dalam ayat 13, Allah menyatakan bahwa orang yang taat kepada Allah dan Rasul, akan dimasukkan-Nya dia ke dalam surga dan kekal di dalamnya. Sedang di ayat 14 diterangkan bahwa siapa yang melanggar batas yang ditentukan Allah, akan dimasukkan-Nya dia ke neraka dan kekal di dalamnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 221-223, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

RATU BALQIS MENERIMA SURAT NABI SULAIMAN

"(Ratu) itu berkata, 'Wahai pembesar-pembesar! Sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sepucuk surat yang mulia. Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya dia, Dengan nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang. Janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kamu sekalian kepadaku dalam keadaan menyerah.'" (an-Naml: 29-31).

Ibnu Abbas menafsirkan Muslimin itu menurut maksudnya yang asal, yaitu mengakui bahwa Allah hanya Satu. Itulah Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 516, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Cinta adalah iradah Tuhan, dikirimnya ke dunia supaya tumbuh. Kalau dia terletak di atas tanah yang lekang dan tandus, tumbuhnya akan menyiksa orang lain. Kalau dia datang kepada hati yang keruh dan kepada budi yang rendah, dia akan membawa kerusakan. Tetapi jika dia hinggap kepada hati yang suci, dia akan mewariskan kemuliaan, keikhlasan dan ketaatan kepada Ilahi."

TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
HAMKA

"Dan setengah dari manusia ada yang mengambil yang selain Allah menjadi tandingan-tandingan, yang mereka cintai mereka itu sebagaimana mencintai Allah. Akan tetapi, orang-orang yang beriman terlebih cintalah mereka akan Allah. Padahal, kalau mengertilah orang-orang yang zalim itu, seketika mereka melihat adzab, bahwasanya kekuatan adalah pada Allah, dan bahwasanya Allah adalah sangat pedih siksa-Nya." (al-Baqarah: 165).

KLIK DISINI: TENTANG CINTA, TAUHID VS. MUSYRIK (SUNNAH VS. BID'AH)

KLIK DISINI: MENUHANKAN GURU (BID'AH), KARENA CARI MAKAN DAN MUBAHALAH

PELOPOR KUAT DALAM PENYEBARAN ISLAM

Dua suku bangsa yang menjadi pelopor kuat dalam penyebaran Islam. Pertama, orang Minangkabau dengan kelancaran lidahnya. Mereka mengembara ke Ambon, ke Bugis dan Makasar, ke Brunei dan Sarawak sampai ke Mindanao sampai juga mendirikan negeri bercorak Minang di Semenanjung Tanah Melayu (negeri Sembilan). Kedua, ialah suku bangsa Bugis, pengemban, pengarung lautan dan gagah berani. Di mana saja mereka melabuhkan perahunya, di sana mereka mendirikan kampung, lalu lama-lama menjadi negeri dan lama-lama mereka menjadi raja atau sultan di tempat itu dan mengembangkan Islam.

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Hal. 518, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

MEMBENTUK PENDUKUNG CITA

Menurut Ibnu Abbas janganlah engkau palingkan mata kepada orang-orang yang sombong karena kebangsawanannya dan kekayaannya itu. Karena itu hanya perhiasan dunia saja. Orang-orang seperti itu hanya melagak, membusungkan dada dengan kekayaan dan kemegahan dunia, sedang pengikut-pengikutmu yang setia itu, yang senantiasa menyebut nama Allah mereka pagi dan petang, bertasbih, bertahmid, bertakbir dan bertahlil, adalah orang-orang yang telah melepaskan hati mereka dari ikatan dunia dan lekatlah hati mereka kepada Allah semata-mata. Itulah kawan engkau yang sejati! Tegasnya lagi, janganlah engkau ikut rayukan atau kehendak dari mereka itu, bangsawan-bangsawan yang sombong itu. Karena orang-orang seperti itu tidak dapat dijadikan kawan. Sebab hati mereka telah tertutup dari ingat akan Allah. Petang dan pagi mereka hanya memperturutkan hawa nafsu. Yang mereka cari siang malam hanyalah harta benda, isi alam yang dijadikan Tuhan, sesuatu yang tidak kekal. Dan segala usaha dan kerjanya tidak lagi mengenal batas-batas halal dan haram. Itulah yang dinamai pada ujung ayat dalam bahasa Arab: Furuthaa. Artinya telah terlepas dari segala ikatan sopan santun, peraturan, budi bahasa, asal keuntungan didapat.

TERGELINCIR DARI JALAN LURUS

"Wahai, orang-orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya dan janganlah kamu turut jejak-jejak Setan. Sesungguhnya, dia bagi kamu adalah musuh yang nyata. Maka apabila kamu tergelincir sesudah datang kepada kamu penjelasan-penjelasan maka ketahuilah olehmu bahwasanya Allah adalah Maha Gagah, lagi Maha Bijaksana." (al-Baqarah: 208-209).

Tergelincir adalah dalam dua hal yang pokok. PERTAMA ialah tergelincir dari Tauhid kepada Syirik. Lantaran itu mereka jadikanlah yang batil menjadi ganti yang hak. Ini karena telah mereka persekutukan yang lain dengan Allah. Mereka telah menghabiskan tenaga buat memuja benda dan alam dalam berbagai bentuknya. Kalau di zaman purbakala benar-benar orang mendirikan patung dan berhala buat disembah. KEDUA ialah karena menurutkan purbasangka belaka. Mereka tidak mau mempelajari hakikat dan agama yang dipeluknya sehingga apa yang dikerjakannya hanyalah turut-turutan, sehingga hakikat agama hilang dalam selimut dan selubung dari Bid'ah dan Khurafat. Mereka telah tekun beramal, padahal yang diamalkannya itu tidak ada dalam Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 382-383, Jilid 1 Hal. 396-397, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH AL-FAATIHAH (PEMBUKAAN)

Di dalam ayat pembukaan ini, kita telah bertemu langsung dengan Tauhid, yang mempunyai dua paham itu, yaitu: Tauhid Uluhiyah pada ucapan Alhamdu Lillaahi dan Tauhid Rububiyah pada ucapan Rabbil 'Aalamiin.

Maka, tersimpul pulalah kata Al-Qur'an ini pada ujung surah, tentang orang yang maghdhub (terkena murka Allah) dan orang yang dhaallin (orang yang sesat).

Demikian pula, Al-Qur'an menceritakan keadaan umat-umat yang telah terdahulu, yang telah binasa dan hancur karena dimurkai Allah, dan diceritakan juga kaum yang sesat dari jalan yang benar, itu pun telah tersimpul di dalam kedua kalimat maghdhubi dan dhaallin itu.

Dalam Al-Qur'an, banyak bertemu ayat-ayat yang menerangkan jika Nabi Muhammad saw. bertanya kepada kaum musyrikin penyembah berhala itu, siapa yang menjadikan semuanya ini, pasti mereka akan menjawab, "Allah-lah yang menciptakan semuanya!"

"Padahal jika engkau tanyakan kepada mereka siapa yang menciptakan semua langit dan bumi dan menyediakan matahari dan bulan, pastilah mereka akan menjawab, 'Allah!' Maka, bagaimanakah masih dipalingkan mereka." (al-'Ankabuut: 61).

Dan, banyak lagi surah-surah lain mengandung ayat seperti ini.

Tentang Uluhiyah mereka telah bertauhid, hanya tentang Rububiyah yang mereka masih musyrik. Maka, dibangkitkanlah kesadaran mereka oleh Rasul saw. supaya bertauhid yang penuh.

Siapakah yang dimurkai Allah? Ialah orang yang telah diberi kepadanya petunjuk, telah diutus kepadanya rasul-rasul telah diturunkan kepadanya kitab-kitab wahyu, tetapi dia masih saja memperturutkan hawa nafsunya. Telah ditegur berkali-kali, tetapi teguran itu, tidak juga dipedulikannya. Dia merasa lebih pintar dari Allah, rasul-rasul dicemoohkannya, petunjuk Allah diletakkannya ke samping, perdayaan Setan diperturutkannya.

Orang yang dimurkai ialah yang sengaja keluar dari jalan yang benar karena memperturutkan hawa nafsu, padahal dia sudah tahu. Orang yang telah sampai kepadanya kebenaran agama lalu ditolak dan ditantangnya. Dia lebih berpegang pada pusaka nenek moyang, walaupun dia telah tahu bahwa itu tidak berat. Maka, siksaan adzablah yang akan dideritanya.

Adapun orang yang sesat ialah orang yang berani-berani saja membuat jalan sendiri di luar yang digariskan Allah. Tidak mengenal kebenaran atau tidak dikenalnya menurut maksudnya yang sebenarnya.

Orang-orang yang telah mengaku beragama pun bisa juga tersesat. Kadang-kadang karena terlalu taat dalam beragama lalu ibadah ditambah-tambah dari yang telah ditentukan dalam syari'at sehingga timbul Bid'ah. Disangka masih dalam agama, padahal sudah terpesong ke luar.

Nasrani tersesat karena sangat cinta kepada Nabi Isa al-Masih. Mereka katakan Isa itu anak Allah, bahkan Allah sendiri menjelma menjadi anak, datang ke dunia menebus dosa manusia.

Maka, bagi kita umat Islam yang membaca al-Faatihah ini sekurangnya 17 kali sehari semalam, hendaklah diingat jangan sampai kita menempuh jalan yang akan dimurkai Allah pula, sebagai Yahudi. Apabila satu kali kita telah memandang bahwa pelajaran yang lain lebih baik dan berguna daripada pelajaran Nabi Muhammad saw., mulailah kita diancam oleh kemurkaan Allah. Di dalam surah an-Nisaa': 65, sampai dengan sumpah Allah menyatakan bahwa tidaklah mereka beriman sebelum mereka ber-tahkim kepada Nabi Muhammad saw. di dalam hal-hal yang mereka perselisihkan dan mereka tidak merasa keberatan menerima keputusan yang beliau putuskan, dan mereka pun menyerah sebenar-benar menyerah. Kalau ini tidak kita lakukan, pastilah kita kena murka seperti Yahudi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 57-78, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SESAT DAN BINGUNG

"Dan mereka sembah yang selain dari Allah, sesuatu yang tidak akan memudharatkan mereka dan tidak akan memanfaatkan dan mereka katakan: 'Mereka itu adalah pembela-pembela kami pada sisi Allah.' Katakanlah: 'Apakah kamu akan menerangkan kepada Allah, sesuatu yang tidak diketahui-Nya di semua langit dan tidak di bumi?' Maha Suci Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan itu." (Yuunus: 18).

Menurut riwayat yang disampaikan oleh Ikrimah, bahwasanya seorang pemuka musyrikin bernama an-Nadhr bin al-Harits pernah mengatakan, "Bahwa berhala al-Laata dan al-Uzza yang mereka puja di Mekah itu akan menjadi syafaat mereka di hari Kiamat nanti. Pendeknya, jika datang pertanyaan-pertanyaan Allah, tuduhan, pemeriksaan dan sebagainya, si Laata dan Uzza akan tampil ke muka untuk mempertahankan mereka."

Semua perbuatan ini bukanlah memuja Allah, tetapi menghina dan mengurangi kemuliaan Allah. Dan inilah dasar dari segala persembahan pada berhala!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 386-387, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KAMU TIDAK MEMPUNYAI TAUHID RUBUBIYAH

"Dan sesungguhnya kamu akan datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana telah Kami jadikan kamu pertama kali dan telah kamu tinggalkan apa yang telah Kami berikan kepada kamu di belakang punggungmu dan tidak Kami melihat ada beserta kamu orang-orang yang akan melepaskan kamu yang kamu anggap bahwa mereka itu pada kamu sebagai sekutu-sekutu (Allah). Sesungguhnya telah terputuslah di antara kamu dan telah menyesatkan kamu apa yang kamu anggap itu." (al-An'aam: 94).

Bahwa kamu masih tetap mengakui bahwa Allah Ta'aala itu memang Ada dan memang Esa dan hanya Dia sendiri yang menciptakan alam ini. Dasar kepercayaan itu memang ada padamu, yang dinamai Tauhid Uluhiyah. Setelah akan memohonkan apa-apa, kamu tidak langsung memohon kepada-Nya lagi, tetapi pada yang lain atau meminta tolong pada yang lain itu supaya menyampaikannya kepada Allah. Walaupun mengakui Dia Yang Menciptakan alam, kamu campur-aduk dengan yang lain. Kamu tidak mempunyai Tauhid Rububiyah.

TAUHID RUBUBIYAH DAN TAUHID ULUHIYAH

"Dan telah menentukan Tuhanmu, bahwa jangan engkau sembah kecuali Dia dan hendaklah kepada kedua ibu-bapak engkau berbuat baik. Jika kiranya salah seorang mereka atau keduanya telah tua dalam pemeliharaan engkau, maka janganlah engkau berkata 'uff' kepada keduanya dan janganlah dibentak mereka dan katakanlah kepada keduanya kata-kata yang mulia. Dan hamparkanlah kepada keduanya sayap merendahkan diri karena sayang dan ucapkanlah, 'Ya Tuhan! Kasihanilah keduanya sebagaimana keduanya memelihara aku di kala kecil.'" (al-Israa': 23-24).

TAUHID RUBUBIYAH

Pokok pertama budi terhadap Allah. Disinilah pangkalan tempat bertolak. Disini pohon budi yang sejati. Yang berjasa kepada kita, yang menganugerahi kita hidup, memberi rezeki, memberikan perlindungan dan akal, tidak ada yang lain, hanya Allah. Barangsiapa mempersekutukan-Nya dengan yang lain, akan tercelalah dia dengan terhina. Pengakuan bahwa hanya satu Tuhan, tiada berserikat dan bersekutu dengan yang lain, itulah yang dinamai Tauhid Rububiyah.

TAUHID ULUHIYAH

Oleh sebab itu, cara beribadat kepada Allah, Allah itu sendirilah yang menentukan. Maka tidak pulalah sah ibadat kepada Allah yang hanya dikarang-karang sendiri. Untuk menunjukkan peribadatan kepada Allah Yang Maha Esa itulah, Dia mengutus rasul-rasul-Nya. Menyembah, beribadah dan memuji kepada Maha Esa itulah yang dinamai Tauhid Uluhiyah. Itulah pegangan pertama dalam hidup Muslim.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 218, Jilid 5 Hal. 268-269, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SYIRIK

Inilah yang pokok dari ad-Din, agama.

Tidak ada yang lain yang berserikat atau yang bersekutu dengan Dia, baik dalam ketuhanan-Nya maupun dalam kekuasaan-Nya.

Segala dosa bisa diampuni, namun syirik tidak!

Inilah pokok pegangan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 317-318, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

JANGAN MENGAMBIL TUHAN SELAIN ALLAH!

"Katakanlah! Tunjukkanlah kemari alasan kamu!" (al-Anbiyaa': 24).

Dari mana kamu dapat pelajaran mengambil Tuhan-Tuhan banyak itu? Sejak kapan? Siapa yang mengajarkan? Siapa gurunya?

Di sini kita diberi suatu petunjuk bahwa di dalam menegakkan suatu kepercayaan hendaklah ada alasan atau dalil yang akan dijadikan pegangan.

Rasulullah saw. disuruh melanjutkan keterangannya bahwa ajaran yang beliau bawa tidaklah berubah-ubah sejak dahulu sampai sekarang.

TAUHID ULUHIYAH DAN TAUHID RUBUBIYAH

Isi atau inti, pokok atau pangkal agama, ialah dua ini.

Kedatangan wahyu Allah yang dibawa oleh Rasul saw. mengajarkan Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah, bukan saja menunjukkan pokok aqidah, bahkan kebenaran dalam segala cabangnya: Mengenai akhlak, pemerintahan, peraturan hidup.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 23, Jilid 4 Hal. 411, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TANAH SUBUR DAN TANAH TANDUS GERSANG

"Demikianlah, Kami menjelaskan ayat-ayat bagi kaum yang mau berterima kasih." (al-A'raaf ujung ayat 58).

Ibnu Abbas menafsirkan lagi secara mendalam tentang tanah subur dan tanah tandus. Tanah subur kata beliau ialah jiwa yang sudi menerima iman dan tanah tandus gersang ialah lambang dari jiwa yang kufur dan tidak berterima kasih.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 447, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TAUHID

"Apakah tidak engkau lihat, betapa Allah mengadakan perumpamaan, suatu kalimat yang baik, adalah laksana suatu pohon yang baik, uratnya kukuh dan cabangnya ke langit. Dia hasilkan buahnya tiap-tiap masa dengan izin Tuhannya. Dan Allah mengadakan perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, supaya mereka ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk adalah laksana pohon yang buruk, ditumbangkan dari atas bumi tidak ada baginya keteguhan. Allah akan menetapkan orang-orang yang beriman dengan kata-kata yang tetap pada kehidupan dunia ini dan pada akhirat. Dan akan disesatkan oleh Allah orang-orang yang zalim dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki." (Ibraahiim: 24-27).

Dari segala rentetan ayat ini dapatlah kita pahamkan bahwasanya di dunia ini terjadi perjuangan di antara dua kalimat, yaitu kalimat yang baik, kalimah thayyibah dengan kalimah khabitsah, atau kalimat yang buruk.

Kalimat yang baik adalah laksana pohon rindang yang baik, yang subur, uratnya masuk terhunjam ke petala bumi dan pucuknya melepai sampai mencapai langit dan buahnya selalu diambil. Bagaimanapun besarnya angin yang mencoba hendak meruntuhkannya, namun dia bertambah kena angin, bertambah teguh dan kukuh. Maka kedatangan rasul-rasul sejak zaman Adam atau Nuh, sampai kepada Nabi Muhammad saw. dan sampai kepada hari Kiamat, ialah memperjuangkan kalimah thayyibah itu.

Ulama-ulama tafsir sejak dari ulama sahabat sebagai Ibnu Abbas telah menjelaskan bahwasanya kalimah thayyibah itu ialah:

La Ilaha Illallah
Tidak ada Tuhan selain Allah!

Dan sabda Nabi untuk pedoman sesudah kita meninggal, "Seorang Muslim apabila disoal dalam kubur, dia mengucapkan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, itulah yang dimaksud dengan ayat ditetapkan Allah orang yang beriman dengan kata yang tetap ketika hidup di dunia dan akhirat." (HR. Bukhari, Muslim dan Ashhabus Sunan).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 104-105, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

APA YANG AKAN DIDAKWAHKAN?

TAUHID ULUHIYAH DAN TAUHID RUBUBIYAH

Pertama, yang utama sekali ialah menjelaskan aqidah islamiyah, yaitu pokok-pokok kepercayaan Islam atau di dalam bahasa yang sangat populer dalam kalangan umat Muslimin ialah rukun iman. Dasar aqidah Islam itu ialah Tauhid, artinya pengakuan atas keesaan Allah SWT. Pokok utama dari kepercayaan ini diambil langsung dari Al-Qur'anul Karim. Di sanalah terdapat ajaran Tauhid yang satu dengan dua penjelasan, yaitu Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah. Kedua, sebagai iringan dari mengenal Al-Qur'an dan memperkenalkannya pula kepada masyarakat, hendaklah dengan menerangkan pula ar-risalatul Muhammadiyah atau maksud utama diutusnya Nabi kita Muhammad saw. oleh Allah SWT. Bahwasanya kedatangan Nabi Muhammad saw. pada khususnya dan kedatangan rasul-rasul yang terdahulu dari beliau adalah dengan maksud yang satu, yaitu memperkenalkan Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah tadi kepada umat. Sejak dari Nabi Nuh a.s., Ibrahim a.s., Hud a.s., Shalih a.s., Syu'aib a.s., Musa a.s., Harun a.s., Isa a.s. serta nabi-nabi dan rasul-rasul yang lain, maksudnya yang utama ialah mengajak umat kepada Tauhid itu. Tauhid inilah pokok asli segala agama.

SIFAT 20

Sementara itu, dalam mempelajari Sifat 20, dengan tidak disadari, kadang-kadang kita menjadi ragu tentang adanya Tuhan. Misalnya pelajaran, "Allah SWT itu tidak di atas, tidak di bawah, tidak di kiri, tidak di kanan, tidak dikandung tempat, tidak dikandung masa." Padahal kesimpulan dari semuanya itu dapat membawa kita kepada suatu kesimpulan bahwa Allah SWT itu tidak ada! Padahal ada!

(Buya HAMKA, PRINSIP DAN KEBIJAKSANAAN DAKWAH ISLAM, Hal. 287-289, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

KECUALI ORANG-ORANG YANG BERTOBAT

"Kecuali orang-orang yang bertobat." (al-Baqarah pangkal ayat 160).

Tobat, artinya kembali, yaitu kembali kepada jalan yang benar. Karena jalan menyembunyikan kebenaran itu adalah jalan yang sesat. "Dan berbuat perbaikan." Maka, langkah yang salah selama ini diperbaiki kembali lalu mereka jelaskan kebenaran dan tidak ada yang disembunyi-sembunyikan lagi. Atau mana-mana keadaan yang salah dalam masyarakat segera diperbaiki, sediakan seluruh waktu buat ishlah. "Dan mereka yang memberikan penjelasan." Terangkan keadaan yang sebenar-benarnya, jangan lagi berbelok-belok karena kedustaan tidaklah dapat dipertahankan lama. "Maka mereka itulah yang akan Aku beri tobat atas mereka." Inilah penegasan dari Allah bahwa apabila orang telah kembali ke jalan yang benar, telah insaf, dan keinsafan itu dituruti dengan kegiatan menyelesaikan yang kusut, menjernihkan yang telah keruh, memperbaiki yang telah rusak dan tidak bosan-bosan memberikan penjelasan, segeralah Allah akan memberikan tobatnya. Segeralah pula keadaan akan berubah sebab yang berubah itu ialah orang yang bersalah sendiri.

"Kekal mereka di dalamnya, tidak akan diringankan adzab atas mereka dan tidaklah mereka akan dipedulikan." (al-Baqarah: 162).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 296, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KECUALI ORANG-ORANG YANG KAFIR

"Tidaklah ada yang berbantah-bantahan tentang ayat-ayat Allah kecuali orang-orang yang kafir, maka janganlah membuat silau engkau bersimpang-siur mereka di dalam negeri-negeri." (al-Mu'min: 4).

Yang dimaksud dengan berbantah-bantahan atau membantah ayat-ayat Allah ialah orang yang menanggapi ayat Allah dengan cara batil, dengan tidak jujur, semata-mata hanya hendak menolak kebenaran atau menyalahartikan dan menyelewengkan maksudnya.

Sudah dijelaskan bahwasanya orang yang mencari saja pasal-pasal yang akan dibantah dari ayat-ayat Allah tidak lain adalah orang kafir. Kalau tidak ada sikap kufur tidaklah mereka akan berani bersikap begitu tidak sopan. Biasanya orang-orang itu kaya, berkuasa atau merasa diri pintar. Ini banyak kita alami dalam kita mempertahankan agama kita yang kita cintai ini.

Kaum Orientalis Barat memperdalam pengetahuan mereka tentang agama Islam bukanlah karena hendak mereka imani, melainkan karena hendak mereka cari segi-segi kelemahannya, untuk memperlemah iman orang Islam sendiri yang kurang ilmunya tentang agamanya sendiri. Kaum Orientalis ini dibelanjai oleh negara-negara penjajah dan oleh misi dan zending agama Kristen. Mereka karang buku-buku dan dengan paksa buku-buku yang mereka karang itu diajarkan dan dibaca oleh orang Islam sendiri yang mendapat pendidikan penjajahan. Lama-lama kita mendengar celaan kepada ajaran Islam bukan lagi dari kaum penjajah, melainkan dari orang-orang yang mendapat didikan Barat dan masih mengakui Islam. Sejak itu banyaklah kita dengar bantahan atau usaha melemahkan ayat-ayat Al-Qur'an.

Misal satu di antaranya ialah karena agama Islam mengizinkan orang beristri lebih dari satu sampai berempat, maka dimasukkanlah celaan kepada Islam bahwa agama ini tidak memberi penghargaan yang layak bagi kaum perempuan. Bahwa agama Islam agama yang hanya mementingkan syahwat saja. Sebab agama Islam membolehkan poligami.

Banyak lagi contoh-contoh lain yang mereka timbulkan keraguan dan bantahan terhadap Al-Qur'an, mengenai segala bidang kehidupan. Sampai ada yang mengatakan bahwa Al-Qur'an itu hanya semata-mata mengajarkan untuk beribadah kepada Allah. Al-Qur'an tidak meninggalkan peraturan untuk mengatur negara. Mereka mempropagandakan lebih baik mengikuti ideologi ajaran manusia sebagai materialisme, marxisme atau liberalisme Barat, daripada mengikuti ajaran Islam. Ayat 4 ini telah menegaskan bahwa orang-orang pembantah ayat-ayat Allah ini tidak lain adalah orang-orang kafir. Orang yang beriman sejati jangan sampai terpesona, jangan sampai silau jika orang-orang semacam ini bersimpang-siur dalam negeri-negeri atau tegasnya janganlah terpesona, janganlah silau jika orang-orang semacam itu yang memegang tampuk kekuasaan. Diperingatkan di ujung ayat supaya Rasul saw., demikian juga orang-orang yang beriman jangan sampai silau atau terpesona melihat orang-orang semacam itu bersimpang-siur, pergi dan pulang, hilir dan mudik dalam negeri-negeri, dari daerah ke daerah, dari benua ke benua karena kekuasaan sedang ada di tangan mereka. Kesombongan orang kafir itu tidak akan lama. Bagaimanapun mereka bergerak, mengatur segala macam siasat, kekuasaan, kesempatan, korupsi, penipuan, dan mempertahankan kekuasaan dengan segala macam tipu daya jahat, tidaklah mereka akan sanggup menentang kekuatan alam dan kekuasaan pencipta alam.

"Dan mereka pun membantah dengan yang batil karena hendak menindas yang benar."

Semacam inilah yang selalu dikerjakan oleh orang-orang yang kafir, yang membantah ayat-ayat Allah dalam menghalangi dakwah Rasul. Dengan mengumpulkan segala kekuatan yang batil mereka mencobakan segala upaya hendak menindas atau hendak menghancurkan yang benar. Tetapi oleh karena hakikat yang batil itu tidak ada, samalah usaha mereka itu dengan orang yang berusaha hendak mencampur dan memadukan di antara minyak dengan air.

Maka demikian pulalah yang akan terjadi dengan kaum musyrikin dan kafir di negeri Mekah tatkala mereka menentang Muhammad dan membantah ayat-ayat Allah. Dan demikian jugalah yang akan terjadi seterusnya sampai ke akhir zaman, asal saja pembela-pembela agama Allah yang datang sesudah Nabi benar-benar memberikan dirinya dan hartanya buat menjadi penerus dari gerakan Nabi, penyambut perjuangan Nabi, pewaris dari dakwah Nabi. Karena telah kita alami sifat perjuangan, yaitu bahwasanya setelah tercapai kemenangan, belumlah berarti bahwa jihad telah selesai. Masih akan ada orang kafir membantah ayat Allah, menentang agama Allah dan pembela agama Allah berjuang pula terus, namun si kafir pasti gagal. Maka jihad menegakkan agama Allah itu tidaklah akan berhenti karena masih akan banyak di tiap pergantian masa orang kafir yang membantahnya. Tetapi tantangan dan bantahan itu jualah yang menambah ujian imannya orang yang beriman.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 75-78, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

POKOK AJARAN TAUHID

"Dia mengetahui apa saja yang ada di sekalian langit dan di bumi dan Dia pun mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan dan Allah Maha Mengetahui atas apa yang tersembunyi di dalam dada-dada." (at-Taghaabun: 4).

Bagi Allah tidaklah ada yang dapat dirahasiakan oleh kita manusia. Pandangan Allah menembus ke dalam sanubari kita sendiri, di mana akan kita sembunyikan. Sebab itu tidaklah dapat kita berdusta di hadapan Allah. Berdusta di hadapan Allah samalah artinya dengan mendustai diri sendiri. Itulah sebabnya maka seluruh perhatian dan ingatan, lahir dan batin, luas dan dalam hendaklah kita hadapkan kepada Allah belaka.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 167, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

HIKMAH

"Dia menganugerahkan hikmah kepada barangsiapa yang Dia kehendaki dan barangsiapa yang diberi hikmah maka sesungguhnya dia telah diberi kekayaan yang banyak. Akan tetapi, tidaklah akan ingat melainkan orang-orang yang berpikiran dalam (yang mempunyai inti pikiran). (al-Baqarah: 269).

Hikmah lebih luas daripada ilmu, bahkan ujung dari ilmu adalah permulaan dari hikmah. Hikmah bisa juga diartikan mengetahui yang tersirat di belakang yang tersurat, menilik yang gaib dari melihat yang nyata, mengetahui akan kepastian ujung karena telah melihat pangkal. Ahli hikmah melihat "cewang di langit tanda panas, gabak di hulu tanda hujan". Perasaan ahli hikmah adalah halus. Karena, melihat alam maka ahli hikmah mengenal Tuhan. Sebab itu, dalam bahasa kita, hikmah disebut bijaksana, sedangkan ahli hikmah disebut bahasa Arab al-hakim adalah satu di antara Asma' Allah! Maka kekayaan yang paling tinggi yang diberikan Allah kepada hamba-Nya ialah kekayaan hikmah itu.

Ibnu Abbas mengatakan, "Hikmah itu ialah kesanggupan memahamkan Al-Qur'an." Artinya, bila seseorang sudah dapat memahamkan (mem-fiqhi-kan) dari dalam Al-Qur'an mana yang hudan (petunjuk) dan mana yang hukum, mana yang disuruh (wajib) dan apa sebab wajibnya serta mana yang ditegah (haram) dan apa sebab ditegah, lalu dapat membandingkan atau meng-qiyas-kan yang furu' (cabang) kepada yang ashal (pokok), itulah dia orang yang diberi hikmah. Sebab itu, orang yang oleh ahli fiqih disebut mujtahid, menurut tafsiran Ibnu Abbas itu patutlah disebut al-hakim juga.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 539, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

FILSAFAT DAN NUBUAT

Ajaran nabi dan rasul menghidupkan kembali jiwa yang mati, padahal badan masih bernapas. Tugas rasul-rasul dan nabi-nabi adalah mengangkat manusia dari dalam lembah comberan hidup sehingga timbul nilai hidup. Menimbulkan nur yang sakti pada mata yang telah mulai meredup dan muram karena tekanan ragu.

Sebesar-besar seorang filsuf tidaklah dia akan dapat menentang matanya seorang nabi.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Hal. 227, Penerbit Gema Insani, Cet.1, September 2018).

KLIK DISINI: TENTANG TAHLILAN, KIRIM HADIAH FATIHAH, TAWASSUL DAN WASILAH

PERANG BADAR

"Jika kamu meminta kemenangan maka sesungguhnya telah datang kepada kamu kemenangan itu. Namun, jika kamu mau berhenti maka itulah yang lebih baik bagi kamu. Akan tetapi, kalau kamu kembali lagi, Kami pun akan kembali. Dan, sekali-kali tidaklah akan berfaedah bagi kamu golongan kamu itu sedikit pun, walaupun dia banyak. Dan, bahwasanya Allah adalah beserta orang-orang yang beriman." (al-Anfaal: 19).


Menurut riwayat Ibnul Ishaq, Abu Jahal sebagai pimpinan tertinggi kaum Quraisy di Perang Badar itu telah berdoa, "Ya Allah! Aku tidak tahu, siapa yang sebenarnya di antara kami yang telah memutuskan silaturahim. Berikanlah keputusan Engkau besok!" Menurut as-Suddi, pemuka-pemuka Quraisy sebelum pergi ke Badar telah berlutut di hadapan Ka'bah dan menyeru Allah, "Ya Allah, tolonglah mana yang lebih mulia di antara kedua tentara ini, mana yang lebih baik di antara dua golongan, dan mana yang lebih tinggi di antara dua kabilah."

Rupanya terjadilah Perang Badar itu, merekalah yang kalah, Islamlah yang menang.

"Namun, jika kamu mau berhenti maka itulah yang lebih baik bagi kamu."


Artinya, sekarang telah kamu lihat sendiri, Muhammad-lah yang menang dan kamu telah kalah. Maka, kalau kamu berhenti saja melawan, lalu tunduk dan masuk Islam, itulah yang lebih baik bagi kamu.

Bagaimana pun kamu menyusun kekuatan
hendak melawan Allah dan Rasul-Nya dan walaupun berlipat ganda banyak kamu, kalau kamu mencoba melawan lagi, kamu jugalah yang akan binasa dan hancur.

Kamu akan kalah, sebab pendirian kamu adalah syirik dan kufur, walaupun kamu banyak. Dan, Rasul bersama seluruh pengikutnya akan tetap menang, sebab Allah adalah beserta orang yang beriman.

Dan, ini pun bukan saja peringatan kepada Quraisy yang telah kalah. Dia adalah mengenai juga kepada pejuang Islam sendiri bahwa mereka akan tetap menang menghadapi musuhnya, berapa pun banyaknya, asal mereka tetap beriman. Dan, Allah akan meninggalkan mereka, jika mereka berjuang tidak karena iman.

Ayat ini telah menarik pemuda-pemuda dari kalangan Quraisy buat berpikir lebih dalam dan jauh, sehingga sesudah perdamaian Hudaibiyah, pahlawan-pahlawan muda kaum Quraisy seperti Khalid bin Walid dan Amr bin al-Ash meninggalkan Mekah secara diam-diam dan menggabungkan diri kepada Rasulullah saw. di Madinah, buat menghadapi hari depan mereka yang gemilang.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 681-682, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KISAH LAKI-LAKI ITU

"Maka dengarkanlah akan daku." (Yaasiin ujung ayat 25).

Turutilah nasihatku. Nasihatku inilah yang benar, yang akan membawa selamat bagimu jika kamu turuti.

Adapun tentang kaumnya yang telah membunuh ahli dakwah yang jujur itu, keadaan mereka sepeninggal dia telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam ayat yang selanjutnya.

"Dan tidaklah Kami menurunkan ke atas kaumnya itu, sesudah dia, suatu pasukan pun dari langit dan tidaklah Kami menurunkan." (Yaasiin: 28).

Begitu gagah perkasa mereka selama ini menantang Allah SWT, akhirnya dengan tidak perlu Allah mengirimkan tentara besar dari langit atau menurunkan adzab yang lain yang hebat-hebat. Cukup dengan pekik sekali saja. Yaitu teriakan keras yang sangat menyeramkan dan menakutkan, entah dari sebab gunung merapi yang meletus sekali saja, lalu mereka ditimpa lahar, atau bunyi gelora air bah dan banjir besar, sehingga mereka binasa tenggelam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 413-415, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).



BERAGAMA TURUT-TURUTAN SAJA (TAKLID)

"Apakah kamu katakan atas Allah sesuatu yang tidak kamu ketahui." (al-A'raaf ujung ayat 28).

"Apa sebab kamu katakan atas Allah sesuatu yang tidak kamu ketahui?" Inilah pertanyaan yang tepat kepada orang yang mengamalkan sesuatu amalan tidak berdasar pengetahuan.

Ayat ini memberikan pimpinan kepada kita bahwa sesuatu amalan agama, suatu ibadah tidaklah sah kalau hanya karena turut-turutan kepada nenek moyang saja.

Kita wajib mencari sumber ibadah itu dari sumber asalnya, dari Allah dan tuntunan Rasul saw. dan yang tidak bersumber dari sana, mengada-ada, itulah yang disebut Bid'ah.

Oleh sebab itu, menjadi kewajibanlah bagi ahli-ahli agama mengadakan amar ma'ruf nahi munkar terhadap perbuatan mengada-ada yang berkenaan dengan ibadah itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 398-399, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MENGUBAH SYARI'AT (KEDUSTAAN ATAS NAMA ALLAH)

"Katakanlah: 'Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan sesuatu kedustaan atas nama Allah tidaklah mereka akan menang.'" (Yuunus: 69).

Menambah-nambah syari'at dari apa yang telah tergaris dengan nyata dari Allah, atau menguranginya dan lain sebagainya.

Seumpama berbagai macam gerakan Tasawuf yang mengatakan kalau kita sudah yakin, kita tidak perlu beribadah lagi, atau pun mewajibkan membaca-baca bacaan sebagai wirid, padahal tidak ada keterangan daripada Al-Qur'an atau Hadits.

"Kemudian itu akan Kami rasakan kepada mereka adzab yang sangat sekali, dari sebab apa yang telah mereka kufurkan itu." (ujung ayat 70).

PUNCAK SEGALA DARI SEGALA PERBUATAN ZALIM (ATAS NAMA ALLAH SUATU KEDUSTAAN)

"Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-ada atas nama Allah suatu kedustaan? Mereka itu akan dihadapkan ke hadapan Allah mereka dan akan berkata saksi-saksi, 'Inilah orang-orang yang berdusta atas (nama) Allah mereka!' Ketahuilah, sungguh laknat Allah atas orang-orang yang zalim." (Huud: 18).

Bahwasanya mengada-ada atau mengarang-ngarangkan suatu keterangan dusta tentang Allah adalah puncak segala dari segala perbuatan zalim.

Memanglah bahwa keberanian membuat pelanggaran yang besar-besar itu, berbuat zalim, mengada-ada atas nama Allah, menghambat jalan Allah atau membuatnya bengkok berbelok-belok, ialah berpokok pangkal dari tidak teguhnya kepercayaan bahwa perbuatan jahat itu mesti dipertanggungjawabkan di hadapan Allah di Hari Akhirat kelak.

Maka orang yang bersalah mendurhakai Allah, menghambat jalan Allah, berbuat zalim, tidaklah akan dapat melepaskan diri ataupun membebaskan dirinya dari kejaran hukum Allah walaupun ke bagian bumi yang mana pun dia lari.

Cobalah pikirkan! Dia berperkara dengan Allah. Hak Allah yang dilanggarnya!

"Akan digandakan bagi mereka adzab."

Mengapa dilipatgandakan? Sebab kesalahan mereka pun berlipat ganda. Berbuat dosa atas nama Allah, menghambat jalan Allah, membuat jalan Allah itu jadi bengkok.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 468-469, Hal. 538-539, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).


HATI SANUBARINYA SEORANG MUKMIN

Nabi Muhammad saw. pun pernah bersabda, bahwasanya seorang pencuri tidaklah akan sampai mencuri kecuali dia belum musyrik terlebih dahulu. Dan seorang yang berzina, tidaklah dia akan berzina kalau dia belum musyrik terlebih dahulu.

Suruhan Allah SWT tidaklah akan ditinggalkan, kalau hati belum musyrik.

Larangan Allah SWT tidaklah akan dikerjakan, kalau hati belum musyrik.

Sebab itu tepatlah sabda Nabi yang tersebut.

Selama Tauhid masih bertahta dalam hati, tidaklah seorang Mukmin akan mengerjakan dosa, terutama dosa besar, terutama yang disengaja.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 203, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).


ILMU ADALAH RAHMAT

"Dan sesungguhnya telah Kami datangkan kepada mereka sebuah kitab, yang telah Kami jelaskan dia dengan dasar pengetahuan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang mau percaya." (al-A'raaf: 52).

Muhammad saw. menerangkan maksud Al-Qur'an. Diberi penjelasan sampai sejelas-jelasnya. Kalau isi kitab-kitab itu diikut dan dipatuhi, pasti mendapat petunjuk dan pasti mendapat rahmat.

Di dalam ayat diterangkan bahwa kitab itu diturunkan dan diberi pula penjelasan. Segala masalah Al-Qur'an dijelaskan oleh Rasul, baik dengan perkataannya maupun dengan perbuaatannya. Dua puluh tiga tahun: tiga belas tahun di Mekah dan sepuluh tahun di Madinah, bukanlah masa yang singkat buat memberi penjelasan. Bahkan sebagian besar ayat turun ialah karena timbul satu masalah atau menjawab satu pertanyaan. Terutama sekali di tiap-tiap keterangan ayat itu senantiasa ada penjelasan tentang Allah dan sifat-Nya, tentang Tauhid dan bahaya syirik, sejelas-jelasnya. Kemudian, dijelaskan pula tentang ibadah, mulai dari wudhu sampai shalatnya. Tentang puasa, zakat, dan haji. Dan, diterangkan pula di dalam ayat bahwa penjelasan itu ialah dengan dasar ilmu pengetahuan yang diterima akal sebab dasarnya ialah ilmu. Oleh sebab itu, kalau orang mau percaya, akan dapat petunjuklah dia dari Al-Qur'an. Apabila petunjuk telah datang, niscaya rahmatlah yang akan mengiringinya sebab penjelasan-penjelasan Al-Qur'an akan memberi nur atau cahaya di dalam hati.

Ilmu adalah rahmat dan bodoh adalah sengsara dan kegelapan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 430, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Seorang guru yang jujur, haruslah berniat agar muridnya lebih pintar dari dia. Tetapi seorang murid yang jujur harus pula mengakui siapa gurunya.

-Syekh Abdul Karim Amrullah.

(Buya HAMKA, Ayahku, 435, PTS Publishing House Malaysia, 2015).

RENUNGAN BUDI

Badan yang besar dan gagah, pakaian parlente dan mahal, tetapi kosong dari ilmu laksana goni (karung) besar tertegak sedang isinya hanya debu.

Ilmu yang dalam, pikiran yang lanjut tetapi badan sakit-sakitan laksana lilin menyala.

Orang lain diberinya terang, sedang dirinya terbakar.

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Hal. 179, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

TOBAT NASUHA

PERTANYAAN

Apakah redaksi Gema Islam terutama Yth. Buya HAMKA bersedia menjalankan hukuman kepada diri pemuda itu jika ia datang meminta untuk dijatuhi hukuman itu ke Jakarta?

Sebab, keterangan-keterangan tentang dosa zina yang tersebut dalam Tafsir al-Azhar merangsang jiwa seorang pemuda yang telah bersalah besar itu, sehingga ia rela dilakukan atas dirinya hukum rajam, sebagaimana tersebut dalam ayat itu.

A. Garut.

JAWABAN (ringkasan)

Di dalam negara kita Republik Indonesia belum berlaku hukum bagi orang yang berzina.

Itu adalah hak hakim.

"Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya ia mendapat hukuman yang berat, (yakni) akan dilipatgandakan adzab untuknya pada hari Kiamat dan ia akan kekal dengan adzab itu, dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan barangsiapa bertobat dan mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya ia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya." (al-Furqaan: 68-71).

Katakan kepada pemuda itu, lupakan segala yang terjadi dan bangunlah hidup yang baru, dan jangan mendekat-dekati lagi ke daerah yang dapat memungkinkannya terjatuh lagi.

Segala niat baik masih tersisip dalam hati, maka pintu kesucian tetap terbuka.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 69-70, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

ZALIM

Tersebutlah dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh ath-Thabrani, bahwa Usamah bin Zaid pernah menanyakan kepada Nabi saw., "Siapakah yang dimaksud dengan ayat ini, dari mereka ada yang zalim dan dari mereka ada yang cermat dan dari mereka ada yang segera mendahului berbuat baik dengan izin Allah." Nabi menjawab, "Semuanya itu dari umat ini."

Tersebut pula dalam sebuah atsar yang dirawikan oleh Abu Dawud dari Aisyah, istri Rasulullah saw., bahwa Uqbah bin Shaban al-Hanaai bertanya kepada beliau tentang arti ayat ini dan maksud yang terkandung di dalamnya. Lalu Ibu orang-orang yang beriman itu menjawab, "Wahai anakku! Semua orang itu masuk surga kelaknya. Yang mendahului berbuat kebajikan ialah orang-orang yang telah terdahulu itu, yang telah hidup sezaman dengan Rasulullah saw., yang telah diberi baginya kesaksian oleh Rasulullah dengan kehidupan dan rezeki. Adapun orang-orang yang cermat ialah sahabat-sahabat beliau yang telah mengikuti jejak beliau sampai mereka menuruti beliau. Adapun yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim ialah orang yang semacam aku dan engkau ini." Kata Shahban selanjutnya, "Beliau letakkan dirinya dalam golongan orang yang zalim karena tawadhu merendah diri. Padahal beliau adalah termasuk orang yang melangkah ke muka mendahului yang lain dalam berbuat berbagai kebajikan, karena kelebihan beliau dari sekalian perempuan adalah laksana kelebihan roti dari sekalian makanan."

Menurut riwayat dari Ibnu Abi Hatim pula, Sayyidina Utsman bin Affan pernah pula mengatakan, "Yang dimaksud dengan yang zalim ialah Badwi kita. Yang cermat ialah orang-orang kota kita. Dan yang dahulu tampil ke muka ialah orang-orang yang pergi berjihad."

Dengan semua keterangan ini jelaslah, bahwa ketiga golongan ini adalah sifat dari umat Muhammad saw., umat yang telah mengakui bahwa mereka bertuhan kepada Allah Yang Maha Esa, tidak ada tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasulullah.

Bagaimanapun ada yang kurang mutunya, namun mereka adalah umat terpilih jua adanya. Lantaran itu dapatlah kita mengambil kesimpulan sebagaimana yang tersebut dalam surah an-Nisaa' ayat 46 dan ayat 116 yang menjelaskan, bahwa Allah tidak akan memberi ampun jika Dia dipersekutukan dengan yang lain, dan Dia sudi memberi ampun dosa yang lain untuk barangsiapa yang Dia kehendaki. Lantaran itu maka tidaklah layak kita menuduh seseorang yang telah mengakui bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, bahwa dia kafir, sebelum dia menyatakan kalimat kufur dengan sharih (terang-terangan).

Setinggi-tinggi yang diberikan Allah kepada orang yang bersalah adalah sebagaimana tersebut dalam ayat ini, yaitu zalim. Itu pun orang yang mendalam imannya dan ber-tawadhu kepada Allah SWT, sebagaimana ibu kita Siti Aisyah mengatakan, bahwa diri beliau termasuk orang yang zalim jua. Dan itu pula sebabnya maka Nabi memberikan teladan memohon ampun kepada Allah SWT tidak kurang dari 70 kali, bahkan ada riwayat menyebutkan 700 kali sehari.

"Dan mereka berteriak-teriak di dalamnya, 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami, agar kami beramal yang saleh, lain dari yang telah pernah kami amalkan itu.' "Dan apakah bukan telah kami beri umur kamu, tetapi tidaklah teringat padanya orang yang mengingat, dan telah datanglah kepada kamu Pemberi ancaman maka rasakanlah. Maka tidaklah ada bagi orang-orang yang aniaya itu seorang penolong pun." (Faathir: 37).

Maka percumalah kalau berteriak-teriak mengeluh, mengaduh, merengek dan minta dikembalikan ke dunia agak sejenak itu, apabila diri telah sampai di sana nanti.

Lebih baik di dunia sekarang saja kita memperbaiki langkah, yaitu tunduk kepada bimbingan dan pimpinan Allah dan Rasul.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 380-383, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH AT-TAKWIIR

Maka ditegaskan Allah sekali lagi tentang Al-Qur'an itu.

"Dia itu tidak lain melainkan satu peringatan untuk seisi alam." (ayat 27).

Dia adalah rahmat untuk seisi alam. Dia bukan terbatas untuk satu kaum, satu kelompok, atau satu waktu saja. Dia adalah buat selama-lamanya. Selama alam dunia ini masih didiami oleh umat manusia..

"(Yaitu) untuk siapa-siapa di antara kamu yang ingin berlaku lurus." (ayat 28).

Yang ingin berlaku lurus, berjalan lurus, yaitu siapa di antara kamu yang ingin jujur terhadap dirinya sendiri. Karena kebenaran yang diterangkan dalam wahyu itu adalah sesuai fitrahmu, bahkan itulah suara hatimu sendiri.

Kalau kamu ingkari kebenaran itu, adalah kamu mengkhianati dirimu sendiri. Yang demikian bukanlah jalan yang lurus, bukan sifat yang jujur.

"Tetapi tidaklah kamu akan mau, kecuali jika dikehendaki oleh Allah, Tuhan yang menguasai seluruh alam." (ayat 29).

Sebab itu maka langkah pertama yang hendaknya kamu tempuh ialah menembus tabir-tabir hawa nafsu yang menghambat di antara dirimu dengan Allah.

Kalau tabir hawa nafsu itu telah lama membelenggu diri, sudah dapat direnggutkan dari diri, akan hilanglah batas hati dengan Allah; dan bilamana batas hati itu telah hilang, Allah sendirilah yang akan memimpin kita menuju kepada yang Dia ridhai.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 143-144, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH AL-FURQAAN

PENDAHULUAN

Surah-surah yang diturunkan di Madinah kita mendapat kenyataan suatu masyarakat yang telah teratur, suatu cita-cita yang telah menjadi kenyataan dan peraturan-peraturan yang timbul karena tumbuhnya masyarakat itu. Tetapi dengan surah-surah yang diturunkan di Mekah kita melihat perjuangan sengit di antara kebenaran dengan kebatilan, kekuatan cita-cita dan hebatnya rintangan. Tujuan tunggal yang tidak mengenal putus asa berhadapan dengan kekerasan hati pihak lawan mempertahankan yang lama.

Oleh sebab itu sebagai Muslim tidaklah kita akan sampai ke suasana Madinah sebelum melalui suasana Mekah.

Surah al-Furqaan adalah suatu di antara surah Mekah, di ayat yang pertama sekali sudah terpancang nama surah ini, al-Furqaan artinya pemisah di antara yang hak dan yang batil, yang benar dan yang salah. Jahiliyyah dengan Islamiyah, Syirik dengan Tauhid.

Membaca surah al-Furqaan dengan penuh minat memberi kita bekal untuk hidup, obat yang nyaris patah hati, kegembiraan meneruskan perjuangan, dan lebih dari itu lagi ialah rasa khusyu yang lebih mendalam kepada kebesaran Ilahi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 341-342, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TAUHID adalah puncak tertinggi dari kecerdasan manusia.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 141, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KLIK DISINI: TAUHID RUBUBIYAH DAN ULUHIYAH QS. AL-FAATIHAH

AGAMA ALLAH

"Sesungguhnya yang agama di sisi Allah, ialah Islam." (Aali 'Imraan: 19).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 502, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SEPENUH PADATNYA JAHANNAM BERSAMA IBLIS

"Sesungguhnya barangsiapa yang mengikuti engkau dari mereka, sesungguhnya akan Aku penuhkan Jahannam dengan kamu sekalian." (al-A'raaf ujung ayat 18).


Dapat kita simpulkan bunyi ayat bahwa dengan murka Allah, iblis diusir dengan hina dari tempat yang mulia itu. Dia boleh menjalankan rencananya yang jahat itu. Namun, awaslah karena barangsiapa yang memasuki tipu daya iblis itu akan dimasukkan ke dalam Jahannam bersama-sama si iblis. Dengan ini, si iblis diancam dan orang-orang yang mengikutinya itu pun diancam. Keduanya kelak akan menjadi isi neraka.

Kisah dari Adam dan Iblis ini diulang-ulangi Allah di dalam beberapa surah. Sejak surah al-Baqarah, al-A'raaf, al-Hijr, al-Israa', al-Kahf dan Thaahaa, semuanya yang satu melengkapkan yang lain. Di dalam surah al-Hijr ayat 42 dan di dalam surah al-Israa' ayat 65, disebutkan sambutan Allah kepada Iblis ketika dia meminta kesempatan hendak memperdayakan manusia itu bahwa Allah dengan tegas menjawab, bahwa hamba-hamba-Ku atau orang-orang yang menghambakan dirinya kepada-Ku tidaklah dapat engkau kuasai. Dan dahulu di dalam surah al-Baqarah ayat 38 pun ditegaskan pada pesanan Allah ketika Adam dan Hawa disuruh keluar dari dalam surga itu bahwa barangsiapa yang mengikuti akan petunjuk-Ku tidaklah dia ketakutan atas mereka dan tidak pula akan ada duka cita! Artinya usah gentar gangguan Iblis!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 383, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

INSAN DAN IBLIS

"Dia berfirman, 'Ini adalah satu jalan kepada-Ku, yang lurus.'" (al-Hijr ayat 41).


Adam dan istrinya juga akan disuruh keluar dari surga ini. Tetapi dari bumi tempat mereka berdiam itu, mereka disuruh pulang kembali kepada-Ku, dan Aku tunjukkan jalan lurus menuju pulang itu, yakni jalan-Ku sendiri. Jalan dari Aku, bersama Aku, menuju Aku.

Sifat takabur adalah sifat Allah semata-mata. Maka dengan menyombong Allah melanjutkan firman-Nya kepada Iblis itu,

"Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidaklah ada kekuasaan bagimu atas mereka." (pangkal ayat 42).


Sebab di dalam berjalan menuju Aku, mereka tidak memilih jalan lain hanyalah satu jalan saja. Jalan-Ku!

"Kecuali barangsiapa yang mengikut engkau dari orang-orang yang sesat." (ujung ayat 42).


Ini jadi peringatan dari Allah bahwa selama manusia masih tetap berjalan di atas jalan ash-Shiratal Mustaqim itu, perdayaan Setan Iblis tidaklah akan mempan.

Demikianlah pada ayat ini telah dibayangkan perjuangan yang harus dihadapi manusia di dalam hidup. Mulai masuk ke dalam arena kehidupan sudah mulai diperingati bahwasanya di mana-mana sudah ada musuh yang menunggu, yaitu Iblis. Dan memang begitulah keenakan dari hidup dan keasyikan dari al-Hayat, yaitu berjuang. Kemenangan dalam perjuangan itulah yang mempertinggi nilai kehidupan dan nilai yang akan ditempuh, yaitu pulang kepada Allah dan ke Jannatun Na'im yang telah disediakan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 139-140, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PERMUSUHAN IBLIS DENGAN MANUSIA

"Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidaklah ada bagimu kekuasaan atas mereka." (al-Israa' pangkal ayat 65).


Di sini Allah mengatakan kata pasti kepada Iblis, bahwa maksud jahatmu itu akan gagal terhadap hamba-hamba-Ku. Orang yang disebut oleh Allah 'ibadi (hamba-hamba-Ku) ialah anak Adam yang selalu menuruti petunjuk yang telah disampaikan Allah dengan perantaraan rasul-rasul yang diutus ke dunia ini. Lalu, di ujung ayat Allah berfirman kepada Nabi-Nya untuk disampaikan kepada hamba-hamba Allah,

"Dan cukuplah dengan Tuhan engkau sebagai Pelindung." (ujung ayat 65).


Kalau sudah Allah yang dijadikan benteng perlindungan, maka perlindungan yang lain tidak diperlukan dan tak usah lagi. Pastilah bahwa Iblis tak berani mendekati orang yang tempat berlindungnya ialah Allah. Dan telah ditegaskan Allah pula ketika Adam dan Hawa akan keluar dari surga itu,

"Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, maka tidaklah akan ada ketakutan atas mereka itu dan tidak pula mereka akan berduka cita." (al-Baqarah: 38).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 139-140, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TENTANG KHALIFAH

"Maka barangsiapa yang menurut petunjuk-Ku, tidaklah akan ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berduka cita." (al-Baqarah ujung ayat 38).


Sungguh terharu kita membaca ayat ini, apatah lagi kalau dalam asli bahasa Al-Qur'an.

Memang Adam telah berdosa, tetapi dosanya telah diampuni. Sekarang, dia harus berani menempuh hidup di bumi itu. Jangan ke sana dengan hati iba dan duka cita. Hidup di bumi berketurunan beranak-cucu. Tuhan berjanji akan selalu mengiriminya tuntunan, petunjuk, dan bimbingan. Lantaran itu, betapapun hebat permusuhannya dengan Setan Iblis, dengan adanya tuntunan Tuhan itu, asal dipegangnya teguh, dipegang teguh pula oleh anak-cucu di belakang hari, mereka akan selamat dari rayuan Setan Iblis. Mereka tidak akan diserang oleh rasa takut dan tidak pula akan ditimpa penyakit duka cita.

Apabila saudara-saudara kaum Muslimin telah merenungkan ayat-ayat ini dapatlah saudara-saudara melihat perbedaan dan persimpangan jalan di antara kepercayaan kita kaum Muslimin dan pemeluk agama Nasrani. Keduanya sama mengaku bahwa Adam telah berdosa melanggar larangan. Tetapi kita kaum Muslimin percaya bahwa dosa itu telah diampuni. Dia tidak usah takut dan duka cita lagi. Adam bukanlah diusir dari surga, tetapi diberi tugas menegakkan kebenaran dalam bumi dan diberi tuntunan. Orang Nasrani mengatakan bahwa dosa Adam itu telah menjadi dosa waris turun-temurun kepada segala anak-cucunya, dan naiknya Isa al-Masih ke atas kayu salib-lah yang menebus dosa warisan Adam itu.

Islam mengajarkan bahwa dosa bukanlah timbul karena warisan.

Ada juga perbincangan di antara ulama-ulama tafsir tentang jannah tempat kediaman Adam dan Hawa itu. Sebagaimana dimaklumi, arti yang asal dari jannah ialah taman atau kebun, yang di sana terdapat kembang-kembang, bunga-bunga, air mengalir dan penuh keindahan. Dan diberi arti dalam bahasa kita Indonesia dengan suarga atau surga. Yang menjadi perbincangan, apakah ini sudah jannah yang selalu dijanjikan akan menjadi tempat istirahatnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh di Hari Akhirat? Apakah ini sudah Darul Qarar (negeri tempat menetap) dan Darul Jaza' (negeri tempat menerima balas jasa). Ataukah jannah yang dimaksud di sini baru menurut artinya yang asli saja, yaitu suatu taman yang indah di dalam dunia ini?

Kata setengah ahli tafsir, memang ini sudah surga yang dijanjikan itu terletak di luar dunia ini, di suatu tempat yang tinggi. Oleh sebab itu, setelah Adam, Hawa dan Iblis dia suruh keluar dari dalamnya, disebut ihbithu, yang berarti turunlah! Atau ke bawahlah!

Akan tetapi, setengah penafsir lagi mengatakan bahwa tempat itu bukanlah surga yang dijanjikan di akhirat esok. Salah seorang yang berpendapat demikian ialah Abul Manshur al-Maturidi, pelopor ilmu kalam yang terkenal. Beliau berkata di dalam tafsirnya at-Ta'wilaat, "Kami mempunyai kepercayaan bahwasanya jannah yang dimaksud di sini ialah suatu taman di antara berbagai taman yang ada di dunia ini, yang di sana Adam dan istrinya mengecap nikmat Ilahi. Namun, tidaklah ada perlunya atas kita menyelidiki dan mencari kejelasan di mana letaknya taman itu. Inilah Madzhab Salaf. Dan tidaklah ada dalil yang kuat bagi orang-orang yang menentukan di mana tempatnya itu, baik dari Ahlus Sunnah maupun dari yang lain-lain."

Ini pun dapat kita pahamkan, sebagaimana dikemukakan oleh setengah ahli tafsir. Kata mereka bagi menguatkan bahwa itu belum surga yang dijanjikan di hari depan ialah karena di surga yang disebutkan ini masih ada lagi makanan yang dilarang memakannya, sebagaimana dapat kita lihat pada ayat-ayat yang menyatakan sifat-sifat dan keadaan surga, bahkan khamr yang istimewa dari pabrik surga pun boleh diminum di sana. Yang kedua, kalau itu sudah surga yang dijanjikan, tidaklah mungkin ruh jahat sebagaimana Iblis itu dapat masuk ke dalamnya.

Maka, mengaji di mana letak jannah itu, jannah duniakah atau jannah yang telah dijanjikan, demikianlah halnya, menunjukkan betapa bebasnya ulama-ulama dahulu berpikir. Dan kita tidak mendapat alasan kuat pula buat mengatakan bahwa yang satu lebih kuat dari yang lain.

Kemudian, tersebut pula dalam riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya dan dibawakan pula oleh Ibnu Abi Hatim yang katanya diterima dari sahabat Rasulullah saw., Abdullah bin Mas'ud dan beberapa sahabat yang lain bahwa Iblis hendak masuk ke surga itu, tetapi di pintu dihambat oleh khazanah-nya, yaitu Malaikat pengawal surga, akhirnya dia tak dapat masuk, lalu dirayunya seekor ular, dimintanya menumpang dalam mulut ular itu. Disebut pula di situ bahwa ular pada masa itu masih berkaki empat. Ular itu tidak keberatan. Maka, masuklah Iblis ke dalam mulutnya dan menyelundup masuk ke surga, tidak diketahui oleh Malaikat pengawal tadi sehingga dia leluasa dapat bertemu dengan Nabi Adam. Dengan bercakap melalui mulut ular, sehingga oleh Nabi Adam dikira bahwa ular itulah yang berbicara, mulailah Iblis melakukan rayu dan cumbunya agar Adam dan Hawa memakan buah yang terlarang itu. Namun, Adam tidak mau percaya lalu Iblis keluar dari persembunyiannya, lalu merayu dengan berterus terang sampai Hawa tertipu dan kemudian Adam menurut. Riwayat semacam ini bolehlah kita masukkan juga ke dalam Israiliyat, kisah Taurat yang didengar oleh Abdullah bin Mas'ud dan beberapa sahabat lain dari orang Yahudi, dikutipnya dari dalam Taurat, sebagaimana diingatkan oleh Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhari yang telah kita salinkan di atas tadi, yang tidak boleh lekas ditelan, dibenarkan semuanya, dan tidak boleh didustakan semuanya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 143-145, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

DOSA SUATU MASYARAKAT

"Dan dibuat Allah suatu perumpamaan, suatu negeri yang aman sentosa datang kepadanya rezekinya dengan luas dari tiap-tiap tempat. Maka mereka pun kufur akan nikmat Allah lantaran itu Allah rasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, lantaran apa yang telah mereka usahakan." (an-Nahl ayat 112).

Orang jadi ketakutan selalu, takut dirampok, takut garong dan takut serangan dari luar. Yang kuat menganiaya yang lemah sehingga tempat berlindung tak ada lagi. Sebab-musababnya telah dijelaskan dalam ayat ini, yaitu karena penduduk telah kufur, atau tidak menyambut dengan sepantasnya nikmat yang diberikan Allah. Tidak tahu berterima kasih. Hanya pandai menghabiskan yang telah ada dan tidak sanggup memelihara sumber nikmat itu. Semua berebut mencari keuntungan untuk diri sendiri. Lantaran itu maka kutuk laknat yang didatangkan Allah adalah satu hal yang sewajarnya, disebabkan kesalahan mereka sendiri.

Maka terlepas daripada sebab turun ayat, dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa ayat ini adalah undang-undang yang tetap dari Allah, bahwasanya dosa suatu masyarakat dari satu negeri bisa menyebabkan datangnya kutuk Allah kepada negeri itu. Mungkin dalam negeri itu ada juga orang baik-baik, namun mereka telah terbawa rendang dan menjadi korban dari kesalahan orang-orang yang berbuat durjana.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 225-226, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).



WASIAT LUQMAN KEPADA ANAKNYA

Kalau kita renung dan pikirkan 7 ayat yang mengandung wasiat Luqman itu, dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa ayat-ayat ini mengandung dasar-dasar pendidikan bagi seorang Muslim. Dia dapat jadi sumber inspirasi mengatur pokok-pokok pendidikan anak-anak kaum Muslimin.

Di ayat 16 diberikanlah anjuran supaya hidup selalu berbuat baik. Karena kalau orang tidak mengerjakan yang baik dalam hidupnya, apakah lagi yang akan dikerjakannya. Pilihlah pekerjaan yang baik itu walaupun dipandang kecil oleh orang lain, namun betapa pun kecilnya, di sisi Allah SWT tidaklah dia akan dilupakan. Wasiat ayat 16 ini benar-benar menumbuhkan gairah dalam hati orang supaya bekerja menurut bakatnya, beramal menurut kesanggupannya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 103-104, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KENANG-KENANGAN HIDUP

Terngiang-ngiang di telinga kata-kata ayahnya, "Tahukah engkau Malik, bagaimana caranya kita menghadapi dunia ini? Dunia ialah yang lekat di hati dan memalingkan kita dari kebenaran. Jika dunia tidak dimasukkan ke dalam hati, melainkan ditinggalkan saja di luar hati dan kita tidak berpaling dari kebenaran, tidaklah membahayakan dunia itu."

Dia ingat salah satu isi surat ayahnya, "Teguhkan niat hatimu, ya anakku, teguhkan niat. Dan takwalah kepada Allah di mana saja engkau berada!"

Kewajibannya sebagai mubaligh membangkitkan semangat kaum Muhammadiyah menghadapi dan memikul beban kongres berhasil dengan baik. Dia mendapat pengalaman memimpin dan dia bertambah sadar pentingnya ilmu pengetahuan, terutama dalam hal agama. Ketika masih bernaung di bawah pohon besar, yaitu ayahnya, dia belum merasakan itu. Akan tetapi, dia menjadi tempat orang mengadu, terasa pentingnya mempersiapkan diri.

(Buya HAMKA, KENANG-KENANGAN HIDUP, Hal. 383, 120, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Mei 2018).


YANG PALING JAHAT

Kalau manusia tidak mempergunakan lagi otaknya buat berpikir, matanya buat melihat dan telinga buat mendengar, sebagaimana dahulu tersebut di dalam surah al-A'raaf rendahlah dia dari binatang.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 28, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ORANG YANG LALAI

"Namun dari ayat-ayat Kami mereka berpaling jua." (ujung ayat 32).

Begitu indahnya langit namun hatinya tidak tergetar. Dilihatnya keindahan alam, namun perasaannya tidak lanjut kepada yang mencipta alam. Itulah pancaindra yang tiada berkontak dengan jiwa, dengan rasa dan akal. Itulah kemanusiaan yang kurang. Yang telah dikabarkan Allah pada ayat 179 surah al-A'raaf, bahwa orang-orang semacam itu akan dilemparkan ke dalam neraka Jahannam, karena ada hati, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat, ada telinga, tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar. Orang-orang semacam ini sama saja dengan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat. Mereka-mereka ini adalah orang yang lalai.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 31, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BERHATI TETAPI TAK MAU MENGERTI

"Dan, sesungguhnya telah Kami sediakan untuk neraka Jahannam beberapa banyak dari jin dan manusia. Pada mereka ada hati, (tetapi) mereka tidak mau memerhatikan dengan dia. Dan, pada mereka ada mata, (tetapi mereka tidak mau melihat dengan dia. Dan, pada mereka ada telinga, (tetapi) mereka tidak mau mendengarkan dengan dia. Itulah orang-orang yang seperti binatang ternak, bahkan mereka itu lebih sesat. Mereka itu adalah orang-orang yang lalai." (al-A'raaf ayat 179).

"Hanya yang bisa takut kepada Allah ialah ulama." (Faathir: 28).

Dan, ayat ini mengandunglah arti yang dalam, bahwasanya kalau penyelidikan suatu ilmu tidak sampai kepada kesadaran dan takut kepada Allah, belumlah orang mendapat ilmu yang sejati, dan belumlah orang itu ulama. Arti ulama ialah orang-orang yang berilmu. Sebab itu, ayat ini mengandung anjuran yang tegas, pergunakan hati buat memerhatikan, mata buat melihat dan telinga buat mendengar sehingga berakhir dengan kenal kepada Allah (makrifat), dan itulah dia ilmu. Kalau tidak maka nerakalah tempat mereka. Lalu, di ujung ayat dijelaskan lagi,

"Itulah orang-orang yang seperti binatang ternak, bahkan mereka itu lebih sesat."

Bagaimana pun bodohnya binatang, tetapi kejahatannya tidaklah sampai sejahat manusia.

"Mereka itu adalah orang-orang yang lalai." (ujung ayat 179).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 605-606, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PRIBADI DAN MARTABAT BUYA HAMKA

Ayah adalah seseorang yang gampang sekali terharu dan menitikkan air mata.

Terutama kalau sudah mengingat kebesaran dan kekuasaan Tuhan.

(Rusydi HAMKA, PRIBADI DAN MARTABAT BUYA HAMKA, Hal. 81, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

MURUAH (HARGA DIRI)

Pepatah para orang tua,

Tak usah kami diberi kain,
Dipakai kain akan luntur,
Tak usah kami diberi nasi,
Dimakan nasi akan habis,
Berilah kami hati yang suci, muka jernih,
Budi baik dibawa mati...

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 301, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

MEMERANGI HAWA NAFSU

Kalau manusia kurang hati-hati, tergelincirlah dia, sangkanya dia sanggup memerdekakan diri dari pengaruh Setan, dia percaya akan dirinya sendiri, dia akan sanggup berjuang dengan Setan atau dengan hawa; padahal dengan tidak diinsafinya dia telah terpengaruh oleh Setan, dan hawa nafsu. Bahkan kadang-kadang dirinya sendiri telah jadi Setan dengan tidak disadarinya; karena yang diikutinya bukan perintah Tuhan yang tidak setuju dengan kehendak nafsunya diputarnya, didalihnya, dibajuinya dengan baju agama. Kadang-kadang orang yang lancar lidahnya berpidato, tidak gugup naik podium sanggup memegang pimpinan kumpulan dan orang banyak, padahal dia menurutkan hawa nafsu. Apa saja tipuan yang dilakukannya kepada orang banyak, diberinya cap "atas nama agama", "demikian firman Allah", "demikan titah Rasul", tidak boleh dilanggar, siapa melanggar berdosa. Padahal ayat dan hadits itu, hanya diambilnya, menguatkan hawanya. Bukan hawanya yang ditaklukkannya kepada Al-Qur'an dan hadits.

Apakah tandanya guru-guru agama, atau pengajar yang tidak dipengaruhi hawa nafsu?

Tandanya ialah:

1. Dia mengajak orang lain "lil Lah" (karena Allah) bukan supaya diikuti orang juga hendaknya. Sebab kewajibannya menyampaikan dan yang memberi hidayah ialah Tuhan Allah.

2. Bukan menyeru untuk diri. Menyeru mengajak kembali kepada Tuhan.

3. Insaf bahwa dia hanya manusia, tidak cukup, dan tidak lebih dari orang lain jika dia pintar, ada pula yang lebih pintar darinya.

Tanda-tandanya. Jika dia sedang mengajar, memberi wa'az, atau sedang berpidato, ada pula orang di tempat lain yang lebih baik perjalanannya atau lebih tinggi ilmunya, lebih disegani orang daripadanya atau sama; bagaimanakah perasaan hatinya? Bagaimanakah sikapnya?

Kalau dia duka cita atau gembira bersyukur kepada Allah lantaran ada orang lain yang bekerja sebagaimana pekerjaannya menyiarkan ilmu pengetahuan kepada umat, itulah sebagian tanda bahwa ia telah dapat mengalahkan nafsu.

Jika sebaliknya, maka tidaklah lebih tingkat orang ini dari manusia biasa yang berlain hanya pekerjaannya. Yang setengah tukang dengar, dan dia tukang pidato, tetapi sama masih diperintah hawa nafsu. Bahkan kadang-kadang orang yang diberi pelajaran lebih dahulu paham daripada yang memberi.

Maka hal ini bukanlah buat menyelidiki orang lain. Tetapi menyelidiki diri kita sendiri. Bertambah tinggi martabat diri orang, bertambah banyaklah dia mengintai dirinya sendiri.

Sayidina Abu Bakar Shiddiq pernah berkata, "Bunuh sajalah saya, karena saya ini tidak lebih baik daripadamu."

Dan Sayidina Ali bin Abi Thalib pernah dipuji orang bermuka-muka. Maka beliau pun murkalah sambil berkata, "Saya lebih tahu hakikat diriku."

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 141-143, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

SEDERHANA MENCARI NAMA

Satu daripada perangai kegila-gilaan di zaman ini, ialah mencari nama dan kemasyhuran. Kalau orang suka menyelidiki, jarang sekali orang yang terlepas dari penyakit kekanak-kanakan ini, sehingga agaknya mereka sangka bahwa ketenangan dan berdiam diri itu suatu malu yang tidak dapat dipupus. Sebab itu mereka berlomba, berkejar-kejar sehabis daya upaya menyatakan diri dan mempropagandakan diri ke muka umum. Segala tipu daya ikhtiar dan usaha dicari, diusahakan, semua nama disebut orang. Semuanya seakan-akan orang bingung, bersorak setinggi langit, serupa penumpang perahu yang tenggelam, terdampar di sebuah pulau, lalu dinyalakannya api, dikipas-kipaskannya kainnya ke asap api tersebut agar dapat terlihat oleh kapal yang lalu lintas, bahwa dia ada di pulau itu.

Yang herannya penyakit cari nama itu bukan saja menyerang orang yang sontok akal, makhluk "kelas tiga" dalam masyarakat. Bukan saja penjual keliling yang mengagungkan jualannya, yang mengatakan kejempolan dagangannya. Bukan saja tukang jual "obral" atau penjaja-penjaja obat yang "berpidato" di tepi jalan mengatakan obatnya yang paling manjur dari segala macam obat di atas dunia ini, sehingga dokter tersendiri berkali-kali kalah dibuatnya. Bahkan, yang lebih menyedihkan hati, penyakit ini lebih hebat menyerang orang yang tidak disangka begitu. Yaitu penganjur-penganjur pergerakan politik, yang datang ke dusun-dusun menyatakan kepada rakyat, bahwa dialah pemimpin yang sejati, sedang yang lain pemimpin palsu. Dialah yang bekerja untuk rakyat, sedang yang lain hanya untuk "kantong"-nya. Kemudian setelah dia kembali ke kota, datang pula yang seorang lagi mengatakan bahwa perkataan pemimpin yang dahulu itu palsu belaka, sebab dialah yang paling benar. Kalau hendak memilih wakil rakyat yang sejati, jangan dipilih orang lain, dialah pilih!

Mengenai pujangga-pujangga seni, yang sebetulnya mesti menghormati seni, memuliakan kehalusan dan keindahan, tetapi sebaliknya hati mereka sendiri busuk, mencela buah tangan orang lain dan melebihkan buah tangan sendiri.

Mengenai juga kepada wartawan-wartawan, yang kadang-kadang sampai mengganti pena dengan cambuk, mengalih lapangan pertengkaran dari atas kertas, ke tanah lapang buat bergumul. Pangkalnya hanya semata-mata karena propaganda diri, sehingga reklame kejahatan yang terjadi. Bahkan ada yang menggaji orang membuat tim, untuk mempropagandakan dirinya, ongkos berapa pun dia yang akan membayar. Sematkan bintang ke dadanya, guna memperingatkan dirinya. Nanti ongkos pembuat bintang itu, berapa pun besarnya, minta kepadanya.

Mengenai juga kepada ulama-ulama agama, bahkan ulama, sayangnya dalam golongan ini penyakit itu bertambah mendalam. Kerapkali kita mendengar seorang ulama memuji diri disamping merendahkan yang lain, "Ulama fulan hanya 8 Tahun di Mekah, dia tak pandai bahasa Arab. Di negeri ini tidak seorang ulama, kalau ada, masih perlu belajar kepada saya." Atau "si Anu belum alim, cuma bicara yang pandai." Atau "fatwa ulama-ulama yang lain itu salah, kolot, taklid, saya yang mujtahid." Atau "Ulama anu itu WAHABI, Mu'tazilah, KHAWARIJ, KAUM MUDA; sudah berani melagakkan diri jadi mujtahid, padahal ilmu baru sejengkal saja." Dan lain-lain lagi. Lalu terjadi perebutan pengaruh, perebutan murid, busuk-membusukkan, sesat-menyesatkan. Untuk menguatkan pengaruh masing-masing, diambil Al-Qur'an, diambil Hadits, disandarkan pula kepada qaul (pendapat) ulama. Sedang orang awam, banyak jadi bingung, "obat" mana yang akan dibelinya, karena semua penjual-penjual "obat" itu mengatakan bahwa punya dialah yang paling mujarrab.

Cobalah sekali-sekali pergi ke kebun binatang, supaya dapat dibandingkan manakah yang lebih patut ditonton di antara binatang-binatang yang di dalam kandang itu dengan manusia yang menontonnya.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 213-217, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

DAKWAH

Di dalam melakukan dakwah, bukanlah mengarang sendiri dakwah itu menurut yang enak di pikiran kita sendiri saja.

Kita harus mempunyai dasar dari Al-Qur'an, dari sunnah Nabi saw., dan dari TAFSIRAN ULAMA-ULAMA IKUTAN yang kebilangan.

(Buya HAMKA, PRINSIP DAN KEBIJAKSANAAN DAKWAH ISLAM, Hal. 171-172, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Maret 2018).

IMAN MUTLAK

Fir'aun, Iblis, dan Heraclius itu bukanlah kekurangan penyelidikan dan pengetahuan.

Mereka tahu mana yang benar dan mana yang salah, tetapi keingkaran itu senantiasa terbit karena hawa nafsu.

Maka semata-mata dengan pengetahuan saja, belumlah tentu orang akan beroleh keselamatan.

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 66, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

DI ANTARA PENGIKUT DAN YANG DIIKUT

Sebagian besar orang menjadi zalim kepada dirinya sendiri adalah karena menuruti ajakan orang lain.

Mereka turut-turutan, mereka hanya taklid.

Lantaran itu, mempersekutukan atau mengadakan tandingan-tandingan itu bukanlah semata-mata menyembah-nyembah dan memuja-muja saja,

Melainkan kalau pemimpin atau pemuka-pemuka membuat peraturan lalu peraturan mereka lebih diutamakan dari peraturan Allah maka terhitunglah orang yang mengikuti itu dalam lingkungan musyrik, mempersekutukan pemuka-pemuka itu dengan Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 306, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Lantaran itu, bagaimanalah kelak, apabila dari tiap-tiap umat Kami bawakan seorang penyaksi, dan Kami bawakan pula engkau sebagai penyaksi untuk mereka." (ayat 41).

Sampai di ujung ayat ini Ibnu Mas'ud membaca, tahu-tahu Nabi kita saw. yang tercinta menggelenggang air mata. Melihat itu Ibnu Mas'ud terpaksa menghentikan bacaannya dan beliau pun berkata, "Ibnu Mas'ud! Bagaimanakah kelak kalau hal itu terjadi?" Ibnu Mas'ud pun terharu.

Hadits ini dirawikan oleh Imam Ahmad, Bukhari dalam Shahih-nya, Tirmidzi, an-Nasa'i dan lain-lain dari Ibnu Mas'ud.

Wahai umat Muhammad, wahai diriku sendiri; Adakah engkau telah siap? Adakah engkau telah betul-betul menuruti jejak beliau sehingga kalau beliau kelak tegak menjadi penyaksi kita, beliau akan berkata, "Memang inilah umatku!" Ataukah beliau akan berkata, "Allahku, ini bukan umatku! Ini hanya mulutnya saja mengakui umatku, sedang amalnya tidak! Allahku, peliharalah kami!"

Untuk mengelakkan saat-saat sedih itu (yang Nabi kita sampai titik air mata memikirkan saat itu) saat beliau akan dijadikan saksi. Karena itu, tidak ada jalan lain, hanyalah di kala hidup ini, di kala nyawa masih dalam badan dan akal masih berjalan, kita ikuti langkah beliau, kita camkan bahwa karena kasih kepada kitalah makanya Nabi sampai menitikkan air mata seketika ayat itu dibaca oleh Ibnu Mas'ud.

Sebagai umat Muhammad saw. telah kita baca beberapa perangai yang buruk yang telah diterangkan di ayat-ayat di atas tadi, yaitu bakhil dan menganjurkan bakhil kepada orang lain, menyembunyikan kurnia yang telah dikurniakan Allah, pongah sikap (mukhtaal) dan sombong kata lagi membangga (fakhuur), beramal karena ingin dipuji orang (riya). Sebagai umat Muhammad seyogianyalah kita melatih diri agar perangai kita demikian jangan ada pada kita sehingga kelak di hari Kiamat Rasulullah saw., junjungan kita jangan hendaknya mengatakan, "Ini bukan umatku!"

