Selasa

BUYA HAMKA: TAHLILAN, YAASIIN DAN FATIHAH (KIRIM HADIAH), SHOLAWAT NARIYAH, TBC (TAHAYUL, BID'AH DAN CHURAFAT)


Munculnya Dai Pelawak Gagal Paham Pesawat Mic Bid'ah Masuk Neraka

youtube.com/watch?v=nEFdmndefZs

ISLAM SONTOLOYO

Dalam urusan dunia, di dalam urusan statesmanship, "boleh berqiyas, boleh berbid'ah, boleh membuang cara-cara dulu, boleh mengambil cara-cara baru, boleh beradio, boleh berkapal udara, boleh berlistrik, boleh bermodern, boleh ber-hyper-hypermodern," asal tidak nyata dihukum haram atau makruh oleh Allah dan Rasul!

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Ustad Adi Bilang Suka Makan Haram, Zina, Covid Jadi Mengerikan, Netizen Nyamber: Astaghfirullah!

wartaekonomi.co.id/read349306/ustad-adi-bilang-suka-makan-haram-zina-covid-jadi-mengerikan-netizen-nyamber-astaghfirullah

SIAPAKAH YANG TAHAN DAN TEGUH HATI MENEMPUH JALAN YANG BENAR?

"(Yaitu) orang-orang yang menjauh dari dosa-dosa yang besar dan yang keji-keji ..." (an-Najm: 32).

Dosa-dosa yang besar ialah mempersekutukan Allah dengan yang lain, berkata tentang Allah tetapi tidak dengan pengetahuan, lancang memperkatakan soal-soal agama, padahal ilmu tentang itu tidak ada. Itu semuanya adalah termasuk dosa yang besar. Adapun yang keji-keji adalah yang menyakiti orang lain dan merusakkan budi pekerti, sebagai mencuri harta kepunyaan orang lain, berzina, membunuh sesama manusia.

JANGAN MEMOHONKAN AMPUN UNTUK MUSYRIKIN

"... telah jelas baginya bahwa dia itu musuh bagi Allah ..." (at-Taubah: 113-114).

Ketika menafsirkan ayat 74 dari surah al-An'aam pada Juz 7 telah pula kita temui hadits-hadits tentang Rasulullah saw. yang sangat cinta kepada ibu kandungnya Aminah bahwa beliau meminta izin kepada Allah menziarahi kuburan ibu beliau itu, maka Allah telah memberi izin. Tetapi setelah Rasul saw. memohon izin hendak memintakan ampun untuk ibunya itu, Allah tidaklah memberinya izin.

KEKAL DALAM NERAKA

"Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat kedustaan atas nama Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya?" (al-A'raaf: 37).

Keduanya ini adalah puncak-puncak kezaliman yang tidak dapat dimaafkan.

Artinya, bermacam-macam sikap dan perbuatan aniaya diperbuat manusia di dalam bumi ini, tetapi puncak yang di atas sekali dari keaniayaan itu ialah membuat-buat atau mengarang-ngarangkan kedustaan atas nama Allah. Ini bertali dengan ujung ayat 33, yaitu berbicara di atas nama Allah barang yang tidak ada pengetahuan mereka padanya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Paham Teroris Ibarat Covid-19, Kepala BNPT: Terpapar Intoleran Bisa Tak Miliki Tanda-Tanda

inews.id/news/nasional/paham-teroris-ibarat-covid-19-kepala-bnpt-terpapar-intoleran-bisa-tak-miliki-tanda-tanda

SAYA KURANG DINAMIS?

Dan maukah Tuan satu teladan yang Tuan lebih kenal? Ambillah teladan dari Nabi Muhammad saw. Sejak hari pertama yang ia buka suara terang-terangan di kota Mekkah, ia sudah membikin "onar", ia tidak berkeliling dan muntar-muntir.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Ade Armando: HENTIKAN KEBOHONGAN BAHWA MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL ITU HARAM

youtube.com/watch?v=IuLNB7mN6lY

TOLERANSI RUMAH NOMOR 5

Menurut HAMKA, sebagaimana ditulis dalam Mengenang 100 Tahun, "... mengucapkan Selamat Hari Natal, sama artinya dengan ikut merayakan dan bergembira dengan perayaan Natal (kelahiran) itu, sekaligus mengakui keyakinan mereka (umat Kristen) yang keliru, yang menganggap bahwa Nabi Isa a.s., sebagai Tuhan."

(Yusuf Maulana, Buya HAMKA Ulama Umat Teladan Rakyat, Penerbit Pro-U Media, 2018).

Serukan Toleransi, Belasan Pohon Lampu Natal Hiasi Jalanan Kota Surabaya

suarasurabaya.net/kelanakota/2022/serukan-toleransi-belasan-pohon-lampu-natal-hiasi-jalanan-kota-surabaya

GERAKAN WAHABI DI INDONESIA

Padahal seketika terdengar kemenangan gilang-gemilang yang dicapai oleh Raja Wahabi Ibnu Saud, yang dapat mengusir kekuasaan keluarga Syarif dari Mekah. Umat Islam mengadakan Kongres Besar di Surabaya dan mengetok kawat mengucapkan selamat atas kemenangan itu (1925 M). Sampai mengutus dua orang pemimpin Islam dari Jawa ke Mekah, yaitu H.O.S. Cokroaminoto dan K.H. Mas Mansur, dan Haji Agus Salim datang ke Mekah Tahun 1927 M. Karena Tahun 1925 M dan Tahun 1926 M itu belum lama, baru lima puluh tahun lebih saja, masih banyak orang yang dapat mengenangkan, bagaimana hebatnya reaksi pada waktu itu, baik dari pemerintah penjajahan, atau dari umat Islam sendiri yang ikut benci kepada Wahabi karena hebatnya propaganda Kerajaan Turki dan ulama-ulama pengikut Syarif.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

WAHABI KEPANASAN NIH!! SUASANA MEMBACA AL-QURAN DI MAKAM SUNAN AMPEL

youtube.com/watch?v=KUE75JBPJ5A

"Murni dan asli sebagai hawa padang pasir, begitulah Islam musti menjadi. Dan bukan murni dan asli saja! Udara padang-pasir juga angker. Juga kering, juga tak kenal ampun, juga membakar, juga tak kenal puisi. Tidakkah Wahabisme begitu juga? Ia pun angker, tak mau mengetahui kompromi dan rekonsiliasi. Ia pun tak kenal ampun, leher manusia ia tebang kalau leher itu memikul kepala yang otaknya penuh dengan pikiran bid'ah dan kemusyrikan dan kemaksiatan." (Soekarno - Presiden Pertama Republik Indonesia, Islam Sontoloyo).

KATA PENGANTAR

Mantan Menteri Agama RI di era Orde Baru, dr. Tarmizi Taher mengatakan bahwa, pada saat itu dirinya masih berusia muda, tapi sudah memiliki hubungan yang dekat dengan Buya HAMKA. Saat itu dr. Tarmizi Taher menghadap Buya HAMKA dan menanyakan alasan mundur dari MUI. Menanggapi pertanyaan itu, Buya HAMKA menjawab, "Tarmizi, Ulama itu tidak boleh dipaksa-paksa. Ulama itu yang justru dengan ilmu dan ijtihad-nya yang harus memaksa umat yang salah agar bersedia mengakui kesalahannya dan kembali pada jalan yang benar." (Ahmad Syafii Maarif).

(Haidar Musyafa, BUYA HAMKA SEBUAH NOVEL BIOGRAFI, Penerbit Imania, Cet. I, 2018).

SURAT HAYATI YANG PENGHABISAN

Jika saya mati dahulu, dan masih sempat engkau ziarah ke tanah pusaraku, bacakan doa di atasnya, tanamkan di sana daun puding pancawarna dari bekas tanganmu sendiri, untuk jadi tanda bahwa di sanalah terkuburnya seorang perempuan muda, yang hidupnya penuh dengan penderitaan dan kedukaan, dan matinya diremuk rindu dan dendam.

MENEMPUH HIDUP

Perempuan yang Guru junjung itu, sebelum sampai perkawinan berhasil dengan Guru telah nyata emas dan loyangnya, batu dan intannya. Dia telah berkhianat, memungkiri janjinya sehingga lantaran memikirkan itu, Guru telah jatuh sehina selemah ini seakan-akan ditusukkannya sebilah keris yang tajam ke ujung jantung Guru sehingga kalau bukan kasihan Allah, binasa Guru dibuatnya.

AIR MATA PENGHABISAN

Ya, demikianlah perempuan, dia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya, walaupun kecil, dan dia lupa kekejamannya sendiri kepada orang lain walaupun bagaimana besarnya.

(Buya HAMKA, TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK, Penerbit Gema Insani, 2019).

Sempat Sebut Anies Zalim, Wanda Hamidah Resmi Masuk Golkar: Saya Ingin Berada di Partai yang Perjuangkan Keadilan, Bukan Zalim

wartaekonomi.co.id/read453345/sempat-sebut-anies-zalim-wanda-hamidah-resmi-masuk-golkar-saya-ingin-berada-di-partai-yang-perjuangkan-keadilan-bukan-zalim

AGAMA DAN NEGARA

Tersebut di dalam kitab lama larangan berzina dan hukuman rajam bagi siapa yang melakukannya maka al-Masih mengajarkan bahwasanya tertarik melihat wajah perempuan saja, sudahlah zina. Beliau suruh korek mata yang bersalah itu.

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

SUAMI YANG KEJAM

youtube.com/watch?v=mxvJ9K2Fomw

SESAT DAN BINGUNG

"Dan mereka sembah yang selain dari Allah, sesuatu yang tidak akan memudharatkan mereka dan tidak akan memanfaatkan dan mereka katakan: 'Mereka itu adalah pembela-pembela kami pada sisi Allah.' Katakanlah: 'Apakah kamu akan menerangkan kepada Allah, sesuatu yang tidak diketahui-Nya di semua langit dan tidak di bumi?' Maha Suci Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan itu." (Yuunus: 18).

Menurut riwayat yang disampaikan oleh Ikrimah, bahwasanya seorang pemuka musyrikin bernama an-Nadhr bin al-Harits pernah mengatakan, "Bahwa berhala al-Laata dan al-Uzza yang mereka puja di Mekah itu akan menjadi syafaat mereka di hari Kiamat nanti. Pendeknya, jika datang pertanyaan-pertanyaan Allah, tuduhan, pemeriksaan dan sebagainya, si Laata dan Uzza akan tampil ke muka untuk mempertahankan mereka." Pendeknya, demikianlah alasan-alasan yang tidak masuk dalam akal yang waras tentang penilaian kaum musyrikin itu kepada Allah. Amat keras pertanyaan ini! Semua perbuatan ini bukanlah memuja Allah, tetapi menghina dan mengurangi kemuliaan Allah. Dan inilah dasar dari segala persembahan pada berhala! Ayat ini adalah pokok pegangan umat yang benar-benar hendak menegakkan Tauhid. Sebab itu ayat ini bukan hanya sekadar untuk kafir Quraisy musyrikin Mekah, tetapi adalah pokok pengajaran Islam sampai hari Kiamat. Tidak boleh menyembah memuja benda, baik manusia dan malaikat atau berhala atau kayu atau batu, ataupun berupa kuburan tempat berkuburnya orang yang dianggap wali atau keramat. Kita dianjurkan Rasulullah saw. ziarah kepada segala kuburan, bukan hanya kuburan tertentu saja. Dan ziarah ke kuburan pun bukan meminta tolong kepada yang terkubur di dalam tanah itu supaya menyampaikan suatu hajat kepada Allah, tetapi kita yang datang ziarahlah yang disuruhkan Nabi saw. agar mendoakan orang yang telah meninggal itu, supaya baik mereka ataupun kita yang masih hidup sama-sama diberi 'afiat atau kelapangan oleh Allah, "Selamat sejahtera bagi kamu, wahai ahli kampung-kampung ini dan orang-orang yang beriman. Dan kami pun, in syaa Allah, akan menyusuli kamu. Kami mohonkan kepada Allah, untuk kami dan untuk kamu 'afiat." Sederhana sekali doa yang diajarkan Rasul saw. bila ziarah ke kuburan, walaupun kuburan kaum Muslimin yang biasa ataupun kuburan ulama besar. Pengakuan bahwa kita pun akan menuruti mereka pula, bila datang masanya. Dan kita mohon supaya kita dan mereka sama-sama diberi 'afiat. 'Afiat, terlepas dari bahaya menurut alamnya masing-masing. Malahan ziarah pada kuburan Rasulullah saw. dan Abu Bakar dan Umar di Madinah sendiri pun tidak ada suatu doa yang ma'tsur yang menyuruh kita meminta-minta apa kepada Allah dengan perantaraan beliau-beliau. Sedangkan membaca al-Faatihah, lalu pahala membaca itu dihadiahkan kepada si mati, pun tidak ada dianjurkan oleh Rasulullah saw., apatah lagi kata-kata lain, selain dari doa yang beliau ajarkan ini. Perhatikanlah orang-orang yang datang ziarah ke kuburan yang dipuja itu, kelihatan mereka lebih khusyuk memohonkan berbagai hajat, daripada di waktu mengerjakan shalat lima waktu yang difardhukan oleh Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Perbuatan ini Bisa Menghapus Amalanmu, Dapat Siksa Kubur dan Abadi di Neraka | Ustadz Adi Hidayat

youtube.com/watch?v=iefP2QQRjqY

Imam Nawawi dalam syarah-nya, "Disini jelas bahwa barangsiapa yang meninggal dalam keadaan kafir maka masuk nerakalah dia dan tidaklah bermanfaat baginya karena kerabat (kekeluargaan). Dan di dalam hadits ini pun dapat dipahamkan bahwa orang yang mati dalam zaman fitrah dalam keadaan apa yang dipegang oleh orang Arab, menyembah berhala, dia pun masuk neraka. Dan ini tidaklah patut diambil keberatan yang mengatakan bahwa belum sampai kepada mereka dakwah karena kepada mereka sudahlah sampai dakwah Ibrahim dan Nabi-nabi yang lain. Dan Nabi saw. mengatakan ayahku dan ayahmu dalam neraka, ialah untuk menunjukkan pergaulan yang baik dan pengobat hati yang bertanya karena sama-sama dalam menderita sedih."

-Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar-

TAK BERADAB!! ORANG TUA NABI MUHAMMAD MASUK NERAKA? WAHABI TIDAK PUNYA PERASAAN! TERNYATA MASUK SURGA

youtube.com/watch?v=1-Mkp47V2n0

PUNCAK KEKAFIRAN

"Kekal mereka di dalamnya, tidak akan diringankan adzab atas mereka dan tidaklah mereka akan dipedulikan." (al-Baqarah: 162).

Di dalam permulaan surah al-Baqarah sudah juga diterangkan tentang kufur atau orang kafir. Puncak kekafiran adalah mengingkari adanya Allah atau mempersekutukan-Nya dengan yang lain, atau tidak mau percaya kepada adanya Hari Kemudian (Kiamat), atau tidak mau mengakui wahyu, atau berkata tentang Allah dengan tidak ada pengetahuan. Pendeknya, segala sikap menolak kebenaran yang dijalankan agama dan mempertahankan yang batil, yang telah diterangkan batilnya oleh agama.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AYAH NABI SAJA DI KAFIRKAN WAHABI/SALAFI, APALAGI SAYA!!

youtube.com/watch?v=PRgDX-7t1mA

DOSA YANG LEBIH BESAR DARI DOSA SYIRIK

[4] Mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu). (Al A'raf: 33)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata menjelaskan ayat ini, "... Lalu terakhir Allah menyebutkan dosa yang lebih besar dari itu semua yaitu berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Larangan berbicara tentang Allah tanpa ilmu ini mencakup berbicara tentang nama dan shifat Allah, perbuatan-Nya, agama dan syari'at-Nya." [I'lamul muwaqqi'in hal. 31, Dar Kutubil 'Ilmiyah].

muslim.or.id/41186-dosa-yang-lebih-besar-dari-dosa-syirik.html

KTP ISLAM KOK GAK TAU ISLAM (ISLAM KTP) | USTADZ YAZID BIN ABDUL QADIR JAWAS

youtube.com/watch?v=qsg2HIUM9tc

SURAH AL-FAATIHAH (PEMBUKAAN)

Nasrani tersesat karena sangat cinta kepada Nabi Isa al-Masih. Mereka katakan Isa itu anak Allah, bahkan Allah sendiri menjelma menjadi anak, datang ke dunia menebus dosa manusia. Orang-orang yang telah mengaku beragama pun bisa juga tersesat. Kadang-kadang karena terlalu taat dalam beragama lalu ibadah ditambah-tambah dari yang telah ditentukan dalam syari'at sehingga timbul Bid'ah. Disangka masih dalam agama, padahal sudah terpesong ke luar.

MENUHANKAN MANUSIA

Manusia tiada berhak menambah-nambah apa yang telah diatur oleh Allah.

ISLAM SUDAH SANGAT SEMPURNA

Dalam hal-hal yang musykil berkenaan dengan urusan dunia, pun telah cukup pula agama memberikan bimbingan. Kenyataan pertama ialah agama murni menurut yang diturunkan dari langit, yang telah cukup dan sempurna, tidak dapat dikurangi atau ditambah lagi. Orang yang menambah-nambah, bernama tukang Bid'ah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Ferdinand Hutahean Duduk di Kursi Pesakitan, KTP-nya Kini Dipersoalkan Jaksa Yang Benarnya Mana Sih?

kupang.tribunnews.com/2022/02/16/ferdinand-hutahean-duduk-di-kursi-pesakitan-ktp-nya-kini-dipersoalkan-jaksa-yang-benarnya-mana-sih

RENUNGAN BUDI

Banyak guru agama yang gagal dan mengeluh karena kegagalannya. Pelajaran agama yang diberikannya tidak segera diterima oleh orang banyak. Salah satu dan sebabnya ialah dia mendahulukan nadzir daripada basyir, mendahulukan ancaman daripada bujukan. Dia mendahulukan 'usran daripada yusraan, mendahulukan yang sukar daripada yang mudah. Dia mengusir bukan mengumpul. Kadang-kadang dia hendak membuat agama menurut kehendaknya, bukan menurut kehendak Tuhan. Dan setelah dia gagal disalahkannya orang lain.

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

KEKAL DALAM NERAKA

"Katakanlah, '... sesuatu yang tidak Dia turunkan keterangannya dan bahwa kamu katakan atas (nama) Allah sesuatu yang tidak kamu ketahui.'" (al-A'raaf: 33).

Ujung ayat ini pun adalah peringatan keras kepada kita agar dalam hal yang mengenai agama, kita jangan berani-berani saja membicarakannya kalau pengetahuan kita belum dapat menguasai persoalan itu. Dan sekali-kali jangan lancang membantah, kalau bantahan kita hanya semata-mata sangka-sangka. Mengikuti saja pikiran sendiri dengan tidak ditujukan terlebih dahulu kepada firman Allah dan Sunnah Rasul, adalah puncak segala dosa.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BAHAYA BICARA AGAMA TANPA ILMU

1. Hal itu merupakan perkara tertinggi yang diharamkan oleh Allah.

Katakanlah: "... dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu)" (Al-A'raf: 33)

Syeikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baaz rohimahulloh berkata: "Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara terbesar yang diharamkan oleh Allah, bahkan hal itu disebutkan lebih tinggi daripada kedudukan syirik. Karena di dalam ayat tersebut Alloh mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi ..."

muslim.or.id/6442-bahaya-bicara-agama-tanpa-ilmu.html

HARAM!!!! ORANG ASWAJA MENIKAH DENGAN WAHABI

youtube.com/watch?v=c-MJPdHMSdI

KEKAL DALAM NERAKA

"Katakanlah, 'Sesungguhnya yang diharamkan oleh Tuhanku hanyalah kejahatan-kejahatan mana yang zahir daripadanya dan mana yang batin dan dosa keaniayaan dengan tidak benar dan bahwa kamu persekutukan dengan Allah sesuatu yang tidak Dia turunkan keterangannya dan bahwa kamu katakan atas (nama) Allah sesuatu yang tidak kamu ketahui.'" (al-A'raaf: 33).

Dosa mempersekutukan yang lain dengan Allah, sudah lebih besar dari keempat dosa sebelumnya. Kemudian, datang lagi dosa keenam yang lebih hebat lagi, yaitu kamu katakan di atas nama Allah sesuatu yang tidak kamu ketahui. Membuat-buat aturan yang seakan-akan bersifat keagamaan, dikatakan berasal dari Allah, padahal tidak ada Allah memerintahkan yang demikian. Tidak ada pengetahuan tentang hakikat agama, hukum perintah dan larangan Allah, semuanya gelap baginya. Namun, dia memandai-mandai dan menambah-nambah peraturan agama. Nyatalah bahwa dosa keenam adalah puncak dari kejahatan.

KARENA CARI MAKAN

"Dan setengah dari manusia ada yang mengambil yang selain Allah menjadi tandingan-tandingan ... Dan sekali-kali tidaklah mereka akan keluar dari neraka ... Dan supaya kamu katakan terhadap Allah hal-hal yang tidak kamu ketahui." (al-Baqarah: 165-169).

Apakah ini dari agama? Terang-terang hadits menerangkan bahwa perbuatan ini adalah haram, sama dengan meratap. Sebaliknya, kalau di kampung itu juga ada orang kematian tidak mengadakan jamuan makan besar itu, dituduhlah dia menyalahi peraturan agama. Dikatakan bahwa orang yang telah mati itu tidak diselamatkan, sebagaimana mati anjing saja. Setelah itu, tidaklah putus makan-makan itu di hari ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, ke-7, hari memarit (menembok) kubur, hari ke-40 setelah matinya, hari ke-100, dan penutup hari yang ke-1000.

Hal-hal yang diterangkan di atas adalah nasib dari orang yang telah memperturutkan langkah-langkah Setan yang asalnya dari makanan sehingga agama pun telah dikorupsikan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Yang Ngomong Tahlilan Itu Bid'ah Gobloooook | Ustadz Ahmad Sarwat Lc.Ma

youtube.com/watch?v=8F85_lBzc8w

Ternyata, Walisongo itu Anti Bid'ah, Tahlilan, Maulidan!! - Ustadz zainal abidin bin syamsuddin

youtube.com/watch?v=n6ZpezsDybw

Wanita, Wani Ing Tata: Konstruksi Perempuan Jawa dalam Studi Poskolonialisme

Oleh: Jati, Wasisto Raharjo

"Konsep "wani ing tata" adalah konsep luhur yang menempatkan wanita sebagai makhluk yang memiliki posisi terhormat dan bermartabat ..."

lib.atmajaya.ac.id

Trailer Film Pendek Dies Natalis Ke-62 ITS Perjuangan Siti

youtube.com/watch?v=v5pB3i32E5M

MASYARAKAT ONTA DAN MASYARAKAT KAPAL UDARA

Dengan satu kali perintah saja yang keluar dari mulutnya yang Mulia itu, menjadilah menyala-nyala berkobar-kobar menyinari seluruh dunia Arab. "Pasir di padang-padang pasir Arabia yang terik dan luas itu, yang beribu-ribu tahun diam dan seakan-akan mati, pasir itu sekonyong-konyong menjadilah ledakan mesiu yang meledak, yang kilatan ledakannya menyinari seluruh dunia," -- begitulah perkataan pujangga Eropa Timur Thomas Carlyle saat membicarakan Muhammad. Ya, pasir yang mati menjadi mesiu yang hidup, mesiu yang dapat meledak. Tetapi mesiu ini bukanlah mesiu untuk membinasakan dan menghancurkan saja, tidak untuk meleburkan saja perlawanannya orang yang kendati diperingatkan berulang-ulang, sengaja masih mendurhaka kepada Allah dan mau membinasakan agama Allah. Mesiu ini jugalah mesiu yang boleh dipakai untuk mengadakan, mesiu yang boleh dipakai untuk scheppend-werk, sebagai dinamit di zaman sekarang bukan saja boleh dipakai untuk musuh, tetapi juga untuk membuat jalan biasa, jalan kereta api, jalan irigasi, jalannya keselamatan dan kemakmuran. Mesiu ini bukanlah saja mesiu perang tetapi juga mesiu kesejahteraan.

SUKARNO

(ISLAM SONTOLOYO, Penerbit BASABASI, Tahun Terbit Elektronik, 2020).

Dedi Mulyadi: Istri Jadi Bupati, Saya Digugat Cerai

detik.com/jabar/berita/d-6372885/dedi-mulyadi-istri-jadi-bupati-saya-digugat-cerai

KAUM PEREMPUAN DALAM PERSAMAAN

Masyarakat kapitalisme memang memajukan perempuan, membawanya ke dalam persamaan, tetapi di dalamnya terkandung niat busuk, niat hina. Dia telah dibawa kerja dalam kantor, di tempat perniagaan, perusahaan besar, di restauran, di kedutaan asing! Tuan tahu apa yang tersimpan di dalamnya? Itulah perbudakan model Abad ke-20! Memancing nafsu seks yang terpendam dalam bakat "langganan!" "Patah sikunya" kalau perempuan yang meladeni! Banyak keuntungan yang masuk kalau si "dia" yang menghadapi. Sedang bercakap terlihat dada, bentuk badan, bau wangi-wangian!

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

BUYA, TERNYATA DI MEKKAH ITU ADA PELACURNYA!

youtube.com/watch?v=n6V6m3dTzlU

DEMOKRASI BANCI DAN EMANSIPASI MUKHANNAS

Oh..... masih panjang ujungnya. Cobalah lihat sebentar lagi, tentu akan diadakan pertandingan Beauty Contest di Indonesia ini. Memilih perempuan cantik yang diukur pinggangnya sekian sentimeter, besar pinggulnya, sekian pula besar pahanya. Itu tentu akan diadakan, sebab sudah dimulai dengan pertandingan Perempuan yang Paling Pandai Mengendarai Mobil. Itulah yang dinamai emansipasi. Laki-laki dan perempuan sama-sama punya hak dan kewajiban. Itulah yang dihantam oleh Filosof Jerman, Nietzsche, yang dinamakannya sebagai demokrasi banci atau dalam bahasa Arabnya mukhannas. Mulanya dihilangkan ghirah laki-laki, akhirnya laki-laki mengikuti perintah perempuan, yang kemudian perempuanlah yang berkuasa di belakang layar. Apa macam! Islam dalam ajarannya yang asli dari Nabi Muhammad saw. tidak memingit perempuan. Perempuan boleh, bahkan dianjurkan turut mengambil bagian dalam pembangunan masyarakat. Dari mana ia mulai? Dari rumah tangga, melalui pendidikan anak-anak. Perempuan Islam di Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak hanya berdiam di rumah, tetapi mereka telah tampil pula di garis depan. Kita mempunyai gerakan-gerakan perempuan Islam, seperti Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah yang didirikan oleh Muhammadiyah. Selain itu juga dari Nahdatul Ulama ada Muslimat dan Fatayat NU. Pergerakan lainnya, yakni Muslimat PERTI dan Muslimat PSII. Kepada mereka, dari sekarang wajib kita ingatkan supaya sadar benar di garis mana mereka harus tegak dan di garis mana mereka berjuang. Mana yang milik kita dan mana yang tiruan dari demokrasi banci dan emansipasi mukhannas sehingga kaum laki-laki kehilangan ghirahnya.

(Buya HAMKA, GHIRAH: Cemburu Karena Allah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

VIRAL ZAMAN SEKARANG | Ciri-Ciri Suami Dayyuts, HARAM MASUK SURGA!!!

youtube.com/watch?v=ezu6Rq34cU0

MENEMPUH HIDUP

Hai Guru Muda! Mana pertahanan kehormatan yang ada pada tiap-tiap laki-laki? Tidakkah ada itu pada Guru? Ingatkah Guru bahwa ayah Guru terbuang dan mati di negeri orang, hanya semata-mata lantaran mempertahankan kehormatan diri? Tidakkah dua aliran darah yang panas ada dalam diri Guru, darah Minangkabau dari jihad ayah, darah Mengkasar dari jihad ibu?

HATI ZAINUDDIN

"Perjuangan laki-laki di medan perang, perjuangan perempuan dalam rumahnya".

(Buya HAMKA, TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK, Penerbit Gema Insani, 2019).

Muhammadiyah dan NU: Bicara Merawat Indonesia di Solo | Mata Najwa

youtube.com/watch?v=ajqXhhiGnnU

Hak Perempuan

Di negeri-negeri Islam yang mulai bersinggungan dengan kebudayaan Barat, terutama di Mesir, kaum perempuan menuntut haknya, bukanlah berontak dari peraturan agama Islam, melainkan berontak menuntut hak mereka yang telah diberikan Islam dalam Al-Qur'an dan hadits yang selama ini dirampas oleh susunan feodal dan kebodohan. Tidak akan panjang kita terangkan di sini tentang hak-hak perempuan yang diberikan Al-Qur'an, seperti hak meminta fasakh, atau hukum ketika syiqaq, hak nafkah dan hadhanah, hak khulu', dan hak ta'liq. Oleh sebab itu, dianggap kafir, fasik, dan zalim orang-orang Islam yang meninggalkan hukum syari'at Islam yang jelas nyata itu lalu pindah bergantung pada Hak-Hak Asasi Manusia yang disahkan pada muktamar San Francisco oleh sebagian anggota yang membuat hak-hak asasi sendiri karena jaminan itu tidak ada dalam agama yang mereka peluk. Kaum Muslimin menjadi kufur, fasik, dan zalim dua kali kalau memakai itu. Pertama, karena meninggalkan hak-hak asasi perempuan yang terang gamblang dalam syari'at Islam. Kedua, karena menukarnya dengan suatu hak yang masih samar dan selalu akan samar.

(Buya HAMKA, Studi Islam, Penerbit Gema Insani, 2020).

Munas Tarjih XXXI, Gubernur Jawa Timur Titipkan Pesan Khusus

Gubernur sekaligus Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama itu juga berharap agar Munas turut memberikan kajian terhadap kedirian manusia yang kian hari takluk oleh perkembangan pesat teknologi.

muhammadiyah.or.id/munas-tarjih-xxxi-gubernur-jawa-timur-titipkan-pesan-khusus

CARA PELAKSANAAN HUKUMAN

Sejak dari syari'at Nabi Musa, baik dalam Hukum Sepuluh (Kitab Taurat) ataupun dalam pelaksanaan hukum Taurat itu, zina telah dilarang keras dan barangsiapa yang melakukannya diancam dengan hukum rajam juga. Dan Nabi Isa al-Masih sendiri pun memberi peringatan keras kepada murid-muridnya agar janganlah memandang perkara enteng zina itu, sehingga beliau berpesan kalau matamu telah terlanjur berzina, yaitu salah pandangmu kepada perempuan karena syahwatmu, lebih baik dikorek mata itu. Cuma Nabi Isa yang tidak mempunyai kekuasaan buat menjalankan hukum Taurat, yaitu rajam itu. Sebab kekuasaan ketika itu tidak ada di tangan beliau. Negeri Palestina adalah di bawah kekuasaan bangsa Romawi. Dan setelah Nabi Muhammad saw. menegakkan kekuasaan Islam di Madinah, barulah dibangkitkan hukum Taurat itu kembali. Malahan seketika terdapat orang Yahudi dalam pemerintahan beliau di Madinah berbuat zina, telah disuruhnya membaca nash Kitab Taurat yang masih ada di tangan mereka, dan Nabi menjalankan hukum Taurat itu untuk mereka.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AIR MATA PENGHABISAN

Siapakah di antara kita yang kejam, hai perempuan muda? Saya kirimkan berpucuk-pucuk surat, meratap, menghinakan diri, memohon dikasihani sehingga saya, yang bagaimanapun hina dipandang orang, wajib juga menjaga kehormatan diri. Tiba-tiba kau balas saja dengan suatu balasan yang tak tersudu diitik, tak termakan diayam. Kau katakan bahwa kau miskin, saya pun miskin, hidup tidak akan beruntung kalau tidak dengan uang. Sebab itulah kau pilih hidup yang lebih senang, mentereng, cukup uang. Berenang di dalam mas, bersayap uang kertas. Siapakah di antara kita yang kejam? Siapakah yang telah menghalangi seorang anak muda yang bercita-cita tinggi menambah pengetahuan, tetapi kemudian terbuang jauh ke Tanah Jawa ini, hilang kampung dan halamannya? Sehingga dia menjadi seorang anak "komidi" yang tertawa di muka umum, tetapi menangis di belakang layar?

(Buya HAMKA, TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK, Penerbit Gema Insani, 2019).

Duh! RI Dilanda Badai Pengangguran & Kemiskinan Ekstrem

cnbcindonesia.com/news/20210831180132-16-272675/duh-ri-dilanda-badai-pengangguran-kemiskinan-ekstrem

BELIAU MURKA

Perempuan berpidato di hadapan kaum laki-laki menurut keyakinan beliau adalah haram karena dapat mendatangkan fitnah. Seluruh badan perempuan adalah aurat. Demikian pula, meskipun beliau menyetujui sembahyang ke tanah lapang, beliau tidak dapat menyetujui kaum perempuan ikut pula ke tanah lapang itu. Meskipun ada hadits menyatakan boleh bagi perempuan pergi. Namun, dengan berdasar pada perkataan Aisyah r.a., jika Nabi saw. masih hidup, tentu Nabi saw. melarang perempuan-perempuan turut pergi sembahyang ke tanah lapang, beliau berpendapat tidak boleh. Beliau sangat tidak setuju jika utusan-utusan Aisyiyah itu pergi ke salah satu rapat, yang jauh dari kampungnya, tidak ditemani oleh mahramnya.

GERAK ILHAM

Pada akhir bulan November 1940 M, aku masih sempat menziarahinya (Haji Abdul Karim Amrullah) ke Sungai Batang. Wajahnya kelihatan muram. Dalam beberapa tabligh, beliau berfatwa dengan hati sedih, "Sejak mudaku, aku memberikan fatwa kepada Tuan-Tuan sampai uban telah tumbuh di kepalaku. Namun, Tuan-Tuan masih juga liar dari agama. Pemuda-pemuda masih banyak yang melalaikan agama. Perempuan telah banyak pula kembali mendurhakai suaminya. Adat jahiliyah masih ditimbul-timbulkan. Kalau aku tidak ada lagi di nagari ini, barulah nanti Tuan-Tuan tahu siapa sebenarnya aku ini. Waktu itulah, Tuan-Tuan akan meratapi kehilangan aku pada hari yang tidak ada faedah meratap lagi." Pada waktu itulah, beliau berpesan kepada Muhammadiyah, dengan perantaraanku (Hamka), yang mesti aku sampaikan sendiri kepada K.H. Mas Mansur, "Supaya Muhammadiyah tetap menegakkan Al-Qur'an dan Hadits. Jika Muhammadiyah masih tetap menegakkan itu, aku akan tetap membela sampai mati. Namun, jika Muhammadiyah telah mempergunakan ra'yi sendiri dalam hal agama, mulailah aku akan menjadi lawannya pula sampai mati."

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Ketololan Adi Hidayat Alquran Perlu Takwil

youtube.com/watch?v=oaAKscob66A

Bukti Salafi Wahabi Takfiri

youtube.com/watch?v=U7snGq2jMuk

TAK ADA SESUATU YANG MENYERUPAI-NYA

Bertengkar-tengkar dan kadang-kadang mengambil tempo berlama-lama, sampai berpisah kepada beberapa firkah dan madzhab di antara ahli-ahli pikir Islam membicarakan tentang sifat-sifat Tuhan itu, tentang Dia memandang dengan matanya, Dia bertangan, Dia duduk di 'Arasy, Dia turun ke langit pertama di sepertiga malam dan lain-lain. Adakah mereka mendapat keputusan? Tidak ada!

Tidak usah mencari tafsir tentang sifat-sifat Allah itu. Tidak kita takwilkan, dan tidak kita tasybih (menyerupakan Tuhan dengan alam) dan tidak pula tajsim (memberi bertubuh pada Tuhan).

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM Jilid 1, Republika Penerbit, Cet.1, 2018).

TEGASNYA, JALAN YANG LURUS HANYA SATU

Berkata Ibnu Arthiyah, "Jalan yang bersimpang-siur banyak itu termasuk Yahudi, Nasrani, Majusi dan sekalian agama-agama buatan manusia dan tukang-tukang Bid'ah dan penyesat dan ahli-ahli hawa nafsu yang suka membuat-buat perkara ganjil dalam furu' dan yang lain-lain yang suka memperdalam berdebat dan menggali-gali ilmu kalam."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Buya Hamka Adalah Ulama Asya'irah | Ustadz Arrazy Hasyim Hafizhahullah

youtube.com/watch?v=7nM0q--_w6w

Malah Fitnah Kitab Ulama

youtube.com/watch?v=yLXpf0PKht8

Ketua MPR Ajak Da'i Teladani Buya HAMKA

antaranews.com/berita/586911/ketua-mpr-ajak-da’i-teladani-buya-hamka

PEDOMAN DALAM BERDAKWAH

Kita bersorak mengatakan bahwa kita hanya berpegang kepada Al-Qur'an dan al-Hadits, segala Bid'ah akan kita hantam, kita cela, kita maki. Kita pakai hadits, "Katakan yang benar walaupun itu pahit." Kalau ada orang yang menyelimuti kina yang pahit dengan gula di luarnya agar orang dapat menerima, kita terus menuduh orang itu tidak tegas, plintat-plintut dan sebagainya. Dimanakah kita letakkan sabda Nabi saw., "Gembirakanlah, jangan dibuat hati orang sakit, mudahkanlah jangan dipersulit." (HR. Bukhari dan Muslim). Sikap yang menarik adalah modal dakwah yang utama. Hal ini kerap kita rasa tidak penting sehingga menimbulkan antipati!

(Buya HAMKA, PRINSIP DAN KEBIJAKSANAAN DAKWAH ISLAM, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

Duet Terbaru KH Idrus Ramli dan UAS bikin Wahabi kejang-kejang | PEMBELA ASWAJA

youtube.com/watch?v=saT_VjEjFAU

KEKAL DI NERAKA JAHANNAM

Ibnu Mas'ud berkata, "Orang yang diadzab kekal di Neraka Jahannam itu dimasukkan ke dalam peti dari api. Peti itu dalam peti lagi, hingga berlapis, lalu dipaku di luarnya, sehingga suatu pun tidak ada yang mendengar. Dan siapa-siapa yang telah dimasukkan ke dalam peti berlapis itu tidaklah melihat orang lain yang sama diadzab, sebab ia di dalam peti sendiri-sendiri."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Soal Non Muslim Baik Tak Masuk Surga, Eko Kuntadhi Sebut Tuhan Tak Sejulid UAH

banten.suara.com/read/2021/07/23/093052/soal-non-muslim-baik-tak-masuk-surga-eko-kuntadhi-sebut-tuhan-tak-sejulid-uah

Da'i Karbitan | Ust. Yazid Jawas Hafizhahullah

youtube.com/watch?v=ox4_cRh1kZI

FKIP Uhamka Kaji lebih Mendalam tentang Buya Hamka Melalui Karyanya

Dalam kegiatan ini, peserta disajikan tetang pemahaman informasi mendalam tentang Buya Hamka begitupun tentang bukunya yang berjudul Di Tepi Sungai Dajlah dengan maksud dan tujuan agar peserta khususnya Civitas Uhamka dapat mengetahui sosok Buya Hamka secara mendalam bukan hanya bekerja dan mengabdi saja di Uhamka.

fkip.uhamka.ac.id/galery-kegiatan/fkip-uhamka-kaji-lebih-mendalam-tentang-buya-hamka-melalui-karyanya

"Lebih dari Wahabi, saya berpaham Muhammadi karena Nabi Muhammad melarang umatnya berpecah." Mukhtar berkata, "Tuan Hamka di Indonesia termasuk Kaum Muda. Pahamnya memang agak dekat dengan Wahabi."

-Buya HAMKA, DI TEPI SUNGAI DAJLAH-

Ketua Majelis Ulama -Mufti- Indonesia: Buya HAMKA

mui.or.id/tentang-mui/ketua-mui/buya-hamka.html

Surat dari Tanah Mangkasura:
Bersatu Dalam Akidah, Toleransi Dalam Furu' dan Khilafiyah
PERJALANAN TERAKHIR BUYA HAMKA:
Sebuah Biografi Kematian

PANGGILAN JIHAD

Merindukan kembali hadirnya ulama besar seperti beliau...

Semoga menjadi inspirasi semangat generasi muda Islam...

eramuslim.com/video/mengenang-panggilan-jihad-buya-hamka-setiap-kuliah-subuh-di-rri.htm

Klaster Tahlilan di Grogol, Rumah Warga Disemprot Disinfektan

kompas.tv/article/96494/klaster-tahlilan-di-grogol-rumah-warga-disemprot-disinfektan

Adanya Bencana dan Wabah dengan Sebab Dosa dan Maksiat, Berdasarkan Penjelasan Imam Ibnul Qoyyim | Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

youtube.com/watch?v=Hl6roEmUiw0

Himbauan Habib Syech Untuk Pemerintah, TNI, Polri, Satpol PP, dll

youtube.com/watch?v=82xVf-xJyjo

DZIKIR RIBUT-RIBUT

"Dan tidaklah ada shalat mereka di sisi rumah suci itu melainkan bersiul-siul dan bertepuk tangan. Maka, rasakanlah olehmu adzab, akibat dari kekufuran kamu itu." (al-Anfaal: 35).

Ibnul Qayyim di dalam kitab Ighatsatul Lahfan, ayat ini menunjukkan bahwasanya segala macam cara-cara dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah, tetapi tidak menurut yang digariskan oleh Nabi sebagai yang dilakukan oleh ahli-ahli tasawuf, ada yang ratib menyorak-nyorakkan dan menyebut nama Allah dengan suara keras tiada sependengaran dan ada yang memakai seruling, genderang, rebana dan sebagainya yang menyebabkan ibadah itu menjadi heboh, samalah keadaannya dengan orang jahiliyyah sembahyang atau thawaf sambil bersiul, bertepuk tangan dan ada yang bertelanjang mengelilingi Ka'bah itu. Ibnu Taimiyah, guru dari Ibnul Qayyim menerangkan pula dalam salah satu fatwanya bahwa ... Hal ini barulah diada-adakan orang (Bid'ah) setelah lepas kurun yang tiga. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa orang-orang yang benar-benar pengalamannya dalam soal-soal latihan keruhanian dan mengerti hakikat agama dan hal-ihwal hati, telah mendapat kesimpulan bahwa cara-cara demikian tidaklah ada manfaatnya bagi hati, melainkan lebih banyak mudharatnya. Bahayanya bagi jiwa sama dengan bahaya minuman keras bagi tubuh. Sekian kita salin beberapa perbandingan dari Ibnu Taimiyah, tentang dzikir ribut-ribut yang dilakukan orang-orang sufi, menyerupai apa yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyyah di Ka'bah itu.

BANGUN DAN BENTUK SUATU BANGSA

"Dan bagi tiap-tiap umat ada ajalnya ..." (al-A'raaf: 34).

Perhatikanlah! Dahulu kaum Quraisy sebagai pelopor pertahanan jahiliyyah menguasai masyarakat Arab, menguasai peribadatan dan thawaf keliling Ka'bah dengan telanjang, dengan bersiul dan bertepuk-tepuk tangan dan Ka'bah mereka kelilingi dengan 360 berhala. Mereka runtuh karena keruntuhan akhlak. Waktu beribadah keliling Ka'bah mereka bertelanjang, mereka tidak memakai pakaian sehelai benang jua. Dengan alasan karena pakaian yang dipakai penuh najis dan dosa. Namun, kebatinan mereka sendiri, ruh mereka sendiri lebih telanjang lagi karena kejahatan-kejahatan yang mereka perbuat, yang zahir dan yang batin, kemesuman, perzinaan. Mereka berbuat dosa dengan niat yang salah (al-itsmu) dan mereka merugikan orang lain (al-baghyu) dan mereka persekutukan yang lain dengan Allah dan mereka berani membuat-buat suatu peraturan yang mereka katakan agama, padahal mereka katakan atas Allah hal-hal yang tidak mereka ketahui.

IMPERIALISME JIWA DAN KAPITALISME

"(Yaitu) pada hari yang akan dipanggang (harta benda itu) dalam api neraka Jahannam, lalu diseterikakan dengan dia kepada kening mereka dan rusuk mereka dan punggung mereka. 'Inilah apa yang telah kamu tumpuk-tumpukkan untuk diri kamu itu. Lantaran itu rasakanlah apa yang telah kamu tumpuk-tumpukkan itu.'" (at-Taubah: 35).

Korupsi, kata orang sekarang!

Inilah ayat celaan keras atau apa yang pada zaman kita disebut kapitalisme, dengan segala anak-cucu dan gejalanya. Dengan mengemukakan terlebih dulu contoh jahat yang dibuat oleh pemuka agama, maka kemudian diratakanlah dia sebagai celaan dan hardikan keras kepada manusia, agama apa pun yang dipeluknya, yang menghabiskan segala tenaga mengumpul harta, walaupun kadang-kadang tidak mengenal halal-haram serta yang haq dengan batil lagi.

KEKAL DALAM NERAKA

"Katakanlah, '... sesuatu yang tidak Dia turunkan keterangannya dan bahwa kamu katakan atas (nama) Allah sesuatu yang tidak kamu ketahui.'" (al-A'raaf: 33).

Tidak ada lagi kezaliman yang lebih dari ini karena menambah agama Allah dengan peraturan bikinan sendiri.

Disini terdapat dua keputusan. Pertama, pintu langit tidak terbuka bagi mereka. Kedua, tidak mungkin mereka masuk surga. Menurut Tafsir Ibnu Abbas, tidak ada amalan mereka yang diterima Allah. Dan dalam penafsiran yang lain Ibnu Abbas berkata, tidak terbuka pintu langit buat menerima amal mereka dan doa mereka. Dan dalam riwayat yang lain ditafsirkan lagi oleh Ibnu Abbas bahwa pintu langit tidak dibuka buat menerima ruh mereka setelah mereka mati. Suatu riwayat dari Ibnu Juraij mengumpulkan keduanya, amal tidak diterima dan ruh pun ditolak naik ke langit. Untuk menjadi peringatan bagi manusia agar jangan mereka sangka mudah-mudah saja masuk surga, setelah pokok kepercayaan kepada Allah itu yang telah dirusakkan dan puncak kezaliman yang telah ditempuh.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KPK Bersinergi dengan Kemenag, Luncurkan Buku Gratifikasi dalam Perspektif Agama

youtube.com/watch?v=URop7UDog2E

Airlangga Akan Mengikuti Istighosah dan Sholawat Nariyah Majelis Ahlu Hidayah

nasional.tempo.co/read/1484621/airlangga-akan-mengikuti-istighosah-dan-sholawat-nariyah-majelis-ahlu-hidayah

SURAH AL-KAAFIRUUN (ORANG-ORANG KAFIR)

Soal aqidah, di antara Tauhid mengesakan Allah, sekali-kali tidaklah dapat dikompromikan atau dicampuradukkan dengan syirik. Tauhid kalau telah didamaikan dengan syirik, artinya ialah kemenangan syirik.

TAUHID

Bahwa kamu masih tetap mengakui bahwa Allah Ta'aala itu memang Ada dan memang Esa dan hanya Dia sendiri yang menciptakan alam ini. Dasar kepercayaan itu memang ada padamu, yang dinamai Tauhid Uluhiyah. Setelah akan memohonkan apa-apa, kamu tidak langsung memohon kepada-Nya lagi, tetapi pada yang lain atau meminta tolong pada yang lain itu supaya menyampaikannya kepada Allah. Walaupun mengakui Dia Yang Menciptakan alam, kamu campur-aduk dengan yang lain. Kamu tidak mempunyai Tauhid Rububiyah. Barangsiapa mempersekutukan-Nya dengan yang lain, akan tercelalah dia dengan terhina. Pengakuan bahwa hanya satu Tuhan, tiada berserikat dan bersekutu dengan yang lain, itulah yang dinamai Tauhid Rububiyah. Oleh sebab itu, cara beribadat kepada Allah, Allah itu sendirilah yang menentukan. Maka tidak pulalah sah ibadat kepada Allah yang hanya dikarang-karang sendiri. Untuk menunjukkan peribadatan kepada Allah Yang Maha Esa itulah, Dia mengutus rasul-rasul-Nya. Menyembah, beribadah dan memuji kepada Maha Esa itulah yang dinamai Tauhid Uluhiyah. Itulah pegangan pertama dalam hidup Muslim.

SURAH AL-FAATIHAH (PEMBUKAAN)

Dalam Al-Qur'an, banyak bertemu ayat-ayat yang menerangkan jika Nabi Muhammad saw. bertanya kepada kaum musyrikin penyembah berhala itu, siapa yang menjadikan semuanya ini, pasti mereka akan menjawab, "Allah-lah yang menciptakan semuanya!" Tentang Uluhiyah mereka telah bertauhid, hanya tentang Rububiyah yang mereka masih musyrik. Maka, dibangkitkanlah kesadaran mereka oleh Rasul saw. supaya bertauhid yang penuh.

"... Orang-orang kafirlah yang membuat-buat atas nama Allah akan kedustaan. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang tidak berakal. Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Marilah kepada apa yang diturunkan oleh Allah dan kepada Rasul.' Mereka pun menjawab, 'Cukuplah bagi kami apa-apa yang telah kami dapati atasnya bapak-bapak kami.' Apakah walaupun bapak-bapak mereka itu tidak mengetahui sesuatu dan tidak dapat petunjuk?" (al-Maa'idah: 103-104).

Inilah ayat yang berguna untuk segala zaman. Ayat yang bukan untuk orang jahiliyyah saja, melainkan untuk memperingatkan bahwa di dalam memegang suatu peraturan agama, sekali-kali tidaklah boleh menuruti begitu saja pada apa yang diterima dari guru atau nenek moyang. Sumber agama, sebagai yang diserukan pada ayat ini sudah tegas sekali, yaitu peraturan dari Allah dan Rasul. Di luar itu, Bid'ah namanya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Tauhid First, Titik Temu Beragam Persoalan dalam Pandangan Buya Hamka

suaramuhammadiyah.id/2021/08/31/tauhid-first-titik-temu-beragam-persoalan-dalam-pandangan-buya-hamka

AMAL YANG PERCUMA

Banyak kelihatan orang berbuat baik padahal dia tidak beriman. Jangankan orang lain, sedangkan Nabi Muhammad saw. sendiri pun ataupun nabi-nabi dan rasul yang sebelumnya, jika dia menyerikatkan Allah dengan yang lain, amalnya pun tertolak dan percuma juga.

SYIRIK

Kalau Allah SWT sudah dipersekutukan dengan yang lain, sudah mulai syirik, kita sendirilah yang telah memutuskan perhubungan dengan Dia. Tamatlah ceritanya. Tidak ada lagi perjuangan di dalam Islam. Kita sudah terhitung orang luar.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

SHOLAWAT NARIYAH SYIRIK!!!

youtube.com/watch?v=jkT5UWLshzM

KEMURKAAN-KU DAN KEMURKAANMU!

"Demikianlah kamu karena apabila diseru Allah sendiri saja, kamu kafir. Dan jika Dia dipersekutukan, kamu pun beriman. Maka keputusan hukum adalah pada Allah Yang Maha Tinggi, Maha Besar." (al-Mu'min: 12).

Kedatangan sekalian rasul ialah untuk mengajak orang kepada Tauhid. Tugas mereka ialah menyampaikan dakwah kepada manusia agar insaf bahwa Allah itu Esa adanya. Itulah yang kamu tolak, kamu kafir, kamu tidak mau menerima. Tetapi kalau ada disebut-sebut tuhan-tuhan lain, dewa-dewa lain, kalian gembira, kalian senang hati. Baru kalian mau percaya. Ditutup ujung ayat dengan ketegasan ini supaya jelas bagi kaum musyrikin bahwa keputusan terakhir tetap pulang kepada Allah jua, sebab Yang Maha Kuasa, Maha Tinggi hanya Allah, Yang Maha Besar hanya Allah, tidak ada berhala, tidak ada al-Laata, tidak ada al-Uzza, tidak ada Manaata dan yang lain. Jika di zaman sekarang tidak ada kubur keramat, wali anu dan keramat anu. Omong kosong!

MENUHANKAN GURU

"... Maha Suci Dia dari apa yang mereka persekutukan itu." (at-Taubah: 31).

Termasuk juga dalam rangka ini, yaitu menganggap ada kekuasaan lain di dalam menentukan ibadah selain daripada kekuasaan Allah, ialah menambah-nambah ibadah atau wirid, doa dan bacaan pada waktu-waktu tertentu yang tidak berasal dari ajaran Allah dan Rasul saw. Ibadah tidak boleh ditambah dari yang diajarkan Rasul saw. dan tidak boleh dikurangi. Menambah atau mengurangi, memaksa-maksa dan berlebih-lebihan dalam ibadah adalah ghuluw. Dan, ghuluw adalah tercela dalam syari'at. Sama pendapat (ijma) sekalian ulama mencela perbuatan itu. Inilah dia Bid'ah!

MUNAFIK

"Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Kemarilah, kepada apa yang diturunkan Allah dan kepada Rasul!' Engkau lihatlah orang-orang yang munafik itu berpaling dari engkau sebenar-benar berpaling ... Maka sungguh tidak, demi Allah engkau! Tidaklah mereka itu beriman, sehingga mereka ber-tahkim kepada engkau pada hal-hal yang berselisih di antara mereka." (an-Nisaa': 61-65).

Di ayat 65 akan kita baca penegasan Allah dengan sumpah bahwa orang yang tidak mau menerima tahkim dari Allah dan Rasul-Nya, tidaklah termasuk orang yang beriman, "Walau shallaa, walau shaama!" Walaupun dia Shalat, walaupun dia Puasa.

JANGAN MEMOHONKAN AMPUN UNTUK MUSYRIKIN

"... telah jelas baginya bahwa dia itu musuh bagi Allah ..." (at-Taubah: 113-114).

Tiada Dia bersekutu dalam keadaan-Nya dengan yang lain. Demikian juga tentang mengatur syari'at agama, tidak ada peraturan lain, melainkan dari Dia.

JALAN YANG LURUS

"Dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidaklah ada baginya yang akan menyesatkan ..." (az-Zumar: 37).

Doanya yang disebutkan di pertengahan al-Faatihah, agar kiranya Allah menunjuki kepada jalan yang lurus, sudah terkabul. Tangan Allah sendiri yang membimbingnya.

SHAHIH

"... Dan mereka itu adalah terhadap ayat-ayat Kami amat yakin." (as-Sajdah: 24).

Ibnu Katsir memberikan komentar dalam tafsirnya tentang imam-imam Bani Israil itu, "... Tetapi setelah ada dalam kalangan mereka yang mengganti-ganti, menukar-nukar dan menta'wilkan arti ayat suci dari maksudnya yang sebenarnya, dicabut Allah-lah maqam jadi imam itu, dan jadilah hati mereka kesat dan kasar, sampai berani mentahrifkan kata-kata dari tempatnya yang sebenarnya. Tidaklah lagi mereka mengamalkan yang shahih, tidaklah lagi mereka beriktikad yang betul."

JANJI ILAHI DAN PENGHARAPAN

"... ialah karena mereka menyembah Aku dan tidak mempersekutukan Aku ..." (an-Nuur: 55).

Ayat inilah sumber inspirasi buat bangkit. Ayat 55 surah an-Nuur inilah pegangan Nabi Muhammad saw. bersama sekalian pengikutnya dari Muhajirin dan Anshar, selama 10 tahun di Madinah. Ayat inilah bekal Abu Bakar menundukkan kaum murtad, pegangan Umar bin Khaththab meruntuhkan dua kerajaan besar, yaitu Persia dan Rum. Kekuasaan pasti diserahkan ke tangan kita dan agama kita pasti tegak dengan teguhnya dan keamanan pasti tercapai. Perjuangan menegakkan cita Islam, mencapai tujuan menjadi penerima waris di atas bumi, bukanlah kepunyaan satu generasi, dan jumlahnya bukanlah sekarang, melainkan menghendaki tenaga sambung-bersambung. Di ayat 56 itu sudah jelas, cita-cita untuk menyambut warisan, melaksanakan kehendak Ilahi di atas dunia ini.

JANJI AHLI-AHLI PENGETAHUAN

"... Alangkah jahat tukaran yang mereka terima itu." (Aali 'Imraan: 187).

Teringatlah kita bila merenungkan ujung ayat ini kepada perkataan tabi'in yang besar, yaitu Qatadah. Beliau berkata, "Inilah perjanjian yang telah diambil Allah dengan ahli-ahli ilmu. Maka, barangsiapa mengetahui sesuatu ilmu, hendaklah diajarkannya kepada manusia. Sekali-kali jangan disembunyikannya ilmu itu, karena menyembunyikan ilmu adalah suatu kebinasaan."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KELOMPOK PRO KHILAFAH BERKEMBANG BIAK SUBUR DI NEGERI INI DOSA SIAPAKAH INI? SBY KAH?

youtube.com/watch?v=Fdc85YneXrE

PESANNYA KEPADA MUHAMMADIYAH

Hanya satu yang akan Ayah sampaikan kepada Pengurus Besar Muhammadiyah, tetaplah menegakkan Islam! Berpeganglah teguh dengan Al-Qur'an dan Sunnah! Selama Muhammadiyah masih berpegang dengan keduanya, selama itu pula Ayah akan menjadi pembelanya. Namun, kalau sekiranya Muhammadiyah telah menyia-nyiakan itu dan hanya mengemukakan pendapat pikiran manusia, Ayah akan melawan Muhammadiyah biar sampai bercerai bangkai burukku ini dengan nyawaku!

BAKTI KEPADA GURU DAN AYAH BUNDA

Beliau (Haji Abdul Karim Amrullah) selalu menyebut gurunya, Tuan Ahmad. Beliau memujinya sehingga kita merasa bahwa Syekh Ahmad Khatib itu serupa malaikat -- ulama Mekah dikalahkannya semua.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

INILAH AJARAN TAKFIRI (MENGKAFIRKAN) DI DALAM KITAB TAUHID SYEKH SHALIH FAUZAN ~ Buya Arrazy

youtube.com/watch?v=jdorEvit04E

Gempa Besar dan Tsunami 20 Meter, BMKG: Berpotensi Hampir di Seluruh Indonesia

nasional.okezone.com/read/2020/09/25/337/2283654/gempa-besar-dan-tsunami-20-meter-bmkg-berpotensi-hampir-di-seluruh-indonesia

Disindir Soal Tahlilan, Din Syamsuddin: Cak Nun Meremehkan Saya

"Padahal kalo ada tahlilan babak kedua saya siap memimpinnya. tapi jangan malam ini," lanjut dia.

lampung.suara.com/read/2021/02/14/110333/disindir-soal-tahlilan-din-syamsuddin-cak-nun-meremehkan-saya

KARENA CARI MAKAN

"Dan setengah dari manusia ada yang mengambil yang selain Allah menjadi tandingan-tandingan ... Dan sekali-kali tidaklah mereka akan keluar dari neraka ... Dan supaya kamu katakan terhadap Allah hal-hal yang tidak kamu ketahui." (al-Baqarah: 165-169).

Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah Setan. Janganlah kamu mencari tandingan-tandingan yang lain lagi bagi Allah. Janganlah kamu katakan terhadap Allah hal-hal yang kamu tidak tahu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Syirik Besar

Syirik besar atau yang juga disebut syirik akbar/jali adalah perbuatan yang jelas-jelas menganggap adanya tuhan selain Allah SWT dan menjadikannya sebagai tandingan-Nya. Syirik akbar dapat menyebabkan pelakunya diancam keluar dari agama Islam dan apabila meninggal dalam kondisi belum bertaubat maka dosanya tidak terampuni.

merdeka.com/jatim/syirik-adalah-perbuatan-menyekutukan-tuhan-yang-wajib-dihindari-ini-lengkapnya-kln.html

TOLONG VIRALKAN VIDEO INI! MARI SELAMATKAN NKRI DARI MONSTER2 AGAMA!!

youtube.com/watch?v=NmDiyiwuIik

Yahya Waloni Klaim PPKM Hanya Strategi Komunis, Ajak Umat Bersatu

"Apakah kalian berdiam diri lihat agama kalian diganggu? Kata Buya Hamka, barangsiapa berdiam diri agamanya diganggu gantilah pakaianmu dengan kain kafan, lebih baik mati saja." tuturnya.

riau.suara.com/read/2021/07/14/193946/yahya-waloni-klaim-ppkm-hanya-strategi-komunis-ajak-umat-bersatu

GERAKAN WAHABI DI INDONESIA

Kaum komunis Indonesia telah mencoba menimbulkan sentimen umat Islam dengan membangkit-bangkit nama Wahabi.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

TERBARU... GAK BERANI NYEBUT KAFIR... DASAR MUNAFIK | UST YAHYA WALONI

youtube.com/watch?v=DdrqRJ6ZRYs

MENGGEMBLENG UMAT

"Ulama-ulama tidak boleh kalau hanya duduk-duduk tafakur dalam suraunya sambil menggeleng-gelengkan kepala seakan-akan kepala itu diberi per. Kemudian, membilang-bilang tasbih "kayu mati". Ulama harus tampil ke muka masyarakat, memimpin mereka menuju kebenaran, dan itulah kewajiban kami. Untuk itu kami bersedia mati. Banyak orang membisikkan kepadaku, melarangku selalu menyebut kafir seakan-akan kata-kata kafir itu sangat menyinggung ujung hati orang. Bagaimana aku akan berhenti menyebutnya? Apakah ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang menyatakan itu mesti dicoreng?" Kata beliau lagi, "Kafir itu bukanlah karena matanya putih (bangsa asing). Namun, bangsa yang bermata hitam pun banyak yang kafir. Orang yang mengingkari perintah Allah bukan saja kafir, melainkan juga hewan. Malahan, lebih hina daripada hewan. Apa yang aku katakan itu bukanlah perkataanku, melainkan perkataan Tuhan. Siapa yang berani berperang dengan Tuhan?"

AL-IMAM

Al-Imam adalah musuh yang sangat bengis bagi sekalian Bid'ah, Khurafat, ikut-ikutan dan adat yang dimasukkan dalam agama.

MENJAWAB MASALAH

Dzikir kalau tidak berasal dari Nabi saw. dengan sanad hadits yang shahih, itu Bid'ah hukumnya.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Razia Masker Surabaya, Kelompok Warga Justru Berzikir

youtube.com/watch?v=kaANSrieCXg

GEMA PEKIK ZIKRULLAH

"... larangan berzikir keras ..." papar HAMKA. Ayat-ayat yang dimaksud, misalnya saja, al-A'raf (7) ayat 205 dan Maryam (19) ayat 3.

POLAH "MANTRI" MALIK

Keheranan kali ini ditimbulkan oleh sikap sang abuyanya sendiri. Awalnya Malik mendapati kesedihan seorang ibu yang ditinggal pergi anak tunggalnya ke hadapan Ilahi. Iba melihat ibu yang berduka cita itu, Malik bocah menghubungi kawan-kawan permainannya. Malik memang figur pengepala yang tak sungkan buat diikuti. Dibuatlah sebuah misi: menghibur keluarga yang tengah lara itu. Alhasil, saban malam, Malik dan kawan-kawannya mengaji di rumah ibu itu. Tiga hari misi itu berjalan, Haji Rasul tahu. Dilarangnya Malik untuk pergi ke rumah itu. Yang belum dipahami Malik bocah, ayahnya merupakan penentang keras acara berkumpul-kumpul di rumah orang yang tengah ditimpa kematian salah satu anggota keluarganya, dengan alasan termasuk larangan meratapi almarhum.

TESTIMONI PARA TOKOH

"... Lembut dalam bermadzhab, tapi tegas dalam berprinsip. Lentur dan lunak tutur katanya, tapi keras berpegang teguh pada aqidah. Dialah Haji Abdul Malik Karim Amrullah."

Pekanbaru, 5 Rabi'ul Awwal 1440 H / 13 November 2018
Datuk Seri Ulama Setia Negara
Kayi Mangku Jagadilaga
Haji Abdul Somad, Lc., M.A.

(Yusuf Maulana, Buya HAMKA Ulama Umat Teladan Rakyat, Penerbit Pro-U Media, 2018).

KUPAS TUNTAS TRADISI NU [Nahdlatul Ulama] Dari Tahlilan Sampai Kuburan | Buya Dr. Arrazy Hasyim, MA.

youtube.com/watch?v=pQhW9q9oSEA

BINATANG TERNAK

Yang lebih lucu lagi ialah jika orang yang datang ziarah dipungut bayaran dan bayaran itu masuk ke dalam kantong tukang-tukang jaga itu. Tuhan-Tuhan dipersewakan oleh orang-orang yang menyembahnya.

KARENA CARI MAKAN

Setan masuk ke segala pintu menurut tingkat orang yang dimasuki. Kebanyakannya karena mencari makanan pengisi perut. Paling akhir Setan berusaha supaya orang mengatakan terhadap Allah apa yang tidak mereka ketahui. Kalau orang yang dia sesatkan sampai tidak mengakui lagi adanya Allah karena telah mabuk dengan maksiat, Setan pun dapat menyelundup ke dalam suasana keagamaan sehingga lama-kelamaan orang berani menambah agama, mengatakan peraturan Allah, padahal bukan dari Allah, mengatakan agama, padahal bukan agama. Lama-lama orang pun telah merasa itulah dia agama. Asalnya soal makanan juga.

THAGHUT

Orang yang kafir itu, pemimpinnya ialah Thaghut, yaitu segala kekuasaan yang bersifat merampas hak Allah, yang tidak menghargai nilai hukum Ilahi. Thaghut itu pemimpin mereka, keluar dari tempat yang terang benderang bercahaya akan dibawa ke tempat yang gelap gulita dan mereka jadi ahli neraka dan kekal di dalamnya. Kalau orang yang beriman, dia berjuang ialah pada jalan Allah. Tetapi orang-orang yang kafir berjuangnya ialah pada jalan Thaghut. Pada lanjutan ayat diperintahkan kepada orang yang beriman, hendaklah perangi wali-wali Setan itu.

CINTAKAN ALLAH

Maka, adalah orang-orang yang terpacul, tercampak ke luar dari rombongan. Ada yang mengaku cinta kepada Allah, tetapi bukan bimbingan Muhammad yang hendak diturutinya, dia pun tersingkir ke tepi. Dia maghdhub, dimurkai Allah. Ada yang mencoba-coba membuat rencana sendiri, memandai-mandai, maka dia pun terlempar ke luar, dia dhallin, dia pun tersesat. Orang-orang yang semuanya telah kafir.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Bid'ah Cinta, Antara Cinta dan Bid'ah | TV9 News

youtube.com/watch?v=lE9fAIuDnjk

Tokoh NU Kritik Arie Untung, Soal Pernyataan Pintu Surga Tertutup Bagi Warga Indonesia

banten.suara.com/read/2021/06/05/135316/tokoh-nu-kritik-arie-untung-soal-pernyataan-pintu-surga-tertutup-bagi-warga-indonesia

KATA MEREKA BERMADZHAB SYAFI'I

Dia imam besar di Masjidil Haram. Beliau sendiri pun melihat, memang masih banyak amal orang awam (jelata) Indonesia yang Bid'ah. Kata mereka bermadzhab Syafi'i, padahal dalam madzhab itu sendiri tidak ada contoh amal demikian.

(Buya HAMKA, KENANG-KENANGAN HIDUP, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

Tidak Mengkafirkan Penyembah Kubur Maka Ia Kafir | Syaikh Shalih Al-Fauzan

youtube.com/watch?v=cKrInbsUw2M

DASAR ORANG MUSYRIK

Yang lebih disayangkan lagi ialah kesalahan penilaian mereka tentang arti wali Allah. Mereka pergi ke kuburan orang yang mereka anggap di masa hidupnya jadi wali, lalu dia memohon apa-apa di situ. Padahal ayat-ayat itu menyuruh orang bertauhid, mereka lakukan sebaliknya, jadi musyrik. Kalau ditegur dia marah, hingga mau dia menyerang orang yang menegurnya itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Bikin Geleng-geleng Kepala, Terungkapnya Motif Babi Ngepet di Depok | tvOne

tvonenews.com/channel/tvonenews/39924-bikin-geleng-geleng-kepala-terungkapnya-motif-babi-ngepet-di-depok-tvone

DAHSYATNYA PEPERANGAN BADAR!!! | Habib Ali Al Kaff

youtube.com/watch?v=u4Y_o7D2Nvc

IMAN, HIJRAH DAN JIHAD

Sesampai di Madinah, mesti menyusun kekuatan, untuk terutama ialah memerdekakan negeri Mekah tempat Ka'bah berdiri daripada penyembahan kepada berhala. Dan, untuk membebaskan seluruh Jazirah Arab pada taraf pertama dari perbudakan makhluk. Perbudakan kepala-kepala agama dan raja-raja. Kemudian, untuk membebaskan seluruh dunia dari perhambaan benda. Sehingga tempat manusia berlindung hanya Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Hijrah adalah untuk menyusun masyarakat Islam. Hijrah adalah untuk menegakkan sesuatu kekuasaan, yang menjalankan undang-undang yang timbul dari syari'at, dari wahyu yang diturunkan Allah. Dan, hijrah itu habis sendirinya bila Mekah sudah dapat dibebaskan dari kekuasaan orang-orang yang mengambil keuntungan untuk diri sendiri, dengan membelokkan ajaran Allah dari aslinya.

IMPERIALISME JIWA DAN KAPITALISME

Korupsi, kata orang sekarang!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Ketua KPK Firli Bahuri Serukan Perang Badar ke Koruptor

viva.co.id/berita/nasional/1376778-ketua-kpk-firli-bahuri-serukan-perang-badar-ke-koruptor

Instruksikan Berantas Premanisme, Kapolri: Segera Bersihkan Tangkap dan Tuntaskan!

nasional.okezone.com/read/2021/06/10/337/2423318/instruksikan-berantas-premanisme-kapolri-segera-bersihkan-tangkap-dan-tuntaskan

KUTUK ALLAH

Orang jadi ketakutan selalu, takut dirampok, takut garong dan takut serangan dari luar. Yang kuat menganiaya yang lemah sehingga tempat berlindung tak ada lagi. Mungkin dalam negeri itu ada juga orang baik-baik, namun mereka telah terbawa rendang dan menjadi korban dari kesalahan orang-orang yang berbuat durjana.

PENDIRIAN YANG TEGAS

Memberikan hadiah pahala bacaan al-Faatihah atau surah Yaasiin dan sebagainya untuk orang yang telah mati, tidak ada gunanya. Apalagi Salafush Shalihin pun tidak pula meninggalkan contoh yang dapat ditiru dalam amalan seperti ini. Sekarang kebiasaan tambahan itu telah merata di mana-mana.

PUNCAK SEGALA DOSA

Jelas kemurkaan Allah karena mengarang-ngarang yang bukan berasal dari ajaran agama.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

GAWWAT!! SOSOK INI BONGKAR PENYUSUPAN IDEOLOGI SALAFI WAHABI DI INSTITUSI PENEGAK HUKUM!!

youtube.com/watch?v=fQHHraYnhG4

ISLAM UNTUK INDONESIA

Di Konstituante, Hamka mengecam Demokrasi Terpimpin sebagai "totalitarianisme" dan menyebut Dewan Nasional Sukarno sebagai "partai negara". Semua upaya Hamka di Konstituante akhirnya sia-sia. Pada Juli 1958, dalam manuver menit terakhir untuk memecah kebuntuan Konstituante, Kepala Staf Angkatan Darat, Abdul Haris Nasution, mengusulkan pemberlakuan kembali UUD 1945 dengan tambahan Piagam Jakarta -- kalimat yang mengandung kewajiban menjalankan Syari'at Islam bagi pemeluknya, yang telah ditolak oleh para pendiri negara. Usul itu ditolak melalui pemungutan suara. Pada Juli 1959 Sukarno membubarkan Konstituante dan memberlakukan kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden, menghancurkan sisa harapan akan adanya undang-undang dasar berbasis Islam.

(James R. Rush, ADICERITA HAMKA: Visi Islam Sang Penulis Besar untuk Indonesia Modern, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Cet.1, 2017).

ANTARA FAKTA DAN KHAYAL: TUANKU RAO

Lampiran II
CORRELATION ANTARA:
GERAKAN PADRI DI MINANGKABAU, 1803-1837 DAN GERAKAN WAHABI DI TANAH ARAB, 1740-1816
Oleh: Mangaradja Onggang Parlindungan.

TAHAP KELIMA DAN TERPENTING.

Dengan kekuatan sejata Angkatan Darat dan Angkatan Laut dari Negara Darul Islam Minangkabau: Mendirikan NEGARA DARUL ISLAM TANAH JAWI!! Negara Sahabat dari Negara Islam Tanah Arab. Itulah tujuan dari Gerakan Wahabi di Minangkabau, selaku cabang dari Gerakan Wahabi di Tanah Arab.

(Buya HAMKA, Antara Fakta dan Khayal: Tuanku Rao, Republika Penerbit, Cet.I, 2017).

ROCKY GERUNG: ADA SISYPHUS DITIPU PINOKIO

youtube.com/watch?v=0PYxSpLdUl0

MUNAFIK

Jika Tuan bertanya, di mana "sarangnya"? Mari kita jawab! Carilah dalam diri kita sendiri. Insting (naluri) kebinatangan kita, keinginan hendak hidup, hendak berkuasa, hendak memiliki, takut mati dan lain-lain yang ada dalam jiwa kita. Semuanya itu akan memungkinkan kita jadi munafik. Itulah guna kecerdasan akal, ilmu pengetahuan di otak dan agama yang benar untuk meneguhkan pendirian, untuk menguatkan karakter yang sehat dan pribadi yang berpotensi. Itulah alat-alat untuk mencegah kita menjadi munafik. Kita telah melalui perjuangan untuk mencapai kemerdekaan. Bukankah kita bertemu dengan "peristiwa" munafik itu berpuluh, beratus, bahkan beribu kali?

BOHONG DI DUNIA

Ibnu Taimiyah berkata, "Yang salah itu tidak ada hakikatnya."

Orang yang telah membohongi, artinya mengada-ada yang tidak ada, adalah orang yang tidak beres akalnya atau sakit jiwanya. Perlulah orang yang sakit itu diobati sampai sembuh. Dengan kesembuhan itu, hilanglah kedustaan dan itulah yang benar.

Sekian.

(Buya HAMKA, Bohong Di Dunia, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

Politisi Muda Penakluk Dapil Neraka - Dyah Roro Esti Widya Putri, BA, MSc, Anggota DPR RI

youtube.com/watch?v=qez_tduGiO8

TERTIPU

Segolongan kaum Muslimin mendirikan suatu partai agama, yang bercita-cita (ideologi) agar hukum, peraturan dan syari'at Allah berlaku dalam negara mereka. Padahal, negara itu bersifat nasional dan tidak yakin akan peraturan syari'at Islam. Negara itu berdasar sekularisme, yaitu pemerintahan yang sengaja dijauhkan dari segala pengaruh agama. Pada suatu hari, datanglah ajakan pada penganjur partai yang berideologi Islam itu supaya duduk dalam satu kabinet (pemerintahan). Dia akan diangkat jadi menteri, padahal dia tahu kalau dia terus duduk dalam pemerintahan, belumlah mungkin negara itu menegakkan syari'at Islam, malahan akan tetap membuat undang-undang yang jauh dari Islam.

Dan, setelah datang Hari Mahsyar, hari yang pasti itu, diinsafi bahwa dia kecil tak berharga, lebih hina dari cacing. Waktu itu baru mengaku terus terang, "Aku ini telah kafir!"

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Kisah Umar Tebas Ahli Bidaah

youtube.com/watch?v=N1jWzmQC7jM

HARGA NYAWA

Di zaman Sayyidina Umar menjadi khalifah, datang ke hadapan beliau seorang menyerahkan diri, membawa sebilah pedang berlumur darah dan banyak orang mengejarnya di belakang. Di hadapan beliau, dia mengaku bahwa pedangnya berlumur darah istrinya dan darah orang yang sedang di atas perut istrinya itu. Khalifah Umar membenarkannya dan melindunginya dari kejaran orang-orang yang mengejar itu.

Niscaya kita sebagai laki-laki yang tahu harga diri, yang mempunyai syaraf, tidak akan membiarkan hal itu. Niscaya kita akan membayar kontan keadaan itu, kita sentak pisau dan bunuh keduanya pada waktu itu juga, habis perkara.

DI SINI TIDAK ADA LAKI-LAKI

"Permainan laki-laki ialah bertumpah darah, permainan perempuan mencat-mengecat kuku dengan pacar (inai)."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KPI, LGBT, dan Rutinitas Basa-Basi

remotivi.or.id/amatan/573/kpi-lgbt-dan-rutinitas-basa-basi

KESIMPULAN

Sayyid Quthb akhirnya percaya bahwa kehidupan Islami sejati dan murni "sudah lama berakhir di seluruh dunia dan bahwa [keberadaan] Islam itu sendiri telah berhenti." Hamka jauh lebih positif, yang dia lihat di Indonesia adalah tumbuhnya komunitas umat lslam yang taat dan cerdas.

(James R. Rush, ADICERITA HAMKA: Visi Islam Sang Penulis Besar untuk Indonesia Modern, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Cet.1, 2017).

Khalid Basalamah, Firanda dkk Wajib Ditangkap - Paham Salafi Wahabi Lebih Berbahaya Dari Terorisme

youtube.com/watch?v=HkWeZMU3xa8

DISERANG

Selama masa penahanannya yang panjang, Hamka menghibur diri dengan cerita riwayat Ibnu Taimiyah (1263-1328), ahli fiqih Madzhab Hambali yang dipenjara bertahun-tahun di Damsyik di bawah kekuasaan Mamluk karena pandangan anti-pemerintahnya -- sebagaimana Hamka katakan, "jiwanya tidak bisa dibeli."

GESTAPU

Dengan ikhlas saya berkata di dekat peti matinya, "Aku maafkan engkau, saudaraku."

-Abdul Karim Oei berkata bahwa ketika Hamka menerima kabar kematian Sukarno (di tengah khotbah di masjidnya Oei) dia bersedih dan menangis (wawancara).

(James R. Rush, ADICERITA HAMKA: Visi Islam Sang Penulis Besar untuk Indonesia Modern, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Cet.1, 2017).

"Kadang-kadang timbul perpecahan di antara Muslimin, masing-masing mendakwakan dirinya yang benar, kawan yang lain kawan salah belaka. Setan pun memasukkan rasa permusuhan kepada masing-masing pihak sehingga sukar dipertemukan. Maka, terjuallah diri mereka kepada Setan, bukan lagi menjual diri kepada Allah."

-Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar-

SAMBUTAN SEBAGAI KETUA MAJELIS ULAMA INDONESIA 27 JULI 1975

Tidak Saudara! Ulama sejati tidaklah dapat dibeli, sebab sayang sekali ulama telah lama terjual, pembelinya ialah Allah, "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang yang beriman harta bendanya dan jiwa raganya dan akan dibayar dengan surga." Di sekeliling dirinya telah ditempelkan kertas putih bertuliskan: "Telah Terjual". Barang yang telah terjual, tidak dapat dijual dua kali.

(Rusydi Hamka, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Penerbit Noura, Cet.I, 2017).

Muhammadiyah dan Salafi Wahabi

Menurut Muhammadiyah, perempuan punya peran domestik dan publik. Perempuan boleh menjadi pejabat publik dan bepergian tanpa mahram bila aman dan terjaga dari fitnah. Muhammadiyah memfasilitasi perempuan berorganisasi melalui Aisyiyah. Perempuan sebagaimana laki-laki, harus mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya di semua bidang.

suaramuhammadiyah.id/2020/02/22/muhammadiyah-dan-salafi-wahabi

JANGAN MENDEKATI ZINA

Termasuk juga larangan bepergian jauh perempuan (musafir) tidak diantar oleh suaminya atau mahram-nya. Orang-orang modern kerap mencemoohkan orang-orang yang mempertahankan hukum agama ini. Katanya, perempuan-perempuan terpelajar tidak usah dikungkung dengan segala haram itu. Padahal, terpelajar atau tidak terpelajar namun asal bernama perempuan, dia tetap mempunyai syahwat seks.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Sahabatnya, Buya Zainal Abidin Syu'aib, yang kami panggil Buya Zas, kerap datang dari Padang, singgah dan makan di rumah. Mereka membicarakan keadaan negeri asal mereka Minangkabau, tentang ulama-ulama yang sudah makin menipis, pergaulan pemuda-pemudi yang sudah sangat bebas, adat yang tak dihiraukan lagi dan berita-berita kejahatan yang memenuhi koran-koran setiap hari. Cerita-cerita sambil lalu itu pun bisa membuat Ayah menitikkan air mata."

-Rusydi Hamka-

GHURABAA

Saya salinkan ke dalam bahasa kita apa yang ditulis oleh Ibnul Qayyim ini dalam Madarijus Salikin tentang ghurabaa ini. "Muslim sejati di kalangan manusia adalah asing. Mukmin di kalangan orang Islam adalah asing, ahli ilmu sejati di kalangan orang beriman adalah asing, Ahli Sunnah yang membedakannya dengan ahli dakwah nafsu dan Bid'ah di kalangan mereka adalah asing dan ahli-ahli dakwah yang membawa orang kejurusan itu dan orang yang selalu disakitkan oleh orang yang tidak senang, pun adalah sangat asing. Namun, orang-orang itu semuanya adalah Wali Allah yang sebenarnya, sebab itu mereka tidak asing. Mereka hanya asing dalam pandangan orang kebanyakan ini."

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Buya Yahya Paparkan Mengenai Hukumnya Muslim Memasuki Rumah Ibadah Lain | Fakta tvOne

youtube.com/watch?v=I5FWYJiE4D8

PEREMPUAN ITU SENDIRI ADALAH AURAT

Ananda menanyakan tentang batas aurat perempuan, "Sampai batas-batas manakah seorang perempuan muslim harus berpakaian?" Oleh karena Ananda yang bertanya tampaknya memang seorang perempuan Muslimat yang ingin mengikuti Nabi saw., ingatlah sebuah hadits yang dirawikan oleh at-Tirmidzi, "Perempuan itu sendiri adalah aurat. Bila ia telah keluar, Setan terus mendekatinya. Tempat yang paling dekat untuknya dalam perlindungannya adalah terang-terang di bawah atap rumahnya." Oleh sebab itu kalau tidak perlu benar, janganlah keluar. Misalnya pergi belajar. Pergi ke Masjid tidaklah dilarang. Namun, shalat di rumah adalah lebih afdhal.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

MENJADI IBU RUMAH TANGGA YANG TERHORMAT

Kita pun insaf betapa hebatnya perjuangan di zaman jahiliyyah modern ini hendak menegakkan kebenaran Ilahi. Namun yang keji tetaplah keji walaupun banyak orang yang hanyut dibawa arusnya.

MEMPERSEKUTUKAN (MENGADAKAN TANDINGAN-TANDINGAN)

Mempersekutukan atau mengadakan tandingan-tandingan itu bukanlah semata-mata menyembah-nyembah dan memuja-muja saja, melainkan kalau pemimpin atau pemuka-pemuka membuat peraturan lalu peraturan mereka lebih diutamakan dari peraturan Allah maka terhitunglah orang yang mengikuti itu dalam lingkungan musyrik.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Salafi-Wahabi itu jadi "pintu masuk" radikalisme

Wahabisme itu meniscayakan radikalisme, implikasi dari doktrin-doktrin dasar Wahabisme, antara lain doktrin tri tauhid, khususnya tauhid yang kedua atau tauhid uluhiyah. Tauhid uluhiyah dimaknai dengan tauhid hakimiyah, bahwa hanya ada satu Dzat yang berhak memerintah dan membuat aturan bagi manusia yaitu Allah SWT, sehingga siapa pun yang memerintah dan membuat aturan bagi manusia lain dianggap sebagai tandingan Allah SWT dan dihukumi musyrik, kufur dan thaghut.

jabar.antaranews.com/berita/261666/artikel-salafi-wahabi-itu-jadi-pintu-masuk-radikalisme

KARENA CARI MAKAN

"Dan setengah dari manusia ada yang mengambil yang selain Allah menjadi tandingan-tandingan ... Dan sekali-kali tidaklah mereka akan keluar dari neraka." (al-Baqarah: 165-167).

Sebab itu, masa buat memperbaiki diri bukanlah pada waktu itu, melainkan di masa sekarang ini, sedang kesempatan masih ada.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BOHONG DAN SERBA-SERBI BENTUKNYA

Memotong-motong kebenaran, misalnya mengambil awal pangkalnya saja dan meninggalkan akhir ujungnya, atau sebaliknya. Dengan demikian, rusak maksud suatu perkataan. Dalam Al-Qur'an banyak perkataan, apabila dipotong, menjadi rusaklah maksudnya seperti contoh ayat, "Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya." (al-Maa'uun: 4-5). "Janganlah kamu mendekati shalat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan." (an-Nisaa': 43). Dalam berpolemik, cara orang-orang yang memotong-motong inilah yang sangat berbahaya. Tujuan seseorang yang awalnya baik dan maksud isinya suci, karena dipolemikkan, menjadi kacau-balau karena kesalahan lawannya yang memotong itu.

(Buya HAMKA, Bohong Di Dunia, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

KITAB INI DIBUAT NYERANG TAHLILAN

youtube.com/watch?v=KN7cdUbB6JE

KARENA CARI MAKAN

"Dan setengah dari manusia ada yang mengambil yang selain Allah menjadi tandingan-tandingan ... Dan sekali-kali tidaklah mereka akan keluar dari neraka ... Dan supaya kamu katakan terhadap Allah hal-hal yang tidak kamu ketahui." (al-Baqarah: 165-169).

Setan masuk ke segala pintu menurut tingkat orang yang dimasuki. Kebanyakannya karena mencari makanan pengisi perut. Paling akhir Setan berusaha supaya orang mengatakan terhadap Allah apa yang tidak mereka ketahui. Kalau orang yang dia sesatkan sampai tidak mengakui lagi adanya Allah karena telah mabuk dengan maksiat, Setan pun dapat menyelundup ke dalam suasana keagamaan sehingga lama-kelamaan orang berani menambah agama, mengatakan peraturan Allah, padahal bukan dari Allah, mengatakan agama, padahal bukan agama. Lama-lama orang pun telah merasa itulah dia agama. Asalnya soal makanan juga.

Apakah ini dari agama? Terang-terang hadits menerangkan bahwa perbuatan ini adalah haram, sama dengan meratap. Sebaliknya, kalau di kampung itu juga ada orang kematian tidak mengadakan jamuan makan besar itu, dituduhlah dia menyalahi peraturan agama. Dikatakan bahwa orang yang telah mati itu tidak diselamatkan, sebagaimana mati anjing saja. Setelah itu, tidaklah putus makan-makan itu di hari ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, ke-7, hari memarit (menembok) kubur, hari ke-40 setelah matinya, hari ke-100, dan penutup hari yang ke-1000. Bahkan pada kubur-kubur orang yang dianggap keramat, kubur ulama atau kuburan keturunan sayyid yang tertentu, diadakan Haul sekali setahun, makan besar di sana sambil membaca berbagai bacaan. Rakyat yang awam dikerahkan menyediakan makanan, bergotong-royong menyediakan segala perbekalan. Malahan ada orang yang digajikan buat membaca surah Yaasiin di satu kubur tiap-tiap pagi hari Jum'at. Atas rayuan Setan, orang berkeras mengatakan bahwa itu adalah agama. Siapa yang tidak mengatakan dari agama, dia akan dituduh memecah persatuan! Kalau kita katakan ini bukanlah agama, ini adalah menambah-nambah dan mengatakan atas Allah barang yang tidak diketahui, maka kitalah yang akan dituduh merusak agama.

Hal-hal yang diterangkan di atas adalah nasib dari orang yang telah memperturutkan langkah-langkah Setan yang asalnya dari makanan sehingga agama pun telah dikorupsikan.

Tentang langkah-langkah Setan itu, menurut riwayat dari Ibnu Abi Hatim dan tafsiran Ibnu Abbas, "Apa saja pun yang menyalahi isi Al-Qur'an itu adalah langkah-langkah Setan." Menurut tafsiran dari Ikrimah, langkah-langkah Setan ialah segala rayuan Setan. Menurut Qatadah, "Segala maksiat yang dikerjakan adalah itu dari langkah-langkah yang ditunjukkan Setan." Menurut Said bin Jubair, ialah segala perbuatan buruk yang dibagus-baguskan oleh Setan. Menurut riwayat Abdullah bin Humaid dari Ibnu Abbas, "Bahkan segala sumpah-sumpah yang timbul karena sedang marah, adalah termasuk langkah-langkah Setan juga. Kaffarah (denda) sumpah karena marah itu ialah denda sumpah biasa." Malahan menurut Ibnu Mas'ud, misalnya kita haramkan untuk diri kita sendiri suatu makanan yang dihalalkan Allah, itu pun termasuk menuruti langkah-langkah Setan. Dan, menurut suatu riwayat dari Abdullah bin Humaid dari Usman bin Ghayyats, bahwa dia ini bertanya kepada Jabir bin Zaid (sahabat Nabi) tentang seseorang yang bernadzar akan menghiasi hidungnya dengan subang emas maka menurut fatwa Jabir bin Zaid, nadzar orang itu adalah satu di antara langkah-langkah Setan. Dia akan tetap dipandang durhaka kepada Allah selama subang emas yang dipakai di hidung itu masih dipakainya dan dia wajib menebus (kaffarah) sumpah. Menurut Hasan al-Bishri, orang bersumpah hendak naik haji ke Mekah dengan merangkak, itu pun termasuk menuruti langkah-langkah Setan, sebab dengan merangkak tidaklah haji dapat dilaksanakan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SALUT!! Untuk Pertama Kalinya, Polwan Arab Saudi Awasi Umrah Selama Ramadan | religiOne

youtube.com/watch?v=EdgBWO4Z7Nw

"TIDAK DIMENGERTI OLEH HAMKA"

Setiap orang muslimin mengetahui bagaimana kerasnya hijab pada kota-kota tanah Arab. Perempuannya sangat disembunyikan. Sampai sekarang di Mekah, Madinah, Riyadh, Damman, Haa'il masih begitu. Perempuannya tidak kelihatan sama sekali.

(Buya HAMKA, Antara Fakta dan Khayal: Tuanku Rao, Republika Penerbit, Cet.I, 2017).

Jilbab Bikin Cantik Dan Ayu!!! Hi Squad "Busana Muslim" | Aksi Asia 2021

youtube.com/watch?v=trsm7ZS0aCI

SHALAT DAN KHUTBAH HARI RAYA
PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK PERGI KE MASJID

Dengan segala kerendahan hati, saya nyatakan bahwa almarhum guru dan ayah saya, Dr. Syaikh Abdul Karim Amrullah pernah mengeluarkan pendapat bahwa perempuan tidak usah ikut serta shalat ke tanah lapang. Beliau beralasan berdasarkan pernyataan Aisyah, bahwa jika Nabi masih hidup niscaya akan dicegahnyalah perempuan pergi shalat ke tanah lapang melihat bagaimana banyak berubahnya perangai perempuan sekarang. Ibnu Quddamah berkata di dalam al-Mughni, "Sunnah Rasulullah saw. tetap berlaku, tetapi peringatan Aisyah itu hanya peringatan untuk perempuan yang berlaku demikian." Melihat perkembangan zaman, di mana kaum perempuan sudah teramat bebas, sebaiknya dibebaskan juga mereka mengerjakan ibadah ke tempat umum agar mereka juga turut mendengarkan ajaran-ajaran agama.

(Buya HAMKA, Tuntunan Puasa, Tarawih dan Shalat Idul Fitri, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

Viral Pria Ajak Mudik-Lawan Rezim Zalim, Ade Armando: Kasihan Anaknya

sulsel.suara.com/read/2021/05/09/104958/viral-pria-ajak-mudik-lawan-rezim-zalim-ade-armando-kasihan-anaknya

ISTRI DAN ANAK JADI MUSUH

Rasulullah saw. bersabda, "Apabila aku perintahkan kepadamu suatu perintah, maka kerjakanlah olehmu menurut kesanggupan, dan apabila aku larang, hendaklah kamu hentikan." (HR. Bukhari dan Muslim). Jangan ditambah-tambah, karena itu adalah berbuat Bid'ah dan jangan pula dikurangi, karena kalau dikurangi amalan itu tidak akan sah di sisi Allah.

GELAP SESUDAH TERANG

Kalau dia orang Islam, dia telah banyak mengenal Al-Qur'an dan telah tahu memperbedakan mana hadits yang shahih, mana yang dhaif dan mana yang maudhu' (palsu). Pendeknya, dia sudah terhitung ahli dalam ayat Allah. Akan tetapi, rupanya, semata-mata mengenal ayat-ayat Allah saja, kalau tidak pandai mengendalikan hawa nafsu maka pengetahuannya tentang ayat-ayat Allah itu satu waktu bisa tidak memberi faedah apa-apa, bahkan dia terlepas daripada ayat-ayat itu, tanggal atau ungkai atau copot dirinya dari ayat itu. Nabi disuruh menceritakan keadaan orang yang telah mengerti ayat-ayat Allah, fasih menyebut, tahu hukum halal dan hukum haram, tahu fiqih dan tahu tafsir, tetapi agama itu tidak ada dalam dirinya lagi. Allahu Akbar! Sebab akhlaknya telah rusak. Rupanya karena hawa nafsu, ayat-ayat yang telah diketahui itu tidak lagi membawa terang ke dalam jiwanya, melainkan membuat jadi gelap. Akhirnya dia pun menjadi anak buah pengikut Setan sehingga ayat-ayat yang dia kenal dan dia hafal itu bisa disalahgunakan. Dia pun bertambah lama bertambah sesat. Maka karena dia telah sesat, dipakainyalah ayat Al-Qur'an yang dia hafal itu untuk mempertahankan kesesatannya, dengan jalan yang salah. Dia masih hafal ayat-ayat dan hadits-hadits itu, tetapi ayat dan hadits sudah lama copot dari jiwanya, dan dia telah tinggal dalam keadaan telanjang. Na'udzubillah min dzalik. Kebenaran ayat-ayat Allah diketahui, tetapi diri sendiri mendapat kutuk daripadanya. Laksana anjing yang selalu kehausan, sebab nafsu tidak ada batasnya. Moga-moga dijauhkan Allah kutuk seperti ini dari kita sekalian. Aamiin!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Penceramah Salafi Wahabi Ini Masih Bersikeras Mempertahankan Egonya

youtube.com/watch?v=eEqk4-eB1tc

"Ketahuilah Tuan, bahwa seorang durjana tahu bahwa perbuatannya itu durjana. Ia sangat rindu terlepas daripada ikatan kedurjanaannya itu, tetapi tidak boleh."

-Buya HAMKA, FALSAFAH SYAITAN-

Bersama Erick Thohir, Yang Hilang dari Kita: Akhlak | Shihab & Shihab

youtube.com/watch?v=Gpq3eseXg8M

Gerakan Pendidikan Muhammadiyah | Melawan Lupa Metro TV

youtube.com/watch?v=JRxsJSLVfCE

MERENUNGKAN 108 TAHUN MUHAMMADIYAH

youtube.com/watch?v=7hhflf7dUh8

SYAIKH AHMAD SOORKATI

Beliau pun banyak memberikan inspirasi pada Kiyai H. A. Dahlan, dalam usaha beliau mendirikan Muhammadiyah. Karena persamaan cita hendak membersihkan agama dari Bid'ah, Khurafat, pemujaan kubur keramat dan Haul yang diadakan di kubur-kubur yang dikeramatkan itu setiap tahun pada beberapa kota besar di tanah Jawa.

SAYYID MUHAMMAD RASYID RIDHA

Beliau menulis dalam Al-Manar Juz 3, Jilid 32 demikian:

"... Maka lahirlah pada masa itu sebuah perkumpulan bernama "Al-Irsyad". Tujuannya ialah mendirikan sekolah-sekolah dan menyebarkan pelajaran agama dan ilmu-ilmu umum yang sesuai dengan zaman dan semangat kemerdekaan dan menghidupkan petunjuk dari Al-Qur'an dan Sunnah, dan membanteras segala Khurafat yang tersebar dengan jalan Bid'ah pada agama ..."

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Penerbit Galata Media, Cet. I, 2018).

Bermadzhab Dengan Madzhab Negerinya | Syaikh Dr. Shalih Fauzan Al-Fauzan

youtube.com/watch?v=ql5004lSoUs

AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK RIWAYATNYA

Nyatalah di zaman kemundurannya itu, ulama-ulama tadi telah dididik merasa diri rendah sehingga jika sekiranya ada orang yang hendak kembali mengambil hukum dari Al-Qur'an dan al-Hadits, dipandang sebagai orang sesat, yang memecah ijma', melawan ulama dan lain-lain tuduhan. Jika bertemu hukum yang tepat di dalam Al-Qur'an itu (tetapi bersalahan dengan tafsir atau fatwa yang dikeluarkan oleh ulama-ulama di dalam madzhabnya) yang dahulu dipakainya ialah fatwa ulama itu. Al-Qur'an singkirkan ke tepi dahulu.

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

AL-QUR'AN: LAFAZH DAN MAKNA

Nabi telah meninggalkan kepada kita jalan yang lurus dan jelas, malamnya sama terang dengan siangnya dan selama-lamanya kita tidak akan tersesat dari dalam agama ini atau terpesong keluar dari dalam garisnya, selama kita masih berpegang teguh pada yang dua itu, yaitu Kitab dan Sunnah.

KEBENARAN TETAP MENANG

Tambah diperlihatkan mukjizat, tambah Fir'aun menunjukkan durhakanya kepada Allah. Sampai dia memerintahkan menterinya, Haman, membuat menara tinggi karena katanya dia hendak naik ke langit mencari Tuhan yang dikatakan oleh Musa itu. Karena menurut pendiriannya, mengatakan ada Tuhan di langit itu adalah bohong belaka.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Salafi Sebut Allah Berupa Jism - Padahal Ini Murtad

youtube.com/watch?v=Z9GLq8uS0go

PUNCAK KEKAFIRAN

Kutuk Allah dan kutuk malaikat serta kutuk manusia masih mereka terima. Bahkan jika timbul manusia lain membawakan kekufuran sebagaimana mereka, terkenang lagi orang akan mereka dan mengutuk lagi, "Orang ini seperti Fir'aun! Orang ini jahat seperti Abu Lahab."

BERSEMAYAM DI ATAS ARSY

Menurut riwayat Ibnul Mardawaih dan al-La-Lakaaiy bahwa ibu orang yang beriman, ibu kita Ummi Salamah pernah berkata tentang bagaimana arti Allah bersemayam di Arsy itu. Kata ibu kita itu, "Tentang betapa keadaannya tidaklah dapat dicapai dengan akal dan tentang Dia bersemayam tidaklah majhul dan mengakui tentang hal itu adalah termasuk iman dan menolaknya adalah suatu kekufuran." Itulah perkataan sahabat Rasulullah saw.

ALLAH TURUN KE LANGIT DUNIA

Madzhab Salaf menerima saja akan arti ini keseluruhannya, yaitu bahwa Allah turun ke langit dunia, langit yang terdekat kepada kita ini pada malam hari, sampai tinggal sepertiga malam, untuk mendengarkan siapa kiranya hamba-Nya yang memohon, yang berdoa dan meminta ampun.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BUYA HAMKA SOSOK TELADAN: Pengawal Akidah Umat

kemenag.go.id/home/artikel/12724

MUKADIMAH

Madzhab yang dianut oleh penafsir ini adalah Madzhab Salaf. Yaitu Madzhab Rasulullah dan sahabat-sahabat beliau serta ulama-ulama yang mengikuti jejak beliau. Dalam hal aqidah dan ibadah, semata-mata taslim, artinya menyerah dengan tidak banyak tanya lagi. Namun, tidaklah semata-mata taklid kepada pendapat manusia, melainkan meninjau mana yang lebih dekat pada kebenaran untuk diikuti dan meninggalkan mana yang jauh menyimpang. Meskipun penyimpangan yang jauh itu bukanlah atas suatu sengaja yang buruk dari yang mengeluarkan pendapat itu.

MEMECAH-BELAH AGAMA

Keempat Imam sama saja bunyi seruan mereka, yaitu pendapat mereka hanya boleh dipakai bila kenyataannya berlawanan dengan Al-Qur'an dan Hadits, Imam Syafi'i terkenal dengan perkataan beliau: "Kalau terdapat hadits yang shahih (benar) maka itulah madzhabku." Maka yang menimbulkan perpecahan bukanlah beberapa ijtihad, tetapi apabila suatu hasil ijtihad telah dipegang dengan yakin, dan tidak boleh ditinjau atau diubah lagi. Kemudian, timbul berbagai madzhab dan tiap madzhab mengatakan bahwa pihak merekalah yang benar. Kadang-kadang, ternyata pendapat seorang mujtahid itu setelah diselidiki dengan saksama, berbeda dengan maksud suatu hadits yang shahih. Hadits shahih itu tidak dipakai orang karena orang telah memegang hasil ijtihad imamnya, dengan tak mau beranjak lagi. Dan ... timbul perpecahan!

MEMPERSEKUTUKAN (MENGADAKAN TANDINGAN-TANDINGAN)

Seruan yang berkumandang di zaman kini dalam kebangunan umat Islam ialah agar kita semua kembali kepada Kitab dan Sunnah atau Al-Qur'an dan Hadits. Ini karena salah satu sebab dari kepecahan umat Islam ialah setelah Al-Qur'an ditinggalkan dan hanya tinggal menjadi bacaan untuk mencari pahala, sedangkan sumber agama telah diambil dari kitab-kitab ulama. Pertikaian madzhab membawa perselisihan dan timbulnya golongan-golongan yang membawa faham sendiri-sendiri. Bahkan dalam satu madzhab pun bisa timbul selisih dan perpecahan karena kelemahan-kelemahan sifat manusia. Orang-orang yang diikut, sebab mereka adalah manusia, kerapkali dipengaruhi oleh hawa nafsu, berkeras mempertahankan pendapat sendiri walaupun salah dan tidak mau meninjau lagi. Sehingga masalah-masalah ijtihadiyah menjadi pendirian yang tidak berubah-ubah lagi. Bukan sebagaimana Imam Syafi'i yang berani mengubah pendapat sehingga ada pendapatnya yang qadim (lama) dan ada yang jadid (baru). Atau Imam Ahmad bin Hanbal yang terkenal dalam fi ihdaqaulaihi (pada salah satu di antara dua katanya). Dalam hal orang yang diikut itu berkeras pada suatu pendapat, si pengikut pun berkeras pula dalam taklid. Ini karena dengan sadar atau tidak mereka telah menjadikan guru ikutan menjadi tandingan-tandingan Allah atau andadan.

TAUHID

Tauhid adalah puncak tertinggi dari kecerdasan manusia.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

CAHAYA BARU

Yaitu 12 abad setelah tiadanya Nabi saw. dengan lahirnya Syekh Muhammad ibnu Abdul Wahab, guru besar ajaran Wahabi yang masyhur. "Kembali pada ajaran Rasul saw. yang asli", adalah dasar pengajarannya. Tauhid yang khalis, yang tidak bercampur dengan syirik sedikit juga ke sanalah semua umat harus pulang agar selamat dunia dan akhirat.

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Wahabi Jahil Eksploitasi Isu Furu' Seolah Masalah Ushul | Praja ASWAJA

youtube.com/watch?v=Bpxl3WeJ4ww

BUNUH-MEMBUNUH

Kadang-kadang soal amalan yang kecil-kecil membawa tumpahnya darah, bahkan sampai menghancurkan negara. Di Baghdad pernah terjadi bunuh-membunuh di antara pemeluk Islam Madzhab Syafi'i dan pemeluk Madzhab Hambali karena perkara men-jahar-kan bismillah. Perkelahian penganut Madzhab Syafi'i dengan Madzhab Hanafi telah sampai menghancurleburkan negeri Merv sebagai pusat ibukota wilayah Khurasan.

MENUHANKAN GURU

Imam ar-Razi dalam tafsir beliau Mafatihul Ghaib, "Kebanyakan ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Arbab (Tuhan-Tuhan) terhadap pendeta itu bukanlah bahwa mereka berkepercayaan bahwa pendeta yang menjadikan alam ini, tetapi bahwa mereka patuhi segala perintah dan larangan mereka!" Inilah perkataan ar-Razi, yang mengarang tafsirnya pada abad-abad pertengahan dalam Islam. Beliau menegaskan bahwa penyakit-penyakit kepercayaan Yahudi dan Nasrani itu telah berjumpa pula dalam kalangan Islam. Lebih mementingkan kata ulama daripada Kata Allah dan Rasul saw. Taklid dalam soal-soal fiqih sehingga tidak mau lagi meninjau pikiran yang baru, sehingga agama menjadi membeku. Sehingga timbullah pertengkaran dan pertentangan dan sampai kepada permusuhan di antara muqallid suatu madzhab dengan muqallid madzhab yang lain. Kadang-kadang sampai memusuhi orang yang berlain madzhab sama dengan memusuhi orang yang berlain agama.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Pdt. Mell Atock, S.Th menanggapi Ustad Yahya Waloni terkait Ceramah Ustad Abdul Somad

youtube.com/watch?v=L3YBNr0SEFE

KITAB-KITAB INJIL

Kitab-kitab Injil yang "terlarang" itu ada yang telah sengaja dihilangkan atau dibakar dan ada pula yang tersimpan dengan sembunyi dalam maktabah rahasia gereja. Di antara kitab Injil yang tersimpan itu, dan kemudian dapat diketahui orang luar, lalu dicetak pula, tetapi tetap tidak diakui oleh gereja, ialah Injil Bernabas. Keistimewaan Injil Bernabas yang termasuk daftar bacaan terlarang ini ialah bahwa di dalamnya dibantah ketuhanan Yesus dan tertulis jelas sabda Yesus bahwa akan datang Nabi akhir zaman, melanjutkan ajaran Yesus, yaitu Nabi Muhammad.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM Jilid 2, Republika Penerbit, Cet.1, 2018).

MENIKAM DENGAN KERIS MAJAL

Teringat dia bagaimana setianya Yahya Pintor dan anggota-anggota di sana yang bersedia mati untuk melanjutkan Jum'at. Dia teringat kejadian di Bulilir dan Pancur Batu. Rakyat pengikut pemimpinnya berpuluh-puluh mati menjadi umpan peluru, dengan tuduhan hendak melawan raja. Yahya Pintor dituntut oleh kerajaan. Dia menjawab bahwa pendirian Jum'at itu bukanlah atas kehendak dirinya, melainkan keputusan dari Majelis Pimpinan Muhammadiyah, HAMKA San dan kawan-kawannya. Kerajaan Deli mengirim surat dengan alasan apa Muhammadiyah membuka Jum'at sebuah lagi di Rampah? Muhammadiyah menjawab, dia mendirikan adalah atas dasar Madzhab Syafi'i juga (Dia ingat janjinya dahulu dengan sultan!). Yahya Pintor taat menjalankan perintah. Jum'at diteruskannya juga. Kaum Muhammadiyah, yang jumlah laki-laki dan perempuan di Rampah baru 200 orang, bersedia mengikuti pemimpinnya walaupun ditembak semua!

Hanya dua orang yang berjaya mengobati hatinya, yaitu Yunan Nasution dan Haji Abdul Halim Hassan. Yunan berkata, "Saya sadar bagaimana berat perasaan Engku Haji. Cuma sayang, Engku tidak bawa pulang urusan itu lebih dahulu." H.A. Halim Hassan berkata, "Ini bukan kekalahan. Dibawa bicara berhadapan Pemimpin Muhammadiyah dengan raja adalah kemenangan. Tutup masjid bukan kekalahan. Kita belum pernah kalah berhujjah dengan mereka, tetapi kita sekarang berhadapan dengan sesuatu kekuasaan, dipaksa tunduk. Tetapi kita mulia!"

(Buya HAMKA, KENANG-KENANGAN HIDUP, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

GUS NUR MUBAHALAH DENGAN 16 AL-QURAN UNTUK REZIM & KPU | FULL VIDEO

youtube.com/watch?v=c6eJUXL5CzM

UMPAMA KELEDAI MEMIKUL BUKU

Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah menulis dalam kitabnya, I'lamul Muwaqqi'in, bahwa ayat ini, "Walaupun dijadikan perumpamaan bagi orang Yahudi, namun makna yang terkandung di dalamnya mengenai juga bagi orang-orang yang memikul Al-Qur'an, namun mereka tidak mengamalkannya dan tidak memenuhi haknya dan tidak memelihara maksudnya dengan sepatutnya."

TRADISI BELANDA

Setiap orang yang akan diberi jabatan tinggi disumpah terlebih dahulu, bahkan di negeri kita ini diadakan pula tradisi, bahwa setiap orang yang tengah disumpah itu, di belakangnya berdiri seorang haji mengangkat sebuah kitab suci Al-Qur'an, yaitu tradisi yang diwarisi dari Belanda dan diteruskan oleh pemerintah kita, dan sekali-kali tidak ada dari Nabi Muhammad saw. ataupun dari para sahabatnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

OOH... TERBUKTI UCAPAN GUS NUR SOAL ADA ULAMA SAPI, AYAM DLL | Benteng Aqidah

youtube.com/watch?v=cp-GolQ5dRQ

KHILAFIYAH YANG MENGHABISKAN TENAGA

Memang, dalam kenyataannya di zaman yang sudah-sudah perbincangan khilafiyah dalam masalah furu' kerapkali telah membawa bahaya. Membawa perpecahan, menghabiskan kalori. Sampai kafir-mengkafirkan, tuduh-menuduh, hina-menghinakan. Kadang-kadang menjangkit sampai kepada pertentangan politik. Salah satu sebab yang terbesar ialah cara membawakannya. Ahli-ahli yang merasa berhak membincangkan suatu masalah menyatakan pendapatnya, lalu mengajarkannya kepada muridnya. Oleh si murid diterima sebagai suatu keyakinan, lalu disebarkannya kepada masyarakat dengan sikap menantang. Dia baru murid. Ilmunya baru sekedar isi kitab yang dikarang gurunya. Tetapi karena ilmunya pun masih singkat, maklum masih murid, dia sudah berkeyakinan bahwa itulah yang mutlak benar. Dia pun telah menuduh-nuduh pula bahwa orang lain yang tidak mau menerima pendapat gurunya itu sebagai tukang Bid'ah, yang tidak berpedoman kepada Al-Qur'an dan Hadits. Niscaya timbullah reaksi yang hebat dan timbullah pertentangan. Dia menuduh golongan lain "taqlid buta", tetapi dia tidak sadar bahwa dia sendiri pun adalah taqlid buta kepada gurunya pula. Kalau disinggung orang saja sedikit nama gurunya, dia pun marah. Bagi dia tidak ada yang murni berpegang kepada Al-Qur'an dan Hadits, melainkan gurunya itulah. Apatah lagi kalau pengetahuannya dalam bahasa Arab tidak ada. Yang dibacanya hanya kitab-kitab bahasa Indonesia karangan gurunya dan pendapat gurunya. Hal ini jadi berlarut-larut, yang berdasar Al-Qur'an dan Hadits hanya dia, hanya gurunya dan hanya golongannya. Orang lain tidak. Dia benar sendiri. Dia berani berdebat dengan siapa saja. Dengan itu timbullah isolasi diri. Maksud masalah khilafiyah yang timbul dari kebebasan berijtihad, yang hasilnya ialah zhanni, dengan sendirinya berubah sifatnya dengan pertentangan "keyakinan".

AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH

Lawannya ialah Syi'ah atau Khawarij atau Mu'tazilah! Maka pertikaian di antara Ahlus Sunnah dengan Syi'ah dan Khawarij dan Mu'tazilah itu bukanlah dalam soal furu', tetapi dalam beberapa pokok aqidah (kepercayaan).

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Penerbit Galata Media, Cet. I, 2018).

"TALBIS IBLIS": Talbis Iblis Terhadap Orang Awam | Ustaz Qarni

youtube.com/watch?v=qPXtA1OAyyk

TUTUR KATA YANG TERLANJUR

Kejadian seperti ini pada zaman sekarang amat banyak terjadi, yaitu orang-orang awam yang masih dalam derajat muqallid (walaupun dia tidak mengaku) turut pula memperdebatkan masalah yang kurang diketahuinya.

(Buya HAMKA, Akhlaqul Karimah, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).

Indadari: Cadar Jangan Dikaitkan Terus dengan Teroris

hot.detik.com/celeb/d-5516627/indadari-cadar-jangan-dikaitkan-terus-dengan-teroris

SESAT DAN MENYESATKAN

Ibnul Qayyim mengingatkan, bahwa tradisi, motivasi, situasi, tempat dan waktu memengaruhi perubahan dan keragaman fatwa atau pemikiran hukum atau fikih. Ia mendeklarasikan adagiumnya (kaidah) yang berbunyi: "Perubahan dan keragaman fatwa (dimungkinkan terjadi) karena memperhatikan perubahan zaman, tempat, keadaan, niat dan adat-istiadat." Ibnul Qayyim al-Jauziyyah menegaskan bahwa melahirkan fatwa atau fikih tanpa memperhatikan lima faktor yang telah disebutkan merupakan keputusan yang sesat dan menyesatkan.

(Fikih Kebinekaan, Penerbit Mizan, Cet.1, 2015).

ULAMA SU' (ULAMA JAHAT)

Memang banyak orang tertipu oleh ulama yang pertama tadi, dengan ulama su'. Karena mereka pandai berhias dengan ilmu-ilmu hafalan. Pandai pula menjadi penarung menghambat masyarakat yang sedang maju. Pandai pula memakai pakaian yang menyerupai orang saleh, untuk memikat harta dan kehormatan. Tetapi tipuan itu tidak akan lama berlaku. Sebab topeng demikian akhirnya mesti terbuka. Mereka tiadakan tahan di dalam, satu saat mesti terlempar ke luar. Atau tertinggal jauh di belakang. Awaslah wahai kaum muslimin yang hendak memperbaiki nasibnya dalam mengejar kemuliaannya kembali. Peganglah kata ulama. Ikutlah perkataan ulama. Jadikanlah mereka contoh dan teladan dalam mengerjakan agama. Yaitu ulama yang berkidhmat kepada umatnya dan negerinya. Yang hanya berlindung kepada Tuhan dan memegang Sunnah Nabi. Mengikuti jejak jalan Salafus Shalihin yang terdahulu, yang sanggup menghadapi kehendak khaas dan 'aam, dan meninggalkan kehendak nafsunya sendiri.

(Buya HAMKA, LEMBAGA HIDUP: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Republika Penerbit, 2015).

POKOK BERPIKIR

Peraturan Islam itu dari Allah dan Rasul, tidak dicampuri oleh pendapat umum manusia. Meskipun kadang-kadang ijtihad manusia masuk juga ke dalamnya, ijtihad itu tidak lebih tidak kurang daripada garis yang telah ditentukan. Hasil pendapat tidak boleh berubah dari maksud syari'at.

AL-QUR'AN DAN AS-SUNNAH

Pada saat-saat yang penting, telah ada tempat mereka kembali yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Kalau tidak demikian, niscaya mereka akan hancur, tikam-menikam, bunuh-membunuh sama sendiri.

AL-QUR'AN: LAFAZH DAN MAKNA

Pendeknya, yang berkenaan dengan hukum, kita tidak boleh menambah tafsir lain. Sebab, tafsiran yang lain bisa membawa Bid'ah dalam agama.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TikTok Ukhti Bercadar

youtube.com/watch?v=yZOWlIvF7PU

MAKSIAT DAN PENYAKIT JIWA

Islam tidak memerintahkan perempuan menutup tubuhnya dengan goni dan matanya saja yang keluar! Apa gunanya membungkus badan dengan goni itu, padahal mata yang keluar sedikit itu penuh syahwat seakan-akan mengucapkan "pegang aku!" Di Timur, di negeri-negeri Islam, dan di Barat, di negeri-negeri Kristen, ada pakaian yang sopan dan bila dipakai oleh seorang perempuan timbullah rasa hormat kita!

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

go.ni
n karung (dari serat goni).
kbbi.kemdikbud.go.id/entri/goni

CERAMAH PERSATUAN KEBON BINATANG

youtube.com/watch?v=1w_bnoH3fSA

TIMBUL, BERKEMBANG DAN HANCURNYA SUATU UMAT

Jangan sampai peraturan Allah yang jelas dan terang dihelah-helah dan diputar-putar karena menginginkan keuntungan yang sedikit. Sebab, kalau demikian, kita pun akan disumpah Allah menjadi monyet.

Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah di dalam kitabnya Ightsatul Lahfan: "Setengah daripada tipu daya Setan untuk memperdayakan orang Islam ialah helah, kecoh dan tipu ... Dan, berkata setengah Imam, bahwasanya cerita ini adalah ancaman besar bagi orang-orang yang suka menghelah-helah dalam hal yang dilarang oleh syara', mengacau-balaukan fiqih, padahal mereka bekas ahli-ahli fiqih. Karena fiqih yang sejati adalah yang takut kepada Allah, dengan memelihara batas-batas yang telah ditentukan Allah dan menghormati larangan-Nya dan tidak mau melampauinya ... yang mereka pegang bukan lagi hakikat agama, hanyalah pada kulit saja, bukan pada hakikatnya, dibalikkan Allah-lah rupa mereka menjadi monyet. Serupa perangai mereka dengan monyet padahal mereka manusia. Suatu balasan yang sangat setimpal."

