Selasa

FATWA BUYA HAMKA PANCASILA, PIAGAM JAKARTA, UUD 1945, KONGRES KHILAFAH: UTUSAN-UTUSAN KITA


KELOMPOK PRO KHILAFAH BERKEMBANG BIAK SUBUR DI NEGERI INI DOSA SIAPAKAH INI? SBY KAH?

youtube.com/watch?v=Fdc85YneXrE

DOSA YANG LEBIH BESAR DARI DOSA SYIRIK

[4] Mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu). (Al A'raf: 33)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata menjelaskan ayat ini, "... Lalu terakhir Allah menyebutkan dosa yang lebih besar dari itu semua yaitu berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Larangan berbicara tentang Allah tanpa ilmu ini mencakup berbicara tentang nama dan shifat Allah, perbuatan-Nya, agama dan syari'at-Nya." [I'lamul muwaqqi'in hal. 31, Dar Kutubil 'Ilmiyah].

muslim.or.id/41186-dosa-yang-lebih-besar-dari-dosa-syirik. html

SAAT KESADARAN

Allah takdirkan menimbulkan mujaddid yang pertama untuk kebangkitan, yang sekarang ini. Itulah Muhammad bin Abdul Wahab di Nejed. Kebangunan Muhammad bin Abdul Wahab yang mula-mula itu adalah seumpama "bom" yang amat keras memukul kubu-kubu pertahanan Islam yang bobrok. Dia memukul sekeras-kerasnya Islam yang telah rusak. Dipandangnya kaum Muslimin di mana-mana di seluruh dunia telah sesat, telah musyrik. Kemusyrikan itu wajib dibanteras dan umat dibawa kembali kepada Tauhid yang khalis. Kerajaan Turki dipandangnya sebagai induk dari kemusyrikan di dalam Islam. Kerajaan Turki merasa bahwa pertahanannya dan kebesarannya terancam. Lalu diperbuatnya sarana di mana-mana menuduh bahwa Muhammad bin Abdul Wahab dan Raja Saudi yang membantunya adalah paham yang sesat di dalam Islam. Banyak belanja dipergunakan untuk sarana itu, sehingga kaum Wahabi dibenci betul-betul oleh seluruh dunia Islam. Banyak "ulama resmi" yang dipergunakan mengarang buku-buku mencela kebangunan itu.

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

Waspadalah! Strategi Licik Felix Siauw Pengasong Khilafah Londoniyah untuk Merebut Hati Warga NU

suaraislam.co/waspadalah-strategi-licik-felix-siauw-pengasong-khilafah-londoniyah-merebut-hati-warga-nu

Teladani Figur Buya Hamka untuk Hadapi Dinamika Bangsa

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius mengajak seluruh anak bangsa untuk meneladani figur dan pemikiran Abdul Malik bin Haji Karim Amrullah atau lebih dikenal sebagai Buya Hamka.

jpnn.com/news/teladani-figur-buya-hamka-untuk-hadapi-dinamika-bangsa

Ketua Majelis Ulama -Mufti- Indonesia: Buya HAMKA

mui.or.id/tentang-mui/ketua-mui/buya-hamka.html

Surat dari Tanah Mangkasura:
Bersatu Dalam Akidah, Toleransi Dalam Furu' dan Khilafiyah
PERJALANAN TERAKHIR BUYA HAMKA:
Sebuah Biografi Kematian

PANGGILAN JIHAD

Merindukan kembali hadirnya ulama besar seperti beliau...

Semoga menjadi inspirasi semangat generasi muda Islam...

eramuslim.com/video/mengenang-panggilan-jihad-buya-hamka-setiap-kuliah-subuh-di-rri.htm

3 SINGA ASWAJA BERTEMU BIKIN WAHABI DAN KOMUNIS KETAR-KETIR!! Ust Arrazy, UAS, KH Idrus Ramli

youtube.com/watch?v=S1DncKq_py4

KARENA CARI MAKAN

"Dan setengah dari manusia ada yang mengambil yang selain Allah menjadi tandingan-tandingan ... Dan sekali-kali tidaklah mereka akan keluar dari neraka ... Dan supaya kamu katakan terhadap Allah hal-hal yang tidak kamu ketahui." (al-Baqarah: 165-169).

Setan masuk ke segala pintu menurut tingkat orang yang dimasuki. Kebanyakannya karena mencari makanan pengisi perut. Paling akhir Setan berusaha supaya orang mengatakan terhadap Allah apa yang tidak mereka ketahui. Kalau orang yang dia sesatkan sampai tidak mengakui lagi adanya Allah karena telah mabuk dengan maksiat, Setan pun dapat menyelundup ke dalam suasana keagamaan sehingga lama-kelamaan orang berani menambah agama, mengatakan peraturan Allah, padahal bukan dari Allah, mengatakan agama, padahal bukan agama. Lama-lama orang pun telah merasa itulah dia agama. Asalnya soal makanan juga.

Hal-hal yang diterangkan di atas adalah nasib dari orang yang telah memperturutkan langkah-langkah Setan yang asalnya dari makanan sehingga agama pun telah dikorupsikan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KITAB INI DIBUAT NYERANG TAHLILAN

youtube.com/watch?v=KN7cdUbB6JE

KARENA CARI MAKAN

Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah Setan. Janganlah kamu mencari tandingan-tandingan yang lain lagi bagi Allah. Janganlah kamu katakan terhadap Allah hal-hal yang kamu tidak tahu.

ISLAM SUDAH SANGAT SEMPURNA

Dalam hal-hal yang musykil berkenaan dengan urusan dunia, pun telah cukup pula agama memberikan bimbingan. Kenyataan pertama ialah agama murni menurut yang diturunkan dari langit, yang telah cukup dan sempurna, tidak dapat dikurangi atau ditambah lagi. Orang yang menambah-nambah, bernama tukang Bid'ah.

KEKAL DI NERAKA JAHANNAM

Ibnu Mas'ud berkata, "Orang yang diadzab kekal di Neraka Jahannam itu dimasukkan ke dalam peti dari api. Peti itu dalam peti lagi, hingga berlapis, lalu dipaku di luarnya, sehingga suatu pun tidak ada yang mendengar. Dan siapa-siapa yang telah dimasukkan ke dalam peti berlapis itu tidaklah melihat orang lain yang sama diadzab, sebab ia di dalam peti sendiri-sendiri."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MENGERIKAN! Dosa Yang Membawamu Kekal Di Neraka – Ustadz Abdul Somad | religiOne tvOne

youtube.com/watch?v=tDHjlMXO3Nk

MERENUNGKAN 108 TAHUN MUHAMMADIYAH

youtube.com/watch?v=7hhflf7dUh8

SYAIKH AHMAD SOORKATI

Beliau pun banyak memberikan inspirasi pada Kiyai H. A. Dahlan, dalam usaha beliau mendirikan Muhammadiyah. Karena persamaan cita hendak membersihkan agama dari Bid'ah, Khurafat, pemujaan kubur keramat dan Haul yang diadakan di kubur-kubur yang dikeramatkan itu setiap tahun pada beberapa kota besar di tanah Jawa.

SAYYID MUHAMMAD RASYID RIDHA

Beliau menulis dalam Al-Manar Juz 3, Jilid 32 demikian:

"... Maka lahirlah pada masa itu sebuah perkumpulan bernama "Al-Irsyad". Tujuannya ialah mendirikan sekolah-sekolah dan menyebarkan pelajaran agama dan ilmu-ilmu umum yang sesuai dengan zaman dan semangat kemerdekaan dan menghidupkan petunjuk dari Al-Qur'an dan Sunnah, dan membanteras segala Khurafat yang tersebar dengan jalan Bid'ah pada agama ..."

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Penerbit Galata Media, Cet. I, 2018).

JATUHNYA KHILAFAH 1924

Utusan dari tanah Jawa yang diutus oleh komite adalah H.O.S. Cokroaminoto (ketika itu, masih R.M. Cokroaminoto) pemimpin besar centraal Serikat Islam, dan K.H. Mas Mansur, penganjur besar Muhammadiyah. Bersama mereka, ikut juga H.M. Sujak sebagai pemimpin dari Haji Organisasi Hindia (H.O.H.). Sementara itu, dari Persatuan Guru-guru Agama Islam di Sumatra Barat yang diutus adalah Syekh Abdullah Ahmad dan Syekh Abdul Karim Amrullah. Sebagaimana juga Kongres di Hijaz, hasil yang dapat dipegang dari Kongres Mesir boleh dikatakan tidak ada. Setelah soal Khilafah diselidiki dengan saksama, rupanya belumlah masanya untuk membangunnya kembali.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Ustadz Abdul hakim Bin Amir Abdat Bahas Bahaya Hadist Dhoif Dan Maudhu Depan MUI Jakarta Utara

youtube.com/watch?v=u9X-XsiO6vA

Da'i Karbitan | Ust. Yazid Jawas Hafizhahullah

youtube.com/watch?v=ox4_cRh1kZI

MENJAWAB MASALAH

Dzikir kalau tidak berasal dari Nabi saw. dengan sanad hadits yang shahih, itu Bid'ah hukumnya.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Maruf Amin Sebut Wisata Halal Kini Jadi Tren Pariwisata Dunia

viva.co.id/berita/bisnis/1404850-maruf-amin-sebut-wisata-halal-kini-jadi-tren-pariwisata-dunia

KEKAL DALAM NERAKA

"Katakanlah, 'Sesungguhnya yang diharamkan oleh Tuhanku hanyalah kejahatan-kejahatan mana yang zahir daripadanya dan mana yang batin dan dosa keaniayaan dengan tidak benar dan bahwa kamu persekutukan dengan Allah sesuatu yang tidak Dia turunkan keterangannya dan bahwa kamu katakan atas (nama) Allah sesuatu yang tidak kamu ketahui.'" (al-A'raaf: 33).

Dosa mempersekutukan yang lain dengan Allah, sudah lebih besar dari keempat dosa sebelumnya. Kemudian, datang lagi dosa keenam yang lebih hebat lagi, yaitu kamu katakan di atas nama Allah sesuatu yang tidak kamu ketahui. Membuat-buat aturan yang seakan-akan bersifat keagamaan, dikatakan berasal dari Allah, padahal tidak ada Allah memerintahkan yang demikian. Tidak ada pengetahuan tentang hakikat agama, hukum perintah dan larangan Allah, semuanya gelap baginya. Namun, dia memandai-mandai dan menambah-nambah peraturan agama. Nyatalah bahwa dosa keenam adalah puncak dari kejahatan.

KARENA CARI MAKAN

"Dan setengah dari manusia ada yang mengambil yang selain Allah menjadi tandingan-tandingan ... Dan sekali-kali tidaklah mereka akan keluar dari neraka ... Dan supaya kamu katakan terhadap Allah hal-hal yang tidak kamu ketahui." (al-Baqarah: 165-169).

Apakah ini dari agama? Terang-terang hadits menerangkan bahwa perbuatan ini adalah haram, sama dengan meratap. Sebaliknya, kalau di kampung itu juga ada orang kematian tidak mengadakan jamuan makan besar itu, dituduhlah dia menyalahi peraturan agama. Dikatakan bahwa orang yang telah mati itu tidak diselamatkan, sebagaimana mati anjing saja. Setelah itu, tidaklah putus makan-makan itu di hari ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, ke-7, hari memarit (menembok) kubur, hari ke-40 setelah matinya, hari ke-100, dan penutup hari yang ke-1000. Bahkan pada kubur-kubur orang yang dianggap keramat, kubur ulama atau kuburan keturunan sayyid yang tertentu, diadakan Haul sekali setahun, makan besar di sana sambil membaca berbagai bacaan. Rakyat yang awam dikerahkan menyediakan makanan, bergotong-royong menyediakan segala perbekalan. Malahan ada orang yang digajikan buat membaca surah Yaasiin di satu kubur tiap-tiap pagi hari Jum'at. Atas rayuan Setan, orang berkeras mengatakan bahwa itu adalah agama. Siapa yang tidak mengatakan dari agama, dia akan dituduh memecah persatuan! Kalau kita katakan ini bukanlah agama, ini adalah menambah-nambah dan mengatakan atas Allah barang yang tidak diketahui, maka kitalah yang akan dituduh merusak agama.

PENDIRIAN YANG TEGAS

"Katakanlah, 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah karena Allah, Tuhan sarwa sekalian alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan begitulah aku diperintah ... Dan tidaklah akan menanggung seorang penanggung akan tanggungan orang lain. Kemudian kepada Tuhan kamulah tempat kamu kembali. Maka Dialah yang akan memberitakan kepada kamu tentang apa yang telah pernah kamu perselisihkan.'" (al-An'aam: 162-164).

Dengan ayat ini, terutama yang menerangkan bahwa seorang tidak akan menanggung beban tanggungan orang lain, dapatlah dipahamkan, memberikan hadiah pahala bacaan al-Faatihah atau surah Yaasiin dan sebagainya untuk orang yang telah mati, menjadi percuma, tidak ada gunanya. Apalagi Salafush Shalihin pun tidak pula meninggalkan contoh yang dapat ditiru dalam amalan seperti ini. Sekarang kebiasaan tambahan itu telah merata di mana-mana. Dan kalau dicari dari mana asal mulanya menurut ilmiah, sebagaimana tuntutan kepada orang Quraisy tentang binatang larangan dan ladang larangan pada ayat 143 dan 144 di atas tadi, akan payah pula orang mencari dasarnya. Sunnah dan teladan dari Rasulullah saw. hanyalah mendoakan kepada Allah, semoga Muslimin dan Muslimat, yang hidup atau yang mati diberi rahmat, karunia dan kelapangan oleh Allah. Berdoa demikian memang berpahala dan pahalanya itu adalah untuk yang berdoa. Adapun doa itu dikabulkan atau tidak oleh Allah, terserah kepada Allah sendiri. Ini sangat jauh bedanya dengan membaca surah Yaasiin, lalu dapat pahala dan pahala itu dikirim kepada si mati, untuknya.

SIAPAKAH YANG TAHAN DAN TEGUH HATI MENEMPUH JALAN YANG BENAR?

"(Yaitu) orang-orang yang menjauh dari dosa-dosa yang besar dan yang keji-keji ..." (an-Najm: 32).

Dosa-dosa yang besar ialah mempersekutukan Allah dengan yang lain, berkata tentang Allah tetapi tidak dengan pengetahuan, lancang memperkatakan soal-soal agama, padahal ilmu tentang itu tidak ada. Itu semuanya adalah termasuk dosa yang besar. Adapun yang keji-keji adalah yang menyakiti orang lain dan merusakkan budi pekerti, sebagai mencuri harta kepunyaan orang lain, berzina, membunuh sesama manusia.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Ustad Adi Bilang Suka Makan Haram, Zina, Covid Jadi Mengerikan, Netizen Nyamber: Astaghfirullah!

wartaekonomi.co.id/read349306/ustad-adi-bilang-suka-makan-haram-zina-covid-jadi-mengerikan-netizen-nyamber-astaghfirullah

TOLONG VIRALKAN VIDEO INI! MARI SELAMATKAN NKRI DARI MONSTER2 AGAMA!!

youtube.com/watch?v=NmDiyiwuIik

Yang Ngomong Tahlilan Itu Bid'ah Gobloooook | Ustadz Ahmad Sarwat Lc.Ma

youtube.com/watch?v=8F85_lBzc8w

Tidak Mengkafirkan Penyembah Kubur Maka Ia Kafir | Syaikh Shalih Al-Fauzan

youtube.com/watch?v=cKrInbsUw2M

Viral Jamaah Berdoa di Depan Baliho Habib Rizieq, Netizen: Tuhan Baru

banten.suara.com/read/2020/11/24/120337/viral-jamaah-berdoa-di-depan-baliho-habib-rizieq-netizen-tuhan-baru

MENGHADAPI HARI KIAMAT

Kadang-kadang mereka bertemu dengan penyembah-penyembah berhala model lain, berhala tanah air, berhala diktator, berhala mendewa-dewakan pemimpin, berhala kultus individu, bahkan berhala menyembah dan memuja kubur-kubur, sampai menjadi mata pencarian. Maka hendaklah seorang Mukmin Muslim dengan tegas menegakkan keyakinannya bahwa agama adalah murni untuk Allah semata-mata, walaupun untuk itu dia akan dibenci orang. Walaupun yang membencinya itu mengaku Islam juga! Karena mereka telah mengotori Tauhid, ikhlas dan Muslim (menyerah bulat kepada Allah) dengan memberhalakan kubur-kubur.

MENUHANKAN GURU

Termasuk juga dalam rangka ini, yaitu menganggap ada kekuasaan lain di dalam menentukan ibadah selain daripada kekuasaan Allah, ialah menambah-nambah ibadah atau wirid, doa dan bacaan pada waktu-waktu tertentu yang tidak berasal dari ajaran Allah dan Rasul saw. Ibadah tidak boleh ditambah dari yang diajarkan Rasul saw. dan tidak boleh dikurangi. Menambah atau mengurangi, memaksa-maksa dan berlebih-lebihan dalam ibadah adalah ghuluw. Dan, ghuluw adalah tercela dalam syari'at. Sama pendapat (ijma) sekalian ulama mencela perbuatan itu. Inilah dia Bid'ah!

MEMECAH-BELAH AGAMA

Keempat Imam sama saja bunyi seruan mereka, yaitu pendapat mereka hanya boleh dipakai bila kenyataannya berlawanan dengan Al-Qur'an dan Hadits, Imam Syafi'i terkenal dengan perkataan beliau: "Kalau terdapat hadits yang shahih (benar) maka itulah madzhabku."

MEMPERSEKUTUKAN (MENGADAKAN TANDINGAN-TANDINGAN)

Dalam hal orang yang diikut itu berkeras pada suatu pendapat, si pengikut pun berkeras pula dalam taklid. Ini karena dengan sadar atau tidak mereka telah menjadikan guru ikutan menjadi tandingan-tandingan Allah atau andadan.

DASAR ORANG MUSYRIK

Yang lebih disayangkan lagi ialah kesalahan penilaian mereka tentang arti wali Allah. Mereka pergi ke kuburan orang yang mereka anggap di masa hidupnya jadi wali, lalu dia memohon apa-apa di situ. Padahal ayat-ayat itu menyuruh orang bertauhid, mereka lakukan sebaliknya, jadi musyrik. Kalau ditegur dia marah, hingga mau dia menyerang orang yang menegurnya itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Marissa Haque: UU Cipta Kerja Bikin 87 Persen Muslim Indonesia Murtad

kalbar.suara.com/read/2020/10/14/155346/marissa-haque-uu-cipta-kerja-bikin-87-persen-muslim-indonesia-murtad

KESIMPULAN

Sayyid Quthb akhirnya percaya bahwa kehidupan Islami sejati dan murni "sudah lama berakhir di seluruh dunia dan bahwa [keberadaan] Islam itu sendiri telah berhenti." Hamka jauh lebih positif, yang dia lihat di Indonesia adalah tumbuhnya komunitas umat lslam yang taat dan cerdas.

(James R. Rush, ADICERITA HAMKA: Visi Islam Sang Penulis Besar untuk Indonesia Modern, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Cet.1, 2017).

"Ya Tuhanku, penuhilah apa yang engkau janjikan kepadaku. Ya, Tuhanku, jika binasa rombongan Ahlul Islam ini tidaklah akan ada lagi orang yang akan menyembah-Mu di muka bumi ini!" (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi).

Doa perang badar kok dipakai di pilpres? Ustadz Farhan Abu Furaihan

youtube.com/watch?v=nDz4uCa6g34

PEREMPUAN ITU SENDIRI ADALAH AURAT

Ananda menanyakan tentang batas aurat perempuan, "Sampai batas-batas manakah seorang perempuan muslim harus berpakaian?" Oleh karena Ananda yang bertanya tampaknya memang seorang perempuan Muslimat yang ingin mengikuti Nabi saw., ingatlah sebuah hadits yang dirawikan oleh at-Tirmidzi, "Perempuan itu sendiri adalah aurat. Bila ia telah keluar, Setan terus mendekatinya. Tempat yang paling dekat untuknya dalam perlindungannya adalah terang-terang di bawah atap rumahnya." Oleh sebab itu kalau tidak perlu benar, janganlah keluar. Misalnya pergi belajar. Pergi ke Masjid tidaklah dilarang. Namun, shalat di rumah adalah lebih afdhal.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

MENJADI IBU RUMAH TANGGA YANG TERHORMAT

Karena tidak lain maksud Allah SWT ialah agar terbentuk rumah tangga Islam, rumah tangga yang aman damai, dipatrikan oleh ketaatan, bersih dari perangai yang tercela atau penyakit-penyakit buruk dalam hati. Dan penuhlah hendaknya suatu rumah tangga Islam dengan suasana Al-Qur'an. Kita pun insaf betapa hebatnya perjuangan di zaman jahiliyyah modern ini hendak menegakkan kebenaran Ilahi. Namun yang keji tetaplah keji walaupun banyak orang yang hanyut dibawa arusnya.

POKOK BERPIKIR

Peraturan Islam itu dari Allah dan Rasul, tidak dicampuri oleh pendapat umum manusia. Meskipun kadang-kadang ijtihad manusia masuk juga ke dalamnya, ijtihad itu tidak lebih tidak kurang daripada garis yang telah ditentukan. Hasil pendapat tidak boleh berubah dari maksud syari'at.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kata Buya HAMKA: Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja kera juga bekerja.

humas.riau.go.id/berita/2017/04/ustadz-bachtiar-nashir-berislamlah-dengan-totalitas-sampai-mati

Fenomena Salah Jurusan, Salah Siapa? | TirtoID

youtube.com/watch?v=nyNyXia2kig

SHAHIH

"... Dan mereka itu adalah terhadap ayat-ayat Kami amat yakin." (as-Sajdah: 24).

Ibnu Katsir memberikan komentar dalam tafsirnya tentang imam-imam Bani Israil itu, "... Tetapi setelah ada dalam kalangan mereka yang mengganti-ganti, menukar-nukar dan menta'wilkan arti ayat suci dari maksudnya yang sebenarnya, dicabut Allah-lah maqam jadi imam itu, dan jadilah hati mereka kesat dan kasar, sampai berani mentahrifkan kata-kata dari tempatnya yang sebenarnya. Tidaklah lagi mereka mengamalkan yang shahih, tidaklah lagi mereka beriktikad yang betul."

JANJI AHLI-AHLI PENGETAHUAN

"... Alangkah jahat tukaran yang mereka terima itu." (Aali 'Imraan: 187).

Teringatlah kita bila merenungkan ujung ayat ini kepada perkataan tabi'in yang besar, yaitu Qatadah. Beliau berkata, "Inilah perjanjian yang telah diambil Allah dengan ahli-ahli ilmu. Maka, barangsiapa mengetahui sesuatu ilmu, hendaklah diajarkannya kepada manusia. Sekali-kali jangan disembunyikannya ilmu itu, karena menyembunyikan ilmu adalah suatu kebinasaan."

JANJI ILAHI DAN PENGHARAPAN

"... ialah karena mereka menyembah Aku dan tidak mempersekutukan Aku ..." (an-Nuur: 55).

Ayat inilah sumber inspirasi buat bangkit. Ayat 55 surah an-Nuur inilah pegangan Nabi Muhammad saw. bersama sekalian pengikutnya dari Muhajirin dan Anshar, selama 10 tahun di Madinah. Ayat inilah bekal Abu Bakar menundukkan kaum murtad, pegangan Umar bin Khaththab meruntuhkan dua kerajaan besar, yaitu Persia dan Rum. Kekuasaan pasti diserahkan ke tangan kita dan agama kita pasti tegak dengan teguhnya dan keamanan pasti tercapai. Perjuangan menegakkan cita Islam, mencapai tujuan menjadi penerima waris di atas bumi, bukanlah kepunyaan satu generasi, dan jumlahnya bukanlah sekarang, melainkan menghendaki tenaga sambung-bersambung. Di ayat 56 itu sudah jelas, cita-cita untuk menyambut warisan, melaksanakan kehendak Ilahi di atas dunia ini.

JANGAN MEMOHONKAN AMPUN UNTUK MUSYRIKIN

"... telah jelas baginya bahwa dia itu musuh bagi Allah ..." (at-Taubah: 113-114).

Tiada Dia bersekutu dalam keadaan-Nya dengan yang lain. Demikian juga tentang mengatur syari'at agama, tidak ada peraturan lain, melainkan dari Dia.

BANGUN DAN BENTUK SUATU BANGSA

"Dan bagi tiap-tiap umat ada ajalnya ..." (al-A'raaf: 34).

Perhatikanlah! Dahulu kaum Quraisy sebagai pelopor pertahanan jahiliyyah menguasai masyarakat Arab, menguasai peribadatan dan thawaf keliling Ka'bah dengan telanjang, dengan bersiul dan bertepuk-tepuk tangan dan Ka'bah mereka kelilingi dengan 360 berhala. Mereka runtuh karena keruntuhan akhlak. Waktu beribadah keliling Ka'bah mereka bertelanjang, mereka tidak memakai pakaian sehelai benang jua. Dengan alasan karena pakaian yang dipakai penuh najis dan dosa. Namun, kebatinan mereka sendiri, ruh mereka sendiri lebih telanjang lagi karena kejahatan-kejahatan yang mereka perbuat, yang zahir dan yang batin, kemesuman, perzinaan. Mereka berbuat dosa dengan niat yang salah (al-itsmu) dan mereka merugikan orang lain (al-baghyu) dan mereka persekutukan yang lain dengan Allah dan mereka berani membuat-buat suatu peraturan yang mereka katakan agama, padahal mereka katakan atas Allah hal-hal yang tidak mereka ketahui.

DZIKIR RIBUT-RIBUT

"Dan tidaklah ada shalat mereka di sisi rumah suci itu melainkan bersiul-siul dan bertepuk tangan. Maka, rasakanlah olehmu adzab, akibat dari kekufuran kamu itu." (al-Anfaal: 35).

Ibnul Qayyim di dalam kitab Ighatsatul Lahfan, ayat ini menunjukkan bahwasanya segala macam cara-cara dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah, tetapi tidak menurut yang digariskan oleh Nabi sebagai yang dilakukan oleh ahli-ahli tasawuf, ada yang ratib menyorak-nyorakkan dan menyebut nama Allah dengan suara keras tiada sependengaran dan ada yang memakai seruling, genderang, rebana dan sebagainya yang menyebabkan ibadah itu menjadi heboh, samalah keadaannya dengan orang jahiliyyah sembahyang atau thawaf sambil bersiul, bertepuk tangan dan ada yang bertelanjang mengelilingi Ka'bah itu. Ibnu Taimiyah, guru dari Ibnul Qayyim menerangkan pula dalam salah satu fatwanya bahwa ... Hal ini barulah diada-adakan orang (Bid'ah) setelah lepas kurun yang tiga. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa orang-orang yang benar-benar pengalamannya dalam soal-soal latihan keruhanian dan mengerti hakikat agama dan hal-ihwal hati, telah mendapat kesimpulan bahwa cara-cara demikian tidaklah ada manfaatnya bagi hati, melainkan lebih banyak mudharatnya. Bahayanya bagi jiwa sama dengan bahaya minuman keras bagi tubuh. Sekian kita salin beberapa perbandingan dari Ibnu Taimiyah, tentang dzikir ribut-ribut yang dilakukan orang-orang sufi, menyerupai apa yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyyah di Ka'bah itu.

KEKAL DALAM NERAKA

"Katakanlah, '... sesuatu yang tidak Dia turunkan keterangannya dan bahwa kamu katakan atas (nama) Allah sesuatu yang tidak kamu ketahui.'" (al-A'raaf: 33).

Ujung ayat ini pun adalah peringatan keras kepada kita agar dalam hal yang mengenai agama, kita jangan berani-berani saja membicarakannya kalau pengetahuan kita belum dapat menguasai persoalan itu. Dan sekali-kali jangan lancang membantah, kalau bantahan kita hanya semata-mata sangka-sangka. Mengikuti saja pikiran sendiri dengan tidak ditujukan terlebih dahulu kepada firman Allah dan Sunnah Rasul, adalah puncak segala dosa.

"Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat kedustaan atas nama Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya?" (al-A'raaf: 37).

Keduanya ini adalah puncak-puncak kezaliman yang tidak dapat dimaafkan.

Artinya, bermacam-macam sikap dan perbuatan aniaya diperbuat manusia di dalam bumi ini, tetapi puncak yang di atas sekali dari keaniayaan itu ialah membuat-buat atau mengarang-ngarangkan kedustaan atas nama Allah. Ini bertali dengan ujung ayat 33, yaitu berbicara di atas nama Allah barang yang tidak ada pengetahuan mereka padanya.

Tidak ada lagi kezaliman yang lebih dari ini karena menambah agama Allah dengan peraturan bikinan sendiri.

"... tidaklah akan dibukakan untuk mereka pintu-pintu langit dan tidaklah mereka akan masuk ke dalam surga sehingga menyelusuplah seekor unta ke dalam lubang jarum ... Untuk mereka dari Jahannam adalah satu tempat yang sangat rendah dan di atas mereka ada beberapa penutup. Dan, sebagai demikianlah Kami membalas orang-orang yang zalim." (al-A'raaf: 40-41).

Disini terdapat dua keputusan. Pertama, pintu langit tidak terbuka bagi mereka. Kedua, tidak mungkin mereka masuk surga. Menurut Tafsir Ibnu Abbas, tidak ada amalan mereka yang diterima Allah. Dan dalam penafsiran yang lain Ibnu Abbas berkata, tidak terbuka pintu langit buat menerima amal mereka dan doa mereka. Dan dalam riwayat yang lain ditafsirkan lagi oleh Ibnu Abbas bahwa pintu langit tidak dibuka buat menerima ruh mereka setelah mereka mati. Suatu riwayat dari Ibnu Juraij mengumpulkan keduanya, amal tidak diterima dan ruh pun ditolak naik ke langit. Untuk menjadi peringatan bagi manusia agar jangan mereka sangka mudah-mudah saja masuk surga, setelah pokok kepercayaan kepada Allah itu yang telah dirusakkan dan puncak kezaliman yang telah ditempuh.

ISLAM SUDAH SANGAT SEMPURNA

"... Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kamu agama kamu ..." (al-Maa'idah: 3).

Dalam hal-hal yang musykil berkenaan dengan urusan dunia, pun telah cukup pula agama memberikan bimbingan. Kenyataan pertama ialah agama murni menurut yang diturunkan dari langit, yang telah cukup dan sempurna, tidak dapat dikurangi atau ditambah lagi. Orang yang menambah-nambah, bernama tukang Bid'ah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Milenial Dijajah Radikal, Pengamat: Virus Ideologi Mengerikan | tvOne

youtube.com/watch?v=4wXRg6sLffo

Klaster Tahlilan di Grogol, Rumah Warga Disemprot Disinfektan

kompas.tv/article/96494/klaster-tahlilan-di-grogol-rumah-warga-disemprot-disinfektan

Adanya Bencana dan Wabah dengan Sebab Dosa dan Maksiat, Berdasarkan Penjelasan Imam Ibnul Qoyyim | Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

youtube.com/watch?v=Hl6roEmUiw0

KEPADA PEMUDA:

"Bebanmu akan berat. Jiwamu harus kuat. Tetapi aku percaya langkahmu akan jaya. Kuatkan pribadimu!"

HAMKA
Jayakarta, Januari 1950.

(Buya HAMKA, PRIBADI HEBAT, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2014).

Generasi Muda Diminta Teladani Sosok Buya Hamka

nasional.sindonews.com/berita/1191983/14/generasi-muda-diminta-teladani-sosok-buya-hamka

SYIRIK

Kuburan itu dihancurkan karena menurut ajaran Madzhab Salaf bahwa binaan-binaan (bangunan-bangunan) di kubur itu adalah sebagian dari syirik. Abdul Aziz Ibnu Sa'ud memasuki kota dengan tentaranya. Apa yang dilakukannya persis sebagaimana yang pernah dilakukan Nabi Muhammad saw. ketika menaklukkan Mekah. Kuburan yang dikeramatkan dan tempat orang berziarah dihancurkan dan diratakan dengan bumi.

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

MENGHORMATI KEMERDEKAAN BERPENDAPAT

Hal ini telah diderita oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, yang dituduh kafir lantaran tidak mengakui adanya syafaat wali-wali keramat.

(Buya HAMKA, LEMBAGA HIDUP: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Republika Penerbit, 2015).

Kisah Umar Tebas Ahli Bidaah

youtube.com/watch?v=N1jWzmQC7jM

TAUHID YANG SEJATI

Seluruh Alam Minangkabau menerima gerakan Wahabi dengan tidak perlu menukar mazhab, Tuanku Nan Tuo, Syaikhul Masyaikh (Guru dari sekalian Guru) cukup disiarkan tidak dengan kekerasan dan ada yang menyusun kekuatan memberantas segala Bid'ah dan Khurafat adat jahiliyah. Kalau perlu dengan Pedang!

Maka pecahlah Wahabi sama Wahabi, putih sama putih.

(Buya HAMKA, Antara Fakta dan Khayal: Tuanku Rao, Republika Penerbit, Cet.I, 2017).

Ketua MPR Ajak Da'i Teladani Buya HAMKA

antaranews.com/berita/586911/ketua-mpr-ajak-da’i-teladani-buya-hamka

SESAT DAN MENYESATKAN

Ibnul Qayyim mengingatkan, bahwa tradisi, motivasi, situasi, tempat dan waktu memengaruhi perubahan dan keragaman fatwa atau pemikiran hukum atau fikih. Ia mendeklarasikan adagiumnya (kaidah) yang berbunyi: "Perubahan dan keragaman fatwa (dimungkinkan terjadi) karena memperhatikan perubahan zaman, tempat, keadaan, niat dan adat-istiadat." Ibnul Qayyim al-Jauziyyah menegaskan bahwa melahirkan fatwa atau fikih tanpa memperhatikan lima faktor yang telah disebutkan merupakan keputusan yang sesat dan menyesatkan.

(Fikih Kebinekaan, Penerbit Mizan, Cet.1, 2015).

MUNAFIK DENGAN JIWA YANG SAKIT

"Di dalam hati mereka ada penyakit maka menambahlah Allah akan penyakit (lain). Dan, untuk mereka adalah adzab yang pedih dari sebab mereka telah berdusta." (al-Baqarah: 10).

Mereka mencap semua orang bodoh, tetapi mereka tidak mengerti akan kebodohan mereka sendiri. Di kalangan kita pun kadang-kadang dengan tidak disadari timbul pula penyakit jiwa yang semacam ini, dari orang-orang yang menyebut dirinya alim dalam hal agama atau sarjana dalam ilmu pengetahuan. Pengetahuan mereka tentang macam kitab atau textbook thinking, dijadikan ukuran untuk menghambat kemajuan berpikir. Mereka hanya taklid pada yang tertulis dalam kitab, tetapi mereka tidak meninjau bagaimana perkembangan yang baru dalam masyarakat. Sebab itu, mereka menjadi munafik. Munafik dengan jiwa yang sakit.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ULAMA SU' (ULAMA JAHAT)

Memang banyak orang tertipu oleh ulama yang pertama tadi, dengan ulama su'. Karena mereka pandai berhias dengan ilmu-ilmu hafalan. Pandai pula menjadi penarung menghambat masyarakat yang sedang maju. Pandai pula memakai pakaian yang menyerupai orang saleh, untuk memikat harta dan kehormatan. Tetapi tipuan itu tidak akan lama berlaku. Sebab topeng demikian akhirnya mesti terbuka. Mereka tiadakan tahan di dalam, satu saat mesti terlempar ke luar. Atau tertinggal jauh di belakang. Awaslah wahai kaum muslimin yang hendak memperbaiki nasibnya dalam mengejar kemuliaannya kembali. Peganglah kata ulama. Ikutlah perkataan ulama. Jadikanlah mereka contoh dan teladan dalam mengerjakan agama. Yaitu ulama yang berkidhmat kepada umatnya dan negerinya. Yang hanya berlindung kepada Tuhan dan memegang Sunnah Nabi. Mengikuti jejak jalan Salafus Shalihin yang terdahulu, yang sanggup menghadapi kehendak khaas dan 'aam, dan meninggalkan kehendak nafsunya sendiri.

(Buya HAMKA, LEMBAGA HIDUP: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Republika Penerbit, 2015).

Khawatir Bangkitkan PKI, MUI Tolak RUU HIP

republika.co.id/berita/qbt9vs354/khawatir-bangkitkan-pki-mui-tolak-ruu-hip

SURAT PRIBADI KEPADA PRESIDEN SOEHARTO
Jakarta, 29 April 1976

Alangkah herannya kaum Muslimin di negeri dan negara lain, mereka mendengar bahwa dengan resmi di Indonesia telah diakui suatu badan agama yang baru, tidak mau bernama Ad'dhin, hanya bernama Al-Iman, dan Majelis Ulama Islam Indonesia tampaknya menerima pula pengakuan itu! Apakah Majelis Ulama itu tidak berani menyatakan kepada pemerintahnya bahwa pengakuan yang demikian adalah suatu hal yang belum terjadi dalam sejarah Islam di dunia ini? Oleh sebab "Kepercayaan" ini tidak mau berhubungan dengan AGAMA, niscaya mereka dengan sesuka hati dapat membuat perkiraan sendiri tentang Tuhan. Akan lebih celaka lagi kalau di tangan mereka ada kekuasaan, tentu perkiraan merekalah yang wajib dipakai, dan apa yang ditentukan oleh agama bisa dipandang salah, demi Pancasila!

Dengan segala hormat,
D.t.o.
(Prof. DR. HAMKA)

(Rusydi Hamka, PRIBADI DAN MARTABAT BUYA HAMKA, Penerbit Noura, Cet.I, 2017).

Kemenag Patuhi dan Dukung Putusan MK tentang Aliran Kepercayaan

kemenag.go.id/berita/read/506114/kemenag-patuhi-dan-dukung-putusan-mk-tentang-aliran-kepercayaan

PERISTIWA SEBELUM PEMBERONTAKAN CILEGON

Apa artinya menjadi orang Islam, di tanah air sendiri pula, apabila perbuatan musyrik mendapat perlindungan dari pemerintah.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

PKI, Hantu atau Nyata? - ILC tvOne

youtube.com/watch?v=GeKaIHhQn3E

BUYA HAMKA: Zaman Ketika PKI Masih Berkuasa

tribunasia.com/index.php/2020/05/14/buya-hamka-zaman-ketika-pki-masih-berkuasa

GERAKAN WAHABI DI INDONESIA

Musuhnya dalam kalangan Islam sendiri. Pertama ialah Kerajaan Turki. Kedua Kerajaan Syarif di Mekah. Ketiga Kerajaan Mesir. Ulama-ulama pengambil muka mengarang buku-buku untuk mengkafirkan Wahabi.