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 301-302, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

IKRAR NABI-NABI

"Dan barangsiapa yang menginginkan selain dari Islam menjadi agama maka sekali-kali tidaklah akan diterima darinya. Dan, dia pada hari akhirat adalah seorang dari orang-orang yang rugi." (ayat 85).

Berulang-ulang telah diterangkan bahwasanya agama yang sebenar-benar agama ialah menyerah diri kepada Allah, tidak bercabang kepada yang lain. Maka, sekalian mereka yang telah sampai kepada taraf penyerahan diri kepada Allah, walaupun dia bangsa apa, dalam saat penyerahan dirinya itu dia telah mencapai Islam. Berjalan selangkah lagi, sebagai akibat dari penyerahan diri kepada Allah, percayalah kepada sekalian rasul-Nya, dan dengan sendirinya percaya kepada risalah wahyu yang mereka bawa. Sebab itu, dapatlah kita pahami kalau pujangga Jerman yang besar, yaitu Goethe, yang berkata, "Kalau ini yang Islam, mengapa aku tidak dimasukkan ke dalam golongannya?"

Oleh sebab itu, bolehlah dikatakan bahwasanya Islam itu adalah persatuan umat manusia dalam penyerahan diri kepada Allah. Islam dalam hakikat aslinya tidaklah mengenal perbedaan kulit atau perbedaan keturunan dan tidak mengenal "benar atau salah, dia adalah golonganku".

Kerapkali telah terdengar anjuran hendak mencari jalan persatuan seluruh agama.

HG. Wells, pujangga Inggris, pernah mengajarkan ini, bahkan di India orang mendirikan gerakan Theosofie, dengan maksud hendak mempersatukan agama-agama juga. Bahkan yang paling lucu adalah pengikut kaum Bahai. Mereka tinggalkan Islam agama mereka yang asli, lalu mereka tambah satu lagi, mereka namai agama Bahai untuk mempersatukan segala agama. Setiap timbul gerakan persatuan agama yang baru, dia pun tumbuh sebagai agama yang berdiri sendiri.

Padahal kalau diperhatikan Islam itu dengan saksama, inilah dia hakikat persatuan agama, hasil pekerjaan mereka tidaklah lebih dari apa yang telah diajarkan oleh Islam. Akan tetapi, kalau Islam telah dijadikan oleh umat yang menampung dan memakainya menjadi golongan sendiri pula, karena terlepas dari mengambil pimpinan Allah dan Rasul, tentulah mereka ini menjadi golongan sendiri pula, sebagaimana Yahudi dan Nasrani tadi. Islam yang begini pun sama-sama diajak kepada Islam yang sebenarnya, penyerahan diri kepada Allah. Maka, segala orang yang tidak lagi langsung menyerahkan diri kepada Allah meskipun dia memakai nama Islam, padahal dia jauh dari penyerahan diri kepada Allah, mungkin akan lebih parah kerugiannya di akhirat. Sebab, dipakainya nama Islam, padahal dia musyrik.

Berpuluh tahun lamanya beberapa orientalis Barat mencoba lebih memasyurkan Islam dengan nama yang lain, yaitu "Mohammedanism" (agama Muhammad). Mungkin karena mereka telah tahu bahwa hakikat Allah yang dipeluk oleh umat Muslim memang begini murni. Akan tetapi, percobaan itu akhirnya gagal juga sebab kebenaran tidak dapat ditutup-tutup. Sekarang telah lebih banyak disebut "Islamology".

Dari firman Allah pada ayat ini, bahwasanya barangsiapa yang memilih atau mengingini suatu agama selain Islam, sekali-kali tidaklah Allah akan sudi menerimanya, kita pun mendapat kesan bahwasanya seorang yang beragama dengan perantaraan, belumlah dia beragama.

Mungkin seorang mengerjakan rukun-rukun agama dan syari'at agama, dia shalat lima waktu, tetapi tidak menyadari akan penyerahan itu maka agamanya hanyalah semata-mata gerak-gerik yang mati. Dalam hal ini, sama saja orang mengerjakan sembahyang secara Kristen dengan sembahyang secara Islam. Agama tidak boleh dijadikan alat untuk mencapai kepentingan duniawi atau semacam mitos kebangsaan. Agama seperti ini hanya akan membawa kepada bertambah gelapnya jiwa, bertambah timbulnya fanatik golongan. Orang yang seperti ini telah rugi di dunia. karena dia memencilkan diri (isolasi) dari kemanusiaan seluruhnya. Kalau di dunia dia telah rugi, niscaya di akhirat dia akan lebih rugi.

Agama Islam yang kita peluk ini mementingkan dua hal yang tidak boleh cerai tanggal.

Pertama ialah membersilkan batin dari pengaruh yang lain, tulus dan ikhlas, dan tawakal. Itulah dia Islam. Kemudian itu, hati yang telah bersih tadi, selalu dipupuk dengan mengerjakan ibadah kepada Allah. Lantaran itu, ibadah timbul dari kesadaran diri bahwa hubungan dengan Allah tidak boleh putus untuk selama-lamanya.

Itulah sebabnya, setengah ulama Ahlus Sunnah berpendapat bahwasanya di antara iman (kepercayaan) dan Islam (penyerahan) ini pada hakikatnya hanyalah satu. Mengakui beriman, padahal tidak mengerjakan ibadah, tunggang-tungging shalat, padahal iman kosong, mungkin imannya itu hanya iman pusaka atau iman karena pergaulan, atau iman hafalan.

Iman dan Islam adalah ibarat pohon kayu besar yang mempunyai teras dan pengubar. Terasnya iman dan pengubarnya Islam. Lahirnya Islam, batinnya iman. Oleh sebab itu pula, jika ada orang yang telah merasai di dalam batinnya ketundukan kepada Allah, kepercayaan kepada Allah, di saat itu dia telah mulai tiba di pintu gerbang Islam, tetapi belum masuk ke gedungnya.

Dimaknakan pula dari segi lain di dalam memahamkan arti dan maksud iman dan Islam. Adapun Islam telah masuk ke damai (as-silmi) sesudah berperang di dalam batin di antara iya dan tidak. Terjadi damai dalam jiwa maka timbullah rasa selamat karena terlepas dari keragu-raguan, lalu menyerahlah kepada keputusan kebenaran. Dan, iman ialah membenarkan dengan hati. Di dalam Al-Qur'an selalu disebut iman dan Islam. Iman yang khusus menurut Al-Qur'an ialah jalan dan kelepasan dari kufur dan selamat di akhirat. Dan, Islam dalam makna yang khas ialah agama yang diterima di sisi Allah. Yang pertama ialah men-tashdiq-kan atau mengakui akan keesaan Allah. Disempurnakan dengan tuntunan wahyu dan percaya kepada rasul-rasul dan Hari Akhirat. Sehingga, kepercayaan itu memengaruhi kepada sikap hidup, pandangan hidup, dan kemauan, yang berakhir dengan timbulnya amal saleh. Yang kedua ialah ibadah yang ikhlas kepada Allah di dalam tauhid dan patuh setia kepada tuntunan yang diberikan oleh rasul-rasul Allah. Menilik ini, jadi kenyataanlah bahwasanya inti sari ajaran rasul hanyalah satu, yaitu Islam itu. Tidak ada rasul yang membawa agama sendiri di luar Islam. Syari'at bisa berubah karena perubahan zaman, tetapi aqidah tidak akan berubah.

Sudah menjadi kenyataan bahwa di dunia ini sekarang ada umat yang disebut umat Islam. Umat ini adalah wadah belaka yang harus diisi dengan Islam yang sebenarnya itu. Keyakinan mereka bahwa mereka Muslim adalah pintu yang paling lapang buat memasukkan Islam yang sejati itu terlebih dahulu ke dalam jiwa mereka sebelum diserukan kepada yang lain.

Kalau hanya Islam pada nama saja maka kenalah dia dengan pepatah yang terkenal, "Agama ialah apa yang dikerjakan oleh orang-orang yang mengaku beragama."

Agama yang seperti itu sama saja dengan golongan pemeluk agama Budha, golongan pemeluk agama Yahudi, golongan pemeluk agama Kristen. Dia telah menjadi semacam kebangsaan atau golongan yang terputus di antara satu dan yang lain. Mungkin agama-agama yang ada itu ada yang benar-benar turun dari langit sebagai wahyu dan mungkin juga agama yang dibikin sebagai hasil kebudayaan setempat. Kadang-kadang campur aduklah yang diturunkan dari langit dengan kebudayaan dan tradisi yang timbul dari zaman ke zaman. Agama-agama yang seperti inilah yang tidak sudi menilai kebenaran ajaran agama golongan yang lain tadi. Sebab, bagi mereka, yang nabi hanyalah nabi yang mereka tetapkan dalam kebudayaan itu, sedangkan yang lain "bukan kita punya". Yang dimaksud oleh Islam sejati tadi bukan demikian.

Dengan ini, dapatlah kita tegaskan bahwa Islam ajaran Rasullullah, Muhammad saw. sebagai sambungan dari rasul-rasul yang dahulu dari beliau, bukanlah kepunyaan satu bangsa dan golongan, melainkan untuk perikemanusiaan seluruhnya di segala tempat dan di segala zaman.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 673-675, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

DAKWAAN KAMU HANYA SANGKAAN

"Dan tidaklah ada bagi mereka itu ilmu padanya." (pangkal ayat 28).

"Dan sesungguhnya persangkaan itu tidaklah mencukupi untuk menegakkan kebenaran sedikit jua pun." (ujung ayat 28).

Prasangka yang demikian tidaklah dapat dijadikan pegangan dalam beragama. Selanjutnya Allah berfirman,

"Maka berpalinglah engkau daripada orang yang telah berpaling daripada peringatan Kami." (pangkal ayat 29).

Janganlah engkau pedulikan seruan dan ajakan orang seperti itu karena ilmu pengetahuan mereka tidaklah ada dasarnya dan tidak sesuai buat dijadikan agama.

"Dan tidak ada yang mereka inginkan kecuali kehidupan dunia." (ujung ayat 29).

Maksud yang utama bukanlah membawa pengajaran bagi keselamatan manusia dunia dan akhirat, melainkan semata-mata karena "guru-guru" yang membawakan ajaran itu untuk kemegahan dunia, ingin menipu orang banyak dengan ajarannya yang kacau, dan orang banyak yang dapat dipengaruhi itu pun umumnya ialah orang yang masih kosong dari ajaran sejati.

"Cuma demikianlah yang dapat mereka capai daripada ilmu." (pangkal ayat 30).

Selebihnya tidak akan ada lagi. Kalau ada pengajaran yang mereka keluarkan, tidak lain daripada menghasta kain sarung, berputar, berbelit, hanya ke situ dan ke situ saja karena memang tidak ada dasarnya selain prasangka. Orang mesti bodoh lebih dahulu dan tidak berpikir yang teratur, baru dapat ditarik kepada pengajaran yang demikian.

"Sesungguhnya Tuhan engkau, Dialah Yang Maha Mengetahui tentang siapa yang sesat daripada jalan-Nya dan Dia pulalah yang lebih tahu siapa yang mendapat petunjuk." (ujung ayat 30).

Dalam ayat ini diberi ketegasan kepada manusia bahwa Allah-lah yang lebih mengetahui siapa di pihak yang tersesat dan siapa yang mendapat petunjuk. Dalam hal ini orang yang telah berpegang teguh dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw. tidaklah perlu ragu atau kurang yakin dengan kebenaran yang dibawa oleh beliau saw. Sebab sejak dari permulaan surah, sejak dari ayatnya yang pertama Allah telah memberikan ingat bahwasanya Rasulullah saw. tidaklah bertindak sendiri di dalam menyampaikan kata. Bukanlah hawa nafsunya yang diperturutkannya, melainkan wahyu-lah yang jadi tuntunan baginya dalam menyampaikan dakwahnya. Sebab itu Allah akan memberikan petunjuk kepada barangsiapa yang Dia kehendaki dan mendatangkan kesesatan kepada barangsiapa yang Dia kehendaki. Yang teramat penting bagi seorang yang telah mengaku dirinya beriman ialah keteguhan iman itu dan percaya bahwasanya Allah tidaklah akan meninggalkan hamba-Nya dalam keadaan terlantar, tidak ada bimbingan dan tuntunan.

Siapakah yang tahan dan teguh hati menempuh jalan yang benar? Ayat selanjutnya mengatakan,

"(Yaitu) orang-orang yang menjauh dari dosa-dosa yang besar dan yang keji-keji." (pangkal ayat 32).

Dosa-dosa yang besar ialah mempersekutukan Allah dengan yang lain, berkata tentang Allah tetapi tidak dengan pengetahuan, lancang memperkatakan soal-soal agama, padahal ilmu tentang itu tidak ada. Itu semuanya adalah termasuk dosa yang besar. Adapun yang keji-keji adalah yang menyakiti orang lain dan merusakkan budi pekerti, sebagai mencuri harta kepunyaan orang lain, berzina, membunuh sesama manusia. Ini termasuk yang keji.

Dalam ayat diberikan tuntunan agar kita jangan terperosok kepada dosa yang besar dan yang keji-keji itu, yaitu menjauhi. Jangan mendekati.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 548-551, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"NEGERI PCI", NEGERI (P)ERKUMPULAN (C)EMOOH (I)NDONESIA

Penyakit bertengkar dan mencemooh ini menular. Mulanya dua tiga orang, setelah itu satu pergaulan. Lama-lama menjadi penyakit penduduk umum. Sehingga boleh disebut penduduk negara anu suka bertengkar.

Orang di kampung anu suka mencemooh.

Akhirnya nama negeri itu diberi gelar "Negeri PCI", Negeri (P)erkumpulan (C)emooh (I)ndonesia.

Buat golongan ini, anak kecil dengan orang dewasa sama saja.

Kawan pergaulan dan yang sebaya umur tidak ada perbasaan budi. Mukanya keruh, perbuatannya busuk. Di waktu pekerjaan yang patut diurus dengan sempurna, mereka tak bisa mengerjakan.

Dalam kalangan itu mudah sekali hina-menghinakan, jatuh-menjatuhkan, dengki-mendengki dan dekat sekali kepada penumpahan darah. Atau hilang segala kesungguh-sungguhan.

Semuanya menghilangkan kasih sayang, memutuskan persahabatan, menghilangkan kepercayaan, dan menghilangkan rasa malu.

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 189-190, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

KEPERCAYAAN KETIGA

Manusia hanya singgah dalam alam. Di dalam hati orang beragama, dunia itu bukan tempat yang kekal, tempat singgah sebentar saja, sedang perjalanan yang akan ditempuh masih jauh. Kepercayaan ini menimbulkan minat yang giat untuk mencapai kemuliaan rohani, budi, dan jiwa.

Bila kepercayaan itu sudah tidak ada lagi, dan manusia hanya merasa dunia inilah medan, lainnya tak ada lagi, maka dusta, munafik, pepat di luar lancung di dalam, helah, tipuan, menjual teman, licik, menjual petai hampa, membungkus kerosong dammar, menganiaya dengan diam-diam, mungkir janji, merampas, permusuhan, kebencian, siapa kuat ke atas dan siapa lemah tertekan itulah semuanya yang akan berkuasa.

Kepercayaan akan hari Akhirat itu adalah obat hati, menghadapi dunia yang penuh kecewa dan kepalsuan ini.

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 115-116, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

YANG PALING JAHAT

"Lantaran itu, bilamana engkau menggempur mereka di dalam peperangan, maka hancurkanlah mereka." (pangkal ayat 57).

Memungkiri janji yang telah diikat adalah satu perbuatan yang amat hina, rendah dan keji, itu pun satu kekufuran.

Orang-orang memungkiri janji sudah dianggap sebagai binatang yang merangkak di bumi, tidak ada harga mereka lagi.

Maka, kalau mereka bertemu di medan perang, hendaklah gempur habis sampai hancur, jangan lagi diberi hati.

Mereka wajib disapu bersih sehingga tidak bangkit lagi.

"(Untuk contoh) orang-orang di belakang mereka supaya mereka ingat." (ujung ayat 57).

Agar keturunan-keturunan mereka atau orang lain sekalipun dapat mengambil contoh bahwa kaum Muslimin tidak boleh dipermainkan dalam hal janji.

Dan, supaya mereka berpikir dahulu agak lama jika akan berbuat suatu perbuatan yang tidak patut.

Sikap keras ini adalah suatu hal yang perlu bagi menegakkan kewibawaan Daulah Islamiyah.

Dan, jangan mereka anggap bahwa soal janji adalah soal yang bisa dipermain-mainkan.

Baik janji yang tertulis ataupun janji budi yang tidak ada hitam atas putih. Sebagaimana pepatah:

"Kerbau diikat dengan talinya, manusia dengan janjinya."

Yang dipegang dari manusia adalah katanya.

Seumpama barang yang kita pakai atau rumah yang kita diami. Pada hari ini barang atau rumah itu dinamai kepunyaan kita. Tetapi, kalau kita berkata dengan mulut kepada seorang teman bahwa mulai saat ini barang atau rumah ini saya berikan kepada kamu, niscaya berpindahlah hak milik atasnya kepada orang yang dikatakan itu.

Seorang anak perempuan dibawa asuhan ayahnya. Lalu pada suatu hari si ayah berkata kepada seorang laki-laki, setelah ada persetujuan, bahwa hari ini anak perempuanku ini aku serahkan menjadi istrimu, dengan ucapan perkataan, lalu disambut laki-laki tadi bahwa penyerahan itu dia terima, ijab qabul, menjadilah perempuan itu istrinya.

Demikianlah di antara diri dengan diri, keluarga dengan keluarga, golongan dengan golongan.

Hidup itu ialah janji atau ikatan kata-kata.

"Sesungguhnya Allah tidaklah suka kepada orang-orang yang khianat." (ujung ayat 58).

Ujung ayat ini berisi peringatan yang umum. Bukannya kaum kafir saja yang tidak disukai Allah karena khianat, bahkan jadi peringatan pula bagi kaum Muslimin sendiri.

Khianat akan janji bagi Muslim adalah salah satu tanda munafik.

Sebab itu, dijelaskanlah oleh sabda Rasulullah saw. tentang nilai janji. Dirawikan al-Baihaqi di dalam Syu'abul Iman, riwayat dari Maimun bin Mahran, berkata Rasulullah saw.,

"Tiga perkara: Muslim dan kafir sama saja padanya. Yaitu (pertama), barangsiapa yang engkau perbuat janji dengan dia, penuhilah janji itu, baik orang itu Islam atau kafir. Maka janji itu adalah janji dengan Allah. Dan (kedua), barangsiapa yang di antara engkau dengan dia ada hubungan kasih sayang (rahim), maka hendaklah engkau hubungkan; baik dia Muslim ataupun dia kafir. (Ketiga), dan barangsiapa yang meletakkan kepercayaan suatu amanah kepada engkau, maka hendaklah engkau pegang amanah itu. Baik dia Muslim ataupun kafir." (HR. al-Baihaqi).

Ayat yang amat keras bunyinya ini, yaitu bahwa Allah tidaklah suka kepada orang yang berkhianat, sangatlah berkesan dalam sekali pada cara berpikir raja-raja Islam di zaman kejayaan mereka.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 29-31, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan rindulah kami akan dimasukkan oleh Tuhan kami beserta kaum yang saleh." (ujung ayat 84).

Ujung ayat ini menunjukkan kelanjutan wajar dari iman. Kalau seseorang telah mengakui kebenaran wahyu Ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. karena memang sesuai dengan pokok ajaran segala agama, timbullah cita-cita dan kerinduan supaya dimasukkan Allah ke dalam golongan orang-orang yang saleh. Kalau pengakuan terhadap kebenaran telah ada, kalau iman sudah diterima, mestilah ada kelanjutannya, yaitu melaksanakan keimanan itu dalam kehidupan sehari-hari agar bertemu antara teori dengan praktik.

Dalam perlawatannya ke Amerika (1952) pun penulis tafsir ini telah mengalami hal yang serupa ketika melawat ke University Chicago yang terkenal. Di sana, penulis telah menjadi tamu dari seorang profesor warga negara Amerika keturunan Jepang dan telah memeluk agama Kristen. Lebih dari 1 jam kami bertukar pikiran dalam suasana persahabatan yang mesra tentang agama, kebudayaan, perbedaan Timur dengan Barat dan filsafat, dan terutama sekali tentang filsafat ajaran Islam. Demikian asyik percakapan kami, sampai di penutupnya beliau berkata, "Sayang sekali, orang seperti Tuan jarang sekali datang melawat ke negeri ini. Orang di sini telah tenggelam ke dalam alam kebendaan sehingga tidak ada kesempatan lagi menilai dan menggali soal keruhanian. Dan beberapa orang Indonesia terkemuka pun telah datang ke negeri ini dan datang ke universitas ini, tetapi saya tidak mendapat keterangan seperti yang Tuan katakan itu. Apakah banyak orang yang berpaham seperti Tuan di negeri Tuan?"

Saya tidak dapat memberikan jawaban yang tegas tentang pertanyaan yang terakhir.

Cuma sekarang kita kembali pada ayat yang tengah kita tafsirkan. Di dalam ayat ini kita melihat 2 hal yang dapat memengaruhi sehingga pendeta Kristen sendiri bisa dengan segala keikhlasan menerima Islam jika mendengar bunyi ayat dan memahami artinya. Kedua, jika melihat contoh kehidupan Islam itu menjelma atau menubuh dalam diri penganutnya dan iman yang seperti itu mendapat sambutan kasih mesra dari Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 9-10, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Seperti telah kita ketahui, Soekarno kemudian membungkam dan menangkap Ayah selama hampir 3 Tahun. Namun mendengar Soekarno sakit dalam situasi kritis, Ayah menangis. Bahkan dia mengimami shalat jenazah Soekarno. Dia tak peduli kritik dan celaan orang banyak atas perbuatannya itu; Dan bukan cuma kepada Soekarno, terhadap pendukung Soekarno yang menjebloskannya ke dalam tahanan, dia bisa bersikap baik sampai akhir hayatnya.

(Rusydi HAMKA, PRIBADI DAN MARTABAT BUYA HAMKA, Hal. 84, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

"Dan siapakah yang lebih aniaya dari orang-orang yang menghalang-halangi masjid-masjid Allah daripada akan disebut padanya nama-Nya seraya berusaha mereka pada meruntuhkannya?" (pangkal ayat 114).

Meskipun kadang-kadang bertemu ibadah yang bid'ah atau tambahan-tambahan, namun dia dapat diselesaikan apabila keinsafan beragama yang sejati sudah mendalam.

Tetapi tidak boleh dihalangi, apatah lagi dirusak dan diruntuhkan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 221, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AKHLAK SEBAGAI ALAT DAKWAH

Di dalam melakukan suatu dakwah, Rasulullah saw. telah memberikan suatu sistem yang ampuh, yang beliau saw. berikan sebagai pedoman kepada Mu'adz bin Jabal seketika beliau diutus melakukan dakwah ke negeri Yaman,

"Permudah, jangan dipersulit. Gembirakan, jangan dibuat kesan yang menyebabkan menjauh."

"Aku diutus tidak lain ialah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia."

Kewajiban kitalah membuktikan dan itulah dakwah yang sejati.

(Buya HAMKA, PRINSIP DAN KEBIJAKSANAAN DAKWAH ISLAM, Hal. 192, 197, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Maret 2018).

MENGAMBIL CONTOH TELADAN PADA NABI SAW.

"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah." (al-Ahzaab: 21).

Mencontoh dan meneladani Nabi saw. adalah cita-cita tertinggi dalam kehidupan Muslim, menyeru manusia kepada iman, menuju jalan baik, menyebarkan paham rasul, menjelaskan kebenarannya, terutama lagi mengikut segala gerak-gerik langkah. Sebab kita mempunyai keyakinan bahwa tidak ada satu sikap hidup dari Nabi saw. yang dibuat dengan sia-sia dan tidak beliau pernah bercakap menurut kehendak hawa nafsunya saja, melainkan selalu dituntun oleh wahyu.

Selain dari itu, seorang yang telah menyediakan dirinya menjadi dai hendaklah mempunyai harapan, mempunyai cita-cita.

"Alangkah sempitnya hidup ini kalau tidak mempunyai cita yang lapang."

(Buya HAMKA, PRINSIP DAN KEBIJAKSANAAN DAKWAH ISLAM, Hal. 101-102, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Maret 2018).

"Kadang-kadang dirinya sendiri telah jadi Setan dengan tidak disadarinya." (Buya HAMKA).

Kalau manusia kurang hati-hati, tergelincirlah dia, sangkanya dia sanggup memerdekakan diri dari pengaruh Setan, dia percaya akan dirinya sendiri, dia akan sanggup berjuang dengan Setan atau dengan hawa; padahal dengan tidak diinsafinya dia telah terpengaruh oleh Setan dan hawa nafsu.

Bahkan kadang-kadang dirinya sendiri telah jadi Setan dengan tidak disadarinya; karena yang diikutinya bukan perintah Tuhan yang tidak setuju dengan kehendak nafsunya diputarnya, didalihnya, dibajuinya dengan baju agama.

Kadang-kadang orang yang lancar lidahnya berpidato, tidak gugup naik podium sanggup memegang pimpinan kumpulan dan orang banyak, padahal dia menurutkan hawa nafsu.

Apa saja tipuan yang dilakukannya kepada orang banyak, diberinya cap "atas nama agama", "demikian firman Allah", demikian "titah Rasul" tidak boleh dilanggar, siapa melanggar berdosa.

Padahal ayat dan hadits itu, hanya diambilnya, menguatkan hawanya.

Bukan hawanya yang ditaklukkannya, kepada Al-Qur'an dan hadits.

"Apakah tandanya guru-guru agama, atau pengajar yang tidak dipengaruhi hawa nafsu?"

Tandanya ialah:

1. Dia mengajak orang lain "lil Lah" (karena Allah) bukan supaya diikuti orang juga hendaknya. Sebab kewajibannya menyampaikan dan yang memberi hidayah ialah Tuhan Allah.

2. Bukan menyeru untuk diri. Menyeru mengajak kembali kepada Tuhan.

3. Insaf bahwa dia hanya manusia, tidak cukup, dan tidak lebih dari orang lain, jika dia pintar, ada pula yang lebih pintar darinya.

Tanda-tandanya:

Jika dia sedang mengajar, memberi wa'az, atau sedang berpidato, ada pula orang di tempat lain yang lebih baik perjalanannya atau lebih tinggi ilmunya, lebih disegani orang daripadanya atau sama; bagaimanakah perasaan hatinya? Bagaimanakah sikapnya?

Kalau dia suka cita atau gembira bersyukur kepada Allah lantaran ada orang lain yang bekerja sebagaimana pekerjaannya menyiarkan ilmu pengetahuan kepada umat, itulah sebagian tanda bahwa ia telah dapat mengalahkan nafsu.

Jika sebaliknya, maka tidaklah lebih tingkat orang ini dari manusia biasa yang berlain hanya pekerjaannya.

Yang setengah tukang dengar, dan dia tukang pidato, tetapi sama masih diperintah hawa nafsu.

Bahkan kadang-kadang orang yang diberi pelajaran lebih dahulu paham daripada yang memberi.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 139-143, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

KEADILAN ADALAH TIANG TEGUH NEGARA

Amr bin Ash, seorang gubernur yang banyak pengalaman pula dalam pemerintahan di Mesir, pada suatu hari beliau pernah menghina salah seorang rakyatnya dengan katanya, "Hai munafik!"

Penghinaan itu diadukan oleh orang itu kepada Khalifah Umar bin Khaththab r.a. di Madinah.

Datanglah surat Khalifah kepada Amr bin Ash yang berbunyi, "Kepada Ash anak orang Ashi (artinya dari Ashi itu ialah durhaka). Telah sampai kepadaku berita bahwasanya engkau pernah mengatakan kepada si Fulan bahwa dia adalah seorang yang munafik. Padahal belumlah dia pernah mempunyai sifat yang buruk itu sejak dia memeluk Islam. Sesampai suratku ini kepadamu, panggillah orang yang engkau hinakan itu dan bawa berkumpul di masjid bersama orang banyak. Berilah kepadanya kesempatan memukul engkau dengan cemeti."

Surat itu diterima oleh gubernur dan diterima pula salinannya oleh orang yang pernah kena hinaan itu. Mereka pun semuanya berkumpul ke dalam masjid.

Di hadapan orang banyak itu, orang merasa dihina itu bertanya kepada orang banyak, "Adakah di antara Tuan-tuan yang hadir ini pernah mendengar al-Amir memaki saya dengan mengatakan baha wa saya seorang yang munafik?"

Serentak suara yang hadir menjawab, "Kami mendengarnya!"

Gubernur tidak dapat mengelakkan diri dan memungkiri lagi bahwa memang dia pernah menghina orang dengan perkataan yang menyakiti. Padahal perbuatan demikian sangat dilarang oleh Allah SWT dan oleh Rasul saw.

Dengan segala kerendahan hatinya, Amr bin Ash, gubernur dari sebuah negeri besar dalam kesatuan dunia Islam pada masa itu, tampil sendiri ke muka orang yang mendakwanya dan mengadukan halnya kepada Khalifah itu menundukkan kepalanya buat dipukul.

Setelah gubernur berdiri di hadapan orang yang dihinanya itu dan orang banyak tertegun menunggu kejadian yang sangat mengesankan itu, tiba-tiba dia berkata, "Sekarang saya maafkan engkau."

Gubernur tidak jadi dipukulnya.

Demikianlah kekuatan hukum dan kekuatan keadilan karena semua orang mempunyai hak di samping mempunyai kewajiban.

Seorang gubernur tidaklah akan berani melanggar perintah Allah SWT dengan menghinakan orang lain.

Orang lain itu, yaitu rakyat yang dia perintah, wajib tunduk dan taat kepada khalifah dan kepada gubernur selama orang-orang yang berjabatan tinggi itu menjalankan perintah Allah SWT.

Semua orang sama di hadapan undang-undang di hadapan hukum Allah SWT yang tertinggi.

Itulah keadilan dan itulah suatu didikan tertinggi untuk merasakan adanya harga diri bagi tiap-tiap orang.

Umar bin Khaththab merasa bahwa menjalankan hukum dengan tegas dan kontan itu, jauh lebih baik daripada memberhentikan wali atau gubernur tiap sebentar, padahal harga diri orang yang tidak terjaga dan mudah saja menghinakan orang.

(Buya HAMKA, PRINSIP DAN KEBIJAKSANAAN DAKWAH ISLAM, Hal. 200-202, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Maret 2018).

MEMILIH KATA-KATA

"Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku itu supaya mereka mengucapkan kata-kata yang lebih baik." (pangkal ayat 53).

Inilah pesan Allah dengan perantaraan Rasul-Nya kepada orang-orang yang telah masuk lingkungan orang-orang yang beriman dan Allah telah berkenan memanggilkan mereka "hamba-hamba-Ku", panggilan yang jadi kebanggaan Mukmin.

Di dalam mengucapkan kata-kata, hendaklah hamba-hamba yang utama dan Allah memilih kata-kata yang lebih baik. Kalau ada beberapa kalimat yang serupa maksudnya, pilihlah kata-kata yang enak didengar telinga, yang menunjukkan sopan santun orang yang mengucapkannya, baik bercakap sesama sendiri atau mempercakapkan soal-soal kepercayaan dengan orang yang belum Islam.

Maka apabila kita renungkan maksud ayat ini dapatlah kita memahami bahwa memilih kata-kata yang baik dan yang pantas termasuk budi pekerti yang tinggi. Dan dalam ilmu kesusasteraan Arab, ilmu bahasa yang indah itu dinamai Ilmul-Adaab. Tegasnya ilmu berbahasa yang indah, kesusastraan yang bermutu, adalah sebagian dari budi pekerti yang luhur jua.

Teladanlah percakapan Wahyu Allah sendiri kepada Nabi-Nya, yang selalu memakai bahasa terpilih. Sebabnya ialah,

"Sesungguhnya Setan akan mengacau di antara mereka."

Kalau tercampur kata-kata yang tidak terpilih, kata yang hanya sembarang kata, Setan bisa mengacau, menimbulkan salah terima atau salah pengertian. Bercakap sesama sendiri dapat mengganggu hubungan kasih sayang, apatah lagi kalau bercakap dengan orang yang masih menentang agama. Usahkan mereka tertarik, mungkin bertambah jauh,

"Sesungguhnya Setan itu bagi manusia adalah musuh yang nyata." (ujung ayat 53).

Maka apabila kekacauan telah timbul, yang berasal dari penyalahgunaan kata-kata, berhasillah maksud Setan; menimbulkan permusuhan di kalangan manusia.

Kadang-kadang timbul kata-kata yang tidak terpilih, yang timbul karena maksud yang baik pada mulanya, yaitu hendak mengajak orang lain kepada kebenaran. Tetapi, caranya sudah salah. Kita tidak boleh memasukkan kebenaran yang kita yakini dengan paksaan. Yang akan memberi petunjuk membuka hati orang bukanlah kita, melainkan Allah. Selanjutnya Allah berfirman,

"Dan tidaklah Kami mengutus engkau kepada mereka jadi wakil." (ujung ayat 54).

Dari ayat ini dapatlah kita mengambil sari yang dalam tentang keistimewaan ajaran Islam.

Orang-orang yang telah merasa dirinya tinggi dalam agama, yang telah termasuk hamba-hamba Allah yang utama di dalam menanamkan perasaan agama kepada orang lain, tidak boleh memaksa.

Sebab, yang empunya agama bukan dia.

Dalam Islam tidak ada kependetaan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 298-299, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MUBAHALAH

Dari kalimat istri-istri kami, Sayyid Rasyid Ridha di dalam Tafsir al-Manar mengambil suatu inti tentang betapa pentingnya kedudukan perempuan di dalam Islam.

Syukurlah buah pikiran Sayyid Rasyid Ridha ini telah dijalankan oleh ulama-ulama Indonesia daripada di Tanah Arab yang dikeluhkan oleh Sayyid Rasyid Ridha itu. Kiai H.A. Dahlan sebagai pembaca tafsir Sayyid Rasyid Ridha, di dalam Tahun 1912, telah mengajak kaum perempuan turut bergerak dalam lapangan agama, dipelopori oleh istri beliau dan anak perempuan beliau sendiri, sehingga di Indonesia telah lebih 50 Tahun telah ada perempuan yang turut aktif melakukan kewajiban menggerakkan agama, di samping menerima haknya yang wajar.

Dan, di Tahun 1957 al-Azhar telah mengundang Guru Besar Hajjah Rahmah El-Yunusiah datang ke Mesir buat memberikan pengetahuan dan pengalamannya bagaimana memberikan didikan agama kepada perempuan. Rahmah El-Yunusiah telah bergerak sejak masih gadis remaja, di Tahun 1918, di bawah pimpinan abangnya Zainuddin Labay El-Yunusiah dan Gurunya Dr. Syekh Abdulkarim Amrullah.

Adapun di tempat lain, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia yang telah dimasuki pengaruh Barat, kaum perempuan karena memberontak pada kungkungan adat kolot, bukan dilahirkan dalam paham pandangan agama, tetapi menuntut kebebasan secara Barat.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 647, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KLIK DISINI: TENTANG BUDAK, POLIGAMI, CERAI, TALAK BID'AH DAN KHIDMAT KEPADA KEDUA ORANG TUA

HENDAK MEMADAMKAN NUR ALLAH DENGAN MULUT 

"Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut mereka." (pangkal ayat 32).

Janganlah kita sangka bahwa ayat ini berlawan dengan ayat 82 sampai 84 dari surah al-Maa'idah surah 5, yang di sana mengatakan bahwa orang Nasrani lebih dekat cintanya kepada orang Islam daripada Yahudi dan musyrikin.

Ayat yang itu hanyalah semata-mata menunjukkan dengan secara adil dan jujur bahwa dalam kalangan mereka pun ada juga yang jujur, yang tidak mencoba hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut.

Yaitu mereka yang tidak diikat kepentingan politik dan mempertahankan golongan, yang semata-mata MENCINTAI KEBENARAN.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 138-1139, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KLIK DISINI: KOMANDO JIHAD DAN BELA ISLAM

"Kecuali hanya menyampaikan daripada Allah dan tugas-tugas yang Dia amanahkan." (pangkal ayat 23).

Oleh sebab itu telah dijelaskan oleh Nabi saw. bahwa kewajiban beliau buat menghukum orang, bukan mengutuk orang, bukan memurkai yang durhaka. Kewajiban beliau hanya dua, yaitu pertama ialah balaagh, menyampaikan. Disebut juga tabligh. Kedua ialah melaksanakan tugas-tugas atau mission, yaitu inti sari yang akan ditablighkan itu, menunjukkan contoh dan teladan dengan perbuatan, yang bertabligh adalah satu di antaranya. Di sinilah bertemu empat misi, empat risalah yang wajib lengkap pada seorang rasul. Yaitu shiddiq (jujur), amanah (setia menyampaikan pesan), tabligh (menyampaikan), dan fathanah (bijaksana). Kesatuan dari yang empat inilah risalah atau misi yang jadi kemestian seorang Rasul. Mustahil dia pendusta, atau khianat, atau menyembunyikan sebagian dari wahyu, atau goblok, tidak mengetahui keadaan manusia yang didatanginya.

"Dan barangsiapa yang mendurhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya untuk mereka adalah api neraka Jahannam."

Sebagai hukuman atas keras kepala batunya menolak seruan kebenaran.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 359-360, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

JANGAN KAMU MEMFITNAH DIRIMU

Di ayat yang lain tersebut: "Neraka Wailun bagi orang yang suka menghasung dan memfitnah", menghina merendahkan orang. Di dalam ayat ini dikatakan-Nya, "Diri kamu", mengapa tidak dikatakan-Nya "Janganlah kamu menghinakan kawanmu, atau orang lain?"

Inilah rahasia kehalusan Al-Qur'an!

Hikmah ayat ini sudah terang. Pertama, diri orang lain adalah dirimu juga. Di dalam Al-Qur'an ada beberapa ayat yang begitu maksudnya. Misalnya, janganlah kamu bunuh dirimu, artinya bukan membunuh diri sendiri saja, tetapi membunuh orang lain pun. Karena hidup yang bahagia itu ialah hidup bersama, bukan hidup sendiri. Diri kita tidak berarti kalau tak ada diri lain.

Orang yang menghina orang lain berarti menghina dirinya sendiri. Sebab dengan perbuatannya menghina orang, sudah nyata lebih dahulu bahwa dialah yang hina. Orang yang tidak suka menghormati orang lain, artinya ialah orang yang tidak terhormat. Orang yang dihinakan belum tentu hina. Tetapi perbuatan menghina sudah menjadi bukti atas kehinaan si penghina. Sudah nyata maksud larangan ayat itu, janganlah kamu menghinakan dirimu. Meskipun yang kamu hina itu orang lain, yang kena ialah dirimu sendiri.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 124-125, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

Nabi kita Muhammad saw. pernah pula mengatakan pada sebuah hadits yang shahih bahwa orang yang beriman itu memandang suatu kesalahannya, bagaimana kecil sekalipun, rasanya laksana duduk di kaki sebuah gunung; takut gunung itu akan menimpa dirinya.

Dosa bagaimana kecilnya pun, dianggap oleh orang yang beriman sebesar GUNUNG.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 618, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SHALAT DALAM RANGKA DISIPLIN

Sebuah hadits yang dirawikan dari beberapa riwayat, berbagai jalannya, tetapi satu isinya. Di antaranya ialah yang dirawikan oleh Bukhari dari Abdullah bin Mas'ud bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. mengadukan halnya dengan terus terang dan jujur bahwa dia mengobati seorang perempuan di ujung kota. Tetapi karena berkhalwat, tidak ada orang lain, timbullah nafsu syahwatnya melihat perempuan itu sampai telanjur tangannya memperbagai-bagaikannya, cuma untungnya tidak sampai dia menyetubuhi perempuan itu. Lalu akhirnya dia insaf sehingga dapat menahan dirinya dan merasa menyesal.

Dalam satu riwayat hadits itu diterangkan bahwa saking menyesalnya dia pergi menemui Sayyidina Umar, mengakui keterlanjuran nafsunya itu dengan terus terang. Sayyidina Umar menasihatinya supaya tutup saja rahasianya itu, tidak perlu diberitakan kepada orang lain, sebab Allah sendiri pun telah menutup rahasianya.

Tetapi hatinya tidak senang juga lalu dia pergi menemui Sayyidina Abu Bakar. Beliau pun memberi nasihat agar disimpan saja rahasia itu, jangan banyak orang yang tahu, sebab Allah pun telah menutup rahasia itu karena dia dengan perempuan itu saja yang tahu.

Namun dia rupanya merasakan tekanan batin juga. Dia datang akhirnya kepada Rasulullah saw., dibukanya pula kesalahannya itu terus terang seraya berkata, "Itulah kesalahanku yang aku telah telanjur membuatnya. Inilah aku, ya Rasulullah! Hukumlah aku bagaimana baiknya!"

Rasulullah saw. diam saja. Lalu laki-laki itu dengan muka muram meninggalkan majelis Rasulullah dan pergi. Lalu Rasulullah tegak dari majelisnya dan diikutinya orang itu dari belakang dan dipanggilnya suruh kembali. Lalu beliau baca ayat yang tengah kita tafsirkan ini, yang memerintahkan bangun shalat di kedua tepi siang dan di dekat masuknya malam, karena perbuatan-perbuatan yang baik dapat menghapuskan perbuatan-perbuatan yang salah.

Menurut riwayat cerita ini yang disampaikan dari Abu Umamah, Nabi saw. bertanya kepadanya, "Apakah engkau berwudhu dengan sempurna dan engkau shalat bersama kami?" Orang itu menjawab, "Aku berwudhu dengan baik dan shalat bersama-sama dengan Rasulullah saw.!" Lalu Rasulullah saw. bersabda,

"Kalau demikian, engkau keluar dari dosa engkau sebagai baru dilahirkan oleh ibu engkau. Tetapi jangan diulang lagi!"

Beliau lalu membaca ayat itu.

Dan di dalam satu hadits lain yang dirawikan Bukhari, ada orang bertanya, "Ya, Rasulullah! Apakah ini hanya khusus untuk dia?" Beliau menjawab, "Untuk semua orang!"

Begitulah pengaruh iman.

Sehingga laki-laki itu merasa hebatnya tekanan batin karena bersalah memegang-megang bini orang, dan terus datang kepada Rasulullah saw. mengakui dengan terus terang kesalahannya itu dan belum merasa puas sebelum beliau menjatuhkan hukuman.

Sama juga rupanya tekanan batin yang menimpa dirinya dengan Ma'iz yang terkenal mengakui terus terang bahwa dia telah telanjur berzina dan meminta supaya kepada dirinya dijalankan hukuman sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah.

Kejujurannya inilah yang diketahui Rasulullah saw. sehingga beliau pastikan, asalkan dia mengerjakan shalat lima waktu dengan khusyuk, moga-moga akan habislah dosanya berzina itu diampuni Allah, dengan beliau tekankan, jangan diulangi lagi.

Pengalaman penulis sendiri di waktu muda dalam musafir ke negeri lain menambah yakin penulis kepada hadits-hadits ini. Di negeri orang, jauh dari anak istri, kaum kerabat, dan murid serta pengikut, tatkala badan masih muda.

Bagaimanapun naiknya nafsu syahwat akan berbuat zina, di negeri orang Barat yang perzinaan tidak dipandang satu kejahatan lagi, yang menghalangi penulis berbuat kehinaan itu ialah bila mengingat besok pagi.

Penulis berpikir, kalau pada malam ini aku telanjur berbuat zina, bagaimana aku akan menyusun kata-kata dan ucapan shalatku di hadapan Allah di waktu Shubuh besok?

Apalah artinya lagi ucapan iftitah (pembukaan shalat) yang berbunyi, "Sesungguhnya, shalatku dan semua ibadahku, hidupku dan matiku, adalah untuk Allah, Allah sarwa sekalian alam."

Alangkah hinanya diriku mengulang-ulangi perkataan demikian ketika shalat dan alangkah malunya aku kepada Allah jika tadi malam aku telah mendustai-Nya.

Aku berpikir, kalau telanjur berbuat salah yang hina ini, tidak ada lagi jalan lain yang mesti ditempuh melainkan meninggalkan shalat sama sekali, sebab sudah malu menghadapkan wajah kepada Allah.

Sebab itu, dapat aku berkata bahwa shalatlah yang paling banyak menjadi benteng pertahanan batinku dalam menghadapi rayuan dosa, dalam pengembaraan-pengembaraanku di negeri-negeri orang di kala muda usiaku.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 623-624, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Sesungguhnya Allah tidaklah akan memberi ampun bahwa Dia diperserikatkan." (pangkal ayat 48).

Makanya di ayat ini Allah memberi tekanan bahwa dosa selain syirik bisa diampuni bagi siapa yang Dia kehendaki karena pada umumnya suatu dosa besar timbul adalah karena telah syirik terlebih dahulu.

Sehingga tersebutlah di dalam hadits yang shahih,

"Tidaklah mencuri seorang pencuri, melainkan karena dia musyrik. Tidaklah berzina seorang pezina, melainkan karena dia musyrik."

Mengapa pencuri mencuri karena musyrik? Ialah karena ingatannya tidak satu lagi kepada Allah. Telah diduakannya dengan keinginannya yang jahat. Perintah dari keinginan yang jahat itulah yang memerintahnya sehingga dilanggarnya larangan Allah. Jangan mencuri!

Orang yang berzina pun demikian. Orang telanjur berzina karena kepercayaannya kepada adzab Allah sudah tidak berpengaruh lagi kepada dirinya. Yang memengaruhi dia berzina ialah syahwatnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 317, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Yang menciptakan semua langit dan bumi dengan tiada bandingan." (pangkal ayat 117).

Di sana terdapat kalimat badi'. Arti badi' ialah penciptaan, yang mengeluarkan suatu ciptaan belum pernah didahului oleh orang lain. Sebab itu, ilmu ungkapan kata-kata yang indah dinamai dalam bahasa Arab: ilmu badi'. Allah mencipta alam adalah atas kehendak-Nya dan bentuknya pun atas pilihan-Nya sendiri. Tidak dapat didahului oleh siapa pun dan tak dapat disamai oleh siapa pun.

Kata-kata bid'ah yang biasa terpakai dalam agama, juga ambilan dari kata badi'. Kalau ada orang menambah-nambah suatu amalan agama, yang tidak menurut teladan daripada Rasulullah, disebut pembuat bid'ah atau mubtadi'.

Itu pula sebabnya maka tidak mendapat kata lain buat menyatakan maksud dari ayat badi'us-samawati wal-ardhi "menciptakan semua langit dan bumi dengan tiada bandingan". Diberi ujung dengan "tiada bandingan" supaya jelas apa yang dimaksud dengan kata pencipta.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 229, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BUKTI KEKUASAAN ALLAH

"Dan Kami jadikan langit menjadi loteng yang terpelihara." (pangkal ayat 32).

Langit menjadi loteng yang terbentang luas di atas kepala manusia. Dia selalu terpelihara, tidak jatuh menimpa. Siang hari indah disinari matahari. Malam indah pula oleh tebaran berjuta-juta bintang, atau cahaya bulan. Orang yang halus perasaannya dan cerdas akal budinya niscaya akan tergetar dan ingat akan kekayaan dan keindahan Allah. Tetapi apalah hendak dikata. Ujung ayat membayangkan kelalaian manusia,

"Namun dari ayat-ayat Kami mereka berpaling jua." (ujung ayat 32).

Begitu indahnya langit namun hatinya tidak tergetar. Dilihatnya keindahan alam, namun perasaannya tidak lanjut kepada yang mencipta alam. Itulah pancaindra yang tiada berkontak dengan jiwa, dengan rasa dan akal. Itulah kemanusiaan yang kurang. Yang telah dikabarkan Allah pada ayat 179 surah al-A'raaf, bahwa orang-orang semacam itu akan dilemparkan ke dalam neraka Jahannam, karena ada hati, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat; ada telinga, tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar. Orang-orang semacam ini sama saja dengan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat. Mereka-mereka ini adalah orang yang lalai.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 31, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ULAMA MERENUNG ALAM

"Orang-orang yang telah Kami datangkan kepadanya al-Kitab, lalu mereka baca akan dia sebenar-benar membaca, orang-orang itulah yang akan beriman dengan dia." (al-Baqarah: 121).

Maka yang dimaksud dalam syarat pertama ini ialah orang semacam yang disebut dalam ayat ini, yaitu yang membaca sebenar membaca, bukan membaca sebagaimana air hilir saja, atau sebagaimana pernah disebutkan dalam ucapan Sayyidina Umar bin Khaththab, mereka membaca Al-Qur'an mendengung laksana dengung lebah terbang, tetapi tidak meningkat lebih atas dari kerongkongnya, atau hanya dalam sebutan lip service, laksana serbet penghapus bibir belaka.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 374, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KEDURHAKAAN yang paling besar atau yang disebut fasik ialah kitab suci dijadikan bacaan, tetapi isinya tidak dijalankan dan tidak dipegang teguh.

Dengan tidak disadari bahwa dia telah hina karena fasik, masih saja mereka mulia karena "menyimpan" kitab itu. Padahal, sudah hina sebab kuat kuasa peraturan itu tidak dijalankan lagi; terutama dalam diri sendiri.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 520-521, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AL-QUR'AN

Kalian-kalian suka mempergunakan pikiran yang waras, yang cerdas, bukan yang dipengaruhi hawa nafsu dan kebencian, niscaya kalian akan mengaku bahwa Al-Qur'an ini adalah mukjizat yang mengawasi akan segala mukjizat. 

Mukjizat artinya ialah kejadian yang melemahkan. Al-I'jaaz sama artinya dengan mukjizat, sama-sama berarti melemahkan. Tetapi Nabi saw. telah bersabda dengan tegas:

"Tidak ada seorang nabi pun melainkan telah diberikan kepadanya dari berbagai tanda (mukjizat), yang tidak juga percaya kepada yang seumpamanya itu manusia. Tetapi yang diberikan kepadaku, tidak lain ialah wahyu yang diwahyukan Allah kepadaku. Maka aku mengharap bahwa akulah yang akan mempunyai lebih banyak pengikut kelak di hari Kiamat." (HR. Bukhari dan Muslim).

Tegasnya, bahwa mukjizat nabi-nabi yang dahulu itu hanya tinggal jadi berita sejarah.

Sedang Al-Qur'an sebagai mukjizat Muhammad saw. tetap ada dan selalu boleh diuji.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 633-634, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KALAU SUDAH PERCAYA JANGAN BANYAK BICARA

"Dan setengah daripada ayat-ayat-Nya ialah kejadian semua langit dan bumi dan apa-apa yang ditebarkan-Nya pada keduanya dari makhluk melata. Dan Dia, atas mengumpulkan mereka, jika dikehendaki-Nya, adalah Maha Kuasa." (ayat 29).

Dalam ayat ini bertemu satu wahyu yang patut menjadi perhatian ahli-ahli pengetahuan.

Kalau orang Mukmin dia telah percaya bulat jangan bertanya lagi.

Yaitu,

"Dan apa-apa yang ditebarkan-Nya pada keduanya (langit dan bumi) dari makhluk melata."

Makhluk melata, kalimat Arabnya dalam ayat ialah daabbatin.

Tegasnya, segala yang hidup, merangkak, merayap dan berjalan dengan kaki. Yang artinya secara umum, daabbatin ialah binatang; termasuk manusia.

Jadi di ayat ini ditegaskan bahwa binatang melata itu bukan di bumi saja, tetapi ada juga di langit.

Tegasnya, di bintang-bintang lain.

Kalau menurut ilmu pengetahuan kurang lebih seabad yang lalu, kemungkinan ada hidup hanya di bumi kita ini saja, tetapi hati belum puas menerima teori itu.

Masakan berjuta-juta dan berjuta-juta bintang di langit dan bumi hanya satu di antaranya, hanya di bumi saja ada hidup.

Tetapi orang tidak berhenti menyelidiki.

Di zaman sekarang penyelidik-penyelidik mulai mengeluarkan pendapat bahwa di bintang Mars (Marikh) ada terdapat tanda-tanda hidup.

Dan mulai menyusul pula kemungkinan ada hidup di bintang-bintang yang lain.

Setelah keluar pendapat ahli-ahli bahwa di bintang Mars ada kemungkinan hidup, timbullah teori-teori tentang makhluk yang hidup di sana itu atau di bintang lain, sehingga timbul juga cerita fantasi (khayal) perjalanan Flash Gordon.

Dengan demikian teori lama yang mengatakan tidak ada makhluk yang hidup di bintang-bintang sudah sepi.

Malahan ada yang berpendapat bahwa ada makhluk insani yang ada di sebelah bumi ini.

Adapun bentuk badan niscaya ditakdirkan Allah dengan iklim di sana.

Sedang burung untuk di udara dan ikan untuk di laut, lagi berbeda dengan manusia untuk di darat, padahal sama-sama di bumi.

Dalam ayat ini Allah berfirman bahwa Dia sanggup mengumpulkan semua makhluk itu bersama kita di akhirat esok.

In syaa Allah kita akan dapat melihatnya juga.

Dan ayat ini mempertegas lagi ayat 53 dari surah Fushshilat yang telah kita tafsirkan sebelum ini, pada permulaan Juz 25 ini, bahwa Allah akan memperlihatkan ayat-ayat-Nya di segala penjuru dan dalam diri manusia sendiri.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 206, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PERUMPAMAAN ORANG YANG LUPA DIRI

"Maka mengapa tatkala engkau masuk ke dalam kebunmu itu tidak engkau katakan, "Atas kehendak Allah. Tidak ada sesuatu kekuatan pun kecuali dengan Allah, jika engkau memandang aku lebih sedikit daripada engkau tentang harta dan anak."

"Atas kehendak Allah." (pangkal ayat 39).

Mengapa engkau zalim lupakan diri seketika engkau masuk kebun? Mengapa engkau lupa bersyukur kepada Allah dan ingat serta sadar bahwa semuanya itu adalah anugerah Allah. Terjadi atas kehendak Allah. Ma syaa Allah! Atas kehendak Allah! Kalau tidak Allah menghendakinya, tidaklah akan terjadi seperti demikian.

"Jika engkau memandang aku lebih sedikit daripada engkau tentang harta dan anak." (ujung ayat 39).

Maka jika engkau lihat bahwa hartamu lebih banyak daripada hartaku, anakmu pun lebih menjadi cenderamatamu dibanding dengan aku yang tidak mempunyai anak yang akan dapat dibanggakan, janganlah engkau menyombongkan diri dan merendahkan daku karena serba kekuranganku, tetapi ingatlah bahwa segala kelebihan yang ada padamu itu dari Allah belaka datangnya. Manusia tidaklah sanggup menciptakan sendiri kelebihan yang ada padanya.

Oleh sebab itu maka setengah ulama salaf menganjurkan, jika seseorang merasa gembira kelebihan yang ada pada dirinya, baik tentang harta atau tentang anak, ucapkanlah,

Ma syaa Allah, Laa Quwwata Illa Billah.

Menurut beberapa hadits yang bersumber dari Abu Hurairah, dirawikan oleh Imam Ahmad dan ada juga yang dirawikan oleh Muslim, ucapan itu adalah termasuk nilai-nilai yang mahal dalam perbendaharaan surga.

Ayat ini pulalah yang tertulis dan terpampang di dinding rumah Almarhum Haji Agus Salim, dengan tulisan air emas, huruf raq'ah yang indah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 388-389, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KEHIDUPAN YANG SEMPIT

"Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatkan-Ku, maka adalah baginya penghidupan yang sempit." (pangkal ayat 124).

Yang berpaling dari peringatan Allah itu ialah sikap hidupnya atau hawa nafsunya. Oleh sebab itu maka yang merasakan kesempitan hidup itu pun adalah jiwanya sendiri.

Maka kesempitan hidup akan dirasakan orang dari sebab berpalingnya dari peringatan Allah, baik dalam keadaan hartanya sedikit, dia miskin, atau dalam keadaan harta bendanya banyak, kaya melimpah-limpah. Dalam keadaan miskin dia kesempitan. Dalam keadaan kaya-raya dia pun lebih dalam kesempitan. Yang satu susah dan sempit dalam kesukaran. Yang satu lagi susah dan sempit dalam harta yang berlimpah-ruah. Karena jiwanyalah yang kosong hidupnyalah yang kehilangan tujuan.

Al-'Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas. Beliau ini menafsirkan, "Tiap apa saja yang Aku berikan kepada hamba-hamba-Ku, sedikitkah atau banyakkah, tetapi dia tidak bertakwa kepada-Ku, maka tidaklah dia akan merasakan senang dan bahagia. Dia selalu akan hidup dalam kesempitan."

Dan tafsir Ibnu Abbas pula, "Kamu yang telah sesat, yang berpaling dari kebenaran. Dia hidup dengan harta benda yang berlimpah-ruah, yang kelihatan seakan-akan dalam kelapangan. Lantaran itu dia jadi sombong. Maka menjadi sempitlah hidupnya, karena sangkanya selalu buruk kepada Allah dan kepercayaannya kurang. Sebab itu dia susah selalu, sempit selalu."

Adh-Dhahhak menafsirkan, "Adh-dhank (selalu dalam kesempitan) ialah karena amalan tidak ada yang baik dan sumber rezeki jarang yang halal."

Ikrimah dan Malik bin Dinar pun menafsirkan demikian.

"Dan akan Kami kumpulkan dia di hari Kiamat dalam keadaan buta." (ujung ayat 124).

Suku ayat yang pertama ialah menerangkan hidupnya yang sempit di atas dunia ini, walaupun bergelimang di atas harta banyak. Suku kedua menerangkan nasibnya di akhirat, yaitu akan dibuat matanya jadi buta.

Apa arti buta kalau sudah mengenai Hari Akhirat?

Mujahid dan Abu Saleh dan as-Suddi menafsirkan bahwa arti buta di sini ialah orang yang tidak dapat menjawab segala pertanyaan, karena di dunia hidupnya itu pun tidak terarah dengan petunjuk dan hidayah Allah. Datangnya ke dunia hanya untuk makan dan minum, untuk tidur dan bersetubuh. Untuk mengumpul-ngumpul harta, untuk menjadi budak dari harta dan benda.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 621-622, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TUTUR NABI IALAH WAHYU

"Dan, tidaklah dia bertutur dari kemauan sendiri." (ayat 3).

Ayat ini menjelaskan bahwasanya apabila Rasulullah bertutur atau bercakap mengeluarkan perkataan, tidaklah itu timbul dari kehendaknya sendiri saja. Bahkan bila ada orang berbuat suatu perbuatan di hadapan beliau, sedang perbuatan itu tidak beliau larang, melainkan beliau diam, maka diamnya itu pun jadi hujjah (alasan dan dalil) bahwa diamnya adalah tanda perbuatan itu boleh dikerjakan.

Itulah sebabnya maka dibagi Sunnah Rasul itu kepada tiga: pertama aqwaal (ucapan) beliau. Kedua, af'aal (perbuatan) beliau. Ketiga, taqrir (perbuatan orang lain) yang tidak beliau tegur.

Oleh sebab itu maka segala ucapan yang beliau ucapkan, tidaklah lepas dari batas-batas wahyu.

Dan tidaklah mungkin perkataan beliau berlawanan dengan wahyu yang beliau terima dari Allah dengan perantaraan Jibril. Sebab itu maka ayat selanjutnya menyebutkan dengan terang,

"Tidaklah dia itu melainkan wahyu yang telah diwahyukan." (ayat 4).

Ayat ini adalah sambungan dari ayat 3 sebelumnya. Bahwa beliau bercakap tidaklah dari hawa, yaitu perasaannya sendiri. Apa yang beliau ucapkan ialah menurut wahyu Allah semata-mata. Ini dijelaskan di ayat yang lain,

"Dan kalau dia mengatakan di atas nama Kami sebagian dari kata-kata, sungguh akan Kami tarik daripadanya dengan tangan kanan; kemudian itu sungguh Kami potong daripadanya tali jantungnya." (al-Haaqqah: 44-46).

Maksudnya ialah Nabi Muhammad saw. sekali-kali tidak boleh bercakap dengan sebagian perkataan semau-maunya saja, tidak berdasar kepada wahyu yang dia terima dari Allah maka dia akan ditarik dengan tangan kanan Allah.

Maka kita pun maklum bahwa Rasulullah saw. banyak bercakap, yang kita namai al-Hadits atau as-Sunnah. Percakapan Rasulullah saw. itu dicatat oleh ahli-ahli pencatat. Sebagai Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Tirmidzi, an-Nasa'i, al-Baihaqi, ad-Daruquthni, Ibnu Hibban, ad-Darimi, Ibnu Khuzaimah, Abu Dawud, dan lain-lain. Dan hadits-hadits itu teranglah bukan wahyu. Tetapi peringatan dari ayat 44, 45, dan 46 surah al-Haaqqah itu ialah bahwa Nabi saw. tidak boleh bercakap dalam keadaan berbeda perkataannya dengan barang mana pun isi wahyu Ilahi. Maka kalau wahyu datang memberikan ijmaal, datanglah uraian dari Nabi saw. secara tafshil.

Teranglah hadits-hadits itu bukan wahyu, tetapi tidak menyalahi, tidak mengubah atau menambah atau mengurangi apa yang terkandung dalam wahyu. Dikuatkan lagi oleh ayat-ayat Allah sendiri dalam Al-Qur'an,

"Dan apa pun yang didatangkan kepada kamu oleh Rasul, hendaklah kamu ambil akan dia, dan apa yang dia larang kamu, hendaklah kamu hentikan." (al-Hasyr: 7).

Dan firman Allah lagi,

"Sesungguhnya adalah bagi kamu pada utusan Allah itu teladan yang (yaitu) bagi barangsiapa yang mengharapkan (dari Allah) dan hari yang akhir dan yang ingat kepada Allah sebanyak-banyaknya." (al-Ahzaab: 21).

Pada ayat-ayat ini teranglah bahwa Allah memberikan jaminan bahwa Rasulullah saw. jika bercakap, tidaklah beliau bercakap dengan sekehendak hatinya saja, melainkan percakapan beliau tidak akan keluar dari garisan wahyu.

Setelah itu diwajibkan taat kepadanya, kerjakan perintahnya, hentikan larangannya. Di dalam surah an-Nisaa' ayat 80 tersebut dengan jelas,

"Dan barangsiapa yang taat kepada Rasul maka sesungguhnya dia itu telah taat kepada Allah. Dan barangsiapa yang berpaling maka tidaklah Kami mengutus engkau kepada mereka buat jadi penjaga." (an-Nisaa': 30).

Maksudnya ialah kalau Rasul tidak mereka taati, teranglah mereka akan dihukum oleh Allah dan Rasul tidak ada upaya buat menghalangi jika hukum itu datang. Semua orang sama di hadapan keadilan Allah.

Taat kepada Allah saja, dengan meninggalkan Rasul, sama artinya dengan kafir,

"Dan barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka bagi mereka adalah api neraka Jahannam, kekal mereka di dalamnya selama-lamanya." (al-Jinn: 23).

Orang yang kekal di neraka itu ialah orang yang kafir.

"Yang memberinya ajaran ialah yang sangat kuat." (ayat 5).

Inilah jaminan selanjutnya tentang wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad saw. itu. Bahwasanya yang mengajarkan wahyu itu kepada beliau ialah makhluk yang sangat kuat.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya bahwa yang dimaksud dengan yang sangat kuat itu ialah Malaikat Jibril.

"Yang mempunyai keteguhan." (pangkal ayat 6).

Mujahid, al-Hasan, dan Ibnu Zaid memberi arti, "Yang mempunyai keteguhan."

Ibnu Abbas memberi arti, "Yang mempunyai rupa yang elok."

Qatadah memberi arti, "Yang mempunyai bentuk badan yang tinggi bagus."

Ibnu Katsir ketika memberi arti berkata, "Tidak ada perbedaan dalam arti yang dikemukakan itu. Karena Malaikat Jibril itu memang bagus dipandang mata dan mempunyai kekuatan luar biasa."

Lanjutan ayat ialah fastawaa, artinya,

"Yang menampakkan diri yang asli." (ujung ayat 6).

Menurut riwayat dari Ibnu Abi Hatim yang diterimanya dari Abdullah bin Mas'ud, bahwasanya Rasulullah saw. melihat rupanya yang asli itu 2 kali. Kali yang pertama ialah ketika Rasul saw. meminta kepada Jibril supaya sudi memperlihatkan diri menurut rupanya yang asli. Permintaan itu dia kabulkan lalu kelihatanlah dia dalam keasliannya itu memenuhi ufuk! Kali yang kedua ialah ketika dia memperlihatkan diri dalam keadaannya yang asli itu, ketika Jibril akan menemani beliau pergi Isra' dan Mi'raj. Dalam pernyataan diri dari keasliannya itu, Nabi melihatnya dengan sayap yang sangat banyak, 600 sayap.

"Sedang dia berada di ufuk yang tinggi." (ayat 7).

Kelihatan oleh Rasulullah saw. Jibril dalam keasliannya itu, dengan 600 sayap, dan tiap sayap memenuhi ufuk.

Anas bin Malik, al-Hasan, dan Ikrimah mengatakan bahwa Nabi saw. melihat Jibril dalam keadaan demikian dengan matanya sendiri.

Ada juga orang yang memberi tafsir bahwa yang kelihatan oleh Muhammad saw. itu ialah Allah sendiri. Namun Aisyah istri Nabi saw. membantah tafsir itu sekeras-kerasnya. Kata beliau, "Engkau telah mempercakapkan sesuatu yang menyebabkan bulu romaku berdiri."

Masruq (seorang tabi'in) berkata, "Harap tenang!", Lalu Masruq membaca ayat,

"Sesungguhnya dia telah melihat ayat-ayat dari Tuhannya yang besar." (an-Najm: 18).

Lalu Aisyah menjelaskan, "Ke mana engkau terbawa hai Masruq. Yang dimaksud ayat ini bukan Allah tetapi Jibril! Siapa yang memberitakan kepadamu bahwa Muhammad saw. pernah melihat Tuhannya? Siapa yang mengatakan kepadamu bahwa dia Nabi saw. menyembunyikan, tidak menyampaikan apa yang disuruh Allah menyampaikan? Siapa yang mengatakan kepadamu bahwa Muhammad mengetahui lima perkara (seperti tersebut di akhir surah Luqmaan). Siapa yang mengatakan semuanya itu, dia telah membuat dusta. Beliau saw. hanya melihat Jibril dan dia melihat Jibril dalam keasliannya hanya 2 kali."

"Maka Dia pun mewahyukan kepada hamba-Nya apa yang hendak Dia wahyukan." (ayat 10).

Pada ayat inilah baru dijelaskan bahwa wahyu itu datang dari Allah Ta'aala sendiri dan Jibril hanyalah sebagai pembawa wahyu belaka.

Menurut riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Asakir dengan sanadnya dari Habbar bin al-Aswad dan beberapa ahli hadits yang lain, Utbah anak Abu Lahab ketika akan pergi ke negeri Syam menyuruh orang menyampaikan pesannya kepada Rasulullah saw. bahwa dia tidak percaya sama sekali berita tentang Malaikat Jibril membawa wahyu kepada Rasulullah saw. Utbah mengatakan kepada orang banyak,

"Ketahuilah olehmu sekalian bahwa aku tidak percaya dan kafir terhadap riwayat yang dikatakan Muhammad itu bahwa Jibril telah mendekat kepadanya untuk menyampaikan wahyu itu."

Berita ini pun disampaikan orang kepada Rasulullah saw. Mendengar sanggahannya itu bersabdalah Nabi,

"Allah akan mengirim salah satu dari anjing-anjing-Nya."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 533-538, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Ibnu Abbas menjelaskan bahwa barangsiapa yang bersungguh-sungguh membaca dan memerhatikan Al-Qur'an tidaklah dia akan tersesat di dunia ini dan tidak pula dia akan celaka di akhirat.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 620, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).


KLIK DISINI: TENTANG PEMBERANTASAN LCBT (LINGKARAN CHURAFAT BID'AH TAHAYUL) TERKUTUK

"Padahal cukuplah Jahannam jadi pembakar." (ujung ayat 55).

Jalan yang benar hanya satu.

Jalan yang salah bersimpang siur.

Menolak kebenaran, tidak lain, hanyalah mempersulit diri sendiri.

Di ujung ayat yang lampau telah dikatakan Allah, barangsiapa yang membelok daripada jalan yang lurus, Jahannam atau neraka, itulah akan tempatnya.

Tidak lain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 328, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SEDERHANA BERPIKIR 

Setelah pikiran mantap, kita pun bebas menyatakan kepada orang lain. Alat yang terutama untuk menyatakan pikiran ialah dua macam. Pertama, kata-kata dan kedua, tulisan.

Orang pendusta yang pepat di luar pancung di dalam, munafik, adalah menyakiti dirinya sendiri. Dia berusaha mencari teman, tetapi yang sebenarnya akan dekat dengan dia, orang-orang yang sama munafik, pendusta, pembohong dan pengecut pula. Dia menyiksa dirinya sendiri. Bekas perbuatannya nyata ke muka umum. Bagaimana dia akan bersembunyi? Padahal buktinya nampak? Tak ubahnya dengan anak-anak pencuri dendeng di dalam almari makanan ibunya. Dia menyangkal seketika ditanyai, tetapi mulutnya berminyak.

SIAPAKAH YANG DITUNGGU OLEH UMAT?

Orang yang berkata terus terang kepadanya, walaupun pahit bunyinya. Yang mengata-ngatainya untuk kemaslahatannya, yang menempelengnya kalau perlu, sebab dia cinta, sebagaimana seorang ayah menempeleng anaknya. Yang menyatakan pendiriannya tentang soal hidup, walaupun mula-mula tidak akan diterima orang. Sebab sudah lazim masyarakat senang pada yang lama dan enggan kepada yang baru.

Yang akan membawanya ke muka, bukan yang memundurkannya ke belakang. Bukan yang menganggukkan kepala, tetapi hatinya kepada yang lain. Bukan yang mulutnya berkata, "Ya", tetapi perasaan halusnya berkata, "Tidak". Yang mengorbankan kesenangannya sendiri untuk maslahat orang banyak. Bukan memperkuda-kuda orang banyak bagi maslahat dirinya.

Katakan terus terang apa yang terasa di hati, asal engkau yakin itu benar. Itulah sifat sederhana. Kalau telah yakin bahwa kita berdiri pada kebenaran, walaupun orang akan menolak, percayalah bahwa nanti akan diterimanya juga.

Penulis yang merdeka pikiran harus tegak di muka masyarakat. Sebagaimana kedudukan penganjur-penganjur umat juga. Bermacam-macam usaha yang dilakukan untuk menyatakan pikiran. Dengan buku, dengan hikayat, dengan surat-surat kabar.

Di samping nama Zaglul di Mesir, ada nama Muhammad Abduh, yang buah penanya mendorong Mesir tampil ke muka, dengan pikiran-pikirannya yang berdasar keagamaan, ada Kasim Amin pembela kaum perempuan. Ada Manfaluthi dan Rafi'ie penegak kesusasteraan. Di antara mereka ada yang kebencian orang sesama hidupnya, tetapi dijunjung-junjung sesudah matinya.

Wells, Huxly, Bernard Shaw, Kipling, adalah penulis-penulis yang ikut memasukkan "modal" memperkokoh sejarah Inggris.

Victor Hugo, Emile Zola, Anatole France, ikut pula memasukkan pokok dalam memperteguh riwayat Prancis. Emile Zola, sehabis masuk kubur baru orang teringat menghormatinya!

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 184-188, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

"Dan sesungguhnya adzab akhirat itu lebih pedih dan lebih kekal." (ujung ayat 127).

Dengan mati semua sudah selesai.

Tetapi setelah lepas dari mati, sebagai pintu keluar terakhir dari alam dunia dan pintu pertama dari alam akhirat. Waktu itulah baru mulai adzab akhirat yang tidak ada penutupnya lagi. Itu sebabnya maka adzab akhirat lebih kekal.

Itulah sebabnya maka ajaran tauhid menyuruh kita membebaskan diri dari pengaruh dan perbudakan benda, lalu mewujudkan satu tujuan saja, yaitu kepada Allah Yang Maha Kuasa atas tiap-tiap benda dan Maha Pencipta dari benda itu dan Maha Pencipta dari diri kita sendiri.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 623, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Sabar yang indah." (ujung ayat 5).

Apa maksudnya sabar yang indah? Maksudnya ialah sikap tenang, tidak lekas marah, tidak naik darah. Terima cemoohan itu dengan senyum simpul. Jangan termenung dan putus asa, lanjutkan usaha dan jangan berhenti di tengah jalan. Shabran Jamilaan adalah amat perlu bagi seorang pemimpin, bagi seorang Rasul. Karena manusia yang membantah dan menyatakan tidak percaya itu sebagian besar adalah manusia-manusia yang kerdil jiwanya.

Mereka sombong karena mereka tidak tahu dan tidak mau tahu latar belakang atau sesuatu yang dihadapi di muka. Akan datang masanya kelak orang-orang seperti demikian menjadi manusia-manusia yang lebih hina daripada cacing, karena tidak ada pertahanan jiwanya seketika percobaan datang.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 307, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Ketahuilah! Hanya untuk Allah agama yang murni."

Di lahir kerja baik, di batin hanya suatu niat buruk, semata untuk mencari pujian manusia. Maka di akhirat kelak rahasia ini akan dibuka Allah. Atau sebaliknya kita sudah bekerja dengan niat yang ikhlas, namun manusia masih menganggap tidak ikhlas. Manusia tidak juga menerimanya dengan baik. Karena tidak semua orang menyukai kita; sebanyak yang senang, sebanyak yang benci. Maka di akhirat itu kelak Allah pula yang akan mengobat jerih kita, memberikan penghargaan, memberikan pengakuan bahwa perbuatan dahulu itu benar-benar agama yang murni untuk Allah!

"Sesungguhnya Dia adalah Maha Mengetahui apa yang tersembunyi di dalam dada." (ujung ayat 7).

Ujung ayat adalah memberi peringatan kepada orang yang iman telah mulai bertumbuh dalam jiwanya. Ini sajalah ingat! Yaitu bahwa tempat engkau bertanggung jawab adalah Allah Ta'aala sendiri. Dia tahu apa isi dadamu! Engkau ikhlas atau culas, engkau jujur atau curang. Engkau bekerja karena Allah atau karena cari popularitas, Allah-lah yang tahu isi dadamu! Maka itu tak usah engkau kecil hati jika engkau bekerja yang baik dan jujur masih saja diterima salah oleh masyarakat. Atau tidak perlu engkau membasuh muka membuat berbagai reklame dan iklan menyatakan amalmu adalah karena Allah, untuk membela diri. Isi dadamu Allah yang tahu!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 13, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TINGKATAN-TINGKATAN AMAL

"Dan, bagi tiap-tiap orang ada beberapa derajat dari apa yang mereka amalkan." (pangkal ayat 132).

Di dalam ayat ini terdapat kalimat darajaat sebagai kata banyak (jamak) dari kalimat derajat. Darajat dengan tidak memanjangkan pada huruf "jim" berarti satu tingkat dan darajat dengan memanjangkan huruf "jim" artinya ialah tingkat bertingkat. Laksana anak-anak tangga yang dinaiki, dipanjat, dan digagai sampai tercapai puncak yang di atas sekali. Maka, di dalam ayat ini, Allah berfirman bahwa tiap-tiap orang di dalam satu amalan yang dia amalkan, dengan berangsur dia akan naik sejak dari anak tangga pertama sampai kepada anak tangga yang di atas sekali.

Dalam Al-Qur'an banyak terdapat ayat-ayat yang menerangkan bahwa dalam perjuangan hidup di dunia ini, seorang dapat mencapai derajat-derajat yang tinggi. Dalam surah al-Mujadalah, dijelaskan bahwa Allah akan mengangkat orang yang berilmu pengetahuan dan beriman beberapa derajat sampai tinggi. Ibarat kesungguh-sungguhan orang yang bertugas melakukan tugasnya dapat menaikkan kariernya lebih tinggi dan begitu pulalah karier seorang Mukmin bisa naik mencapai tingkat-tingkat tertinggi dengan tidak ada batasnya jika diukur dengan ukuran kebendaan. Sebab, ini adalah termasuk dalam alam ruhaniyah.

Misalnya, dalam tingkat pertama orang menjadi seorang Muslim (menyerah diri kepada Allah) naik menjadi Mukmin (beriman teguh), shalihin (berbuat berbagai kebajikan), naik lagi menjadi muttaqin (orang yang bertakwa), naik lagi menjadi imam lilmuttaqin (menjadi imam, contoh teladan bagi orang muttaqin lainnya), sampai kepada derajat muqarrabin (yang terdekat kepada Allah).

"Dan, tidaklah Tuhan engkau lalai dari apa yang mereka amalkan." (ujung ayat 132).

Ujung ayat ini adalah lanjutan pasti dari pangkalnya. Tegasnya, bahwa sekalian amalan yang diamalkan oleh seorang hamba tidaklah sedikit pun lepas dari tilikan Allah. Ujung ayat ini adalah peringatan bagi setiap orang yang hendak beramal. Janganlah dia mengharapkan tilikan dari sesama manusia, agar jangan jatuh kepada riya. Tidaklah semua manusia akan dapat memerhatikan apa pun pekerjaan yang kita kerjakan. Janganlah mengharap pujian dan penghargaan sesama manusia dan jangan pula takut akan celaannya. Sebab, nilai penghargaan manusia itu tidaklah sama. Tanyakanlah hati sendiri di dalam mengamalkan satu perbuatan. Ridha siapakah yang akan kita harapkan. Kalau yang kita harapkan itu ridha manusia, payahlah itu akan tercapai dan mungkin hati kita akan patah. Hadapkanlah segala tujuan kepada Allah dan Allah tidaklah sedikit pun lalai di dalam memerhatikan perbuatan hamba-Nya sehingga bertambah naik mutu suatu amalan, bertambah kenaikan derajat iman setangga demi setangga dan setingkat demi setingkat.

Karier kenaikan tingkat di sisi Allah inilah yang akan menentukan kedudukan dan martabat bahagia kita, sejak dari dunia sampai kepada akhirat.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 285-286, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Karena Dia akan menguji kamu, manakah di antara kamu yang terlebih baik amalannya."

Maka di antara hidup dan mati itulah kita mempertinggi mutu amalan diri, berbuat amalan yang terlebih baik atau yang bermutu. Tegasnya, di sini dijelaskan bahwa yang dikehendaki Allah dari kita ialah ahsanu amalan, amalan yang terlebih baik, biarpun sedikit, bukan amalan yang banyak tetapi tidak bermutu. Maka janganlah beramal hanya karena mengharapkan banyak bilangan atau kuantitas, tetapi beramallah yang bermutu tinggi walaupun sedikit, atau berkualitas.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 240, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

UMAT MANUSIA ADALAH SATU

"Dan ketahuilah bahwasanya ini semua adalah umatmu, umat yang satu. Dan Akulah Tuhanmu, maka takwalah kepada-Ku." (ayat 52).

Orang Yahudi mengatakan orang Kristen "tidak sebuah juga". Orang Kristen mengatakan orang Yahudi kena kutuk. Dengan ayat ini Nabi Muhammad saw. yang membangunkan agama Islam ini dan mengembalikan hakikat agama ke titik tolaknya yang pertama, yaitu tauhid Ilahi dan ittihad insani (kesatuan Tuhan dan persatuan manusia). Namun setelah Nabi wafat, kian lama umat Muslim pun ditimpa penyakit itu pula.