Disinilah terasa beratnya memikul tugas menjadi ulama dalam Islam. Yakni di samping memperdalam pengetahuan tentang hakikat hukum, memperluas ijtihad, hendaklah pula ulama kita meniru meneladani ulama pelopor zaman dahulu itu, sebagai Imam Malik, Abu Hanifah, asy-Syafi'i dan Ahmad bin Hambal dan lain-lain, yaitu keteguhan pribadi dan kekuatan iman, sehingga di dalam menegakkan hukum mereka itu tidak dapat dipengaruhi oleh harta-benda dan tidak sampai mereka mengubah-ubah makna dan maksud ayat, karena tenggang-menenggang atau ketakutan, walaupun untuk itu diri-diri beliau kerapkali menderita. Itulah ulama Islam, bukan ulama Yahudi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KAUM MUDA

Dicapnyalah Syekh Sa'ad Mungka sebagai mu'anid, yang artinya adalah orang keras kepala mempertahankan yang batil dan Bid'ah. Kemudian, timbullah polemik yang berkasar-kasaran sehingga bertambah bencilah lawan-lawannya kepada beliau (Haji Abdul Karim Amrullah). Namun, bertambah cinta pula murid-muridnya karena ketangkasan beliau. Jadi, dapatlah dicatat bahwa pahlawan pertama dari Golongan Tua adalah Syekh Sa'ad Mungka. Setelah beliau wafat, barulah Golongan Tua dipimpin oleh Tuan Syekh Khatib Ali di Padang.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Penyebar Syubhat Dari Masa ke Masa...

youtube.com/watch?v=EwZQUuoUaKc

THE POWER OF KAUM SARUNGAN || SHORT MOVIE

youtube.com/watch?v=eWiC2pDWcQA

PERUMPAMAAN YANG MENYEDIHKAN

Kaum Inkisyariyah dengan bantuan ulama-ulama yang sempit paham membuat propaganda di luaran bahwa perbuatan itu meniru orang kafir. "Barangsiapa yang meniru menyerupai kafir, maka dia orang kafir pula." Inilah hadits yang mereka pegang dan besar pengaruhnya kepada orang awam.

"Tembaak!" Perintah Sultan. Lima buah meriam besar sekali meletus, tepat mengenai sasaran, hampir 40.000 mayat kaum Inkisyariyah berkeping-keping dan bergelimpangan, beribu-ribu luka berat dan enteng dan selebihnya lari tumpang-siur. Dengan demikian Sultan Mahmud II telah menyelesaikan kesulitan dalam negerinya dan tentara Turki menurut susunan yang baru telah Baginda tegakkan. Mulai waktu itu pula Baginda menanggali pakaian cara lama dan memakai pakaian Panglima Tertinggi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

REAKSI

Dibatalkan kenduri, padahal pencaharian beliau dari kenduri itu. Dibatalkan fidyah sembahyang, betapa berkurang pendapatan karena itu. Oleh karena itu, ditariklah hati rakyat awam dan ditentanglah kawan sendiri yang sepaham, yang artinya sama dengan menentang pendirian diri sendiri. Karena celaan, makian, cercaan dan tuduhan bahwa mereka "durhaka" kepada guru, ulama-ulama muda ini bukanlah bertambah mundur, melainkan bertambah merangsang hati mereka. Ketika mereka dituduh kafir karena telah memfatwakan bahwa cepiau, pantalon dan dasi tidaklah menyerupai orang kafir, timbullah kenekatan mereka. Dalam waktu sebentar saja, dengan pantalon, dasi dan cepiau (topi Panama). Bertahun-tahun lamanya, Syekh Abdullah Ahmad dan Syekh Abdul Karim Amrullah memakai dasi dan pantalon dan memakai tarbus di kepala mereka, bahkan kadang-kadang cepiau. Mau apa? Siapa mau menantang? Siapa mau mengaji? Syekh Jambek luar biasa pula, beliau membeli sepeda motor. Kemudian, beliau menukar sepeda motor itu dengan mobil dan beliau kemudikan sendiri. Di bahu beliau tersandang bedil untuk berburu. Mau apa? Siapa mau melawan? Siapa mau berdebat?

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

Ustaz A Somad, Harmonisasi Bali dan Kebangkitan Umat Bali

Gayanya mengingatkan pada dua ulama besar yang dimiliki bangsa ini: Buya Hamka dan KH Zainuddin MZ. Mirip seperti Buya, dengan keluasan ilmu, cara memandang perbedaan dan logat Melayunya yang amat kenal.

Yap. Dengan penghakiman bidah, sesat, kafir: telah menghasilkan perpecahan umat yang makin mengerikan. Tak percaya? Sila jalan-jalan keliling pedesaan, pegunungan, pedalaman di sejumlah daerah di Indonesia. Dan muncullah Ustaz Abdul Somad. Gaya dakwahnya begitu jenaka, tapi amat mengena. Mendobrak doktrin-doktrin kelompok yang merasa paling nyunnah sejagat semesta. Ustaz Abdul Somad pun makin digandrungi. Ia mampu menyatukan seluruh elemen. Mampu pula mematahkan argumen kelompok penuding bidah, sesat, kafir.

republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/17/12/12/p0umym396-ustaz-a-somad-harmonisasi-bali-dan-kebangkitan-umat-bali

MEMPERSEKUTUKAN (MENGADAKAN TANDINGAN-TANDINGAN)

Dalam Islam, sekarang bisa juga datang keruntuhan agama seperti yang menimpa umat-umat yang dahulu. Kerusakan agama umat yang dahulu ialah karena aturan agama sudah sangat dicampuri oleh kepala-kepala agama, oleh pendeta, uskup, rabbi dan sebagainya. Pemuka-pemuka agama itu yang menentukan halal-haram, menambah-nambah agama, sehingga hilang yang asli dibungkus oleh tambahan.

GOLONGAN ADAT JAHILIYYAH

"... Orang-orang kafirlah yang membuat-buat atas nama Allah akan kedustaan. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang tidak berakal. Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Marilah kepada apa yang diturunkan oleh Allah dan kepada Rasul.' Mereka pun menjawab, 'Cukuplah bagi kami apa-apa yang telah kami dapati atasnya bapak-bapak kami.' Apakah walaupun bapak-bapak mereka itu tidak mengetahui sesuatu dan tidak dapat petunjuk?" (al-Maa'idah: 103-104).

Di luar itu, Bid'ah namanya.

Golongan adat ini tidak semata-mata zaman sebelum Nabi Muhammad diutus menjadi rasul, tetapi segala penyelewengan dari garis agama yang benar lalu dikatakan bahwa itu pun agama, termasuklah dalam jahiliyyah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BINATANG TERNAK

Islam menyerukan supaya terlepas dari waham, syak, dari ikatan was-was. Manusia diciptakan Tuhan bukan buat menjadi Pak Turut, sebab Pak Turut itu ialah binatang ternak. Islam pun memalingkan hati dari persangkaan yang berlebihan atas nenek-moyang, menyangka bahwa segala yang dari nenek-moyang itu benar semuanya, sehingga tak mau mengubah dengan yang lebih disetujui akal. Islam dengan keras mengritik orang yang berkata, "Demikian yang kami terima dari nenek-moyang kami!" Dalam Al-Qur'an perkataan yang demikian dijawab dengan kritik keras, "Bagaimana kalau nenek-moyangnya itu tidak berakal dan tidak beroleh petunjuk?"

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

TERSINGGUNG PUNCAK BISULNYA

Kita pun harus sadar akan ada golongan yang tersinggung puncak bisulnya jika kita membuka soal agama. Kadang-kadang kita akan dituduh pemecah persatuan, dilarang membuka-buka, mengutik-utik masalah khilafiyah. Dengan segala daya upaya kita telah memilih jangan menyinggung, jangan berkhilafiyah. Tetapi oleh karena soal khilafiyah itu ternyata sangat relatif, maka kadang-kadang jika kita membanteras perbuatan yang tidak berasal dari Islam, kita pun dituduh memecah persatuan.

Berjuanglah terus, hai mubaligh, menegakkan citamu, dan serahkanlah dirimu kepada Tuhan. Terhadap sesama pemeluk Islam ambillah satu sikap yang paling baik. Jika engkau dipandang musuh, pandanglah mereka kawan. Jika engkau dihina, muliakan mereka! Jika engkau diinjak, angkat mereka ke atas biar sampai tersundak ke langit. Adapun kemuliaan yang sejati, hanyalah pada siapa yang lebih taqwa kepada Allah. Oleh sebab itu, di dalam orang rebut-merebut keuntungan duniawi, mari kita merebut taqwa!

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Penerbit Galata Media, Cet. I, 2018).

PENDAHULUAN

Ilmu dalam Islam adalah yang ada dasar dan dalilnya, terutama dari dalam Al-Qur'an dan dari As-Sunnah, termasuk juga penafsiran ulama-ulama yang telah mendapat kepercayaan dari umat, yang disebut Salafus Shalihin.

BOLEHKAH BERPANDUKAN DENGAN HADITS DHAIF?

Kalau sudah dijadikan anjuran kepada orang, tidaklah dapat hadits-hadits dhaif itu dijadikan dalil, atau hadits dhaif tidak boleh jadi hujjah.

SAMPAIKAH DOA KITA YANG HIDUP UNTUK ORANG YANG TELAH MENINGGAL?

Dibiasakan orang membaca al-Fatihah itu untuk Nabi. Sampai atau tidak hadiah itu? Soalnya bukanlah sampai atau tidak. Persoalannya sekarang adalah, "Apakah Nabi berbuat ibadah seperti itu atau tidak?" Kalau tidak, niscaya kita telah menambah-nambah.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

ILMU

"Aku adukan kepada guruku Waki' akan keburukan hafalanku, maka beliau tunjukkanlah supaya aku suka meninggalkan maksiat. Dan beliau ajarkan pula bahwa ilmu itu ialah Nur. Dan Nurullah itu tiadalah akan diberikannya kepada orang yang 'ashi, berbuat dosa."

-Imam Syafi'i-

(Buya HAMKA, FALSAFAH HIDUP: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, Republika Penerbit, Cet. IV, 2016).

MAJELIS ULAMA INDONESIA

"Kalau begitu alasan Ayah menerima kehadiran Majelis Ulama dan mungkin kesediaan Ayah menerima jabatan Ketua Umumnya adalah politik. Bukankah Ayah selalu mengatakan bukan orang politik?" tanya saya. "Benar kalau hendak dikatakan demikian, tapi kalau orang politik menginginkan jabatan dan kursi itu, karena empuknya kursi itu. Ayah sendiri melihat kursi Ketua Majelis Ulama itu sebagai sebuah kursi listrik, kita akan mati terkena aliran listriknya yang membunuh ..."

"Buya benar-benar berani bicara terus terang dengan Presiden, dan Presiden pun dengan sikap arif menerima uneg-uneg yang disampaikan Buya itu," cerita Kafrawi. Marzuki Yatim memandang Ayah, lalu berkata dengan bahasa daerah (mereka sama-sama dari Sungai Batang), "Takana di den inyiak." Artinya, saya teringat pada ayahandanya, Dr. Abdul Karim Amrullah yang terkenal ketegasannya itu. Ayah pun menitikkan air mata, "Doakan dan bantu den (saya) dalam melakukan tugas di Majelis Ulama, ko (ini)."

(Rusydi Hamka, Pribadi Dan Martabat Buya HAMKA, Penerbit Noura, Cet.I, 2017).

AYAH BERDAMAI DENGAN JIN

"Aku tidak takut! Segala hantu, genderuwo, setan, dedemit, boleh duel karo aku!" katanya dengan nada suara yang sombong. Baru saja berhenti bicara, tiba-tiba terdengar suara dari dalam sumur memanggil namanya. "Rojitooo... Rojitooo..."

(Irfan Hamka, Ayah..., Republika Penerbit, Cet. XII, 2016).

TENTANG MANUSIA DAN JIN

"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan untuk mengabdi kepada-Ku." (adz-Dzaariyaat: 56).

Menurut riwayat dari Ali bin Abi Thalhah, yang diterimanya dari Ibnu Abbas, arti untuk beribadah ialah mengakui diri adalah budak atau hamba dari Allah, tunduk menurut kemauan Allah, baik secara sukarela atau secara terpaksa, namun kehendak Allah berlaku juga (thau'an aw karhan). Mau tidak mau diri pun hidup. Mau tidak mau kalau umur panjang mesti tua. Mau tidak mau jika datang ajal mesti mati, ada manusia yang hendak melakukan di dalam hidup ini menurut kemauannya, namun yang berlaku ialah kemauan Allah jua.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Chrisye - Ketika Tangan dan Kaki Berkata (Official Music Video)

youtube.com/watch?v=BOHJw6EYYlY

MUSUH-MUSUH ALLAH

Dalam satu riwayat pula dari Ibnu Abbas, bahwa di hari Kiamat, akan datang suatu masa manusia itu dikumpulkan untuk ditanya, tetapi mereka tidak dapat berbicara dan tidak sanggup membela diri dan tidak dapat berkata-kata, sebelum dapat izin. Setelah diberi izin mulailah mereka mempertahankan diri dan mungkir bahwa mereka mempersekutukan yang lain dengan Allah, sampai ada yang bersumpah di hadapan Allah seperti mereka bersumpah dengan kamu saja. Oleh karena mereka bersikeras mempertahankan diri dan memungkiri kesalahan itu, dibangkitkan Allah-lah saksi-saksi yang datang dari dalam diri mereka sendiri, yaitu kulit-kulit mereka, pandangan mata mereka, tangan mereka, kaki mereka dan mulut mereka dikuncikan.

MENYEMBAH SETAN

"Bukankah sudah Aku pesankan kepada kamu, wahai Anak Adam supaya kamu jangan menyembah Setan ... Inilah Jahannam yang pernah diancamkan kepadamu. Berbenamlah kamu ke dalamnya hari ini dengan sebab kamu telah mengingkarinya. Pada hari ini Kami tutup atas mulut-mulut mereka dan Kami buat bercakap tangan-tangan mereka dan naik saksi kaki-kaki mereka atas apa yang mereka usahakan." (Yaasiin: 60-65).

Dari menempuh jalan lurus, shirathal mustaqim, mereka tempuh jalan berbelok-belok tidak menentu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

JATUHNYA KHILAFAH 1924

Utusan dari tanah Jawa yang diutus oleh komite adalah H.O.S. Cokroaminoto (ketika itu, masih R.M. Cokroaminoto) pemimpin besar centraal Serikat Islam, dan K.H. Mas Mansur, penganjur besar Muhammadiyah. Bersama mereka, ikut juga H.M. Sujak sebagai pemimpin dari Haji Organisasi Hindia (H.O.H.). Sementara itu, dari Persatuan Guru-guru Agama Islam di Sumatra Barat yang diutus adalah Syekh Abdullah Ahmad dan Syekh Abdul Karim Amrullah.

Sebagaimana juga Kongres di Hijaz, hasil yang dapat dipegang dari Kongres Mesir boleh dikatakan tidak ada. Setelah soal Khilafah diselidiki dengan saksama, rupanya belumlah masanya untuk membangunnya kembali.

(Buya HAMKA, AYAHKU, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2019).

BUYA HAMKA TIDAK MEMBODOHI KITA

republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/16/10/19/of92kj396-buya-hamka-tidak-membodohi-kita

SAAT KESADARAN

Allah takdirkan menimbulkan mujaddid yang pertama untuk kebangkitan, yang sekarang ini. Itulah Muhammad bin Abdul Wahab di Nejed. Kebangunan Muhammad bin Abdul Wahab yang mula-mula itu adalah seumpama "bom" yang amat keras memukul kubu-kubu pertahanan Islam yang bobrok. Dia memukul sekeras-kerasnya Islam yang telah rusak. Dipandangnya kaum Muslimin di mana-mana di seluruh dunia telah sesat, telah musyrik. Kemusyrikan itu wajib dibanteras dan umat dibawa kembali kepada Tauhid yang khalis. Kerajaan Turki dipandangnya sebagai induk dari kemusyrikan di dalam Islam.

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

KESIMPULAN

Hamka sendiri, sebagai modernis, memiliki misi pemurnian, tapi sifatnya bukanlah ideolog. Dia menulis dengan rasa hormat mengenai para pemikir Islam dari segala haluan, meski dia cenderung memihak ke satu sisi atau yang lainnya ketika menyimpulkan. Dia lebih tertarik membawa para pembacanya untuk merayakan prestasi dan kehebatan peradaban Islam ketimbang menjelekkan mereka yang dianggap menyesatkan dalam Islam. Sayyid Quthb akhirnya percaya bahwa kehidupan Islami sejati dan murni "sudah lama berakhir di seluruh dunia dan bahwa [keberadaan] Islam itu sendiri telah berhenti." Hamka jauh lebih positif, yang dia lihat di Indonesia adalah tumbuhnya komunitas umat lslam yang taat dan cerdas.

(James R. Rush, ADICERITA HAMKA: Visi Islam Sang Penulis Besar untuk Indonesia Modern, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Cet.1, 2017).

AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK RIWAYATNYA

Dahulu kala ulama-ulama yang dahulu mengambil istinbat hukum dari Al-Qur'an sendiri, Hadits Nabi saw. disaring benar-benar karena telah banyak campuran buatan manusia yang mempunyai maksud untuk kepentingan sendiri. Lalu ulama itu mempergunakan ijtihad. Ijtihad itu mereka namakan "zan" tidak hukum "yakin". Ulama itu berkata, "Bahwa jika bertemu kataku itu dan bertemu pula hadits yang shahih tinggalkanlah kata-kataku itu dan ambil hadits yang shahih." Ada pula berkata, "Jangan dipegang perkataanku atau perkataan ulama yang lain, tetapi peganglah Al-Qur'an dan as-Sunnah yang shahih."

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

SHAHIH

"... Dan mereka itu adalah terhadap ayat-ayat Kami amat yakin." (as-Sajdah: 24).

Ibnu Katsir memberikan komentar dalam tafsirnya tentang imam-imam Bani Israil itu, "... Tetapi setelah ada dalam kalangan mereka yang mengganti-ganti, menukar-nukar dan menta'wilkan arti ayat suci dari maksudnya yang sebenarnya, dicabut Allah-lah maqam jadi imam itu, dan jadilah hati mereka kesat dan kasar, sampai berani mentahrifkan kata-kata dari tempatnya yang sebenarnya. Tidaklah lagi mereka mengamalkan yang shahih, tidaklah lagi mereka beriktikad yang betul."

PENDIRIAN YANG TEGAS

Imam Syafi'i mengatakan, meskipun betapa lanjut dan istimewa pendapat beliau, hanyalah dijaminnya kebenarannya selama pendapatnya itu sesuai dengan hadits yang shahih.

MEMPERSEKUTUKAN (MENGADAKAN TANDINGAN-TANDINGAN)

Orang-orang yang diikut, sebab mereka adalah manusia, kerapkali dipengaruhi oleh hawa nafsu, berkeras mempertahankan pendapat sendiri walaupun salah dan tidak mau meninjau lagi. Sehingga masalah-masalah ijtihadiyah menjadi pendirian yang tidak berubah-ubah lagi. Bukan sebagaimana Imam Syafi'i yang berani mengubah pendapat sehingga ada pendapatnya yang qadim (lama) dan ada yang jadid (baru). Atau Imam Ahmad bin Hanbal yang terkenal dalam fi ihdaqaulaihi (pada salah satu di antara dua katanya). Dalam hal orang yang diikut itu berkeras pada suatu pendapat, si pengikut pun berkeras pula dalam taklid. Ini karena dengan sadar atau tidak mereka telah menjadikan guru ikutan menjadi tandingan-tandingan Allah atau andadan.

TAUHID

"Dan tidaklah Kami utus engkau, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Katakanlah, 'Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku, ialah bahwa tiada Tuhan kamu, melainkan Tuhan Yang Esa ...'" (al-Anbiyaa': 107-108).

Inilah pokok ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.

Sebagai telah diterangkan pada ayat 107 bahwa kedatangan Nabi Muhammad saw. adalah rahmat bagi seluruh alam, maka ayat menjelaskan, intisari rahmat itu, yaitu rahmat aqidah, mengakui Allah hanya satu, tidak ada Tuhan yang selain-Nya.

JANJI ILAHI DAN PENGHARAPAN

"... ialah karena mereka menyembah Aku dan tidak mempersekutukan Aku ..." (an-Nuur: 55).

Ayat inilah sumber inspirasi buat bangkit.

Perjuangan menegakkan cita Islam, mencapai tujuan menjadi penerima waris di atas bumi, bukanlah kepunyaan satu generasi, dan jumlahnya bukanlah sekarang, melainkan menghendaki tenaga sambung-bersambung.

AYAH BUNDA RASULULLAH SAW.

Ditegaskan oleh Imam Nawawi dalam syarah-nya, "Disini jelas bahwa barangsiapa yang meninggal dalam keadaan kafir maka masuk nerakalah dia dan tidaklah bermanfaat baginya karena kerabat (kekeluargaan). Dan di dalam hadits ini pun dapat dipahamkan bahwa orang yang mati dalam zaman fitrah dalam keadaan apa yang dipegang oleh orang Arab, menyembah berhala, dia pun masuk neraka. Dan ini tidaklah patut diambil keberatan yang mengatakan bahwa belum sampai kepada mereka dakwah karena kepada mereka sudahlah sampai dakwah Ibrahim dan Nabi-nabi yang lain. Dan Nabi saw. mengatakan ayahku dan ayahmu dalam neraka, ialah untuk menunjukkan pergaulan yang baik dan pengobat hati yang bertanya karena sama-sama dalam menderita sedih." Demikian syarah (komentar) Imam Nawawi.

Ketika menafsirkan ayat 74 dari surah al-An'aam pada Juz 7 telah pula kita temui hadits-hadits tentang Rasulullah saw. yang sangat cinta kepada ibu kandungnya Aminah bahwa beliau meminta izin kepada Allah menziarahi kuburan ibu beliau itu, maka Allah telah memberi izin. Tetapi setelah Rasul saw. memohon izin hendak memintakan ampun untuk ibunya itu, Allah tidaklah memberinya izin.

MUSUH-MUSUH ALLAH

"Dan (ingatlah) di hari akan dihantarkan musuh-musuh Allah ke dalam neraka lalu mereka akan dikumpul-kumpulkan. Sehingga apabila mereka sudah sampai ke sana menjadi saksilah atas mereka pendengaran mereka dan penglihatan mereka dan kulit-kulit mereka atas apa yang telah mereka amalkan. Mereka berkata kepada kulit mereka, 'Mengapa kamu jadi saksi atas kami?' Mereka menjawab, 'Yang membuat kami bercakap ialah Allah yang membuat bercakap segala sesuatu dan Dialah Yang Menciptakan kamu sejak semula dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.'" (Fushshilat: 19-21).

Dalam satu riwayat pula dari Ibnu Abbas, bahwa di hari Kiamat, akan datang suatu masa manusia itu dikumpulkan untuk ditanya, tetapi mereka tidak dapat berbicara dan tidak sanggup membela diri dan tidak dapat berkata-kata, sebelum dapat izin. Setelah diberi izin mulailah mereka mempertahankan diri dan mungkir bahwa mereka mempersekutukan yang lain dengan Allah, sampai ada yang bersumpah di hadapan Allah seperti mereka bersumpah dengan kamu saja. Oleh karena mereka bersikeras mempertahankan diri dan memungkiri kesalahan itu, dibangkitkan Allah-lah saksi-saksi yang datang dari dalam diri mereka sendiri, yaitu kulit-kulit mereka, pandangan mata mereka, tangan mereka, kaki mereka dan mulut mereka dikuncikan. Setelah selesai semuanya memberikan kesaksian, barulah mulut mereka dapat bercakap. Lalu mengomellah mereka sebagaimana tersebut dalam ayat, mereka mengomel kepada kulit mereka sendiri, mengapa kulit itu mau menjadi saksi buat mencelakakannya. Kulit menjawab bahwa dia bercakap adalah atas kehendak Allah, Yang Maha Kuasa membuat segala sesuatu dapat bercakap.

MENYEMBAH SETAN

"Bukankah sudah Aku pesankan kepada kamu, wahai Anak Adam supaya kamu jangan menyembah Setan. Sesungguhnya dia bagi kamu adalah musuh yang nyata. Dan bahwa hendaklah kamu menyembah kepada-Ku. Inilah jalan yang lurus. Dan sesungguhnya telah dia sesatkan di antara kamu golongan yang banyak. Apakah tidak perah kamu pikirkan? Inilah Jahannam yang pernah diancamkan kepadamu. Berbenamlah kamu ke dalamnya hari ini dengan sebab kamu telah mengingkarinya. Pada hari ini Kami tutup atas mulut-mulut mereka dan Kami buat bercakap tangan-tangan mereka dan naik saksi kaki-kaki mereka atas apa yang mereka usahakan." (Yaasiin: 60-65).

Dari menempuh jalan lurus, shirathal mustaqim, mereka tempuh jalan berbelok-belok tidak menentu.

PUNCAK SEGALA DOSA

"... Dan sungguh akan aku perintah mereka, sampai mereka mengubah perbuatan Allah ..." (an-Nisaa': 119).

Perdayaan Setan juga orang mengubah perbuatan Allah, yaitu agama Allah yang suci murni. Tafsiran ini dari Ibnu Abbas.

PERANG BADAR

Menurut riwayat Ibnul Ishaq, Abu Jahal sebagai pimpinan tertinggi kaum Quraisy di Perang Badar itu telah berdoa, "Ya Allah! Aku tidak tahu, siapa yang sebenarnya di antara kami yang telah memutuskan silaturahim. Berikanlah keputusan Engkau besok!" Menurut as-Suddi, pemuka-pemuka Quraisy sebelum pergi ke Badar telah berlutut di hadapan Ka'bah dan menyeru Allah, "Ya Allah, tolonglah mana yang lebih mulia di antara kedua tentara ini, mana yang lebih baik di antara dua golongan, dan mana yang lebih tinggi di antara dua kabilah."

DZIKIR RIBUT-RIBUT

"Dan tidaklah ada shalat mereka di sisi rumah suci itu melainkan bersiul-siul dan bertepuk tangan. Maka, rasakanlah olehmu adzab, akibat dari kekufuran kamu itu." (al-Anfaal: 35).

Ibnul Qayyim di dalam kitab Ighatsatul Lahfan, ayat ini menunjukkan bahwasanya segala macam cara-cara dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah, tetapi tidak menurut yang digariskan oleh Nabi sebagai yang dilakukan oleh ahli-ahli tasawuf, ada yang ratib menyorak-nyorakkan dan menyebut nama Allah dengan suara keras tiada sependengaran dan ada yang memakai seruling, genderang, rebana dan sebagainya yang menyebabkan ibadah itu menjadi heboh, samalah keadaannya dengan orang jahiliyyah sembahyang atau thawaf sambil bersiul, bertepuk tangan dan ada yang bertelanjang mengelilingi Ka'bah itu.

Ibnu Taimiyah, guru dari Ibnul Qayyim menerangkan pula dalam salah satu fatwanya bahwa ... Hal ini barulah diada-adakan orang (Bid'ah) setelah lepas kurun yang tiga. Sebab, itulah maka Imam Syafi'i berkata, "Ketika saya meninggalkan Baghdad, saya lihat satu perbuatan orang-orang yang tergelincir dari Islam, yang mereka namai majelis dzikir yang sangat menghambat menghalangi orang untuk membaca Al-Qur'an." Ketika ditanyai orang Imam Ahmad tentang itu, beliau jawab bahwa beliau sangat benci melihatnya. Dan, ketika ditanyai apakah beliau suka hadir dalam majelis itu. Tegas beliau jawab, "Saya tidak mau hadir!" Demikian juga syekh-syekh dan ulama yang jadi ikutan, tidak seorang jua pun yang menyukainya.

JANGAN MENGERASKAN SUARA!

"Serulah Tuhanmu dengan merendahkan diri dan bersunyi. Sesungguhnya Dia tidaklah suka kepada orang-orang yang melewati batas." (al-A'raaf: 55).

Sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits yang dirawikan Bukhari dan Muslim dari Abu Musa al-Asy'ari, di dalam satu perjalanan bersama-sama dengan Rasulullah saw. ada beberapa orang yang membaca takbir dengan suara keras. Maka, bersabdalah Rasulullah saw. menegur mereka itu, "Wahai manusia, batasilah dirimu karena yang kamu seru itu bukanlah pekak dan bukan pula gaib di tempat jauh. Sesungguhnya kamu menyeru yang selalu mendengar dan dekat dan Dia adalah besertamu selalu." (HR. Bukhari dan Muslim).

Berdzikir dan berdoa keras-keras sehingga mengganggu ibadah orang lain, tidaklah disukai Allah. Dan, berpanjang-panjang, bersajak berirama, tidak disukai Allah.

Terang-terang melanggar apa yang dilarang Allah. Itulah Bid'ah yang lebih dahsyat lagi.

GOLONGAN ADAT JAHILIYYAH

"... Orang-orang kafirlah yang membuat-buat atas nama Allah akan kedustaan. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang tidak berakal. Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Marilah kepada apa yang diturunkan oleh Allah dan kepada Rasul.' Mereka pun menjawab, 'Cukuplah bagi kami apa-apa yang telah kami dapati atasnya bapak-bapak kami.' Apakah walaupun bapak-bapak mereka itu tidak mengetahui sesuatu dan tidak dapat petunjuk?" (al-Maa'idah: 103-104).

Sumber agama, sebagai yang diserukan pada ayat ini sudah tegas sekali, yaitu peraturan dari Allah dan Rasul. Di luar itu, Bid'ah namanya. Segala perbuatan Bid'ah itu nyatalah tidak bersumber dari pengetahuan dan tidak dari petunjuk (hidayah Ilahi).

Dalam kalangan kita kaum Muslimin yang telah jauh jarak zamannya dengan Nabi, bisa saja timbul aturan yang tidak-tidak, yang tak masuk akal, tidak dari Al-Qur'an dan tidak dari Sunnah Rasul. Namun, kalau ditegur mereka marah dan bersitegang urat-leher mengatakan bahwa begitulah yang diterima dari nenek moyang. Inilah yang bernama taqlid, yaitu memikul saja, menyandang saja apa yang diterima dengan tidak memakai pikiran. Hal ini terutama sekali berkenaan dengan ibadah. Segala ibadah kepada Allah atau segala upacara yang ada sangkut-pautnya dengan ibadah, sedikit pun tidak boleh ditambahi atau dikurangi dari yang ditentukan oleh Allah dan Rasul. Kalau sudah ditambah karena taqlid, maka sifat keadaan agama itu akan berubah sama sekali. Dinamai suatu agama baru dengan nama Islam, padahal ia sudah jauh dari Islam. Segala upacara dan tata cara yang bukan berasal dari petunjuk Allah, yang hanya diterima sebagai pusaka, lalu dipertahankan mati-matian, termasuk dalam golongan adat jahiliyyah. Golongan adat ini tidak semata-mata zaman sebelum Nabi Muhammad diutus menjadi rasul, tetapi segala penyelewengan dari garis agama yang benar lalu dikatakan bahwa itu pun agama, termasuklah dalam jahiliyyah.

IMPERIALISME JIWA DAN KAPITALISME

Cara memakan harta dengan jalan batil itu macam-macam. Di antaranya ialah karena orang yang diperas itu menyangka karena amat jujurnya kepada pemimpin bahwa guru itu suci dari dosa. Lalu mereka minta dengan perantaraan mereka supaya didoakan. Sebab doa beliau mustajab di sisi Allah. Lalu yang meminta itu memberikan hadiah atau sedekah kepada beliau dan beliau terima. Oleh karena sudah terasa enaknya harta demikian, si guru pun senang sekali. Lama-lama timbullah persekongkolan di antara guru dengan yang meminta tolong, buat mengajak pula orang-orang lain berbuat demikian. Bahkan sampai diadakan propaganda berbisik bahwa doa beliau mustajab. Akhirnya, timbullah kerja merangkap di antara jadi guru dengan jadi dukun! Di antaranya pula yang menjadikan kuburan nabi-nabi atau orang-orang saleh untuk jadi tempat berziarah. Dibuat pula propaganda bahwa meminta barang sesuatu kepada Allah di tempat itu akan lekas makbul. Tetapi hendaklah membayar sekian dan membawa hadiah.

DASAR ORANG MUSYRIK

"... engkau ketahui pada wajah-wajah orang-orang yang kafir itu keingkaran. Hampir saja mereka menyerbu orang-orang yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka ..." (al-Hajj: 72).

Yang lebih disayangkan lagi ialah kesalahan penilaian mereka tentang arti wali Allah. Mereka pergi ke kuburan orang yang mereka anggap di masa hidupnya jadi wali, lalu dia memohon apa-apa di situ. Padahal ayat-ayat itu menyuruh orang bertauhid, mereka lakukan sebaliknya, jadi musyrik. Kalau ditegur dia marah, hingga mau dia menyerang orang yang menegurnya itu, seperti tersebut pada ayat 72 di atas tadi. Namun, kadang-kadang mereka menjawab juga, "Meskipun kami meminta di kubur itu, tempat kami meminta tetap kepada Allah yang satu." Kemudian kalau kita tanya, "Mengapa meminta kepada Allah yang satu mesti ditentukan tempatnya di kubur itu? Dan apakah Allah hanya berada di sekeliling kubur itu?" Mereka tidak dapat menjawab lagi.

DAKWAH

"Serulah kepada jalan Allah engkau dengan kebijaksanaan dan pengajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik ..." (an-Nahl: 125).

Hikmat dapat menarik orang yang belum maju kecerdasannya dan tidak dapat dibantah oleh orang yang lebih pintar.

KEMURKAAN-KU DAN KEMURKAANMU!

"Demikianlah kamu karena apabila diseru Allah sendiri saja, kamu kafir. Dan jika Dia dipersekutukan, kamu pun beriman. Maka keputusan hukum adalah pada Allah Yang Maha Tinggi, Maha Besar." (al-Mu'min: 12).

Jika dikatakan bahwa Allah itu adalah Esa, berdiri sendiri-Nya, tunggal, tiada bersekutu yang lain dengan Dia, kamu tolak seruan itu mentah-mentah, kamu musuhi orang yang menyerukan demikian, kamu tuduh gila lagi, bahkan hendak kamu bunuh, bahkan hendak kamu usir dari kampung halamannya. Lantaran itu maka jelaslah bahwa dosa ini bukan sembarang dosa. Yang kamu tolak dan kamu tidak mau percaya itu ialah pokok aqidah yang diserukan, yaitu Tauhid. Tauhid adalah seumpama urat tunggang dari pohon kayu. Urat-urat yang lain jika terputus, namun pohon itu masih bisa hidup. Tetapi jika urat tunggangnya yang putus, matilah seluruhnya. Kedatangan sekalian rasul ialah untuk mengajak orang kepada Tauhid. Tugas mereka ialah menyampaikan dakwah kepada manusia agar insaf bahwa Allah itu Esa adanya. Itulah yang kamu tolak, kamu kafir, kamu tidak mau menerima. Tetapi kalau ada disebut-sebut tuhan-tuhan lain, dewa-dewa lain, kalian gembira, kalian senang hati. Baru kalian mau percaya. Ditutup ujung ayat dengan ketegasan ini supaya jelas bagi kaum musyrikin bahwa keputusan terakhir tetap pulang kepada Allah jua, sebab Yang Maha Kuasa, Maha Tinggi hanya Allah, Yang Maha Besar hanya Allah, tidak ada berhala, tidak ada al-Laata, tidak ada al-Uzza, tidak ada Manaata dan yang lain. Jika di zaman sekarang tidak ada kubur keramat, wali anu dan keramat anu. Omong kosong!

SURAH AL-FAATIHAH (PEMBUKAAN)

"... bukan (jalan) orang-orang yang telah dimurkai atas mereka dan bukan jalan orang-orang yang sesat." (al-Faatihah: 7).

Nasrani tersesat karena sangat cinta kepada Nabi Isa al-Masih. Mereka katakan Isa itu anak Allah, bahkan Allah sendiri menjelma menjadi anak, datang ke dunia menebus dosa manusia. Orang-orang yang telah mengaku beragama pun bisa juga tersesat. Kadang-kadang karena terlalu taat dalam beragama lalu ibadah ditambah-tambah dari yang telah ditentukan dalam syari'at sehingga timbul Bid'ah. Disangka masih dalam agama, padahal sudah terpesong ke luar.

Maka, bagi kita umat Islam yang membaca al-Faatihah ini sekurangnya 17 kali sehari semalam, hendaklah diingat jangan sampai kita menempuh jalan yang akan dimurkai Allah pula, sebagai Yahudi. Apabila satu kali kita telah memandang bahwa pelajaran yang lain lebih baik dan berguna daripada pelajaran Nabi Muhammad saw., mulailah kita diancam oleh kemurkaan Allah. Di dalam surah an-Nisaa': 65, sampai dengan sumpah Allah menyatakan bahwa tidaklah mereka beriman sebelum mereka ber-tahkim kepada Nabi Muhammad saw. di dalam hal-hal yang mereka perselisihkan dan mereka tidak merasa keberatan menerima keputusan yang beliau putuskan, dan mereka pun menyerah sebenar-benar menyerah. Kalau ini tidak kita lakukan, pastilah kita kena murka seperti Yahudi.

CINTAKAN ALLAH

"Katakanlah, 'Jika memang kamu cinta kepada Allah maka turutkanlah aku, niscaya cinta pula Allah kepada kamu dan akan diampuni-Nya dosa-dosa kamu.' Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Penyayang. Katakanlah, 'Hendaklah kamu taat kepada Allah dan Rasul. Akan tetapi, jika kamu berpaling maka sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang kafir.'" (Aali 'Imraan: 31-32).

Maka, adalah orang-orang yang terpacul, tercampak ke luar dari rombongan. Ada yang mengaku cinta kepada Allah, tetapi bukan bimbingan Muhammad yang hendak diturutinya, dia pun tersingkir ke tepi. Dia maghdhub, dimurkai Allah. Ada yang mencoba-coba membuat rencana sendiri, memandai-mandai, maka dia pun terlempar ke luar, dia dhallin, dia pun tersesat. Orang-orang yang semuanya telah kafir.

Ayat ini, mengatakan bahwa cinta sejati hanya kepada Allah dengan mengikuti Nabi saw. Sesudah itu, datang ayat yang lebih tegas menyuruh taat kepada Allah dan Rasul.

Maka, kalau kita renungkan pertalian ayat ini satu dengan yang lain, tampaklah bahwa pokoknya orang yang beriman tidak boleh berwilayah kepada orang kafir, kecuali kalau sudah sangat terpaksa. Akan tetapi, orang-orang yang imannya sudah sangat mendalam dan cintanya yang pertama dan utama, yaitu Allah.

Allah Subhanahu wa Ta'aala telah mengutus Rasul-Nya Muhammad saw.

Maka, kalau kamu cinta kepada Allah, ikutilah ke mana dibimbing dan dipimpin oleh Rasul itu, niscaya cintamu itu akan disambut Allah dengan cinta pula. Akan tetapi, kalau kamu berpaling dari pimpinan itu maka Allah tidaklah cinta kepada orang yang kafir.

MUNAFIK

"Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Kemarilah, kepada apa yang diturunkan Allah dan kepada Rasul!' Engkau lihatlah orang-orang yang munafik itu berpaling dari engkau sebenar-benar berpaling." (an-Nisaa': 61).

Di ayat 59 sudah diserukan, jika terjadi pertikaian pikiran, pulangkanlah kepada Allah dan Rasul, niscaya perselisihan dan pertikaian pikiran itu akan habis dan akan mendapat kata sepakat. Tetapi orang yang munafik tidak mau begitu. Mereka hanya mau kembali kepada Allah dan Rasul kalau ada keuntungan untuk diri sendiri, dan kalau akan merugikan bagi diri mereka, mereka tidak mau. Mereka turut bersorak, mendabik dada mengatakan percaya kepada Allah, tetapi di saat dibawa kepada Allah, mereka enggan menurut.

Di ayat 65 akan kita baca penegasan Allah dengan sumpah bahwa orang yang tidak mau menerima tahkim dari Allah dan Rasul-Nya, tidaklah termasuk orang yang beriman, "Walau shallaa, walau shaama!" Walaupun dia Shalat, walaupun dia Puasa.

"Maka sungguh tidak, demi Allah engkau! Tidaklah mereka itu beriman, sehingga mereka ber-tahkim kepada engkau pada hal-hal yang berselisih di antara mereka." (an-Nisaa': 65).

GEMBIRA BUAT YANG MUNAFIK?

Meskipun munafik dan kafir sama-sama masuk neraka, namun tempat munafik adalah di alas yang di bawah sekali. Sebab karena dipandang lebih hina.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MUNAFIK

Munafik adalah perangai jahat yang diberi kulit baik. Siapakah orang yang munafik? Orang munafik itu sendiri lebih tahu siapa dirinya. Yaitu orang yang hendak menipu orang lain dia memperdayakannya. Musang yang meminjam bulu ayam yang sudah dibunuhnya, lalu dipakainya untuk menipu ayam lain.

(Buya HAMKA, LEMBAGA HIDUP: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Republika Penerbit, 2015).

Kisah Persahabatan Haji Rasul dengan Kyai Ahmad Dahlan

Abdul Karim alias Inyiak Rasul atau Haji Rasul adalah ayah Buya Hamka. Dia kawan seperguruan Ahmad Dahlan. Meski tidak seangkatan, mereka pernah sama-sama berguru kepada Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, imam besar Masjidil Haram di Mekah.

historia. id/politik/articles/kisah-persahabatan-haji-rasul-dengan-kyai-ahmad-dahlan-vZ5VB

MUHAMMAD SALEH

Pada Tahun 1933, Muhammad Saleh di Serdang menjadi anggota Muhammadiyah. Dia amat tertarik dengan pengajian Tuan Syekh Muhammad Khayath yang sewaktu itu menjadi Penasihat Muhammadiyah. Ketika dia pulang ke Serdang dibawanya pengajian baru itu. Kenduri di rumah orang kematian, haram. Talkin mayat, Bid'ah. Kadang-kadang dibongkarnya kezaliman kerajaan dalam menjalankan hukum. Pada suatu hari terlompatlah rupanya kata-katanya yang amat keras sehingga disampaikan orang kepada kerajaan. Muhammad Saleh dipanggil ke hadapan Majelis Syar'i Kerajaan Serdang. Dibuatlah bermacam-macam titian berakuk sehingga Muhammad Saleh terperosok ke dalamnya, tersalah perkataannya. Datanglah tuduhan murtad. Terjadilah di tanah Islam, di dalam Abad ke-20 pemerintahan zalim seperti di Prancis di zaman Louis ke-14. Masih syukur, di atas kerajaan itu masih ada pemerintahan Belanda. Rupanya pemerintahannya masih lebih baik dari pemerintahan raja-raja abad-abad pertengahan, yang masih terselat di sudut Abad ke-20. Kalau tidak ada Belanda di atasnya, tentulah Muhammad Saleh telah dipecahkan lidahnya, dipatahkan kakinya, lalu dinaikkan ke atas pembakaran, seperti di Prancis pada zaman Voltaire. Oleh sebab Muhammad Saleh telah diputuskan murtad.

(Buya HAMKA, KENANG-KENANGAN HIDUP, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

WIBAWA DAKWAH BUYA HAMKA

Tepat hari ini, 109 tahun silam, Hamka dilahirkan. Ia seakan hadir ditakdirkan untuk menjadi sosok berwibawa di hadapan penguasa. Bahwa berdakwah yang benar bukan menuruti selera penguasa sebagaimana bunyi gendang begitu gerak tari, dan bukan pula didasarkan pada keterampilan merias kata-kata, kecermatan menjual agama, dan seni memperkosa ayat suci dan sabda Nabi, bukan! Melainkan justru meneguhkan prinsip, menyuarakan kebenaran dan keadilan secara merdeka, serta berakhlak mulia. Kita amat sangat membutuhkan banyak sosok seperti Hamka hadir saat ini. Sosok yang berwawasan luas, merdeka dan tegas menyatakan kebenaran di hadapan penguasa, teguh memegang prinsip, berakhlak mulia, dan berwibawa. Semoga segera muncul Hamka-Hamka baru!

islampos. com/wibawa-dakwah-buya-hamka-113580


"Ya Tuhanku, penuhilah apa yang engkau janjikan kepadaku. Ya, Tuhanku, jika binasa rombongan Ahlul Islam ini tidaklah akan ada lagi orang yang akan menyembah-Mu di muka bumi ini!" (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi).

LCBT (LINGKARAN CHURAFAT BID'AH TAHAYUL) TERKUTUK

MENDUSTAI DIRI SENDIRI

"Mereka itulah orang-orang yang mengutuk Allah akan mereka. Dan barangsiapa dikutuk oleh Allah, maka sekali-kali tidaklah akan engkau dapati pembantu baginya." (an-Nisaa': 52).

Hal-hal yang sama sekali ditolak oleh agama sehingga timbul Bid'ah, Khurafat, Tahayul.

Orang Yahudi di belakang Nabi Musa mengubah-ubah. Apakah kita telah mengubah-ubah pula sepeninggal Nabi Muhammad?

MONYET-MONYET DAN BABI-BABI DAN PENYEMBAH THAGHUT

Pada ayat 60 dari surah al-Maa'idah diterangkan tentang orang yang akan mendapat ganjaran sangat buruk di sisi Allah, yaitu tentang orang-orang yang dikutuki oleh Allah dan Allah sangat murka kepadanya sehingga dijadikan setengah mereka menyerupai monyet-monyet dan babi-babi dan penyembah Thaghut.

Menulis Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah di dalam kitabnya Ightsatul Lahfan: "Setengah daripada tipu daya Setan untuk memperdayakan orang Islam ialah helah, kecoh dan tipu ... Dan, berkata setengah Imam, bahwasanya cerita ini adalah ancaman besar bagi orang-orang yang suka menghelah-helah dalam hal yang dilarang oleh syara', mengacau-balaukan fiqih, padahal mereka bekas ahli-ahli fiqih. Karena fiqih yang sejati adalah yang takut kepada Allah, dengan memelihara batas-batas yang telah ditentukan Allah dan menghormati larangan-Nya dan tidak mau melampauinya ... yang mereka pegang bukan lagi hakikat agama, hanyalah pada kulit saja, bukan pada hakikatnya, dibalikkan Allah-lah rupa mereka menjadi monyet. Serupa perangai mereka dengan monyet padahal mereka manusia. Suatu balasan yang sangat setimpal." Sekian Ibnul Qayyim.

PUNCAK KEKAFIRAN

"Kekal mereka di dalamnya, tidak akan diringankan adzab atas mereka dan tidaklah mereka akan dipedulikan." (al-Baqarah: 162).

Pendeknya, segala sikap menolak kebenaran yang dijalankan agama dan mempertahankan yang batil, yang telah diterangkan batilnya oleh agama.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 325, Jilid 8 Hal. 20-21, Jilid 3 Hal. 586, Jilid 1 Hal. 297, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PASTI

Orang yang diikat oleh benda pasti menjadi musyrik.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 43, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SYIRIK

Tauhid itu tidak menyukai kekacauan, sebab kekacauan itu tidaklah benar, tidak adil dan tidak indah.

Dia mencari yang selesai.

Kalau ada orang zalim aniaya memerintah lalu didiamkannya saja, tidak ditegurnya, ketahuilah bahwa dia sudah sampai di ambang pintu kemusyrikan, walaupun dia Shalat, walaupun dia Puasa.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Hal. 72, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

PENGAKUAN DAN PENYESALAN

"Berkatalah mereka, 'Ya Tuhan kami, telah menang kejahatan kami atas diri kami, sehingga kami telah menjadi kaum yang sesat. Ya Tuhan kami, keluarkanlah kiranya kami dari dalamnya. Jika kami kembali juga seperti dahulu, sungguhlah kami ini orang yang aniaya.' Berbenamlah kamu di dalamnya, dan jangan kamu berbicara juga dengan Daku. Sesungguhnya ada segolongan hamba-Ku berkata, 'Ya Tuhan kami, kami ini telah beriman, maka ampunilah kami dan beri rahmatlah kami. Karena Engkau adalah yang sebaik-baik pemberi karunia.' Namun kamu jadikan orang-orang itu menjadi olok-olokan, sehingga lupa kamu mengingat Daku, dan kamu hanya gelak-gelak tertawa. Pada hari ini Kami beri anugerahlah mereka itu oleh karena kesabaran mereka. Sesungguhnya, merekalah sekarang yang menang." (al-Mu'minuun: 106-111).

Mereka ingin berkhidmat kepada Allah SWT, meratakan jalan-Nya di muka bumi, sedangkan kamu hanya menjadi tukang cemooh. Mereka berjuang di bawah pimpinan wahyu Ilahi, karena kasih sayang kepada kamu, supaya kamu keluar dari dalam lembah kehinaan, kejahilan dan kemusyrikan. Mereka tidaklah memusuhi kamu. Padahal kamu adalah mengingkari Allah SWT, kamu hanya menuhankan hawa nafsumu dan seleramu. Kamu merasa, bahwa kamulah yang di atas, sedang para pejuang untuk Kami, kamu pencilkan dan hinakan.

Menurut riwayat, ayat ini diturunkan ialah karena cemooh dan penghinaan yang dilakukan oleh "cabang atas" kaum Quraisy terhadap sahabat-sahabat Nabi yang miskin dan asal budak-budak. Mereka menghina dan mentertawakan Bilal bin Rabaah, karena dia hanya bangsa budak yang tidak dipandang dalam masyarakat dan tidak dibawa ikut serta. Demikian juga Amar bin Yasir, seorang yang lemah dan miskin. Sampai-sampai orang-orang ini disiksa, dijemur di cahaya matahari dan dihinakan. Demikian juga Shuhaib, seorang budak berasal dari negeri Romawi, tertarik kepada ajaran Nabi Muhammad saw. lalu memeluk Islam dan menjadi sahabat yang besar. Padahal mereka adalah orang-orang yang kuat iman, pengikut Nabi yang setia dan pejuang-pejuang Islam yang besar-besar sampai di akhir hayat mereka masing-masing.

Ayat-ayat ini, seperti juga ayat-ayat yang terdahulu, berlandaskan kepada kecongkakan orang Quraisy. Tetapi ayat ini "muda" selalu dan "baru" selalu. Setiap orang yang berjuang menegakkan kebenaran Allah SWT di tengah-tengah keingkaran manusia, dapatlah mengambil obat penawar dari ayat ini. Dia akan menjadi buah mulut orang, olok-olok dan buah tertawaan, karena dia masih juga "tidak malu" mengangkat mulut membuka kebenaran, padahal dia termasuk golongan "Dhu'afaak", golongan lemah yang tidak masuk hitungan. Ayat ini menjadi obat penawar kata saya, karena ini pun diderita oleh pejuang-pejuang yang terdahulu, oleh Bilal dan Shuhaib dan sahabat miskin yang lain. Sebab di saat kebenaran telah memperbudak jiwa manusia, nilai sesuatu ditentukan oleh harta orang dan kedudukannya (posisinya). Betapapun benar yang engkau katakan, yang akan dinilai orang bukanlah isi perkataan itu, melainkan berapa uangmu dalam bank, naik sepeda dan becakkah engkau, atau naik Mercedez. Orang biasakah engkau atau orang berpangkat. Betapa bunyi ucapannya, kadang-kadang tak berisi, laksana tambur yang nyaring bunyinya karena kosongnya, bunyi itu jugalah yang didengar dan disimakkan orang, sebab dia berpengaruh atau berpangkat. Maka, setiap orang yang berjuang menegakkan kebenaran haruslah meneladani sikap Nabi dan para sahabatnya yang berkedudukan rendah di mata orang yang digelimangi keduniaan itu. Pejuang-pejuang pembela kebenaran tidaklah pernah merasa kecewa atau kecil hati, atau "minderwaardigheid-complex" karena cemooh orang. Iman yang kuat tidaklah dapat dihinggapi oleh penyakit rasa rendah diri menghadapi makhluk. Karena apa yang berjalan di atas tanah pada hakikatnya hanya tanah jua, tidak lebih dari kita.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 234-235, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TENTANG MANUSIA DAN JIN

"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan untuk mengabdi kepada-Ku." (adz-Dzaariyaat: 56).

Menurut riwayat dari Ali bin Abi Thalhah, yang diterimanya dari Ibnu Abbas, arti untuk beribadah ialah mengakui diri adalah budak atau hamba dari Allah, tunduk menurut kemauan Allah, baik secara sukarela atau secara terpaksa, namun kehendak Allah berlaku juga (thau'an aw karhan). Mau tidak mau diri pun hidup. Mau tidak mau kalau umur panjang mesti tua. Mau tidak mau jika datang ajal mesti mati, ada manusia yang hendak melakukan di dalam hidup ini menurut kemauannya, namun yang berlaku ialah kemauan Allah jua.

TAUHID

Bilamana telah kita ucapkan Laa Ilaha Illallah, tidak ada Tuhan melainkan Allah, sejak itu terikatlah janji di antara diri kita sendiri dengan Tuhan, bahwa karena yang Tuhan hanya Dia, maka perintah yang akan kita ikut hanyalah perintah-Nya, larangan yang akan kita hentikan hanyalah larangan-Nya. Yang akan kita sembah, kita puja, kita mengabdikan diri, hanya kepada-Nya saja, sekali-kali tidak kepada yang lain.

SUATU KESALAHAN BERPIKIR

"Dan mereka ambil lain dari Allah beberapa Tuhan, supaya mereka semuanya menjadi pelindung mereka. Sekali-kali tidak! Bahkan Tuhan-Tuhan itu akan menolak peribadahan mereka dan mereka semuanya akan menantang perbuatan mereka. Tidakkah engkau lihat, sesungguhnya Kami telah mengirim Setan-setan kepada orang-orang yang kafir itu, untuk mengganggu mereka dengan berbagai gangguan." (Maryam: 81-83).

Orang-orang atau barang-barang yang mereka pertuhan itu akan menolak dan akan menantang. Karena mereka insaf semuanya bahwa mereka adalah makhluk yang dijadikan Tuhan belaka, sama keadaannya dengan orang-orang yang mempertuhan mereka itu. Niscaya takutlah mereka akan diberikan pertanggungan jawab tentang perbuatan orang-orang yang mempersekutukan mereka dengan Allah itu. Di dalam ayat ini Nabi kita saw. disuruh Allah memerhatikan dengan seksama, cobalah lihat, akan nyata kelak bahwa Setan-setan telah memengaruhi orang-orang yang mempersekutukan yang lain dengan Allah itu. Memang sejak semula manusia datang ke dunia ini, Setan telah didatangkan bersama-sama. Setan akan memperdayakan manusia mana yang lemah imannya yang tidak teguh pendiriannya. Pengaruh Setan-setan itu akan kelihatan nyata sekali dalam cara mereka memperhambakan diri kepada Setan, atau menyembah kepada yang lain. Macam-macam saja peraturan yang mereka perbuat, yang satu berbeda dengan yang lain. Serupa juga dengan apa yang kita lihat sekarang dengan adanya berbagai gerakan yang menyeleweng dari Islam, lalu mendakwakan diri mereka percaya kepada Allah dan membuat peribadahan sendiri-sendiri.

PETUNJUK ALLAH

Demikianlah petunjuk Allah, seakan-akan Allah mengembangkan kedua belah tangan-Nya, menerima kedatangan hamba-hamba-Nya yang insaf, yang menyesal. "Selamat datang, engkau pulang kembali wahai hamba-hamba-Ku. Sejak engkau mengatakan iman, segala kesalahan telah Aku ampuni. Mulailah hidup baru dalam iman dan tegakkanlah mukamu! Jangan berjiwa kecil dan tengadahkanlah muka ke hadapan. Rahmat-Ku selalu ada!"

TAKLID

"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku telah dilarang menyembah apa yang kamu seru selain dari Allah itu.' Katakanlah, 'Tidaklah aku akan mengikuti kehendak kamu. Karena sesungguhnya telah sesatlah aku kalau begitu dan tidaklah aku daripada orang-orang yang diberi petunjuk." (al-An'aam: 56).

Rasulullah saw. berkata dengan wahyu setegas ini karena kaum musyrikin masih ada saja yang mempertahankan perbuatan mereka. Hal itu terjadi karena mereka taklid kepada nenek moyang sehingga pernah mereka menyebut Nabi Muhammad saw. seorang yang shabi', artinya telah menyeleweng dari agama nenek moyang.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 499, Jilid 5 Hal. 515-517, Jilid 3 Hal. 167, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ORANG-ORANG YANG ZALIM

"Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta atas nama Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? ... Dan (ingatlah) hari yang akan Kami kumpulkan mereka itu semua, kemudian itu akan Kami tanyakan kepada orang-orang yang telah mempersekutukan itu, 'Mana dia sekutu-sekutu kamu itu? Yang kamu menganggapnya?' Kemudian itu, tidaklah ada fitnah mereka melainkan mereka berkata, 'Demi Allah, Tuhan kami, bukanlah kami ini orang-orang yang musyrik.' Pandanglah! Betapa mereka telah berdusta atas diri mereka sendiri dan (bagaimana) hilang dari mereka apa yang telah mereka ada-adakan itu." (al-An'aam: 21-24).

Tidak ada lagi kezaliman yang melebihi itu! Yaitu tetap mempertahankan kekufuran, padahal kebenaran telah datang. Mereka masih saja mempertahankan kekufuran, padahal kekufuran itu bersandar pada membuat-buat dusta atas nama Allah, membangsakan kepada Allah hal-hal yang tidak-tidak. Di antaranya ialah menyembah berhala dan mengatakan berhala itu adalah anak perempuan Allah atau kedustaan lain yang mengatakan bahwa berhala-berhala itulah yang akan menyampaikan segala permohonan mereka kepada Allah dan berhala-berhala itu pula yang akan memberikan pembelaan kepada mereka di akhirat. Atau Ahlul Kitab yang menambah-nambah agama mereka sendiri dengan berbagai upacara sehingga hilang keasliannya. Niscaya aniayalah namanya segala perbuatan itu sebab mengerjakan pekerjaan yang tidak ada pokok asalnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 122, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SIFAT-SIFAT KHAWARIJ

Dan dikatakan bahwa mereka mendapati ayat-ayat yang diturunkan tentang orang-orang kafir, lalu mereka kenakan untuk orang-orang beriman.

almanhaj.or.id/3969-sifat-sifat-khawarij.html

ULAMA-ULAMA ADALAH PEWARIS NABI-NABI

"... Maka tanyakanlah kepada ahli-ahli pengetahuan jikalau kamu tidak tahu." (al-Anbiyaa': 7).