Kaum komunis Indonesia telah mencoba menimbulkan sentimen umat Islam dengan membangkit-bangkit nama Wahabi.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

BINATANG TERNAK

Ada lagi orang yang telah dipengaruhi Setan dalam lain bentuk, yaitu dirayu Setan supaya tetap memegang pendirian yang salah. Karena perdayaan Setan juga, "Mereka berkata, 'Bahkan kami (hanya) mau mengikut apa yang telah terbiasa atasnya nenek moyang kami!'" Benar ataupun salah adalah nenek moyang kami. Kami akan mempertahankan pusaka mereka, yang tidak lekang karena panas, tidak lapuk karena hujan. Jawaban begini menunjukkan bahwa pikiran tidak berjalan beres lagi atau berkeras mempertahankan adat lama pusaka usang. Bukan akal lagi yang berkuasa, melainkan hawa nafsu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

DUKUN

Pembacaan surah Yasin untuk orang yang telah meninggal pun tidak ada ajaran yang sah dari Nabi. Setelah nenek-moyang kita memeluk agama Islam, belumlah hilang sama sekali kepercayaan animisme itu, sehingga berkumpul-kumpullah orang di rumah orang kematian pada hari-hari yang tersebut itu, sebagai warisan zaman purbakala, cuma diganti mantra-mantra cara lama dengan membaca Al-Qur'an, terutama surah Yasin.

SAMPAIKAH DOA KITA YANG HIDUP UNTUK ORANG YANG TELAH MENINGGAL?

Dibiasakan orang membaca al-Fatihah itu untuk Nabi. Sampai atau tidak hadiah itu? Soalnya bukanlah sampai atau tidak. Persoalannya sekarang adalah, "Apakah Nabi berbuat ibadah seperti itu atau tidak?" Kalau tidak, niscaya kita telah menambah-nambah.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

SUMBER HUKUM

Sumber hukum ialah Al-Qur'an, kemudian ialah Sunnah Rasul. Kalau tidak bertemu dalam Sunnah Rasul, dipakailah ijtihad. Tetapi ijtihad itu harus di dalam lingkaran Al-Qur'an dan as-Sunnah tadi juga. Disinilah timbulnya apa yang disebut ijma' dan qiyas. Pendeknya, tidak akan terjadi selisih yang akan membawa pecah-belah, asal tidak ada yang menyeleweng dari tujuan bersama. Dan kalau ternyata ada yang sengaja menyeleweng, bughat-lah namanya dan sudah boleh diperangi. (Surah al-Hujuraat, ayat 9).

AL-QUR'AN: LAFAZH DAN MAKNA

Kami jelaskan sekali lagi. Kalau ada orang yang berani menafsir-nafsirkan saja Al-Qur'an yang berkenaan dengan ayat-ayat hukum yang demikian, tidak berpedoman pada Sunnah Rasul, maka tafsirnya itu telah melampaui, keluar dari garis yang ditentukan oleh syari'at. Sebab itu, tidak seyogianya, tidak masuk akal bahwa seorang yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul berani-berani saja menafsirkan Al-Qur'an yang berkenaan dengan halal dan haram menurut kehendaknya sendiri, padahal Sunnah Nabi telah ada berkenaan dengan itu. Nabi telah meninggalkan kepada kita jalan yang lurus dan jelas, malamnya sama terang dengan siangnya dan selama-lamanya kita tidak akan tersesat dari dalam agama ini atau terpesong keluar dari dalam garisnya, selama kita masih berpegang teguh pada yang dua itu, yaitu Kitab dan Sunnah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SAMBUTAN SEBAGAI KETUA MAJELIS ULAMA INDONESIA 27 JULI 1975

Tidak Saudara! Ulama sejati tidaklah dapat dibeli, sebab sayang sekali ulama telah lama terjual, pembelinya ialah Allah, "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang yang beriman harta bendanya dan jiwa raganya dan akan dibayar dengan surga." Di sekeliling dirinya telah ditempelkan kertas putih bertuliskan: "Telah Terjual". Barang yang telah terjual, tidak dapat dijual dua kali.

(Rusydi Hamka, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Penerbit Noura, Cet.I, 2017).

WIBAWA DAKWAH BUYA HAMKA

Tepat hari ini, 109 tahun silam, Hamka dilahirkan. Ia seakan hadir ditakdirkan untuk menjadi sosok berwibawa di hadapan penguasa. Bahwa berdakwah yang benar bukan menuruti selera penguasa sebagaimana bunyi gendang begitu gerak tari, dan bukan pula didasarkan pada keterampilan merias kata-kata, kecermatan menjual agama, dan seni memperkosa ayat suci dan sabda Nabi, bukan! Melainkan justru meneguhkan prinsip, menyuarakan kebenaran dan keadilan secara merdeka, serta berakhlak mulia. Kita amat sangat membutuhkan banyak sosok seperti Hamka hadir saat ini. Sosok yang berwawasan luas, merdeka dan tegas menyatakan kebenaran di hadapan penguasa, teguh memegang prinsip, berakhlak mulia, dan berwibawa. Semoga segera muncul Hamka-Hamka baru!

islampos.com/wibawa-dakwah-buya-hamka-113580

TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK

Lihat anak-anak muda zaman sekarang, yang menangis tersedu-sedu meminta belas kasihan perempuan, mau dia berkorban, sengsara, hina, hanyalah mencari apa yang disebut orang cinta. Salah persangkaan yang demikian, hai Guru Muda. Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat.

-HAMKA-

GHIRAH

Di Tahun 1938 itu juga ada suatu kejadian lagi. Seorang ibu di Tapanuli Selatan (Mandailing) membawa anak perempuannya mandi di Sungai Batang Gadis. Setelah selesai mandi, dikeluarkannya pisau dari ikat pinggangnya, lalu ditikamnya anak itu dan disembelihnya. Ketika ditanya polisi ia menjawab terus terang. Lebih baik anak itu mati daripada hidup memberi malu. Anak itu telah berintaian (berpacaran) dengan seorang laki-laki. Ibu itu kemudian dihukum. Namun, tidak ada orang kampung yang menyalahkannya. Itulah yang dinamakan syaraf. Syaraf telah masuk ke dalam darah daging bangsa Indonesia. Inilah yang oleh pemuda Minangkabau sebut dengan "Arang tercoreng di kening. Malu tergaris di muka". Kalau rasa malu menimpa diri, tidak ada penebusnya kecuali nyawa.

ANTARKAN KE KUBURAN

Apabila ghirah telah tak ada lagi, ucapkanlah takbir empat kali ke dalam tubuh umat Islam itu. Kocongkan kain kafannya, lalu masukkan ke dalam Keranda dan antarkan ke Kuburan. Kalau masih ada pemuda Islam yang merasa bangga dibuang 15 tahun karena ghirah akibat saudara perempuannya diganggu, pertanda bahwa sesungguhnya Islam belum kalah!

GHIRAH

Orang Indonesia yang telah memeluk agama Kristen merasa dirinya lebih tinggi dan memang diperlakukan lebih tinggi oleh Pemerintah Kolonial. Itu pun tidak mengapa! Merasa tinggilah engkau! Namun, agama kami jangan dihinakan, jangan disinggung perasaan kami, kalau kami tersinggung kami tidak tahu lagi apa yang kami mesti dikerjakan, kami lupa kelemahan kami. Kami lupa tak bersenjata, kami mau mati tuan dan tuan boleh tembak!

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ANCAMAN BESAR

Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah di dalam kitabnya Ightsatul Lahfan: "Setengah daripada tipu daya Setan untuk memperdayakan orang Islam ialah helah, kecoh dan tipu ... Dan, berkata setengah Imam, bahwasanya cerita ini adalah ancaman besar bagi orang-orang yang suka menghelah-helah dalam hal yang dilarang oleh syara', mengacau-balaukan fiqih, padahal mereka bekas ahli-ahli fiqih. Karena fiqih yang sejati adalah yang takut kepada Allah, dengan memelihara batas-batas yang telah ditentukan Allah dan menghormati larangan-Nya dan tidak mau melampauinya ... yang mereka pegang bukan lagi hakikat agama, hanyalah pada kulit saja, bukan pada hakikatnya, dibalikkan Allah-lah rupa mereka menjadi monyet. Serupa perangai mereka dengan monyet padahal mereka manusia. Suatu balasan yang sangat setimpal."

PERTUKARAN PIKIRAN YANG DAHSYAT DI ANTARA ULAMA MUHAMMADIYAH

Tahun 1930 terjadi pertukaran pikiran yang dahsyat di antara ulama Muhammadiyah KH. Mas Mansur dan guru dan ayah saya, Syekh Dr. Abdul Karim Amrullah, dalam soal perempuan berpidato di hadapan majelis umum yang dihadiri oleh banyak kaum laki-laki. KH. Mas Mansur mengakui bahwa memang bisa timbul mudharat bagi laki-laki bila melihat perempuan naik mimbar (bukan isi pembicaraan perempuan itu yang didengarnya, tetapi kecantikan wajah perempuan itu yang diperhatikannya). Akhirnya pidato itu ditiadakan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Hujjatul Islam: Buya HAMKA

republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/04/12/m2clyh-hujjatul-islam-buya-hamka-ulama-besar-dan-penulis-andal-1

AGAMA DAN NEGARA

Tersebut di dalam kitab lama larangan berzina dan hukuman rajam bagi siapa yang melakukannya maka al-Masih mengajarkan bahwasanya tertarik melihat wajah perempuan saja, sudahlah zina. Beliau suruh korek mata yang bersalah itu.

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

PENDAHULUAN

"Ketuhanan Yang Maha Esa" bukanlah semata-mata berisi ketakutan (khauf) atas murka-Nya, bahkan ia mengandung harapan (raja') atas hidayah-Nya. Bukan pula semata-mata mengandung kecemasan (rahaban) atas siksa-Nya, bahkan mengandung pula akan kerinduan (raghaban) atas pimpinan-Nya. Hidup yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa ialah hidup yang penuh dengan cinta. Sebab itu apabila negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, pembelaan seseorang kepada negaranya, jadilah ia ibadah, menuntut ridha Allah SWT, tidak sekali-kali mengharap laba duniawi, ganjaran bintang-bintang dan tanda kehormatan, pendeknya tidak karena tertarik oleh benda yang tiada kekal, yang dahulunya tidak ada kemudian ada dan akhirnya lenyap.

Maka berduyun-duyunlah umat Islam melaksanakan revolusi, mengejar maut, laksana lelatu mengejar cahaya lampu, padahal di sana ada kematian.

"Mati karena percintaan adalah tanda cinta yang sejati."

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

Willy Amrull Sang Pendeta, Adik Buya Hamka

tirto.id/willy-amrull-sang-pendeta-adik-buya-hamka

AYAH BUNDA RASULULLAH SAW.

Ditegaskan oleh Imam Nawawi dalam syarah-nya, "Disini jelas bahwa barangsiapa yang meninggal dalam keadaan kafir maka masuk nerakalah dia dan tidaklah bermanfaat baginya karena kerabat (kekeluargaan). Dan di dalam hadits ini pun dapat dipahamkan bahwa orang yang mati dalam zaman fitrah dalam keadaan apa yang dipegang oleh orang Arab, menyembah berhala, dia pun masuk neraka. Dan ini tidaklah patut diambil keberatan yang mengatakan bahwa belum sampai kepada mereka dakwah karena kepada mereka sudahlah sampai dakwah Ibrahim dan Nabi-nabi yang lain. Dan Nabi saw. mengatakan ayahku dan ayahmu dalam neraka, ialah untuk menunjukkan pergaulan yang baik dan pengobat hati yang bertanya karena sama-sama dalam menderita sedih."

Ketika menafsirkan ayat 74 dari surah al-An'aam pada Juz 7 telah pula kita temui hadits-hadits tentang Rasulullah saw. yang sangat cinta kepada ibu kandungnya Aminah bahwa beliau meminta izin kepada Allah menziarahi kuburan ibu beliau itu, maka Allah telah memberi izin. Tetapi setelah Rasul saw. memohon izin hendak memintakan ampun untuk ibunya itu, Allah tidaklah memberinya izin.

TENTARA ALLAH

"Dan sesungguhnya Tentara Kami, merekalah yang pasti akan menang." (ash-Shaaffaat: 173).

"Senantiasa akan ada suatu golongan dalam umatku orang-orang yang tegak membela kebenaran. Tidaklah mereka akan dapat diperdayakan oleh orang yang mencoba menggagalkan mereka dan tidak pula orang yang menantang mereka, sampai datang saat yang ditentu Allah (Kiamat). Dan merekalah yang menang." (HR. Bukhari dan Muslim).

"... Sampai suatu ketika." (ash-Shaaffaat: 174).

Dalam ungkapan yang biasa terpakai di Indonesia kalimat sampai suatu ketika itu berdekatan artinya dengan "Tunggu tanggal mainnya."

KOMANDO JIHAD

Setelah negeri-negeri yang penduduknya memeluk Islam mencapai kemerdekaannya, timbullah ketakutan pada golongan berkuasa yang mendapat pendidikan bekas penjajah itu, kalau-kalau Islam ini akan bangkit kembali. Kalau-kalau ajaran jihad itu dipergunakan, sehingga pernah timbul larangan bagi suatu badan yang bernama "Komando Jihad" dan yang menghalangi bagi suatu penguasa yang mengakui bahwa mereka masih Islam. Sehingga sesudah penjajah pergi, mereka terlebih dahulu telah meninggalkan pengawal-pengawal yang sangat tepercaya. Sehingga penjajah itu tak usah khawatir lagi bahwa semangat surah al-Anfaal dan at-Taubah akan bangkit kembali. Sebab, pengawal-pengawal itulah yang akan memberantasnya. Namun, tidaklah ada suatu kekuatan manusia yang akan dapat mengekang bangkitnya rasa Tauhid itu. Tauhid yang menghendaki adanya jihad. Apabila bertambah banyak kurban yang harus ditempuhnya, bertambah nyata jugalah bahwa kebenaran itu lebih kuat dan perkasa dari tipu daya manusia. Kebenaran itu adalah kuat dengan sendirinya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Pancasilais Munafik!

youtube.com/watch?v=A4skgrkfRgQ

GEMBIRA BUAT YANG MUNAFIK?

Meskipun munafik dan kafir sama-sama masuk neraka, namun tempat munafik adalah di alas yang di bawah sekali. Sebab karena dipandang lebih hina.

MUNAFIK

"Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Kemarilah, kepada apa yang diturunkan Allah dan kepada Rasul!' Engkau lihatlah orang-orang yang munafik itu berpaling dari engkau sebenar-benar berpaling." (an-Nisaa': 61).

Di ayat 65 akan kita baca penegasan Allah dengan sumpah bahwa orang yang tidak mau menerima tahkim dari Allah dan Rasul-Nya, tidaklah termasuk orang yang beriman, "Walau shallaa, walau shaama!" Walaupun dia Shalat, walaupun dia Puasa.

"Maka sungguh tidak, demi Allah engkau! Tidaklah mereka itu beriman, sehingga mereka ber-tahkim kepada engkau pada hal-hal yang berselisih di antara mereka." (an-Nisaa': 65).

MENDUSTAI DIRI SENDIRI

"Mereka itulah orang-orang yang mengutuk Allah akan mereka. Dan barangsiapa dikutuk oleh Allah, maka sekali-kali tidaklah akan engkau dapati pembantu baginya." (an-Nisaa': 52).

Hal-hal yang sama sekali ditolak oleh agama sehingga timbul Bid'ah, Khurafat, Tahayul.

MEMPERSEKUTUKAN (MENGADAKAN TANDINGAN-TANDINGAN)

Dalam Islam, sekarang bisa juga datang keruntuhan agama seperti yang menimpa umat-umat yang dahulu. Kerusakan agama umat yang dahulu ialah karena aturan agama sudah sangat dicampuri oleh kepala-kepala agama, oleh pendeta, uskup, rabbi dan sebagainya. Pemuka-pemuka agama itu yang menentukan halal-haram, menambah-nambah agama, sehingga hilang yang asli dibungkus oleh tambahan.

MUNAFIK DAN AKIBATNYA

"Allah telah menjanjikan untuk laki-laki munafik dan perempuan-perempuan munafik dan orang-orang yang kufur, neraka Jahannam. Mereka akan kekal di dalamnya. Itulah yang cukup untuk mereka, dan Allah mengutuk mereka, dan bagi mereka adzab yang tetap." (at-Taubah: 68).

Sangat awas mereka, jika harta mereka ditimpa bencana. Tetapi jika agama mereka yang ditimpa bencana, mereka tidak merasa dan mereka bertahan pada yang mungkar. Akhirnya, meskipun ada amal dan baik, menjadi gugurlah amalan itu, tidak diterima Allah. Sebab walaupun mereka beramal, dasarnya ialah munafik juga.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

CEMBURU KARENA AGAMA

"Sangat awaslah kalau harta bendanya tersinggung, tetapi tak ada perasaannya apabila agamanya kena musibah." Itu adalah syair warisan Sayyidina Ali, ejekan kepada orang yang telah luntur rasa ghirah agamanya.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AL-QUR'AN

Orang-orang yang mengosongkan hatinya terlebih dahulu dari "pendirian" bahwa Muhammad saw. "hendaklah" tidak nabi dan Al-Qur'an "hendaklah" karangannya sendiri, lalu menyelidik dengan otak dan hatinya. Bukan sedikit yang mengakui kerasulan dan kenabian Muhammad saw., seumpama Marmaduck Pitchal (orang Inggris), Dinet (orang Prancis), Leopold Weiss (Muhammad Asad), orang Yahudi dari Austria dan lain-lain. Semuanya masuk Islam. Pujangga besar yang terkenal, Voltaire setelah membaca salinan Al-Qur'an berkata, "Kitab yang tidak mungkin memahaminya berlawan dengan akal kita pada setiap lembarannya." Namun, Goethe setelah membaca berkata pula, "Setiap langkah kita mendekati dia (Al-Qur'an), setiap bertambah kejemuan kita. Namun, lama-lama kita pun ditariknya dengan berangsur. Kemudian timbullah rasa dahsyat dan akhirnya kita dibawanya kepada rasa kagum." Ada yang berkata bahwasanya Al-Qur'an itu tidaklah asli, melainkan beberapa isinya adalah caplokan dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sebab Muhammad hendak membuat Bid'ah, agama baru. Muhammad berguru terlebih dahulu kepada orang Kristen. Seketika dia pergi ke Syam, dia belajar agama Yahudi dan Nasrani, dari pendeta-pendeta di sana.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

Kisah 7 Kaum Muda Wahabi Tobat di Hadapan Ulama Mekkah

alif.id/read/ahmad-ginanjar/kisah-7-kaum-muda-wahabi-tobat-di-hadapan-ulama-mekkah

MENGADU KE MEKAH

Fatwa dari Mekah mereka sambut dengan senyuman saja. Pada suatu hari, tiba-tiba, datanglah ke Padang, seorang ulama yang telah bertahun-tahun mengajar di Mekah, yaitu Syekh Abdul Kadir Mandailing -- al-Mandili sebutan Mekahnya. Beliau sengaja datang ke Padang untuk menghadiri pertemuan yang diadakan dalam rangka menghormati beliau. Baru sama-sama mengaji, rupanya syekh itu tidak biasa berpidato -- kalah semangat. Kemudian, beliau mengaku saja, "Innama ana muqallid (aku hanya bertaqlid kepada ulama-ulama)."

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

BINATANG TERNAK

Maka, orang-orang yang menjadi Pak Turut atau yang disebut muqallid samalah dengan binatang di padang penggembalaan itu. Tidak ada kegiatan dari diri mereka sendiri. Tidak ada yang diharapkan dari pendengaran atau suara atau penglihatan mereka. Matanya tidak bersinar selain dari sinar kebodohan, sinar yang kosong dari isi. Ingatlah lembu yang telah dihalau ke pembantaian akan dipotong. Walaupun telah bergelimpangan bangkai temannya karena disembelih, tetapi yang masih tinggal sepak-menyepak dan tanduk-menanduk juga sesama mereka. Ini karena tidak mereka ketahui bahwa yang mereka hadapi adalah penyembelih mereka juga. Mereka tidak sempat berpikir bahwa giliran akan tiba juga pada mereka.

SURAH AL-FAATIHAH (PEMBUKAAN)

Nasrani tersesat karena sangat cinta kepada Nabi Isa al-Masih. Mereka katakan Isa itu anak Allah, bahkan Allah sendiri menjelma menjadi anak, datang ke dunia menebus dosa manusia. Orang-orang yang telah mengaku beragama pun bisa juga tersesat. Kadang-kadang karena terlalu taat dalam beragama lalu ibadah ditambah-tambah dari yang telah ditentukan dalam syari'at sehingga timbul Bid'ah. Disangka masih dalam agama, padahal sudah terpesong ke luar.

Maka, bagi kita umat Islam yang membaca al-Faatihah ini sekurangnya 17 kali sehari semalam, hendaklah diingat jangan sampai kita menempuh jalan yang akan dimurkai Allah pula, sebagai Yahudi. Apabila satu kali kita telah memandang bahwa pelajaran yang lain lebih baik dan berguna daripada pelajaran Nabi Muhammad saw., mulailah kita diancam oleh kemurkaan Allah. Di dalam surah an-Nisaa': 65, sampai dengan sumpah Allah menyatakan bahwa tidaklah mereka beriman sebelum mereka ber-tahkim kepada Nabi Muhammad saw. di dalam hal-hal yang mereka perselisihkan dan mereka tidak merasa keberatan menerima keputusan yang beliau putuskan, dan mereka pun menyerah sebenar-benar menyerah. Kalau ini tidak kita lakukan, pastilah kita kena murka seperti Yahudi.

CINTAKAN ALLAH

"Katakanlah, 'Jika memang kamu cinta kepada Allah maka turutkanlah aku, niscaya cinta pula Allah kepada kamu dan akan diampuni-Nya dosa-dosa kamu.' Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Penyayang. Katakanlah, 'Hendaklah kamu taat kepada Allah dan Rasul. Akan tetapi, jika kamu berpaling maka sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang kafir.'" (Aali 'Imraan: 31-32).

Maka, adalah orang-orang yang terpacul, tercampak ke luar dari rombongan. Ada yang mengaku cinta kepada Allah, tetapi bukan bimbingan Muhammad yang hendak diturutinya, dia pun tersingkir ke tepi. Dia maghdhub, dimurkai Allah. Ada yang mencoba-coba membuat rencana sendiri, memandai-mandai, maka dia pun terlempar ke luar, dia dhallin, dia pun tersesat. Orang-orang yang semuanya telah kafir.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BOHONG DI DUNIA

Ibnu Taimiyah berkata, "Yang salah itu tidak ada hakikatnya."

Orang yang telah membohongi, artinya mengada-ada yang tidak ada, adalah orang yang tidak beres akalnya atau sakit jiwanya. Perlulah orang yang sakit itu diobati sampai sembuh. Dengan kesembuhan itu, hilanglah kedustaan dan itulah yang benar.

Sekian.

BOHONG DAN SERBA-SERBI BENTUKNYA

Memotong-motong kebenaran, misalnya mengambil awal pangkalnya saja dan meninggalkan akhir ujungnya, atau sebaliknya. Dengan demikian, rusak maksud suatu perkataan. Dalam Al-Qur'an banyak perkataan, apabila dipotong, menjadi rusaklah maksudnya seperti contoh ayat, "Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya." (al-Maa'uun: 4-5). "Janganlah kamu mendekati shalat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan." (an-Nisaa': 43). Dalam berpolemik, cara orang-orang yang memotong-motong inilah yang sangat berbahaya. Tujuan seseorang yang awalnya baik dan maksud isinya suci, karena dipolemikkan, menjadi kacau-balau karena kesalahan lawannya yang memotong itu.

(Buya HAMKA, Bohong Di Dunia, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

SAAT BERPISAH

Tentu saja, sampai di Minangkabau, lebih dahulu aku temui sahabat dan gurunya (sahabat dan guru Haji Abdul Karim Amrullah) -- Syekh Muhammad Jamil Jambek -- serta sahabat dan muridnya, yaitu Syekh Daud Rasyidi. Demikian juga, syekh-syekh yang lain. Baru saja, aku datang menghadapi syekh yang telah tua itu (Syekh Muhammad Jamil Jambek), belum ada kata-kata yang lain, aku sudah beliau dakwa, "Mana ayahmu? Bukankah engkau kusuruh menjemputnya? Mengapa tidak dibawa pulang?" Belum dapat aku menjawab, air mata beliau telah berlinang, tidak berketentuan lagi perkataan beliau, "Biarlah, biarlah dia tidak pulang. Kalau dia pulang, dia hanya membuat pusing kepalaku saja. Ayahmu tidak mau membiarkan perbuatan yang batil. Ayahmu tidak dapat menahan hatinya kalau melihat perbuatan yang zalim. Sementara itu, pada zaman penjajahan Belanda, aku juga yang payah memeliharanya, apalagi dengan yang sekarang ini." Setelah mulai reda gelora besar itu, dan sebelum aku sempat memberi jawaban, keluar pula perkataan beliau, "Tidak ada ... Tidak ada lagi manusia yang seberani itu mempertahankan kebenaran. Gelaplah negeri ini, gelap!" Sejak itu, janganlah menyebut-nyebut nama sahabat yang beliau cintai itu di dekatnya, "Jangan! Jangan disebut juga namanya di dekatku, jangan!" Air matanya pun berlinang.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

MUNAFIK

"Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Kemarilah, kepada apa yang diturunkan Allah dan kepada Rasul!' Engkau lihatlah orang-orang yang munafik itu berpaling dari engkau sebenar-benar berpaling ... Maka sungguh tidak, demi Allah engkau! Tidaklah mereka itu beriman, sehingga mereka ber-tahkim kepada engkau pada hal-hal yang berselisih di antara mereka." (an-Nisaa': 61-65).

Imam Malik pernah mengatakan, "Ulama itu adalah pelita dari zamannya." Tandanya, selain dari mengetahui ilmu-ilmu agama yang mendalam, ulama hendaklah pula tahu keadaan makaan (ruang) dan zamaan (waktu) sehingga dia tidak membeku (jumud). Karena dengan jumud dan beku, mereka tidak akan dapat memberikan tahkim yang jitu sebagai penerima waris dari Rasulullah saw. kepada masyarakat yang selalu berkembang.

PERUMPAMAAN YANG MENYEDIHKAN

Kaum Inkisyariyah dengan bantuan ulama-ulama yang sempit paham membuat propaganda di luaran bahwa perbuatan itu meniru orang kafir. "Barangsiapa yang meniru menyerupai kafir, maka dia orang kafir pula." Inilah hadits yang mereka pegang dan besar pengaruhnya kepada orang awam.

"Tembaak!" Perintah Sultan. Lima buah meriam besar sekali meletus, tepat mengenai sasaran, hampir 40.000 mayat kaum Inkisyariyah berkeping-keping dan bergelimpangan, beribu-ribu luka berat dan enteng dan selebihnya lari tumpang-siur. Dengan demikian Sultan Mahmud II telah menyelesaikan kesulitan dalam negerinya dan tentara Turki menurut susunan yang baru telah Baginda tegakkan. Mulai waktu itu pula Baginda menanggali pakaian cara lama dan memakai pakaian Panglima Tertinggi.

Berpikiran beku adalah menghancurkan Islam itu sendiri.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MAKSIAT DAN PENYAKIT JIWA

Islam tidak memerintahkan perempuan menutup tubuhnya dengan goni dan matanya saja yang keluar! Apa gunanya membungkus badan dengan goni itu, padahal mata yang keluar sedikit itu penuh syahwat seakan-akan mengucapkan "pegang aku!" Di Timur, di negeri-negeri Islam, dan di Barat, di negeri-negeri Kristen, ada pakaian yang sopan dan bila dipakai oleh seorang perempuan timbullah rasa hormat kita!

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

go.ni
n karung (dari serat goni).
kbbi.kemdikbud.go.id/entri/goni

MEMBASMI TAKLID

Ibnu al-Qayyim dan Ibnu Taimiyah dikenal pula sebagai pelopor yang akan dituruti oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab, pendiri golongan Wahabi. Dalam penyelidikan analisis modern, dalam orang menilik kebangkitan Islam kembali, kedua ulama ini, Ibnu Taimiyah dan Ibnu al-Qayyim, adalah permulaan pembangun pikiran baru dalam Islam. Sebagaimana diketahui dalam sejarah hidup kedua ulama itu, keduanya sangatlah dimusuhi oleh ulama-ulama yang mempertahankan taklid.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

KEBENARAN (AL-HAQ)

Suatu ijtihad pula yang berdasar zhanni yang bisa berubah karena datang yang lebih benar. Hanya satu yang tidak akan berubah selama-lamanya, yaitu kebenaran (al-haq).

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

MEMPERSEKUTUKAN (MENGADAKAN TANDINGAN-TANDINGAN)

Seruan yang berkumandang di zaman kini dalam kebangunan umat Islam ialah agar kita semua kembali kepada Kitab dan Sunnah atau Al-Qur'an dan Hadits. Ini karena salah satu sebab dari kepecahan umat Islam ialah setelah Al-Qur'an ditinggalkan dan hanya tinggal menjadi bacaan untuk mencari pahala, sedangkan sumber agama telah diambil dari kitab-kitab ulama. Pertikaian madzhab membawa perselisihan dan timbulnya golongan-golongan yang membawa faham sendiri-sendiri. Bahkan dalam satu madzhab pun bisa timbul selisih dan perpecahan karena kelemahan-kelemahan sifat manusia. Orang-orang yang diikut, sebab mereka adalah manusia, kerapkali dipengaruhi oleh hawa nafsu, berkeras mempertahankan pendapat sendiri walaupun salah dan tidak mau meninjau lagi. Sehingga masalah-masalah ijtihadiyah menjadi pendirian yang tidak berubah-ubah lagi. Bukan sebagaimana Imam Syafi'i yang berani mengubah pendapat sehingga ada pendapatnya yang qadim (lama) dan ada yang jadid (baru). Atau Imam Ahmad bin Hanbal yang terkenal dalam fi ihdaqaulaihi (pada salah satu di antara dua katanya). Dalam hal orang yang diikut itu berkeras pada suatu pendapat, si pengikut pun berkeras pula dalam taklid. Ini karena dengan sadar atau tidak mereka telah menjadikan guru ikutan menjadi tandingan-tandingan Allah atau andadan.

MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

Apalagi harga diri kalau Allah tidak berkenan memandang? Belum masuk neraka, sudah mendapat hukum yang getir. Selama ini, dia hidup dalam petunjuk: yang halal tetap halal, yang haram tetap haram, lalu Setan memperdayakannya, "Kalau engkau lurus-lurus saja, hidupmu itu tidak akan berubah! Lihatlah orang lain yang pandai menyesuaikan diri, hidupnya sudah senang sekarang." Lantaran perdayaan demikian, berusahalah dia memutar-balik kebenaran. Maksudnya berhasil, hidup duniawinya senang, tetapi telah memilih jalan kesesatan. Padahal, dahulu hidupnya sederhana, tetapi jiwanya tenteram, sebab dia hidup dalam petunjuk.

KEBENARAN ALLAH ITU SATU, TIDAK ADA KATA DUA

Kebenaran tidak bisa diputar-putar, didalih-dalih dan dibelah-belah. Apabila orang mencoba melawan atau memutar-balik kebenaran, betapa pun dia memuaskan dirinya, tetapi tidak berapa lama kemudian kebenaran itu pasti timbul kembali. Manusia mempunyai batas kekuatan, sedangkan kebenaran tidak dapat dibatasi. Manusia akan mati, kebenaran tetap hidup. Roda zaman selalu berputar, kecurangan selalu terbuka. Orang dapat merasai menang sementara karena menentang kebenaran, akhirnya kelak kebenaran itu akan menertawakannya juga.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH

Lawannya ialah Syi'ah atau Khawarij atau Mu'tazilah! Maka pertikaian di antara Ahlus Sunnah dengan Syi'ah dan Khawarij dan Mu'tazilah itu bukanlah dalam soal furu', tetapi dalam beberapa pokok aqidah (kepercayaan).

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Hal. 90, Penerbit Galata Media, Cet. I, 2018).

ALLAH SWT MEMPUNYAI BANYAK MATA

Mu'tazilah
menguatkan, bahwa yang dimaksud dengan mata di sini ialah pandangan Allah SWT, bukan mata sebagaimana yang kita pikirkan. Karena kalau dikatakan mata Allah SWT itu sebagai mata yang kita pikirkan, takut kalau Allah SWT diserupakan dengan makhluk. Hendaklah Allah SWT dibersihkan (tanziih) dari perserupaan. Tetapi kaum Salaf tidak mau memberi arti lain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 189, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ORANG MUSYRIK MASUK MASJID

Ayat "kaum musyrikin adalah najis" yang dikemukakan disini adalah najis paham mereka, karena mereka mempersekutukan Allah dengan yang lain, bukan najis badan mereka, sehingga tidak boleh disentuh.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 328, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

SURAH AL-KAAFIRUUN (ORANG-ORANG KAFIR)

Soal aqidah, di antara Tauhid mengesakan Allah, sekali-kali tidaklah dapat dikompromikan atau dicampuradukkan dengan syirik. Tauhid kalau telah didamaikan dengan syirik, artinya ialah kemenangan syirik.

SURAH AL-FAATIHAH (PEMBUKAAN)

Di dalam ayat pembukaan ini, kita telah bertemu langsung dengan Tauhid, yang mempunyai dua paham itu, yaitu: Tauhid Uluhiyah pada ucapan Alhamdu Lillaahi dan Tauhid Rububiyah pada ucapan Rabbil 'Aalamiin. Dalam Al-Qur'an, banyak bertemu ayat-ayat yang menerangkan jika Nabi Muhammad saw. bertanya kepada kaum musyrikin penyembah berhala itu, siapa yang menjadikan semuanya ini, pasti mereka akan menjawab, "Allah-lah yang menciptakan semuanya!" Tentang Uluhiyah mereka telah bertauhid, hanya tentang Rububiyah yang mereka masih musyrik. Maka, dibangkitkanlah kesadaran mereka oleh Rasul saw. supaya bertauhid yang penuh.

TAUHID

Bahwa kamu masih tetap mengakui bahwa Allah Ta'aala itu memang Ada dan memang Esa dan hanya Dia sendiri yang menciptakan alam ini. Dasar kepercayaan itu memang ada padamu, yang dinamai Tauhid Uluhiyah. Setelah akan memohonkan apa-apa, kamu tidak langsung memohon kepada-Nya lagi, tetapi pada yang lain atau meminta tolong pada yang lain itu supaya menyampaikannya kepada Allah. Walaupun mengakui Dia Yang Menciptakan alam, kamu campur-aduk dengan yang lain. Kamu tidak mempunyai Tauhid Rububiyah.

Barangsiapa mempersekutukan-Nya dengan yang lain, akan tercelalah dia dengan terhina. Pengakuan bahwa hanya satu Tuhan, tiada berserikat dan bersekutu dengan yang lain, itulah yang dinamai Tauhid Rububiyah. Oleh sebab itu, cara beribadat kepada Allah, Allah itu sendirilah yang menentukan. Maka tidak pulalah sah ibadat kepada Allah yang hanya dikarang-karang sendiri. Untuk menunjukkan peribadatan kepada Allah Yang Maha Esa itulah, Dia mengutus rasul-rasul-Nya. Menyembah, beribadah dan memuji kepada Maha Esa itulah yang dinamai Tauhid Uluhiyah. Itulah pegangan pertama dalam hidup Muslim.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"NEO-FEODALISME" KAUM AGAMA

Kaum moderenisasi-reformasi yang dipelopori di Indonesia ini oleh Kiyai H.A. Dahlan dan lain-lain mempunyai garis tertentu dalam menghadapi perbaharuan Islam. Pertama, aqidah dan ibadah Islam harus dikembalikan kepada ajaran asli Nabi Muhammad, menurut Al-Qur'an dan Hadits dan memakai ijtihad. Kita harus berani kembali meninjau pendapat-pendapat ulama yang datang di belakang, baik dia Imam Syafi'i sekalipun. Sunnah mesti ditegakkan dan Bid'ah mesti dibuangkan. Dalam hal ini mereka adalah "kolot" (orthodoks, salafi). Ketika soal kembali ke Al-Qur'an dan Sunnah ini dibicarakan niscaya timbul khilafiyah. Tidak mengapa khilafiyah timbul, sebab timbulnya khilafiyah adalah bukti nyata bahwa soal ini menjadi pemikiran. Kedua, soal-soal di luar ibadah dan aqidah, yaitu yang termasuk soal muamalah (kemasyarakatan), pun akan lebih banyak menimbulkan khilafiyah, sebab soalnya berkembang terus. Kecemasan menghadapi khilafiyah dalam hal-hal seperti ini, mungkin timbul dari "murakkabun naqshas", yaitu takut menghadapi kenyataan.

Saya sembahyang hari raya ke tanah lapang. Anda sembahyang hari raya ke masjid. Tetapi kita sama menjunjung tinggi haluan negara, Manipol-Usdek. Dan tidak ada di antara kita yang menuduh kawannya yang tidak sefaham misalnya anti-Pancasila dan anti-Manipol-Usdek, sebab faham agama tidak sama. Menuduh-nuduh adalah alat terakhir dari orang-orang yang telah kehilangan alat.

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Hal. 65-66, Penerbit Galata Media, Cet. I, 2018).

AL-QUR'AN: LAFAZH DAN MAKNA

Penafsiran pertama hendaklah diambil dari sumber Sunnah Rasulullah saw., kedua dari penafsiran sahabat-sahabat Rasulullah saw. dan ketiga dari penafsiran tabi'in. Pendeknya, yang berkenaan dengan hukum, kita tidak boleh menambah tafsir lain. Sebab, tafsiran yang lain bisa membawa Bid'ah dalam agama.

Baik golongan Ibnu Taimiyah maupun golongan Imam Ghazali atau jalan lapang yang diberikan oleh al-Qisthallani, pendapat mereka sama bahwa menafsirkan Al-Qur'an menurut hawa nafsu sendiri atau mengambil satu-satu ayat untuk menguatkan satu pendirian yang telah ditentukan terlebih dahulu adalah terlarang (haram), penafsiran seperti ini adalah tafsiran yang curang. Yang kedua ialah segera saja, dengan tidak menyelidiki terlebih dahulu, menafsirkan Al-Qur'an, karena memahamkan zahir maksud ayat, dengan tidak terlebih dahulu memperhatikan pendapat dan penafsiran orang yang dahulu. Dan, tidak memperhatikan 'uruf (kebiasaan) yang telah berlaku terhadap pemakaian tiap-tiap kata (lafazh) dalam Al-Qur'an itu. Dan, tidak mengetahui uslub (gaya) bahasa dan jalan susunan. Hal yang semacam inilah yang dinamai berani-berani saja memakai pendapat sendiri (ra'yi) dengan tidak memakai dasar. Inilah yang dinamai tahajjum atau ceroboh dan bekerja dengan serampangan. Pendeknya, betapapun keahlian kita memahami arti dari tiap-tiap kalimat Al-Qur'an kalau kita hendak jujur beragama, tidak dapat tidak, kita mesti memperhatikan bagaimana pendapat ulama-ulama yang terdahulu, terutama Sunnah Rasul, pendapat sahabat-sahabat Rasulullah dan tabi'in serta ulama ikutan kita. Itulah yang dinamakan riwayah, terutama berkenaan dengan ayat-ayat yang mengenai hukum-hukum.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 413-419, Juz 'Amma Hal. 32-36, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

RENUNGAN BUDI

Banyak guru agama yang gagal dan mengeluh karena kegagalannya. Pelajaran agama yang diberikannya tidak segera diterima oleh orang banyak. Salah satu dan sebabnya ialah dia mendahulukan nadzir daripada basyir, mendahulukan ancaman daripada bujukan. Dia mendahulukan 'usran daripada yusraan, mendahulukan yang sukar daripada yang mudah. Dia mengusir bukan mengumpul. Kadang-kadang dia hendak membuat agama menurut kehendaknya, bukan menurut kehendak Tuhan. Dan setelah dia gagal disalahkannya orang lain.