Mereka pun membanggakan, bahwa mereka sajalah yang benar sendirinya, merekalah umat yang terpilih, meskipun mereka tidak pernah menuruti dan mematuhi ajaran Nabi Muhammad saw.

Malahan, kalau dalam ayat ini dinyatakan persatuan seluruh umat manusia di bawah bendera tauhid yang asli, sebagai pokok ajaran agama, sehingga tidak ada perbedaan di antara bangsa dengan bangsa, kecuali karena takwanya, penyakit perpecahan dan bergolongan itu timbul dalam kalangan masyarakat Islam sendiri.

Di antara Madzhab Sunni sesama Sunni pun timbul perpecahan dan putus hubungan, pengikut Syafi'iyah merendahkan pengikut Maliki, Hanafi menyalahkan Hambali padahal asalnya hanyalah karena perlainan pendapat Ijtihadiyah. Timbullah ta'ashub. Madzhab akulah yang benar. Madzhab-mu salah belaka.

"Mereka putuskan sendiri hubungan di antara mereka, sampai terpecah-belah, cerai-berai, centang-perenang, porak-poranda." (al-Mu'minuun: 53).

Hai orang-orang yang mengaku dirinya pengikut Muhammad, yang mengaku sebaik-baik umat dikeluarkan di antara manusia, mengapa begini jadinya kita?

Nabi kita mengkritik perpecahan manusia, mengajarkan, bahwa umat manusia adalah umat yang satu tidak pandang agama. Sebab yang dipandang adalah kebaktian tunggal kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sekarang apa yang dikritik habis-habisan itu terjadi atas diri kita sendiri, umat Islam.

Agama tetap yang satu itu juga, Islam. Pegangan tetap yang satu itu juga, Al-Qur'an, dan kiblat tetap yang satu itu juga, Ka'bah.

Perpecahan timbul adalah karena kebodohan, karena kesempitan paham, karena hendak benar sendiri.

Salah satu pokok kesalahan berpikir adalah karena yang disangka agama hanyalah perkara hukum-hukum ijtihadiyah atau soal furu.

Atau karena hendak memaksa orang taqlid. Dan lebih celaka lagi kalau kekuasaan memerintah dipaksakan menyuruh orang taqlid.

Orang lupa, bahwa agama bukanlah semata-mata membincang hukum halal haram, bukan haram kata si anu dan makruh kata si fulan. Bukan wajib kata Syekh kami dan sunnah kata Syekh engkau.

Pokok agama adalah akhlak karimah, budi yang mulia. Ukhuwah Islamiyah, persaudaraan dalam Islam dan dasarnya ialah tauhid keesaan Ilahi.

Apabila umat manusia mengukur kepentingan yang besar kepada diri sendiri, menjadi besarlah urusan yang kecil. Tetapi kalau kepentingan diri dileburkan kepada kesatuan yang besar, maka urusan yang besar pun dipandang kecil.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 199-201, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Guru saya, A.R. St. Mansur, pernah mengatakan,

"Dalam agama ini, seumpama kita lahir dua kali, kelahiran yang pertama, yaitu kita dalam Islam. Tetapi setelah kita dewasa kita harus lahir sekali lagi. Kita pelajari agama itu sedalam-dalamnya dan kita sesuaikan hidup kita dengannya. Kemudian kita pelajari pula agama yang lain supaya sebagai orang Islam kita mengetahui apa persamaan kita dan apa pula perbedaan kita."

Orang yang telah melemburkan dirinya kepada agamanya sendiri, apa pun agama yang dipeluknya, sekali-kali tidak ada kesempatan untuk membenci pemeluk agama lain.

(Buya HAMKA, Pribadi Hebat, Hal. 96, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2014).

Ketika revolusi hebat terjadi di Bukittinggi sekitar Tahun 1947, ayat-ayat dari surah al-Balad inilah yang diselidiki lebih mendalam dan diambil nilai-nilainya untuk dasar perjuangan Partai Masyumi oleh pemimpin Masyumi di Sumatera Barat waktu itu, saudara Darwis Thaib, yang telah menyandang gelar adat pusaka, Datuk Sidi Bandoro.

Bagi beliau waktu itu, kerjasama di antara Masyumi dengan Muhammadiyah mestilah sangat dieratkan.

Dia tertarik kepada pergerakan Muhammadiyah, terutama di bawah pimpinan Abuya Ahmad Rasyid Sutan Mansur, karena Muhammadiyah telah dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin partai yang gigih memperjuangkan Islam dalam Masyumi, terutama di Sumatera.

Sebab Abuya Sutan Mansur memang sejak lama telah membentuk kader-kader Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 587-591, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Satu kalimat pun engkau diajarnya, dia adalah Syeikhmu."

(Buya HAMKA, Ayahku, 439, PTS Publishing House Malaysia, 2015).

PRIBADI HEBAT

Kemajuan pribadi suatu bangsa dan kemerdekaannya tidak akan tercapai jika belum ada kemajuan dan kemerdekaan pribadi individu. Tanda-tanda menunjukkan bahwa derajat kemajuan dan kejayaan yang didapat oleh beberapa manusia di bidang yang dimasukinya, dapat pula dicapai oleh orang lain asalkan orang itu mempunyai pribadi yang kuat. Kemajuan pribadi sendiri akan menentukan tempat kita yang pantas dalam pergaulan hidup di bidang apa pun.

KEPADA PEMUDA:

"Bebanmu akan berat. Jiwamu harus kuat. Tetapi aku percaya langkahmu akan jaya. Kuatkan pribadimu!"

-HAMKA-

(Buya HAMKA, PRIBADI HEBAT, Hal. xvii, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2014).

"Maka sesungguhnya akan Kami periksa orang-orang yang dikirim (rasul-rasul) kepada mereka itu dan sesungguhnya akan Kami periksa rasul-rasul itu sendiri." (ayat 6).

Sebagai sambungan dari ayat yang sebelumnya, setelah negeri itu binasa porak-poranda, urusan belumlah selesai sampai di itu saja. Manusia yang telah terkena siksaan Allah itu akan ditanyai: Mengapa kamu jadi begini? Mengapa kamu menjadi zalim sehingga mendapat siksaan dan malapetaka yang begini dahsyat? Bukankah telah Kami utus kepadamu rasul-rasul? Tidakkah kamu pedulikan seruan mereka? Bagaimana saja cara sambutanmu kepada rasul-rasul Allah itu? Rasul-rasul itu sendiri pun akan diperiksa dan ditanyai: Mengapa orang ini jadi begini? Bagaimana sambutan mereka atas seruan kamu atau perintah yang Allah suruh kamu menyampaikannya?

Berkata Ibnu Abbas,

"Arti ayat ialah Allah akan menanyakan kepada mereka yang didatangi Rasul itu, bagaimana sikap mereka menyambut apa yang disampaikan oleh rasul-rasul? Dan Rasul-rasul akan ditanya, Bagaimana mereka menyampaikan atau menablighkan seruan Allah itu?"

Ayat ini penting diperhatikan, khusus untuk memerhatikan arti dari tanggung jawab. Tiap-tiap kita akan diperiksa, bagaimana pertanggungjawaban kita tentang kewajiban yang dipikulkan terhadap kita. Kalau umat tidak terlepas dari tanggung jawab bagaimana mereka menyambut Rasul, dan Rasul tidak lepas dari pertanggungjawaban bagaimana mereka melaksana perintah Allah buat bertabligh kepada manusia, niscaya dapatlah kita memahamkan bahwa kita ini semuanya adalah memikul tanggung jawab. Sebab, kita terpimpin oleh atasan kita dan kita memimpin akan bawahan kita. Raja memimpin rakyat, ayah memimpin anak, suami memimpin istri, istri memimpin dalam rumah tangga suaminya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 376-377, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KLIK DISINI: FATWA BUYA HAMKA TENTANG PEMIMPIN

KLIK DISINI: UNTOLD STORY BUYA HAMKA DAN MAULID NABI SAW./MADZHAB YANG BENAR DARI AHLI SUNNAH WAL JAMAAH (ASWAJA)

"Pada hari betis akan disingkapkan." (pangkal ayat 42).

Kata-kata begini adalah satu di antara gambaran tentang hari Kiamat kelak, yang sama arti ungkapannya dengan bersingsing celana, karena akan menyeberangi suatu penyeberangan yang sangat sulit sebagaimana "bersingsing lengan baju" diungkapkan untuk orang yang akan menghadapi pekerjaan berat atau bekerja keras. Maka akan datanglah masanya kelak betis tiap-tiap orang akan disingkapkan atau tersingkap karena menghadapi suatu masalah besar.

"Dan mereka dipanggil untuk bersujud."

Di hadapan Tuhan Sarwa Sekalian Alam.

"Tetapi tidaklah mereka sanggup." (ujung ayat 42).

Ibnu Abbas menjelaskan tafsir dan ayat bahwa betis tersingkap itu ialah dari sangat hebat dan dahsyatnya suasana pada hari Kiamat itu. Mereka disuruh sujud, namun badan tidak dapat dibawa sujud, rangkit seluruh badan, kaki tidak mau dilipatkan. Sebabnya ialah karena waktu hidup di atas dunia tidak mau bersujud dan tidak pernah melakukannya. Apabila diajak orang supaya bersujud, dihapuskannya saja seruan orang itu dengan mengejek. Karena merasa bahwa dirinya terlalu besar dan megah. Lantaran itu tidaklah patut orang semacam dia akan mencecahkan keningnya ke tanah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 282-283, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Marilah kita berjalan di atas garis yang ditentukan Allah, itulah Jalan Allah (sabilillah), menuju kembali ke tempat asal kita datang dahulu; Surga Jannatut 'Adn!

Ya Allah, ya Tuhanku, ya Rabbi, ya Karim! Terimalah hamba-Mu ini. Aamiin.

(Buya HAMKA, Kesepaduan Iman Dan Amal Saleh, Hal. 150-151, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

ENGKAU AKAN MATI

"Sesungguhnya engkau akan mati dan mereka pun sungguh akan mati pula." (ayat 30).

Engkau (wahai Rasul Kami) dan mereka semua akan berkumpul ke hadirat Allah di hari Kiamat. Tidak ada seorang pun yang akan dapat mengelakkan diri daripada maut.

"Kemudian dari itu, sesungguhnya kamu semuanya di hari Kiamat, di sisi Tuhan kamu akan berbantah-bantahan." (ayat 31).

Bagaimanapun besarnya perbantahan itu kelak, namun yang selamat berbahagia ialah orang-orang yang beriman, ikhlas, dan bertauhid. Dan yang akan menderita ialah yang kafir, tidak mau percaya, menolak, membantah, mendustakan dan mempersekutukan.

Perbantahan di dunia akan diulangi lagi di akhirat, bukan lagi menegakkan hujjah pada diri masing-masing, melainkan keluhan yang bersalah dan penyesalan dan yang taat, mengapa mereka tidak mengacuhkan tatkala hidup di dunia dahulu.

Dan terjadi pula perbantahan di antara pengikut yang disesatkan oleh pemimpin-pemimpin itu sendiri sebagaimana tersebut pada surah-surah yang lain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 32, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

YANG MEMBUAT KITA GAGAL

Termasuk orang gila angan-angan ialah pemeluk suatu agama yang berangan-angan ia akan masuk ke dalam surga di akhirat kelak sebab ia pemeluk agama itu.

Ia-lah yang akan masuk surga kelak sebab ia orang Islam!

Ia-lah yang akan masuk surga kelak, sebab ia orang Kristen.

Ia-lah yang akan masuk surga kelak sebab ia orang Yahudi.

Padahal, perintah agama yang dipeluknya itu tidak pernah dikerjakannya, larangannya tidak pernah dihentikannya, ia hidup di dunia semau hati, semau gue! Bagi kita orang Islam patokan akan masuk surga itu sudah dijelaskan: beriman dan beramal saleh. Beriman di dalam hati sanubari, beramal saleh sebagai pembuktian dalam perbuatan.

Kalau keduanya tidak ada, janganlah berangan hendak masuk surga!

(Buya HAMKA, Kesepaduan Iman Dan Amal Saleh, Hal. 146, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Tafsir al-Azhar disusun di zaman pikiran kaum Muslimin sedang bangkit untuk mencari sumber telaga air yang jernih dari ulunya dalam hal agama, sesudah beratus tahun tidak ada kesempatan demikian.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 559, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Terkait metodologi penafsirannya, Tafsir Al-Azhar mengambil sumber secara berturut-turut dari Al-Qur'an, Assunnah, aqwal (perkataan) para sahabat Nabi, aqwal tabi'in, kitab-kitab tafsir muktabar.

insists.id/dari-warisan-untuk-masa-depan-seminar-sehari-butir-butir-pemikiran-buya-hamka

TIMBUL, BERKEMBANG, DAN HANCURNYA SUATU UMAT

Jangan merasa bahwa kalau kita telah bernama Islam, lahir dalam kalangan Islam, kita sudah lebih mulia daripada segala manusia di dunia ini, padahal Islam itu sendiri tidak diamalkan.

Jangan sampai Al-Qur'an dibaca, dilagukan, membaca Yaasiin tiap malam Jum'at, padahal isinya tidak dijadikan pedoman hidup.

Jangan sampai peraturan Allah yang jelas dan terang dihelah-helah dan diputar-putar karena menginginkan keuntungan yang sedikit. Sebab, kalau demikian, kita pun akan disumpah Allah menjadi monyet.

Jangan sampai Al-Qur'an itu dipegang dengan acuh tak acuh, tidak membekas kepada kehidupan sehari-hari. Karena dengan demikian alam ini akan dijadikan Allah jadi bencana kepada kita, sehingga gunung akan menimpa kita.

Barulah kita menjadi Muslim yang sebenarnya apabila pedoman-pedoman yang diberikan Al-Qur'an itu benar-benar kita jadikan pegangan hidup.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 593-594, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Sungguh buruklah apa yang telah mereka perbuat itu." (ujung ayat 63).

Berkata, Habru Hadzihil Ummah (Gelar Ibnu Abbas: Pendeta umat ini), "Tidak terdapat dalam Al-Qur'an ayat yang sampai sekarang ini."

Artinya ayat ini adalah satu hardikan keras kepada ulama, apabila mereka telah lalai memberi bimbingan dan petunjuk, dan tidak lagi menjalankan amar ma'ruf nahi mungkar.

Sebagaimana kata Ibnu Abbas dan Hudzaifah yang pernah kita salinkan dahulu dari ini, janganlah kita seenaknya saja melemparkan segala yang pahit-pahit untuk Bani Israil dan yang manis-manis saja buat kita.

Ayat ini adalah peringatan bahwasanya keruntuhan akhlak umat, sebagian besar terpikul tanggung jawabnya ke atas pundak ulama.

Umat salah berbuat dosa karena bodohnya, namanya saja pun orang awam.

Tetapi ulama berdiam diri adalah lebih salah, karena mereka tahu.

Sebab itu di ayat 62 diterangkan bahwa amat jahatlah pekerjaan orang-orang awam itu, sedang di ayat 63, diterangkan bahwa amat jahat pulalah apa yang telah diperbuat oleh pendeta dan orang alim mereka!

Apa saja yang mereka kerjakan?

Maka dapatlah kita memahamkan bahwa ulama itu di dalam Islam bukanlah semata-mata berarti orang pandai, orang alim atau sarjana; melainkan merangkap juga menjadi pemimpin ruhani orang banyak.

Ulama-ulama Yahudi menghafal ayat Taurat, karena membangkang memegang hukum, tetapi kalau hukum akan mengenai orang besar-besar, mereka segan.

Padahal, apakah tidak mungkin perangai ini pun menimpa kepada ulama Islam sendiri?

Berapa banyak ulama yang tekun menghafal Al-Qur'an, Hadits, fiqih, dan sebagainya, tetapi mereka tidak mau turun ke bawah, kepada orang awam buat memimpin ruhani mereka dan akhlak mereka.

Oleh Imam Ghazali, ulama-ulama yang tidak melakukan amar ma'ruf, nahi mungkar, diberi cap ulama su', ulama jahat.

Karena kalau mereka mengaku waratsatul anbiya, menerima waris Nabi, tidaklah boleh mereka menyia-nyiakan waris itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 737-738, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan untuk mereka adalah seburuk-buruk tempat." (ujung ayat 25).

Kalau semasa di dunia dia menjadi timpaan segala kutuk dan laknat,

Di akhirat disediakanlah baginya tempat yang paling buruk itu yaitu,

Neraka Jahannam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 66, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Sebagaimana perkataan Ibnu Ruslan,

"Orang yang alim kalau tidak mengamalkan ilmunya akan diazab sebelum orang yang menyembah berhala."

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 66, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

JANGAN SOMBONG

"Tiap-tiap sesuatunya itu." (pangkal ayat 38).

Yaitu sejak dari mendurhakai ibu bapak, berkata kasar kepada keduanya, membuang-buang harta (mubazir), boros ataupun bakhil, mendekat kepada zina, membunuh anak karena takut miskin, mendekati harta anak yatim, kecurangan berniaga, melalaikan janji, menurut-nurut saja tanpa berpikir, dan sombong semuanya itu,

"Adalah kejahatannya kepada Allah, amat dibenci." (ujung ayat 38).

Sama sekali itu adalah budi yang rendah, akhlak tercela yang menunjukkan bahwa orang yang berperangai demikian belum dapat dimasukkan ke dalam hitungan orang yang beriman.

Akhirnya, sebagai pengunci peringatan-peringatan budi pekerti luhur yang terpuji atau budi rendah yang tercela, berfirmanlah Allah,

"Demikian itulah setengah daripada hikmah yang diwahyukan oleh Tuhan engkau kepada engkau." (pangkal ayat 39).

Artinya, itu barulah setengahnya, belum semua. Lalu diperingatkan lagi oleh Allah sumber sejati dari akhlak Muslim itu, yang darinyalah timbul segala cabang akhlak, yaitu Dan janganlah engkau jadikan beserta Allah Tuhan yang lain.

"Ketika pedoman hidup ini dimulai menjelaskannya, dia telah dimulai lebih dahulu." (ayat 22).

Dengan seruan itu juga, yaitu jangan dipersekutukan yang lain dengan Allah. Kalau Allah dipersekutukan, engkau akan tercela, engkau akan terhina. Sekarang demikian jugalah halnya. Kalau engkau persekutukan yang lain dengan Allah,

"Niscaya dilemparkan engkau ke dalam Jahannam, dalam keadaan tercela lagi terbuang." (ujung ayat 39).

Dengan ayat 22 dimulai dan dengan ayat 39 disudahi satu peringatan dan hikmah Allah yang akan dijadikan pegangan dalam hidup. Oleh sebab itu, pandangan seorang Muslim terhadap akhlak bukanlah dia semata-mata etika atau sopan santun pergaulan hidup, agar kita dapat hidup di tengah-tengah masyarakat. Lebih dari itu, dimulai dengan keinsafan atas tujuan hidup kita, yaitu menyatukan hadapan pikiran kepada Zat Yang Maha Esa dan Kuasa. Dari sana kita memulai langkah. Itu yang kita jadikan pedoman dalam perjalanan. Itu pulalah tujuan kita yang terakhir.

Dia hanya satu tiada Tuhan melainkan Dia.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 289-290, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PENDIRIAN YANG TEGAS

"Dan, jika engkau ikut kebanyakan orang yang di bumi ini, niscaya akan mereka sesatkan engkau daripada jalan Allah." (pangkal ayat 116).

Maka dari itu, seorang Mukmin, seorang pengikut langkah Muhammad saw. wajiblah selalu menyandarkan jiwanya pada petunjuk Allah, pada agama yang benar.

Hendaklah seorang yang beriman membawa wahyu Allah dengan sebenar-benar bacaan.

Imam Syafi'i mengatakan, meskipun betapa lanjut dan istimewa pendapat beliau, hanyalah dijaminnya kebenarannya selama pendapatnya itu sesuai dengan hadits yang shahih.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 255-256, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Buya HAMKA ...

Kisahmu menjadi panutan ...

Tentang bagaimana seorang Muslim selayaknya berkepribadian ...

(Rusydi HAMKA, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

IMAN MENIMBULKAN CINTA

Ibnu Abbas menceritakan tentang kecintaan orang kepada orang yang beriman dan beramal saleh itu demikian,

"Dijadikan Allah dalam hati hamba-hamba Allah rasa sayang kepadanya. Tidak bertemu dengan dia seorang yang ada iman pula, melainkan terus merasa hormat. Bahkan orang-orang musyrik dan munafik pun terpaksa membesarkannya."

Sayyidina Ustman bin Affan berkata pula,

"Tidaklah seorang hamba mengerjakan amal yang baik ataupun amal yang buruk, melainkan pastilah Allah Yang Maha Kuasa akan memperlihatkan bekas amal itu pada laku perangainya."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 525-526, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

FALSAFAH HIDUP

Siapa saja yang berat kebaikannya, bahagialah yang akan dihadapinya, kekal di dalam surga Jannatun Na'im.

Jika kejahatan yang memang lebih berat, sedang kebaikan hanya sedikit, gelaplah mukanya. Terbentanglah neraka Jahanam, sampai selesai diterima hukuman yang setimpal.

Demikianlah kita menempuh hidup; lahir, berjuang, dan akhirnya mati.

Betapa jua pun kita harus percaya, bahwa kebaikan juga yang menang.

Sebab itu, hendaklah kita percaya penuh dengan IMAN, dan baik sangka kepada Tuhan.

Itulah FALSAFAH HIDUP.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 428, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

KEPERCAYAAN ASLI

"Kepada-Nya-lah bertawakal sekalian orang yang bertawakal." (ujung ayat 38).

Karena kesempurnaan dari iman dan tauhid ialah bertawakal, yaitu berserah diri sebulat dan sepenuhnya.

Tawakal adalah buah dari iman.

Tidak mungkin jadi seorang yang mengaku beriman kalau tidak bertawakal.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 40, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AMAL YANG PERCUMA

Tadi telah dinyatakan bahwasanya akibat dari iman ialah amal. Tidak mungkin ada iman dengan tidak ada amal, yang sebenar-benar amal, kalau tidak timbul dan iman.

Banyak kelihatan orang berbuat baik, padahal ia tidak beriman. Ia beramal, padahal tidak dari sumber telaga iman.

Dengan tegas Allah menyatakan bahwasanya orang yang mempersekutukan Allah dengan yang lain, percumalah amalnya.

Tenaga sudah habis, diri sudah payah padahal amal tidak diterima Allah.

"... Sekiranya mereka mempersekutukan Allah, pasti lenyaplah amalan yang telah mereka kerjakan." (al-An'aam: 88).

Jangankah orang lain, Nabi Muhammad saw. sendiri pun, atau nabi-nabi dan rasul sebelumnya, jika ia mempersekutukan Allah dengan yang lainnya, amalnya pun tertolak dan percuma.

"Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, "Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi." (az-Zumar: 65).

Tentu saja iman yang baik menimbulkan amal yang baik dan amal yang baik tidak akan ada kalau pohonnya, yaitu iman yang baik, tidak ada.

Demikianlah sangat halusnya bekas tauhid itu di hati seorang Mukmin. Itu pula sebabnya seluruh kebajikan yang dikerjakan itu, bagi seorang Mukmin tempatnya bertanggung jawab hanyalah semata-mata kepada Allah.

Beramal dan berbuat baik yang hanya semata-mata mengambil muka kepada masyarakat, mengharap puji sanjung masyarakat, disebut riya. Dan riya disebut syirik yang amat halus.

Berbudi yang baik dan bergaul yang baik termasuk amal. Di sinilah perbedaan akhlak Islam dengan etika pergaulan hidup berbuat biasa. Dalam etika pergaulan hidup, asalkan seseorang berbuat baik kepada masyarakat, walaupun jiwanya sendiri runtuh karena kehilangan kepercayaan kepada Allah, tidak akan ada yang mengoreksi. Belum tentu alamnya akan diterima Allah. Orang yang beramal karena mengharapkan puji sanjung manusia, selamanya tidaklah akan merasa kepuasan di dalam hidupnya, karena tidak akan ada penghargaan yang baik dari masyarakat. Tidaklah akan terobat hati berbuat baik, kalau hanya penghargaan masyarakat yang kita minta di dalam beramal.

Suatu amal yang timbul bukan dari iman pada hakikatnya adalah menipu diri sendiri. Mengerjakan kebaikan tidak dari hati adalah berdusta. Kalau sekiranya suatu masyarakat menegakkan kebaikan tidak dari iman, tidaklah akan sampai kepada akhirnya, bahkan akan terlantar di tengah jalan karena tidak ada semangat suci yang mendorong. Akan banyak juga terdapat amal yang lahirnya kebajikan, pada batinnya adalah racun.

Seumpama suatu masyarakat yang ingin memecahkan persatuan di negeri Madinah ketika Islam baru berdiri. Mereka mendirikan sebuah masjid untuk menggandingkan masjid yang sah. Siapa yang akan mengatakan bahwa itu bukan amal? Namun pendirian masjid itu dipandang sebuah kejahatan! Sebab, maksud yang tersimpan di dalamnya nyata hendak memecah persatuan kaum Muslimin. Oleh Sebab itu, Masjid Dhirar itu diperintahkan Nabi saw. untuk diruntuhkan. Bertambah jelaslah perlunya kita memelihara kesuburan iman di dada kepada Allah, karena di atasnya akan kita dirikan amal saleh.

Amal yang saleh itu di sisi Allah berbeda nilainya dengan di sisi manusia.

Seorang miskin yang membagi nasinya sepiring untuk temannya yang lapar, lebih tinggi harganya daripada seorang kaya menyimpan uang miliaran, yang menghantarkan minyak tanah 1 tong dalam bulan puasa untuk sebuah surau, sebagai hadiah untuk orang yang mengaji Al-Qur'an dan shalat tarawih. Dan lebih tinggi harga wakaf Rp. 250.000,- dari seorang yang berpendapatan Rp. 1.000.000,- per bulan, dan ia berderma Rp. 100.000.- Sebab yang dihargai dalam hal ini ialah kepadanan niat, bukan banyaknya jumlah.

(Buya HAMKA, Kesepaduan Iman Dan Amal Saleh, Hal. 60-63, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Tidaklah hidup di dunia yang paling sengsara daripada sesat sesudah petunjuk atau kepadaman suluh di tengah jalan.

Teringat kepada nikmat iman yang pernah dirasai, sekarang telah hilang dan payah buat kembali ke sana.


Orang lain kelihatan maju terus menuju ridha Allah, sedangkan diri sendiri telah terbenam ke dalam lumpur kesesatan.


Itu sebabnya, selalu kita hendaknya memohonkan rahmat yang datang langsung dari Allah, rahmat ke dalam hati dan sikap hidup, yang memancar kepada amal dan perbuatan.


Sampai kelak kita meninggal dunia dengan husnul-khatimah.


(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 582, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kita di dunia mempunyai banyak keinginan dan cita-cita. Kadang-kadang kita mengharapkan sesuatu dari Allah dengan sangat rindu. Akan tetapi, kadang-kadang kita lupa kelemahan kita bahwa kita yang diatur oleh Allah, bukan kita yang mengatur Allah. Kita meminta segera hendaknya kesusahan hilang dan kita meminta segera hendaknya permintaan dikabulkan. Kalau kehendak kesegeraan itu tidak lekas dikabulkan, kita pun mendongkol. Kita pun tidak sabar lagi.

Ketahuilah bahwasanya tidak kurang dari 98 ayat di dalam Al-Qur'an yang menyebutkan keutamaan sabar.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 331, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PEMBERSIHAN JIWA

"Dan orang-orang yang mengerjakan zakat." (ayat 4).

Kalau pribadi telah terbangun dan diberi benteng jangan runtuh kembali, sudahlah masanya kita menceburkan diri ke tengah pergaulan ramai.

Kekuatan pribadi bukanlah maksudnya untuk menyisihkan diri dari orang banyak.

Timbulnya pribadi adalah setelah dibawa ke tengah.

Barang yang telah dibawa ke tengah ialah barang yang sudah dibangun, dan dia selalu wajib dibersihkan, digosok terus dan diberi cahaya terus.

Laksana lampu listrik stroomnya mesti selalu dialirkan, jangan dia padam di tengah gelanggang.

Lihatlah suatu majelis yang bermandi cahaya terang. Alangkah indah campuran warna. Sebabnya ialah karena segala cahaya yang timbul dari setiap lampu telah berkumpul menjadi satu mencipta cahaya besar.

Bersihkanlah hati itu dari sekalian penyakitnya yang akan meredupkan cahaya.

Dengki adalah debu yang mengotori jiwa.

Bakhil adalah debu yang mengotori jiwa.

Dusta adalah debu yang mengotori jiwa.

Benci adalah debu yang mengotori jiwa.

Segala perangai jahat, kebusukan hati menghadapi masyarakat, semuanya adalah sebab-sebab yang menjadikan jiwa tidak dapat dibawa ke tengah.

Cahaya jiwa tertutup oleh karena kesalahan pilih.

Kemurnian tauhid kepada Ilahi dan hati bersih terhadap sesama manusia adalah pengkalan dari kesucian: zakat.

Lizzakati faa'ilun, selalu bekerja, aktif membersihkan jiwa dan raga agar tercapai kemenangan.

"Menanglah barangsiapa yang selalu membersihkan diri." (al-A'laa: 14).

Yang dibersihkan bukan jiwa saja, bahkan tubuh lahir pun.

Sebab yang lahir adalah cermin dari yang batin.

Sebab itu sebelum mengaji 1/4 rubul ilmu fiqih, dibicarakan dahulu dari hal kebersihan (thaharah) panjang lebar.

Sebab itu maka pengeluaran zakat harta yang telah cukup bilangannya (nishab) dan cukup tahunnya (haul), hanyalah sebagian saja dari usaha membersihkan jiwa itu.

Orang yang tidak cukup hartanya satu nishab dan belum sampai bilangan setahun masih ada yang memberikan derma atau wakaf untuk kebaikan. Karena berasal dari kebersihan jiwanya.

Orang yang membayar zakat fitrah, ukuran zakat fitrah hanya 3,5 liter buat 1 orang. Tetapi ada orang yang mengeluarkannya fitrah satu pikul beras, karena didorong oleh kesucian hati yang bersih dari pengaruh bakhil, dia menjadi seorang yang dermawan.

Marilah perhatikan dengan saksama kalimat Fa'luun yang berarti mengerjakan. Mengerjakan zakat. Seperti tadi diketahui surah al-Mu'minuun diturunkan di Mekah dan di Mekah belum ada lagi syari'at zakat yang berarti membayarkan bilangan harta tertentu kepada yang mustahak menerimanya. Peraturan berzakat demikian, sebagai salah satu tiang (rukun) Islam baru turun di Madinah dan perintah mengeluarkan zakat harta itu dimulai dengan kalimat Aatu, ini memberikan atau mengeluarkan zakat. Sedang dalam ayat ini disebut Lizzakati Faa'ilun, mengerjakan zakat.

Lantaran itu jelaslah, bahwa dalam ayat ini belum ada perintah mengeluarkan harta dengan bilangan tertentu (nishab), melainkan barulah perintah yang umum untuk bekerja keras membersihkan perangai, akhlak dan budi.

Berlatih diri, sehingga kelaknya bukan harta saja yang ringan memberikannya untuk kepentingan agama Allah, bahkan nyawa pun dikurbankan apabila datang waktunya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 168, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KEMAKSIATAN

Agama Kristen yang menyebutkan sabda suci Isa bahwa salah melihat saja kepada seorang perempuan, sudahlah zina. Lebih baik mata yang melihat dengan salah itu dikorek saja. Ajaran tersebut sekarang hanya menjadi bahan tertawaan saja.

Setelahnya, hal ini menjalar ke negara kita. Sudah mulai pula banyak orang yang tidak mengenal lagi apa yang bernama zina. Kalau kami suka sama suka apakah zina juga? Pengaruh penjajahan ideologi.

Dalam salah satu rapat Pimpinan Pusat dalam rangka menghadapi salah satu Tanwir, Ketua I Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. H. Rasyidi memperlihatkan kepada kami sebuah buku karangan Billy Graham, Evangelist (Penyebar Injil) yang terkenal di Amerika. Dalam buku tersebut ia meramalkan demi melihat kehancuran akhlak sekarang di kedua benua itu, bahwa kelak pada Tahun 2000 kalau tidak ada pertolongan Tuhan, teranglah kehancuran atau kiamatnya peradaban Barat. Ia memandang sangat serius kehancuran ini.

Dr. Sulastomo (mantan Ketua HMI) setelah kepulangannya dari Amerika untuk memperdalam pengetahuannya tentang Keluarga Berencana (KB) di Amerika (beasiswa dari pemerintah) ia menemui sahabatnya, Rusydi HAMKA (Pimpinan Majalah Panji Masyarakat), dan bercerita bahwa alat-alat dan obat yang digunakan dan diciptakan untuk KB lebih banyak dipakai oleh orang yang tidak berkeluarga. Koleganya, seorang dokter dari Aljazair menceritakan bahwa di awal-awal sekali seorang perawan datang kepadanya minta tolong memasangkan spiral, alat pencegah hamil dengan memecah selaput dara dengan tangan. Semalam suntuk dokter Islam dari Aljazair itu tidak bisa tidur. Ia berpikir keras sebab ia seorang muslim. Teringatlah bagaimana nasib tanah airnya di masa depan jika keadaan demikian menjalar pula ke negerinya. Gagasan PBB tentang Keluarga Berencana dalam praktiknya ialah merencanakan supaya jangan ada keluarga, dan supaya orang terug naar de natuur jadi gaulan binatang.

Maka Keluarga Berencana ini pun dalam rangka al-ghazwul fikri, penjajahan alam pikiran.

(Buya HAMKA, Ghirah: Cemburu Karena Allah, Hal. 60-62, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MEMBENTENG PRIBADI

"Dan orang-orang yang terhadap segala laku yang sia-sia menampik dengan keras." (ayat 3).

Saat hidup kita dalam dunia ini amatlah singkatnya, daerah yang kita jalani amatlah terbatas. Sedang mencoba-coba mempergunakan umur, meresek meraba ke kiri kanan, tiba-tiba umur telah habis. Mana yang telah pergi tidak dapat diulangi lagi. Sebab itu maka segala tingkah laku, baik perbuatan atau ucapan hendaklah ditakar sebaik-baiknya.

Al-Laghwi dari kata Laghaa, artinya perbuatan atau kata-kata yang tidak ada faedahnya, tidak ada nilainya. Baik senda gurau atau main-main yang tak ada ujung pangkalnya.

Kalau perbuatan atau tingkah laku atau perkataan sudah banyak yang percuma dan sia-sia, pribadi tidak jadi naik, melainkan turun kembali.

Maka kekuatan pribadi yang telah didapat dengan shalat khusyu haruslah dipelihara dengan mengurangi garah, senda gurau, berjudi walaupun tak bertaruh.

Di dalam satu majelis besar, pribadi dapat diukur menurut nilai tingkah laku dan ucapan.

Sebagaimana pepatah orang Arab,

"Barangsiapa yang banyak main-main, dipandang orang ringanlah nilai dirinya."

Diserahkanlah kepada setiap pribadi menimbang sendiri mana yang lagha, perbuatan atau kata-kata yang sia-sia dan mana yang berfaedah.

Kekuatan ibadah kepada Ilahi, kekhusyuan dalam shalat yang akan mengangsur pembersihan jiwa kita. Apabila jiwa telah mulai bersih, dia berkilat bercahaya, dia akan menerima cahaya pula.

Agama tidak melarang suatu perbuatan kalau perbuatan itu tidak merusak jiwa. Agama tidak menyuruh, kalau suruhan itu tidak akan membawa selamat dan bahagia jiwa. Segala yang dinamai dosa, atau lagha, segala perbuatan yang di luar dari kebenaran, artinya yang salah, tidaklah ada hakikatnya.

Gangguan terlalu lebih banyak dari kiri-kanan kita, kita harus membentengi diri dan tidak menoleh ke kiri-kanan. Kita harus jalan terus, sebab berhenti sejenak saja pun artinya ialah kerugian. Sebab itu jika dengan menampik segala sikap sia-sia dan percuma, adalah menjaga pribadi itu dari keruntuhan.

Renungkanlah dan pikirkan betapa singkatnya kesempatan dalam dunia ini akan melukiskan nilai dari kehidupan itu.

Laksana putik kita telah tumbuh, di waktu masih putik rasa belum ada. Dan putik menuju, jadi buah yang muda, kalau masih buah muda rasanya masih masam. Kalau sudah tua dan masak, itulah tanda, bahwa tempo buat lepas dari tampuk sudah amat dekat. Kalau sudah demikian tempo sudah amat sedikit itu akan dibuang-buang dengan perbuatan sia-sia. Padahal kalau tempo yang sedikit itu dapat dipergunakan dengan perhitungan yang baik dan tepat, umur diperpanjang dengan jasa dan buah tangan.

Sehingga walaupun telah hancur tulang dalam kubur namun sebutan masih ada.

"Sebutan adalah usia manusia yang kedua kali."

Dengan kedua ayat itu, ayat khusyu dalam shalat dan ayat menampik segala perbuatan sia-sia, diri pribadi telah dapat dibangunkan dan dapat pula diberi benteng untuk menjaga jangan rusak.

Karena satu bangunan yang dibangun kedua kali lebih payah dari pembangunan semula, padahal umur berjalan juga.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 167, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PERSIAPAN AMAL

Ahli-ahli tafsir membagi Kiamat itu menjadi tiga macam:

Kiamat shughra, yaitu saat matinya satu orang.

Kiamat kubra ialah Kiamat besar, Kiamat raja, yang akan terjadi kelak kemudian hari.

Dan Kiamat wustha, yaitu hancur merosotnya suatu umat atau suatu bangsa.

Terhadap ayat yang tengah kita tafsirkan ini, menurut jumhur ahli tafsir, yang dimaksud ialah Kiamat kubra.

Namun, Raghib bersendiri dalam tafsirnya bahwa Kiamat yang dimaksud di sini ialah bila panggilan maut telah datang kepada seseorang dan dia tidak dapat mengelak lagi. Pada waktu itulah datang sesal, "Wahai alangkah menyesalnya aku, aku belum bersiap apa-apa."

"Sedang mereka adalah memikul dosa-dosa mereka di bahu mereka."

Karena tidak percaya bahwa di seberang maut itu ada hidup lagi, bekal tak sedia, persiapan tak dibawa, dan yang diperbuat di kala hidup hanyalah dosa, tak tahu halal-haram, menghabiskan tenaga untuk yang tidak berguna.

Di dunia ini, amal usaha itu hanya dua macam saja.

Pertama amal usaha yang baik dan saleh, berlandaskan iman yang teguh kepada Allah.

Yang kedua ialah lawannya, yaitu amal usaha yang buruk dan tiada berguna.

Yang ketiga tidak ada.

Dengan demikian, karena persiapan amal baik tidak ada, niscaya hanya dosa buruk yang akan terbawa ke akhirat, bungkuk punggung memikulnya.

"Alangkah buruknya yang mereka pikul itu!" (ujung ayat 31).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 131, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KEBAIKAN BUDI

Allah SWT berfirman,

"Berkata baiklah kepada manusia."

Ibnu Abbas r.a. berkata, "Jika ada orang mengucapkan salam kehormatan kepadamu, jawablah salamnya walaupun dari Majusi datangnya." Kata beliau juga, "Walaupun Fir'aun yang berkata baik kepadaku, akan aku balas dengan perkataan yang baik pula."

Umar bin Khaththab r.a. berkata, "Mudah saja berbuat baik itu, yaitu bermuka jernih dan perkataan yang lemah lembut."

Sebagian hukama berkata, "Bahwasanya perkataan yang lemah lembut itu mengobati luka yang meruyak di dalam hati."

Kata sebagian pula, "Perkataan terhadap teman duduk itulah yang lebih mesti diperhatikan karena meskipun ridha di pihak Allah SWT, entah tidak ridha di pihak teman. Janganlah bakhil kepadanya supaya Tuhanku memberimu ganjaran, sebagai ganjaran terhadap orang yang berbuat baik."

Pepatah orang tua-tua pun ada pula, "Perkataan yang lemah lembut manis itu kunci segala manusia."

Said bin Ash r.a. memberi nasihat kepada anaknya, "Wahai anakku, janganlah engkau mempermainkan orang yang lebih mulia supaya tidak direndahkannya engkau. Janganlah pula merendahkan orang supaya tidak direndahkannya engkau. Janganlah pula merendahkan orang supaya dia tidak berleluasa kepada engkau."

(Buya HAMKA, Akhlaqul Karimah, Hal. 41, 47, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

HATI SANUBARINYA SEORANG MUKMIN

Dengan lima ayat yang tersebut ini Allah SWT memperlihatkan betapa rasa hati sanubarinya seorang Mukmin, untuk kita sendiri merenung, sudahkah kita mempunyai hati demikian itu?

"Sesungguhnya orang yang hatinya selalu bimbang karena takut kepada Allah." (ayat 57).

Pertama, hati seorang yang beriman selalu bimbang atau rusuh, sudahkah sempurna dia mengerjakan apa yang diperintah Allah SWT. Sebabnya dia bimbang itu, diterangkan pula pada ayat berikutnya,

"Dan orang-orang yang percaya kepada ayat-ayat Allah." (ayat 58).

Ialah karena dia telah mulai percaya kepada segala ayat dan tanda kebesaran Allah SWT yang telah diterangkan oleh Utusan Allah. Dia bimbang adakah semua perintah Ilahi itu sudah diturutinya dan larangannya sudah dihentikannya. Di dalam dunia ini kekayaan bendalah yang dibanggakan oleh manusia. Tetapi apabila seorang makhluk telah sampai ajalnya harta benda dunia itu tidak berguna lagi. Yang berguna ialah hati yang tulus ikhlas, yang suci bersih dari pengaruh syirik (mempersekutukan Allah). Sebagaimana tersebut dalam ayat 59 berikutnya,

"Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan yang lain." (ayat 59).

Allah SWT berfirman,

"Sesungguhnya Allah tidaklah dapat mengampuni jika Dia dipersekutukan dengan yang lain. Adapun dosa-dosa yang lain dapatlah diampuni-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (an-Nisaa: 48).

Syirik atau mempersekutukan Allah dengan yang lain itu adalah penyakit hati yang sangat halus, dan bila dibiarkan, dia akan bertambah melebar dan merusak, sehingga merusakbinasakan seluruh hati dan menghancurkan segala iman, sehingga akhir kelaknya nama Allah hanya tinggal menjadi permainan mulut, padahal telah hilang dari hati.

Nabi Muhammad saw. pun pernah bersabda, bahwasanya seorang pencuri tidaklah akan sampai mencuri kecuali dia belum musyrik terlebih dahulu.

Dan seorang yang berzina, tidaklah dia akan berzina kalau dia belum musyrik terlebih dahulu.

Suruhan Allah SWT tidaklah akan ditinggalkan, kalau hati belum musyrik.

Larangan Allah SWT tidaklah akan dikerjakan, kalau hati belum musyrik.

Sebab itu tepatlah sabda Nabi yang tersebut, selama Tauhid masih bertahta dalam hati, tidaklah seorang Mukmin akan mengerjakan dosa, terutama dosa besar, terutama yang disengaja.

Benarlah sabda Nabi saw. itu bahwasanya orang berzina tidaklah akan berzina dan pencuri tidaklah akan mencuri sebelum mereka musyrik terlebih dahulu.

Itulah yang menyebabkan hati Mukmin selalu bimbang, bukan bimbang dalam keraguan, melainkan bimbang kalau-kalau amal yang dikerjakannya belum juga ikhlas kepada Allah SWT, sebelum bersih dari segala pengaruh yang lain.

Lantaran itu sebagaimana tersebut dalam ayat 60,

"Dan orang-orang yang mengerjakan apa yang mereka kerjakan, sedang hati mereka takut karena mereka akan pulang kembali kepada Allah." (ayat 60).

Apa jua pun pekerjaan baik yang mereka kerjakan dan memang seorang Mukmin itu pekerjaannya hanya yang baik belaka, dikerjakannya dengan hati-hati, tidak dengan serampangan, asal jadi saja.

Sebab mereka akan kembali kepada Allah SWT dan akan mempertanggungjawabkan amalan itu di hadapan-Nya.

Niscaya akan timbullah pertanyaan dalam hati saudara, apakah dengan demikian tidak menggambarkan, bahwa jiwa Mukmin sebagaimana yang digambarkan itu adalah jiwa yang penuh ragu menghadapi hidup?

Apakah itu tidak menunjukkan jiwa yang penakut?

Tidak!

Bahkan di sinilah segi kekuatannya.

Oleh karena dia merasa tempat bertanggungjawabnya kepada Allah SWT, dia bekerja dengan lebih hati-hati. Oleh sebab dia ingat, bahwa sehabis hidup yang sekarang ini ada lagi tempat bertanggung jawab yang sebenarnya, yaitu Allah SWT, tidaklah dia dipengaruhi oleh sayang dan bencinya manusia.

Adapun pertanyaan, apakah itu tidak menunjukkan besarnya rasa takut? Niscaya pertanyaan ini akan ditukasi pula oleh pertanyaan: Dapatkah menghilangkan rasa takut dari jiwanya? Bukankah takut itu satu bahan dari naluri (insting). Rasa takut tidaklah dapat dihilangkan, tetapi haruslah disalurkan.

Saya pernah bertanya kepada guru saya dan ayah saya Syekh Abdulkarim Amrullah,

"Apakah ayah tidak merasa takut akan dipotong leher oleh Jepang, ketika ayah tidak mau "kerei"? (ruku‘ menghadap ke istana Kaisar Jepang di Tokyo).

Beliau menjawab,

"Dipotong leher tidaklah ayah takut, adapun yang ayah takuti ialah keadaan sesudah leher dipotong!"

Artinya keadaan sesudah mati.

Lantaran perasaan demikian, kehidupan Mukmin ialah kehidupan yang panjang, bukan memikirkan yang di dunia ini saja tetapi ada lagi hidup sesudah itu.

Di sini menanam, di sana menuai.

Di sini beramal di sana menerima balasan.

Bukan sebaliknya:

Di sini hendak menuai, padahal tidak pernah menanam. Di sini hendak menerima balasan, tetapi tidak mau beramal.

Sebab itu ditegaskan pada ayat berikutnya,

"Orang-orang seperti itulah yang cepat segera mengerjakan kebaikan. Dan untuk itulah mereka berlomba-lomba." (ayat 61).

Oleh karena didorong oleh rasa takut kepada Allah SWT, rasa tauhid yang bersih, rasa bimbang kalau-kalau amal tidak diterima Allah SWT, kalau pekerjaan tidak timbul dari hati yang suci bersih, tulus dan ikhlas, mereka senantiasa memperbaiki amalnya yang belum baik, menambah yang masih kurang, menyempurnakan lagi mana yang dirasanya belum sempurna.

Oleh sebab itu bimbangnya bukanlah melemahkan semangatnya, melainkan menimbulkan kecepatan, kesegaran berbuat baik.

Mereka bersegera dan bertindak cepat, gesit dan aktif.

Mengapa?

Sebab di dalam hatinya terasa takut, kalau tiba maut ketika amalan sedang kosong, Malaikat Izrail datang memanggil padahal tangan tengah menganggur, sehingga bekal yang akan dibawa ke hadapan Allah SWT tidak ada, atau kalaupun ada, hanya sedikit, tidak seimbang dengan kelalaian hidup.

Untuk beramal yang demikian orang yang beriman berlomba, dahulu-mendahului.

Bukan karena niat meninggalkan kawan, melainkan karena niat hendak menghadap wajah Allah, mengharapkan ridha dan kasih-Nya.

"Dan untuk itu, marilah berlomba setiap yang ingin berlomba ..." (al-Muthaffifin: 26).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 202-204, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ORANG-ORANG YANG ZALIM

"Dan tidaklah kehidupan dunia itu melainkan permainan dan kelalaian." (pangkal ayat 32).

Hidup main-main dan lalai-lalai inilah yang menawan orang kafir pada dunia ini, menyangka tak ada lagi hidup sesudah ini.

Lihatlah 'OKB' (Orang Kaya Baru) yang uang berjuta-juta mengalir ke dalam kantongnya, keuntungan yang tidak dikira-kira. Karena hidup tidak mempunyai tujuan, dihambur-hamburkannyalah harta itu sesuka hati, bermain-main dan berlalai-lalai. Lantaran itu, hilanglah tujuan hidup yang sebenarnya dari dalam rumah tangga. Si istri bertindak sendiri, si suami bertindak sendiri pula, dan pendidikan anak-anak terlantar, hari depannya gelap-gulita. Tidak ada pikiran untuk hari depan, untuk akhirat. Kemudian, timbullah dalam masyarakat dendam yang miskin terhadap yang kaya.

Dan orang-orang yang hanyut dalam permainan dan kelalaian itu, akan dikejutkanlah mereka oleh maut yang datang tiba-tiba atau bahaya yang tidak mereka sangka-sangka sebab persiapan menghadapinya tidak ada. Atau mereka ditimpa malu karena anak laki-laki yang membuat durjana atau anak perempuan yang telah rusak kehormatannya atau si istri yang menaikkan laki-laki lain ke rumah sepeninggal lakinya, sedangkan si laki tidak dapat lagi menegur sebab dia pun berbuat demikian pula dengan istri orang lain.

Inilah akibat dari hidup yang hanya dipusatkan pada dunia, main-main dan kelalaian.

Oleh sebab itu, ayat ini memberi peringatan kepada Mukmin bahwasanya bekal hidup dunia ini hanyalah sekian zaman, masanya pendek nian.

Orang yang berakal budi tidaklah terpesona oleh hidup begini.

Hidup yang hanya permainan kanak-kanak.

Alangkah banyaknya orang tua yang karena tidak dapat mengendalikan diri, sudah surut bermain seperti kanak-kanak.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 131-133, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

LEGA DADA ORANG YANG TAKWA

"Mereka tidak mempunyai (hak) syafa'at, kecuali orang-orang yang telah mengadakan di sisi Allah Pengasih, suatu perjanjian." (ayat 87).

Susunan ayat yang tiga berturut-turut ini sudah jelas.

Yaitu hamba Allah yang muttaqin akan datang menghadap Allah laksana kedatangan utusan raja-raja layaknya, dengan serba kebesaran, berkendaraan angkatan.

Sedang orang yang hidupnya dalam durhaka dan durjana akan dihalau ke neraka Jahannam dengan serba kehinaan.

Tidak ada yang akan menolong, tidak akan ada yang memberikan syafa'at, kecuali kalau di kala hidupnya telah dibuatnya janji dengan Allah.

Ayat ini memberikan ketegasan jalan yang lapang bagi tiap orang akan bertobat dari kesalahan.

Berikanlah didikan kepada anak sejak dia masih kecil, agar dia ingat janjinya dengan Allah.

Umur 7 Tahun ajarlah dan didiklah dia shalat.

Ajar mengaji, lancarkan lidahnya membaca ayat-ayat Allah.

Ibnu Abbas berkata,

"Janji itu ialah "Laa Ilaha Illallah", tidak ada Tuhan melainkan Allah."

Dan menurut riwayat daripada Muqatil dan Ibnu Abbas pula:

"Tidaklah akan diberi syafa'at, kecuali orang yang mengucapkan Asyhadu Alla Ilaha Illallah! Dan berlepas diri dari segala daya upaya dan kekuatan, kecuali dengan Allah dan tidak mengharap dari siapa-siapa, kecuali dari Allah."

Menurut sebuah riwayat pula daripada Ibnu Mas'ud, ketika beliau menafsirkan ayat, dia berkata: Pernah aku mendengar Rasulullah saw. bersabda,

"Apakah tidak sanggup seseorang kamu mengambil janji tiap pagi dan tiap petang hari dengan Allah?" Lalu ada yang bertanya: "Ya Rasul Allah, janji apakah agaknya itu?" Beliau jawab: “
"Hendaklah baca tiap pagi dan petang: "Ya Allah Pencipta sekalian langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata. Sesungguhnya aku berjanji kepada Engkau pada waktu hidup di dunia ini, bahwasanya aku naik saksi bahwa tidak ada Tuhan, melainkan Engkau, Engkau sendiri saja, tidak ada sekutu bagi Engkau, dan bahwasanya Muhammad adalah hamba Engkau dan Utusan Engkau; maka janganlah dipercayakan aku ini kepada diriku sendiri. Karena jika Engkau biarkan saja diriku terserah kepada diriku sendiri, akan bertambah jauhlah aku dari kebaikan dan bertambah dekatlah aku dari kejahatan. Sedang aku tidaklah berpegang teguh melainkan kepada Rahmat-Mu saja. Maka jadikanlah untukku sesuatu janji di sisi Engkau yang akan Engkau penuhi untukku di hari Kiamat. Sesungguhnya . Engkau tidaklah pernah menyalahi janji." Kata Nabi selanjutnya: "Apabila ini dibacanya, akan dicapkan Allah-lah untuknya janji itu dan diletakkannya di bawah Arsy. Dan apabila Kiamat nanti datang, akan menyerulah Penyeru: "Siapa dia yang telah ada janjinya di sisi Allah?" Orang itu pun berdiri lalu masuklah dia ke dalam Surga. (HR. Tirmidzi dan lain-lain).

Meskipun dalam pergolakan hidup kadang-kadang terseleweng juga kepada yang buruk, namun syafa'at akan tetap didapat juga di akhirat, karena diri telah dibentuk dengan itu sejak lagi kecil.

Banyaklah riwayat hadits-hadits yang dirawikan tentang sambutan terhadap orang-orang yang bertakwa itu pada hari Kiamat. Ada hadits yang shahih atau hasan dan ada juga yang kurang kuat, namun sambutan sebagai menyambut utusan itu banyaklah bertemu di dalam kitab-kitab tafsir.

Sebagai suatu riwayat dari Ibnu Abbas juga, bahwa mereka akan disambut dengan kendaraan apa yang mereka sukai seketika hidup di dunia. Suka berkuda diterima dengan kuda, suka berunta diterima dengan unta. Suka berkapal akan diterima dengan kapal. Tetapi pelananya kuda atau unta itu bersalutkan emas, bertatahkan permata ratna mutu manikam.

Ibnu Katsir menafsirkan bahwasanya wali-wali-Nya, orang-orang yang terdekat kepada-Nya, yaitu orang-orang yang muttaqin, yang takut bercampur harap dia akan Tuhannya di dunia ini, yang mengikut segala ajaran yang dibawakan oleh rasul-rasul, diterimanya lagi diakuinya, ditaatinya apa yang mereka perintahkan, dihentikannya apa yang mereka larang; mereka itu akan berkumpul menghadap Allah dalam keadaan sebagai perutusan.

Ibnu Katsir menjelaskan lagi dalam tafsirnya, bahwa utusan-utusan itu akan datang dengan memakai kendaraan. Mereka mengendarai kendaraan-kendaraan yang terdiri dari cahaya. Kedatangan mereka adalah dalam keadaan sebaik-baik perutusan di negeri yang penuh karamah (kemuliaan) dan ridha dari Allah.

SEBALIKNYA BAGI YANG DURHAKA

"Dan akan Kami halaukan orang-orang yang durhaka ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan dahaga." (ayat 86).

Kita berdoa kepada Allah, moga-moga kita diberi selamat dunia dan akhirat.

Amin.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 519-521, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TAAT KEPADA ALLAH DAN RASUL

Untuk mengenal Al-Qur'an, sekali lagi diingatkan, taatilah Rasul.

Dari ayat ini juga, menurut ar-Razi, dapat dipahami bahwa kita wajib memandangnya dengan tekun dan sanggup mengambil dalil.

Di sini juga kita dapat tahu bahwa taqlid (menurut saja kepada orang lain) dengan tidak mengetahui dalilnya adalah satu kesalahan.

Berkata al-Hafizh Ibnu Hajar,

"Barangsiapa yang dengan teliti merenungi Al-Qur'an dengan makna yang terkandung di dalamnya. serta memelihara tafsirnya yang didapat dari sunnah Rasulullah saw. dan dari sahabat-sahabatnya, yang telah turut hadir seketika ayat-ayat diturunkan dan dapat menghasilkan hukum dari memerhatikan manthuq-nya (yang tersurat) dan mafhum-nya (yang tersirat), demikian juga makna yang terkandung dalam sunnah, menyaring mana yang dapat dijadikan hujjah. Orang itulah yang terpuji dan dapat mengambil manfaat dari Al-Qur'an. Itulah usaha dari ahli-ahli fiqih di kota-kota besar, baik tabi'in-tabi'in atau ulama-ulama yang sesudah mereka."

Sekian Ibnu Hajar.

Lantaran itu bukanlah Al-Qur'an buat semata-mata dilagukan, melainkan buat dipahamkan dan direnungkan sehingga dapat diambil inti sarinya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 376-377, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Pokok ketentuan hukum yang wajib kita pegang teguh, tetapi selain dilalaikan memerhatikannya ialah berikut:

1. Allah tidak hendak mempersukar kita.

"... Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu ..." (al-Baqarah: 185).

2. Agama tidaklah memerintahkan yang berat,

"... Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama ..." (al-Hajj: 78).

3. Tidak diperintahkan hanya sekadar terpikul;

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya ..." (al-Baqarah: 286).

Kemudian itu, datang pula beberapa hadits menguatkan pokok agama itu, yaitu bahwa agama tidaklah diturunkan untuk mempersulit manusia. Nabi bersabda,

"Agama adalah mudah."

"Tidak berbahaya dan tidak membahayakan."

Berdasarkan kepada pokok-pokok dan Al-Qur'an dan hadits itu, timbullah beberapa kaidah (pokok-pokok pendirian di dalam ushul fiqih).

Ushul fiqih adalah salah satu cabang ilmu Islam yang berguna untuk menyelesaikan perihal sebagai yang ditanyakan.

"Kalau telah masyaqqat (amat sulit), yang sukar menjadi mudah."

"Kalau sudah sangat darurat, yang terlarang menjadi boleh."

"Suatu keadaan kalau sudah sangat sempit, menjadi terbukalah kepada kelapangan."

Kalau orang tidak mengenal pokok yang seperti ini, ia akan kacau beragama, sebab ia kacau berpikir.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 361-362, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

JALAN CURANG JANGAN DITEMPUH

"Bahkan telah ditutup hati mereka oleh apa-apa yang telah mereka usahakan itu." (ujung ayat 14).

Di dalam ayat ini bertemu kalimat Raana, yang kita beri arti penutup. Artinya ialah bahwa apabila seseorang berbuat suatu dosa, mulailah ada suatu bintik hitam mengenai hatinya, menurut sabda daripada junjungan kita Rasulullah saw., dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda,

"Sesungguhnya seseorang Mukmin bila berbuat dosa, terjadilah suatu titik hitam pada hatinya. Maka jika dia tobat, dan mencabut diri dari dosa itu dan segera memohon ampun kepada Allah, hapuslah titik hitam itu. Tetapi jika bertambah dosanya bertambah pulalah titik itu. Itulah dia Raana yang disebutkan Allah dalam Al-Qur'an itu."

Berkata pula Hasan al-Bishri,

"Raana itu ialah dosa bertimpa dosa, hingga hati menjadi buta tidak menampak kebenaran lagi, karena telah ditutup oleh noktah-noktah hitam itu, sampai hati jadi mati."

Oleh karena yang demikian, dianjurkanlah kita selalu membersihkan hati kita, jangan sampai ditumbuhi noktah hitam atau Raana.

Baru akan tumbuh satu noktah, segera kita bersihkan dengan shalat, dengan tobat, dan amal-amal kebajikan yang lain.

Kalau tidak, maka dosa yang telah bertumpuk-tumpuk, bertimpa-timpa niscaya akan membuat hati kita jadi kelam, tidak ada lagi cahaya buat masuk ke dalamnya.

Na'udzubillahi min dzalik.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 153, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Jika kita ingin mendakwahkan Islam ke Eropa dan Amerika jangan sebut Islam terlebih dulu, melainkan tonjolkanlah ajarannya.

Sulitnya Islam mendapat pengikut di kedua benua itu, sudah dialami berabad-abad lalu karena akibat propaganda gereja yang membenci agama Islam, mencela Nabi dan memutarbalikkan ajarannya, akibat dendam Perang Salib dan politik kolonialisme Barat terhadap Islam.

(Buya HAMKA, Tuntunan Puasa, Tarawih dan Shalat Idul Fitri, Hal. 63, Penerbit Gema Insani, Cet.1, April 2017).

"Dan orang-orang yang menghubungkan apa yang diperintahkan Allah dengan dia supaya dihubungkan." (pangkal ayat 21).

Adapun yang sangat diperintahkan Allah supaya dihubungkan ialah silaturahim dengan sesama manusia, budi pekerti yang mulia, tolong-menolong, kasih mengasihi, sehingga di samping pertalian dengan Allah, bertali pula jiwanya dengan sesama manusia.

Maka orang yang suka memutuskan silaturahim, mengganti kasih sayang dengan kebencian, adalah termasuk orang yang pikirannya tidak berisi atau buta tadi.

"Dan orang-orang yang merusakkan janji Allah sesudah diikatkan." (pangkal ayat 25).

Sebagaimana telah diketahui di atas tadi, kita manusia sejak semula telah membuat janji dengan Allah, akan tunduk kepada perintah-Nya dan setia menghentikan larangan-Nya,

Lalu kita pun mengikat janji pula dengan sesama manusia, karena hubungan hidup di antara satu dengan yang lain ialah janji.

Rupanya janji itu yang dimungkiri.

"Dan memutuskan apa yang diperintahkan. Allah supaya dihubungkan."

Yaitu tali kasih sayang, silaturahim dengan sesama manusia.

Sebab sekali-kali tidaklah akan sanggup manusia hidup seorang dirinya di atas permukaan bumi ini kalau kiranya dia tidak menghubungkan kasih sayang dengan sesamanya manusia.

Oleh sebab itu maka memutuskan tali silaturahim dan menyebarkan kebencian serta hasad dan dengki dalam masyarakat, fitnah-memfitnah semuanya itu adalah dosa besar.

Bersabda Rasulullah saw.,

"Tidaklah akan masuk ke dalam surga seorang pemutus." (HR. Bukhari dan Muslim dari Jubair bin Muth'im).

Sufyan menjelaskan dalam riwayatnya bahwa yang dimaksud dengan pemutus itu ialah pemutus silaturahim.

"Dan membuat kerusakan di bumi."

Barang yang aman dikacaukannya dan yang damai dihuru-harakannya,

Kezaliman dibiarkannya bersimaharajalela,

Orang tidak dibiarkannya tenteram, senang diam, selalu ada saja yang akan menggoncangkan hubungan sesama manusia.

Maka orang-orang yang demikian itu,

"Itulah orang-orang yang untuk mereka adalah laknat."

Yaitu kutuk dan sumpah serapah yang akan diterimanya,

Baik dari Allah ataupun dari sesamanya manusia, sehingga walaupun pada lahir orangnya kelihatan bersenang-senang dengan kedudukannya yang tinggi atau pangkat dan jabatan ataupun kekayaan, namun jiwanya tidaklah akan merasa tenteram dalam hidup ini.

Dia akan merasa terpencil dan kesepian, walaupun dia berenang di dalam kemewahan dan kemegahan.

"Dan untuk mereka adalah seburuk-buruk tempat." (ujung ayat 25).

Seburuk-buruk tempat yang disediakan bagi mereka itu ialah dalam neraka Jahannam.

Kehidupan di dunia ini tidaklah selesai hingga dunia ini saja.

Kalau semasa di dunia dia menjadi timpaan segala kutuk dan laknat, di akhirat disediakanlah baginya tempat yang paling buruk itu yaitu,

Neraka Jahannam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 64-66, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Di samping manusia-manusia yang tersesat, cobalah dengan gembira engkau tempuh jalan yang lurus." (Buya HAMKA).

(Buya HAMKA, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 218, Republika Penerbit, 2015).

RENUNGAN BUDI

Di dalam Al-Qur'an terdapat juga perumpamaan-perumpamaan terhadap binatang.

Orang yang memikul kitab walaupun sangat bernilai isi kitab itu tetapi karena dia tidak pernah membacanya diumpamakan dengan keledai. Bagi keledai apa saja yang dipikulnya, kitab maupun emas ataupun rumput sama saja anggapannya. Bila telah payah memikul dihempaskannya. Suara yang menghardik menghantam tanah karena tidak dapat mengendalikan diri dimisalkan juga dengan suara keledai.

Anjing dimisalkan dalam Al-Qur'an dengan orang yang loba tamak. Tidak diberi makan, lidahnya diulurkannya dan ketika diberi makan pun lidahnya diulurkannya juga.

Orang yang menegakkan suatu cita-cita tetapi tidak berdasarkan kepada pikiran yang sehat dan jujur, diumpamakan dalam Al-Qur'an dengan laba-laba membuat sarang. Kata Al-Qur'an, yang selemah-lemah rumah ialah rumah laba-laba.

(Buya HAMKA, Lembaga Budi: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Hal. 169, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

RENUNGAN BUDI

Hasad dan dengki kepada orang lain, bukanlah menyakiti orang itu, tetapi meracuni diri sendiri.

Orang yang mengatakan bahwa orang yang didengkinya itu telah jatuh, adalah alamat bahwa ia sendiri telah mengakui bahwa orang itu tinggi, sebab tidak ada orang di bawah yang jatuh.

Penyakit dengki merupakan gejala kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri.

Orang dapat melihat tanda kedengkian pada wajah orang yang dengki karena wajah itu tidak pernah jernih, kerut selalu.

(Buya HAMKA, Lembaga Budi: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Hal. 179, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

CERDIK

Cerdas dan cerdik sangat besar pengaruhnya untuk menimbulkan pribadi manusia.

Itulah yang lebih banyak diutamakan orang dalam pergaulan hidup.

Orang bodoh, tolol, damban, lambat mengerti, menyebabkan pribadi tidak mendapat penghargaan.

Bertanya kepada Ali bin Abi Thalib,

"Berapa lama perjalanan dari masyrik ke maghrib?"

Beliau dengan cepat menjawab,

"Sehari bagi matahari."

Orang itu bertanya lagi,

"Berapa ribu tahun perjalanan dari bumi ke langit, pulang pergi?"

Beliau menjawab,

"Hanya 1 detik saja bagi doa yang mustajab."

(Buya HAMKA, PRIBADI HEBAT, Hal. 14-15, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2014).

BOLEHKAH KITA MARAH?

Ahli Tasawuf Islam menerangkan bahwa marah itu terpuji hanya dalam dua perkara saja, yaitu;

2. Marah mempertahankan agama.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 183, 185, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

"Meskipun saya akan dimakan Anjing ataupun Serigala, lantaran menyampaikan wasiat Rasulullah ini, lebih berani menempuh dimakan Serigala, tetapi saya tidak berani menukar wasiat Rasulullah." (Sayidina Abu Bakar).

Orang-orang tua mengutus Sayidina Umar bin Al-Khattab
menghadap beliau menyampaikan pesan orang ramai itu.

Umar berkata,

"Wahai khalifah Rasulullah, kebanyakan orang tua dari kalangan Ansar memohonkan supaya Usamah diganti."

Bukan main murka Abu Bakar mendengar kata Umar, dipegangnya janggut Umar serta berkata dengan marahnya,

"Celaka sekali engkau ini wahai anak si Khattab, berani engkau menyuruh saya merubah wasiat Rasulullah?"

Dengan muka muram, Umar kembali kepada orang-orang yang mengutusnya itu, dilepaskannya pula marahnya:

"Celaka tuan-tuan semuanya, kalau bukan lantaran mengikut perintah tuan-tuan, tidaklah saya akan kena marah sehari ini dengan khalifah Rasulullah."

(Buya HAMKA, LEMBAGA HIKMAT, 71-72, PTS Publishing House Malaysia, 2016).

Orang yang paling taqwa di sini (kata mufassirin) ialah Abu Bakar, yang diberi gelar ash-Shiddiq, lantaran apa saja seruan Rasul saw. dibenarkannya.

Demikian juga Umar, Ali, dan sahabat-sahabat yang lain menurut tingkatan masing-masing.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 70, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

PERCAYA KEPADA DIRI SENDIRI

Berusahalah sendiri dan janganlah mengharapkan pertolongan orang lain.

Dalam agama berkali-kali diterangkan, ketika terjadi perhitungan di akhirat kelak, tiap-tiap manusia akan ditanyai segala usaha dan amalannya sendiri-sendiri.

Tidak ada yang membela dan yang sanggup menolong. 

Tidak ada hubungan turunan yang berpengaruh, sehingga Fatimah sendiri anak kandung Nabi saw. tatkala beliau masih hidup, sudah disuruh oleh Rasul menebus dirinya sendiri dari api Neraka.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 312, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

PERALATAN UNTUK DAKWAH

Kalau sekiranya suatu gerakan Islam di Indonesia atau Pemerintah Republik Indonesia sendiri (Departeman Agama) hendak mendirikan sebuah akademi dakwah, adalah sangat baik jika kesebelas ilmu yang perlu itu dijadikan mata kuliah di dalam akademi tersebut, sehingga muballigh dan ahli-ahli dakwah dapat menghadapi tugasnya dengan baik.

Sebab, Imam Malik pernah mengatakan bahwasanya seorang ulama hendaklah menjadi suluh zamannya.

Maka, janganlah muballigh atau ahli dakwah itu membawa suluh yang lebih gelap dari masyarakat yang hendak diberinya terang.

Jangan sampai terdapat kecanggungan si muballigh dan ahli dakwah menghadapi umum karena kurang persiapannya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 34, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MEMUNCAK

"Maka janganlah engkau berduka cita dari apa yang telah mereka kerjakan." (ujung ayat 36).

Alangkah pentingnya ayat ini untuk menjadi tuntunan dan pimpinan bagi para penyeru jalan kebenaran, mubaligh, dan terutama orang yang telah dihargai kaumnya seperti ulama, supaya mereka memerhatikan nasihat Allah kepada Nuh itu, janganlah berduka cita karena pengikut yang beriman itu tidak bertambah, hanya sebesar yang ada itu sajalah, yang memang telah beriman juga.

Cobalah gambarkan!

Seorang Rasulullah yang mencapai usia selama itu, hampir 1.000 Tahun, disambut dengan begitu dingin oleh kaumnya.

Namun demikian, Allah selalu menyuruhnya sabar, jangan berduka cita dan jangan berputus asa. Yang engkau kerjakan itu adalah suatu tugas, suatu kewajiban. Tentang hasil dari tugasmu itu adalah ketentuan dari Allah.

Bagaimana bagi kita yang disebut orang sebagai ulama? Yang selalu dikatakan penyambut warisan dari nabi-nabi? Apalah artinya perjuangan kita dalam usia sependek ini untuk melaksanakan tugas sebagai pewaris tersebut? Padahal usia kita tidaklah sepersepuluh dari usaha beliau Nabi Nuh pada umurnya?

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 553, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KEUTAMAAN AKAL BUDI

Keutamaan akal budi terbagi pula kepada 4 (empat) bagian:

Pertama, sempurna akal.

Sempurnanya akal ialah dengan ilmu.

Kedua, 'iffah (dapat menjaga kehormatan diri).

Sempurnanya 'iffah ialah dengan wara', artinya tiada peduli bujukan manisan dunia.

Ketiga, syaja'ah, yakni berani karena benar, takut karena salah.

Sempurnanya syaja'ah ialah dengan jihad.

Keempat, al 'Adl (Keadilan).

Sempurnanya keadilan ialah dengan insaf.

Dengan keempatnya sempurnalah akal budi.

Dengan sempurna akal budi timbul perasaan wajib mengerjakan agama.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 42, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Ditegaskan pada lanjutan ayat,

"Dan tidaklah menanggung seorang penanggung atas tanggungan orang lain."

Tegasnya, ajaran Al-Qur'an menuju jalan lurus, sebagai tersebut di ayat 9 tadi, adalah untuk kita tempuh sendiri.

Jika bertemu kesulitan, Ayah atau Guru kita tidaklah dapat membantu meringankan beban kita.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 264, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

IBLIS DIBERI KESEMPATAN

Tentu akan timbul pertanyaan orang yang masih serba lemah jiwanya atau masih goyang imannya,

Mengapalah Allah SWT mengabulkan permintaan si Iblis, padahal Allah SWT mengatakan bahwa Dia adalah Pengasih, Penyayang dan Pelindung bagi hamba-Nya?

Allah SWT kabulkan permohonan si Iblis itu karena Allah Maha Kuat, Maha Perkasa, yang kekuatan Allah itu tidak ada batasnya.

Sedang kekuatan Iblis dan Setan itu terbatas.

Dan ini pun pernah disabdakan Allah dengan tegas,

"Sesungguhnya tipu daya Setan itu adalah lemah." (an-Nisaa': 76).

Tetapi Iblis itu pun bersitinah juga, artinya tidak juga berani melangkah lebih maju meskipun dia telah menyebut dan meminta kesempatan buat memperdayakan semua orang.

Dia berdatang sembah selanjutnya kepada Allah SWT,

"Kecuali hamba-hamba Engkau, dari mereka-mereka yang telah disucikan." (ayat 83).

Si Iblis mengakui terus terang bahwa ada pengecualiannya, atau karena dia merasa tidak berani mendekatinya.

Yaitu hamba-hamba Allah yang telah disucikan.

Karena walaupun dia coba bagaimanapun, dan tentu kadang-kadang dicobanya, tidaklah akan berhasil.

Di dalam ayat ini dijelaskan, bahwa Iblis sendiri yang mengakui bahwa orang yang telah disuci dibersihkan oleh Allah SWT, karena usaha orang itu sendiri yang senantiasa mendekati Allah SWT, tidaklah Iblis berani mendekatinya.

Bahkan di dalam surah al-Israa' sesudah Allah SWT memberi kebebasan kepada Iblis buat memperdayakan dan menyesatkan manusia dengan segala daya upaya, dengan suara merdu ataupun dengan serangan tentara Iblis, baik tentara berkuda (kavaleri) atau tentara berjalan kaki (infantri) dan diberi kebebasan menyerikati mereka dalam harta mereka atau anak keturunan mereka, sebagaimana dijelaskan di ayat 64.

Maka pada ayat 65 Allah SWT mengunci dengan firman-Nya,

"Sesungguhnya yang hamba-hamba-Ku tidaklah kekuasaan engkau atas mereka." (al-Israa': 65).

Adapun tentang siapa orang yang disucikan itu, yang Iblis tidak berani mendekatinya, di dalam ayat-ayat terakhir dari surah al-A'raaf ayat 202, yaitu orang yang selalu rapat hubungannya dan tidak pernah putus dengan Allah, yang disebut takwa.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 589-593, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ILMU

Ali bin Abi Thalib berkata,

"Segala keranjang penuh lantaran diisi, cuma keranjang ilmu yang bila diisi meminta tambah".

Yang dibenci oleh Syara' ialah ulama canggung, yang setengah matang.

Sebagai seorang yang bukan Apoteker mencoba mencampur obat, disangkanya akan jadi obat, kiranya jadi racun.

Ulama begini bernama ulama su' (ulama jahat, -pen). Yaitu yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.

Atau diambilnya ilmu untuk menjadi jerat, sehingga orang yang termasuk ke dalam tiada harapan akan ke luar lagi.

Atau digunakannya ilmu untuk memutus-mutus tali kasih sayang, atau diambilnya ilmu menjadi kuda-kuda pencapai kemegahan dan mencari nama.

Ilmu begini, lantaran terletak pada batin yang rusak, tentulah akan menghasilkan kerusakan pula.

Oleh sebab itu maka sebelum suatu ilmu dituntut, janganlah dilupakan ke mana tujuannya.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 48-49, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

APA YANG MENIMBULKAN KEBERANIAN?

Yang menimbulkan keberanian ialah kebenaran.

Tidak ada suatu kekerasan senjata apa pun yang dapat mengalahkan keberanian lantaran kebenaran.

Benarlah pepatah tua nenek moyang,

"Berani karena Benar".

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 273, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

SURAH AN-NAAS (MANUSIA)

"Daripada jin dan manusia." (ayat 6).

Si pengintai-peluang (ayat 4) disebut Si Khannas!

Ada yang halus atau secara halus, itulah yang dari jin.

Ada yang kasar secara kasar; itulah yang dari manusia.

Keduanya membujuk, merayu, setelah memerhatikan bahwa kita lengah.

Karena kelengahan kita, timbullah penyakit waswas dalam dada, hilang keberanian menegakkan yang benar dan menangkis yang salah, sehingga rugilah hidup di tengah-tengah pergaulan manusia yang menempuh jalan berliku-liku ini.

Di ayat penghabisan ini telah dijelaskan bahwa si pengintai-peluang itu terdiri dari dua jenis, yaitu jin dan manusia.

Al-Hasan menegaskan, "Keduanya sama-sama setan. Setan yang berupa jin memasukkan waswas ke dalam dada manusia. Adapun setan yang berupa manusia memasukkan waswas secara kasar."

Qatadah menjelaskan, "Di keduanya ada setannya. Di kalangan jin ada setan-setan, di kalangan manusia pun ada setan-setan."

Orang yang terpelihara dalam benteng itu ialah orang yang benar-benar tidak ada sesembahan lain, tidak ada yang disembahnya selain Allah. Adapun orang yang mengambil hawa nafsunya menjadi Tuhannya, maka dia itu ada di tempat medan setan, bukan berlindung di benteng Allah.

Sekian al-Ghazali.

Maka banyaklah keterangan dari Rasulullah saw. sendiri tentang bagaimana pentingnya kedua surah ini, yang selalu disebut Mu'awwidzataini (Dua Surah Perlindungan) untuk dijadikan bacaan pengukuh iman, penguat jiwa, penangkis bahaya.

Maka tersebutlah di dalam sebuah hadits shahih, dirawikan oleh Bukhari, yang beliau terima dengan sanadnya daripada Ibu orang-orang Mukmin, Aisyah (semoga Allah ridha kepadanya) bahwa junjungan kita Nabi Muhammad saw. apabila hendak masuk ke dalam tempat tidurnya setiap malam, dikumpulnya kedua telapak tangannya, kemudian dibacanya Qul Huwallaahu Ahad, Qul A'udzu Bi Rabbil Falaq, sesudah itu Qul A'udzu Bi Rabbin Naasi, yang ditampungkannya sambil membaca itu dengan kedua telapak tangannya itu. Setelah selesai, maka dibalurkannya kedua telapak tangannya itu pada bagian-bagian yang dapat dicapai oleh kedua telapak tangannya itu, dengan dimulai dari kepalanya dan mukanya, terus kepada seluruh badannya sampai ke bawah. Diperbuatnya demikian sampai tiga kali.

Selain dari Bukhari, hadits ini pun dirawikan oleh Ashhabus Sunan.

Dan ketika penulis tafsir ini masih kecil, cara pelaksanaan hadits ini telah diajarkan kepadaku oleh ayahku dan guruku. Dan dalam perjalanan-perjalanan musafir ketika saya mengiringkan beliau, jaranglah aku tidak melihat beliau melakukan demikian. Demikianlah adanya. Semoga Allah selalu merahmati. Amin.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 333-335, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AYAHKU

Ada pula orang yang membaca karangan-karangan beliau dari jauh dan memahamkan isinya, lalu meminta pengakuan beliau supaya dianggap muridnya juga dan meminta ijazahnya.

Dan beribu-ribu pula yang sentiasa mendengarkan tablighnya di hadapan umum dan memegang teguh pelajarannya.

Suatu tradisi di dalam pergaulan ialah memegang suatu pepatah:

"Satu kalimat pun engkau diajarnya, dia adalah Syeikhmu."