"Ahludz dzikri" ialah orang yang ahli peringatan. Atau orang yang lebih tahu, atau orang yang kuat ingatannya. Kebanyakan ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud ialah Ahlul Kitab yang terdahulu, yaitu orang Yahudi dan Nasrani.

Orang-orang yang mempertahankan taqlid, yaitu menurut saja apa yang dikatakan oleh ulama dengan tidak mengetahui apa pengambilan pendapatnya itu daripada Al-Qur'an atau Hadits selalu mengemukakan ujung ayat ini jadi alasan. Padahal untuk bertanya kepada orang yang lebih pandai, sampai kita pandai pula, memang boleh, ujung ayat ini. Tetapi untuk menurut saja dengan tidak mempergunakan pertimbangan pikiran, kuranglah tepatnya.

AHLUDZ DZIKRI

"... Maka bertanyalah kepada ahli-ahli yang telah mempunyai peringatan, jika kamu belum mengetahui." (an-Nahl: 43).

Disini tersebut Ahludz Dzikri, orang yang ahli peringatan, atau orang yang berpengetahuan lebih luas. Umum arti ayat menyuruhkan orang yang tidak tahu bertanya kepada yang lebih tahu, karena ilmu pengetahuan itu adalah umum sifatnya, berfaedah buat mencari kebenaran. Menurut yang dirawikan oleh Mujahid dari Ibnu Abbas bahwa Ahludz Dzikri disini maksudnya ialah Ahlul Kitab. Sebelum Ahlul Kitab itu dipengaruhi oleh nafsu ingin menang sendiri, mereka akan mengakui bahwa nabi-nabi dan rasul-rasul yang terdahulu itu semuanya adalah manusia belaka, manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah. Dengan ayat ini kita mendapat pengertian bahwasanya kita boleh menuntut ilmu kepada ahlinya, di mana saja dan siapa saja, sebab yang kita cari ialah kebenaran. Ulama besar Syi'ah yang terkenal, cucu Rasulullah saw., Ja'far al-Baqir, menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan Ahludz Dzikri ialah kita sendiri, yaitu bahwasanya ulama dari umat inilah yang berhak disebut Ahludz Dzikri. Sebab beberapa ayat dalam Al-Qur'an menyebutkan bahwa Al-Qur'an itulah adz-Dzikr. Yang mana pun di antara kedua tafsir itu tidaklah berlawanan. Dalam hal yang mengenai ilmu-ilmu agama Islam sendiri niscaya kita bertanya kepada Ahludz Dzikri dalam hal Islam, dan ilmu-ilmu yang lain, yang lebih umum kita tanyai pula kepada Ahludz Dzikri-nya sendiri, tandanya kita berpaham luas dan berdada lapang.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 12-13, Jilid 5 Hal. 183, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MUNAFIK

"Tidakkah engkau lihat kepada orang-orang yang berkata bahwa mereka telah beriman dengan apa yang telah diturunkan kepada engkau dan apa yang diturunkan sebelum engkau, padahal mereka meminta hukum kepada thaghut, sedang mereka sudah diperintah supaya jangan percaya kepadanya! Dan inginlah Setan hendak menyesatkan mereka, sesat yang sejauh-jauhnya. Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Kemarilah kepada apa yang diturunkan Allah dan kepada Rasul!' engkau lihatlah orang-orang yang munafik itu berpaling dari engkau sebenar-benar berpaling." (an-Nisaa': 60-61).

Di ayat 65 akan kita baca penegasan Allah dengan sumpah bahwa orang yang tidak mau menerima tahkim dari Allah dan Rasul-Nya, tidaklah termasuk orang yang beriman. "Walau shallaa, walau shaama!" Walaupun dia Shalat, walaupun dia Puasa.

"Maka sungguh tidak, demi Allah engkau! Tidaklah mereka itu beriman, sehingga mereka ber-tahkim kepada engkau pada hal-hal yang berselisih di antara mereka." (an-Nisaa': 65).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 353, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AL-QUR'AN

Orang-orang yang mengosongkan hatinya terlebih dahulu dari "pendirian" bahwa Muhammad saw. "hendaklah" tidak nabi dan Al-Qur'an "hendaklah" karangannya sendiri, lalu menyelidik dengan otak dan hatinya. Bukan sedikit yang mengakui kerasulan dan kenabian Muhammad saw., seumpama Marmaduck Pitchal (orang Inggris), Dinet (orang Prancis), Leopold Weiss (Muhammad Asad), orang Yahudi dari Austria dan lain-lain. Semuanya masuk Islam. Pujangga besar yang terkenal, Voltaire setelah membaca salinan Al-Qur'an berkata, "Kitab yang tidak mungkin memahaminya berlawan dengan akal kita pada setiap lembarannya." Namun, Goethe setelah membaca berkata pula, "Setiap langkah kita mendekati dia (Al-Qur'an), setiap bertambah kejemuan kita. Namun, lama-lama kita pun ditariknya dengan berangsur. Kemudian timbullah rasa dahsyat dan akhirnya kita dibawanya kepada rasa kagum." Ada yang berkata bahwasanya Al-Qur'an itu tidaklah asli, melainkan beberapa isinya adalah caplokan dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sebab Muhammad hendak membuat Bid'ah, agama baru. Muhammad berguru terlebih dahulu kepada orang Kristen. Seketika dia pergi ke Syam, dia belajar agama Yahudi dan Nasrani, dari pendeta-pendeta di sana.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Hal. 182-183, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

PROPAGANDA MURAHAN

Kalau ada orang membuat propaganda (kampanye), barangsiapa berani menyatakan paham yang baru tentang khilafiyah bahwa orang itu telah keluar dari Islam, ketahuilah itu propaganda (kampanye) murahan yang hanya laku untuk golongan jahil yang terbatas.

KAUM MUDA DAN WAHABI

Mufti Johor telah mengenal saya sebagai Kaum Muda dan Wahabi dari Indonesia.

Larangan Mufti Johor, meskipun sebuah negeri kecil, sebesar satu kecamatan atau kurang, dapat kita jadikan pula perbandingan bahwa memaksakan suatu paham agama dengan kekuasaan, payahlah akan berhasil, malahan itulah yang akan memecahkan persatuan.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 70-72, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

JANGAN MEMOHONKAN AMPUN UNTUK MUSYRIKIN

"... telah jelas baginya bahwa dia itu musuh bagi Allah ..." (at-Taubah: 113-114).

Tiada Dia bersekutu dalam keadaan-Nya dengan yang lain. Demikian juga tentang mengatur syari'at agama, tidak ada peraturan lain, melainkan dari Dia.

KESATUAN AGAMA

"Dia telah gariskan bagi kamu perihal agama, sebagai apa yang telah diwajibkan-Nya kepada Nuh dan yang Kami telah wajibkan kepada engkau dan apa yang telah Kami wajibkan dia kepada Ibrahim dan Musa dan Isa, (yaitu) bahwa kamu tegakkan agama dan jangan kamu bercerai-berai padanya. Amat berat atas orang musyrikin apa yang engkau ajak mereka kepadanya. Allah, Dia memilih buat itu siapa saja yang dikehendaki-Nya dan diberi-Nya petunjuk siapa yang kembali kepada-Nya." (asy-Syuuraa: 13).

Mengapa mereka merasa amat berat? Sebab ini adalah menanam suatu cita-cita besar, yang di zaman modern disebut ideologi. Menanam kesatuan tujuan yaitu Allah dan menanam kesatuan kepercayaan dan pegangan yang amat jauh tujuan, tahan buat berabad-abad, dan kalau pendirian itu dipegang, bukan saja berhala yang mesti runtuh, bahkan kesukuan-kesukuan, mementingkan kabilah, harus dikesampingkan. Yang ada hanya ukhuwah dalam agama, ini adalah soal Tauhid, menanam keyakinan satu Tuhan. Satu agama, satu keyakinan hidup. Padahal mereka musyrik, banyak Tuhan dan banyak kabilah, banyak keyakinan, sebanyak kepala penganutnya, inilah yang membuat mereka keberatan.

"Atau adakah bagi mereka sekutu-sekutu yang menggariskan untuk mereka dari satu agama, sesuatu yang tidak diizinkan Allah? ..." (asy-Syuuraa: 21).

Kemusyrikan bukanlah agama, dia hanya kumpulan dari khayal-khayal kebodohan manusia.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 304, Jilid 8 Hal. 198-203, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PENDIRIAN YANG TEGAS

"Katakanlah, 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah karena Allah, Tuhan sarwa sekalian alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan begitulah aku diperintah. Dan aku adalah yang mula pertama menyerah diri.' Katakanlah, 'Apakah yang selain Allah akan aku harapkan menjadi Tuhan? Padahal Dialah Tuhan dari tiap-tiap sesuatu? Dan tidaklah mengusahakan tiap-tiap diri melainkan untuk dirinyalah. Dan tidaklah akan menanggung seorang penanggung akan tanggungan orang lain. Kemudian kepada Tuhan kamulah tempat kamu kembali. Maka Dialah yang akan memberitakan kepada kamu tentang apa yang telah pernah kamu perselisihkan.'" (al-An'aam: 162-164).

Diberikanlah bimbingan kepada umat yang beriman seluruhnya agar meneruskan perjuangan ini, menegakkan Tauhid sebagai pokok kepercayaan kepada Allah dan mengikut Rasul. Kemudian, diberi peringatan bahaya perpecahan sehingga ditegaskan, mulai satu langkah saja menuju pada perpecahan telah disebut memecah agama dan hidup bergolong-golongan.

Sifat-sifat ketuhanan Allah sudah terang dan nyata, jalan lurus menuju-Nya pun sudah terang. Teranglah bahwa Dia Esa dalam seluruh kekuasaan-Nya. Oleh sebab itu, kepada-Nya-lah tiap-tiap orang yang berpikiran waras akan menyerahkan dirinya. Dan bebas merdeka tiap-tiap orang yang berpikiran waras dari pengaruh yang lain. Sebab yang lain itu adalah alam belaka, makhluk belaka dan benda belaka. Diriku ini ingin bebas, ingin merdeka dari segala benda itu lalu menyerah kepada Dia, Allah Yang Esa itu. Menyerah diri itulah yang disebut Muslim dan penyerahan diri itulah yang disebut Islam. Dan tidak berhala, patung, pastur dan tidak tuan syekh yang berkubur di satu pekuburan. Dengan ini, teranglah bahwa aqidah Tauhid itu, yaitu memercayai bahwa Allah itu Esa adanya, lalu beribadah kepada-Nya saja, mempunyai ekor yang lain lagi, yaitu tanggung jawab tiap-tiap pribadi tentang dosa, hanya kepada-Nya yang satu itu juga.

Dengan ayat ini, terutama yang menerangkan bahwa seorang tidak akan menanggung beban tanggungan orang lain, dapatlah dipahamkan, memberikan hadiah pahala bacaan al-Faatihah atau surah Yaasiin dan sebagainya untuk orang yang telah mati, menjadi percuma, tidak ada gunanya. Apalagi Salafush Shalihin pun tidak pula meninggalkan contoh yang dapat ditiru dalam amalan seperti ini. Sekarang kebiasaan tambahan itu telah merata di mana-mana. Dan kalau dicari dari mana asal mulanya menurut ilmiah, sebagaimana tuntutan kepada orang Quraisy tentang binatang larangan dan ladang larangan pada ayat 143 dan 144 di atas tadi, akan payah pula orang mencari dasarnya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 360-365, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AKU TIDAK MINTA UPAH

"Dan wahai kaumku! Tidaklah aku meminta harta kepada kamu atasnya. Tidak lain upahku hanyalah (terserah) kepada Allah dan tidaklah aku pengusir orang-orang yang beriman, sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Allah mereka, tetapi aku lihat kamu ini adalah kaum yang bodoh." (Huud: 29).

Artinya, atas pekerjaanku menyeru kamu kepada jalan yang benar, hanya menyembah kepada Allah saja, tidaklah aku meminta supaya aku diberi harta. Ketika menafsirkan ayat ini, teringatlah penulis Tafsir al-Azhar ini akan nasib orang-orang yang menyediakan diri menjadi penyambut waris nabi-nabi itu, yaitu ahli-ahli dakwah, mubaligh-mubaligh yang berjuang didorong oleh kewajibannya buat menyampaikan seruan kebenaran, lalu seruan itu mereka sampaikan kepada orang-orang kaya, orang berpangkat, orang-orang yang berkedudukan penting, lalu diukurnya seruan itu dengan sangkanya yang buruk. Mentang-mentang mubaligh-mubaligh dan ahli-ahli dakwah itu biasanya hidup miskin, mereka sangka bahwa orang datang hendak mengemis kepadanya. Disangkanya asal orang datang menyerukan kebenaran bahwa orang itu mengharapkan harta.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 547, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

HARTA TAK HALAL

"Dan janganlah kamu makan harta benda kamu di antara kamu dengan jalan yang batil dan kamu bawa ke muka hakim-hakim, karena kamu hendak memakan sebagian daripada harta benda manusia dengan dosa, padahal kamu mengetahui." (al-Baqarah: 188).

Dicela orang yang mata pencahariannya dengan menyembunyikan kebenaran karena mengharapkan harga yang sedikit.

Memakan harta benda dengan jalan yang salah ialah tidak menurut jalannya yang patut dan benar. Maka, termasuklah di sini segala macam penipuan, pengicuhan, pemalsuan, reklame dan adpertensi yang berlebih-lebihan asal keuntungan masuk. Ini adalah contoh-contoh atau dapat dikemukakan 1.001 contoh yang lain, yang maksudnya ialah segala usaha mencari keuntungan untuk diri sendiri dengan jalan yang tidak wajar dan merugikan sesama manusia, yang selalu bertemu dalam masyarakat yang ekonominya mulai kacau. Sehingga orang beroleh kekayaan dengan pengisapan dan penipuan kepada sesamanya manusia.

Untuk menjaga martabat iman, ulama-ulama pun memberi ingat bahwasanya orang yang tidak patut menerima zakat karena dia ada kemampuan, lalu diterimanya juga zakat itu, adalah haram hukumnya. Teringatlah akan guruku Almarhum Syekh Abdulhamid Tuanku Mudo di Padang Panjang, pada suatu hari dikirimkan orang kepada beliau uang zakat dari Padang. Dengan lemah lembutnya uang zakat itu telah beliau tolak karena beliau tidak merasa berhak menerimanya sebab beliau mampu. Kata beliau, makanan dan minuman beliau cukup dan pakaian beliau pun ada walaupun cara sederhana. Padahal, oleh karena usia beliau seluruhnya sudah disediakan buat mengajar murid-murid beliau, tidaklah ada kesempatan beliau buat berusaha yang lain. Namun, begitu, ditolaknya juga zakat itu. Setengah ahli fiqih menyatakan pendapat bahwasanya seorang yang tidak ada pakaian buat shalat sehingga boleh dikatakan bertelanjang, tidaklah wajib atasnya meminjam pakaian orang lain buat shalat. Daripada meminjam, tidaklah mengapa dia shalat bertelanjang. 

Termasuk juga di sini "perusahaan" membuat azimat, membikin "pekasih" untuk seorang perempuan supaya lakinya tetap kasih kepadanya. Termasuk jugalah di dalamnya menerima upah membaca surah Yaasiin malam Jum'at sekian kali untuk dihadiahkan pahalanya kepada keluarga si pengupah yang telah mati. Termasuk juga di dalamnya apa yang ketika menafsirkan ayat 174 kita sebutkan, yaitu orang-orang yang mendapat "penghasilan" dari fidyah shalat orang yang telah mati. Termasuk jugalah di dalamnya orang-orang yang berdiri di pekuburan menunggu orang-orang yang akan memberinya upah membaca doa atau ber-talkin atau membaca surah Yaasiin yang diupahkan keluarga orang yang berkubur di sana. Lebih ganas lagi memakan harta kamu ini apabila sudah sampai membawa ke muka hakim.

Menurut riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya dan Ibnu Abi Hatim serta Ibnu Mundzir bahwa Ibnu Abbas menafsirkan, "Dan janganlah kamu makan harta benda kamu di antara kamu dengan jalan batil!" Bahwa ada seorang laki-laki memegang harta orang lain, tetapi tidak ada cukup keterangan dari yang empunya maka orang itu pun memungkiri dan berkata bahwa harta itu adalah kepunyaan dirinya sendiri. Yang empunya hak mengadu kepada hakim, dia bersitegang mempertahankan bahwa harta itu dia sendiri punya sehingga yang sebenarnya berhak menjadi teraniaya. Dan, diriwayatkan pula menurut tafsiran Mujahid bahwa makna ayat ini ialah, "Jangan kamu bersitegang urat leher di muka hakim, padahal hati sanubari sendiri tahu bahwa engkaulah yang zalim." Menurut satu riwayat dari Said bin Jubair bahwa Imru'ul-Qais bin Abi berselisih dengan Abdan bin Asywa' al-Hadhrami perkara sebidang tanah. Lalu, Imru'ul-Qais bersedia bersumpah mempertahankan bahwa yang empunya ialah dia, maka turunlah ayat ini. Itulah sebabnya, ayat 282 dari surah al-Baqarah memerintahkan agar soal-soal utang-piutang atau petaruh dan kepercayaan dikuatkan dengan surat-menyurat dan 2 saksi supaya jangan menjadi hal-hal seperti ini.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 356-359, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KAIDAH USHUL FIQIH

Meskipun terdapat beberapa riwayat tentang sebab turun ayat, namun yang kita jadikan pedoman ialah isinya. Karena tersebut di dalam kaidah ushul fiqih:

"Yang dipandang adalah umum maksud perkataan, bukanlah sebab yang khusus."

Artinya, yang dipandang ialah maksud dan tujuan perkataan, bukanlah tentang sebab turunnya ayat.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 719, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TAWASUL DAN WASILAH

"Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya ..." (al-Maa'idah: 35).

Ayat ini dijadikan alasan oleh orang yang mengizinkan memohon kepada Allah SWT dengan memakai orang perantaraan. Kata mereka, "Sejelas itu ada wasilah dalam Al-Qur'an, mengapa kita larang-larang?"

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Hal. 79-80, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

KEMURKAAN-KU DAN KEMURKAANMU!

"Demikianlah kamu karena apabila diseru Allah sendiri saja, kamu kafir. Dan jika Dia dipersekutukan, kamu pun beriman. Maka keputusan hukum adalah pada Allah Yang Maha Tinggi, Maha Besar." (al-Mu'min: 12).

Ditutup ujung ayat dengan ketegasan ini supaya jelas bagi kaum musyrikin bahwa keputusan terakhir tetap pulang kepada Allah jua, sebab Yang Maha Kuasa, Maha Tinggi hanya Allah, Yang Maha Besar hanya Allah, tidak ada berhala, tidak ada al-Laata, tidak ada al-Uzza, tidak ada Manaata dan yang lain. Jika di zaman sekarang tidak ada kubur keramat, wali anu dan keramat anu. Omong kosong!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 85, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BINATANG TERNAK

"Maka janganlah kata-kata mereka mendukacitakan engkau, sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan." (Yaasiin: 76).

Kalau berhala tidak dipuja lagi tentu pengunjung akan sepi.

Yang lebih lucu lagi ialah jika orang yang datang ziarah dipungut bayaran dan bayaran itu masuk ke dalam kantong tukang-tukang jaga itu. Tuhan-Tuhan dipersewakan oleh orang-orang yang menyembahnya. Atau Tuhan-Tuhan itu diperbesar tuahnya oleh tukang jaga (juru kunci) untuk kepentingan dirinya sendiri.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 451, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PENDAHULUAN

Ilmu dalam Islam adalah yang ada dasar dan dalilnya, terutama dari dalam Al-Qur'an dan dari As-Sunnah, termasuk juga penafsiran ulama-ulama yang telah mendapat kepercayaan dari umat, yang disebut Salafus Shalihin.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 305, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

IMAN, AKAL DAN TAKLID

Iman yang berarti percaya dan Islam yang berarti menyerah dengan segala senang hati dan rela, timbulnya ialah setelah akal itu sendiri sampai kepada ujung perjalanan yang masih dapat dijalaninya. Oleh sebab itu, bertambah tinggi perjalanan akal, bertambah banyak alat pengetahuan yang dipakai. Pada akhirnya bertambah tinggi pulalah martabat iman dan Islam seseorang. Itu pula sebabnya Nabi Muhammad saw. pernah mengatakan, "Tidaklah Allah menjadikan suatu makhluk pun yang lebih mulia atasnya daripada akal." (HR. at-Tirmidzi, dengan sanad yang lemah). Kelezatan dan kepuasan iman itu hanya didapat dengan perjalanan akal yang lanjut. Tersebut pula dalam firman Allah SWT, "... Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" (az-Zumar: 9). Iman atau Islam yang hanya dipusakai belaka atau hanya dikerjakan karena turut-turutan, belumlah tentu kesempurnaannya meskipun bagaimana teguhnya mereka memegang segala pokok agama, pegangan itu mudahlah lepas karena pertahanannya tidak ada di dalam lubuk kesadaran jiwanya sendiri. Seumpama orang-orang kampung di dalam masyarakat mereka, yang agama telah menjadi sebagian dari kehidupannya sehari-hari. Tiba-tiba, pindahlah dia ke kota. Kian sehari kian tanggal dan tanggallah agama itu dari dirinya, karena orang di kiri-kanannya sudah berubah sama sekali dari yang dipergaulinya dahulu. Agama yang dikerjakan hanya karena turut-turutan (taklid) amat takut akan ujian akal. Dia lekas sekali murka dan menuduh "keluar dari agama" kalau ada orang menyatakan pikiran yang berbeda dari apa yang diterimanya dari guru-guru dan nenek moyangnya. Dengan itu nyatalah bahwa yang dimaksud dengan "aku percaya" dan "aku menyerah dengan segala senang hati" adalah ucapan serta-merta (spontan) yang keluar dari lubuk jiwa manusia setelah dicobakannya sendiri mempergunakan akal dan pikirannya, sampai selanjut mungkin. Akhirnya bertemulah dia dengan suatu akhir perjalanan yang akal tak dapat memberi keputusan lagi, sebagaimana yang kita terangkan di atas tadi. Apa sebab dia tidak dapat memberi keputusan? Dia hendak mencari keputusan apa yang dikatakan benda. Padahal dia adalah hidup dalam lingkungan benda itu sendiri. Padahal dia pun benda. Dia hendak mencari apa dan siapa Dzat yang mengatur benda. Padahal mencari dirinya sendiri pun akal itu tidak tahu. Seorang pujangga Jerman yang masyhur, Goethe pernah berkata, "Jika begini yang dikatakan Islam, mengapa aku tidak akan masuk ke dalam golongan seorang Muslim?" Saat-saat penting yaitu menyerah dengan segala senang hati, percaya dengan penuh keinsafan, mungkin pernah datang kepada setiap orang yang berpikir dan mempergunakan akalnya, walaupun dia bangsa apa atau beragama apa. Mungkin pula orang-orang yang telah mengakui dirinya Islam, umat Islam dan ibu-bapaknya Islam, hidup dalam masyarakat Islam, harus memeriksa kepercayaannya itu kembali, sebab sudah terlalu jauh keluar dari pokok asalnya. Jauh benarlah perbedaan arti "percaya (iman)" dengan "menurut sajalah" sebab iman adalah pendapat sendiri, di dalam perjalanan hidup mencari kebenaran, yakni kesungguh-sungguhan yang tidak pernah berhenti sehingga insaf kelemahan diri di hadapan kebesaran Yang Maha Besar. Adapun "percaya sajalah" adalah menurut dengan membuta dan menuli apa yang dikatakan orang lain atau apa yang diterima dari guru sehingga akal sendiri menjadi beku tidak bergerak. Apabila telah timbul kebekuan itu, beku pulalah paham agama dan tidak lagi bercahaya sinarnya. Itulah yang bernama taklid. Taklid adalah musuh kemerdekaan akal.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Hal. 10-12, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

RENUNGAN BUDI

Waktu bangsa Jepang dengan kerasnya menekankan kekuasaannya di Indonesia dengan beragam propaganda halus atau kasar supaya orang ruku' menyembah ke jurusan istana Kaisar Jepang di Tokyo, ulama-ulama yang lemah pendirian karena takut akan ancaman telah memutar ayat-ayat Al-Qur'an atau hadits-hadits Nabi untuk menghalalkan penyembahan berhala hidup itu. Ada pula ulama lain yang tidak mau memutar-balikkan hukum agama tetapi karena takut terbawa-bawa lalu menjauhkan diri dari segala hubungan dengan Jepang. Pada waktu itu terkenallah di kalangan umum bahwa Ayahku dan Guruku Dr. Syekh Haji Abdul Karim Amrullah yang diundang hadir dalam beberapa pertemuan resmi dengan Jepang tidak mau ruku' menyembah (Keirei) ke istana Jepang itu. Jangankan ruku', sedangkan berdiri dari tempat duduknya saja pun dia tak mau. Setelah saya bertanya kepada beliau, "Tidakkah Abuya merasa takut akan disiksa atau dipotong leher oleh kempetai Jepang?" Beliau menjawab, "Abuya bukanlah takut akan dipotong leher, tetapi Abuya takut akan pertanyaan sesudah leher dipotong!"

(Buya HAMKA, LEMBAGA BUDI: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasar Tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, Hal. 203, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

Suatu waktu beliau saw. datang dan orang berdiri.

Sebentar itu juga beliau saw. berkata,

"Siapa yang ingin supaya orang berdiri menghormatinya, bersedialah tempatnya di Neraka!" (HR. at-Tirmidzi).

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Hal. 237, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2018).

MURTAD

Tidak boleh sujud dan tidak boleh ruku' kepada yang lain daripada Allah SWT. Di dalam sabda Nabi saw. dan di dalam kitab-kitab fikah pada Bab Al-Riddah (1) selalu tersebut sujud kepada makhluk itu mengeluarkan orang daripada agama Islam.

Dan tersebut juga, bahawa ruku' itu serupa juga dengan sujud, sama-sama tertentu di dalam Islam membesarkan Allah sahaja, Tuhan yang menjadikan alam, tidak kepada lain-Nya, walaupun bagaimana besar orangnya.

(1) Riddah, murtad keluar dari agama Islam. (peny).

(Buya HAMKA, Ayahku, 478-479, PTS Publishing House Malaysia, 2015).

TAHIYYAH

"Dan (ingatlah) tatkala Kami katakan kepada malaikat-malaikat: Bersujudlah kamu kepada Adam! Maka bersujudlah mereka semuanya, kecuali Iblis; dia enggan." (Thaahaa: 116).

Di dalam Syari'at Islam, kita dilarang oleh Allah bersujud kepada siapa pun jua, kecuali kepada Allah saja.

Jika kita menghormat kepada orang yang patut dihormati (tahiyyah), cukuplah dengan merundukkan kepala sedikit, jangan sampai batas ruku'.

Sedangkan batas ruku' lagi haram, apatah lagi sujud.

Tetapi malaikat disuruh sujud, menimbulkan kepada kita dua kesan. Pertama mereka adalah melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah sendiri. Kalau Allah sendiri yang memerintahkan, walaupun Adam itu makhluk jua, salahlah malaikat kalau sujud itu tidak mereka laksanakan. Kesan kedua ialah bahwa kita tidak boleh lupa bahwa malaikat itu adalah bangsa Nur, atau cahaya. Dalam ayat-ayat yang lain Allah mengatakan bahwa segala isi langit dan isi bumi, sampai kepada gunung-gunung dan kayu di hutan, sujud kepada Allah. Tentu saja sujud menurut cara dan kemungkinan masing-masing. Karena yang dimaksud dengan sujud ialah ketundukan dan kepatuhan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 615, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TAUHID

Manusia-manusia yang dituhankan, diagungkan dan dipuja-puja, disanjung sehingga ia pun telah merasa bahwa ia memang Dewa, dengan sendirinya telah jatuh pamornya. Ini pernah terjadi ketika al-Ghazal dari Kerajaan Bani Umayyah Andalusia menjadi duta besar untuk Kerajaan Byzantium (sebelum Konstatinopel jatuh ke tangan Islam). Kaisar Byzantium telah tahu bahwa duta besar negara Islam ini tidak akan ruku' atau sujud, ataupun berjalan merunduk memberikan hormat yang sedalam-dalamnya kepada Kaisar, sebagaimana teradat dari duta besar dari negeri lain. Oleh karena itu, Kaisar memerintahkan supaya duta besar itu dibawa masuk menghadap ke depan tahta kedudukan baginda dari sebuah pintu kecil yang rendah sehingga kalau duta besar masuk ke dalam melalui pintu itu, ia terpaksa membungkukkan kepalanya. Artinya, mau tidak mau ia mesti merunduk kepada Kaisar. Namun, duta besar yang cerdik itu tahu siasat yang sangat menyinggung aqidahnya ini. Sebab itu, ketika ia masuk melalui pintu rendah itu, ia berjalan di atas lutut dengan kepala terangkat, sampai terlepas dari pintu itu dan sampai berdiri dengan tegak dan gagahnya di hadapan Kaisar.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 83-84, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

YA'QUB BERTEMU ANAKNYA, YUSUF

"Dan didudukkanlah kedua ibu-bapaknya ke atas singgasana, lalu mereka meniarap semua menghadapnya bersujud dan berkatalah dia, 'Wahai bapakku! Inilah dia takwil mimpiku yang dahulu itu telah dijadikan oleh Tuhanku menjadi kenyataan dan Dia telah berbuat baik kepadaku ketika Dia keluarkan daku dalam penjara dan didatangkan-Nya kamu semua dari dusun sesudah Setan mengganggu di antaraku dan di antara saudara-saudaraku. Sungguhlah Tuhanku itu lemah lembut atas apa yang Dia kehendaki, sesungguhnya Dia adalah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.'" (Yuusuf: 100).

Menurut syari'at pada masa itu agaknya tidak dilarang, karena semata-mata menyatakan hormat atau sangat terharu oleh perubahan keadaan yang sangat besar itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 34, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BEBERKAN SEMUA!

"... Sesungguhnya engkau lain tidak hanyalah seorang pembawa ancaman dan Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah penjaga." (Huud: 12).

Memang setengah dari isi wahyu itu ada yang menyakitkan hati kaum kafir itu. Di antaranya ialah karena di dalam wahyu tersebut celaan kepada berhala-berhala yang mereka sembah dan perbuatan-perbuatan mereka yang keji. Maka janganlah celaan terhadap berhala itu dipotong dari wahyu, terangkan semua, beberkan semua!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 532, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

JANGAN HANYA MENURUT SAJA

"Dan janganlah engkau menurut saja dalam hal yang tidak ada bagi engkau pengetahuan padanya." (al-Israa' pangkal ayat 36).

Sebab, kadang-kadang dipercampuradukkan orang amalan yang Sunnah dengan yang Bid'ah. Bahkan, kerap kejadian perkara yang Sunnah tertimbun dan yang Bid'ah muncul dan lebih masyhur. Maka wajiblah kita beragama dengan berilmu.

"Tiap-tiap sesuatunya itu." (al-Israa' pangkal ayat 38).

Menurut-nurut saja tanpa berpikir,

"Adalah kejahatannya kepada Allah, amat dibenci." (al-Israa ujung ayat 38).

Sama sekali itu adalah budi yang rendah, akhlak tercela yang menunjukkan bahwa orang yang berperangai demikian belum dapat dimasukkan ke dalam hitungan orang yang beriman.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 288-289, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MENJALANKAN HUKUM ALLAH

"Dan barangsiapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka adalah mereka itu orang-orang yang kafir." (al-Maa'idah ujung ayat 44).

Tentang ketiga ayat ini banyaklah pula perbincangan ahli tafsir, apakah dia hanya terkhusus sebagai ancaman kepada Yahudi dan Nasrani, ataukah mengenai juga kita kaum Muslimin? Ada dibawakan orang tafsir yang mereka katakan diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beliau berkata, "Kafir di sini bukanlah mencapai kafir, dan zalim bukanlah mencapai zalim, dan fasik bukanlah mencapai fasik." Dan ada riwayat Ibnu Abbas juga, katanya ayat-ayat ini hanya mengenai orang Yahudi, tidak mengenai Islam sedikit pun. Dan ada pula riwayat dibawakan dari as-Sya'bi, bahwa ayat pertama dan kedua mengenai Yahudi dan ayat ketiga mengenai Nasrani. Tetapi kita tertarik pula kepada keterangan Hudzaifah bin al-Yaman ketika orang bertanya kepada beliau tentang ayat ini. Seorang berkata bahwa ayat-ayat ini hanya mengenai Bani Israil. Mendengar itu berkatalah Hudzaifah, "Enak benar bagimu ada kawan Bani Israil, kalau segala yang manis hanya untukmu dan segala yang pahit untuk Bani Israil. Sungguh, demi Allah, kamu akan menempuh pula jalan mereka menurut jejak langkah mereka." Dan satu riwayat lain dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir, "Sebaik-baik kaumlah rupanya kamu ini kalau segala yang manis hanya untuk kamu dan segala yang pahit buat Ahlul Kitab." Dan ditanyakan orang kepada Sa'id bin Jubair ke mana tujuan ketiga ayat. "Barangsiapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah," itu apa benarkah tertuju kepada Bani Israil saja? Beliau menjawab, "Tidak! Bahkan dia diturunkan atas kita!" Riwayat yang diterima dari Maqaam, Maula Ibnu Abbas pun menyatakan demikian pula, bahwa ayat ini diturunkan kepada Ahlul Kitab dan kepada kita kaum Muslimin. Cuma tambahannya ialah bahwa kafir di sini bukanlah mencapai kafir syirik, dan zhulm di sini pun bukan mencapai zhulm syirik, dan fasik di sini pun bukan mencapai fasik syirik.

Kita pun dapatlah memahamkan bahwa ayat Al-Qur'an, diturunkan kepada Nabi kita Muhammad saw. meskipun tertuju kadang-kadang kepada Ahlul Kitab, bukanlah dia semata-mata suatu kisah yang akan kita baca saja, tetapi adalah dia untuk kita ambil banding. Sebagai Muslimin janganlah kita melalaikan menjalankan hukum Allah. Sebab di awal surah sendiri, yang mula-mula diberi peringatan kepada kita ialah supaya menyempurnakan segala 'Uqud. Maka menjalankan hukum Allah adalah salah satu 'Uqud yang terpenting di antara kita dengan Allah. Selama kita hidup, selama iman masih mengalir di seluruh pipa darah kita, tidaklah sekali-kali boleh kita melepaskan cita-cita agar hukum Allah tegak di dalam alam ini, walaupun di negeri mana kita tinggal.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 705-706, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MENGHORMATI KEMERDEKAAN BERPENDAPAT

Kerapkali benar agama itu diambil menjadi perkakas untuk menentang pendapat yang baru dan kemerdekaan bersuara, baik di Barat dan di Timur.

Hal ini telah diderita oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, yang dituduh kafir lantaran tidak mengakui adanya syafaat wali-wali keramat.

(Buya HAMKA, LEMBAGA HIDUP: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 167-168, Republika Penerbit, 2015).

KEMURKAAN-KU DAN KEMURKAANMU!

"Demikianlah kamu karena apabila diseru Allah sendiri saja, kamu kafir. Dan jika Dia dipersekutukan, kamu pun beriman. Maka keputusan hukum adalah pada Allah Yang Maha Tinggi, Maha Besar." (al-Mu'min: 12).

Jika dikatakan bahwa Allah itu adalah Esa, berdiri sendiri-Nya, tunggal, tiada bersekutu yang lain dengan Dia, kamu tolak seruan itu mentah-mentah, kamu musuhi orang yang menyerukan demikian, kamu tuduh gila lagi, bahkan hendak kamu bunuh, bahkan hendak kamu usir dari kampung halamannya. Lantaran itu maka jelaslah bahwa dosa ini bukan sembarang dosa. Yang kamu tolak dan kamu tidak mau percaya itu ialah pokok aqidah yang diserukan, yaitu Tauhid. Tauhid adalah seumpama urat tunggang dari pohon kayu. Urat-urat yang lain jika terputus, namun pohon itu masih bisa hidup. Tetapi jika urat tunggangnya yang putus, matilah seluruhnya. Kedatangan sekalian rasul ialah untuk mengajak orang kepada Tauhid. Tugas mereka ialah menyampaikan dakwah kepada manusia agar insaf bahwa Allah itu Esa adanya. Itulah yang kamu tolak, kamu kafir, kamu tidak mau menerima. Tetapi kalau ada disebut-sebut tuhan-tuhan lain, dewa-dewa lain, kalian gembira, kalian senang hati. Baru kalian mau percaya. Ditutup ujung ayat dengan ketegasan ini supaya jelas bagi kaum musyrikin bahwa keputusan terakhir tetap pulang kepada Allah jua, sebab Yang Maha Kuasa, Maha Tinggi hanya Allah, Yang Maha Besar hanya Allah, tidak ada berhala, tidak ada al-Laata, tidak ada al-Uzza, tidak ada Manaata dan yang lain. Jika di zaman sekarang tidak ada kubur keramat, wali anu dan keramat anu. Omong kosong!

MENGHADAPI HARI KIAMAT

"Maka serulah Allah dalam keadaan memurnikan agama kepada-Nya, walaupun tidak merasa senang orang-orang yang kafir." (al-Mu'min: 14).

Tadi pada ayat 12 sudah dinyatakan sikap orang-orang kafir itu. Kalau yang diseru itu Allah saja dalam keesaan-Nya, mereka tidak mau terima, mereka kafir. Tetapi kalau dipersekutukan yang lain dengan Allah, mereka mau beriman. Sekarang dalam ayat ini Nabi Muhammad saw. dan orang-orang yang beriman disuruh tetap pada pendirian, yaitu bahwa agama semata-mata murni untuk Allah saja. Biar si kafir itu benci, biar si kafir itu tidak senang!

Pendirian itu adalah pertahanan jiwa sebagai Muslim. Dengan itu kita hidup dan dengan itu kita mati, bahkan dengan itu pula kita akan bangkit kembali. Kalau Rasulullah saw. diwajibkan memegang pendirian setegas itu menghadapi musyrikin Quraisy dahulu kala, maka pengikut Muhammad sampai di akhir zaman wajib pula mempertahankan pendirian itu. Agamanya murni untuk Allah saja. Kadang-kadang mereka bertemu dengan penyembah-penyembah berhala model lain; berhala tanah air, berhala diktator, berhala mendewa-dewakan pemimpin, berhala kultus individu, bahkan berhala menyembah dan memuja kubur-kubur, sampai menjadi mata pencarian. Maka hendaklah seorang Mukmin Muslim dengan tegas menegakkan keyakinannya bahwa agama adalah murni untuk Allah semata-mata, walaupun untuk itu dia akan dibenci orang. Walaupun yang membencinya itu mengaku Islam juga! Karena mereka telah mengotori Tauhid, ikhlas dan Muslim (menyerah bulat kepada Allah) dengan memberhalakan kubur-kubur.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 85-88, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MEMBUNUH DENGAN SENGAJA

Dari semua cerita sebab-sebab turun ayat ini, dapatlah kita mengambil perhatian sebesar-besarnya tentang nilai-nilai budi yang ditegaskan dalam perang, menurut aturan Islam.

Dapatlah diambil kesimpulan dari semua ayat itu bahwasanya tidaklah boleh kita terburu-buru menghukumkan kafir atas orang yang telah mengucapkan kalimat as-Salam atau orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Karena besar sekali kemungkinan di dalam pergaulan negeri yang masih kafir itu telah ada orang yang Islam, cuma takut menyatakan keislamannya. Dia baru berani setelah datang temannya seagama menaklukkan negeri itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 407, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

IBRAHIM DAN BERHALA-BERHALA KAUMNYA

"Apakah dengan dusta, Tuhan-Tuhan selain Allah yang kamu kehendaki?" (ash-Shaaffaat: 86).

Banyak "ifkan" atau kebohongan ini dikarang oleh juru kunci untuk melakukan dagangan kubur, supaya orang bertambah lama bertambah ramai datang minta pangestu ke tempat keramat itu.

Mereka tidak mengaku bahwa mereka menyembah berhala. Namun perlakuan mereka terhadap kuburan-kuburan itu sudah lama, bahkan melebihi dari perbuatan musyrikin zaman jahiliyyah terhadap berhala-berhala.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 492, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

IBRAHIM MENGHANCURKAN BERHALA

"Kami mendengar seorang anak muda yang menyebut-nyebut mereka. Kata orang, namanya Ibrahim." (al-Anbiyaa': 60).

Demikian pentingnya darah muda, sehingga Ibnu Abbas pernah berkata, "Tidaklah Allah mengutus seorang nabi melainkan anak muda. Dan seorang yang alim tidak pula diberi Allah ilmu, melainkan di waktu muda." Lalu beliau baca ayat 60 surah al-Anbiyaa' ini sebagai alasan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 47, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

POKOK IDEOLOGI

Pokok segala hukum dalam Islam ialah mubah (boleh). Segala hukum yang haram (terlarang) atau wajib (mesti) harus ada ketentuan dari Al-Qur'an atau ditafsirkan oleh hadits, menurut illat (sebab dan musabab) dan itu tidak banyak. Bahkan lebih banyaklah di dunia ini yang halal dari yang haram. Kalau haram itu hanya lantaran ijtihad kita sendiri seperti pernah dikatakan oleh Imam Hanafi, "Mereka laki-laki, saya pun laki-laki."

Kami pun meruntuh masyarakat Islam yang telah bobrok, tetapi kami kaya dan kami lebih menang sebab tidak saja menuruti pikiran sendiri, melainkan ada tuntunan pikiran itu dalam tangan kami, yang kami sanggup mempertanggungjawabkannya kepada dunia, yaitu Al-Qur'an dan al-Hadits Nabi yang shahih!

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Hal. 194-198, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Maret 2018).

HENDAK MEMADAMKAN NUR ALLAH DENGAN MULUT

"Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut mereka. Tetapi Allah tidak mau melainkan hendak menyempurnakan cahaya-Nya jua, walaupun tidak suka orang-orang yang kafir itu. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar. Karena Dia akan tinggikan dia di atas segala agama. Walaupun enggan orang-orang musyrikin itu." (at-Taubah: 32-33).

Oleh sebab itu, giliran Islam sudah datang! Untuk melepaskan dahaga jiwa manusia. Salah satu daripada pintu kebesaran Islam kembali untuk dunia itu, ialah dengan telah merdekanya negeri-negeri Islam dan terdapatnya sumber-sumber kekayaan alami di pusat-pusat negeri Islam.

Islam akan mengatasi segala agama, walaupun orang-orang yang musyrikin tidak senang. Maka kita umat Islam yang masih hidup, wajib berikhtiar membongkar nur dan nar Islam kembali, yang selalu diungkapkan oleh Presiden Sukarno, yaitu membongkar api Islam. Sehingga kita dan anak cucu kita beroleh bahagia menjadi Alat Allah buat mencapaikan maksud-Nya itu. Tugas ini memang berat buat kita. Kita mengakui bahwa setelah agama Islam berusia sampai 14 abad, 700 tahun yang terakhir, yakni separuh dari usia yang telah dilaluinya, kita telah menurun mundur. Banyak pikiran-pikiran yang tidak asli dan pengaruh-pengaruh yang lain telah masuk ke dalam, sehingga kita telah membeku dengan hidup yang demikian. Kita telah dininabobokan oleh sejarah yang lama, dan tidak sadar akan kebobrokan kita.

Meskipun sekali-sekali telah datang ahli-ahli pikir Islam membuka ajaran Islam yang murni kepada dunia, mulutnya terpaksa tertutup kembali jika pihak yang diseru menjawab dengan memperlihatkan kenyataan umat Islam sendiri. Bagaimana si ahli pikir akan dapat meneruskan dakwahnya, kalau pihak yang didakwahi itu menanyakan kepadanya tentang beribu-ribu orang yang datang tiap hari mengantarkan bunga, membakar kemenyan, membaca surah Yaasiin, mengadakan Haul pada suatu kuburan, persis sebagai yang dilakukan oleh penyembah berhala pada berhala-berhala mereka?

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 146, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

RASA BENCI

Membaca tulisan walaupun bagaimana keras dan panas isinya, tidaklah menyakitkan hati kalau cinta telah ada kepada penulisnya. Tetapi meskipun tidak keras, biasa saja, kalau lebih dahulu telah ada perasaan hasad dengki, bukan main besar kesannya kepada hati si pembenci dan pendengki itu. Dia merasa saja bahwa dia disindir!

Disini dapatlah kita melihat, bahwa bahagia dan celaka itu hanya berpusat kepada sanubari orang, bukan pada zat barang yang dilihat. Bagi kebanyakan orang, masuk bui menjadi kecelakaan dan kehinaan, bagi setengahnya pula, menjadi kemuliaan dan kebahagiaan. Kata Ibnu Taimiyah, "Bahwasanya di dunia ini ada suatu surga. Siapa saja yang belum pernah menempuhnya, tidaklah dia akan menempuh surga yang di akhirat." Dan katanya pula, "Apakah yang akan dilakukan oleh musuh-musuhku kepadaku? Surga dan jannahku ada dalam dadaku. Kemana pun aku pergi, dia ikut dengan daku. Jika kau dimasukkan orang ke penjara, adalah itu khalwatku. Kalau aku diusir dari negeriku, adalah ganti aku bertamasya. Jikalau aku keluarkan emas sepenuh benteng tempat aku dipenjarakan itu, akan jadi derma, belum juga dapat aku hargai kesyukuranku kepada Tuhan, lantaran nikmat-Nya yang begini. Aku bukan terpenjara, sebab orang yang terpenjara, ialah yang dipenjarakan hatinya di tengah perjalanan mencari Tuhannya. Aku bukan tertawan ialah yang ditawan oleh hawa nafsunya." Orang begini sukar ditimpa celaka!

Sebab itu, hapuskanlah sifat benci, gantilah dengan sifat cinta.

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 361-363, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

DAJJAL

Yang sebaik-baik kepercayaan ialah tiada menafsirkannya dan tunggu saja, apa pun yang akan terjadi. Selama nama Allah SWT masih bersemayam dalam hati, bagaimanapun besar cobaan dan kebohongan (Dajjal), kita tidak akan kena "dajjal", artinya tidak akan dapat "dibohongi".

KELUAR BINATANG

"Dan apabila perkataan (ketentuan masa kehancuran alam) telah berlaku atas mereka, Kami keluarkan makhluk bergerak yang bernyawa dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka bahwa manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami." (an-Naml: 82).

Kadang-kadang terasalah oleh kita bahwa ajaran manusia kepada sesama manusia tidaklah mempan lagi. Memang telah perlu datang keledai atau kuda, atau cumi-cumi dari dasar laut menyepakkan mereka dengan kakinya atau menempeleng otak di kepala yang penuh akal busuk itu dengan belalainya sambil berkata, "Hai Insan! Mengapa engkau setamak seloba ini! Tobatlah! Asal jasmanimu dari tanah dan kamu akan kembali ke tanah. Asal ruhanimu dari Tuhan, bersiaplah akan kembali kepada Tuhan. Janganlah engkau mencoba memaklumkan perang kepada Tuhan karena engkau juga yang akan kalah!"

Alhasil, segala pertandaan hari akan Kiamat tidaklah menyebabkan rasa muram dan pesimistis bagi seorang yang beriman.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Hal. 338-340, Penerbit Gema Insani, Cet.1, September 2018).

APA YANG AKAN DIDAKWAHKAN?

SATU DENGAN DUA PENJELASAN

Pertama
, yang utama sekali ialah menjelaskan aqidah islamiyah, yaitu pokok-pokok kepercayaan Islam atau di dalam bahasa yang sangat populer dalam kalangan umat Muslimin ialah rukun iman. Dasar aqidah Islam itu ialah Tauhid, artinya pengakuan atas keesaan Allah SWT. Pokok utama dari kepercayaan ini diambil langsung dari Al-Qur'anul Karim. Di sanalah terdapat ajaran Tauhid yang satu dengan dua penjelasan, yaitu Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah.

(Buya HAMKA, PRINSIP DAN KEBIJAKSANAAN DAKWAH ISLAM, Hal. 287, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Maret 2018).

SURAH AL-FAATIHAH (PEMBUKAAN)

Di dalam ayat pembukaan ini, kita telah bertemu langsung
dengan Tauhid, yang mempunyai dua paham itu, yaitu: Tauhid Uluhiyah pada ucapan Alhamdu Lillaahi dan Tauhid Rububiyah pada ucapan Rabbil 'Aalamiin.

Maka, tersimpul pulalah kata Al-Qur'an ini pada ujung surah, tentang orang yang maghdhub (terkena murka Allah) dan orang yang dhaallin (orang yang sesat).

Demikian pula, Al-Qur'an menceritakan keadaan umat-umat yang telah terdahulu, yang telah binasa dan hancur karena dimurkai Allah, dan diceritakan juga kaum yang sesat dari jalan yang benar, itu pun telah tersimpul di dalam kedua kalimat maghdhubi dan dhaallin itu.

Dalam Al-Qur'an, banyak bertemu ayat-ayat yang menerangkan jika Nabi Muhammad saw. bertanya kepada kaum musyrikin penyembah berhala itu, siapa yang menjadikan semuanya ini, pasti mereka akan menjawab, "Allah-lah yang menciptakan semuanya!"

"Padahal jika engkau tanyakan kepada mereka siapa yang menciptakan semua langit dan bumi dan menyediakan matahari dan bulan, pastilah mereka akan menjawab, 'Allah!' Maka, bagaimanakah masih dipalingkan mereka." (al-'Ankabuut: 61).


Dan, banyak lagi surah-surah lain mengandung ayat seperti ini.


Tentang Uluhiyah mereka telah bertauhid, hanya tentang Rububiyah yang mereka masih musyrik. Maka, dibangkitkanlah kesadaran mereka oleh Rasul saw. supaya bertauhid yang penuh.

Siapakah yang dimurkai Allah?
Ialah orang yang telah diberi kepadanya petunjuk, telah diutus kepadanya rasul-rasul telah diturunkan kepadanya kitab-kitab wahyu, tetapi dia masih saja memperturutkan hawa nafsunya. Telah ditegur berkali-kali, tetapi teguran itu, tidak juga dipedulikannya. Dia merasa lebih pintar dari Allah, rasul-rasul dicemoohkannya, petunjuk Allah diletakkannya ke samping, perdayaan Setan diperturutkannya.

Orang yang dimurkai ialah yang sengaja keluar dari jalan yang benar karena memperturutkan hawa nafsu, padahal dia sudah tahu. Orang yang telah sampai kepadanya kebenaran agama lalu ditolak dan ditantangnya. Dia lebih berpegang pada pusaka nenek moyang, walaupun dia telah tahu bahwa itu tidak berat. Maka, siksaan adzablah yang akan dideritanya.

Adapun orang yang sesat ialah orang yang berani-berani saja membuat jalan sendiri di luar yang digariskan Allah. Tidak mengenal kebenaran atau tidak dikenalnya menurut maksudnya yang sebenarnya.

Orang-orang yang telah mengaku beragama pun
bisa juga tersesat. Kadang-kadang karena terlalu taat dalam beragama lalu ibadah ditambah-tambah dari yang telah ditentukan dalam syari'at sehingga timbul Bid'ah. Disangka masih dalam agama, padahal sudah terpesong ke luar.

Maka, bagi kita umat Islam
yang membaca al-Faatihah ini sekurangnya 17 kali sehari semalam, hendaklah diingat jangan sampai kita menempuh jalan yang akan dimurkai Allah pula, sebagai Yahudi. Apabila satu kali kita telah memandang bahwa pelajaran yang lain lebih baik dan berguna daripada pelajaran Nabi Muhammad saw., mulailah kita diancam oleh kemurkaan Allah. Di dalam surah an-Nisaa': 65, sampai dengan sumpah Allah menyatakan bahwa tidaklah mereka beriman sebelum mereka ber-tahkim kepada Nabi Muhammad saw. di dalam hal-hal yang mereka perselisihkan dan mereka tidak merasa keberatan menerima keputusan yang beliau putuskan, dan mereka pun menyerah sebenar-benar menyerah. Kalau ini tidak kita lakukan, pastilah kita kena murka seperti Yahudi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 57-78, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

FIQIH BUKANLAH SUMBER HUKUM DALAM ISLAM

Sumber yang diakui oleh sekalian Madzhab dalam Islam adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah (Hadits).

Dimasukkan juga oleh sebagian madzhab, yaitu ijma' dan qiyas.

IJMA'


Sumber hukum Islam resmi ketiga, menurut sebagian besar ahli fiqih adalah ijma'. Arti yang populer adalah persamaan pendapat ulama dalam satu masalah, di dalam satu zaman. Ini pun boleh dijadikan sumber hukum resmi. Dalam peraturan ijma' itu pun dikatakan, meskipun hanya 1 orang yang membantah, dengan sendirinya ijma' itu gugur, dan tidak boleh lagi dijadikan hujjah atau hukum resmi!

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 221-223, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

TAUHID

Adalah hak bagi setiap insan untuk menolak dan menentang, bahkan kalau perlu perang terhadap segala percobaan yang hendak merampas kemerdekaan dirinya berhubungan langsung dengan Allah.

Ada ucapan zikir lagi "laa haula walaa quwwata illaa billaah", tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali pada Allah.

Manusia tidak boleh menguasai jiwaku.


Apa akibat dari ajaran ini? 360 berhala
di sekeliling Ka'bah yang selama ini dipuja dan diasapi dengan kemenyan, dibawakan hadiah berbagai macam, mulai saat ajaran itu keluar telah bertukar menjadi batu mati. Bahkan, menghambat penglihatan, menjemukan dan membosankan, satu waktu wajib diruntuhkan dan runtuhannya itu boleh di potong-potong, lalu diambil menjadi dasar bangunan rumah atau menjadi alas jembatan.

Manusia-manusia yang dituhankan, diagungkan dan dipuja-puja, disanjung sehingga ia pun telah merasa bahwa ia memang Dewa, dengan sendirinya telah jatuh pamornya. Ini pernah terjadi ketika al-Ghazal dari Kerajaan Bani Umayyah Andalusia menjadi duta besar untuk Kerajaan Byzantium (sebelum Konstatinopel jatuh ke tangan Islam). Kaisar Byzantium telah tahu bahwa duta besar negara Islam ini tidak akan ruku' atau sujud, ataupun berjalan merunduk memberikan hormat yang sedalam-dalamnya kepada Kaisar, sebagaimana teradat dari duta besar dari negeri lain. Oleh karena itu, Kaisar memerintahkan supaya duta besar itu dibawa masuk menghadap ke depan tahta kedudukan baginda dari sebuah pintu kecil yang rendah sehingga kalau duta besar masuk ke dalam melalui pintu itu, ia terpaksa membungkukkan kepalanya. Artinya, mau tidak mau ia mesti merunduk kepada Kaisar. Namun, duta besar yang cerdik itu tahu siasat yang sangat menyinggung aqidahnya ini. Sebab itu, ketika ia masuk melalui pintu rendah itu, ia berjalan di atas lutut dengan kepala terangkat, sampai terlepas dari pintu itu dan sampai berdiri dengan tegak dan gagahnya di hadapan Kaisar.

JANGAN TAKUT MENGHADAPI MAUT


Pelajaran tentang ke-Esa-an Tuhan itu dipatrikan dengan nilai hidup dan nilai mati. Diberi peringatan bahwa hidup ini hanya sebentar. Di belakang hidup ini ada lagi satu hidup, yaitu hari akhirat. Di sana nanti akan diperhitungkan segala amal usaha selama hidup di dunia ini. Kita datang ke dunia atas kehendak Allah, kita hidup di dunia atas perlindungan Allah, dan kita akan kembali menemui Allah. Orang yang berusaha keras mengerjakan kebajikan di dunia ini, mengabdikan diri kepada Allah dengan tulus dan ikhlas, bebas dari segala kemusyrikan, pasti akan bertemu dengan Allah di dalam surga. Oleh karena itu, sekali-kali jangan takut menghadapi hidup, sebab hidup ialah pengabdian. Sekali-kali jangan takut menghadapi maut sebab maut ialah akan menemui Allah. Lebih positif dari ini, selalu bersedia mati untuk mempertahankan keyakinan kepada Allah. Mati di dalam mempertahankan keyakinan Tauhid Allah adalah mati yang mulia, bernama mati dalam kesaksian, syahadah.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 82-85, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

TAUHID MEMBESARKAN JIWA

"Apa maksud kalian?"

Sa'ad menjawab, "Hendak meruntuhkan berhala Manaata!"

"Silakan!" kata juru kunci itu.

Dengan tidak ragu-ragu sedikit pun Sa'ad masuk ke dalam rumah pemujaan. Sampai di dalam, tiba-tiba muncul pulalah seorang perempuan tua, hitam, bertelanjang bulat dan rambutnya tergerai lepas, bersorak-sorak, memekik-mekik dan menampar-nampar dadanya.

Maka, berkatalah juru kunci tadi kepada perempuan itu, "Hai, Manaata! Pertahankan dirimu. Orang yang durhaka kepadamu mencoba hendak mengganggumu!"

Perempuan tua yang menakutkan itu tampil hendak menggumuli Sa'ad, tetapi sekali pancung saja, dia pun rubuh. Lalu, Sa'ad mempergunakan kampaknya menghancurkan berhala itu, sehingga menjadi tumpukan puing dan tidak ada apa-apa.

Semua runtuh hancur karena kekuatan Tauhid. (14)

Tidak ada tempat takutnya seorang Mukmin, melainkan Allah!

MUSYRIK

"Dan, mereka yang kamu seru selain dari Dia, tidaklah mereka sanggup menolong kamu dan tidak pula menolong diri mereka sendiri. (al-A'raaf: 197).

Kalau ada orang berkata bahwa ayat 197 sudah memberikan ketegasan bahwa memang ada wali Allah. Orang-orang yang istimewa di sisi Allah karena shalihnya. Sebab itu, kami meminta dengan perantaraannya!

Dengan ayat ini, jelaslah kebodohan mereka. Allah dan Rasul membuka pintu bagi semua orang, supaya menjadi wali Allah langsung sendiri mendekati Allah, sedang mereka masih saja mencari perlindungan yang lain. Mereka mengaku memang ada waliyullah, tetapi mereka tidak berniat sendiri-sendiri hendak menjadi waliyullah pula. Allah sendiri yang memanggil, marilah menjadi wali-Ku, tetapi mereka enggan memasuki pintu yang terbuka itu, melainkan hendak memakai perantaraan juga. Padahal, tempat meminta dari orang yang dipandang wali itu tidaklah ada yang lain, hanya Allah juga. Oleh sebab itu musyrik adalah satu kejahilan.