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Hal. 164, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

PENDAHULUAN

Ilmu dalam Islam adalah yang ada dasar dan dalilnya, terutama dari dalam Al-Qur'an dan dari As-Sunnah, termasuk juga penafsiran ulama-ulama yang telah mendapat kepercayaan dari umat, yang disebut Salafus Shalihin.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 305, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

RAHASIA KEMENANGAN KITA

Laa ilaaha illallaah, Allaahu Akbar!

Inilah kekuatan kita.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 237, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

KEMENANGAN

"Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman pada hidup di dunia dan pada hari akan bersaksi-saksi." (al-Mu'min: 51).

Nabi Ibrahim dihukum, disuruh melompati api menyala karena dia menganut aqidah yang berlawanan dengan aqidah kaumnya. Dia bersedia menempuh mati dan dia tidak bersedia melepaskan aqidah. Meskipun dirinya tidak berdaya menolak hukuman, namun aqidah tidaklah tercabut dari dadanya. Sebab itu dia menang! Ketika para pejuang penegak agama dan pembela tanah air dapat dikalahkan dengan kekuatan senjata oleh musuh-musuhnya, seumpama Pangeran Diponegoro dan Imam Bonjol, apakah mereka kalah? Tidak! Ketika mereka telah ditangkap, ditawan dan diasingkan, sampai mati di tanah pembuangan, apakah mereka kalah? Tidak! Semuanya itu kemenangan!

Mati syahid, terbunuh di medan perang kadang-kadang lebih besar kemenangan yang dia capai lantaran dia mati, daripada misalnya kalau dia hidup 1.000 tahun! Memang kadang-kadang sangat pahit penderitaan karena menegakkan iman, karena jadi pengikut Rasul saw. Kadang-kadang dianggap orang bahwa mereka kalah, padahal itulah kemenangan!

MULUT KEMUSYRIKAN

"Mereka ingin hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun dibenci oleh orang-orang yang kafir itu. Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar, karena Dia akan memenangkannya atas agama-agama sekaliannya, walaupun dibenci oleh orang-orang yang musyrik." (ash-Shaff: 8-9).

Islam akan menang di atas segala agama. Bukan berarti bahwa agama yang lain itu hapus habis, lalu semua orang di dunia ini memeluk Islam. Berpikir bukanlah sedangkal itu! Artinya, bahwa Islam akan menang, mengatasi agama sekalian, karena kebenaran ajarannya dan tahan ujinya karena pergolakan zaman.

HENDAK MEMADAMKAN NUR ALLAH DENGAN MULUT

Meskipun sekali-sekali telah datang ahli-ahli pikir Islam membuka ajaran Islam yang murni kepada dunia, mulutnya terpaksa tertutup kembali jika pihak yang diseru menjawab dengan memperlihatkan kenyataan umat Islam sendiri. Bagaimana si ahli pikir akan dapat meneruskan dakwahnya, kalau pihak yang didakwahi itu menanyakan kepadanya tentang beribu-ribu orang yang datang tiap hari mengantarkan bunga, membakar kemenyan, membaca surah Yaasiin, mengadakan Haul pada suatu kuburan, persis sebagai yang dilakukan oleh penyembah berhala pada berhala-berhala mereka?

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 111-112, Jilid 9 Hal. 105, Jilid 4 Hal. 146, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TAUHID YANG SUCI BERSIH

Menurut pandangan Ibnu Taimiyah dan Muhammad Ibnu Abdil Wahhab (Wahabi).

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Hal. 94, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

KEMULIAAN

Biarkan daku berkata, dan namailah saya apa pun yang kau suka namakan,
Saya adalah pemaaf dan pemurah.
Cuma satu yang saya tak sanggup menjualnya, yaitu kemerdekaan hati saya sendiri,
Cobalah katakan kepadaku, siapakah yang sudi menjual kemerdekaan hatinya?

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 286, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

ALLAH, KETUHANAN YANG MAHA ESA

Saya teringat ucapan Almarhum Presiden Soekarno di depan sidang Konstituante di Bandung, ketika dia menganjurkan kita kembali saja pada Undang-Undang Dasar 1945.

Dia memperingatkan supaya UUD '45 jangan diusik, jangan diutik-atik, jangan diubah walau sebaris pun.

Anjuran ini hendaklah benar-benar kita pertahankan kalau kita ingin keselamatan negara kita terjamin.

(Rusydi HAMKA, PRIBADI DAN MARTABAT BUYA HAMKA, Hal. 348, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

AGAMA DAN KEPERCAYAAN

Akan lebih celaka lagi kalau di tangan mereka ada kekuasaan, tentu perkiraan merekalah yang wajib dipakai, dan apa yang ditentukan oleh agama bisa dipandang salah, demi Pancasila!

Apakah Majelis Ulama itu tidak berani menyatakan kepada pemerintahnya bahwa pengakuan yang demikian adalah suatu hal yang belum terjadi dalam sejarah Islam di dunia ini?

(Rusydi HAMKA, PRIBADI DAN MARTABAT BUYA HAMKA, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

KLIK DISINI: BUYA HAMKA TENTANG AGAMA DAN KEPERCAYAAN

PESAN-PESAN ISLAM KH. AGUS SALIM

Kaum Syi'ah, yaitu aliran yang membangkang; Telah saya singgung bahwa kaum Syi'ah sepanjang sejarah menjadi penganut paham teokrasi melalui golongan pendeta atau imam.

Kerajaan Ibnu Saud, yang sungguh adalah seorang Muslim yang keras dan telah mengumpulkan kaum ulama di sekitarnya, namun pemerintahnya tidaklah dipimpin oleh kaum ulama, melainkan oleh para menteri, yang berperan sebagai panitera Raja.

(KH. AGUS SALIM, PESAN-PESAN ISLAM: KULIAH-KULIAH MUSIM SEMI 1953 DI CORNELL UNIVERSITY AMERIKA SERIKAT, Hal. 213-214, Penerbit Mizan, Cet.I, Mei 2011).

KLIK DISINI: TENTANG AHMADIYAH QADIAN DAN AHMADIYAH LAHORE

THAGUT

Di dalam surah an-Nahl yang diturunkan di Mekah dijelaskan pokok utama tugas seorang Rasul jika dia diutus Allah kepada suatu umat, ialah supaya umat itu menyembah kepada Allah dan menjauhkan diri dari thagut.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 21, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Ibnu Taimiyah Nusantara." (Riwayat Hidup HAMKA - Dr Rozaimi Ramle).

youtube.com/watch?v=irIWCrvw9Hw

"HAMKA - The Single Fighter." (Dato Dr Asri).

youtube.com/watch?v=Wio8_VMDGsU

KLIK DISINI: TENTANG TAHLILAN, KIRIM HADIAH FATIHAH, TAWASSUL DAN WASILAH

PERCUMA

Suatu dakwah yang mendahulukan hukum halal dan hukum haram, sebelum orang menyadari agama, adalah perbuatan yang percuma, sama saja dengan seseorang yang menjatuhkan talak kepada istri orang lain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 25, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KLIK DISINI: ALLAH SWT BERSEMAYAM DI ATAS ARSY, MEMPUNYAI BANYAK MATA, BERTANGAN DAN JARI-JARI, TURUN KE LANGIT DUNIA, ALLAH DIBAHASAKAN LAKI-LAKI?

BAHKAN, keadaan ini adalah seperti yang dikatakan salah seorang Imam ikutan, yaitu Nu'aim bin Hammad al-Khuza'i, guru dari Imam Bukhari. Kata beliau, "Barangsiapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya adalah KAFIR, dan barangsiapa yang tidak mau percaya akan sifat Allah yang telah dijelaskan-Nya sendiri tentang dirinya, dia pun KAFIR."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 438, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

HAMBA SAHAYA (BUDAK)

Ketika Sayyid Rasyid Ridha mengeluarkan fatwanya itu banyaklah orang-orang besar di Istanbul yang murka dan mencari ulama-ulama yang suka membatalkan fatwa Sayyid Rasyid Ridha itu. Maka meskipun fatwa telah keluar, perbudakan semacam itu belum juga hilang. Terutama masih terdapat sisa-sisanya di Tanah Arab.

Setelah Raja Faishal asy-Syahid fi Sabilillah naik takhta pada Tahun 1964 beliau adakanlah peraturan yang sangat radikal. Mulai tahun itu dimaklumkan bahwa sekalian budak di Saudi Arabia tidak ada lagi. Untuk itu Baginda meminta fatwa kepada ulama-ulama, supaya keputusan Baginda kukuh dari segi agama. Ulama-ulama memutuskan bahwa budak-budak yang sah menurut agama ialah yang didapat dalam tawanan perang karena agama. Itu pun dianjurkan oleh agama supaya dimerdekakan. Apatah lagi sekarang. Budak sudah mesti dihapuskan karena sebabnya tidak ada lagi. Ulama-ulama Wahabi telah menyatakan pendapat yang sama dengan Sayyid Rasyid Ridha.

Peraturan yang dibuat oleh Raja Faishal di negaranya sendiri itu jadi perhatian dan mendapat sambutan pula di negeri-negeri Arab yang lain. Perbudakan betul-betul habis dari daerah-daerah dan negara-negara Arab itu sekarang.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 314-318, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH AL-KAAFIRUUN (ORANG-ORANG KAFIR)

"Untuk kamulah agama kamu, dan untuk akulah agamaku." (al-Kaafiruun ayat 6).

Tauhid kalau telah didamaikan dengan Syirik, artinya ialah kemenangan Syirik.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 309, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SUPAYA MENANGLAH ISLAM

"Supaya Dia tetapkan kebenaran dan Dia hapuskan kebatilan." (al-Anfaal pangkal ayat 8).

Yaitu, supaya menanglah Islam atas kufur; menang Tauhid atas Syirik.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 668, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH AL-FURQAAN

PENDAHULUAN

Surah-surah yang diturunkan di Madinah kita mendapat kenyataan suatu masyarakat yang telah teratur, suatu cita-cita yang telah menjadi kenyataan dan peraturan-peraturan yang timbul karena tumbuhnya masyarakat itu. Tetapi dengan surah-surah yang diturunkan di Mekah kita melihat perjuangan sengit di antara kebenaran dengan kebatilan, kekuatan cita-cita dan hebatnya rintangan. Tujuan tunggal yang tidak mengenal putus asa berhadapan dengan kekerasan hati pihak lawan mempertahankan yang lama.

Oleh sebab itu sebagai Muslim tidaklah kita akan sampai ke suasana Madinah sebelum melalui suasana Mekah.

Surah al-Furqaan adalah suatu di antara surah Mekah, di ayat yang pertama sekali sudah terpancang nama surah ini, al-Furqaan artinya pemisah di antara yang hak dan yang batil, yang benar dan yang salah. Jahiliyyah dengan Islamiyah, Syirik dengan Tauhid.

Dan di dalam surah ini pun diterangkan suka duka yang dihadapi Rasulullah sebagai petugas membawa terang ke dalam alam. Tetapi di akhir surah diberikan pula ideal tertinggi, cita-cita yang menjadi puncak cita dan pandangan hidup seorang Muslim dalam melakukan tugas hidup di antara makhluk-makhluk di atas permukaan bumi ini. Itulah dia ayat Ibadur Rahman (sifat-sifat orang-orang yang menyediakan dirinya mengabdi Ilahi).

Membaca surah al-Furqaan dengan penuh minat memberi kita bekal untuk hidup, obat yang nyaris patah hati, kegembiraan meneruskan perjuangan, dan lebih dari itu lagi ialah rasa khusyu yang lebih mendalam kepada kebesaran Ilahi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 341-342, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

NABI MENYERU KEPADA JALAN YANG LURUS

"Sesungguhnya engkau mengajak mereka kepada jalan yang lurus." (al-Mu'minuun ayat 73).

Sebab itu di dalam menegakkan jalan yang lurus tidaklah diadakan tolak-angsur.

"Supaya Dia kukuhkan kebenaran dan Dia hancur-leburkan kebatilan walaupun orang yang durjana tidak menyukainya." (al-Anfaal: 8).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 214-215, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KLIK DISINI: TENTANG PEMBERANTASAN LCBT (LINGKARAN CHURAFAT BID'AH TAHAYUL) TERKUTUK

AYAHKU

JATUHNYA KHILAFAH 1924

KEMELUT DI HEJAZ

Pada Tahun 1924 itu juga Ibnu Saud mula melangkah kakinya merebut tanah Hejaz dari tangan Syarif Husain. Satu demi satu kota-kota pertahanan Syarif itu dapat dirampasnya. Pada Tahun 1925, boleh dikatakan berhasillah niat Raja Badwi yang keras hati itu mempersatukan Jazirah Arab ke bawah satu kekuasaan.

Syarif Husain sendiri terpaksa meninggalkan tanah Hejaz dan memilih tempat pengasingannya yang baru, pulau Cyprus. Dia digantikan oleh puteranya Syarif Ali. Raja yang budiman itu tidak dapat lagi mempertahankan kejatuhan kerajaannya ke dalam tangan musuhnya. Pertahanannya yang terakhir adalah di pelabuhan Jeddah. Jeddah dikepung oleh Ibnu Saud lebih dari setahun. Akhirnya Raja Ali terpaksa mengaku kalah dan menerima syarat-syarat perdamaian, lalu memilih kota Baghdad menjadi tempat kediamannya yang baru, dibawah perlindungan adindanya Faisal, raja Iraq.

Sebelum Jeddah jatuh ke tangannya, Ibnu Saud telah mengundang pula penganjur-penganjur dan orang-orang besar Islam supaya datang menghadiri kongres yang akan diadakan di tanah Mekah, untuk menentukan kedudukan tanah Hejaz yang telah jatuh ke bawah kekuasaannya. Bersama dengan undangannya itu, ulama-ulama Azhar meneruskan undangan pula ke seluruh Dunia Islam untuk melanjutkan Kongres yang tergendala dahulu, akan membicarakan soal Khilafah.

Di sini jelaslah perbezaan antara kedua-dua kongres itu.

Kongres Mesir adalah pada zahirnya berupa tidak rasmi. Hanya atas anjuran ulama-ulama Azhar belaka, tidak dicampuri oleh kerajaan. Tetapi kalau diingat bagaimana besarnya subsidi yang diberikan Kerajaan Mesir setiap tahun kepada Azhar, bahkan Azhar dipandang sebagai lambang Kebesaran Negara Mesir, tidaklah mungkin Kerajaan Mesir sendiri tidak campur tangan dalam urusan kongres itu.

Adapun kongres yang terang-terangan dianjurkan Ibnu Saud di Mekah itu, bukanlah akan membicarakan Khilafah. Sejak dahulu orang telah tahu, bahawa Raja Ibnu Saud tiada keinginan memakai jabatan Khalifah, walaupun dialah Arab yang setulen-tulennya, jika dibandingkan dengan Raja Turki atau Raja Mesir yang berasal dari bangsa Turki juga.

Hejaz telah diserah ke tangannya, Kerajaan Syarif telah jatuh. Dia hendak keputusan dari Dunia Islam sendiri, apa yang hendak dibuat dengan tanah Hejaz. Tetapi politik kongres ini adalah sebelum Jeddah jatuh. Barangkali maksudnya hendak mengepung Raja Ali dengan siasat "Dunia Islam".

Akhirnya Jeddah jatuh juga ke tangannya, lebih cepat, yakni sebelum utusan-utusan negeri-negeri Islam yang diundang itu datang ke Hejaz. Maka sebelum utusan-utusan datang, "Jawatan kuasa Kebangsaan Hejaz" telah mengambil sikap sendiri, memakai "hak bangsa-bangsa menentukan nasibnya". Mereka telah bersepakat dan bersetuju mengangkat Ibnu Saud, Sultan negeri Nejd menjadi Raja Hejaz, dengan syarat bahawa pemerintahan Hejaz di tangan putera Hejaz sendiri.

Apa lagi?

Ketika utusan-utusan Dunia Islam itu datang, di antaranya Maulana Muhammad Ali dan Maulana Syaukat Ali dari India, didapati urusan yang diperkatakan itu telah selesai. Ibnu Saud telah jadi Raja di Hejaz. Mereka telah berhadapan dengan suatu yang terkenal dalam politik, iaitu fait a compli.

Kongres dilanjutkan juga, tetapi agendanya telah ditukar, iaitu bagaimana menguruskan pemerintahan, bagaimana memakmurkan tanah Hejaz, bagaimana mengembalikan keamanan, bagaimana usaha menolong Ibnu Saud menguruskan tanah itu.

Muhammad Ali dan Syaukat Ali bukan main mendongkolnya.

Kerana pada hemat mereka tanah Hejaz itu diserahkan kepada kebijaksanaan penganjur-penganjur Dunia Islam. Nyaris terjadi tuduh-menuduh. Kedua-dua penganjur Islam India itu menyangka bahawa yang main di belakang layar Ibnu Saud ialah Inggeris. Kalau bukan Inggeris yang bermain, bagaimana akan semudah itu dia menjatuhkan Syarif Husain? Ibnu Saud pun menuduh bahawa kedatangan kedua pemimpin itu adalah kerana "jarum" Inggeris. Bukankah kebesaran dan kenaikan Ibnu Saud di Jazirah yang penting itu membahayakan bagi kedudukan Inggeris?

Naiknya Ibnu Saud pun tidak menyenangkan hati Kerajaan Mesir. Pada zaman dahulu, sudah menjadi tradisi, setiap tahun Mesir mengirimkan kiswah (baju Kaabah), bantuan pakaian dan makanan dan Bulan Sabit Merah bagi negeri Hejaz. Seketika Syarif Husain memerintah pengiriman-pengiriman itu berlaku juga. Tetapi Syarif Husain sendiri telah berusaha menghalangi pengiriman-pengiriman itu, kerana selain pengiriman demikian, Mesir telah kerapkali pula, berdasar kepada tradisi, hendak mencampuri politik dalam negeri Hejaz.

Setelah Ibnu Saud memerintah, politik Syarif Husain di dalam mengurangi pengaruh Mesir ini dilanjutkan pula oleh Ibnu Saud. Kebetulan pada Tahun 1926 itu juga, setahun setelah Hejaz diduduki Ibnu Saud, ketika mengerjakan Haji, kerajaan mengirimkan pakaian Kaabah itu pula sebagai biasa. Dengan tentera yang beralat senjata lengkap, mereka masuk ke Mekah, mereka naik ke Mina dan Arafah. Demi bermula Ibnu Saud telah meminta agar senjata itu jangan dipakai, tetapi angkatan pembawa selubung itu tetap bersenjata juga. Ketika sampai di Mina, bertemulah dengan tentera "Ikhwan", tentera pilihan Ibnu Saud yang sangat fanatik. Arak-arakan dari Mesir itu mereka pandang bid'ah. Mereka tegur dengan keras. Nyaris terjadi perkelahian. Syukurlah Ibnu Saud dapat mencegahnya dengan cepat.

UTUSAN-UTUSAN KITA

Utusan dari tanah Jawa, yang diutus oleh Jawatan kuasa ialah H.O.S Cokroaminato (ketika itu masih R.M. Cokroaminato) pemimpin besar Central Syarikat Islam dan K.H. Mas Mansur penganjur besar Muhammadiyah. Ikut juga H.M Sujak sebagai pemimpin dari "Haji Organisasi Hindia" (H.O.H). Dari Persatuan Guru-guru Agama Islam di Sumatera Barat ialah Syeikh Abdullah Ahmad dan Syeikh Abdul Karim Amrullah.

Di dalam perjalanan, sebagai pemimpin politik yang ulung, Cokroaminato memperhatikan jalan suasana. Meskipun mulanya dia diutus ke Mesir, beliau mengambil sikap bahawa tidak ada faedahnya perjalanan ke Mesir, lebih baik ke Hejaz, dengan tanggung jawab yang penuh.

Tetapi kedua ulama Sumatera Barat itu tidak berani memikul tanggung jawab untuk ke Hejaz, mereka meneruskan juga perjalanan ke Mesir.

Rupanya tekaan Cokroaminato sebagai seorang ahli politik adalah tepat. Penganjur-penganjur besar Islam lebih menumpukan perhatian ke Kongres Hejaz. Bahkan Kerajaan Turki sendiri turut mengirimkan utusan ke Hejaz.

Adapun Kongres di Mesir, lebih besar dari jumlah yang hadir ialah kaum ulama. Hanya satu pemimpin politik, iaitu Abdul Aziz As-Saalabi, pemimpin Tunisia yang sejak habis perang dunia pertama dibuang oleh Perancis dari tanah airnya.

Sebagai juga Kongres di Hejaz, hasil yang dapat dipegang dari kongres Mesir boleh dikatakan tidak ada.

Setelah soal Khilafah diselidiki dengan saksama, rupanya belumlah masanya buat membangunkan kembali.

"Bisikan" istana barangkali berpengaruh besar atas jalan Kongres di Mesir itu. Keadaan politik di Mesir setelah pembunuhan Sirdar rupanya sudah banyak berubah. Jatuhnya Kabinet Saad Zaghlul Pasya bukan sedikit mempengaruhi jalan kongres.

Kerajaan-kerajaan Islam yang merdeka dari pengaruh asing, sebagai Turki, Afghanistan dan Iran, tidak mengirimkan utusan.

Utusan dari Ibnu Saud hanya datang sebagai peninjau.

Ada utusan dari Transyal (Afrika Selatan), ada utusan dari Polandia dan Ketua-ketua Kadi di Quds dan Palestin Syeikh Abdul Khalidi, Direktori Urusan Wakaf Iraq dan bekas Muftinya, Syeikh Athaillah Al-Khathib, India juga mengirimkan utusan, iaitu seorang pegawai tinggi Inggeris, Inayatullah Khan, namanya.

Jalan Kongres pun menurut jalan "Azhar" pula, berbau ulama. Ulama Azhar yang progresif, iaitu Syeikh Mustafa Al-Maraghi tidak hadir dalam kongres itu, dia pergi ke Kongres Hejaz. Demikian juga Sayid Rasyid Ridha.

Ketika itulah keluar satu buku yang sangat menggoncangkan politik Mesir, iaitu "Al-Aslam wa Ushulul Hukmi", karangan Syeikh Ali Abdurraziq. Seorang ulama muda Azhar yang sangat radikal. Dalam buku itu diterangkan bahawasanya susunan Negara Islam, tidaklah perlu menurut suatu bentuk yang telah terbiasa, iaitu berkhilafah. Agama Islam tidak menunjukkan bentuk suatu Negara. Bentuk Negara adalah menurut edaran zaman. Zaman sekarang tidak perlu berkhilafah lagi, lebih baik menuruti susunan kemajuan Demokrasi Barat.

Ali Abdurraziq sangat dimurkai oleh ulama-ulama Azhar kerana karangannya itu. Karangannya dipandang menyalahi akan hukum yang umum dalam Ahli Sunnah Wal Jama'ah. Ulama memprotes kepada pemerintah, dan pemerintah terdiri dari kaum reaksioner. Ali Abdurraziq disuruh mencabut karangannya. Dia tidak mahu. Sebab itu jatuhlah kepadanya hukuman. Dia dikucil dari Azhar, dicabut segala haknya untuk mendapat jabatan dalam pemerintahan. Dicabut diplomanya dari Azhar. Dengan gagah perkasa diterimanya segala keputusan itu. Asal sahaja dia tidak melawan suara batinnya sendiri dan kebenaran yang diyakininya.(1)

Syeikh Bakhit, ulama besar dari Madzhab Maliki dan Mufti dari kerajaan Mesir, banyak sekali memberi keterangan dalam kongres membantah fahaman "sesat" dari "anak muda" Abdurraziq itu.

KESAN-KESAN DARI KONGRES

Seketika ayahku pulang, berkerumunlah kami di sekeliling beliau, menanyakan kesan-kesan yang beliau bawa dari sana. Dengan muka gembira dan mata berapi-api beliau menyatakan pandangannya selama dalam kongres itu.

Setengah daripada perkataannya:

"Meskipun di negeri kita ini masih ada golongan ulama yang dipandang kuno, maka jika ulama Indonesia yang dipandang kuno itu datang ke Mesir, mereka akan dipandang sudah terlalu modern juga oleh ulama Mesir."

"Syeikh Bakhit itu," ujar beliau. Kalau datang ke dalam kongres, datang dengan penuh kemegahan, jubahnya hampir menyapu labuh, semua orang berdiri dari majlisnya memberi hormat dan banyak yang mencium tangannya. Ayah jemu melihatnya. Dalam kongres dia berpidato! Yang diterangkannya adalah urusan Khilafah menurut pandangan ulama-ulama Fikah. Caranya memberi keterangan, seakan-akan orang yang hadir semua di pandangannya "anak-anak mengaji" yang baru mengaji permulaan. Hal ini saya bisikkan kepada sahabat saya Syeikh Abdullah Ahmad, saya hendak mencuba membantah, tetapi sentiasa dihalangi oleh sahabat saya itu. Akhirnya saya tidak tahan lagi. Sedang beliau asyik memberi keterangan, saya berdiri dari kerusi saya. Kepada Ketua Perjumpaan saya menunjukkan tangan, padahal Syeikh Bakhit sedang bersejarah. "Saya minta bicara, Tuan Ketua!" Semua mata memandang kepada saya. Jubah-jubah, serban, tarbus, memandang ke belakang. Saya terpaksa tegak di atas kerusi, sebab kerusi besar dan saya kecil, padahal utusan-utusan itu besar-besar badannya. Sahabat saya Syeikh Abdullah Ahmad tercengang melihat sikap saya. Syeikh Bakhit tertegun berbicara. Setelah ketua memberi izin, lalu saya lanjutkan pembicaraan:

"Perkataan beliau Tuan Syeikh amat penting, tetapi bukan di sini tempatnya harus dibicarakan. Ini bukanlah majlis muzakarah urusan hukum-hukum Fikah. Apatah lagi kami yang hadir ini semuanya adalah utusan. Yang mengutus kami tidak akan sia-sia mengutus kalau mereka tidak tahu betapa kesanggupan kami. Sebab itu saya harap pembicaraan Tuan Syeikh dihentikan hingga itu dan terus kita bermesyuaratkan, adakah kemungkinan pada zaman sekarang menegakkan Khilafah kembali, atau belum masanya."

Sekian pembicaraan beliau, dalam bahasa Arab yang fasih.

Anggota kongres tentu sahaja tercengang mendengar selaan yang sekeras itu. Barangkali hal ini bukanlah semata-mata dari keberanian beliau "tidak tahu adat!" Adat Mesir, terutama terhadap ulama yang telah diakui dan diangkat menjadi Mufti Kerajaan, sangatlah hormat dan takzim yang berlebih-lebihan. Tidak kurang cium tangan, tunduk muka! Padahal beliau berbuat sebagai kepada sesamanya ulama di Sumatera sahaja.

Anggota Kongres lebih tercengang lagi, sebab perkataan itu keluar dari mulut seorang yang berpakaian "Effendi", berdasi, tarbus dan pantalon. Padahal menurut tradisi Mesir, yang yang bertarbus dan dasi adalah golongan intelektual, dan kebanyakannya telah dicap sesat oleh Azhar, seumpama Thaha Husain yang dihukum sesat lantaran karangannya "Assyi'rul Jahili". Dr. Mansur Fahmi kerana karangannya yang menganalisis peribadi Nabi Muhammad saw. Dan Dr. Zaki Mubarak lantaran karangannya "Al-Akhlak 'indal Ghazali", dan Syeikh Ali Abdurraziq.

Malahan Syeikh Abdurraziq dan abangnya Syeikh Mustafa Abdurraziq yang fahaman keduanya sangat radikal, tidak juga mahu menukar pakaiannya dengan cara "Effendi" itu.

Sebab keduanya tergolong dalam ulama.

Mereka mempunyai setiausaha masing-masing. Mukhtar Luthfi menjadi setiausaha kepada Syeikh Abdullah Ahmad dan Abdullah Afifuddin Langkat(2) menjadi setiausaha bagi Syeikh Abdul Karim Amrullah.

Apabila sekali "sumbat" itu telah terbuka, tentu berikutnya telah melimpah-ruah isinya ke luar. Tiap-tiap pertukaran fikiran sesudah itu, maka pertimbangan ulama dari "Jawi" (Nusantara, -pen) mulalah di dengar, dan sedikit demi sedikit majulah nama tanah air kita, meskipun "Indonesia" belum terkenal benar.

Mulalah ada yang berdiri pula, kalau mereka berdua masuk ke dalam majlis. Mulalah banyak pertanyaan, mengapa tidak memakai pakaian Ulama?

Maka dengan "sombong"-nya beliau menjawab:

"Di negeri kami, ilmu itu bukan di sudut jubah atau serban, tetapi di dada dan tahan uji."

Saya akui terus-terang, dalam hal yang begini beliau memang suka mendabik dada sekali-sekali.

Kalau diajak bercakap bahasa Arab langgam Mesir, beliau tidak mahu menjawab, melainkan dijawabnya dalam bahasa Arab yang fasih. Bukan kerana apa, melainkan kerana memang beliau tidak pandai berbahasa Arab langgam Mesir itu.

Beliau tinggal menyewa bilik di sebuah hotel yang tergolong dalam hotel kecil. Namanya "Club el Misri", kerana sewanya murah. Padahal utusan-utusan yang lain, seumpama utusan India, menginap di hotel besar, iaitu "Continental Hotel".

Ketika wartawan menemu ramah mengapa menyewa hotel murah, beliau menjawab:

"Mereka adalah utusan rasmi atau setengah rasmi dari pemerintahan yang berkuasa di negerinya. Sedang kami adalah utusan dari rakyat jelata, bukan utusan dari pemerintahan yang berkuasa di tanah air kami. Oleh sebab itu, perbelanjaan kami terbatas."

Jawapan itu pun menaikkan semarak nama mereka.

DOKTOR HONORIS CAUSA

(1) Pada Tahun 1958 Dr. Muhammad Al-Bahai membantah fahaman Syeikh Ali Abdurraziq yang ternyata pengaruh fikiran Barat dan kurang mendalami Falsafah Islam.

(2) Syeikh Abdullah Afifuddin Langkat, seorang ulama yang luas fahaman dan halus budi bahasanya. Meskipun pada zaman kekuasaan raja-raja Sumatera Timur beliau hanya "diam" tetapi setelah revolusi, turut aktif dalam Masyumi dan 1956 terpilih jadi anggota Konstituante dari NU.

(Buya HAMKA, Ayahku, 216-225, PTS Publishing House Malaysia, 2015).

ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI

AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK RIWAYATNYA

Sebelum kita terangkan revolusi yang telah timbul di dalam kalangan Islam, haruslah kita ulangkan sekali lagi dasar Islam yang sejati dan pokoknya yang asli.

1. Menauhidkan Allah SWT dan melarang syirik (mempersekutukan Allah SWT dengan yang lain).

2. Memperteguh ukhuwah, persaudaraan sesama manusia.

3. Mengingat bahwa agama Islam tidak diturunkan dengan kesukaran, tetapi kemudahan dipahami dan kemudahan dikerjakan.

4. Tidak ada kasta, tidak ada kelebihan seseorang manusia dari manusia yang lain, melainkan karena bakti takwanya kepada Allah SWT jua.

5. Dasar pemerintahan atas Syura.

Dengan dasar seperti inilah agama Islam ditegakkan oleh Nabi Muhammad saw. sehingga sanggup mempersatukan umatnya dan telah menimbulkan beberapa kemajuan budi pekerti, kemerdekaan paham, dan kebudayaan beratus tahun lamanya.

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Hal. 47, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Maret 2018).

SYURA SEBAGAI SENDI MASYARAKAT ISLAM

Rasulullah saw. tidaklah meninggalkan wasiat politik yang teperinci tentang teknik cara bagaimana menyusun Syura itu.

Dapatlah kita catat sebagai suatu sejarah yang nyata bahwasanya pelopor yang mengajak kaum Muslimin kembali kepada Syura itu ialah ulama besar Sayyid Jamaluddin al-Afghani dan muridnya yang terkenal Syekh Muhammad Abduh.

Untuk itu, kedua beliau telah banyak memberikan pengorbanan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 105-106, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AL-QUR'AN: LAFAZH DAN MAKNA

Penafsiran pertama hendaklah diambil dari sumber Sunnah Rasulullah saw., kedua dari penafsiran sahabat-sahabat Rasulullah saw., dan ketiga dari penafsiran tabi'in.

PENDEKNYA yang berkenaan dengan hukum, kita tidak boleh menambah tafsir lain. Sebab, tafsiran yang lain bisa membawa bid'ah dalam agama.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 32, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PERANG DAN TUJUANNYA

"Orang-orang yang beriman, berperanglah mereka pada jalan Allah, tetapi orang-orang yang kafir berperanglah mereka pada jalan thagut." (pangkal ayat 76).

Tentang arti thagut telah banyak kita uraikan sebelum ini, dari rumpun kata thughyan, yaitu kesewenang-wenangan, nafsu angkara murka, ambisi, gila kekuasaan, sehingga kadang-kadang telah mengambil hak Allah.

Maka peperangan orang kafir adalah dari dorongan nafsu thagut.

Sebab itu diperintahkanlah orang yang beriman memerangi thagut.

Sebab sumber ilham thagut, bukan dari Allah, melainkan dari Setan.

"Maka perangilah olehmu pengikut-pengikut Setan itu. Sesungguhnya tipu daya Setan adalah lemah." (ujung ayat 76).

Setan-lah yang senang sekali kalau negeri kacau, bangunan hancur, dan manusia musnah.

Maka perang Kerajaan Turki Osmani dengan Kerajaan Iran Shafawi di Abad-abad ke-18 bukanlah jihad fi sabilillah. Penaklukan raja-raja Osmani ke tanah-tanah Islam sendiri di Abad-abad ke-16 sehingga tidak dapat lagi kekuatan kerajaan-kerajaan Islam dipergunakan untuk membela nasib berjuta-juta kaum Muslimin di Andalusia (Spanyol) sampai akhirnya terusir habis, bukanlah jihad fi sabilillah.

Tetapi peperangan Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Tengku Tjhik Di Tiro, dan umumnya peperangan-peperangan negeri-negeri Islam mengusir penjajahan kafir, asal niat sejak semula tegak, termasuklah perang fi sabilillah.

Dan tidaklah menjadi jihad fi sabilillah ketika Pemerintah Turki telah kepayahan pada Perang Dunia Pertama (1914-1918) telah sangat terdesak lalu menyebut-nyebut sabilillah padahal dari beberapa tahun sebelum perang itu pecah, Pemimpin Partai Ittihad wat Tarraqqi telah lebih mementingkan kebangsaan Turki Taurani dari kesatuan aqidah islamiyah sehingga rakyat mereka yang Islam mereka tindas, sehingga bangsa Arab dapat dibujuk oleh Inggris dan Perancis, memberontak kepada Turki. Padahal setelah mereka lepas dari Turki, bertahun-tahun lamanya mereka ditindas oleh bangsa-bangsa yang menipu mereka itu sehingga akhirnya Palestina diserahkan oleh Inggris kepada Yahudi.

Semoga timbullah kembali pengertian kita umat yang memeluk Islam apa arti dan apa syarat hukum dan rukun jihad fi Sabilillah atau "Perang Sabil" bagi menegakkan agar kalimat Allah di atas dan kalimat orang yang kafir runtuh ke bawah.

Oleh sebab itu, semuanya, hati-hatilah kita memakai kata-kata jihad fi sabilillah ini.

Karena kata-kata thagut yang berarti Setan kadang-kadang terpecah menjadi thaghiyah, yaitu pemimpin-pemimpin atau kepala-kepala pemerintahan yang sangat besar hawa nafsunya berkuasa, tamak dan loba hendak melakukan penyerbuan ke negeri lain untuk melebarkan kuasa.

Lalu mereka perkuda ulama-ulama penjual iman untuk mengeluarkan fatwa bahwa perang "beliau" adalah sabilillah. Padahal Sabilith Thagut.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 366-367, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kadang-kadang, agama dipakai oleh penakluk-penakluk untuk mengalahkan musuh.

Eisenhouwer, Jenderal Amerika Serikat yang mengepalai tentara sekutu menyerbu ke Eropa hendak mengalahkan bangsa Jerman, ialah dengan shalat terlebih dahulu.

Stalin yang sangat benci dengan segala agama, ketika negeri Rusia diserang Jerman, lalu mendekatkan diri pada gereja atau kepada orang Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 13, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MALU MENCABUT FATWA

"(Hanya) perhiasan yang sedikit. Dan untuk mereka adalah adzab yang besar." (ayat 117).

Ibnu Katsir menulis dalam tafsirnya,

"Termasuk juga ke dalam ayat ini orang-orang yang membuat-buat bid'ah baru, yang tidak ada sandarannya dari syara', atau menghalalkan sesuatu yang telah diharamkan Allah, atau mengharamkan apa yang telah dilapangkan oleh Allah, hanya semata-mata karena menurut pikirannya (ra'yi-nya) saja!"

Ibnu Abi Hatim mengeluarkan suatu riwayat dari Abu Nadhrah, berkata beliau ini,

"Saya baca ayat ini di dalam surah an-Nahl. Sejak membaca ayat ini senantiasalah saya merasa takut akan mengeluarkan fatwa, sampai kepada hari ini."

Pengarang Tafsir Fathul Bayan menulis,

"Benarlah apa yang beliau katakan itu, moga-moga rahmat Allah atas beliau. Sesungguhnya ayat ini dengan umum lafazhnya meliputi juga akan segala fatwa yang difatwakan berlawanan dengan kitab Allah atau sunnah rasul-Nya, sebagaimana banyak kejadian pada orang-orang yang lebih mementingkan pendapat sendiri (ra'yi) daripada mengemukakan riwayat, atau orang yang jahil, tidak ada pengetahuannya tentang al-Kitab dan as-Sunnah."

Kemudian setelah nyata terlanjur, malu pula akan surut ke dalam kebenaran, malu mencabut fatwa.

Inilah yang disebut:

"Yang seberani-berani kamu berfatwa, ialah yang seberani-berani kamu masuk Neraka."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 228-229, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Terkait metodologi penafsirannya, Tafsir Al-Azhar mengambil sumber secara berturut-turut dari Al-Qur'an, Assunnah, aqwal (perkataan) para sahabat Nabi, aqwal tabi'in, kitab-kitab tafsir muktabar.

insists.id/dari-warisan-untuk-masa-depan-seminar-sehari-butir-butir-pemikiran-buya-hamka

THAGUT

Telah banyak kali kita membicarakan, mengartikan, dan menafsirkan tentang thagut. Kalimat ini kita jumpai 8 kali dalam Al-Qur'an.