Sebab itu tidak jarang terjadi, seorang murid datang dari jauh kepada seorang guru, lalu dibawanya ke hadapan guru itu, menegur bacaannya kalau salah, atau ertinya kalau keliru, atau menyetujui kalau bacaannya itu sudah benar; dan dimintanya pengakuan guru itu (ijazah). Demi setelah mendapat pengakuan dari guru itu, dia pun banggalah bahawa dia telah menjadi muridnya. Setelah itu dia pun pergilah, mungkin tidak akan berjumpa lagi untuk selama-lamanya dengan guru itu.

Dengan air mata menitik, K.H. Mas Mansur berpidato di atas kubur beliau ketika beliau dikebumikan di Karet, Jakarta:

"Saya adalah murid beliau."

(Buya HAMKA, Ayahku, 438-439, PTS Publishing House Malaysia, 2015).

Ayat ini patut benar dipahamkan oleh sekalian orang yang merasa dirinya memikul tugas dakwah, pewaris Anbiya'.

Basyiran mesti terlebih dahulu daripada nadziran.

Ajakan dengan gembira hendaklah terlebih dahulu daripada mengancam.

Jangan salah letaknya, sehingga mengancam terlebih dahulu daripada mengajak.

Berapa banyaknya orang-orang yang hatinya telah lari dari agama, karena menerima pendidikan yang salah, menemui seorang guru atau kiai atau mubaligh.

Mulai saja membuka pengajian, keluarlah segala ancaman.

Barangsiapa begini masuk neraka Jahannam, barangsiapa yang tidak shalat menjadi kafir laknatullah, tidak sah nikah dengan istrinya.

Barangsiapa perempuan yang terbuka rambutnya, akan digantungkan dengan rambutnya itu dalam api neraka yang sangat panas. (hadits palsu, -pen).

Barangsiapa suka mengumpat menggunjing orang lain, akan dibenamkan ke dalam neraka, dalam satu sungai yang airnya mengalir dari faraj seorang perempuan lacur, dan lain sebagainya.

Maka dengan demikian, tidak ada yang menarik orang kepada agama, bahkan bertambah jauhlah dia dari tempat belajar.

Dia takut datang kembali, karena hanya neraka saja yang didengarnya terlebih dahulu, sebelum mendapat ajakan gembira.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 387-388, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

RENUNGAN BUDI

Maksud menuntut ilmu bukanlah semata-mata memperluas ilmu pengetahuan saja, melainkan untuk mengabdi pada masyarakat dan mempertinggi mutu pribadi.

Menuntut ilmu pengetahuan betapapun luasnya tidaklah akan berfaedah kalau tidak mempertinggi nilai pribadi.

(Buya HAMKA, Lembaga Budi: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Hal. 186-188, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

BUDAK BUKU

Pamor kaum Muslimin menjadi padam sejak 700 Tahun belakangan karena ulama-ulamanya sudah menjadi budak kitab.

Tidak keluar lagi pendapat yang baru, sudah dicukupkan dan diikutinya saja dengan membuta-tuli hal-hal yang ditulis oleh ulama yang terdahulu.

Sikap menurut saja itu dinamakan taqlid dan orang yang menjadi Si Pak Turut dinamakan muqallid.

Satu golongan mengatakan bahwa sejak Abad ke-7 Hijriah pintu untuk berijtihad telah tertutup. 

Kita sudah harus menurut saja (taqlid) kepada apa yang ditulis oleh ulama terdahulu.

Sampai hari Kiamat pintu ijtihad tidak tertutup.

Sebab, permasalahan yang dibahas akan selalu muncul dalam masyarakat yang dinamis dan selalu bergerak.

Kita harus berani meninjau kembali pendapat ulama terdahulu.

Sudah jelas bahwa permasalahan masyarakat yang kita hadapi tidak sama dengan yang mereka hadapi.

(Buya HAMKA, PRIBADI HEBAT, Hal. 119, 121, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2014).

GELAP SESUDAH TERANG

Kalau dia orang Islam, dia telah banyak mengenal Al-Qur'an dan telah tahu memperbedakan mana hadits yang shahih, mana yang dhaif dan mana yang maudhu' (palsu).

Pendeknya, dia sudah terhitung ahli dalam ayat Allah.

Akan tetapi, rupanya, semata-mata mengenal ayat-ayat Allah saja, kalau tidak pandai mengendalikan hawa nafsu maka pengetahuannya tentang ayat-ayat Allah itu satu waktu bisa tidak memberi faedah apa-apa, bahkan dia terlepas daripada ayat-ayat itu; tanggal atau ungkai atau copot dirinya dari ayat itu.

Nabi disuruh menceritakan keadaan orang yang telah mengerti ayat-ayat Allah, fasih menyebut, tahu hukum halal dan hukum haram, tahu fiqih dan tahu tafsir, tetapi agama itu tidak ada dalam dirinya lagi.

Allahu Akbar!

Sebab akhlaknya telah rusak.

"Maka, Setan pun menjadikan dia pengikutnya lalu jadilah dia daripada orang-orang yang tersesat." (ujung ayat 175).

Rupanya karena hawa nafsu, ayat-ayat yang telah diketahui itu tidak lagi membawa terang ke dalam jiwanya, melainkan membuat jadi gelap.

Akhirnya dia pun menjadi anak buah pengikut Setan sehingga ayat-ayat yang dia kenal dan dia hafal itu bisa disalahgunakan.

Dia pun bertambah lama bertambah sesat.

Maka karena dia telah sesat, dipakainyalah ayat Al-Qur'an yang dia hafal itu untuk mempertahankan kesesatannya, dengan jalan yang salah.

Dia masih hafal ayat-ayat dan hadits-hadits itu, tetapi ayat dan hadits sudah lama copot dari jiwanya, dan dia telah tinggal dalam keadaan telanjang.

Na'udzubillah min dzalik.

"Dan barangsiapa yang Dia sesatkan, mereka itulah orang-orang yang rugi." (ujung ayat 178).

Kebenaran ayat-ayat Allah diketahui, tetapi diri sendiri mendapat kutuk daripadanya.

Laksana anjing yang selalu kehausan, sebab nafsu tidak ada batasnya.

Moga-moga dijauhkan Allah kutuk seperti ini dari kita sekalian.

Amin!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 598-601, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MEMERANGI HAWA NAFSU

Asal arti hawa ialah angin atau gelora. Dia ada pada tiap-tiap manusia. Dia hanya gelora, tidak berasal.

Di dalam perjuangan melawan hawa nafsu, manusia terbagi 3 (tiga) bagian:

1. Yang kalah dirinya oleh hawa sampai ditahan dan diperbudak oleh hawa itu sendiri yang dijadikannya Tuhan.

"Adakah engkau lihat (Muhammad) orang yang mengambil hawanya menjadi Tuhannya?"

Tuhan ialah yang disembah dan diikut perintahnya.

2. Peperangan antara keduanya berganti-ganti, kalah dan menang, jatuh dan tegak. Orang yang berperang berganti kalah dan menang inilah yang patut disebut "Mujahid". Kalau dia mati di dalam perjuangan itu, matinya mati syahid.

Derajat yang kedua ini derajat pertengahan, di atasnya ialah derajat nabi-nabi dan wali-wali (1).

(1) Wali yang dimaksud di sini, ialah Waliyur Rahman, yang disebut Tuhan dalam Al-Qur'an yang telah taqarrub kepada Allah dengan amal ibadahnya, bukan wali menurut setengah umat yang telah diperjualbelikan oleh ulama-ulama yang mengubah-ubah perjalanan agama.

3. Orang yang dapat mengalahkan hawanya, sehingga ia yang memerintah hawa, bukan hawa yang memerintahnya, tidak bisa hawa mengutak-atikkanya, dia yang raja, dia yang kuasa, dia merdeka, tidak terpengaruh; tidak diperbudak hawa.

Umar bin Khaththab juga mendapat derajat yang hampir meningkat ini, karena Rasulullah saw. pernah bersabda kepada Umar,

"Demi Tuhan yang menguasai diriku di dalam tangan-Nya, tidaklah bertemu engkau dengan Setan pada suatu jalan, melainkan menyingkirkan Setan itu kepada jalan lain yang tidak engkau lalui." (HR. Muslim dan Saad bin Abi Waqash).

Kalau manusia kurang hati-hati, tergelincirlah dia, sangkanya dia sanggup memerdekakan diri dari pengaruh Setan, dia percaya akan dirinya sendiri, dia akan sanggup berjuang dengan Setan atau dengan hawa; padahal dengan tidak diinsafinya dia telah terpengaruh oleh Setan dan hawa nafsu.

Bahkan kadang-kadang dirinya sendiri telah jadi Setan dengan tidak disadarinya; karena yang diikutinya bukan perintah Tuhan yang tidak setuju dengan kehendak nafsunya diputarnya, didalihnya, dibajuinya dengan baju agama. Kadang-kadang orang yang lancar lidahnya berpidato, tidak gugup naik podium sanggup memegang pimpinan kumpulan dan orang banyak, padahal dia menurutkan hawa nafsu.

Apa saja tipuan yang dilakukannya kepada orang banyak, diberinya cap "atas nama agama", "demikian firman Allah", demikian "titah Rasul" tidak boleh dilanggar, siapa melanggar berdosa. Padahal ayat dan hadits itu, hanya diambilnya, menguatkan hawanya. Bukan hawanya yang ditaklukkannya, kepada Al-Qur'an dan hadits.

"Apakah tandanya guru-guru agama, atau pengajar yang tidak dipengaruhi hawa nafsu?"

Tandanya ialah:

1. Dia mengajak orang lain "lil Lah" (karena Allah) bukan supaya diikuti orang juga hendaknya. Sebab kewajibannya menyampaikan dan yang memberi hidayah ialah Tuhan Allah.

2. Bukan menyeru untuk diri. Menyeru mengajak kembali kepada Tuhan.

3. Insaf bahwa dia hanya manusia, tidak cukup, dan tidak lebih dari orang lain, jika dia pintar, ada pula yang lebih pintar darinya.

Tanda-tandanya:

Jika dia sedang mengajar, memberi wa'az, atau sedang berpidato, ada pula orang di tempat lain yang lebih baik perjalanannya atau lebih tinggi ilmunya, lebih disegani orang daripadanya atau sama; bagaimanakah perasaan hatinya? Bagaimanakah sikapnya?

Kalau dia suka cita atau gembira bersyukur kepada Allah lantaran ada orang lain yang bekerja sebagaimana pekerjaannya menyiarkan ilmu pengetahuan kepada umat, itulah sebagian tanda bahwa ia telah dapat mengalahkan nafsu.

Jika sebaliknya, maka tidaklah lebih tingkat orang ini dari manusia biasa yang berlain hanya pekerjaannya.

Yang setengah tukang dengar, dan dia tukang pidato, tetapi sama masih diperintah hawa nafsu. Bahkan kadang-kadang orang yang diberi pelajaran lebih dahulu paham daripada yang memberi.

Maka hal ini bukanlah buat menyelidiki orang lain. Tetapi menyelidiki diri kita sendiri. Bertambah tinggi martabat diri orang, bertambah banyaklah dia mengintai dirinya sendiri.

Sayidina Abu Bakar Shiddiq ra. pernah berkata, "Bunuh sajalah saya, karena saya ini tidak lebih baik daripadamu."

Dan Sayidina Ali bin Abi Thalib pernah dipuji orang bermuka-muka. Maka beliau pun murkalah sambil berkata, "Saya lebih tahu hakikat diriku."

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 139-143, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

BERTUHANKAN HAWA NAFSU

Kalau hawa itu hanya bergejala sebentar, misalnya marah lalu membanting-banting barang-barang hingga rusak, lalu menyesal, belumlah termasuk payah.

Tetapi bagaimana kalau mempertuhan hawa telah menjadi sikap jiwa?

Pada orang yang tidak mau lagi menerima kebenaran karena kebenaran itu keluar dari mulut orang yang dibencinya.

Ada orang berkata tidak mau mengakui kesalahannya karena malu akan dikatakan orang telah turun gengsinya.

Padahal, akal budinya yang murni mengakui memang dia salah dan teguran orang itu benar.

"Dan mencegah diri daripada hawa, maka sesungguhnya surgalah dia tempat kediamannya." (an-Naazi'aat: 40-41).

Sebab itu, ahli-ahli tasawuf seumpama Ibnul Qayyim di dalam kitabnya, Zadul Ma'ad, membagi jihad manusia itu kepada melawan 4 tingkat musuh.

Pertama jihad melawan hawa, kedua melawan nafsu, ketiga melawan Setan, dan keempat melawan rayuan dunia.

Musuh yang paling besar ialah hawa dan nafsu karena keduanya adalah di dalam diri kita sendiri.

Dalam kita menghadapi musuh yang dari luar itu keduanya ini selalu ditentang lebih dahulu.

Dan ada 2 musuh besar lagi yang tampak kata beliau, yaitu kaum munafik dan kafir yang hendak merusak Islam.

Itu pun dapat dihadapi asal kita tetap waspada dari musuh 4 yang bermula.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 272-273, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

CELAKA

Ada pula orang yang memilih jalan sesudah berpikir lama, bermurung menimbang-nimbang ke mana dia mesti lalu.

Dia melangkah, dan sudah banyak tonggak pal yang dilaluinya, di tengah perjalanan itu dia tahu bahwa dia telah sesat jalan, bukan ke sana mestinya.

Sebab itu dia kembali ke pangkal jalan, diambilnya pula jalan yang lain.

Dia pun melangkah.

Maka sebagaimana yang pertama, di tengah jalan kenyataan pula dia sesat, dia surut ke pangkal jalan, hendak menempuh jalan yang ketiga, dan dalam perjalanan, takaran umur pun habislah, daya-upaya tak ada lagi.

Itulah orang yang malang.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 363, 358, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Kerapkali yang menghalangi kita menerima kebenaran baru itu bukanlah karena benarnya apa yang kita pegang, melainkan karena tiap-tiap manusia itu menurut ilmu jiwa amat berat bercerai dari kebiasaannya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 356, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PENGANTAR PENERBIT

Walaupun pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh pembaca disampaikan dalam konteks kurun waktu 1960-an, jawaban-jawaban yang diberikan oleh HAMKA sangat kontekstual, bahkan untuk kasus-kasus yang terjadi belakangan di Tahun 2016.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. x, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

BILA BUYA BERFATWA (SEBUAH TELADAN)

"Saya bersedia rujuk kembali (mencabut kembali) fatwa saya ini kalau ada keterangan yang lebih benar ..."

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 210, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

Allah "tidak memandang" kepada mereka, sebagaimana ungkapan Batman "tidak dipandang sebelah mata".

Apalagi harga diri kalau Allah tidak berkenan memandang?

Bagaimana kalau di akhirat Allah tidak mau memandang?

Belum masuk Neraka sudah mendapat hukum yang getir.

"Dan tidaklah Dia akan membersihkan mereka,"

Dengan memberikan ampunan.

Pembersihan yang demikian tidak akan berlaku di akhirat terhadap si penjual atau si penyembunyi kebenaran.

"Dan untuk mereka adalah adzab yang pedih." (ujung ayat 174).

KEBENARAN ALLAH ITU SATU, TIDAK ADA KATA DUA.

Manusia akan mati,

Kebenaran tetap hidup.

Orang dapat merasai menang sementara, karena menentang kebenaran, akhirnya kelak kebenaran itu akan menertawakannya juga.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 318-319, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

RENUNGAN BUDI

Tasamuh berlapang dada adalah hasil dari latihan budi.

Tetapi tasamuh saja belumlah cukup sebelum kita sanggup memahami pendirian orang lain.

Dan mengetahui pokok pendirian orang lain untuk dihormati dan untuk memperkuat pula pokok pendirian kita sendiri.

Tasamuh yang sampai mengabaikan pendirian sendiri bukan lagi tasamuh namanya, tetapi kelemahan.

***

Orang Islam di zaman modern selalu menganjurkan ijtihad dan ijtihad adalah hasil dari kemerdekaan berpikir,

Tetapi kerapkali kejadian, orang yang telah mengeluarkan pendapat dan kebebasan pikirannya amat fanatik mempertahankan pendapat itu, dan memaksa supaya pikiran orang lain sejalan dengan pikirannya.

Kadang-kadang kalau orang mengeluarkan pendapat yang berlainan dengan pendapatnya, orang itu dianggap lawan atau musuhnya.

Itulah orang yang pembanteras fanatik dan pengikut-pengikutnya, adalah penyerang orang lain yang dituduhnya taklid, karena orang itu tidak taklid kepada gurunya.

(Buya HAMKA, Lembaga Budi: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Hal. 201-202, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

"Jangan berkawan dengan orang durjana, sebab berkawan dengan mereka mengajar engkau kenal pula akan kedurhakaan."

Sekian fatwa Sayidina Umar bin Khaththab.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 387, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

Jangan sekali-kali dengan ilmu kita yang terbatas mencoba membatalkan ayat dan ilmu Tuhan yang tidak terbatas.

Belajar ke pulau bakal,

Bawa seraut duo tiga,

Kalau kail panjang sejengkal,

Janganlah laut hendak diduga.

Maka dengan ayat ini, sekali lagi, kita tafakur memikirkan betapa kasih sayang Allah kepada kita.

Sehingga rencana pemeliharaan hidup manusia didahulukan daripada perintah amar atas 7 langit.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 127, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Di mana-mana, kebenaran hendaklah ditegakkan; berdasarkan nash yang shahih, jelas, dan tidak dapat diartikan lain; Qath'i (kata putus, sehingga tidak dapat dibantah lagi).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar).

"Dan orang-orang yang menjaga batas-batas Allah."

Yang keenam, niscaya dilengkapkan dengan yang ketujuh ini. Barulah orang tahu mana yang makruf dan mana yang mungkar kalau dia mengetahui mana-mana batas-batas yang ditentukan oleh Allah. 

Mana larangan, mana suruhan, mana yang boleh, dan mana yang tidak boleh. 

Sehingga tidaklah dia secara serampangan saja menganjurkan yang dirasa makruf dan mencegah yang mungkar.

Oleh sebab itu pula menjadi jelaslah bahwasanya orang yang beriman itu tidak dalam urusan ilmu, terutama ilmu agama.

Melainkan menambah terus pengetahuannya dan memperbaiki mutu imannya.

Datanglah penutup ayat,

"Dan gembirakanlah orang-orang yang beriman." (ujung ayat 112).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 299, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Ini adalah ayat Al-Qur'an.

Ragu akan kebenaran janji Allah ini, kafir hukumnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 150, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BERANI-BABI DAN PENGECUT

Perangai yang sehat ialah syaja'ah.

Yaitu berani karena benar dan takut karena salah.

Seorang muslim yang sejati, amat lekat syaja'ah itu dalam kalbunya.

Dia amat kuat beroleh kehinaan, takut agamanya akan mundur, takut derajatnya akan luntur, takut masuk neraka, takut hidup tidak akan berguna, takut umatnya akan hina.

Lantaran takut akan ditimpa segala bahaya itu, maka dia berani menghadapi mati.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 177-180, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

RENUNGAN BUDI

Kekayaan harta benda, pangkat atau kedudukan yang tinggi, tidaklah dapat menutupi kekerdilan jiwa atau tabiat yang tidak jujur.

Malahan bertambah besar kekayaan atau bertambah tinggi kedudukan, bertambah jelasnya kekerdilan jiwa dan kekurangan seseorang.

Oleh sebab itu, perkayalah batin lebih dahulu untuk menghadapi kemungkinan naik atau kemungkinan jatuh.

(Buya HAMKA, Lembaga Budi: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Hal. 151, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

MUKMIN SEJATI

Kata ahli kalimat, kebudayaan itu adalah gabungan dari dua kata: budhi dan daya.

Budhi artinya cahaya yang timbul dari jiwa.

Daya ialah perbuatan yang timbul dari gerak anggota.

Maka, bolehlah kita katakan bahwa Mukmin sejati itu adalah orang yang berkebudayaan tinggi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 121, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SUMPAH BOHONG

Apabila kita ibaratkan dosa-dosa mempunyai sesuatu yang paling buruk, seperti manusia mempunyai kotoran yang bernama najis, di antara dosa yang begitu banyak, yang paling keji, dan busuk itu adalah tutur bohong.

Nabi saw. masukkan pula bohong itu serupa dengan pelacuran.

Bohong adalah pintu gerbang pertama yang membuat orang terjerumus menjadi munafik.

Sabda Nabi saw.,

"Perbuatan khianat yang paling besar ialah berkata-kata engkau dengan saudara engkau yang ia telah menyangka perkataan ini benar, padahal engkau sendiri mendustakan perkataanmu itu." (HR. Ahmad).

"Tiga orang manusia yang tidak akan diajak berbicara oleh Allah di hari Kiamat dan tidak akan dipandang oleh Allah ialah orang yang mencercakan pemberiannya, yang menafkahkan hartanya dengan sumpah yang keji, dan orang yang mengembang-ngembangkan selendangnya (takabur)." (HR. Muslim).

Sedang Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa dusta itu menghilangkan sari atau sinar yang ada pada wajahmu.

Sesungguhnya dusta itu diharamkan karena menipu masyarakat dan mengubah tatanan pergaulan, merusak budi sendiri, dan memberi melarat pada orang lain.

(Buya HAMKA, Akhlaqul Karimah, Hal. 56-57, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Desember 2017).

TASAWUF

Kita banyak mengenal Ibnu Taimiyah karena membaca buku-buku Ibnul Qayyim yang sangat banyak, mengenai berbagai soal.

Kedua beliau pun menyukai Tasawuf, tetapi sangat menentang akan paham Ibnu 'Arabi.

Buah pikiran Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim-lah yang menimbulkan inspirasi bagi Syekh Muhammad Ibnu Wahhab dalam Abad ke-18 (Abad ke-12 Hijriyah), buat membangun paham "kembali kepada Wahabi" sebagai lanjutan dari Madzhab Hanbali inilah yang diperjuangkan oleh raja-raja Ibnu Sa'ud di tanah Arab,

Yaitu Tauhid!

Ibnul Qayyim yang luas paham dan ilmu pengetahuan itu, kadang-kadang membela juga kalau ada kaum sufi yang berpaham Wihdatul Wujud, kalau hanya karena dimabuk cinta belaka.

(Buya HAMKA, Perkembangan & Pemurnian Tasawuf, Hal. 265-266, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

CERITA TIGA ORANG YANG DIKUCILKAN

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan beradalah kamu bersama orang-orang yang benar." (ayat 119).

Meskipun kadang-kadang berat ujian yang akan ditempuh, takwa hendaklah ditegakkan terus.

Ka'ab bin Malik dan kedua temannya, sebagai orang-orang yang beriman telah mempertahankan takwa, walaupun untuk mereka telah menderita sementara, dikucilkan 50 hari.

Mereka saksikan orang-orang yang berbohong dapat melepaskan diri dari kesulitan dan mereka kalau bercakap jujur akan dimurkai. 

Namun mereka tetap tidak mau masuk golongan munafik yang berbohong untuk melepaskan diri.

Ombak dan gelombang kehidupan menurun dan menaik.

Angin kadang-kadang menjadi badai dan ribut besar, dan kadang-kadang mereda.

Kejujuran kadang-kadang meminta pengorbanan dan penderitaan, tetapi mereka tetap bertahan pada kejujuran.

Mereka tetap mengambil pihak dan memilih hidup bersama dalam daftar orang yang benar dan jujur.

Kadang-kadang orang munafik naik daun karena munafiknya.

Ka'ab bin Malik tidak mau memilih pihak jadi barisan munafik, sebab meskipun pada zahir munafik kelihatan senang, namun apa saja yang mereka bangun, apa saja yang mereka tegakkan, namun hati mereka akan tetap bergoncang dan ragu kepada diri sendiri, baru akan hilang goncangan hati itu, kalau hati itu sendiri telah terpotong-potong.

Ka'ab bin Malik dan orang-orang yang menempuh jalan yang benar itu berpendirian, biarlah kelihatan pada zahir oleh orang lain kita menderita, asal batin kita sendiri merasa bahagia sebab kita tetap berdiri pada yang benar.

Yang benar akhirnya akan tegak terus.

Maka sampailah dia di puncak kebahagiaan, apabila kebenarannya diakui Allah, 

Bahwa bagaimanapun susahnya menegakkan kebenaran, tirulah Ka'ab bin Malik dan kedua temannya, yaitu hendaklah kamu selalu berdiri di pihak yang benar.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 314-315, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TIGA ILMU DALAM ISLAM

Di dalam agama Islam, adalah tiga ilmu yang seumpama tali berpilin tiga, yang setiap orang Muslim wajib mempelajari dan mengamalkannya.

Pertama, ilmu tauhid.

Kedua, ilmu fiqih.

Ketiga, ilmu tasawuf.

Ilmu tauhid adalah ilmu untuk mengetahui adanya Allah.

Ilmu fiqih untuk menjalankan syari'at dan amalan, sehingga kita mengetahui bagaimana caranya mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan lain-lain yang sesuai dengan ajaran Nabi kita.

Ilmu tasawuf dinamai juga ilmu qulub (ilmu hati atau ilmu kebatinan), dinamai juga Asma'ul Qulub, rahasia hati. Ia berkehendak kepada riyadhah, yaitu melatih diri sendiri, dengan menegakkan al-akhlaqul mahmudah (budi pekerti yang terpuji) dan membersihkan diri dari al-akhlaqul madzmumah (budi pekerti yang tercela).

Ketiga ilmu yang kita sebutkan tadi melengkapi satu dengan yang lainnya.

Kalau kita sebutkan belajar ilmu tauhid saja, belumlah cukup.

Sebab kita baru mengenal Allah sebagai ilmu, belum diikuti oleh amal.

Dengan belajar ilmu fiqih saja, kita akan jadi ahli "hukum" Islam, tetapi belum tentu budi kita menjadi halus.

Banyaklah ahli-ahli fiqih yang menjadi kasar budinya, suka berdebat berkaruk harang, menuduh ini bid'ah, ini tidak sah, padahal kekhusyukannya kepada Allah amat tipis.

Sebaliknya pula, kalau belajar ilmu tasawuf saja, padahal belum mengetahui sifat-sifat Allah, akan menyeleweng kepada agama lain, dan keluar dari Islam dengan tidak disadari. Apalagi ada ahli-ahli kebatinan itu yang berkata bahwa shalat dan ibadah itu hanya untuk orang awam karena mereka belum yakin. Kalau kita sudah yakin, kata mereka shalat tidak perlu lagi. Yang demikian itu memang kebatinan juga, tetapi tidak lagi kebatinan Islam.

Oleh sebab itu, maka pelopor tasawuf yang besar, Imam al-Ghazali, menjelaskan benar-benar bahwa kita belum boleh belajar tasawuf atau menjadi murid, kalau terlebih dahulu belum mempelajari ilmu tauhid. Setelah mendalami tauhid, dipelajari pula Sunnah Rasulullah saw., setelah itu belajarlah tasawuf kalau hendak belajar.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 445-446, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

KEBAIKAN BUDI

A. MENCAPAI KEBAIKAN BUDI

1. Pembangunan Budi Pekerti

Budi pekerti yang baik merupakan perangai dari para rasul, orang terhormat, sifat seorang muttaqin, dan hasil dari perjuangan orang yang 'abid,

Sedangkan budi pekerti yang jahat adalah racun berbisa, kejahatan dan kebusukan yang menjauhkan diri dari Rabbul 'aalamin.

Budi pekerti jahat menyebabkan orang terusir dari jalan Allah SWT dan tercampak kepada jalan Setan.

Budi pekerti jahat adalah pintu menuju Neraka yang bernyala dan menghanguskan hati nurani, sedangkan budi pekerti yang indah laksana pintu menuju jannah Ilahi.

Budi pekerti jahat adalah penyakit jiwa, penyakit batin, dan penyakit hati.

Penyakit ini lebih berbahaya dari penyakit jasmani.

Orang yang ditimpa penyakit jiwa akan kehilangan makna hidup yang hakiki dan hidup yang abadi.

Ia lebih berbahaya dari penyakit badan.

Dokter mengobati penyakit jasmani menuruti sarat-sarat kesehatan. Sakit itu hanya kehilangan hidup yang fana.

Oleh sebab itu, hendaklah diutamakan menjaga diri dari penyakit yang akan menimpa jiwa, penyakit yang akan menghilangkan hidup yang kekal.

Ilmu kedokteran yang telah maju harus dipelajari oleh setiap orang yang berpikir karena tidak ada hati yang sunyi dari penyakit berbahaya itu.

Jika dibiarkan saja, dia akan bertambah menular dan bertimpa penyakit atas penyakit.

Penting sekali bagi seorang hamba untuk mempelajari sebab-sebab penyakit itu, mengusahakan kesembuhannya, dan memperbaiki jalannya kembali.

Itulah yang dimaksud firman Allah SWT,

"Sungguh beruntung orang yang menyucikan (jiwa itu)." (asy-Syams: 9).

Orang yang membiarkan dan menyia-nyiakan jiwa dikenal oleh ayat yang berlawanan dengan ayat atas,

"Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya." (asy-Syams: 10).

Oleh karena itu, maksud penulis di dalam buku ini menunjukkan beberapa macam penyakit hati dan cara menyembuhkannya.

(Buya HAMKA, Akhlaqul Karimah, Hal. 1-3, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Desember 2017).

MENGUMPAT

Mengumpat, bergunjing, atau membicarakan keburukan orang lain di belakangnya menjadi kebiasaan di dalam masyarakat.

Perbuatan seperti ini menjadi pintu kemunafikan, menghilangkan rasa percaya orang lain di dekat kita.

Tandanya, dia berani pula membuka aib kita di hadapan orang lain.

Allah SWT mengibaratkan tukang cela orang lain itu seperti orang yang memakan daging saudaranya sendiri.

Nabi saw. sendiri ketika ditanya, "Siapakah yang patut disebut seorang Muslim?"

Beliau saw. menjawab,

"Orang Muslim itu yang terpelihara dari kejahatan lidah dan tangannya."

Orang yang biasa mengumpat orang lain, kerjanya hanya mencari cela orang saja, tidak ada orang di sisinya.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an,

"Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela." (al-Humazah: 1).

Humazah ialah orang yang suka mencela orang lain dan menghinakannya.

Lumazah ialah orang yang pemakan daging manusia, justru lebih jahat lagi dari pemakan daging.

Menurut riwayat kebanyakan ahli Salaf memandang bahwa ibadah shalat dan puasa itu masih disebut ibadah yang biasa, sedangkan yang lebih utama ialah menahan lidah dari membicarakan aib dan cela manusia.

Ibnu Abbas r.a. mengatakan,

"Sebelum membuka aib orang lain, lebih dahulu selidikilah aib diri sendiri."

Imam al-Ghazali menjelaskan pengumpat atau penggunjing, kata beliau,

Engkau sebut-sebut keadaan saudara engkau yang kalau ia dengar, hatinya sakit. Baik kekurangan pada badan, turunan, perangai, perbuatan, perkataan, agama, maupun harta sampai kepada kekurangan potongan bajunya, keburukan rumah, dan keburukan kendaraannya.

Tentang badannya, engkau sebut dia pendek, gigi tonggos, muka bopeng, telinga luas, terlalu tinggi, punggung bungkuk, kulit hitam dan lain-lain yang menunjukkan kekurangan.

Tentang turunan, engkau katakan ibunya fasik, ayahnya durjana, neneknya perampok, sukunya pemecah, kaumnya penipu, dan lain-lain.

Tentang perangai, engkau sebut dia takabur, pemuji, peminta, pengecut, dan lain-lain.

Tentang perangai, dikatakan dia pencuri, pendusta, peminum, bakhil, tidak hormat pada orang tuanya, dan lain-lain.

Untuk mencukupkan arti pengumpat, cukuplah kita salinkan saja kata-kata Nabi saw.,

"Yang dinamakan pengumpat ialah membicarakan saudara engkau atas barang yang dibencinya."

Kalau seorang manusia sakit hati lantaran dibicarakan tentu akan sakit pula hatinya dibicarakan dengan isyarat mata, cibir bibir, gerak, atau goyang tangan, pendeknya tiap-tiap perbuatan yang dapat membuat sakit hati orang yang dituju.

Siapa yang mengisyaratkan dengan matanya menunjukkan bahwa orang yang lewat di hadapannya adalah pendek atau tinggi, kurus atau terlalu gemuk, pendek leher atau lapang baju, terlalu gagah atau salah memakai pakaian, atau ditiru-tiru cara berjalannya guna mengejek, semua termasuk menggunjing juga.

Kelihatan seorang kawan memakai pakaian yang berbeda dari yang dipakai orang banyak, kemudian kita sindir kepada kawan yang lain,

"Sejak pulang dari merantau, sudah banyak berubah saya lihat."

Ini pun termasuk gunjing yang diharamkan.

Atau kita berdoa,

"Ya Allah, mudah-mudahan janganlah saya bernasib seperti orang itu" (lantaran badannya terlalu pendek) misalnya, itu pun bernama gunjing.

Ada lagi yang lebih halus,

Mula-mula dipuji seorang yang hendak digunjing itu, disebut-sebut bahwa dia mendapat nikmat dari Allah SWT, tetapi sayang dia tidak sunyi kesalahan (maklumlah manusia) begitu banyak salah dan silap. Itulah kekurangannya sehingga nikmat yang dipujikan itu hilang belaka oleh 'tetapi' dan 'cuma'.

Mula-mula yang mendengar menyangka bahwa ini betul-betul pujian rupanya racun diberi bergula dan diberi pula perhiasan dengan "karena Allah".

Cara lain ialah berkata,

"Aduh kasihan si Anu, begitu hebat cobaan yang datang ke dirinya. Utang sudah terlalu banyak, istri minta cerai, anaknya telah dicabut dari sekolah. Menjadi iktibar bagi kita, bahayanya orang yang terlalu boros, macam-macam saja cobaan yang Allah SWT berikan kepadanya."

Kalimat di atas menyatakan rasa simpati karena menyebut nama Allah SWT, tetapi di balik itu adalah membuka aib orang lain.

Kadang-kadang si pendengar tercengang atas perkataan yang didengarnya, misalnya,

"Saya sangka si Anu tidak akan begitu karena kelihatan oleh saya selama ini bahwa dia itu rajin shalat, orang yang saleh, pandai bergaul, tidak terlalu royal, tetapi rupanya tidak seperti itu hakikatnya, memang macam-macam saja cobaan Allah SWT kepada manusia."

Nama Allah SWT tidak lupa disebutkan di dalam kejahatan itu, tak ubahnya dengan maling yang berdiri di tengah jalan, melihat melenggong perempuan-perempuan cantik tiap-tiap ada yang lewat, selalu membaca "Astaghfirullah."

(Buya HAMKA, Akhlaqul Karimah, Hal. 61-64, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Desember 2017).

HASUNG FITNAH

Hasung fitnah dalam bahasa Arab disebut namimah, yaitu orang yang suka menyebarkan kabar-kabar yang menyakiti hati sehingga timbul permusuhan dan pertikaian, membuka perkara yang hakikatnya tidak boleh dibuka sehingga seorang mendapat malu atau hina pada pandangan orang banyak lantaran perbuatan tukang hasung fitnah.

Atau memberi malu, baik dengan mulut, atau dengan tulisan tentang perkataan orang yang difitnah atau tentang perbuatan yang kalau hal ini dibuka akan memperdalam permusuhan.

Manusia tidak boleh membuka aib dan cela orang kepada orang lain karena tidak ada manusia yang hidup di atas dunia ini yang terlepas dari kecelaan.

Pada zaman modern sekarang ini, kaum penerbit surat kabar (pengusaha) yang mempunyai reporter di pojok-pojok negeri, selalu menerima kabar dari reporter yang akan dimasukkan ke dalam surat kabarnya, tetapi para redaktur hanya suka menerima fakta, tidak senang jika si reporter memasukkan pertimbangannya pula atas kejadian itu, menunjukkan suka atau bencinya karena yang bertugas menimbang bukan si reporter, tetapi orang banyak yang akan membaca.

Pendek kata, tukang fitnah berbahaya bagi masyarakat, bagi persahabatan yang kental, dan bagi umumnya.

Mereka adalah para pengecut yang tidak berani bertanggung jawab atas perbuatannya.

Kadang-kadang diingatkan pula pembawa fitnah itu supaya rahasia tersebut jangan disampaikan kepada orang lain.

Dengan perbuatannya ini, dia telah merusak dua orang.

Pertama, orang yang difitnah, dibusukkannya namanya.

Kedua, orang yang diberi kabar fitnah tersebut sebab telah timbul syak wasangka atau kebencian hati kepada orang yang difitnah.

Kadang-kadang yang difitnah itu menjadi heran, mengapa wajah kawannya telah berubah begitu saja padanya, padahal selama ini hubungan mereka baik.

Sekiranya keduanya menjadi korban dari tukang fitnah ini, keduanya telah putus hubungan, dan keduanya tidak tahu apa sebabnya lantaran si tukang fitnah telah lebih dahulu menyumbat mulut orang yang diberi fitnah, "Jangan dikatakan kepada orang lain terutama kepada orang yang difitnahkan itu."

Dia hendak melemparkan batu sembunyi tangan.

Manusia yang lebih jahat dari Setan. Dalam kalangan kaum perempuan bertetangga kerap kali menjalar penyakit hasung fitnah ini. Didengar dari mulut kasar si Minah (misalnya) terhadap diri si Sanah, kemudian hal ini disampaikan oleh si Isah yang mendengar hal itu kepada si Sanah. Tidak cukup hingga itu saja, justru dia pindah pula ke tetangga yang lain, disampaikan bahwa si Minah dan si Sanah telah bermusuh.

Timbul pembela si Sanah dan pembela si Minah.

Maka timbullah saling mendakwa, kadang-kadang seorang menyerang, saling membuka aib dan cela, saling sindir membuka rahasia masing-masing, sampai pula kepada rahasia suami masing-masing, rahasia rumah tangga, ranjang, dapur, gelang serta subang (perhiasan) yang dibayar dengan cicil, bahwa seorang tukang ternak uang telah menyita hartanya, anaknya yang perempuan sampai sekarang belum juga diminta dan dipinang orang karena mulutnya kasar, dan lain-lain.

Dengan demikian, sebagian besar dosa perempuan timbul dari perkara hasung fitnah ini saja.

Tambah banyak pergaulan, tambah tajam mulutnya.

Tambah banyak pakaian, tambah suka dia keluar bertandang dan berziarah ke rumah kawan-kawannya, menghabiskan hari-harinya di sana dari pagi sampai sore, kadang-kadang makanan untuk suaminya tidak sempurna, pakaian anaknya tidak ada yang beres karena asyiknya hasung dan fitnah itu. Membongkar kesalahan orang yang dimusuhi itu saja sehingga tidak ada percakapan yang bermanfaat darinya dan tidak ada percakapan lain karena kurang didikan.

(Buya HAMKA, Akhlaqul Karimah, Hal. 71-77, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Desember 2017).

JANGAN DISAKITI HATI MEREKA

"Dan Dia sediakan untuk mereka adzab yang membuat hina." (ujung ayat 57).

Yaitu bahwa sesudah mereka itu dikutuk oleh Allah SWT dunia akhirat sehingga jiwa mereka tidak akan merasa tenteram dan tujuan hidup mereka menjadi gelap, maka di akhirat adzab siksaan neraka pulalah yang akan mereka derita.

Penderitaan paling hebat ialah mereka menjadi orang-orang yang hina rendah jadi penduduk neraka.

Menyakiti Allah dan Rasul telah kita ketahui apa artinya, yaitu tidak menghormati dengan tidak menyelenggarakan perintah, atau mencemooh dan mencela.

Itu belumlah cukup sebelum seorang yang beriman menjauhi pula menyakiti sesamanya beriman.

Karena hidup beragama bukanlah semata-mata menjaga hubungan dengan Allah SWT atau dengan Rasul sebagai utusan Allah, terlebih-lebih lagi haruslah diingat bahwa perhubungan dengan sesama Mukmin wajib dijaga pula.

Jangan disakiti hati mereka.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 257-258, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MENGHINA DAN MENCEMOOH

Kesukaan menghina, mengejek, mencemooh perbuatan orang, adalah termasuk sifat munafik juga.

Berkata yang mengandung sikap menghina dan mencemooh dalam bahasa Arab disebut lamaz.

Dalam surah al-Humazah ayat 1, telah dijelaskan kutuk Allah terhadap orang yang suka mengejek dan menghina.

Dalam surah al-Hujuraat, sudah dinyatakan larangan,

"Janganlah kamu binasakan diri-diri kamu."

Tegasnya, menghina diri orang lain, samalah artinya dengan menghinakan diri sendiri juga.

Sebab diri-diri orang lain itu adalah diri-diri kamu juga.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 229, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Neraka wailun buat setiap orang yang suka mencedera orang dan mencela orang." (al-Humazah: 1).

DOSA MEMPEROLOK-OLOKKAN

"Wahai orang-orang yang beriman." (pangkal ayat 11).

Ayat ini pun akan jadi peringatan dan nasihat sopan santun dalam pergaulan hidup kepada kaum yang beriman.

Itu pula sebabnya maka di pangkal ayat orang-orang yang beriman juga yang diseru,

"Janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain."

Mengolok-olok, mengejek, menghina, merendahkan dan seumpamanya, janganlah semuanya itu terjadi dalam kalangan orang yang beriman.

"Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan memandang rendah manusia." (HR. Bukhari).

Memperolok-olokkan, mengejek dan memandang rendah orang lain, tidak lain adalah karena merasa bahwa diri sendiri serba lengkap, serba tinggi, dan serba cukup, padahal awak-lah yang serba kekurangan.

Segala manusia pun haruslah mengerti bahwa dalam dirinya sendiri terdapat segala macam kekurangan, kealpaan, dan kesalahan.

Maka dalam ayat ini bukan saja laki-laki yang dilarang memakai perangai yang buruk itu, bahkan perempuan pun demikian pula.

Sebaliknya hendaklah kita memakai perangai tawadhu, merendahkan diri, menginsafi kekurangannya.

"Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri."

Sebenarnya pada asalnya kita dilarang keras mencela orang lain dan ditekankanlah dalam ayat ini dilarang mencela diri sendiri.

Sebabnya ialah karena mencela orang lain itu sama juga dengan mencela diri sendiri.

Di dalam surah yang lain terdapat lagi perkataan ini, yaitu,

"Neraka wailun buat setiap orang yang suka mencedera orang dan mencela orang." (al-Humazah: 1).

"Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan nama yang fasik sesudah iman."

Maka kalau orang telah beriman, suasana telah bertukar dari jahiliyyah kepada Islam sebaiknyalah ditukar panggilan nama kepada yang baik dan yang sesuai dengan dasar iman seseorang.

Karena penukaran nama itu ada juga pengaruhnya bagi jiwa.

Dan saya sendiri yang telah beribu orang menolong memimpin orang beragama lain memeluk agama Islam selalu menganjurkan yang baru memeluk Islam itu menukar namanya, agar ada pengaruh kepada jiwanya.

Maka bertukarlah nama Komalasari jadi Siti Fatimah, Joyoprayitno menjadi Abdulhadi, sehingga terjadilah nama yang iman sesudah fasik, bukan sebaliknya, yaitu nama yang fasik sesudah iman.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 425-427, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MENGUTUK

Kerap kali orang mengutuk sesuatu yang tidak disukainya baik terhadap binatang apalagi sesama manusia.

Rasulullah saw. bersabda,

"Orang yang beriman itu tidaklah pengutuk!"

Mengutuk ialah menunjukkan kebencian dan menyingkirkan seseorang dari rahmat Allah SWT atas dirinya,

Misalnya kita menyumpah; mudah-mudahan dipendekkan Allah SWT jugalah umurnya, semoga dia mati jengkang saat ini juga, mudah-mudahan dia disukarkan Allah SWT rezekinya, semoga dimakan sakit kolera jualah dia hendaknya, dan lain sebagainya.

Boleh juga kita menunjukkan rasa tidak suka atas perbuatan seorang yang nyata-nyata kafir atau zalimnya, tetapi harus dijaga jangan sampai keluar dari mulut kita perkataan-perkataan yang mengutuk, perkataan yang rendah, dan merusakkan budi pekerti sendiri.

Demikian juga, tidak boleh kita menghinakan dan mengutuk orang yang telah mati, guna menyakiti telinga kerabatnya yang masih hidup.

Mendoakan seorang yang zalim supaya dia disakiti Allah SWT, itu pun dilarang juga.

(Buya HAMKA, Akhlaqul Karimah, Hal. 45, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Desember 2017).

KATA-KATA KEJI

Inilah salah satu kebiasaan yang paling tercela dan terlarang.

Kata-kata keji timbul dari budi rendah dan jiwa yang hina.

Perkataan keji ialah membicarakan perkara yang memberi malu dengan terang-terangan, misalnya memaki seseorang dengan menyebut bagian tubuh yang terkurang, cerita cabul, dan lain-lain.

Padahal bagi orang yang sopan, jika terpaksa membicarakan itu, akan digunakannya istilah yang lebih halus dan isyarat yang lebih manis.

Pernah Ibnu Abbas r.a. berkata,

Sesungguhnya Allah Ta'aala itu hidup, lagi mulia, pemberi maaf, dan suka memberi gelar atas suatu perkara yang patut diberi siraman atau padanan kata sehingga kata jimak padanannya dalam Al-Qur'an lamas, artinya menyentuh, menyinggung, memasuki, dan mendekati. Semuanya itu kata kias dari bersetubuh. Di balik itu, ada pula beberapa perkataan lain yang amat kasar yang tidak boleh disebut. Kebanyakan keluar dari mulut orang apabila dia memaki orang lain dan mencelanya. Maka tiap-tiap perkataan yang malu kita mendengarkannya, tidaklah boleh disebut namanya dengan terang dan jelas karena itulah yang keji.

Orang suka memilih kata-kata keji bermaksud untuk menyakiti hati orang, kadang-kadang karena biasa bergaul dengan orang yang rendah budi atau orang yang telah gatal lidahnya.

Diriwayatkan bahwasanya seorang dusun meminta nasihat kepada Rasulullah saw. kemudian beliau bersabda,

"Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah. Kalau sekiranya seseorang membuka sesuatu aib yang ada pada diri engkau, janganlah engkau buka pula aib yang engkau ketahui ada pada dirinya. Sebab bekas perbuatannya akan kembali ke dirinya sendiri juga, sedang engkau dapat pahala. Dan janganlah engkau memaki-maki." (HR. Ahmad).

Kata orang dusun itu, "Sejak itu saya tidak memaki-maki lagi."

Sabda Rasulullah saw.,

"Yang sebesar-besar dosa ialah memaki-maki seorang akan ayah bundanya sendiri." (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Salah seorang sahabat Rasulullah saw. bertanya, "Bagaimana caranya seorang laki-laki memaki ayah bundanya, ya Rasulullah saw.?"

Rasulullah saw. menjawab,

"Memaki seorang akan nama ayah kawannya kemudian membalas kawan itu memaki ayah orang yang memakinya itu. Itulah orang yang memaki ayahnya sendiri." (HR al-Bukhari).

(Buya HAMKA, Akhlaqul Karimah, Hal. 42-45, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Desember 2017).

INSAN, TERMASUK ENGKAU, TERMASUK AKU.

Siapakah aku ini sebenarnya?

"Apa dan siapakah yang menyempurnakan kejadianku itu?"

Di sinilah kita mencari Allah Maha Pencipta, setelah kita yakin akan adanya diri kita.

Di sinilah terletak pepatah terkenal,

"Barangsiapa yang telah mengenal dirinya, niscaya kenallah dia akan Tuhannya."

SURAH ASY-SYAMS

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Pengasih.

(1) Demi matahari dan cahaya siangnya.

(2) Demi bulan apabila dia mengikutinya.

(3) Demi siang apabila menampakkannya.

(4) Demi malam apabila menutupinya.

(5) Demi langit dan apa yang mendirikannya.

(6) Demi bumi dan apa yang menghamparkannya.

Untuk menegaskan dari apa kepada siapa, datanglah ayat selanjutnya,

"Demi diri dan apa yang menyempurnakannya." (ayat 7).

Atau sesuatu jiwa, yang dimaksud ialah pribadi seorang insan, termasuk engkau, termasuk aku.

Sesudah kita disuruh memerhatikan matahari dan bulan, siang dan malam, langit dan bumi dan latar belakang segala yang nyata itu, dalam filsafat dinamai fisika; kita disuruh mencari metafisikanya, sampai hendaknya kita menginsafi bahwa segala-galanya itu mustahil terjadi dengan sendirinya.

Semuanya teratur, mustahil tidak ada yang mengatur.

Untuk sampai ke sana, sesudah melihat alam keliling, hendaklah kita melihat diri sendiri:

Siapakah aku ini sebenarnya?

Aku lihat matahari dan bulan itu, siang dan malam itu, langit dan bumi itu, kemudian aku pikirkan.

"Aku yang melihat ini sendiri, siapakah adanya?"

Mula-mula yang kita dapati ialah,

"Aku Ada!"

Bukti bahwa aku ada ialah karena aku berpikir.

Aku ada, karena aku bertanya.

Sesudah aku yakin akan ada-nya aku, datanglah pertanyaanku terakhir:

Secara kebetulankah aku ada ini?

Secara kebetulankah aku ini berpikir?

Dan apa artinya aku ada ini?

Siapakah aku?

Apakah tubuh kasar ini, yang dinamai fisika pula?

Kalau diriku hanya semata-mata tubuh kasar ini, mengapa satu waktu berhenti bernapas dan orang pun mati?

Dan barulah sempurna hidupku karena ada gabungan pada diriku ini di antara badan dan nyawa.

Dan nyawa itu pun adalah sesuatu yang metafisika, di luar indra!

Maka lanjutlah pertanyaan,

"Apa dan siapakah yang menyempurnakan kejadianku itu?"

Di sinilah kita mencari Allah Maha Pencipta, setelah kita yakin akan adanya diri kita.

Di sinilah terletak pepatah terkenal,

"Barangsiapa yang telah mengenal dirinya, niscaya kenallah dia akan Tuhannya."

Sedangkan diri sendiri lagi menjadi suatu persoalan besar, apatah lagi persoalan tentang mencari hakikat Allah.

Maka akan nyata dan jelaslah hakikat Allah itu pada matahari dengan cahaya siangnya, bulan ketika mengiringinya, siang ketika menampakkannya, malam ketika menutupinya, langit yang kukuh pendiriannya dan bumi yang betapa indah penghamparannya; akhirnya diri kita sendiri dengan serba-serbi keajaibannya.

"Maka menunjukkanlah Dia." (pangkal ayat 8).

Dia, yaitu Allah yang mendirikan langit menghamparkan bumi, dan menyempurnakan kejadian insan.

Diberi-Nya ilham "kepadanya" yaitu kepada diri insan tadi.

"Akan kejahatan dan kebaikannya." (ujung ayat 8).

Diberilah setiap diri itu ilham oleh Allah, mana jalan yang buruk, yang berbahaya, yang akan membawa celaka supaya janganlah ditempuh, dan diberinya pula petunjuk jalan yang baik, yang akan membawa selamat, bahagia, dunia dan akhirat.

Artinya, bahwa setiap orang diberi akal buat menimbang, diberikan kesanggupan menerima ilham dan petunjuk.

Semua orang diberitahu mana yang membawa celaka dan mana yang akan selamat.

Itulah tanda cinta Allah kepada hamba-Nya.

Di surah al-Balad yang baru lalu pada ayat 10 dikatakan juga,

"Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan mendaki." (al-Balad: 10).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 222-224, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MENGENAL TUHAN DENGAN MENGENAL SIFATNYA

Dengan insaf akan kelemahan diri kita manusia, dalam kehidupan yang terbatas ini, dapatlah kita mengenal akan kekuatan Tuhan dan Dialah yang sebenar hidup, yang kekal, yang abadi. Maka, adalah suatu kata-kata yang terpakai di kalangan ahli tasawuf:

"Siapa saja yang mengenal akan dirinya, niscaya kenallah dia akan Tuhannya."

Sebutan ini sangatlah menjadi buah tutur bagi kaum sufi (ahli tasawuf). Imam Ibnul Qayyim menyatakan tafsiran ucapan ini kepada tiga:

1. Kita mengenal akan segenap sifat-sifat kelemahan yang ada pada diri kita, insaflah kita akan kekuatan yang ada pada Tuhan. Insaflah kita akan kemiskinan, tahulah kita akan kekayaan-Nya Tuhan. Insaf kita akan hidup kita yang menjelang mati, kenallah kita bahwa Tuhanlah yang tidak pernah akan mati-mati. Insaf kita akan terbatasnya kesanggupan kita, kenallah kita akan Maha Luas-nya Kekuasaan Ilahi. Inilah yang dinamai ma'rifat dengan jalan perbandingan.

2. Mengenal Tuhan dengan menilik sifat-sifat-Nya yang ada pula dianugerahkan-Nya kepada kita. Sedangkan kita lagi melihat, kononlah Tuhan. Sedangkan kita lagi mendengar, kononlah Tuhan. Sedangkan kita lagi tahu akan yang adil dan mana yang curang, kononlah Tuhan. Inilah ma'rifat dengan mengenal nikmat-Nya.

3. Mengenal Tuhan dengan merenung siapa diri kita. Siapa sebenarnya diri kita ini? Siapa yang "Aku"? Apa nyawa ini, apakah akal ini? Dari mana kita datang dahulunya? Di atas kehendak siapa maka kita sampai ada di dunia ini? Dan, mengapa akhirnya kita mati?

Maka, soal-soal di sekeliling jiwa, nyawa, roh, nafs, "Aku", lahir dan hidup, hidup dan mati, semuanya adalah soal-soal rahasia yang ada di sekeliling diri kita, yang sulit buat memecahkannya. Sedangkan diri kita sendiri lagi sulit, kononlah Tuhan.

Inilah dia yang dikatakan ma'rifat, yang menjadi intisari dari segala ilmu segala filsafat dan pandangan hidup.

Inilah maksud ucapan: "Siapa mengenal dirinya, niscaya kenal akan Tuhannya." Jadi bukanlah berarti, sebagaimana diartikan oleh segolongan ahli tasawuf, bahwa diri itulah Tuhan.

Maka, diberi pula kita tuntunan oleh Rasulullah saw.:

"Tiliklah olehmu akan sifat-sifat Tuhan dan tidak usah kamu hendak menilik zat Tuhan; niscaya akan binasa kamu kelak!"

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM Jilid 1, Hal. 149-150, Republika Penerbit, Cet.1, April 2018).

SUNNATULLAH

"Dan sekali-kali tidaklah akan kamu dapati bagi Sunnatullah itu suatu pembelokan." (ujung ayat 43).

Samalah keadaan Sunnatullah itu dengan air hilir.

Dia pasti menuruti aturan yang ditetapkan Allah SWT, yaitu menurun kepada yang lebih rendah, mengisi mana yang kosong yang didapatinya dalam pengaliran itu.

Setelah tempat yang kosong itu dipenuhi, aliran selanjutnya menuju terus dan terus melalui tempat yang kerendahan, menuju lautan.

Tidaklah peraturan ini dapat diganti, misalnya air itu mendaki kembali ke mudik, ke tempat yang lebih tinggi.

Di ayat 43 sudah dijelaskan bahwa segala sesuatu berjalan menurut Sunnatullah.

Tidaklah dapat Sunnatullah diganti atau dibelokkan kepada jalan lain dengan begitu saja.

Hal yang demikian haruslah dijadikan ilmu, baik mengenai ilmu kemasyarakatan sebagai hasil dari sejarah perjalanan hidup manusia, kenaikan atau keruntuhan suatu bangsa.

Demikian juga mengenai suatu pribadi.

Orang mencapai hidup bahagia atau orang ditimpa malapetaka, pastilah keduanya itu terjadi menurut Sunnatullah.

Kita misalkan seorang yang di masa kecilnya dalam sekolah termasuk seorang murid yang malas, sehingga persekolahannya tidak sempurna menurut jalan teratur.

Tetapi setelah 30 Tahun di belakang nama orang itu muncul sebagai seorang yang ternama dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan; ahli agama, sastrawan, pengarang, ahli pidato, ahli sejarah, sampai beberapa gelar kesarjanaan dicapainya secara honoris causa.

Orang yang mengetahui sejarah di masa mudanya, terutama di masa dia masih di sekolah sebagai anak yang pemalas, malahan kerap diejek oleh kawan-kawannya karena tidak menggondol sebuah diploma pun, menjadi heran mengapa kemudian namanya menjadi begitu terkenal sebagai seorang yang berilmu.

Tetapi orang lain yang mengetahui Sunnatullah tidak heran mendengar berita itu.

Dia merasakan tidaklah mungkin seorang anak pemalas dan tidak mempunyai angka-angka laporan sekolah yang lebih dari 5, akan jadi saja 30 Tahun di belakang seorang sarjana, sastrawan, sejarawan yang sampai diakui oleh dunia ilmiah.

Rupa-rupanya setelah diselidiki jalan hidup yang ditempuhnya ternyata bahwa dia sendiri tidak puas dengan keadaan dirinya yang demikian, yang pemalas di sekolah, yang bodoh, acap diejek teman dan dimarahi guru.

Kemarahan guru, ejekan teman-temannya itu rupanya yang mendorong dia memperkuat studi, belajar sungguh-sungguh, muthala'ah, menyelidiki dengan tidak berhenti-henti.

Sehingga ketika kawan-kawannya telah tamat dari sekolah dengan membawa diploma masing-masing dan mereka telah bangga dengan diploma-diploma itu, orang ini mulailah menyelidiki dan tidak berhenti-henti, sampai dalam masa 30 Tahun.

Di waktu kawan-kawannya berhenti karena diploma telah dapat, dia barulah memulai dan akhirnya dia berhasil.

Keberhasilannya itu adalah Sunnatullah.

Tak ada diganti dan tidak dapat dibelokkan ke jalan lain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 390-391, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Buya HAMKA adalah seorang ulama, politisi dan sastrawan besar yang dihormati dan disegani di kawasan Asia hingga Timur Tengah.

Pengabdian dan pengorbanan Buya HAMKA dalam membangun kesadaran umat Islam mendapat apresiasi dari Pemerintah berupa gelar Pahlawan Nasional pada Tahun 2011.

kebudayaan.kemdikbud.go.id/buya-hamka-sosok-suri-tauladan-bermulti-talenta

SURAH AL-IKHLAASH

Ibnul Qayyim menyambung lagi,

"Menegakkan aqidah ialah dengan ilmu. Persediaan ilmu hendaklah sebelum beramal. Sebab ilmu itu adalah imam, penunjuk jalan, dan hakim yang memberikan keputusan di mana tempatnya dan telah sampai di mana. Maka "Qul Huwallaahu Ahad" adalah puncak ilmu tentang aqidah. Itu sebab maka Nabi mengatakannya sepertiga Al-Qur'an. Hadits-hadits yang mengatakan demikian boleh dikatakan mencapai derajat mutawatir. Dan "Qul Ya Ayyuhal Kaafiruuna" sama nilainya dengan seperempat Al-Qur'an. Dalam sebuah hadits dari Tirmidzi, yang dirawikan dari Ibnu Abbas dijelaskan "Idzaa Zulzilatil Ardhu" sama nilainya dengan separuh Al-Qur'an, "Qul Huwallaahu Ahad" sama dengan sepertiga Al-Qur'an dan "Qul Yaa Ayyuhal Kafirun" sama nilainya dengan seperempat Al-Qur'an."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 320-321, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH AL-HUMAZAH

(SEORANG PENGUMPAT)

"Wailun!"

Artinya celakalah!

"Kecelakaan besar bagi tiap-tiap pengumpat." (pangkal ayat 1).

Pengumpat ialah orang yang suka membusuk-busukkan orang lain; dan merasa bahwa dia saja yang benar.

Kerap kali keburukan orang dibicarakannya di balik pembelakangan orang itu, padahal kalau berhadapan dia bermulut manis.

"Pencela." (ujung ayat 1).


Tiap-tiap pekerjaan orang, betapa pun baiknya, namun bagi dia ada saja cacatnya, ada saja celanya.

Dan dia lupa memerhatikan cacat dan cela pada dirinya sendiri.

"Sesungguhnya neraka itu, atas mereka akan dikunci erat." (ayat 8).

Artinya, setelah masuk ke sana mereka tidak akan dikeluarkan lagi, dikunci mati di dalamnya.

"Dengan palang-palang yang panjang melintang." (ayat 9).

Kalau dipikirkan secara mendalam, ancaman sekejam ini adalah wajar dan setimpal terhadap manusia-manusia yang digambarkan dalam ayat itu; pengumpat, pencela, mengumpul harta dan menghitung-hitung, dengan mata yang jeli melihat ke kiri dan ke kanan kalau-kalau ada orang yang mendekat akan meminta. Sikapnya penuh rasa benci. Dan bila harta benda itu telah masuk ke dalam simpanannya, jangan diharap akan keluar, kecuali untuk membeli kain kafan. Setelah harta itu masuk jauh, jangan seorang jua pun yang tahu.

Maka hukuman yang akan diterimanya kelak, yaitu dimasukkan ke dalam neraka yang bernama Huthamah, yang apinya bernyala terus, dan nyala api itu akan membakar jantung hatinya, hati yang busuk, hati yang penuh purbasangka.

Semua itu adalah ancaman yang sepadan.

Dan kemudian pintu neraka Huthamah itu ditutup rapat-rapat, setelah mereka berada di dalamnya, dikunci pula mati-mati, bahkan diberi palang yang panjang melintang sehingga tidak dapat diungkit lagi, seimbang pulalah dengan sikap mereka tatkala di dunia dahulu, mengunci rapat pula pundi-pundi uangnya, yang tidak boleh didekati oleh siapa saja.

Kadang-kadang orang yang seperti ini tidak keberatan mengorbankan agama, tanah air, atau kesopanan kaumnya, asal dia mendapat uang yang akan dikumpulkan.

Kadang-kadang anak kandungnya atau saudara kandungnya kalau masih dapat memberi keuntungan harta baginya; tidaklah dia keberatan mengorbankannya.

Hati itu sudah sangat membatu, sehingga tidak ada perasaan halus lagi.

Jika disalai, disangrai, atau disula dengan api laksana mengelabu, tidak jugalah akan jadi lebih baik.

Kita berdoa moga-moga janganlah kita ditimpa penyakit seperti ini: membatu hati dalam dunia karena tamak harta; lalu disangrai, dinyalai api di neraka Huthamah untuk membakar hati yang telah membatu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 289-291, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Janganlah memberikan kuliah seperti cara di universitas, tatkala menghadapi orang desa. Jangan memberikan suatu keterangan yang dangkal kepada orang terpelajar, dan sebagainya." (Buya HAMKA).

RENUNGKANLAH!

"Bukanlah engkau orang yang dapat memaksa atas mereka." (ayat 22).

Dan ayat ini pun berisi pengajaran bagi siapa yang telah menyediakan diri menyambung pekerjaan Rasul; ajarlah orang banyak!

Berilah peringatan pada mereka, dan jangan lekas jengkel atau kecil hati kalau peringatan itu belum segera berhasil.

Apakah ayat ini tidak berlawan dengan ayat 9, surah al-A'laa yang sebelumnya?

"Beri peringatanlah, karena pemberian peringatan itu ada manfaatnya." (al-A'laa: 9).

Tidak berlawanan!

Karena pada ayat 9, surah al-A'laa yang diberikan tuntunan kepada Nabi saw. ialah cara memberikan peringatan. Lihatlah yang akan ada faedahnya, artinya tengoklah keadaan medan dan cuaca.

Sesuai dengan sabda Nabi sendiri,

"Bercakaplah dengan manusia menurut kadar akal mereka."

Janganlah memberikan kuliah seperti cara di universitas, tatkala menghadapi orang desa. Jangan memberikan suatu keterangan yang dangkal kepada orang terpelajar, dan sebagainya.

"Sesungguhnya kepada Kami-lah mereka semua akan kembali." (ayat 25).

Mereka akan kembali kepada Allah, artinya mereka akan mati.

Sesudah itu mereka akan dibangkitkan,

"Kemudian itu, atas Kami-lah perhitungan mereka." (ayat 26).

Artinya, setelah mereka kembali ke hadapan Kami, maka Kami-lah yang akan melakukan perhitungan, yang disebut hisab.

Di waktu itulah kelak akan mereka rasakan sendiri siksaan lantaran penolakan itu.

CATATAN: Bacaan surah ini dalam shalat.

Menurut riwayat hadits dari Nu'man bin Basyir yang dirawikan oleh Muslim dan Abu Dawud dan beberapa ahli hadits lain; surah al-Ghaasyiyah ini sepasang dengan surah al-A'laa pada bagian sebelumnya; keduanya kerap kali dibaca Nabi saw. ketika mengimami shalat Jum'at.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 196-197, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan berpesan-pesan dalam kasih-kasihan." (ujung ayat 17).

Yaitu bahwa yang kuat mengasihi yang lemah, yang kaya memberi yang miskin.

Berkasih-kasihan, bersayang-sayangan, bantu-membantu, tolong-menolong;

"Orang-orang begitu adalah golongan kanan." (ayat 18).

Dan di akhirat kelak surah keputusan nasibnya pun akan diterimanya dari sebelah kanan. (Lihat kembali surah al-Insyiqaaq, ayat 7-8).

"Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Kami." (pangkal ayat 19).

Yaitu tidak mau percaya segala keterangan dan bimbingan yang diberikan Allah dengan perantaraan rasul-rasul-Nya.

"Mereka itulah golongan kiri." (ujung ayat 19).

Dan dari kiri atau dari belakang pulalah mereka akan menerima surah keputusan nasibnya di Hari Akhirat kelak (lihat surah al-Insyiqaaq, ayat 10-12).

"Untuk mereka adalah neraka yang dikunci rapat." (ayat 20).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 217, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH AL-'ASHR

"Dan berpesan-pesanan dalam kesabaran." (ujung ayat 3).

Tidaklah cukup kalau hanya berpesan-pesan tentang nilai-nilai kebenaran. Sebab hidup di dunia itu bukanlah jalan datar saja, kerap kali kaki ini terantuk duri, teracung kerikil. Cobaan terlalu banyak. Kesusahan kadang-kadang sama banyaknya dengan kemudahan. Banyaklah orang yang rugi karena dia tidak tahan menempuh kesukaran dan halangan hidup. Dia rugi sebab dia mundur, atau dia rugi sebab dia tidak berani maju. Dia berhenti di tengah perjalanan. Padahal berhenti artinya pun mundur. Sedang umur berkurang juga.

Di dalam Al-Qur'an banyak diterangkan bahwa kesabaran hanya dapat dicapai oleh orang yang kuat jiwanya (surah Fushshilat: 35).

Orang yang lemah akan rugilah.

Maka daripada pengecualian yang empat ini:

(1). Iman;

(2). Amal saleh;

(3). Ingat-mengingat tentang kebenaran;

(4). Ingat-mengingat tentang kesabaran;

Maka kerugian yang mengancam masa hidup itu pastilah dapat dielakkan.

Kalau tidak ada syarat yang empat ini rugilah seluruh masa hidup.

Ibnul Qayyim dalam kitabnya Miftahu Daris Sa'adah menerangkan,

"Kalau keempat martabat telah tercapai oleh manusia, dapatlah hasil menuju kesempurnaan hidup. Pertama, mengetahui kebenaran; Kedua, mengamalkan kebenaran itu; Ketiga, mengajarkannya kepada orang yang belum pandai menjalankannya; Keempat, sabar dalam menyesuaikan diri dengan kebenaran, dalam mengamalkan dan mengajarkannya. Jelaslah susunan yang empat itu di dalam surah ini.

Dalam surah ini Allah menerangkan martabat yang empat itu. Dan Allah bersumpah, demi masa, bahwasanya tiap-tiap orang rugilah hidupnya kecuali orang yang beriman, yaitu orang yang mengetahui kebenaran lalu mengakuinya. Itulah martabat pertama.

Beramal yang saleh, yaitu setelah kebenaran itu diketahui lalu diamalkan; itulah martabat yang kedua.

Berpesan-pesanan dengan kebenaran itu, tunjuk-menunjuki jalan ke sana. Itulah martabat ketiga.

Berpesan-pesanan, nasihat-menasihati, supaya sabar menegakkan kebenaran dan teguh hati jangan berguncang. Itulah martabat keempat.

Dengan demikian tercapailah kesempurnaan.

Sebab kesempurnaan itu ialah sempurna pada diri sendiri dan menyempurnakan pula bagi orang lain. Kesempurnaan itu dicapai dengan kekuatan ilmu dan kekuatan amal. Buat memenuhi kekuatan ilmiah ialah iman. Buat peneguh kekuatan amaliah ialah berbuat amal yang saleh. Dan menyempurnakan orang lain ialah dengan mengajarkannya kepada mereka dan mengajaknya bersabar dalam berilmu dan beramal.

Lantaran itu meskipun surah ini pendek sekali namun isinya mengumpulkan kebajikan dengan segala cabang dan rantingnya. Segala pujilah bagi Allah yang telah menjadikan Kitab-Nya mencukupi dari segala macam Kitab, pengobat dari segala macam penyakit dan penunjuk bagi segala jalan kebenaran."

Sekian kita salin dari Ibnul Qayyim.

Ar-Razi menulis pula dalam tafsirnya,

"Dalam surah ini terkandung peringatan yang keras. Karena sekalian manusia dianggap rugilah adanya, kecuali siapa yang berpegang dengan keempatnya: iman, amal saleh, berpesan-pesan dalam kebenaran, dan berpesan-pesan dalam kesabaran. Itu menunjukkan bahwa keselamatan hidup bergantung kepada keempatnya, jangan ada yang tinggal. Dan dapat juga diambil kesimpulan dari surah ini, bahwa mencari selamat bukanlah untuk diri sendiri saja, melainkan disuruh juga menyampaikan, atau sampai menyampaikan dengan orang lain. Menyeru kepada agama, nasihat atas kebenaran, amar ma'ruf nahi munkar, dan supaya mencintai atas saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya. Dua kali diulang tentang berpesan-pesan, wasiat-mewasiati, karena pada yang pertama menyerunya kepada jalan Allah dan pada yang kedua supaya berteguh hati menjalankannya. Atau pada yang pertama menyuruh kepada yang ma'ruf dan yang kedua mencegah dari yang munkar. Di dalam surah Luqmaan, ayat 17, dengan terang-terang ditulis wasiat Luqman kepada anaknya agar dia suka menyuruh berbuat baik, mencegah berbuat munkar, dan bersabar atas apa pun jua yang menimpa diri."

Menurut keterangan Ibnu Katsir dalam tafsirnya,

"Suatu keterangan dari ath-Thabarani yang ia terima dari jalan Hamaad bin Salamah, dari Tsabit bin Ubaidillah bin Hashn, 'Kalau dua orang sahabat-sahabat Rasulullah saw. bertemu, belumlah mereka berpisah melainkan salah seorang di antara mereka membaca surah al-'Ashr ini terlebih dahulu, barulah mereka mengucapkan salam tanda berpisah."

Syekh Muhammad Abduh dalam menafsirkan hadits pertemuan dan perpisahan dua sahabat ini berkata,

"Ada orang yang menyangka bahwa ini hanya semata-mata Tabarruk (mengambil berkah) saja. Sangkaan itu salah. Maksud membaca ketika akan berpisah ialah memperingatkan isi ayat-ayat, khusus berkenaan dengan berpesan-pesan kebenaran dan berpesan-pesan atas kesabaran, sehingga ia meninggalkan kesan yang baik."

Imam asy-Syafi'i berkata,

"Kalau manusia seanteronya sudi merenungkan surah ini, sudah cukuplah itu baginya."

Syekh Muhammad Abduh menafsirkan surah ini dengan tersendiri, dan Sayyid Rasyid Ridha pernah mencetak tafsiran gurunya itu dalam sebuah kitab tersendiri pula, dan menjadi salah satu pelajaran kami di Sumatera Thawalib, Padang Panjang pada Tahun 1922.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 286-288, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan kalau kiranya Allah hendak menyiksa manusia oleh karena usaha mereka, niscaya tidaklah Dia akan meninggalkan di atas permukaan bumi dari makhluk yang melata." (pangkal ayat 45).

Memang terlalu banyak kejahatan yang diperbuat oleh manusia di permukaan bumi ini.

Kadang-kadang peraturan Allah dengan sengaja mereka langgar buat memuaskan hawa nafsunya.

Nikmat yang begitu banyak dianugerahkan oleh Allah SWT mereka lupakan.

Mereka berbuat banyak kesia-siaan.

Kadang-kadang cita-cita yang suci terkubur dalam timbunan nafsu kejahatan yang besar.

Kadang-kadang sopan santun, budi pekerti, kasih sayang, hanya menjadi buah mulut belaka.

Yang kuat menindas yang lemah, yang kaya mencekik yang miskin, yang berkuasa menyalahgunakan kekuasaannya.

Penipuan, perampasan hak orang lain, korupsi menjadi-jadi.

Munafik, hipokrit, dan banyak lagi perbuatan lalim, aniaya, melepaskan dendam, kebencian, dengki, dan sebagainya.

Kadang-kadang orang seorang menganiaya orang seorang.

Kadang-kadang sekumpulan bangsa memusnahkan bangsa yang lain.

Dibuat perjanjian buat dilanggar.

Pendeknya, ngerilah!

Orang yang berhati sempit, orang yang suka kesal akan mengeluh dalam hatinya, mengapa Allah SWT tidak segera menghukum segala kesalahan ini?

Mengapa orang-orang yang suka berlaku curang banyak yang naik ke tempat yang mulia, sedang orang yang jujur terlempar ke tepi?

Maka ayat inilah yang memberikan jawaban.

Yaitu kalau sekiranya Allah SWT langsung menyiksa manusia karena usahanya, atau karena segala perbuatannya yang curang, niscaya akan habislah makhluk yang melata dari seluruh muka bumi ini.

Apa sebab maka binatang-binatang yang melata di muka bumi pun bisa bersama musnah dengan manusia yang kena hukuman Allah SWT?

Ialah karena kesalahan manusia itu terlalu banyak dan terlalu besar.

Ke mana saja pun kita berjalan di muka bumi ini, baik ke bagian Timur atau ke bagian Barat, pasti saja kita akan bertemu dengan yang tidak beres, bekas kesalahan manusia.

Di ayat sebelumnya sudah dikatakan, bahwa tidak ada satu kekuatan manusia pun yang bisa melemahkan Allah SWT atau mematahkan kehendak Allah.

Manusia terlalu kecil buat melawan kehendak Allah SWT.

Kalau ditahan saja oleh Allah SWT aliran air, semua manusia akan mati kehausan dan binatang-binatang melata di muka bumi pun akan turut mati kehausan.

Kalau misalnya ditarik bumi ini agak beberapa kilometer, dijauhkan dari matahari, akan matilah seluruh yang bernyawa kedinginan.

Atau ditarik agak sekian juta kilometer lebih dekat kepada matahari, seluruh yang bernyawa, manusia dan segala yang melata di muka bumi akan matilah kepanasan.

Dihentikan embusan angin agak 1 jam, akan mati pengaplah seluruh yang bernyawa di muka bumi, termasuk manusia dan segala binatang yang melata.

Semuanya itu bagi Allah SWT adalah mudah saja.

"Akan tetapi Dia tangguhkan sampai kepada janji yang telah ditentukan."

Sama sekali Dia tangguhkan sampai kepada janji yang telah ditentukan.

Orang seorang ditangguhkan sampai kepada ukuran umur yang telah ditentukan.

Sesampai umur dia pun mati, maka sampailah ajalnya.

Sebagaimana satu generasi, mereka pun ditangguhkan buat memegang khalifah dari generasi yang datang sebelumnya, sampai diturunkannya pula kepada delegasi penerus.

Dan sebagaimana suatu bangsa, atau suatu negara mereka pun ditangguhkan pula menurut kesanggupan mereka memikul tugas berat, bersama, jadi Khalifah dari Allah sendiri di muka bumi.

Sebagai umat manusia mereka pun ditangguhkan gilir bergilir, datang dan pergi, sampai datang Kiamat Kubra.

Di sanalah kelak akan diperhitungkan dengan teliti apa usaha yang telah diusahakan selama hidup di dunia.

"Maka apabila telah datang janji mereka, maka sesungguhnya Allah terhadap hamba-hamba-Nya Maha Melihat." (ujung ayat 45).

Tidaklah ada yang tersembunyi dari pandangan Allah SWT segala apa yang diusahakan dan diamalkan oleh manusia selama hidupnya.

Dengan keadilan yang mutlak semuanya akan dipertimbangkan.

Memang banyak kejahatan yang telah diperbuat oleh dunia ini, sehingga kalau dari sekarang Allah bertindak, binatang melata pun tidak akan dapat bertahan hidup karena adzab yang dijatuhkan kepada manusia.

Tetapi adakah semata-mata yang jahat saja yang dikerjakan orang di dunia ini?

Tidakkah ada perbuatan yang baik?

Tidakkah ada manusia yang duduk tafakur memikirkan hubungannya dengan Allah SWT dan harinya yang akhir?

Tidakkah ada sedikit juga manusia yang bangun tengah malam, mengheningkan pikirannya dan bersujud berlutut di hadapan hadhrat Rububiyah melakukan shalat tahajud?

Semuanya dilihat oleh Allah SWT.

Inilah ujung terakhir dari surah Faathir, yang berarti Maha Pencipta.

Surah yang dimulai dengan segenap pujian kepada Allah Pencipta semua langit dan bumi, menjadikan malaikat sebagai utusan, mempunyai sayap-sayap, ada yang dua-dua, ada yang tiga-tiga dan empat-empat, menghubungkan di antara langit dengan bumi dan di antara penjuru alam dengan penjuru alam.

Di dalam ayat-ayat terdapat berita-berita gembira dan terdapat juga berita ancaman, ke surgakah hari kelaknya, atau ke neraka?

Di dunia dapatlah kita memilih negeri.

Adapun di akhirat negeri hanya dua saja,

Surga atau neraka.

Menentukan di mana kita akan ditempatkan, adalah sekarang ketika hidup di dunia ini kita berusaha dan beramal dengan perlangkahan hidup kita.

Sejak dari permulaan surah sampai kepada akhirnya, dari ayat 1 sampai ayat 45, terbayanglah peristiwa besar yang kita hadapi, dan kita tidak dapat mengelakkan diri darinya, selama nyawa dikandung badan.

Seukuran dengan kesadaran kita akan diri dan kesadaran hubungan kita dengan Allah SWT, dengan itulah akan ditentukan nasib yang akan kita temui di Hari Akhirat.

Selesai Surah Faathir dan Juz 22

Alhamdulillah

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 393-394, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Tiap-tiap orang yang beriman itu adalah dia Islam, tetapi tidaklah tiap-tiap orang Islam itu beriman." (Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah).

Terang pula bahwa arti iman dengan arti Islam jauh perbedaannya.

Islam adalah bekas dari keimanan.

Dalam Al-Qur'an senantiasa disebut orang yang beriman dan beramal shaleh.

Amal shaleh itulah Islam.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

"Jika kita masih merasa bahwa iman kita belum sempurna, tandanya ada harapan dia akan bertambah sempurna, dan kalau kita telah merasa bahwa dia telah sempurna, itulah suatu alamat bahwa mulai saat itu iman kita telah susut dan kurang." (Buya HAMKA).

IMAN

IMAN KURANG DAN IMAN BERTAMBAH

Adapun iman itu bisa bertambah-tambah besar dan kuatnya, dan bisa pula kurang.

Dalilnya:

"Supaya bertambah-tambah iman serta iman-iman mereka," (QS. al-Fath [48]: 4).