(14) Lihat Zaadul Ma'ad, Jilid I oleh Ibnul Qayyim.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 641-642, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MUSYRIK

Padahal musyrik itu, pada pandangan Islam, jauh lebih rendah daripada Yahudi dan Nasrani yang bernama keturunan kitab. Orang keturunan kitab ini boleh dimakan makanannya, diminum minumannya, dan menikah dengan anak perempuannya, dengan tidak usah dia dipaksa masuk Islam.

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Hal. 235, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Maret 2018).

PERANG BADAR

Menurut riwayat daripada Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, mengatakan bahwa dia menerima berita dari Umar bin Khaththab, kata beliau, Tatkala hari Badar itu, Nabi saw. memandang kepada sahabat-sahabatnya, sedang mereka hanya 300 lebih beberapa orang saja jumlahnya, lalu dipandangnya pula kaum musyrikin, padahal jumlah mereka 1.000 orang lebih. Maka, menghadaplah Nabi saw. ke kiblat, ditadahkannya tangannya ke langit, menyeru Tuhannya, "Ya Tuhanku, penuhilah apa yang engkau janjikan kepadaku. Ya, Tuhanku, jika binasa rombongan Ahlul Islam ini tidaklah akan ada lagi orang yang akan menyembah-Mu di muka bumi ini!" Maka selalulah beliau berdoa kepada Allah menadahkan tangan menghadap ke kiblat sehingga terjatuhlah selendang (rida') beliau dari bahu beliau. Maka, datanglah Abu Bakar r.a., dipungutnya selendang yang terjatuh itu, diletakkannya kembali ke atas bahu beliau kemudian dia pun berdirilah di belakang beliau dan dia pun berkata, "Wahai Nabi Allah, cukuplah sekian seruanmu kepada Tuhanmu. Niscaya permohonan engkau akan Dia kabulkan dan janji-Nya akan dipenuhi-Nya!" Setelah itu maka turunlah ayat ini:

"(Ingatlah) tatkala kamu memohon pertolongan kepada Tuhan kamu, lalu Dia perkenankan bagi kamu, (seraya kata-Nya), 'Sesungguhnya Aku akan membantu kamu dengan seribu dari malaikat yang beriring-iring.'" (al-Anfaal: 9).

Kaum Muslimin teguh pada pertahanan mereka, sambil mengucapkan semboyan (yel-yel):

"Ahad, Ahad!" (Esa, Esa!).

Semboyan yang menjelaskan bahwa mereka berperang adalah untuk Allah Yang Maha Esa!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 669-670, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MALAIKAT

"(Ingatlah) tatkala kamu memohon pertolongan kepada Tuhan kamu, lalu Dia perkenankan bagi kamu, (seraya kata-Nya), 'Sesungguhnya Aku akan membantu kamu dengan seribu dari malaikat yang beriring-iring.'" (al-Anfaal: 9).

Maka, Allah pun menurunkan beriring-iring 1.000 malaikat buat membantu mereka, sehingga orang yang 300 merasai mempunyai lebih dari kekuatan 1.000 orang. Timbul keberanian dalam hati orang yang 300, sebab mereka telah merasa diri mereka lebih banyak, walaupun malaikat itu tidak kelihatan oleh mata.

Riwayat mengatakan bahwa tentara malaikat 1.000 orang menyatakan diri dan sampai kelihatan oleh mata, memakai serban hijau dan turut berperang, sebagai tersebut dalam beberapa tafsir tidaklah begitu kuat: Ternyata termasuk kisah israiliyat juga.

Dan, kedatangan bantuan malaikat 1.000 sebagai peneguh semangat itu dijelaskan benar-benar oleh ayat selanjutnya:

"Dan, tidaklah Allah menjadikan bantuan itu melainkan sebagai berita gembira supaya tenteramlah dengan dia hati kamu." (al-Anfaal pangkal ayat 10).

Inilah bantuan semangat dari Allah, semangat yang biasa disebut dalam pepatah nenek moyang kita bangsa Indonesia:

"Sabung berjuara, perang bermalaikat."

Sebaliknya pula,

"Akan Aku masukkan rasa takut ke dalam hati orang-orang yang kafir."

Artinya, semangat mereka akan menurun sehingga meskipun bilangan jumlah mereka itu 3 kali lebih banyak dari bilangan kaum Muslimin, mereka telah kalah semangat. Sebab, mereka tidak mempunyai keyakinan bahwa Allah ada bersama mereka dan tujuan peperangan mereka tidak suci dan mulia.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 670-673, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MALAIKAT

Bagi orang yang percaya akan adanya Tuhan sebagai pelindungnya, ada dijanjikan bahwa kepadanya akan turun malaikat:

"Sesungguhnya orang-orang yang berkata, 'Tuhan kami adalah Allah' kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), 'Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu!'" (Fushshilat: 30).

Pejuang-pejuang menegakkan keadilan. Ulama-ulama benar di zaman dahulu yang berani mengangkat muka dan menegur berterus terang, berhadap-hadapan dengan raja yang zalim, tidak merasa takut akan mati, tidak merasa takut akan dipenggal lehernya adalah lantaran malaikat menjadi pengawalnya.

Hal yang demikian bukanlah terjadi di zaman dahulu saja. Di zaman mana juga pun, manusia yang teguh iman dan kepercayaan, yang tidak ada tempatnya berlindung melainkan Allah SWT adalah dikawal malaikat.

Sebaliknya, orang yang tidak ada pegangan hidup, setan iblislah yang menjadi pengawalnya. Setan-setan yang menjadi pengawalnya membisikkan kepada telinga dan batinnya perkara-perkara yang akan menimbulkan ketakutan. Diberikannya petunjuk di luar dari kebenaran.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Hal. 130-131, Penerbit Gema Insani, Cet.1, September 2018).

SURAH AD-DUKHAAN (ASAP)

"Maka tunggulah suatu hari yang langit akan mendatangkan asap yang nyata. Yang akan meliputi manusia itu, inilah adzab yang pedih. Wahai Tuhan kami, lepaskan kiranya adzab itu dari kami. Sesungguhnya kami beriman." (ad-Dukhaan: 10-12).

Beberapa penafsir mengatakan suatu masa memang datanglah adzab asap dari langit itu kepada kaum Quraisy, yaitu kelaparan karena rusaknya hasil pertanian karena kemarau. Dan banyak ternak yang mati. Ketika itu baru ada yang merasa bahwa murka Allah telah datang lalu menyeru memanggil Allah.

Kebiasaan manusia di segala zaman! Ketika bahaya telah datang dan adzab tidak terderitakan lagi, baru mereka berkata, "Rabbana! Wahai Tuhan kami!" Tidak ada lagi yang berkata, "Wahai berhala kami!" Ketika itu baru mereka berkata bahwa mereka beriman. Apakah artinya menyebut iman kalau keluarnya hanya ketika terdesak?

"Di hari yang akan Kami lakukan suatu perlakuan yang keras. Sesungguhnya Kami akan membalas." (ad-Dukhaan: 16).

Perlakuan yang keras dan balasan pahit itu telah terjadi tidak berapa lama kemudian, yaitu pukulan kekalahan kaum musyrikin di Perang Badar. Tujuh puluh orang inti penantang itu tewas di sana, di antaranya Abu Jahal sendiri. Dan setelah berita ini sampai ke Mekah, Abu Lahab, paman Nabi saw. yang sangat benci kepada ajaran beliau itu, demi mendengar berita kekalahan itu, jatuh sakit terus mati.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 249-250, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

JIKA ENGKAU DIHINA

Berjuanglah terus, hai mubaligh, menegakkan citamu, dan serahkanlah dirimu kepada Tuhan. Terhadap sesama pemeluk Islam ambillah satu sikap yang paling baik. Jika engkau dipandang musuh, pandanglah mereka kawan. Jika engkau dihina, muliakan mereka! Jika engkau diinjak, angkat mereka ke atas biar sampai tersundak ke langit. Adapun kemuliaan yang sejati, hanyalah pada siapa yang lebih taqwa kepada Allah. Oleh sebab itu, di dalam orang rebut-merebut keuntungan duniawi, mari kita merebut taqwa!

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Hal. 78-79, Penerbit Galata Media, Cet.I, Januari 2018).

SYIRIK

Kuburan itu dihancurkan karena menurut ajaran Madzhab Salaf bahwa binaan-binaan (bangunan-bangunan) di kubur itu adalah sebagian dari syirik.

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Hal. 290-291, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

PENDIRIAN HIDUP

"Wahai orang-orang yang beriman! Takwalah kamu kepada Allah sebenar-benar takwa dan janganlah kamu mati melainkan di dalam keadaan Muslimin." (Aali 'Imraan: 102).

Pegang teguh takwa itu sampai mati dan mati tetap dalam Islam. Sekali telah datang ke dunia, maka jiwa telah terisi dengan kepercayaan kepada Allah dan berbakti (takwa) kepada Allah. Dengan demikian jiwa menjadi kebal dan besar. Apabila pendirian hidup dan pandangan hidup ini telah dibentuk dalam jiwa, kamu tidak akan dapat dipermain-mainkan orang lagi. Tempatmu berlindung hanya Allah, pedoman hidupmu adalah Al-Qur'an, pemimpin yang sejati hanya Muhammad saw. Walaupun seluruh dunia menantangmu, membujuk rayumu, mencoba mengutak-atikkan kamu, mereka pasti akan gagal.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 22, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

WASILAH

"Wahai orang-orang yang beriman! Takwalah kepada Allah dan carilah jalan yang menyampaikan kamu kepada-Nya, dan bersungguh-sungguhlah pada jalan-Nya, mudah-mudahan kamu mendapat kejayaan." (al-Maa'idah: 35).

Wasilah itu ialah amal dan usaha sendiri. Bukanlah wasilah itu dengan memakai perantaraan orang lain.

Tetapi kemudian di kurun-kurun pertengahan, jauh dari zaman Nabi, yang biasanya timbul dari kaum Sufi, suatu perbuatan yang sudah sangat jauh daripada contoh yang diberikan Rasulullah saw. itu. Dan dinamai orang juga al-Wasilah. Yaitu orang pergi ke kuburan orang yang telah mati, baik ke kubur Nabi, atau kubur orang yang dipandang wali, atau guru, atau ulama besar. Lalu meminta tolong, memakai orang yang telah di dalam kubur itu menjadi wasilah atau jalan buat menyampaikan doa kepada Allah.

Dengan nama tawassul dan wasilah itulah orang mempertahankan pemujaan kubur, sehingga banyak orang memusuhi Ibnu Taimiyah, yang keras menentang pemujaan kubur itu. Padahal perbuatan demikian sudah sangat bertentangan dengan ajaran Tauhid. Kemudian ajaran Ibnu Taimiyah itu dibangkitkan kembali oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab, pendiri ajaran Wahabi dalam lingkungan Madzhab Hambali. Tentu saja ajaran Wahabi ini pun menjadi tantangan keras dari negeri-negeri Islam yang telah terpengaruh oleh pemujaan kubur dengan nama tawassul dan wasilah itu. Sehingga sampai sekarang masih saja terasa reaksi yang hebat dari golongan Islam yang telah menjadikan kubur-kubur orang yang dianggap keramat itu sebagai tempat pemujaan. Baik di dalam negeri-negeri penganut paham Sunnah, apatah lagi dalam negeri penganut Madzhab Syi'ah. Dan juga di negeri-negeri kita Indonesia ini.

Maka ayat ini menunjukkan dengan jelas garis yang wajib kita tempuh sebagai Muslim di dalam menuju kejayaan dan kemenangan jiwa. Yaitu, Pertama, takwa kepada Allah. Kedua, wasilah yaitu mengatur jalan supaya dapat cepat sampai (kurban) kepada Allah dengan ibadah, amal saleh dan doa. Ketiga, berjihad bersungguh-sungguh atau bekerja keras mengatasi segala penghambat perintang yang akan menghambat kita akan sampai kepada keridhaan Allah.

Lain daripada jalan yang telah ditentukan itu adalah jalan sesat dan kufur.

"Sesungguhnya orang-orang yang kufur, walaupun mereka mempunyai apa yang ada di bumi ini semua, dan seumpama itu pula sertanya karena hendak menebus diri mereka dengan dia daripada siksaan hari Kiamat, niscaya tidaklah akan diterima dari mereka. Dan bagi mereka adalah siksaan yang pedih. Mereka ingin bahwa keluar dari neraka, padahal tidak mereka akan keluar dari dalamnya, sedang bagi mereka adalah siksaan yang tetap." (al-Maa'idah: 36-37).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 685-688, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

YANG MATI HIDUP KEMBALI

"Dan apakah orang yang telah mati lalu Kami hidupkan dia dan Kami jadikan baginya cahaya, yang berjalan dia dengan (cahaya) itu di antara manusia, akan sama seperti orang yang dalam kegelapan, yang tidak ada jalan keluar daripadanya? Demikian itulah, telah dihiaskan bagi orang-orang yang kafir itu apa-apa yang telah mereka kerjakan." (al-An'aam: 122).

Sedikit tentang sebab turun ayat. Orang yang diumpamakan telah mati adalah sahabat-sahabat Rasulullah saw. yang utama itu. Menurut riwayat Ibnu Abbas dan Zaid bin Aslam dan adh-Dhahhak, yang dimaksud dengan orang ini ialah Umar bin Khaththab. Menurut Ikrimah ialah Amar bin Yasir. Menurut suatu riwayat lagi yang dibawakan Ar-Razi dari Ibnu Abbas, ialah Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah saw. Yang mana pun yang akan dikuatkan di antara riwayat itu, tetapi teranglah sahabat-sahabat yang tersebut itu, bahkan sahabat-sahabat yang lain pun, adalah sebelum mendapat hidayah Allah dan bimbingan Rasulullah saw. laksana orang yang telah mati belaka. Kalau manusia hidup di dunia ini hanya semata-mata memikirkan isi perut, memenuhi syahwat, samalah artinya dengan mati. Barulah hidup berarti sebenar-benar hidup apabila cahaya iman telah disinarkan Allah ke dalam kalbu, dan dengan sinar cahaya iman itulah mereka berjalan di tengah-tengah manusia. Lantaran sinar iman itu mereka tidak merasa takut menghadapi hidup dan tidak duka cita memikirkan yang sesudah mati. Dan, sinar jiwa mereka memancarkan juga pada wajah mereka. Orang seperti ini niscaya tidak sama dengan orang yang masih hidup dalam kegelapan, yaitu kegelapan jahiliyyah dan syirik. Ahli-ahli tafsir sependapat bahwa yang dituju dengan orang yang hidup dalam kegelapan ini, dan tidak mendapat jalan keluar, ialah Abu Jahal. Susah jugalah hidupnya, orang yang laksana mati karena tidak mendapat cahaya itu. Mereka berkeliling-keliling di sekitar tempat yang gelap itu saja, tidak mendapat jalan keluar, sedang mereka tidak sadar bahwa mereka hidup dalam gelap, yang sama artinya dengan maut. Dan, wajah orang yang begini pun gelap terus.

Dari mana kita memulai kehidupan itu?

Memulai kehidupan ialah dari mulai kesadaran kita atas hubungan kita dengan Allah. Perhubungan dengan Allah menyebabkan timbulnya hubungan sesama makhluk di dalam jalan Allah. Sejak saat itu, kita yang tadinya mati, memulai hidup baru. Kita yang tadinya hilang, telah timbul kembali. Jalan Allah itu (sabilillah) adalah kekal. As-Shirathal Mustaqim adalah lurus tak berhenti, jalan terus, terus dan lurus, sampai pada perhentian terakhir; yaitu surga Jannatun Na'im. Inti daripada surga itu, tidak lain ialah melihat wajah Allah.

Maka, bersatu-padulah setiap hamba Allah yang menempuh jalan itu, berjalan di atas garis itu, menjadi umat yang satu, tak terpisah. Tauhidul-kalimah di dalam kalimat Tauhid. Orang-orang seperti ini tidak pernah merasa kecil sebab hidupnya terikat dalam kebesaran Allah. Allahu Akbar! Tidak pernah merasa takut mati. Sebab maut itu hanya pembatas di antara dua suasana hidup, yaitu hidup fana dengan hidup baqa. Tidak pernah merasa miskin sebab jiwa kaya dengan iman, kaya dengan takwa, kaya dengan hubungan cinta ke langit dan cinta di atas permukaan bumi. Tidak merasa takut mati karena dia merasa bahwa pendiriannya dan aqidahnya tidak pernah berguncang. Tidak merasa takut mati sebab dia yakin bahwa dengan kematiannya pun, perjuangan ini akan diteruskan oleh orang lain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 266-268, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

IMPERIALISME JIWA DAN KAPITALISME

"(Yaitu) pada hari yang akan dipanggang (harta benda itu) dalam api neraka Jahannam, lalu diseterikakan dengan dia kepada kening mereka dan rusuk mereka dan punggung mereka. 'Inilah apa yang telah kamu tumpuk-tumpukkan untuk diri kamu itu. Lantaran itu rasakanlah apa yang telah kamu tumpuk-tumpukkan itu.'" (at-Taubah: 35).

Korupsi, kata orang sekarang!

Cara memakan harta dengan jalan batil itu macam-macam. Di antaranya ialah karena orang yang diperas itu menyangka karena amat jujurnya kepada pemimpin bahwa guru itu suci dari dosa. Lalu mereka minta dengan perantaraan mereka supaya didoakan. Sebab doa beliau mustajab di sisi Allah. Lalu yang meminta itu memberikan hadiah atau sedekah kepada beliau dan beliau terima. Oleh karena sudah terasa enaknya harta demikian, si guru pun senang sekali. Lama-lama timbullah persekongkolan di antara guru dengan yang meminta tolong, buat mengajak pula orang-orang lain berbuat demikian. Bahkan sampai diadakan propaganda berbisik bahwa doa beliau mustajab. Akhirnya, timbullah kerja merangkap di antara jadi guru dengan jadi dukun! Di antaranya pula yang menjadikan kuburan nabi-nabi atau orang-orang saleh untuk jadi tempat berziarah. Dibuat pula propaganda bahwa meminta barang sesuatu kepada Allah di tempat itu akan lekas makbul. Tetapi hendaklah membayar sekian dan membawa hadiah.

Inilah ayat celaan keras atau apa yang pada zaman kita disebut kapitalisme, dengan segala anak-cucu dan gejalanya. Dengan mengemukakan terlebih dulu contoh jahat yang dibuat oleh pemuka agama, maka kemudian diratakanlah dia sebagai celaan dan hardikan keras kepada manusia, agama apa pun yang dipeluknya, yang menghabiskan segala tenaga mengumpul harta, walaupun kadang-kadang tidak mengenal halal-haram serta yang haq dengan batil lagi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 147-149, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TUGAS SEORANG MUBALIGH itu adalah bekerja dan berjuang untuk umat, mengajak mereka kembali pada Allah dan Rasul-Nya.

-Syekh Abdul Karim Amrullah.

(Haidar Musyafa, BUYA HAMKA SEBUAH NOVEL BIOGRAFI, Hal. 347, Penerbit Imania, Cet.I April 2018).

MEMILIH TEMAN HIDUP

"Dan janganlah kamu kawini perempuan-perempuan musyrik sehingga mereka beriman. Dan, sesungguhnya seorang hamba perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan (merdeka) yang musyrik, walaupun (kecantikan) menarik hatimu. Dan, janganlah kamu kawinkan orang-orang laki-laki yang musyrik sehingga mereka beriman. Dan, sesungguhnya seorang budak laki-laki yang beriman lebih baik dari seorang laki-laki musyrik, walaupun kamu tertarik padanya. Mereka itu adalah mengajak kamu kepada neraka, sedang Allah mengajak kamu kepada surga dan maghfirah, dengan izin-Nya. Dan, dijelaskan-Nya ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka ingat." (al-Baqarah: 221).

Alhasil, pada pokoknya orang Islam laki-laki jodohnya ia orang Islam perempuan walaupun perempuan itu masih budak, di zaman negeri-negeri masih mengakui adanya budak. Dan, orang perempuan Islam jodohnya laki-laki Islam.

Janganlah mencari jodoh karena hanya tertarik pada kecantikan, padahal orangnya musyrik. Jangan tertarik pada kekayaan atau keturunan kalau laki-lakinya tidak beragama.

Laki-laki Islam yang ada kesadaran beragama, jika kebetulan ada pertemuan nasib, boleh kawin dengan Ahlul Kitab, tetapi ulama-ulama dengan tegas menjelaskan, kalau agama si laki-laki itu hanya agama-agamaan saja, sedangkan perempuan lain agama yang akan dikawininya itu lebih kuat pula memegang agamanya, tidak usahlah perkawinan itu dilangsungkan. Sebab, dialah yang akan hanyut, tukang pancing dilarikan ikan. Perkawinan campuran karena perlainan agama itu, meskipun laki-laki Islam boleh kawin dengan perempuan lain agama, pada kenyataan zaman sekarang jaranglah yang membawa keuntungan bagi Islam. Perkawinan campuran yang kita dapati di zaman sekarang hanyalah karena bebasnya pergaulan, memperturutkan rayuan cinta asmara. Yang berakhir dengan kocar-kacirnya agama kedua belah pihak dan munculnya anak-anak mereka yang tidak menentu lagi agamanya. Baru akan berjalan baik kembali apabila pendidikan beragama telah diperbaiki.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 425-426, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MENGHADAPI PERCOBAAN HIDUP

"Sesungguhnya, Allah adalah beserta orang-orang yang sabar." (al-Baqarah ujung ayat 153).

Kelihatan dari luar dia dalam kesepian, padahal dia merasa ramai sebab dia bersama Allah. Belenggu biar dipasang pada tangannya, tetapi jiwanya merasa bebas.

Lantaran ini, ketakutan pun hilanglah dan keberanian timbul. Kalau mati dalam menegakkan cita-cita ataupun terbunuh, hati bimbang tidak ada lagi. Sebab, bagi orang yang telah merasa dirinya dekat dengan Allah, batas di antara hidup dan mati tidak ada lagi. Hidup itu sendiri tidak ada artinya kalau jauh dari Allah. Maka, datanglah sambungan ayat,

"Dan janganlah kamu katakan terhadap orang yang terbunuh pada jalan Allah bahwa mereka mati. Bahkan mereka hidup, akan tetapi kamu tidak merasa." (al-Baqarah: 154).

Bermacam tafsir ahli tafsir tentang makna hidupnya orang yang terbunuh atau menjadi korban dari menegakkan jalan Allah itu.

Akan tetapi, apabila kita berpegang teguh dengan Madzhab Salaf, tidaklah layak kita menetapkan salah satu dari tafsir itu. Kita bahkan langsung memegang apa yang dikatakan Al-Qur'an bahwa orang yang terbunuh pada jalan Allah tidaklah mati, tetapi hidup. Malahan di ayat lain, yaitu surah Aali 'Imraan: 160, ditegaskan lagi bahwa mereka terus diberi rezeki. Bagaimana hidupnya? Dimana dia sekarang? Bagaimana pula macam rezekinya? Tidaklah dapat kita ketahui, tetapi kita percaya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 287-288, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BEBAS DARI RASA TAKUT

Ayat ini memberi kesan yang besar sekali dalam jiwa kita. Mempersekutukan Allah dengan yang lain, walaupun apa yang lain itu, bukanlah menimbulkan keberanian, melainkan menimbulkan rasa takut jua. Jika hati ini telah dibulatkan kepada Allah, hilanglah segala rasa takut dan timbullah keberanian menghadapi hidup. Oleh sebab itu, aqidah Tauhid bukanlah semata-mata keyakinan hidup, melainkan menjadi modal hidup yang sebenar-benarnya.

TAUHID ULUHIYAH

Apabila jiwa telah mencapai martabat Tauhid Uluhiyah itu, ia tidak mengenal takut pada apa-apa lagi karena insting atau naluri ketakutan yang ada dalam jiwa sudah dijuruskan kepada Yang Maha Esa. Sebaliknya, orang yang menyembah berhala, mempertuhan yang lain, baik benda maupun sesama manusia, rasa takut itu selalu bersarang dalam kalbunya, selalu merasa ragu. Nabi Ibrahim telah membuktikan bahwa tidak merasa takut pada berhala sampai berhala itu diruntuh dan dihancurkannya dengan kampak. Nabi Ibrahim tidak merasa takut pada nyala api, sampai api itu dilompatinya. Kalau tidak qudrat iradah Allah, niscaya hangus beliau dalam api itu.

ALANGKAH PENGECUTNYA

Perhatikanlah orang-orang yang mempersekutukan yang lain dengan Allah itu alangkah pengecutnya. Mereka menyembah-nyembah memohon pangkat kepada sesama manusia yang berkuasa, jadi raja atau jadi presiden, dia pergi menyembah-nyembah dan menjilat-jilat. Dia takut beliau akan murka, dia takut pangkatnya akan diturunkan, dia takut dia akan diberhentikan dengan tidak hormat, dia takut anak-anaknya tidak akan makan. Lantaran itu, kian lama dia kian menyembah kepada manusia yang diberhalakannya itu. Kemudian, tiba-tiba berhenti presiden tempat dia menyembah dan takut atau mangkat raja tempat dia menyembah dan menyusun jari yang sepuluh, dia bertambah musyrik lagi, memuja menjilat kepada pengganti presiden atau raja itu. Maka, seluruh hidupnya dipenuhi oleh rasa takut.

Mereka takut menghadapi maut karena kurang imannya kepada Allah.

SYAHID

Mukmin sejati jika tampil ke medan peperangan, walaupun menghadapi tombak dan pedang atau bom atom atau bom nuklir, tidaklah takut menghadapi maut. Sebab sebelum mati dia sudah yakin bahwa mati itu pasti datang dan lebihlah mulia apabila seseorang mencapai mautnya sebagai seorang syahid menegakkan jalan Allah.

KUBUR

Kalau misalnya pada zaman kita ini ada orang Islam mengaku Tuhannya tetap satu, yaitu Allah, dan mengucap: La ilaha illallah dan membaca pula dalam shalatnya Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in, "Kepada Engkau saja ya Allah, kami menyembah dan kepada Engkau saja kami memohon pertolongan." Padahal, dia pergi ke satu kubur, dia meminta-minta kepada yang bermakam dalam kubur itu dan setelah akan pulang memberi sedekah pula kepada juru kunci kubur, apakah namanya perbuatan mereka itu? Tidak lain adalah mencampur iman dengan kegelapan. Karena kalau kita tanyakan dengan alasan apa berbuat begitu, mereka tidak dapat memberikan jawab sama sekali. Namun, kadang-kadang mereka menjawab juga, "Meskipun kami meminta di kubur itu, tempat kami meminta tetap kepada Allah yang satu." Kemudian kalau kita tanya, "Mengapa meminta kepada Allah yang satu mesti ditentukan tempatnya di kubur itu? Dan apakah Allah hanya berada di sekeliling kubur itu?" Mereka tidak dapat menjawab lagi. Oleh sebab itu, orang-orang yang mencampur iman dengan kegelapan tidak akan merasa aman dalam pikirannya sebab tempatnya meminta sudah pecah dan alasan yang dipegang tidak ada, padahal awak mengaku beragama juga.

Dengan ayat ini, tegas-tegas Allah berfirman:

Dengan perantara lidah Ibrahim, disampaikan sebagai wahyu kepada Muhammad saw. bahwa beriman yang tidak dicampuri oleh zhulm, yang berarti kegelapan, berarti juga aniaya dan berarti juga syirik.

HUJJAH

"Dan inilah hujjah Kami yang telah Kami datangkan dianya kepada Ibrahim untuk menghadapi kaummya." (al-An'aam pangkal ayat 83).

Hujjah artinya ialah alasan suatu pendirian atau pertahanan, baik ketika menangkis bantahan lawan atau ketika menyerang pendirian lawan itu. Hujjah demikianlah yang telah dianugerahkan Allah kepada Ibrahim yang disebut pada ayat 81 dan 82 sehingga kaumnya tidak dapat bangkit lagi mempertahankan alasan mereka, bahkan sebagai kita ketahui, akhirnya Ibrahim pun lebih berani, dicincangnya berhala mereka. "Kami angkatkan beberapa derajat barangsiapa yang Kami kehendaki." Artinya, diangkatkan derajat orang yang lebih teguh pendiriannya dan lebih kuat hujjahnya, lebih tepat alasannya, sebab dia di pihak benar dan sebaliknya menurunlah derajat orang yang pendiriannya tidak benar, walaupun dengan gigih mereka mempertahankannya.

"Sesungguhnya Tuhan engkau adalah Maha Bijaksana Maha Mengetahui." (al-An'aam ujung ayat 83).

Dengan kedua sifat Allah itu, bijaksana dan mengetahui, Allah membimbing orang yang berilmu, menaikkan derajatnya ke tingkat yang tinggi itu dengan izin Allah dan dia pun akan bertambah naik derajat bila diteladaninya kedua sifat Allah itu, yaitu di samping berilmu hendaklah dia bijaksana. Nabi Ibrahim pun telah memakai kedua sifat ini, bijaksana dan ilmu, hingga derajatnya tinggi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 202-205, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KLIK DISINI: MENUHANKAN GURU (BID'AH) DAN MUBAHALAH

KLIK DISINI: JIBTI, THAGUT DAN LCBT TERKUTUK

Jika kita memberantas perbuatan yang tidak berasal dari Islam, kita pun dituduh memecah persatuan.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 75, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

THAGUT

Di dalam surah an-Nahl yang diturunkan di Mekah dijelaskan pokok utama tugas seorang Rasul jika dia diutus Allah kepada suatu umat, ialah supaya umat itu menyembah kepada Allah dan menjauhkan diri dari thagut.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 21, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Ibnu Taimiyah Nusantara." (Riwayat Hidup HAMKA - Dr Rozaimi Ramle).

youtube.com/watch?v=irIWCrvw9Hw

"HAMKA - The Single Fighter." (Dato Dr Asri).

youtube.com/watch?v=Wio8_VMDGsU

KISAH LAKI-LAKI ITU

"Apakah aku akan mengambil tuhan-tuhan selain Dia? Jika Tuhan Maha Pengasih hendak memudharatkan aku, maka tidaklah berguna untukku syafaat mereka sedikit jua pun dan tidaklah mereka akan dapat menyelamatkan aku." (Yaasiin: 23).

Yaitu kalau kiranya aku menyembah tuhan-tuhan yang lain, padahal sudah nyata bahwa apa yang dianggap jadi tuhan-tuhan itu tidak memberi mudharat dan tidak pula memberi manfaat, niscaya termasuk orang yang sesatlah aku, atau termasuk orang yang bodohlah aku jika perbuatan seperti demikian masih tetap aku kerjakan.

"Maka dengarkanlah akan daku." (Yaasiin ujung ayat 25).

Turutilah nasihatku. Nasihatku inilah yang benar, yang akan membawa selamat bagimu jika kamu turuti.

"Dikatakan, 'Masuklah ke dalam surga!'" (Yaasiin pangkal ayat 26).

Menurut tafsir yang disampaikan oleh Ibnu Ishaq dari Abdullah bin Mas'ud (moga-moga ridha Allah ke atasnya), bahwa setelah orang yang datang dari ujung negeri itu selesai menyampaikan nasihat dan seruannya kepada kaumnya, orang sekampung halamannya, tidaklah nasihat itu diterima baik, bahkan orang-orang itu sangat naik darah dan murka kepadanya, sampai mereka tidak dapat mengendalikan diri. Dia dikerumuni bersama-sama lalu dipukuli sampai terjatuh. Dan setelah dia terjatuh lalu diinjak-injak sampai keluar isi perutnya lantaran diinjak, lalu mati. Maka datanglah firman Allah SWT kepada ahli dakwah yang jujur itu setelah dia mencapai syahid-nya dan masuk ke alam barzakh. "Masuklah kamu ke dalam surga!" Karena memang demikianlah janji yang telah ditentukan Allah SWT untuk orang-orang yang menjadi kurban dari sebab menyampaikan dakwah kepada jalan Allah SWT.

"Dan Dia telah menjadikan daku termasuk orang-orang yang dimuliakan." (Yaasiin ujung ayat 27).

Ayat ini adalah penambah keyakinan dan penebalan iman bagi tiap orang yang berjuang menyerukan kebenaran, melakukan seruan dan dakwah kepada jalan Allah SWT. Biarpun dia dianiaya sampai mati, namun matinya adalah syahid. Kesakitan maut hanya sebentar saja dirasakan, entah dua tiga menit saja, yang selebihnya adalah nikmat dan rahmat Ilahi. Pintu surga dibukakan dan berbagai sambutan kehormatan diberikan dan dimasukkan dalam golongan orang-orang yang dimuliakan.

Kalau kendur keyakinan kita tentang ini, lemahlah perjuangan kita. Sebab telah lemah iman kita.

Adapun tentang kaumnya yang telah membunuh ahli dakwah yang jujur itu, keadaan mereka sepeninggal dia telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam ayat yang selanjutnya.

"Dan tidaklah Kami menurunkan ke atas kaumnya itu, sesudah dia, suatu pasukan pun dari langit dan tidaklah Kami menurunkan." (Yaasiin: 28).

Tegasnya, sesudah penganjur yang jujur itu meninggal dunia, Allah SWT mulailah dengan berangsur menurunkan adzab siksanya kepada kaumnya yang menolak kebenaran itu. Tetapi tidaklah dengan menurunkan suatu pasukan besar dari langit buat menghancurkan mereka.

"Tidak ada, selain pekikan sekali saja, maka tiba-tiba padamlah nyawa mereka semua." (Yaasiin: 29).

Tidak ada tentara malaikat yang dikirimkan dari langit dan tidak pula Allah SWT menurunkan yang lain.

Begitu gagah perkasa mereka selama ini menantang Allah SWT, akhirnya dengan tidak perlu Allah mengirimkan tentara besar dari langit atau menurunkan adzab yang lain yang hebat-hebat. Cukup dengan pekik sekali saja. Yaitu teriakan keras yang sangat menyeramkan dan menakutkan, entah dari sebab gunung merapi yang meletus sekali saja, lalu mereka ditimpa lahar, atau bunyi gelora air bah dan banjir besar, sehingga mereka binasa tenggelam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 413-415, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

HATI TERPAUT KEPADA DUNIA

"Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami dan mereka telah merasa senang dengan kehidupan dunia dan telah tenteram dengan dia dan orang-orang yang lalai dari ayat-ayat Kami." (Yuunus: 7).

Sebagaimana ungkapan penyair Indonesia Khairil Anwar:

"Jangan dicari lagi surga yang dijanjikan oleh Muhammadiyah dan Masyumi, tenteramkan sajalah hati dengan yang telah nyata ini."

"Mereka itu, tempat kembali mereka adalah neraka, lantaran apa yang mereka usahakan." (Yuunus: 8).

Maka segala tawassul kepada yang lain, menyembah Allah dengan perantara, baik perantaraan orang atau berhala atau kuburan keramat dan waliyullah, tidaklah akan dapat membersihkan jiwa, melainkan menambah kotornya. Sebab sudah terang di saat itu pikiran si pemuja benda itu telah terpecah, tidak langsung kepada Allah lagi.

Heranlah kita melihat orang yang sangat khusyuk menekur, menangis tersedu-sedu di hadapan suatu kubur yang dianggapnya keramat, memohon kepada kubur itu supaya permohonannya disampaikan kepada Allah, malahan sampai mengeluarkan hadiah berupa barang atau uang kepada penjaga kuburan itu dan keluar dari sana dengan rasa puas. Padahal kelak seketika shalat lima waktu yang langsung hendak menghadap Allah, tidaklah mereka sekhusyuk ketika di hadapan kubur itu. Malahan ada yang jarang sekali mengerjakan shalat, tetapi tekun dan setia pergi ke kuburan keramat, padahal dia mengaku sebagai orang Islam. Jiwa seperti ini tidaklah mempunyai pegangan dan tidak tentu arah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 372-375, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI

MENGORBANKAN KEBENARAN

Agama Islam adalah kepunyaan tiap-tiap orang yang beriman. Dalam agama Islam tidak ada jabatan kepala agama, sang datu, pendeta. Tidak ada Bapak Dominic yang harus menjadi orang perantaraan di antara manusia dengan Allah SWT. Hubungan seorang Muslim adalah langsung dengan Tuhan. Dia tidak mengakui adanya kekuasaan yang membatas. Kalau di zaman yang akhir, Tuan dapati penyembah kubur, tukang keramat-keramatan, itu adalah setelah ajaran Islam yang asli dikotori oleh ajaran yang lain.

Golongan yang disebut ulama, tidaklah diberi hak menguasai agama. Tidak ada satu kasta yang semata-mata hanya mengurus agama dan orang banyak menunggu keputusan dari beliau. Kalau agama dikuasai oleh suatu golongan, padahal dia tidak mendapat "beslit" dari Tuhan buat mengatur itu, orang lain berhak merampas agama itu dari tangannya.

Sekali-kali tidaklah ada agama memberikan hak kepada seseorang ulama buat memaksa orang banyak supaya tunduk saja kepada yang beliau tentukan. Al-Qur'an bukan kepunyaan beliau saja, dan Nabi saw. untuk umat seluruhnya, termasuk ulama dan termasuk yang lain. Jalan kepada Al-Qur'an terbuka bagi semuanya. Adapun sesampai di akhirat esok, semuanya akan kembali kepada Allah SWT dengan buah usahanya, dengan amal kebajikannya, baik dia bergelar ulama atau bergelar kuli, baik menteri atau opas kantor.

"Dan setiap orang dari mereka akan datang kepada Allah sendiri-sendiri pada hari Kiamat." (Maryam: 95).

Tidak ada suatu kekuasaan memerintah atau kekuasaan politik yang boleh didakwakan datang dari langit, yang kerap disebut teokrasi. Yang datang dari langit hanyalah akuan dan angkatan Tuhan atas seorang manusia menjadi nabi atau rasul.

Ulama-ulama yang mengorbankan kebenaran karena menarik-narik hati raja itu selalu menjadi kebencian rakyat, suatu siksaan jiwa yang menjadi adzab dunia. Kalau terjadi yang demikian, timbullah agama yang berani menyanggah dengan terang-terangan dan tidak mau mendekati kekuasaan. Mereka melawan kekuasaan sewenang-wenang itu dan menyadarkan umat akan kehendak Al-Qur'an yang sejati. Dalam masa kekuasaan seperti yang demikian, banyaklah ulama-ulama yang menganjurkan kemerdekaan pikiran itu menjadi korban, dimasukkan ke dalam penjara, atau diusir dari kerajaan itu. Seketika Khalif al-Qahir dan Bani Abbasiyah hendak memaksakan suatu paham yang mesti diresmikan kerajaan, banyak ulama-ulama yang menentang dan bersedia menanggung risiko akan keteguhan pendiriannya. Di antara para ulama itu ialah Imam Ahmad bin Hanbal yang masyhur. Beberapa ratus tahun sesudah itu terkenallah seorang ulama penganjur yang tidak mau kalau agama hendak dikuasai menurut aliran pikiran ulama "resmi" itu dan menegakkan muka membawa umat kembali kepada Al-Qur'an, yaitu imam besar "matahari agama", yang bernama Ibnu Taimiyah. Beliau keluar masuk penjara karena pendiriannya sehingga matinya pun dalam penjara. Ulama-ulama yang seperti itu besar jiwanya, teguh tegaknya, dan tidak memandang berat mati karena keyakinannya. Sebab itu, sangatlah takut kerajaan-kerajaan zalim kepada pengaruhnya.

Umumnya kebangunan dunia Islam dimulai dari kesadaran beragama oleh pelopor-pelopor agama dan lawannyalah yang senantiasa keluar dari garis agama.

(Buya HAMKA, ISLAM: REVOLUSI DAN IDEOLOGI, Hal. 154-162, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Maret 2018).

DUSTA TERHADAP ALLAH

"Maka siapakah yang lebih zalim dan orang yang membuat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di dalam Jahannam tempat berdiam orang-orang yang kafir?" (az-Zumar: 32).

"Maka siapakah yang lebih zalim?" Atau siapakah yang lebih aniaya kelakuannya, lebih jahat pekertinya, "Dari orang yang membuat dusta terhadap Allah." Yaitu dikarang-karangnya dusta tentang Allah, misalnya dikatakannya bahwa Allah itu beranak, atau dikatakannya bahwa kalau akan memohon apa-apa kepada Allah itu tidak boleh secara langsung saja, mesti adakan orang perantaraan, dan orang perantaraan itu hendaklah orang yang disebut wali Allah, hendaklah datang meminta kepada wali itu di kuburnya. "Dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya?" Ketika datang keterangan yang dibawakan oleh utusan-utusan Allah sendiri, atau wahyu yang disampaikan hendaklah langsung sendiri memohon kepada Allah dan janganlah dipersekutukan yang lain dengan Allah, mereka dustakan keterangan yang benar itu dan mereka masih tetap mempertahankan pendiriannya yang salah.

"Bukankah di dalam Jahannam tempat berdiam orang-orang yang kafir?" (az-Zumar ujung ayat 32).

Zalim biasa kita artikan aniaya, ambilan kata ialah dari zhulm yang berarti gelap. Orang yang berbuat suatu pelanggaran terhadap ketentuan Allah sama artinya dengan menempuh jalan yang gelap, yang tidak dapat diterima oleh pikiran yang sehat. Gelap, tidak tentu ujung pangkalnya. Dan dengan sendirinya tempat orang yang seperti itu menurut pertimbangan akal yang sehat ialah dalam neraka Jahannam. Tidak mungkin masuk ke dalam surga yang indah dan nyaman.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 34-35, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TAWASUL DAN WASILAH

"Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya ..." (al-Maa'idah: 35).

Ayat ini dijadikan alasan oleh orang yang mengizinkan memohon kepada Allah SWT dengan memakai orang perantaraan. Kata mereka, "Sejelas itu ada wasilah dalam Al-Qur'an, mengapa kita larang-larang?"

Adakah Tawasul dan Wasilah? Ada! Sebab terang ada tersebut dalam ayat tadi, bertakwalah kepada Allah SWT dengan memakai wasilah. Apakah jadinya wasilah itu? Wasilah ialah amal saleh. Wasilah ialah kepercayaan yang suci, tidak tercampur sedikit juga dengan syirik. Terang benderanglah jalan yang kita tempuh kepada Allah SWT dengan Tauhid, dengan mengesakan Tuhan, tiada berserikat dengan yang lain. Aqidah atau kepercayaan yang teguh itu dibuktikan dengan amal yang saleh, dengan perbuatan yang utama. Itulah wasilah atau jalan yang paling langsung kepada Tuhan, tidak ada jalan lain. Itulah yang dinamai jalan yang lurus.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM, Hal. 79-82, Penerbit Gema Insani, Cet.1, September 2018).

NABI MENYERU KEPADA JALAN YANG LURUS

"Sesungguhnya engkau mengajak mereka kepada jalan yang lurus." (al-Mu'minuun ayat 73).

Sebab itu di dalam menegakkan jalan yang lurus tidaklah diadakan tolak-angsur.

"Supaya Dia kukuhkan kebenaran dan Dia hancur-leburkan kebatilan walaupun orang yang durjana tidak menyukainya." (al-Anfaal: 8).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 214-215, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH AL-FURQAAN

PENDAHULUAN

Surah-surah yang diturunkan di Madinah kita mendapat kenyataan suatu masyarakat yang telah teratur, suatu cita-cita yang telah menjadi kenyataan.

Tetapi dengan surah-surah yang diturunkan di Mekah kita melihat perjuangan sengit di antara kebenaran dengan kebatilan, kekuatan cita-cita dan hebatnya rintangan.

Tujuan tunggal yang tidak mengenal putus asa berhadapan dengan kekerasan hati pihak lawan mempertahankan yang lama.

Oleh sebab itu sebagai Muslim tidaklah kita akan sampai ke suasana Madinah sebelum melalui suasana Mekah.

Surah al-Furqaan adalah suatu di antara surah Mekah, di ayat yang pertama sekali sudah terpancang nama surah ini, al-Furqaan artinya pemisah di antara yang hak dan yang batil, yang benar dan yang salah.

Jahiliyyah dengan Islamiyah, Syirik dengan Tauhid.

Membaca surah al-Furqaan dengan penuh minat memberi kita bekal untuk hidup, obat yang nyaris patah hati, kegembiraan meneruskan perjuangan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 341-342, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

LANDASAN DAKWAH ISLAMIYAH

Di sini Nabi disuruh Allah menganjurkan orang-orang itu supaya berpikir sendiri-sendiri, direnungkan dan tinjau ke dalam hati sendiri.

Sebab seluruh kaum itu tetap percaya kepada Allah Yang Esa.

Mereka menyembah berhala hanyalah sebagai perantara saja.

Dalam anjuran Nabi ini mereka disuruh berdua-dua atau sendiri-sendiri menghadap langsung kepada Allah.

Tinggalkan pengaruh yang lain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 330-331, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

UMAT TAUHID

Umat Muhammad sejati di dalam mempertahankan Tauhid. Mereka tidak boleh bertolak angsur, demi karena hendak mengambil muka atau menarik hati pihak yang mempertahankan syirik itu, tidaklah boleh umat Tauhid menunjukkan persetujuannya dalam perbuatan yang bersifat atau menunjukkan atau dapat ditafsirkan syirik.

Kalau kiranya orang musyrikin gembira mendengar nama-nama berhala tersebut, atau Allah dipersekutukan dengan yang lain, maka hendaklah pula orang-orang beriman menunjukkan pula sikapnya yang gembira bila mempertahankan Tauhid dan jangan berkompromi dengan siapa pun jua terhadap segala sikap yang akan mempersekutukan yang lain dengan Allah.

Karena soal ini adalah aqidah, soal pendirian hidup, bukan semata-mata sebagai khilafiyah atau ranting-ranting yang tidak mengenai pokok pendirian.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 47, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

JANGAN MENGAMBIL TUHAN SELAIN ALLAH!

"Katakanlah! Tunjukkanlah kemari alasan kamu!" (al-Anbiyaa': 24).

Dari mana kamu dapat pelajaran mengambil tuhan-tuhan banyak itu? Sejak kapan? Siapa yang mengajarkan? Siapa gurunya?

Di sini kita diberi suatu petunjuk bahwa di dalam menegakkan suatu kepercayaan hendaklah ada alasan atau dalil yang akan dijadikan pegangan.

Rasulullah saw. disuruh melanjutkan keterangannya bahwa ajaran yang beliau bawa tidaklah berubah-ubah sejak dahulu sampai sekarang.

TAUHID ULUHIYAH DAN TAUHID RUBUBIYAH

Isi atau inti, pokok atau pangkal agama, ialah dua ini. Pertama, mengakui tiada Tuhan melainkan Allah. Itulah yang bernama Tauhid Uluhiyah. Mengakui hanya satu Tuhan. Kedua, bernama Tauhid Rububiyah.

Kedatangan wahyu Allah yang dibawa oleh Rasul saw. mengajarkan Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah, bukan saja menunjukkan pokok aqidah, bahkan kebenaran dalam segala cabangnya: Mengenai akhlak, pemerintahan, peraturan hidup.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 23, Jilid 4 Hal. 411, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TEGUHKAN PRIBADIMU

Hendaklah terlebih dahulu tiap-tiap Mukmin itu menjaga dirinya sendiri, memupuk imannya, memperdalam pengetahuannya tentang agamanya, belajar dan berguru, dan bertanya kepada yang pandai supaya mengetahui mana-mana perintah Allah dan Rasul, yang dilarang, mana yang Sunnah, dan mana yang Bid'ah.

Sehingga tidak ada tempat takut lagi, selain Allah.

Dan mulailah amar ma'ruf nahi munkar.

Bertawakal kepada Allah, walau apa pun yang akan terjadi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 57-61, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

JANGAN SALAH PERTIMBANGAN

Setelah Allah pada ayat-ayat kesatu sampai ketujuh memperkuat jiwa Nabi-Nya untuk menghadapi perjuangan yang sangat berat itu, sekarang Allah memperteguh sikap Utusan-Nya dengan ayat 8,

"Maka janganlah engkau ikut orang-orang yang mendustakan itu." (al-Qalam ayat 8).

Apa yang dilarang oleh Allah dalam ayat ini? Apanya yang tidak boleh diikuti?

Oleh karena serangan terhadap kemusyrikan itu telah bertambah hebat, sedangkan pertahanan kaum musyrikin tidak ada, karena memang pegangan mereka adalah rapuh, timbullah dalam kalangan kaum musyrikin keinginan hendak berunding. Kadang-kadang perundingan itu hendak mendamaikan dari hal pokok keyakinan.

Asal-usul atau sebab turunnya surah al-Kaafiirun ialah karena usul orang musyrikin agar berdamai sama-sama mengakui Tuhan masing-masing. Padahal yang hak tidaklah dapat diperdamaikan dengan yang batil. Persamaan yang hak dengan yang batil artinya ialah memberikan kemenangan kepada yang batil itu sendiri.

Sebab itu maka dengan ayat ini tegas diberi peringatan kepada Nabi saw. bahwa beliau tidak boleh sekali-sekali menuruti kehendak orang-orang yang mendustakan itu. Melainkan orang-orang yang mendustakan itulah yang wajib berhenti dari mendustakan dan segera menerima kebenaran, karena memang kebenaran itu ada dalam hati sanubari mereka sendiri, cuma hawa nafsu dan keengganan mengubah kebiasaan yang diterima dari nenek moyang, itulah yang menghalangi mereka dan menyebabkan mereka bertahan pada pendirian yang salah.

Sebab itu Nabi dilarang keras oleh Allah mengikuti apa yang diingini oleh orang-orang yang mendustakan itu.

"Maka mereka pun akan berminyak air pula." (al-Qalam ujung ayat 9).

Mereka ingin misalnya, ketika Nabi saw. thawaf keliling Ka'bah, yang di waktu itu masih dihiasi dengan tidak kurang daripada 360 berhala, supaya sekali-sekali Nabi Muhammad melihat saja, menengok saja, sedikit pun jadilah kepada berhala itu. Melihat dengan muka senang, jangan dengan muka menentang, jangan dengan muka benci. Kalau Nabi Muhammad suka berbuat demikian, mereka pun akan sudi pula berbuat demikian. Mereka pun akan mengubah sikapnya kepada Nabi, tidak lagi dengan menuduh Nabi gila, Nabi terganggu pikiran, Nabi tukang sihir atau kahin (tukang tenung).

Itu tidak bisa! Tidak mungkin! Yang ditantang adalah berhala itu sendiri. Dia adalah lambang dari kebodohan dan pendirian yang bodoh (jahiliyyah). Nabi Muhammad tidak bisa berkompromi, walaupun dalam soal berminyak air. Sebab yang ditantang adalah perbuatan itu sendiri.

ORANG YANG SUKA BERSUMPAH

"Dan janganlah engkau ikut tiap-tiap orang yang suka bersumpah." (al-Qalam pangkal ayat 10).

Sedikit-sedikit bercakap terus menguatkan percakapannya dengan sumpah. Karena telah tumbuh perasaan dalam hatinya sendiri bahwa orang tidak percaya lagi akan perkataannya. Sebab itu selalu dikuatkannya dengan sumpah.

Harga nama Tuhan telah jatuh, ibarat uang telah inflasi bagi mereka. Sedikit-sedikit Wallah demi Allah!

Berbeda dengan orang beriman. Karena orang beriman, jangankan bersumpah, mendengar nama Allah saja disebut orang, hatinya sudah tunduk.

"Lagi hina." (al-Qalam ujung ayat 10).

Mempelajari inti sari dari ayat ini, seakan-akan kita telah diperkenalkan dengan ilmu jiwa.

Disebut di sini orang yang suka bersumpah, sedikit-sedikit bersumpah, sebab dia sendiri pun tidak percaya lagi pada dirinya, tidak percaya lagi bahwa orang akan percaya apa yang dikatakannya. Maka dikenallah dia di mana-mana sebagai orang yang suka bersumpah, karena tidak percaya akan dirinya, karena hati kecilnya tahu bahwa orang lain tahu bahwa dia pendusta, bahwa dia besar mulut. Kalau dia bercakap sepuluh, yang delapan buang, sebab itu bohong semua. Yang dua ambil buat ditimbang-timbang lebih dahulu.

Orang yang sudah sampai seperti itu penilaian manusia terhadap dirinya, itulah orang yang telah hina.

Orang yang tidak berharga.

"Suka mencela-cela, kian kemari menyebar hasutan." (al-Qalam ayat 11).

Ini pun perangai setengah dari orang yang suka mendustakan kebenaran itu.

Kerjanya hanya mencela, melihat dan membuka aib dan cela orang lain. Tidak ada manusia yang lepas dari celaannya. Dia melihat orang hanya dari segi buruknya. Walaupun ada yang baik, namun dia tidak mau memerhatikan yang baik itu. Sebab jantungnya penuh dengan rasa kebencian dan dengki. Dia berjalan kian kemari, dia bertandang kepada teman-temannya yang lama pendirian, dia mengobrol di tempat-tempat berkumpul. Kerjanya hanya memburukkan si anu mencela si fulan. Lalu menghasut-hasut, menimbulkan kebencian di antara seseorang dengan seorang yang lain. Sehingga putus silaturahim orang dibuatnya, hingga timbullah permusuhan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 271-273, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAT RASULULLAH KEPADA HERACLIUS

"Dan Allah adalah pembela dari orang-orang yang beriman." (Aali 'Imraan ujung ayat 68).

Dengan ujung ayat ini, Allah menjamin bahwasanya apabila orang telah beriman benar-benar kepada-Nya, tidak lagi menduakan hati kepada yang lain, tidak memandang ada yang memberi manfaat atau mudharat dalam alam ini selain Allah, orang-orang yang demikian pasti dibela oleh Allah, sebab orang beriman tidak mencari perantaraan dengan yang lain buat mendekati Allah, baik dengan berhala atau patung maupun dengan manusia yang masih hidup atau sesudah mati atau kuburnya. Kalau masih bercabang tujuan dengan yang lain, tandanya belum beriman dan tidaklah Allah akan memberikan pembelaan-Nya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 654, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PUNCAK SEGALA DARI SEGALA PERBUATAN ZALIM

"Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan atas nama Allah suatu kedustaan?" (Huud pangkal ayat 18).

Bahwasanya mengada-ada atau mengarang-ngarangkan suatu keterangan dusta tentang Allah adalah puncak segala dari segala perbuatan zalim.

"Ketahuilah, sungguh laknat Allah atas orang-orang yang zalim." (ujung ayat 18).

Maka orang yang bersalah mendurhakai Allah, menghambat jalan Allah, berbuat zalim, tidaklah akan dapat melepaskan diri ataupun membebaskan dirinya dari kejaran hukum Allah.

Mereka telah dilaknat oleh Allah, kutuk telah menimpanya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 538-539, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BERITA SESUDAH KIAMAT

"Dan (ingatlah) akan hari, yang Dia akan menyeru kepada mereka seraya berkata, 'Di manakah sekutu-sekutu-Ku yang dahulu pernah kamu dakwakan itu?'" (al-Qashash ayat 74).

Untuk menjelaskan kesalahan mereka mengada-adakan barang yang tidak ada. Sejak di dunia telah diberi ingat bahwa tidak ada yang lain sesuatu jua pun yang jadi sekutu Allah dalam kekuasaan-Nya. Setelah datang hari Kiamat bertambah sangat jelaslah bahwa sekutu-sekutu itu tidak ada sama sekali.

Orang-orang yang mendurhakai Allah itu telah dikumpulkan dan dihadirkan dengan dipaksa. Yang menolong tidak seorang jua pun. Sekutu-sekutu itu tidak tampak seorang jua pun. Mengapa mereka tidak ada? Apakah mereka tidak datang? Padahal tidak ada lagi tempat lain buat mereka bersembunyi. Sedangkan malaikat yang memenuhi langit hadir bershaf-shaf. Mengapa mereka tidak hadir? Karena memang mereka tidak ada. Mereka hanya nama-nama kosong yang dibuat-buat saja, atau dikarang-karang saja oleh para pemujanya. (13)

(13) Pernah ada kejadian, seorang guru thariqat mengajarkan kepada pengikutnya hendaklah bacakan al-Faatihah, untuk dihadiahkan kepada malaikat bernama Karakas, yaitu malaikat yang ditugaskan Allah melindungi siapa-siapa yang percaya kepada ajaran guru thariqat itu. Padahal tidak ada malaikat bernama begitu menurut Al-Qur'an atau al-Hadits.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 630, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

RUMAH LABA-LABA

Manusia zaman jahiliyyah menyembah berhala, menyembah batu dan kayu. Menyembah kuburan dan keris. Menyembah barang pusaka tua.

Manusia di zaman modern menyembah penguasa diktator, menyembah ideologi partai, menyembah senjata, menyembah bank tempat menyimpan emas. Kesudahannya, gugur semua. Karena tidak ada tempat berlindung yang lebih kuat, lebih perkasa, lebih menjamin keselamatan dari kekuatan Allah.

Maka di dalam perjuangan, di dalam berjihad menegakkan cita-cita dalam dunia ini, pegangan sejati orang yang beriman ialah Allah. Sebab itu bebaslah jiwa Mukmin dari pengaruh alam ini seluruhnya, tidak ada yang mengikatnya. Dia naik menjurus kepada Allah semata-mata. Mukmin tidak percaya kepada segala macam kekuatan, kekuasaan, kebesaran, kecuali kepada Allah. Semuanya itu datang dari Allah,

"Barangsiapa yang tidak percaya kepada thaghut dan hanya percaya kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang dengan tali yang teguh, sekali-kali tidak putus selamanya; dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui." (al-Baqarah: 256).

Bukan berpegang kepada tali sarang laba-laba.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 677, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).



KAFIR! HABIS PERKARA!

Kenanglah kisah iblis. Tersebut di dalam riwayat bahwasanya iblis itu pada mulanya adalah penghulu segala malaikat karena ketaatannya. Dikatakan bahwa tidak ada lagi sejengkal bumi pun dan setempa langit pun, yang di sana iblis belum pernah beribadah. Namun pada suatu masa ia diperintah menundukkan mukanya, sujud kepada Adam. Ia enggan dan membesarkan diri!

"Maka adalah ia menjadi kafir!"

Sederhana saja hukuman itu. Ia keluar dari disiplin Ilahi. Ia disuruh sujud, tetapi tidak mau sujud. Kafir! Habis perkara! Pengakuannya selama ini tentang keesaan Allah tidaklah berfaedah lagi. Karena, pengakuannya tidak diikuti oleh ketaatan ketika perintah datang.