Kita jumpai mulanya ialah dalam surah al-Baqarah ayat 256 dan 257. Di ayat 256 dijelaskan bahwa apabila orang tidak percaya lagi kepada thagut dan telah mulai beriman kepada Allah, waktu itulah dia telah mulai memegang tali yang teguh yang tidak akan lepas-lepas lagi selama-lamanya.

Di ayat 257 dikatakan bahwa orang yang beriman yang jadi wali-Nya, jadi pemimpin dan pelindungnya ialah Allah sendiri, yang membawanya dari tempat gelap gulita kepada padang yang terang bercahaya. Sebaliknya orang yang kafir, pemimpin dan pelindungnya ialah thagut.

Thagut itu pemimpin mereka keluar dari tempat yang terang benderang bercahaya akan dibawa ke tempat yang gelap gulita dan mereka jadi ahli neraka dan kekal di dalamnya.

Kemudian berjumpa pula 3 kali dalam surah an-Nisaa' 3 kali. Yaitu ayat 51, 60, dan 76.

Di dalam ayat 51 diterangkanlah tentang setengah orang yang mendapat bagian dari kitab, yaitu kitab Taurat atau Injil atau kitab nabi-nabi yang dahulu. Ada di kalangan mereka itu yang percaya kepada Jibti dan Thagut.

Di ayat 61 diterangkan tentang orang yang dengan mulutnya mengakui beriman kepada Muhammad dan beriman juga kepada rasul-rasul yang sebelum Muhammad, tetapi mereka ingin meminta keputusan hukum kepada thagut itu.

Di ayat 76 diterangkan dasar-dasar orang berjuang. Kalau orang yang beriman, dia berjuang ialah pada jalan Allah. Tetapi orang-orang yang kafir berjuangnya ialah pada jalan Thagut.

Pada lanjutan ayat diperintahkan kepada orang yang beriman, hendaklah perangi wali-wali Setan itu.

Pada ayat 60 dari surah al-Maa'idah diterangkan tentang orang yang akan mendapat ganjaran sangat buruk di sisi Allah, yaitu tentang orang-orang yang dikutuki oleh Allah dan Allah sangat murka kepadanya sehingga dijadikan setengah mereka menyerupai monyet-monyet dan babi-babi dan penyembah thagut.

Di dalam surah an-Nahl yang diturunkan di Mekah dijelaskan pokok utama tugas seorang Rasul jika dia diutus Allah kepada suatu umat, ialah supaya umat itu menyembah kepada Allah dan menjauhkan diri dari thagut.

Sekarang datanglah ayat 17 dari surah az-Zumar ini. Di sini kita bertemu lagi kata-kata thagut.

"Pergilah kepada Fir'aun, sesungguhnya dia sudah thaghaa." (Thaahaa: 24).

Sama pokok kata semuanya, dari mashdar thughyaanan yang pokok artinya ialah sangat kafir, sangat melanggar aturan. Kalau air ialah melimpah, membanjir. Kalau manusia ialah sangat zalim.

Dari segala uraian itu telah dipahamkan bahwasanya orang-orang berkuasa yang sudah tidak memedulikan lagi peraturan Allah dan membuat undang-undang sendiri menurut kehendaknya guna memelihara kekuasaannya, adalah thagut.

Negara-negara diktator yang memuja-muja pemimpin, kepala negara, sampai diberi gelar-gelar mentereng menyerupai gelar Allah, adalah thagut belaka.

Menilik kepada tafsir-tafsir Al-Qur'an yang disusun ratusan tahun yang lalu, seperti Razi, Thabari, Ibnu Katsir dan lain-lain, Thagut itu umumnya diartikan berhala saja.

Padahal dalam perkembangan negara-negara di zaman modern kita melihat kadang-kadang negara-negara itu sendiri diberhalakan, nasionalisme atau kebangsaan "Tanah airku benar selalu" (right or wrong is my country). Kemudian itu memuja pemimpin, pembangun negara, pahlawan dan sebagainya sehingga dituhankan. Kaum komunis tidak mengakui ada Tuhan, tetapi disiplin memuja pemimpin menyebabkan komunis menjadi satu "agama" menyembah tuhan pemimpin.

Jauhi Thagut, kembali kepada Allah.

Kita tidak akan kuat menjauhi Thagut, kalau kita tidak bertekad kembali kepada Allah.

Kalau telah mulai tumbuh aksi mendewakan manusia, segeralah imbangi dengan kembali kepada Allah. Karena kalau misalnya orang sedang bergerak maju menempuh jalan memuja Thagut, kalau semangat kembali kepada Allah tidak berkobar-kobar gerak kita akan kalah oleh gerakan memuja Thagut itu.

Maka bagi orang yang menjauhi Thagut dari menyembahnya lalu segera kembali kepada Allah.

"Bagi mereka adalah berita gembira."

Allah menyediakan kegembiraan baginya, sebab dia telah mencapai kemerdekaan jiwa yang sejati.

Maka sebagai pengikut Nabi Muhammad saw. bersyukurlah kita kepada Allah karena kita telah diberi ajaran tentang kembali kepada Allah dan menjauhi thagut ini.

Janganlah berhala, jangankan sesama manusia, sedangkan terhadap Nabi Muhammad yang namanya dalam ucapan syahadat selalu disebut sesudah menyebut nama Allah Muslim tidak boleh menjadikannya Thagut pula.

Kepada kita diingatkan bahwa beliau saw. adalah manusia seperti kita juga.

Sayyidina Abu Bakar Shiddiq seketika Rasulullah saw. telah wafat melihat sudah banyak orang yang nyaris kehilangan pegangan karena Rasulullah sudah meninggal segera memberi ingat, "Barangsiapa yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad telah meninggal. Tetapi barangsiapa yang menyembah Allah maka sesungguhnya Allah adalah hidup dan tidak pernah mati."

Demikian juga dalam bernegara, bermasyarakat sesama manusia diperingatkan pula supaya selalu melakukan musyawarah.

Jangan sampai musyawarah ditinggal karena menurutkan kehendak seorang pemimpin.

Dan kepada pemimpin sendiri diperintahkan supaya dia mengajak musyawarah.

Dengan demikian terhindar dan terjauhlah men-thagut-kan seseorang karena bagaimana pintarnya seseorang itu tidaklah pikirannya akan mencakup segala soal.

Bertambah tinggi kedudukan seseorang, bertambah jelaslah kelihatan di mana segi kelemahannya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 20-22, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KLIK DISINI: FATWA BUYA HAMKA TENTANG PEMIMPIN

Aqidah kita ialah "Laa Ilaha Illallah", Tiada Tuhan Melainkan Allah. Dalam bahasa Arab kata "ilah" itu bisa juga diartikan Dewa dan bisa juga diartikan Tuhan. Lantaran itu boleh juga diartikan Tiada Dewa melainkan Allah. Aqidah kita yang teguh menyebabkan, bahwa kata "Tuhan" tidak kita pakai lagi untuk yang lain, hanya semata-mata untuk "Allah Yang Maha Esa". Dan kata Dewa tinggallah menjadi dongeng-dongeng kemusyrikan yang tidak masuk dalam hati.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 223, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KLIK DISINI: TAUHID RUBUBIYAH DAN ULUHIYAH QS. AL-FAATIHAH

Yang berbahaya ialah orang yang setengah-setengah berilmu.

Sebagai pepatah orang Minang,

"kepalang tukang, binasa kayu; kepalang cerdik, binasa negeri; kepalang alim, binasa agama".

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 582, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).



WAHABI DAN NKRI (NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA)

"Negeri-negeri Melayu mulai merasakan kebangkitan yang baru dari Islam karena masuknya paham-paham yang diajarkan oleh Kaum Wahabi ... Kemudian, seluruh kebangkitan dan kesadaran Islam itu bersatu padu dengan gerakan kebangsaan sehingga tercapai kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda pada tanggal 17 Agustus 1945." (Buya HAMKA).

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Hal. 521, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

"Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu tanyakan hal-hal yang jika diterangkan kepada kamu akan menyusahkan kamu." (pangkal ayat 101).

Oleh sebab itu, datanglah larangan setegas ini. Meskipun Rasul wajib menyampaikan apa yang telah diperintahkan Allah untuk menyampaikan, janganlah terlalu banyak mengajukan pertanyaan, sebab pertanyaan tersebut kelak akan mempersusah dirimu sendiri, mempersempit kamu, padahal kamu dapat mempergunakan akal untuk memikirkannya.

"Tetapi jika kamu bertanya perihal (ayat-ayat) ketika diturunkan Al-Qur'an itu, niscaya akan diterangkanlah kepada kamu."

Artinya, kalau ada ayat turun dan kurang jelas oleh kamu maksudnya lalu kamu tanyakan di sekeliling ayat itu saja, supaya jelas, niscaya Rasul itu akan menjelaskannya kepada kamu dengan Sunnahnya, yaitu perkataannya atau perbuatannya atau takrirnya. Pertanyaan yang begitu tidaklah mengapa karena itu hanya semata-mata penjelasan bukan untuk mempersulit diri sendiri.

Larangan bertanya bertele-tele yang akan mempersukar keadaan sendiri itulah yang telah dikuatkan oleh beberapa hadits yang shahih. Satu di antaranya kita salinkan, yaitu sebuah dari hadits Arba'in (catatan Imam Nawawi) yang terkenal:

"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban maka janganlah kamu sia-siakan. Dan Dia telah mengadakan beberapa batas-batas maka janganlah kamu lampaui akan dia. Dan Dia telah mengharamkan beberapa hal maka janganlah kamu langgar akan dia. Dan Dia telah diam dari beberapa hal, sebagai rahmat buat kamu, bukanlah karena Dia lupa. Maka, janganlah kamu cari-cari daripadanya." (Berkata Nawawi: Hadits hasan dirawikan oleh ad Daruquthni dan lain lain).

Hendaklah kita insafi benar bahayanya, akan mencelakakan diri kita sendiri kalau hal-hal yang tidak ada gunanya ditanyakan lalu ditanyakan juga.

Misalnya ada orang bertanya, suami saya sudah meninggal, guru-guru mengatakan kepada saya bahwa kelak di akhirat akan bertemu lagi suami itu dalam surga. Namun, karena saya masih muda dan saya telah bersuami lain, apakah saya masih akan bertemu juga dengan suami yang pertama itu? Apakah kelak mereka tidak akan cemburu-mencemburui di dalam surga?

Atau juga yang menanyakan apakah tangan Allah atau mata Allah sebagai yang tersebut dalam Al-Qur'an itu sebagai kata-kata kias saja atau benar-benar Allah itu bertangan dan bermata?

Dan 1001 macam lagi pertanyaan yang sama sekali tidak ada perlunya, yang tidak layak timbul daripada orang yang beriman.

Kadang-kadang guru-guru agama yang sempit paham menjadi marah atau menjawab dengan jawaban yang tidak-tidak. Namun, kadang-kadang ulama-ulama sendiri membuat pertanyaan dengan khayalnya sehingga mempersukar agama.

Dalam hal duniawi, urusan susunan pemerintahan pun demikian pula.

Ada orang yang bertanya, "Apakah Islam, apakah Nabi Muhammad tidak meninggalkan satu konsepsi tentang bentuk pemerintahan? Apakah Islam memakai parleman atau senat? Apakah ada pemilihan umum atau penunjukan kepala negara? Padahal Nabi sengaja tidak meninggalkan konsep itu bukan karena Islam tidak cukup, tetapi memberi kebebasan kita mengatur dunia kita sebagai hadits yang dirawikan oleh Imam Ahmad:

"Kamu Lebih tahu keadaan dunia kamu." (HR. Imam Ahmad).

Yang ditinggalkan Rasulullah saw. hanya satu, yaitu syura, musyawarah.

Bagaimana cara tekniknya? Terserah pada perkembangan kecerdasan sendiri, menilik ruang dan waktu kamu.

Islam membuka pintu ijtihad untuk urusan keduniaan tersebut sedalam-dalamnya dengan pokok mencari maslahat dan menolak yang mudharat.

Kalau tidak begitu tentu sudah lama Islam ini gulung tikar.

Lantaran itu, kita mendapat kesimpulan dari ayat ini.

Cerdaskan, teguhkan takwa kepada Allah, tekun beribadah dan jangan banyak tanya.

Imam ad-Darami di dalam musnadnya menulis suatu Bab yang mencatat beberapa keterangan dari sahabat-sahabat Rasulullah saw. dan tabi'in yang menyatakan pendapat beliau-beliau tentang buruknya banyak tanya itu.

Ibnu Umar berkata, "Janganlah kamu tanyakan hal yang tidak ada. Karena aku mendengar Umar mengutuk orang yang menanyakan hal yang tak pernah ada."

Dan Umar bin Khaththab sendiri berkata, "Adalah mempersulit dirimu sendiri jika kamu menanyakan suatu perkara yang tidak ada, sedangkan dalam hal yang ada saja, kita sudah payah."

Sahabat Rasulullah saw., Zaid bin Tsabit, kalau ada orang datang bertanya, beliau bertanya pula lebih dahulu, "Apakah yang engkau tanyakan itu telah ada?" Kalau dijawab, "Belum!" Maka beliau berkata, "Tinggalkan saja hal itu, tidak perlu kita bicarakan. Nanti saja kita bicarakan sesudah kejadian."

Inilah yang terkandung dalam hadits riwayat Muslim dari Ibnu Mas'ud:

"Celakalah orang-orang yang mempersulit-sulit." (HR. Muslim).

Betapa banyaknya kita dapati ulama-ulama fiqih yang mempersulit-sulit kaji tentang talak, ta'liq, perempuan berjanggut.

Dan pada zaman modern ini timbul kepercayaan kalau jadi orang sampai ke bulan, ke mana menghadap kiblat shalat sesampainya di sana?

Adakah makhluk di bintang Mars? Kalau ada, sampaikanlah syari'at Muhammad saw. ke sana?

Dan lain sebagainya.

Hilang waktu untuk mengurus soal yang ada karena dihabiskan berkhayal untuk yang belum ada.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 51-53, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

OMAN (PEMERINTAHAN KAUM KHAWARIJ)

Ketika berlangsung dengan sangat hebatnya perebutan kekuasaan antara Bani Umayah dan Bani Abbas, kaum Khawarij mendapat kesempatan mendirikan kekuasaan sendiri di Oman.

Sebagaimana diketahui bahwa kaum Khawarij tidak mengakui kepala negeri yang mengambil kekuasaan dengan kekerasan, tetapi hendaklah pilihan bersama.

Oleh sebab itu, baik Umawiyah atau Abbasiyah, keduanya dipandangnya tidak sah.

Oleh sebab itu, ketika huru-hara perebutan kekuasaan terjadi, itu merupakan kesempatan yang baik bagi mereka untuk mendirikan kekuasaan terpisah dari kerajaan-kerajaan yang dalam pandangan mereka kafir.

Pada Tahun 135 H (675 M) kaum Khawarij membentuk negara di Oman yang mereka pilih dengan syura menurut ajaran paham mereka.

Seorang kepala (al-Imam) yang mula-mula terpilih ialah Julandah ibnu Mas'ud.

Imam Sultan terkenal dan dicintai rakyat, ia suka bergaul dengan orang banyak.

Memang ajaran Khawarij itu lebih berjiwa demokratis.

Keluar dari rumah seperti orang banyak, bergaul dengan tidak perlu pengawalan.

Ia mangkat pada Tahun 1709 H (1668 M).

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Hal. 279-282, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Pada hari ke-17 bulan November 1922 Majelis Kebangsaan Turki di Angkara, setelah menimbang masak-masak, memutuskan bahwa Turki adalah satu republik.

Oleh sebab itu, kedudukan Sultan Turki di Istambul tidak sesuai lagi dengan susunan Turki yang baru. Keputusan itu disampaikan oleh wakil republik di Ankara kepada sultan. Karena rakyat Turki tidak mengakuinya lagi, meminta pertolonganlah sultan kepada Inggris agar memberinya perlindungan dan membawanya berangkat ke luar negeri dengan kapal Inggris. Karena ia tahu, kalau sekiranya tidak segera melarikan masih banyak bahaya lain yang akan mengancamnya.

Dalam keputusan 17 November itu dinyatakan bahwa Turki tidak bersultan lagi. Akan tetapi, jabatan khalifah, seperti kepala keagamaan masih dapat dipertanggungjawabkan. Oleh sebab itu, digantilah Sultan Muhammad IV atau Wahiddin dengan Abdul Majid II, dengan pangkat hanya semata-mata khalifah, tidak merangkap menjadi sultan sebab kesultanan telah dihapus.

Kemudian, setelah khalifah yang tidak ada kuasa apa-apa ini naik takhta, ternyata bahwa sisa-sisa kaum reksioner (ulama-ulama kolot yang tidak mengerti bahwa dunia telah berubah, dan pasya-pasya tua yang telah kehilangan kebesaran) masih banyak pergi menziarahi khalifah, mengutuk dan menyesali perubahan-perubahan baru, dan memimpikan kebesaran yang lama. Sama sekali itu tidak ada yang lepas dari penelitian dan catatan spion-spion Kemal.

Akhirnya, tepat setahun kemudian, yaitu pada 29 November 1923 sekali lagi Majelis Kebangsaan Raya memutuskan bahwa khalifah pun tidak ada gunanya.

Khalifah bukanlah semata-mata urusan bangsa Turki.

Khalifah adalah hak dunia Islam.

Kalau dunia Islam masih memerlukan berkhalifah, marilah memusyawarahkan bersama-sama.

Adapun bagi bangsa Turki, dalam susunan politiknya yang baru, tidaklah mengizinkan lagi untuk memikul sendiri suatu gelar kepunyaan bersama yang pada hakikatnya sudah tidak sesuai lagi kedudukannya yang sekarang dengan arti khalifah yang sebenarnya. Oleh sebab itu, Abdul Majid II pun dipersilahkan pula berangkat bersama semua kaum keluarganya keluar dari Tanah Turki, dan tidak usah kembali lagi.

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Hal. 483-484, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Harus ditanamkan pula dalam hati kita bahwa meskipun bilangan kita banyak, mayoritas, kita menjadi kecil tidak berdaya sebab lebih banyak golongan umat Islam yang tidak mengerti akan hakikat agamanya.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 74, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

"Umat Muhammad sejati di dalam mempertahankan tauhid. Mereka tidak boleh bertolak angsur, demi karena hendak mengambil muka atau menarik hati pihak yang mempertahankan syirik itu, tidaklah boleh umat tauhid menunjukkan persetujuannya dalam perbuatan yang bersifat atau menunjukkan atau dapat ditafsirkan syirik; Karena soal ini adalah aqidah, soal pendirian hidup, bukan semata-mata sebagai khilafiyah atau ranting-ranting yang tidak mengenai pokok pendirian." (Buya HAMKA).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 47, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Pendeknya, suasana pada waktu itu adalah suasana kuburan. Niscaya suara Ibnu Taimiyah telah mengejutkan, laksana geledek di siang hari. Ulama-ulama Fiqih sendiri mencari dalil buat membantah teguran Ibnu Taimiyah itu.

(Buya HAMKA, Perkembangan & Pemurnian Tasawuf, Hal. 313, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).


"Ibnu Taimiyah Nusantara." (Riwayat Hidup HAMKA - Dr Rozaimi Ramle).

youtube.com/watch?v=irIWCrvw9Hw

"HAMKA - The Single Fighter." (Dato Dr Asri).

youtube.com/watch?v=Wio8_VMDGsU

HAMKA: Hilang Belum Berganti

HAMKA lebih dikenal di Malaysia, Brunei, Singapura, dan Dunia Islam lainnya, dibanding di Indonesia sendiri.

Karya-karya beliau masih menjadi rujukan utama hingga saat ini.

hidayatullah.com/artikel/opini/read/2010/01/29/3145/hamka-hilang-belum-berganti.html

ORANG-ORANG YANG ZALIM

"Kemudian itu, tidaklah ada fitnah mereka melainkan mereka berkata, "Demi Allah, Tuhan kami, bukanlah kami ini orang-orang yang musyrik." (ayat 23).

"Pandanglah! Betapa mereka telah berdusta atas diri mereka sendiri." (pangkal ayat 24).

Kami bukan musyrik! Namun, berhala itu mereka sembah juga.

Hati-hatilah kita kaum Muslimin yang datang di belakang ini memerhatikan ayat ini.

Pandanglah!

Pandanglah orang-orang Islam yang pergi bernadzar, berkaul, menyampaikan hajat kepada kubur orang-orang yang dianggap wali!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 123-124, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TAUHID ULUHIYAH DAN TAUHID RUBUBIYAH

MAKSUD AGAMA

Disini dapatlah diketahui maksud agama, yaitu Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 21, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Nabi kita Muhammad saw. diberi bekal untuk perjuangannya.

Dijelaskan inti perjuangan, yaitu menegakkan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 643, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Tidaklah perlu orang yang diberi pengajaran itu takluk pada waktu itu juga.

Biar lama asal selamat.

"Dan jika tertarik kepadamu seseorang dengan tulusnya, lebih baik bagi kamu daripada orang senegeri, tetapi tak tentu haluannya."

(Buya HAMKA, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 226, Republika Penerbit, 2015).

BILA BUYA BERFATWA (SEBUAH TELADAN)

"Saya bersedia rujuk kembali (mencabut kembali) fatwa saya ini kalau ada keterangan yang lebih benar ..."

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 210, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

COBALAH PIKIRKAN!

Dia berperkara dengan Allah.

Hak Allah yang dilanggarnya, sedangkan lain dari Allah tidak ada Allah yang lain.

"Akan digandakan bagi mereka adzab."

Mengapa dilipatgandakan?

Sebab kesalahan mereka pun berlipat ganda.

Berbuat dosa atas nama Allah, menghambat jalan Allah, membuat jalan Allah itu jadi bengkok.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 537-541, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan yang demikian itulah agama yang lurus." (ujung ayat 5).

Tidaklah mereka itu diberi perintah melainkan dengan segala yang telah diuraikan itu.

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir." (pangkal ayat 6).

Yaitu orang-orang yang sengaja menolak, membohongkan, dan memalsukan ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.

"Adalah di neraka Jahannam, yang akan kekal mereka padanya."

Di sanalah mereka akan mendapat adzab dan siksanya tanpa kesudahan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 266-267, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KAFIR

Oleh sebab itu janganlah ayat ini dipandangkan semata-mata kepada orang kafir kitabi.

Walaupun dia mengakui dirinya orang Islam, 

Tempatnya ialah neraka.

Maka akhir kesudahan dari orang yang keluar dari garis kebenaran adalah buruk sekali, atau tragis sekali.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 326-327, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Islam adalah agama yang bersifat internasional (alami), bukan kesukuan dan bukan nasionalisme!" (Buya HAMKA).

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 356, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Bernenek yang turun dari gunung Merapi,

Berkiblat ke Ka'batullah,

Berfikir yang dinamis,

Bersatu dalam Bhinneka Tunggal Ika.

HAMKA, 1970.

(James R. Rush, ADICERITA HAMKA: Visi Islam Sang Penulis Besar untuk Indonesia Modern, Hal. xxxiii, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Cet.1, 2017).

TOLERANSI DAN POLITIK HANKAM AL-QUR'AN

Saudara kaum Muslimin!

Mari kita pertahankan tauhid kita, Ketuhanan Yang Maha Esa kita dan Pancasila kita.

Tauhid dalam bahasa Arab, arti Indonesianya ialah Esa.

Untuk mempertahankannya, kuatkanlah ia dengan iman dan agama, kalau ada orang yang anti-Pancasila, menolak Pancasila berarti ia kafir sebab tidak percaya kepada Tuhan menurut agama adalah kafir, dan kafir masuk neraka.

Jangan main-main dengan Pancasila!

Janganlah Pancasila hanya jadi buah mulut, melainkan jadikanlah ia buah hati.

Pernah saya alami beberapa waktu yang lalu, ada orang yang menyebut-nyebut nama Allah hanya dengan mulut, padahal Allah sudah lama tidak ada lagi dalam hatinya, lalu salah ucap, dikatakannya,

"Allah Shalla laahu 'alaihi dan Muhammad Subhaanahu wa Ta 'aala.

Dengan segala keterangan yang saya berikan ini dapatlah saudara-saudara menyimpulkan bahwa Pancasila telah menjadi pandangan dunia dan akhirat.

Selalu pemimpin kita menyerukan supaya diamalkan dan diamankan.

Saya ingin menambahkan,

"Jadilah kita semua umat Muslimin ini taat beragama, dengan ketaatan beragama, dengan sendirinya Pancasila terjamin keselamatannya. Dan, orang yang mengaku dirinya Pancasila sejati, padahal tidak terang apa agama yang dipeluknya, sungguh tidaklah akan dapat mengamalkan dan mengamankan Pancasila."

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 248, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

KETAATAN KEPADA PENGUASA

Dengan ini sudah terang bahwa pada waktu itu belum ada perwakilan rakyat. Melainkan orang-orang terkemuka diajak musyawarah oleh khalifah dan oleh sebab itu diakui oleh orang banyak. Mereka diajak musyawarah.

Kemudian perkembangan keadaan (proses) yang ditimbulkan oleh Mu'awiyah menyebabkan khalifah tidak lagi pilihan Ahlul-Halli wal 'Aqdi yang umum, tetapi kekuasaan dipegang oleh Bani Umayyah, oleh satu kabilah atau suku. Yang dinamai 'Ashabiyah.

Merekalah yang memaksakan (mendiktekan) kehendak mereka kepada orang banyak. Musyawarah yang rahasia hanya terbatas di kalangan mereka. Yang lain, kalau menentang dianggap musuh. Kemudian Bani Umayyah jatuh karena bangkit Bani Abbas.

Kian lama musyawarah Ahlul-Halli wal 'Aqdi kian jauh bertukar dengan kekuasaan mutlak kepala negara, yang masih dipanggil Amiril Mukminin dan bergelar khalifah itu.

Tetapi semua perkembangan ini tidaklah terlepas dari tinjauan ahli-ahli pikir Islam. Terutama ulama-ulama fiqih dan ahli-ahli ushuluddin. Niscaya pendapat mereka pun dipengaruhi oleh keadaan atau suasana ketika mereka hidup.

Setengah ulama seperti Hasan Bishri terus terang menyatakan bahwa urusan syura telah rusak binasa karena perbuatan Mu'awiyah.

Setengah  ulama lagi membela Mu'awiyah bukan karena mengambil muka dan takut dihukum. Mereka katakan bahwa Mu'awiyah tidak dapat berbuat lain. Pengangkatan khalifah cara dahulu tidak bisa lagi karena akan banyak menimbulkan pertumpahan darah saja sebab timbulnya golongan-golongan. Oleh karena itu mesti ada 'Ashabiyah yang kuat. Dan yang kuat waktu itu ialah Bani Umayyah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 343-344, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KARENA SAAT ITU MASIH BISA MEMILIH; MASALAH IJTIHADIYAH (-PEN).

Tahun 1955 sampai 1957, sebagai seorang anggota Kontituante dari Fraksi Partai Masyumi, Ayah cukup aktif dalam sidang yang merumuskan Dasar Negara Republik Indonesia.

Dalam sidang ada dua pilihan sebagai Dasar Negara, yaitu;

1. UUD'45, dengan Dasar Negara Pancasila.

2. UUD'45, dengan Dasar Negara Berdasarkan Islam.

Untuk kedua pilihan Dasar Negara tersebut, terbelah dua front yang sama kuat.

Front pertama, kelompok Islam dengan Partai Masyumi sebagai pimpinannya, mengajukan dasar negara berdasarkan Islam.

Front kedua, dipimpin PNI, Partai Nasional Indonesia, yang ingin negara berdasarkan Pancasila.

Dalam suatu acara persidangan, Ayah menyampaikan pidato politiknya.

Dengan sangat berani Ayah menyampaikan isi pidatonya.

"Bila negara kita ini mengambil dasar negara berdasarkan Pancasila, sama saja kita menuju jalan ke Neraka!" kata Ayah dalam pidatonya.

Mendengar pernyataan Ayah, para hadirin dalam Sidang Paripurna Konstituante tersebut terkejut.

Tidak saja pihak yang mendukung Pancasila, tetapi mereka yang mendukung negara berdasarkan azas Islam juga terkejut.

(Irfan HAMKA, Ayah..., Hal. 258-259, Republika Penerbit, Cet. XII, 2016).

SURAH AL-FAATIHAH 

(PEMBUKAAN)

"Dan bukan jalan mereka yang sesat." (ujung ayat 7).

Adapun orang yang sesat ialah orang yang berani-berani saja membuat jalan sendiri di luar yang digariskan Allah.

Tidak mengenal kebenaran atau tidak dikenalnya menurut maksudnya yang sebenarnya.

Orang-orang yang telah mengaku beragama pun bisa juga tersesat.

Kadang-kadang karena terlalu taat dalam beragama lalu ibadah ditambah-tambah dari yang telah ditentukan dalam syari'at sehingga timbul bid'ah.

Disangka masih dalam agama, padahal sudah terpesong ke luar.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 77-78, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MUKADIMAH

Madzhab yang dianut oleh penafsir ini adalah Madzhab Salaf, yaitu Madzhab Rasulullah dan sahabat-sahabat beliau serta ulama-ulama yang mengikuti jejak beliau. Dalam hal aqidah dan ibadah, semata-mata taslim, artinya menyerah dengan tidak banyak tanya lagi. Namun, tidaklah semata-mata taklid kepada pendapat manusia, melainkan meninjau mana yang lebih dekat pada kebenaran untuk diikuti, dan meninggalkan mana yang jauh menyimpang. Meskipun penyimpangan yang jauh itu bukanlah atas suatu sengaja yang buruk dari yang mengeluarkan pendapat itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 38, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Tidak ada cela bagi orang yang menampakkan Madzhab Salaf, menisbahkan diri kepadanya dan membanggakannya, bahkan wajib diterima semua itu darinya dengan kesepakatan ulama. Karena sesungguhnya Madzhab Salaf adalah haq." (Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, Majmu Fatawa 4/149).

"Maka serulah Allah dalam keadaan memurnikan agama kepada-Nya." (pangkal ayat 14).

Aqidah (kepercayaan), ibadah (perhambaan dan persembahan), syariah (peraturan dan tata cara) yang dilakukan hendaklah murni, ikhlas kepada Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 87, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BAB AQIDAH KLIK DISINI

Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa berkata tentang Al-Qur'an tanpa ilmu, maka bersiap-siaplah menempati tempatnya di Neraka." Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih. (HR. Tirmidzi).

MUNGKINKAH ADA WAHYU ILAHI YANG TIDAK MASUK AKAL?

Kita jawab dengan tegas,

"Tidak ada wahyu Ilahi yang tidak ma'qul."

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 26-28, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

PUNCAK SEGALA DOSA

Orang yang mengakui telah Islam pun bisa pula jadi musyrik, mempersekutukan yang lain dengan Allah karena hawa nafsunya.

Di ayat 48 jelas kemurkaan Allah karena mengarang-ngarang yang bukan berasal dari ajaran agama.

Inilah yang dimaksud dalam ujung surah al-Faatihah, yaitu al-Maghdhubi 'Alaihim.
Sekarang ayat 116 menerangkan orang musyrik yang tersesat atau Dhalalan Ba'idan, sesat yang jauh sekali. Yang disebut di akhir surah al-Faatihah adh-Dhaallin.

Penafsiran yang kedua ini, yaitu mengenai orang yang telah mengakui Islam, padahal terperosok kepada syirik sebagaimana terjadi pada si Thu'mah, yang tadinya telah mengakui Islam, dapat lebih dikuatkan lagi oleh suatu riwayat Ibnu Abbas yang menerangkan sebab turun ayat 116 ini, menurut yang dirawikan oleh ats-Tsalabi, yang kelak akan kita salinkan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 459, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015). 

SINAR CAHAYA

"Sungguh telah datang kepada kamu dari Allah, suatu cahaya dan suatu kitab yang nyata." (ujung ayat 15).

Dan sumber Al-Qur'an dan Sunnah inilah kita mendapat apa yang dikatakan Islam.

"Dan dia menunjuki mereka kepada jalan yang lurus." (ujung ayat 16).

Setelah hilang gelap, timbullah terang dan cahaya.

Inilah akibat selanjutnya dari mendapat cahaya hidayah itu, yaitu mendapat jalan yang lurus.

Dalam ayat ini kita mendapat 3 tingkat kebahagiaan.

Pertama, mendapat jalan kedamaian. Damai dalam jiwa dan damai dalam pergaulan hidup, sesama manusia, oleh karena mendapat pendirian yang benar.

Kedua, keluar dari gelap gulita kejahilan, khurafat, dan pikiran kacau, karena dipimpin secara tidak jujur oleh pemuka-pemuka agama, sehingga orang tidak boleh berpikir bebas, bahkan diwajibkan musti tidak berpikir, dan apa yang beliau pikirkan sajalah yang wajib dianggap benar.

Ketiga, jalan yang lurus, yaitu jalan yang cepat sampai kepada tujuan. Sebab dia tidak bengkok-bengkok, berbelok-belok memusingkan kepala.

Dan bagi orang yang mengakui dirinya sendiri pun, untuk mencapai ketiga perkata ini, yaitu jalan-jalan yang damai, sinar hidayah dalam jiwa, jalan yang lurus menuju Allah, hanya akan tercapai apabila mereka kembali mengambil pedoman dari Al-Qur'an itu sendiri dan Sunnah Rasul, sebagai penerang bagi isi Al-Qur'an itu.

Dan bila mereka telah meninggalkan Al-Qur'an, lalu jatuh ke dalam cengkeraman taqlid, menurut saja kepada kehendak penafsiran guru-guru, meskipun tidak terterima oleh akalnya, mereka pun akan hidup dalam gelap, sebagaimana gelapnya Ahlul Kitab karena pendetanya sendiri.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 643-645, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Membongkar struktur masyarakat yang berurat berakar sekaligus, bukanlah kekuatan manusia.

Lihatlah contoh kecil, yaitu daerah Minang yang berdasarkan masyarakat keibuan.

Di situlah yang paling banyak ulama Islam di Indonesia.

Syekh Ahmad Khatib yang berpendapat bahwa harta pusaka adalah harta syubhat, terpaksa meninggalkan negeri itu, untuk menghindarkan diri supaya jangan dipukul oleh fatwanya sendiri.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 185, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Kita terima kasih kepada Pak Ahok. Karena beliau telah merangsang umat Islam belajar al-Maidah 51. Banyak umat Islam yang tidak tau al-Maidah 51, tapi jadi tau setelah dikutip oleh Pak Ahok. Mudah-mudahan Pak Ahok juga mengutip ayat-ayat yang lain. Apa kita tidak malu, ketika ada orang yang mengutip baru kita mempelajarinya," sindir Yunahar.

Suara Muhammadiyah

suaramuhammadiyah.id/2016/11/04/yunahar-ilyas-kita-terima-kasih-kepada-pak-ahok

UMPAMA KELEDAI MEMIKUL BUKU

Keledai memikul buku-buku ini bukan saja mengenai diri orang Yahudi yang menerima Taurat.

Orang Islam umat Muhammad saw. pun serupa juga dengan "keledai memikul buku-buku" yang tidak tahu atau tidak mengamalkan apa isinya.

Berapa banyaknya kaum Muslimin yang fasih sangat membaca Al-Qur'an, tetapi tidak paham akan maksudnya.

Atau bacaannya itu hanya sampai sebatas leher saja, tidak sampai ke lubuk hati dan jiwa.

Sebab itu dengan tegaslah al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah menulis dalam kitabnya, I'Iamul Muwaqqi'in, bahwa ayat ini,

"Walaupun dijadikan perumpamaan bagi orang Yahudi, namun makna yang terkandung di dalamnya mengenai juga bagi orang-orang yang memikul Al-Qur'an, namun mereka tidak mengamalkannya dan tidak memenuhi haknya dan tidak memelihara maksudnya dengan sepatutnya."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 124, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Adapun tentang pemakaian bahasa terhadap-Nya, dengan nama apa Dia mesti disebut, terserahlah pada perkembangan bahasa itu sendiri."

QS. AL-FAATIHAH

TAUHID RUBUBIYAH DAN TAUHID ULUHIYAH

DAKWAH PERIODE MEKAH

"Dengan nama Allah Yang Maha Murah, Maha Penyayang."

Allah adalah Zat Yang Maha Tinggi, Maha Mulia, dan Maha Kuasa. Zat Pencipta seluruh alam, langit, dan bumi, matahari dan bulan, dan seluruh yang ada. Dia adalah yang wajibul Wujud, yang sudah pasti ada, yang mustahil tidak ada.

Menurut keterangan Raghib orang Isfahan, ahli bahasa yang terkenal itu, nama yang diberikan untuk Zat Yang Maha Kuasa itu ialah Allah. Kalimat ini telah lama dipakai oleh bangsa Arab untuk Yang Maha Esa. Kalimat Allah itu (demikian kata Raghib) adalah perkembangan dari kalimat al-ilah, yang dalam bahasa Melayu Kuno dapat diartikan dewa atau tuhan. Segala sesuatu yang mereka anggap sakti dan mereka puja, mereka sebut dengan al-ilah. Dan, kalau hendak menyebutkan banyak Tuhan, mereka pakai kata jamak, yaitu al-alilah. Akan tetapi, pikiran murni mereka telah sampai pada kesimpulan bahwa dari tuhan-tuhan dan dewa-dewa yang mereka katakan banyak itu, hanya satu jua Yang Maha Kuasa, Maha Tinggi, dan Maha Mulia. Maka, untuk mengungkapkan pikiran kepada Yang Maha Esa itu mereka pakailah kalimat ilah itu. Dan, supaya lebih khusus kepada Yang Esa itu, mereka cantumkan di pangkalnya alif dan lam pengenalan (alif-lam-ta'rif), yaitu al menjadi alilah. Lalu, mereka buangkan huruf hamzah yang di tengah, al-i-lah menjadi Allah. Dengan menyebut Allah itu, tidak ada lagi yang mereka maksud melainkan Zat Yang Maha Esa. Maha Tinggi, Yang Berdiri sendirinya itulah, dan tidak lagi mereka pakai untuk yang lain. Tidak ada satu berhala pun yang mereka namai Allah.

Dalam Al-Qur'an, banyak bertemu ayat-ayat yang menerangkan jika Nabi Muhammad saw. bertanya kepada kaum musyrikin penyembah berhala itu, siapa yang menjadikan semuanya ini, pasti mereka akan menjawab,

"Allah-lah yang menciptakan semuanya!"

"Padahal jika engkau tanyakan kepada mereka siapa yang menciptakan semua langit dan bumi, dan menyediakan matahari dan bulan, pastilah mereka akan menjawab, 'Allah!' Maka, bagaimanakah masih dipalingkan mereka." (al-'Ankabuut: 61).

Dan, banyak lagi surah-surah lain mengandung ayat seperti ini.