"Bahwasanya mereka adalah anak-anak muda yang beriman dengan Tuhan mereka dan Kami tambah akan mereka petunjuk," (QS. al-Kahfi [18]: 13).

"Dan menambah Allah atas orang yang beroleh petunjuk itu, akan petunjuk pula," (QS. Maryam [19]: 76).

"Orang yang beroleh petunjuk itu, akan menambahi Allah atas mereka petunjuk pula," (QS. Muhammad [47]: 17).

"Dan bertambah-tambahlah imannya orang yang beriman itu," (QS. al-Muddatstsir [74]: 31).

Dan banyak lagi ayat-ayat yang lain menunjukkan bahwa iman itu tiada tetap keadaannya begitu saja, malahan boleh bertambah-tambah derajatnya dan boleh pula kurang dan hilang dari dalam hati.

Tersebut di dalam surat al-Munafiqun:

"Demikianlah lantaran mereka dahulunya beriman, kemudian itu mereka kafir, maka dicaplah hati mereka, sedang mereka tidak sadar," (QS al-Munafiqun [63]: 3).

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, kemudian itu kafir kemudian beriman pula, kemudian kafir lagi, kemudian bertambah tambah juga kafirnya, maka tidaklah Allah Ta'ala akan memberi ampun mereka dan tidak pula akan menunjukkan mereka jalan," (QS. an-Nisaa' [4]: 137).

Selain dari kesudian membaca Al-Qur'an, hadits Nabi, kata hikmah dan budiman, perhatikan pula alam seisinya, perhatikan manusia dengan kejadian badannya yang ajaib, perhatikan matahari yang memberi cahaya untuk manusia hidup, bulan yang timbul dan tenggelam, takjub atas kekuasaan pembikinnya.

Takjub itu ialah pintu yang pertama dari iman.

Di sana kelak akan datang suara dari hati kita sendiri,

"Ya Tuhanku, tidaklah ini Tuhan jadikan dengan percuma, amat sucilah Engkau, maka singkirkanlah kami daripada azab neraka," (QS. Ali Imran [3]: 191).

Jika kita masih merasa bahwa iman kita belum sempurna, tandanya ada harapan dia akan bertambah sempurna, dan kalau kita telah merasa bahwa dia telah sempurna, itulah suatu alamat bahwa mulai saat itu iman kita telah susut dan kurang.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 70-74, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

KALAU IMAN TAK ADA

Pada kedua ayat ini digambarkan jiwa manusia bila iman tidak ada.

"Maka adapun manusia itu, apabila diberi cobaan dia oleh Tuhannya, yaitu diberi-Nya dia kemuliaan dan diberi-Nya dia nikmat." (pangkal ayat 15).

Diberi dia kekayaan atau pangkat tinggi, disegani orang dan mendapat kedudukan yang tertonjol dalam masyarakat; yang di dalam ayat itu disebutkan bahwa semuanya itu adalah cobaan.

"Maka berkatalah dia, 'Tuhanku telah memuliakan daku.'" (ujung ayat 15).

Mulailah dia mendabik dada, membanggakan diri, bahwa Allah telah memuliakan dia.

Dia masih menyebut nama Allah, tetapi bukan dari rasa iman.

Sehingga kalau kiranya datang orang minta tolong kepadanya, orang itu akan diusirnya, karena merasa bahwa dirinya terlah diistimewakan Allah.

"Dan apabila Tuhannya memberikan cobaan kepadanya, yaitu dijangkakan-Nya rezekinya." (pangkal ayat 16).

Dijangkakan, diagakkan, atau dibatasi; dapat hanya sekadar penahan jangan mati saja.

Kehidupan miskin, dapat sekadar akan dimakan, dan itu pun payah.

"Maka dia berkata, 'Tuhanku telah menghinakan daku.'" (ujung ayat 16).

Di dalam ayat ini bertemu sekali lagi, bahwa kemiskinan itu pun cobaan Allah juga.

Kaya cobaan, miskin pun cobaan.

Di dalam surah al-Anbiyaa', ayat 35 ada tersebut,

"Tiap-tiap diri akan merasakan mati, dan Kami berikan kepada kamu keburukan dan kebaikan sebagai ujian; dan kepada Kami-lah kamu semua akan kembali." (al-Anbiyaa': 35).

Buruk dan baik semuanya adalah ujian.

Kaya atau miskin pun ujian.

Kalau Allah memberikan anugerah kekayaan berlimpah-ruah, tetapi alat penyambut kekayaan itu tidak ada, yaitu iman maka kekayaan yang melimpah-ruah akan membawa si kaya ke dalam kesengsaraan ruhani.

Harta yang banyak itu akan jadi alat baginya untuk menimbun-nimbun dosa.

Sebaliknya orang miskin, hidup hanya sekadar yang dimakan. Kalau alat penyambut kemiskinan itu tidak ada, yaitu iman; maka kemiskinan itu pun akan membawanya jadi kafir!

Itu celaka dua kali.

Sudah miskin, kafir pula.

Asal perutnya berisi, tidak peduli lagi mana yang halal dan mana yang haram.

"Dan kamu suka sekali akan harta, kesukaan sampai keji." (ayat 20).

Di mana saja pintunya, akan kamu hantam pintu itu sampai terbuka, kalau di dalamnya ada harta.

Halal dan haram tak peduli.

Menipu dan mengecoh tak dihitung.

Menjual negeri dan bangsa pun kamu mau, asal dapat duit.

Menjual rahasia negara kamu tidak keberatan, asal uang masuk.

Malah membuka perusahaan yang penuh dengan dosa seperti perusahaan pelacuran perempuan, membuka rumah perjudian,

Menjual barang-barang yang merusak budi-pekerti manusia, bahkan apa saja, kamu tidak keberatan asal hartamu bertambah.

Inilah celakanya kalau hidup tidak ada tuntunan iman.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 202-204, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dialah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya akan ayat-ayat yang jelas." (pangkal ayat 9).

Yang diturunkan oleh Allah kepada hamba-Nya Muhammad saw. itu ialah ayat-ayat yang jelas, dalil-dalil yang terang.

"Karena hendak mengeluarkan kamu daripada gelap gulita kepada terang benderang."

Terang-benderang ialah terbukanya pikiran dan hati kepada jalan yang benar, sehingga jelas ke mana tujuan hidup ini.

Karena hidup bukanlah semata-mata untuk makan dan minum. Makan dan minum semata-mata hanya untuk mempertahankan hidup.

Di samping makan dan minum buat badan, ada lagi makanan dan minuman jiwa, yaitu Huudan, petunjuk, atau irsyad menerangkan ke mana jalan yang selamat.

Orang yang telah mendapat jalan yang benar itu teranglah pikirannya, teranglah hidupnya.

Sedang yang hidup semata hidup, dan hidup yang tidak mengetahui arah tujuan, samalah artinya dengan kegelapan.

Inilah guna agama, yaitu mengeluarkan insan dari kegelapan itu kepada terang-benderang hidup.

"Sesungguhnya Allah terhadap kepada kamu adalah Maha Penyantun, lagi Maha Penyayang." (ujung ayat 9).

Oleh sebab itu jelaslah bahwa turunnya agama, dibawakan oleh rasul atas izin Allah kepada manusia adalah sebagai penyempurnaan dari kasih sayang-Nya kepada manusia, kebuktian dari santun-Nya dan penyempurnaan dari nikmat-Nya.

Bertambah kita taati Allah, bertambah pulalah kita rasakan kesantunan dan Maha kasih-Nya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 660-661, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH AL-QADR

(KEMULIAAN)

Dengan keterangan 3 ayat Lailatul Qadr, ditambah 3 ayat pembuka dari surah ad-Dukhkhan, teranglah bahwa malam Lailatul Qadr itu adalah malam mula turunnya Al-Qur'an.

Bilakah masa Lailatul Qadr itu?

Al-Qur'an telah menjelaskannya lagi.

Di dalam surah al-Baqarah ayat 185 jelas bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang padanyalah diturunkan Al-Qur'an, menjadi petunjuk bagi manusia, dan keterangan-keterangan dari petunjuk itu dan pemisah di antara yang hak dengan yang batil.

Tetapi menjadi perbincangan panjang lebar pula di antara ahli-ahli hadits dan riwayat, bilakah datangnya malam Lailatul Qadr itu?

Sehingga dalam kitab al-Fathul Bari syarah Bukhari dari Ibnu Hajar al-Asqalani yang terkenal itu, disalinkan beliau tidak kurang ada 45 qaul tentang malam terjadinya Lailatul Qadr, masing-masing menurut catatan ulama-ulama yang merawikannya; sejak dari malam 1 Ramadhan sampai malam 29 (atau malam 30 Ramadhan) ada saja ulama yang merawikan malam itu dalam kitab tersebut. Dan semuanya pun dinukilkan pula oleh asy-Syaukani di dalam Nailul Authar.

Ada satu riwayat dalam hadits Bukhari dirawikan dari Abu Said al-Khudri bahwa tentang malam berapa yang tepat, dianjurkanlah supaya setiap malam bulan Ramadhan itu diramaikan dan diisikan dengan aneka ibadah.

Tetapi terdapat juga riwayat yang kuat bahwa Lailatul Qadr itu ialah pada malam 10 yang akhir dari Ramadhan, artinya sejak malam ke-21.

Karena sejak malam 21 itu Nabi saw. lebih memperkuat ibadahnya daripada malam-malam yang sebelumnya, sampai beliau bangunkan kaum keluarganya yang tertidur.

Abdullah bin Mas'ud, dan asy-Sya'bi dan al-Hasan dan Qatadah berpendapat bahwa malam itu ialah malam 24 Ramadhan.

Alasan mereka ialah karena ada hadits dari Wastilah bahwa Al-Qur'an diturunkan pada 24 Ramadhan.

Suatu riwayat lagi dari as-Suyuthi, yang kemudian sekali dikuatkan oleh Syekh Khudhari, Guru Besar pada Fuad I University (1922), jatuhnya ialah pada 17 Ramadhan.

Orang yang berpegang pada 17 Ramadhan ini mengambil istimbath dari ayat 41 dari surah al-Anfaal karena di sana tersebut,

"... dan apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami pada Hari Pemisahan, hari bertemu dua golongan." (al-Anfal: 41).

"Hari bertemu dua golongan" ialah Peperangan Badar, pada 17 Ramadhan, sedang "Hari Pemisahan" ialah hari turunnya Al-Qur'an yang pertama, yang disebut juga malam yang diberi berkat sebagai tersebut dalam surah ad-Dukhkhan, di atas tadi.

Maka oleh karena berhadapan dua golongan di Perang Badar itu, golongan Islam dan golongan musyrikin teriadi 17 Ramadhan. Mereka menguatkan bahwa Lailatul Qadr, mulai turunnya Al-Qur'an di gua Hira', ialah 17 Ramadhan pula, meskipun jarak waktunya adalah 15 Tahun.

Kita pun dapatlah memahamkan bahwa ini pun adalah hasil ijtihad, bukan suatu nash qath'i yang pasti dipegang teguh, sebab Nabi saw. menyuruh memperhebat ibadah setelah sepuluh yang akhir, bukan pada malam 17 Ramadhan.

Menurut keterangan al-Hafizh Ibnu Hajar juga, dalam Fathul Bari, setengah ulama berpendapat bahwa malam Lailatul Qadr yang sebenarnya itu hanyalah 1 kali saja, yaitu ketika Al-Qur'an mulai pertama turun.

Adapun Lailatul Qadr yang kita peringati dan memperbanyak ibadah pada tiap malam hari bulan Ramadhan itu, ialah untuk memperteguh ingatan kita kepada turunnya Al-Qur'an itu.

Sudah terang malam itu pasti terjadi dalam bulan Ramadhan.

Kita hidupkan malam itu, mengambil berkat dan sempena, memperbanyak syukur kepada Allah karena bertepatan dengan malam itulah Al-Qur'an mulai diturunkan Allah.

Berdiri mengerjakan shalat yang disebut Qiyamul Lail atau tarawih, di seluruh malam Ramadhan ataupun menambah ramainya di malam 10 yang akhir, pastilah salah satu bertepatan dengan malam turunnya Al-Qur'an.

Bukanlah ini saja hari-hari besar yang disuruh peringati di dalam Islam. Kita pun disuruh mempuasakan 10 Muharam, atau Asyura karena mengenangkan beberapa kejadian pada nabi-nabi yang terdahulu pada tanggal tersebut.

Nabi saw. pun menegakkan beberapa sunnah dalam manasik haji guna mengenangkan kejadian zaman lampau; seumpama sa'i antara Bukit Shafa dan Marwah, mengenangkan betapa sulitnya Hajar mencari air untuk putranya, Ismail, di lembah yang tidak bertumbuh-tumbuhan itu.

Kita pun disuruh melontar Jumratul Aqabah bersama kedua jumrah lagi, memperingati perdayaan setan kepada Nabi Ibrahim karena akan menyembelih putranya atas perintah Allah. Namun Ibrahim tetap teguh hatinya dan tidak kena oleh perdayaan itu.

Maka jika kita tilik memperingati Lailatul Qadr, atau Malam Kemuliaan, atau Malam Penentuan, dapatlah semuanya kita pertautkan jadi satu, yaitu membesarkan syi'ar Allah untuk menambah takwa hati.

Ada juga yang mengatakan bahwa malam Lailatul Qadr itu dapat disaksikan dengan kejadian yang ganjil-ganjil. Misalnya air berhenti mengalir, pohon kayu runduk ke bumi dan sebagainya. Semuanya itu adalah hal-hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut ilmu agama yang sebenarnya.

Ada juga terdapat beberapa perkataan mengatakan bahwa Lailatin Mubarakatin, malam yang diberi berkat itu bukanlah Lailatul Qadr, melainkan malam Nisfu Sya'ban.

Tetapi dalam penyelidikan terhadap sumber agama yang sah, yaitu Al-Qur'an dan hadits shahih, tidaklah bertemu sumbernya.

Riwayat tentang Nisfu Sya'ban itu tidaklah dapat dipegang, sanad-sanadnya kacau-balau, riwayatnya banyak yang dhaif, bahkan ada yang dusta.

Oleh sebab itu tidaklah dapat dijadikan dasar untuk dijadikan aqidah dan pegangan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 262-263, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TAKUT, SEDIH AKAN MENINGGALKAN HARTA DAN ANAK

Ada pula orang yang takut sedih akan meninggalkan dunia, bukan lantaran takut kematian, tetapi sedih meninggalkan harta, sedih meninggalkan anak.

Ada orang yang bersedih hati sebab akan bercerai-berai dengan kepelesiran dunia, sayang umurnya yang masih muda.

Orang ini bukan takut, tetapi bersedih hati saja.

Maka hendaklah ingatkan kepadanya bahwa penyakit sedih hati itu berbahaya sekali.

Dia melekaskan datangnya penyakit sebelum waktu.

Dia telah bersedih memikirkan barang yang tidak ada harganya disedihkan.

Itulah gunanya didikan agama yang selalu memesankan supaya manusia jangan mencintai nikmat,

Tetapi cintailah yang memberi nikmat.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 202, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

MEMANG AMAT TINGGI LETAK BAHAGIA ITU

Tetapi kita harus menuju ke sana.

Ada orang yang putus asa berjalan menujunya lantaran disangkanya susah jalan ke sana.

Padahal mudah, sebab dimulai dari dalam diri kita sendiri.

Marilah kita tempuh dan kita teruskan perjalanan, tak usah kita kaji jauh dan dekatnya, karena itu bergantung kepada usaha kita juga, dan kalau kita mati dalam perjalanan itu, dan tujuan itu masih jauh juga, bukankah kita telah mati dalam perjalanan itu?

Demi bilamana kelak kita bertemu dengan yang menciptanya, yakni dengan Tuhan, akan kita jawabkan terus terang, bahwa kita mati di dalam mencari-Nya, mati di dalam gelombang percintaan kepada-Nya!

Tentu akan ditimbang-Nya!

Sebab Dia belas dan kasihan!

ALLAHU AKBAR!

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 317-320, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

RENUNGAN BUDI

Tiap-tiap surah dalam Al-Qur'an senantiasa dimulai dengan "Bismillahirrahmanirrahim", kecuali satu surah saja yaitu surah at-Taubat.

Di sana tersebut sifat Tuhan Rahman dan Rahim.

Maha Kasih dan Maha Sayang.

Kasih dan sayang adalah akibat dari cinta.

Nyatalah sudah bahwa yang lebih dahulu cinta kepada hamba-Nya ialah Tuhan.

Maka yang akan lebih dahulu ditanamkan dalam hatinya seorang hamba ialah menyambut cinta Tuhan itu dengan cinta pula.

Apabila cinta telah mendalam, tidak ada lagi kehendak kecintaan yang berat dipikul.

Apakah cinta telah terpadu, maka di antara yang mencintai dengan yang dicintai samalah kesukaannya dan sama pula yang tidak disukainya.

Maka pokok yang utama dari tugas seorang guru ialah menanamkan dan menyuburkan rasa cinta itu dalam hati murid-murid.

Tetapi hendaklah guru itu menanyakan pada dirinya lebih dahulu, apakah dia sudah mempunyai rasa cinta ini pula kepada Tuhannya?

(Buya HAMKA, Lembaga Budi: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Hal. 164-165, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

SIAPAKAH ORANG-ORANG YANG BERTAKWA ITU?

"(Yaitu) orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka di tempat yang tersembunyi." (pangkal ayat 49).

Takut kepada Allah, karena benar-benar iman, bahwa Allah itu ada. Sehingga walaupun dia sedang berada seorang diri di tempat tersembunyi, dia masih takut berbuat dosa, karena dia percaya bahwa meskipun dia tidak melihat Allah, namun Allah tetap melihat dia. Sebab itu maka dia beramal bukan cuma karena ingin dilihat orang (riya) melainkan karena ingin ridha Allah semata-mata.

"Dan mereka, dari sebab mendengar berita Kiamat, adalah gentar." (ujung ayat 49).

Seorang ulama Salaf berkata,

"Aku telah melihat surga dan neraka sebenar-benar melihat."

Lalu seorang muridnya bertanya,

"Bagaimana mungkin Tuan Guru dapat melihat surga dan neraka padahal Tuan Guru masih di dunia?"

Beliau menjawab,

"Rasulullah saw. telah melihat surga dan neraka dengan kedua belah matanya dan beliau beritakan penglihatannya itu. Aku percaya akan beritanya itu. Penglihatan Rasulullah saw. dengan kedua belah matanya, lebih aku percayai daripada penglihatan mataku sendiri. Penglihatan mataku bisa salah, bisa keliru. Sedang penglihatan mata Rasulullah sekali-kali tidak bisa salah dan tidak bisa keliru."

Oleh sebab itu dapat kita pahami bahwa paham serba akal (rationalism-deism) saja tidaklah dapat membawa kita kepada iman akan hari Kiamat.

Pintu kepercayaan akan hari Kiamat ialah lebih dahulu percaya kepada Rasul.

Bagi orang Islam percaya kepada adanya Allah saja belum berarti beragama, kalau belum disertai oleh kepercayaan kepada Rasul.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 41-42, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

HIDUP BUKANLAH PERCUMA

Setelah diterangkan Allah SWT kepada ahli neraka, bahwasanya hidup mereka di dunia dahulu itu hanyalah sebentar saja, habislah sekarang kisah sesal keluhan ahli neraka. Kesan keluhan itu telah tinggal kepada kita yang meneruskan hidup ini, karena wahyu kisah ahli neraka itu adalah untuk kita, bukan untuk orang lain.

Meskipun hidup ini hanya sebentar saja, sehari atau setengah hari, bahkan lebih pendek dari itu, jika dibandingkan dengan dunia yang akan kita tinggalkan, atau akhirat yang akan kita tempati, haruslah kita ingat, bahwa hidup yang hanya sekilat zaman atau sekejap mata itu, bukanlah diberikan dengan percuma dan tidak mempunyai tujuan.

Di antara makhluk Allah SWT yang sebanyak ini di dalam dunia, lebih dimuliakanlah manusia dari makhluk lain. Manusia diberi akal dan budi, diangkat dia menjadi "Khalifatullah" di bumi sehingga manusialah hanya yang mempunyai rasa, periksa, dan karsa. Pikiran, perasaan dan kemauan (iradat), pada binatang lain tidak ada pemberian selengkap itu.

Manusia dalam perseorangan amat terbatas umurnya, tetapi pikirannya tidaklah pendek.

Cita-citanya tidaklah pendek.

Usaha orang yang dahulu di samping oleh orang yang akan datang kemudian.

Oleh sebab itu, meskipun orang seorang terbatas hidupnya namun kumpulan manusia dipendekkan kemanusiaan panjanglah umurnya, sepanjang masa adanya manusia di dalam dunia ini.

Sejak dahulu, sampai sekarang, sampai nanti.

Di situlah pentingnya iman dan amal saleh.

Gita dan usaha, budi dan daya.

Kita diberi akal karena tugas kita besar.

Oleh sebab itu tidaklah boleh setiap pribadi menyia-nyiakan umurnya atau membuang-buangnya dengan sia-sia.

Jelas sekali, bahwa kita tidak boleh menyangka, bahwa kita ini hanya dihidupkan di dunia ini dengan sia-sia, bahkan tidak mungkin kita menyangka, bahwa kita ini dijadikan dengan sia-sia.

Ayat berikut berupa pertanyaan,

"Apakah kamu sangka kamu ini Kami jadikan dengan sia-sia?" (pangkal ayat 115).

Bentuk pertanyaan begini istifhaam-inkaari namanya.

Yaitu pertanyaan yang berisi tolakan.

Walaupun kecil-kecil badanmu, namun tugasmu besar.

Walaupun amat pendek masa yang kamu pakai di dunia, namun persambung-sambungan di antara umur pendek generasi lama dengan umur pendek generasi baru, karena amal usaha kamu, menjadi bernilai dan menjadi amat panjang.

Pokoknya ialah mempergunakan masa pendek itu dengan sebaik-baiknya.

Banyaklah manusia besar dalam dunia ini, baik nabi dan rasul, atau filsuf dan ahli hikmah, atau ahli-ahli ilmu pengetahuan, usianya telah beribu tahun, padahal tubuhnya telah lama hilang di perut bumi.

Setelah dia mati, umurnya panjang tinggal di dunia dan di akhirat pun dia akan mendapat umur yang lebih panjang dan panjang lagi.

Tetapi ada pula manusia yang datang ke dunia tidak ada yang tahu dan kelak mati sematinya, hilang pun sehilangnya, tidak pula ada orang yang tahu.

Orang yang hidup tetapi tak ada umur.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata,

"Walaupun kamu kecil begini, namun dunia adalah dalam dirimu."

Setelah kita sadar, bahwa usia yang pendek dapat diperpanjang dengan jasa untuk pusaka yang ditinggalkan, yang bernama juga amal untuk bekal ke akhirat, bertambah mengertilah kita siapa sebenarnya kita ini.

Yang sangat ingkar tak mau tahu diberi ancaman siksa neraka.

Tetapi yang masih mau mempergunakan pikiran, dibuka pintu untuk berpikir.

Sadarilah hidupmu, wahai insan!

Sadarilah kekuatan yang ada dalam dirimu.

Kamu ini bukanlah sembarang makhluk, engkau adalah terpilih di antara segala yang bernyawa, sebab itu maka engkau diberi akal dan pikiran.

Engkau sendiri pun sadar akan hal itu.

Sebab itu dijelaskanlah di ujung ayat 117,

"Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kejayaan orang-orang yang kafir." (ujung ayat 117).

Arti asli dari kafir ialah menolak, atau menampik.

Orang yang menolak atau menampik kebenaran akan dikacaukan oleh kekafirannya sendiri.

Maka orang-orang yang sudi membaca Al-Qur'an dengan saksama dan paham akan keindahan bahasanya, karena bahasa Al-Qur'an memang, bahwa wahyu, akan merasailah betapa menaik, mendatar dan menurunnya gelora ombak ancaman dan bujukan Ilahi.

Sejak dari ancaman siksa neraka sampai kepada ajakan berpikir.

Di situlah rahasia ajaran agama Islam yang sejati.

Isinya adalah imbangan antara rayuan dan ancaman, kemurkaan diiringi kasih sayang, adzab siksa dan persediaan memberi ampun.

Oleh sebab itu maka di dalam hati seseorang Mukmin terasalah raghaban (pengharapan) dan rahaban (kecemasan). Atau khauf rasa takut, atau rajaa, kerinduan.

Di waktu Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq akan meninggal dunia, diberinyalah wasiat kepada calon Khalifah yang akan menggantikannya, yaitu Sayyidina Umar bin Khaththab,

"Hai Umar! Di dalam mengendalikan urusan kaum Muslimin, ingatlah olehmu bila engkau membaca Al-Qur'an, bahwa ayat-ayat ancaman selalu diiringi oleh ayat bujukan. Menyatakan nikmat surga, selalu dituruti dengan keterangan siksa neraka."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 238-241, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

HIKMAH

"Dia menganugerahkan hikmah kepada barangsiapa yang Dia kehendaki." (pangkal ayat 269).

Hikmah lebih luas daripada ilmu, bahkan ujung dari ilmu adalah permulaan dari hikmah.

Hikmah bisa juga diartikan mengetahui yang tersirat di belakang yang tersurat, menilik yang gaib dari melihat yang nyata, mengetahui akan kepastian ujung karena telah melihat pangkal.

Ahli hikmah melihat "cewang di langit tanda panas, gabak di hulu tanda hujan".

Perasaan ahli hikmah adalah halus.

Karena, melihat alam maka ahli hikmah mengenal Tuhan.

Sebab itu, dalam bahasa kita, hikmah disebut bijaksana, sedangkan ahli hikmah disebut bahasa Arab al-hakim adalah satu di antara Asma' Allah!

Maka kekayaan yang paling tinggi yang diberikan Allah kepada hamba-Nya ialah kekayaan hikmah itu.

Ibnu Abbas mengatakan,

"Hikmah itu ialah kesanggupan memahamkan Al-Qur'an."

Artinya, bila seseorang sudah dapat memahamkan (mem-fiqhi-kan) dari dalam Al-Qur'an mana yang hudan (petunjuk) dan mana yang hukum, mana yang disuruh (wajib) dan apa sebab wajibnya serta mana yang ditegah (haram) dan apa sebab ditegah, lalu dapat membandingkan atau meng-qiyas-kan yang furu' (cabang) kepada yang ashal (pokok), itulah dia orang yang diberi hikmah.

Sebab itu, orang yang oleh ahli fiqih disebut mujtahid, menurut tafsiran Ibnu Abbas itu patutlah disebut al-hakim juga.

Untuk mendekatkan perumpamaannya ialah laksana seorang sarjana yang baru lepas dari sebuah universitas.

Dia telah lulus ujian dari berbagai mata pelajaran.

Pada waktu itu, sudah bolehlah dia disebut orang alim, seorang yang berpengetahuan, tetapi belum berhak dia disebut al-hakim atau ahli hikmah.

Dia baru akan berhak mendapat sebutan ahli hikmah setelah dia melakukan praktik kelak di dalam bidang ilmu yang diketahuinya itu.

Setelah dia bekerja dan beramal, akan didapatnyalah selama dalam perjalanan beberapa hikmah dari pengalaman, yang tadinya tidak ada tertulis dalam buku dan tidak didengar dari kuliah-kuliah yang diberikan oleh guru besar.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 539-540, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Meskipun yang berbicara itu bukan seorang ulama Islam misalnya, walaupun dia seorang biksu Buddha, misalnya, kalau perkataannya yang didengarkan itu ada yang sesuai, baik disadari oleh yang bercakap atau tidak disadarinya, sesuai dengan kebenaran, tentu kita setujui.

Bahkan Nabi saw. pernah bersabda, "Kata hikmah itu adalah barang kaum Muslimin yang hilang. Di mana pun bertemu hendaklah diambilnya." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 25, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

CELAKA BESAR BAGI ORANG YANG MENDUSTAKAN

"Celaka besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan." (ayat 24).

Mereka akan mendapat celaka besar, masuk neraka wailun di hari Kiamat itu karena mereka tidak mempergunakan pikiran dengan sebaik-baiknya.

Nikmat Allah diterimanya, tetapi pikirannya tidak berjalan.

Kalau pikiran berjalan, terutama memikirkan diri sendiri, atau memikirkan sesudah kawin dengan seorang perempuan, beberapa bulan kemudian diberi Allah putra.

Terbentang di hadapan matanya i'tibar, yaitu sesuatu yang patut jadi buah pikiran, namun kejadian itu lalu demikian saja.

Alangkah hinanya!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 453, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Sebab itu maka jika ingin hendak mengetahui kekayaan Allah pandanglah dengan penuh pemikiran dan perasaan keadaan manusia ataupun alam yang di keliling manusia." (Buya HAMKA).

KEINDAHAN BURUNG-BURUNG TERBANG

"Atau siapakah dia yang menjadi tentara bagimu, yang akan menolong kamu selain dari Tuhan Pengasih." (pangkal ayat 20).

Maka setelah engkau lihat burung terbang tinggi berbaris-baris, kadang-kadang berpuluh ekor, kadang-kadang beratus sambil ada yang mengatupkan sayapnya sambil terbang, namun dia tidak terkapar jatuh ke bumi, Allah Yang Rahman yang menahannya maka dia tidak jatuh itu, bandingkanlah hal yang demikian kepada dirimu sendiri.

Apakah kamu mempunyai tentara yang menjagamu daripada bahaya yang akan menimpa?

Ketika engkau tidur nyenyak malam hari, adakah pengawal selain Allah yang menjaga keselamatan tidurmu?

Bagaimana kalau ada binatang kecil masuk telingamu?

Bagaimana kalau ular hendak menggelung badanmu?

Tidak ada yang mengawal, tidak ada tentara yang menjaga.

Hanya Allah sajalah yang menjaga.

Dapat kita lihat misalnya seorang kepala negara dikawal oleh berpuluh pengawal. Kalau Allah menghendaki, kawalan itu bisa saja bocor dan kedatangan maut tidak dapat dihambat oleh siapa pun.

Sekali lagi kita perhatikan di sini bahwa yang ditonjolkan adalah nama dan sifat Allah yang bernama ar-Rahman, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pemurah.

Satu rumpun dengan kalimat rahmat, menjadi Rahman dan Rahim.

Sebenarnya Dialah yang menjaga kita siang dan malam, bukan tentara bukan serdadu.

Penting hal ini diingat

Dan segala pekerjaan yang kita hadapi dimulai dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, setiap saat kita tidak melepaskan diri dari lindungan dan lingkungan pengawalan Allah ar-Rahman.

Sehingga misalnya kita mati tiba-tiba karena lengahnya pengawasan dan pengawalan manusia, namun oleh karena kita selalu bergantung kepada Rahman dan Rahim Allah,

Maka mati kita tidaklah dalam kesesatan,

Bahkan bisa mati dalam kemuliaan syahadah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 251-255, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PENDERITAAN DALAM NERAKA JAHANNAM

"Akan tinggal mereka di sana beberapa huqub lamanya." (ayat 23).

Dalam ayat 60 surah al-Kahf ada dituliskan bahwa Nabi Musa mau berjalan kaki, walaupun sampai satu huqub; dia tidak akan berhenti sebelum bertemu dengan guru yang dicarinya itu, (tengok dalam Juz 15). Maka terdapatlah arti satu huqub menurut orang Arab ialah sekira 80 Tahun. Sekarang dalam ayat ini bertemu kata jamak daripada huquban, yaitu ahqaba. Artinya akan menderitalah orang yang durhaka itu terpendam dalam neraka Jahannam berkali-kali 80 Tahun (bukan sekali saja). Atau seperti ditafsirkan oleh al-Qurthubi: Kinayatun 'anit ta'bid; sebagai ungkapan dari makna kekekalan. Bila telah masuk, payah akan keluar lagi.

"Tidak mereka akan merasakan dingin di sana." (pangkal ayat 24).

Artinya ialah panas selalu, tidak sekali jua merasakan dingin.

"Dan tidak ada minuman." (ujung ayat 24).

Artinya bahwa segala minuman yang akan dapat menghilangkan dahaga tidaklah akan diberikan di sana.

"Kecuali air mendidih dan air luka (nanah)." (ayat 25).

Tentu haus tidak akan lepas kalau yang disuruh minum ialah air mendidih, air menggelegak, yang akan menghanguskan perut. Dan nanah atau air bekas luka dalam, sebangsa mala yang mengalir dari tubuh mayat yang terlambat dikuburkan, itu pun bukan melepaskan haus melainkan menambah adzab.

"Dan mereka dustakan ayat-ayat Kami, sebenar-benar mendusta." (ayat 28).

Kalau disebut kata ja'a aayaatina, artinya bukanlah satu ayat, melainkan banyak ayat-ayat.

Dalam bahasa kita menjadi ayat-ayat Kami.

Ayat ada yang berarti tanda kebesaran Allah, seumpama gerhana matahari, atau anak lahir ke dunia kembar empat, dan lain-lainnya.

Itu adalah ayat Allah yaitu tanda bahwa Allah Maha Kuasa.

Maka si thaghiin itu tidak mau percaya kepada Allah, padahal tandanya sudah kelihatan.

Atau ada orang kaya raya tiba-tiba jatuh miskin, atau orang berpangkat sangat tinggi, tiba-tiba jatuh tersungkur dari jabatannya; itu pun ayat Allah.

Namun si thaghiin itu tidak juga mau insaf.

Dan ayat pun boleh diartikan perintah Allah yang disampaikan oleh rasul-rasul Allah, sejak daripada Nuh sampai kepada Muhammad saw., si thaghiin tidak juga mau peduli.

Dan Al-Qur'an pun tersusun dari 6.236 ayat, itu pun tidak dipercayainya!

Sama sekali ayat-ayat Allah itu didustakannya, atau dengan mulutnya, ataupun dengan perbuatannya, atau dengan munafiknya; percaya mulutnya, hatinya tidak.

Ini sama sekali adalah mendustakan. Sebenar-benar mendustakan.

"Sekarang rasakanlah!" (pangkal ayat 30).

Yaitu jika datang Hari Pembalasan (Yaumul Jazaa') itu. Di saat itu kelak tidaklah akan dapat manusia berlepas diri lagi.

"Maka tidaklah akan Kami tambahkan lagi, melainkan adzab siksaan jua." (ujung ayat 30).

Artinya, bahwa sesampai di dalam neraka Jahannam itu janganlah mengharap adzab akan dikurangi, melainkan sebaliknyalah yang akan terjadi, yaitu penambahan adzab, berlipat ganda, dan terus-menerus.

Ada orang yang dengan semena-mena mencoba mengguncangkan kepercayaan Islam dengan menyebutkan bahwa ayat-ayat yang seperti ini adalah membuktikan bahwa Allah yang digambarkan oleh orang Islam itu kejam!

Seorang Islam yang tidak mengerti serangan yang tengah dilakukan oleh pemeluk agama lain kepada Islam untuk mengguncang iman kaum Muslimin, tidak dapat membantah tuduhan tersebut, lalu merasa pula kalau-kalau Allah itu kejam.

Padahal ayat-ayat seperti ini sangat memberikan bukti bahwa Allah itu tidak kejam!

Kalau kejam semata-mata kejam, tidaklah akan diperingatkannya kepada hamba-hamba-Nya dengan perantaraan nabi-nabi-Nya, agar hamba-hamba-Nya ingat keadaan adzab itu, supaya si hamba menjauhkan diri daripadanya.

Karena selama hidup di dunia inilah saat-saat yang semudah-mudahnya untuk mengelakkan adzab siksaan yang pedih itu, dengan cara mengikuti pimpinan yang disampaikan Allah dan dibawakan oleh rasul-rasul.

Padahal sebelum adzab neraka di akhirat, kerap kali manusia telah menerima panjar (DP) adzab ketika di dunia ini juga.

Misalnya adzab karena kusut pikiran, kacau akal, terguncang urat saraf dan sakit jiwa, yang semuanya itu berasal dari sebab pelanggaran garis-garis yang telah ditentukan oleh Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 103-105, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BIDADARI SURGA

"Di dalamnya ada gadis-gadis yang terbatas sudut matanya." (pangkal ayat 56).

Artinya ialah bahwa dalam surga itu ada gadis-gadis perawan Qashiratuth Tharfi. Qashir, artinya singkat atau terbatas sudut matanya.

Maksudnya ialah bahwa dia yang tidak genit, tidak liar penglihatan matanya.

"Ada dua mata air yang selalu memancar." (ujung ayat 66).

Karena kalimat nadhdhaakhataan, berarti memancar. Dan kalau dia menurun dari atas dikatakan memancur.

Dalam kalimat ini terkandung lagi suatu rahasia.

Yaitu bahwa air yang memancar dengan keras itu adalah mengandung tenaga listrik.

Ahli-ahli menyelidik kekuatan tenaga alam itu berusaha membuat air yang mengalir supaya memancar, karena dengan pancaran keras itu dia mengandung tenaga yang amat hebat!

Tenaga listrik!

Di zaman Nabi kita Muhammad saw. listrik belum ada, tetapi ayat telah menyebutkan nadhdhaakhataan.

1.400 Tahun di belakang beliau, baru orang mengerti kekuatan apa yang tersembunyi dalam kata-kata memancar itu.

Adh-Dhahhak menafsirkan nadhdhaakhataan itu ialah penuh melimbak dan tidak pernah berkurang.

Inilah suatu keajaiban lagi dari Al-Qur'an.

Maka teringatlah kita kepada seorang sarjana bangsa Perancis (yang ketika menyusun tafsir ini, 1978, masih hidup), bernama Maurice Bucaille. Beliau mengarang sebuah buku bernama La Bible Le Goran, Et La Science (Bibel, Quran dan Sains Modern). Setelah sarjana ini menyelidiki dan membanding isi Bibel, isi Al-Qur'an dan menelitinya secara ilmiah, beliau mengambil kesimpulan,

"Mustahil Al-Qur'an itu dikarang oleh Muhammad, karena tidak masuk di akal bahwa orang yang hidup pada permulaan Abad ke-7 Masehi menyebutkan fenomena-fenomena yang hanya dapat dipahami oleh manusia 1.000 Tahun kemudian."

Maurice Bucaille ini ditemui oleh Sdr. Prof. Dr. H.M. Rasyidi pada pertemuan seminar yang diadakan oleh Pemerintah Aljazair tiap tahun di Algiers.

"Maka dengan karunia Tuhanmu yang mana lagi yang hendak kalian berdua dustakan?" (ayat 67).

Karena menyebut ujung bunyi ayat 66 mata air yang selalu memancar, kita mendapat kejutan dengan ilham ilahi bagaimana pentingnya kekuatan listrik yang ditimbulkan oleh tenaga pancaran air.

Bersujudlah kita kepada Allah mengingat bahwa 1.400 Tahun yang lalu telah diisyaratkan Allah dari hal pancaran tenaga air itu kepada Nabi-Nya Muhammad saw. Pusaka Muhammad telah tinggal dalam Al-Qur'an, dan kemudian setelah 1.000 Tahun lebih baru manusia mengerti apa maksud pancaran itu.

La haula wala quwwata illa billah.

SIFAT SURGA 

"Beredar keliling mereka anak-anak muda yang kekal." (ayat 17).

Dalam ayat ini disebutkanlah siapa mereka itu, yaitu anak-anak muda, yang diartikan dari bahasa Arab wildaanun, yaitu anak-anak muda laki-laki.

Maka terjawablah di sini pertanyaan orang-orang yang bertanya, apakah di dalam surga itu hanya tersedia anak-anak bidadari saja, yaitu gadis-gadis cantik jelita, apakah di dalamnya tidak ada anak bidadara?

Pertanyaan ini telah terjawab dengan ayat ini, bahwa di surga itu pun terdapat anak laki-laki yang muda-muda, lalu dijelaskan pula pekerjaan mereka.

"Dengan mangkuk, dan cerek dan piala dari air yang jernih." (ayat 18).

Al-Qur'an itu adalah mengandung perasaan, halus dan sangat sopan.

Disebutkanlah di sini apa pekerjaan dari anak-anak muda atau bidadara itu, yaitu menghidangkan minuman di tempat-tempat minum yang sangat indah, piala, cerek dan mangkuk yang semuanya itu terdiri dari emas dan perak belaka.

Maka tidaklah Al-Qur'an menyebutkan kewajiban yang lain dari anak-anak muda itu, namun pikiran kita sebagai orang yang beriman telah dapat mengerti dengan baik.

Berapa banyaknya anak gadis remaja yang beriman dan teguh menahan nafsunya, tetapi karena nasib malang dia mati muda.

Atau karena nasib malang dia tidak mendapat jodoh sampai wafatnya.

Maka dapatlah kita pahamkan bagaimana tujuan halus dari uraian Al-Qur'an menyatakan bahwa di dalam surga itu pun ada wildaanun atau pemuda-pemuda.

Dikatakan pula bahwa mereka menyediakan air yang jernih, air surga untuk diminum oleh hamba-hamba Allah yang telah bersemayam di dalamnya.

Lalu dijelaskan lagi,

"Tidaklah mereka pening karenanya dan tidaklah mereka akan mabuk." (ayat 19).

Dijelaskan pula dalam ayat ini bahwasanya dalam surga itu esok akan disediakan rumah-rumah tempat minum-minum.

Sejak dahulu sampai ke zaman kita sekarang ini, manusia biasa berkumpul pada rumah-rumah tempat minum-minum, diadakan "bar" tempat duduk bersantai bersama melepaskan lelah di siang hari.

Di kota-kota besar atau di istana raja atau di mana saja.

Maka di akhirat pun akan diberikan pula tempat-tempat yang indah dan mulia, untuk minum-minum, air surga yang jernih, dihidangkan oleh pemuda-pemuda sopan santun, minum-minum bersenang-senang.

Tetapi diperingatkan bahwa tidak ada yang akan pusing meminum minuman itu dan tidak ada yang akan mabuk, bukan seperti rumah-rumah minuman yang ada di dunia ini.

"Tidak mereka mendengar padanya kata-kata percuma." (pangkal ayat 25).

Inilah perbedaan penilaian di dunia dengan di akhirat.

Bagaimanapun senang hidup manusia di dunia ini, namun kata-kata yang percuma dan gunjing, atau apa yang dinamai orang zaman sekarang dengan isu-isu, mulut yang tidak bertanggung jawab, membusukkan orang lain, memandang orang lain dengan pandangan buruk, walaupun perbuatannya baik, sangatlah banyak di dunia ini.

Bahkan kadang-kadang surat-surat kabar pun sukar melepaskan diri daripada cara yang demikian, sehingga pers disebut orang rata dunia, karena pengaruh kata-kata yang keluar daripadanya.

Sebab itu tidaklah ada di akhirat itu kata percuma yang tidak berujung berpangkal.

"Dan tidak pula kata dosa." (ayat 25).

Karena kata yang percuma yang tidak bertanggung jawab, dan kata yang dicampuri dusta karena mempertahankan prestise dll., itulah yang banyak di dunia ini, dan dari situlah terbit banyak neraka dalam pergaulan hidup di dunia ini, yang menimbulkan kacau, bahkan yang menimbulkan perang, sehingga disebut orang,

"Perang itu dimulainya ialah dari lidah."

"Melainkan kata-kata: "Selamat, selamat!" (ayat 26).

"Salam", yang berarti selamat, dan berarti juga "damai", adalah ucapan ahli surga, sehingga kita orang Islam dianjurkan selalu mengucapkan itu, di antaranya mengucapkan seketika kita bertemu di antara satu dengan yang lain, "Assalaamu'alaikum".

Selamatlah, bahagialah atas kamu!

Dan di akhir penutup dari surah ar-Rahmaan dahulu dari ini, kita salinkan doa wirid yang dianjurkan kita setiap habis shalat membacanya, yaitu,

"Ya Tuhanku, Engkaulah salam itu dan dari Engkaulah datangnya salam dan kepada Engkaulah akan kembali salam. Memberi berkahlah Engkau dan Maha Mulia-lah Engkau, ya Tuhan Yang Maha Empunya kebesaran dan kemuliaan."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 616-631, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH AL-'ALAQ 

(SEGUMPAL DARAH)

"Dia yang mengajarkan dengan qalam." (ayat 4).

Itulah kemuliaan-Nya yang tertinggi. Yaitu diajarkan-Nya kepada manusia berbagai ilmu, dibuka-Nya berbagai rahasia, diserahkan-Nya berbagai kunci untuk pembuka perbendaharaan ilmu Allah, yaitu dengan qalam atau pena!

"Mengajari manusia apa-apa yang dia tidak tahu." (ayat 5).

Lebih dahulu Allah Ta'aala mengajar manusia mempergunakan qalam. Sesudah dia pandai mempergunakan qalam itu banyaklah ilmu pengetahuan diberikan oleh Allah kepadanya, sehingga dapat pula dicatatnya ilmu yang baru didapatnya itu dengan qalam yang telah ada di tangannya.

"Ilmu pengetahuan adalah laksana binatang buruan dan penulisan adalah tali pengikat buruan itu. Oleh sebab itu ikatlah buruanmu dengan tali yang teguh."

Ar-Razi menguraikan dalam tafsirnya, bahwa pada dua ayat pertama disuruh membaca di atas nama Allah yang telah mencipta, adalah mengandung qudrat, hikmah, ilmu dan rahmat. Semuanya adalah sifat Allah. Dan pada ayat yang seterusnya seketika Allah menyatakan mencapai ilmu dengan qalam atau pena; adalah suatu isyarat bahwa ada juga di antara hukum itu yang tertulis, yang tidak dapat dipahamkan kalau tidak didengarkan dengan saksama. Maka pada dua ayat pertama memperlihatkan rahasia Rububiyah, rahasia Ketuhanan. Dan di tiga ayat sesudahnya mengandung rahasia nubuwah, kenabian. Dan siapa Allah itu tidaklah akan dikenal kalau bukan dengan perantaraan nubuwah, dan nubuwah itu sendiri pun tidaklah akan ada, kalau tidak dengan kehendak Allah.

Imam asy-Syafi'i menganjurkan, apabila kita membaca (tilawah) Al-Qur'an, sesampai di akhir surah ini, was jud wagh-tarib, supaya kita lakukan sujud tilawah.

Guruku Ahmad Sutan Mansur memberi ingat kami waktu menafsirkan Surah ini bahwa cara membacanya pun lain dari yang lain. Membacanya tidak boleh gontai dan hendaklah bersemangat. Beliau pun tidak suka kalau orang membaca iqamah mengajak shalat dengan suara lemah-gemulai! "Sebab iqamah adalah komando", kata beliau.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 254-259, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TULISAN DARI HATI

Yang lebih jitu masuk ke dalam hati, ialah tulisan yang benar-benar datang dari hati. Maka hati pulalah yang akan menerimanya.

Adapun tulisan yang hanya dari ujung jari, perginya ke pelupuk mata si pembaca untuk menidurkannya.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 182, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

MURUAH (HARGA DIRI)

Insaf bahwa orang yang berbuat baik akan dapat ganjaran baik dan orang yang berbuat buruk akan dapat ganjaran buruk.

Menurut riwayat yang dibawakan Ibnu Mas'ud, maka adalah ayat Al-Qur'an yang turun kemudian sekali ialah, "Takutilah olehmu suatu hari, yang akan kembali kamu sekalian waktu itu kepada Allah. Akan dibayarkan kepada tiap-tiap diri apa yang telah mereka usahakan dan sekali-kali tidaklah mereka akan teraniaya".

Pepatah para orang tua,

Tak usah kami diberi kain,

Dipakai kain akan luntur,

Tak usah kami diberi nasi,

Dimakan nasi akan habis,

Berilah kami hati yang suci, muka jernih,

Budi baik dibawa mati...

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 291, 301, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

DAKWAH

Setengah ahli tafsir mengatakan bahwasanya yang dimaksud dengan al-khairi yang berarti kebaikan di dalam ayat ini ialah Islam; yaitu memupuk kepercayaan dan iman kepada Allah, termasuk tauhid dan ma'rifat.

Kalau kesadaran beragama belum tumbuh, menjadi sia-sia sajalah menyebut yang ma'ruf dan menentang yang mungkar.

Suatu dakwah yang mendahulukan hukum
halal dan hukum haram, sebelum orang menyadari agama, adalah perbuatan yang percuma,

Sama saja dengan seseorang yang menjatuhkan talak kepada istri orang lain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 25, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Wahai jiwa yang telah mencapai ketenteraman." (ayat 27).

Yang telah menyerah penuh dan tawakal kepada Tuhannya, telah tenang, karena telah mencapai yakin kepada Allah SWT.

Berkata Ibnu Atha,

"Yaitu jiwa yang telah mencapai makrifat, sehingga tak sabar lagi bercerai dari Tuhannya walau sekejap mata."

Allah itu senantiasa tetap dalam ingatannya, seperti tersebut dalam ayat 38, dari surah ar-Ra'd.

Berkata Hasan al-Bishri tentang Muthmainnah ini,

"Apabila Allah berkehendak mengambil nyawa hamba-Nya yang beriman, tenteramlah jiwanya terhadap Allah, dan tenteram pula Allah terhadapnya."

Berkata sahabat Rasulullah saw., Amr bin Ash (hadits mauquf),

"Apabila seorang hamba yang beriman akan meninggal, diutus Allah kepadanya dua orang malaikat, dan dikirim beserta keduanya suatu bingkisan dari surga. Lalu kedua malaikat itu menyampaikan katanya, 'Keluarlah, wahai jiwa yang telah mencapai ketenteramannya, dengan ridha dan diridhai Allah. Keluarlah kepada ruh dan raihan. Allah senang kepadamu, Allah tidak marah kepadamu', Maka keluarlah ruh itu, lebih harum dari kasturi."

"Kembalilah kepada Tuhanmu, dalam keadaan ridha dan diridhai." (ayat 28).

"Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku." (ayat 29).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 207, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Disini dapatlah diketahui maksud agama, yaitu Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah.

Artinya ialah bahwa Esa Tuhan Pencipta, maka hendaklah Esa pula yang disembah dan dipuja, yaitu Tuhan (Ilah) yang satu itu saja. Karena yang lain hanyalah makhluk belaka dari Dia. Sebab Ilah (Tuhan) itu bukanlah semata Pencipta; Dia pun adalah Rabb, yaitu Pengatur, Penjaga, Pemelihara, Pendidik, dan Pengaruh. Bukanlah setelah alam Dia ciptakan, lalu Dia berdiam diri, tidak mengatur lagi. Bukan!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 21, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Di dalam ayat pembukaan ini, kita telah bertemu langsung dengan Tauhid, yang mempunyai dua paham itu, yaitu Tauhid Uluhiyah pada ucapan Alhamdu Lillaahi dan Tauhid Rububiyah pada ucapan Rabbil Aalamiin.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 67, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan kepada-Nya-lah kamu sekalian akan dikembalikan." (ujung ayat 88).

Dengan dua ayat penutup ini, 87 dan 88, Nabi kita Muhammad saw. diberi bekal untuk perjuangannya. Dijelaskan inti perjuangan, yaitu menegakkan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah.

Sehingga dengan demikian jelas jalan yang akan ditempuh, terang perbedaan di antara yang batil dengan yang hak; sedang kemenangan terakhir akan tetap pada yang tiada putus hubungan dengan Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 643, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Ya Rasulullah! Mengapa junjungan menangis? Teringat akan dosakah, padahal junjungan tiada berdosa, baik dahulu ataupun sekarang ataupun nanti."

"Bilal!" kata beliau.

"Tadi datang kepadaku Jibril membawa ayat demikian bunyinya,

"Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi, pergantian di antara malam dengan siang, sesungguhnya jadi perhatian bagi orang yang mempunyai pikiran," (QS. Ali Imran [3]: 190).

"Celakalah (hai Bilal)! Orang yang membaca ayat ini, tetapi tidak dipikirkannya bagaimana maksudnya. Celakalah dia!"

Sabda beliau.

Itulah yang beliau tangiskan!

Kalau tuan tahu "rasa bahasa" Arab, tuan pun akan berlinang air mata jika merenungkan ayat itu.

Cobalah perhatikan keindahan bunga yang mekar, yang menerbitkan tenteram dalam jiwa melihat warnanya yang indah pilihan, merah jambu, merah, hijau laut, hijau kuning, lembayung dan lain-lain, yang tak kuasa tangan manusia menirunya.

Sekuntum bunga yang kita lihat, yang baunya kita cium, yang kita pelihara dalam jambangan dengan perasaan halus, mempunyai rahasia-rahasia yang dalam, menunjukkan kehalusan pekerjaan Kuasa yang menitahkan adanya.

Keindahan dijadikan ilmu, tetapi tidak dapat ditiru diteladan.

Keindahan hanya dapat dirasakan.

Bunga yang telah kekurangan air penyiram, yang mulai tunduk laksana berhati iba, yang berserak di lantai terpijak-pijak, adalah menyadarkan perasaan halus menumbuhkan ridha dan cinta dalam hati, hendak berkenalan dengan pengarang dan penggubahnya.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 316, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

"Sesungguhnya Allah adalah Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (ujung ayat 27).

Maha Perkasa sehingga segala peraturan-Nya tidak ada yang sanggup melanggar atau menukarnya.

Maha Bijaksana karena semua aturan yang keras itu berlaku dengan sangat sempurna dan menyenangkan pikiran orang yang berpikir.

Dan yang difirmankan oleh Allah SWT itu tidaklah berlebih-lebihan.

Cobalah menengadah ke langit di malam sepi udara jernih. Kelihatanlah beribu-ribu bintang-bintang. Bumi adalah salah satu dari beribu-ribu, bahkan bermiliar bintang itu. Di antara beribu-ribu berjuta bintang itu adalah yang besarnya beratus kali, beribu kali bahkan berjuta kali bumi pula. Maka kalau kita misalkan kita berdiri pada salah satu di antara bintang yang banyak itu, akan kelihatanlah bumi ini sebagaimana kita melihat bintang-bintang itu pula. Satu benda kecil berkelap-kelip di teduh malam. Kalau sudah dipikirkan sampai demikian, apalah artinya pohon-pohon kayu bumi yang dimisalkan jadi qalam dan lautan bumi ditambah 7 kali lagi? Apalah artinya?

Walaupun sampai patah qalam, kering pun tinta yang dari bumi, belum jugalah akan lengkap tercatat kalimat Allah SWT.

Shadaqallahul 'Azhim.

Maha Benar Allah Yang Maha Agung.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 109, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MAKANAN

Makanan adalah pokok hidup yang paling penting, anak kunci kemuliaan dan kehinaan.

Dia pun mempunyai 3 (tiga) martabat:

Paling rendah, sekadar perlu untuk kenyang saja. Untuk jadi penangkal jangan mati atau lemah, supaya badan kuat beribadah. Dengan membiasakan dan mengajar menahan selera, makanan itu bisa dipersedikit-sedikit.

Menurut keterangan Imam Ghazali, orang-orang zahid di zaman dahulu, ada yang tahan tak makan sampai 10 hari atau 20 hari. Contoh demikian dapat kita saksikan pada puasanya Gandhi. Kata setengah orang ada yang sampai 40 hari.

Hal ini tidak perlu kita contoh, tidak pula kita menunjukkan bahwa perbuatan itu mesti dikerjakan, sebab hal itu adalah bergantung kepada kepercayaan masing-masing. Sebab derajat kemauan hati itu di antara manusia adalah bertingkat-tingkat.

Derajat pertengahan adalah membagi-bagi perut jadi 3 bagian; 1/3 untuk makanan, 1/3 untuk minuman, dan 1/3 dikosongkan, untuk pikiran.

Kalau dilebihi dari itu, akan membawa "buncit perut", sehingga berat dibawa ruku' dan sujud menyembah Allah.

Yang sebahagia-bahagia orang ialah yang mencukupkan apa yang ada,

Makannya karena hendak hidup, bukan hidup karena hendak makan.

Kalau hidupnya hanya memikirkan makan saja, kadang-kadang dia lupa makan untuk hari ini, yang dipikirkannya apa yang akan dimakannya besok, apa yang akan dimakan oleh anak cucunya 10 atau 40 Tahun lagi, sehingga dia lupa bahwa anak-anak itu pun ada Tuhannya dan ada akalnya sendiri.

Nabi Muhammad saw. telah berkata tentang tiang makanan dan kekayaan yang sejati ialah:

"Siapa saja yang sentosa hatinya, sehat badannya, ada makanan untuk dimakannya sehari itu, seakan-akan telah terkumpul pada tangannya dunia seisinya." (HR. at-Tirmidzi dan Abdullah bin Muhsin).

Dengan sabdanya ini nyata bahwa Nabi Muhammad saw. tidak menyuruh kurang dari itu.

Kalau hati tak aman, karena yang akan dimakan sehari ini tak ada, bagaimana dapat tenteram?

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 261-263, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

PERTANYAAN

Apakah beragama terlebih dahulu kemudian baru percaya tentang adanya Allah, atau percaya lebih dahulu kepada Allah, kemudian baru beragama?

JAWABAN

Menurut ajaran agama Islam, manusia itu lahir ke dunia dalam fitrah, yaitu suci murni. Oleh karena itu, pada pokok yang pertama, manusia itu percaya kepada Allah.

Demikian pula anak yang dilahirkan oleh keluarga orang tua yang beragama Islam, ia sendiri terhitung sebagai orang Islam pula, meskipun ia belum tahu siapa Tuhannya.

Orang beragama lebih dahulu, kemudian ia belajar hakikat agama yang dipeluknya, sampai ia kenal dan percaya benar siapa Tuhannya.

Oleh sebab itu, tidaklah perlu seseorang lebih dahulu tidak beragama (kafir), baru setelah ia kafir, ia mencari-cari Tuhan.

Coba perhatikan sendiri betapa banyak pada zaman ini anak-anak muda laki-laki dan perempuan dari keluarga Islam.

Mereka tidak dikatakan "tidak beragama" meskipun mereka belum mengetahui siapa Tuhannya.

Buktinya, kalau mereka meninggal diurus juga mayatnya secara Islam dan mereka dinikahkan di hadapan qadhi (penghulu) secara Islam.

Demikian luas dada Islam menerima umatnya, walaupun umat itu pada hakikatnya belum mengetahui siapa Tuhannya, belum mengerti hakikat agamanya, belumlah ia dihitung kafir, karena ia sudah dilahirkan dari keluarga Islam.

Ia baru dikatakan kafir pada saat ia meresmikan tidak percaya kepada Tuhan, ataupun tidak beragama.

Oleh sebab itu, dapatlah kita simpulkan bahwa seorang dari keluarga Islam, telah beragama lebih dahulu, baru ia mempelajari siapa Tuhannya.

Akan tetapi, hal ini belum tentu berlaku bagi anak-anak yang dahulunya dalam keluarga Islam, memakai nama-nama Islam, tetapi telah memeluk paham komunis.

Sebab dalam ajaran komunis, tidak disebut komunis kalau ia masih percaya adanya Tuhan.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 6-8, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

ANDAI KAU MASIH ADA
Oleh: Ratih Sanggarwati

youtube.com/watch?v=BAfP-0Y_zaY

Andai kau masih ada, Buya

Kau akan gembira melihat Al-Azhar telah bertabur di seluruh Nusantara

Menyemai pendidikan dan mendidik anak-anak para ibu yang tak punya waktu

Andai kau masih ada, Buya

Kau kan bersedih melihat para ibu itu tak mau mengajarkan

Jangankan mengaji, Buya

Mengajarkan sopan santun saja mereka tak mampu

Oh bukan Buya, bukan tak mampu, tapi mereka tak mau

...

Andai kau masih ada, Buya

Kau akan tertawa melihat betapa agama telah menyelusup ke relung-relung jiwa muda di perkotaan

Tidak hanya di surau atau madrasah layaknya kau remaja dahulu

Andai kau masih ada, Buya

Kau pun akan menangis melihat betapa agama

Tak merasuk dalam akhlak keseharian mereka

Tak menjadi hiasan mata mereka dalam bacaan

Tak menjadi hiasan bibir mereka dalam bercakap

Andai kau masih ada, Buya

Kau akan bahagia melihat anak negeri ini berani berbicara

Mengeluarkan pendapat yang dapat mengubah negara

Tapi jua, Buya

Andai kau masih ada

Maka kau akan merana melihat keberanian mereka telah melanggar norma

Tak bisa mereka seperti engkau...

Yang berseberangan dengan penguasa tapi kau tetap menghargainya

Dan kau tetap menjadi imam shalat jenazah ketika dia tiada

Ah Buya, betapa kami berharap andai kau masih ada, Buya

Jakarta, 08 April 2008

(Irfan HAMKA, Ayah..., Hal. 322, Republika Penerbit, Cet. XII, 2016).

TINGKATAN MAKRIFAT (PENGENALAN)

Anak-anak umur 7 Tahun hendaklah disuruh sembahyang, umur 10 Tahun paksa supaya tidak ditinggalkannya, sembahyang di awal waktu dengan segera, kalau dapat hendaklah dengan hati tunduk (thau'an). Kalau hati ragu hendaklah paksa pula hati itu (karhan). Inilah yang bernama sugesti menurut ilmu jiwa zaman sekarang. Mudah-mudahan lantaran tiap hari telah diadakan pengaruh demikian, jalan itu akhirnya akan terbuka juga, sabda Nabi,

"Sesungguhnya Allah Ta'ala telah mengharamkan kepada neraka akan orang yang berkata, "Tidak ada Tuhan melainkan Allah", karena semata mengharap wajah-Nya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam upaya mendatangkan rasa tenteram, cobalah perhatikan jenis benda yang maujud, perhatikan zat dan sifatnya, baik yang dapat disaksikan dengan pancaindra atau yang dapat diperiksa dengan akal.

Bagi seorang ahli budi, azab demikianlah yang ditakutinya: lantaran dosanya, hatinya tidak bercahaya lagi. Tetapi payah dia membangkit-bangkit atau memanggil-manggil, hidayah itu tiada datang lagi.

Hal ini pernah dipantunkan oleh Imam Syafi'i,

"Aku adukan kepada guruku Waki' akan keburukan hafalanku, maka beliau tunjukkanlah supaya aku suka meninggalkan maksiat. Dan beliau ajarkan pula bahwa ilmu itu ialah Nur. Dan Nurullah itu tiadalah akan diberikannya kepada orang yang 'ashi, berbuat dosa".

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 56, 59, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

DIMANAKAH SALAHNYA?

Kesalahan kehidupan modern yang sekarang ini ialah karena terpisahnya antara kebendaan dengan kejiwaan.

Ilmu sudah sangat maju, tetapi tidak dikenal lagi ke mana tujuannya.

Tenaga atom, didapat mulanya digunakan untuk membunuh, supaya perang lekas selesai.

Orang berlomba mencari harta, tetapi lama-lama harta itu lepas dari kekuasaannya, bahkan bendalah yang menguasainya.

Kemajuan, kepandaian, dan penyelidikan sangat mengagumkan, menunjukkan hasil raksasa, tetapi jiwa penciptanya menjadi kerdil.

Kemajuan zaman modern adalah penyembahan berhala secara modern.

Di zaman dahulu orang membuat berhala dengan tangannya lalu disembah. Tangannya sendiri yang memahat, lalu kepalanya yang menyembah.

Zaman modern adalah menyembah berhala benda secara modern pula.

Hasil benda amat mengagumkan, sebab itu dia disembah.

Padahal yang membuatnya adalah manusia, tetapi manusia kehilangan kesadaran diri karena dipesona benda, sehingga benda dipertuhankannya.

Jika orang zaman dahulu menyembah berhala, masih ada tujuannya. Berhala hanya perantara menuju Sang Hyang Tunggal.

Sekarang persembahan berlaku kepada benda besar ini. Apakah tujuannya? Tujuannya hanya membunuh diri sendiri.

Inilah yang dikatakan tamaddun, atau kebudayaan, atau kemajuan zaman baru yang dipuji, dijunjung setinggi langit.

Rasa cinta telah hilang.

Kasih sayang dengan sendirinya dipandang suatu kelemahan.

Manusia itu sendiri pun telah hidup seperti benda itu pula; beku dan kaku.

Yang lemah tercampaklah ke tepi, dengan tidak usah mengharap bantuan dari sesama manusia.

Hidup tidak lagi mengenal apa yang bernama indah dan seni.

Yang penting sekarang ialah pabrik, fulus, jajahan, koloni, bom atom, dan rudal.

Siapa yang keras bunyi meriamnya, dialah yang didengar mulutnya, yang lain boleh diam.

Sampai kepada pendirian hidup pun berubah.

Persetan pada Tuhan, pada moral, akhlak, dan batin.

(Buya HAMKA, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 366-368, Republika Penerbit, 2015).

Alangkah cantik dan jelitanya bunga-bungaan, alangkah halus perasaan yang dibawanya, sehingga bagi bangsa Barat, bunga itu dijadikan setinggi-tinggi alamat kasih!

Dari memperkatakan bunga-bungaan, kita pindah membicarakan alam binatang.

Berapa banyak orang yang sampai memandang binatang itu sahabat akrab.

Hikayat-hikayat Arab Jahiliyah banyak menceritakan kesetiaan unta dan kuda.

Bangsa Eropa dengan anjing-anjing peliharaannya,

Bangsa kita dengan kucingnya.

Sampai ada pepatah:

"Seindah-indah rumah, ialah yang menyimpan seorang gadis remaja; berkucing seekor yang akan membasuh mukanya menghadap ke tangga memberi tahu tamu akan datang."

Setelah itu mari kita kembali kepada jalan yang sedekat-dekatnya, yakni kepada diri kita sendiri.

Seakan-akan badan kita manusia ini sebagaimana suatu kerajaan yang teratur, sejak dari raja dengan menteri-menterinya, yakni mata, telinga, hidung dan lain-lain. Sampai kepada perjalanan darah, hubungan anggota.

Perhatikan pula perubahan badan sejak lahir, sampai besar, sampai dewasa, sampai tua dan menjunjung uban, sampai kembali ke liang kubur.

Perhatikan adanya akal dan pikiran yang rupanya tak ada pada lain-lain makhluk.

Tak dapat dihitung banyaknya, semua membangkitkan perasaan tenteram dalam hati, menghaluskan budi dan pekerti, memperdalam akal dan pikiran.

Sayid Musthafa Luthfi al-Manfaluthi, pengarang Arab yang masyhur itu, pernah berkata tentang kebahagiaan,

"Carilah bahagia di dalam rimba dan belukar, di lembah dan di bukit-bukit, di kebun dan di kayu-kayu, di daun yang hijau dan bunga yang mekar, di danau dan sungai yang mengalir. Carilah bahagia pada sang Surya, yang terbit pagi dan terbenam sore, pada awan yang sedang berarak dan berkumpul, pada burung-burung yang sedang hinggap dan sedang terbang, pada bintang-bintang yang sedang berkerlip-kerlip, dan yang tetap di tempatnya. Carilah bunga di dekat rumahmu, di bandaranya yang baru dibikin di barisan tanamannya yang baru diatur. Carilah di pinggir sungai sambil termenung, di puncak-puncak bukit yang didaki dengan payah, ke dalam lurah yang dituruni. Carilah ketika mendengarkan aliran air tengah malam, pada bunyi angin sepoi-sepoi basah, pada persentuhan daun kayu ketika hendak larut, pada bunyi jangkrik tengah malam, dan bunyi katak di tengah sawah. Dalam semua yang saya sebutkan itu tersimpanlah bahagia yang sejati, yang indah, mulia, murni, sakti, yang menyuruh faham menjalar, menyuruh perasaan menjalar ke dalam keindahan, menghidupkan hati yang telah mati, mendatangkan ketenteraman yang sejati di dalam lapangan hayat."

Mengapa kita insan ini tidak memperhatikan keindahan yang tersimpan dalam alam, tetapi sudi mencari cacatnya?

Mengapa kita tidak memperhatikan keindahan yang memenuhi segenap rohani dan jasmani kita sendiri?

Dan hanya mencari aib dan cela orang lain?

Mengapa kita hanya hendak memperkatakan keburukan niat orang, hasad dan dengki, tipu dan daya?

Sempitkah dunia ini untuk tempat bersamadi?

Tempat orang menunjukkan bakti kepada Tuhan?

Masukilah alam keindahan itu, supaya terbit syukur yang penuh kepada penciptanya.

Sudahlah, hentikanlah hingga itu khizit dan khianat, loba dan tamak serta tiada peduli.

Diri yang suka kepada keindahan akan naik tingkatnya, akan bersih selangkah demi selangkah, akan terhindar jauharinya yang mahal itu dari daki dan kotoran yang menyelimuti cahayanya.

Jiwa yang mengenal keindahan tidak ada suka kekejian itu jelek adanya dan jelek adalah lawan keindahan.

Dia akan berusaha melepaskan diri dari budi pekerti rendah, yang tiada bersetuju dengan kemuliaan.

Khayalnya bersih, pancaindranya yang batin murni, sebab telah ada tangganya menuju Tuhannya.

Bacalah susunan syair yang indah-indah, tentu timbul keinginan hendak memuji penyusunnya.

Bacalah karangan buku yang berfaedah, tentu timbul kerinduan berkenalan dengan pengarangnya.

Maka inilah, di hadapan mata kita, yaitu alam, bacalah, rasailah, masukkan ke dalam jiwa raga, thala'ah, niscaya akan timbul keinginan dan kerinduan berkenalan dengan Yang Menjadikannya.

Memang amat tinggi letak bahagia itu. Tetapi kita harus menuju ke sana.

Ada orang yang putus asa berjalan menujunya lantaran disangkanya susah jalan ke sana.

Padahal mudah, sebab dimulai dari dalam diri kita sendiri.

Marilah kita tempuh dan kita teruskan perjalanan, tak usah kita kaji jauh dan dekatnya, karena itu bergantung kepada usaha kita juga, dan kalau kita mati dalam perjalanan itu, dan tujuan itu masih jauh juga, bukankah kita telah mati dalam perjalanan itu?

Demi bilamana kelak kita bertemu dengan yang menciptanya, yakni dengan Tuhan, akan kita jawabkan terus terang, bahwa kita mati di dalam mencari-Nya, mati di dalam gelombang percintaan kepada-Nya!

Tentu akan ditimbang-Nya!

Sebab Dia belas dan kasihan!

ALLAHU AKBAR!

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 317-320, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

PERANGAI UTAMA MENURUT ANJURAN ISLAM

Agama Islam menjadi agama yang menegakkan keutamaan budi, bahkan keutamaan itulah yang menjadi seruannya. Di sini akan kita kemukakan dua hadits saja, di antara hadits-hadits yang banyak yang berisi seruan keutamaan. Hadits itu pendek; pendek saja, tetapi isinya keutamaan semata-mata.

"Sesungguhnya setengah daripada akhlak orang yang mukmin, ialah kuat menjalankan agama, teguh di dalam lemah lembutnya, beriman di dalam keyakinannya, loba akan ilmu pengetahuan, belas kasihan di dalam satu keterlanjuran, pemaaf di dalam ilmu, berhemat di dalam kaya, berhias di dalam kesempitan, berpantang loba tamak, berusaha pada yang halal, berbuat kebajikan pada ketetapan pendirian, tangkas di dalam petunjuk, mengendalikan diri di dalam syahwat, belas kasihan kepada orang yang payah!"

"Sesungguhnya orang yang mukmin daripada hamba Allah itu, tidak berdendam kepada orang yang benci, tidak berdosa karena cinta, tidak menyia-nyiakan barang yang dipertaruhkan, tidak pernah hasad, tidak pernah mencela, tidak pernah memaki. Mengakui akan yang benar MESKIPUN tidak diminta, tidak suka mempersanda-sandakan gelaran. Di dalam sembahyang dia khusyuk, segera dia mengeluarkan zakat, tenang walaupun di sekitarnya ribut, tunduk di dalam kemegahan, syukur dan mencukupkan apa yang ada, tidak mendakwakan apa yang bukan kepunyaannya, tidak terlanjur lantaran marah, tidak dipengaruhi oleh kebakhilan, mengerjakan yang makruf, bergaul dia dengan manusia supaya dia memperoleh ilmu, lemah lembut supaya dia paham dan meskipun dia teraniaya dan dimungkiri orang, namun dia tetap dan teguh, sehingga Tuhan Yang Rahman sendiri yang akan membelanya!"

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 104-106, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

SEDERHANA BERPIKIR

Setelah pikiran mantap, kita pun bebas menyatakan kepada orang lain. Alat yang terutama untuk menyatakan pikiran ialah dua macam.

Pertama, kata-kata dan kedua, tulisan.

Cara menyatakan pikiran, baik dengan kata-kata atau tulisan, mestilah melalui timbangan. Sebab kata-kata adalah bayangan akal, menentukan dalam dan dangkalnya orang yang berakal, perkataannya bertimbangan, tulisannya penuh selidik, menjalani rasa dan periksa.

Orang yang bijaksana berkata terus terang, tetapi melalui langkah yang sederhana juga.

Benarlah pepatah orang budiman, "Lidah kamu bisa mengerkah kepala kamu".

Luqmanul Hakim berkata bahwasanya makanan yang seenak-enaknya ialah lidah dengan hati, dan makanan yang sebusuk-busuknya lidah dengan hati juga.

Meskipun tidak sedikit faedah bacaan kepada manusia, namun tidak sedikit pula jumlahnya yang sesat lantaran membaca.

Banyak buku yang hanya berisi tipuan, dan banyak pula yang hanya mengobar-ngobarkan rasa benci.

Sayangnya bukan orang awam saja yang kena penyakit ini.

Orang-orang yang mengakui dirinya pujangga, wartawan, filosof, pun tidak kurang yang terperosok ke dalam jurang yang penuh berisi lumpur kedurjanaan ini.

Sehingga suasana kita dipenuhi oleh kedustaan, mengambil muka. Mulut manis hingga bibir, hati bulat membelakang.

Yang lebih celaka ialah kaum wartawan yang tidak punya rasa tanggung jawab, bila terjadi perselisihan antara dua golongan ummat sengaja dibesarkannya perselisihan itu, diperdalam, dan diperpanjangnya, yang sehasta dijadikannya sedepa.

Senang benar hatinya melihat masyarakat kacau.

Dengan itu surat kabarnya laku.

Tak ubahnya perangai mereka dengan anak-anak yang bermain ketapel. Dia melepaskan ketapelnya pada anjing yang sedang berjalan di tepi jalan, sehingga menyalak kesakitan.

Atau melempar seekor kucing sehingga bersijingkat lantaran patah kakinya.

Hatinya senang melihat hasil perbuatannya itu, lupa dia akibat pekerjaannya kepada orang lain.

"Timbullah kekacauan, supaya di atas kekacauanmu aku tegak".

Lebih celaka lagi ialah penulis-penulis mengambil muka, yang menunjukkan dan menyatakan pikirannya hanya semata-mata karena mencari keuntungan atau uang. Bukan kepada maharaja bumi (pers). Tenggang ke sana, tenggang ke mari, sehingga kebenaran pun tersembunyi.

Dia lekas saja jahat sangka kepada orang lain, sebab dia sendiri memang berbuat begitu. Diukurnya orang lain dengan dirinya.

Orang yang begini tidaklah pernah merasa hati senang, dia kecewa selalu, merasa sengsara sebab imannya lemah.

Pendirian dan perkataannya tiada jelas, tidak dapat diberi ujung dan pangkal, karena bukan manfaat umum yang didahulukannya, tetapi manfaat dirinya.

Senantiasa hanya umumlah yang mesti berkorban buat dirinya, bukan dirinya yang sudi berkorban buat umum.

Bukan hakikat yang dikerjakannya, bukan kebenaran yang dipertahankan.

Dia pun sanggup juga sesekali, mempertahankan hakikat dan kebenaran, asal sesudah itu dia dapat untung.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 184-186, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

"Pembawa kayu bakar." (ujung ayat 4).

Sebagaimana dikatakan tadi nama istrinya ini Arwa, gelar panggilan kehormatannya sepadan dengan gelar kehormatan suaminya. Dia bergelar Ummu Jamil, ibu kecantikan. Dia saudara perempuan Abu Sufyan. Sebab itu dia adalah 'ammah (bibi) dari Mu'awiyah dan dari Ummul Mukminin, Ummu Habibah. Tetapi meskipun suaminya di waktu dulu seorang yang tampan dan ganteng, dan dia ibu dari kecantikan, karena sikapnya yang buruk terhadap agama Allah, kehinaan yang menimpa diri mereka berdua. Si istri menjadi pembawa "kayu api" (kayu bakar), menyebarkan api fitnah ke sana-sini, buat membusuk-busukkan Utusan Allah.

"Yang di lehernya ada tali dari sabut." (ayat 5).

Ayat ini mengandung dua maksud. Membawa tali dari sabut artinya, karena bakhilnya, dicarinya kayu api sendiri ke hutan, dililitkannya kepada lehernya dengan tali dari sabut pelepah korma, sehingga berkesan kalau dia bawa berjalan.

Tafsir yang kedua, ialah membawa kayu api ke mana-mana, atau membawa kayu bakar. Membakar perasaan kebencian terhadap Rasulullah, mengada-adakan yang tidak ada. Tali dan sabut pengikat kayu api fitnah, artinya bisa menjerat lehernya sendiri.

Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsirnya bahwa Allah menurunkan surah tentang Abu Lahab dan istrinya ini akan menjadi pengajaran dan i'tibar bagi manusia yang mencoba berusaha hendak menghalangi dan menantang apa yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya karena memperturutkan hawa nafsu, mempertahankan kepercayaan yang salah, tradisi yang lapuk dan adat-istiadat yang karut-marut. Mereka menjadi lupa diri karena merasa sanggup, karena kekayaan ada. Disangkanya dengan dia kaya, tujuannya itu akan berhasil. Apatah lagi dia merasa bahwa gagasannya akan diterima orang, sebab selama ini dia disegani orang, dipuji karena tampan, karena berpengaruh. Kemudian ternyata bahwa rencananya itu digagalkan Allah, dan harta bendanya yang telah dibelanjakan habis-habisan untuk maksud yang jahat itu menjadi punah dengan tidak memberikan hasil apa-apa. Malahan dirinyalah yang celaka.

Demikian Ibnu Katsir.

Dan kita pun menampak di sini bahwa meskipun ada pertalian keluarga di antara Rasulullah saw. dengan dia, namun sikapnya menolak kebenaran Ilahi, hubungan darah itu tidaklah akan menolong menyelamatkan dia.

Selain dari bernama al-Lahab (nyala). Surah ini pun bernama juga al-Masad, yang berarti tali yang terbuat dari sabut.

Beberapa faedah dan kesan kita perdapat dari surah ini.

Pertama, meskipun Abu Lahab paman kandung Nabi saw., saudara kandung dari ayahnya, namun oleh karena sikapnya yang menantang Islam itu, namanya tersebut terang sekali dalam wahyu, sehingga samalah kedudukannya dengan Fir'aun, Haman, dan Qarun; sama-sama disebut namanya dalam kehinaan.

Kedua, surah al-Lahab ini pun menjadi i'tibar bagi kita, betapa hinanya dalam pandangan agama seseorang yang kerjanya "membawa kayu api", yaitu menghasut dan memfitnah ke sana kemari, dan membusuk-busukkan orang lain.

Dan dapat pula dipelajari di sini bahwa orang yang hidup dengan sakit hati, dengan rasa kebencian kerap kalilah bernasib seperti Abu Lahab itu, yaitu mati kejang dengan tiba-tiba, bila menerima suatu berita yang tidak diharap-harapkannya. Mungkin juga Abu Lahab itu ditimpa oleh penyakit darah tinggi, atau sakit jantung.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 316-317, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BAGAIMANA DENGAN ORANG ISLAM?