(Buya HAMKA, Kesepaduan Iman Dan Amal Saleh, Hal. 5-7, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

MEMPERTAHANKAN AQIDAH

"Apakah mengira manusia bahwa mereka akan dibiarkan berkata, 'Kami telah beriman', padahal mereka masih belum diuji lagi?" (al-'Ankabuut: 2).

Kadang-kadang adat-istiadat jahiliyyah yang masih dipegang teguh. Si Mukmin tahu benar bahwa adat-istiadat itu bukan berasal dari Islam. Ujian pun datang! Kalau ditegur, orang pun marah. Tidak ditegur, Allah yang marah!

Kalau dia berdiam diri, tidak berjuang melawan rasa takut, dia akan terbenam dan imannya akan terancam hilang. Tetapi kalau dia berani menghadapi segala kemungkinan, belum tentu dia akan binasa. Dan kalau binasa juga, misalnya dia mati, maka matinya adalah mati syahid. Mati yang semulia-mulianya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 652-653, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Dituduh berbohong bagi Penulis, jauh lebih sakit ketimbang dipukul atau ditembak.

Itulah satu di antara sebab-sebab Penulis agak tuli keluar dari tahanan.

Kita yang orang biasa, yang di dalam diri telah tumbuh dengan baik rasa kejujuran dan pertanggungjawaban di hadapan Allah, tuduhan berbohong lagi sakit, apalagi bagi seorang rasul.

Apalagi bagi Muhammad Rasulullah saw.

Inilah yang diobati oleh Allah, jangan engkau berduka cita!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 136, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Seorang sahabat Rasulullah saw. menurut riwayat dari al-Hafizh Ibnu Asakir dan disalinkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Sahabat Nabi itu ialah Abdullah bin Huzaifah as-Sahni, yang dia itu ditawan oleh bangsa Romawi ketika terjadi peperangan, dan dia dibawa menghadap kepada Raja Romawi. Setelah ditanyai, mengapa dia menangis, dia menjawab,

"Saya menangis, karena diriku ini hanya satu saja, yang akan dimasukkan dan ditanak dalam periuk belanga ini. Padahal saya ingin sekali, sekiranya saya mempunyai napas sebanyak rambut yang ada pada badanku, supaya semuanya itu merasakan bagaimana nikmatnya disiksa pada jalan Allah!"

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 222-223, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MENGHADIAHKAN PAHALA. Maka dapatlah disimpulkan bahwa memuja kubur dengan segala hiasannya itu, di antaranya menghadiahkan pahala membaca Al-Qur'an kepada beliau yang terkubur, adalah termasuk dalam rentetan pekerjaan SYIRIK belaka.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 509, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).


SISA JAHILIYYAH itu masih juga banyak terdapat sampai sekarang dalam kalangan Muslimin sendiri.

KATANYA, jalannya begini, orang-orang yang membaca surah Yaasiin di sekitar jenazah itu berpahala karena mereka telah membaca surah Yaasiin. Dan, pahala mereka itu dihadiahkan kepada si mati itu.

MAKA, dalam ayat ini terdapatlah pengajaran yang mendalam untuk menjadi i'tibar bagi orang yang sudi memahamkannya. Janganlah kita, termasuk pengarang tafsir ini sendiri, telah merasa puas karena kita telah menyebut diri Islam. Ukurlah baju di tubuh agar jangan merasa canggung kala memakainya. Orang yang akan selamat HANYALAH yang mengambil AL-QUR'AN menjadi pedoman hidupnya dan SUNNAH Rasul menjadi suri dan tauladan.

BAHKAN Fatimah al-Batul tidaklah dapat oleh ayah kandungnya, Muhammad saw., apalagi yang lain. Yang akan menolong supaya jangan meminum air mendidih di neraka, ialah amal kita sendiri, bukan bacaan Yaasiin yang dibaca oleh orang lain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 184-185, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

HAKIKATNYA. Ada orang mengemukakan alasan bahwasanya usaha orang tua terhadap anaknya itu akan sampai juga walaupun si ayah sudah mati. Mereka mengemukakan alasan hadits Muslim yang shahih, yaitu,

"Apabila meninggal seorang anak Adam, terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara: (1) Dari anak yang shalih mendoakannya. (2) Shadaqah jariyah yang dia tinggalkan. (3) Ilmu yang diambil orang manfaat daripadanya." (HR. Muslim).

Ibnu Katsir pengarang tafsir yang terkenal mengatakan bahwa yang tiga itu, bukanlah usaha daripada anak yang ditinggalkan, melainkan usaha si ayah yang telah mati itu sendiri yang dia masih berhak menerima hasilnya. Ketiga-tiganya itu pada hakikatnya adalah usaha dari ayah itu sendiri, jerih payah dan amalannya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 558, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AL-ASMA'UL HUSNA

Di dalam ayat bertemu "yulhiduna" dari kalimat "lahad". Ingatlah apa maksud lahad yang dibuat orang ketika menguburkan orang mati. Di samping kubur yang lapang itu digali lagi kubur di sudut, untuk membaringkan mayat itu. Letak lahad bukan di tengah kubur, tetapi di sudut. Sebab itu, orang yang mulhid bolehlah diartikan orang yang menyudut. Dari situ pengambilan kata, yaitu membuat lagi lubang lain di samping lubang yang besar. Kemudian diterangkan maksud "melahad" terhadap nama Allah, ialah membuat pengertian atau lubang lain.

Yaitu dua macam: Pertama memberi sifat kepada Allah dengan yang bukan sifat-Nya. Kedua, memberi arti sifat-sifat Allah dengan yang tidak layak bagi-Nya.

Misalnya ada seorang sakit merana sudah berbulan-bulan, belum juga sembuh. Atau ada seorang dalam tahanan polisi sudah berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, tetapi perkaranya belum juga dibuka dan dia belum juga dia lepaskan, padahal dia merasa tidak salah. Maka, berkatalah si orang sakit atau si orang tahanan itu bahwa Allah tidak adil. Ini namanya ilhad, dan orangnya mulhid. Telah memberi arti sifat Allah dengan salah.

Menyebutkan dengan rasa tidak hormat meskipun benar. Seumpama mengatakan bahwa Allah-lah yang menjadikan pencuri atau Allah yang menjadikan najis dan sebagainya.

Atau memakai perantaraan yang lain buat memohon kepada-Nya.

Semuanya itu termasuk ilhad.

Mereka akan menyembah benda atau menyembah orang, menyembah manusia, lebih daripada orang zaman Jahiliyyah menyembah berhala.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 609-610, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PERANTARAAN

"Ketahuilah! Hanya untuk Allah agama yang murni dan orang-orang yang mengambil yang selain Dia akan jadi pelindung (mereka berkata), 'Tidaklah kami menyembah kepada mereka, melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya.' Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka pada barang yang mereka perselisihkan padanya itu. Sesungguhnya Allah tidaklah akan memberikan petunjuk kepada orang yang pembohong lagi sangat kafir." (az-Zumar ayat 3).

Arti Islam ialah penyerahan diri yang bulat kepada Yang Satu! Maka kalimat Islam, TAUHID, ikhlas adalah mengandung satu maksud saja, yaitu tujuan agama yang murni kepada satu Tuhan. Kemudian dalam ayat ini juga Allah menegaskan tentang orang yang mempersekutukan yang lain dengan Allah. "Dan orang-orang yang mengambil selain Dia akan jadi pelindung." Mereka berkata untuk membela perbuatannya yang salah itu, "Tidaklah kami menyembah kepada mereka, melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya." Di dalam pembelaan diri itu mereka mengakui memang Allah itu Esa adanya. Tiada Dia bersekutu dengan yang lain. Tetapi (kata mereka) karena Allah itu sangat tinggi tidaklah akan sampai orang semacam kita yang hina dina ini akan dapat mencapai Dia, kalau tidak ada orang perantaraan atau orang pengantar.

Betapa bodohnya orang yang mencari perantara atau pengantar untuk mendekati Allah, padahal Allah sendiri yang membuka pintu bagi seluruh hamba-Nya buat mendekati Dia dengan tidak ada perantara.

Orang yang pembohong ialah orang yang sengaja menutup hatinya dari menerima kebenaran. Sebab itu maka yang terlebih dahulu mereka bohongi ialah diri mereka sendiri. Orang yang pembohong seperti itu sukarlah akan dapat dimasuki oleh petunjuk Allah. Demikian juga orang yang kaffaar, sangat kafir. Yaitu yang mencari segala usaha untuk menolak kepercayaan akan adanya Allah dan kekuasaan-Nya yang mutlak, sebagaimana dilakukan oleh kaum komunis di zaman kini.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 8-9, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KEMBALILAH KEPADA ALLAH!

"Apakah kepada yang selain Allah kamu suruh aku menyembah, wahai orang-orang yang bodoh?" (ujung ayat 64).

Apakah kelebihannya yang lain itu makanya kamu suruh pula aku menyembahnya? Apakah kelebihan dari berhala yang terbuat dari kayu atau dari batu, yang kamu buat dengan tangan kamu sendiri, kamu bentuk menurut angan-angan dan khayal kamu?

Yang sudah nyata tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi mudharat.

Itu yang kamu suruh aku menyembahnya?

"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepada engkau." (pangkal ayat 65).

Di hadapan Allah kepada Rasul-Nya, Muhammad saw.

"Dan kepada mereka yang sebelum engkau."

Yaitu kepada sekalian nabi-nabi dan rasul-rasul yang diutus sebelum Nabi Muhammad saw., baik yang membawa syari'at untuk disampaikan kepada manusia, ataupun yang semata-mata menerima wahyu saja untuk menegakkan syari'at Nabi yang mendahuluinya.

"(Yaitu), "Sesungguhnya jika kamu mempersekutukan."

Mempersekutukan yang lain dengan Allah, memandang ada lagi yang berkuasa dalam alam ini selain Allah, atau memandang ada lagi yang patut disembah atau dipuja selain Allah.

"Niscaya akan gugurlah amalmu."

Segala amalan dan perbuatanmu di atas dunia ini dengan sendirinya sudah gugur tidak ada harganya lagi, tidak diterima lagi oleh Allah, karena persembahan kamu tidak bulat satu lagi kepada Allah, melainkan telah bercabang kepada yang lain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 61-62, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BANGGA

Membangga tidak berfaedah, karena menurut Sayidina Ali, "Wa qimatu kulil mar-i ma yahsununahu." (Harga tiap-tiap manusia, ialah menurut kebaikan yang telah diperbuatnya).

Bukan menurut nenek-moyangnya.

Nabi saw. bersabda, "Jangan engkau datang kepadaku membawa-bawa turunanmu, tetapi datanglah kepadaku membawa amalmu."

"Bajuku indah". Bajulah yang indah, bukan engkau. "Rumahku bagus". Rumah yang bagus, bukan engkau. "Hartaku banyak". Harta yang banyak, bukan engkau. "Nenek-moyangku ternama". Nenek-moyangmu yang ternama, bukan engkau! Adapun engkau itu datang dari yang kotor, dan dirimu sendiri penuh kotoran; perutmu tempat kotoran, telingamu tempat kotoran. Setelah itu kamu akan kembali asal kejadianmu, yaitu tanah. Hilang badanmu, terbang jiwamu, hilang segala-galanya, harta-benda, pindah ke tangan orang lain. Yang diingat orang daripadamu hanya jasa amalmu! Kalau jasa dan amal itu ada! Kalau tidak ada? Apa yang dapat engkau banggakan?

(Buya HAMKA, TASAWUF MODERN: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 188-189, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).

SYAFAAT RASULULLAH. Dudukkanlah dengan sebaik-baiknya kepercayaan kepada syafaat itu. Mengakui adanya syafaat rasul, lalu berusaha mendekati rasul. Dinyatakannya hanya orang yang memperserikatkan Tuhan dengan yang lain yang tidak ada harapan sama sekali akan beroleh syafaat. Berapa banyaknya orang yang sembahyang, puasa, berzakat, dan naik haji, padahal dia memperserikatkan Tuhan dengan yang lain. Meskipun bukan berhala yang disembahnya, harta benda pun disembahnya, pangkat dan kemegahan pun disembahnya, sesamanya manusia pun disembahnya.

Hari akhirat pasti kita temui dan balasan yang adil pasti kita terima. Sebagian besar dari ayat-ayat Al-Qur'an memberi ingat akan kehebatan hari itu. Peringatan itu berulang-ulang dan berkali-kali. Karena kita ini manusia kerap lupa dan terlalai, dilengahkan oleh kemegahan dan rayuan dunia.

Dan maut tidak lama. Dan sesudah maut yang sekejap itu, tidak ada mati lagi. Hidup kekal, di antara dua tempat.

Neraka atau surga.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM Jilid 3, Hal. 79-84, Republika Penerbit, Cet.1, April 2018).

AYAT KURSI

"Siapa yang akan memohonkan syafaat di sisi-Nya, kalau bukan dengan izin-Nya?" Ini menunjukkan kekuasaan-Nya yang mutlak, sehingga pemberian ampun atau karunia yang akan Dia berikan kepada hamba-Nya yang terlalai ataupun lengah tidak dapat dicampuri oleh orang lain. Sebab, tidak ada orang lain yang boleh disebut lain, sebab semua adalah hamba-Nya. Kalau dalam ayat ini Dia menyebutkan "kecuali dengan izin-Nya", bukanlah maksudnya ada orang lain yang akan diberi-Nya izin. Ini hanya untuk menjelaskan mutlak-Nya kekuasaan saja.

Maka, kalau banyak kita dengar keterangan dari ahli-ahli agama bahwa kita selalu dianjurkan membaca ayat ini, yang dikenal dengan nama "Ayatul Kursi", dapatlah kita memahami bahwa maksudnya ialah untuk menambah khusyu kita kepada Allah dan untuk menambah kita berusaha beribadah dengan langsung menghadapkan jiwa raga kepada-Nya, dengan tidak memakai syafaat dan perantaraan. Memang berpahala siapa yang membacanya dan memahamkan maksudnya, sebab di dalamnya tersimpul TAUHID yang sedalam-dalamnya. Adapun kalau hanya dibaca-baca saja, untuk obat sakit kepala, untuk menjadi azimat tangkal bahaya pianggang maka samalah artinya dengan kata pepatah "asing biduk kalang diletak".

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 511-512, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PENGARUH DOA

"Aku perkenankan permohonan orang yang memohon apabila dia memohon kepada-Ku."

Apa kesan yang kita dapat dari bunyi lanjutan ayat ini? Allah telah menutup pintu yang lain. Allah menyuruh kita langsung kepada-Nya. Allah telah menjelaskan di sini, kepada-Ku saja, supaya permohonanmu terkabul. Sedang dalam ayat tidak sedikit pun terbayang bahwa permohonan baru dikabulkan Allah kalau disampaikan dengan perantaraan Syekh Anu atau Sayyid Fulan!

Kemudian datang lagi lanjutan ayat, yang membuatnya lebih jelas lagi,

"Maka, hendaklah mereka sambut seruan-Ku dan hendaklah mereka percaya kepada-Ku, supaya mereka beroleh kecerdikan." (ujung ayat 186).

Terang sekali ayat ini, tidak berbelit-belit.

Pertama, Allah itu dekat.

Kedua, segala permohonan dari hamba-Nya yang memohon akan mendapat perhatian yang sepenuhnya dari-Nya. Tidak ada satu permohonan pun yang bagai air jatuh ke pasir, hilang saja sia-sia, karena tidak didengar atau tidak dipedulikan.

Ketiga, supaya permohonan itu mendapat perhatian Ilahi, hendaklah si hamba yang memohon itu menyambut pula terlebih dahulu bimbingan dan petunjuk yang diberikan Allah kepadanya.

Keempat, dan amat penting, yaitu hendaklah percaya benar-benar, beriman benar-benar kepada Allah.

Kelima, dengan sebab menyambut seruan Allah dan percaya penuh kepada Allah, si hamba akan diberi kecerdikan. Si hamba akan diberi petunjuk jalan yang akan ditempuh hingga tidak tersesat dan tidak berputus asa.

Dan, tersebut lagi di dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari dari Abu Hurairah, "Permohonan kamu akan dikabulkan oleh Allah selama kamu tidak mendesak-desak. Dia berkata, 'Aku telah mendoa, tetapi doaku tidak diperkenankan."

Di dalam hadits yang lain pula, yang dirawikan oleh Bukhari dari hadits Abi Said al-Khudri bahwa Nabi saw. pernah bersabda, "Tidaklah mendoa Muslim dengan satu doa, yang doa itu tidak dicampuri suatu maksud jahat (dosa) atau memutuskan silaturahim, melainkan pastilah doa itu akan dikabulkan Allah dengan menempuh satu dari tiga cara. Adakalanya doa itu diperkenankan dengan cepat, adakalanya disimpan dahulu untuk persediaannya di Hari Akhirat, dan ada kalanya dipalingkan daripadanya kejahatan yang seumpamanya."

Di dalam suatu hadits lagi ada tersebut bahwasanya lambatnya atau cepatnya akan terkabul suatu doa dari seorang hamba adalah menjadi rahasia juga dari kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Di situ disebutkan bahwa kadang-kadang, oleh karena kasih sayang Allah pada seorang hamba, lama baru permohonannya dikabulkan. Karena Allah amat kasih kepadanya, Allah hendak mendengar seruannya selalu. Akan tetapi, orang yang berdoa lalu segera permohonannya dikabulkan ialah karena Allah telah bosan dengan dia. Allah berfirman kepada Malaikat, "Berikan saja cepat-cepat apa yang dimintanya karena yang diharapkannya bukan Daku, melainkan pemberian-Ku."

Dapatlah kita perhatikan orang yang lama di dalam percobaan suatu sengsara. Dia selalu mendoa, dia selalu berharap, tetapi pengharapannya belum kunjung dikabulkan. Ada orang yang oleh karena suatu fitnah dan kezaliman, bertahun-tahun lamanya ditahan. Lama baru permohonannya terkabul. Akan tetapi, di dalam masa yang lama itu dia sudah dapat membentuk diri sehingga dia mempunyai kepribadian agama yang kuat dan kukuh. Penahanannya bertahun-tahun itu membuatnya menjadi seorang Muslim dan Mukmin yang kuat, yang sebelum ditahan dia belum pernah merasainya. Dan, ada pula orang, yang sebelum matang imannya, dia pun keluar dari tahanan. Sampai di luar, dia pun lupa kepada Tuhan.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 349-351, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

BANYAK YANG GAIB. Bilamana saya membaca karangan-karangan tasawuf Imam Ghazali, bertambahlah tetapnya kepercayaan saya ini. Kata beliau bahwasanya hal ihwal gaib itu hanya dapat dialami kalau sekiranya kita sudi menempuh riyadhah, yaitu latihan jiwa. Dahulu saya tidak percaya bahwa ada orang-orang pilihan, yaitu orang-orang saleh dan Waliullah yang mendengar suara hatif dan orangnya tidak kelihatan, sekarang saya telah percaya. Padahal, saya bukanlah seorang yang kuat ber-riyadhah. Amal ibadah saya hanya biasa saja. Saya bukan orang istimewa. Cuma keyakinan saya, bahwasanya belum ajal saya pada waktu itu. Berkali-kali saya telah berdekat dengan pintu maut, namun maut belum menyinggahi saya. Maka di saat-saat genting itu terasa benar oleh saya adanya yang gaib di keliling saya. Siapa dia? Saya tidak tahu:

"Dan tidaklah ada yang mengetahui siapa tentara-tentara Tuhan itu melainkan Dia." (QS. al-Mudatsir [74]: 31).

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM Jilid 1, Hal. 177-178, Republika Penerbit, Cet.1, April 2018).

JANGAN MENGAMBIL TUHAN SELAIN ALLAH!

"Katakanlah! Tunjukkanlah kemari alasan kamu!"

Di sini kita diberi suatu petunjuk bahwa di dalam menegakkan suatu kepercayaan hendaklah ada alasan atau dalil yang akan dijadikan pegangan. Kalau suatu kepercayaan hanya menurut yang dikira-kira akan bagus saja. Kelihatan suatu barang yang ganjil, lalu diangkat jadi tuhan, alangkah banyak tuhan kelaknya di dunia ini. Maka setiap datang seorang guru, dia pun membuat tuhan atau dewa baru dan ajaran baru. Sebab tangan manusia telah campur di dalamnya. Lalu Rasulullah saw. disuruh melanjutkan keterangannya bahwa ajaran yang beliau bawa tidaklah berubah-ubah sejak dahulu sampai sekarang.

Isi atau inti, pokok atau pangkal agama, ialah dua ini. Pertama, mengakui tiada Tuhan melainkan Allah. Itulah yang bernama Tauhid Uluhiyah. Mengakui hanya satu Tuhan. Kedua, bernama Tauhid Rububiyah. Mengakui hanya Allah yang satu itu saja yang mengatur, mengasuh, memelihara alam ini. Sesudah Dia sendiri menciptakan, Dia yang mengatur. Sebab itu maka hanya Dia saja yang patut disembah dan dipuja. Kepada-Nya saja ucapan syukur dan terima kasih.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 20-23, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MALAIKAT

Bagi orang yang percaya akan adanya Tuhan sebagai pelindungnya, ada dijanjikan bahwa kepadanya akan turun malaikat:

"Dan sesungguhnya orang yang telah berkata, 'Tuhan kami adalah Allah', kemudian mereka tetap pada pendirian itu, niscaya akan turunlah kepada malaikat, supaya mereka jangan merasa takut dan merasa duka cita. Dan berilah mereka kabar gembira, dengan surga, yang bagi kamu telah dijanjikan." (QS. Fushilat [41]: 30).

Ayat ini menjelaskan bagaimana kuat dan teguhnya pribadi seseorang yang hidup dengan kepercayaan kepada Tuhan. Satu kali dia akan berhadapan dengan bahaya yang menakutkan. Di kali yang lain dia akan berjumpa penderitaan yang menyedihkan. Tetapi sikapnya yang teguh, yang istiqamah menyebabkan perjalanan hidupnya yang menempuh serba kesulitan itu senantiasa didampingi oleh malaikat. Malaikat akan turun sengaja buat menambah teguh jiwanya. Maka, timbullah keberaniannya menghadapi hidup. Ayat ini membukakan kemungkinan bagi semua manusia, sehingga nyatalah bahwa malaikat bukan sengaja turun kepada nabi-nabi saja. Kepada segala orang dia dapat datang. Segala orang dapat dibantunya. Segala orang dapat dikawalnya. Dan kepada segala orang terbukalah pintu berbuat baik.

Pejuang-pejuang menegakkan keadilan. Ulama-ulama besar di zaman dahulu, yang berani mengangkat muka dan menegur berterus terang, berhadap-hadapan dengan raja yang zalim, tidak merasa takut akan mati, tidak merasa takut akan dipenggal lehernya: adalah lantaran malaikat menjadi pengawalnya. Hal yang demikian bukanlah terjadi di zaman dahulu saja. Di zaman mana pun, manusia yang teguh iman dan kepercayaan, yang tidak ada tempatnya berlindung melainkan Allah, adalah dikawal malaikat.

Sebaliknya, orang yang tidak ada pegangan hidup, setan iblis-lah yang menjadi pengawalnya, setan-setan yang menjadi pengawalnya, yang membisikkan kepada telinga dan batinnya, perkara-perkara yang akan menimbulkan ketakutan. Diberikannya petunjuk di luar dari kebenaran. Maka bilamana suatu soal telah dimulai dengan tiada benar jumlah akhirnya pun tentulah di luar kebenaran juga. Sebab itu benarlah fatwa setengah filsuf, bahwasanya yang batil, yang salah, tidaklah ada hakikatnya.

Maka kepercayaan kepada yang gaib, kepada adanya nyawa manusia, adanya jin, atau setan dan iblis, terutama lagi percaya akan adanya malaikat, adalah menjadi salah satu sendi kepercayaan yang enam di dalam Islam. Kita percaya akan adanya, sebagai dasar dari pandangan hidup orang primitif yang bernama animisme. Percaya pula akan adanya kekuatan-kekuatan gaib yang ada pada seluruh alam ini, sebagai dasar dari kepercayaan primitif yang bernama dinamisme. Tetapi kepercayaan tauhid yang telah meliputi akan seluruh kesatuan alam di bawah kesatuan Ilahi, menyebabkan kepercayaan kepada yang gaib itu, menjadi terletak dengan sebik-baiknya.

Kita percaya ada jin dan hantu. Tetapi kita tidak takut kepada jin dan hantu. Kita tidak memuja jin dan hantu. Kita percaya kepada adanya setan dan iblis. Tetapi kita tidak takut kepada setan dan iblis. Kejadian kita lebih tinggi daripada api, dan kita terjadi dari tanah, namun yang terjadi dari tanah hanyalah tubuh kita. Ada pun roh kita, lebih tinggi kejadiannya daripada api dan tanah. Malaikat sebagai lambang dari nur yang suci, lagi disuruh sujud ke kaki nenek moyang manusia, yaitu Adam.

Bagaimanapun sucinya malaikat, kita sekali-kali tidak menyembah dia. Maka habis sinarlah segala pujaan. Kecuali kepada Allah.

Apabila kepercayaan kepada Tuhan Allah telah bulat, mengapa lagi kita akan takut kepada malaikat? Padahal dia hanya sebagai tentara Tuhan, yang disuruh datang mengawal kita? Mana yang tinggi martabatnya orang yang dikawal dengan mengawal?

Oleh sebab itu, orang yang datang membawa kembang dan sang lilin ke kuburan yang dikatakannya keramat dan melepaskan binatang ternak untuk mejadi hadiah kepada yang berkubur di sana, padahal yang memungutnya ialah juru kunci kubur itu dan orang yang menghantarkan sajian ke bawah lindungan sebatang pohon beringin besar, dan orang yang menyeru memohonkan pertolongan kepada setan untuk membinasakan orang lain (sihir), bahkan orang yang menyeru Jibril dan Mikail supaya datang mendapat izin Tuhan adalah semuanya itu orang yang masih belum sempurna kepercayaan tauhidnya.

Adalah dia orang yang belum tahu bagaimana kebesaran kekuatan yang ada dalam jiwanya sendiri, bilamana dia berhubungan langsung dengan Tuhan.

Alhasil, maka kepercayaan kepada segala yang gaib, bukanlah menimbulkan segala waswas dan takhayul, tetapi memperkukuh kepercayaan kita, hanya kepada satu Tuhan: "Allah".

Tidak satu pun yang bergerak dalam alam ini, kalau Allah tidak menghendaki.

Semuanya dengan izin Tuhan.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM Jilid 1, Hal. 186-188, Republika Penerbit, Cet.1, April 2018).

SAMPAIKAH DOA KITA YANG HIDUP UNTUK ORANG YANG TELAH MENINGGAL?

PERTANYAAN

1. Ada satu paham yang merata di kalangan orang-orang yang mempertahankan sunnah Rasulullah saw. yang menolak paham membolehkan kelapangan bagi orang yang telah meninggal, karena katanya doa itu tidak akan sampai. Alasannya adalah dua ayat di bawah ini.

Pertama dalam surah al-Baqarah ayat 123,

"Dan takutlah kamu pada hari, (ketika) tidak seorang pun dapat menggantikan (membela) orang lain sedikit pun. Tebusan tidak diterima, bantuan tidak berguna baginya, dan mereka tidak akan ditolong." (al-Baqarah: 123).

Kedua, surah Yaasin ayat 54,

"Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun dan kamu tidak akan diberi balasan, kecuali sesuai dengan apa yang telah kamu kerjakan." (Yaasin: 54).

Berdasarkan kepada ayat itu, timbullah pemahaman bahwa berdoa atau bersedekah dari orang yang hidup atas nama orang yang telah meninggal tidaklah akan sampai. Menjadi percuma saja. Demikian juga melakukan perbuatan yang berpahala, lalu menghadiahkan pahala itu kepada orang yang telah meninggal. Tidaklah akan sampai hadiah itu.

2. Namun terdapat pula sebuah hadits yang muttafaq 'alaihi (shahih Bukhari dan Muslim), diriwayatkan dari Aisyah, "Ada seorang laki-laki datang menghadap Nabi saw. lalu ia berkata, 'Ya Rasulullah! Ibuku telah meninggal dunia dengan mendadak, sedangkan ia tidak sempat berwasiat untuk bersedekah. Saya kira andaikata ia berwasiat, bersedekahlah yang akan diwasiatkannya. Dapatkah ia pahala bila saya bersedekah atas namanya?' Rasulullah menjawab, 'Na'am.' Artinya, dapat."

Pertanyaan saya adalah, apakah hadits Aisyah ini mentakhsiskan yang 'aam dari lafal kedua ayat tersebut? (al-Baqarah 125 dan Yasin 54). Kalau tidak, apakah kedua pemahaman yang terdapat dalam kedua ayat tersebut tampaknya berlawanan dengan yang tersebut. Di hadits itu kita pegang keduanya, atau salah satu saja? Kalau salah satu saja yang dipegang, berarti salah satunya mansukh dan yang satunya lagi nasikh. Di sinilah duduk pertanyaan saya, mana yang nasikh dan yang mana mansukh?

Ahmad Roji

JAWABAN

1. Apabila kita perhatikan isi surah al-Baqarah ayat 123 dan surah Yasin ayat 54 itu, sulit kita menyesuaikan untuk jadi alasan tidak sampai doa orang yang hidup untuk orang yang telah meninggal. Karena kedua ayat ini jelas-jelas menerangkan keadaan setelah hari Kiamat nanti. Kalimat yauman di ayat pertama dan al-Yauma di ayat yang kedua terang-terang tertuju kepada Yaumal Qiyamah (hari Kiamat), sedangkan kita berdoa untuk orang yang telah meninggal yang masih di dalam alam barzakh atau dalam alam kubur. Kita yang berdoa juga masih di dalam alam dunia.

Dalam surah Abasa ayat 34 lebih dijelaskan lagi,

"Pada hari itu manusia lari dari saudaranya, dan dari ibu dan bapaknya, dan dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya." ('Abasa: 34-37).

Jelaslah sekarang bahwa pada hari Kiamat itulah yang tidak dapat lagi bela-membela, tolong-menolong, kita hanya melepaskan diri masing-masing.

Ayat yang biasa dipakai orang untuk meniadakan faedah doa orang yang telah meninggal itu bukanlah kedua ayat tersebut di atas, melainkan ayat 39 dan surah an-Najm,

"Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya." (an-Najm: 39).

2. Bukan saja hadits Aisyah yang berisi tentang seorang anak yang telah ditinggal ibunya, lalu bersedekah atas nama ibunya yang telah meninggal itu saja dalil yang menunjukkan bahwa doa dan hadiah atau sedekah yang dilakukan oleh orang yang masih hidup bagi orang yang telah meninggal sampai untuk mereka. Malahan banyak lagi yang lain. Marilah kita hitung berapa di antaranya:

a. Mayat wajib dishalatkan. Dalam shalat itu dibaca, "Allahummaghfirlahu(laha) Warhamhu" dan seterusnya. Apa gunanya orang yang sudah meninggal dimintakan ampun kalau permintaan itu tidak akan sampai?

b. Setelah jenazah selesai dikuburkan, Rasulullah meminta kepada orang-orang yang turut mengantarkan supaya berhenti sebentar, mendoakan semoga orang yang telah di dalam kubur itu ditetapkan hatinya, "Mohonkan kepada Allah agar hatinya ditetapkan, karena ia sekarang mulai ditanya" (hadits shahih). Kalau doa itu tidak sampai apa gunanya kita disuruh mendoakan.

c. Kalau kita ziarah ke makam, kita diperintahkan oleh Nabi saw. untuk mengucapkan salam kepada orang-orang yang beriman yang berkubur di makam. Kalau salam itu tidak sampai, apa gunanya Rasulullah menyuruh kita berbuat demikian? (hadits shahih).

d. Pada suatu hari, Nabi saw. berlalu di dekat perkuburan. Lalu beliau mendengar rintih dan tangis serta pekik orang yang dikubur di sana, maka Rasulullah mengambil dua pelepah daun kurma dan beliau letakkan di atas perkuburan yang kedengaran oleh beliau memekik-mekik itu. Ketika ditanya orang apa sebabnya, Rasulullah saw. menjawab, "Yang pertama suka membicarakan keburukan orang dan yang seorang lagi kalau habis kencing tidak dibersihkannya." Rasulullah saw. mengatakan bahwa selama dua pelepah kurma itu belum kering, keduanya masih akan mendoakan orang-orang itu. Kalau doa daun kurma bisa menolong meringankan adzab kubur, mengapa doa manusia tidak?

e. Nabi berkata bahwa orang yang mati menderita adzab karena diratapi oleh keluarganya yang ditinggalkan. Kalau ratap orang hidup dapat membawa siksa bagi yang mati, bagaimana doa kebajikan dan orang yang masih hidup tidak akan dapat menolongnya?

f. Nabi saw. memanggil-manggil satu demi satu nama kafir-kafir Quraisy yang telah tewas terbunuh berperang dengan kaum Muslimin, lalu ada sahabat-sahabat yang bertanya, "Apakah mereka mendengar panggilan engkau itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Bahkan mereka dengar dengan jelas, cuma mereka tidak dapat bercakap lagi."

g. Nabi pernah memotong kurban di Mina. Satu kurban untuk atas nama diri sendiri. Satu kurban lagi dikurbankan atas nama umat beliau. Di antara umat beliau waktu menyembelih kurban itu ada yang telah meninggal dan ada yang belum lahir. Kalau itu tidak sampai, apa gunanya Nabi mengerjakannya?

h. Dalam surah al-Hasyr ayat 10 dituliskan satu doa untuk meminta ampun kepada Allah atas dosa-dosa kita dan dosa kawan-kawan kita yang telah mendahului kita dengan iman. Orang yang telah mendahului kita itu adalah orang yang telah meninggal. Apa gunanya didoakan orang yang telah mendahului kita itu, kalau doa itu tidak akan sampai?

i. Di dalam surah asy-Syura ayat 5 tersebut pula bahwa malaikat mengucapkan tasbih untuk Allah dan memohonkan ampun untuk segala yang ada di bumi.

j. Di dalam surah Ibrahim ayat 41, Nabi Ibrahim meminta ampun untuk kedua orang tuanya dan orang-orang beriman pada hari Kiamat nanti.

Cukup 10 ini saja kita kemukakan alasan bahwa doa orang yang hidup sampai untuk orang yang telah meninggal dunia. Di samping itu, ada hadits shahih tentang orang yang menghajikan ayah yang telah tua, ibu yang telah meninggal, atau saudara yang telah meninggal (kisah Syibirmah yang dihajikan oleh saudaranya). Ada lagi hadits shahih tentang utang puasa yang boleh dibayar oleh anak yang ditinggalkan. Semuanya hadits shahih.

3. Ayat-ayat dan hadits-hadits yang shahih itu tidak berlawanan dengan ayat 39 surah an-Najm bahwa manusia tidak akan mendapat kecuali sekadar usahanya sebab yang terkena oleh segala doa itu adalah orang yang beriman juga. Perhatikanlah ketika kita berziarah ke kubur. Kita hanya disuruh mengucap salam kepada penduduk yang beriman dalam kubur itu, "Assalamualaikum ahlad diyari minal mukminin."

Orang yang tidak beriman tidak akan kena, walaupun kita doakan, dan pihak yang tahu mana yang tidak beriman hanyalah Allah. Orang yang terang-terangan kafir memang tidak kita doakan, sebagaimana Ibrahim dilarang oleh Allah mendoakan ayahnya, dan Nabi kita Muhammad saw. diizinkan Allah menziarahi makam ibunya, tetapi tidak diizinkan untuk memohonkan ampun baginya.

4. Kesimpulannya, tidak ada nasikh dan mansukh di antara ayat 152 surah al-Baqarah dan ayat 54 surah Yasin dengan hadits Aisyah tersebut. Karena kedua ayat itu mengenai keadaan pada hari Kiamat kelak, bukan mendoakan atau bersedekah atas nama orang yang telah meninggal ketika kita masih hidup di dunia ini. Dengan begitu, jelaslah, jika kita berdoa untuk keselamatan orang yang telah meninggal agar dilapangkan kuburnya, diringankan azabnya, dijauhkan dengan kesalahannya sejauh masyriq dengan maghrib, dan sebagainya. Imam Ahmad bin Hambal menyatakan bahwa sampailah orang yang telah meninggal itu segala kebajikan yang kita perbuat sebagaimana sedekah atau shalat, atau lainnya.

5. Perselisihan sedikit hanya sekadar tentang menghadiahkan pahala. Dibiasakan orang membaca al-Fatihah itu untuk Nabi. Sampai atau tidak hadiah itu? Soalnya bukanlah sampai atau tidak. Persoalannya sekarang adalah, "Apakah Nabi berbuat ibadah seperti itu atau tidak?" Kalau tidak, niscaya kita telah menambah-nambah.

Akan ada orang yang menjawab, "Saya ini masih banyak kekurangan pahala, masih ada dosa. Kalau aku mendapat pahala, mengapa aku hadiahkan kepada orang lain? Terutama kepada Nabi Muhammad yang telah dijamin Allah diampuni dosanya yang terdahulu dan yang kemudian."

Hal yang terang dan shahih diperintahkan Allah dalam Al-Qur'an dan Nabi saw. dalam hadits hanya mengucapkan shalawat dan salam atas beliau. Dalil yang memerintahkan untuk mengirim hadiah pahala bacaan Fatihah, belum kita temukan.

Wallahu a'lam bish shawab.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 64-69, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

TAWASUL DAN WASILAH

Menjadilah perbincangan yang hebat di antara ulama-ulama, sampai bernaik-naikan darah tentang tawasul dan wasilah. Wasilah artinya perantaraan.

Di dalam Al-Qur'an ada tersebut:

"...Tumpahkanlah harapan kepada-Nya dengan memakai wasilah..." (QS. al-Maidah [5]: 35).

Ayat ini dijadikan alasan oleh orang yang mengizinkan memohon kepada Allah dengan memakai orang perantaraan. Kata mereka: "Sejelas itu ada wasilah dalam Al-Qur'an, mengapa kita larang-larang?"

Apalagi pernah Umar bin Khaththab di waktu sembahyang Istisqa (meminta hujan) mempersilakan Abbas bin Abdil Muthalib paman Nabi membacakan doa permohonan kepada Allah, agar hujan diturunkan. Maka berdoalah Abbas, demikian bunyinya:

"Ya Allah, tidaklah turun satu bencana kalau bukan karena dosa, dan tidaklah bencana itu akan dihindarkan melainkan dengan tobat. Dan sesungguhnya kaum mengemukakan daku karena hubunganku dengan Nabi-Mu. Maka inilah tangan kami memohon kepada Engkau agar dosa diampuni, dan ubun-ubun kami tunduk kepada Engkau memohon tobat. Turunkanlah hujan kepada kami." (HR. Bukhari dari Hadis Anas bin Malik).

Hal yang seperti ini adalah hal yang biasa saja. Seorang di antara yang hadir di dalam majelis, dipersilakan tampil ke muka membaca doa. Dapatlah dirasakan inti perkabaran ini jika kita bandingkan siapa Abbas dan siapa Umar. Setiap kita mengakui kebesaran jiwa Umar. Iman dan amal Umar bin Khaththab jauh lebih tinggi daripada iman dan amal Abbas. Umar yang besar, yang telah hidup bersama Nabi, sama-sama menderita menegakkan agama Islam, yang dikatakan Nabi bahwa kalau bolehlah ada Nabi sesudah Muhammad, Umarlah yang pantas menjadi Nabi. Bandingkan dengan Abbas bin Abdil Muththalib, yang masuk Islam dengan terang barulah beberapa hari saja sebelum Negeri Mekah ditaklukkan.

Hari panas terik, sudah lama tak turun hujan, lalu diadakan sembahyang Istisqa, sembahyang memohon hujan. Orang berkumpul banyak sekali. Lalu Umar yang besar mempersilakan Abbas membaca doa. Abbas paman Nabi, Abbas yang hidup segar bugar di hadapannya. Bukan Abbas yang telah mati!

Janganlah wasilah dengan arti seperti ini disangkut pautkan dengan memohon kepada Allah dengan perantaraan tulang di kubur. Umar yang besar menyuruh Abbas, rakyatnya, membaca doa, dan dengan perkataan halus dipersilakan membaca doa, apatah lagi dia paman Nabi pula. Seorang alim yang saleh mempersilakan seorang pemuda, muridnya atau santrinya menjadi imam, dan sehabis sembahyang dipersilakan membaca doa. Hal yang seperti itu boleh, bahkan memperkuat pendirian kita bahwa Tuhan mengabulkan doa hambanya, walaupun derajat masih di bawah daripada derajat seseorang yang turut hadir di waktu itu, sebagaimana derajat Abbas dengan Umar tadi.

Kalau boleh kepada orang yang telah mati, niscaya Umar membawa orang-orang itu memohon ke kubur Nabi. Bukan kepada Abbas yang masih hidup.

Dalam satu pertemuan kita mempersilakan seseorang kawan membaca doa, artinya dialah yang menjadi wasilah dari kita bersama-sama menyampaikan permohonan. Dia membaca doa, kita membacakan Aamiin. Setiap kita dituntut mendoakan seluruh muslimin dan muslimat, mu'minin dan mu'minat, baik yang hidup atau yang mati. Artinya kita menjadi wasilah menyampaikan permohonan ampun yang diharapkan oleh semuanya. Bahkan, Nabi Muhammad saw. pun kita doakan, semoga beliau dikaruniai shalawat dan salam oleh Ilahi! Bahkan kita sembahyang berjamaah. Seorang di antara kita dijadikan imam. Dibacanya Fatihah dan kita diam saja. Sebab, bacaan kita adalah bacaan imam itu. Sampai selesai dia membaca "Waldh-Dhallin", kita semuanya mengucapkan Aamiin. Ketika itu imam tadi jadi wasilah dari kita semua, menyampaikan permohonan kita, laksana Abbas dijadikan wasilah oleh Umar, karena dia paman Nabi. Dan Umar, dan yang lain, semuanya mengucapkan Aamiin.

Setelah Abbas mati, tidak ada orang yang pergi berwasilah ke kuburnya. Kalau boleh berwasilah ke kubur Abbas, tentu ke sana orang pun pergi, padahal tidak ada orang berwasilah ke sana. Kalau itu yang dikatakan wasilah sebagai alasan memohon kepada syekh dan wali yang telah berkubur, mengapa tidak ke kubur Abu Bakar atau Umar, mengapa tidak ke kubur Nabi sendiri? Bahkan dilarang oleh Nabi, janganlah bertawasul kepadanya. Langsunglah sendiri-sendiri memohon kepada Allah!

Adakah tawasul dan wasilah?

Ada! Sebab terang ada tersebut dalam ayat tadi, tumpahkanlah harapan kepada Allah memakai washilah.

Apakah jadinya wasilah itu?

Wasilah ialah amal saleh. Wasilah ialah kepercayaan yang suci bersih, tidak tercampur sedikit juga dengan syirik. Terang benderanglah jalan yang kita tempuh kepada Allah dengan tauhid, dengan meng-Esa-kan Tuhan, tiada berserikat dengan yang lain. Dan akidah atau kepercayaan yang teguh itu dibuktikan dengan amal yang saleh, dengan perbuatan yang utama. Itulah wasilah, atau jalan yang paling langsung kepada Tuhan; tidak ada jalan lain. Itulah yang dinamai: ash-shirath al-mustaqima (Jalan yang lurus).

Atau garis yang lurus. Menurut ilmu ukur ruang, garis lurus ialah hubungan yang paling dekat di antara dua titik. Sehingga terkencong saja sedikit, jauhlah dia sejauh-jauhnya dan tidak ada harapan bertemu lagi.

Demikianlah pengaruh tauhid yang mutlak itu bagi jiwa kita dan kemudiannya bagi hidup dan kekeluargaan kita, bahkan bagi negara dan masyarakat seluruhnya.

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM Jilid 1, Hal. 116-119, Republika Penerbit, Cet.1, April 2018).

JANGAN MEMOHONKAN AMPUN UNTUK MUSYRIKIN

"Tidaklah ada bagi Nabi dan orang-orang yang beriman bahwa memohonkan ampun untuk orang-orang musyrik, meskipun adalah mereka itu kaum kerabat yang terdekat." (pangkal ayat 113).

Di dalam rasa bahasa Arab ini dinamai nafyusya'an yang boleh dikatakan tidak mungkin.

Sebab itu, meskipun dia hanya mengatakan tidak ada, artinya yang mendalam tidak boleh!

"Sesudah jelas bagi mereka bahwa orang-orang itu ahli neraka." (ujung ayat 113).

Artinya Allah telah menegaskan bahwa sekalian dosa dapat diampuni-Nya, kecuali dosa syirik, mempersekutukan yang lain dengan Allah. Kalau dosa syirik tidak terampun, teranglah orang musyrik itu ahli neraka.

Demikian juga Nabi kita saw. mendesak-desak Abu Thalib atau merayu-rayunya masuk Islam sebelum pamannya itu meninggal dunia, ialah karena dia masih mempunyai harapan bahwa pengaruh cintanya kepada paman itu, akan dapat memberi petunjuk pamannya kepada jalan yang benar. Tetapi setelah nyata pamannya itu mati musyrik, dia pun tidak memintakannya ampun lagi.

Bahkan ketika akan menziarahi ibunya karena dia sudah tahu duduk persoalan, meminta izin dia dahulu kepada Allah, lalu diberi izin. Dan dicobanya lagi meminta izin memohonkannya ampun, tidak diberi izin oleh Allah. Dia pun tunduk pada ketentuan Allah itu, langsung tidak dimintakannya ampun lagi untuk ibunya.

Demikian jugalah kaum beriman yang lain. Mereka tidak lagi akan memintakan ampun buat orang musyrikin, setelah nyata bagi mereka bahwa orang-orang itu adalah ahli neraka. Sejak itu awaslah mereka dan dengan amat hati-hati mereka pelihara ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan Allah.

Dengan ini ditegaskan bahwa berijtihad boleh selama belum ada ketentuan atau nash dari Allah. Kalau nash sudah datang ijtihad hentikan dan tunduklah kepada nash.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 300-304, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

MAKAM KERAMAT

Tentang ziarah ke kubur, Rasulullah saw. menganjurkan kita supaya ziarah ke kubur, baik kubur keluarga maupun Tuan syekh, atau kubur orang yang tidak terkenal sekalipun.

Karena dengan ziarah ke kubur itu, kata Rasulullah saw., mengingatkan kita bahwa kita ini pun akan mati.

Sesampai di kubur itu, Rasulullah saw. menganjurkan kita membaca,

"Selamat atasmu, wahai sekalian orang beriman penghuni kampung (kubur) ini. Dan kami ini, bila kehendak Allah berlaku nanti, akan menyusul kamu pula. Dan kami memohon kepada Allah moga-moga kami dan kamu sama mendapat kesentosaan dari Allah."

Namun ziarah kepada suatu kubur yang dianggap keramat, lalu memohon pertolongan kepada kubur itu atau kepada tulang-tulang yang terkubur di dalamnya itu, sekali-kali tidak diperbolehkan oleh Islam.

Justru sangat melanggar prinsip-dasar ajaran Islam.

Sama halnya dengan orang yang menyembah berhala.

Sebab orang-orang yang menyembah berhala mengakui juga bahwa mereka memohon kepada Allah juga, berhala hanya sebagai perantara.

Pemuja kubur pun begitu, mereka berdoa meminta kepada Allah, tetapi mengambil "beliau yang di dalam kubur" menjadi perantara.

Penyakit kubur seperti itulah salah satu penyakit besar yang menimpa jiwa umat Islam beratus tahun lamanya, sehingga sama keadaan mereka dengan orang jahiliyyah Mekah ketika didapati oleh Rasulullah saw. ketika beliau diutus menjadi rasul.

Semua orang musyrikin Quraisy itu mengakui bahwa mereka masih tetap memegang agama tauhid ajaran Nabi Ibrahim, tetapi 360 buah berhala telah mereka sandarkan di Ka'bah.

Orang jahiliyyah sekarang mengaku beragama Islam tetapi mereka telah meminta kepada kubur.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 44-45, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

"Dan Allah tidaklah lengah daripada apa yang kamu kerjakan." (ujung ayat 140).

Artinya, pemalsuan-pemalsuan yang telah kamu lakukan, tambahan yang telah kamu tambahkan, sehingga keputusan pemuka-pemuka agama yang telah mengubah pokok ajaran yang asal dari Allah tidaklah lepas dari penglihatan Allah.

Tidak selamanya pula manusia dapat didinding dari kebenaran, sehingga lama-lama bila manusia telah timbul keberanian dan kebebasan pikiran, agama yang kamu tegakkan dengan cara begini akan kian lama kian ditentang orang dan perpecahan dalam kalanganmu sendiri akan bertambah menjadi-jadi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 261, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

DOSA PIKUL SENDIRI-SENDIRI

Ayat ini adalah memupuk tanggung jawab dalam jiwa manusia yang beriman.

Ajaran Islam tidak serupa dengan ajaran jahiliyyah yang mengatakan, bahwa orang lain dapat memikul dosa seseorang, dengan misalnya mengupahkan atau membayar kepadanya agar dia sudi mengambil alih sebagian dari dosa itu supaya si berdosa pertama dapat keringanan sedikit.

Maka tidaklah Islam menyuruh umatnya supaya menumpang saja pada biduk Waliullah itu, meminta saja kepada Waliullah itu, memuja pergi ke kuburnya sebab dia Waliullah, bahwa Islam menganjurkan supaya setiap orang berikhtiar sendiri, beriman, beramal dan berjihad agar dia mendapat tempat jadi Waliullah, diangkat sendiri oleh Allah SWT jadi wali-Nya.

Bukan jadi hamba dari wali-wali Allah yang telah ada.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 361-363, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SYIRIK. "Jika ada orang zalim menganiaya memerintah, lalu didiamkan saja dan tidak ditegur, ketahuilah bahwa dia sudah sampai di ambang pintu kemusyrikan, walaupun orang itu shalat, walaupun dia puasa." (Buya HAMKA).

(Buya HAMKA, FALSAFAH KETUHANAN, Hal. 113, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Mei 2017).

ORANG-ORANG YANG ZALIM

"Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta atas nama Allah." (pangkal ayat 21).

Tidak ada lagi kezaliman yang melebihi itu!

"Kemudian itu, tidaklah ada fitnah mereka melainkan mereka berkata, "Demi Allah, Tuhan kami, bukanlah kami ini orang-orang yang musyrik." (ayat 23).

"Pandanglah! Betapa mereka telah berdusta atas diri mereka sendiri." (pangkal ayat 24).

Kami bukan musyrik! Namun, berhala itu mereka sembah juga.

Hati-hatilah kita kaum Muslimin yang datang di belakang ini memerhatikan ayat ini. Pandanglah! Pandanglah orang-orang Islam yang pergi bernadzar, berkaul, menyampaikan hajat kepada kubur orang-orang yang dianggap wali!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 123-124, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SYIRIK

"Sesungguhnya Allah tidaklah akan memberi ampun bahwa Dia diperserikatkan." (pangkal ayat 48).

Inilah yang pokok dari ad-Din, agama, yaitu mengakui adanya Tuhan dan Tuhan itu hanya satu. Tidak ada yang lain yang berserikat atau yang bersekutu dengan Dia, baik dalam ketuhanan-Nya maupun dalam kekuasaan-Nya. Sama sekali yang ada ini, apa saja adalah makhluk-Nya. Sebab itu kalau ada orang yang menganggap bahwa ada yang lain yang turut berkuasa di samping Allah, turut menjadi Tuhan pula, sesatlah paham orang itu.

Segala dosa bisa diampuni, namun syirik tidak! Inilah pokok pegangan.

Abul Baqa' menyatakan pendapat tentang syirik demikian, Syirik itu macam-macam,

Ada syirik yang bernama syirik al-Istiqlal, yaitu menetapkan pendirian bahwa Allah ada dua dan keduanya bebas bertindak sendiri-sendiri. Seperti syiriknya orang Majusi (penyembah api). (Menurut mereka Tuhan ada dua, pertama Ahuramazda, Tuhan dari segala kebaikan dan kedua Ahriman, Allah dari segala kejahatan -penafsir).

Ada syirik at-Tab'idh, yaitu menyusun Tuhan terdiri dari beberapa Tuhan, sebagaimana syiriknya orang Nasrani.

Ada juga syirik at-Taqrib, yaitu beribadah, memuja kepada yang selain Allah untuk mendekatkan diri kepada Allah; sebagaimana syiriknya orang jahiliyyah zaman dahulu.

Syirik at-Taqlid, yaitu memuja, beribadah kepada yang selain Allah karena taqlid (turut-turutan) kepada orang lain.

Syirik al-Asbab, yaitu menyandarkan pengaruh kepada sebab-sebab yang biasa; sebagaimana syiriknya orang-orang ahli filsafat dan penganut paham naturalis. (Mereka berkata bahwa segala kejadian alam ini tidak ada sangkut pautnya dengan Allah meskipun Tuhan itu ada. Melainkan adalah sebab akibat dari alam itu sendiri -penafsir).

Syirik al-Aghraadh, yaitu beramal bukan karena Allah.

Berkata Abul Baqa' seterusnya, "Yang empat pertama tadi hukumnya ialah kufur, menurut ijma ulama."

Hukum dari yang keenam ialah maksiat (durhaka) bukan kafir, menurut ijma. Adapun hukum syirik yang kelima menghendaki penjelasan. Barangsiapa yang berkata bahwa sebab-sebab yang biasa itulah yang memberi bekas menurut tabiatnya, tidak ada sangkut paut dengan Allah kafirlah hukumnya. Barangsiapa yang berkata bahwa alam itu memberi bekas karena Allah telah memberikan kekuatan atasnya, orang itu adalah fasik.

Sekian Syekh Abul Baqa'.

Nashiruddin memberikan penjelasan begitu pula. Kata beliau, "Aqidah Ahlus Sunnah ialah bahwa syirik sekali-sekali tidak akan diberi ampun. Dan yang di bawah derajat syirik, yaitu dosa-dosa besar berbagai ragam akan diampuni bagi siapa yang Dia kehendaki. Ketentuan demikian bergantung kepada ada atau tidak adanya tobat. Tetapi kalau segera tobat sungguh-sungguh, keduanya diberi tobat."

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 317-319, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat kedustaan atas nama Allah." (pangkal ayat 37).

Artinya, bermacam-macam sikap dan perbuatan aniaya diperbuat manusia di dalam bumi ini, tetapi puncak yang di atas sekali dari keaniayaan itu ialah membuat-buat atau mengarang-ngarangkan kedustaan atas nama Allah.

Ini bertali dengan ujung ayat 33, yaitu berbicara di atas nama Allah barang yang tidak ada pengetahuan mereka padanya.

"Atau mendustakan ayat-ayat-Nya."

Keduanya ini adalah puncak-puncak kezaliman yang tidak dapat dimaafkan.

Pada zaman kemudian ini orang pergi dengan memuja-muja kubur keramat, sebagai tambahan dari agama yang dibawa Muhammad saw., lalu dengan dusta pula mereka bahkan mengatakan bahwa yang mereka buat itu adalah peraturan dari Allah juga. Kalau ditegur dengan dasar pokok perintah Allah, yaitu tauhid, dikemukakan berbagai ayat-ayat Allah, mereka pun dustakan ayat-ayat yang diterangkan itu.

Tidak ada lagi kezaliman yang lebih dari ini karena menambah agama Allah dengan peraturan bikinan sendiri.

"Tiap-tiap telah masuk suatu umat melaknatlah dia akan saudaranya."

Artinya, timbullah salah menyalahkan, "Engkaulah yang menjadi biang keladi sehingga aku dimasukkan ke tempat yang penuh derita ini." Dan, yang telah ada di dalam pun mengutuk melaknat pula kepada yang baru datang, mengatakan "Kalianlah yang bodoh, mengapa kami dituruti."

"Sehingga apabila telah berkumpul di dalamnya semuanya, berkatalah yang kemudian tentang mereka yang terdahulu itu, "Ya Tuhan kami, mereka inilah yang telah menyesatkan kami. Maka, berikanlah kepada mereka adzab yang berlipat ganda dari neraka."

Artinya, setelah habis kutuk-mengutuk di antara satu dengan yang lain, baik kelompok lama dengan kelompok baru, maupun pribadi baru dengan pribadi lama, kutuk-mengutuk yang tidak putus-putus, akhirnya golongan yang baru datang itu mengadukan nasib mereka kepada Allah bahwasanya mereka menjadi tersesat berbuat puncak kezaliman ini, tidak lain ialah karena disesatkan oleh golongan yang telah terdahulu ini. Mereka yang mengajarkan atau mewariskan pelajaran yang sesat kepada kami, mereka pemuka-pemuka kami, lalu kami turuti langkah mereka yang sesat karena bujuk rayu mereka. Ada yang dari manusia, yaitu ketua-ketua dan guru-guru yang menyesatkan dan ada yang dari jin, yaitu bujuk rayu setan dan iblis. Oleh karena itu, kami mohonkan kepada Allah supaya kepada mereka itu diberikan adzab siksa lipat ganda. Sebab, kalau tidak mereka yang membawa ke jalan sesat, tidaklah kami yang datang kemudian akan jadi tersesat!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 415-417, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SOAL JAWAB AHLI SURGA DENGAN AHLI NERAKA

"Maka sudahkah kamu mendapati apa yang telah dijanjikan oleh Tuhan kamu dengan sebenarnya?"

Benarkah bahwa kamu telah diadzab lantaran zalim dan durhaka kamu? Lantaran syirik dan kufur kamu? Lantaran tipu daya setan iblis yang kamu perturutkan?

"Mereka menjawab, "Ya!"

Artinya bahwa apa yang telah disampaikan sebagai ancaman, tatkala kami hidup di dunia, yang semuanya tidak kami acuhkan, sekarang semua telah bertemu, kami telah meringkuk dalam Jahannam dan setiap saat menderita siksaan. Tiba-tiba saat mereka tanya-bertanya tentang nasib mereka masing-masing itu, terdengarlah suara menyeru,

"Maka, berserulah seorang penyeru di antara mereka, "Bahwa laknat Allah-lah atas orang-orang yang zalim." (ujung ayat 44).

Yaitu, di antara atau di tengah-tengah antara percakapan dan persoaljawaban yang bernasib mujur dan yang bernasib malang itu, terdengarlah suara penyeru.

Kata ahli tafsir ialah malaikat penyeru yang diperintahkan Allah menyampaikan seruan itu, terdengar di antara mereka, untuk memperingatkan kembali bahwasanya siksaan yang diterima oleh ahli neraka itu tidaklah suatu keaniayaan dari Allah, melainkan hukuman yang patut sebab mereka sendiri yang zalim.