Setelah kita tinjau keterangan Raghib al-Isfahani dari segi pertumbuhan bahasa (filologi) tentang kata Allah itu, dapatlah kita mengerti bahwa sejak dahulu orang Arab itu di dalam hati sanubari mereka telah mengakui Tauhid Uluhiyah.

Sehingga, mereka sekali-kali tidak memakai kata Allah untuk yang selain dari Zat yang Maha Esa, Yang Tunggal, yang berdiri sendiri-Nya itu, dan tidak mau mereka menyebutkan Allah untuk beratus-ratus berhala yang mereka sembah.

Tentang Uluhiyah mereka telah bertauhid,

Hanya tentang Rububiyah yang mereka masih musyrik.

Maka, dibangkitkanlah kesadaran mereka oleh Rasul saw. supaya bertauhid yang penuh; mengakui hanya satu Allah yang menciptakan alam dan Allah Yang Satu itu sajalah yang patut disembah, tidak yang lain.

Dalam bahasa Melayu, kata yang seperti Ilah itu ialah dewa dan tuhan.

Pada batu bersurah Trengganu yang ditulis dengan huruf Arab, kira-kira tahun 1303 Masehi, kata Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah diartikan dengan Dewata Mulia Raya (batu bersurah itu sekarang disimpan di Museum Kuala Lumpur). Lama-lama, karena perkembangan pemakaian bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, bila disebut Tuhan oleh kaum Muslimin Indonesia dan Melayu, yang dimaksud ialah Allah dan dengan huruf Latin pangkalnya (huruf T) dibesarkan (kapital), dan kata-kata dewa tidak terpakai lagi untuk mengungkapkan Tuhan Allah.

Dalam perkembangan pemakaian bahasa ini, di dalam memakai kata Tuhan, haruslah diingat bahwasanya berbeda maksud pemakaian itu di antara orang Islam dan orang Kristen.

Kita orang Islam jika menyebut Tuhan, yang kita maksud ialah Allah. Zat Yang Berdiri Sendiri-Nya, kepada-Nya memohonkan segala sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada yang menandingi Dia sesuatu jua pun.

Akan tetapi, kalau orang Kristen menyebut Tuhan, yang mereka maksud ialah Yesus Kristus. Kadang-kadang bercampur-baur; sebab, menurut ajaran yang mereka pegang bahwa Tuhan itu adalah "Trinitas" atau "Tri-tunggal", yang tiga tetapi satu, yang satu tetapi tiga. Dia yang tiga, tetapi satu itu ialah Tuhan Bapa, Tuhan Putra (Isa al-Masih), dan Ruhul-Kudus. Dan, selalu mereka mengatakan "Tuhan Yesus".

Sebab itu, walaupun sama-sama memakai kata Tuhan, tidaklah sama arti dan pengertian yang dikandung.

Pemakaian kata Tuhan dalam kata sehari-hari akhirnya terpisah pula jadi dua:

Tuhan khusus untuk Allah dan Tuan untuk menghormati sesama manusia.

Untuk raja disebut Tuanku.

Hal yang terpenting ialah memupuk perhatian yang telah ada dalam dasar jiwa bahwa Zat Yang Maha Kuasa itu mustahil berbilang.

Adapun tentang pemakaian bahasa terhadap-Nya, dengan nama apa Dia mesti disebut, terserahlah pada perkembangan bahasa itu sendiri.

Selain dari pemakaian bahasa Melayu tentang Tuhan itu, sebagian bangsa kita pun memakai juga kata lain untuk Allah itu.

Dalam bahasa Jawa terhadap Allah disebut Gusti Allah, padahal dalam bahasa Melayu Banjar, Gusti adalah gelar bangsawan.

Demikian juga kata Pangeran untuk Allah dalam bahasa Sunda. Padahal, di daerah lain Pangeran adalah gelar orang bangsawan atau anak raja.

Dalam bahasa Bugis dan Makassar disebut Poang Allah Ta'aala, padahal kepada raja atau orang tua yang dihormati mereka mengucapkan Poang juga.

Orang Hindu-Bali, meskipun menyembah Kepercayaan agama Hindu pun sampai pada puncak tertinggi, yaitu Sang Hyang Tunggal.

Lantaran itu, dapatlah dipahami bahwa keterangan Raghib al-Isfahani yang menyatakan Allah itu berasal dari kata al-ilah yang berarti Tuhan itu. Adanya kata al-ilah membuktikan bahwa kepercayaan-kepercayaan tentang adanya Tuhan telah tumbuh sejak manusia berakal dan timbulnya kata Allah membuktikan bahwa pikiran manusia pun akhirnya sampai kepada bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa itu hanya satu.

Maka, kedatangan agama Islam ialah menuntun dan menjelaskan bahwa Dia memang satu adanya.

Maka, di dalam ayat pembukaan ini, kita telah bertemu langsung dengan Tauhid, yang mempunyai dua paham itu, yaitu

Tauhid Uluhiyah pada ucapan Alhamdu Lillaahi dan Tauhid Rububiyah pada ucapan Rabbil Aalamiin.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 63-67, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Dekat penutup kita dituntun dengan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah yang terkandung di dalam dua surah, yaitu surah al-Ikhlaash dan surah al-Kaafiruun.

Dan di penutupnya sekali, kita disuruh kepada Allah Yang Maha Esa daripada segala bahaya yang ada di alam keliling kita, dan dari bahaya jin dan manusia pula, yaitu di surah al-Falaq dan an-Naas.

Bersyukurlah kita berkali-kali kepada Allah bila surah-surah ini dapat kita baca dengan fasih, selanjutnya dapat kita hapalkan sehingga dapat menjadi bacaan di tiap-tiap shalat; mana yang kita anggap patut dibaca di saat itu, dan dapat kita pahamkan apa isinya.

Akhirnya dapat kita amalkan, sehingga ridhalah Allah kepada kita.

Amin.

Karena dengan surah yang pendek-pendek tetapi mengandung berbagai ragam pengetahuan hidup dan bekal mengadapi akhirat ini, batin kita menjadi kaya dan iman kita bertambah teguh.

Alhamdulillah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 96, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH AL-IKHLAASH

(TULUS)

"Allah adalah tempat bengantung." (ayat 2).

Artinya, bahwa segala sesuatu ini Dia yang menciptakan, sebab itu maka segala sesuatu itu kepada-Nya belaka bergantung; semua ada atas kehendak-Nya.

Kata Abu Hurairah,

"Arti ash-Shamad ialah segala sesuatu memerlukan dan berkehendak kepada Allah, berlindung kepada-Nya; sedang Dia tidaklah berlindung kepada siapa jua pun."

Husain bin Fadhal mengartikan,

"Dia berbuat apa yang Dia mau, dan menetapkan apa yang Dia kehendaki."

Muqatil mengartikan,

"Yang Maha Sempurna, yang tidak ada cacat-Nya."

"Dan tidak ada bagi-Nya yang setara, seorang jua pun." (ayat 4).

Imam Ghazali menulis dalam kitabnya Jawahirul Qur'an,

"Kepentingan Al-Qur'an itu ialah untuk makrifat terhadap Allah, makrifat terhadap Hari Akhirat, makrifat terhadap ash-Shirathal Mustaqim. Ketiga makrifat inilah yang sangat utama pentingnya. Adapun yang lain adalah pengiring-pengiring dari yang tiga ini. Maka surah al-Ikhlaash adalah mengandung satu daripada makrifat yang tiga ini, yaitu Makrifatullah dengan membersihkan-Nya, menyucikan pikiran terhadap-Nya, dengan mentauhidkan-Nya daripada jenis dan macam. Itulah yang dimaksud bahwa Allah bukanlah bapak yang menghendaki anak, laksana pohon. Dan bukan diperanakkan, laksana dahan yang berasal dari pohon. Dan bukan pula mempunyai tandingan atau bandingan."

Ibnul Qayyim menulis dalam Zaadul Ma'ad,

"Nabi saw. selalu membaca pada shalat sunnah Fajar dan shalat Witir kedua surah al-Ikhlaash dan al-Kaafiruun. Karena kedua surah itu mengumpulkan tauhid ilmu dan amal, tauhid makrifat dan iradat, tauhid i'tiqad dan tujuan. Surah al-Ikhlaash mengandungi tauhid i'tiqad dan makrifat, dan apa yang wajib dipandang tetap teguh pada Allah menurut akal murni, yaitu Esa, Tunggal. Nafi yang mutlak daripada bersyarikat dan bersekutu, dari segi mana pun. Dia adalah Pergantungan yang tetap, yang pada-Nya terkumpul segala sifat kesempurnaan, tidak pernah berkekurangan dari segi mana pun. Nafi daripada beranak dan diperanakkan, karena kalau keduanya itu ada, Dia tidak jadi pergantungan lagi dan Keesaan-Nya tidak bersih lagi. Dan Nafi dari kafa'ah, tandingan, bandingan, dan gandingan; yaitu menafikan penserupaan, perumpamaan, ataupun pandangan lain. Sebab itu maka surah ini mengandung segala kesempurnaan bagi Allah dan menafikan segala kekurangan. Inilah dia pokok tauhid, menurut ilmiah dan menurut aqidah, yang melepaskan orang yang berpegang teguh kepadanya dari kesesatan dan mempersekutukan.

Itu sebab maka surah al-Ikhlaash dikatakan oleh Nabi sebagai "Sepertiga Al-Qur'an".

Sebab Al-Qur'an berisi berita (kabar) dan In yaa. Dan insyaa mengandung salah satu tiga pokok:

(1). Perintah,

(2). Larangan,

(3). Pembolehan atau diizinkan.

Dan kabar ada dua pula:

(1). Kabar yang datang dari Allah sebagai pencipta (Khaliq) dengan nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, hukum-hukum-Nya; dan

(2). Kabar dari makhluk-Nya, maka diikhlaskanlah oleh makhluk di dalam surah al-Ikhlaash tentang nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya sehingga jadilah isinya itu mengandung sepertiga Al-Qur'an. Dan dibersihkannya pula siapa yang membacanya dengan iman, dari mempersekutukan Allah secara ilmiah.

Sebagaimana surah al-Kaafiruun pun telah membersihkan dari syirik secara amali, yang timbul dari kehendak dan kesengajaan."

Sekian Ibnul Qayyim.

Ibnul Qayyim menyambung lagi,

"Menegakkan aqidah ialah dengan ilmu. Persediaan ilmu hendaklah sebelum beramal. Sebab ilmu itu adalah imam, penunjuk jalan, dan hakim yang memberikan keputusan di mana tempatnya dan telah sampai di mana. Maka "Qul Huwallaahu Ahad" adalah puncak ilmu tentang aqidah. Itu sebab maka Nabi mengatakannya sepertiga Al-Qur'an. Hadits-hadits yang mengatakan demikian boleh dikatakan mencapai derajat mutawatir. Dan "Qul Ya Ayyuhal Kaafiruuna" sama nilainya dengan seperempat Al-Qur'an. Dalam sebuah hadits dari Tirmidzi, yang dirawikan dari Ibnu Abbas dijelaskan "Idzaa Zulzilatil Ardhu" sama nilainya dengan separuh Al-Qur'an, "Qul Huwallaahu Ahad" sama dengan sepertiga Al-Qur'an dan "Qul Yaa Ayyuhal Kafirun" sama nilainya dengan seperempat Al-Qur'an."

Al-Hakim merawikan juga hadits ini dalam Al-Mustadrak-nya dan beliau berkata bahwa isnad hadits ini shahih.

Maka tersebutlah dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari dari Aisyah, semoga Allah (meridhainya), bahwa Nabi saw. pada satu waktu telah mengirim sariyah (patroli) ke suatu tempat. Pemimpin patroli itu tiap-tiap shalat jahar menutup bacaannya dengan membaca "Qul Huwallaahu Ahad".

Setelah mereka kembali pulang, mereka kabarkan perbuatan pimpinan mereka itu kepada Nabi saw.

Lalu beliau saw. berkata,

"Tanyakan kepadanya apa sebab dia lakukan demikian?"

Lalu mereka pun bertanya kepadanya, mengapa selalu menutup bacaan shalat dengan membaca Qul Huwallaahu Ahad?

Dia menjawab,

"Di dalamnya terkandung sifat Allah yaitu ar-Rahman, dan saya amat senang membacanya."

Mendengar keterangan itu, bersabdalah Nabi saw.,

"Katakanlah kepadanya, bahwa Allah pun senang kepadanya."

Dan terdapatlah juga beberapa sabda Rasul yang lain tentang kelebihan surah al-Ikhlaash ini.

Banyak pula hadits-hadits menerangkan pahala membacanya.

Bahkan ada sebuah hadits yang diterima dari Ubay dan Anas, bahwa Nabi saw. bersabda,

"Di atas tujuh petala langit dan tujuh petala bumi atas Qul Huwallaahu Ahad."

Betapa pun derajat hadits ini, namun maknanya memang tepat.

Imam az-Zamakhsyari di dalam Tafsirnya memberi arti hadits ini,

"Yaitu tidaklah semuanya itu dijadikan melainkan untuk menjadi bukti atas menauhidkan Allah dan mengetahui sifat-sifat Allah yang disebutkan dalam surah ini."

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah, berkata dia:

"Aku datang bersama Nabi saw. Tiba-tiba beliau dengar seseorang membaca Qul Huwallaahu Ahad. Maka berkatalah beliau saw.: "Wajabat!" (wajiblah). Lalu aku bertanya: "Wajib apa ya Rasul Allah?" Beliau menjawab: "Wajib orang itu masuk surga." (HR. Tirmidzi, hadits hasan (bagus) dan shahih).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 318-321, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Ayat ini telah menyumbat mulut orang yang mengakui dirinya Islam, tetapi hanya mulut saja, padahal ketaatan kepada Tuhan tidak ada. Bukti amal tidak ada. Pengertian tentang arti menyerah kepada Allah tidak ada. Mereka Islam hanya karena keturunan atau tanda peta belaka. Maka sama sajalah keadaan mereka, sama-sama amani atau angan-angan dan khayal sebagaimana orang Yahudi dan Nasrani itu pula.

Dan menjadi pelajaran lagi bagi kita orang Islam; sekali-kali jangan mengemukakan suatu pendirian kalau tidak dengan alasan.

Hatu burhanakum, keluarkan alasanmu, telah menutup pintu taklid turut-turutan dengan serapat-rapatnya.

Beragamalah dengan berpikir, pergunakanlah akal.

Jangan hanya beragama karena pusaka saja.

Kalau engkau mengatakan bahwa yang cukup segala sesuatunya hanyalah orang Islam,

Sudahkah engkau ketahui hakikat agamamu yang engkau peluk?

Apakah sah beragama dengan kebodohan?

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 220-221, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BEBAS DARI RASA TAKUT

Apabila jiwa telah mencapai martabat Tauhid Uluhiyah itu, ia tidak mengenal takut pada apa-apa lagi karena insting atau naluri ketakutan yang ada dalam jiwa sudah dijuruskan kepada Yang Maha Esa.

Sebaliknya, orang yang menyembah berhala, mempertuhan yang lain, baik benda maupun sesama manusia, rasa takut itu selalu bersarang dalam kalbunya, selalu merasa ragu.

Perhatikanlah orang-orang yang mempersekutukan yang lain dengan Allah itu,

Alangkah pengecutnya.

Mereka menyembah-nyembah memohon pangkat kepada sesama manusia yang berkuasa, jadi raja atau jadi presiden, dia pergi menyembah-nyembah dan menjilat-jilat.

Dia takut beliau akan murka, dia takut pangkatnya akan diturunkan, dia takut dia akan diberhentikan dengan tidak hormat, dia takut anak-anaknya tidak akan makan.

Lantaran itu, kian lama dia kian menyembah kepada manusia yang diberhalakannya itu.

Maka, seluruh hidupnya dipenuhi oleh rasa takut.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 202-203, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Bertambah maju satu negara, bertambah hancur akhlaknya,

Baik di Barat maupun di Timur.

Karena tidak mau tunduk kepada Allah yang hakiki, mereka pun diperbudak dengan hina sekali oleh tuhan-tuhan yang mereka puja selain Allah itu.

Penyakit gila hingga telah penuh rumah-rumah sakit gila oleh manusia-manusia yang remuk akal dan jiwanya karena menuruti hidup modern.

Ditambah lagi dengan tergila-gilanya orang pada barang, mode, pakaian perempuan sampai dibuka semua, yang ditutup sekadar yang jijik saja jika diperlihatkan.

Gila bioskop, gila televisi, gila make-up, dan segala macam gila sehingga akhir-akhir ini di negara-negara besar laki-laki tergila-gila pada sesama laki-laki dan perempuan pada sesama perempuan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 117-118, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KETUHANAN YANG MAHA ESA

"Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia." (al-Ikhlas: 1-4).

Asalkan kita (kaum Muslimin) sadar akan pendirian Tauhid kita dan sadar pula akan lebih banyaknya bilangan kita, maka dengan menjunjung tinggi Pancasila yang mempunyai dasar pertama dan utama "Ketuhanan Yang Maha Esa," kitalah yang akan lebih banyak dapat bergerak luas memajukan agama kita dalam Negara Republik Indonesia ini.

Namun kalau kita bermalas-malasan, berpecah-belah, maka "Ketuhanan Yang Maha Esa" akan tetap tertulis juga menjadi dasar negara, tetapi akan ditafsirkan oleh yang mempersekutukan Allah dengan yang lain menurut tafsirannya masing-masing.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 12, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

DEFINISI MUSLIM

Bagi Ahlus Sunnah (termasuk Madzhab Imam Syafi'i sendiri) asal mereka masih mengakui Allah itu adalah Satu, Tuhan Yang Maha Esa, dan Nabi Muhammad saw. adalah Rasul Allah, orang itu masih Islam,

Walaupun
Islamnya masih belum sempurna.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 396, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

JANGAN HANYA MENURUT SAJA

"Dan janganlah engkau menurut saja dalam hal yang tidak ada bagi engkau pengetahuan padanya." (pangkal ayat 36).

Ayat ini termasuk sendi budi pekerti Muslim yang hendak menegakkan pribadinya.

Kita dilarang Allah menurut saja.

"Nurut" menurut bahasa Jawa, dengan tidak menyelidiki sebab dan musabab.

Qatadah menafsirkan kelemahan pribadi "Pak Turut" itu demikian,

"Jangan engkau katakan aku lihat, padahal engkau tak melihatnya. Aku dengar, padahal tak pernah engkau dengar. Saya tahu, padahal engkau tak tahu."

Di awal ayat ini tersebut wa laa taqfu. Kata-kata taqfu ialah dari mengikuti jejak.

Kemana orang pergi, kesana awak pergi.

Kemana tujuan orang itu, awak tak tahu.

Di ujung ayat ditegaskan,

"Sesungguhnya pendengaran dan penglihatan dan hati, tiap-tiap satu daripadanya itu akan ditanya." (ujung ayat 36).

Terang disini bahwa orang yang hanya menuruti saja jejak langkah orang lain, baik nenek moyangnya karena kebiasaan, adat-istiadat dan tradisi yang diterima, atau keputusan dan ta'ashshub pada golongan, membuat orang tidak lagi mempergunakan pertimbangan sendiri.

Padahal, dia diberi Allah alat-alat penting agar dia berhubungan sendiri dengan alam yang di kelilingnya.

Dia diberi hati, atau akal, atau pikiran untuk menimbang buruk dan baik.

Sementara itu, pendengaran dan penglihatan adalah penghubung di antara diri, atau di antara hati sanubari kita dan segala sesuatu untuk diperhatikan dan dipertimbangkan mudarat dan manfaatnya, atau buruk dan baiknya.

Dalam hidup beragama amat diperlukan penggunaan pendengaran, penglihatan, dan hati untuk menimbang.

Sebab, kadang-kadang dipercampuradukkan orang amalan yang sunnah dengan yang bid'ah.

Bahkan, kerap kejadian perkara yang sunnah tertimbun dan yang bid'ah muncul dan lebih masyhur.

Maka wajiblah kita beragama dengan berilmu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 288-289, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KEBANGSAAN DENGAN DASAR ISLAM

Dengan darah dan air mata, telah kita beli kemerdekaan ini.

Syukur alhamdulillah kita telah mempunyai negara yang besar.

Mungkin negara yang ke-6 besarnya dalam dunia ini.

Salah satu dasar yang telah kita pilih, ialah kebangsaan.

Islam tidak membedakan di antara keturunan Arab bangsa Sayyid dengan keturunan budak belian dari Bali dan pengembara lautan dari Bugis, semuanya diterima dengan ahlan wa sahlan, yang dihitung bukan bangsa dan keturunan, tetapi bakti, jasa, dan tujuan hidupnya.

Inilah pusaka nenek moyang, bekas ajaran Islam, yang harus kita pegang teguh menjadi modal untuk menegakkan kebangsaan kita sekarang ini.

Jangan kita pindah kembali ke zaman jahiliyah, membuka si tambo lama yang dapat menimbulkan dendam sakit hati.

Bertambah mendalam kefanatikan agama Islam di satu daerah, bertambah luas dadanya menerima tetamu. Walaupun tetamu itu orang Kristen.

Ingatlah di zaman perjuangan kemerdekaan.

Tatkala Tuan L.J. Kasimo seorang pemeluk Katolik berjalan dari desa ke desa bersama Dr. Soekiman, meskipun rakyat Islam di desa itu tahu bahwa beliau seorang Katolik, ia telah dihormati sebagaimana menghormati Pak Kiman juga. Sampai sama-sama dibuatkan baju untuk mengembara di hutan. Sampai terlanjur dari mulut Pak Kasimo:

"Ah, biarlah saya menjadi Penasihat Masyumi saja."

Tatkala Sdr. Hoetasoit (ex. Sekjen Kern. PP dan K) dan Ir. Sitompul turut berdarurat di daerah Minangkabau di zaman agresi Belanda yang kedua, ia disambut di kampung-kampung seperti menyambut keluarga juga, walaupun orang tahu ia orang-orang Kristen.

Demikian murni ajaran Islam yang memandang orang karena baktinya bukan karena suku bangsanya, kita harus kembali kepada ajaran itu dalam membina kebangsaan kita sekarang ini.

Kita terdiri dari beribu pulau.

Kita terdiri dari beratus suku bangsa, yang masing-masing mempunyai kemegahan sendiri.

Untuk mengokohkan kesatuan, carilah alat perekat yang asli, teladan dari langit.

Jangan dengan Gajah Mada, Hayam Wuruk, jangan dengan Hang Tuah dan Cindur Mata.

Akan tetapi, dengan Islam karena itulah pokok damai kita.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Hal. 172-174, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Agustus 2017).

ALLAH TURUN KE LANGIT DUNIA

Penganut Madzhab Salaf menerima saja akan arti ini keseluruhannya, yaitu bahwa Allah turun ke langit dunia, langit yang terdekat kepada kita ini pada malam hari, sampai tinggal sepertiga malam, untuk mendengarkan siapa kiranya hamba-Nya yang memohon, yang berdoa, dan meminta ampun.

Mereka tidak lagi memberi arti atau keterangan lebih jauh.

Karena, kuasa Ilahi dan rahasia-Nya tidaklah dapat diartikan seluruhnya oleh makhluk insani yang lemah ini.

Akan tetapi, Madzhab Khalaf dan kaum Mu'tazilah memberi juga arti, yaitu bahwa Allah turun itu harus diartikan pendekatan.

Untuk mendekatkan kepada paham kita bahwa di waktu sahur itu Allah lebih dekat kepada hamba-hamba-Nya yang taat karena hamba itu sendiri pun merasai betapa dekat kepada Allah pada saat demikian.

Jadi, menurut Madzhab Khalaf, turun ke langit pertama ialah sangat dekat Allah itu untuk mendengar doa dan permohonan hamba-Nya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 594, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

FATWA BUYA HAMKA TENTANG PANCASILA

Pancasila itulah yang sebaik-baik filsafat untuk jadi Dasar Negara.

Dan, tidak ada larangan dari Islam jika umat Islam membela Pancasila, walau untuk kelima silanya, atau masing-masing silanya.

Sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, tidaklah ada bantahan pihak Islam atas Pancasila.

Mohammad Natsir dalam pidatonya di suatu pertemuan sambutan di Pakistan (1953) sesudah dia tidak duduk dalam kabinet lagi, mempertahankan Pancasila sebagai dasar yang sesuai dengan alam Indonesia.

Konferensi Tarjih Muhammadiyah, sebagai badan tertinggi dari Muhammadiyah, gerakan Islam yang terbesar di Indonesia, pada 1953 di Bandung, memutuskan menerima Pancasila.

(Disampaikan oleh Prof. DR. HAMKA sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dalam Pertemuan dengan Wanhankamnas pada 25 Agustus 1976).

(Rusydi HAMKA, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Hal. 344-362, Penerbit Noura, Cet.I, Januari 2017).

Pancasila adalah dasar yang telah teguh di negara kita.

Pancasila tersebut adalah sebagai pelaksanaan juga dari Piagam Jakarta.

Piagam Jakarta itu sendiri jelas persetujuan yang telah dilakukan oleh wakil-wakil golongan-golongan Nasionalis, Islam, Kristen, untuk mendirikan Negara Republik Indonesia ini.

"Ketuhanan Yang Maha Esa", dilihat dari segi mana pun adalah lebih dekat kepada pendirian kita umat Islam Indonesia jika dibandingkan dengan golongan agama yang lain.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 11, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

UUD 1945 adalah dijiwai oleh Piagam Jakarta.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 240, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Katakanlah, "Adakah yang selain Allah akan aku ambil jadi pemimpin?" (pangkal ayat 14).

Jangan sampai guru itu mencela muridnya kalau taklid kepada seorang ulama, wajib langsung pada Al-Qur'an dan hadits,

Tetapi dengan tidak disadari, si guru telah memaksakan dengan halus kepada muridnya supaya jika mereka memahamkan Al-Qur'an dan hadits wajiblah menurut yang dipahamkan oleh gurunya itu.

Tanpa sadar, si guru telah mengangkat dirinya menjadi wali atau aulia selain Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 108, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

THAGUT

Ulul-albaab, tidaklah takut, tidaklah cemas mendengarkan pendapat orang yang berbeda dengan pendapatnya dan mendengar pengajian yang berlainan dengan pengajiannya.

"Orang yang merdeka tidaklah gentar menghadapi kemerdekaan orang lain."

Kebenaran itu bisa dijemur di cahaya Matahari, dia tidak akan lekang. Biar ditinggalkan kena hujan lebat, dia tidak akan busuk.

Menurut keyakinannya kebenaran yang paling baik, yang baik sekali ialah firman Allah dan Rasul.

Dia adalah kebenaran mutlak.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 24, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

RENUNGAN BUDI

Setengah orang menepuk dada dan membanggakan diri bahwa dia berpendirian teguh. Padahal kadang-kadang pendirian yang telah dipilihnya itu tidak ditinjau lagi. Lalu timbullah pendirian yang membeku dan membatu.

Setengah orang pula berubah pandangannya mengenai suatu soal antara 10 Tahun yang lalu dengan sekarang. Maka janganlah tergesa-gesa menuduh orang itu tidak berpendirian. Bahkan mungkin orang inilah yang lebih teguh pendiriannya yaitu mencari yang lebih dekat kepada kebenaran menurut pertimbangan akal budinya yang tidak membatu.

Orang yang terbenam dalam jurang mengukur benar dan salah dengan lingkaran jurang tempat ia terbenam.

Katak yang terkurung di bawah tempurung menyangka bahwa lingkaran tempurung itulah langit.

Tetapi apabila orang telah naik ke atas lebih tinggi, lebih luaslah alam yang dapat dilihatnya.

Sebab itu naiklah ke atas, bangkitkanlah dirimu dari keterpurukan.

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Hal. 153-154, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

Pemikiran dan sikap HAMKA dalam urusan kebangsaan ini dapat dirujuk oleh umat Islam yang tengah menghadapi persoalan kebangsaan saat ini.

Sekurang-kurangnya terdapat tiga motivasi penulisan tafsir tersebut.

"Buya HAMKA menghendaki bangkitnya generasi muslim di kepulauan Melayu, menyiapkan kader-kader da'i yg profesional, dan memberi kontribusi bagi Universitas Al-Azhar di Mesir," terang Ustadz Fahmi yang merujuk pada sebuah disertasi tafsir di Universitas Al-Azhar tentang kitab tersebut.

Terkait metodologi penafsirannya, tafsir Al-Azhar mengambil sumber secara berturut-turut dari Al-Qur'an, Assunnah, aqwal (perkataan) para sahabat Nabi, aqwal tabi'in, kitab-kitab tafsir muktabar.

insists.id/dari-warisan-untuk-masa-depan-seminar-sehari-butir-butir-pemikiran-buya-hamka

Apalagi kalau umat Islam disini masih saja bercakar-cakaran karena perebutan pengaruh sesamanya, kadang-kadang dalam perkara sepele, perkara Qunut Shubuh atau tidak Qunut, perkara di-talaffuzh-kan (diucapkan) niat atau tidak, dan sebagainya.

Camkanlah ini, Saudaraku Kaum Muslimin!

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 176, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

KULIAH 27

NEGARA-NEGARA ISLAM MENCAPAI KEMERDEKAAN

Sayang sekali, saya tidak dapat menyajikan isi pidato teman saya, Mohammad Natsir, yang diucapkannya di hadapan Majelis Perwakilan Rakyat di Karachi.

Pidato itu diulanginya pula di Beirut, Ibu Kota Lebanon; di Damaskus, Ibu Kota Suriah; di Bagdad, Ibu Kota Irak; di Kairo, Ibu Kota Mesir; serta di Makkah, Ibu Kota Hijaz, yang merupakan wilayah Kerajaan Arab Saudi.

Pada hakikatnya dalam pidatonya itu ditegaskan bahwa teokrasi dalam bentuk yang dikenal di dunia Barat, tiada dasarnya dalam agama Islam.

Dari semula agama Islam tidak pernah mengenal bentuk organisasi kegerejaan, tidak pernah mengadakan lembaga kependetaan, melainkan sebagaimana aliran Protestan, tidak mengenal suatu kekuasaan atau hierarki di dalam urusan keagamaan, di mana hanya majelis jemaahlah yang mempunyai hak legislatif.

Agama Islam, sekalipun senantiasa menegaskan bahwa pemerintah dan perundangan negara tidak boleh berlawanan dengan perintah Tuhan, telah mengadakan garis pembatasan tegas di antara urusan sekuler dengan urusan keagamaan, dalam pengertian pelaksanaan ibadah serta tata cara dan upacara-upacara keagamaan.

Berkenaan dengan soal ibadah, iman, dan urusan kerohanian, tidak boleh ada suatu kekuasaan duniawi mencampuri urusannya.

Pada masa permulaan Kerajaan Islam terdapat empat mazhab mengenai soal tata cara dan upacara ibadah, konsepsi hukum agama, yang diterima di dalam masyarakat umat yang tunduk kepada Khalifah, keempat-empatnya mengakui dan tunduk pada kekuasaan Khalifah sebagai kepala negara Islam dan pemimpin umat Islam.

Di luar keempat aliran itu terdapat pula berbagai sekte yang kesemuanya dipandang sebagai aliran kelima, yaitu sekte yang tidak mengakui kekuasaan Khalifah yang berkuasa.

Perbedaan yang pasti antara sekte-sekte itu dan keempat mazhab yang ada, yang bersatu di bawah Khalifah adalah, bahwa aliran Kelima itu, jika memakai istilah modernnya, adalah berpaham Legitimis.

Mereka berkeyakinan bahwa hanya keturunan Nabi yang berhak mewarisi kedudukan Nabi Muhammad setelah wafatnya, termasuk hak memegang kekuasaan Khalifah atas negara dan umat Islam.

Maka aliran kelima ini, yang keseluruhannya dikenal dengan sebutan kaum Syi'ah, yaitu aliran yang membangkang,

Menaruh paham teokrasi melalui hierarki kaum imam di bawah pemimpin rohaniah dari ahli waris Nabi Muhammad yang sah, yang hadir pada setiap saat, sekalipun ia tidak tampak di mata manusia.

Telah saya singgung bahwa kaum Syi'ah sepanjang sejarah menjadi penganut paham teokrasi melalui golongan pendeta atau imam.

(KH. AGUS SALIM, PESAN-PESAN ISLAM: KULIAH-KULIAH MUSIM SEMI 1953 DI CORNELL UNIVERSITY AMERIKA SERIKAT, Hal. 210, Penerbit Mizan, Cet.I, Mei 2011).

AMANAH (BISA DIPERCAYA)

Segala madzhab dan firqah dalam Islam mengakui perlunya pemerintahan, baik Ahli Sunnah wal Jama'ah, atau Syi'ah yang memestikan di tangan keturunan Ali. Demikian juga kaum Mu'tazilah. Demikian seterusnya.

Hanya Khawarij yang mengatakan pemerintahan itu di tangan Allah saja. Tetapi setelah pergaulan bertambah maju, terpaksa mereka mengangkat seorang "Imam" untuk mengatur pemerintahan.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 119, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Ketua Majelis Ulama Indonesia: Buya HAMKA

Paling konsisten memperjuangkan Syariat Islam menjadi dasar negara Indonesia. Dalam pidatonya, HAMKA mengusulkan agar dalam Sila Pertama Pancasila dimasukkan kembali kalimat tentang "kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya", sebagaimana yang termaktub dalam Piagam Jakarta.

mui.or.id/tentang-mui/ketua-mui/buya-hamka.html

Buya HAMKA adalah seorang ulama, politisi dan sastrawan besar yang dihormati dan disegani di kawasan Asia hingga Timur Tengah.

Pengabdian dan pengorbanan Buya HAMKA dalam membangun kesadaran umat Islam mendapat apresiasi dari Pemerintah berupa gelar Pahlawan Nasional pada Tahun 2011.

kebudayaan.kemdikbud.go.id/buya-hamka-sosok-suri-tauladan-bermulti-talenta

Pemikiran Dakwah & Perjuangan

"Selama ini kita sudah bosan, mendengar kisah orang yang tidak besar, tapi dibesar-besarkan ... Malam ini kita bahagia sekali, karena kita berbicara tentang orang besar, yang betul-betul besar, ada juga usaha untuk memperkecilkannya, tapi sia-sia memperkecilkan orang besar, jadi bagi saya, HAMKA memang orang besar."

youtube.com/watch?v=NBdaSP-xvFw

Buya HAMKA adalah tokoh dan sosok yang sangat populer di Malaysia. Buku-buku beliau dicetak ulang di Malaysia. Tafsir Al-Azhar Buya HAMKA merupakan bacaan wajib.

disdik.agamkab.go.id/berita/34-berita/1545-seminar-internasional-prinsip-buya-hamka-cermin-kekayaan-minangkabau

Ketua MUI KH Ma'ruf Amin berharap IBF bisa melahirkan para penulis buku yang berbobot untuk melanjutkan kiprah para ulama seperti Buya HAMKA.

"Umat kini merindukan ulama seperti itu," kata Kiai Ma'ruf.

republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/05/04/opetdp384-kiai-maruf-harap-ibf-lahirkan-penulis-penerus-para-ulama

Umur badan terbatas. Umur batu nisan kadang-kadang lebih panjang dari umur badan, tetapi umur jasa dan kenangan lebih panjang dari umur batu nisan. Sebab itu Jalaluddin Rumi pernah mengatakan ketika orang minta izin kepadanya hendak membuatkan kubah pada kuburannya nanti apabila dia telah mati,

"Tak usahlah nisan dan kubah pada kuburanku. Kalau hendak menziarahi aku, temuilah aku dalam hati orang yang mengenal ajaranku."

(Buya HAMKA, Lembaga Budi: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Hal. 178, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

IMAN MENIMBULKAN CINTA

Ibnu Abbas menceritakan tentang kecintaan orang kepada orang yang beriman dan beramal saleh itu demikian, "Dijadikan Allah dalam hati hamba-hamba Allah rasa sayang kepadanya. Tidak bertemu dengan dia seorang yang ada iman pula, melainkan terus merasa hormat. Bahkan orang-orang musyrik dan munafik pun terpaksa membesarkannya."

Sayyidina Ustman bin Affan berkata pula, "Tidaklah seorang hamba mengerjakan amal yang baik ataupun amal yang buruk, melainkan pastilah Allah Yang Maha Kuasa akan memperlihatkan bekas amal itu pada laku perangainya."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 525-526, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIH

Ayat-ayat yang muhkam disebut sebagai ibu dari Kitab.

Ibu Kitab artinya menjadi sumber hukum, yang tidak bisa diartikan lain lagi.

Kalau ilmu telah rasikh, tidaklah berbahaya lagi.

Yang berbahaya ialah orang yang setengah-setengah berilmu.

Sebagai pepatah orang Minang,

"kepalang tukang, binasa kayu; kepalang cerdik, binasa negeri; kepalang alim, binasa agama".

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 579-582, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Bangunlah wahai Kaum Muslimin dari tidur nyenyakmu,

Bersatulah menentang penjajahan yang telah menghancurkan sisa-sisa kekuatan yang ada padamu,

Tegak dan lawanlah raja-rajamu sendiri yang menjadi penghalang dari kebangkitanmu.

Bebaskanlah jiwamu daripada khurafat, syirik dan bid'ah yang telah menyebabkan kamu hancur!

-Jamaluddin Al-Afghani.

(Buya HAMKA, Ayahku, 137, PTS Publishing House Malaysia, 2015).

Di dalam Islam telah datang Muhammad bin Abdul Wahhab dan Sayid Jamaluddin al-Afghany.

Pemikir dan pejuang yang menyeru orang supaya kembali kepada jalan yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad juga.

Tidaklah cukup kitab untuk memaparkan jasa masing-masing dari pejuang itu.

(Buya HAMKA, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 377-378, Republika Penerbit, 2015).

Dulu, banyak orang atau organisasi yang bangga ketika disebut memiliki keterkaitan dengan Wahabi, termasuk Muhammadiyah.

Buya HAMKA yang menjadi juru kampanye Muktamar Muhammadiyah pada Tahun 1930-an, misalnya, menyebutkan bahwa panggilan terhadap Muhammadiyah sebagai gerakan Wahabi adalah sebuah kehormatan. (Untuk gambaran bagaimana sebagian anggota Muhammadiyah bangga akan Wahabi, lihat misalnya, HAMKA, Moehammadijah Melaloei Tiga Zaman (Soematra Barat: Markaz Idarah Moehammadijah, 1946), h. 10 dan 108.

Julukan atau ejekan "Wahabi di Indonesia" kepada Muhammadiyah dianggap sebagai kehormatan oleh Muhammadiyah).

Sebutan ini menjadi sorakan sambutan dari orang-orang Borneo (Kalimantan) pada Kongres Muhammadiyah ke-24 di Banjarmasin Tahun 1932.

Mereka berteriak, "Wahabi!! Wahabi!! Wahabi!!" kepada warga Muhammadiyah yang tiba di muktamar, dan menariknya, yel-yel itu diterima warga Muhammadiyah dengan senang hati.