Mereka yakin bahwa agama Islam lebih tinggi dan tidak ada yang melebihinya, umatnya manusia yang termulia.

Tetapi di kalangan kaum muslimin yang bodoh, kepercayaan begini menjadi lemah dan kendor, karena ada beberapa kepercayaan lain pula yang salah pasang.

Mereka percaya bahwa kelemahan yang menimpa diri adalah Takdir Tuhan, tak boleh dibantah, tidak perlu pula ikhtiar menghilangkan, sebab telah tertulis lebih dahulu dalam azal, di Lauh Mahfuzh, semasa alun beralun, langit belum, bumi pun belum, untung jahat dan untung baik telah tertulis lebih dahulu.

Salah pasang kepercayaan ini yang menjadikan umat lemah dan putus asa.

Sebab manusia tidak dapat mengetahui bagaimana isinya Lauh Mahfuzh itu, sedang dia telah memutuskan saja bahwa yang tertulis di sana "kehinaan".

Yang kedua Lauh Mahfuzh itu adalah "Ummul Kitab", ibu dari kitab dan nasib, yang memegang dan mengaturnya adalah Tuhan sendiri, isinya menurut kehendak Tuhan, bukan menurut kehendak kita.

Tuhan bisa mengubah, juga bisa menghapuskan dan bisa menetapkan, bahkan juga menambah, bukan tetap begitu saja:

"Dihapuskan-Nya nama yang dikehendaki-Nya, dan ditetapkan-Nya nama-nama yang dikehendaki-Nya, sebab ditangan-Nya-lah terpegang Ibu Kitab itu," (QS. ar-Ra'ad [13]: 39).

Kita tak kuasa mengubah kadar, Tuhan berkuasa.

Kita wajib bekerja dan berikhtiar, supaya diubah nasib kita oleh Tuhan, diubahnya isi "Ummul Kitab" itu menurut kehendak-Nya, yang tidak dapat dihalangi orang lain sedikit pun.

Sebab Dia tidak akan mengubah untung nasib yang menimpa kita, sebelum kita ubah lebih dahulu,

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu mengubah nasibnya sendiri," (QS. ar-Ra'ad [13]: 11).

Nasib bisa berubah, asal diikhtiarkan mengubahnya lebih dahulu.

Kehinaan umat yang sekarang bukan didatangkan Allah dengan tiba-tiba, tetapi umat itulah yang memilih kehinaan.

Kemuliaan yang tercapai oleh pemeluk agama lain, setelah mereka ikhtiarkan pula lebih dahulu; mendatangkan kemuliaan kepada orang yang pemalas, walaupun bagaimana bagus pengajaran agamanya, atau mendatangkan kehinaan kepada orang yang berusaha, walaupun pelajaran agamanya kurang bagus tanda tidak ada keadilan.

Allah Maha Kuasa, kuasa Dia memberikan kemuliaan kepada si goblok, kuasa pula memberikan kemiskinan kepada umat yang giat bekerja.

Tetapi kalau Tuhan melakukan kekuasaan demikian, tandanya Dia tidak adil.

Padahal di antara Kekuasaan dengan Keadilan tidak dapat dipisahkan.

Wajib kita berusaha, menguatkan kembali kepercayaan bahwa kita umat yang mulia, lebih mulia dari pemeluk agama yang lain, dan pemeluk agama lain itu pun mempunyai pula kepercayaan yang demikian, sehingga segala manusia berlomba-lomba menuju kebahagiaan,

"Maka berlomba-lombalah kamu mengejar kebaikan," (QS. al-Baqarah [2]: 148).

Tetapi amat salah jika kita mengaku dan membangga bahwa kita semulia-mulia umat, padahal perintah agama tidak dikerjakan.

Inilah dia pangkal sengketa.

Inilah anasir perpecahan dan kasta, yang tidak dikehendaki agama.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 113-115, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

TERBALIK

PERTANYAAN

Setiap hari dalam akhir tahun ini, saya senantiasa bergaul dengan pemuda-pemuda yang masih menduduki bangku pelajaran yang berpendidikan agama dan pendidikan Barat. Kedua golongan itu dari tingkatan pertengahan.

Dalam pergaulan sehari-hari, saya mendapati kenyataan bahwa teman saya yang berpendidikan agama itu suka meninggalkan shalat, gemar akan pergaulan bebas dengan perempuan secara bersembunyi,

Sedangkan teman saya yang berpendidikan Barat itu boleh dikatakan tidak pernah meninggalkan shalat setiap waktu dan pergaulan bebas dengan perempuan telah dijauhinya.

Saya heran melihat perbedaan itu dan keadaan itu telah menjadi perbincangan ramai di kedai kopi, ada juga sebagian yang dimasukkan orang ke surat kabar.

Apakah sebabnya pada pikirkan Tuan maka timbal keadaan yang seperti itu?

JAWABAN

Apakah yang dikatakan agama?

Apakah agama itu hanya semata-mata ilmu? Atau, sudahkah dapat dipastikan bahawasanya pada sekolah-sekolah yang bergantungan tanda "Islam" itu sudah dapat ditanggung bahwa di sana ada beragama?

Sungguh pertanyaan ini membangkitkan kenangan kita kepada kehendak agama itu sendiri.

Orang salah sangka.

Orang menyangka, mentang-mentang satu sekolah agama "Sekolah Islam" sudah dapat jaminan bahwa di sana ada agama.

Belum tentu bahwa di sana ada keagamaan.

Keagamaan adalah pada pendidikan, keagamaan adalah pada bimbingan jiwa dan budi pekerti.

Pada sekolah-sekolah agama diajarkan bahasa Arab. Orang jangan tergesa mengatakan bahwa bahasa Arab itu sudah cukup untuk memperdalamkan didikan agama. Bahasa Arab mampu dipergunakan untuk menyelidiki kitab-kitab agama yang tinggi-tinggi. Namun, bahasa Arab itu mampu pula permudahkan pemuda-pemuda membaca surat-surat kabar Mesir yang isinya penuh dengan kecabulan, seperti surat kabar Ashabaah dan lain-lain.

Semata-mata banyak mempelajari bahasa Arab muhadatsah, mudzakarah, imsya', dan sebagainya itu belum dapat dikatakan didikan agama, boleh menjadi didikan baru "Kemesir-mesiran".

Selain dari itu, coba Tuan pikirkan lagi.

Ada sekolah-sekolah agama, yang bukan sekadar diajarkan nahwu dan saraf, manthik dan ma'ani, bayyan dan badi' saja. Malahan ada sekolah, "Putri Islam" yang di sana diadakan juga pelajaran bersuling, ber-fluit, bertonil.

Kepada siapa kesalahan di dalam perkara ini akan ditujukan?

Segala ilmu dan pelajaran yang diajarkan itu ternyata perlu "pula" untuk masyarakat zaman sekarang.

Di dalam sekolah-sekolah agama juga sudah perlu diajarkan boekhouding mesin tulis sepuluh jari, bahkan suling dan tonil pun karena memang banyak yang perlu diketahui pada zaman ini.

Memang janggal tampaknya kalau kita ukur dengan keadaan yang lama, pemuda-pemuda lulus atau yang masih di dalam bangku sekolahan agama, lebih "radikal" pemahamannya, lebih banyak uzur jumaat-nya. Lebih-lebih di kampung-kampung. Di sana, walaupun seorang pemuda tahu ilmu handasah (ukur tanah) dan kimia, belajar bahasa Arab, Inggris, dan Belanda, pandai pula segala macam aksi Mesir, canggung benar rasanya kalau di kampung didudukkan orang ia ke kepala rumah ketika kenduri, tetapi tak pandai membaca doa. Jika terjadi kematian, ia tidak mengerti berapa kali takbir shalat mati.

Mengapa mereka berbeda benar dengan kebanyakan kaum keluaran (lulus) sekolah zaman sekarang, atau yang di dalam sekolah didikan Barat?

Barat itu lebih dalam pemahaman agamanya, lebih melekat rasa cintanya kepada ibadah dan lebih tahu akan rahasia Islam.

Memang sudah banyak orang seperti itu sekarang.

Hati-hati Tuan membicarakan agama didekat M. Natsir Bandung, atau didekat Mr. Kasman Singodimedjo, atau di dekat Mr. Roem, atau Mr. T. Hasan, atau Mr. Mahadi (Sekretaris Sri Sultan Deli sekarang). Semuanya itu didikan sekolah semata, tidak pernah menghafal matan jurumiyah atau disuguhkan kepada mulutnya kitab-kitab karangan ulama Mesir, tetapi kadang-kadang pemahamannya, cintanya, dan dalam penyelidikan tentang agama, jauh lebih tinggi daripada lulusan sekolah-sekolah Islam itu sendiri.

Apakah sebabnya ini?

Sebabnya, lantaran pada sekolah-sekolah agama yang sekarang ini pelajaran banyak, imsya', imla', ilmu nafs, bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Arab, ada juga tonil, dan ada juga suling bagi anak perempuan.

Namun, didikan keagamaan itu kurang sekali.

Tidak ada di sana yang menjadi kepala untuk memimpin rasa keagamaan kepada murid-murid yang belajar agama itu. Mereka ini biasa pandai bahasa Arab sampai setinggi-tingginya, tetapi rasa keagamaannya akan dangkal. Shalat jamaah tidak mampu didirikan, yang akan mampu menyatukan perasaan murid di dalam agama, mudzakarah seperti dahulu tidak ada lagi. Murid di sana sudah serupa dengan pelajar di sekolah yang bukan agama, yaitu merdeka, lepas-lelas, bebas berbuat sesuka hati.

Hubungan guru dengan murid pada sekolah agama sekarang ini, jauh benar bedanya dengan perhubungan kiai dengan santri masa dahulu.

Pada sekolah agama sekarang, murid bebas memprotes gurunya, mengapa pelajaran tidak diturut sebagai di dalam leerplan, padahal murid sudah membayar uang sekolah dengan lengkap.

Namun, dahulu tidak begitu sebab yang dipentingkan ialah hubungan batin, bukan hubungan materi.

Hal ini telah pernah kami bicarakan dengan seorang pendidik yang insaf, seperasaan dengan kita di dalam perkara ini, yaitu Tuan Guru Nashruddin Taha Payakumbuh pada Tahun 1939 ketika kita mengunjunginya.

Beliau insaf akan hal ini. T. Mahmud Junus kelihatannya termasuk orang yang telah merasa penderitaan yang hebat lantaran hasil yang mengecewakan ini.

Terbukti dari karangan-karangan beliau tentang pelajaran agama pada zaman akhir-akhir ini yang kelihatannya hendak kembali kepada "didikan" itu.

Demikianlah korban yang telah ditempuh oleh agama beberapa waktu yang lain.

Ada satu angkatan muda yang akan menjadi korban, tetapi pengorbanan yang mereka tempuh akan menjadi "wang sekolah" bagi guru-guru di dalam memimpin murid-murid yang di belakang kelak.

Didikan agama di samping pelajaran agama.

Tuan M. Syafe'i Kayu Tanam pun berpendapatan demikian pula. Sekian lamanya beliau tidak memasukkan "pelajaran" agama di dalam sekolah INS-nya yang masyhur itu. Sampai kita sendiri pada 10 Tahun yang telah lalu turut mengkritik sekolah tersebut. Tuan itu tahan segala kritik sebab belum dilihatnya ada guru yang mampu memberikan didikan agama di dalam sekolahnya.

Oleh karenanya, baru ini, setelah terdengar bahwa T. A.R. St. Mansur akan berhenti menjadi Consul Muhammadiyah di Minangkabau, beliau datang pada waktu itu juga menemui T. St. Mansur dan meminta supaya beliau menjadi pendidik di dalam "Ruang Pendidik"-nya di Kayu Tanam itu, dalam hal agama!

Sekarang dari pertanyaan yang kedua, yakni mengapa sekarang banyak anak-anak sekolah didikan Barat yang kuat mengerjakan ibadah dan membenci vry-omgang (pergaulan bebas)?

Hal ini boleh dijawab dengan a dan b:

a. Mereka "telah kembali" dari sana, sedang pemuda "Sekolah Agama" kita baru akan pergi ke sana!

Meskipun orang yang telah pulang itu akan berkata, "... tak usah ke situ tak ada apa-apa, saya yang sudah kembali," meskipun dikatakan begitu, yang belum pergi belum mampu percaya sebab belum mengalami sendiri.

b. Intelek-intelek seperti yang kita sebutkan itu, pada masa sekarang memang sudah banyak menghadapkan perhatian mereka kepada soal agama dan ingin akan agama itu.

Mereka telah mempelajari ilmu umum ala kadarnya, bahkan lebih tinggi daripada yang dipelajari oleh sekolah-sekolah menengah Islam yang baru berusia 10 Tahun itu, kimia, wiskunde, handasah, dan lain-lain, sekadar pertengahan, telah mereka kaji.

Oleh karenanya, mereka dirikan klub-klub untuk memperdalamkan semangat keagamaan, seperti JIB atau seperti "Pelajar Islam Studie Club".

Di sana kalau perlu didatangkan ahli-ahli agama yang luas pemahamannya, luas ilmunya, jauh penyelidikannya, seperti Tuan H. Agus Salim, M. Natsir, Zain Djambek, Isma'il Djamil, dan lain-lain. Bibliotek dikayakan dengan kitab-kitab soal keislaman di dalam segala bahasa. Kalau perlu, dibincangkan dan diperdebatkan isinya.

Sedangkan, di sekolah-sekolah agama kita belum ada klub yang demikian sehingga murid-murid tahu nahwu, tetapi tak arif agama.

Segala soal yang kita bicarakan ini sekali-kali tidak menyinggung kepada ahli-ahli agama yang andal, yang pada masa ini menjadi penganjur Islam dan mempertahankan kaum Muslimin dengan segala gerak-geriknya. Sedangkan mereka adalah keluaran (lulusan) surau yaitu surau lama. Tidak pula mengenai kepada Pelajar-pelajar sekolah umum yang tidak tentu rebah berdirinya, tidak ia membela agama, tidak mempertahankan tanah air, menjadi orang-orang yang masuknya tidak menukuk dan keluarnya tidak merugikan.

Semoga dengan kupasan ini dapatlah sama-sama disadari.

Sehingga didikan agama akan dipentingkan di sekolah-sekolah agama kembali sebagai didikan yang pernah kita dapati zaman dahulu itu, walaupun di sana kalau dibongkarkan akan terdapat juga beberapa kesalahan.

Semoga juga golongan sekolah agama akan sudi mendirikan klub-klub di luar sekolahnya untuk memperdalamkan pengetahuannya soal Islam sebab hal itu tidaklah dapat diharapkan dari dalam kelas saja.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 137-142, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

KAYA DAN MISKIN

"Dan apakah mereka tidak melihat bahwa Allah membentangkan rezeki untuk barangsiapa yang Dia kehendaki dan mengagakkan." (pangkal ayat 37).

Ini adalah tanda kekayaan dari Allah SWT itu sendiri. Allah SWT menentukan pemberian rezeki, dan rezeki itu bukanlah semata-mata kekayaan harta benda, bahkan terutama sekali pikiran, cita-cita, kecerdasan, dan seumpamanya. Ada orang yang terbentang lebar rezekinya, sebab itu ada orang yang berpikiran tinggi, bercita-cita besar, filsuf, pemimpin negara, pemimpin bangsa, jenderal memimpin peperangan. Sebaliknya ada orang yang bodoh, yang cita-citanya, hidupnya hanya sekadar mencari makan, prajurit yang dikerahkan dan mati di medan perang sebagai prajurit yang tidak dikenal. Ada orang bernasib baik jadi sultan, jadi presiden dan jadi menteri, ada pula yang hanya jadi sopir presiden, jadi tukang membersihkan kamar atau tukang rumput. Ada orang yang mendapat rezeki kekayaan berlimpah, tetapi ada yang hanya diagakkan saja, sekadar dapat makan, itu pun susah mencarinya.

"Sesungguhnya pada yang demikian adalah tanda-tanda bagi kaum yang beriman." (ujung ayat 37).

Pintar dan bodoh, jenderal dan prajurit, filsuf dan si goblok, kaya raya dan miskin papa, semuanya itu adalah tanda bahwa alam ini ada Yang Mengatur.

Itulah Allah SWT.

Terdapatnya pertimbalan di antara dua yang berlawanan, yaitu di antara yang tinggi dengan yang rendah, adalah tanda Allah Maha Sempurna. Kalau Allah SWT hanya Maha Kuasa menciptakan yang tinggi, sehingga tidak ada yang rendah, atau hanya Maha Kuasa menciptakan yang besar-besar, sehingga tidak ada yang kecil, dan seterusnya dan seterusnya, di manakah kita akan dapat mengenal kekayaan Allah SWT? Tidaklah mungkin manusia sama rata kayanya, atau miskin melarat semua. Karena kalau demikian dapatlah dikatakan bahwa Allah SWT itu tidak kaya dan di dunia ini tidak ada perjuangan hidup dan berusaha. Di ujung ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa jika Allah SWT membentangkan atau mengembangkan rezeki seluas-luasnya kepada setengah hamba-Nya dan yang setengahnya lagi dihinggakan terbatas, atau diagakkan, bahwa itu adalah salah satu dari tanda-tanda Kebesaran Ilahi juga. Kalau tidak ada begitu, maka tidaklah ada lagi di dunia ini persoalan yang dinamai perikemanusiaan.

Setelah itu datanglah ayat 38 menunjukkan suatu jalan, suatu usaha kita sebagai manusia agar jangan terjadi gap, yaitu batas yang sangat memisahkan di antara si kaya dengan si miskin.

"Maka berikanlah kepada kaum kerabat akan haknya dan orang miskin dan anak perjalanan." (pangkal ayat 38).

Teori ajaran Islam ialah sama-sama iman kepada Allah SWT ditanam dalam hati seluruh orang, baik dia mendapat rezeki yang luas terbentang sehingga disebut orang kaya, atau rezeki hanya sekadar penahan jangan mati, yaitu miskin, hendaklah keduanya sama beriman kepada Allah SWT. Bersyukur ketika mendapat keuntungan, bersabar seketika ditimpa malang.

Rasulullah saw. bersabda,

"Mengherankan perilaku orang yang beriman itu. Tidaklah Allah SWT menentukan suatu nasib dari berbagai nasibnya, melainkan semuanya disambutnya dengan baik. Kalau dia ditimpa kegembiraan, dia pun bersyukur. Bersyukur itu menjadi baik baginya. Dan jika dia ditimpa kesusahan, dia bersabar. Sabar itu menjadi baik baginya." (HR. Muslim, Ahmad bin Hambal, dan Abu Dawud).

Lanjutan ayat ialah,

"Itulah yang baik bagi orang yang menghendaki wajah Allah."

Yaitu kalau Allah SWT telah memberikan keluasan pada rezeki, sehingga telah mendapat kehidupan yang layak, janganlah lupa membantu dan menolong orang yang berkekurangan, karena Allah SWT.

Bukan karena mengharapkan dipuji orang, bukan beramal karena riya.

Ingatlah bahwa kekayaan dan kelebihan yang ada padamu, adalah semata-mata anugerah dari Allah SWT.

Bersyukurlah atas nikmat itu dengan menolong orang lain.

"Dan itulah orang-orang yang beruntung." (ujung ayat 38).

Orang yang dermawan karena Allah SWT, adalah orang yang beruntung. Dia tidak dibenci orang karena bakhilnya. Malahan orang yang diberi bantuan akan mendoakannya, moga-moga diberi Allah SWT dia rezeki yang berlipat ganda.

Tetapi orang kaya yang bakhil senantiasa akan diomeli dan diumpat orang, apatah lagi orang kaya yang memberi tetapi selalu menyebut-nyebut pemberiannya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 66-69, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AGAMA DAN PENGETAHUAN

Tiang Islam dan tempat tegaknya yang teguh ialah dua tonggak, yaitu kemerdekaan berpikir dan kemerdekaan kemauan (Hurriyatul fikri wa hurriyatul iradah).

Kedua syarat inilah yang utama dalam alam ini, terutama di dalam Abad kemajuan ini.

Nabi Muhammad telah menyerukan kepada seluruh penduduk tanah Arab dan ke seluruh dunia bahwa,

"Kebodohan dan kedunguan, akal dan pikiran yang sontok adalah perbudakan yang lebih kejam dari segala macam perbudakan".

Tidaklah heran, jika sebelum dunia Eropa bangun dari tidurnya, bermacam-macam ilmu pengetahuan yang terbit dari akal yang masih bersih telah timbul dari dunia Islam.

Kemudiannya, dunia Eropa menjadi sumber segala pengetahuan, pendapat akal dan pikiran, padahal dunia Islam tinggal dalam kebingungan dan meng-"amin" saja.

Sebuah pikiran dan akal di Eropa, telah merdeka, sedang kaum muslimin kepindahan penyakit memperkosa akal dan pikiran itu.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 125-126, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

PERBUDAKAN

Perbudakan menghilangkan kemerdekaan diri. Sebab hak milik kepunyaan si budak telah pindah dengan sendirinya kepada tuannya.

Di dalam agama Islam pun timbul perselisihan faham di antara ulama ushul fiqih yang mempersoalkan, ke manakah yang lebih tepat meng-qiyas-kan budak, kepada manusiakah, sebab dia berakal, atau kepada barang, sebab dia tidak berkuasa atas dirinya sendiri.

Maka kuatlah pendapat yang mengatakan, bahwa budak itu di-qiyas-kan hukumnya kepada barang, sebab tidak berhak atas dirinya sendiri, meskipun dia berakal.

Akalnya itu tidak merdeka, kalau tidak seizin tuannya.

Sebagaimana kerbau tidak merdeka berjalan ke mana-mana kalau tidak di bawah pimpinan tuannya.

(Buya HAMKA, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 176, Republika Penerbit, 2015).

MAKNA IMAN BAGI BANGSA

Dengan keterangan-keterangan itu dapat dipahami bahwa Allah memandang dan menjaga tiap-tiap diri hamba-Nya.

Tiap-tiap kita itu dalam tilikan Tuhan, dalam lindungan-Nya.

Kalau demikian cita Allah kepada kita, jadi siapakah kita ini semestinya, wahai tuan-tuan?

Wahai orang-orang yang menyerukan kebenaran, yang berniat hendak memajukan bangsa dan tanah airnya.

Wahai orang-orang yang tidak sayang darah dan nyawa untuk mencapai bahagia dan kemerdekaan, yang hendak melepaskan aniaya dan belenggu, yang hendak menegakkan keadilan dan kebenaran!

Dengarlah madahku, aku hendak menunjukkan suatu jalan supaya maksud yang mulia itu tercapai!

Terangkanlah kepada orang banyak, kepada pendengar-pendengar pidatomu, kepada pembaca-pembaca tulisanmu, kepada rakyat yang sudi mengikutimu, terangkanlah kepada mereka, bahwa Allah senantiasa melihat dan menjaga gerak-gerik mereka selama-lamanya.

Terangkanlah kepada setiap pemerintahan yang berdiri, berlaku adillah memerintah. Sebab kezaliman harus dipertanggungjawabkan di hadapan Yang Maha Kuasa!

Terangkan sampai terasa, kepada hakim-hakim, bahwa jika mereka menghukum dengan zalim, perkara ini kelak akan dibuka kembali di hadapan Allah.

Terangkanlah kepada orang berniaga, bahwa jika mereka menipu, tipuannya selalu dilihat Tuhan. Tidakkah dia malu.

Terangkanlah kepada mereka semua bahwa besar dan kecil semuanya dalam penjagaan dan tilikan Tuhan. Dengan jalan demikian akan tercapailah oleh manusia bahagia dan kemenangan.

Wahai seluruh manusia yang cinta akan tanah airnya, yang ingin supaya bangsanya maju dan tanah airnya mulia!

Pakailah kepercayaan, supaya tercapai kemuliaan yang diingini.

Kalau tuan-tuan merasa lemah untuk memperbaiki otak generasi yang sekarang, sebab telah terlalu rusak, perbaikilah otak generasi yang akan datang, yaitu pemuda-pemuda.

Tidak ada kerugian suatu umat yang percaya bahwa manusia ini ada yang menjadikan.

Tetapi kepercayaan, membangkitkan hati untuk mempertinggi budi pekerti, mempermulia kesopanan dan menjauhkan diri dari perangai yang rendah, menurut ukuran tinggi rendah kepercayaan itu.

Kalau tidak ada kepercayaan, hidup tidak ada harganya lagi.

Adalah manusia hidup laksana di malam yang gelap, tidak ada harapan menunggu kedatangan fajar, batin pun lemahlah, kegiatan hilang.

Iman adalah sumber kekuatan, hati sumber keindahan alam pada penglihatan mata.

Iman menyebabkan hidup mempunyai maksud dan tujuan, sehingga timbullah minat mencapai maksud dan mengejar tujuan itu.

Iman menimbulkan cita-cita untuk memperoleh ganjaran dan pahala di atas pekerjaan yang dikerjakan.

Tidak beriman membawa kepada tegak hidup yang tidak bersendi, membawa keberanian merusak dan sewenang-wenang kepada sesama manusia.

Ketahuilah, bahwa nafsu pantang kerendahan, bahwa pantang kekurangan; kalau tidak ada iman akan menghambat langkah dan jalannya, celakalah dia.

Iman bahwa diri dan alam ada yang mengatur. Ada yang mengintip dan ada yang memperhatikan.

Yang berkuasa menurunkan bahagia dan bencana kepada manusia pada suatu kehidupan sesudah kehidupan yang sekarang.

Kepercayaan inilah yang menghambat manusia dari aniaya, khizit, khianat, loba, tamak, yang menganiaya yang lemah, yang cerdik menjual yang bodoh.

Kepercayaan ini pula yang membela kebenaran sampai tegak dengan teguhnya.

Kalau masih terdapat orang yang mengaku beriman, padahal belum terlambat dari dirinya kejahatan itu, tanda imannya baru hingga pengakuan.

Alangkah mudahnya mengaku dan alangkah sukarnya melakukan?

Ada yang berkata: Jika maksud agama hendak mendidik manusia berperangai baik, sedang saya telah berperangai baik, tidak mencuri, tidak berzina, tidak menganiaya, apa guna saya beragama lagi?

Itulah orang yang hendak lari dari agama, tetapi masih tak dapat melepaskan ikatan agama dari dirinya.

Sebab, siapakah yang lebih dahulu dari agama yang menerangkan bahwa mengambil hak milik orang lain dinamai mencuri?

Siapakah yang menamai hubungan di luar nikah zina?

Dan siapakah yang mengatakan merampas hak milik orang lain menganiaya?

Apakah salahnya kalau orang yang bertanya itu mencuri supaya anaknya makan?

Apakah salahnya zina, padahal alam menjadikan manusia laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai alat buat bersetubuh?

Apakah salahnya menganiaya; Bukankah manusia berkuat dan berlemah?

Kalau semuanya itu salah siapakah yang mengatakan salah?

Dijawab:

Kemanusiaan!

Kalau itu yang dikatakan kemanusiaan, apakah bedanya dengan agama?

Dan apakah yang memberatkan tuan menamainya agama?

Bukan!

Fanatik kalau  kita katakan bahwa dunia yang telah morat-marit ini akan kembali kepada jayanya, mencapai suatu perdamaian besar, jika iman dihidupkan.

Agamalah sebab bahagia diri dan bahagia masyarakat, menegakkan pergaulan hidup atas azas perdamaian dan kecintaan.

Yaitu agama yang tidak tercampur dengan khurafat dan bid'ah manusia, untuk mencapai bahagia dunia dan akhirat.

Untuk kesentausaan perikemanusiaan!

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 91-94, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

MUNAFIK DAN AKIBATNYA

"Mereka telah melupakan Allah."

Mungkin mulutnya lancar menyebut nama Allah; Subhanallah. Masya Allah! Tetapi itu hanya dari leher ke atas, bukan dari lubuk hati yang ikhlas.

Sebab itu sama jugalah artinya dengan mereka telah lupa kepada Allah.

Sebab Allah itu mempunyai perintah dan larangan.

Ada perbuatan yang dikasihi oleh Allah dan ada yang dibenci-Nya.

Orang munafik tidak mengingat apa yang diperintahkan Allah dan apa yang dilarang-Nya.

Tidak ingat apa yang disayangi-Nya dan apa yang Dia benci.

"Maka Allah pun melupakan mereka."

Sebagai balasan Allah karena mereka melupakan Allah itu, Allah pun melupakan mereka. Niscaya dapat dipahamkan bahwa pada Allah tidak ada sifat lupa dan Allah pun tidak pernah tidur. Sebab sifat lupa dan sifat tidur adalah sifat kekurangan pada makhluk. (Lihat surah al-Baqarah ayat 255, yang dikenal dengan nama Ayatul Kursi).

Lantaran itu, arti Allah melupakan di sini, ialah tidak memedulikan mereka, dan tidak lagi memberi mereka tuntunan kepada jalan yang baik, tersebab dari salah mereka sendiri.

Maka ayat ini membuktikan lagi bahwa manusia itu dengan anugerah akal yang ada pada mereka, guna memperbedakan yang buruk dengan yang baik, adalah mempunyai ikhtiar dan usaha sendiri.

"Allah telah menjanjikan untuk laki-laki munafik dan perempuan-perempuan munafik dan orang-orang yang kufur, neraka Jahannam." (pangkal ayat 68).

Malahan di dalam surah an-Nisaa' ayat 145, sudah dijelaskan bahwa tempat orang-orang yang munafik itu adalah di dasar yang paling bawah dalam neraka.

"Mereka akan kekal di dalamnya."

Sebab ketika hidupnya pun mereka itu, baik laki-laki maupun perempuan kekal pula di dalam fasik.

"Dan Allah mengutuk mereka."

Sejak dari masa hidup di dunia ini, sehingga menjadi batu penarung, kebencian orang, mengacau, membikin yang jernih jadi keruh.

"Dan bagi mereka adzab yang tetap." (ujung ayat 68).

Artinya, karena mereka ditempatkan di dalam neraka, tetaplah mereka menderita siksa. Karena tidak ada satu tempat terluang di dalam neraka itu yang sedia buat senang-senang, dan seluruhnya adalah adzab.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 206-208, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SIFAT ORANG BERIMAN

"Mereka itu menyuruh berbuat yang makruf dan melarang dari yang mungkar."

Dengan semangat tolong-menolong, pimpin-memimpin itu mereka menegakkan amal dan membangun masyarakat Islam, masyarakat orang yang beriman, laki-laki dan perempuan. Kalau ada pekerjaan yang baik, yang makruf, semua menegakkan dan menggiatkan. Dan kalau ada yang mungkar; yang tidak patut, semuanya menentang. Sehingga mereka mempunyai pandangan umum (opini publik) yang baik.

Tidak ada penghinaan kepada perempuan dari pihak laki-laki dan tidak ada tantangan yang buruk dari pihak perempuan kepada laki-laki. Misalnya, menuntut hak, sebab hak telah terbagi dengan adil.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 211, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Di dalam surat Sayidina Ali kepada Haris al-Hamdani, tersebut demikian,

"Ambil i'tibarlah dunia yang tinggal dengan dunia yang lampau, sambungkanlah ujung dengan pangkal, jangan engkau termasuk golongan yang tidak mempan kepadanya pengajaran, melainkan dengan pukulan yang sakit".

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 32, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

IMAN

Apakah dengan semata-mata taat mengerjakan ibadah itu saja, sudah bisa seorang disebut mukmin?

Atau apakah mentang-mentang telah meninggalkan kejahatan telah boleh disebut mukmin?

Belum!

Sebab iman itu adalah kemuliaan yang mahal harganya.

Tidaklah berbeda-beda seorang manusia dengan manusia yang lain (pada sisi Tuhan) lantaran harta-bendanya, atau lantaran pangkatnya, turunan, dan lain-lain.

Yang berbeda adalah lantaran kelebihan iman.

Sebab itu mesti diuji Tuhan lebih dahulu dalam dan dangkalnya iman seorang, murnikah atau palsu, emaskah atau kaleng.

"Tiap-tiap orang yang beriman itu adalah dia Islam, tetapi tidaklah tiap-tiap orang Islam itu beriman."

-Ibnu Taimiyah.

Terang pula bahwa arti iman dengan arti Islam jauh perbedaannya.

Islam adalah bekas dari keimanan.

Dalam Al-Qur'an senantiasa disebut orang yang beriman dan beramal shaleh.

Amal shaleh itulah Islam.

Berkata Hasan Basri, tabi'in yang masyhur,

"Seketika badan sehat dan hati senang, semua orang mengaku beriman. Tetapi setelah datang cobaan, barulah dapat diketahui benar atau tidaknya pengakuan itu. Orang yang berkehendak supaya terkabul segala permintaannya itu hari ini juga tiada sabar menunggu, itulah orang yang lemah iman."

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 64, 74, 77, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

"Dan orang-orang yang memenuhi akan janji mereka apabila mereka telah berjanji."

Janji kita ada dua macam.

Pertama, janji dengan Allah.

Kedua, janji dengan manusia.

Kehidupan ini seluruhnya diikat dengan janji.

Mengakui sebagai hamba dari Allah. Artinya, akan menepati janji dengan Allah. Naik saksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Artinya, ialah janji bahwa awak akan mematuhi segala perintah dan larangan Rasul.

Kedua ialah janji dengan sesama manusia.

Seluruh hidup kita ini adalah ikatan janji belaka.

Mendirikan suatu negara adalah suatu janji bersama hendak hidup dengan rukun, kepentingan diriku terhenti bilamana telah bergabung dengan kepentingan kita bersama; itulah negara.

Perang dan damai di antara negara dan negara adalah ikatan janji.

Bahkan akad nikah seorang ayah ketika dia menyerahkan anak perempuannya kepada seorang laki-laki untuk menjadi istri orang itu, yang dinamai ijab, lalu disambut dan diterima oleh si laki-laki di hadapan dua saksi, yang dinamai qabul, adalah janji.

Seorang khalifah atau Amirul Mu'minin, gelar tertinggi dalam Daulah Islamiyah, ketika akan naik ke atas singgasana kekuasaan, lebih dahulu berjanji dengan rakyat yang mengangkatnya, yaitu janji yang dinamai ba'iat. Seorang banyak memegang tangan khalifah lalu mengucapkan janji bahwa mereka akan taat setia kepada beliau selama beliau masih menegakkan kebenaran dan keadilan yang digariskan Allah dan Rasul.

Oleh sebab itu, mungkir janji dengan manusia pun berarti memungkiri janji dengan Allah.

Pernah terdengar berita bahwa di satu negara, pemimpin tertinggi negara itu dituduh melanggar undang-undang dasar negaranya. Lalu, dia menjawab bahwa dia hanya bertanggung jawab kepada Allah saja.

Memang! Orang bertanggung jawab kepada Allah saja, tetapi Allah pula yang memerintahkan dengan ayat yang tengah kita kaji ini supaya dia mempertanggungjawabkan pelanggarannya itu kepada sesama manusia yang telah mengikat janji dengannya.

Maka, janji dengan sesama manusia pada hakikatnya adalah janji dengan Allah jua, selama tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 329-330, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

WASIAT LUQMAN KEPADA ANAKNYA

Maka di dalam ayat ini diterangkanlah, bahwa Luqman telah mendapat hikmah itu. Dia telah sanggup mengerjakan suatu amal dengan tuntutan ilmunya sendiri.

"Dan Kami wasiatkan kepada manusia terhadap kedua ibu-bapaknya." (pangkal ayat 14).

Wasiat kalau datang dari Allah SWT sifatnya ialah perintah.

Tegasnya ialah bahwa Allah SWT memerintahkan kepada manusia agar mereka menghormati dan memuliakan kedua ibu-bapaknya. Sebab dengan melalui jalan kedua ibu-bapak itulah manusia dilahirkan ke muka bumi. Sebab itu sudah sewajarnya jika keduanya dihormati.

Maka jauhlah berbeda anggapan dan ajaran Islam dengan ajaran lain yang mengatakan bahwa persetubuhan kedua ibu-bapak menyebabkan manusia menderita malang dalam dunia ini.

Malahan ada satu ajaran di kalangan Kristen yang memandang, bahwa persetubuhan adalah akibat dari dosa Adam dan Hawa sehingga manusia lahir buat hidup menanggung dosa.

Dalam Islam diajarkan bahwa hidup di dunia adalah buat beribadah kepada Allah SWT, buat berterima kasih. Dan buat jadi khalifah. Semuanya tidak dapat dilaksanakan kalau kita tidak lahir ke dunia. Sebab itu hormatilah ibu-bapak yang tersebab dia kita telah dimunculkan oleh Allah SWT ke dunia.

"Kepada-Ku-lah tempat kembali." (ujung ayat 14).

Dibayangkanlah di ujung ayat ini keharusan yang mesti ditempuh.

Yaitu lambat atau cepat ibu-bapak itu akan dipanggil oleh Allah SWT dan anak yang ditinggalkan akan bertugas pula mendirikan rumah tangga, mencari teman hidup dan beranak bercucu; untuk semuanya akhirnya pulang jua kepada Allah SWT.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 97-98, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KAIFIYAT SALAM

Menulis Imam an-Nawawi di dalam kitab Riyadhus Shalihin,

Amat mustahab orang yang memulai memberi salam mengucapkan 'Assalamu'alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh' yaitu datang dengan dhamir jama' memakai Kum meskipun yang diberi salam itu hanya satu orang. Dan yang menjawab hendaklah mengucapkan, 'Wa'alaikumus Salam wa Rahmatullahi wa Barakatuh' yaitu dipakainya waw 'athaf di muka 'alaikum. Artinya, ucapkanlah kum untuk orang banyak, jangan ka untuk seorang, sebab kum untuk orang banyak itu lebih hormat daripada ka! Kecuali kepada Allah!

Tentang membalas salam dengan yang lebih baik, kalau misalnya yang mengucapkan salam mula-mula tadi telah memberikan salam lengkap, "Assalamu'alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh," sambutlah dengan salam yang serupa tetapi dengan menunjukkan muka yang gembira atau lekas sambut tangan yang mengucapkan salam itu.

Itu sebabnya banyak kita lihat si penyambut salam mencium wajah tetamunya.

Dan kalau misalnya sedang duduk, datang orang mengucapkan salam, lekaslah berdiri sehingga si tetamu merasa gembira karena salamnya lekas disambut.

Kalau misalnya seorang yang bukan Islam datang mengucapkan salam "Selamat pagi," sambutlah misalnya dengan, "Selamat pagi dan bahagia sepanjang hari."

Atau biasa juga orang mengatakan, "Apa kabar?" jawablah, "Kabar baik, mudah-mudahan saudara pun dalam kebaikan pula," dan sebagainya.

Menurut riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas, Rasulullah menuntunkan, kalau Ahlul Kitab mengucapkan salam kepadamu, hendaklah jawab dengan "Wa 'alaikum." (Dan atas kamu pun) Perintah Rasulullah saw. seperti ini bukanlah umum untuk seluruh Ahlul Kitab, melainkan karena telah pernah terjadi orang Yahudi di Madinah menyalahgunakan kelapangan dada dan kebaikan budi itu.

Kalau satu waktu hendak mengucapkan salam atau hormat kepada orang dzimmi terlebih dahulu janganlah dipakai "Assalamu'alaikum," melainkan pakailah apa yang biasa mereka pakai, "Selamat pagi, selamat sore, selamat malam," dan boleh juga "Hadakallah," moga-moga Allah memberimu hidayah.

Berkata Syekh Hasan al-Bishri,

Memulai mengucapkan salam adalah sunnah (Tathawwu') dan membalas salam adalah wajib. Ulama-ulama yang lain boleh dikatakan sama sepaham dengan beliau dalam perkara ini. Sebab pada ayat tadi telah tertulis dengan jelas,

"Maka sambutlah salam itu dengan yang lebih baik atau yang sama."

Lantaran itu sifatnya menjadi amar, yaitu perintah.

Dan suatu perintah pada pokoknya wajib dijalankan.

Tegasnya, berdosalah siapa yang tidak menjawab salam.

Apatah lagi kalau salam seseorang tidak dijawab, berarti memandang enteng dan menghina kepada yang mengucapkan salam itu.

Menghina sesama Islam adalah haram.

Lantaran itu berkata Ibnu Katsir,

Sebab itu sunnahlah bagi seluruh orang banyak menjawab salam seorang yang baru datang dengan serentak, guna menunjukkan penghormatan yang lebih gembira kepadanya, meskipun pada asalnya apabila seorang saja yang menjawab sudah cukup.

Berdasar kepada kesan yang dikemukan oleh Imam an-Nawawi di dalam kitab Riyadhus Shalihin, yaitu bahwa kepada orang seorang pun kita pakai juga dhamir jama' sebagai ucapan kehormatan, maka kepada perempuan juga kita pakai dhamir jama' yang untuk laki-laki.

Sebab itu tidaklah Rasulullah saw. mengucapkan "Assalamu'alikunna," kepada perempuan, melainkan "Assalamu'alaikum" juga.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 389-391, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

INSAN DAN IBLIS

Iblis merasa bahwa dia disuruh bersujud kepada si manusia itu adalah satu penghinaan terhadap dirinya dari Allah.

Dia merasa lebih, dalam tiga hal daripada manusia itu.

Pertama, dia terjadi dari api, sedang manusia terjadi dari tanah berbau.

Kedua, dia terjadi lebih dahulu, sedang manusia kemudian.

Ketiga, menurut hadits-hadits yang shahih, iblis itu adalah makhluk yang sangat taat pada mulanya. Berjuta-juta tahun dia telah beribadah kepada Ilahi. Tidak ada lagi sejengkal langit pun yang tidak dijadikannya tempat sujud kepada Allah.

Tiba-tiba di saat penting dia disuruh bersujud kepada orang yang lebih hina pada pandangannya daripada dirinya sendiri.

Berbeda dengan malaikat.

Bagi malaikat, karena Allah yang menyuruh sujud memberi hormat, mereka taati perintah itu. Padahal kejadian asal mereka lebih tinggi dan lebih mulia daripada iblis. Tidak ada racun dalam asal kejadian mereka, melainkan nur semata-mata.

Maka timbullah sifat-sifat buruk, ketakaburan, keengganan menjalankan perintah dan kedengkian pada diri yang berasal dari api beracun itu.

Dan timbullah murka Allah,

Dia berfirman, "Keluarlah engkau dari dalamnya, karena sesungguhnya engkau adalah terkutuk." (ayat 34).

Iblis telah menjadi terkutuk lantaran sombong, angkuh, enggan menuruti perintah, merasa lebih dari orang lain. Sehingga tidak diperhatikannya keistimewaan dari makhluk yang baru diciptakan itu. Dia hanya menilik asal dari tanah, tetapi dia tidak memerhatikan ruh ciptaan Ilahi yang ditiupkan kepada asal tanah itu.

Bukankah hal begini kerapkali juga kejadian pada manusia sendiri dengan sesamanya manusia karena pengaruh iblis telah masuk ke dalam dirinya.

Banyak manusia yang membanggakan keturunannya dan asal-usulnya, lalu dihinakannya manusia lain yang tidak setinggi dia asal keturunannya itu.

Sehingga tidak diperhatikannya lagi nilai-nilai pikiran yang dikeluarkan oleh orang yang dihinakannya itu.

Laksana seorang mubaligh sedang berpidato yang sangat berarti dan berkesan di atas sebuah podium, sehingga banyak orang yang terpesona.

Lalu ada di antara yang hadir bertanya sambil berbisik kepada temannya, "Tengku dia?"

Kawannya itu menggelengkan kepala dan berkata, "Keturunan biasa!"

Beberapa saat kemudian dia bertanya lagi, "Di kantor mana dia bekerja, berapa gajinya sebulan?"

Kawannya tadi tidak menjawab lagi karena jemu mendengar pertanyaan orang yang mendapat didikan iblis itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 138, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan mereka merasa heran bahwa datang kepada mereka seorang pemberi ingat dari kalangan mereka sendiri." (pangkal ayat 4).

Teringatlah penulis tafsir ini ketika berjuang menegakkan Muhammadiyah di Medan pada sekitar Tahun 1938. Seorang mubaligh berpidato di atas podium dengan bahasa yang lancar, memakai dalil-dalil dari Al-Qur'an dan Hadits, sehingga para hadirin sangat terpesona mendengarkan keterangannya.

Di kursi tempat duduk tetamu-tetamu terhormat, berbisiklah seorang Groote Ambtenaar pada pemerintah Kolonial Belanda bertanya kepada Penulis siapa orang yang berpidato itu, di mana dia bekerja, adakah dia anak seorang yang berpangkat tinggi, misalnya anak Tuanku Demang atau anak Hoofd Jaksa. Seketika dijawab bahwa mubaligh itu hanyalah keluaran surau saja, pegawai tinggi itu mencibirkan bibirnya. Sebab bagi dia yang patut dinilai ialah pangkat dan kedudukan orang itu, bukan isi pembicaraannya.

Teringatlah penulis tafsir ini ketika Pemerintah Belanda telah jatuh karena datangnya kekuasaan Jepang. Setelah beberapa bulan tentara Dai Nippon duduk di Medan diundangnyalah makan malam beberapa orang terkemuka di Medan, baik dari kalangan pegawai pemerintah Belanda, wartawan, pemimpin-pemimpin pergerakan rakyat, atau ulama dan diundang juga orang-orang besar dari sultan-sultan Sumatera Timur waktu itu.

Undangan yang pertama tidak kurang yang hadir dari 50 orang. Beberapa pekan kemudian ada undangan lagi, tetapi yang diundang cuma tinggal sekitar 15 orang saja. Beberapa pekan kemudian itu diundang pula, tetapi tinggal 7 orang saja. Sedang undangan pertama sampai ketiga, penulis tafsir ini selalu terundang. Akhirnya Gubernur Sumatera Timur (Tyokan Kakka) mengangkat penulis tafsir ini jadi Penasihat Tyokan dalam urusan agama Islam.

Secara ukuran kecil-kecilan, saya rasakanlah tafsir dari ayat ini terhadap kaum feodal di masa itu terhadap diri saya. Mereka umumnya merasa heran (bahkan bercampur benci, cemooh dan memandang hina) mengapa seorang yang bukan tengku, bukan bangsa "ghaja" duduk di samping gubernur? Jika terjadi jamuan-jamuan kenegaraan, kedudukan saya berdekat dengan "ke bawah ke bawah duli" itu, dan saya rasakan bagaimana mereka memandang saya di waktu itu, sama saja dengan memandang "kucing basah". Apatah lagi jika ada undangan, mereka datang dengan mobil-mobil sedan mahal, dan si penafsir ini datang dengan sepeda "roda mati".

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 531-532, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Peranan dan ketokohan HAMKA sebagai figur sentral yang telah berhasil ikut mendorong terjadinya mobilitas vertikal atau gerakan ke atas agama Islam di Indonesia, dari suatu agama yang "berharga" hanya untuk kaum sarungan dan pemakai bakiyak di zaman kolonial menjadi agama yang semakin diterima dan dipeluk dengan sungguh-sungguh oleh "kaum atas" Indonesia merdeka.

HAMKA berhasil merubah postur kumal seorang kiyai atau ulama Islam menjadi postur yang patut menimbulkan rasa hormat dan respek.

Cak Nur lebih lanjut mengutarakan, melihat keadaan lahiriah yang ada sekarang, sulit membayangkan bahwa di bumi Indonesia akan lahir lagi seorang imam dan ulama yang menyamai Buya HAMKA.

kemenag.go.id/file/dokumen/HAMKA.pdf

MAHAR (MAS KAWIN)

"Berilah kepada perempuan-perempuan itu mas kawin mereka, sebagai kewajiban." (pangkal ayat 4).

Di dalam ayat, ini mas kawin disebut shaduqa dan dalam kesempatan yang lain disebut juga shadaq atau mahar.

Untuk mengetahui hikmat yang dalam pemberian shadaq atau shaduqat, lebih baik kita gali pula apa arti asalnya.

Kata shadaq atau shadaqat yang dari rumpun kata shidiq, shadaq, bercabang juga dengan kata shadaqah yang terkenal.

Di dalam maknanya terkandunglah perasaan jujur, putih hati. Jadi artinya ialah harta yang diberikan dengan putih hati, hati suci, muka jernih kepada calon istri akan menikah.

Memang, di beberapa wilayah di Indonesia, seumpama di Sumatera Timur, uang mahar mereka namai "Uang jujur".

Kadang-kadang disebut mahar.

Arti yang mendalam, mahar pun ialah laksana cap atau stempel bahwa nikah telah dimateraikan.

Kemudian, dalam ayat ini disebut Nihlah, yang kita artikan kewajiban. Supaya cepat saja dipahami karena memang mahar wajib dibayar.

Qatadah memang memberi arti pemberian fardhu.

Ibnu Juraij memberi arti pemberian yang ditentukan jumlahnya.

Ada pula yang berpendapat bahwa kata Nihlah dari rumpun kata an-Nahi bermakna lebah.

Laki-laki mencari harta yang halal laksana lebah mencari kembang, yang kelak menjadi madu (manisan lebah). Hasil usaha jerih payah sucinya itulah yang diserahkan kepada calon istrinya.

Demikianlah kita berjumpa asal kata hikmat mas kawin dalam Al-Qur'an, yang bersua dalam dua kata pertama shaduqat, pemberian kepada istri dengan hati suci, bersih, sebagai tanda telah bertali cinta.

Kedua kata Nihlah, laksana madu yang disarikan lebah dari berbagai kembang, diserahkan kepada istri sebagai suatu kewajiban.

Akan tetapi, setelah ayat ini dimasukkan ke dalam pencernaan ahli fiqih, hilanglah rasa yang asal oleh pikiran fiqih yang gersang itu, lalu timbul pendapat, bahwa mahar atau mas kawin adalah 'iwadh atau ganti kerugian atau harga kehormatan perempuan.

Mendengarkan keterangan ahli fiqih yang demikian, banyaklah perempuan yang tahu harga diri amat berkeberatan jika dikatakan bahwa uang mas kawin ialah untuk membeli kehormatannya.

Di sini nyatalah bahwa kita dapat menerima pendapat setengah ahli-ahli fiqih bahwa mahar atau shadaq, shaduqat atau mas kawin adalah 'iwadh, ganti kerugian atau harga kehormatan yang menyebabkan faraj perempuan yang semula haram menjadi halal.

Teranglah sekarang bahwa shadaq adalah tanda rumah tangga yang mulai didirikan atas dasar kejujuran.

Dengan mengingat bahwa rumpun kata shadaq dengan kata shidiq dan shadaqah adalah satu, dan artinya pun adalah satu, yaitu kejujuran.

Sesuailah dengan isi pesan Rasulullah saw. kepada setiap laki-laki, agar memelihara istrinya baik-baik dengan jujur dan setia.

Sebab perempuan adalah amanah Allah di atas pundak suaminya.

Dengan kalimat Allah, kehormatan perempuan menjadi halal bagi si laki-laki.

Kalimat Allah lebih mahal daripada penilaian cincin besi atau ayat Al-Qur'an atau dinar emas dalam beratus-ratus talam emas, di bawah semerbak bau anbar dan kesturi.

Teringat pula kita salinan yang indah atas kata shadaq di Indonesia.

Orang-orang Melayu Sumatera Timur menamai mahar atau mas itu, uang jujur. Bukan ganti kerugian "kehormatan" ('iwadh) sebagai kata setengah ahli fiqih.

Sebaliknya, apabila inti sari maksud shadaq dan nihlah tidak diperhatikan lagi dan iman kepada Allah tidak lagi menjadi patri suatu pernikahan sehingga menikahkan seorang anak perempuan sudah dipandang menjadi suatu perniagaan, meminta mahar yang tinggi tidak terpikul oleh laki-laki yang meminang.

Pada waktu demikian akan sulitlah pernikahan, padahal Rasulullah menyuruh mempermudahnya.

Banyaklah gadis yang sudah beruban karena orang tuanya terlalu "menahan harga."

Beginilah yang terjadi di beberapa negeri Islam pada zaman kita ini, seumpama di Hejaz (Mekah-Madinah) atau di Pakistan dan kalangan umat Islam di India.

Laki-laki lama baru menikah karena terlalu lama mengumpulkan harta untuk mahar.

Perempuan pun menjadi gadis tua karena ayahnya terlalu tahan harga.

Adapun di negeri-negeri Islam yang sudah kemasukan pengaruh Barat timbul pula kesulitan nikah.

Karena perempuan sudah terlalu banyak keluar dan terlalu banyak kehendaknya sehingga dalam membentuk suatu rumah tangga, perhatian orang terlalu ditumpahkan kepada kemewahan benda, dan tidak ingat lagi bahwa pernikahan adalah amanah Allah dan hanyalah pergaulan setelah dibuka kuncinya dengan kalimat Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 200-203, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

LAKI-LAKI ADALAH PEMIMPIN

"Maka perempuan yang baik-baik ialah yang taat."

Yaitu taat kepada Allah dan taat menuruti peraturan sebagai perempuan dan sebagai istri, bertanggung jawab dalam rumah tangga terhadap harta benda, suami, dan pendidikan anak-anak.

"Yang memelihara hal ihwal yang tersembunyi dengan cara yang dipeliharakan Allah."

Artinya bahwasanya tiap-tiap persuami-istrian, pasti ada rahasia kamar yang mesti ditutup terus, dan menutup rahasia rumah tangga yang demikian termasuklah dalam rangka sopan santun seorang istri.

Sebab itu dikatakan dengan cara yang dipeliharakan Allah.

Sehingga telah menjadi sopan santun dari seluruh manusia, walaupun yang belum disinggung oleh Allah menjadi sopan santun dari seluruh manusia, walaupun yang belum disinggung oleh agama, merahasiakan alat kelamin sebab ilham dari Allah.

Demikian pula hendaknya perempuan memelihara rahasia itu.

Entah apa senda gurau dengan suami, jangan orang lain diberi tahu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 279, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PERMUSUHAN IBLIS DENGAN MANUSIA

Sebelum ayat 61 sampai 65 ini telah banyak diterangkan bagaimana orang-orang yang kafir itu membantah dan menolak kebenaran yang dibawa Rasulullah saw.

Dan telah dinyatakan juga bahwa kebanyakan penolakan itu ialah tersebab perdayaan setan kepada manusia.

Sekalian sikap keberatan manusia menerima kebenaran itu adalah karena perdayaan setan iblis.

Maka diingatkanlah kembali permusuhan turun-temurun di antara iblis dengan manusia.

Di dalam tujuh surah diulang-ulangi cerita iblis yang enggan bersujud kepada Adam: (1) al-Baqarah, (2) al-A'raaf, (3) al-Hijr, (4) al-Israa' (ayat 61 sampai 65 ini), (5) surah Shaad.

Surah-surah itu ada yang diturunkan di Mekah dan ada yang diturunkan di Madinah.

Dengan membaca itu semua bertambah berkesanlah di dada orang Mukmin tentang siapa musuh besarnya itu, yaitu iblis.

Dan pangkal keengganan iblis bersujud itu ialah karena kesombongan karena merasa diri lebih mulia.

Dan permusuhan ini jadi berterus-terusan sampai hari Kiamat.

Dan Allah pun meneruskan titah-Nya,

"Dan perdayakanlah siapa yang engkau sanggup di antara mereka." (pangkal ayat 64).

"Dengan suaramu."

Ibnu Abbas mengatakan, "Segala seruan dan rayuan yang membawa kepada maksiat mendurhakai Allah, itulah suara iblis."

Mujahid menjelaskan pula, "Segala nyanyian, alat musik yang merayu-rayu, akhirnya adalah membawa kepada zina."

Maka dengan terus-terang dapatlah kita akui bahwa sebagian besar nyanyian-nyanyian modern, dengan disertai isi nyanyian itu sendiri, dan tutur katanya memang dimaksudkan untuk menimbulkan nafsu dan mempermudah hubungan kelamin (seks) laki-laki dengan perempuan termasuklah dalam perdayaan iblis itu.

"Dan kerahkanlah ke atas mereka dengan tentara berkudamu dan tentara berjalan kaki."

Pakailah tentara kavaleri dan tentara infanteri.

Tegasnya, gunakanlah angkatan perangmu dengan segenap kekuatan penyerangan (ofensif); dalam maksud menaklukkan manusia itu.

"Dan bersekutulah dengan mereka pada harta benda dan anak-anak."

Menurut al-Hasan, bersekutu iblis pada harta benda ialah rayuannya agar harta benda itu dipergunakan untuk mendurhakai Allah, ataupun segala perbuatan yang haram.

Dan tersebut lagi bersekutu iblis dalam hal anak-anak ialah pemberian pendidikan yang salah sehingga anak-anak itu tidak lagi mengenal agama yang akan jadi pegangan hidupnya.

"Dan janjikanlah kepada mereka."

Artinya, bujuklah mereka dengan berbagai macam janji, bahwa asal mereka setia mengikuti kehendak iblis, nanti mereka akan senang.

Kalau harta benda dibelanjakan sesuka hati dengan tidak mengingat halal dan haram, niscaya maksud akan sampai dengan dunia dapat dipersunting.

Dan jika anak telah diberi didikan menurut kehendak iblis, akan cerahlah hari depannya, dia akan dapat menyesuaikan diri dengan zaman yang akan datang.

Terlalu memperturutkan peraturan agama adalah membelenggu diri sendiri, padahal kita ke dunia ini hanya sekali.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 308-310, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SIAPAKAH YANG MULA BERSALAH? LAKl-LAKI ATAUKAH PEREMPUAN?

Apabila kita tilik ajaran Islam dari sumbernya sendiri, yaitu Al-Qur'an, yang menerangkan kisah kesalahan Adam dan Hawa ini, pada beberapa surah, jelas sekali bahwa Adam dan Hawa keduanya sama bersalah.

Keduanya sama-sama digelincirkan perdayaan setan dan iblis.

Di dalam surah al-Baqarah ayat 36, jelas sekali bahwa keduanya sama-sama digelincirkan oleh iblis.

Di dalam surah al-A'raaf ini pada ayat 20 sekali lagi dijelaskan bahwa mereka berdualah yang sama ditimbulkan waswas dalam hati mereka sehingga terperosok jatuh.

Namun, di dalam surah Thaahaa ayat 115, 117-120 bahwa yang dipikuli tanggung jawab atas kesalahan ini adalah Adam sendiri.

Di ayat 120 pun dijelaskan bahwa yang pertama diperdayakan setan supaya memakan buah kayu terlarang itu ialah Adam.

Di ayat 121 terang sekali bahwa istrinya hanya turut memakan karena yang dahulu jatuh ialah suaminya.

Malahan di ujung ayat 121 itu pun jelas sekali bahwa yang mendurhakai Allah dan yang tersesat langkahnya hanya Adam.

Istrinya hanya terbawa-bawa.

Demikianlah kalau Al-Qur'an kita tafsirkan dengan Al-Qur'an.

Di sini terdapat perbedaan yang jauh sekali dengan paham Yahudi dan Nasrani (Kristen) dengan paham Islam terhadap perempuan.

Di dalam Kitab Kejadian (Perjanjian Lama) pasal 3 ayat 11 dan 12 kelihatan bahwa Adam mengelakkan tanggung jawab dari dirinya dan menyalahkan istrinya.

Cobalah perhatikan!

Ayat 11:

"Maka firman Allah, 'Siapa gerangan memberi tahu engkau bahwa engkau telanjang? Sudahkah engkau makan daripada pohon yang telah Ku-pesan jangan engkau makan buahnya.'"

Ayat 12:

"Maka sahut Adam, Adapun perempuan yang telah Tuhan karuniakan kepadaku itu, yaitu memberikan daku buah pohon itu lalu kumakan."

Oleh sebab itu, menjadi dasar kepercayaanlah bagi pemeluk kedua agama itu bahwa yang pangkal bala, pangkal bencana, ialah perempuan.

Pokok pikiran dan pokok kepercayaan bahwa dosa pertama yang kemudian menjadi dosa waris itu adalah berasal dari dosa Hawa (Eva), dosa perempuan, karena dialah yang mula diperdayakan oleh iblis, yang masuk menyelusup ke dalam Surga Aden, menumpang dalam tubuh ular.

Kalau bukan dosa Hawa tidaklah insan akan terusir dari surga dan berdosa buat selama-lamanya, turun-temurun.

Sehingga, salah seorang filsuf Kristen, Tertulian, menyatakan pendapat,

"Kalau Adam tidak sampai mendurhakai Tuhannya, niscaya dia akan hidup suci bersih dan akan tetap mempunyai keturunan manusia jua, tetapi tidak dengan jalan seperti binatang ini."

Santa Augustinus menyatakan pendapat tentang perempuan,

"Perempuan wajib dipandang sebagai orang yang akalnya sangat pendek, walaupun dia telah bersuami atau pun telah jadi ibu. Karena perempuan itu adalah sebangsa binatang atau makhluk yang tidak mempunyai kekuatan batin dan tidak mempunyai pikiran."

Dari sebab ajaran ini, sampai-sampai pada bersetubuh pun, dalam hati kecil orang Kristen adalah dipandang sebagai akibat dosa, akibat perdayaan iblis.

Setelah kita menilik pokok pangkal kepercayaan ini, pokok pangkal kepercayaan berkenaan dengan memakan buah terlarang, dapatlah kita pahamkan bahwa Hawa tersesat adalah karena patuh menurut suami saja.

Oleh sebab itu, yang kena tanya terlebih dahulu bukan dia, melainkan suaminya.

Dan di dalam Al-Qur'an surah Thaahaa itu jelas sekali bahwa Adam mengakui dan memikul tanggung jawab itu, lalu dia pun tobat.

Tobatnya diterima Allah, tobat istrinya pun diterima Allah.

Di dalam Al-Qur'an surah Aali 'Imraan ayat 33, jelas sekali bahwa kemudiannya dia telah dipilih oleh Allah, telah ishthafa buat memikul tanggung jawab untuk meramaikan dunia ini.

Kemudian, bertemulah berpuluh ayat di dalam Al-Qur'an yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan, sama-sama mendapat penghargaan dari Allah karena iman dan amal.

Di samping Mukmin terdapat Mukminat, di samping Muslimin terdapat Muslimat, di samping qanitin terdapat qanitat (yang tunduk khusyu kepada Allah).

Di samping shaimin terdapat shaimat (yang berpuasa), di samping laki-laki yang berjalan mengembara mencari kebenaran saihin, terdapat pula saihat.

Dan, untuk semuanya disediakan Allah pahala dan ampunan yang besar, dengan tidak ada perbedaan.

Dijelaskan lagi dalam beberapa ayat bahwa suami yang taat kepada Allah akan diikuti pula oleh istrinya yang taat sama-sama masuk surga.

Namun, kadang-kadang penafsir-penafsir Al-Qur'an lama, ada juga yang menghiasinya dengan tafsiran israiliyat, yang dibawakan Ka'ab al-Ahbar atau Wahab bin Munabbih, tentang perempuan pangkal dosa, tentang iblis menumpang dalam ular masuk surga dan sebagainya.

Semuanya itu hanya tafsir, tidak bertemu dalam Al-Qur'annya sendiri.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 390-391, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BEBERAPA CATATAN KESIMPULAN TENTANG ASHABUL KAHFI

(2) Cara susunan ayat-ayat al-Kahf dan inti sarinya memberi didikan bagi kita menerima suatu berita, hendaklah terima dengan akal yang cerdas, sehingga agama tidak bercampur dengan dongeng-dongeng. Sebagai penganut agama dengan kesadaran yang kita terima langsung dengan tidak ragu-ragu ialah yang datang dari Allah dan Rasul. Inilah yang menyebabkan timbul suatu cabang ilmu pengetahuan agama dalam Islam, yaitu ilmu mustalah hadits, sehingga sabda Rasul yang akan dijadikan pegangan hidup, yang mesti diterima dengan tidak ragu-ragu, diselidiki lebih dahulu siapa yang membawanya dan dari mana sumbernya. Sebab sabda Nabi tidaklah sampai langsung kepada kita, kalau tidak ada orang perantara yang membawanya. Berkat kesungguhan ulama-ulama hadits itu dapatlah disisihkan di antara hadits yang shahih, atau yang hasan dengan yang dhaif (lemah).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 376, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ORANG YANG KAFIR

Lantaran itu pula, janganlah orang menyesali kaum Muslimin, kalau sekiranya kaum Muslimin menganggap orang Yahudi dan Nasrani itu kafir.

Karena memang Al-Qur'an yang mengatakan mereka kafir.

Golongan yang kafir inilah yang menyelenggarakan Perang Salib.

Dan golongan inilah yang disebutkan dalam surah al-Baqarah ayat 120, yang selama-lamanya tidak merasa ridha sebelum kaum Muslimin mengikut agama mereka.

Golongan inilah yang dijelaskan di dalam Al-Qur'an, al-Baqarah ayat 105, bahwa mereka tidak merasa senang kalau kebaikan akan diturunkan Allah kepada kaum Muslimin.

Dan golongan inilah yang diterangkan oleh surah al-Baqarah ayat 109, yang tidak merasa senang hati sebelum mereka dapat menarik orang yang beriman kepada Allah, agar kafir sebagaimana mereka.

Oleh karena itu, dengan ayat-ayat yang tengah kita tafsirkan ini, yang dimulai dengan akhir juz 6 yang menerangkan bahwa Yahudi dan kaum Musyrikin lebih memusuhi Islam dan orang yang mengaku Nasrani lebih dekat cinta kasihnya pada Islam, adalah ayat yang adil dan menunjukkan kebenaran.

Karena selain yang sangat memusuhi Islam, ada juga orang Kristen yang tidak mau mengikatkan dirinya pada fanatik dan rasa benci yang ditanamkan turun-temurun.

Sekarang terjawablah keragu-raguan yang timbul di dada orang yang melihat perbedaan ayat-ayat Al-Qur'an yang mengatakan bahwa orang Kristen lebih dekat kasih sayangnya pada Islam daripada orang Yahudi dan orang Musyrikin.

Teranglah bahwa yang lebih dekat pada Islam itu ialah orang Kristen yang ikhlas, yang tidak dikotori kepercayaannya dengan rasa kebencian.

Dan dijelaskan pula dalam ayat ini bahwa hal ini kebanyakan timbul tekun menuntut kebenaran, sampai air mata mereka menitik.

Orang Kristen ini pulalah yang di dalam surah al-Baqarah ayat 62 disamakan derajatnya dengan orang yang beriman dengan Yahudi dan Shabi'in.

Mereka sama-sama mendapat pahala di sisi Allah, sama-sama tidak berasa takut dan duka cita, sebab mereka beriman kepada Allah dan hari yang akhir.

Bukan seperti pendeta-pendeta pada zaman kita sekarang ini.

Dan bertambah jelas pula kebanyakan pendeta-pendeta agama itu dikerahkan ke negeri-negeri Islam yang terjajah atau bekas terjajah oleh negara-negara imperialis dan kapitalis dalam rangka Perang Salib modern.

Kadang-kadang, agama dipakai oleh penakluk-penakluk untuk mengalahkan musuh.

Eisenhouwer, Jenderal Amerika Serikat yang mengepalai tentara sekutu menyerbu ke Eropa hendak mengalahkan bangsa Jerman, ialah dengan shalat terlebih dahulu.

Stalin yang sangat benci dengan segala agama, ketika negeri Rusia diserang Jerman, lalu mendekatkan diri pada gereja atau kepada orang Islam. Dia menyuruh mereka berdoa dan shalat, guna memperkuat semangat Rusia saat menangkis serangan Jerman.

Dunia Barat makin lama makin membuang agama Kristen dari kehidupan mereka.

Kini, Kristen hanya digunakan untuk menentang Islam di negeri-negeri yang penduduknya teguh pada Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 11-13, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Nama surah-surah dalam Al-Qur'an, bukanlah nama dari satu pasal dan bukan yang kita sekarang menamainya judul.

Al-Qur'an bukan sebagai kitab-kitab ilmiah yang tiap-tiap pasalnya membicarakan satu pasal, dan tiap pasal lain soalnya.

Melainkan adalah tiap-tiap surah itu laksana suatu taman yang indah mengandung berbagai ragam bunga-bungaan, tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang ternak, warna-warni sehingga apabila membacanya, kita tidak sampai bosan tertekun pada suatu soal, melainkan hampir-hampir selesai, lalu disambut lagi dengan soal lain.

Sesudah membicarakan peraturan pernikahan, misalnya (dalam surah al-Baqarah), pindah ke urusan haji.

Sesudah urusan haji, teringat kita akan Ka'bah, lalu tersebutlah kisah Nabi Ibrahim mendirikan Ka'bah dengan putranya Isma'il, kemudian datanglah soal perkisaran kiblat dari Baitul Maqdis kepada Ka'bah di zaman Muhammad saw.

Kemudian tersebutlah soal kepentingan bersedekah, tetapi bersedekah hendaklah dari harta halal, sebab itu jangan riba.

Supaya harta itu bersumber halal dan perniagaan teratur, hendaklah kalau berniaga besar mengadakan catatan, terutama perjanjian-perjanjian tertulis, dengan memakai saksi yang adil dan tukang catat yang pandai (notaris).

Tetapi sungguh pun begitu, hidup yang berbahagia ialah selalu menuruti jejak yang dibawa oleh Rasulullah saw. dan akhirnya mohonkanlah kepada Allah agar jangan dipikulkan suatu beban yang tidak terpikul.

Demikianlah rentetan dalam satu surah, dan begitu pula rangkaian di antara satu surah dengan surah yang lain.

Orang yang tidak merasakan suasana Al-Qur'an itu mengatakan bahwa Al-Qur'an kacau susunannya.

Atau orang Islam sendiri, yang dari kecil memang sudah jauh dari Al-Qur'an dan hanya Islam tinggal pada nama saja akan berkata demikian pula.

Pantas mereka berkata demikian karena mereka di luar.

Tidak merasakan di dalam.

Orang yang merasakan Al-Qur'an di dalam, sekali-kali tidak merasa bosan membacanya, sebab otak tidak dibiarkannya bosan.

Bahkan sistem sandiwara modern atau film-film modern pun akhir-akhirnya telah meniru sistem Al-Qur'an.

Yaitu tidak mau terlalu lama terikat pada satu adegan.

Sebab itu, dapatlah tuan ketahui bahwa seorang Islam yang telah sehati dengan Al-Qur'an, sanggup menghadapi persoalan sekelilingnya dengan secara luas.

Bila orang membicarakan ilmu bintang, si Muslim akan terkenang kepada ayat sekian dari surah anu.

Apabila orang membicarakan tumbuh-tumbuhan dan tanam-tanaman, dia pun akan ingat ayat sekian dari surah anu.

Apabila orang membicarakan filsafat sejarah, kerajaan naik dan kerajaan jatuh, si Muslim akan teringat Fir'aun dari segi buruknya, Dawud dan Sulaiman dari segi baiknya.

Apabila ada tentara asing mengadakan serbuan (ekspansi) ke negeri lain, si Muslim teringat kata-kata Ratu Balqis kepada orang besar-besarnya ketika menerima surah Nabi Sulaiman, "Sesungguhnya raja-raja itu apabila masuk ke dalam satu negeri, akan dirusakbinasakannya negeri itu, dan orang-orang mulia di situ akan dijadikannya hina."

Maka luaslah hati orang Islam lantaran Al-Qur'an.

Ke langit mencapai bintang-bintang, sampai ke bintang Syi'ra (Bintang Lembu) yang baru sampai cahayanya ke bumi dalam masa 300.000 Tahun.

Mendalam ke dasar laut, sampai menemui mutiara di dalam lokan.

Melayang ke hutan rimba belantara, ke padang pasir yang luas dan ke taman-taman yang indah dan semuanya itu bersimpul ke dalam satu kepercayaan, yaitu Allah dalam Keesaan-Nya.

Itu pula sebabnya maka ada orang Islam yang benar-benar mengenal Al-Qur'an, mengatakan bahwa segala soal lengkap dalam Al-Qur'an.

Artinya, segala soal lengkap dihidangkan dalam Al-Qur'an, buat ditilik, dipelajari, dikupas, dan dianalisa.

Sehingga walaupun betapa dalamnya ilmu seseorang dan hasil penyelidikannya dalam ilmu alam, ilmu bintang-bintang, atau ilmu pertambangan, dan sebagainya, apabila dapat dia berkenalan dengan Al-Qur'an, maka dari segi ilmu yang telah didapatnya itu dia akan bertambah iman kepada Al-Qur'an.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 338-339, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Allah Maha Kaya!

Ingatlah ini ketika kamu memberikan apa-apa kepada orang lain, sehingga hatinya terbuka memilih yang baik-baik untuk diberikan kepada yang patut diberi.

Allah Maha Terpuji!

Sebab Dia selalu membantumu dengan memberikan rezeki yang baik-baik.

Untuk menyempurnakan puji kepada Allah itu, pilihlah yang baik-baik pula dan berikanlah itu kepada yang berhak menerimanya.

Dengan demikian pun dia akan memuji Allah dan mendoakanmu, moga-moga kamu diberi rezeki lagi berlipat ganda dari Allah.

Akan tetapi, kalau yang kamu berikan itu yang buruk-buruk, yang kamu sendiri pun enggan menerimanya jika diberi orang maka ketika dia menerimanya atau setelah dibawanya ke rumahnya, hatinya akan berkata tentang engkau dengan kata-kata yang sedih hati,

"Beginilah dia kepada kita. Tahu benar dia bahwa awak miskin asal perut berisi. Barang yang tidak berguna lagi kepadanya, itulah yang diberikannya."

Di ujung ayat, Allah menyebut dua sifat-Nya: pertama Kaya, kedua Terpuji.

Dengan mengingat kekayaan-Nya, kamu disuruh ingat bahwa belum berarti apa-apa.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 538, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Di sini kita melihat 5 keistimewaan dari golongan orang-orang.

1. Fakir-fakir yang telah terikat pada jalan Allah.

Jalan Allah (sabilillah) bukanlah mengangkat senjata di medan perang saja.

Memperhatikan soal-soal agama dengan mendalam, memelihara Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah saw. serta segala kelengkapan yang berhubungan dengannya, yang kian lama kian berkembang, yang meminta tenaga yang penuh buat berjihad dan mempelajari, adalah satu cabang yang penting lagi dari jalan Allah.

2. Yang tidak sanggup lagi berusaha di bumi.

Karena, kalau dia pun pergi berusaha yang lain, misalnya masuk gelanggang perniagaan, bercocok tanam, dan lain-lain, niscaya terhenti kewajiban penting yang pertama itu. Padahal karena dia tidak berusaha itu, pencaharian untuk hidup tidak ada.

3. Disangka mereka oleh orang-orang yang tidak tahu bahwa mereka adalah orang-orang yang kaya raya, dari sangat menahan diri.

Orang-orang seperti ini, karena dari sangat dalamnya pengaruh agama terhadap dirinya, sangatlah sanggup menahan diri ('iffah) sehingga disangka orang mereka kaya juga, padahal kehidupannya sangat susah.

4. Engkau akan dapat mengenal mereka pada tanda mereka.

Kata engkau di sini khusus bermula ialah kepada Rasulullah saw. Karena, beliau sebagai pemimpin umat, niscaya mempunyai firasat yang halus. Maka, orang-orang yang beriman pengikut Nabi saw. niscaya mempunyai juga banyak atau sedikit firasat itu.

Maka, orang-orang Mukmin yang dermawan hendaklah dapat mengenal tanda-tanda mereka pada keadaan hidup mereka, sebab sebagaimana disebut pada tanda yang ketiga tadi, hanya orang-orang yang tidak tahu (orang jahil) yang tidak mengenal tanda itu.

Adapun orang yang arif bijaksana niscaya tahu.

Satu perumpamaan: wajahnya selalu berseri-seri, pakaiannya selalu bersih, tetapi kain sarungnya yang bersih itu kelihatan sudah dijemmat (dijahit tangan) karena sudah banyak robek.

Kadang-kadang terlihat dia banyak puasa. Diperbanyaknya puasa sunnah sebab makanannya tidak cukup, dan lain-lain.

Mereka tidak meminta-minta kepada manusia memaksa-maksa.

Bagaimana pun kesusahan yang menimpa dirinya, kekurangan pakaian, tetapi mereka sangat pantang meminta sebab 'iffah yang disebut di tanda yang ketiga tadi.

Ayat ini dengan kelima tanda tadi menyuruh orang-orang yang beriman dan mampu untuk memperhatikan mereka.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 546-547, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Dalam urusan yang berkenaan dengan agama, dilarang taklid.

Di dalam Islam, kedudukan ulama agama bukanlah sebagai kedudukan pendeta dalam agama Nasrani.

Bukanlah fatwa ulama suatu amar yang tidak boleh dibanding dan disanggah.

Fatwa itu hanya berlaku selama sesuai dengan isi Al-Qur'an dan Sunnah Nabi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 505, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH AL-BAQARAH

PENGANTAR JUZ 3

Pada aqidah pokok Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah adalah sama.

Timbul perselisihan kalau pengikut kedua belah pihak telah fanatik pada golongan atau setelah dicampuri oleh pertarungan politik.

Pada saat-saat yang penting, telah ada tempat mereka kembali yaitu Al-Qur'an dan Sunnah.

Kalau tidak demikian, niscaya mereka akan hancur; tikam-menikam, bunuh-membunuh sama sendiri, sehingga berlaku bunyi ujung ayat bahwa Allah berbuat apa yang Dia kehendaki, yang tidak dapat dielakkan!

Maka, di dalam segala perselisihan pikiran di antara sesama umat Allah, tetapi di hati sanubari kedua pihak selalu tersimpan sesuatu yang amat diingatkan, yang mencari kebenaran Allah.

Keberanian manusia memerangi hawa nafsunya, memanglah satu perjuangan yang menjadi pusat dari segala perjuangan.

Allah menghendaki karena kita sesama manusia sama bebas berpikir supaya perselisihan hilang.

Di diri masing-masing kita ada satu bakat atau benih yang baik.

Sebab itu, di dalam al-Baqarah ini juga, yang dahulu telah kita tafsirkan (ayat 148), berfirmanlah Allah,

"Berlomba-lombalah kamu berbuat kebaikan." (al-Baqarah: 148).

Filsuf kita yang besar, Sayyid Jamaluddin al-Afghani, ketika dikritik orang karena tiap-tiap pemeluk suatu agama mengatakan bahwa agamanyalah yang benar.

Pengkritik itu berkata bahwa dengan demikian permusuhanlah yang timbul.

Maka, Sayyid yang mulia itu telah menjawab bahwa hal yang demikian tidak boleh dipandang dari segi buruknya saja.

Hanya kefanatikan dan membanggakan golongan sendiri itulah yang membawa celaka perpecahan.

Akan tetapi, kalau masing-masing pemeluk agama berlomba menegakkan kebajikan dan beramal saleh, perlombaan kepada kemajuan dan kebajikanlah yang akan timbul di dalam dunia ini.

Menurut beliau, perlombaan orang baik-baik dan beriman, beramal saleh di dalam segala agama di dunia ini adalah salah satu jalan yang membawa dunia kepada yang lebih maju.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 506-507, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Agama bukan melarang kita membahas dan menyelidiki soal-soal agama, ushul dan furu', ijtihadiyah dan khilafiyah.

Agama bukan melarang itu, bahkan menganjurkannya.

Sebab kita disuruh berpikir, berpaham, dan mempergunakan akal.

Yang dilarang adalah memaksakan pendapat sendiri kepada orang lain atau dengan paksa mempertahankan pendirian sendiri dan memandang musuh atau lawan terhadap orang lain yang tidak sepaham.

Dan lebih celaka lagi kalau perselisihan paham dalam soal-soal yang demikian sudah dijadikan latar belakang politik, untuk mempertahankan kedudukan golongan.