Pada ayat 37 sudah dijelaskan dengan perantaraan Rasul sebagai pertanyaan,

"Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengarang-ngarang dusta atas nama Allah ditambah pula dengan mendustakan ayat Allah."

Sekarang akibat daripada menempuh jalan yang zalim itu telah bertemu, yaitu masuk ke dalam neraka. Maka, penyeru malaikat ini memperingatkan itu kembali dan memberinya penjelasan pula.

"(Yaitu) orang-orang yang memalingkan (manusia) daripada jalan Allah." (pangkal ayat 45).

Jalan Allah adalah jalan lurus.

Orang yang bertujuan baik masuk ke dalam jalan itu.

Namun, orang yang sekarang kekal dalam neraka ini kala di dunia telah berusaha menarik, menghimbau dan kalau perlu mencoba menghambat jalan lurus itu atau membendungnya sehingga manusia-manusia itu terpelanting ke jalan lain.

Kalau diingat lagi janji sumpah iblis kepada Allah bahwa mereka hendak memperdayakan Adam sampai kepada keturunannya agar mereka terpaling daripada jalan Allah yang lurus (ayat 15).

Jelaslah bahwa orang-orang yang zalim ini telah menjadi kaki-tangan setan.

Maka, mereka inilah yang telah disebutkan Allah dalam ayat 18 bahwa mereka bersama setan iblis itu akan diambil sepenuh padatnya Jahannam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 422-423, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TAUHID MEMBESARKAN JIWA

Keberanian menentang berhala, bukanlah keberanian membabi buta, bukan pula karena sombong dan takabur, tetapi keberanian karena ada pedoman.

Apa pun ancaman, entah hantu perburu, si gulambai, hantu haru-haru dan sebagainya, tetapi bagi orang-orang beriman sebagai Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Sa'ad bin Zakl al-Asyhali, tidak sebuah juga yang mereka takuti dan mereka tidak gentar menghadapinya. Semua runtuh hancur karena kekuatan tauhid. (14)

Tidak ada tempat takutnya seorang Mukmin, melainkan Allah!

"Dan, mereka yang kamu seru selain dari Dia, tidaklah mereka sanggup menolong kamu; dan tidak pula menolong diri mereka sendiri." (ayat 197).

Kalau ada orang berkata bahwa ayat 197 sudah memberikan ketegasan bahwa memang ada wali Allah. Orang-orang yang istimewa di sisi Allah karena shalihnya. Sebab itu, kami meminta dengan perantaraannya!

Dengan ayat ini jelaslah kebodohan mereka.

Oleh sebab itu musyrik adalah satu kejahilan.

(14) Lihat Zaadul Ma'ad, Jilid I oleh Ibnul Qayyim.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 636-642, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

INTI TAUHID

"Tidak ada kewajiban bagi Rasul, melainkan menyampaikan." (pangkal ayat 99).

Ayat ini adalah penjelasan bahwasanya hak yang mutlak menentukan adzab atau ampunan hanya semata-mata pada Allah. Rasul sendiri tidak ada kekuasaan sedikit pun menentukan itu. Kewajiban Rasul hanya satu, yaitu menyampaikan petunjuk Allah kepada makhluk: yang ini disukai Allah dan yang itu dibenci-Nya. Yang ini disuruh Allah dan yang itu dilarang-Nya. Sedikit pun dia tidak boleh menyembunyikan itu sebagaimana yang telah tersebut juga pada ayat-ayat yang lalu.

Oleh karena itu, batal dan tertolaklah persangkaan orang-orang musyrik dan tersesat yang mengharapkan semoga Rasul pun atau manusia pun dapat menolong mereka meringankan adzab atau menambah pahala mereka.

"Dan Allah adalah mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan." (ujung ayat 99).

Dengan lanjutan keterangan ini, jelaslah lagi inti tauhid.

Tiap-tiap kita langsung bertanggung jawab kepada Allah, langsung dengan tidak ada perantaraan. Beramal dan beribadah karena Allah dan kepada Allah saja. Mana yang tidak terang, kita cari keterangan dari Rasul. Jalan itu sudah terentang dan kita akan menempuh jalan itu; dan Rasul menunjukkan kepada kita, disuruh menyampaikan kepada kita, bagaimana menempuh jalan itu yang dikehendaki oleh Allah. Rasul sekali-kali tidak membuat jalan sendiri. Dengan segala tingkah laku kita, apa yang kita perlihatkan dengan nyata dan apa yang kita sembunyikan, semua diketahui oleh Allah.

Sampai kelak pun, ketika diadakan hisab (perhitungan) dan mizan (pertimbangan) di hadapan hadirat Ilahi di akhirat, tiap-tiap kita bertanggung jawab langsung di hadapan Allah. Kalau pun rasul-rasul didatangkan dalam majelis pengadilan tertinggi itu, beliau pun tiada juga dapat mengetahui lahir dan batin kita. Beliau hanya semata-mata dipanggil untuk jadi saksi, apakah telah disampaikannya apa yang dahulu mesti disampaikan kepada kita? Itulah sebabnya, ketika Abdullah bin Mas'ud disuruh Rasul saw. membaca Al-Qur'an, sebaik sampai bacaannya pada ayat 40 dari surah an-Nisaa', beliau menangis, sebab kasih mesranya kepada umatnya, sebagai yang telah kita lihat tafsirnya terlebih dahulu. Beliau menangis karena yang akan dapat menolong umat itu dari ancaman Allah hanyalah amal mereka sendiri.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 47-48, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

RAHASIA NUBUWWAH YANG PALING BESAR

"Katakanlah, "Tidaklah aku kuasa mendatangkan manfaat akan diriku sendiri dan tidak pula menolak bahaya, kecuali apa yang dihendaki oleh Allah." (pangkal ayat 188).

Sebab itu, kepada pengikut beliau, dari semula sudah diperingatkan, bahwa kalau hendak memohon sesuatu hendaklah memohonkan langsung kepada Allah, jangan pakai perantara walaupun diri beliau saw. sendiri. Beliau diperintahkan oleh Allah menyampaikan hal ini, supaya umat jangan tersesat. Beliau, Muhammad saw. tidaklah dapat membawakan manfaat bagi dirinya dan bagi diri orang lain, dan tidak pula dapat menolak bahaya jika menimpa dirinya atau menimpa diri orang lain, kecuali atas kehendak Allah.

Di sinilah, kalau kita pakai pikiran yang cerdas, dapat kita pahami bahwa Nabi kita Muhammad saw. tetap seorang manusia, tidak boleh kita samakan dengan Allah, dan tidak boleh kita sembah.

Apatah lagi jika kita meminta tolong dan memakai perantaraan yang lain, misalnya kubur orang yang dipandang keramat atau orang-orang yang masih hidup yang dikeramatkan atau dengan sukanya sendiri dikeramatkan, lalu dijadikan perantara buat menyampaikan permohonan kepada Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 627-628, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan, kepada Tuhan merekalah, mereka itu bertawakal." (ujung ayat 2).

Bertawakal artinya ialah berserah diri.

Imam as-Syafi'i, Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Abu 'Ubaid mengartikan bertawakal kepada Allah itu ialah tidak berharap kepada yang lain, dan tidak berserah diri atau menyerahkan segala untung nasib dan pekerjaan kepada yang lain. Tawakal di sini tentu saja tidak sekali-kali mengabaikan ikhtiar. Karena sekali telah takut mendengar nama-Nya disebut, niscaya dibuktikan rasa takut itu dengan rasa kepatuhan melaksanakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang. Kalau sudah bertawakal kepada Allah, niscaya lebih lagi mempercayai bahwa segala perintah yang diturunkan Allah kepada kita, mustahil akan membawa celaka kita.

Mujahid mengatakan bahwa orang yang tergetar hati mereka karena takut apabila nama Allah disebut orang, bahwa itulah dia sifat Mukmin yang sempurna iman. Takut kalau-kalau terlambat atau terlalai, takut kalau-kalau yang dikerjakan ini tidak sepenuhnya menurut yang diaturkan oleh Allah.

Sufyan ats-Tsauri berkata, "Aku mendengar as-Suddi menafsirkan ayat ini, maksudnya ialah ada seorang yang bermaksud hendak berbuat suatu maksiat. Tiba-tiba sedang ia hendak mengerjakannya, datang orang berkata, "Takwa-lah engkau kepada Allah, Kawan!", lalu gentarlah hatinya mendengar teguran itu dan segera ia kembali ke dalam jalan yang benar."

Ibnu Katsir menafsirkan tentang tawakal kepada Allah itu, "Artinya tidak mengharap yang lain, tujuannya hanya Dia, berlindung hanya kepada-Nya, tidak meminta memohon sesuatu kecuali hanya kepada-Nya; dan sadar bahwa yang dikehendaki-Nya-lah yang terjadi. Dia yang mengatur sesuatu, sendiri-Nya, tidak berserikat dan segera perhitungan-Nya."

Dan, Said bin Jubair berkata, "Tawakal adalah pengikat iman."

"Supaya Dia tetapkan kebenaran dan Dia hapuskan kebatilan." (pangkal ayat 8).

Yaitu, supaya menanglah Islam atas kufur;

Menang tauhid atas syirik.

Tidak peduli apakah mereka rombongan Abu Sufyan yang pulang dari Syam atau yang lebih kuat dari itu, angkatan perang Quraisy dari Mekah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 663-664, 668, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

NABI IBRAHIM TERHADAP AYAH DAN KAUMNYA

"Dan aku adalah salah seorang dari orang yang bersaksi atas yang demikian." (ujung ayat 56).

Sebagai pemimpin dalam kaumnya, utusan Allah yang memikul tugas yang menunjukkan jalan yang benar bagi mereka, Ibrahim telah menyatakan diri bahwa dia adalah salah seorang di antara orang yang bersaksi bahwa,

"Tidak ada Tuhan melainkan Allah!"

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 45, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

IBRAHIM MENGHANCURKAN BERHALA

"Dan demi Allah." (pangkal ayat 57).

Nabi Ibrahim telah mulai perkataannya dengan sumpah. Tandanya beliau berkata bersungguh-sungguh, bukan bermain-main.

"Kami mendengar seorang anak muda yang menyebut-nyebut mereka, kata orang namanya Ibrahim." (ujung ayat 60).

Orang itu seorang anak muda yang banyak menyebut-nyebut tentang berhala, mencela dan mencaci orang-orang yang memujanya. Dikatakannya, bahwa menyembah berhala adalah suatu perbuatan yang bodoh. Dan pernah juga anak muda itu mengatakan bahwa dia bermaksud hendak membuat suatu tipu daya tentang berhala-berhala ini. Kata orang, nama anak muda itu ialah Ibrahim!

Dari kedua ayat ini, ayat 60 dan 61 kita mendapat beberapa pelajaran.

Pertama ialah tentang keadaan Nabi Ibrahim waktu menghancurkan berhala, yaitu dia masih terhitung anak muda! Yang berani mengerjakan pekerjaan nekad begitu memang hanya anak muda.

Kita melihat di dalam Al-Qur'an beberapa kali cerita tentang pekerjaan penting dikerjakan oleh anak muda.

Yang menyembunyikan diri ke dalam gua, dalam surah al-Kahf, ialah beberapa orang anak muda, karena keyakinan terhadap Allah yaitu berpegang kepada tauhid amat berlawan dengan kepercayaan kaumnya yang mempersekutukan Allah dengan yang lain. Di dalam surah al-Kahf, pemuda-pemuda itu 2 kali mendapat pujian. Pertama di ayat 10, kedua di ayat 13.

Demikian pentingnya darah muda, sehingga Ibnu Abbas pernah berkata,

"Tidaklah Allah mengutus seorang nabi melainkan anak muda. Dan seorang yang alim tidak pula diberi Allah ilmu, melainkan di waktu muda."

Lalu beliau baca ayat 60 surah al-Anbiyaa' ini sebagai alasan.

Nabi Musa pun membawa anak muda bernama Yusya' menjadi temannya pergi mencari Nabi Khidhir (disebut dalam surah al-Kahf ayat 60), yang disebut fatahu, ialah karena dididik akan jadi pengganti beliau nanti. Di zaman sekarang, dinamai kader.

Pelajaran yang kita ambil dari ayat 61 ialah bahwa di zaman purbakala, zaman raja-raja memerintah belum dibatasi dengan berbagai undang-undang itu, rasa keadilan pun telah dijaga. Meskipun tuduhan telah berat kepada Ibrahim karena ada orang-orang yang menyaksikan dia ada menyebut-nyebut berhala itu, ketika disuruh memanggil atau menangkap dia, raja memerintahkan agar dilakukan pemeriksaan di muka orang banyak. Supaya pemeriksaan dilakukan dengan teliti dan jika patut dihukum, supaya hukum pun diketahui orang banyak. Dan. Ibrahim pun tidak merasa gentar melakukan itu, karena percaya bahwa dia akan diperiksa dengan saksama.

Berkata Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini,

"Memang inilah yang dikehendaki Ibrahim, yaitu supaya mereka di hadapan pertemuan besar itu, agar tersingkap bagaimana banyaknya kebodohan mereka dan sedikitnya akal mereka, karena menyembah berhala yang tidak dapat menangkis mudharat dan tidak dapat menolong apa-apa."

Dan di dalam ayat, kita dapat pula mengambil kesimpulan bahwa pada zaman itu orang pun telah mulai mempunyai hukum yang teratur, tidak segera menjatuhkan hukum semena-mena sebelum mengadakan pemeriksaan dan penyelidikan.

Tetapi meskipun semua sudah mengerti bahwa perbuatan mereka menyembah berhala itu adalah perbuatan zalim, gelap dan bodoh, namun Ibrahim juga yang salah! Sebab yang berkuasa ialah mereka.

"Kemudian itu ditundukkanlah kepala mereka." (pangkal ayat 65).

Artinya, sebagaimana ditafsirkan oleh al-Qurthubi, mereka kembali lagi kepada kebodohan dan keras kepala mereka sehingga tidak mereka sadari, kepala mereka dibuat Allah jadi tunduk.

Qatadah menafsirkan bahwa kaum itu telah mulai paham kesalahan kepercayaan mereka, tetapi mereka masih hendak menunjukkan bahwa mereka berkuasa. Oleh sebab itu meskipun hendak memperlihatkan kuasa, namun muka mereka dengan tidak disadari tertunduk juga.

Arti yang terkandung di dalam ayat yang pendek ini dapat kita rasakan di mana saja tentang sikap suatu pemerintahan yang telah salah, tetapi tidak mau mengaku salah. Lalu mereka hendak menimpakan kesalahan kepada orang yang menegur kesalahan mereka. Begitulah dilakukan penguasa-penguasa itu kepada Ibrahim dengan perkataan mereka.

"Sesungguhnya engkau sendiri sudah tahu bahwa tidaklah berhala-berhala itu dapat bercakap-cakap." (ujung ayat 65).

Dengan cara demikian, mereka tetap menimpakan kesalahan kepada Ibrahim. Tidak masuk akal berhala yang besar yang mencincang berhala-berhala yang kecil. Ini bukan perbuatan berhala yang tidak dapat berbuat apa-apa. Ini adalah pasti perbuatan manusia. Berhala itu bisu, tidak bergerak, bagaimana bisa mencincang? Dan manusia yang mencincang itu ialah engkau sendiri, Ibrahim!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 46-49, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Lalu Dia perkenankan bagi kamu, (seraya kata-Nya), "Sesungguhnya Aku akan membantu kamu dengan seribu dari malaikat yang beriring-iring." (ujung ayat 9).

Maka, Allah pun menurunkan beriring-iring 1.000 malaikat buat membantu mereka, sehingga orang yang 300 merasai mempunyai lebih dari kekuatan 1.000 orang. Timbul keberanian dalam hati orang yang 300, sebab mereka telah merasa diri mereka lebih banyak, walaupun malaikat itu tidak kelihatan oleh mata.

Malaikat telah masuk ke dalam semangat dan ruh mereka.

Mereka merasa lebih kuat dari orang 1.000.

Riwayat mengatakan bahwa tentara malaikat 1.000 orang menyatakan diri dan sampai kelihatan oleh mata, memakai serban hijau dan turut berperang, sebagai tersebut dalam beberapa tafsir; tidaklah begitu kuat: Ternyata termasuk kisah israiliyat juga.

Dan, kedatangan bantuan malaikat 1.000 sebagai peneguh semangat itu dijelaskan benar-benar oleh ayat selanjutnya:

"Dan, tidaklah Allah menjadikan bantuan itu melainkan sebagai berita gembira supaya tenteramlah dengan dia hati kamu." (pangkal ayat 10).

Inilah bantuan semangat dari Allah, semangat yang biasa disebut dalam pepatah nenek moyang kita bangsa Indonesia,

"Sabung berjuara, perang bermalaikat."

Tegasnya, semangat satu-satu orang dari yang 300, disokong Allah dengan semangat malaikat, sehingga 1 orang sama dengan 4 orang. Semangat yang tinggi adalah syarat yang mutlak dari suatu angkatan perang.

"Dan tidaklah ada suatu kemenangan, melainkan dari sisi Allah."

Manusia hanya berikhtiar, berusaha dan berjuang dengan segenap tenaga, taktik dan teknik yang ada padanya.

Adapun hasil kemenangan adalah semata-mata dari sisi Allah.

"Sesungguhnya Allah adalah Maha Gagah lagi Bijaksana." (ujung ayat 10).

Keadaan atau suasana bantuan malaikat dalam Perang Badar itu pernah dinyatakan oleh Sayyidina Umar bin Khaththab, "Adapun di hari Badar itu kami tidak ragu lagi bahwa malaikat memang ada bersama kami. Adapun pada peperangan-peperangan yang sesudah itu, Allah-lah Yang Maha Tahu."

"Dan, (ingatlah) tatkala Dia jadikan kamu mengantuk sebagai keamanan daripada-Nya." (pangkal ayat 11).

Artinya, setelah doa Rasulullah yang demikian khusyu dan datang janji Allah akan bantuan malaikat, memang terjadilah keteguhan hati dan keyakinan akan menang pada tentara Islam yang hanya 300 orang itu. Tidak ada lagi pada mereka rasa bimbang bahwa mereka akan dapat dikalahkan, padahal tentara yang berkuda hanya 1 orang yaitu al-Miqdad; ada pun yang lain adalah tentara yang berjalan kaki semua. Akan tetapi, malam yang besoknya akan bertempur itu, karena tebalnya keyakinan mereka, sampai mereka mengantuk dan tertidur.

Padahal orang yang ketakutan tidaklah dapat tidur matanya.

Ali bin Abi Thalib menceritakan bahwa kami semuanya pada malam itu mengantuk, kecuali Rasulullah saja yang tetap mengerjakan shalatnya di bawah sebatang kayu sampai waktu Shubuh.

Maka, dengan dapatnya mereka tertidur itu timbullah kekuatan dan kesegaran baru pada mereka untuk menghadapi peperangan dengan tidak ada keraguan sedikit pun.

"(Ingatlah) tatkala Tuhan engkau mewahyukan kepada malaikat." (pangkal ayat 12).

Yaitu 1.000 malaikat yang tak kelihatan pada mata yang telah dirasai adanya oleh mereka itu. Malaikat itulah yang telah diperintahkan oleh Allah agar menyampaikan titah Allah kepada mereka.

"Sesungguhnya Aku adalah beserta kamu. Oleh sebab itu tetapkanlah hati orang-orang yang beriman."

Mata telah dapat tidur dan hujan telah membawa kesegaran maka dimasukkanlah oleh malaikat perasaan kepada hati masing-masing bahwa mereka adalah kuat, gagah, sebab Allah adalah bersama mereka.

Mereka pasti dibantu oleh Allah dan sebagai orang-orang yang beriman mereka pun mendapat ketetapan hati.

Sebaliknya pula,

"Akan Aku masukkan rasa takut ke dalam hati orang-orang yang kafir."

Artinya, semangat mereka akan menurun sehingga meskipun bilangan jumlah mereka itu 3 kali lebih banyak dari bilangan kaum Muslimin, mereka telah kalah semangat. Sebab, mereka tidak mempunyai keyakinan bahwa Allah ada bersama mereka dan tujuan peperangan mereka tidak suci dan mulia.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 670-673, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH AL-'ALAQ

Ini adalah ancaman!

"Sesungguhnya akan Kami sentakkan ubun-ubunnya." (ujung ayat 15).

"Ubun-ubun yang dusta, penuh kesalahan." (ayat 16).

Ditarik ubun-ubunnya, karena kepala orang itu sudah kosong dari kebenaran. Isinya hanya dusta dan bohong, kesalahan dan nafsu jahat. Artinya dia pasti akan mendapat hukuman yang keras dari Allah.

"Biarkan dia panggil kawan-kawan segolongannya." (ayat 17).

Berapa orang konconya, berapa orang yang berdiri di belakang menjadi penyokongnya; suruh mereka berkumpul semuanya apabila bermaksud melawan Allah!

"Akan Kami panggil (pula) Zabaniyah." (ayat 18).

Zabaniyah adalah nama malaikat yang menjadi penjaga neraka. Rupanya kejam, gagah perkasa, dan menakutkan, laksana algojo dalam permisalan dunia ini, yang tidak merasa kasihan apabila dia diperintahkan menjatuhkan hukuman gantung kepada yang bersalah. Maka Zabaniyah-zabaniyah itu dengan kegagahan dan keseraman rupanya, tidaklah akan sebanding dengan manusia yang sombong, melampaui batas dan tidak tahu diri itu.

"Sungguh! Jangan engkau ikut dia." (pangkal ayat 19).

Jangan engkau pedulikan dia, jangan engkau takut dan bimbang. Teruskan tugasmu!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 258, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Tidak ada di antara kamu seorang yang berwudhu lalu disempurnakannya wudhunya itu, kemudian dibacanya, "Aku naik saksi tidak ada Tuhan melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya", melainkan akan dibuka untuknya pintu-pintu surga yang delapan dan dia akan masuk dari pintu yang mana dia kehendaki." (HR. Muslim).

Dan sebuah lagi hadits yang dirawikan dari Mu'az bin Jabal, bahwa Nabi saw. pernah bersabda,

"Anak kunci surga ialah La Ilaha Illallah." (HR. Imam Ahmad).

Semoga dari segala uraian ini, termasuklah kita jadi umat Muhammad yang sejati dan diberi kita kesempatan buat bersama berdiri di sisi Nabi saw. ketika menyaksikan malaikat-malaikat melingkar-lingkari keliling Arsy Ilahi, mengucapkan tasbih dan tahmid; dan turut bersama seluruh alam mengucapkan,

"Segala puji Allah Sarwa Sekalian Alam."

Aamiin.

Selesai Tafsir surah az-Zumar.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 69, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan sekali-kali janganlah engkau masuk ke dalam golongan orang-orang yang mempersekutukan." (ujung ayat 87).

Sehingga sebagai akibat dari memegang teguh ayat ini, semasa beliau mengerjakan Umrah Qadha' pada tahun ketujuh, ketika thawaf; jangankan memegang, mendekat atau menoleh saja beliau tidak mau kepada berhala-berhala yang masih terletak di sana pada masa itu, dan beliau belum berkuasa untuk membuangnya. Dan setelah menaklukkan Mekah, perintahnya yang pertama setelah memasuki Masjidil Haram, ialah menghancurkan berhala-berhala itu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 642, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan dia katakan, "Lain tidak yang kamu ambil selain dari Allah jadi berhala itu." (pangkal ayat 25).

Yang kamu sembah dan puja, tempat kamu memohon dan berlindung.

"Hanyalah kasih sayang di antara kamu pada hidup di dunia ini."

Hal seperti ini selalu terjadi pada jamaah yang tidak ada perhatian kepada aqidah itu sendiri.

Bagi orang-orang semacam ini soal aqidah adalah soal masa bodoh. Yang penting ialah menjaga persatuan, jangan ada ribut-ribut, jangan ada pertengkaran.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 6 Hal. 665, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PERINGATAN YANG TEGAS

Kemudian Allah meletakkan kunci atau inti dari perjuangan dengan firman-Nya di ujung ayat,

"Dan orang-orang yang terbunuh pada jalan Allah maka tidaklah Allah akan menyesatkan amalan mereka." (ujung ayat 4).

Atau tidaklah terbuang percuma amalan mereka. Sebab untuk mencapai kemenangan gemilang, harus ada yang berani mati. Kalau tidak ada yang berani mati, tidaklah akan tercapai bagi suatu bangsa hidup yang sejati. Hidup yang tidak disertai oleh keyakinan dan kesanggupan mati, sama juga artinya dengan mati, karena hidup yang berarti ialah hidup diperjuangkan dengan nyawa.

Dalam sejarah Islam sendiri bertemulah orang yang seperti demikian. Terutama ialah paman Rasulullah sendiri, Hamzah bin Abdul Muthalib yang gagah perkasa. Dia mati syahid dalam Peperangan Uhud. Dadanya dibedah oleh musykirin dan jantungnya dikerat lalu dihisap oleh Hindun, istri Abu Sufyan untuk membalaskan dendamnya. Namun kemudian, pada tahun kedelapan Hijrah, kota Mekah dikepung dan ditaklukkan dan Muslimin mencapai kemenangannya dan kedaulatan berhala habis dimusnahkan dan Bilal, muadzin Rasul, memanjat ke atas puncak atap Ka'bah, di sana dia membacakan suara adzan dengan suara yang merdu. Untuk itu semuanya, Hamzah tidak menyaksikan lagi. Tetapi kalau tidak ada keberanian Hamzah dalam Peperangan Uhud, tidaklah akan begitu tinggi nilainya Futuh Mekah. Dia tidak ada lagi, tetapi dia seakan-akan ada, sehingga Al-Qur'an dengan tegas menjelaskan bahwasanya orang yang mati dalam perjuangan menegakkan jalan Allah itu janganlah disangka mati. Dia itu adalah hidup terus, mendapat rezeki terus, sehingga lebih panjang umurnya dalam sebutan daripada umurnya ketika nyawanya masih dikandung badannya.

"Dia akan memberikan petunjuk kepada mereka." (pangkal ayat 5).

Perjuangan hidupnya memberikan inspirasi, memberikan keberanian bagi yang datang kemudian buat maju terus, memberikan petunjuk agar jangan mundur, pantang menyerah.

"Dan Dia akan memperbaiki keadaan mereka." (ujung ayat 5).

Sebab itu maka bagi bangsa yang mengenal arti jihad fi sabilillah, kematian seorang pejuang adalah menambahkan semangat. Menambahkan berbagai petunjuk dari Allah untuk melipatgandakan perjuangan, membuatnya lebih cerdik dan lebih teratur.

"Dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam surga yang telah diperkenalkan kepada mereka." (ayat 6).

Menurut keterangan dan tafsiran dari Mujahid, orang-orang yang meninggal karena syahid fi sabilillah itu telah diperkenalkan sendiri kepadanya tempat yang telah disediakan buat dia dalam surga tempat yang disediakan dia itu sehingga sampai seakan-akan orang yang pulang ke rumahnya sendiri.

Rasulullah saw. sendiri menyebutkan menurut hadits yang dirawikan oleh Abu Said al-Khudri bahwa mereka mengenal tempatnya di surga yang akan ditempuhnya itu lebih kenal daripada rumahnya yang ada di dunia ini.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 329-330, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PERISTIWA SEBELUM PEMBERONTAKAN CILEGON

Kedua sebab itu dapat digabungkan. Pihak Amtenar Pemerintah Belanda lebih menampak perbuatan meruntuh menara dan Sdr. Syadely Hasan lebih melihat denda yang dijatuhkan kepada Haji Wasit, sebab menebang pohon kayu keramat. Pada keduanya telah tampak bukti bahwa pemerintah kolonial dengan perantaraan Amtenarnya, telah sangat menyinggung perasaan keislaman.

Apabila jiwa berontak telah tumbuh, orang tidak mengingat lagi perimbangan kekuatan. Baik denda kepada Haji Wasit sebab menebang pohon berhala itu, atau surat edaran Patih melarang shalawat, tarhim dan adzan dengan keras, dan menara langgar yang diruntuh, semuanya telah tersiar diseluruh kalangan kaum santri di Bantam.

Jika ini yang terjadi sekarang, betapa lagi selanjutnya?

Apa artinya menjadi orang Islam, di tanah air sendiri pula, apabila perbuatan musyrik mendapat perlindungan dari pemerintah, pegawai pemerintah sendiri telah berani berlancang tangan meruntuhkan menara sebuah langgar? Niscaya akan datang lagi larangan lain sehingga hilanglah agama Islam dari negeri kita ini.

Haji Wasit menemui temannya Tubagus Haji Isma hendak memperbincangkan bahaya yang menimpa agama ini. Haji Ismail telah merasa, kawan dan ulama yang lain pun merasa.

Apa akal? Berontak.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Hal. 92, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2017).


KLIK DISINI: TENTANG PEMBERANTASAN LCBT (LINGKARAN CHURAFAT BID'AH TAHAYUL) TERKUTUK

KLIK DISINI: TENTANG ASWAJA (AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH) SEJATI

BAB AQIDAH KLIK DISINI

SURAH AL-KAAFIRUUN

"Untuk kamulah agama kamu, dan untuk akulah agamaku." (ayat 6).

Soal aqidah, di antara tauhid mengesakan Allah, sekali-kali tidaklah dapat dikompromikan atau dicampuradukkan dengan syirik.

Tauhid kalau telah didamaikan dengan syirik, artinya ialah kemenangan syirik.

Al-Qurthubi meringkaskan tafsir seluruh ayat ini begini,

"Katakan olehmu wahai utusan-Ku, kepada orang-orang kafir itu, bahwa aku tidaklah mau diajak menyembah berhala-berhala yang kamu sembah dan puja itu; kamu pun rupanya tidaklah mau menyembah kepada Allah saja, sebagaimana yang aku lakukan dan serukan. Malahan kamu persekutukan berhala kamu itu dengan Allah. Maka kalau kamu katakan bahwa kamu pun menyembah Allah, perkataanmu itu bohong, karena kamu adalah musyrik. Sedang Allah itu tidak dapat diperserikatkan dengan yang lain. Dan ibadah kita pun berbeda. Aku tidak menyembah kepada Tuhanku seperti cara kamu menyembah berhala. Oleh sebab itu agama kita tidaklah dapat diperdamaikan atau dipersatukan, 'Bagi kamu agama kamu, bagiku adalah agamaku pula.' Tinggilah dinding yang membatas, dalamlah jurang di antara kita."

Surah ini memberi pedoman yang tegas bagi kita, pengikut Nabi Muhammad, bahwa aqidah tidaklah dapat diperdamaikan.

Tauhid dan syirik tak dapat dipertemukan.

Kalau yang hak hendak dipersatukan dengan yang batil, maka yang batil akan mendapat untung.

PELENGKAP

Berkata Ibnu Katsir dalam tafsirnya,

Tersebut dalam Shahih Muslim, diterima dari Jabir bin Abdillah, bahwa Rasulullah saw. membaca surah al-Kaafiruun ini bersama surah Qul Huwallaahu Ahad di dalam shalat sunnat dua rakaat sesudah thawaf. Dalam Shahih Muslim juga, dari hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. membaca surah ini dan Qul Huwallaahu Ahad pada shalat dua rakaat sunnah Fajar (sebelum shalat Shubuh). Demikian juga menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh al-Imam Ahmad dari Ibnu Umar, bahwa Nabi membaca kedua surah ini dua rakaat Fajar dan dua rakaat sesudah Maghrib, lebih dari dua puluh kali. Sebuah hadits dirawikan oleh al-Imam Ahmad dari Farwah bin Naufal al-Asyja'iy, bahwa dia meminta pertunjuk kepada Nabi saw. apa yang baik dibaca sebelum tidur. Maka Nabi menasihatkan supaya setelah dia mulai berbaring bacalah Qul Yaa Ayyuhal Kaafiruun, sebab dia adalah satu pernyataan diri sendiri bersih dari syirik.

Dan telah kita jelaskan bahwa Qul Yaa Ayyuhal Kaafiruun, sama dengan seperempat dari Al-Qur'an. Surah ini mengandung larangan menyembah yang selain Allah, mengandung pokok aqidah, dan segala perbuatan hati. Dia setali dengan Qul Huwallaahu (surah al-Ikhlaash) yang akan kita tafsirkan kelak, in syaa Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 309-310, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TAK ADA DAYA DAN KEKUATAN, KECUALI PADA ALLAH

Segala isi langit dan isi bumi tunduk belaka kepada Allah. Oleh karena itu, adalah hak bagi setiap insan untuk berhubungan langsung dengan Allah, tidak perlu ada perantara, tidak perlu ada "pokrol bambu" yang akan menolong, dan tidak usah ada sekutu-sekutu apa pun di dalam segala macam bentuk.

Adalah hak bagi setiap insan untuk menolak dan menentang, bahkan kalau perlu perang terhadap segala percobaan yang hendak merampas kemerdekaan dirinya berhubungan langsung dengan Allah.

(Buya HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Hal. 82, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

DISIPLIN PENDIRIAN

"Sesungguhnya adalah engkau di kala itu dari orang-orang yang zalim." (ujung ayat 106).

Di surah Luqmaan, dalam rangkaian wasiat Luqman kepada anaknya, dijelaskan bahwa syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar. Di dalam surah an-Nisaa' (ayat 48 dan ayat 115) pun diterangkan bahwa Allah tidaklah dapat memberi ampun jika dipersekutukan yang lain dengan Dia, sedang dosa yang lain selain dari syirik dapatlah diberi-Nya ampun bagi barangsiapa yang Dia kehendaki. Setelah dikaji-kaji lebih mendalam, dapatlah dikatakan bahwa segala dosa yang diperbuat anak Adam selalulah bersumber dari syirik adanya.

Tiga ayat berturut-turut, isinya satu, yaitu mengulang-ulangkan tentang bahaya syirik, dan syirik adalah zalim. Supaya jelas betul-betul bagi kita sebagai Muslim tentang benteng jiwa dengan tauhid itu.

Mari kita renungkan sebentar!

Kita kaum Muslimin dianjurkan, disunnahkan agar selalu memperbanyak membaca Al-Qur'an supaya kita paham isinya. Niscaya akan terbacalah ayat-ayat ini, terutama surah Yuunus yang sangat banyak mengulang-ulangi tentang tauhid itu.

Tetapi apakah yang kita lihat?

Di beberapa kuburan yang dianggap keramat, kubur yang disebut kuburan waliyullah, berkumpullah orang-orang membaca Al-Qur'an. Berkumpul membaca surah Yaasiin. Kuburan itu dipuja, di sana berdoa meminta syafa'at wali itu, memohonkan kepada beliau menjadi wasilah atau orang perantaraan kepada Allah supaya si peminta dilepaskan dari bahaya atau disampaikan suatu kehendak. Mintakan berlaba berniaga, mintakan supaya anak gadis yang telah besar lekas mendapat jodoh. Dan 1001 macam permintaan. Kadang-kadang dibawakanlah hadiah apa-apa, sampai kambing dan kerbau, untuk beliau yang dalam kubur. Tetapi karena beliau tidak lagi dapat makan daging kambing dan kerbau, diulutlah segala hasil hadiah itu oleh penjaga kubur. Alangkah zalimnya! Dan oleh karena salah satu makna zalim ialah gelap, maka alangkah gelapnya dan alangkah kacau-balaunya, alangkah rijs-nya jiwa berbuat ini.

Kemudian itu berpuluh orang membaca Al-Qur'an siang dan malam di kubur itu. Membaca Al-Qur'an di mana-mana sunnah! Supaya isinya satu ayat demi satu ayat bisa meresap ke dalam pikiran, buat dipahamkan dan diamalkan.

Tetapi mengapa mereka khususnya membaca di kuburan itu? Kata mereka supaya pahala bacaan itu dihadiahkan kepada beliau tuan wali yang di kubur itu.

Ini pun bertambah kacau lagi!

Kalau memang beliau itu seorang wali keramat, yang telah sanggup memberi manfaat dan mudharat seperti Allah, buat apa lagi dihadiahi pahala bacaan? Bukankah bacaanmu itu sebagai upah yang kamu bagikan kepadanya karena dia telah berkenan menyampaikan permohonanmu kepada Allah?

Dan sudah pastikah bagimu bahwa kamu membaca itu berpahala? Ibarat kwitansi tanda penerimaan pahala sudah yakin kamu terima, lalu kamu serahkan kepada kubur yang kamu sembah itu? Apakah pahala itu berupa barang? Kamu akan menjawab, "Pahala adalah urusan gaib, yaitu janji akan masuk surga kelak di kemudian hari!" Alangkah hebat dermawan kamu sehingga kamu demikian royal memberikan tiket masuk surga yang telah kamu terima, sebagai pahala membaca Al-Qur'an, kepada seorang yang kamu yakini sendiri bahwa dia akan masuk surga sebab dia wali, sedang kamu sendiri masih ragu apakah memang kamu akan masuk ke dalamnya. Namun, karena demikian cintamu kepada walimu itu, sampai hati kamu menyerahkan pahala itu kepadanya, biar engkau sendiri tidak masuk! Atau kurang mendapat pembahagian.

Maka dapatlah disimpulkan bahwa memuja kubur dengan segala hiasannya itu, di antaranya menghadiahkan pahala membaca Al-Qur'an kepada beliau yang terkubur, adalah termasuk dalam rentetan pekerjaan syirik belaka.

Dalam kesempatan-kesempatan yang lain dalam tafsir ini telah kita berikan uraian ini dan akan kita berikan lagi.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 508-509, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

AMAL YANG PERCUMA

Jangankan orang lain, Nabi Muhammad saw. sendiri pun, atau nabi-nabi dan rasul sebelumnya, jika ia mempersekutukan Allah dengan yang lainnya, amalnya pun tertolak dan percuma.

"Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, "Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi." (az-Zumar: 65).

(Buya HAMKA, Kesepaduan Iman Dan Amal Saleh, Hal. 61, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Bahkan ada yang lebih jahat lagi, yaitu mereka persekutukan yang lain dengan Allah; Kalau orang musyrik dahulu kala itu berkata bahwa yang menolongnya ialah al-Laata, al-Uzza, dan Manaata. Dan sampai sekarang ini dalam kalangan orang Islam yang tauhid dalam jiwanya telah berkacau dengan syirik ada yang mengatakan bahwa yang menolongnya ialah keramat anu atau wali di kuburan anu.

"Katakanlah! "Bersenang-senanglah engkau dengan kekafiran engkau itu sementara! Sesungguhnya engkau adalah termasuk penghuni neraka!" (ujung ayat 8).

Amalan musyrik ini sejak dari jauh hari, masih di dunia juga sudah dinyatakan penilaiannya. Bahwa dalam kesempatan sementara itu yang akan kamu dapati di akhirat ialah adzab siksaan jadi penghuni neraka.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 14, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan mereka itu sombong." (ujung ayat 22).

Sombong! Tidak mau mendengar nasihat, merasa diri lebih, merasa besar selalu. Untuk mempertahankan berhala-berhala itu, mereka mengemukakan berbagai alasan, terutama pusaka nenek moyang.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 172-173, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Ini suatu syirik yang lebih jahat lagi.

Yaitu Allah Ta'aala memberi mereka rezeki, lalu sebagian dari rezeki yang diberikan Allah dihadiahkannya kepada berhala; diuntukkannya atau diasingkannya untuk berhala, atau ada bagian yang tertentu untuk pujaan mereka.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 188, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan apabila disebut yang lain-lain selain Dia, segeralah mereka itu bergembira." (ujung ayat 45).

Inilah ciri-ciri yang khas dari orang musyrikin di mana-mana saja dan bila saja di dunia ini. Senang sekali hati mereka bila tuhan-tuhan mereka disebut dan berhala mereka dihargai. Sehingga dalam masa hebatnya Rasulullah saw. menegakkan keyakinan dan aqidah tauhid itu di Mekah, yang di waktu itu berhala-berhala masih bersandaran di dinding-dinding Ka'bah, sedang Muhammad saw. dan orang-orang yang telah beriman thawaf juga mengelilinginya menurut manasik ajaran Ibrahim, sekilas pun Nabi saw. tidak pernah menoleh mukanya kepada berhala-berhala itu.

Sehingga yang demikian itu wajiblah dijadikan contoh oleh umat Muhammad sejati di dalam mempertahankan tauhid. Mereka tidak boleh bertolak angsur, demi karena hendak mengambil muka atau menarik hati pihak yang mempertahankan syirik itu, tidaklah boleh umat tauhid menunjukkan persetujuannya dalam perbuatan yang bersifat atau menunjukkan atau dapat ditafsirkan syirik.

Kalau kiranya orang musyrikin gembira mendengar nama-nama berhala tersebut, atau Allah dipersekutukan dengan yang lain, maka hendaklah pula orang-orang beriman menunjukkan pula sikapnya yang gembira bila mempertahankan tauhid dan jangan berkompromi dengan siapa pun jua terhadap segala sikap yang akan mempersekutukan yang lain dengan Allah.

Karena soal ini adalah aqidah, soal pendirian hidup, bukan semata-mata sebagai khilafiyah atau ranting-ranting yang tidak mengenai pokok pendirian.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 47, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SAMA SAJA

Di zaman sekarang terdapatlah hampir di seluruh dunia Islam orang-orang yang menghormati kuburan orang-orang yang telah meninggal dunia, sama saja dengan kaum musyrikin menyembah berhala.

Kuburan itu mereka hiasi dengan berbagai hiasan, mereka bernazar kalau maksudnya tercapai akan pergi ziarah mengucapkan syukur kepada kuburan itu. Bahkan ada kuburan itu yang sampai diberi kelambu seperti kelambu pengantin. Mereka katakan bahwa Tuan Syekh atau Waliyullah yang berkubur di sana akan menjadi syafaat di akhirat kelak, atau permintaan dan doa di waktu di dunia ini pun sebaiknya jangan langsung kepada Allah, lebih baik dengan "berkat jaah (kebesaran) beliau" yang berkubur itu. Tiap tahun berkumpul ramai-ramai di sana, makan dan minum, berhari raya, berkenduri, berdzikir, berdoa, sehingga sama keadaannya dengan Ka'bah kecil-kecilan.

Kalau mereka mengakui diri orang Islam, mengapa mereka tidak saja memohon kepada Allah, dengan tidak usah meminta syafaat kubur itu, padahal ayat-ayat ini sudah terang mengatakan bahwa seluruh kekuasaan di langit dan di bumi adalah mutlak dengan tangan Allah?

Dan mengapa mesti ke kuburnya? Padahal doa kita didengar Allah walau di mana kita ucapkan!

Oleh sebab itu maka tepat sekalilah apa yang dikisahkan Allah tentang nasihat Luqman kepada putranya tentang berbahaya mempersekutukan Allah,

"Sesungguhnya syirik itu adalah aniaya yang paling besar." (Luqmaan: 13).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 46, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsirnya bahwa Allah menurunkan surah tentang Abu Lahab dan istrinya ini akan menjadi pengajaran dan i'tibar bagi manusia yang mencoba berusaha hendak menghalangi dan menantang apa yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya karena memperturutkan hawa nafsu, mempertahankan kepercayaan yang salah, tradisi yang lapuk dan adat-istiadat yang karut-marut.

Demikian Ibnu Katsir.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 317, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Pendeknya, suasana pada waktu itu adalah suasana kuburan. Niscaya suara Ibnu Taimiyah telah mengejutkan, laksana geledek di siang hari. Ulama-ulama Fiqih sendiri mencari dalil buat membantah teguran Ibnu Taimiyah itu.

(Buya HAMKA, Perkembangan & Pemurnian Tasawuf, Hal. 313, Republika Penerbit, Cet.1, 2016).

KLIK DISINI: TENTANG PEMURNIAN TASAWUF

DUKUN

Pembacaan surah Yasin untuk orang yang telah meninggal pun tidak ada ajaran yang sah dari Nabi.

Ajaran yang ada hanyalah anjuran membacakan surah Yasin kepada orang yang hendak meninggal, agar terasa olehnya betapa perpindahan hidup dari alam fana ini ke dalam alam baqa', bahwasanya yang akan menyelamatkan kita di akhirat hanyalah amalan kita semasa hidup.

Namun demikian, hadits anjuran membaca surah Yasin bagi orang yang akan meninggal itu pun termasuk hadits dha'if pula, tidak boleh dijadikan hujjah buat amal.

Setelah nenek-moyang kita memeluk agama Islam, belumlah hilang sama sekali kepercayaan animisme itu, sehingga berkumpul-kumpullah orang di rumah orang kematian pada hari-hari yang tersebut itu,

Sebagai warisan zaman purbakala, cuma diganti mantra-mantra cara lama dengan membaca Al-Qur'an, terutama surah Yasin.

(Buya HAMKA, 1001 Soal Kehidupan, Hal. 408, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

HADIAH PAHALA BACAAN AL-FAATIHAH ATAU SURAH YAASIIN DAN SEBAGAINYA

"Kemudian, kepada Tuhan kamulah tempat kamu kembali. Maka Dialah yang akan memberitakan kepada kamu tentang apa yang telah pernah kamu perselisihkan." (ujung ayat 164).

Dengan ayat ini, terutama yang menerangkan bahwa seorang tidak akan menanggung beban tanggungan orang lain, dapatlah dipahamkan,

Memberikan hadiah pahala bacaan al-Faatihah atau surah Yaasiin dan sebagainya untuk orang yang telah mati, menjadi percuma, tidak ada gunanya.

Apalagi Salafush Shalihin pun tidak pula meninggalkan contoh yang dapat ditiru dalam amalan seperti ini.

Sekarang kebiasaan tambahan itu telah merata di mana-mana.

Dan kalau dicari dari mana asal mulanya menurut ilmiah, sebagaimana tuntutan kepada orang Quraisy tentang binatang larangan dan ladang larangan pada ayat 143 dan 144 di atas tadi, akan payah pula orang mencari dasarnya.

Kita baca, misalnya surah Yaasiin atau al-Faatihah atau tahlil.

Kita mengharap semoga Allah memberi kita pahala pembacaan itu.

Soal pahala adalah soal karunia Allah, menjadi soal yang gaib.

Bukan sebagai suatu kuitansi yang terang diterima dengan tangan.

Kemudian, pahala itu kita hadiahkan kepada orang yang telah mati.

Sudah terangkah pahala itu ada di tangan kita?

Dan siapakah yang akan menyampaikan hadiah pahala itu kepada si mati?

Niscaya kita mengharap supaya Allah juga yang memberikan kepada si mati itu bukan?

Maka, setelah pahala yang telah kita terima itu kita minta tolong kepada Allah menghadiahkannya, masihkah kita berpahala juga?

Kalau memang perbuatan ini berasal dari agama, alangkah senangnya orang yang telah mati itu.

Selalu dikirimi pahala oleh orang yang hidup, yaitu pahala "hangat-hangat", yang baru diterimanya sendiri dari Allah, sedangkan orang yang telah mati itu tidak ada memikul kewajiban lagi, buat mengamalkan suatu amalan.

Dan kalau ini diselesaikan benar-benar dengan pikiran tenang, niscaya orang yang lalai beragama di kala hidup tidaklah merasa bahwa salahnya berat. Sebab, setelah mati dia selalu akan dapat kiriman "pahala" dari saudaranya, yang diusahakan oleh saudaranya itu sendiri.

Yang terang sebagai Sunnah dan teladan dari Rasulullah saw. hanyalah mendoakan kepada Allah, semoga Muslimin dan Muslimat, yang hidup atau yang mati diberi rahmat, karunia dan kelapangan oleh Allah.

Berdoa demikian memang berpahala dan pahalanya itu adalah untuk yang berdoa.

Adapun doa itu dikabulkan atau tidak oleh Allah, terserah kepada Allah sendiri.

Ini sangat jauh bedanya dengan membaca surah Yaasiin, lalu dapat pahala dan pahala itu dikirim kepada si mati, untuknya.

Masih adakah hubungan orang yang telah mati dengan orang yang masih hidup?

Tentu masih ada, jika orang yang telah mati itu meninggalkan amalan yang terus-menerus akan diterima hasilnya setelah dia mati.

Jadi, bukan dia menerima kiriman hasil amalan orang lain, melainkan amalnya sendiri juga.

Hal ini dijelaskan oleh hadits yang dirawikan oleh Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan an-Nasa'i dari Abu Hurairah. Demikian bunyinya:

"Apabila mati seorang anak Adam, putuslah amalnya kecuali dari yang tiga. Yaitu, sedekah jariyah, ilmu yang diambil orang manfaatnya dari dia, dan anak yang shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa'i).

Ketiganya ini adalah amal orang itu sendiri ketika dia hidup.

Setelah dia mati, amal itu masih tinggal dan berkembang, dan dia menerima hasilnya saja.

Sedekah jariyah, yaitu sedekah yang dapat diambil orang faedahnya berlama masa, seumpama kebun wakaf atau menggali sumur, atau mewakafkan tanah untuk masjid dan lain-lain.

Ilmu yang bermanfaat, selama masih ilmu itu berkembang, niscaya dia akan menerima hasilnya juga. Sudah hancur badannya dalam kubur, tetapi jasanya dengan ilmu yang ditinggalkannya itu masih dirasai orang.

Dan anak yang shalih ialah berkat didikan si ayah juga, yang setelah mati si ayah masih menerima doanya. Dia akan selalu mendoakan kepada Allah,

"Ya Tuhanku, beri rahmatlah ayah-bundaku yang telah wafat itu."

Dia diberi pahala oleh Allah karena mendoakan ayah-bundanya dengan tidak usah mengirimkan pahala itu kepada ayah-bundanya, sebab Allah sendirilah yang akan melapangnya jika doa anak itu dikabulkan.

Dan sebuah hadist lagi, yang menganjurkan berjasa di waktu hidup untuk diterima hasilnya setelah meninggal dunia:

Dari Anas bin Malik r.a. berkata dia, berkata Rasululah saw.,

"Adalah tujuh perkara yang akan mengalir pahalanya untuk seorang hamba Allah, padahal dia sudah di dalam kuburnya sesudah matinya. Yaitu barangsiapa yang mengajarkan suatu ilmu atau memperluas sungai atau menggali sumur atau menanamakan pohon kurma atau membangun sebuah masjid atau mewariskan sebuah mushaf Al-Qur'an atau meninggalkan seorang anak yang memohonkan ampunan Allah untuknya sesudah matinya."

Oleh sebab itu, selain mengajarkan ilmu yang berfaedah, mengeruk sungai supaya perahu-perahu yang berlayar di atasnya tidak kandas, atau membuat tanggul untuk membagi-bagikan air sungai bagi mengairi sawah lebih luas, adalah termasuk amal jariyah juga. Apalagi menggalikan sumur untuk orang minum, atau menanam pohon-pohon di pinggir jalan yang buahnya bisa menghilangkan dahaga orang yang lalu lintas pun termasuk amal jariyah.

Isi hadits ini telah memperluas apa yang dimaksud dengan amal jariyah, yang hasilnya tetap akan diterima, walaupun seseorang telah tinggal tulang di dalam kubur.

Dan adakah lagi amal yang lain yang masih dapat diterima oleh seorang yang telah mati atau hasilnya sesudah dia mati?

Masih ada.

Yaitu seperti yang disebutkan oleh sabda Nabi Muhammad saw. yang dirawikan Muslim dari Jarir bin Abdil Malik al-Bajali:

"Barangsiapa yang menjejakkan di dalam Islam sesuatu jejak yang baik, maka untuk dialah pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya, dengan tidak akan dikurangi dari pahala mereka yang lain itu sedikit pun. Dan barangsiapa yang menjejakkan dalam Islam akan satu jejak yang buruk, adalah atasnya dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya dan tidak dikurangi (pula) dari dosa mereka yang lain itu sedikit pun." (HR. Muslim).

Jejak yang baik ialah meninggalkan contoh yang baik dan bermanfaat, yaitu membuka jalan baru yang dahulu belum dikenal sehingga mencapai yang lebih maju.

Bukan menambah-nambah agama yang telah ada dan cukup, melainkan menambah jalan buat melancarkannya.

Seumpama mendapat alat peti cetak sehingga Al-Qur'an dan kitab-kitab agama dapat disebarkan lebih banyak. Karena mendapat jalan baru itu, dia mendapat pahala. Dan selama orang lain menuruti jejaknya, orang yang menuruti dapat pahala dan dia pun tetap dapat pahala juga.

Sebaliknya orang yang membuat contoh jalan baru yang buruk, yang jahat, supaya orang datang memuja pada kuburnya, mendapat kepala dosa sebab dia yang memulai. Dan selama manusia masih berduyun datang memuja kubur itu, yang memuja itu berdosa dan yang memulai perbuatan itu dahulunya masih tetap menerima dosanya, walaupun dia sudah lama mati.

Dengan kedua hadits ini kita mendapat pengetahuan, walaupun orang telah meninggal dunia, masih ada jalan untuknya menerima pahala terus-terusan, dari amalnya pada waktu hidup.

Bukannya dengan meminta kepada orang lain membaca tahlil atau al-Faatihah atau surah Yaasiin, lalu supaya orang lain itu sudi pula menghadiahkan pahala membaca itu kepadanya.

Sebab cara yang demikian terlalu berbelit-belit jalannya dan tidak dijamin akan sampai.

Sebab, ayat-ayat terlalu banyak mengatakan bahwa tiap-tiap orang akan bertanggung jawab langsung kepada Allah, diperiksa tentang dosa dan pahalanya, walaupun yang sebesar zarrah pun akan diperlihatkan dan akan dipertimbangkan di hadapannya.

Tidak ada ayat atau hadits yang menyebutkan bahwa kalau ada datang kiriman pahala dari dunia, beberapa daftar dosa itu akan dihapuskan oleh Allah.

Adapun dengan menanam amal jariyah, ilmu yang memberi manfaat dan doa anak yang shalih, memang ada jaminan dari hadits Rasulullah saw. yang shahih, dan bisa dikerjakan pada masa hidup ini juga.

Demikian pula hadits tentang sunnah yang baik dan sunnah yang buruk tadi.

Semuanya akan terus menerima pahala, walaupun telah hancur tulang di dalam kubur.

Seumpama Kiai H.A. Dahlan pendiri Perserikatan Muhammadiyah dan Kiai Hasyim Asy'ari pendiri Nahdhatul Ulama maka selama kedua pergerakan Islam itu masih mengembangkan sayap amalnya yang baik di Indonesia ini, menurut hadits ini beliau-beliau itu masih tetap menerima pahala dari bekas Sunnah yang baik yang beliau-beliau tinggalkan itu. Dan Imam Ghazali akan masih tetap menerima pahala selama kitab-kitab karangan beliau masih dipelajari orang.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 365-367, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

YAASIIN

Sebagaimana sisa jahiliyyah itu masih juga banyak terdapat sampai sekarang dalam kalangan Muslimin sendiri.

Kita melihat orang-orang yang berpengaruh, berpangkat, berkedudukan tinggi yang jiwanya tidak dimasuki agama sedikit pun juga.

Namun, agama itu mereka ambil menjadi main-main, sandiwara untuk mengelabui mata orang awam.

Pada waktu shalat hari raya dia pun turut shalat, padahal apa yang akan dibaca dalam shalat pun mereka tidak tahu.

Kemudian mereka pun mati. Maka berduyun-duyunlah haji-haji, lebai-lebai, modin-modin duduk bersimpuh dan berderet di sekeliling jenazahnya sebelum dikuburkan, beramai-ramai membaca surah Yaasiin.

Katanya, jalannya begini, orang-orang yang membaca surah Yaasiin di sekitar jenazah itu berpahala karena mereka telah membaca surah Yaasiin.

Dan, pahala mereka itu dihadiahkan kepada si mati itu sehingga dengan hadiah pahala bacaan orang lain itu, selamatlah si mati dari pertanyaan Munkar dan Nakir di dalam kubur.

Dan kadang-kadang disuruh pula lebai-lebai dan modin-modin itu membaca surah Yaasiin di kuburnya setelah jenazahnya ditanam.

Pahalanya dihadiahkan pula kepadanya.

Untuk itu keluarga yang tinggal membayar upah atau sedekah kepada si pembaca Yaasiin tadi.

Maka puaslah si keluarga yang tinggal sebab telah dibayarkan upah membaca surah Yaasiin dan si mati mendapat pahala, kata mereka, dari bacaan orang lain yang diupah itu sehingga terlepaslah dia dari adzab.

Mana di dunia sudah mempermain-mainkan agama, sampai dalam liang kubur pun masih diteruskan "permainannya" oleh waris yang tinggal.

Sehingga timbullah satu golongan dalam kalangan Islam yang mata pencahariannya membacakan surah Yaasiin dan menerima upahnya dan menghadiahkan pahalanya.

Dan bertambah lalai orang beragama karena beragama bisa diupahkan kepada orang lain.

Dalam perlawatan ke Kesultanan Siak pada 1940, saya melihat beberapa orang pegawai kesultanan dengan pakaian resmi tiap hari Jum'at; yang pekerjaan mereka khusus membaca surah Yaasiin di makam sultan-sultan.

Dan pegawai seperti ini pernah juga saya lihat di pekarangan makam sultan-sultan di sebuah negara jiran pada perlawatan saya pada 1955, digaji untuk membacakan surah Yaasiin, dijadikan pegawai kerajaan dengan pakaian resmi, pakai polet, untuk menghadiahkan pahala bacaan mereka sendiri kepada sultan yang telah marhum!

Gaji mereka diambilkan dari kas negara!

Moga-moga tertebuslah dosa sultan-sultan itu jika ada mereka berbuat zalim atau mengambil agama jadi permainan dan kelalaian kala beliau-beliau hidup memerintah dahulu, mengecap nikmat duniawi semasa baginda jadi raja.

Padahal, siapa saja yang mengambil agama menjadi permainan dan kelalaian, walaupun dia raja, menteri, orang besar, orang kaya raya ataupun rakyat jelata, pastilah terjerumus ke dalam siksaan Allah.

Dan tidak ada siapa pun yang sanggup menebus, walaupun mahkota pusaka beliau dijual untuk menggaji orang membaca surah Yaasiin buat orang itu, walaupun dia siapa,

"Adalah bagi mereka minuman dari air yang mendidih dan adzab yang pedih dari sebab mereka kufur." (ujung ayat 70).

Maka, dalam ayat ini terdapatlah pengajaran yang mendalam untuk menjadi i'tibar bagi orang yang sudi memahamkannya.

Janganlah kita, termasuk pengarang tafsir ini sendiri, telah merasa puas karena kita telah menyebut diri Islam.

Ukurlah baju di tubuh agar jangan merasa canggung kala memakainya.