Namun, sekarang citra Wahabi di dunia Islam, dan dunia secara umum, begitu buruk. Ini di antaranya dikaitkan dengan kebiasaan keluarga kerajaan Saudi Arabia, hukum yang diterapkan di negara itu, aliansi pemerintah Saudi dengan Amerika Serikat, suksesnya kampanye anti-Arab, pengaitan antara Wahabisme dengan terorisme atau Osama bin Laden, dan isu kebebasan beragama dan Hak Asasi Manusia di negara itu. Pembahasan secara detail tentang persoalan tersebut tentu di luar wilayah dari tulisan ini. Namun, akibat dari isu-isu tersebut, banyak umat Islam yang tidak mau disebut Wahabi, termasuk beberapa orang di Muhammadiyah.

(Ahmad Najib Burhani, MUHAMMADIYAH BERKEMAJUAN: Pergeseran dari Puritanisme ke Kosmopolitanisme, Hal. 35, Penerbit Mizan, Cet.1, 2016).

"Hati-hati terhadap doa orang yang teraniaya; karena tidak ada dinding pembatas antara dia dengan Allah." (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Doa bukanlah suatu pertanda kelemahan, karena bila segala pintu di bumi telah tertutup dan di pagar besi, tidak ada satu makhluk pun yang sanggup menutup pintu doa seorang yang teraniaya untuk terus ke langit.

(Buya HAMKA, Tuntunan Puasa, Tarawih dan Shalat Idul Fitri, Hal. 147-148, Penerbit Gema Insani, Cet.1, April 2017).

Di dalam Abad ke-19, Kerajaan Turki menyuruh Mohammad Ali Pasya penguasa Negeri Mesir memerangi penganut paham Wahabi di Tanah Arab.

Untuk ini, dibuat propaganda di seluruh dunia Islam, bahwa Wahabi itu telah keluar dari garis Islam yang benar, sehingga sisa dakinya sampai sekarang masih bersarang dalam otak Golongan Tua dalam Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 503-504, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SEDERHANA PADA HARTA BENDA

Di Turki, ada ulama yang menfatwakan bahwa pemerintahan Mustafa Kemal itu haram hukumnya, murtad, wajib diperangi, halal darahnya, sebab dia hendak mengubah negeri Turki.

Tetapi tentara Inggris yang telah melabuhkan kapal perangnya di muka pelabuhan Istanbul, tidak ada hukumnya. Apakah sebabnya? Tidak lain karena para ulama telah diberi harta oleh Inggris.

Astaghfirullah!

Manusia tidak enggan mempermainkan ayat, hadits karena tamak akan harta.

Mempermainkan nama martabat bangsa, bahkan martabat diri sendiri pun mereka tidak enggan, karena harta adalah segalanya.

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Hal. 204, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

AYAHKU

DOKTOR HONORIS CAUSA

"Apa bicaranya kepada Ayah?" tanyaku.

"Ya Waladi! Bersungguh-sungguhlah memajukan ilmu pengetahuan dalam negerimu. Perjuangan umat Timur pada zaman depan akan hebat. Islam akan naik kembali dengan jayanya, asal ilmu pengetahuan dimajukan."

Itulah setengah dari wasiat pemimpin itu.

Saya pernah pula bertanya, "Apakah Ayah mendapat sambutan dari seluruh Ulama Mesir?"

"Tentu sahaja tidak! Terutamanya yang berfahaman kuno tentu benci. Apatah lagi setelah tersebar pula khabar bahawa kami banyak menyetujui fahaman Syeikh Muhammad Abduh dan Sayid Rasyid Ridha. Percetakan Sayid Rasyid Ridha yang menerbitkan Al-Manar itu pernah dibakar orang di Mesir."

Muhammadiyah dibawanya ke Minangkabau; beliau tidaklah sampai tahu benar, bahawa menjalarnya Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H.A. Dahlan, sahabatnya itu akan membawa hasil begini jadinya setelah beliau wafat.

Beliau tidak sempat melihat beberapa orang di antara muridnya duduk dalam Parlimen Republik Indonesia, tidak sempat melihat beberapa orang di antara muridnya duduk dalam Konstituante: memperjuangkan dengan gigih agar Islam menjadi Dasar dari Negara ini.

Jelaslah bahawa ayahku seorang besar Islam, walaupun aku ini hanya akan membanggakan sejarahnya sahaja, sebab sejarahku kelak orang lainlah yang akan menilai.

Beliau orang besar dalam kekuatan dan kelemahannya.


Beliau orang besar dalam kemarahan dan tangisnya.


(Buya HAMKA, Ayahku, 226, 460-463, PTS Publishing House Malaysia, 2015).

PESAN BELIAU KEPADA MUHAMMADIYAH

Pada awal bulan Januari 1941, Kongres Muhammadiyah ke-29 akan diadakan di Yogya.

Saya sebagai konsul Muhammadiyah Sumatera Timur singgah dahulu ke Sumatera Barat, menyinggahi A.R. Sutan Mansur konsul Sumatera Barat.

Sebelum berangkat, saya menziarahi beliau.

Ketika itu beliau berkata, bahawa sejak kembali dari Medan dahulu, sudah berkali-kali beliau dipanggil oleh pegawai pemerintah Belanda.

Sejak Konteleur Ass. Residen sampai kepada Residen.

Diberi macam-macam nasihat.

"Maka lantaran itu," kata beliau.

"Berat sangka Ayah bahawa Ayah akan dibuang. Dibuang atau tidak adalah perkara Allah belaka. Ayah telah lakukan kewajipan Ayah sedapat usaha.

Cuma satu yang akan aku sampaikan kepada Pengurus Besar Muhammadiyah!

Tetaplah menegakkan agama Islam!

Berpeganglah teguh dengan Al-Qur'an dan Sunnah!

Selama Muhammadiyah masih berpegang dengan keduanya; selama itu pula Ayah akan menjadi pembelanya.

Tetapi kalau sekiranya Muhammadiyah telah mensia-siakan itu, dan hanya mengemukakan pendapat manusia, Ayah akan melawan Muhammadiyah, biar sampai bercerai bangkai burukku ini dengan nyawaku!

Sampaikan pesanku ini kepada K.H. Mas Mansur sendiri."

Demikian kata beliau!

"Insya Allah, Ananda sampaikan!"

Dan saya sampaikan....

(Buya HAMKA, Ayahku, 267-268, PTS Publishing House Malaysia, 2015).

"Kalian ulama-ulama muda haruslah berhati-hati. Dalam masalah-masalah yang mengenai ushalli dan talkin atau qunut, kalian boleh berkeruk arang (bahasa Minangkabau, ertinya berbesar mulut). Tetapi yang berkenaan dengan fatwa terhadap susunan masyarakat kalian mesti hati-hati. Sebab banyak, malahan sebahagian besar hukum agama itu berkaitan dengan kekuasaan."

-Dr. Syaikh Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul).

Sekian kira-kira perkataan beliau.

Ketika membicarakan kekuasaan itu di mata beliau terbayang perasaan lain, yang kita sendiri maklum, rasa tidak puas kerana kekuasaan itu tidak ada dalam kaum Muslimin. (Indonesia belum Merdeka, -pen).

(Buya HAMKA, Ayahku, 182, PTS Publishing House Malaysia, 2015).

Kehidupan manusia dan pertumbuhan akalnya itu selalu dipengaruhi oleh alam sekelilingnya, oleh lingkungannya.

Oleh sebab itu, penilaiannya terhadap kebenaran tidak pulalah sama.

Ada orang yang pintar yang disebut khawash.

Ada orang yang pendapat akalnya hanya sederhana saja yang disebut awam.

Kadang-kadang orang hidup sebagai katak di bawah tempurung, menyangka bahwa yang di sekelilingnya itu sudah langit.

Sebab itu, disalahkannya orang yang menyatakan bahwa yang melingkunginya itu belumlah langit, barulah tempurung.

Di sini sudah mulai timbul tampang dari perselisihan.

Kadang-kadang manusia terpengaruh dalam lingkungannya.

Katanya didengar orang, perintahnya diikuti.

Golongan semacam ini tidak mau ada tandingan dan gandingan terhadap dirinya.

Sebab itu, bilamana saja terdengar suara baru, yang berbeda dari yang disuarakannya, dia pasti menentang walaupun suara baru itu benar.

Kadang-kadang timbul perselisihan karena perebutan politik, karena pengaruh golongan, karena takut kedahuluan, ya, kadang-kadang karena provokasi musuh.

Perbedaan pendapat akal, dengan tidak disadari telah ditunggangi oleh hawa nafsu.

Keterangan dan penjelasan yang dibawa Rasul, dikaburkan oleh hawa dan nafsu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 505, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BERPECAH SESUDAH MENDAPAT KETERANGAN

"Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang telah berpecah belah dan berselisih sesudah datang kepada mereka keterangan-keterangan." (pangkal ayat 105).

Ayat ini adalah lanjutan ayat-ayat yang sebelumnya. Mula-mula diperingatkan agar semuanya bersatu padu di dalam tali Allah. Dan tali Allah itu hanya satu, jangan berpecah belah. Karena persatuan adalah pintu utama yang akan membawa kepada nikmat. Nikmat yang terutama, ialah timbulnya kekuatan sebab persatuan.

Sesudah terdapat persatuan dan kekuatan, hendaklah ada segolongan yang senantiasa memelihara persatuan ini.

Memelihara persatuan ialah dengan dakwah.

Masalah agama memang banyak yang bersifat ijtihadiyah, yaitu kesungguhan menyelidiki.

Hasil penyelidikan tidak selalu sama, sebab jalan pikiran manusia dipengaruhi oleh ruang dan waktunya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 34-37, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PERALATAN UNTUK DAKWAH

Bagaimana bagi angkatan muda yang ada minat kepada dakwah?

Ada sebuah hadits mengatakan bahwa cinta orang yang menuntut ilmu kadang-kadang lebih suci daripada darah orang yang mati syahid.

Imam Malik pernah mengatakan bahwasanya seorang ulama hendaklah menjadi suluh zamannya. Maka, janganlah mubaligh atau ahli dakwah itu membawa suluh yang lebih gelap dari masyarakat yang hendak diberinya terang.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 29-34, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Pada zaman sekarang ini, setelah beberapa kerajaan tumbang dan beberapa republik berdiri, terutama sesudah Perang Dunia Kedua, gerakan kebangsaan Arab itu memuncak kembali.

Namun, di sana-sini kadang-kadang kelihatan gejala bahwa kebangsaan Arab yang mereka bangun itu, yang disebut al-Qumiyatul Arabiyah dicampuri lagi oleh bau busuk jahiliyyah.

Ada yang berusaha hendak menghindarkan peranan Islam dan peranan Nabi Muhammad saw. dari bangkitnya bangsa Arab. Mereka hendak naik kepada yang lebih atas lagi.

Padahal sejarah Arab tidak akan ada, kalau tidak karena Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 330-331, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Orang-orang Arab yang berperang menangkis serangan Israel atau ingin merebut Palestina sebelum Tahun 1967 itu, tidak lagi menyebut-nyebut Islam.

Islam telah mereka tukar dengan nasionalisme jahiliyyah atau sosialisme ilmiah ala Marx.

Bagaimana akan menang orang Arab yang sumber kekuatannya ialah imannya lalu meninggalkan iman itu, malahan barangsiapa yang masih mempertahankan ideologi Islam dituduh reaksioner.

Nama Nabi Muhammad sebagai pemimpin dan pembangun dari bangsa Arab telah lama ditinggalkan lalu ditonjolkan nama Karl Marx, seorang Yahudi.

Jadi, untuk melawan Yahudi, mereka buangkan pemimpin mereka sendiri dan mereka kemukakan pemimpin Yahudi.

Dalam pada itu, kesatuan aqidah kaum Muslimin telah dikucar-kacirkan oleh ideologi-ideologi lain, terutama mementingkan bangsa sendiri.

Sehingga dengan tidak bertimbang rasa, di Indonesia sendiri, di saat orang Arab bersedih karena kekalahan, negara Republik Indonesia yang penduduknya 90% pemeluk Islam tidaklah mengirimkan utusan pemerintah buat mengobat hati negara-negara itu, tetapi mengundang Kaisar Haile Selassie, seorang kaisar Kristen yang berjuang dengan gigihnya menghapuskan Islam dari negaranya.

Ahli-ahli pikir Islam modern telah sampai kepada kesimpulan bahwasanya Palestina dan Tanah Suci Baitul-Maqdis tidaklah akan dapat diambil kembali dari rampasan Yahudi (Zionis) itu sebelum orang Arab khususnya dan orang-orang Islam seluruh dunia umumnya mengembalikan pangkalan pikirannya kepada Islam.

Sebab, baik Yahudi dengan Zionisnya maupun negara-negara kapitalis dengan Christianismenya, yang membantu dengan moril dan materil berdirinya negara Israel itu, keduanya bergabung jadi satu melanjutkan Perang Salib secara modern,

Bukan untuk menantang Arab karena dia Arab, melainkan menantang Arab karena dia Islam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 175, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

IMAN, HIJRAH DAN JIHAD

Dalam kemalangan bangsa Arab Muslim karena orang dapat mendirikan sebuah negara dalam tanah pusaka mereka, nyatalah sebab yang utama, yaitu bangsa Arab Muslim itu sendiri pecah-belah pada saat itu.

Demikian pula, ketika negara Pakistan Islam diserang India karena Pakistan membela perjuangan nasib rakyat Muslim Kashmir, hanya beberapa buah negara yang berpenduduk Islam saja yang menyatakan simpatinya pada Pakistan.

Yang lain diam!

Dengan ucapan mulut, orang di dunia sekarang mencoba mengadakan propaganda agar perjuangan agama jangan disebut-sebut dan cukuplah karena perjuangan politik duniawi saja.

Tetapi itu hanya ucapan mulut. Adapun yang tersimpan dalam hati, masihlah tetap kefanatikan agama.

Sebab itu maka kewaspadaan dan kekuatan seluruh Muslimin di permukaan jagat ini hanyalah dengan kembali kepada peringatan yang diberikan Allah itu.

Kalau Muslimin tidak memperkukuh perwalian, artinya persatuan, perkukuhan di antara mereka, maka fitnah akan tetap timbul di muka bumi ini dan kerusakan besar tidaklah akan dapat dielakkan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 50, 57-58, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Islam itu suka berontak melawan kekuasaan yang ada, kalau tidak sesuai dengan ajaran Al-Qur'annya, niscaya akan ditentangnya.

Kemudian, kita pun merdeka!

Meninggalkan jihad artinya vonis kematian bagi Islam itu sendiri.

Karena itu, di masa Orde Baru sekarang ini, kita mubaligh-mubaligh, imam-imam, khatib, apalagi ulama wajib memperbarui jiwa.

Kita wajib aktif menegakkan agama dalam negeri ini.

Kita tidak akan mengganggu Pancasila, dan Pancasila tidak perlu diganggu.

Kalau ini saja pun benar-benar dijalankan, tidak sedikit kemenangan Islam dalam negeri ini.

Bahkan, boleh dikatakan bahwa kita difitnah hendak merombak Pancasila ialah karena yang memfitnah itu sendiri tidak berani menjalankan Pancasila dengan sungguh-sungguh.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 227-231, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

IMAN

Apakah dengan semata-mata taat mengerjakan ibadah itu saja, sudah bisa seorang disebut mukmin?

Atau apakah mentang-mentang telah meninggalkan kejahatan telah boleh disebut mukmin?

Belum!

Sebab iman itu adalah kemuliaan yang mahal harganya.

Tidaklah berbeda-beda seorang manusia dengan manusia yang lain (pada sisi Tuhan) lantaran harta-bendanya, atau lantaran pangkatnya, turunan, dan lain-lain.

Yang berbeda adalah lantaran kelebihan iman.

Sebab itu mesti diuji Tuhan lebih dahulu dalam dan dangkalnya iman seorang, murnikah atau palsu, emaskah atau kaleng.

"Tiap-tiap orang yang beriman itu adalah dia Islam, tetapi tidaklah tiap-tiap orang Islam itu beriman."

-Ibnu Taimiyah.

Terang pula bahwa arti iman dengan arti Islam jauh perbedaannya.

Islam adalah bekas dari keimanan.

Dalam Al-Qur'an senantiasa disebut orang yang beriman dan beramal shaleh.

Amal shaleh itulah Islam.

Berkata Hasan Basri, tabi'in yang masyhur,

"Seketika badan sehat dan hati senang, semua orang mengaku beriman. Tetapi setelah datang cobaan, barulah dapat diketahui benar atau tidaknya pengakuan itu. Orang yang berkehendak supaya terkabul segala permintaannya itu hari ini juga tiada sabar menunggu, itulah orang yang lemah iman."

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 64, 74, 77, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

Dipandang dari segi kita bernegara, sebagai seorang Muslim dan Mukmin, saya katakan bahwa Hari Raya adalah pelaksanaan Pancasila yang sejati.

Banyak orang lupa kepada inti kandungan Pancasila.

Oleh karena bungkusnya atau namanya terlalu populer dan banyak disebut setiap hari, orang tidak menyebut lagi isinya.

Awal mula agama ialah mengenal Tuhan, mengenal kepada Tuhan diiringi dengan ibadah kepada-Nya.

Ketuhanan Yang Maha Esa bukan semata-mata tertulis, melainkan tertanam dalam lubuk hati, terhujam dalam ruang jiwa.

Kita cinta kepada Allah SWT, kita ikuti perintah-Nya, kita jauhi larangan-Nya. Kita bersyukur atas nikmat-Nya, kita sabar atas cobaan-Nya.

"Shalatku dan ibadahku dan matiku, seluruhnya untuk Allah Rabbul 'Aalamiin."

Demi Allah SWT, Tuhan yang menciptakan seluruh alam ini dan menciptakan manusia dengan akal pikirannya, tidaklah berarti iman seseorang jika nama Allah SWT hanya tinggal di tulisan.

Nama Allah SWT tidak dihayati dalam hati, tidak melakukan makrifat kepada-Nya, tidak rindu terhadap karunia-Nya, tidak takut atas siksa-Nya, dan tidak pula terbukti dalam kehidupan sehari-hari serta tidaklah akan tercapai keselamatan dan kebahagiaan apabila Allah SWT hanya sekadar sebutan.

Apabila iman kepada Allah Yang Maha Esa telah mendalam, tidak dapat tidak, tegasnya tidaklah masuk akal seseorang yang tidak berperikemanusiaan. Allah SWT berfirman,

"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam." (al-Anbiya': 107).

Di dalam Al-Qur'an disebutkan untuk Ketuhanan Yang Maha Esa adalah hablumminallah (tali penghubung dari Allah SWT) dan untuk manusia disebut hablumminannaas (tali penghubung di antara manusia).

Karena itu, dipikullah kehinaan kepada insan jika mereka tidak memegang kedua tali itu.

"Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia ..." (Aali 'Imran: 112).

Orang yang beriman kepada Allah SWT, dengan sendirinya akan mencintai tanah airnya, mencintai bumi tempat di mana ia pijak, dan cinta tumpah darah tempat dia dilahirkan.

Cinta kepada kampung halamannya, tanah tumpah darah, tanah air, dan bangsa adalah thabii, yang berarti bawaan hidup manusia, karena pada tanah air itulah cita-cita dapat ditegakkan.

Di tanah air akan ditegakkan cita-cita beragama.

Agama baru dapat ditegakkan jika orang mempunyai tanah air yang merdeka dan merdeka pula di sana menganut paham, menegakkan keyakinan memuja Tuhan menurut agama yang dianut.

Memang ada manusia kosmopolitan, mencintai dunia dan merasa dirinya tidak terikat pada batas negara.

Namun, orang demikian tidak mempunyai bumi tempat dipijak.

Namun akhirnya, dia juga akan memilih tempatnya.

Apabila di dalam suku, kita membentengi suku, di dalam bangsa kita membentengi bangsa, di dalam pergaulan dunia kita membentengi rasa cinta sesama manusia sedunia.

Ketiga hal tersebut yaitu percaya dan iman kepada Allah, cinta sesama manusia, dan cinta tanah air, tidaklah membuat seseorang menuruti kata hatinya saja dalam alam ini.

Manusia hanya memiliki kebebasan dalam batas tertentu.

Apabila dia telah hidup bersosialisasi di tengah masyarakat, kepentingan dirinya harus disesuaikan dengan kepentingan masyarakat.

Di sinilah timbul musyawarah untuk mufakat, seelok-eloknya, seburuk-buruknya.

Tujuan akhirnya ialah terwujudnya keselarasan dan keadilan dalam bermasyarakat.

Jangan sampai yang kaya terlalu kaya sampai lupa kepada yang miskin, yang miskin terlalu miskin sampai benci dan dendam kepada yang kaya.

Dengan mengamalkan agama Islam, mengerjakan ibadah kepada Allah SWT mengikuti sunnah Rasulullah saw., dengan sendirinya kita telah memupuk Pancasila di tanah air Indonesia.

Selain itu, wahai kaum Muslimin dan Muslimah yang berbahagia.

Apabila kita renungkan, ibadah yang kita laksanakan sesuai tuntunan Islam, asal kita kerjakan dengan sabar, ia termasuk satu hal yang penting dalam menegakkan ketahanan nasional.

Rukun Islam yang lima merupakan senjata ampuh dalam menegakkan ketahanan nasional.

Rukun pertama yaitu percaya atau beriman kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa dapat menegakkan ketahanan nasional dari segi pergantungan dan sandaran jiwa.

Orang yang tidak percaya kepada Tuhan tidaklah memiliki sandaran hidup.

Oleh karena itu, dia tidak berani berjuang dan takut menghadapi maut.

Sebelum musuh datang, dia telah patah semangat karena dirasuki rasa takutnya sendiri.

Itulah sebabnya, Rasulullah saw. bersabda,

"Katakanlah aku beriman kepada Allah, sesudah itu jangan beranjak dari itu lagi."

Dengan mengerjakan puasa, kita membuktikan bahwa kita orang yang bebas dan merdeka.

Dapat mengatur diri sendiri, dapat berhenti di tempat yang seharusnya untuk berhenti.

Latihan 1 bulan dengan berpuasa mewujudkan dan menjadikan kita manusia baru, Muslim sejati yang menjadi alas dasar kesetiaan kepada negaranya.

Kaum Muslimin!

Inilah peringatan yang wajib kita renungkan dalam mensyukuri nikmat Allah SWT karena kita telah selesai menunaikan puasa.

Renungkanlah sabda Nabi saw. dari Abu Hurairah,

"Shalat lima waktu, shalat Jum'at sampai ke shalat Jum'at berikutnya, dari Ramadhan sampai ke Ramadhan berikutnya, semuanya menghapus semua dosa, terutama bila dosa-dosa besar dijauhi." (HR. Muslim).

Demikian pula dalam bernegara dan berbangsa, dalam beragama dan berpancasila.

Ingatlah benar-benar bahwa perubahan nasib kita dari yang kurang baik kepada yang lebih baik, bukanlah manusia yang menentukan, melainkan yang menentukan adalah keteguhan atau kekuatan iman kita kepada Allah.

"Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (Muhammad: 7).

(Buya HAMKA, Tuntunan Puasa, Tarawih dan Shalat Idul Fitri, Hal. 129-140, Penerbit Gema Insani, Cet.1, April 2017).

Dari kagum yang amat sangat melihat kemajuan bangsa Eropa, telah ikut menjadi suatu tanda tanya, "Mengapa namanya ini? Peradaban apakah yang ditegakkan? Mengapa baru separuh perjalanan di abad yang kedua puluh, telah dua kali perang dunia dan masih mengancam perang dunia ketiga?"

Maka bangunlah Timur kembali!

Bangunlah kaum muslimin kembali, insaflah dia akan keruntuhannya selama ini.

Suatu sebab yang terutama ialah karena disia-siakannya kitab pusaka Nabinya, kitab Wahyu Tuhannya.

"Ikutlah jalan-Ku, janganlah kamu ikut juga jalan yang lain, engkau akan terpecah belah kalau itu juga engkau turutkan."

Demikianlah keadaan pada masa sekarang ini.

Bangsa-bangsa Timur, terutama yang terpenting kaum muslimin, telah sadar dan bangun kembali, tetapi dia perlu kepada teknik modern dan organisasi teratur.

Di tangan bangsa Barat telah tersedia keduanya itu, bahkan persediaan itulah yang membawanya kepada celaka, sebab dipergunakannya untuk menindas gurunya sendiri, guru beribu tahun.

Maka meskipun hebat perjuangan di hari ini, kesulitan bangsa dengan bangsa, perjuangan kemerdekaan dari bangsa yang tertindas, pertentangan di antara Sosialisme-Materialisme dengan Demokrasi Kapitalisme, nampak bahwa di atas dari semua itu ada suatu kebenaran, bahkan di dalam hati semuanya ada kebenaran, cuma keadaan yang belum mengizinkan timbulnya, atau buah yang belum sempurna matangnya, hingga belum jatuh ke bawah, yaitu persekutuan seluruh manusia membulatkan tujuan kepada Tuhan Yang Esa.

Bagi kita sendiri kaum muslimin sedunia, kewajiban itu telah dan akan kita laksanakan dengan baik, kita telah mulai tegak.

Di antara umat muslim itu termasuklah bangsa Indonesia, dia tengah berjuang untuk memberi isi kemerdekaannya dari kemerdekaan itu dia akan turut membina Dunia Baru yang tegak di atas Budi Besar.

Sebagaimana Nabi Muhammad saw. memerintahkan dahulu bahwa dia telah mengambil Tauhid tadi, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar budi dan dia akan terus tegak, selama budi ini masih ada padanya.

Sebagaimana kata Syauqi Bey:

Wa innamal umamul akhlaqu maa baqiat

Wa in hummu dzahabat akhlaquhum dzahabuu

Yang kita salinkan ke dalam bahasa Ibu Pertiwi:

TEGAK RUMAH KARENA SENDI

RUNTUH SENDI RUMAH BINASA

SENDI BANGSA IALAH BUDI

RUNTUH BUDI RUNTUHLAH BANGSA

HAMKA

(Buya HAMKA, Lembaga Budi: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, ix-xi, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

MERDEKA ATAOE MATI!

Kita sekarang berjuang, Saudara-Saudara!

Membela proklamasi.

Kita Sami'naa wa atha'naa!

Allahu Akbar!

Negara kita ini negara nasional, Saudara-Saudara!

Matilah untuk itu!

Sami'naa wa atha'naa!

Allahu Akbar!

Supaya kita bersatu semuanya, supaya negara kita kuat, kita ambil dasar Pancasila, Saudara-Saudara!

Sami'naa wa atha'naa!

Allahu Akbar! Allahu Akbar!

Terdengar seruan itu di padang ilalang, di rimba, di sawah, di ladang, dan di mana saja.

Tersusun barisan Sabilillah Hizbullah dan Angkatan Perang Sabil!

Di Minangkabau saya melihat Sabil Muslimat. Gadis-gadis pakai kerudung dari Sekolah Aisyiyah menjadi Sabil Muslimat.

Bagaimana hal itu akan dapat dilupakan, padahal metan K.H. Mas Mansyur di dekat masjid Ngampel Surabaya masih tegak?

Para pahlawan yang masih hidup dan pencinta sejarah yang jujur masih meletakkan karangan bunga ke kubur Jenderal Sudirman?

Bagaimana hal itu akan dapat dilupakan?

Padahal mejan dua sesaing Jombang, kubur dua kiai beranak -- Kyai Hasyim Asy'ari dan Abdul Wahid Hasyim -- yang menggerakkan beribu santrinya membela kemerdekaan masih tertegak dan tanah pekuburan masih belum kering?

Demikian juga kuburan dua sesaing lagi di Tengah Sawah Bukittinggi, kubur Syekh Muhammad Jamil Jambek dan Syekh Daud Rasyidi yang keduanya pun menjadi Kepala Angkatan Perang Sabilillah di Sumatera!

Itulah muruah as-syaja'ah.

(Buya HAMKA, Ghirah: Cemburu Karena Allah, Hal. 22-23, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Sehubungan dengan ayat ini teringatlah penulis Tafsir al-Azhar ini suatu hal yang pernah kejadian pada 17 hari bulan Januari 1949, seketika tentara Kolonial Belanda melancarkan serangan dan serbuan besar kepada Republik Indonesia yang berjuang mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.

Belanda telah mendapat tahu dari spion-spionnya bahwa di Situjuh (Payakumbuh) sedang bermusyawarah beberapa pemimpin gerilya Republik.

Tempat itu segera mereka kepung, pada malam hari dan mereka tunggu sampai hari siang supaya mudah menangkap hidup atau membunuh pemimpin-pemimpin itu.

Setelah pahlawan-pahlawan yang terkepung itu bangun pagi-pagi hendak mengambil air wudhu untuk shalat Shubuh, seorang di antaranya melihat musuh telah mengepung tempat persembunyian mereka itu dan moncong senapan telah dihadapkan kepada mereka.

Musuh bersorak menyerukan agar mereka menyerah.

Akan tetapi, tidak seorang jua pun rupanya yang berniat hendak menyerah, bahkan hendak melawan.

Melawan sambil lari meninggalkan tempat itu. Akan tetapi, karena ketatnya kepungan, baru saja mereka bergerak keluar, mereka telah dihujani dengan tembakan dari segala penjuru, sehingga hanya beberapa orang saja yang bisa berlepas diri, lari dengan sembunyi-sembunyi dari satu selokan air.

Maka, tewaslah 9 orang di antara mereka. Di antaranya ialah Bupati Harisun, Pimpinan Pertahanan Rakyat Khatib Sulaiman, Letnan Munir Latif, dan Sersan Tantawi Mustafa.

Sersan Tantawi Mustafa adalah putra dari salah seorang ulama besar kecintaan umat di Minangkabau, yaitu Tuan Syekh Mustafa Abdullah yang berdua dengan saudara kandungnya Syekh Abbas Abdullah telah berpuluh tahun membuka pengajian di suraunya di Padang Panjang dan Payakumbuh.

Berita ini segera disiarkan oleh kurir yang datang menemui Gubernur Militer di Koto Tinggi dan segera pula disampaikan kepada beliau, Tuan Syekh Mustafa.

Di dalam orang-orang perempuan menangis tersedu-sedu menerima kabar atau gugurnya Sersan Tantawi itu,

Tuan Syekh sendiri bertanya dengan sungguh-sungguh kepada pembawa berita, di mana agaknya luka putranya, di bagian mana dari tubuhnya yang ditembus oleh peluru.

Setelah diterangkan bahwa yang remuk kena peluru ialah dada Sersan Tantawi dari jurusan hadapan, barulah wajah Tuan Syekh Mustafa Abdullah kelihatan berseri-seri.

Dan, muka yang jernih berseri-seri kelihatan dengan nyata pada wajah beliau, rasa bahagia karena putranya mati syahid mempertahankan agama Allah yang hendak ditindas kembali oleh Belanda kafir laknatullah.

Dan, beliau bujuklah tangis dari ibunya dan saudara-saudara perempuan almarhum syahid fi sabililah itu, karena Tantawi benar-benar mati syahid, bukan mati dalam lari karena pengecut.

Ini bukanlah karangan cerita tarikh zaman lampau, bahkan terjadi di zaman kita ini; bukan hikayat Khansa yang empat putra laki-lakinya tewas di medan perang dan diterimanya dengan muka berseri, tetapi riwayat seorang Syekh di zaman kita yang merasa bahagia, sebab putranya pun turut menjadi syahid fi sabilillah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 678-679, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

JANGAN TAKUT MATI, SUPAYA HIDUP

Masyarakat luas itu mempunyai pribadi yang dapat diketengahkan, yang tegak dengan kukuh kalau pada kaum itu ada semangat berani mati untuk hidup.

Oleh sebab itu, supaya suatu kaum tetap hidup, hendaklah berani mati.

Kaum yang takut mati, karena ingin mempertahankan hidup maka yang akan tinggal pada dirinya hanyalah hidup yang tidak berarti, hidup yang terinjak dan tertindas, hidup yang diperbudak.

Apabila kepribadian suatu kaum telah hilang, samalah artinya dengan telah mati walaupun anggota-anggota bekas kesatuan kaum itu masih ada.

Walaupun masih hidup, tetapi tidak ada semangat yang hidup, sama saja dengan telah mati.

Oleh sebab itu, untuk mempertahankan hidup yang sejati itu, hendaklah berani berperang menegakkan cita-cita.

Dan, cita-cita yang menjadi puncak dari segala cita dan tidak ada di atasnya lagi, yaitu cita-cita menegakkan jalan Allah dan sudi mengorbankan apa yang ada, harta dan jiwa untuk menegakkan jalan Allah itu.

Siapa yang sudi berkorban, niscaya akan diganti Tuhan berlipat ganda.

Kita teruskan dahulu perbandingan ini untuk menjelaskan penafsiran-penafsiran.

Pemerintah Hindia-Belanda terus mati karena haknya untuk hidup memang tidak ada lagi.

Walaupun sehabis Perang Dunia II mereka mencoba lagi hendak menghidupkan pemerintahan itu, tetapi dia telah mati.

Adapun bangsa Indonesia yang telah dicoba dimatikan selama 350 Tahun dihidupkan oleh Tuhan kembali.

Yang tua-tua telah nama mati.

Tetapi ada sesuatu yang hidup yang mereka tinggalkan buat anak-cucu mereka, yaitu semangat ingin hidup sebagai kaum, sebagai bangsa, sehingga untuk itu, kalau perlu, perseorangan biar mati.

Maka, bangsa yang telah dihitung mati itu pun hiduplah kembali.

Dunia mengenalnya sebagai bangsa yang hidup.

Dia mempunyai tanda-tanda dari kehidupan.

Dia mempunyai pemerintahan sendiri, mempunyai kepala negara, mempunyai batas-batas wilayah.

Bahkan, orang-orang yang hidup di zaman penjajahan yang boleh dihitung telah mati, menjadi hidup kembali sebab mereka telah jadi bangsa merdeka!

Apa sebab mereka yang telah "terkubur" 350 Tahun bisa hidup kembali?

Ialah karena bila musuh datang, mereka tidak lagi "Keluar dari kampung-kampung mereka beribu-ribu karena takut mati", tetapi mempertahankan negeri mereka dengan harta dan nyawa meskipun untuk itu perlu mereka mati.

Karena berani mati itu, mereka pun diberi hidup oleh Allah.

Kegagalan orang tua-tua dahulu dan kegagalan pemerintah yang takut mati dijadikan pengajaran oleh anak-cucu yang datang kemudian bahwa untuk hidup, beranilah mati, sedangkan untuk mati, takutlah mati.

Dan, di akhir ayat Tuhan tegaskanlah sunnah-Nya,

"Sesungguhnya, Allah adalah mempunyai karunia atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidaklah bersyukur." (ujung ayat 243).

Apabila telah dipahamkan ayat di atas, dapatlah lekas dipahamkan pula ayat lanjutannya ini.

Kaum-kaum yang beriman tidak akan dapat melanjutkan hidupnya sebagai suatu kaum, sebagai suatu umat, kalau mereka tidak berani berperang pada jalan Allah.

Jalan Allah kadang-kadang perlu disuburkan dengan darah Mujahidin yang mempertahankan dan menegakkannya.

Berperang pada jalan Allah ialah untuk meninggikan Kalimat Allah, untuk mengamankan agama dari gangguan musuhnya dan untuk mempertahankan dakwahnya.

Kata sabilillah, yang berarti "jalan Allah", mengandung maksud yang luas sekali.

Mempertahankan kemerdekaan bangsa pun termasuk dalam rangka jalan Allah.

Sebab, bangsa yang dijajah dan diperbudak, sebagaimana tadi telah diketahui pada ayat sebelumnya, berarti telah dibunuh.

Maka, sepakatlah ahli-ahli fiqih menyatakan bahwa apabila musuh telah masuk ke negeri orang Islam, menjadi fardhu 'ain-lah berperang pada waktu itu.

Semua tenaga wajib dikerahkan mempertahankannya, tidak boleh ada yang tertinggal, sehingga segala sesuatunya diurus dengan suasana perang.

Di ujung ayat, Tuhan tegaskan lagi nama dan sifat-Nya, pertama Dia adalah Mendengar, kedua Dia adalah Mengetahui.

Niscaya didengar-Nya keluhan si pengecut yang takut berperang dan diketahui-Nya dalih si pemalas yang tidak mau berkorban.

Padahal, sebelum musuh masuk ke suatu negeri Islam, terutama di zaman modern ini, selalu terlebih dahulu mereka membuat propaganda,

Bahwa mereka hendak membebaskan penduduk negeri itu dari sengsara.

Mereka akan memajukan agama dan sebagainya.

Di sinilah orang-orang yang lemah semangat menjadi ragu-ragu.

Di mana saja pun di dunia ini tentu ada yang tidak memuaskan.

Oleh karena jiwa kecil, mereka harapkanlah pertolongan orang dari luar untuk menghabiskan yang tidak memuaskannya itu, padahal pertolongan yang diharapkannya itu harus dibelinya dengan membayar kemerdekaan negerinya, berganti dengan penjajahan.

Kalau musuh telah masuk, negeri itu jadi jajahan bangsa dan bangsa itu jadi budak.

Dan, orang-orang yang mengadu kepada musuh itu senanglah hidupnya karena di antara budak-budak itu hanya mereka yang dikalungi dengan rantai emas.

Dari sebab itulah, Tuhan memperingatkan sifat-sifat-Nya, yaitu mendengar segala buah tutur dan percakapan hamba-Nya, tutur jujur atau tutur lacur atau cabul.

Dia mengetahui gerak-gerik kita serta segala rencana yang kita perbuat, rencana yang baik ataupun rencana yang jahat.

Berperang menegakkan jalan Allah niscaya menghendaki pengorbanan.

Kalau musuh telah masuk ke negeri atau telah tumbuh di dalam negeri, semua orang menjadi fardhu 'ain untuk turut berperang.

Masing-masing berperang menurut bakat dan bidangnya; berkorban dan memberi.

Memberikan harta dan jiwa, bahkan memberikan anak yang dicintai, biar gugur di medan perang.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 475-479, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PENUTUP

Bagaimanapun bobroknya Kerajaan Turki Utsmani pada akhir masanya, sejarah dunia tidaklah akan dapat mengikiskan dari dalam catatannya bahwa di Istambul di Tanduk Emas, Galata, dan Bosporus pernah berdiri satu kerajaan Islam yang besar, yang 500 Tahun lamanya menimbulkan gentar pada hati kerajaan-kerajaan Eropa yang sekarang mengangkat mukanya.

Bermacam-macam rencana dan berpuluh kali Perang Salib telah dilakukan dalam masa 500 Tahun.

Sejak sebelum Muhammad al-Fatih menduduki Istambul pun telah ada rencana pengusiran itu, tetapi 500 Tahun kemudian baru berhasil.

Akan tetapi, yang berhasil itu ialah menghancurkan Kerajaan Turki Utsmani, kerajaannya telah musnah, dan bukan ia saja yang musnah.

Berpuluh kerajaan yang lain pun di Benua Eropa telah tinggal dalam sejarah saja.