Apalagi kalau sudah saling mengafirkan.

Bersatu bukanlah persatuan paham yang dipaksakan; bersatu ialah hormat-menghormati.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 354, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kehidupan manusia dan pertumbuhan akalnya itu selalu dipengaruhi oleh alam sekelilingnya, oleh lingkungannya.

Oleh sebab itu, penilaiannya terhadap kebenaran tidak pulalah sama.

Ada orang yang pintar yang disebut khawash.

Ada orang yang pendapat akalnya hanya sederhana saja yang disebut awam.

Kadang-kadang orang hidup sebagai katak di bawah tempurung, menyangka bahwa yang di sekelilingnya itu sudah langit.

Sebab itu, disalahkannya orang yang menyatakan bahwa yang melingkunginya itu belumlah langit, barulah tempurung.

Di sini sudah mulai timbul tampang dari perselisihan.

Kadang-kadang manusia terpengaruh dalam lingkungannya.

Katanya didengar orang, perintahnya diikuti.

Golongan semacam ini tidak mau ada tandingan dan gandingan terhadap dirinya.

Sebab itu, bilamana saja terdengar suara baru, yang berbeda dari yang disuarakannya, dia pasti menentang walaupun suara baru itu benar.

Kadang-kadang timbul perselisihan karena perebutan politik, karena pengaruh golongan, karena takut kedahuluan, ya, kadang-kadang karena provokasi musuh.

Perbedaan pendapat akal, dengan tidak disadari telah ditunggangi oleh hawa nafsu.

Keterangan dan penjelasan yang dibawa Rasul, dikaburkan oleh hawa dan nafsu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 505, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KISAH IMAM MALIK DAN IMAM SYAFI'I

Pada suatu hari, beliau dihadiahi oleh Walikota Madinah seekor kuda tunggang yang indah, lengkap dengan pelananya yang mahal. Di waktu kuda itu terpaut di hadapan masjid tempat beliau mengajar,

Imam Syafi'i, muridnya yang utama, datang dan melihat kuda kendaraan itu.

Dengan rasa kagum beliau puji ketangkasan kuda itu.

Maka, berkata Imam Malik, "Huwa lak!" Dia untukmu!

Sebentar itu juga kuda tersebut telah menjadi milik Imam Syafi'i.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 548, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KEWAJIBAN MURID KEPADA GURU

Setiap murid hendaklah mengakui kelebihan gurunya dan menghormatinya, karena guru itu lebih utama daripada ibu dan bapak tentang kebesaran jasanya.

Ibu dan bapak mengasuh anak sejak dilahirkan.

Tetapi guru melatih murid supaya berguna setelah besar.

Karena akal budi itu adalah laksana berlian yang baru keluar dari tambang, masih kotor dan belum berkilat.

Adalah guru yang menjadi tukang gosoknya dan membersihkannya, sehingga menjadi berlian yang berharga.

Meskipun guru tidak akan dikatakan lebih daripada ibu bapak, tetapi janganlah dikatakan kurang.

Para guru, baik guru mengaji atau guru sekolah, atau guru yang hanya sekali kita bertemu dengan dia, bila kita beroleh pelajaran daripadanya, semuanya meninggalkan jasa yang tidak dapat dibalas dengan benda.

Sebelum bangsa kita mengenal sistem sekolah seperti sekarang, guru dan kiai menjadi tempat bertanya masyarakat dengan murid-muridnya.

Guru-guru besar yang tinggi budi dan murni jiwanya telah mempunyai atau telah membentuk riwayat di dunia Islam.

Antara lain Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, Sayid Ahmad Syarief Assanusi, Syekh Muhammad Abduh dan lain-lain.

Oleh karena indahnya perhubungan di antara guru dengan murid, maka almarhum Dr. Sutomo pernah menganjurkan supaya di negeri kita ini dihidupkan kembali belajar secara pondok, seperti zaman dahulu.

Setelah bangsa kita memperoleh kemajuan, kalau sekiranya terdapat berpuluh, beratus bahkan beribu pahlawan yang tewas di medan perang, maka adalah pula pahlawan-pahlawan yang dilupakan namanya, berpuluh, beratus, beribu pula banyaknya.

Itulah dia guru-guru yang mengajar anak-anak.

Sejak dari guru Sekolah Rendah sampai ke guru Sekolah Menengah, sampai Sekolah Tinggi.

Mereka adalah pahlawan yang tidak terkenal.

Lantaran guru-guru di zaman sekarang sudah jauh berbeda kedudukannya dari para guru masa 50 atau 100 Tahun yang lalu.

Dahulu seorang guru dihormati, dimuliakan, dicium tangannya, diminum air telapak kakinya.

Sekarang bila murid itu telah keluar dari sekolah membawa diploma, jaranglah dia bertemu lagi dengan guru-gurunya itu.

Meskipun bertemu, tidaklah bertegur sapa lagi, karena hidup orang sekarang sudah lebih terikat kepada kepentingan diri sendiri.

Padahal pengajaran-pengajaran yang mesti diajarkan oleh guru-guru zaman sekarang, jauh lebih banyak dan lebih sempurna, lebih sulit dari yang diajarkan guru-guru zaman dahulu.

Bukankah patut dikatakan guru-guru itu pahlawan yang tidak terkenal?

Bukankah pahlawan-pahlawan tanah air, negarawan, pengarang, ahli pidato, orang-orang yang ternama atau berjabatan tinggi, dahulunya pernah belajar di bangku sekolah, sejak dari yang serendah-rendahnya sampai kepada yang setinggi-tingginya?

Kadang-kadang guru itu masih mengajar di sana, masih duduk menghadapi murid-murid baru yang duduk berbaris di bangku, padahal bekas muridnya keluaran 20 Tahun yang lalu telah menjadi menteri, yang keluaran 10 Tahun yang lalu telah jadi presiden.

Ibnu Saud seketika datang ke Kuwait, ziarah yang resmi kepada syekh yang memerintah di Kuwait itu, telah memerlukan menanyakan apakah Syekh Fulan masih hidup.

Orang berusaha mencari syekh yang disuruh cari oleh Ibnu Saud itu.

Beberapa masa kemudian dia pun bertemulah.

Dilaporkan orang kepada raja itu, orang-orang bersedia hendak membawa orang tua itu menghadap baginda.

Tetapi Ibnu Saud tidak suka kalau orang tua itu dibawa menghadap, melainkan Ibnu Saud sendirilah yang ziarah ke rumahnya.

Rumahnya sangat kecil, kata orang suruhan itu.

Baginda menjawab,

"Bukanlah menziarahi rumah itu yang penting bagiku tetapi menziarahi syekh itu sendiri".

Lalu pergilah dia menziarah orang tua itu.

Setelah bertemu, dipeluk dan diciumnya, menggelenang air matanya mengingat zaman dahulu, seketika dia bersama ayahnya menjadi orang buangan, kepada orang tua itulah dia diserahkan oleh ayahnya Imam Abdur Rahman, belajar mengaji Al-Qur'an.

Bukankah patut dikatakan bahwa orang tua itu pahlawan yang tidak terkenal?

Bukankah dia pun ikut, banyak atau sedikitnya, "membikin" pahlawan besar tanah Arab itu?

Dan jika kita memikirkan guru-guru itu, patutlah kita insyaf bahwa berebut mencari nama, berkejaran mencari kehormatan, berlomba menuntut kedudukan, sehingga terjadi saling hantam-menghantam dan jatuh menjatuhkan, yang selalu menjadi kebiasaan orang yang hendak naik, sekali-sekali patutlah menekur dan insyaf.

Lihat bahwa di samping kita banyak orang yang bekerja diam-diam, mengorbankan segenap umurnya untuk keperluan bersama.

Kalau kita lihat guru-guru itu, agaknya kita tidak akan begitu heran melihat golongan yang sudi berkorban itu.

Tetapi cobalah lihat guru-guru sekolah swasta pada bangsa yang baru bangun, yang dirintis oleh guru itu sendiri.

Dia bekerja siang dan malam, tidak mengenal bosan, kadang-kadang pekerjaan di sekolahnya dibawanya juga pulang.

Cita-citanya hanya satu, yaitu dapatlah hendaknya dia menciptakan murid-murid yang berguna untuk masyarakat.

Dan keuntungan buat dirinya sendiri jauh dari cukup, kadang-kadang tidak ada sama sekali.

Dalam pada itu, dia tidak meminta supaya orang memuja dia, atau merengok kepadanya.

Dia tidak bersikap mempropagandakan diri, laksana penumpang sebuah kapal yang karam, terdampar di sebuah pulau, lalu kelihatan olehnya kapal dari jauh. Dia bersorak-sorak memberi tahu kepada orang kapal yang tengah berlayar itu, mengatakan dirinya ada di sana, tolonglah jemput.

Kalau adalah di dunia ini suatu pengorbanan, dan kejujuran serta lapangan hati, satu di antaranya adalah pekerjaan guru.

(Buya HAMKA, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 290-294, Republika Penerbit, 2015).

Keempat Imam ikutan umat Islam, yaitu Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafi'i dan Imam Hambali, semuanya telah menjadi korban keyakinan mereka kepada ilmu.

Imam Malik pernah didera dengan cemeti dan dia tahankan. Namun dia tidak mau beranjak dari yang diyakininya.

Imam Hanafi menurut setengah riwayat, mati dalam penjara karena tidak mau menerima jabatan pada kerajaan Bani Abbas.

Imam Syafi'i pernah dirantai tangan, leher, dan kaki, lalu digiring dari Yaman ke Baghdad karena fitnah orang.

Imam Hambali pernah meringkuk dalam penjara 30 bulan (2,5 Tahun) karena tidak mau dipaksa mengubah keyakinannya bahwa Al-Qur'an adalah Kalam Allah.

Ibnu Taimiyah masuk penjara di Mesir 18 bulan, kemudian masuk penjara di Damaskus 5 bulan, sampai meninggal dalam penjara itu sebab tidak mau mengubah pendapatnya yang berbeda dengan pendapat ulama-ulama lain pada zaman itu, sedangkan kerajaan berpihak kepada ulama-ulama lain itu.

Setiap ulama suatu agama telah diambil janji oleh Allah, bahwa isi kitab itu tidak akan disembunyikan, walaupun jiwa tantangannya.

Sufyan Tsauri pernah memberikan nasihat kepada muridnya, Yusuf bin Asbath.

Kata beliau:

"Kalau engkau lihat seorang qari hafal Al-Qur'an dan Hadits, sehingga membaca seperti air mengalir karena banyak hafalannya, menyandarkan diri kepada sultan, ketahuilah, bahwa dia adalah seorang pencuri besar. Dan apabila engkau lihat dia telah menyandarkan diri kepada orang-orang kaya, ketahuilah, bahwa dia seorang pencari muka."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 498-500, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

GUNA AKAL

Akal-lah alat untuk berpikir, dialah hulu hikmah.

Lantaran akal datangnya taklif perintah agama.

Di dalam agama barulah sah perintah dipikulkan bila seorang telah mempunyai akal.

Tidaklah terpikul agama oleh orang yang gila atau anak-anak yang belum berakal.

Untuk mencapai bahagia dunia dan agama, ialah dengan melalui jembatan akal.

Dengan akal meningkat tangga mengenal Tuhan dan dengan akal diatur rahasia pendirian alam.

Diberikannya kepada hamba-Nya seorang satu.

Kalau mereka pandai menggunakan, bergunalah mereka di waktu hidup sampaikan mati.

Dengan akal membongkar rahasia yang tersembunyi.

Dengan akal terbuka hijab yang tertutup.

Maka datanglah seorang laki-laki dari suku Bani Majasyi menghadap Rasulullah saw. lalu dia berkata,

"Ya Rasulullah, bukanlah hamba ini seorang yang terutama di dalam kaumku?"

Rasulullah saw. menjawab,

"Jikalau ada engkau berakal maka utamalah engkau, jika ada engkau bersopan maka budimanlah engkau, jika ada engkau berharta maka bergengsilah engkau, dan jika ada engkau taqwa maka beragamalah engkau."

Menurut riwayat Anas pernah dipuji-puji orang seorang sahabat dekat Rasulullah, dipuji ibadahnya, dipuji perangainya, dipuji keimanannya, adabnya dan sopannya.

Tetapi Rasulullah saw. tiada memperdulikan puji-pujian itu, hanya beliau tanya,

"Bagaimanakah akalnya?"

Mereka balik tanya,

"Bagaimana ya Rasulullah? Kami sebut segala macam kelebihannya, tetapi Rasulullah tanyai juga akalnya."

Maka sabda beliau,

"Sesungguhnya orang yang ahmak (bodoh) tetapi rajin beribadah telah tertimpa bahaya lantaran bodohnya, lebih besar dari ada bahaya yang menimpa lantaran kejahatan orang yang durjana. Yang mengangkat manusia kepada derajat dekat kepada Tuhan ialah menurut kadar akal mereka jua."

Maka pada diri manusia itu terdapatlah 3 kekuatan, kekuatan akal, kekuatan marah, dan kekuatan syahwat.

1. Kekuatan akal membawa orang kepada hakikat, menjauhkan diri pada yang batil, tunduk kepada hukum, menerima perintah dan menjauhi larangan. Tampak olehnya yang baik lalu diikutinya. Kelihatan olehnya yang buruk, lalu dijauhinya.

2. Kekuatan marah, itulah yang menyuruh menangkis dan bertahan, mengajak mencapai kekuasaan dan kemenangan, dan kadang-kadang menyuruh bangga, sombong, dan takabur.

3. Kekuatan syahwat, yang mengajak melepaskan kehendak hati, mencapai kelezatan, menyuruh lalai, menyuruh lengah, sehingga lupa memikirkan akibat.

Dr. M. Amir, ahli ilmu jiwa yang terkenal berkata dalam salah satu ceramahnya, "Bahwasanya perasaan (syahwat dan kemaharan, atau hawa nafsu) adalah laksana kuda yang berlari. Dan akal laksana kusir yang memegang kekangnya."

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 40-42, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

TANDA ORANG BERAKAL

Orang yang berakal, luas pandangannya kepada sesuatu yang menyakiti atau yang menyenangkan.

Pandai memilih perkara yang memberi manfaat dan menjauhi yang akan menyakiti.

Dia memilih mana yang lebih kekal walaupun sulit jalannya daripada yang mudah didapat padahal rapuh.

Sebab itu mereka pandang keutamaan akhirat, lebih daripada keutamaan dunia.

Lebih mereka utamakan kegembiraan kesopanan daripada kegembiraan hawa nafsu.

Mereka menimbang biarlah susah menempuh suatu perkara yang sulit asal akibatnya baik, daripada perkara yang mudah tetapi akibatnya buruk.

Mereka tetap mengharap dan tetap takut.

Tetapi tidaklah ketakutannya itu pada perkara yang bukan-bukan, tidak pula harapannya itu kepada hal yang tidak-tidak.

Pandangannya luas, ditimbangnya  sebelum dikerjakannya.

Sebab mengharap keutamaan dengan tidak mempergunakan pemandangan adalah pekerjaan sia-sia.

Orang berakal selalu menaksir harga dirinya, menaksir harga diri ialah dengan menilik hari-hari yang telah dilalui, adakah dipergunakan kepada perbuatan-perbuatan yang berguna, dan hari yang masih tinggal ke manakah pula digunakan.

Karena murah atau mahal harga diri, baik waktu hidup, apalagi setelah mati, ialah menurut jasa yang telah diperbuat pada setiap hari yang dilalui itu.

Dia sadar bahwa hari yang telah habis terbelanjakan untuk yang tidak perlu, tidaklah akan dapat ditebus lagi.

Kalau hendak mencari teman, handai taulan, dan sahabat, orang yang berakal memilih orang yang mempunyai kelebihan baik dalam perkara agama atau ilmu atau budi kesopanan.

Yang berlebih dari kita supaya dapat kita tiru teladan.

Atau dicarinya teman yang sama tingkatnya supaya saling menguatkan.

Karena budi pekerti yang baik dan adat yang terpuji tidaklah subur tumbuhnya di dalam diri kalau tidak bertolong-tolongan menggembirakan dengan teman.

Tidak ada karib atau kerabat yang lebih setia daripada seorang teman yang menyokong dan membantu membesarkan hati dan memberanikan kita di dalam menempuh suatu perbuatan baik.

Hati kita yang tadinya kurang kuat menjadi kuat dan bertambah kuat karena digosok kawan.

Budiman mengeluarkan pepatah,

Bahwasanya berkawan dengan orang yang tidak berilmu, tapi hidup dalam kalangan orang-orang yang berilmu, lebih baik daripada berkawan dengan orang yang berilmu tetapi hidup di dalam kalangan orang yang bodoh-bodoh.

Orang yang berakal tidak berduka cita lantaran ada cita-citanya di dunia yang tidak sampai atau nikmat yang meninggalkannya.

Diterimanya apa yang terjadi atas dirinya dengan tidak merasa kecewa dan tidak putus-putusnya berusaha.

Jika rugi tidaklah cemas, dan jika berlaba tidaklah bangga.

Karena cemas merendahkan hikmah dan bangga menghilangkan timbangan.

Orang yang berakal enggan menjauhi orang yang berakal pula, karena tanpa teman yang berakal, akan lemahlah dia, dan dengan bersama akan dapat dia membandingkan di mana kekurangannya dan di mana kelebihannya.

Orang yang berakal tahu membedakan manusia, sebab itu dia tidak canggung bergaul dengan siapapun.

Manusia dibaginya dua.

Pertama orang yang awam (orang kebanyakan).

Perkataannya di sana dijaganya, tiap-tiap kalimat yang keluar dari mulutnya dibatasinya.

"Karena hanya jauhari jua yang mengenal menikam!"

Kedua ialah orang yang khawas (orang-orang utama).

Di sanalah dia merasa lezatnya ilmu.

Kepada yang lebih dari dia, dia belajar.

Kepada yang sama dengan dia, dia membanding.

Tempo tidak ada yang terbuang.

Dalam 1.000 manusia, 999 termasuk golongan pertama.

Hanya seorang yang termasuk golongan kedua.

Dari seorang yang di dalam 1.000 itulah dapat dicari pendapat yang jitu, persahabat yang setia, nasihat yang jujur, keteguhan dan persaudaraan, itulah rahasia kata hikmah,

"Kawan tertawa amat banyak, kawan menangis sedikit sekali."

Orang berakal tidaklah menjawab sebelum ditanya.

Tidak pula menjawab pertanyaan lebih dari mesti, supaya jangan dikatakan orang:

Tidak pandai memegang rahasia, tidak berpenaruhan, thufaili.

Tidak pula suka menghinakan orang, karena orang yang menghinakan raja-raja rusaklah dunianya.

Orang yang suka menghinakan orang alim rusaklah agamanya, dan orang yang menghinakan kawan-kawan rusaklah muruah-nya.

Orang berakal pergi ke medan perang membawa senjata.

Berbantah dan bertukar pikiran dengan cukup alasan.

Berlawan dengan kekuatan.

Karena dengan akal-lah tercapai hidup, dengan budi teranglah hati, dengan pikiran tercapai maksud, dengan ilmu ditaklukkan dunia.

Orang berakal pandai membandingkan yang belum ada dengan yang telah ada, yang belum didengar dengan yang sudah didengar.

Umurnya yang tinggal dibandingkannya dengan yang telah pergi.

Yang belum tercapai dengan yang telah tercapai.

Segala pekerjaan tidaklah diukurnya dengan uang atau emas bertahil.

Sebab harta datang dan pergi, mendahului kita, atau didahului.

Tetapi akal tetap dan bekasnya kekal, walaupun badan tubuh masuk ke liang lahat.

Orang berakal hidup untuk masyarakatnya, bukan buat dirinya sendiri.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 33-39, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

MENCARI SAHABAT

Sadarkah tuan, mencari sahabat lebih kita utamakan dari mencari cinta?

Sempit alam tempat tegak, miskin hidup dan melarat, sesudah kita memohon perlindungan Allah, kita pun larilah kepada sahabat.

Persahabatan lebih mahal dari cinta.

Karena persahabatan dapat kita nikmati di waktu sulit dan susah.

Pertolongan apakah yang dapat diberikan oleh seorang perempuan yang kita cintai, kalau kita jatuh bangkrut, atau berhenti dari pekerjaan, atau menempuh suasana hidup yang sulit, sehingga dipikul, bahu rasakan runtuh, dijunjung kepala rasakan pecah.

Apakah yang dapat ditolongkan oleh perempuan yang kita cinta?

Kalau hanya semata-mata cinta, daerahnya terlalu sempit.

Tetapi persahabatan mempunyai daerah lapangan yang amat luas, dalam mengarungi lautan hidup yang tiada tentu di mana tepinya ini.

Memperoleh kemenangan lantaran bertambah seorang sahabat, lebihlah mahal harganya dari kemenangan mendapat balasan cinta dari seorang perempuan.

Sebab cinta kepada perempuan mesti ada latar belakang "kelamin".

Sedang persahabatan tidak!

Pedoman mencari teman yang setia, yang didasarkan kepada kesucian, adalah dua perkara.

Pertama, persamaan cita-cita. Yang ditimbah dengan akal.

Lain halnya dengan orang yang bertabiat rendah. Karena bagi mereka ukuran persahabatan hanyalah persamaan perasaan hati saja, tidak dikontrolnya dengan akal.

Itulah sebabnya sahabat orang pencopet ialah yang sama pencopet,

Duduk orang yang penjudi kurang tenteram di dekat orang yang tidak penjudi, dan dengan sesama penjudi dia mau sehidup semati.

Orang munafik mencari teman sesama munafik.

Perempuan jahat berkawan dengan yang sama-sama jahat.

Apa sebab?

Karena pedoman mereka hanya persetujuan perasaan dan keinginan, bukan disertai akal budi.

Lihatlah orang yang cinta kepada seseorang perempuan.

Kebanyakan perempuan itu tidak berkenaan kepada perasaan orang lain, sedang bagi dia tidak ada lagi perempuan lain.

Di situlah terletak pepatah "Cinta itu buta".

Sehingga bila dia hendak mencari istrinya yang akan jadi teman hidupnya, kadang-kadang perempuan yang hanya semata-mata dicintainya tidaklah dipilihnya lagi.

Sebab setelah memilih yang akan jadi istri, akalnya yang menimbang.

Maka sebagaimana mencari istri untuk teman hidup dikuatkan dengan akal, maka mencari teman pun harus di bawah kontrol akal.

Sebab bersahabat hampir sama dengan perkawinan.

Bedanya ialah kawin dengan perempuan, perkawinan badan dan roh.

Adapun persahabatan adalah perkawinan roh dan pikiran.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 388-391, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

'IBADUR RAHMAN

Untuk meresapkan ayat-ayat 'Ibadur Rahman ini ke dalam jiwa, bacalah dengan penuh khusyu' ayat yang sebelumnya, yang telah ditafsirkan di atas tadi.

"Dialah, Allah, yang telah mempergantikan di antara malam dengan siang."

Apabila hal itu diperhatikan dan direnungkan, timbullah ingatan akan kebesaran Ilahi (dzikir) dan akan timbullah rasa syukur.

Keinsafan siapa diri di hadapan kemurahan Allah menimbulkan kesukarelaan mengabdi dan berbakti. Dasarnya ialah Dzikr dan Syukr membentuk pribadi sehingga timbulah tokoh-tokoh 'Ibadur Rahman itu.

Adalah di dalam ayat-ayat akhir surah al-Furqaan ini Allah mewahyukan kepada Rasul tentang sifat-sifat, karakter, sikap hidup dan pandangan hidup dari 'Ibadur Rahman.

Pertama sekali ialah sebagai yang dijelaskan pada ayat 63.

"Dan hamba-hamba dari Allah yang pemurah itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan sopan dan bila ditegur sapa oleh orang-orang yang bodoh, mereka menjawab dengan 'salam'." (ayat 63).

Orang yang berhak disebut 'Ibadur Rahman (hamba-hamba daripada Allah Yang Maha Pemurah), ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi Allah dengan sikap sopan santun, lemah lembut, tidak sombong dan tidak pongah.

Sikapnya tenang.

Bagaimana dia akan mengangkat muka dengan sombong, padahal alam di kelilingnya menjadi saksi atasnya bahwa dia mesti menundukkan diri.

Dia adalah laksana padi yang telah berisi, sebab itu dia tunduk.

Dia tunduk kepada Allah karena insaf akan kebesaran Allah dan dia rendah hati terhadap sesamanya manusia, karena dia pun insaf bahwa dia tidak akan sanggup hidup sendiri, di dalam dunia ini.

Dan bila dia berhadapan, bertegur sapa dengan orang yang bodoh dan dangkal pikiran, sehingga kebodohannya banyaklah katanya yang tidak keluar daripada cara berpikir yang teratur, tidaklah dia lekas marah, tetapi disambutnya dengan baik dan diselenggarakannya.

Pertanyaan dijawabnya dengan memuaskan, yang salah dituntunnya sehingga kembali ke jalan yang benar.

Orang semacam itu pandai benar menahan hati.

Seorang 'Ibadur Rahman tidaklah merasa bahwa dia telah mengerjakan suruhan Allah dengan menghentikan larangannya saja, sudah terjamin bahwa dia akan masuk ke dalam surga dan terlepas daripada adzab neraka.

Seorang beriman memandang dosanya, betapa kecil sekalipun, adalah laksana orang duduk di bawah naungan sebuah bukit, yang merasa seakan-akan bukit itu selalu akan menimpa dirinya.

Perjuangan agama, jihad, meminta pengurbanan harta dan jiwa.

Dan bila membaca urutan ayat bangun bergadang tengah malam (ayat 64), dan takut akan siksa neraka Jahannam (ayat 65 dan 66) disambungkan lagi dengan ayat melarang royal dan melarang bakhil, tampaklah bahwa Hamba Allah Yang Pemurah itu mempertalikan keteguhan batinnya dengan shalat tengah malam, dengan usaha mencari harta benda untuk dinafkahkan. Satu dengan lainnya tiada terpisah (ayat 67).

Setelah itu datanglah ayat 72, sebagai lanjutan penegasan dari sifat-sifat 'Ibadur Rahman itu.

"Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian dusta dan bila mereka melalui urusan-urusan yang tidak ada gunanya, mereka lewat saja dengan sikap yang mulia." (ayat 72).

Yaitu orang yang tidak suka memberikan kesaksian palsu.

Atau mengarang-ngarangkan cerita dusta untuk menjahannamkan orang lain.

Dan mereka itu, apabila berjalan di hadapan orang yang sedang bercakap mengosong, mengobrol yang tidak tentu ujung pangkal, perkataan-perkataan yang tidak bertanggung jawab, dia pun berlalu saja dari tempat itu dengan baik.

Dia menjaga agar dirinya jangan masuk terikat ke dalam suasana yang tidak berfaedah.

Usia manusia adalah terlalu singkat untuk dibuang-buang bagi pekerjaan yang tidak berfaedah.

Dia keluar dari tempat itu dengan sikap yang mulia dan tahu harga diri, sehingga sikapnya yang demikian meninggalkan kesan yang baik mendidik orang-orang yang bercakap kosong itu.

Laghwi dalam bahasa Arab ialah omong kosong, cakap tak tentu ujung pangkal, sehingga menjatuhkan martabat budi pekerti yang melakukannya.

Inilah yang disebut oleh orang Deli membual, oleh orang Jakarta ngobrol dan oleh orang Padang mahota, atau oleh daerah lain disebut juga memburas.

Pertama melakukan kesaksian dusta, kedua obrolan yang tidak tentu ujung pangkal, amatlah membahayakan dan menjatuhkan mutu masyarakat.

Karena kesaksian dusta di muka hakim, seorang jujur tak bersalah bisa teraniaya, terhukum dalam hal yang bukan salahnya. Dan bisa pula membebaskan orang yang memang jahat dari ancaman hukuman.

Kesaksian dusta di muka hakim adalah termasuk dosa besar yang payah dimaafkan.

Kata-kata yang Laghwi cakap kosong, omong kosong, mengobrol yang tidak tentu ujung pangkal, tidaklah layak menjadi perbuatan daripada 'Ibadur Rahman.

Seorang hamba Allah Pemurah mempunyai disiplin diri yang teguh.

Lebih baik berdiam diri daripada bercakap yang tidak ada harganya.

Kalau hendak bercakap juga, isilah lidah dengan dzikir, menyebut dan mengingat nama Allah.

Selanjutnya dalam ayat 73 diterangkan lagi sifat 'Ibadur Rahman itu,

"Dan orang-orang yang bila diingatkan ayat Allah kepada mereka, tiadalah mereka menulikan telinga dan membutakan mata." (ayat 73).

Apabila mereka mendengar orang menyebut ayat-ayat Allah, tidaklah mereka bersikap acuh tak acuh seakan-akan tuli ataupun buta.

Sebenarnya kata kebenaran adalah ayat dari Allah. Apabila orang menyebut kebenaran, meskipun dia tidak hapal ayat Al-Qur'annya ataupun haditsnya, maka seorang hamba dari Allah Pemurah akan mendengarkannya dengan penuh minat; tidak dia akan menulikan telinganya dan tidak dia akan membutakan matanya. Seorang yang beriman mempertimbangkan nilai kata yang benar dan menaatinya, sebab Kebenaran adalah Suara Allah. Apatah lagi kalau bunyi ayat dari Al-Qur'an telah didengar. Hidupnya telah ditentukan buat menjunjung tinggi Kalimat Ilahi.

Betapa dia akan menulikan telinga dan membutakan matanya?

Itulah dia 'Ibadur Rahman orang-orang yang telah menyediakan jiwa raganya menjadi hamba Allah dan bangga dengan perhambaan itu.

Mukanya selalu tenang dan sikapnya lemah lembut.

Mudah dalam pergaulan, tidak bosan meladeni orang yang bodoh.

Bangun beribadah tengah malam, mendekatkan jiwanya dengan Allah.

Menjauhi kejahatan karena insaf akan adzab api neraka.

Maka bagi orang yang telah mendalam perasaan cintanya kepada Allah dirasainyalah satu kebanggaan jiwa yang amat tinggi apabila dia membaca ayat-ayat 'Ibadur Rahman dalam surah al-Furqaan ini, atau dalam surah yang lain yang mengandung panggilan Allah kepada hamba-Nya, "Ya 'Ibadi," wahai Hamba-Ku.

Pernahlah seorang hamba Allah yang saking sangat terharunya membaca "Ya 'Ibadi", atau 'Ibadur Rahman, keluar ilham syairnya demikian bunyinya,

Satu hal yang amat menambah banggaku dan megahku,

Sehingga serasa berpijak kakiku di atas Bintang Timur.

Ialah Engkau masukkan daku dalam daftar "Hai Hamba-Ku".

Dan Engkau telah jadikan Ahmad menjadi Nabiku.

Akan terasa pulalah oleh kita nikmat menjadi Hamba Allah apabila syarat-syarat dan latihan hidup yang telah digariskan dalam ayat-ayat 'Ibadur Rahman dapat kita kerjakan, setapak demi setapak, selangkah demi selangkah.

Itulah yang menentukan nilai pribadi kita sebagai Muslim.

Ayat 'Ibadur Rahman itulah cita (idea) seorang Mukmin!

Selesai Tafsir Surah al-Furqaan

Pada pagi hari Jum'at,

9 Rabi'ul Akhir 1383 /

30 Agustus 1963.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 393-401, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TENTANG KHUSYU

"Belumkah datang masanya bagi orang-orang yang beriman, bahwa akan khusyu hati mereka mengingat Allah dan apa yang Dia turunkan dari Kebenaran?" (pangkal ayat 16).

Ayat ini berupa pertanyaan, dan pertanyaan itu dihadapkan kepada orang yang telah mengaku beriman sendiri. Hendaknya sesudah kita mengakui diri kita beriman, hendaklah terbukti pada sikap hidup kita sendiri. Terutama bahwa orang yang beriman itu hati mereka selalu khusyu kepada Allah. Di ayat 2 daripada surah al-Anfaal ditunjukkan salah satu tanda bagaimana pengaruh adanya iman itu kepada jiwa dan sikap hidup kita. Dikatakan bahwa orang yang beriman itu, bila disebut orang saja nama Allah, menjadi lintuh hatinya, dan apabila dibacakan orang kepadanya ayat-ayat Allah, imannya pun bertambah, dan dia pun bertambah bertawakkal pula kepada Allah.

Maka apabila kita pertemukan di antara ayat 2 dari surah al-Anfaal ini dengan ayat 16 dari surah al-Hadiid, dapatlah perkabaran dan tanda-tanda di ayat yang pertama dengan ayat 16 dari surah al-Hadiid ini, bukan pertanyaan dari Allah saja, bahkan pertanyaan dari kita sendiri kepada diri sendiri, sudahkah saya ini beriman? Dan kalau belum, bilakah lagi akan saya buktikan?

Khusyu, artinya hati yang rendah dan tunduk kepada Allah, yang insaf akan kerendahan dan kelemahan diri berhadapan dengan kuat kuasanya Allah. Bilakah lagi hati ini akan khusyu apabila mengingat kepada Allah, apabila nama Allah disebut orang, dan bila mendengar orang memberikan pengajaran, apabila mendengar orang membaca Al-Qur'an, adakah hati ini bergetar atau tidak. Dan setelah mendengar itu semuanya, adakah tekad hendak melaksanakan apa yang diperintahkan oleh-Nya?

Menurut keterangan Abdullah bin al-Mubarak yang diterimanya daripada Shalih al-Murri, dan dia ini menerima daripada Qatadah dan Qatadah ini menerima daripada Ibnu Abbas: Pertanyaan ini datang dari Allah setelah 13 tahun masa sejak ayat pertama turun.

Bahkan menurut suatu riwayat dari Abdullah bin Mas'ud, setelah 4 tahun kami menerima Islam, datanglah pertanyaan ayat ini kepada kami.

Yang terpenting sekali dalam ayat ini ialah bahwa ilmu manusia dapat bertambah dan ayat-ayat dapat turun satu ayat, dua ayat dan seterusnya. Namun, suatu hal yang lekas hilang dari sebagian orang Mukmin ialah rasa khusyunya kepada Allah. Syaddad bin Aus mengatakan bahwa dia mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya, yang mula-mula diangkatkan Allah dari hati manusia ialah rasa khusyu itu!"

Selanjutnya Allah berfirman,

"Dan janganlah ada mereka seperti orang-orang yang kedatangan kitab sebelumnya."

Yang dimaksudkan dengan orang-orang yang kedatangan kitab sebelum Al-Qur'an itu ialah orang Yahudi yang kedatangan kitab Taurat yang dibawa Nabi Musa dan orang-orang Nasrani yang kedatangan Injil yang dibawa oleh Nabi Isa al-Masih,

"Maka panjanglah masa yang mereka lalui, maka menjadi kasarlah hati mereka."

Sehingga kitab-kitab yang mulia itu dibaca tiap hari, bahkan dihafal akan artinya, namun tidak ada pengaruh pada hati, sebab hati itu sudah kasar. Kitab sudah lama diterima, namun dia tidak berbekas bagi hati lagi.

"Dan banyak di antara mereka yang fasik." (ujung ayat 16).

Ibnu Katsir dalam tafsirnya memberikan tafsir yang dapat kita renungkan dalam hal ini. Kata beliau, Allah telah melarang orang-orang yang beriman menyerupai orang yang menerima kitab terdahulu dari mereka, yaitu Yahudi dan Nasrani. Setelah lama di antaranya, telah mereka tukar saja kitab yang ada di tangan mereka itu dengan kitab lain, lalu mereka jual dengan harga yang sedikit, sedang kitab yang asli mereka buang jauh. Dan lebih mereka pentingkan pendapat sendiri daripada ayat-ayat yang diturunkan Allah, bahkan mereka tukar, lalu timbul perselisihan di antara satu sama lain, lalu mereka ikutilah pendapat manusia di dalam mempertimbangkan hukum Allah, maka lebih dari itu mereka ambillah pendeta-pendeta mereka dan rahib-rahib mereka menjadi Allah pula di samping Allah. Lantaran itu, hati mereka pun menjadi kusut dan kasar, sehingga mereka tidak mau menerima ganjaran lagi dari yang lain dan tidak ada lagi hati yang lunak untuk menerima peringatan dan pengajaran. Banyaklah di antara mereka yang fasik. Lantaran itu pula, beranilah mereka mengubah-ubah ayat al-Kitab itu atau memberikan tafsiran menurut apa yang enak dalam pikirannya saja.

Hal yang seperti inilah yang diperingatkan dalam ayat ini kepada umat Nabi Muhammad saw. sendiri. Sehingga menurut riwayat, sesudah 13 tahun Al-Qur'an turun, pertanyaan ayat ini sudah datang, belumkah masanya hati akan khusyu mengingat Allah, bahkan Ibnu Mas'ud menerangkan baru 4 tahun kami masuk agama Islam, pertanyaan ini sudah datang kepada kami.

Diterangkan dalam ayat dari hal orang yang menjadi kesat hati mereka, menjadi kasar sikap mereka, padahal mereka patut memahamkannya dengan khusyu.

Al-Qurthubi menjelaskan dalam tafsirnya bahwa begitulah kelakuan dari pendeta-pendeta Nashara yang menguasai kitab-kitab suci itu, sehingga apa yang mereka putuskan itulah yang mesti diterima tidak boleh dibantah lagi.

Akhirnya, kita lihat sendiri timbulnya peperangan di antara pemeluk suatu agama, yaitu Katolik dan Protestan, keduanya mendakwakan dirinya di pihak yang benar, dan lawannya dikafirkan dan dimusuhi dan dibunuh.

Maka sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Katsir tadi, ayat ini adalah memberi ingat kepada umat Muhammad saw. bahwasanya ayat-ayat Allah di dalam Al-Qur'an hendaklah menimbulkan khusyu dan menimbulkan cita-cita yang tinggi hendak mengamalkan isinya, jangan sampai sebagai yang dimisalkan Allah didalam Al-Qur'an, laksana keledai memikul kitab-kitab, bagaimanapun berat yang dipikulnya namun dia tidak tahu akan apa isinya.

Untuk ini teringatlah kita akan riwayat dua orang besar dalam tasawuf Islam. Yaitu Abdullah bin al-Mubarak dan Fudhail bin Iyadh.

Kedua orang ulama dan ahli zuhud yang terkenal dalam Islam ini tersentak hatinya dan sadar akan jalan yang benar karena ayat yang tengah kita tafsirkan ini.

Menulis Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya bahwa menulis Mutharrif Abdurrahman bin Marwan al-Qalanisi, bahwa dia menerima berita daripada Abu Muhammad Hasan bin Rasyid, dan beliau ini menerima daripada Ali bin Ya'qub az-Zayyat, dan dia menerima dari Ibrahim bin Hisyam, dan dia ini menerima dari Zakariya bin Abu Abaan, dan dia menerima dari Laits bin Harits, dan dia menerima dari Hasan bin Dahir bahwa dia ini pernah bertanya kepada Abdullah bin Mubarak apa awal mula maka beliau berubah menjadi seorang yang zuhud.

Lalu Abdullah bin Mubarak menjawab:

"Pada suatu hari, saya bermain-main dengan kawan-kawan dalam satu taman, sedang ketika itu buah-buahan sedang musim dan masak. Kami pun makan dan minum di sana bersenang-senang, sampai hari pun malam dan kami pun mulai tidur. Saya sendiri asyik dengan berkecapi, lalu saya duduk dan memetik kecapi dengan lagu yang asyik. Begitu kami lakukan beberapa malam. Di suatu malam saya lakukan pula demikian, saya ambil kecapi dan saya pun mulai hendak memetiknya sambil bernyanyi. Sedang saya memetik-metik hendak mencari lagu yang cocok dengan jiwa di waktu itu, belum juga dapat, tiba-tiba datanglah seekor burung, hinggap di dekat saya hendak memetik kecapi itu. Dia berbunyi, bernyanyi. Tetapi heran, sebab lagu yang dinyanyikannya itu berbunyi seperti ayat,

"Belumkah datang masanya bagi orang-orang yang beriman, bahwa akan khusyu hati mereka mengingat Allah dan apa yang Dia turunkan dari kebenaran." (al-Hadiid: 16).

Jelas masuk bunyi ayat nyanyian burung itu ke telinga saya, saya pun tercengang dan mengulangi ayat itu kembali, lalu terlompat dari mulut saya, "Memang benar apa yang engkau katakan, demi Allah! Tidak pelak lagi, saya hempaskan kecapi ke batu sampai hancur dan saya pun berdiri meninggalkan tempat itu, menuju kehidupan seperti yang engkau lihat sekarang ini."

Adapun Fudhail bin Iyadh pun hampir serupa pula dengan itu. Dia jatuh cinta kepada seorang perempuan muda, lalu dia berjanji hendak bertemu malam hari. Dalam riwayat al-Qurthubi ini dikisahkan bahwa seketika dia memanjat dinding hendak naik ke rumah perempuan muda itu, tiba-tiba terdengar orang membaca Al-Qur'an, ayat itu juga kebetulan yang dibacanya. Masuk ayat itu memengaruhi hatinya dan dia pun turun, dan mulai hari itu dia tobat. Terus meninggalkan hidup demikian, dan meneruskan perjalanan sampai ke Mekah dan menetap beberapa lama di Baitullah al-Haram.

Beliau termasyhur sebagai seorang ahli tasawuf yang besar, sampai Khalifah Harun ar-Rasyid sendiri datang menziarahinya meminta pelajaran dan fatwanya.

"Ketahuilah olehmu bahwasanya Allah, Dialah yang menghidupkan bumi setelah matinya." (pangkal ayat 17).

Ahli-ahli tafsir pun dapat menguraikannya lebih dalam, bahwasanya hati yang kering tidak mendapat petunjuk, kampung yang gelap karena tidak mendapat hidayah agama, sama juga dengan tanah mati.

Kelak satu waktu bisa saja timbul di sana manusia yang akan membawa petunjuk untuk menunjukkan jalan yang benar, sehingga negeri itu dapat hidup lagi dengan arti yang benar.

"Telah Kami jelaskan kepada kamu ayat-ayat, supaya kamu dapat mempergunakan akal." (ujung ayat 17).

Kita dapat mempergunakan akal, bahwasanya umat manusia yang jarang sekali mendapat petunjuk jalan yang benar, sukar mendapat dakwah yang baik kepada jalan yang benar, sama artinya dengan negeri yang mati.

Penulis melihat sendiri bagaimana subur negeri ketika 15 tahun lamanya negeri kami Sungai Batang Maninjau didiami oleh guru kami yang tercinta dan ayah saya yang mulia Syekh Abdulkarim Amrullah.

Dakwah agama tidak berhenti siang dan malam, rakyat seperti hidup ruhani dan jasmaninya, tanah pun menjadi subur, hasil ladang membawa kemakmuran, orang yang merantau pun mengirimkan belanja ke kampung sehingga tiap-tiap poswesel datang membawa uang.

Sejak tahun 1926 beliau tinggal di kampung dengan pengajian yang ramai, sampai pada tahun 1941 beliau ditangkap dan diasingkan, karena Pemerintah Kolonial Belanda sangat tidak senang melihat pengaruh beliau.

Dalam masa 15 tahun terasalah kesuburan negeri itu, kehidupan ruhani dan jasmani.

Tetapi sejak beliau diasingkan, sampai beliau meninggal Juni 1945 di Jakarta dan sampai sekarang, negeri itu telah sepi, muram tidak bercahaya lagi.

Barulah kelak, entah apabila negeri itu akan hidup kembali sesudah matinya kalau ada lagi orang yang akan timbul mengembalikan kesuburan, sehingga negeri hidup kembali sesudah matinya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 668-671, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

NABI ZAKARIYA

Pada ujung ayat 89, surah al-Anbiyaa' ini kita bertemu pelajaran yang mendalam untuk dijadikan teladan tentang iman Nabi Zakariya.

Ujung dari ayat dan ujung doa Nabi Zakariya ialah,

"Dan Engkau adalah sebaik-baik yang mewarisi." (ujung ayat 89).

Ujung doa ini adalah tawakal yang paling murni dari seorang yang merasa dirinya telah tua, padahal keturunan yang akan mewarisi banyak sedikit harta peninggalan tidak ada.

Diri dirasakan akan punah, pupus tidak ada keturunan.

Tetapi karena ada iman, maka iman itulah yang mengobat hati iba.

Jika aku mati dengan tak ada warisku; maka yang akan menerima pusakaku Tuhanku sendirilah warisku.

Harta benda ini semua dari Dia, bahkan Dia yang empunya, Dia yang sebenar berkuasa atasnya.

Bahkan diriku sendiri pun Dia yang empunya.

Datang dari Dia dan akan kembali kepada-Nya.

Kalau aku mati, artinya datanglah saatnya aku kembali kepada-Nya.

Niscaya harta kepunyaan-Nya yang selama ini diizinkan-Nya aku memakainya, akan kembali pula kepada-Nya, dan Dia pula yang akan menentukan kepada siapa ia akan diserahkan.

Maka Dia yang lebih tahu, lebih pandai menentukan ke mana harta ini kelak akan dibagikan-Nya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 79, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dalam keadaan murni untuk-Nya seluruh agama." (ujung ayat 2).

Artinya ialah bahwa segala kegiatanmu di dalam hidup, yang timbul dari kesadaran jiwamu tidaklah terlepas dari agama. Segala perbuatanmu hendaklah dijadikan pengabdian kepada Allah.

Jangan dicampuri kepada pengabdian yang lain.

Menurut ajaran Islam, segala amal dan usaha kita di dalam hidup ini, tidaklah terlepas daripada pengabdian.

Oleh sebab itu hendaklah dipasang niat yang murni sejak semula.

Karena ibadah, atau pengabdian bukanlah semata-mata shalat atau duduk i'tikaf dalam masjid.

Bahkan ketika petani mengayunkan cangkulnya di ladang, pembajak menghalaukan sapinya di sawah, nelayan melemparkan kailnya di laut, semuanya itu adalah termasuk ibadah kepada Allah, bila sejak semula telah diatur niat melaksanakan perintah Allah asal hidup hendaklah beramal.

Sebab itu maka lanjutan ayat lebih menegaskan lagi,

"Ketahuilah! Hanya untuk Allah agama yang murni." (pangkal ayat 3).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 7-8, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KETURUNAN-KETURUNAN MULIA

Dua kata penting terdapat untuk kita jadikan dasar dalam pendidikan kanak-kanak di dalam ayat ini.

Pertama ialah dari keturunan ayah-bundanya yang saleh sehingga badannya bertambah besar dalam darah keturunan yang baik.

Kedua, perhatian kepada siapa yang mengasuh dan mendidik.

Sehingga, walaupun si anak lepas dari tangan kedua orang tuanya, sebab guru yang menyambutnya pun orang baik maka pertumbuhan jiwa anak itu pun di dalam keadaan baik pula.

Lantaran itu, meskipun orang dan keturunan baik-baik, kalau guru yang mendidik kurang baik, pertumbuhan anak itu pun kurang wajar meskipun dasar ada.

Atau meskipun mendapat guru yang baik, kalau kedua orang tua tidak menjadi dasar tumbuh jiwa kesalehan maka agama anak itu hanyalah sehingga otaknya saja.

Belum tentu tumbuh dari jiwanya.

Sebab itu, syarat utama ialah orang tua yang baik dan pendidik yang baik pula.

Maka, bertambah besarlah Maryam dalam asuhan Zakaria dan ditempatkannya anak gadis kecil itu dalam tempatnya sendiri di mihrab, yaitu ruang yang khas tempat beribadah menurut agama Nabi Musa.

"Tiap-tiap masuk Zakaria ke tempatnya di mihrab, didapatinya ada makanan di sisinya."

Ada setengah tafsir mengatakan bahwa ketika Zakaria masuk, selalu didapatinya ada saja makanan yang cukup untuk Maryam. Yang lebih mengherankan lagi, kata tafsir itu, di musim panas ada saja makanan musim dingin dan di musim dingin ada saja makanan musim panas. Tercengang Zakaria melihat,

Namun, karena penafsiran makanan musim panas ada saja di musim dingin dan makanan musim dingin ada saja di musim panas, meskipun elok bunyinya, tetapi sanad dan dasar riwayatnya kurang kuat, apatah lagi tidak ada penafsiran yang shahih dari Rasulullah saw. tentang hal yang sepenting ini, tidaklah mengapa jika kita turuti sebagaimana bunyi ayat itu saja.

Yakni tiap-tiap Zakaria masuk ke mihrab itu didapatinya sudah ada saja makanan. Padahal Zakaria sendiri kadang-kadang sudah mencarikan makanan buat dia. Ketika ditanya, dia jawab bahwa itu adalah pemberian Allah.

Ibnu Jarir ath-Thabari menerangkan dalam tafsirnya bahwa pada suatu masa Bani Israil ditimpa kesusahan makanan sehingga Zakaria tidak begitu kuat lagi menyediakan makanan Maryam, sehingga diulangi sekali lagi mengundi. Maka, kenalah undian pada seorang tukang batu yang saleh. Maka, selalulah tukang batu itu mengantarkan makanan kepada Maryam sehingga tidak kekurangan makanan. Dapat jugalah kita merasakan bahwa tentu saja banyak orang yang kasih kepada gadis kecil itu sehingga dari mana-mana datang saja orang mengantarkan makanan buat dia, sebab didengar bahwa dia telah membayar nadzar ibunya mengkhidmati rumah suci.

Rezeki yang demikian adalah anugerah Allah yang tidak terkira-kira, yang menurut pepatah "rezeki datang tidak berpintu".

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 622-623, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

DUA ORANG MEMOHON PENYELESAIAN PERKARA

"Berkata dia (Yaitu Nabi Dawud), "Sesungguhnya dia telah menganiaya engkau dengan meminta menggabungkan kambing engkau itu ke dalam kambingnya yang banyak itu."" (pangkal ayat 24).

Lalu Nabi Dawud meneruskan nasihat dan pandangan beliau tentang pergaulan hidup manusia. Kata beliau selanjutnya,

"Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang yang sepergaulan berlaku sewenang-wenang setengah mereka itu kepada yang setengah."

Artinya, pada mulanya pergaulan itu baik-baik saja, aman dan damai. Tetapi kalau sudah ada yang merasa kuat dari yang lain, mulai berangsur yang kuat itu hendak menindas yang lemah.

Untuk mendekatkan perumpamaan ini kepada ingatan kita, ingatlah persamaan kita seluruh bangsa Indonesia pada permulaan perjuangan kemerdekaan.

Orang kota dan orang desa, petani dan saudagar, tentara dan pemuda, yang kaya dan yang miskin, semuanya merasa sama.

Tetapi dari tahun ke tahun, setelah keadaan damai dan tenang, mulailah ada yang lebih kuat menindas yang lemah, yang kaya memamerkan kekayaannya di hadapan yang miskin.

"Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal yang saleh, tetapi amat sedikit orang semacam itu."

Inilah hukum dan hikmah yang dilontarkan Nabi Dawud kepada kedua orang yang berperkara itu. Beliau terangkan secara sejelas-jelasnya, tiada tedeng aling-aling.

Dijelaskannya kepada yang lemah bahwa engkau teraniaya, ditegurnya yang merasa kuat bahwa perbuatan engkau itu salah.

Lalu beliau jelaskan bahwa yang sebaik-baik hidup dalam pergaulan bersama ialah harga-menghargai dengan dasar iman kepada Allah dan beramal saleh, berbuat baik untuk sesama manusia.

Meskipun kecil jumlah orang yang setia memegang pendirian ini, lebih baiklah pegang pendirian orang yang sedikit itu.

Karena keamanan di antara orang sepergaulan, lebih mulia daripada hanya mengumpulkan kekayaan.

Orang-orang yang biasa mengurus suatu perkara, akan dapatlah mengerti bagaimana bersyukurnya Nabi Dawud pada masa itu.

Dan terasa pulalah oleh Nabi Dawud, bahwa orang memanjat dinding ini bukanlah musuh atau bahaya, melainkan nikmat Allah SWT yang datang kepadanya. Sebab pada ayat 20 terdahulu sudah dijelaskan, bahwa dia telah dianugerahi oleh Allah hikmah, yaitu kebijaksanaan memerintah dan kesanggupan memutuskan perkara-perkara yang sulit diputuskan.

Maka mafhumlah Dawud, bahwa Allah SWT sedang mengujinya dan dia lepas dari ujian dengan selamat.

Lalu rukulah dia langsung sujud sekali, alamat bersyukur atas karunia Allah SWT itu dan bertobatlah dia, memohon maaf atas kesalahterimaannya yang mula-mula, yang membuat terkejut.

Maka dianjurkan pulalah kita oleh Nabi kita Muhammad saw. apabila kita membaca surah Shaad ini, bila sampai di akhir ayat 24 ini supaya kita pun bersujud pula kepada Allah SWT, yang disebut sujud syukur dan sujud tilawah.

Bagi Dawud adalah syukur lepas dari ujian, bagi kita ialah sujud tilawah karena memang bunyi ayat membuat kita patut bersujud.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 541-544, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

RATU BALQIS TUNDUK

Ar-Razi dalam tafsirnya lebih condong kepada pendapat bahwa orang itu ialah Nabi Sulaiman sendiri.

Tentang perkataan bahwa singgasana itu akan hadir dalam sekejap mata, menurut ar-Razi itu adalah semata-mata pemakaian bahasa belaka.

Ar-Razi dalam hal ini memegang pendapat dari tafsiran Mujahid.

Dalam pemakaian bahasa kalau orang bercakap misalnya,

"Tunggulah sekejap!" Artinya ialah tidak lama!

Beginilah ucapan Nabi Sulaiman setelah singgasana itu berdiri di hadapannya, yang telah hadir tidak berapa lama sesudah hal itu diperbincangkan.

Menilik isi doa cenderunglah ar-Razi menguatkan bahwa manusia yang diberi ilmu dari al-Kitab itu memang Sulaiman sendiri.

Dia hendak menunjukkan kelak kepada Ratu Balqis itu bahwa dia bukan semata-mata seorang raja, bahkan lebih dari itu dia adalah seorang nabi Allah dan rasul-Nya, yang sewaktu-waktu diberi perbantuan oleh Allah dengan mukjizat.

Setelah dimohonkannya kepada Allah, dalam sekejap mata hadirlah singgasana itu.

Sebab itu dengan sangat terharu dia mengakui bahwa itu adalah semata-mata karunia Allah ke atas dirinya. Kalau dia sendiri, tidaklah akan sanggup mengerjakannya.

Dan patutlah dia bersyukur, dan patutlah dia berterima kasih kepada Ilahi.

Sebab itu mukjizat yang amat luar biasa ini, bahkan dia sendiri pun tercengang, tidak menyangka permohonannya akan terkabul begitu cepat.

Sesungguhnya banyaklah hikmah pelajaran yang dapat dikutip daripada kisah Nabi Sulaiman dengan Ratu perempuan dari Saba' yang tersebut dalam Al-Qur'an surah an-Naml ini.

Terutama pelajaran cara bernegara.

Baik dari perbuatan Nabi Sulaiman sendiri, ataupun dari sikap Ratu Balqis tersebut.

Sayyid Jamaluddin al-Afghani sendiri telah mentafsirkan ayat-ayat tentang Sulaiman dan Balqis ini, seperti yang beliau diktekan kepada muridnya, Muhammad Pasya al-Makhzumi, di Istanbul sekitar tahun 1892 M. (10)

Beliau meneropong ayat-ayat ini dari segi kenegaraan, dan dengan dasar penafsiran beliau itu kita uraikan sedikit panjang.

Ketika membicarakan tentang burung Hud-hud (burung takur) yang melaporkan kepergiannya ke negeri Saba' dan melihat dengan matanya sendiri raja perempuan memerintah. Sayyid jamaluddin menjelaskan bahwa dalam ayat ini kita diberi keterangan bagaimana pentingnya badan penyelidik bagi suatu kerajaan (atau yang kita namai di zaman kita sekarang ini badan intelejen).

Burung Hud-hud adalah anggota intelejen Baginda Sulaiman.

Kemudian Baginda tidak  langsung saja menerima berita itu melainkan Baginda uji dahulu kebenarannya dengan menyuruh si burung sendiri menghantar surat ke sana. Kalau surat itu sampai dengan baik, tandanya berita yang dibawa si burung adalah benar. Kalau tidak, niscaya dia akan dihukum karena membawa laporan palsu.

Tentang bala tentara yang dibagi-bagi (Yuza'uun), ada angkatan manusia, ada angkatan burung-burung dan ada angkatan setan-setan dan jin-jin, itu pun menunjukkan pula bahwa seorang raja besar mesti sanggup mengatur tentaranya demikian rupa. Karena tentara yang teraturlah yang akan membawa kemenangan dalam peperangan.

Yang lebih mengasyikkan lagi ialah kehandalan Ratu Balqis memerintah negerinya.

Terang bahwa Ratu bukanlah hanya semata-mata Ratu perlambang atau pemersatu, sedang kekuasaan hanya di tangan orang besar-besar.

Di ayat-ayat yang menceritakan tentang dirinya itu jelas kelihatan bahwa kekuasaan dipegangnya erat, digenggamnya teguh.

Dia mengajak orang besar-besarnya meminta pikiran mereka dan memeriksai mereka tentang kekuatan negara yang ada.

Dan orang besar-besar pun, dari sebab wibawa ratu yang sangat kuat memberikan keterangan dengan jelas bahwa persediaan untuk perang cukup, namun keputusan adalah di tangan ratu sendiri.

Demikian juga tentang taktik ratu dalam memberikan hadiah untuk Nabi Sulaiman.

Dengan memberikan hadiah, ratu hendak mengetahui apakah yang mengirimkan surat itu semata-mata seorang raja saja, atau seorang nabi.

Kalau dia seorang raja hadiah itu tentu akan diterimanya.

Kalau hadiah diterimanya mudahlah merayunya nanti.

Apatah lagi ratu percaya pula akan kekuasaan lain dalam dirinya di sampingnya sebagai seorang ratu, yaitu bahwa dia perempuan yang cantik!

Dengan kecantikannya kelak dia dapat menaklukkan Sulaiman.

Setelah nyata bahwa Sulaiman menolak hadiah dan mengancam dengan sikap murka, tahulah Balqis bahwa ini memang bukan semata-mata raja; ini adalah memang seorang nabi.

Berperang dengan orang semacam ini percuma.

Sebab dia akan bersedia, "Esa mati, dua menang!"

Apatah lagi setelah dia datang sendiri ke Palestina.

Berkali-kali dia kena catur politik halus Sulaiman, sehingga tiap dicoba, tiap dia yang kalah!

Pertama, singgasananya sendiri telah terlebih dahulu ada di Palestina sebelum dia datang.

Kedua, mahligai tempat dia akan bersemayam disangkanya ada kolam atau tasik di mukanya, rupanya hanya kaca atau kristal. Sedang dia tidak sanggup berbuat seperti itu.

Kekalahan ketiga ialah ketika karena cemas akan basah roknya ketika menyeberangi air, padahal hanya cermin atau kaca, dengan tidak sadar disimbahannya pahanya.

Terbuka paha putih itu di hadapan Sulaiman.

Setelah dia sadar kesalahannya pada etiket itu langsunglah dia mengaku "Islam bersama Sulaiman".

Jadilah Saba' di bawah perlindungan (protektorat) Kerajaan Nabi Sulaiman dan ratunya menjadi salah seorang daripada istri Baginda yang beratus banyaknya itu.

(10) Lihat al-A'mal ul kaamilatu Al-Afganiyyi (Karya-karya yang sempurna dari Jamaluddin al-Afghani), ditulis oleh Muhammad Immarah, Kairo 1968.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 521-526, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Janganlah kamu permudah-mudah saja menyebut "jika Allah menghendaki", padahal kamu sendiri bertahan dalam kesalahan.

Namun, insaflah kamu akan dirimu dan kesalahanmu, supaya jika Allah menghendaki, kamu akan diberi-Nya petunjuk.

Di antara takdir Allah dengan ikhtiar manusia tidaklah boleh dipisahkan.

Kalau tidak demikian niscaya tidak berguna turunnya wahyu dan datangnya Rasul, untuk memberikan petunjuk jalan yang benar yang wajib ditempuh dan yang salah wajib dijauhi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 316, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ALAMAT

Dengan semata-mata melihat gagah pakaian tidaklah menjadi bukti tentang "isi". Ilmu tidak terletak pada pakaian, akal bukan di baju, bijak bukan di sepatu. Orang yang sempurna akal bukanlah disediakan buat menjadi "bintang film". Tidaklah tiap yang putih sudah boleh disebut lilin.

Berkata al-Asma'i,

"Saya lihat di negeri Basrah seorang tua, bajunya indah, sikapnya tangkas dan banyak pengiringnya. Sebab itu terniatlah saya hendak menguji akalnya, lalu saya tanyai, "Siapakah 'gelar' tuan". Dia menjawab, "Gelarku, Abu Abdurrahmanir Rahim Maliki Yaumid Dien!"

Maka kata al-Asma'i,

"Saya tertawa dan tahulah saya tingkat akalnya dan bodohnya, tak dapat dipertahankan oleh pakaian dan pengiring".

Tak ubah dengan orang yang memberi nama si Sutomo, Sukarno, Cokroaminoto, dan Abdul Muis, tetapi tidak diberinya didikan.

Sehingga nama itu terletak di pelembahan.

Ada juga yang sengaja mengubah namanya supaya amat bagus, "Umar bin Abdul Aziz as-Sumathrawi gelar Sultan Jurnalis".

Di sebuah kampung ada seorang perempuan menamai anaknya Mustafa Kemal, karena cita-citanya jika anak itu besar kelak akan menyerupai pahlawan Turki Mustafa Kemal pula. Akan tetapi setelah agak besar anak itu tidak disekolahkannya supaya sesuai dengan namanya, bahkan disuruhnya menggembalakan sapi. Pada suatu hari ketika sapi itu masuk ke ladang orang, ibunya itu memanggil namanya keras-keras, "Mustafa Kemal! Mustafa Kemal!" Orang yang lalu-lalang tentu saja menaruh hormat mendengar nama yang besar itu, tetapi setelah dipanggil berulang-ulang barulah anak itu menjawab, "Apa!" Sekeras-kerasnya pula. Ibunya menjawab pula, "Sapimu telah masuk ke ladang orang!"

Jadi walaupun diberi nama siapa, tidaklah nama itu yang mujarab memperbaiki diri, tetapi dirilah yang akan memperbaiki nama.

Karena cerita itu kita teringat pula suatu cerita lain yang kita dengar dari mulut orang-orang tua, bahwasanya pada suatu hari seseorang menumpang kereta api dari Padang ke Padang Panjang dengan pakaian yang amat gagah. Lebih gagah daripada yang dipakai orang biasa. Memakai dua dasi, dasi panjang dan dasi pendek, bergigi emas, berbaju wol, bersepatu, dan memakai baju hujan, walaupun hari panas, dan di tangannya... sebuah lampu senter, meskipun hari siang terang benderang. Penumpang yang gagah itu membaca surat kabar dengan asyiknya, ditentangnya dengan kacamata yang berpinggir emas itu, tetapi surat-kabar itu terbalik.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 21-22, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

Bersyukurlah kita dan merasa bangga membaca tarikh Beliau saw.

Beliau larang umatnya beribadah melebihi kekuatan, supaya jangan menimbulkan bosan kelaknya, padahal beliau sendiri beribadah selalu lebih dari umatnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 498, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan meniaraplah mereka dengan muka mereka dalam keadaan menangis dan bertambah-tambahlah mereka khusyuk." (QS. Al-Israa' ayat 109).

Sampai dua kali disebutkan orang-orang berpengetahuan, yang amat terharu mendengar Al-Qur'an dibaca, sampai menangis.

Terlebih dahulu telah dijelaskan, yaitu agar dibaca oleh Nabi dengan bertenang. Bacaan yang tenang dan timbul dari hati khusyuk itu berpengaruh ke telinga dan ke hati yang mendengar.

Al-Qur'an artinya bacaan. Tuahnya terletak di caranya membaca.

Bukan saja Nabi yang membaca Al-Qur'an, lantas orang-orang berilmulah tersungkur sujud sampai menangis mendengarkan.

Nabi saw. pernah pula menangis mendengar Abdullah bin Mas'ud membaca Al-Qur'an.

Agama adalah gabungan di antara akal dan perasaan, di antara pikir dan athifah di antara rasio dan gevoel.

Al-Qur'an telah menggabungkan di antara keduanya.

Itu sebabnya orang tua-tua kita sejak dahulu kala, amat mementingkan mengajarkan membaca Al-Qur'an kepada anak-anak, dari masa kecil.

Betapa pun hebat pergolakan zaman, apabila di suatu kampung kita masih mendengar anak-anak mengaji Al-Qur'an, alamat Islam masih ada di sana.

Meskipun kita ini bukan orang Arab, dalam hal membaca Al-Qur'an lidah kita sama saja dengan lidah orang Arab.

Bagi bangsa Arab sendiri tentu saja bahasa Arab kebangsaannya.

Tetapi bagi seluruh Muslim adalah dia bahasa agamanya, bahasa pusaka Nabinya.

Kalau sudah mulai ada bibit dalam dadanya kurang suka kepada bahasa Al-Qur'an, pasti bahwa pendidikan yang diterimanya di waktu kecil ialah dari orang lain yang tidak menyukai Islam.

Ulama-ulama pecinta Al-Qur'an sengaja menyusun suatu ilmu bernama ilmu tajwid untuk membetulkan lidah membaca Al-Qur'an.

Pada satu hari di Tahun 1939, pengarang Tafsir ini bersama saudara H. Muhammad Yunus Anis (Jogjakarta) diberi kesempatan datang menghadap (menjunjung duli) Sri Sulthan Deli yang masih dalam zaman gemilangnya.

Kami datang mempersembahkan maksud Muhammadiyah hendak mengadakan muktamar, memohon restu baginda dan agar hilanglah kiranya syak-wasangka kedua belah pihak.

Sebab walaupun bagaimana tekanan zaman penjajahan itu, baginda tetaplah seorang Sulthan yang memerintah dengan dasar Islam.

Baginda telah menerima dan menyambut kami dengan budi bahasa yang halus, sebagaimana layaknya bagi seorang raja.

Maka sedang kami asyik memberikan keterangan tentang cita-cita Muhammadiyah dan menjawab pertanyaan yang baginda kemukakan, yang ketika itu hari kira-kira pukul 10 menjelang tengah hari, kedengaranlah di tingkat atas, dari ruang sebelah utara Istana Maimun di kala megahnya itu suara yang merdu merayu dari kanak-kanak di bawah-bawah umur membaca Al-Qur'an dengan tafsirnya.

Kadang-kadang ditegurlah bacaan anak-anak itu, yang salah makhrajnya, oleh gurunya.

Gurunya itu rupanya perempuan yang telah mulai tua. Diperbaikinya dan dibacakannya bacaan yang betul.

Kami terhenti bercakap dengan Sri Sultan tertegun mendengarkan suara itu.

Sulthan pun rupanya mengerti, lalu menitahkanlah baginda, "Istriku sedang mengajar cucu-cucu kami mengaji. Waktu-waktu begini mereka mengaji agak sejam."

Suara kanak-kanak mengaji di dalam istana itu meninggalkan kesan yang dalam sekali di hati kami.

Memanglah penting bimbingan membaca Al-Qur'an itu bagi kanak-kanak sementara lidah mereka masih lunak.

Besar pengaruhnya menanamkan benih iman dalam hati mereka.

Bagaimanapun keadaan hidup yang akan ditempuhnya kelak setelah dewasa, namun tempatnya kembali, tempatnya tobat telah ditanamkan dalam dirinya sejak dia masih kecil.

Baik di gubuk, atau di dangau sawah, atau di istana.

Tersungkur sujud, keluar air mata, bila ada orang yang tahu dan yang ada perasaan halus mendengar Al-Qur'an.

Apatah lagi jika tahu pula arti yang terkandung di dalamnya.

Di dalam ayat 109 dikatakan "meniaraplah mereka dalam keadaan menangis."

Sebab itu bacalah Al-Qur'an dengan suara merdu, sayu, dan rindu. Hiasi dia dengan suaramu.

Sehingga Imam Ghazali di dalam Ihya' Ulumuddin menyatakan bahwa setengah daripada adab sopan santun membaca Al-Qur'an ialah dengan berurai air mata.

Bersabda Nabi saw.,

"Bacalah Al-Qur'an dan menangislah. Kalau tidak juga menangis, bikin diri menangis." (HR. Ibnu Majah).

Dan Imam Syafi'i menyatakan sunnatlah sujud tilawah apabila membaca sampai di ayat ini.

Ibnu Abbas menjelaskan pula,

"Jangan terburu sujud, menangislah dahulu. Kalau air mata tak berair karena tangis mata tak ada, menangislah hati. Untuk menimbulkan tangis, sedihkanlah hati. Dan untuk menimbulkan sedih, ingatlah ancaman yang ada di dalamnya, ingat janji-janji yang telah engkau ikat dengan Allah, dan ingat pula kelalaian dan ketafsiran sia-siamu dalam hidup, membuang waktu percuma. Dan kalau sudah sampai demikian tidak juga timbul duka cita dan sedih, sehingga hati tak tergerak dan mata pun tak berair, lebih tangisilah dirimu. Sebab perasaanmu itu benarlah yang telah kasar. ltulah musibah dan bencana yang paling besar yang telah menimpa dirimu."

Demikian Imam Ghazali menulis di dalam kitab Ihya-nya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 346-347, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BERLINDUNG DARI PENGARUH SETAN

"Maka apabila engkau membaca Al-Qur'an, berlindunglah engkau kepada Allah, dari setan yang terkutuk." (ayat 98).

Apabila akan memulai membaca Al-Qur'an, berlindunglah kepada Allah dari setan yang terkutuk, jangan sampai perhatian kita yang sedang dihadapkan kepada kalam Ilahi diganggu oleh perasaan lain, yang bukan-bukan, yang selalu diganggukan kepada kita oleh setan.

Maka bacalah sebelum membaca Bismillahirrahmanirrahim,

"Berlindunglah aku kepada Allah, daripada setan terkutuk."

Semata-mata membaca Al-Qur'an saja, untuk memfasihkan lidah, membetulkan makhraj hurufnya, tidaklah dia akan berkesan kepada jiwa kita, kalau ketika membaca perhatian tiada tumpah kepadanya.

Sebab itu maka tidaklah satu kemegahan kalau kita misalnya dalam sehari semalam dapat mengkhatamkan Al-Qur'an sekali atau dua kali,

Karena bertambah kerapkali khatamnya, bertambah nyata bahwa sudah terlalu cepat kita membaca,

Sehingga hanya lidah yang membaca dan perhatian tidak tertuju kepada isinya.

Sedang lidah menyebut Al-Qur'an, tetapi hati tidak bertali dengan lidah,

Maka hati yang kosong itu bisa diisi oleh setan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 216, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan dengan kedua ibu-bapak hendakIah berbuat baik."

Setelah tegak pokok kepercayaan yang pertama, yaitu tidak mempersekutukan yang lain dengan Allah, menyusullah kewajiban yang kedua, yaitu berbuat baik, berkhidmat dan menghormati kedua ibu-bapak.

Jangan mengecewakan hati mereka, jangan durhaka kepada keduanya.

Karena, kalau sudah durhaka, nyatalah kamu menjadi seorang yang rendah budi, rusak akhlak, tidak membalas guna sehingga berkata "uffin" saja, yang berarti "cis" atau "ah" lagi terlarang dan haram, apalagi perbuatan-perbuatan lain yang dapat mengecewakan hati keduanya.

Adakah patut dari kecil engkau dibesarkan, dibelai dan diasuh, nyamuk seekor pun mereka halau asalkan matamu dapat tertidur.

Pada siang hari ayahmu berusaha bermandi keringat untuk mencarikan makanmu, adakah patut ayah bundamu itu kamu sanggah?

Demikian istimewa Allah menyuruh orang menghormati dan memuliakan ayah bundanya dan mensyukuri jasa mereka sehingga di dalam surah Luqman ayat 14,

"Hendaklah engkau bersyukur kepada-Ku dan kepada dua ibu-bapak engkau."

Dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari, Muslim, an-Nasa'i, dan Tirmidzi dari Abdullah bin Mas'ud bahwa Abdullah bin Mas'ud itu pernah bertanya kepada Rasulullah saw.,

"Apakah amalan yang paling utama?" Maka Rasulullah saw. menjawab, "Shalat di awal waktunya." Kemudian aku bertanya pula, "Kemudian itu apa lagi?" Beliau menjawab, "Berbuat kebajikan kepada ibu-bapak." Kemudian aku tanyakan pula, "Sesudah itu apa lagi?" Beliau Rasulullah saw. menjawab, "Berjihad pada jalan Allah."

Dari hadits tersebut dapatlah kita melihat betapa mulia dan pentingnya berkhidmat kepada ibu-bapak sehingga lebih pertama dan utama dibandingkan jihad fi sabilillah, padahal jihad adalah keperluan untuk agama dan masyarakat.

Dan memang tersebut pula dalam hadits yang lain bahwa seorang pemuda yang ingin pergi berjihad, berperang di jalan Allah disuruh pulang kembali oleh Rasulullah saw. sebab ternyata ayah bundanya sakit-sakit, tidak ada orang lain yang dapat menyelenggarakan.

Bahkan oleh setengah ulama dikatakan, hendaklah anak itu membuat dirinya laksana hamba sahaya jika dia berhadapan dengan ayah bundanya.

Namun, ijtihad ulama yang seperti ini haruslah diterima oleh orang tua dengan hati-hati.

Sebab, banyak juga orang tua yang bersifat diktator kepada anaknya karena pendapat ulama yang begini sehingga banyak kita lihat di negeri Mekah sendiri karena pengaruh pendapat begini, orang tua yang menangani anaknya dengan kejam, menyepak, menerjang sehingga tertekan benar jiwa kanak-kanak itu.

Dan, terkadang karena mendapat hak yang luas ini ada pula orang tua yang memaksa anak gadisnya kawin dengan laki-laki yang dipilihnya sendiri, tidak peduli anak itu suka atau tidak, dengan tidak memikirkan sedikit juga perasaan dari anak itu.

Yang benar ialah ayah bunda memberikan didikan kepada anak-anaknya dengan cara sikap hidupnya sendiri.

Yaitu, sikap hidup yang menimbulkan hormat (respect) dan rasa cinta.

Ayah bunda dalam rumah tangga menurut ilmu jiwa pendidikan ialah lingkungan pertama yang didapati oleh seorang anak ketika dia lahir ke dunia.

Pada waktu kecil itu, bagi seorang anak, ayahnya adalah hero atau pahlawan yang tidak pernah salah.

Penghargaan yang tadinya demikian tinggi bisa hancur apabila dilihatnya hanya contoh buruk saja yang tampak dari ayahnya atau dari bundanya.

Alangkah payah bagi seorang ayah atau bagi seorang ibu, akan menyuruh putranya shalat, kalau dia sendiri tidak mau mengerjakan hal itu.

Anak-anak di zaman modern patah arang dengan kedua orang tuanya karena mereka tidak memberinya harapan, tidak memberi contoh tentang ibu yang baik. Adapun ayah hanya pulang sekali-sekali atau larut malam, sedangkan ibu pergi pula keluar.

Oleh karena itu, siapa yang akan melarang kalau si anak pun keluar pula dari rumah untuk menghilangkan kesepiannya?

Dalam ayat ini perintah ditekankan kepada anak supaya menghormati kedua orang tua.

Agama Islam telah memberikan tuntunan menghormati orang tua itu dengan jelas, baik dalam Al-Qur'an maupun dalam Sunnah Nabi saw.

Telah banyak bertemu ayat hormat anak kepada kedua orang tua sebelum ayat ini dan nanti seterusnya akan ada pula.

Di samping orang tua meminta haknya untuk dihormati, lanjutan ayat memberi ingat pula kepada orang tua agar jangan membunuh anak karena takut miskin.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 319-320, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Yang paling baik bagi keselamatan rumah tangga ialah bertukar pikiran.

Terutama dalam hal yang akan menambah faedah perempuan dalam pekerjaannya dan akan menimbulkan berani hati laki-laki dalam perjuangannya.

Kalau si suami memaksakan pendiriannya sendiri saja, atau si istri berbuat semaunya saja, bersikap tidak peduli pada suami, akan runtuhlah tonggak-tonggak kepercayaan yang ditegakkan selama ini.

Akhirnya, apabila saling percaya tidak ada lagi, rasa benci pun berangsurlah datang.

Si suami mencari jalan lain agar lekas terlepas, dan si istri mencari dalih pula supaya bebas dari kungkungan.

Kata sebagian orang, kalau si suami mau bertukar pikiran dengan istrinya, sehingga ada pendapatnya itu yang bertambah oleh istri, alamat pergaulan akan renggang, budi buruk kaum laki-laki akan dapat oleh perempuan.

Persangkaan itu salah, dan amat salah pula laki-laki yang mencoba berlaku seolah-olah dirinya seperti malaikat di hadapan istrinya, bahwa pikirannya senantiasa benar dan apa yang diputuskannya tidak ada yang salah.

Padahal satu atau dua kali, langkah laki-laki akan salah dan terdorong juga karena dia manusia.

Dan istri itu bukan orang lain, dia serumah dengan laki-laki, jantung hati laki-laki, yang tahu akan keadaan suaminya dari dekat.

Tentu orang yang merupakan dirinya sebagai malaikat itu, kelak akan terbuka rahasianya, bahwa dia hanya seorang manusia biasa saja.

Yang sebaik-baik laki-laki ialah yang "buka kartu".

Ada, katakan ada.

Tidak, katakan tidak.

Lemah, katakan lemah.

Karena pada suatu waktu ada pula suatu kekuatan yang ada pada perempuan dan tidak ada pada laki-laki.

Bahkan kadang-kadang laki-laki itu tak ubahnya dengan "anak kecil", meskipun rambutnya telah beruban.

Kalau pergaulan telah keruh dan antara sesama warga saling caci maki, kadang main tangan main kaki, hancurlah rumah tangga.

Meskipun suami istri itu tidak bercerai dan masih tetap bergaul, namun rumah mereka telah sempit, hawanya gelap udaranya pengap dan "megap-megap", sebab nikmat telah dicabut Tuhan dari dalamnya.

Sedangkan dengan orang lain bermaki-makian adalah buruk, apalagi dalam rumah sendiri.

Apabila ayah dan ibu telah terbiasa bermulut kasar, akan memindah kekasaran itu kepada anak-anak.

Anak-anak itu akan kasar pula budinya, kasar tutur sapanya.

Kalau telinga ayah dan ibu sakit mendengarkan mulut anaknya yang kotor, ketahuilah bahwa kepandaian itu bukanlah dipelajarinya dari orang lain, tetapi dari gurunya siang dan malam, yaitu ayah dan ibunya sendiri.

(Buya HAMKA, Lembaga Hidup: lkhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 251, Republika Penerbit, 2015).

"Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki ...." (asy-Syuuraa: 49-50).

Meskipun ayat itu telah saya terangkan dengan sesungguh hati, istri saya masih belum berhenti menangis.

Ketika saat ini saya diskusikan dengan keluarga saya sendiri, terutama ayah saya yang aktif sejak mudanya di Muhammadiyah, saya beliau salahkan.

Beliau memberikan kesan seakan-akan kurang yakin dengan ayat itu. Beliau menyuruhku memeriksakan ia kepada dokter. Untuk itu saya meminta nasihat Pimpinan Panjimas.

A.K. Ujung Pandang

Jawaban (Ringkasan).

Sebagai penutup, kami berikan "resep" untuk menghadapi kemungkinan jika Allah memang menakdirkan kalian suami istri tidak akan memiliki anak selamanya.