Orang yang akan selamat hanyalah yang mengambil Al-Qur'an menjadi pedoman hidupnya dan Sunnah Rasul menjadi suri dan tauladan.

Dalam Islam, tidak ada ajaran bahwa orang yang akan mati hendaklah memanggil pendeta untuk menuntun ke akhirat. Sebab, pendeta itu pun manusia juga.

Kalaupun ada anjuran yang sunnah, membacakan "La ilaha illallah" ke telinga orang yang akan mati, tidaklah disyaratkan bahwa yang akan membacakan itu mesti dipanggilkan seorang lebai.

Keluarga yang mana pun jadi.

Dan walaupun tidak ada yang menolong mengajarkan kalimat itu, orang yang telah memegang teguh kalimat itu kala hidupnya, dari iman dan amalnya, akan teguhlah dia dengan kalimat itu sampai di saat mati datang dan sampai pun ke akhirat kelak.

Dan kalau hidup tidak dengan kalimat itu, hanya dijadikan permainan dan kelalaian, tidak seorang pun yang dapat menolong.

Bahkan Fatimah al-Batul tidaklah dapat oleh ayah kandungnya, Muhammad saw., apalagi yang lain.

Yang akan menolong supaya jangan meminum air mendidih di neraka, ialah amal kita sendiri, bukan bacaan Yaasiin yang dibaca oleh orang lain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 184-185, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Ragu-ragu dan waham tidak boleh dipakai, ambillah pendirian yang yakin.

"Berikanlah kejelasanmu jikalau kamu seorang yang benar." (100).

"Dan tidaklah mengikut kebanyakan manusia, melainkan kepada sangka-sangka belaka. Dan sangka-sangka itu tidaklah dapat melebihi kebenaran selama-lamanya. Sesungguhnya, Allah lebih mengetahui apa yang mereka perbuat." (101).

"Jika engkau ikut kebanyakan orang yang ada di muka bumi ini maka akan mereka sesatkan engkau dari jalan Allah. Tidak ada yang mereka ikuti, selain sangka-sangka." (102).

(100) QS. 2:111
(101) QS. 10:36
(102) QS. 6:116

(Buya HAMKA, Sejarah Umat Islam, Hal. 118, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016).

Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah saw. berkata bahwa dia menghafal ucapan Rasulullah saw. yang demikian bunyinya,

"Tinggalkan barang yang menimbulkan keraguan engkau dan ambil yang tidak meragukan; sesungguhnya kejujuran membuat hati tenteram dan dusta adalah membuat hati ragu-ragu." (HR. at-Tirmidzi).

Sebab itu maka hati orang yang beriman itu tidaklah boleh ragu-ragu.

Sebab itu kita dapatilah di dalam Al-Qur'an beberapa peringatan kepada orang-orang yang beriman supaya dia bertakwa. (Lihat surah Aali 'Imraan, ayat 102).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9 Hal. 91, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

SURAH YAASIIN

"Dan mereka ambil yang selain Allah jadi tuhan-tuhan." (pangkal ayat 74).

Sesudah Allah memberi ingat dan menyuruh perhatikan, menyuruh renungkan dan pikirkan bahwa segala nikmat adalah diterima langsung dari Dia, di antaranya ialah binatang ternak yang membawa banyak keuntungan dan pertolongan bagi kehidupan manusia itu maka Allah SWT menyatakan salahnya orang yang masih saja mengambil yang lain dari Allah jadi tuhan-tuhan.

Ada yang mengambil batu, atau kayu atau berhala, atau keris, atau pohon kayu, atau gunung yang tinggi, atau kuburan orang yang telah mati dan berbagai lagi yang lain.

"Agar mereka dapat ditolong." (ujung ayat 74).

Yaitu mereka pergi memuja dan mempertuhan berbagai tuhan-tuhan buatan itu ialah karena mereka hendak meminta tolong kepada tuhan-tuhan yang dikarangnya sendiri itu.

"Padahal mereka menjadi tentara yang selalu disiapkan untuk menjaga." (ujung ayat 75).

Ada seorang meninggal, dikuburkan sebagaimana biasa.

Lalu manusia datang membina kuburnya, menemboknya, memagarinya dengan besi, lalu dia pergi meminta-minta tolong kepada kuburan yang dibuatnya dengan tangannya sendiri itu.

Padahal kalau kubur itu digali yang akan bertemu ialah tulang-tulang yang telah mumuk dan rapuh, kadang-kadang sudah patah-patah.

Malahan ada yang sengaja menjaganya bergiliran karena dianggap barang persembahan itu seakan-akan hidup.

Yang lebih lucu lagi ialah jika orang yang datang ziarah dipungut bayaran dan bayaran itu masuk ke dalam kantong tukang-tukang jaga itu.

Tuhan-tuhan dipersewakan oleh orang-orang yang menyembahnya.

Atau tuhan-tuhan itu diperbesar tuahnya oleh tukang jaga (juru kunci) untuk kepentingan dirinya sendiri.

"Maka janganlah kata-kata mereka mendukacitakan engkau!" (pangkal ayat 76).

Karena berbagai macam celaan dan makian akan mereka sampaikan atau telah mereka sampaikan kepada engkau, ya Muhammad!

"Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan." (ujung ayat 76).

Dalam kata-kata yang nyata mereka mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw. telah bersalah karena mengusik kebiasaan yang telah mereka terima turun-temurun dari nenek moyang mereka, namun maksud yang tersembunyi dan yang rahasia ialah karena berhala-berhala itu selama ini banyak sekali mendatangkan keuntungan bagi menanamkan pengaruh mereka kepada kabilah-kabilah Arab yang datang ziarah ke Mekah.

Kalau berhala tidak dipuja lagi tentu pengunjung akan sepi.

"Dan kepada-Nya-lah kamu semua akan dikembalikan." (ujung ayat 83).

Kesadaran kita, bahwa kita semuanya akan kembali kepada-Nya itulah yang akan menyadarkan kita dan menyebabkan kita selalu menempuh jalan yang lurus dan tidak menyembah melainkan kepada Dia.

Aamiin.

Selesai Tafsir Surah Yaasiin.

Alhamdulillah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 450-451, 456, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Karena mereka tidak hendak berterima kasih terhadap apa yang Kami berikan kepada mereka, maka bersenang-senanglah." (Pangkal ayat 55).

Bermanjalah dan bergembiralah dalam kemewahan dan kemusyrikan.

"Kelak kamu akan mengetahui." (ujung ayat 55).

Inilah ancaman Allah yang mengandung kemurkaan, terhadap manusia yang tidak tahu diri, yang iman setipis kulit dasun.

"Dan mereka jadikan bagi barang yang tidak mereka ketahui suatu peruntukan dari apa yang Kami anugerahkan kepada mereka." (pangkal ayat 56).

Ini suatu syirik yang lebih jahat lagi.

Yaitu Allah Ta'aala memberi mereka rezeki, lalu sebagian dari rezeki yang diberikan Allah dihadiahkannya kepada berhala; diuntukkannya atau diasingkannya untuk berhala, atau ada bagian yang tertentu untuk pujaan mereka.

"Demi Allah! Sesungguhnya kamu akan ditanya dari hal yang kamu ada-adakan itu." (ujung ayat 56).

Akan diminta kepada mereka pertanggungjawaban, apa sebab, dengan alasan apa, anugerah Allah Tuhanmu Yang Tunggal, kamu berikan sebagian kepada berhala yang kamu jadikan pengganding Allah?

Inilah pertanyaan yang sukar buat dijawab!

Hal ini sudah banyak dibicarakan dalam surah al-An'aam.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 188, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

JAWABAN MUSYRIKIN

"Kemudian apabila mengena kepada kamu suatu bahaya, maka kepada-Nya kamu berteriak-teriak." (ujung ayat 53).

Ujung ayat ini telah meneropong kebobrokan jiwa manusia. Sedang dibanjiri oleh Allah dengan nikmat, Allah dibelakangi. Demi datang bahaya dengan tiba-tiba, memekik-mekik, berteriak-teriak, minta tolong lepaskan dari bahaya itu.

Padahal kalau sedang mendapat nikmat dia tenang bersyukur kepada Allah, niscaya jika datang bahaya dengan bertenang pula dia menyujudkan dirinya kepada Allah, dengan tidak usah mengeluh.

"Kemudian apabila dilepaskan-Nya bahaya itu dari kamu, tiba-tiba ada segolongan dari kamu mempersekutukan Allah mereka." (ayat 54).

Hinanya jiwa yang seperti ini, apalah ubahnya dengan anjing.

Di waktu terjepit dia menyalak, setelah ditolong orang melepaskan, dia menggerutu dan mengeluarkan saing, tidak kenal terima kasih.

Setelah manusia lepas dari bahaya lalu memperserikatkan Allah.

Dengan siapa?

Misalnya ialah orang yang telah diikat seluruh dirinya oleh bahaya, lalu dia pergi bernadzar dan berkaul kepada sebuah kuburan yang dianggapnya keramat.

Lalu dia pulang sehabis mendoakan kepada Allah di kubur itu.

Beberapa waktu kemudian, dia pun terlepas dari utang.

Maka memuji syukurlah dia kepada kuburan keramat itu, sebab menurut kepercayaannya, kubur itulah yang menolong dia.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 187-188, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Mereka itu mati, bukan hidup. Dan mereka pun tidak tahu bila mereka akan dibangkitkan." (ayat 21).

Kalau yang kamu tuhankan itu berhala, nyatalah dia tidak bernyawa.

Kalau yang kamu tuhankan itu manusia-manusia yang kamu katakan keramat dan telah mati, lalu kamu datang ke kuburnya meminta tolong atau meminta syafa'at dan sebagainya, maka kamu telah meminta tolong kepada yang mati, bukan kepada yang hidup.

Mengapa tidak langsung saja kepada al-Hayyu, al-Qayyum?

Yang tetap hidup selama-lamanya dan berdiri sendiri-Nya? Yaitu Allah?

"Dan mereka itu sombong." (ujung ayat 22).

Sombong!

Tidak mau mendengar nasihat, merasa diri lebih, merasa besar selalu.

Untuk mempertahankan berhala-berhala itu, mereka mengemukakan berbagai alasan, terutama pusaka nenek moyang.

"Dan apabila ditanyakan kepada mereka, "Apakah yang telah diturunkan oleh Allah kamu?” Mereka menjawab, "Dongeng-dongeng orang dahulu-dahulu." (ayat 24).

Demikianlah perangai orang-orang yang sombong itu.

Menurut riwayat dari Qatadah,

Beberapa orang musyrikin Arab itu sengaja duduk di tepi jalan menunggu-nunggu orang-orang beriman yang kembali dari mendengarkan Nabi Muhammad saw. menerangkan wahyu-wahyu yang diturunkan Allah. Di antaranya ialah kisah-kisah umat yang telah terdahulu. Maka musyrikin itu bertanya kepada mereka, apa yang mereka dengar, apa yang diterangkan oleh Muhammad. Orang-orang beriman itu dengan jujurnya menerangkan kembali apa yang mereka dengar. Maka dengan cemoohnya orang-orang musyrikin itu berkata, "Ah, itu cuma dongeng-dongeng orang dulu-dulu saja!"

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 172-173, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan sesungguhnya telah Kami utus pada tiap-tiap umat seorang rasul, agar mereka menyembah kepada Allah, dan menjauh dari berhala-berhala." (pangkal ayat 36).

Sebagai ditafsirkan oleh Ibnu Katsir,

"Maka senantiasalah Allah mengutus rasul-rasul kepada manusia, menyeru manusia supaya menyembah Allah Yang Esa dan menjauhkan diri dari thaghut, sejak terjadinya manusia mempersekutukan yang lain dengan Allah pada kaum Nuh, yang diutus kepada mereka Nuh. Maka Nuh itulah rasul yang mula-mula sekali diutus oleh Allah ke muka bumi ini, sampai ditutup dengan kedatangan Muhammad saw. yang dakwahnya melingkupi manusia dan jin di Timur dan di Barat, dan sama sekali itu adalah menurut satu pokok Firman Allah, yaitu membawa wahyu bahwa tidak ada Allah melainkan Allah dan hendaklah kepada Allah saja beribadah."

Kata Ibnu Katsir seterusnya,

"Tidak ada Allah Ta'aala menghendaki bahwa mereka menyembah kepada yang selain Dia, bahkan Dia telah melarang mereka berbuat demikian dengan perantaraan lidah rasul-rasul-Nya. Adapun kehendak Allah di dalam mewujudkan sesuatu yang mereka ambil alasan mengatakan takdir, tidaklah hal itu dapat dijadikan hujjah, karena Allah memang menciptakan neraka, dan penduduknya ialah setan-setan dan kafir-kafir, tetapi tidaklah Allah ridha hamba-Nya jadi kafir. Dalam hal ini Allah mempunyai alasan yang cukup dan kebijaksanaan yang sempurna."

Sekian Ibnu Katsir.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 178, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

ORANG-ORANG YANG ZALIM

"Kemudian itu, tidaklah ada fitnah mereka melainkan mereka berkata, "Demi Allah, Tuhan kami, bukanlah kami ini orang-orang yang musyrik." (ayat 23).

Artinya, setelah diberi keterangan bahwa segala perbuatan mereka itu syirik, mereka coba mengelakkan diri, membuat suatu jawaban yang mempersulit diri mereka sendiri, sebab itu dinamakan fitnah

Mereka mengatakan bahwa mereka bukan musyrik. Allah tetap satu. Namun, karena Allah yang satu itu terlalu tinggi, tidaklah sembarang orang yang dapat mendekati Dia kalau tidak memakai perantaraan. Oleh sebab itu, mereka membela diri dan berkata bahwa mereka memuja yang lain itu bukanlah karena mempersekutukan yang lain itu dengan Allah, melainkan karena hendak memelihara kemuliaan Allah belaka.

Jawaban ini adalah fitnah sebab mempersulit diri mereka sendiri. Kalau mereka mengatakan Allah itu terlalu tinggi buat mereka dapat mencapainya dengan langsung sehingga perlu perantaraan, nyatalah bahwa mereka sendiri yang telah mengadakan dinding di antara diri mereka dengan Allah, yaitu dinding yang mereka buat-buat sendiri.

Maka dibukalah betapa kacaunya jawaban mereka itu.

"Pandanglah! Betapa mereka telah berdusta atas diri mereka sendiri." (pangkal ayat 24).

Cobalah pandang dan perhatikan betapa dustanya jawaban itu. Dan yang mereka dustai ialah diri mereka sendiri, sebab jawaban yang dusta itu tidak cocok dengan rasa hati sanubari mereka sendiri.

Mereka mengatakan tidak mempersekutukan Allah, padahal yang mereka puja ialah yang lain. Mereka menyembah yang lain, meminta agar yang lain menyampaikan persembahan mereka kepada Allah.

Lantaran itu, yang Allah sendiri mau dibuat bagaimana? Adakah sudah terang dalam pertimbangan akalmu yang cerdas bahwa berhala yang tidak bernyawa itu, setelah menerima persembahanmu, lalu pergi kepada Allah mengantarkannya dan melaporkan bahwa si anu berkirim sembah kepadamu? Padahal Allah itu lebih dekat kepadamu daripada berhala itu sendiri? Dan pandang pulalah,

"Dan bagaimana hilang dari mereka apa yang telah mereka ada-adakan itu." (ujung ayat 24).

Artinya, kalau diajak bertukar pikiran yang baik, mulanya mereka berdusta mempertahankan kebiasaan yang telah diterima dari nenek moyang itu. Tanda hati kecil mereka sendiri pun mengakui bahwa musyrik itu memang salah.

Itu sebab mereka berdusta mengatakan mereka bukan musyrik; Namun kalau didesak lagi, mereka akan tambah tersudut, tidak dapat mengelak lagi. Pengaruh dari berhala-berhala dan pujaan-pujaan yang lain tadi, hilang dengan sendirinya. Namun, karena kekerasan hati mereka mempertahankan yang salah dan hati kecil memang telah mengakui kesalahannya, selalu jugalah mereka berdusta.

Kami bukan musyrik! Namun, berhala itu mereka sembah juga.

Maka, mereka pertahankanlah perkara itu yang tidak boleh dipikirkan dan murkalah mereka jika mendengar ada kata lain yang akan membuka pikiran yang akan mengguncangkan pegangan mereka yang goyah itu.

Hati-hatilah kita kaum Muslimin yang datang di belakang ini memerhatikan ayat ini.

Pandanglah!

Pandanglah orang-orang Islam yang pergi bernadzar, berkaul, menyampaikan hajat kepada kubur orang-orang yang dianggap wali!

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 123-124, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Kemudian apabila telah melimpah kepadanya nikmat Tuhan lupalah dia apa yang pernah dia serukan kepada Tuhan itu sebelumnya."

Kedua inilah gejala dari jiwa yang kosong dari iman. Bila datang kesusahan jadi gelisah, meraung memekik meminta tolong, memanggil Allah, menyeru, mendoa, menyerah, dan kembali kepada Allah. Kadang-kadang gelisah tidak sabar kalau pertolongan tidak lekas datang. Tetapi kemudian apabila keadaan telah bertukar, panas telah dituruti hujan, duka sudah diiringi suka dan langit harapan telah cerah kembali, mulailah mereka lupa bahwa kalau yang mendatangkan malapetaka dahulu ialah Allah dan kepada Allah dia menyeru dan berdoa, sekarang dia telah mendapat nikmat kembali dan yang memberikan nikmat itu ialah Allah jua, tiada yang lain. Dia sudah mulai lupa bahwa dahulu dia pernah menangis bertekun memohon pertolongan.

Bahkan ada yang lebih jahat lagi, yaitu mereka persekutukan yang lain dengan Allah.

Bahwa dia terlepas dari malapetaka itu ialah karena pertolongan yang lain dari Allah.

Kalau orang musyrik dahulu kala itu berkata bahwa yang menolongnya ialah al-Laata, al-Uzza, dan Manaata.

Dan sampai sekarang ini dalam kalangan orang Islam yang tauhid dalam jiwanya telah berkacau dengan syirik ada yang mengatakan bahwa yang menolongnya ialah keramat anu atau wali di kuburan anu.

Semuanya itu ialah,

"Dijadikannya bagi Allah sekutu-sekutu untuk menyesatkan dari jalan-Nya."

Yaitu untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah yang lurus.

Maka diperintahkan Allah-lah kepada Rasul-Nya menyuruh menyampaikan peringatan kepada mereka itu.

"Katakanlah! "Bersenang-senanglah engkau dengan kekafiran engkau itu sementara! Sesungguhnya engkau adalah termasuk penghuni neraka!" (ujung ayat 8).

Kekafiran dan penipuan yang demikian itu hanyalah akan berlaku sementara atau sedikit waktu saja. Taruhlah paling lama selama mereka itu masih hidup. Kemudian itu mereka akan mati. Tadi di ayat sebelumnya telah dikatakan bahwa segala amalan di dunia akan dinilai buruk baiknya oleh Allah sendiri di hari akhirat.

Namun amalan musyrik ini sejak dari jauh hari, masih di dunia juga sudah dinyatakan penilaiannya.

Bahwa dalam kesempatan sementara itu yang akan kamu dapati di akhirat ialah adzab siksaan jadi penghuni neraka.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 14, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

PANDIR

Di dalam ayat ini terdapat kata safahan yang kita artikan pandir atau dungu. Pandir, dungu lebih buruk lagi dari jahil. Karena jahil adalah keadaan dari orang yang belum berilmu, tetapi safahan yang kita artikan pandir atau dungu ialah orang yang akalnya tidak bisa berjalan. Sudah nyata, misalnya bahwa membunuh anak kandung sendiri terang merugikan, tetapi oleh karena terpesona oleh bujuk rayu "berhala-berhala hidup", yaitu dukun dan pendeta tadi, mereka pun menurut saja.

Karena bodoh dan pandir, mereka mau saja menurut peraturan-peraturan yang dibikin-bikin oleh syurakaa itu. Ini dilanjutkan oleh ayat, "Dan, telah mereka haramkan apa yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka, semata-mata karena dibuat-buat saja dusta di atas nama Allah."

Mereka diperbodoh, diperpandir, diperdungu oleh pemimpin-pemimpin mereka sendiri.

"Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk." (ujung ayat 140).

Semuanya ini adalah dari sebab safih, pandir, dan dungu.

Pemuka-pemuka agama yang tidak bersandar kepada akal yang sehat mengambil kesempatan untuk memperkaya diri dan memperbesar pengaruh dengan memperbodoh dan membikin pandir pengikutnya.

Akhirnya, datanglah teguran keras dari Allah,

"Maka, siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat atas nama Allah akan suatu dusta karena hendak menyesatkan manusia dengan tidak menurut ilmu?"

Niscaya tidak ada lagi suatu kezaliman yang melebihi zalimnya dari ini, yaitu membuat-buat, mengarang-ngarang sendiri suatu peraturan yang dusta. Dikatakan peraturan Allah, padahal bukan dari Allah, padahal maksud hanya semata-mata menipu dan menyesatkan manusia tidak dengan ilmu. Perbuatan dan karangan-karangan yang datang dari pemimpin yang bodoh untuk memengaruhi pengikut mereka, manusia-manusia yang pandir.

Segala yang disebutkan Al-Qur'an ini wajiblah menjadi peringatan terus-menerus bagi kita hingga sekarang, hingga hari Kiamat. Karena, tambah-tambahan manusia bisa saja berubah, tauhid menjadi syirik.

Pada masjid kepunyaan saudara-saudara kita dari Malabar di Indonesia ini dapat kita lihat di dekat mihrab ada satu kuburan. Sehabis shalat orang pergi dzikir dan membaca surah Yaasiin ke kubur itu. Kubur siapa itu?

Mengapa ada di setengah masjid saudara Muslimin dari Malabar? Yang dikuburkan itu adalah tanah yang dibawa dari kubur seorang waliyullah di negeri Malabar, namanya Syekh karena beliaulah yang membawa ajaran Sayyid Abdul Qadir al-Jailani dari Baghdad ke Malabar. Karena pengikut beliau tidak sanggup datang ziarah dari jauh-jauh ke kubur beliau di Malabar, dibawalah sebagian dari tanah kubur beliau ke negeri-negeri lain yang di sana ada orang yang menjunjung tinggi kewalian beliau.

Ini pun dapatlah ditanyai: Adakah ini peraturan dari Allah? Kalau ada, mana keterangan Al-Qur'an-nya atau hadits-nya? Atau manakah di antara Imam ikutan (salaf) yang mengizinkannya?

Kalau tidak ada, sejak bilakah mem-berhala-kan tanah ini dimulai?

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 296-297, 303-304, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

GOLONGAN YANG BELUM SADAR

"(Samiri) menjawab, "Aku pernah melihat apa yang tidak mereka lihat." (pangkal ayat 96).

Ahli-ahli tafsir mengatakan bahwa Samiri mengatakan bahwa karena ilmu gaibnya yang mendalam, dia dapat melihat seketika Malaikat Jibril turun ke bumi di kala membelahkan laut dengan tongkat Nabi Musa itu, dan lautan bertaut kembali setelah Fir'aun sampai di tengah-tengahnya.

Di waktu itulah menurut percakapan Samiri dia melihat Jibril naik kuda, dan jelas olehnya bekas telapak kaki kuda itu ketika naik ke udara menuju langit, lalu diambilnya segenggam tanah dari bekas kaki kuda Jibril itu.

Kata Samiri selanjutnya, segenggam tanah bekas jejak kaki kuda itulah yang dimasukkannya ke dalam kerongkongan 'Ijil atau berhala anak sapi itu, sehingga pandailah anak sapi berhala itu melenguh seperti sapi yang benar-benar hidup.

Dan mengakulah Samiri terus terang tentang niatnya yang jahat hendak menipu itu:

"Berkata Musa, "Enyahlah engkau!" (pangkal ayat 97).

Itulah hukuman yang tepat buat tukang kacau itu.

Dia diusir oleh Nabi Musa dari dalam masyarakat Bani Israil, dia mesti enyah dari tempat itu waktu itu juga.

"Maka sesungguhnya engkau selama hidup ini, bahwa engkau akan berkata, "Tidak ada persentuhan."

Artinya bahwa sejak saat itu dia dienyahkan dari masyarakat ramai dan selama sisa hidupnya dia tidak boleh lagi bergaul dengan orang banyak.

Kepada masyarakat Bani Israil diberi peringatan supaya putuskan segala hubungan dengan Samiri, dan kalau ada Bani Israil yang mendekatinya, Samiri sendiri wajib memberitahu,

"Tidak ada persentuhan."

Tidak ada tegur dan sapa, tidak ada hubungan, bahkan benar-benar tidak boleh ada sampai kepada persentuhan kulit sekalipun.

Dia dipencilkan sebagaimana memencilkan orang mendapat penyakit kusta.

"Dan buat engkau ditentukan suatu tempat yang sekali-kali engkau tidak akan diluputkan darinya",

Artinya tempat pengasingan atau pembuangan.

Lalu kata Nabi Musa sebagai lanjutan keputusannya.

"Dan lihatlah kepada tuhan engkau itu, yang selalu engkau berbakti kepadanya."

Yang disembah dan kamu puja dan kamu ajak pula orang lain yang bodoh-bodoh buat menyembahnya.

"Sesungguhnya akan kami bakar dia",

Biar kembali membeku padu dan hilang bentuknya seperti berhala anak sapi.

Maka tersebutlah di dalam beberapa tafsir bahwa setelah hilang bentuknya seperti anak sapi, logam padu itu dikikir sampai semuanya menjadi debu.

"Kemudian itu akan kami taburkan dia ke dalam lautan, dengan sebenar-benar pertaburan." (ujung ayat 97).

Inilah hukuman yang tegas dari Musa atas Samiri dan ancaman keras pula bagi pengikut-pengikutnya yang diperbodoh itu.

Samiri sendiri dipencilkan, tidak boleh dijamah, tidak boleh disentuh, bahkan dibuang dari masyarakat ramai.

Berhala anak sapi itu dibakar, dihancurkan, dibuat lumat jadi abu, dan ditaburkan ke dalam laut.

Di hadapan mata Samiri dan orang-orang yang ditipunya itu berhala yang mereka sembah-sembah itu dihancurkan.

Mereka saksikan sendiri bahwa berhala itu tidak dapat mempertahankan dirinya ketika dia dihancurkan, dan Samiri yang mereka puji-puji seperti memuji nabi dihukum dan dibuat menjadi orang yang paling hina.

Sekali lagi dan yang kesekian kalinya Nabi Musa memperingatkan,

"Tidak lain Tuhanmu itu melainkan Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia." (pangkal ayat 98).

Oleh sebab itu janganlah kamu memperbodoh diri, membuat berhala dengan tanganmu sendiri, lalu berhala buatan tanganmu itu kamu pujakan dan kamu anggap bahwa buatan tanganmu itu lebih mulia dari dirimu sendiri.

Dengan tidak kamu sadari kamu telah memperbodoh dirimu sendiri.

Namun dengan mewujudkan tujuan hidup kepada Yang Esa, yaitu Allah, bebaslah kamu dari rasa ketakutan terhadap alam dan hilang keraguan di dalam hidup.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 5 Hal. 598-599, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

KEWAJIBAN MENURUT PANDANGAN SEORANG MUSLIM

Cara menjalankan petunjuk dan pengajaran itu pun bertingkat-tingkat.

Ada dengan hikmah, yaitu terhadap orang yang belum tahu.

Ada dengan mau'izah, terhadap orang yang telah tahu tetapi lalai,

Dan ada pula dengan mujadalah, artinya bertukar pikiran, terhadap orang yang menyangka bahwa pendiriannyalah yang benar, padahal salah.

Tidaklah perlu orang yang diberi pengajaran itu takluk pada waktu itu juga.

Biar lama asal selamat.

"Dan jika tertarik kepadamu seseorang dengan tulusnya, lebih baik bagi kamu daripada orang senegeri, tetapi tak tentu haluannya."

(Buya HAMKA, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup Sesuai Ketetapan Ilahi, Hal. 226, Republika Penerbit, 2015).

Maka terkenallah sumpah Iblis dalam memperdayakan manusia. Iblis bersumpah,

"Demi kemuliaan Engkau ya Allah dan demi ketinggian Engkau, aku akan selalu memperdayakan manusia itu selama nyawa mereka masih dikandung oleh badannya."

Lalu bersumpah pula Allah,

"Demi kemuliaan-Ku dan ketinggian-Ku! Selalu manusia itu akan Aku beri ampun selama mereka masih memohonkan ampun kepadaku."

Maka di dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini, Nabi Muhammad disuruh memohonkan ampun untuk dirinya sendiri dan untuk diri segala orang yang beriman, baik laki-laki atau yang perempuan sehingga selalu terjadi perlombaan di antara perdayaan Iblis dengan usaha manusia yang diperdayakan itu memohonkan ampun kepada Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 342-343, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Wahai jiwa yang telah mencapai ketenteraman." (ayat 27).

Yang telah menyerah penuh dan tawakal kepada Tuhannya, telah tenang, karena telah mencapai yakin kepada Allah SWT.

Berkata Ibnu Atha,

"Yaitu jiwa yang telah mencapai makrifat, sehingga tak sabar lagi bercerai dari Tuhannya walau sekejap mata."

Allah itu senantiasa tetap dalam ingatannya, seperti tersebut dalam ayat 38, dari surah ar-Ra'd.

Berkata Hasan al-Bishri tentang Muthmainnah ini,

"Apabila Allah berkehendak mengambil nyawa hamba-Nya yang beriman, tenteramlah jiwanya terhadap Allah, dan tenteram pula Allah terhadapnya."

Berkata sahabat Rasulullah saw., Amr bin Ash (hadits mauquf),

"Apabila seorang hamba yang beriman akan meninggal, diutus Allah kepadanya dua orang malaikat, dan dikirim beserta keduanya suatu bingkisan dari surga. Lalu kedua malaikat itu menyampaikan katanya, 'Keluarlah, wahai jiwa yang telah mencapai ketenteramannya, dengan ridha dan diridhai Allah. Keluarlah kepada ruh dan raihan. Allah senang kepadamu, Allah tidak marah kepadamu', Maka keluarlah ruh itu, lebih harum dari kasturi."

"Kembalilah kepada Tuhanmu, dalam keadaan ridha dan diridhai." (ayat 28).

"Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku." (ayat 29).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 207, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Niscaya akan timbul pertanyaan dalam hati kita,

"Sampai begitukah kasih Allah kepada hamba-Nya?"

Memang!

Sebab si hamba telah menyesali kesalahannya dengan sungguh-sungguh, maka Allah pun menyambut permohonan ampun itu dengan penuh kasih mesra.

Akan tetapi, ada "tetapi"-nya dilanjutkan ayat, yaitu,

"Dan tidak mereka berketerusan atas apa yang pernah mereka kerjakan itu, padahal mereka mengetahui." (ujung ayat 135).

Orang Mukmin yang memohon ampun sungguh-sungguh dari ketelanjurannya, itulah yang tadi disambut Allah dengan firman-Nya.

Itulah sebabnya, panjang lebar pembicaraan ahli-ahli pikir Islam, antara golongan Asy'ari dengan Mu'tazilah, demikian juga kaum Khawarij memperkatakan bagaimana Islamnya orang yang berterus-terusan saja berbuat dosa.

Orang Khawarij cepat saja memutuskan, "Kafir." Habis perkara!

Orang Mu'tazilah mengatakan bukan kafir dan bukan pula Islam, tetapi Baina wa baina (di antara ke antara) Islam benar tidak pula, kafir benar belum pula.

Dan Ahli Sunnah memberi cap fasik.

Maka berkatalah setengah ulama, bagaimana pun besar dosa diperbuat, asal benar-benar tobat, niscaya akan diampuni.

Akan tetapi, bagaimana pun kecilnya dosa, kalau terus-menerus diperbuat, menjadi besarlah dia.

Demikianlah Allah menggariskan kehidupan orang yang beriman yang mestinya mereka tempuh; iman, amal, takwa, usaha.

Membentuk ciri, kasih sayang dan rahmat.

Pemurah dan dermawan, walaupun miskin.

Selalu berusaha memperbaiki diri.

Maka, berfirmanlah Allah memberi penghargaan-Nya atas mereka,

"Balasan bagi mereka itu adalah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya." (pangkal ayat 136).

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 73-74, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Apakah tidak pernah kamu pikirkan?" (ujung ayat 62).

Tidakkah kamu pikirkan seruan Allah SWT adalah untuk keselamatan kamu, sedang ajakan Setan semata-mata untuk menyesatkan kamu?

Tidakkah kamu renungkan bahwa Allah menyediakan dua tempat, yaitu Surga dan Neraka;

Lalu Allah selalu memanggil kamu berusahalah supaya masuk ke dalam Surga itu dan jauhilah Neraka, padahal Setan menggamit kamu agar melanjutkan jalan ke Neraka?

La haula walaa quwwata Ila billaah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Hal. 439, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Dan tahukah engkau, apakah Hari Pembalasan itu?" (ayat 17).

Dan pertanyaan pertama ini diikuti lagi oleh pertanyaan kedua,

"Kemudian itu, tahukah engkau, apakah Hari Pembalasan itu?" (ayat 18).

Diulang-ulangkan pertanyaan yang serupa sampai dua kali, untuk menarik perhatian betapa hebatnya hari itu.

"Pada hari yang tidaklah berkuasa satu diri terhadap diri yang lain sedikit pun." (pangkal ayat 19).

Maka bapak tidaklah dapat menolong anaknya, anak tak dapat menolong ayah, istri terhadap suami, suami terhadap istri; guru terhadap murid, raja terhadap rakyat dan seterusnya. Semuanya tidaklah ada kekuasaan akan menolong, akan membela atau mengadakan pertahanan. Masing-masing orang sibuk membela dirinya sendiri.

Maka salahlah persangkaan orang yang merasa bahwa seorang guru thariqat, atau guru suluk misalnya, dapat menolong muridnya pada hari itu, atau seorang kiai dalam menolong santrinya. Semua orang akan terlepas dari kengerian hari itu hanyalah karena amal dan jasanya sendiri.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Juz 'Amma Hal. 149, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

WASILAH

Ibnu Taimiyah telah menulis sebuah buku, yang diberinya nama Qa'idah Jalilah, fit Tawassul wal Wasilah yang isinya mengupas kesalahan wasilah dan tawassul kepada orang yang telah mati itu, sehingga berguncanglah masyarakat di waktu itu, sebab rupanya sudah lama pekerjaan ini dikerjakan orang, sedang ulama-ulama telah membiarkannya saja.

Dengan nama tawassul dan wasilah itulah orang mempertahankan pemujaan kubur, sehingga banyak orang memusuhi Ibnu Taimiyah, yang keras menentang pemujaan kubur itu.

Padahal perbuatan demikian sudah sangat bertentangan dengan ajaran tauhid.

Kemudian ajaran Ibnu Taimiyah itu dibangkitkan kembali oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab, pendiri ajaran Wahabi dalam lingkungan Madzhab Hanbali.

Tentu saja ajaran Wahabi ini pun menjadi tantangan keras dari negeri-negeri Islam yang telah terpengaruh oleh pemujaan kubur dengan nama tawassul dan wasilah itu.

Sehingga sampai sekarang masih saja terasa reaksi yang hebat dari golongan Islam yang telah menjadikan kubur-kubur orang yang dianggap keramat itu sebagai tempat pemujaan.

Baik di dalam negeri-negeri penganut paham Sunnah, apatah lagi dalam negeri penganut Madzhab Syi'ah.

Dan juga di negeri-negeri kita Indonesia ini.

Maka ayat ini menunjukkan dengan jelas garis yang wajib kita tempuh sebagai Muslim di dalam menuju kejayaan dan kemenangan jiwa. Yaitu,

Pertama, takwa kepada Allah.

Kedua, wasilah yaitu mengatur jalan supaya dapat cepat sampai (kurban) kepada Allah dengan ibadah, amal saleh, dan doa.

Ketiga, berjihad bersungguh-sungguh atau bekerja keras mengatasi segala penghambat perintang yang akan menghambat kita akan sampai kepada keridhaan Allah.

Lain daripada jalan yang telah ditentukan itu adalah jalan sesat dan kufur.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 688, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TAWASSUL DAN WASILAH

"Dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya." (al-Maai'dah: 35).

Adakah tawassul dan wasilah?

Ada.

Sebab terang dan tersebut dalam ayat tadi, tumpahkan harapan kepada Allah dengan memakai wasilah.

Jadi apakah wasilah itu?

Wasilah ialah amal saleh.

Wasilah ialah kepercayaan yang suci bersih, tidak bercampur sedikit juga dengan syirik.

Terang benderanglah jalan yang kita tempuh kepada Allah dengan tauhid, dengan mengesakan Allah, tidak menyekutukan dengan orang lain.

Aqidah atau kepercayaan yang teguh itu dibuktikan dengan amal yang saleh, dengan perbuatan yang utama.

Itulah wasilah atau jalan yang paling langsung kepada Allah.

Tidak ada jalan lain.

Itulah yang dinamai,

Jalan yang lurus.

Demikianlah pengaruh tauhid yang mutlak itu bagi jiwa kita dan kemudian bagi hidup dan kekeluargaan kita,

Bahkan bagi negara dan seluruh masyarakat.

(Buya HAMKA, FALSAFAH KETUHANAN, Hal. 125-129, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Mei 2017).

THAGUT

Telah banyak kali kita membicarakan, mengartikan, dan menafsirkan tentang thagut. Kalimat ini kita jumpai 8 kali dalam Al-Qur'an.

Kita jumpai mulanya ialah dalam surah al-Baqarah ayat 256 dan 257. Di ayat 256 dijelaskan bahwa apabila orang tidak percaya lagi kepada thagut dan telah mulai beriman kepada Allah, waktu itulah dia telah mulai memegang tali yang teguh yang tidak akan lepas-lepas lagi selama-lamanya.

Di ayat 257 dikatakan bahwa orang yang beriman yang jadi wali-Nya, jadi pemimpin dan pelindungnya ialah Allah sendiri, yang membawanya dari tempat gelap gulita kepada padang yang terang bercahaya. Sebaliknya orang yang kafir, pemimpin dan pelindungnya ialah thagut.

Thagut itu pemimpin mereka keluar dari tempat yang terang benderang bercahaya akan dibawa ke tempat yang gelap gulita dan mereka jadi ahli neraka dan kekal di dalamnya.

Kemudian berjumpa pula 3 kali dalam surah an-Nisaa' 3 kali. Yaitu ayat 51, 60, dan 76.

Di dalam ayat 51 diterangkanlah tentang setengah orang yang mendapat bagian dari kitab, yaitu kitab Taurat atau Injil atau kitab nabi-nabi yang dahulu. Ada di kalangan mereka itu yang percaya kepada Jibti dan Thagut.

Di ayat 61 diterangkan tentang orang yang dengan mulutnya mengakui beriman kepada Muhammad dan beriman juga kepada rasul-rasul yang sebelum Muhammad, tetapi mereka ingin meminta keputusan hukum kepada thagut itu.

Di ayat 76 diterangkan dasar-dasar orang berjuang. Kalau orang yang beriman, dia berjuang ialah pada jalan Allah. Tetapi orang-orang yang kafir berjuangnya ialah pada jalan Thagut.

Pada lanjutan ayat diperintahkan kepada orang yang beriman, hendaklah perangi wali-wali Setan itu.

Pada ayat 60 dari surah al-Maa'idah diterangkan tentang orang yang akan mendapat ganjaran sangat buruk di sisi Allah, yaitu tentang orang-orang yang dikutuki oleh Allah dan Allah sangat murka kepadanya sehingga dijadikan setengah mereka menyerupai monyet-monyet dan babi-babi dan penyembah thagut.

Di dalam surah an-Nahl yang diturunkan di Mekah dijelaskan pokok utama tugas seorang Rasul jika dia diutus Allah kepada suatu umat, ialah supaya umat itu menyembah kepada Allah dan menjauhkan diri dari thagut.

Sekarang datanglah ayat 17 dari surah az-Zumar ini. Di sini kita bertemu lagi kata-kata thagut.

"Pergilah kepada Fir'aun, sesungguhnya dia sudah thaghaa." (Thaahaa: 24).

Sama pokok kata semuanya, dari mashdar thughyaanan yang pokok artinya ialah sangat kafir, sangat melanggar aturan. Kalau air ialah melimpah, membanjir. Kalau manusia ialah sangat zalim.

Dari segala uraian itu telah dipahamkan bahwasanya orang-orang berkuasa yang sudah tidak memedulikan lagi peraturan Allah dan membuat undang-undang sendiri menurut kehendaknya guna memelihara kekuasaannya, adalah thagut.

Negara-negara diktator yang memuja-muja pemimpin, kepala negara, sampai diberi gelar-gelar mentereng menyerupai gelar Allah, adalah thagut belaka.

Menilik kepada tafsir-tafsir Al-Qur'an yang disusun ratusan tahun yang lalu, seperti Razi, Thabari, Ibnu Katsir dan lain-lain, Thagut itu umumnya diartikan berhala saja.

Padahal dalam perkembangan negara-negara di zaman modern kita melihat kadang-kadang negara-negara itu sendiri diberhalakan, nasionalisme atau kebangsaan "Tanah airku benar selalu" (right or wrong is my country). Kemudian itu memuja pemimpin, pembangun negara, pahlawan dan sebagainya sehingga dituhankan. Kaum komunis tidak mengakui ada Tuhan, tetapi disiplin memuja pemimpin menyebabkan komunis menjadi satu "agama" menyembah tuhan pemimpin.

Jauhi Thagut, kembali kepada Allah.

Kita tidak akan kuat menjauhi Thagut, kalau kita tidak bertekad kembali kepada Allah.

Kalau telah mulai tumbuh aksi mendewakan manusia, segeralah imbangi dengan kembali kepada Allah. Karena kalau misalnya orang sedang bergerak maju menempuh jalan memuja Thagut, kalau semangat kembali kepada Allah tidak berkobar-kobar gerak kita akan kalah oleh gerakan memuja Thagut itu.

Maka bagi orang yang menjauhi Thagut dari menyembahnya lalu segera kembali kepada Allah.

"Bagi mereka adalah berita gembira."

Allah menyediakan kegembiraan baginya, sebab dia telah mencapai kemerdekaan jiwa yang sejati.

Maka sebagai pengikut Nabi Muhammad saw. bersyukurlah kita kepada Allah karena kita telah diberi ajaran tentang kembali kepada Allah dan menjauhi thagut ini.

Janganlah berhala, jangankan sesama manusia, sedangkan terhadap Nabi Muhammad yang namanya dalam ucapan syahadat selalu disebut sesudah menyebut nama Allah Muslim tidak boleh menjadikannya Thagut pula.

Kepada kita diingatkan bahwa beliau saw. adalah manusia seperti kita juga.

Sayyidina Abu Bakar Shiddiq seketika Rasulullah saw. telah wafat melihat sudah banyak orang yang nyaris kehilangan pegangan karena Rasulullah sudah meninggal segera memberi ingat, "Barangsiapa yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad telah meninggal. Tetapi barangsiapa yang menyembah Allah maka sesungguhnya Allah adalah hidup dan tidak pernah mati."

Demikian juga dalam bernegara, bermasyarakat sesama manusia diperingatkan pula supaya selalu melakukan musyawarah.

Jangan sampai musyawarah ditinggal karena menurutkan kehendak seorang pemimpin.

Dan kepada pemimpin sendiri diperintahkan supaya dia mengajak musyawarah.

Dengan demikian terhindar dan terjauhlah men-thagut-kan seseorang karena bagaimana pintarnya seseorang itu tidaklah pikirannya akan mencakup segala soal.

Bertambah tinggi kedudukan seseorang, bertambah jelaslah kelihatan di mana segi kelemahannya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 20-22, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

"Turutilah olehmu apa yang diturunkan kepada kamu dari Tuhan kamu." (pangkal ayat 3).

Kepada manusia diterangkanlah dengan ayat ini, kitab yang diturunkan kepada Rasul itu, tidaklah lain gunanya, hanyalah untuk menuntun dan memimpin manusia. Itulah jalan selamat satu-satunya bagi mereka, kalau mereka menurutinya dengan setia. Dan itulah pegangan hidup yang sejati. Yang mengirimkan kitab itu kepada kamu ialah Allah sendiri, dengan perantaraan Rasul-Nya Muhammad saw. Oleh sebab itu,

"Dan janganlah kamu turuti yang selain dari Dia jadi penolong-penolong."

Banyak jalan bersimpang-siur, tetapi jalan yang benar hanyalah satu, yaitu jalan Allah. Yang lain tidaklah bisa menjadi penolong, pembantu dan pembawa selamat ataupun pelindung. Tidak ada auliya' yang berarti wali-wali yang dapat memberikan keselamatan kepada manusia atau mendatangkan manfaat ataupun mudharat. Tidak ada yang lain, kecuali hanya Allah, Allah membuktikan bagaimana Dia menjadi Wali kamu yang sejati, yaitu diturunkan-Nya Al-Qur'an untuk membimbingmu, sedangkan yang lain hanya membawa sesat kamu saja. Oleh sebab itu, janganlah kamu menyembah berhala dan jangan kamu turuti kehendak Setan. Semuanya itu hanya membawamu sesat.

"Sedikitlah kamu yang ingat." (ujung ayat 3).

Terlebih, banyak masih saja tidak ingat. Dia mengakui memang hanya Allah saja yang Tuhan, tetapi masih saja ber-wali atau meminta pertolongan kepada penolong yang lain. Itulah yang lebih banyak, karena tidak sadar.

Maka tibalah ancaman Allah:

"Dan berapa banyak desa yang telah Kami binasakan dia." (pangkal ayat 4).

"Maka sesungguhnya akan Kami periksa orang-orang yang dikirim (rasul-rasul) kepada mereka itu dan sesungguhnya akan Kami periksa rasul-rasul itu sendiri." (ayat 6).

Sebagai sambungan dari ayat yang sebelumnya, setelah negeri itu binasa porak-poranda, urusan belumlah selesai sampai di itu saja. Manusia yang telah terkena siksaan Allah itu akan ditanyai: Mengapa kamu jadi begini? Mengapa kamu menjadi zalim sehingga mendapat siksaan dan malapetaka yang begini dahsyat? Bukankah telah Kami utus kepadamu rasul-rasul? Tidakkah kamu pedulikan seruan mereka? Bagaimana saja cara sambutanmu kepada rasul-rasul Allah itu? Rasul-rasul itu sendiri pun akan diperiksa dan ditanyai: Mengapa orang ini jadi begini? Bagaimana sambutan mereka atas seruan kamu atau perintah yang Allah suruh kamu menyampaikannya?

Berkata Ibnu Abbas,

"Arti ayat ialah Allah akan menanyakan kepada mereka yang didatangi Rasul itu, bagaimana sikap mereka menyambut apa yang disampaikan oleh rasul-rasul? Dan Rasul-rasul akan ditanya, Bagaimana mereka menyampaikan atau menablighkan seruan Allah itu?"

Ayat ini penting diperhatikan, khusus untuk memerhatikan arti dari tanggung jawab. Tiap-tiap kita akan diperiksa, bagaimana pertanggungjawaban kita tentang kewajiban yang dipikulkan terhadap kita. Kalau umat tidak terlepas dari tanggung jawab bagaimana mereka menyambut Rasul, dan Rasul tidak lepas dari pertanggungjawaban bagaimana mereka melaksana perintah Allah buat bertabligh kepada manusia, niscaya dapatlah kita memahamkan bahwa kita ini semuanya adalah memikul tanggung jawab. Sebab, kita terpimpin oleh atasan kita dan kita memimpin akan bawahan kita. Raja memimpin rakyat, ayah memimpin anak, suami memimpin istri, istri memimpin dalam rumah tangga suaminya.

Lebih-lebih setelah ditegaskan lagi oleh ayat berikutnya:

"Maka sesungguhnya akan Kami ceritakan kepada mereka, dengan pengetahuan dan sekali-kali tidaklah Kami gaib." (ayat 7).

Apabila pemeriksaan telah datang kelak di hari Kiamat, tidaklah seorang pun yang sanggup berdusta atau mengelak diri dari tanggung jawab. Sebab apa yang kita sembunyikan, Allah mengetahuinya. Apa yang kita lupa, Allah tetap mengingatnya. Kita diperiksa adalah dengan pengetahuan. Allah mengetahui segala gerak-gerik kita di kala hidup. Yang jujur ataupun yang curang Dia tahu.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 376-377, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

DISIPLIN PENDIRIAN

"Dan jika Allah menyentuhkan kepada engkau dengan suatu malapetaka, maka tidaklah ada yang akan melepaskannya, kecuali Dia." (Yuunus pangkal ayat 107).

Jika misalnya engkau ditimpa sakit, sunnah engkau berobat. Bukan dokter dan bukan resep atau obat yang kamu beli di apotek itu yang akan menyembuhkan engkau, melainkan Allah jua, dengan hukum sebab akibatnya.

Apabila engkau kaya jatuh miskin, atau dalam kesenangan ditimpa kesusahan, berikhtiarlah engkau mencari jalan terlepas dari kesusahan itu, tetapi hendaklah engkau ingat bahwa yang sebenarnya berkuasa melepaskan engkau dari kesulitan itu hanya Allah.

Atau engkau pernah teraniaya atau terfitnah, atau pihak yang berkuasa dalam negerimu memasukkan engkau ke penjara atau menahan dan merampas kemerdekaanmu, janganlah engkau pergi menjilat-jilat kepada penguasa itu sehingga muruahmu sebagai manusia menjadi jatuh, melainkan yakinlah bahwa yang akan membebaskanmu ialah Allah. Ubun-ubun penguasa itu sendiri adalah di dalam tangan Allah.

Maka janganlah engkau pergi memohon ke kubur wali, bernazar ke tempat yang engkau anggap keramat, supaya dia menolong engkau memohonkan kepada Allah agar terlepas dari marabahaya itu, melainkan mohonlah langsung kepada Allah agar Allah membawa engkau ke tempat yang selamat.

"Dan jika Dia menghendaki atas engkau dengan suatu kebaikan, maka tidaklah ada yang dapat menolak dari karunia-Nya."

Itulah yang sebaiknya. Jika Allah akan menimpakan kebaikan, anugerah, kejayaan dan kemuliaan di sisi-Nya kepada engkau, tidak pula ada suatu kekuasaan Manusia, atau Malaikat atau Setan, atau patung atau berhala, atau kubur wali atau dukun yang bisa menghalanginya.

Kadang-kadang malahan segala percobaan hendak menghambat nikmat Allah atas dirimu itu, hanyalah akan menambah sinar nikmat kebaikan itu juga.

"Dia akan menimpakan", kebaikan itu "Kepada barangsiapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya."

Di sini tampak bahwa kalau Allah akan memberi anugerah suatu kebaikan kepada salah seorang dari hamba-hamba-Nya, tidak ada pula sesuatu kekuasaan yang dapat menghalanginya. Tidak dukun tukang mantra dan tidak penguasa yang zalim, tidak si hasad dan si dengki. Kalau sudah nyata bahwa nikmat anugerah Ilahi, tidak ada satu kekuatan pun yang kuasa menghambat dan merintanginya, maka mengapa di dalam menyembah Allah yang menganugerahkan nikmat dengan langsung itu, kita akan memakai perantaraan lagi dengan yang lain?

"Sedang Dia adalah Maha Pengampun, lagi Penyayang." (ujung ayat 107).

Karena kedua sifat Allah itu, Pengampun dan Penyayang, telah kita rasai setiap hari, alangkah zalimnya kita kalau kita memohon juga kepada yang lain, atau memakai perantaraan yang lain.

Sayyid Abdul Qadir Jailani, atau Habib al-Hadaad yang bermakam di Bogor atau Habib Alaydrus yang bermakam di Luar Batang atau Syekh Samman yang bermakam di Madinah, tidaklah mempunyai kedua sifat itu, bahkan seluruh mereka itu pun memohon karunia untuk diri mereka sendiri kepada yang empunya sifat Ghafur dan Rahim itu juga adanya.

Sebab itulah, di setiap rakaat dalam shalat, yaitu sebagai tonggak atau soko-guru dari seluruh ibadah kita, kita diwajibkan membaca surah al-Faatihah, sebagai Ummul Qur'an, ibu dari seluruh Al-Qur'an. Di dalamnya terdapat,

”Hanya Engkau sajalah yang kami sembah, dan hanya Engkau sajalah tempat kami memohon pertolongan." (al-Faatihah: 5) 

Dengan kata iyyaaka, yang berarti hanya Engkau saja, 17 kali sehari semalam kita menegakkan Tauhid dengan lidah dan perbuatan. Alangkah zalimnya kita dan membohongi diri sendiri, kalau kita menyembah pula kepada yang lain dan memohon pertolongan pula kepada yang lain.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 509-510, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

NERAKA BALASAN ORANG KAFIR

"Demikianlah balasan terhadap musuh-musuh Allah; Neraka untuk mereka di dalamnya negeri yang kekal; sebagai ganjaran oleh karena mereka telah mengingkari ayat-ayat Kami." (Fushshilat: 28).

Orang-orang seperti ini sudah diberi cap yang sangat jelek, yaitu "musuh-musuh Allah". Kebenaran datang dari Allah. Kebenaran itulah yang mereka tolak, mereka dustakan, mereka bantah. Balasan itu tidak lain: Neraka. "Untuk mereka di dalamnya negeri yang kekal." Artinya, neraka itulah negeri yang kekal untuk mereka, tidaklah mereka akan berpisah dari sana lagi selama-lamanya.

Di dalam perkembangan Islam selanjutnya, tidak henti-hentinya musuh-musuh Allah ini meneruskan usaha kaum Quraisy yang dahulu itu menghalangi perkembangan Islam, mencegah orang mendengarkan Al-Qur'an lalu menonjolkan tontonan lain yang akan jadi gantinya. Di negeri-negeri Islam yang jatuh ke dalam cengkeraman bangsa penjajah yang berlainan agama, terutama penjajahan bangsa-bangsa Kristen atas negeri-negeri orang Islam diadakan berbagai usaha buat menghalangi orang dari Al-Qur'an. Berusahalah mereka itu mengatur barisan apa yang mereka namai Orientalis, para sarjana yang menyelidiki agama Islam sampai sedalam-dalamnya, menghabiskan seluruh umurnya buat menyelidiki, bukan untuk diamalkannya, melainkan untuk dicari peluang di mana dia dapat masuk untuk menyerangnya. Hasil-hasil penyelidikan mereka itulah yang diwajibkan menjadi textbooks, buku pelajaran wajib, yang mesti dibaca dan diselidiki pula oleh anak-anak orang Islam yang belajar pada sekolah itu.

Sehingga umpamanya di Indonesia yang umum pegangan madzhab tentang fiqih ialah Madzhab Syafi'i tidaklah mereka mengenalnya lagi dari sumbernya. Mereka lebih mengenal karangan orientalis yang bukan beragama Islam itu, bahkan pemeluk Kristen atau Yahudi yang perbelanjaan mereka selama menyelidiki itu ditanggung oleh negara-negara penjajah tadi.

Maka setelah keluar dari sekolah tinggi yang demikian, menjadi jauhlah anak-anak orang Islam itu dari Al-Qur'an. Apa yang diajarkan oleh guru mereka bangsa Barat itu, itulah pegangan hidup mereka. Bahasa Arab sebagai sumber, mereka tidak tahu sama sekali. Mereka merasa cukup mengetahui isi Al-Qur'an menurut yang diterangkan oleh orientalis tersebut.

Kalau tidaklah kaum Muslimin di tanah jajahan itu berusaha berjihad sendiri melawan dan menandingi usaha itu, sudahlah lama runtuh Islam karena penjajahan. Tetapi oleh karena Al-Qur'an adalah wahyu yang mutlak kebenarannya, jika diperhitungkan laba rugi, penjajah jualah yang rugi, meskipun bekas usahanya bersisa juga banyak atau sedikit. Yang kewajiban kaum Muslimin selanjutnya buat menghapuskan jejak dan sisa itu.

"Dan berkata orang-orang yang kafir itu, 'Ya Tuhan kami. Perhatikanlah kepada kami dua macam orang yang telah menyesatkan kami dari kalangan jin dan manusia, supaya kami letakkan keduanya di bawah injakan telapak kaki kami, supaya kedua-duanya menjadi orang-orang yang hina.'" (Fushshilat: 29).

Memang di segala zaman terlalu banyak manusia yang hanya mengiyakan saja percakapan orang lain dengan tidak usul periksa. Padahal dia diberi mata untuk melihat sendiri, telinga untuk mendengar dan hati untuk berpikir dan memahamkan. Tidak mempunyai keberanian buat menyelidiki sendiri dengan alat yang telah diberikan Allah kepadanya. Kemudian setelah dilakukan pemeriksaan mereka menjawab, "Si Anu mengatakan begitu, saya pun menurut saja. Si Fulan mengatakan begini, saya pun percaya!"

Niscaya datanglah keputusan hukuman dari Allah bahwa dia tetap bersalah dan tetap kena hukum, dengan tidak peduli alasannya karena percaya kepada kata-kata si Anu atau si Fulan, sedangkan kata Allah yang dibawa oleh rasul Allah sendiri mereka tidak mau menyelidiki kebenarannya. Mengapa tidak itu saja diterima?

Maka setelah nyata bahwa dia dihukum juga, Jahannam juga yang akan jadi tempatnya dimohonkannya kepada Allah supaya kedua macam penipu, pembujuk dan perayu itu yang rayuan dan tipuannya telah menyebabkan mereka tersesat supaya segera dipertemukan dengan dia. "Supaya kami letakkan keduanya di bawah injakan telapak kaki kami." Biar mereka kami injak-injak karena mereka itu adalah orang jahat yang telah membawa kami ke tempat yang sengsara buat selama-lamanya.

Itulah ucapan penyesalan yang sangat gemas, luapan dari rasa marah dan kecewa dan jengkel. Dibayangkan yang akan kejadian itu di dalam wahyu Allah kepada Rasul-Nya agar diperintahkan kepada orang yang beriman agar mereka jangan menempuh jalan yang sangat goblok itu.

Sebab kepercayaan atau aqidah yang diterima sebagai pusaka turun-temurun dari nenek moyang, ataupun ajaran yang dibawa oleh Rasul sebagai bandingan dari kepercayaan turun-temurun itu adalah pegangan hidup untuk menentukan buruk dan baik, keselamatan diri sendiri di dunia dan di akhirat. Hal yang begini tidaklah boleh hanya turut-turutan kepada orang lain. Kalau sudah di akhirat kelak apalah akan faedahnya lagi mengomel dan meminta dipertemukan dari kedua macam orang yang membawa sesat itu, dari jin dan dari manusia.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8 Hal. 162-163, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).