Kerajaan Bourbon di Prancis, Kerajaan Habsburg di Oostenriyk-Hongaria, Kerajaan Hohenzollern di Jerman, prince-prince di Balkan yang dilantik menjadi raja untuk melepaskan diri dari kerajaan Utsmani, semuanya telah tinggal dalam sebutan sejarah belaka.

Akan tetapi, dengan musnahnya kerajaan Utsmani kelirulah rupanya persangkaan bahwa Islam meninggal karena itu sebab apabila beberapa kerajaan Eropa pelindung Kristen telah habis pula riwayatnya, agama Kristen pun tidaklah terhapus di Eropa.

Dengan habisnya kerajaan Utsmani dari dunia, terserahlah iman dan Islam ke dalam kalbu masing-masing umat pemeluknya setelah Turki Utsmani habis, Perang Dunia I telah disusul oleh Perang Dunia ll.

Bangsa Turki, yang dahulunya memangku Kerajaan Turki Utsmani dan memakai gelar khalifah, masih berdiri sebagai suatu bangsa.

Terpengaruh oleh perubahan-perubahan zaman, dan ingat akan pukulan-pukulan yang menimpa diri mereka selama masa yang lampau, telah menyusun negerinya dengan susunan baru.

Akan tetapi, di samping Turki dalam masa 30 Tahun telah berdiri pula Negara-negara Islam yang lain, baik Negara-negara Arab, Pakistan, Iran, maupun Indonesia.

Semuanya membuktikan bahwa tugas menegakkan Islam sebagai agama tidaklah terhenti karena jatuhnya Kerajaan Turki Utsmani.

Melainkan, tugasnya itu telah dilanjutkan memikulnya oleh bangsa-bangsa beragama Islam yang baru lahir, mungkin dalam beberapa hal tidak kurang pentingnya dari usaha Kerajaan Turki Utsmani yang dahulu.

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Hal. 485, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

SYURA SEBAGAI SENDI MASYARAKAT ISLAM

Secara de facto, masyarakat Muslimin Madinah telah tumbuh sebagai suatu kenyataan. Dan dengan sendirinya, Rasul utusan Allah telah menjadi kepala masyarakat itu, jadi panglima perang tertinggi.

Yang menjadi Undang-Undang Dasar adalah Wahyu Ilahi yang tidak boleh diganggu gugat, tetapi pelaksanaannya terserah kepada kebijaksanaan Rasul sebagai kepala dan pemimpin masyarakat.

Urusan telah beliau tegaskan pembagiannya, yaitu urusan agama dan urusan dunia.

Mana yang mengenai urusan agama, yaitu ibadah, syari'at, dan hukum dasar adalah dari Allah. Muhammad memimpin dan semua wajib tunduk.

Akan tetapi, urusan yang berkenaan dengan dunia, misalnya perang dan damai, menjalankan ekonomi, ternak, bertani, dan hubungan-hubungan biasa antara manusia (human relation), hendaklah dimusyawarahkan. Berdasar kepada pertimbangan maslahat (apa yang lebih baik untuk umum) dan mafsadat (apa yang membahayakan).

Sebelum perintah kepada Nabi supaya melakukan musyawarah ini, sebenarnya Nabi pun telah berkali-kali melaksanakannya sebagai kebijaksanaan sendiri dalam menghadapi soal bersama.

Ketika akan menghadapi Peperangan Badar, beliau ajak bermusyawarah terlebih dahulu orang Muhajirin. Setelah semuanya bulat semufakat, beliau ajak pula orang Anshar. Setelah keduanya bulat pendapat, barulah perang beliau teruskan.

Setelah sampai di medan perang, timbul musyawarah. Sahabat-sahabat beliau telah mengerti bahwa dalam urusan yang mengenai agama semata, hendaklah patuh mutlak.

Akan tetapi, dalam hal ini yang mereka ragu, apakah itu termasuk wahyu atau termasuk siasat perang semata-mata, mereka tanyakan kepada Rasul.

Demikianlah yang dilakukan oleh al-Habbab bin al-Mundzir bin al-Jumawwah ketika angkatan perang disuruh berhenti oleh Rasul di tempat yang jauh dari air.

Lalu dia bertanya, "Ya Rasulullah! Ketika tempat ini engkau pilih, apakah dia sebagai perintah dari Allah, sehingga kami tidak boleh mendahuluinya atau membelakanginya, atau ini hanya semata-mata pendapat sendiri dalam rangka peperangan dan siasat?"

Rasul menjawab, "Cuma pendapat sendiri dalam rangka berperang dan siasat."

Al-Habbab menyambut lagi, "Kalau demikian, ya Rasulullah, tempat ini tidaklah layak. Marilah perintahkan orang semua, kita pindah ke tempat yang berdekatan dengan air, sebelum musuh itu datang sehingga kitalah yang menentukan."

Rasulullah menjawab, "Usulmu itu sangat tepat."

Lalu, beliau perintahkan segera menguasai tempat itu sebelum musuh mendudukinya.

Inilah hasil musyawarah dan hasil iman serta percaya kepada Rasul; bertanya lebih dahulu adakah mereka berhak mencampuri komando beliau dalam saat seperti demikian.

Beliau pun menjawab pula dengan tegas dan jujur bahwa hal itu bukan wahyu, melainkan basil pertimbangan buah pikiran beliau sendiri yang kalau ternyata salah, boleh diganti dengan yang lain yang lebih baik.

Setelah habis Perang Badar dan terdapat 70 orang tawanan, beliau adakan pula terlebih dahulu musyawarah dengan yang patut-patut (Abu Bakar dan Umar) tentang sikap yang akan diambil terhadap orang-orang tawanan itu, dibebaskankah semuanya, atau dibunuh semuanya, atau diberi kesempatan menebus diri.

Kemudian, setelah akan menghadapi Perang Uhud, segeralah beliau panggil segenap pejuang berkumpul. Diajak bermusyawarah apakah musuh akan dinanti di dalam kota saja, atau akan dikeluari bersama dan bertempur di luar kota.

Beliau berpendapat dinanti saja dengan mempertahankan kota. Abdullah bin Ubay sependapat dengan beliau.

Akan tetapi, suara yang terbanyak ialah supaya keluar dan bertempur di luar kota.

Akhirnya suara terbanyak itulah yang ditetapkan dan beliau lekatkanlah pakaian perang beliau.

Setelah ada yang ingin meninjau kembali usul mereka dan bertahan di dalam kota saja menuruti pikiran Rasul, beliau marah dan keluarlah perkataan beliau yang terkenal bahwa pantang bagi seorang Nabi menanggalkan pakaian perangnya kembali apabila telah lekat sebelum diberi ketentuan oleh Allah. Atau musuh dapat dihancurkan atau beliau yang tewas.

Dan setelah selesai peperangan yang merugikan itu, sekali-kali tidak beliau menyatakan penyesalannya, bahwa jika pendapatnya yang dituruti niscaya tidak akan kalah.

Yang beliau sesali ialah yang ditegur Allah dalam ayat-ayat pada surah Aali 'Imraan ini, sedang sebabnya hanyalah karena ada yang tidak patuh kepada disiplin.

Dengan ayat yang tengah kita tafsirkan ini yang didahului pula oleh ayat 38 surah asy-Syuuraa, jelaslah bahwa syura atau musyawarah menjadi pokok dalam pembangunan masyarakat dan negara Islam.

Inilah dasar politik pemerintahan dan pimpinan negara, masyarakat dalam perang dan damai, ketika aman atau ketika terancam bahaya.

Rasulullah saw. tidaklah meninggalkan wasiat politik yang teperinci tentang teknik cara bagaimana menyusun syura itu.

Karena ilham Ilahi telah turun kepada beliau sewaktu beliau menggali parit pertahanan; (khandaq) untuk menangkis serangan sekutu (al-Ahzaab) ke atas kota Madinah, yaitu ketika sekali beliau memukulkan linggisnya ke batu, terpancarlah api, lalu beliau mengucapkan Allahu Akbar; sahabat-sahabat pun mengucap Allahu Akbar pula, demikian berturut-turut sampai tiga kali.

Lalu beliau menceritakan kepada mereka bahwa ketika pukulan linggis pertama, terbayanglah satu istana putih di Yaman. Pada pukulan kedua, terbayang Baitul Maqdis, dan pada pukulan ketiga terbayanglah dinding tembok kota Konstantinopel.

Semuanya tanda bahwa sepeninggal beliau agama dan umat ini akan mengaliri segenap pelosok dunia.

Maka, terserahlah bagaimana hendaknya teknik melancarkan syura itu menurut keadaan tempat dan keadaan zaman.

Tidaklah Rasulullah mengikat kita dengan satu cara yang sudah nyata tidak akan sesuai lagi dengan zaman yang selalu berkembang.

Dalam hal ini dapatlah dipakai ijtihad bagaimana caranya.

Bolehlah diadakan musyawarah bagaimana hendaknya bermusyawarah dan memungut suara serta mengambil keputusan yang di dalam bahasa sekarang, dengan prosedur sidang.

Untuk bahan pertimbangan dapatlah kita lihat bahwa Rasulullah saw. di dalam mengadakan syura itu memakai "menteri-menteri utama", yaitu Abu Bakar dan Umar dan menteri utama tingkat kedua, yaitu Utsman dan Ali.

Kemudian, ada "menteri" yang berenam, yaitu Sa'ad bin Abu Waqqash, Abu Ubaidah, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Abdurrahman bin Auf, dan Said bin al-Ash, serta terdapat pula orang yang dianggap menteri ahli musyawarah dari kalangan Anshar, seperti Sa'ad bin Ubadah, Sa'ad bin Mu'az, Ka'ab bin Malik, dan sebagainya.

Apakah zaman sekarang ini kita akan mengadakan pemilihan umum dan Majelis Permusyawaratan Rakyat? Apakah kita akan mengadakan Dewan Perwakilan Rakyat? Apakah kita akan mengadakan Dewan Pertimbangan Agung? Apakah kita akan mengadakan Dewan Senat? Apakah sebagai pelaksana tetap (eksekutif) kita akan mengadakan Dewan Menteri atau Kabinet? Atau apakah semuanya itu akan kita rombak dan dicarikan nama yang baru?

Bukankah itu yang jadi soal; dan Al-Qur'an atau Hadits tidaklah mencampuri hal itu secara mendalam dan teperinci.

Yang penting ialah adanya pokok pegangan. Yaitu dalam masyarakat mesti selalu ada syura.

Masyarakat Islam, berdasarkan kepada yang tengah kita tafsirkan ini, didahului oleh ayat 38 surah asy-Syura itu telah menanamkan dasar (prinsip) bahwa bermasyarakat dan bernegara wajib bermusyawarah.

Demikian hendaknya sejak dari desa kecil, desa besar, kota ataupun negara, bahkan satu jamaah kecil pada satu lorong di tengah kota.

Sebab itu sangatlah jauh dari inti kehendak Islam suatu masyarakat yang hanya dipengaruhi oleh satu orang.

Satu lurah yang laksana dewa dalam desanya, atau gubernur yang laksana raksasa dalam daerahnya, atau satu kepala yang memerintah dengan kehendak sendiri, dikelilingi oleh penjilat-penjilat yang hanya mengiya-iyakan apa yang beliau kehendaki.

Oleh sebab itu, sebagian besar ahli tarikh Islam sejak zaman dahulu sampai sekarang menyalahkan Mu'awiyah yang membekukan syura Islam untuk kepentingan dirinya sendiri untuk mendirikan dinasti keturunan Umayyah.

Tabi'in yang besar, Hasan Bishri mengatakan bahwa susunan masyarakat Islam menjadi kucar-kacir dan hancur sejak Mu'awiyah mengambil alih kekuasaan dengan paksa.

Dan ini telah mereka mulai sejak hidupnya Utsman bin Affan dengan rapat-rapat mengelilingi beliau, sehingga jalan pikiran beliau yang telah mulai tua dipengaruhi oleh pemuda-pemuda Bani Umayyah, sehingga sampai pemberontakan dan beliau mati teraniaya.

Sesudah Bani Umayyah jatuh, naiklah Bani Abbas.

Oleh sebab pengaruh kebudayaan Iran, mulailah khalifah-khalifah dipandang sebagai lambang negara yang dikeramatkan; dan sejak dan abad ke abad mundurlah pokok syura Islam itu, sehingga ketika Madhat Pasya memperjuangkan agar negara Turki Osmani diberi Undang-Undang Dasar, dibentuk Majelis Syura (Parlemen) yang bertanggung jawab, maka dialah yang dituduh hendak mengubah-ubah agama.

Dibuanglah dia ke Thaif dan dikirimlah orang oleh Sultan Abdulhamid pergi membunuhnya ke tempat pembuangannya itu, sebab Abdulhamid memandang bahwa kalau dia masih hidup juga, pengaruhnya hendak mendirikan Parlemen Pilihan rakyat itu akan timbul juga kembali.

Akan tetapi, pada Tahun 1908 tirani dan absolut despotis Abdulhamid dimakzulkan orang juga dari singgasana sebab orang ingin pemerintahan yang berdasarkan syura.

Dapatlah kita catat sebagai suatu sejarah yang nyata bahwasanya pelopor yang mengajak kaum Muslimin kembali kepada syura itu ialah ulama besar Sayyid Jamaluddin al-Afghani dan muridnya yang terkenal Syekh Muhammad Abduh.

Untuk itu, kedua beliau telah banyak memberikan pengorbanan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 103-106, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

IKHLAS DAN NASIHAT

Oleh pengarang Kamus Misbahul Munir, di antara ikhlas dengan nasihat itu tidaklah diperbedakannya.

Bahkan nasihat itu beliau artikan dengan 4 (empat) perkara: Ikhlas, Tulus, Musyawarah, dan Amal.

Ibnul Atsir berkata di dalam Nihayah,

"Nasihat itu ialah suatu perkataan yang mengandung arti yang panjang, yaitu: Berkehendak supaya orang yang diberi nasihat itu memperoleh kebaikan."

Alasan bahwa nasihat dengan ikhlas itu satu artinya, yaitu suci bersih, adalah hadits Ubaiy, seketika dia bertanya kepada Rasulullah saw. apakah artinya "Taubat Nashuha" (ambilan kata Nashuha itu sama dengan nasihat).

Rasulullah menjawab,

"Yaitu taubat yang khalis, yang tidak akan diulang lagi mengerjakan dosa-dosa itu."

Saudara-saudara Nabi Yusuf seketika akan membawa adiknya itu pergi berburu, yang kemudian dimasukkannya ke dalam sumur dan dijualnya kepada Aziz (raja) di negeri Mesir, ada tersebut:

"Wahai bapak kami mengapa tidak percaya bapak kepada kami atas Yusuf, padahal sesungguhnya kami kepada Yusuf itu sangat memberi nasihat," (QS. Yusuf [12]: 11).

Tafsirnya ialah sangat tulus ikhlas.

Oleh sebab ikhlas dengan nasihat tidak boleh dipisahkan, perlulah di sini kita terangkan ke manakah tujuan nasihat kita atau ikhlas kita berdasarkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh Tamim ad-Dari, seorang sahabat Nabi saw. yang masyhur, yang dahulunya memeluk agama Nashrani kemudian pindah ke dalam Islam.

Berkata Tamim; pada suatu hari berkata Rasulullah Saw.,

"Agama itu ialah nasehat."

Lalu kami bertanya:

"Kepada siapakah nasihat ini?"

Berkata Rasulullah,

"Bagi Allah, bagi Kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, bagi kepala-kepala kaum muslimin dan bagi kaum muslimin semuanya."

Bagaimanakah maksud nasihat kepada tiap-tiap itu?

Nasihat apakah yang dihadapkan kepada Allah?

Kalau sekiranya nasihat itu hanya diartikan memberi nasihat bagi yang biasa kita pakai, tentulah Rasulullah saw. telah mengatakan suatu perkataan yang tidak pantas.

Adakah pantas kita nasihati Allah?

Sebab itu haruslah kembali kepada artinya yang sejati, ialah Ikhlas.

Ikhlas kepada Allah

Ikhlas kepada Allah, hanya semata-mata percaya kepada-Nya. Ia tidak boleh dipersekutukan dengan yang lain, pada zat, sifat, dan pada kekuasaan-Nya. Hadapkan kepada-Nya segala sifat-sifat kesempurnaan yang penuh, hindarkan daripada  persangkaan sifat-sifat kekurangan. Taat mengikuti perintah-Nya, jauhi segala larangan-Nya dan jangan durhaka kepada-Nya. Cinta kepada segala sesuatu karena Dia, benci kepada sesuatu yang dibenci-Nya, berteman dengan orang yang taat kepada-Nya, bermusuhan dengan orang yang melawan Dia. Lawan orang yang kafir kepada-Nya, akui nikmat dan kebesaran-Nya, syukuri segala pemberian-Nya, sedikit atau banyak; sabar di atas cobaan yang ditimpakan-Nya. Seru dan mohon pertolongan-Nya di waktu kesempitan dan pujilah Dia di waktu lapang.

Cinta sesama manusia, bukan lantaran mereka manusia saja, tetapi lantaran mereka itu makhluk Allah.

Berkata Muhammad bin Said al-Marqazi,

"Segala kejadian itu hanyalah bersumber kepada dua: Perbuatan Allah atas diri engkau, dan perbuatan engkau yang akan dihadapkan kepada Allah. Maka hendaklah rela menerima segala perbuatan-Nya, dan ikhlas mengerjakan segala perbuatan engkau terhadap-Nya. Dengan demikian engkau akan memperoleh bagian dunia-akhirat."

Arti ikhlas kepada Allah banyak diterangkan oleh ulama-ulama Thariqil Akhirah.

Suatu arti yang lebih memuaskan, pendek, dan terang, ialah artian yang telah dibuat oleh Rasulullah saw. sendiri.

Seketika ditanyakan orang kepada beliau apa arti Islam, beliau menjawab:

"Bahwa engkau akui Tuhanku ialah Allah, kemudian engkau teguh memegang pendirianmu itu," (HR. Muslim).

Artinya, sembahlah Allah saja, jangan menyembah hawa nafsu, jangan beribadah kepada yang lain.

Jadikanlah itu pendirian hidup.

Itulah yang dimaksud oleh, ayat:

"Tidaklah mereka diperintah, melainkan supaya menyembah kepada Allah, hanya kepada-Nya semata saja dihadapkan agama," (QS. al-Bayyinah [98]: 5).

"Ketahuilah bahwasanya bagi Allah saja agama yang khalis," (QS. az-Zumar [39]: 3).

"Melainkan orang yang taubat dan memperbaiki dirinya berpegang dengan Allah saja dan ikhlas agamanya karena Allah," (QS. an-Nisa [4]: 146).

"Siapa saja yang mengharap hendak bertemu dengan Tuhannya, hendaklah dia mengamalkan amalan yang shaleh, dan jangan menyekutukan dalam beribadah kepada Tuhan dengan yang lain," (QS. al-Kahfi [18]: 110).

Ikhlas kepada Kitab Allah.

Ikhlas kepada Kitabullah, ialah percaya dengan sungguh-sungguh bahwa kitab itu ialah Kalamullah, yang tiada serupa dengan kalam makhluk. Tidak seorang pun di antara makhluk yang sanggup membuat kitab semacam ini, diturunkan Allah kepada Rasul-Nya untuk menjadi tuntutan kita sekalian.

Kita baca dan kita pahamkan isinya, kita junjung dan kita sucikan, kita perhatikan dengan hati yang khusyu'.

Kita baca dengan fasih dengan huruf yang bermakhraj dan bertajwid, supaya dipelihara dia dari tahrif (diputar-putar) dan tabdil (diganti-ganti).

Benarkan apa yang tersebut di dalamnya, itu hukum yang tertera di sana dan pahamkan isi dan maksudnya, ilmu dan perumpamaannya, selidiki umumnya dan khususnya, ketahui nasikh-mansukhnya, mujmal dan muqayyadnya, taslim (serahkan) kepada Allah dalam hal ayat-ayat yang mutasyabih (ayat yang tidak lantas angan memahamkan).

Ikhlas kepada Rasulullah saw.

Ikhlas kepada Rasulullah, mengakui dengan sungguh risalahnya, percaya segala yang dibawanya, taat mengikuti yang diperintahnya, menjauhi segala yang dilarangnya, membelanya di waktu hidupnya dan terus sampai matinya.

Musuhi orang yang memusuhinya, bela orang yang membelanya, besarkan haknya, dan muliakan dia.

Hidupkan tharikat dan sunnahnya.

Siarkan pengajarannya dan sampaikan serta luaskan syariatnya ke seluruh bumi.

Nafikan segala tuhmat (tuduhan) yang dihadapkan orang kepadanya dengan alasan yang cukup.

Pegang teguh-teguh ilmu yang ditinggalkannya.

Karena dia diutus ke dunia menyempurnakan budi-pekerti dan Tuhan sendiri yang mengajarnya beradab, bersabda dia,

"Tidaklah beriman seorang kamu hingga adalah Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada yang lain," (HR. Bukhari dan Muslim).

"Katakan (olehmu Muhammad), jika adalah ayahmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri (suamimu), kaum kerabatmu, harta-benda yang kamu kumpul-kumpulkan, perniagaan yang kamu takut akan rugi, rumah tempat tinggal yang kamu sukai, jika semuanya itu lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, dan lebih kamu cintai daripada berjihad pada jalan-Nya, maka awaslah kamu sampai datang kelak tuntutan Allah, dan Allah tidaklah akan memberi petunjuk kepada kaum yang fasik," (QS. at-Taubah [9]: 24).

Setelah mencintai Rasulullah saw., hendaklah cintai pula sahabat-sahabatnya dan kaum keluarganya.

Jangan dibedakan derajat masing-masing.

Jika terjadi persengketaan di antara mereka, janganlah dimasuki satu pihak.

Ikhlas kepada Imam Kaum Muslimin

Ikhlas kepada Imam atau raja-raja dan pemerintahan muslimin, ialah dengan jalan membela dalam kebenaran, taat kepada mereka di dalam agama, ikut perintahnya, hentikan larangannya.

Jangan dilanggar undang-undangnya, jangan dikacau keamanan dalam negeri.

Peringati mereka jika mereka salah dengan cara yang sopan-santun.

Beritahu kelalaian mereka dan bahaya yang mengancam negeri lantaran kesalahan mereka.

Ajak seluruh muslimin supaya taat kepada pemerintahan itu.

Di dalam kitab-kitab Ushuluddin cukup diterangkan bagaimana syarat-syarat baru boleh seorang wali, atau imam, atau khalifah dimakzulkan daripada tabiatnya yaitu jika dia mengerjakan maksiat dengan terang dan menganjurkannya, atau mempunyai suatu kepercayaan yang berlawanan dengan pokok i'tikad agama.

Berkata al-Khithabi,

"Setengah dari hak nasihat kepada mereka, ialah sembahyang di belakang mereka, berperang bersama-sama mereka, bayarkan zakat kepada mereka supaya dibagi-baginya kepada yang berhak, menyingkirkan huru-hara dan pemberontakan, jika kesalahannya belum menerbitkan fitnah yang besar. Jangan mereka dipuji-puji lebih dari semestinya, doakan supaya mereka jadi orang yang berbahagia pada agama!"

Dan kata al-Khithabi seterusnya,

"Sebagian besar ulama menakwilkan maksud imam-imam dalam hadits ini kepada ulama Islam, yaitu dengan jalan mengikuti fatwanya, menerima apa yang diriwayatkannya, menghormatinya dan meletakkan persangkaan yang baik kepada dirinya!"

Berkata Imam Ghazali,

"Kerusakan negeri karena kerusakan raja, kerusakan raja karena kerusakan ulama, yaitu ulama su' (ulama jahat)."

Dengan perkataan Ghazali ini terhimpunlah raja-raja dan ulama-ulama di dalam imam yang disebut hadits Tamim itu.

Tentu saja tidak boleh taat jika pemerintahan itu mengajak mengerjakan mungkar, dan tidak boleh diikuti kalau ulama menunjukkan fatwa yang sesat.

Tetapi meskipun perintah dan fatwa itu tidak diikuti, namun kehormatan dan kemuliaan yang diberikan kepada mereka tidak juga boleh kurang daripada mestinya.

Dengan majunya paham demokrasi sekarang ini, bertambah nyatalah bahwa yang dimaksud dengan Imam-imam itu, bukanlah memulia-muliakan diri seseorang, sampai keluar dari batasnya.

Dalam paham demokrasi, orang naik memegang pemerintahan, adalah karena dikuasakan oleh orang banyak.

Selama dia masih mendirikan keadilan, wajiblah diikuti perintahnya.

Kalau dia telah melanggar hak orang banyak, wajiblah dia dijatuhkan.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 152-159, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

ARTI SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA

Laa ilaaha illallaah, Allaahu Akbar.

Oleh karena itu, apabila kita telah mengaku bahwa Allah Yang Maha Esa adalah Tuhan kita, dan Nabi Muhammad saw. adalah rasul Allah, kita telah termasuk dalam lingkungan Islam.

Sebab itu, janganlah disebut juga Islam abangan dan Islam mutihan.

Dikatakan bahwa yang belum lengkap mengerjakan syari'at tergolong abangan, dan yang telah lengkap di golongkan mutihan.

Padahal, Islam tidak mengenal penggolongan mutihan dan abangan tersebut.

Dalam sejarah tanah air kita, sejak Sultan Agung di Mataram, Sultan Iskandar Muda di Aceh, Sultan Ali Ri'ayat Syah di Johor, kata-kata demikian tidak ada.

Terang bahwa kata ini ditimbulkan di zaman kolonial, dengan maksud memecah belah kita dan memetak-petakkan kita.

Tanyalah dalam diri kita sendiri, sudahkah ada di antara kita ini yang sudah cukup lengkap mengerjakan agama ini menurut yang digariskan Nabi?

Saya sendiri yang telah disebut orang 'ulama', di sini pun mengakui terus terang bahwa saya pun belum secukupnya 100% menjalankan menurut kehendak Nabi.

Namun, saya sama dengan Saudara, yaitu sama mempunyai idealisme, cita-cita hendak hidup menurut yang digariskan Nabi tersebut.

Oleh karena itu, sampai kita menutup mata kelak selalulah kita berusaha, mengisi kehendak Nabi saw. dengan sepenuh daya upaya yang ada pada kita.

Lalu, kalau kita pernah bersalah, kita iringi kesalahan tersebut dengan berbuat amal baik sebanyak upaya kita.

Kelak di hadapan Tuhan semuanya akan ditimbang dengan adil dan teliti.

Berdoalah kita moga-moga lebih banyak kebajikan yang kita kerjakan.

Di zaman Orde Lama, orang pernah mengindoktrinasikan bahwa kedudukan 5 sila itu sama, tidak ada yang lebih utama, termasuk Ketuhanan Yang Maha Esa itu sendiri.

Namun, saya bersyukur karena beberapa bulan yang lalu, Jenderal Soeharto, pejabat presiden kita, yang hari ini hadir, pernah menjelaskan paham yang sama dengan paham saya tersebut, yaitu bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa adalah pokok pangkal dari keempat sila berikutnya.

Allahu Akbar!

Sekarang Orde Lama sarang dari kepalsuan dan kemunafikan telah berlalu.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 240, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Qana'ah, adalah tiang kekayaan yang sejati.

Gelisah adalah kemiskinan yang sebenarnya.

Maka tidak dapatlah disamakan lurah dengan bukit, tenang dengan gelisah, kesusahan dan kesukaan, kemenangan dan kekalahan, putus asa dan cita-cita. Tak dapat disamakan orang yang sukses dengan orang yang pailit.

Keadaan-keadaan yang terpuji ini terletak pada qana'ah, dan semua yang tercela ini terletak pada gelisah.

QANA'AH SEBAB KEBAHAGIAAN UMAT DAHULU

Keteguhan urat qana'ah di dalam sanubari umat Islam di zaman purbakala, seketika agama Islam baru dikembangkan, itulah yang menyebabkan agama ini tersiar luas. Qana'ah telah meresap ke dalam urat-darah mereka. Mereka berkorban dan berjuang ke medan peperangan dan bertempur, tiada mengenal takut dan gentar, untuk ujud yang hanya sebuah, yaitu supaya Kalimat Allah tetap tinggi dari segala-galanya.

Buat itu mereka pandang murahlah harga harta benda, rumah tangga, anak dan istrinya, akhirnya murah juga badan dan jiwa, untuk membela Kalimat Allah itu.

TAMBAHAN

Agama Islam tidaklah menyukai perbedaan yang menyolok mata di antara orang yang berpunya (have) dengan yang tak berpunya (have not). Dan Islam pun tidak pula memungkiri adanya kelebihan akal setengah orang, dan kekurangan pada yang lain, sehingga berbeda kesanggupannya menurut perbedaan akalnya. Imbangan antara kesanggupan dan keadilan sosial telah dipraktekkan di zaman Khalifah-khalifah yang terdahulu, terutama di zaman Amiril Mukminin Umar bin Khaththab.

Tetapi kemudian, setelah jabatan khalifah tidak lagi dengan pilihan umum, melainkan dijadikan hak keturunan, bertukar masyarakat pemerintahan Islam dari demokrasi yang berdasar taqwa, kepada absolute monarchi yang tidak terbatas.

Waktu itu timbullah feodalisme, dan timbullah yang kaya, kaya sangat. Yang miskin, betul-betul miskin, sehingga dirinya sendiri pun, tidak lagi dia yang menguasai.

Maka pada waktu itulah rakyat melarat diobatinya dengan fatwa, bahwa kehidupan dunia ini biarlah begini saja.

Kezaliman raja adalah hukum Tuhan karena kelalaian beragama.

Dan agama ialah memutuskan hubungan dengan dunia, karena tidak lantas angan lagi menembusnya.

Sebab yang berharta, hanyalah orang-orang yang dekat dan berkeluarga dengan raja.

Di waktu yang demikian keluarlah "filsafat" orang indah-indah tentang membenci harta dan kekayaan, sebagai obat hati orang yang melarat.

Masyarakat Islam yang sudah bobrok itu akhirnya jatuh.

Negeri-negeri Islam yang telah lemah jiwanya itu, akhirnya dikuasai oleh bangsa Barat yang lebih maju.

Dan sekarang timbullah kesadaran baru, dan timbullah perbaikan-perbaikan dalam seluruh masyarakat bangsa-bangsa terhadap kehidupan yang telah bobrok itu.

Perbaikan dengan Revolusi atau dengan Evolusi, serentak atau berangsur, tidak pilih agama atau bangsa.

Tersebutlah perkataan "keadilan sosial" dan "sosial ekonomi"; keadilan pembagian rezeki dan tanah. Kata-kata "keadilan" lebih cepat dipakai daripada perkataan "persamaan".

Dengan ini akan hilanglah perbedaan yang menyolok mata di antara yang kaya dengan yang miskin.

Kalau masih ada yang kurang pendapatannya tidaklah akan dapat disesali lagi, karena itulah soal kesanggupan, bukan soal sewenang-wenang yang berkuasa.

Meskipun perbaikan nasib manusia itu kelak tercapai, namun kontrol agama akan tetap ada pada setiap zaman.

Bagi orang yang terlalu miskin ada kontrol dari agama, menyuruh sabar dan jangan putus asa.

Terhadap yang terlalu kaya ada kontrol dari agama, supaya bersyukur kepada Tuhan dan memberikan pertolongan yang wajib kepada yang miskin.

Kalau perbedaan menyolok mata itu tak ada lagi, pun ada kontrol dari agama, yaitu supaya semuanya bekerjasama menegakkan kasih sayang, amal dan ibadah, jasa yang tak putus, bagi masyarakatnya dan bagi keturunan yang akan ditinggalkannya.

(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 272, 282-284, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

KEWAJIBAN BERTANAH AIR

Cinta tanah air adalah perasaan yang sangat halus dan dalam di hati manusia.

Bahkan cinta tanah air itu timbul daripada iman yang sejati.

Dan karena cinta itulah orang berani memberikan segala pengorbanan.

Karena cintanya kepada tanah air, orang sudi hidup sengsara, sudi dibuang, dibunuh, diazab dan disiksa.

Karena cinta tanah air orang sudi bahkan memandang murah harga maut.

Tanah air harganya lebih mahal, sebab itu mereka sudi menebusnya dengan jiwanya sendiri.

Nilai nyawa menjadi murah buat menebus tanah air; dan mati adalah bukti cinta yang sejati.

Mengapa Musa bersemedi di atas bukit Thursina?

Ialah karena dia ingin kaumnya Bani Israil terlepas dari perbudakan Fir'aun dan pulang ke tanah airnya yang asli, tanah Palestina.

Cita-citanya berhasil dan bangsanya dapat diseberangkan melalui Laut Kulzum, sesudah laut itu dibelah.

Dan setelah dia dekat ke tanah Palestina, dari puncak sebuah bukit, dapatlah dia menunjukkan kepada bangsanya,

"Itulah tanah yang telah dijanjikan buat kita, telah terbentang di hadapan mata kita!"

Tetapi sayang, sebelum ia dapat membimbing kaumnya ke tanah pusaka yang telah ditinggalkan beratus tahun itu, Musa wafat di atas bukit itu.

Berapa banyaknya pencinta-pencinta tanah air, yang berjuang dengan cita-cita besar, untuk kebahagiaan tanah airnya; padahal sebelum cita-citanya sampai, dia menutup mata, dia tewas, namun yang datang di belakang tidak juga jera-jeranya.

Ia merasa puas dengan kematian itu, moga-moga pengorbanan yang diberikannya menambah seuntai kalung yang akan digantungkan pada leher ibu pertiwi, menambah kekayaan sejarahnya yang gilang gemilang.

Wahai segala pencinta tanah air, yang telah tewas sebagai korban dari cintanya!

Di manakah engkau sekarang, Imam Bonjol?

Engkau tiada sempat melihat bagaimana pada tanggal 17 Agustus 1945, cucumu memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Di mana engkau Gusti Pangeran Abdul Hamid Diponegoro?

Engkau tiada hadir ketika bendera yang engkau kibarkan dahulu, dikibarkan kembali, lebih 100 Tahun setelah engkau wafat oleh anak cucumu.

Di mana engkau, pahlawan-pahlawan yang tiada terkenal yang bekerja di tempat-tempat yang jauh dan tersembunyi, tewas pun dengan tiada dikenal orang pula?

Dimana engkau?

Rasa cinta dan suri teladan yang tuan-tuan tinggalkan, tetap menjadi penuntun kami dalam melanjutkan perjuangan menuju kemerdekaan, kebahagiaan, dan ketinggian tanah air kita.

Cinta sejati tidaklah meminta balas jasa.

Setinggi-tinggi pengorbanan yang kita berikan buat persada ibu, tidaklah lebih daripada kewajiban.

Kita cintai dia dan kita berkorban lantaran cinta, adalah sekadar kekuatan dan daya upaya yang ada pada kita.

Tanah air tidak akan menolak bakti putranya.

Jika dia sudi menerima khidmat Sukarno-Hatta dengan pengorbanan-pengorbanan yang besar,

Khidmat Syahrir dengan ciptaan Linggar Jatinya,

Jika diterimanya khidmat Sudirman yang berjuang walau pun paru-paru tinggal sebelah,

Jika diterimanya khidmat Syafruddin yang hidup di rimba dan gunung berbulan-bulan melanjutkan perjuangan;

Tentu bunda tercinta tidak akan menolak persembahan Pak Tani di sawahnya,

Nelayan di laut yang luas,

Saudagar kecil yang berjalan kaki, membawa dagangan kecil, mendaki gunung menuruni jurang, menolong perhubungan di antara satu daerah dengan daerah yang telah terputus.

(Buya HAMKA, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 309, 314, Republika Penerbit, 2015).

BANGSA DAN TANAH AIRKU

Marilah Kita Berseru

Indonesia Bersatu

Ah, hilang segala syak wasangka, hilang cemburu dan dengki, hilang segala kepayahan dan kesulitan; 17.000 pulau, 80 juta (kini 250 juta, red) manusia. Semuanya adalah bangsaku, senasib seperuntungan dengan daku. Di mana lagi perpecahan, di mana lagi perebutan pengaruh, Indonesia hanya satu.

Pernah seorang pemimpin dari sebuah Negara Arab ketika berkunjung ke Indonesia berkomentar,

"Indonesia qith'atun minal jannati nuqilat ilad dunya."

Sepotong surga yang dipindahkan ke dunia.

Janganlah engkau khianat kepada tanah airmu.

Karena nikmat hidup yang engkau capai, tetapi dengan murka ibu, tidaklah akan menyenangkan bagi jiwamu sendiri.

Engkau akan menyesal, engkau telah miskin, walau engkau tinggal di dalam gedung indah.

Akan berapalah lamanya engkau hidup, akan berapalah lamanya dunia engkau pakai?

Engkau pasti mati, dan hatimu tidak meninggalkan nama harum.

Di dekat pusaramu orang lalu akan bertanya; siapa yang berkubur di sini?

Dengan malu-malu orang yang dekat di situ akan menjawab, inilah kubur si anu yang berkhianat kepada tanah airnya.

Akan sampai juga ucapan itu ke telinga anak, cucu, dan keturunanmu.

Umur sebutan itu lebih panjang daripada umur manusia sendiri.

Umur batu nisan lebih panjang daripada umur badan, ke manakah wahai anak-anakmu, cucumu dan keturunanmu akan menyembunyikan muka jiwa riwayat berkata sesudah matimu, jika tarikh bicara, riwayat dan tarikh yang tiada pernah bohong, bahwa ujung mana yang mereka pakai, telah pernah dipakai oleh seorang pengkhianat tanah air.

Karena kesenangan yang sekejap, jiwa sengsara dan namamu lenyap buat beratus tahun.

Padahal jika engkau mati, orang tidak membicarakan rumahmu yang indah, kendaraan keemasanmu, gaji besarmu.

Yang akan diingat orang pada manusia hanyalah namanya, nama yang bahagia walau masa hidup tinggal di gubuk kecil; atau nama yang hina, walau semasa hidup tinggal di istana besar.

Suatu masa, lebih kurang 800 Tahun yang lalu, Nizamul Mulk telah masyhur karena luas kekuasaannya di tanah-tanah Islam. Sekarang, setelah berlalu 800 Tahun, Nizamul Mulk telah lebih masyhur hanyalah karena ia hidup di zaman al-Ghazali.

Tidak berapa lama lagi, nama Napoleon akan kembali masyhur, karena ia hidup di zaman Goethe.

Dan kami pujangga mengharap akan datang giliran kami.

Orang ingat kepada pahlawan-pahlawan tanah air yang ada sekarang, karena mereka hidup di zaman kami.

Izinkanlah kami menyombong, karena sombong kami hanya buat 500 atau 1.000 Tahun lagi, setelah tubuh kami tak ada.

Kesombongan kami tidaklah akan mengganggu kedudukan tuan yang sekarang.

Janganlah khawatir!

Dan apa salahnya sombong di dalam cita-cita. Begitulah duduknya pujangga di dalam tanah air.

Kata orang aku ini anak Minangkabau!

Lebih dari itu!

Aku ini adalah putra dari pula 10.000, putra daripada 80 juta umat; di suatu tanah indah, laksana pending yang bertatah zamrud!