Pimpinan majalah ini bersahabat dengan seorang yang berasal dari daerah Saudara juga (Sulawesi Selatan) sejak 45 tahun yang lalu.

Sahabat itu pun ditakdirkan Allah hanya sekali dianugerahi seorang anak, tetapi meninggal pada waktu kecil.

Sesudah itu tidak diberi Allah lagi, sampai sudah lebih 50 tahun mereka kawin.

Namun, rumah tangga mereka tetap bahagia, tetap gembira, dan tetap makmur sebab suami istri itu mempunyai "hobby" membesarkan anak-anak orang lain yang tidak mampu.

Kalau anak-anak itu sudah besar dan dewasa, ia kawinkan.

Kepada kami, ia tunjukkan sebuah bilik "pengantin" bagi anak-anak yang telah dikawinkan itu seraya berkata, "Bilik ini telah 16 kali menerima pengantin."

Lain dari itu, sahabat itu pun terkenal karena kesukaan membangun masjid, membangun sekolah, dan memberikan pertolongan yang lain.

Hati dan jiwanya besar selalu.

"Anakku banyak," katanya dengan bangga dan syukur.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 194, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Beristri jangan dipermudah, sekali kalau telah diikatkan ijab kabul, berharaplah supaya hanya tembilang dan linggis penggali kubur saja yang memisahkannya.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 286-287, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Ada orang yang memberi mereka segera agar meminta nasihat kepada saya, sebelum iddah si istri habis. Mereka berangkat dengan kapal terbang dari tempat tinggal mereka menuju Jakarta menemui saya.

"Sudah berapa lama kejadian itu?", tanya saya.

"Belum cukup sebulan, Abuya."

Sekarang juga engkau ucapkan lafal rujuk kepada istrimu saya jadi saksinya.

Talak yang engkau jatuhkan itu namanya Talak Bid'ah.

Karena pada zaman Nabi orang tidak memborongkan talaknya sekali jatuh.

Ketika akan pulang, si "suami" bertanya, berapa tarifnya yang mesti saya bayar.

Pulanglah esok dengan segera ke kampung halamanmu, anak-anak kalian gelisah menunggu.

Lain kali jangan main borong-borong begitu.

Ingat beras tiga gantang, tinggal dua gantang lagi.

Hati-hati.

Namun, jangan kamu hinakan pula saya dengan menanyakan "berapa bayar."

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 218, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

SIKAP HIDUP

"Dan janganlah engkau palingkan muka engkau dari manusia." (pangkal ayat 18).

Ini adalah termasuk budi pekerti, sopan santun dan akhlak yang tertinggi.

Yaitu kalau sedang bercakap berhadap-hadapan dengan seseorang, hadapkanlah muka engkau kepadanya.

Menghadapkan muka adalah tanda dari menghadapkan hati.

Dengarkanlah dia bercakap, simakkan baik-baik.

Kalau engkau bercakap dengan seseorang, padahal mukamu engkau hadapkan ke jurusan lain, akan tersinggunglah perasaannya.

Dirinya tidak dihargai, perkataannya tidak sempurna didengarkan.

Dalam bersalam mula bertemu, apatah lagi bersalam dengan orang banyak berganti-ganti, ketika berjabat tangan itu, tengoklah matanya dengan gembira.

Hatinya akan besar dan silaturahim akan teguh.

Apatah lagi kalau namanya tetap diingat dan disebut.

Ibnu Abbas menjelaskan tafsir ayat ini, "Jangan takabur dan memandang hina hamba Allah, dan jangan engkau palingkan muka engkau ke tempat lain ketika bercakap dengan dia."

Demikian juga penafsiran dari Ikrimah, Mujahid, Yazid bin al-Asham, dan Said bin Jubair.

"Dan janganlah berjalan di muka bumi dengan congkak."

Mengangkat diri, sombong, mentang-mentang kaya, mentang-mentang gagah, mentang-mentang dianggap jagoan, mentang-mentang berpangkat, dan sebagainya.

"Sesungguhnya Allah tidaklah menyukai tiap-tiap yang sombong membanggakan diri." (ujung ayat 18).

Congkak, sombong, takabur, membanggakan diri, semuanya itu menurut penyelidikan ilmu jiwa, terbitnya ialah dari sebab ada perasaan, bahwa diri itu sebenarnya tidak begitu tinggi harganya.

Di angkat-angkat ke atas, ditonjol-tonjolkan karena di dalam lubuk jiwa terasa, bahwa diri itu memang rendah atau tidak kelihatan.

Dia hendak meminta perhatian orang. Sebab merasa tidak diperhatikan.

Dikaji dari segi iman, nyatalah bahwa iman orang itu masih cacat.

Sebuah hadits marfu' diterima oleh Alqamah dari Abdullah bin Mas'ud, 

"Tidaklah masuk ke dalam surga barangsiapa yang ada dalam hatinya sebesar zarrah dari ketakaburan, dan tidaklah masuk ke dalam neraka barangsiapa yang ada dalam hatinya sebesar zarrah dari iman."

"Dan sederhanakanlah dalam berjalan." (pangkal ayat 19).

Jangan cepat mendorong-dorong, takut kalau-kalau lekas payah. Jangan lambat tertegun-tegun, sebab itu membawa malas dan membuang waktu di jalan, bersikaplah sederhana.

"Dan Iunakkanlah suara."

Jangan bersuara keras tidak sepadan dengan yang hadir. Apatah lagi jika bergaul dengan orang ramai di tempat umum.

Orang yang tidak tahu sopan santun lupa, bahwa di tempat itu bukanlah dia berdua dengan temannya itu saja yang duduk.

Lalu dia bersuara keras-keras. 

"Sesungguhnya yang seburuk-buruk suara, ialah suara keledai." (ujung ayat 19).

Mujahid berkata, "Memang suara keledai itu jelek sekali. Maka orang yang bersuara keras, menghardik-hardik, sampai seperti akan pecah kerongkongannya, suaranya jadi terbalik, menyerupai suara keledai, tidak enak didengar. Dan dia pun tidak disukai oleh Allah SWT."

Sebab itu tidak ada salahnya jika orang bercakap yang lemah lembut, dikeraskan hanyalah ketika dipakai hendak mengerahkan orang banyak kepada suatu pekerjaan besar.

Atau seumpama seorang komandan peperangan ketika mengerahkan prajuritnya tampil ke medan perang.

Dari ayat ini dan ayat 2 dari surah al-Hujuraat jelaslah bahwa agama pun menuntun orang yang beriman supaya memakai suara pun dengan beradab sopan santun juga.

Di hadapan Nabi tidak boleh mengangkat suara tinggi sehingga melebihi tinggi suara Nabi dan dalam pergaulan umum disuruh mengendalikan diri dalam memakai suara.

Ayat ini pun memberi pimpinan bagi kita agar bersikap halus, bersuara lemah lembut, sehingga bunyi suara itu pun menarik orang untuk memerhatikan apa yang dikatakan.

Misalnya dengan memakai kata-kata yang bersopan, yang fasih dan menimbulkan daya tarik.

Mubaligh-mubaligh dan ahli-ahli dakwah perlu sekali memerhatikan ini.

Adab sopan santun dalam pergaulan diperingatkan pula, jangan memalingkan muka dari manusia, hadapi orang dengan sepenuh hati.

Jangan berjalan dengan sombong di muka bumi.

Bertindaklah dengan serba sederhana, jangan kesusu dan jangan lamban, dan suara hendaklah dilunakkan.

Karena kalau pribadi sudah mempunyai wibawa, walaupun dengan kata-kata yang lunak, niscaya akan didengar orang juga.

Semuanya ini adalah akhlak, menyuruh orang rendah hati tinggi cita-cita.

Bukan rendah diri sehingga hina.

Dan bukan pula melambung ke atas berlebih dari ukuran diri yang sebenarnya.

Pernah Luqman berwasiat kepada anaknya,

"Wahai anakku! Butir kata yang berisi hikmah dapat menjadikan orang miskin dimuliakan seperti raja."

Dan banyak lagi kata-kata hikmah Luqman yang lain, sampai tersebut juga dalam hadits. Misalnya hadits Thabrani mengatakan tiga orang Sudan jadi penghulu ahli surga, "Luqman al-Hakim, Najasyi, dan Bilal al-Muadzin."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 102-104, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan janganlah kamu mengangan-angan apa yang telah dikuniakan Allah kepada sebagian kamu, berlebih dari yang sebagian." (pangkal ayat 32).

Di dalam ayat bertemu kata Ia tatamannau, dari pokok kata tamaniy, yaitu mengangan-angan atau berkhayal memikirkan kelebihan orang lain, kekayaan orang, ketinggian yang dicapainya.

Angan-angan adalah memikirkan hal yang diri sendiri sukar mencapainya.

Maka akibat dari angan-angan yang demikian ialah timbulnya dengki dan iri hati kepada orang yang mendapat kelebihan itu.

Itulah sebabnya Ibnu Abbas di dalam tafsirnya langsung saja memberi arti tamaniy (angan-angan) dengan hasad; tegasnya dengki!

Berkata Ibnu Abbas seketika menafsirkan ayat ini,

"Janganlah kamu berkata, wahai kiranya aku akan diberi pula harta banyak, nikmat banyak dan istri cantik seperti si fulan itu."

Ibnul Atsir berkata,

"Berangan-angan ialah keinginan hendak mendapat apa yang diingini, sebagai suatu keluhan jiwa."

Di dalam ayat ini ditegaskan bahwa yang menimbulkan angan-angan yang tidak-tidak itu ialah lantaran melihat kelebihan yang diberikan Allah kepada orang lain.

Sebab memang setengah kamu ada beberapa kelebihan dari yang setengah.

Apabila seseorang telah silau karena melihat kelebihan yang ada pada orang lain, dia akan ditimpa oleh satu penyakit dalam jiwanya sendiri, di antaranya ialah penyakit hasad, benci, umpat, mengomel, baik kepada orang yang diberi Allah kelebihan itu maupun kepada Allah.

Lantaran dia telah menghabiskan waktu di dalam berangan-angan, ber-tamaniy, dia pun lalai menyelidiki dalam dirinya sendiri (yang tentu ada pula kelebihan pada dirinya) kalau dia pandai memupuknya.

Berangan-angan menyebabkan jiwa dia lebih banyak berkhayal daripada bekerja.

Lebih banyak mengeluh melihat kelebihan orang lain sehingga dirinya sendiri jadi rendah.

Padahal kalau dicarinya, niscaya dia akan bertemu di dalam dirinya itu suatu kelebihan yang diberikan pula oleh Allah.

Manusia tak ubahnya dengan batu permata mahal yang disimpan Allah, terpendam di dalam bumi. Baru akan nyata cahayanya jika telah digosok dengan baik.

Sambungan ayat menegaskan lagi,

"Bagi laki-laki akan ada bagian dari apa yang mereka usahakan."

Artinya, kepada semua orang laki-laki telah disediakan Allah pembagian dan pembagian itu akan didapatnya menurut usahanya.

Perempuan-perempuan pun demikian pula.

Untuk masing-masing perempuan telah disediakan Allah pembagian, yang akan didapatnya pembagian itu asal diusahakannya.

Tetapi kalau tidak diusahakan pembagian itu tidak akan diberikan. Dengan hanya berangan-angan, pembagian akan tetap jauh!

Pembagian yang akan didapat lantaran diusahakan itu ialah dalam rangka tugas diri dan pembagian kerja yang telah ditentukan oleh Allah.

Perempuan disuruh berusaha, sebagaimana laki-laki disuruh berusaha, masing-masing dalam bidangnya.

Kita misalkan seorang laki-laki jaya dalam usahanya karena bekerja keras keluar rumah, maka kejayaan itu akan sempurna jika perempuan atau istri yang ada dalam rumah tangga yang telah mereka bangunkan berdua, tahu pula akan kewajibannya sebagai istri.

Suami bertanggung jawab keluar, istri bertanggung jawab di garis belakang.

Pekerjaan laki-laki yang kasar-kasar dan berat-berat, sedang pekerjaan perempuan halus dan rumit.

Pekerjaan kasar laki-laki itu tidak akan dapat dilaksanakan oleh perempuan dan pekerjaan halus perempuan tidak akan dapat dilaksanakan oleh laki-laki.

Imbangan yang berat kasar dengan yang ringan halus, itulah keharmonisan rumah tangga.

Tak usah si perempuan mengeluh dan berangan-angan supaya dia jadi laki-laki, supaya terlepas dari kewajiban mengandung anak, menyusukan, dan mengasuh.

Seorang laki-laki pun tidak usah mengeluh karena berat tugasnya, lalu ingin sebagai perempuan.

Kalau ditilik dengan saksama, kebanyakan perempuanlah yang kerap kali mengeluh dan merasakan bahwa kewajibannya yang terbesar dan haknya kurang, lalu dia hendak berlari mengejar ke tengah jalan raya, hendak hidup sebagai laki-laki.

Apabila angan-angannya itu diperturutkan, kacaulah susunan dunia ini.

Ini adalah gelombang angan-angan yang menyerang perempuan dan laki-laki.

Di samping perempuan berangan-angan karena melihat kelebihan laki-laki, ada lagi orang laki-laki sendiri tenggelam dalam angan-angan karena melihat kelebihan perempuan.

Misalnya seorang petani yang payah bertanam padi di desa berangan-angan dan iri hati melihat orang kota tidak payah bertani, hanya menerima beras yang telah ditumbuk saja.

Karena angan-angan orang petani yang demikian, niscaya timbullah urbanisasi orang kampung hendak ke kota semua, akhirnya kampung-kampung dan desa jadi lengang.

Akhirnya semua lapar karena tidak ada pertanian lagi. 

Melihat orang mendapat kekayaan besar atau pangkat yang tinggi, janganlah orang yang tidak mendapat kekayaan atau pangkat itu berangan-angan.

Sebab angan-angan akan menimbulkan iri hati.

Iri hati akan mengganggu jiwa.

Jika jiwa telah terganggu, usaha pun akan terbengkalai.

Kalau usaha telah terbengkalai, bagian yang telah disediakan Allah dalam diri sendiri karena diusahakan, tidaklah akan didapat.

Yang penting ialah supaya semua manusia, baik laki-laki maupun perempuan, berusaha dan yakin bahwa asal dia berusaha, dia mesti mendapat bagian sekadar usahanya, bagian yang pantas diterimanya.

Kita harus tahu bahwasanya kaya atau miskin, berpangkat tinggi atau menjadi rakyat jelata dalam barisan orang banyak, semuanya itu hanyalah pembagian pekerjaan yang telah ditentukan Allah, dan semua pun ada akibat dan risiko.

Semua pun ada tanggung jawabnya dan tidak lepas dari kesukaran-kesukarannya.

Hal ihwal yang kelihatan megah dari luar sehingga menimbulkan iri hati orang yang melihat, kalau orang yang melihat dari jauh itu mengalami pula, dia akan tahu betapa pahit getir yang diderita lantaran kedudukan.

Sebab itu datanglah tuntunan hidup dari Allah pada ayat ini, bahwasanya Allah akan memberikan pembagian untuk masing-masing manusia.

Baik dia laki-laki maupun perempuan, asal berusaha.

Usaha bukanlah bermenung, bukan berangan-angan dan bukan iri hati.

Termasuk juga dalam hal ini mengangan-angan orang yang tidak-tidak, yang tak mungkin, misalnya awak buruk ingin jadi rancak (cantik).

Atau awak tidak cukup pengetahuan, lalu berangan-angan hendak jadi profesor.

Padahal manusia tidaklah bisa mengubah bentuk mukanya, tetapi kalau dia mau, dia pun sanggup mempercantik budinya.

Lantaran itu, ayat ini menuntun agar manusia menghadapkan tujuannya pada apa yang dapat diusahakan yang sepadan dengan bakat persediaan dirinya dan jangan menerawang langit dengan angan-angan yang tidak-tidak.

Beberapa nama orang besar-besar dalam Islam tercantum dalam sejarah, baik dalam ilmu fiqih atau ilmu tasawuf atau filsafat.

Mereka tidak malu-malu mencantumkan nama usahanya atau dia dari keturunan apa.

Kita dapati nama an-Najjar (tukang batu), aI-Khasysyab (tukang jual kayu untuk perumahan), ad-Dabbagh (tukang samak kulit), aI-Haddad (tukang besi), aI-Khayyath (tukang jahit), ad-Daqqaq (tukang tepung), dan lain-lain.

Ingatlah nama Omar Khayam (Umar al-Khayyam) artinya tukang membuat tenda (kemah).

Ingatlah nama Imam Ghazali, yang setengah ahli membacanya al-Ghazzali, artinya tukang tenun kain atau keturunan tukang tenun kain.

Nama-nama itu bersua dalam kitab-kitab agama, sebagai orang yang patut diikut, tidak dalam fiqih atau tasawuf atau filsafat.

Ini adalah pengaruh ayat yang tengah kita tafsirkan ini.

Yaitu bahwa mereka tidak bermenung berangan-angan, melainkan menerima dengan ridha apakah kasab atau usaha yang telah terwajab dalam kehidupan mereka.

Lalu dalam lanjutan ayat,

"Dan mohonkanIah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya."

Artinya mohonkanlah kekuatan dan pertolongan Allah sehingga kasab atau usaha itu berhasil dan jaya sehingga tidak ada waktu lagi buat berangan-angan.

Sebab seorang tukang kayu atau tukang jahit (al-Khasysyab dan al-Khayyath) yang bekerja dengan sungguh-sungguh dan jujur lebih mulia daripada seorang berpangkat tinggi dan menegakkan pangkatnya dengan kezaliman atau seorang kaya yang mendapat kekayaannya dengan memeras keringat dan air mata si miskin.

Ayat ini menunjukkan dengan jelas bahwa yang diperintah berusaha atau kasab bukanlah laki-laki saja, perempuan-perempuan harus berusaha, dan dia akan mendapat bagian dari usahanya.

Tetapi hendaklah diingat di lapangan mana perempuan hendaknya berusaha itu.

Jangan sampai sebagaimana bangsa Barat di zaman industrialisasi sekarang ini.

Pekerjaan laki-laki direbut oleh perempuan.

Sampai menjadi kapten kapal, sampai jadi supir truk.

Kaum kapitalis memberikan upah yang murah bagi perempuan dan kaum laki-laki mulai mengenal pengangguran!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 270-272, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

DAKWAH

Perhatikan pula sekali lagi hubungan ayat 33 ini dengan ayat 30. Yaitu bahwa hendaklah terlebih dahulu seorang yang hendak melakukan dakwah memperteguh diri, memperkuat pendirian, tidak berganjak walau setapak dari aqidah yang telah diyakini. Karena keteguhan hati dan istiqamah itu akan menghilangkan rasa takut menghadapi bahaya dan menghilangkan rasa sedih jika penderitaan itu telah memang menimpa.

Sesudah tercapai keteguhan pribadi ini, mulailah dakwah.

Karena tidak ada satu usaha yang lebih mulia dan lebih tinggi daripada melakukan dakwah terhadap sesama manusia, agar mereka berjalan di atas garis yang telah ditentukan Allah.

Dan hendaklah bertali di antara melakukan dakwah dengan mulut dengan melakukan dakwah dengan mengerjakan amal yang saleh.

Sebab pengaruh sikap hidup seseorang lebih besar kesannya di dalam memengaruhi orang lain.

Seorang pendakwah yang hanya melakukan dakwah dengan mulut, padahal perbuatannya sendiri tidak ada yang dapat dicontoh, tidaklah akan berhasil apa yang didakwahkannya.

Maka kalau seorang pendakwah berkata,

"Aku ini adalah seorang di antara orang-orang yang menyerahkan diri kepada Allah."

Artinya, ialah bahwa dia telah nenyerahkan segenap kemampuan yang ada padanya untuk menegakkan agama Allah, untuk menyeru manusia kepadanya.

Sehingga meskipun hal itu tidak diucapkannya dengan lidahnya, namun "Iisanul haul", lidah kenyatan memang menunjukkan bahwa dia adalah seorang Muslim yang konsekuen dengan pendirian dan penyerahannya.

lnilah pendakwah yang berhasil.

Berdakwah memanglah suatu usaha yang mulia.

Berdakwah itulah usaha utama dari sekalian rasul yang diutus Allah ke muka bumi ini.

Rasul-rasul pendakwah pertama dan utama.

Bahkan ada di antara rasul Allah itu yang menggabungkan di antara dua alat berdakwah.

Pertama, menegakkan hujjah (alasan) dengan lidah.

Kedua, mempertahankan pendirian dengan kekuasaan dan kekuatan.

Rasul-rasul yang mencapai martabat memegang kekuasaan untuk melancarkan dakwah ialah Yusuf (Menteri Besar Kerajaan Mesir),

Musa dibantu oleh saudara kandungnya Harun membangun kekuasaan Bani Israil sejak mula memerdekakan diri dari penindasan Fir'aun sampai menyeberangkan mereka melalui Lautan Qulzum kembali ke tanah nenek moyang mereka.

Kemudian itu ialah Dawud dan putranya Sulaiman; keduanya menjadi raja besar dari kerajaan Bani Israil.

Dan yang paling akhir ialah Nabi Muhammad saw. melancarkan dakwah dengan hujjah dan dengan kekuasaan.

Dengan adanya kekuasaan mereka itu dapat melaksanakan syari'at, yaitu undang-undang yang datang dari Allah dan wajib dilaksanakan oleh umat-Nya.

Kelebihan rasul-rasul pula ialah karena mereka mempunyai ruh yang kuat dan jiwa yang bersih, cita-cita yang mulia dan tidak menuju untuk kepentingan diri sendiri.

Benar-benar mereka mempergunakan kesempatan di dunia untuk mempermudahkan jalan Allah.

Dakwah yang demikian sangat besar pengaruhnya atas orang yang didakwahi.

Sehingga Allah menegaskan tentang Nabi Muhammad saw. bahwa dia boleh dijadikan teladan dalam hidup.

"Sesungguhnya adalah bagi kamu pada diri Rasulullah itu suatu teladan yang baik.” (al-Ahzaab: 21).

Dan diberi pula kepada beliau pujian yang sangat tinggi karena akhlaknya, budi pekertinya yang mulia.

"Dan sesungguhnya engkau adalah atas budi Pekerti yang agung." (al-Qalam: 4).

Fakhruddin ar-Razi dalam tafsirnya membagi martabat jiwa manusia kepada tiga tingkat, yaitu

Kesatu yang kurang,

Kedua yang cukupan tetapi tidak sanggup menyempurnakan yang kurang tadi, dan

Ketiga yang sempurna dan sanggup menyempurnakan yang kurang.

Yang pertama ialah orang awam, yang kedua ialah auliaa, dan yang ketiga itulah anbiya'.

Auliaa ialah wali-wali.

Anbiya' ialah nabi-nabi.

Kemudian itu ar-Razi menjelaskan bahwa nabi-nabi itu mempunyai dua kelebihan sekaligus yaitu kesempurnaan jiwa dan sanggup menyempurnakan orang lain, karena besar pengaruh jiwanya itu.

Lantaran itu maka dakwah rasul-rasul itu lebih kuat dan derajat mereka lebih utama dan lebih sempurna.

Boleh engkau katakan bahwa di diri rasul terdapat dua sifat pula, yaitu ilmu dan kesanggupan.

Tadi disebutkan derajat kedua ialah auliaa atau wali-wali, yaitu ulama yang karena mendalam ilmunya menjadi lebih dekat kepada Allah, lalu mendapat bimbingan dan kekuatan dari Allah.

Mereka itu adalah penjawat waris nabi-nabi, seperti sabda Rasulullah saw.,

"Ulama-ulama adalah penerima waris daripada nabi-nabi." (HR. Bukhari, Abu Dawud, Imam Ahmad, dan lain-lain).

Raja-raja pun dapat juga menjadi pewaris nabi-nabi.

Ulama pewaris nabi dari segi ilmu.

Raja-raja pewaris Nabi dari segi kesanggupan atau kekuasaan.

Ilmu menguasai ruhani, kekuasaan menguasai Jasmani.

Ulama jadi khalifah nabi-nabi pada alam arwah.

Raja-raja khalifah nabi-nabi pada alam ajsam (tubuh).

Lantaran itu maka derajat dakwah yang kedua sesudah rasul-rasul dan nabi-nabi pada yang pertama, ialah ulama.

Ulama yang menerima waris nabi itu tiga pula martabatnya:

Pertama, ulama terhadap Allah.

Kedua, ulama dengan sifat-sifat Allah.

Ketiga, ulama dengan hukum-hukum Allah.

Ulama terhadap Allah.

ialah ulama ahli hikmat. Yaitu yang dengan melihat kulit mengertilah dia akan isi. Melihat yang lahir ariflah ia akan yang batin. Memerhatikan pangkal tahulah dia akan ujung.

"Diberikan Allah hikmah kepada barangsiapa yang Dia kehendaki dan barangsiapa yang diberi hikmah maka sesungguhnyalah bahwa dia telah diberi kebaikan yang banyak sekali." (al-Baqarah: 269).

Ulama terhadap sifat-sifat Allah.

itulah orang-orang yang mengerti akan pokok (ushul), sehingga mudahlah dia mempertimbangkan ranting.

Ulama terhadap hukum-hukum Allah.

itulah dia ahli-ahli fiqih, yang panjang pikirannya, yang tahu dengan sebab dengan akibat.

Bagi tiap-tiap dari tiga maqam itu adalah pengajian bertingkat-tingkat lagi, yang tidak akan berkesudahan.

Seterusnya raja-raja atau penguasa pun memegang teguh pedangnya untuk mempertahankan kekuasaan, untuk tujuan dakwah.

Sebab adakalanya dakwah wajib dipertahankan dengan pedang.

Kalau tidak tentu musuh-musuh dakwah itu akan berusaha menghambat, bahkan membunuh perjalanan dakwah itu karena mereka merasa mengganggu bagi tegaknya kekuasaan mereka yang didasarkan atas kekafiran.

Kemudian itu ar-Razi pun mengambil pula kesimpulan dari menilik isi ayat, yang menanyakan siapakah yang lebih baik perkataannya dari orang-orang yang menyeru, melakukan dakwah kepada Allah, bahwa usaha dakwah adalah sangat baik dan lebih baik, bahkan segala kegiatan agama berpuncak pada dakwah.

Lantaran itu ar-Razi mengambil kesimpulan bahwa melakukan dakwah adalah wajib menurut hukum fiqih.

Yaitu berpahala jika dilaksanakan dan berdosa jika ditinggalkan.

Sekian kita simpulkan uraian ar-Razi dalam tafsirnya.

Dari hal perlunya dakwah mendapat pelindungan kekuasaan, adalah sesuai dengan perkataan Sayyidina Utsman bin Affan, Amirul Mukminin, Khalifah Rasulullah III:

"Sesungguhnya Allah melancarkan dengan sultan (kekuasaan) barang yang tidak dapat dilancarkan dengan Al-Qur'an saja."

Maka banyaklah kehendak Al-Qur'an tidak dapat terlaksana, kalau tidak ditegakkan dengan kekuasaan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 171-174, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KEUTAMAAN ILMU

Ali bin Abi Thalib telah membuat perumpamaan tentang ahli ilmu itu demikian,

"Mereka kaum yang sedikit bilangannya tetapi besar harganya. Dengan perantaraan merekalah Allah memeliharakan hujjah agama-Nya, sehingga tidak sanggup si keras kepala melawannya. Merekalah yang jika akan meninggal dunia lebih dahulu menanamkan ilmu itu kepada hati orang yang serupa dengan hati mereka. Dengan ilmu mereka melahirkan hakikat iman dan menyatakan roh keyakinan, sehingga lunaklah barang yang keras, dan merasa ramailah orang yang bodoh di dalam kesepiannya; mereka tinggal di dunia, tetapi roh mereka bergantung kepada alam yang tinggi."

Apalah artinya nasihat dokter yang mengatakan puasa itu berguna bagi kesehatan, kalau dokter itu sendiri tidak puasa?

Alangkah ganjilnya nasihat seorang guru agama yang mengatakan shalat yang khusyuk itu mencegah diri dari perbuatan yang keji dan yang munkar? Padahal guru itu sendiri di dalam shalatnya menjalar pikirannya mencari kekayaan.

Alangkah ganjilnya penganjur-penganjur rakyat menyeru rakyat bersatu dan berdamai padahal sesama mereka berebut pengaruh dan kursi, dan jatuh menjatuhkan.

Alangkah ganjilnya seorang berpidato tentang faedah pertanian padahal tangannya sendiri halus karena tidak kenal tangkai cangkul?

Berusaha dan bekerja di belakang ilmu dan pengetahuan, itulah kewajiban kita.

Ada ahli pendidikan berkata bahwa semata-mata pengajaran belum tentu menjadi obat, bahkan bisa menjadi racun.

Buktinya, banyak orang yang keluar dari pekarangan sekolah, pandai segala macam ilmu berhitung dan menggambar. Dapat diukurnya dalam lautan. Dapat diketahuinya bilangan bintang di langit, dibawanya kertas yang bernama "Diploma" segulung besar, tetapi dia menganggur karena memandang bahwa selain makan gaji tak ada pekerjaan.

Ada pula ahli-ahli agama, yang tahu berapa simpang jalan di surga, berapa pintu masuk ke dalamnya, tahu nama "ma'waa" dan "na'im".

Tahu nama-nama bidadari yang ada di dalamnya, tetapi tidak tahu berapa bilangan pematang sawahnya.

Tahu mana malaikat yang mengatur langit dan bumi, tetapi tidak tahu kewajibannya dalam masyarakat.

Keinginannya hendak ke surga saja, sehingga dia lupa bahwa dunianya telah jadi neraka karena kebodohan.

Negara telah merdeka, padahal jiwanya masih terjajah.

Tahu dia bahwa kulit bangkai binatang yang disamak boleh dipakai, tetapi dia sendiri tidak tahu di manakah kulit terompahnya disamak orang.

Dia berfatwa bahwasanya tangan yang memberi lebih mulia dari tangan yang menadah, tetapi hidupnya dari zakat orang.

Untuk kebahagiaan diri sendiri, ilmu pengetahuan hendaklah diamalkan dan agama Islam adalah agama ilmu dan amal.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 66, 71, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

JANGAN KAMU MEMFITNAH DIRIMU

Di ayat yang lain tersebut:

"Neraka Wailun bagi orang yang suka menghasung dan memfitnah", menghina merendahkan orang.

Di dalam ayat ini dikatakaanya, "Diri kamu", mengapa tidak dikatakan-Nya, "Janganlah kamu menghinakan kawanmu, atau orang lain"?

Inilah rahasia kehalusan Al-Qur'an!

Hikmah ayat ini sudah terang.

Pertama, diri orang lain adalah dirimu juga.

Di dalam Al-Qur'an ada beberapa ayat yang begitu maksudnya. Misalnya, janganlah kamu bunuh dirimu, artinya bukan membunuh diri sendiri saja, tetapi membunuh orang lain pun.

Karena hidup yang bahagia itu ialah hidup bersama, bukan hidup sendiri. Diri kita tidak berarti kalau tak ada diri lain.

Orang yang menghina orang lain berarti menghina dirinya sendiri.

Sebab dengan perbuatannya menghina orang, sudah nyata lebih dahulu bahwa dialah yang hina.

Orang yang tidak suka menghormati orang lain, artinya ialah orang yang tidak terhormat.

Orang yang dihinakan belum tentu hina. Tetapi perbuatan menghina sudah menjadi bukti atas kehinaan si penghina.

Sudah nyata maksud larangan ayat itu, janganlah kamu menghinakan dirimu. Meskipun yang kamu hina itu orang lain, yang kena ialah dirimu sendiri.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 124-125, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

GURUKU A.R. SUTAN MANSUR

Beberapa teman-teman pembaca Falsafah Hidup ini, baik di zaman penjajahan dulu, atau di zaman merdeka sekarang ada yang menanyakan kepada saya, siapa sebenarnya guru A.R. Sutan Mansur itu? Saya menjadikan buku Falsafah Hidup ini sebagai tanda hormat kepada beliau.

Yah, ... apa boleh buat. Orang besar tumbuh dalam masyarakat rendah, hingga pengikutnya sendiri banyak yang tidak kenal kepadanya. Tumbuh di zaman jajahan, tertekan oleh suasana sekeliling.

Umur beliau sekarang (1978) sudah kira-kira 84 Tahun. Sampai saat ini dia hidup dalam kekayaan dan kemewahan jiwa tiada taranya, melihat kemajuan murid-muridnya.

Tetapi tidak kurang kejadian, anak dan istrinya menyatakan beras yang akan ditanak belum ada.

Dari segi yang lain dapat kita lihat bahwa St. Mansur seorang yang "bodoh".

Dia tidak kenal apa yang namanya uang.

Bertemu dengan orang kesusahan, jika ada uang dalam tangannya, diberikannya saja, padahal beberapa saat kemudian istrinya menyatakan beras tidak ada.

Satu masa di Padang Panjang telah diberi orang beliau sedekah perkayuan rumah yang lengkap, tetapi datang seorang yang menyatakan anak-anaknya ditinggal meninggal ibunya dan perlu mendirikan rumah, segenap perkayuannya itu diberikannya pula kepada orang tadi.

"Kebodohan" seperti ini banyak ditemukan pada orang besar-besar, H. Agus Salim juga begitu!

Socrates sedianya tidak dikenal orang kalau tidak Plato membuka riwayatnya, bahkan buah pikirannya sendiri "Republik" dikatakannya juga buah pikiran Socrates.

Sayid Jamaluddin al-Afghani tidak berapa dikenal orang, kalau bukan Muhammad Abduh mengupas ajarannya.

Dan Muhammad Abduh sendiri, baru dikenal dunia setelah ajaran-ajarannya dikupas oleh muridnya Sayid Rasyid Ridha, 40 Tahun lamanya.

Saya bersyukur, beberapa kemajuan dalam hidup telah saya capai, meskipun masih amat sedikit jika dilihat jauh lagi yang akan ditempuh.

Dan, dalam semuanya itu, guru saya A.R. St. Mansur banyak memberikan tuntunan kepada saya.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, v-xiii, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

HAJI AGUS SALIM

Pada suatu hari di bulan Oktober 1937 pengarang berziarah ke rumah ahli pikir kita, Haji Agus Salim.

Beliau banyak menulis dan mengeluarkan pikiran yang tinggi-tinggi berdasar filsafat dan pengalaman hidup serta pengetahuan.

Setelah mendengar wejangannya yang begitu mendalam, saya berpikir, tidak semua orang bisa memahami pikiran-pikiran Beliau.

Lalu saya berkata dengan tersenyum, "Ah, engku terlalu lekas datang ke dunia, sehingga apa yang engku katakan dan pikirkan, belum dapat diterima oleh orang sekarang entah kalau 50 tahun lagi".

Dengan tersenyum beliau menjawab, "Perkataan yang demikian telah pernah pula diucapkan orang lain kepadanya, Prof Schrieke berkata, kata beliau, pikiran ini bukan buat 50 tahun lagi, tetapi buat 100 tahun lagi."

"Tetapi," kata beliau pula, "Apakah karena sebab itu saya akan berhenti menyatakan pikiran? Taruhlah 50 tahun lagi, sebagaimana anak katakan, atau 100 tahun lagi, sebagaimana kata professor itu, baru orang akan menerima perkataan saya, apakah yang akan diperhatikan dan dipikirkan oleh generasi yang akan datang 50 tahun atau 100 tahun lagi itu, kalau tidak saya ucapkan dari sekarang? Apalah artinya saya, yang lahir terdahulu 50 tahun atau 100 tahun dari pada mestinya jika dibandingkan dengan Nabi Muhammad saw. yang sampai sekarang masih banyak orang yang belum sempat menerima pengajarannya, entah 1.000 tahun lagi baru bisa mengikutinya?"

Demikianlah paham H. Agus Salim seorang intelektual, yang lahir mendahului zamannya yang berpikir bukan buat ketika hidupnya, dan memang rupanya sudah ditakdirkan demikian, tetapi buat generasi yang akan datang di belakang.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 282, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

AMAL SALEH LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

"Barangsiapa yang beramal saleh dari laki-laki dan perempuan, sedang dia adalah beriman, maka akan Kami hidupkan dia dengan kehidupan yang baik." (pangkal ayat 97).

Pada pangkal ayat ini jelaslah dipertalikan di antara amal saleh atau perbuatan dan hasil-hasil pekerjaan yang baik dengan iman.

Iman kepada Allah menimbulkan amal yang saleh.

Pengakuan iman saja belumlah berarti sebelum dibuktikan oleh hasil pekerjaan yang baik.

Dan di dalam ayat ini juga dijelaskan lagi bahwa di dalam hal amal saleh dan iman itu samalah kedudukan di antara laki-laki dengan perempuan.

Masing-masing sama-sama sanggup menumbuhkan iman dalam hatinya dan masing-masing pun sanggup akan berbuat baik.

Maka tidaklah kurang tanggung jawab orang perempuan daripada orang laki-laki di dalam menegakkan iman kepada Allah.

Oleh sebab itu maka keduanya, laki-laki dan perempuan itu, dengan iman dan amal salehnya sama-sama dijanjikan Allah akan diberi kehidupan yang baik. Atau Hayatan Thayyibah.

Menurut penafsiran Ibnu Katsir, kehidupan yang baik itu ialah ketenteraman jiwa, walau dari mana datangnya gangguan.

Menurut satu penafsiran yang disampaikan orang dari Ibnu Abbas dan satu jamaah dari ahli tafsir pula, kehidupan yang baik ialah mendapat rezeki yang halal lagi baik dalam hidup di dunia ini.

Menurut satu tafsiran dari Ali bin Abi Thalib, kehidupan yang baik ialah rasa tenang dan sabar menimpa berapa pun dan apa pun yang diberikan Allah, tidak merasa gelisah.

Menurut satu tafsir lagi dari Ali bin Abu Thalhah dan Ibnu Abbas pula, kehidupan yang baik ialah as-Sa'adah rasa bahagia.

Satu riwayat dari ad-Dahhaak ialah rezeki yang halal dan kelezatan dan kepuasan beribadah kepada Allah dalam hidup, serta dada lapang terbuka.

Menurut Ja'far ash-Shadiq, kehidupan yang baik ialah tumbuhnya ma'rifatullah, atau perkenalan akan Allah di dalam jiwa.

Semua penafsiran ini tidaklah berlawanan, malahan boleh dikatakan bahwa yang satu menggenapkan yang lain.

Dapatlah kita jadikan pegangan sebuah hadits,

"Beroleh kemenanganlah orang yang telah jadi Islam, mendapat rezeki sekadar cukup dan menerima senang apa yang diberikan Allah kepadanya." (HR. Imam Ahmad dari Ibnu Umar).

Menurut al-Mahayami, kehidupan yang baik ialah merasa berbahagia dengan amalnya di dunia ini, lebih daripada kesenangan orang yang berharta dan berpangkat dengan harta dan pangkatnya.

Dan kebahagiaan perasaannya itu tidak dapat ditumbangkan oleh kesukaran hidupnya.

Sebab dia merasa ridha menerima pembagian yang diberikan Allah kepadanya, sehingga harta benda tidaklah begitu dipentingkannya.

Tetapi orang yang kafir meskipun telah ada harta dan pangkatnya, namun dia tidak juga pernah merasa bahagia, malahan bertambah lama bertambah rakus dan bertambah lama bertambah takut kalau-kalau yang telah ada akan susut atau habis.

Dan orang yang diberikan kehidupan yang baik di dunia itu akan diberi pula ganjaran yang lebih baik di akhirat.

Maka tidaklah dikatakan kepada mereka, "Segala kebajikan kamu telah habis di kala hidup di dunia saja, tidak ada sambungannya lagi di akhirat. Tetapi akan disempurnakan amalan yang kecil dengan pahala yang lebih besar."

Sekian tafsiran al-Mahayami.

Al-Qasimi menyatakan pendapatnya pula dalam tafsirnya,

"Buat saya kehidupan yang baik itu ialah yang memenuhi dada dengan kesejukan karena puas dengan yakin dan merasakan manisnya iman, ingin menemui apa yang telah dijanjikan Allah dan ridha menerima ketentuan (qadha) dari Allah. Lalu memerdekakan ruh dari apa yang memperbudaknya selama ini, merasa tenteram dengan hanya satu Tuhan yang disembah dan mengambil cahaya (nur) dari rahasia ujud yang berdiri padanya, dan lain-lain kelebihan yang telah ditentukan pada tempatnya masing-masing. lnilah kehidupan yang baik di dunia. Adapun di akhirat, maka untuknyalah pahala yang lebih baik dan ganjaran yang lebih sempurna."

Sekian tafsiran al-Qasimi.

Itu sebabnya maka dijelaskan di ujung ayat,

"Dan akan Kami tunaikan kepada mereka pahala mereka dengan yang lebih bagus dari apa yang pernah mereka kerjakan." (ujung ayat 97).

Sesungguhnya segala amalan baik (amal saleh) yang kita kerjakan dalam dunia ini, yang bersumber telaga dari iman kita kepada Allah, kalau kita pikirkan dalam-dalam, tidaklah sepadan dengan pahala dan ganjaran yang akan kita terima di akhirat kelak.

Amat sedikitlah yang kita kerjakan itu dan berlipat ganda lebih besarlah pahala dan ganjaran yang akan kita terima.

Dalam umur yang hanya sangat terbatas ini kita kerjakan perintah Allah sekadar ketentuan dan waktu yang ditentukan, padahal pahala yang akan kita terima adalah kekal tidak ada ujung.

Camkanlah!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 214-215, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Nabi Muhammad bersabda,

"Sesungguhnya Allah adalah bersih dan suka sekali kebersihan."

Sebab itu tertulis dalam kisah hidup Nabi bahwa beliau mempunyai peti kecil penyimpan sisir, sikat gigi, dan di bawah tempat tidurnya terletak penampung kotoran jika beliau bangun tengah malam.

Rambutnya senantiasa disisir dan diberi minyak attar sehingga ketika beliau wafat, datang Abu Bakar mencium keningnya dan masih tercium bau minyak attar di rambut beliau.

Rasulullah bersabda,

"Hiasilah pakaianmu dan hiasilah kuda kendaraanmu sehingga kamu hidup seperti tahi lalat di tengah pipi masyarakat."

Sebab itu, pakaian yang tidak teratur, kotor, tidak terdapat keserasian warna dari dasi, baju, celana, sampai kaos kaki, dapat dijadikan pertanda bahwa orang itu tidak mempunyai perasaan yang halus.

Bagi manusia yang mempunyai iradah (kemauan) keras, seringkali kekurangannya dalam beberapa hal dapat ditimbulkannya pada yang lain sehingga pribadinya tetap hidup dan menunjukkan siapa dirinya.

Banyak sekali orang besar yang kekurangan dalam satu hal, tetapi mampu memunculkan pribadinya dalam hal yang lain.

Tubuhnya tidak sehat sehingga itu dia takut cepat mati.

Oleh karena itu, ia bekerja keras menggunakan kekuatannya untuk meninggalkan jejak yang baik di dunia.

Orang yang suka mengeluh tidak akan menang. Percayalah!

Orang yang suka mengeluh akan ditinggal oleh zaman.

Nasibnya akan sama dengan Samiri, yang mendapat murka dari Nabi Musa, lari ke hutan, semakin lama semakin jauh.

Kesudahannya... berbulu panjang!

Atau, menjadi orang yang suka mencemooh.

Semua hal dicibirkan, semuanya salah, tidak ada yang lepas dari kritiknya. Dia sendiri tidak dapat berbuat apa pun.

Darwin mengatakan ada hubungan asal usul manusia dengan monyet.

Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa pada zaman Nabi Dawud ada manusia yang menjadi monyet.

Akan tetapi, jika diperhatikan sekarang pun ada juga manusia yang suka menjadi monyet.

Tidak ada orang yang terlepas dari cibirannya.

Oleh karena itu, jika menginginkan pribadi yang kuat, pandanglah alam dengan segala keindahannya dan berusahalah menegakkan kebajikan.

Penyakit muram dan memandang buruk adalah sikap pesimistis yang sangat berbahaya bagi diri sendiri.

Penyakit turunan dari hal itu sangat banyak, di antaranya benci dan dengki.

ltulah pangkal sakit jiwa yang sulit diobati dan membuat runtuh pribadi.

(Buya HAMKA, Pribadi Hebat, Hal. 43, 49, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2014).

RENUNGAN BUDI

Bagi orang Islam yang benar-benar mendalami dan mengamalkan ajaran agamanya, tidaklah ada pemisahan di antara urusan ibadahnya dengan sekalian urusan masyarakatnya.

Sebab itu janganlah orang lain merasa heran jika seorang muslim memandang kesatuan segala urusan kepada agama.

Ibadahnya kepada Tuhan, sembahyangnya, puasanya, zakatnya, hajinya, dan lain-lainnya, dipandang oleh seorang muslim sebagai "jantung" dari seluruh kegiatan hidup.

Dari jantung itulah dialirkan darah yang sehat kepada seluruh anggota badan, urusan kenegaraan, urusan kemasyarakatan, ekonomi, dan lain-lain.

Kalau ada orang lain mengatakan biarlah ibadah agama itu tinggal menjadi urusan masing-masing orang dengan Tuhannya dan tinggalkanlah sekalian urusan kemasyarakatan itu menjadi hubungan di antara manusia dengan manusia, maka menurut logikanya seorang muslim, masyarakat yang terpisah dari agama adalah masyarakat yang masuk lobang kubur, sebab jantung dapat dipisahkan dengan badan.

Badan menjadi bangkai yang busuk bila terpisah dari jantung, dan jantung pun tak ada denyutnya lagi apabila terpisah dari badan.

Sebab itu orang Islam pun tak dapat memikirkan bagaimana memisahkan negara dengan masjid sebagaimana orang Barat memisahkan negara dengan gereja.

Sesudah seorang muslim mencari kekuatan batinnya di dalam masjid, dia pun menjalarlah di atas dataran bumi Allah melakukan tugas menurut bakatnya.

Dengan pandangan masjid, dia memandang alam.

Dari masjid dia ke kantor.

Dari masjid dia pergi membuka tambang yang baru dan kilang (pabrik) yang baru.

Dari masjid dia ke parlemen.

Dan setelah pekerjaannya selesai, dia mencari lagi ketenteraman jiwa dan tenaga yang baru ke masjid.

Meski jauh jarak antara bumi dan langit tetapi dapat dipertemukan di Mihrab dan tempat sujud.

Berpisah insan karena berlainan nasib dan perbedaan bakat, tetapi bertemu kembali pada saf ketika sembahyang.

Berbeda pandangan hidup dan tinjauan soal tetapi bersama menghadapkan muka mendengarkan suara khatib.

Dari masjid baru ke parlemen, bukan menengok-nengok masjid dari jauh, karena sibuk dengan parlemen.

(Buya HAMKA, Lembaga Budi: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Hal. 203-205, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

KETURUNAN YANG DI BELAKANG

"Tetapi datanglah sesudah mereka suatu keturunan yang mereka telah melalaikan shalat." (pangkal ayat 59).

Bahaya melalaikan shalat inilah yang diperingatkan benar-benar oleh Nabi kita Muhammad saw. di kala beliau akan meninggal dunia.

Adalah dua perkara yang sangat beliau pesankan. Pertama shalat, kedua dari hal urusan perempuan.

Dalam ayat ini nyatalah bahwa shalatlah yang menjadi tiang dari agama.

Semata-mata percaya bahwa Allah itu ada, belumlah cukup, kalau jiwa tidak selalu mendekati-Nya menurut jalan yang dibimbingkan-Nya dengan perantaraan nabi-nabi.

Maka janganlah kita menyangka bahwa ancaman ini hanya kepada umat daripada nabi-nabi yang terdahulu.

Malahan Mujahid, seperti yang diriwayatkan di atas tadi, demikian juga Ka'ab Qurazhi dan Atha' menekankan bahwa yang diberi isyarat dengan ayat ini bukan semata-mata umat Yahudi dan Nashara, melainkan umat Muhammad sendiri.

Tentang pengertian melalaikan shalat, pun banyak penafsiran tentang itu.

Al-Qurazhi mengatakan yaitu orang yang mengakui juga bahwa shalat itu memang tiang agama, tetapi dia tidak mengerjakannya lagi.

Abdullah bin Mas'ud dan al-Qasim bin Mukahimarah menafsirkan,

"Yaitu yang melalaikan waktu-waktunya dan tidak mendirikan kewajiban-kewajiban shalat itu dengan benar, dan bahwa jika pun engkau kerjakan shalat padahal rukun syaratnya itu tidak engkau penuhi tidaklah sah shalatmu itu dan tidaklah diberi pahala.”

Dan kepada orang yang mengerjakan shalat seperti itu Nabi pernah mengatakan,

"Kembali dan shalat! Karena tadi engkau belum shalat."

Beliau peringatkan itu kepada orang tersebut sampai 3 kali. Demikian menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh Muslim.

Huzaifah pernah bertemu orang shalat semacam itu.

Yaitu shalat secara kilat saja, banyak yang patut-patut yang dia tinggalkan.

Lalu beliau bertanya, "Sudah berapa lama engkau shalat semacam ini?"

Orang itu menjawab, "Sudah 40 Tahun!"

Maka berkatalah beliau, "Engkau belum pernah shalat dan kalau engkau mati dengan shalat seperti ini, engkau mati bukan dalam agama Muhammad."

Hadits ini dirawikan Bukhari, lafalnya pun ada pada an-Nasa'i.

Dan menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh Tirmidzi yang diterima dari Abu Masud al-Anshari berkata Rasulullah saw.,

"Tidak diberi pahala shalat yang tidak didirikan oleh orang itu." (HR. Tirmidzi).

Artinya tidak sempurna ruku'nya dan sujudnya.

Imam asy-Syafi'i, Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Ishaq bin Ruaihi berpendapat bahwa shalat yang tidak disempurnakan ruku'nya dan sujudnya itu tidaklah sah.

Di dalam hadits pun tersebut ketika orang bertanya kepada Rasulullah saw. apakah amalan yang paling baik?

Beliau menjawab, "Shalat di awal waktunya."

Maka termasuklah pula dalam golongan orang yang melalaikan shalat, orang yang selalu shalat ketika waktu telah hampir habis.

Dengan kebiasaan yang demikian, ditakutilah kemantapan dalam jiwa orang yang demikian akan hilang.

Dari keterangan yang luas ini dapatlah kita mencamkan bagaimana pentingnya shalat sebagai tiang agama, dan bagaimana pula akibatnya, baik bagi jiwa orang-seorang ataupun bagi masyarakat kaum Muslimin kalau shalat sudah mulai dipandang enteng.

Saya pernah berkeliling pada kota-kota besar negeri-negeri Islam dan bergaul dengan orang-orang terkemukanya.

Banyak dibicarakan soal agama; tampak teguh hati mereka mempertahankan keyakinan Islam.

Tetapi bila datang waktu shalat hati mereka tidak tergerak.

Dan di Indonesia sendiri pun banyak orang berkumpul, musyawarah memperbincangkan soal-soal yang berkenaan dengan agama, tetapi bila datang waktu shalat, bila bang sudah kedengaran, musyawarah itu tidak dihentikan.

Maka bertemulah sekarang apa yang ditafsirkan oleh seorang tabi'in yang besar di atas tadi, Syekh Mujahid, bahwa ayat ini bukanlah semata-mata untuk khalfun (keturunan) dari nabi-nabi yang dahulu, tetapi telah bertemu pada umat Muhammad di akhir zaman ini.

"Kecuali barangsiapa yang tobat." (pangkal ayat 60).

Tobat sudah kita ketahui artinya, yaitu kembali kepada jalan yang benar.

Karena apalah keistimewaannya orang Islam kalau shalat telah mulai dilalaikan.

Sebagaimana pernah dikatakan oleh Hasan al-Bishri,

"Masjid-masjid mereka telah mereka kosongkan. Hari mereka dihabiskan untuk urusan yang lain dan sebab-sebab yang lain belaka."

Ketika orang Thaif mengirim utusannya kepada Nabi saw. di Madinah buat berdamai, dan mereka telah mau memeluk Islam, tetapi mereka mengemukakan beberapa syarat.

Di antaranya, bahwa mereka mau masuk Islam, tetapi supaya perintah shalat tidak berlaku bagi mereka, maka Nabi saw. telah menolak persyaratan itu. Beliau berkata, "Tidak ada artinya masuk Islam kalau tidak shalat."

Maka akan terbangkitlah umat ini dari kesesatan asal mereka telah tobat.

Yaitu kembali kepada pangkalan kebenaran.

Insaf lalu menegakkan kembali shalat dengan sesungguhnya, sempurnakan ruku' dan sujudnya, bukan semata-mata sebagai shalat cotok ayam.

"Dan beriman."

Yaitu sebagai kelanjutan dari tobat, dari turut kepada jalan yang benar lalu mendirikan shalat hendaklah pula ditegakkan Iman kembali.

Percaya kepada Allah disertai kasih, ikhlas dan tawakal.

Dikuatkan kembali aqidah kepada Ilahi.

"Dan beramal yang saleh."

Tobat niscaya disempurnakan dengan kembali menegakkan iman dan iman belum pula ada artinya kalau tidak diikuti oleh amal yang saleh, perbuatan yang baik, atau pekerjaan yang ada faedahnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 499-502, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KESOPANAN KEPADA TUHAN

Makruf al-Karkhi berkata, "Menuntut surga tetapi tak beramal adalah dosa juga. Mengharap syafaat dengan tidak bersebab, adalah satu macam kesombongan. Menuntut rahmat dengan tidak menuruti jalan taat adalah kejahilan dan kedunguan".

Berkata Hatim, "Dari iktibar timbullah ilmu, daripada ingat timbullah cinta dan daripada tafakur bertambahlah takut".

Berkata Ibnu Abbas, "Bertafakur terhadap kebajikan menimbulkan minat hendak mengamalkannya, menyesal mengerjakan kejahatan menimbulkan kehendak untuk meninggalkannya".

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 158-159, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

TAKWA DAN IMAN

Kita kaum Muslimin yang telah hidup 14 Abad sesudah wafatnya Rasulullah saw. dan keturunan-keturunan kita yang akan datang di belakang pun in syaa Allah bertambah lagi keimanan pada yang gaib itu karena kita tidak melihat wajah beliau. Itu pun termasuk iman pada yang gaib.

Maka, tersebutlah pada sebuah hadits yang dirawikan oleh Imam Ahmad, ad-Darimi, al-Baqawardi, dan Ibnu Qani di dalam Majma'ush-Shahqbah, dan ikut juga merawikan Imam Bukhari di dalam Tarikhnya, dan ath-Thabarani dan al-Hakim, mereka meriwayatkan daripada Abi Jum'ah al-Anshari,

Berkata dia (Abu Jum'ah al-Anshari),

Aku bertanya, "Ya, Rasulullah! Adakah suatu kaum yang lebih besar pahalanya daripada kami, padahal kami beriman kepada engkau dan kami mengikut akan engkau?"

Berkatalah beliau,

"Apalah akan halangannya bagi kamu (buat beriman kepadaku), sedangkan Rasulullah ada di hadapan kamu, dan datang kepada kamu wahyu (langsung) dari langit. Namun, akan ada lagi suatu kaum yang akan datang sesudah kamu, datang kepada mereka Kitab Allah yang ditulis di antara dua Luh maka mereka pun beriman kepadaku dan mereka amalkan apa yang tersebut di dalamnya. Mereka itu adalah lebih besar pahalanya daripada kamu."

Dan mengeluarkan pula ath-Thayalisi, Imam Ahmad, dan Bukhari di dalam Tarikhnya, ath-Thabarani dan al-Hakim, mereka riwayatkan daripada Abu Umamah al-Baihili,

Berkata dia (Abu Umamah) bahwa berkata Rasulullah saw.,

"Bahagialah bagi siapa yang melihat aku dan beriman kepadaku; dan bahagia (pulalah) bagi siapa yang beriman kepadaku, padahal dia tidak melihat aku (tujuh kali)."

Hadits ini dikuatkan lagi oleh yang dirawikan Imam Ahmad, Ibnu Hibban dari Abu Said al-Khudri,

Bahwasanya seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah saw.,

"Bahagialah bagi siapa yang melihat engkau dan beriman kepada engkau."

Beliau pun menjawab,

"Bahagialah bagi siapa yang melihat aku dan beriman kepadaku; dan berbahagialah bagi siapa yang beriman kepadaku, padahal dia tidak melihat aku."

Kita tidak melihat wajah beliau. Bagi kita, beliau adalah gaib.

Kita hanya mendengar berita dan sejarah beliau atau bekas-bekas tempat beliau hidup di Mekah, tetapi bagi setengah orang yang beriman, demikian cintanya kepada Rasulullah sehingga dia merasa seakan-akan Rasulullah itu tetap hidup,

Bahkan kadang-kadang titik air matanya karena terkenang akan Rasulullah dan ingin hendak menjadi umatnya yang baik dan patuh, ingin mengerjakan sunnahnya dan memberikan segenap hidup untuk melanjutkan agamanya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 99-100, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

RAHASIA KEMENANGAN KITA

Nenek moyang kita sejak dulu, meskipun tidak pernah bertemu muka dengan Nabi Muhammad saw. mereka telah menyatakan iman pada ajarannya. Muhammad saw. pernah bersabda, "Berbahagialah orang-orang yang telah sempat melihat wajahku, lalu ia beriman kepadaku, tetapi lebih berbahagia lagi (tujuh kali), bagi mereka yang beriman kepadaku, padahal ia belum pernah melihat wajahku."

Pokok ajaran Nabi Muhammad saw. ialah laa ilaaha illallaah, tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.

Laa ilaaha illallaah, Allaahu Akbar!

Inilah kekuatan kita.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 236, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

"Mereka akan bersumpah dengan nama Allah bahwa mereka tidaklah pernah berkata (begitu), padahal mereka telah pernah mengatakan kalimat kufur, dan mereka telah kafir sesudah Islam." (pangkal ayat 74).

Ini menjadi pedoman bagi kita bahwa orang yang mudah bersumpah mengingkari kata, walaupun terbukti bahwa katanya itu memang pernah diucapkannya, adalah orang munafik.

Memang ada satu hadits yang shahih, yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim dan Tirmidzi dan an-Nasa'i dari Abu Hurairah. Nabi telah bersabda,

"Tanda-tanda orang yang munafik itu tiga: Apabila bercakap dia berdusta. Apabila berjanji dia mungkir. Apabila dipercayai dia khianat." (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan an-Nasa'i).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 218-219, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan berkata mereka yang beriman, 'Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarga mereka di hari Kiamat. Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang yang zalim adalah dalam adzab yang kekal.'" (ujung ayat 45).

Marilah kita cukupkan benar-benar ayat ini. Dia mengandung inti sari betapa penting suburnya didikan iman dan agama, dalam rumah tangga. Betapa berat tanggung jawab seorang kepada keluarga keagamaan anak dan istri. Dan bagaimana besar pengaruh pribadi ayah atau suami dalam mengarahkan iman keturunan demi keturunan. Karena kalau tertempuh jalan zalim, anak dan istri mencontoh maka handam karam masuk neraka semuanya.

"Dan tidaklah ada bagi mereka pelindung-pelindung yang akan menolong mereka selain Allah. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah maka tidaklah ada bagi mereka satu jalan pun." (ayat 46).

Hanya di dunia ini kalau perkara di muka hakim kita bisa memakai pengacara karena pandangan atas duduknya perkara tidaklah sama. Jaksa sebagai penuntut umum menampak segi yang salah, tentang undang-undang yang dilanggar. Pesakitan mencari pintu-pintu jalan keluar karena pada titik dan koma undang-undang buatan manusia kadang-kadang ada juga kelemahan dan hukuman tidak dijatuhkan. Kalau bukti kesalahan tidak cukup.

Hakim mengeluarkan pertimbangannya, tuduhan jaksa yang memberatkan dan pembelaan pembela yang meringankan.

Keputusan hakim adalah hasil ijtihadnya yang tidak mutlak benar.

Kadang-kadang setelah keputusan keluar, jaksa naik banding karena merasa keputusan itu tidak tepat. Atau pembela yang naik banding.

Tetapi di hadapan Mahkamah Allah tidak begitu.

Sebab pesakitan sendirilah yang akan mengaku dia bersalah dengan tidak ada paksaan mengaku.

Tangannya, kakinya, kulit dan seluruh anggotanya turut menjadi saksi.

Catatan-catatan Malaikat Raqib dan Atid terbentang dengan seterang-terangnya.

Tak ada orang yang akan dijatuhi hukuman dengan aniaya.

Tepat ujung ayat,

"Tidak ada lagi bagi mereka satu jalan pun."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 214-215, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

QANA'AH

Diri yang telah mencapai ketenteraman, yang diberi nama oleh Al-Qur'an, yakni Nafsul Muthmainnah, kegembiraannya ditimpa susah sama saja dengan kegembiraannya ditimpa senang. Baginya sama saja kekayaan dengan kemiskinan, bahaya dan keamanan, diberi dan memberi. Tidak dia bersedih kehilangan, tidak dia gembira dapat laba. Hati itu senantiasa dipenuhi ridha. Ridha yang selalu jadi pati hubungan antara 'Abid dengan Ma'bud, antara makhluk dengn Khalik.

Tujuan nafsu ialah keyakinan, dan hiasan nafsu ialah keridhaan. Nafsu yang telah sampai kemari, pikirannya tertuntun, perkataannya terpimpin kepada kebaikan, amalnya terjadi dalam kebaikan, sehingga bahagia yang hakikilah yang dicapainya dalam hidupnya. Di hari Kiamat kelak dapat sambutan dari malaikat-malaikat yang menunggu kedatangannya.

"Wahai nafsu yang tenteram, kembalilah kau kepada Tuhanmu di dalam keadaan ridha dan diridhai," (QS. al-Fajr [89]: 27-28).

"Siapa saja yang beramal shaleh daripada kamu, baik laki-laki atau perempuan, lagi penuh kepercayaannya kepada Tuhan, maka dia akan Kami hidupkan dalam kehidupan yang baik," (QS. an-Nahl [16]: 97).

Kata Ibnu Abbas, "hayatan Thayyibah, ialah Qana'ah!"

Yang dapat melalui jalan qana'ah itu hanya 2 orang saja:

Pertama, yang memadaikan yang sedikit karena mengharapkan ganjaran di akhirat.

Kedua, orang yang mulia budi, yang lari dari dosa dan tipu daya keduniaan dan menuju Tuhan.

Berkata Imam Radhi, "Orang yang memegang qana'ah, hidupnya aman, tenteram, dan sentosa. Dia menyenangkan orang. Orang yang rakus hidupnya payah, tak kenal kesenangan dan ketenteraman, selalu diserang takut dan was-was."

Berkata Wahab bin Munabbah, "Pada suatu hari berjalanlah ketinggian dan kekayaan di suatu jalan raya, bernama hidup. Tiba-tiba bertemulah keduanya dengan qana'ah. Orang yang berdua itu tak meneruskan perjalanan lagi, sebab telah dikalahkan oleh si qana'ah."

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 298-301, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Menghadapi harta-benda; hendaklah dengan niat yang jujur.

Jika bekerja mencari harta, hendaklah dengan niat untuk menyokong amal dan iman;

Jika harta ditinggalkan hendaklah dengan lantaran harta banyak mengganggu langkah.

Ingatlah perkataan Rasulullah saw.,

"Sesungguhnya tidaklah engkau nafkahkan harta engkau mengharapkan wajah Allah, melainkan diberi pahala engkau karenanya, harta nafkah yang engkau masukkan ke mulut istrimu sekalipun." (HR. Bukhari dan Muslim).

Semuanya itu bergantung kepada niat.

Yang dimaksudkan dengan mukmin di sini, ialah yang mengetahui dasar segala perbuatan, tahu hakikat harta yang dinikmatkan Tuhan kepada hamba-Nya.

Dari itu bukanlah orang yang zuhud itu yang tidak suka menyimpan harta, atau tak suka mencari harta, dan menalak harta sama sekali. Bukan itu orang zuhud.

Zuhud ialah yang sudi miskin, sudi kaya, sudi tidak beruang sepeser juga, sudi jadi miliuner, tetapi harta itu tidak menjadi sebab buat dia melupakan Tuhan, atau lalai dari kewajiban.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 263, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

BERANI-BABI DAN PENGECUT

Perangai yang sehat ialah syaja'ah.

Yaitu berani karena benar dan takut karena salah.

Syaja'ah merupakan perangai yang timbul daripada tabiat manusia yang bernama Ghadab, artinya marah.

Tahawwur, berani-babi, ialah keberanian manusia menempuh suatu hal, padahal menurut pertimbangan akal yang waras hal itu tak boleh ditempuh. Sebabnya timbul berani-babi, ialah lantaran darah marah yang mendidih, yang timbul dari nafsu pembalasan.

Untuk mengobati penyakit tahawwur, hendaklah orang yang telah disinggung penyakit ini, sadar akan akibat yang akan ditempuh jika tahawwur-nya diteruskan juga. Sadari bahayanya, paksa diri surut ke belakang. Kalau ini telah dibiasakan, maka hati tidak akan merasa kecewa lagi jika ditimpa malapetaka, tidak tercengang melihat keganjilan kebenaran.

Hidup yang fana ini adalah bayang-bayang daripada hidup yang baka. Jika dari sekarang telah diajar menuruti jalan lurus dan di tengah-tengah (shirathal mustaqim), kelak di akhirat akan biasa pulalah kaki menempuh jalan yang lurus (shirathal mustaqim) yang kekal.

Sebab manusia itu mati di dalam bentuk perangainya, dan akan dibangkitkan di dalam perangai itu juga. Sebab itu setiap sembahyang kita memohon kepada Tuhan, dengan do'a:

"Ya Tuhanku, tunjukilah kami kepada jalan yang lurus."

Jubun, itulah penyakit yang di bawah dari derajat pertengahan. Pendeknya kalau diukur dengan thermometer kehidupan, tabiat ini amat dingin.

Kurang perasaan marah, sehingga tidak ada marahnya pada waktu patut marah.

Tidak kuasa dia tampil ke muka pada waktu ia wajib tampil ke muka.

Sebab-sebab Jubun. Sebagaimana yang menimbulkan tahawwur ialah ghadhab, kemarahan, maka yang menimbulkan jubun ialah mati-hati, telah dingin darah kemarahan. Sebab kematian hati itu ada pula, yaitu rendah gengsi, tidak ada martabat, hina kehidupan.

Karena kurang kesabaran, kurang kemauan, sebab itu jadi pemalas itulah pangkal segala perangai yang tercela.

Bahaya jubun itu amat besar. Orang yang jubun suka saja menerima kehinaan, asal kesenangan jasmani jangan terganggu.

Karena dingin kesenangan, takut kematian, padahal kematian pasti datang.

Dia tak peduli harta bendanya atau orang-orang yang patut dipeliharanya dianiaya orang, baik dirinya apalagi tanah air dan agamanya.

Obatnya. Mengobati penyakit jiwa yang berbahaya ini, dengan jalan menimbulkan watak-watak yang terpendam di dalam diri. Karena perangai-perangai itu sebenarnya masih belum hilang dari jiwa.

Orang-orang yang pengecut itu, kadang-kadang hatinya masih berkata, dan jiwanya masih menyesali kesalahannya.

Sebab-sebab itu di atas telah banyak kita terangkan misalnya kurang pembacaan, kurang pergaulan, kurang suka mendengar perkataan yang penting-penting dalam pergaulan hidup.

Jadi perangai-perangai yang baik itu, ada harapan timbul kembali bilamana dikorek-korek, atau dibersihkan yang menimbunnya.

Yang mengatur diri kita ialah kita sendiri. Bukan orang lain.

Boleh kita ambil umpama, seorang yang demam, bila demamnya itu diberat-beratkannya, mukanya dipermuram-muramkannya, demam itu akan bertambah. Tetapi kalau dilawannya, dengan: "Ah, aku tidak demam," dengan sendirinya demam itu hilang sebelum menjadi berat.

Begitu juga seorang pengecut, cobalah lawan perangai itu walaupun hati berdebar.

Jalankan akal, apa sebabnya saya takut begini?

Mula-mulanya jantung berdebar memberani-beranikan diri, padahal awak pengecut.

Tetapi nanti setelah menjadi kebiasaan, debar jantung itu akan hilang sendirinya.

Banyak ahli filsafat dan ahli tasawuf sengaja menempuh bahaya yang ngeri, untuk membiasakan keberanian.

Ditempuhnya lautan sedang ombak dan gelombang besar, atau bangun tengah malam dari tidurnya, untuk membiasakan keberanian menghindarkan malas.

Dengan demikian timbulah perangai syaja'ah, yang semenjak agama Islam ditegakkan, mengajar umatnya dalam keberanian itu.

Orang Islam sejak bermula dididik syaja'ah, disingkirkan daripada jubun dan tahawwur.

Mereka diajar mempercayai mati syahid, bahwasanya orang yang mati syahid itu laksana hidup juga.

Janda seorang Islam yang mati, disuruh dinikahi oleh temannya, supaya hatinya jangan bingung menempuh mati.

Anaknya dinamai anak-yatim, disuruh pelihara oleh seluruh muslimin.

Kepadanya dijanjikan pula "jannah", surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.

Seorang muslim yang sejati, amat lekat syaja'ah itu dalam kalbunya.

Dia amat kuat beroleh kehinaan, takut agamanya akan mundur, takut derajatnya akan luntur, takut masuk neraka, takut hidup tidak akan berguna, takut umatnya akan hina.

Lantaran takut akan ditimpa segala bahaya itu, maka dia berani menghadapi mati.

SIFAT-SIFAT YANG TERBIT KARENA TAHAWWUR DAN JUBUN

Kalau kita suka menurutkan nafsu tahawwur, berani-babi itu, timbullah daripadanya ranting-ranting sifat buruk (mazhmumah) yang lain; seperti kotor-mulut, pengumpat, lekas marah, keras kepala, berhati sendiri tidak mengakui kebenaran orang lain, perajuk, suka memerintah tetapi tak suka mengerjakan, mengecilkan hati orang, melupakan kesalahan diri, takabur, sombong, ujub dan angkuh.

Memasang mercon untuk memberitahu kepada seluruh negeri atas jasa-jasanya,  menghinakan orang, dan sifat-sifat yang menyerupai itu.

Timbul juga sifat royal, boros, dan penabur harta. Atau timbul lawannya, yaitu kikir, bakhil, kedekut, kejam.

Sebentar-sebentar hendak membunuh orang, sebentar-sebentar hendak menunjukkan keberanian, salah sedikit sudah hendak menyentak pisau.

Atau timbul lawannya, yakni pengecut sangat; biar jiwanya terancam, anak-istrinya diganggu orang, kampung halamannya dirampas, saudaranya dipersunting orang tanpa ijab kabul, dia tidak peduli.

Sedikit ditimpa sakit, memekik menggarung panjang serupa anak-anak.

Timbul sifat berani mengurus pekerjaan besar, walaupun tidak ahli dan tidak sesuai dengan kekuatan badan.

Atau timbul lawannya apa saja pekerjaan yang akan dilangsungkan, baik yang semudah-mudahnya, apalagi yang agak sukar, takut menempuh.

Timbul sifat takabur, sombong dan meninggikan diri tidak ada yang semulia, segagah, seberani, sekaya dan selebih dia, sehingga orang lain tidak dihargainya.

Atau timbul lawannya, yaitu selalu berkecil hati, berduka cita, rendah gengsi, kurang derajat, merasa diri sendiri hina, sehingga tidak berani masuk ke dalam gelanggang ramai.

Segala yang tersebut itu, yang pertama dari penyakit tahawwur dan yang kedua dari penyakit jubun.

Yang pertama dari berani-babi, yang kedua pengecut-sangat.

Sebab timbul keduanya ialah dari pada tabiat ghadhab, artinya marah.

Tabiat ghadhab itu mesti ada pada manusia.

Kalau tidak ada tabiat ghadhab, tentu tidak ada pertahanan.

Tidak dapat manusia mempertahankan diri dari serangan dan pelanggaran orang lain.

Marah, artinya gerakan nafsu (diri), seketika meluap darah jantung dari suruhan syahwat untuk mempertahankan diri dan untuk melepaskan dendam.

Cuma kemarahan itu tidak boleh timbul kalau tidak pada tempatnya dan waktunya, itulah gunanya latihan dan didikan.

Bila kemarahan telah timbul, tidak ditahan dengan pikiran dan akal sebelum dia menjalar, tidak ubahnya dia dengan api yang membakar, darah naik laksana uap, memenuhi otak, sehingga gelap.

Menyelubungi hati sehingga tidak sanggup berpikir. Menyelimuti seluruh urat-saraf; kecil orang yang memarahi itu dipandangnya.

Ketika itu pertimbangan hilang, akal tertutup, pikir tersenak, angan-angan habis.

Sehingga bertemulah sebagaimana yang dimisalkan oleh setengah hukama,

"Orang yang marah adalah laksana gua batu yang terbakar, api terkurung di dalamnya dan angin masuk juga mengipasnya sehingga terkumpullah di dalam gua asap dan uap, yang menambahkan panas. Kedengaran api memakan kelilingnya, habis semuanya jadi bara. Meskipun diusahakan menyiram, maka air penyiram itu akhirnga akan menjadi laksana minyak-tanah menambah kerasnya api."

Demikianlah kalau kemarahan tidak ditahan sebelum menjalar.

Manusia lupa kebenaran, pekak telinganya meskipun diajari, bahkan kadang-kadang pengajaran yang diberikan itu akan menambah marahnya juga.

Sehingga hukama berkata pula,

"Lebih baik sebuah kapal yang dipermainkan gelombang kehilangan pedoman, daripada seorang pemarah. Sebab meskipun kapal itu telah rusak, orang yang melihat masih sayang dan hiba. Tetapi orang yang marah, bertambah ditolong bertambah karam, bertambah diikhtiarkan bertambah jatuh, sehingga jemu orang melihatnya."

Macam-macam kemarahan.

Berlainan tingkatan kemarahan orang, menurut tingkat perangainya.

Kalau perangai besi, tentu kemarahannya serupa belerang. Belum sampai disentuh api, sudah terbakar.

Kata Ghazali,

"Kemarahan manusia bermacam-macam. Setengahnya lekas marah, lekas tenang dan lekas hilang. Setengahnya lambat akan marahnya, dan lekas habisnya. Yang ketiga inilah yang terpuji."

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 177-182, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

KETERANGAN TENTANG TAUFIQ

Sekarang timbul pula pertanyaan: Apakah perlunya hidayah (petunjuk), rusyd (pimpinan), tasdid (ditutup jalan yang akan tersasar kepada yang lain-lain) dan ta'jid (sokongan Allah) untuk mencapai bahagia.

Ketahuilah bahwa taufiq pasti akan memberi bahagia kepada manusia di manapun juga, sebab arti taufiq ialah berkesesuaiannya antara kemauan dan cita-cita manusia dengan kudrat Allah, baik dalam menuju kebaikan atau dalam menuju kejahatan. Akan tetapi kemudiannya perkataan taufiq itu telah dipakai untuk menuju kebaikan dan kebahagiaan. Dengan sendirinya terasa perlunya taufiq dalam hidup kita.

Kalau tidak lantaran taufiq, maka segala rancangan dan angan-angan yang kita sangka akan sampai dan selamat, akhirnya akan membawa kecewa.

Adapun hidayah Allah maka tidaklah akan sampai tujuan perjalanan kita menuju bahagia dunia dan akhirat kalau tidak dengannya.

Sebab hidayah Allah itulah pokok pangkal segala kebaikan.

Hidayah itu terdiri dari tiga perkara:

Pertama, mengerti mana jalan yang baik dan mana jalan yang jahat.

Segala manusia telah diberi Allah petunjuk yang pertama itu. Semua orang tahu mana yang baik dan mana yang jahat, menurut firman Allah,

"Dan telah Kami beri hidayah kepadanya dua jalan (baik dan jahat)," (QS. al-Balad [90]: 10).

Tempat kedatangan hidayat ada dua.

Pertama, lantaran akal sendiri.

Kedua, lantaran telah sampai kepadanya seruan Rasul.

Sebab itulah Allah Ta'ala berfirman tentang kaum Tsamud,

"Adapun kaum Tsamud itu telah Kami beri hidayah kepada mereka, tetapi mereka lebih suka tetap dalam buta dari menurutkan hidayah itu," (QS. Fushshilat [41]: 17).

Kedua, kemajuan yang ditempuh seorang hamba Allah lantaran pertambahan ilmu dan pengalamannya.

Itulah yang  dimaksud oleh firman Allah,

"Orang-orang yang menuntut hidayah itu akan Kami tambah baginya hidayah dan Kami beri mereka ketaqwaan," (QS. Muhammad [47]: 17).

Ketiga, itulah cahaya yang gemilang di dalam alam nabi-nabi dan waliullah.

Maka dengan petunjuk demikian mereka dapat memperoleh petunjuk yang lebih tinggi dari yang dapat dicapai dengan akal biasa.

Derajat ini lebih tinggi, di luar dari yang dapat dicapai dengan ilmu dan memaksa otak.

Itulah yang bernama wahyu bagi Nabi dan Ilham bagi orang yang mendapat wilayat.

Itu juga yang diberi Allah nama hayat (hidup). Menurut firman-Nya,

"Dan apakah orang yang telah mati Kami hidupkan dia dan Kami beri dia Nur yang berjalan dia dengan Nur itu di antara manusia," (QS. al-An'am [6]: 122).

Rusyd atau pimpinan Allah, ialah pertolongan Allah yang dengannya manusia tertolong mencapai apa yang dimaksudnya, sehingga mendapatkan kekuatan mencapai apa yang baik dan tidak terbelokkan pikirannya kepada yang salah.

Itulah yang bernama Irsyad, dan dia ada dalam batin.

Firman Allah,

"Sesungguhnya telah pernah Kami berikan kepada Ibrahim akan irsyadnya, dan Kami ketahui dia," (QS. al-Anbiya [21]: 51).

Tasdid, teguh kemauan dalam gerak-gerik mencapai tujuan, supaya dapat disergap dalam waktu yang cepat.

Perbedaan di antara Rusyd dengan Tasdid ialah, Rusyd (pimpinan) perlu kepada peringatan dan pengetahuan, dan Tasdid (teguh) perlu dengan pertolongan gerak badan.

Ta'jid atau sokongan, yaitu kuat perbuatannya lantaran tajam penglihatan batinnya dan keras kemauannya pada lahir.

Itulah anugerah Ilahi yang mengandung kekuatan, yang kalau ada pada manusia, manusia itu mampu dengan cepat menyingkirkan kejahatan dan menjaga kebaikan, sehingga kalau dia telah dekat tergelincir, sebentar itu juga datang suatu kekuatan yang tidak terasa, menghambatnya dari berbuat itu.

Kekuatan ta'jid inilah yang membangkitkan hati Nabi Isa menyeru kaumnya kepada keberanian.

"Dan Kami beri ta'jid dia dengan Ruhul Kudus," (QS. al-Baqarah [2]: 87).

Segala yang tersebut itu tidaklah akan tercapai kalau pemahaman tidak akurat, pendengaran tidak nyaring, hati tidak terang dan terjaga, guru yang mendidik tidak ada pula, harta benda kurang untuk mencapai cita-cita kebaikan, banyak utang kepada manusia sehingga tak sanggup membayar utang kepada Tuhan, kurang pergaulan, kurang menjaga kehinaan, kurang kekuatan badan untuk menangkis serangan musuh.

Oleh karena itu, nyatalah bahwa kebahagiaan itu bertali di antara satu dengan yang lain.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 49-51, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).