Kata orang, aku ini seorang pro republik!

Lebih dari itu!

Karena pro republik atau federal hanyalah ombak politik sementara.

Yang terang partaiku ialah menuju Indonesia bersatu dan merdeka.

Dan itu mesti tercapai, telinga dan mataku sebagai pujangga, melihat dengan jelas bahwa persatuan itu telah ada di hadapan.

Kata orang aku ini dari golongan Islam yang taat!

Lebih dari itu!

Aku menghormati ajaran meniadakan diri, yang diajarkan Budha Gautama; sari ajaran mengorbankan diri sendiri untuk kesentosaan Bani insan, ajaran Isa Al-Masih;

Dan aku adalah pengikut paham,

"Tiada beriman seorang kamu sebelum ia cinta kepada saudaranya sebagaimana cinta kepada dirinya", ajaran junjungan Nabi Muhammad saw.

Bersatu bangsaku menyeru Tuhan, memohon tanah air memperoleh jaya.

Terdengar adzan di puncak menara, "hayyu alal falah", marilah bersama-sama mengejar kemenangan.

Aku bersama bermilliun bangsaku pergi ke sana, mencecahkan dahi ke lantai, menyembah Tuhan.

Sehabis shalat, kumohon pada Tuhan agar tanah airku diberkati.

Tiada jauh dari dekatku, saudaraku yang lain, sedarahku yang lain, berduyun pula pergi ke gereja karena mendengar dengung lonceng.

Dan saudaraku yang lain, sedarahku yang lain, memasang dupa di kuil sunyi, memuja, memuji, di tempat suci.

Demikianlah cintaku kepada tanah air!

-Bab ini adalah buah renungan yang ditulis pada akhir bulan Ramadhan Tahun 1369 (1949), seketika selesai ditandatangani Roem-Royen Statement.

(Buya HAMKA, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 317-321, Republika Penerbit, 2015).

SESAT DAN BINGUNG

"Demikianlah Kami ganjar kaum yang durhaka." (ujung ayat 13).

Ganjaran siksaan datang kepada mereka karena sebabnya telah bertemu, yaitu Lamma zhalamu, tatkala mereka telah zalim. Yang berkuasa berbuat semau-mau, yang lemah tertindas dan tidak ada jaminan karena lemahnya. Tidak ada lagi percaya-memercayai dan Allah hanya tinggal pada bibir, tidak keluar dari rongga hati. Sebab itu, kacaulah masyarakat mereka, dan seluruhnya telah ditimpa dosa, seluruhnya telah durhaka.

Orang baik-baik pun tidak dapat lagi mempertahankan pendirian hidup yang baik, sebab seluruh masyarakat umumnya telah jahat.

Orang yang benar tidak berani lagi menyebut yang benar, sebab kalau yang benar disebut, akan berbahaya kepada dirinya sendiri.

Dan lantaran tidak berani itu pun dia telah durhaka, melalaikan kewajiban karena takut mati.

Lantaran itu datanglah adzab Allah.

Adzab itu dua macam.

Pertama, suatu kaum atau bangsa yang telah menghancurkan dirinya dari dalam karena aniaya, karena keadilan tidak tegak. Maka jatuhlah semangat bangsa atau umat itu dan lemahlah dia. Macam-macam penyakit pun akan datang. Setengahnya, karena tidak tahan kezaliman bangsa sendiri, dia pun bersedia menerima pertuanan bangsa asing. Sebagaimana cerita jatuhnya Singapura ke tangan Majapahit menurut dongeng Sejarah Melayu ialah karena Raja Singapura menghukum mati anak perempuan seorang pembesar kerajaan dengan menusuk farji perempuan itu dengan sula pucuk nipah. Karena sakit hati si ayah, dialah yang membukakan rahasia pertahanan Singapura kepada penyerang dari Majapahit.

Zalim dalam negeri itu terbagi dua pula.

Pertama, zalim tiap pribadi karena memperturutkan hawa nafsu; mabuk, zina, judi, boros; yang semuanya merusak akhlak atau ruhani jasmani (mental).

Kedua, ialah kezaliman yang berkuasa. Mentang-mentang berkuasa berbuat semau-mau, merampas milik rakyat, menaikkan pajak, menahan orang yang dicurigai hingga bertahun-tahun dengan tidak tentu ujung pangkal, dendam yang tidak habis-habis. Sehingga rasa bencilah yang tumbuh dari rakyat kepada pemerintahnya. Dan dia tersenyum menyatakan simpati, hanya karena takut ditembak saja.

Inilah dua ragam dari sebab kehancuran suatu umat.

Ini banyak bertemu dalam riwayat Fir‘aun di Mesir.

Kedua, ialah adzab yang banyak diterangkan di dalam Al-Qur'an itu. Yaitu umat yang dimusnahkan karena menentang ajaran rasul yang dikirim Allah kepada mereka. Rasul itu semua telah datang dengan berbagai penjelasan, kadang-kadang dengan mukjizat, namun mereka tidak juga mau beriman.

"Kemudian itu Kami jadikan kamu pengganti-pengganti di bumi ini sesudah mereka." (pangkal ayat 14).

Turunnya ayat ini pada mulanya tentu kepada penduduk Mekah, sebab kepada merekalah mulanya Allah mengutus Rasul-Nya Muhammad saw. Maka diperingatkanlah kepada mereka itu, bahwasanya setelah umat-umat terdahulu itu, karena durhaka, karena zalim, telah binasa, sekarang kamu pula ditimbulkan Allah dari sisa yang tinggal dari umat yang telah binasa itu. Kamu bisa melanjutkan hidup dan telah berkembang biak pula. Kamu adalah khalaa'if artinya pengganti-pengganti, atau penyambung-penyambung dari umat yang dahulu itu buat melanjutkan hidup manusia di bumi. Dan telah diutus pula kepada kamu seorang rasul, yaitu Muhammad saw.

"Supaya Kami pandangi betapa kamu beramal." (ujung ayat 14).

Maksudnya, hendaknyalah pengalaman dari umat-umat yang telah kamu gantikan itu kamu jadikan perbandingan dan i'tibar. Maka Allah akan melihat bagaimana caranya kamu melanjutkan hidup sebagai pengganti dan pelanjut tugas umat manusia.

Apakah kamu akan memilih jalan yang salah sebagai umat-umat yang telah binasa itu, atau kamu akan terima ajaran Allah dengan baik?

Kadang-kadang timbul rasa tidak puas kita dengan tafsir-tafsir yang lama-lama apabila mereka menafsirkan ayat-ayat yang seperti ini. Dengan cepat saja dikatakan bahwa ayat ini turun untuk orang Quraisy yang menentang Nabi Muhammad saw., sebab ayat ini turun di Mekah. Padahal orang Quraisy atau musyrikin hanya sebab saja bagi turunnya ayat, sedang ayat ini selanjutnya akan menjadi pedoman bagi umat Muhammad sendiri, umat yang telah mengakui Muhammad sebagai Rasulnya dan Islam sebagai agamanya.

Ayat ini bukan lagi buat Quraisy, melainkan buat kita umat Muhammad saw.

Kita ini adalah khalaa'if dari umat yang telah lalu. Dan umat Islam yang datang di belakang adalah khalaa'if dari umat Islam yang terdahulu. Kurun kadang-kadang berarti 100 Tahun, dan kadang-kadang berarti satu generasi.

Kita telah melalui 14 kurun atau Abad sampai sekarang.

Bukan sedikit suka duka riwayat dan tarikh yang telah ditempuh dan dijalankan oleh kurun demi kurun Islam.

Kita sudah pernah mencapai jaya, tetapi pun pernah meluncur turun.

Beberapa kerajaan pernah naik, dan beberapa kerajaan pernah runtuh.

Jatuhnya susunan Khulafaur Rasyidin yang masih dekat dengan contoh teladan Rasulullah saw., karena kekuasaan direbut Mu'awiyah, orang Islam sendiri, yang menukar pilihan bersama pada sistem keturunan.

Dari Republik menjadi kerajaan (dinasti).

Mu'awiyah menurut ungkapan sekarang ialah seorang ambisius yang brillian.

Jatuhnya Kerajaan Bani Umayyah ialah karena kuasa direbut oleh Bani Abbas.

Jatuhnya Kerajaan Bani Abbas yang telah memegang kekuasaan selama 500 Tahun, adalah karena datangnya serangan bangsa Mongol yang dahsyat pada Tahun 656 Hijriyah atau 1286 Masehi. Kemudian dari itu boleh dikatakan tidak ada lagi suatu kerajaan pusat kesatuan umat Islam yang betul-betul.

Bahkan Bani Abbas sendiri pun sebelum jatuhnya karena serangan Mongol, bukan lagi lambang kesatuan umat Islam sebagai yang dipusakakan dari Nabi Muhammad saw.

Pernah suatu waktu berdiri 3 kerajaan besar, yang ketiganya sama-sama mendakwakan dirinya pemegang khalifah; Amirul Mukminin.

Yaitu Bani Abbas di Baghdad, Fathimiyah (Syi'ah) di Mesir dan Bani Umayyah di Cordova (Andalusia).

Nabi Muhammad saw. pernah menerangkan bahwa dari segi aqidah pedoman keagamaan, beliau telah meninggalkan pusaka yang cukup. Malahannya serupa dengan siangnya. Akan tetapi, beliau mengatakan bahwa ancaman besar yang akan menimpa Islam sesudah beliau wafat ialah timbulnya fitnah-fitnah, yaitu kemelut, kacau-balau, huru-hara karena pertarungan sesama sendiri, karena perebutan kekuasaan. Maka belum setengah Abad sesudah beliau wafat, telah timbul fitnah besar peperangan Ali dengan Mu'awiyah. Kata setengah ahli sejarah, pertarungan ini adalah lanjutan dendam Bani Umayyah pada zaman jahiliyah terhadap Bani Hasyim. Dendam ini pula yang menjadi bibit yang kelak akan menjatuhkan kekuasaan Bani Umayyah setelah berkuasa lebih 80 Tahun, karena direbut oleh Bani Abbas. Sebab Bani Abbas adalah Bani Hasyim.

Di dalam halaman sejarah, Islam berkembang terus memenuhi dunia ini, tidak pernah terhenti jalannya. Akan tetapi, ada kerajaan yang naik dan ada yang jatuh.

Ujung ayat yang tengah kita tafsirkan ini menyatakan, Allah hendak melihat bagaimana kamu beramal.

Lantaran itu, ujung ayat ini mengandung suatu ilmu yang penting dalam mengkaji naik jatuhnya suatu kerajaan, semaraknya suatu bangsa atau muramnya.

Ujung ayat ini menyuruh kita belajar filsafat sejarah dan ilmu kemasyarakatan (sosiologi).

Ayat ini dan beberapa ayat lain memberi kita kesan, bahwasanya keruntuhan atau kehancuran negeri-negeri sebagai 'Ad, Tsamud, Tubba', Madyan, Aikah, Sadum dan Gamurrah, yang begitu penting buat diperhatikan pada zaman lampau, akan terjadi lagi dalam bentuk yang lain di zaman selanjutnya.

Sebab pada zaman dahulu itu nabi-nabi datang membawa mukjizat. Mereka itu menolak nabi dan mendustakan mukjizat.

Nabi paling akhir ialah Muhammad saw.

Mukjizat yang beliau bawa ialah Al-Qur'an, dan Al-Qur'an itu tetap ada sampai sekarang, dan isinya tetap hidup.

Maka dapatlah kita uji kebenaran Al-Qur'an dengan perjalanan sejarah Muslimin yang kita tempuh dari Abad ke Abad.

Terusirnya lebih dari 4 juta kaum Muslimin dari Spanyol di Abad ke-16, niscaya lebih hebat dari runtuhnya negeri Nabi Syu'aib atau negeri Nabi Luth.

Pada zaman sekarang, berdirilah Negara Israel kepunyaan Yahudi, dengan bantuan kerajaan-kerajaan besar Barat di tengah-tengah pusat kebudayaan orang Arab.

Dan di antara keduanya itu, pernah pukul rata 300 Tahun tiga per empat dari wilayah negeri-negeri Islam jatuh jadi jajahan.

Ini semuanya lebih hebat daripada hilang dan runtuhnya negeri Nabi Shalih.

Soal ini sekian lamanya tidak menjadi perhatian dari sarjana-sarjana Islam sendiri.

Ulama itu apabila menghadapi soal seperti ini kebanyakan menjawab dengan pesimis atau tasyaa'um, mengatakan bahwa semuanya ini adalah adzab Allah kepada kita kaum Muslimin karena meninggalkan agama. Dan kita akan terlepas dari bencana ini kalau kelak Imam Mahdi datang.

Dan kata mereka pula, semuanya ini adalah takdir yang tidak dapat kita elakkan.

Hanya seorang ahli pikir Islam yang mengupas soal-soal kenaikan dan keruntuhan ini secara ilmiah, yaitu Ibnu Khaldun. Karangannya, Muqaddimah menjadi bahan studi yang mendalam, sampai pada zaman kita ini tentang ilmu sosiologi.

Ujung ayat menegaskan bahwa Allah mau melihat apa yang kamu kerjakan.

Alangkah penting hubungan manusia dengan perkembangan pekerjaan dan usaha mereka dalam membangun masyarakat mereka.

Apabila semangat bekerja masih berkobar, berdasar kepada iman akan Allah, suatu masyarakat atau suatu negara tidak akan runtuh.

Tetapi apabila semangat bekerja mulai kendur, karena iman yang mendorong pun sudah padam, keruntuhan tidak dapat dicegah lagi.

Yang lemah hancur dan yang kuat naik.

Agama, tegasnya Al-Qur'an dan as-Sunnah sudah ditinggalkan Rasul saw. akan menjadi pedoman di dalam menghadapi dan menguasai hidup.

Kekuatan iman memberikan ilham yang kuat.

Hidup mesti dapat menyesuaikan diri dengan ruang dan waktu, sedang Al-Qur'an mengatasi dan memimpin perubahan ruang dan waktu.

Semangat yang telah nyaris runtuh bisa bangun kembali kalau umat pulang kepada iman dan amalnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 378-381, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kita tidak perlu menunggu Imam Mahdi.

Sebab hadits tentang Imam Mahdi itu pun tidak ada yang sah buat dijadikan dalil.

Lebih baik kita jadikan diri kita sendiri-sendiri menjadi Imam Mahdi, membawa petunjuk Islam sejati untuk menampung kehendak Ilahi bahwa Islam akan mengatasi segala agama dunia ini,

Walaupun orang yang musyrikin tidak suka.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 146-147, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Tentang hadits-hadits akan turun Imam Mahdi, menurut penyelidikan ahli-ahli, tidaklah sunyi hadits-hadits Mahdi itu dari pengaruh Syi'ah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 620, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TUANKU IMAM BONJOL ADALAH GADING YANG BERTUAH

Pada Tanggal 7 November 1956 M yang telah lalu, telah diperingati dalam suasana penuh khidmat hari wafatnya Tuanku Imam Bonjol ke-92, Saudara Prof. Mr. H. Muhammad Yamin dan saya diserahi memberikan kata kenangan atas perjuangan Tuanku. Saudara Yamin dalam penutup katanya yang memakan waktu hampir satu jam, berkata,

"Orang berkata bahwa tidak ada gading yang tidak retak, saya telah melihat kehidupan Tuanku Imam dari segala segi yang dapat saya lihat karena perjuangan beliau serasa kejadian kemarin. Saya tidak melihat ada retaknya. Beliau adalah gading yang bertuah."

Apa yang dikatakan oleh Saudara Yamin itu dapat diterima, apabila kita pelajari dengan seksama riwayat perjuangan Tuanku Imam.

Dia mencimpungkan diri ke dalam gerakan Paderi, setelah sampai seruan Tuanku Nan Renceh dari Kamang ke Bonjol. Tuanku Nan Renceh menerima pula pelajaran itu dari tiga Tuanku yang pulang dari Mekah, membawa pokok pelajaran Tauhid yang suci bersih, menurut pandangan Ibnu Taimiyah dan Muhammad Ibnu Abdil Wahhab (Wahabi).

Nampak sekali kesungguhan hati beliau, berusaha bagaimana supaya pokok ajaran itu dijalankan di Bonjol sendiri, tetapi tidak dengan kekerasan sebagaimana yang dilakukan di Kamang dan Agam.

Lebih dahulu beliau usahakan menyusun negeri Bonjol agar di dalamnya dapat dilakukan ajaran itu. Didirikan masjid yang besar, di samping itu disusun pula persatuan yang teguh di antara pemangku adat, yaitu ninik-mamak dengan tuanku-tuanku ulama. Diadakan Raja Empat Sela, dua dari kalangan adat dan dua dari kalangan Syara'. Supaya berlakulah pepatah adat,

"Syara' yang mengata, adat yang memakai".

Perjuangan beliau mempunyai tujuan agar hukum dan ajaran agama berlaku di dalam masyarakat.

Berlakunya ajaran agama tidak mungkin lancar jika tidak terdapat kesatuan yang rapat antara ulama dengan ninik-mamak. Adat itu hendaklah diberi jiwa Tauhid yang murni. Kekuasaan yang dipunyai oleh ninik-mamak, adalah alat yang sebaik-baiknya untuk memperdalam pengaruh agama ke dalam masyarakat. Sebab itu Datuk Bandaro adalah seorang ninik-mamak yang menjadi pengikut setia sampai mati dari Tuanku Imam.

Kekerasan yang dilakukan oleh Tuanku Nan Renceh, sampai membunuh Uncu (adik ibunya) sendiri karena melanggar hukum, tidaklah beliau sukai. Membunuh keturunan-keturunan bangsawan, sebagaimana yang dilakukan Tuanku Lintau, tidak pula beliau setujui.

Yang penting bagi beliau, memasukkan pelajaran agama sampai mendalam di hati orang-orang yang terkemuka. Yang beliau cari ialah pengaruh Ruhaniyah yang mendalam sehingga di dalam Kota Bonjol yang beliau dirikan itu, ramailah masjid oleh orang yang datang berguru dari seluruh pelosok Minang dan Mandailing.

Bonjol dibuatnya sebagai satu contoh dari sebuah negeri, yang di sana Adatnya kawi, syara'nya lazim dan Alim sekitab, besar seandika, penghulu seundang-undang.

Hukum asli yang telah ada tidak beliau tinggalkan, boleh kita lihat. Jika raja-raja dan orang besar-besar Indonesia Abad ke-18 dan ke-19 M berjuang melawan Belanda, menurut suatu susunan negeri dengan memakai raja, yang kadang-kadang pemimpin-pemimpin itu sendiri menjadi Raja, Sultan, Amiril Mukminin, sebagaimana Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam memakai dasar yang asli (asali) di Minangkabau, yaitu kemenakan beraja kepada mama, mamak beraja kepada penghulu, penghulu beraja kepada kata mufakat.

Kata mufakat itulah yang harus diisi dengan kehendak agama Islam.

Tentang kedudukan beliau sendiri dalam susunan itu tidak pernah beliau tuntut. Ia tidak meminta menjadi Yang Dipertuan Pagaruyung, sebab ia bukan berdarah raja. Ia pun tidak meminta diktator ulama, yang menentukan halal, haram dan tidak boleh dibantah.

Beliau hanya meminta supaya agama itu dirasakan, diresapkan di dalam hati sanubari, dibuktikan dalam perbuatan dan dijelmakan dalam susunan masyarakat.

Beliau sedia bersahabat, walau dengan kompeni Belanda sekalipun, asal saja susunan masyarakat beragama itu tegak dan jangan diganggu.

Jika ini kita pelajari, memang beginilah intisari dari kehendak Islam. Islam tidak memperkatakan bagaimana susunan satu negara "Republik-kah atau Kesultanan". Islam hanya mengemukakan inti bahagia satu masyarakat, yaitu Syura (Kata Mufakat).

Oleh sebab itu, naiknya Tuanku Imam dalam pandangan seluruh penduduk Lembah Alahan Panjang adalah kenaikan yang wajar, yang tidak dicampuri ambisi-ambisi politik sedikit juga. Penduduk negeri ninikmamak dan ulama, memandang tidak ada orang lain yang layak dijadikan sebagai Tuanku atau Imam dan kepala dari Raja Empat Sela, selain beliau.

Demikian juga seluruh Tuanku dan ulama di Minangkabau, akhirnya tidak pula menampak yang lain di kalangan mereka yang suci bersih, yang dapat menjadi tempat mengadu, melainkan beliau pula.

Sehingga Tuanku Nan Renceh sendiri berulang datang ke Bonjol meminta berkat pengestu beliau.

Dalam tingkatan keagamaan yang disusun menurut adat Minangkabau, beliau naik sejak dari bawah. Nama kecilnya, Ahmad Syahab, setelah mulai berilmu diberi gelar "Peto (Pandita) Syarif Mudo", setelah itu bergelar Malim (Mu'allim) Besar, akhirnya sampai dipuncak dengan gelar Tuanku Imam.

Imam mempunyai dua fungsi, pertama Imam Ibadah di dalam negeri, kedua Imam dalam perang.

Tasbih, alatnya berdzikir mengingat Allah SWT ada di tangan kirinya, dan pedang untuk menjaga hukum dan kehendak agama, ada di tangan kanannya.

Jika orang bertemu dengan dia, walau musuh sekalipun, seperti Kolonel Elout ketika kedatangannya mencoba menaklukkan Bonjol yang pertama, tatkala berjumpa dengan Tuanku Imam, terpaksa berlaku hormat dan menyambut beliau dengan penuh khidmat. Sebab pada wajahnya nampak bayangan dari suatu pribadi besar yang patut dihormati. Waktu itu Kolonel Elout meminta Tuanku Imam menentukan siapa akan menggantikannya, sebab beliau telah tua.

Dengan senyum yang penuh arti beliau menyerahkan urusan itu kepada Kolonel Elout.

"Saya serahkan kepada Tuan untuk memilihnya, sebab pilihan Tuan jugalah yang akan berlaku."

Namun, orang tua yang tawadhu, tunduk dengan tidak melepaskan tasbih itu, bertukar menjadi harimau yang galak, bertempur mengayunkan pedangnya ke kiri kanan, seketika kemudian ternyata pengkhianatan musuh.

Setelah kejatuhan Bonjol yang pertama, beliau telah mengundurkan diri. Akan tetapi, setelah nyata bahwa kehormatan agama tersinggung, masjid dijadikan tangsi serdadu, timbullah berangsang beliau, beliau mengambil pimpinan kembali, padahal usianya sudah lebih 60 Tahun.

Sejak itu beliau tidak pernah takluk dan tidak pernah menyerah, beliau hendak mati dalam pertempuran.

Dalam perang merebut Bonjol yang kedua, 17 liang luka mengenai badannya. Penangkapan dirinya hanya dapat dilakukan dengan tipu daya jua. Tidak heran jika setelah ia dipindahkan ke Betawi (Jakarta), dan tinggal di Kampung Bali, lekas sekali pengaruhnya berurat di sana. Terpaksa dipindahkan ke Cianjur. Di sana pun lekas tertanam pengaruhnya.

Maklumlah orang Sunda dengan ulama. Lekas ia dikirim ke Ambon. Di sana pun beliau dikeramatkan orang. Lekas dikirim ke Lutak Manado setiap pagi hari Senin, beliau disuruh pergi apel ke kantor Residen di Manado. Ter-pulau-lah kampung Lutak itu sampai sekarang, menjadi kampung Islam di antara kampung-kampung Kristen.

Terdapat bekas surau tempat beliau mengajar dahulu, sekarang menjadi tanah pekuburan. Sekarang telah dibina makam beliau di pinggir kali Lutak, yang deras airnya sehingga kedengaran gemerincihnya air mengalir dari makam pusara itu.

Di pinggir kali itu terdapat sebuah batu hampar putih, tempat beliau melakukan shalat.

Gemerincih air di Sungai Lutak yang deras, mengingatkan kita kepada derasnya air mengalir di Sungai Batangmasang, yang mengalir sejak dari Lembah Alahan Panjang, menuju Samudera Hindia.

Semangat Tuanku Imam dalam perjuangan untuk agama dan tanah air, tetap memberikan inspirasi bagi pejuang dari kalangan didikan agama di zaman kita sekarang.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Hal. 94-97, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Agustus 2017).

BERATNYA KEWAJIBAN KITA

Dua minggu sesudah selesainya sidang MPRS yang telah mengambil keputusan menjadikan Ir. Soekarno menjadi "Presiden yang sudah digantikan", dan mengangkat Jenderal Soeharto menjadi pejabat presiden, terasalah bahwa suasana sudah berubah. Kita mulai merasakan sedikit ketenangan, sesudah lebih dari satu tahun dalam keadaan yang gelisah. Lembaran lama sudah ditutup, lembaran baru sudah dibuka. Namun, kenangan yang pahit pada masa-masa yang telah dilampaui tidaklah segera hilang dari ingatan. Tekanan jiwa belum pulih, bekas indoktrinasi yang dipompakan dengan paksaan ke dalam jiwa dan mental, dengan menghamburkan uang berjuta-juta, belumlah sembuh sama sekali. Yang paling menderita di zaman indoktrinasi Orde Lama ialah gerak umat Islam.

Pada Tahun 1960 saya pernah mengatakan dalam satu khutbah di Masjid Agung Al-Azhar bahwa sekarang ini ISLAM DALAM BAHAYA. Saya mengatakan bahwa pada masa itu Islam dalam bahaya karena kaum komunis kian hari kian diberi hati oleh kepala negara sendiri. Dalam kondisi demikian kegiatan propaganda agama Kristen bertambah lama bertambah hebat, berkali lipat daripada di saat zaman negeri ini masih dijajah Belanda, sedang ulama yang berani berterus terang menyatakan ajaran Islam dalam dasar aqidah yang sejati, kian lama kian dipersempit langkahnya.

Pondok-pondok sudah mulai ditinggalkan, ulama-ulama berduyun mencari pangkat dan kebesaran ke kota. Perkumpulan-perkumpulan Islam, demi menjaga supaya tidak dibubarkan, ada yang tidak segan-segan lagi pergi menjual keyakinan agama ke dalam Istana atau kepada pihak yang berkuasa. Kekuatan Islam telah habis, meskipun orang masih ramai juga shalat Jum'at ke masjid.

Antara satu golongan Islam dengan golongan yang lain dipecah belah, dimunculkan fitnah. Yang ini dirangkul dan yang itu disepak, yang satu dipuji dan yang lain dibenci. Sehingga, akhirnya sama berduyun-duyun mendekati Istana, takut ketinggalan. Karena kalau ketinggalan, takut nanti difitnah pula oleh kawan sendiri.

Namun, tidaklah saya menyangka bahwa perkataan saya "Islam dalam bahaya" itu mendapat reaksi hebat dari kepala negara sendiri. Beberapa hari saja sesudah pers menyiarkan khutbah "Islam dalam bahaya", Presiden Soekarno menyatakan, "Islam tidak dalam bahaya, yang dalam bahaya ialah yang berkhutbah itu sendiri."

Yang beliau katakan tersebut beberapa waktu kemudian telah terjadi. Bahaya tersebut telah dilalui oleh yang berkhutbah "Islam dalam bahaya".

Memang, kalau sekiranya yang berkhutbah tersebut mau menyesuaikan diri, kalau sekiranya ia mau mengatakan bahwa Islam bisa bekerja sama dengan komunis. Kalau sekiranya ia mau mengatakan bahwa Nasakom adalah perasan dari Pancasila. Kalau sekiranya ia mau menyusun khutbah-kutbah Jum'at, mencari ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah saw. buat memperkuat gagasan apa yang waktu itu dinamai haluan negara, yaitu MANIPOL-USDEK. Sekiranya ia mau mendustai dirinya sendiri, lalu turut memuji dan memuja perbuatan-perbuatan yang mungkar, lalu suka merunyut-runyut dan menarik-narik ayat-ayat Allah dan Hadits Nabi saw. supaya dapat "disesuaikan" dengan kemungkaran tersebut, niscaya apa yang dikatakan bahaya yang telah diancamkan Presiden dapat dielakkan. Namun, ia tidak mau berubah dan menyesuaikan diri. Kita dapat memahami bahwa ia memang tidak akan dapat menyesuaikan diri sebabnya ialah ia selalu juga membaca Al-Qur'an.

Dengan membaca Al-Qur'an ia diberi petunjuk tentang yang haq dan yang batil. Di dalam Al-Qur'an diperingatkan kepadanya bahwa dunia ini hanya mata'un qalil, perhiasan hidup yang sedikit. Namun, yang haq tetaplah yang haq, sampai hari Kiamat.

Al-Qur'an memberi peringatan kepadanya supaya ia jangan terpesona oleh banyaknya yang khabits, kotor, dan sedikitnya yang thayyib bersih, sebab khabits tetap khabits walaupun ia banyak. Yang thayyib tetap thayyib walaupun ia kelihatan hanya sedikit. Al-Qur'an memperingatkan tentang dosa dan pahala.

Al-Qur'an memperingatkan bahwa segala sikap dan langkah, sepak dan terjang selama hidup di dunia ini, semuanya tercatat dalam kitab Tuhan, dicatat oleh Malaikat Raqib dan Atid. Kemudian, kelak di akhirat akan dipertanggungjawabkan kembali di hadapan Tuhan. Al-Qur'an mengetuk hati orang yang memercayainya supaya tetap melakukan amar ma'ruf nahi munkar. Jika tidak maka ia berdosa dan ia akan masuk neraka.

Seorang pejuang penegak Al-Qur'an pada hakikatnya ialah seorang yang terpaksa berani karena ia penakut. Ia berani menempuh bahaya di dunia karena takutnya bahaya akhirat. Itulah sebabnya di dalam segala zaman, seorang yang telah terpesona oleh Al-Qur'an karena takutnya kepada Tuhan, ia berani menghadapi bahaya yang ditimpakan oleh manusia.

Sekarang sudah Orde Baru, kita tentu saja berharap, tekanan batin seperti yang kita alami di zaman Orde Lama tidak akan terulang lagi. Ada kemungkinan bahwa suara Al-Qur'an akan bebas dikumandangkan, tetapi ada juga kemungkinan bahwa cita-cita demikian masih jauh. Mengapa kita menyebut semuanya ini dengan "kemungkinan"? Untuk itu, kita harus bertanya dalam hati, sudahkah habis sama sekali pengaruh indoktrinasi berpuluh tahun yang telah menyelinap dalam jiwa sebagian besar bangsa Indonesia?

Bila direnungkan lebih jauh, Bangsa Belanda menjajah negeri ini sampai 350 Tahun. Beratus tahun lamanya mengajarkan bahwa Islam itu berbahaya. Islam itu suka berontak melawan kekuasaan yang ada, kalau tidak sesuai dengan ajaran Al-Qur'annya, niscaya akan ditentangnya. Kemudian, kita pun merdeka!

Setelah merdeka, dan setelah Soekarno berkuasa dan setelah kekuasaan Soekarno disokong oleh kaum komunis, ajaran membenci Islam itu lebih diaktifkan lagi. Ditekankan dalam doktrin komunis bahwa Islam itu kontra revolusi, subversif, Islam itu Kartosoewiryo, Kahar Muzakkar, Islam itu anti-Pancasila. Orang Islam hendak mendirikan negara Islam dengan kekerasan, dan akan melakukan kudeta.

Sekarang telah datang Orde Baru. Jenderal Nasution sendiri telah menjelaskan dalam beberapa kali pidatonya bahwa isu-isu semacam itu, di zaman Orde Baru ini bukanlah tambah sepi, bahkan tambah santer.

Meskipun telah kita jawab dan akan terus kita jawab bahwa kaum Muslimin tidaklah anti-Pancasila sebab Pancasila, seperti yang telah terpancang dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 45, adalah hasil Piagam yang ditandatangani oleh sembilan orang pemimpin bangsa, termasuk lima di antaranya ulama-ulama dan pemimpin Islam, tetapi keterangan kita tersebut tidak juga akan dipedulikan orang. Meskipun kita kemukakan 1001 penjelasan lagi bahwa tidak mungkin orang Islam anti-Pancasila sebab kelima dasar itu adalah sebagian ajaran dari Islam, kebencian yang telah masuk ke dalam bawah sadar (hasil indoktrinasi) tidaklah mungkin dihilangkan. Ia akan memakan waktu bertahun.

Nasib kita kadang-kadang serupa dengan nasib anak kambing dengan serigala ketika minum di pinggir sungai. Jika kita minum di hulu sungai, kita salah sebab air yang akan diminum serigala telah jadi sisa kita. Kita minum air di hilir pun kita salah sebab artinya air bekas minum kita berani-berani saja mendahului mengalirnya air minum baginda.

Ada orang memberi nasihat, supaya ulama-ulama, mubaligh-mubaligh, khatib, dan ahli-ahli dakwah terlepas dari bahaya, sebaiknya mereka mengurus agama saja, jangan campur dengan politik dan hendaklah membantu pemerintah.

Sediakan segala tenaga buat dipergunakan untuk melancarkan program pemerintah. Alangkah bingungnya seorang yang pandangan hidupnya dibentuk oleh Al-Qur'an jika ada yang memerintahkan kepadanya supaya memisahkan di antara agama dan politik.

Padahal Islam, tegasnya Al-Qur'an, tidak mengenal pembatasan tersebut. Alangkah bingungnya seorang Muslim jika ia dilarang mengurus dunia dan diperintahkan mengurus soal-soal akhirat saja, padahal mujur malangnya di akhirat ditentukan oleh amalnya di dunia.

Ia disuruh membantu pemerintah, padahal membantu pemerintah dalam pandangan hidup seorang Muslim, yuhiqqal haqqa wa yubthilal baathila (Membenarkan yang benar dan membatalkan mana yang salah).

Sedang manusia kadang-kadang hanya mau jika dibenarkan saja, dan marah kalau disalahkan. Bukankah manusia itu tidak bebas dari khilaf dan lupa, sedang hukum Tuhan mutlak kebenarannya?

Lagi pula, meskipun orang melihat kekocar-kaciran umat Islam, orang tetap mengharap bantuannya. Sehingga, tidak ada satu pemerintah pun yang berani berdiri kalau di dalamnya tidak ada dari kalangan Islam.

Karena itu, membantu pemerintah bukan hal mudah, fitnah pun akan muncul. Kita akan difitnah bahwa kita membantu dan mendekati Pemerintah karena hendak menukar haluan negara ini dengan haluan Islam. Haluan Islam bagi mereka adalah bahaya yang lebih besar dari segala bahaya. Akan duduk berdiam diri saja, kita pun berdosa sebab agama kita mengajarkan jihad, yang berarti selalu berjuang dan selalu bekerja keras. Meninggalkan jihad artinya vonis kematian bagi Islam itu sendiri.

Karena itu, di masa Orde Baru sekarang ini, kita mubaligh-mubaligh, imam-imam, khatib, apalagi ulama wajib memperbarui jiwa kita. Kita wajib aktif menegakkan agama dalam negeri ini. Kita tidak akan mengganggu Pancasila, dan Pancasila tidak perlu diganggu. Kalau ini saja pun benar-benar dijalankan, tidak sedikit kemenangan Islam dalam negeri ini. Bahkan, boleh dikatakan bahwa kita difitnah hendak merombak Pancasila ialah karena yang memfitnah itu sendiri tidak berani menjalankan Pancasila dengan sungguh-sungguh.

Kita mempunyai tugas khusus, tugas yang bukan kita terima dari manusia, tetapi dari Tuhan, untuk bekerja keras, berjihad dan beramal menegakkan Islam ini, baik dalam diri kita sendiri maupun dalam rumah tangga kita, dalam masyarakat kita, bahkan dalam negara kita ini. Kita wajib sadar benar bahwa pekerjaan kita ini berat dan halangannya banyak.

Imam Ghazali pernah mengatakan,

"Apabila suatu tujuan teramat suci dan mulia, sukarlah jalan yang harus ditempuh, dan banyaklah penderitaan yang akan ditemui di tengah jalan."

Namun, kita akan selalu berbesar hati sebab tempat kita bertanggung jawab bukanlah manusia, melainkan langsung kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

Asal kita sadar akan hal ini, tidaklah ada seorang manusia pun yang akan dapat memperalat kita, baik untuk kepentingan kedudukannya maupun kepentingan kekuasaannya.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 227-231, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

PATUNG NABI MUHAMMAD SAW.

Melihat contoh kejadian ini dan melihat dalil-dalil perbuatan bangsa Amerika di segi lain, nyatalah bahwa maksud menghina atau menyinggung perasaan Muslimin tidaklah ada. Mereka sekarang ini sedang berusaha betul-betul hendak mendekati hati umat Islam. Namun, karena pengetahuan mereka masih picik, kadang-kadang yang disangka menghormat, telah menimbulkan penghinaan.

Sekarang timbul pulalah insiden patung Nabi Muhammad saw. di New York. Mereka mendapat sanggahan keras dari kaum Muslimin di negeri kita. Apabila bertanya kepada orang Amerika, bagaimana kesannya sekarang, tentu dia akan menjawab, "Itu adalah pengalaman kami yang kesekian kalinya dengan pengetahuan yang kurang dalam, hendak mendekati hati Tuan! Kami harap kian lama kian rapatlah hubungan kita sebab kesalahan yang serupa tidak akan kejadian dua kali." Kejadian-kejadian seperti ini semoga menginsafkan, bukan saja orang Amerika, bahkan juga bangsa-bangsa di Eropa yang telah lebih 1.000 Tahun memandang buruk kepada kita. Padahal kian sehari keadaan kian mendesak supaya mereka memandang kita temannya.

Sikap Ketua Dewan Pimpinan Masyumi, Saudara M. Natsir, yang setelah menerima berita ini lekas-lekas pergi menemui Menteri Luar Negeri Mukarto, adalah satu sikap yang sangat kita setujui sehingga hal ini dapat disampaikan kepada pihak Amerika dengan saluran yang legal dan menuju perbaikan. Apabila tidak lekas ditukar, insiden patung Nabi Muhammad saw. menjadi "bahan bagus sekali" bagi pihak lawan Amerika untuk menjadikan kita di Indonesia menjadi objek untuk menentang Amerika. Lalu timbul protes-protesan, apatah lagi orang Indonesia lekas sekali menghabiskan tenaganya untuk protes! Protes ini kelak digembar-gemborkan oleh pihak yang berkepentingan, disiarkan dengan pers di seluruh dunia. Dicari pula orang beragama Islam yang tidak terpimpin, akan mengacau, lalu terjadi semacam di Irak baru-baru ini. Disangka orang bangsa Irak-lah yang membuat kacau karena anti-Amerika padahal di belakangnya berdiri palu dan arit! Persoalan patung Nabi Muhammad saw. adalah persoalan kaum Muslimin. Kaum Muslimin dapat menyelesaikannya sendiri dengan Amerika, Inggris, atau siapa saja. Orang lain tidak usah mencampuri, baik di depan maupun di belakang layar, terutama orang yang sebenarnya lebih benci dan anti kepada Nabi Muhammad saw.! (Hikmah, 7 Februari 1953).

(Buya HAMKA, 4 Bulan di Amerika, Hal. 238-239, Penerbit Gema Insani, Cet.I, Mei 2018).